Download - PERDA

Transcript

BAB I

PAGE 22

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II berisikan tentang ringkasan Peraturan Daerah No. 03 Tahun 2005 tentang penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan. Perda No. 11 Tahun 2005 tentang perubahan atas Perda No. 03 Tahun 2005. 2.1 Ringkasan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahanMenurut Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bandung, yaitu Peraturan Daerah No. O3 Tahun 2005, isinya mengatur tentang Penyelenggaraan kebersihan, ketertiban dan keindahan telah mendapat beberapa perubahan ketentuan. Keluarannya adalah Perda No. 11 Tahun 2005. Perda tentang K3 akan diberlakukan di seluruh wilayah administratif Pemerintah Kota Bandung. Pemberlakuan akan secara bertahap, Pemkot Bandung melakukan prioritas terhadap beberapa kawasan tertentu sebagai titik percontohan. Kawasan-kawasan yang telah ditunjuk sebagai titik percontohan antara lain : Jalan Oto Iskandardinata, Jalan Alun-alun, Jalan Dewi Sartika, Jalan Braga, Jalan Kapatihan, Jalan Dalem Kaum dan Jalan Merdeka, Jalan Cipaganti, Jalan Pajajaran, Jalan Pasteur dan Jalan Ir. Djuanda (Dago), Jalan RAA Wiranatakusumah (Cipaganti), Jalan Dr. Djudjunan (Pasteur), Jalan Asia Afrika, (Disinkom, 2007).1. Peraturan Daerah No. 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota Bandung

Secara substansial Perda No. 03 Tahun 2005 ini telah dirubah dengan Perda No. 11 Tahun 2005 namun pada dasarnya ketentuan yang tertuan di dalam Perda No. 03 masih berlaku dan perubahan hanya terjadi pada ketentuan sanksi serta pada beberapa pasal saja. Peraturan daerah No. 03 Tahun 2005 terdiri dari 8 (Delapan) bab, 48( Empat puluh delapan) Pasal dan ruang lingkup materinya mencakup bab I Ketentuan Umum, bab II Ketertiban, bab III Kebersihan, Bab IV Keindahan, bab V Larangan, bab VI Pembinaan; Pengendalian; Pengawasan; Penertiban dan Penghargaan, bab VII Penyidikan, bab VIII Ketentuan Sanksi (sebagaimanan sudah dirubahan dalam Perda No. 11 Tahun 2005), Bab IX Ketentuan peralihan dan yang terakhir Bab X Ketentuan penutup. Berikut adalah peraturan tentang penyelenggaraan kebersihan, ketertiban dan keindahan berdasarkan pasal-pasalnya.

2. Peraturan Tentang Penyelenggaraan KetertibanBerdasarkan ketentuan ketertiban didefinisikan sebagai kehidupan yang serba teratur dan tertata dengan baik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang dinamis, aman, tentram lahir dan batin. Aturan tentang ketertiban terdapat dalam bab II antara lain tertib jalan, fasilitas umum, dan jalur hijau; Tertib tuna sosial dan anak jalanan. Berikut adalah beberapa pasal tentang penyelenggaraan ketertiban.

1) Bab II bagian kedua tentang tertib jalan, fasilitas umum dan jalur hijau

Pasal 4 ayat (1) setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan, berlalulintas, dan mendapat perlindungan dari pemerintah. Ayat (2) untuk melindungi hak setiap orang, badan hukum atau perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pemerintah daerah melakukan penertiban pengunaan jalur lalulintas, trotoar dan bahu jalan, jalur hijau jalan, jembatan dan penyeberangan orang, melindungi kualitas jalan, serta mengatur lebih lanjut mengenai pelangaran kendaraan bus/truk besar ke jalan lokal/jalan kolektor.

Pasal 6 ayat (1) setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan (zebra cross). Ayat (2) jembatan penyeberangan orang dan marka penyeberangan (zebra cross) diperuntukkan bagi pejalan kaki yang akan menyeberang jalan.

2) Bab II bagian keenam tentang tertib tuna sosial dan anak jalanan

Pasal 15 pemerintah daerah melakukan penertiban kegiatan tuna sosial antara lain bagian (a) tuna sosial yang tidur dan membuat gubug untuk tempat tinggal di bawah jembatan, serta tempat lain yang bukan peruntukannya. Bagian (b) anak jalanan yang mencari penghasilan dengan mendapat upah jasa pengelapan mobil dan sejenis di persimpangan jalan dan lampu lalulintas (traffick light). (c) setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan yang menghimpun anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis, untuk dimanfaatkan dengan jalan meminta-minta/mengamen untuk ditarik penghasilanya.

Pasal 16 ayat (1) pemerintah daerah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan keterampilan bagi tuna sosial dan tuna susila. Ayat (2) pemerintah daerah mengupayakan pemulangan tuna wisma, pengemis, pengamen, dan tuna susila dan orang yang terlantar dalam perjalanan ke daerah asalnya.3. Peraturan Tentang Penyelenggaraan Kebersihan

Berdasarkan ketentuan umum kebersihan didefinisikan sebagai lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah. Aturan tentang penyelenggaraan kebersihan terdapat dalam bab III bersih udara dan bersih sampah. Berikut adalah beberapa pasal tentang penyelenggaraan kebersihan.

1) Bab III bagian kedua tentang bersih udara

Pasal 23 ayat (1) tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa merokok. Ayat (2) pimpinan atau penaggungjawab harus menyediakan tempat khusus merokok serta menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak menggaggu kesehatan bagi yang tidak merokok.2) Bab III bagian keempat tentang bersih sampah

Pasal 27 ayat (1) pelaksanaan pengelolaan sampah pada umumnya meliputi: (a) pewadahan dan/atau pemilahan, (b) penyapuan dan pengumpulan, (c) pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS pada tempat yang tidak mengganggu lalu lintas (bukan pada badan jalan) dan TPA, (d) pengolahan antara, (e) pengangkutan, (f) pengolahan akhir. Ayat (2) pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sampah meliputi (a) penyapuan jalan utama, (b) pengangkutan sampah dari TPS ke TPA, (c) pengaturan, penetapan dan penyediaan TPS dan TPA, (d) pengolahan dan pemanfaatan sampah.4. Peraturan Tentang Penyelenggaraan KeindahanBerdasarkan ketentuan umum keindahan didefinisikan sebagai keadaan lingkungan perkotaan yang nyaman, estetik dan proporsional. Aturan tentang penyelenggaraan keindahan terdapat dalam bab IV diantaranya mengenai tanggungjawab pemerintah atas keindahan lingkungan. Adalah bebeapa pasal tentang penyelenggaraan keindahan.

1) Bab IV tentang tanggungjawab pemerintah atas keindahan lingkungan di daerah Pasal 33 ayat (1) pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk mewujudkan keindahan. Ayat (2) upaya untuk mewujudkan keindahan meliputi penataan dan pemeliharaan antara lain (a) Bangunan, halaman serta lingkungan sekitar, (b) saluran khusus bangunan yang bernilai sejarah, (c) saluran drainase jalan, dan riol/brandgang, (d) Trotoar dan bahu jalan, (e) perkerasan jalan dan jembatan, (f) jalur hijau jalan yang terdiri dari bahu jalan, median jalan dan pulau jalan, (g) taman lingkungan, (h) lahan kosong dan kapling kosong, (i) lampu penerangan jalan umum, (j) elemen estetik kota seperti patung, tugu, prasasti, (k) lampu hias, monumen, kolam hias, air mancur, reklame dan sebgainya, (l) fasilitas umum dan fasilitas kota lainnya, (m) ruang terbuka hijau (RTH).

Pasal 34 keindahan lingkungan yang nyaman, estetik dan proporsional meliputi ruang terbuka hijau (RTH), penataan dan pemeliharaan RTH dan elemen estetika kota dan keseimbangan pembangunan

Pasal 35 penataan dan pemeliharaan RTH meliputi: (a) RTH kawasan lingkungan pemukiman, (b) RTH lingkungan perindustrian, (c) RTH kawasan perdagangan dan perkantoran, (d) RTH kawasan jalur hijau, (e) RTH kawasan sempadan sunggai, (f) RTH kawasan jalur pengaman utilitas, (g) RTH lingkungan pendidikan, (h) RTH gerbang kota, (i) RTh lingkungan kawasan konservasi.5. Peraturan Tentang Larangan

Aturan tentang larangan terdapat dalam bab V. Berikut adalah pasal tentang larangan dalam penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3).

1) Larangan dalam penyelenggaraan ketertiban

Pasal 37 dalam rangka menciptakan ketertiban lingkungan di daerah milik jalan, fasilitas umum dan jalur hijau setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan, dilarang: bagian (d) berusaha atau berdagang di trotoar, jalan/badan jalan, taman jalur hijau, dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukannya tanpa mendapat ijin dari walikota. Bagian (k) mendirikan kios dan berjualan di trotoar, taman, jalur hijau atau dengan cara apapun yang dapat mengakibatkan kerusakan kelengkapan taman, bunga atau tanaman lainnya. Pasal 39 dalam rangka mewujudkan daerah yang bersih dari tuna wisma, tuna sosial, dan tuna susila, setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan, dilarang: bagian (a) Mengelandang/mengemis ditempat dan dimuka umum serta fasilitas sosial lainnya, (b) Mengelandang tanpa pencaharian, (c) Mengamen, mencari upah jasa dari pengelapan mobil dan usaha lainnya di simpang jalan, lampu merah, (d) Tidur/membuat gubug untuk tempat tinggal di bawah jembatan, di atas jembatan penyeberangan dan taman-taman serta fasilitas umum lainnya, (e) Menghimpun anak jalanan untuk dimanfaatkan meminta-minta/mengamen untuk ditarik penghasilannya dan penyalahgunaan pemberdayaan anak.2) Larangan dalam penyelenggaraan kebersihan

Pasal 40 dalam rangka menciptakan kebersihan di daerah, setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan, dilarang: (a) membuang sampah, kotoran, atau barang bekas lainnya di saluran, air/selokan, jalan, berm, trotoar, tempat umum, tempat pelayanan umum dan tempat lainnya yang mengganggu ketertiban, kebersihan dan keindahan.3) Larangan dalam penyelenggaraan keindahan

Pasal 41 dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggungjawab keindahan lingkungan, setiap orang, badan hukum dan/atau perkumpulan dilarang: (a) menyebarkan atau menempelkan selebaran, poster, slogan, pamplet, kain bendera atau kain bergambar, spanduk dan sejenisnya disepanjang jalan, pada rambu-rambu lalulintas, tiang penerangan jalan, pohon-pohon atau bangunan-bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial, (b) Mengotori, merusak, mencoret-coret pada jalan, jembatan dan bangunan pelengkapnya, rambu-rambu lalulintas, pohon-pohon ataupun di bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial.1. Pembinaan

Pembinaan merupakan kegiatan untuk memberikan pengetahuan atau pemahaman kepada masyarakat dalam hal ini sebagai subyek implementasi terhadap pemberlakuan Perda K3. Dalam Bab VI pasal 42 berisi kegiatan pembinaan ini dilakukan melalui: Sosialisasi produk hukum, bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat dan aparat, pendidikan dan bimbingan teknis kepada aparat pelaksana.

2. Pengendalian

Pengendalian merupakan kontrol terhadap penyelenggaraan Perda K3. pengendalian tersebut dilakukan melalui kegiatan perijinan, pengawasan dan penertiban (Pasal 43).3. Pengawasan

Pengawasan penyelenggaran Perda K3 dilakukan melalui kegiatan pemantauan, pelaporan dan evaluasi secara rutin (Pasal 44).6. Penertiban

Penertiban merupakan aksi yang dilakukan untuk membersihkan wilayah hukum Perda K3 dari berbagai pelanggaran (Pasal 45). Dalam aksi penertiban ini dilakukan melalui: Penunjukkan pejabat yang berwenang berdasarkan tupoksi, penertiban terhadap pelanggar K3 berdasarkan temuan langsung atau laporan, pemberian sanksi dan meminta bantuan dari pihak lain seperti TNI dan POLRI.7. Penghargaan

Penghargaan dalam hal ini adalah pemberian penghormatan terhadap kontribusi positif dari berbagai pihak dalam penyelenggaraan Perda K3 (Pasal 46). penghargaan ini dilakukan melalui: Penilaian secara periodik, pelaksanaan, standarisasi nilai dan bentuk penghargaan diatur lanjut oleh Wali Kota.8. Penyidikan

Tindakan peradilan yang dilakukan untuk menindak lanjuti hasil temuan pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar (Pasal 47).9. Ketentuan SanksiKetentuan sanksi yang terdapat dalam Perda No. 03 Tahun 2005 sebagaimana telah dirubah dengan Perda No. 11 Tahun 2005 (Pasal 48).

10. Peraturan Tentang Sanksi

Ketentuan sanksi terdapat dalam bab VIII. Sanksi terdiri dari dua yaitu sanksi denda berupa pembebanan biaya dan sanksi andministrasi. Berikut adalah bentuk sanksi berdasarkan jenis pelanggaran.

1) Pasal 49 mengenai sanksi denda dan sanksi administrasi. Setiap orang atau badan hukum yang melakukan berbuatan berupa:

Berusaha atau berdagang di trotoar, jalan,/badan jalan, taman, jalur hijau dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukannya tanpa mendapatkan ijin dari walikota akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Tidak mengunakan sarana jembatan penyeberangan/zebra cross yang tersedia akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 250.000;00 ( Dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Menggelandang/mengemis, mengamen di tempat dan di muka umum serta fasilitas sosial lainnya akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 250.000;00 ( Dua ratus lima puluh ribu rupiah). Merokok di tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 5.000.000;00 (Lima Juta Rupiah)

Buang sampah, kotoran atau barang bekas lainnya di saluran, air/selokan, jalan, berm (bahu jalan) trotoar, tempat umum, tempat pelayanan umum dan tempat-tempat lainnya akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 5.000.000;00 (Lima Juta Rupiah)

Menyebarkan atau menempelkan selebaran, poster, slogan, pamflet, kain bendera, atau kain bergambar, spanduk dan sejenisnya di sepanjang jalan, pada rambu-rambu lalulintas, tiang penerangan jalan, pohon-pohon ataupun di bangunan-bangunan lain, fasilitas umum dan fasilitas sosial akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 1.000.000.00 (Satu Juta Rupiah)

Mengotori, merusak, mencoret-coret pada jalan, jembatan dan bangunan pelengkap jalan, rambu-rambu lalulintas, pohon-pohon akan dikenakan pembebanan biaya paksaan penegakkan hukum sebesar Rp. 5.000.000;00 (Lima Juta Rupiah).

PAGE