PERBEDAAN KADAR ELEKTROLIT PASIEN PENYAKIT GINJAL
KRONIS STADIUM 5 PRE-HEMODIALISIS DAN POST-
HEMODIALISIS DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Gilar Rizki Aji Pradana
G0008215
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 8 Desember 2011
Gilar Rizki Aji Pradana
NIM : G0008215
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Gilar Rizki Aji Pradana, G0008215, 2011. Perbedaan Kadar Elektrolit Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 Pre-Hemodialisis dan Post-Hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi Tujuan penelitian: Untuk mengetahui adanya perbedaan kadar elektrolit pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 pre-hemodialisis dan post-hemodialisis, di RSUD Dr. Moewardi, dan mengetahui jenis elektrolit (Na, K, Ca) yang perubahan kadarnya paling signifikan. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang dipakai adalah eksperimental kuasi model one group before and after intervention design atau one group pre and post test design. Jumlah sampel yang dipakai pada penelitian ini sebanyak 25 orang yang diambil dengan cara quota sampling. Spesimen darah diambil dari pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 sebelum dan sesudah hemodialisis. Data elektrolit diolah dengan uji statistik Wilcoxon menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05. Hasil Penelitian: Terjadi penurunan rata-rata kadar kalium dan natrium pada pasien sebelum dan sesudah hemodialisis, dan terjadi peningkatan kadar kalsium pada pasien sebelum dan sesudah hemodialisis. Hasil penelitian didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,005) untuk kadar kalium dan kalsium, dan p = 0,022 (p < 0,005) untuk kadar natrium. Simpulan Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar elektrolit sebelum dan sesudah hemodialisis, yaitu penurunan kadar kalium dan natrium, dan peningkatan kadar kalsium (p < 0,05). Kata kunci: penyakit ginjal kronis, hemodialisis, elektrolit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT Gilar Rizki Aji Pradana, G0008215, 2011. The Difference of Electrolytes Count upon End-Stage Chronic Kidney Disease Patients Pre-Hemodialysis and Post-Hemodialysis in Moewardi Local General Hospital Objective: To study the difference of electrolytes count upon end-stage chronic kidney disease, pre-hemodyalisis and post-hemodyalisis in Moewardi Local General Hospital, and to study which electrolytes (Na, K, Ca) have the highest significance value. Method: This study was a quation experimental model one group before and after intervention design or one group pre and post test design. The subjects used were 25 participants taken with quota sampling technique. The blood specimens were obtained from end-stage chronic kidney disease before and after hemodialysis. The data obtained were statistic analyzed by Wilcoxon test using SPSS Programme for Microsoft Windows release 17.0. Significance was set at p < 0,05. Result: The mean of potassium and sodium decreased significantly after hemodialysis, and the mean of calcium increased significantly after hemodialysis. The result of this study, using Wilcoxon test were found p = 0,000 for potassium and calcium, while p = 0,022 for sodium. Conclusion: The experiment result showed there is significant difference in electrolyte count before and after hemodyalisis, i.e. potassium and sodium count decreased, while calcium count increased. Keyword: chronic kidney disease, hemodialysis, electrolyte
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat, dan
limpahan kasih sayang sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Kadar Elektrolit Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 pre-
Hemodialisis dan Post-Hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi, Universitas Sebelas
Selama penyusunan skripsi ini, penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan penulis menyadari bahwa semua ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Wachid Putranto, dr., Sp.PD, Selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi bagi penulis.
4. Andy Yok, drg., M.Kes, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, serta koreksi bagi penulis.
5. Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp.PD, selaku penguji utama yang telah memberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Harsini, dr., Sp.P, selaku penguji pendamping yang telah memberikan nasihat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
7. Staf bagian skripsi, mas Nardi dan mbak Eny atas segala bantuan dan petunjuknya.
8. Staf SMF Penyakit Dalam yang telah membantu kelancaran skripsi ini. 9. Staf dan perawat bagian Hemodialisis yang telah membantu mengumpulkan
data penelitian ini. 10. Bapak Tri Handayani, dan Ibu Dhani Ekarini yang selalu memberikan
dukungan dan doanya setiap waktu. 11. Ike yang telah menemani peneliti selama ini. 12. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini
dikarenakan keterbatasan penulis, maka dari itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi penulis pribadi, tetapi juga bagi semua pihak.
Surakarta, 8 Desember 2011 Gilar Rizki Aji Pradana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 5
1. Penyakit Ginjal Kronis ............................................................ 5
2. Hemodialisis ........................................................................... 11
3. Elektrolit-Elektrolit Tubuh ...................................................... 13
4. Pengaruh Hemodialisis terhadap Kadar Elektrolit Serum ........ 16
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 17
C. Hipotesis ...................................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 19
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 19
B. Lokasi Penelitian .......................................................................... 19
C. Subjek Penelitian .......................................................................... 19
D. Teknik Sampling .......................................................................... 20
E. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 21
F. Skala Variabel .............................................................................. 21
G. Definisi Operasional Variabel ....................................................... 22
H. Rancangan Penelitian.................................................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
I. Instrumentasi dan Bahan Penelitian .............................................. 23
J. Teknik Analisis Data .................................................................... 23
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 24
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 27
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 31
A. Simpulan ............................................................................................ 31
B. Saran .................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 32
LAMPIRAN ..................................................................................................... 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Tabel 2 : Perbedaan Kadar Elektrolit Pre-Hemodialisis dan Post-Hemodialisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Penelitian
Lampiran 2 : Uji Normalitas
Lampiran 3 : Uji Homogenitas
Lampiran 4 : Uji Wilcoxon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit ginjal kronis diketahui dapat meningkatkan risiko pasien untuk
terserang penyakit kardiovaskular, dan dapat menyebabkan suatu keadaan gagal
ginjal. Jumlah pasien gagal ginjal karena penyakit ginjal kronis yang diterapi
dengan dialisis dan transplantasi terus meningkat di Amerika dari 209000 kasus
pada tahun 1991 menjadi 472000 kasus pada tahun 2004 (Coresh et al., 2007).
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, data yang didapatkan dari RSU Dr.Soetomo
Surabaya pada tahun 2004 - 2006, diperkirakan tiap tahun ada 2000 kasus baru
gagal ginjal.
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologi dengan berbagai
etiologi yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan dapat
berakhir sebagai keadaan gagal ginjal. Penyakit ginjal kronis stadium 5
merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal kronis dengan laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 15ml/menit (Suwitra, 2006).
Etiologi penyakit ginjal kronis sangat beragam, seperti
glomerulonefritis, infeksi kronis dari traktus urinarius, nefropati diabetes dan
hipertensi, atau dapat berupa kelainan kongenital dan herediter (Krause, 2010).
Gejala penyakit ginjal kronis berkembang secara perlahan dan tidak
spesifik. Pasien bisa bersifat asimtomatik hingga penyakit ini berkembang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
jauh (LFG < 10-15 ml/menit). Manifestasi yang sering muncul adalah lelah,
lemas, dan malaise. Gangguan gastrointestinal (anorexia, mual, muntah),
neurologis (insomnia, kesulitan konsentrasi) juga sering terjadi. Jika sindrom
uremia sudah berlanjut sering disertai gejala libido yang menurun, iregularitas
siklus menstruasi, atau bisa nyeri dada karena perikarditis (Watnick dan
Morrison, 2009).
Seperti telah diketahui fungsi ginjal salah satunya adalah fungsi
ekskresi. Fungsi ini tentunya berkaitan erat dengan elektrolit-elektrolit yang ada
di dalam darah, seperti kalium, natrium. Masing-masing elektrolit mempunyai
kadar normalnya tersendiri. Keadaan hipernatremia akan menyebabkan
takikardia, kegelisahan, haus. Hiponatremia akan menyebabkan tanda dan gejala
seperti hipotensi, kelemahan otot. Pada keadaan hipokalemia akan timbul tanda
dan gejala seperti vertigo, hipotensi. Sedangkan hiperkalemia akan menyebabkan
keadaan bradikardia, oliguria atau anuria (Kee, 2007). Krause (2010) menjelaskan
kematian mendadak pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 tertinggi
karena hiperkalemia.
Penatalaksanaan pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 5 adalah
dengan terapi pengganti ginjal, yaitu dialisis dan transplantasi ginjal (Suwitra,
2006). Prinsip dari hemodialisis adalah perubahan konsentrasi zat terlarut dalam
darah dan cairan dialisat yang komposisi elektrolitnya mirip serum normal.
Menurut penelitian yang dilakukan Kirschbaum (2003), ada perbedaan kadar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
elektrolit yang signifikan pada pasien dengan terapi hemodialisis sebelum
mendapatkan terapi dan sesudah mendapatkan terapi.
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana perbedaan kadar
elektrolit pada pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 pre-hemodialisis dan post-
hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan kadar elektrolit pasien penyakit ginjal kronis
stadium 5 pre-hemodialisis dan post-hemodialisis, di RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum
Mengetahui adanya perbedaan kadar elektrolit pasien penyakit ginjal
kronis stadium 5 pre-hemodialisis dan post-hemodialisis, di RSUD Dr.
Moewardi.
B. Tujuan Khusus
Mengetahui jenis elektrolit (Na, K, Ca) yang perubahan kadarnya
paling signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat penelitian
A. Aspek Teoritis
Dapat memberikan informasi bahwa ada perbedaan kadar elektrolit
pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 pre-hemodialisis dan post-
hemodialisis, di RSUD Dr. Moewardi.
B. Aspek Aplikatif
1. Sebagai masukan untuk dapat memperjelas perbedaan kadar elektrolit
pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 sebelum dan sesudah menerima
terapi hemodialisis.
2. Untuk memberikan penanganan yang lebih baik terhadap komplikasi
tindakan hemodialisa terhadap kadar elektrolit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Penyakit ginjal kronis
a. Definisi
Penyakit ginjal kronis adalah: (1) kerusakan ginjal lebih dari tiga
bulan baik secara struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi glomerulus, dengan manifestasi kelainan patologis, dan
terdapat tanda kelainan ginjal baik dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests), (2) LFG < 60
ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(Suwitra, 2006).
b. Klasifikasi
National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) membagi penyakit ginjal kronis menjadi lima
stadium sebagai berikut:
Stadium LFG
(ml/menit/1,73 m2)
Fungsi ginjal
(%) Manifestasi klinis
1 Kerusakan
ginjal dengan > 63
Belum tampak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
LFG normal
atau meningkat
2 Kerusakan
ginjal dengan
penurunan LFG
60 89 > 30
Hipertensi,
hiperparatiroidisme
sekunder
3 Penurunan LFG
sedang 30 59 > 5
s.d.a + anemia
4 Penurunan LFG
berat 15-29 > 0,2
s.d.a + retensi air,
mual, nafsu makan
hilang
5 Gagal ginjal
< 15 < 0,2
s.d.a + edema paru,
koma, kejang,
asidosis metabolik,
hiperkalemia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronis dapat bermacam-macam, baik
yang bersifat primer, seperti glomerulonefritis, pielonefritis, hipoplasi
kongenital, atau sekunder seperti, kelainan sistemik contohnya diabetes
mellitus atau lupus eritematosus. Ketika ginjal terkena jejas, maka
keadaan hiperfiltrasi unit nefron yang tidak rusak akan memberikan
tekanan dan jejas terhadap jaringan nefron yang lain. Proses ini
menyebabkan progresivitas penyakit ginjal kronik terlihat begitu nyata
(Amend dan Vincenti, 2008).
ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti sebagai berikut:
Penyebab %
Diabetes mellitus 40
Hipertensi 25
Glomerulonefritis 15
Penyakit ginjal polikistik 4
Urologis 6
Tidak diketahui dan lain-lain 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
d. Patofisiologi
Ada dua teori yang sering digunakan untuk menjelaskan gangguan
fungsi ginjal pada gagal ginjal kronis. Teori tradisional mengatakan bahwa
semua unit nefron terserang penyakit, tapi dalam stadium yang berbeda-
beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi
tertentu dapat benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Misal lesi pada
medula akan merusak susunan anatomik lengkung henle dan vasa rekta,
atau pompa klorida pada pars ascenden lengkung henle akan mengganggu
proses aliran balik pemekat dan aliran balik penukar (Wilson,2006).
Teori kedua adalah Hipotesis Bricker/Hipotesis nefron yang utuh.
Teori ini mengatakan bila nefron terserang penyakit, maka seluruh
unitnnya akan hancur, namun yang masih utuh tetap bekerja normal.
Hipotesis ini dapat menjelaskan pola adaptasi fungsional pada penyakit
ginjal progresif, yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan air dan
elektrolit dengan keadaan LFG sangat menurun (Wilson,2006).
Apapun penyebabnya, penyakit ginjal kronis pada akhirnya akan
mengalami proses yang sama. Masa nefron yang berkurang menyebabkan
masa nefron yang tersisa melakukan kompensasi hiperfiltrasi. Proses
kompensasi ini berlangsung baik hingga sel nefron tak mampu
melakukannya lagi, dan pada akhirnya nefron ini akan menjadi sklerosis.
Karena proses ini, maka terjadi penurunan fungsi nefron. Proses ini terus
berlangsung dan mengakibatkan penurunan LFG secara progresif. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
akhirnya pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Suwitra,
2006).
e. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari gagal ginjal muncul akibat kekacauan
metabolik yang disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk mengatur
elektrolit, cairan, dan keseimbangan asam-basa. Tanda dan gejala ini juga
disebabkan karena akumuasi racun hasil metabolisme asam amino di
dalam darah. Pada GGK stadium awal sering tidak memunculkan gejala
(Amend dan Vincenti, 2008).
Tanda gejala yang biasanya muncul antara lain: (Krause, 2010)
a. Sistemik
Malaise, Kelelahan dan kelemahan.
b. Gastrointestinal
Anorexia, mual, muntah.
c. Neurologis
Neuropati perifer dan sindrom restless legs adalah tanda yang
sering ditemui. Prevalensi untuk terserang stroke meningkat. Amend
dan Vincenti (2008) menambahkan pasien menjadi pelupa.
d. Hematologis
Anemia adalah tanda yang sering nampak karena penurunan
produksi eritropoietin oleh ginjal. Kelainan pada leukosit dan
trombosit dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
e. Dermatologis
Pruritus yang disebabkan oleh akumulasi pigmen toksik
(urochromes) di dalam dermis sering ditemui.
f. Endokrin
Hiperkalemia adalah tanda yang paling sering ditemui, dan bisa
meningkat secara mendadak ketika LFG menurun drastis. Asidosis
anion gap terjadi akibat menurunnya ekskresi ion hidrogen dan bisa
menyebabkan hiperkalemia. Hipokalsemia yang disebabkan oleh
kehilangan vitamin D dan peningkatan hormon paratiroid dapat
ditemukan. Kondisi hipermagnesemia juga bisa terjadi. Hipotiroidisme
juga bisa ditemukan.
g. Kardiologis
Kelebihan cairan terjadi ketika intake garam dan air melebihi
kehilangannya dan ekskresinya. Hal ini dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif, menimbulkan hipertensi dan udem pulmonal.
Dislipidemia adalah faktor risiko primer untuk terserang penyakit
kardiovaskular dan merupakan komplikasi yang sering dari penyakit
ginjal kronis stadium 5. Uremia juga bisa menyebabkan efusi
perikardial dan, lebih jarang, tamponade perikardial. Kematian karena
kardiovaskular 10-20 kali lebih tinggi pada orang dengan terapi
dialisis dibandingkan dengan orang normal. Amend dan Vincenti
(2008) menambahkan jumlah nadi dan nafas permenit dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
meningkat. Hal ini terjadi akibat dari keadaan anemia dan asisdosis
metabolik pada pasien.
h. Vaskular
Tanda Vaskular yang nampak mirip seperti pada pasien dengan
pembedahan vaskular seperti perdarahan, infeksi intravaskular, oklusi
pembuluh darah.
i. Infeksi/Imunologis
Uremia dapat menekan sistem imun tubuh, sehingga pada
pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 mudah untuk terserang infeksi
bakteri, termasuk juga infeksi oportunistik. Pasien yang menerima
terapi transplantasi ginjal bisa mengalami gagal ginjal rekuren yang
disebabkan oleh reaksi penolakan atau komplikasi pencangkokan.
2. Hemodialisis
Jika pengobatan konservatif seperti diet, pembatasan minum, obat-
obatan, dan lain-lain sudah tidak adekuat, perlu terapi baru, yaitu terapi
pengganti ginjal. Terapi pengganti ini dibagi menjadi tiga, yaitu hemodialisis,
dialisis peritoneum, dan transplantasi ginjal (Watnick dan Morrison, 2010).
Diharapkan terapi ini dapat menggantikan fungsi ginjal baik dari fungsi
ekskresi ataupun fungsi endokrin (Rahardjo et al., 2006).
Menururt Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI)
guidelines, dialisis harus dimulai saat LFG pasien 10 ml/menit atau ureum
serum 8 mg/dl. Khusus untuk pasien diabetes terapi ini dapat dimulai saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
LFG mencapai 5 ml/menit atau kadar serum 6 mg/dl (Watnick dan Morrison,
2010). Adapun indikasi untuk memulai terapi hemodialisis antara lain:
1. Kegagalan penanganan konservatif
2. Mual, muntah, nafsu makan hilang
3. Kadar ureum tinggi
4. Kadar kreatinin tinggi
5. Kalium serum > 6 mmol/l (indikasi absolut)
6. Asidosis berat, pH darah < 7,1 (indikasi absolut)
7. Kelebihan cairan, jika sampai menyebabkan udem paru menjadi indikasi
absolute
8. Perikarditis (indikasi absolut)
9. Anuria berkepanjangan
(cahyaningsih, 2008; Rahardjo, 2006).
Prinsip kerja dialisis adalah pertukaran elektrolit dan zat lain yang ada
di dalam darah dengan cairan dialisat, dengan perantara membran
semipermeabel. Cairan dialisat ini terbuat dari konsituen esensial plasma
seperti natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, dan glukosa, serta
Pertukaran zat ini dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung pada berat
molekul dan konsentrasi zat terlarut. Zat dengan berat molekul kecil seperti
urea dapat berdifusi dengan cepat, tetapi zat-zat dengan berat molekul besar
seperti fosfat -microglobulin, dan albumin berdifusi lebih lambat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
(Himmelfarb dan Ikizler,2010). Berikut ini adalah tabel zat terlarut dengan
berat molekulnya.
Zat terlarut Berat Molekul (Da)
Albumin 66000
Kalsium 40
Kreatinin 113
Urea 60
Air 18
Zink 65,3
(cahyaningsih, 2008)
3. Elektrolit-elektrolit tubuh
1. Kalium
Kalium adalah elektrolit yang paling banyak ditemukan di cairan
intraseluler. Kadar normal dewasa adalah 3,5 5,3 mmol/l. Jika kadar
pada serum < 2,5 mmol/l atau > 7,0 mmol/l dapat menyebabkan henti
jantung. Sekitar 80 90% kalium tubuh diekskresi oleh ginjal. Jika
terdapat kerusakan jaringan, maka kalium keluar dari sel dan masuk ke
cairan ekstraseluler (interstisial dan intravaskuler). Keadaan ini akan
menyebabkan hiperkalemi pada serum, tetapi jika fungsi ginjal baik,
ekskresi kalium akan berlebih dan akan terjadi defisit kalium serum
(hipokalemia). Namun demikian, jika ginjal mengekskresikan urin < 600
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
ml perhari, kalium akan terakumulasi dalam cairan intravaskuler
sehingga akan terjadi keadaan hiperkalemia (Kee, 2007).
Penurunan kadar kalium dapat menyebabkan tanda dan gejala
seperti mudah lelah, otot lemah, hiporefleksi, dan poliuri. Sedangkan
peningkatan kadar sering tanpa gejala, tetapi jika muncul akan
menimbulkan tanda dan gejala seperti bradikardia, fibrilasi ventrikel,
henti jantung, kelemahan, dan diare (Mubin, 2006)
2. Natrium
Natrium adalah kation utama pada cairan ekstraseluler, dan
memiliki fungsi menahan air. Jika terdapat banyak natrium pada cairan
ekstraseluler maka ginjal akan mereabsorbsi air lebih banyak. Natrium
memiliki berbagai fungsi antara lain membantu mempertahankan cairan
tubuh, bertanggung jawab terhadap konduksi impuls neuromuskuler
melalui pompa natrium. Natrium juga terlibat dalam aktivitas enzim, dan
mengatur keseimbangan asam basa dengan cara menggabungkan ion
klorida atau bikarbonat. Kadar normal natrium serum orang dewasa
adalah 135-145 mmol/l. Kebutuhan natrium perhari adalah 2-4 gr. Orang
amerika biasanya mengkonsumsi natrium perhari kira-kira 6-12 gr (90-
240 mmol/l) dalam bentuk NaCl. (Kee, 2007)
Keadaan hiponatremia akan memunculkan tanda dan gejala seperti
penurunan kesadaran, kejang, ketakutan, ansietas, kedutan otot, sakit
kepala, takikardi, dan hipertensi. Simon (2009) menambahkan jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
keadaan hiponatremia bertambah berat dapat menyebabkan serangan
jantung dan koma. Sedangkan hipernatremia akan menimbulkan tanda
dan gejala seperti kelemahan otot, haus, penurunan berat badan, volum
urin kurang, palpitasi, demam, dan hipotensi. (Mubin, 2006)
3. Kalsium
Kalsium terbanyak ditemukan dalam tulang dan gigi. Sekitar 50 %
dari jumlah totalnya terionisasi, dan kalsium terionisasi inilah yang dapat
digunakan oleh tubuh. Kadar kalsium teronisasi dapat diestimasi
kadarnya dari jumlah kalsium total dengan rumus. Kadar normal kalsium
total adalah 4,5-5,5 mEq/l atau setara dengan 2,3-2,8 mmol/l. sedangkan
kadar kalsium terioisasi dalam serum sekitar 4,25-5,25 mg/dl atau setara
dengan 1,1-1,24 mmol/l. Kalsium terionisasi meningkat kadarnya dalam
keadaan asidosis, sedangkan pada keadaan alkalosis kadarnya akan
menurun. Jika kadar kalsium terionisasi serum (serum-ionized calcium,
iCa) < 2,2 mEq/l atau < 4,25 mg/dl, akan menyebabkan iritabilitas
neuromuskuler atau gejala tetani, seperti kesemutan, kedutan, kontraksi
spasmodik (Kee, 2007)
Penurunan kadar kalsium serum atau hipokalsemia dapat
menimbulkan tanda dan gejala seperti gejala tetani, kedutan otot, tremor,
spasme laring, paratesia, spasme wajah, dan kontraksi spasmodik (Kee,
2007). Keadaan hipokalsemia akut juga dapat menyebabkan
perpanjangan interval QT yang dapat menyebabkan disaritmia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
ventrikular, selain itu hipokalsemia juga dapat menyebabkan penurunan
kontraktilitas miokardial yang dapat menyebabkan CHF, hipotensi dan
angina (Beach, 2010).
Sedangkan keadaan hiperkalsemia dapat menimbulkan tanda dan
gejala seperti kelemahan otot, nyeri perut, anoreksia, halusinasi, bahkan
dapat menyebabkan koma (Mubin, 2006).
4. Pengaruh hemodialisis terhadap kadar elektrolit serum
Sebagai terapi pengganti, hemodialisis cukup efektif dalam
menggantikan fungsi ginjal kurang lebih sebesar 10 % (Rhodes, 2009).
Pertukaran elektrolit serum dengan dialisat dilakukan dengan proses difusi.
Dengan begitu akan terjadi perubahan kadar elektrolit serum sebelum dan
sesudah mendapat terapi hemodialisis (Kirschbaum,2003). Atas dasar ini
maka keadaan elektrolit serum dapat dimanipulasi kadarnya dengan mengatur
komposisi dialisat yang akan dipakai. Contohnya kadar kalium dalam cairan
dialisat biasanya dibuat lebih rendah, dengan tujuan menurunkan kadar
Di samping fungsi hemodialisis yang begitu membantu, ada juga
beberapa komplikasinya. Salah satunya adalah pemakaian terapi ini dalam
jangka panjang dapat menyebabkan inadekuasi fungsi filtrasi, sebagai
akibatnya zat terlarut dalam darah yang kadarnya berlebih atau kurang tidak
bisa diseimbangkan kadarnya dengan dialisat melalui proses difusi (Rhodes,
2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Tidak diteliti
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Berkurangnya jumlah nefron fungsional
Status uremik
Terapi hemodialisis
Keseimbangan kadar zat-zat terlarut dalam darah dengan cairan dialisat
Perubahan kadar zat terlarut lainnya dalam
serum
Asupan makanan
Obat-obatan
Penyakit-penyakit lain
Perubahan kadar elektrolit serum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
C. Hipotesis
Ada perbedaan kadar elektrolit pasien penyakit ginjal kronis stadium 5
pre-hemodialisis dan post-hemodialisis, yaitu penurunan kadar kalium, dan
peningkatan kadar kalsium dan natrium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi model one
group before and after intervention design atau one group pre and post test
design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi.
C. SubJek Penelitian
1. Populasi target : Pasien penyakit ginjal kronis stadium 5.
2. Populasi aktual : Pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 yang
mendapatkan terapi hemodialisis di RSUD Dr.
Moewardi.
3. Kriteria Inklusi :
1. Semua pasien laki-laki dan perempuan.
2. Didiagnosis dengan Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5.
3. Usia 18-65 tahun.
4. Kriteria Eksklusi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
a. Pasien dengan penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi kadar
elektrolit, seperti gangguan pada kelenjar tiroid, Penyakit Cushing,
atau luka bakar.
b. Pasien yang mengonsumsi obat yang dapat mempengaruhi kadar
elektrolit, seperti diuretik, antibiotik (gentamisin, amfoterisin,
polimiksin B), atau steroid (kortison, estrogen).
D. Teknik Sampling
Menurut penelitian sebelumnya simpang baku kadar elektrolit
sebesar 4 mmol/l. Perbedaan lebih dari 2 mmol/l ditetapkan sebagai perbedaan
yang bermakna secara klinis. Bila diambil nilai
95% maka jumlah sampel yang diambil sesuai perhitungan sebagai berikut:
sampel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Namun, karena keterbatasan waktu penelitian, maka teknik sampling yang
dipakai adalah quota sampling. Sampel yang diambil adalah semua pasien
penyakit ginjal kronis stadium 5 yang mendapatkan terapi hemodialisis.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 yang
menerima terapi hemodialisis, sebelum dan sesudah
menerima terapi.
2. Variabel Terikat : Kadar elektrolit serum.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan :
Umur pasien, Penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi kadar
elektrolit, obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar elektrolit.
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan :
Diet pasien.
F. Skala Variabel
1. Pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 yang menerima terapi
hemodialisis, sebelum dan sesudah menerima terapi hemodialisis :
Nominal.
2. Kadar elektrolit serum : Rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
G. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
Pasien penyakit ginjal kronis stadium 5 yang mendapatkan terapi
hemodialisis kemudian diukur kadar elektrolitnya sebelum dan sesudah
menerima terapi hemodialisis.
2. Variabel terikat
Kadar elektrolit serum ditentukan dengan menggunakan hasil lab
RSUD Dr. Moewardi, yang tersedia kemudian dilakukan uji statistik
untuk mengetahui kemaknaan kadar elektrolit tersebut.
H. Rancangan Penelitian
One group before and after intervention
O1 = Pengamatan sebelum pemberian terapi hemodialisis
O2 = Pengamatan setelah pemberian terapi hemodialisis
X = Pemberiaan terapi hemodialisis
O1
Bandingkan dengan uji paired sample t test
O2 X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
I. Instrumentasi dan Bahan Penelitian
Data primer dari catatan medis (Medical Record) pasien penyakit ginjal
kronis di RSUD Dr. Moewardi yang diperiksa kadar elektrolitnya.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diuji dengan metode statistik
uji t menggunakan program SPSS 17.0 for Windows.
1. Tabel kontingensi ukuran 2 x 2
Sampel Kadar elektrolit
Pasien GGK sebelum hemodialisis a
Pasien GGK Setelah hemodialisis b
Total a+b
2. Uji t
Setelah dilakukan uji normalitas sebaran data, apabila data memiliki
sebaran normal, uji t dipilih, dan dengan menggunakan program statistik
SPSS. Uji t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana terdapat perbedaan
kemaknaan pada pasien penyakit ginjal kronis sebelum dan sesudah
mendapat terapi hemodialisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 13-19 Juli
2011. Sampel diambil berdasarkan metode quota sampling, dan didapatkan 25
sampel. Distribusi sampel menurut jenis kelamin tersebut di bawah ini:
Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Sampel
Sampel Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 19 (76 %) 6 (24 %) 25 (100 %)
Berdasarkan tabel diatas didapatkan jumlah sampel laki-laki sebanyak 19
orang (76 %) dan sampel perempuan sebanyak 6 orang (24 %).
Tabel 2. Perbedaan Kadar Elektrolit Pre-Hemodialisis dan Post-Hemodialisis
Elektrolit Pre-Hemodialisis Post-Hemodialisis
K 4,65 ± 0,768 mmol/L 3,38 ± 0,459 mmol/L
Na 141,08 ± 4,545 mmol/L 138,52 ± 2,551 mmol/L
Ca 1,07 ± 0,053 mmol/L 1,24 ± 0,155 mmol/L
Nilai rata-rata dari kadar kalium pasien pre-hemodialisis masih dalam kadar
normal, sedangkan pada kadar post-hemodialisis kadar kalium sedikit di bawah kadar
normal. Kadar natrium pasien baik pre-hemodialisis maupun post-hemodialisis dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
kadar normal, tetapi terlihat bahwa kadar natrium mengalami penurunan setelah
pasien menerima terapi hemodialisis. Kalsium pasien pre-hemodialisis di bawah
kadar normal, tetapi kadar ini meningkat menjadi normal setelah proses hemodialisis.
Uji statistik menggunakan SPSS 17.0 for Windows dilakukan untuk
mengetahui kemaknaan perbedaan kadar elektrolit. Syarat untuk menggunakan uji t
sebagai uji komparatif adalah data yang didapat harus memiliki sebaran data dan
homogenitas yang normal. Namun pada penelitian ini data yang didapatkan tidak
memenuhi kedua syarat tersebut, sehingga uji yang digunakan adalah uji alternatif
yaitu uji Wilcoxon.
Uji hipotesis tersebut menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) untuk kadar
kalium dan kalsium, dan p = 0,022 (p < 0,05) untuk kadar natrium. Nilai p tersebut
berarti probabilitas untuk menarik simpulan salah bahwa kadar elektrolit sesudah
terapi hemodialisis berubah, ketika H0 benar (tidak ada perbedaan kadar elektrolit
sebelum dan sesudah hemodialisis), adalah 0 kesalahan dari 1000 kesempatan untuk
kalium dan kalsium, dan 22 kesalahan dari 1000 kesempatan untuk natrium.
Kesalahan tersebut sangat kecil sehingga dalam jangka panjang dapat diandalkan.
Jadi, secara statistik perbedaan tersebut adalah signifikan.
Tabel Wilcoxon pada lampiran menunjukkan bahwa kalium adalah elektrolit
yang perubahan kadarnya paling signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Z pada
tabel Wilcoxon. Semakin tinggi nilai Z, semakin tinggi nilai signifikansi uji tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang
berarti terdapat perbedaan kadar elektrolit yang bermakna pada pasien penyakit ginjal
kronis stadium 5 sebelum dan sesudah menerima terapi hemodialisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. Moewardi menghasilkan data
seperti yang disebutkan dalam lampiran. Tabel 1 menunjukkan jumlah sampel pria
sebanyak 15 orang (76 %), dan perempuan 6 orang (24 %).
Nilai rata-rata kadar elektrolit seperti tersebut pada tabel 2 menunjukkan rata-
rata kadar kalium dan natrium mengalami penurunan setelah dilakukan hemodialisis,
sedangkan kalsium mengalami peningkatan.
Kelompok kalium pada tabel Wilcoxon menunjukkan terjadinya penurunan
kadar kalium pada 25 orang. Kelompok natrium menunjukkan 15 orang mengalami
penurunan kadar, 6 orang mengalami peningkatan, dan 4 orang cenderung tidak
banyak berubah kadarnya. Kelompok kalsium menunjukkan 21 orang mengalami
peningkatan, dan 4 orang mengalami penurunan.
Setelah data tersebut dianalisis menggunakan uji Wilcoxon, didapatkan nilai
signifikansi yang menunjukkan adanya perubahan kadar elektrolit yang signifikan
sebelum dan sesudah hemodialisis. Nilai signifikansi tersebut adalah p = 0,000 untuk
kalium dan kalsium, dan p = 0,022 untuk natrium. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wen et al. (2007) yaitu terjadi perubahan kadar elektrolit yang
signifikan sebelum dan sesudah hemodialisis.
Perbedaan elektrolit ini dapat dijelaskan dengan teori tentang prinsip kerja
hemodialisis. Darah akan dialirkan ke dalam satu tabung ginjal buatan (dialiser) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
terdiri dari dua kompartemen, yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Darah akan memasuki kompartemen darah dan akan mengalami proses difusi melalui
membran semi permeabel buatan dengan cairan dialisat yang terdapat dalam
kompartemen dialisat. Zat terlarut akan berpindah dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Proses difusi ini akan terus berjalan hingga tercapai
kesetimbangan konsentrasi zat terlarut di kedua kompartemen (Rahardjo et al., 2006).
Proses difusi zat terlarut tersebut dapat berlangsung secara lambat atau cepat.
Kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu sifat cairan dan sifat membran.
Faktor yang mempengaruhi sifat cairan antara lain perbedaan konsentrasi zat terlarut
pada kedua kompartemen. Semakin besar perbedaan konsentrasi maka proses difusi
akan berlangsung lebih cepat. Faktor yang kedua adalah berat molekul zat terlarut.
Semakin besar berat molekul zat terlarut maka proses difusi akan semakin lambat.
Faktor ketiga adalah temperatur. Semakin hangat dialisat, maka proses difusi akan
semakin cepat (Curtis et al., 2008).
Sedangkan faktor yang mempengaruhi sifat membran antara lain jumlah dan
lebar pori-pori membran. Semakin banyak dan lebar pori-pori membran, maka
semakin cepat proses difusi berlangsung. Faktor kedua adalah luas permukaan
membran. Semakin luas membran, maka proses difusi akan semakin cepat. Faktor
ketiga adalah aliran geometrik. Aliran darah berjalan berlawanan arah dengan cairan
dialisat. Aliran ini akan mempercepat proses difusi. Dengan ini maka perbedaan
konsentrasi yang besar antara darah dan dialisat dapat diatur dengan mengubah
panjang pendeknya dialiser (Curtis et al., 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Jika kadar elektrolit sebelum hemodialisis dibandingkan dengan kadar
elektrolit pada dialisat yang dipakai dalam penelitian ini (tabel 3), maka kalium dan
natrium darah akan berdifusi ke cairan dialisat. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
kalium dan natrium dalam darah lebih tinggi dibandingkan dengan cairan dialisat.
Sedangkan kalsium pada cairan dialisat akan mengalami difusi ke darah karena kadar
pada cairan dialisat lebih tinggi.
Tabel 3. Kadar elektrolit dialisat
Zat terlarut Kadar (mmol/L)
Na 139,0
K 2
Mg 0,5
Ca 1,75
Cl 106,5
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kirschbaum (2003),
dan Wen et al. (2007) yang menunjukkan bahwa kadar kalium menurun setelah
dilakukan hemodialisis, dan kadar kalsium mengalami peningkatan. Namun
perubahan kadar natrium pada penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian yang
telah disebutkan.
Perbedaan hasil penelitian pada natrium tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah perbedaan rata-rata kadar natrium pre-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
hemodialisis. Pada penelitian Kirschbaum (2003) didapatkan rata-rata kadar natrium
pre-hemodialisis sebesar 138 mmol/L. Pada penelitian yang dilakukan Wen et al.
(2007) didapatkan hasil rata-rata natrium pre-hemodialisis sebesar 136.09 mmol/L.
Kedua hasil natrium tersebut mendekati batas bawah kadar normal. Jika disesuaikan
dengan teori hemodialisis maka natrium pada dialisat akan berdifusi ke darah,
sehingga natrium darah akan mengalami peningkatan. Namun pada kedua penelitian
di atas tidak dicantumkan kadar zat terlarut dialisat yang dipakai, sehingga peneliti
tidak dapat memastikan sebab utama terjadinya perbedaan itu.
Perbedaan kadar yang paling signifikan pada penelitian ini adalah kalium. Hal
ini terlihat dari nilai Z kalium pada uji Wilcoxon yang lebih besar dibandingkan
dengan natrium. Secara keseluruhan perubahan ketiga elektrolit sebelum dan sesudah
hemodialisis signifikan. Dengan ini maka H1 diterima dan H0 ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis statistik disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna pada kadar elektrolit sebelum hemodialisis dan sesudah
hemodialisis, yaitu penurunan kadar kalium dan natrium, dan peningkatan
kadar kalsium (p < 0,05).
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lain dengan elektrolit yang berbeda, seperti
magnesium atau klor.
2. Perlu pemeriksaan dan pemantauan kadar elektrolit pre dan post
hemodialisis pada pasien secara rutin.
3. Perlu pembuatan cairan dialisat dengan kadar elektrolit yang bervariasi,
sehingga dapat disesuaikan dengan keadaan elektrolit pasien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Top Related