Download - PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61523/1/D12ssu1.pdfi PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes guianensis DAN Stylosanthes scabra

Transcript

i

PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes

guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN

HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2)

SKRIPSI

SRI SUMARYANI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

ii

RINGKASAN

SRI SUMARYANI. D24080356. 2012. Perbandingan antara Leguminosa

Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra terhadap Cekaman Kekeringan

dan Pemberian Hidrogen Peroksida (H2O2). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M. S.

Pembimbing Anggota : Ir. Widya Hermana, M. Si.

Pakan merupakan faktor utama dalam peternakan yang mempengaruhi

produksi peternakan. Apabila ternak kekurangan pakan maka produksi ternak akan

menurun dan kualitas hasil produksi juga akan menurun. Salah satu pakan yang

sangat dibutuhkan oleh peternak adalah hijauan dan hijauan dapat mengalami

penurunan produksi yang dapat disebabkan oleh cekaman kekeringan. Tidak semua

tanaman tidak dapat hidup karena cekaman kekeringan, salah satu tanaman yang

dapat mentolerir cekaman kekeringan adalah leguminosa Stylosanthes. Penelitian ini

menggunakan S. guianensis dan S. scabra. Penelitian ini juga menggunakan H2O2

dimana H2O2 merupakan bahan yang dapat membuat tanaman mengalami cekaman

kekeringan. H2O2 digunakan pada penelitian ini karena cuaca sekitar tempat

penelitian tidak menentu sehingga penelitian ini menggunakan H2O2 yang dapat

menggantikan cekaman kekeringan selain cekaman kekeringan dari air.

Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 4 ulangan, dengan perlakuan: M0:

Kontrol (disiram setiap hari dan tidak diberikan H2O2); M1: stres kekeringan tunggal

(tidak diberikan H2O2 dan tidak disiram setiap hari); M2: stres kekeringan ganda

(diberikan H2O2 dan tidak disiram setiap hari). Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan dilakukan Uji Jarak Duncan (Steel dan

Torrie, 1995). Pengambilan data untuk kadar air tanah, rataan pertambahan tinggi,

rataan pertambahan jumlah daun trifoliate, dan rataan RWC (Relative Water

Content) daun diambil pada hari ke-16 karena pada hari ke-16 leguminosa S.

guianensis dipanen pada hari ke-16.

Hasil dari penelitian ini bahwa leguminosa S. guianensis tidak tahan akan

kekeringan ganda, hal ini karena S. guianensis lebih awal dipanen karena S.

guianensis sudah terjadi masa pelayuan permanen. Kadar air tanah, rataan tinggi

tanaman, dan rataan bobot kering batang tidak memiliki perbedaan yang nyata

antara M1 dan M2 pada kedua tanaman, yang terjadi perbedaan yang nyata (P<0,05)

adalah antara M0 dengan M1 dan M2. Rataan pertambahan jumlah daun trifoliate

pada S. guianensis tidak memiliki perbedaan yang nyata pada semua perlakuan

sedangkan untuk S. scabra memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05). Rataan RWC

pada S. guianensis memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan M1

dengan M2 dengan nilai M2 yang lebih besar sedangkan pada S. scabra tidak

memiliki perbedaan yang nyata. Rataan bobot kering daun pada S. guianensis tidak

memiliki perbedaan yang nyata antara M1 dengan M2 sedangkan pada S. scabra

memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan nilai M2 lebih besar dibandingkan

dengan M1.

Kata-kata kunci : Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, stres kekeringan

H2O2

iii

ABSTRACT

Comparison between Leguminose Stylosanthes guianensis and Stylosanthes

scabra Toward the Threat of Drought and the Distribution

of Hydrogen Peroxide (H2O2)

S. Sumaryani, P. D. M. H. Karti, and W. Hermana.

Feed is the major factor that greatly affects the livestock production animals. One

most needed in the livestock feed is forage, where forage consists of grass and

legume. Legume also has good amount of nutrition in it. This research used legume

Stylosanthes scabra and Stylosanthes guianensis that are drought resistant. This

research was given crop drought stress test for Stylosanthes scabra and Stylosanthes

guianensis, spraying treatment with H2O2 also given for their. The aim of this

research was to determined how resistant Stylosanthes guianensis and Stylosanthes

scabra to drought stress with H2O2 spraying. This research used a completely

randomized design with three treatment: M0 = with water and without sprayed H2O2

(control), M1 = drought stress and without sprayed H2O2 (drought stress), and M2 =

drought stress and sprayed H2O2 (double stress). Parameters observed were the soil

moisture content, the average height increament, the average of the number of

trifoliate leaves, the average relative water content of leaf, the average dry weight of

leaf production, the average dry weight of stem, and the average dry weight of roots.

The results of this research showed that M0 treatment produced the best products and

growth sompare with the other treatments and Stylosanthes guianensis had not

endured with double stress but for Stylosanthes scabra had endured with double

stress.

Keywords : Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, drought stress, H2O2

iv

PERBANDINGAN ANTARA LEGUMINOSA Stylosanthes

guianensis DAN Stylosanthes scabra TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN DAN PEMBERIAN

HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2)

SRI SUMARYANI

D24080356

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

v

Judul : Perbandingan antara Leguminosa Stylosanthes Guianensis

dan Stylosanthes Scabra terhadap Cekaman Kekeringan dan Pemberian

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Nama : Sri Sumaryani

NIM : D24080356

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M. S) (Ir. Widya Hermana, M.Si.)

NIP : 19611025 198703 2 002 NIP :19680110 199203 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.)

NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 10 Agustus 2012 Tanggal Lulus :

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 1 Februari 1990 di Bekasi.

Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari

pasangan Bapak Sudjono dan Ibu Suryati.

Studi pertama Penulis di SDN Pondok Kelapa 1

Bekasi Barat. Setelah lulus, Penulis melanjutkan studinya

di Sekolah Menengah Pertama Negeri 139 Jakarta Timur

dari tahun 2002 sampai 2005 dan pada tahun 2008 Penulis

menyelesaikan studinya di Sekolah Menengah Umum

Negeri 71 Jakarta Timur. Penulis diterima di Institit

Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama selama satu

tahun, Penulis masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

Selama menjalankan studinya di IPB, Penulis masuk di Badan Eksekutif

Mahasiswa Peternakan (BEM-D). Tahun pertama di BEM-D Penulis menjadi

Anggota Biro Kewirausahaan. Penulis juga mengikuti Ekstrakurikuler Teater

Kandang, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga sering

mengikuti acara-acara yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Peternakan sebagai panitia.

Bogor, Agustus 2012

Sri Sumaryani

D24080356

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim.

Alhamdulillahiraabil’alamin.

Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

nikmat iman, islam, kesehatan serta karunia-Nya kepada Penulis sehingga Penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam Penulis curahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang

senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya.

Skripsi yang berjudul “Perbandingan antara Leguminosa Stylosanthes

guianensis dan Stylosanthes scabra terhadap Cekaman Kekeringan dan Pemberian

Hidrogen Peroksida (H2O2)” merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana peternakan di Fakulas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap

semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan tambahan ilmu bagi para pembaca

khususnya yang bergerak dibidang peternakan sehingga akan lebih berpengalaman.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

namun Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin

mengetahui tentang hal yang terkait dengan judul skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Penulis

viii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. ii

ABSTRACT ................................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL............ ............................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................... ..................... xii

PENDAHULUAN........................................................... ............................ 1

Latar Belakang.................................................................... ............ 1

Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

Stylosanthes guianensis ................................................................... 3

Stylosanthes scabra ......................................................................... 4

Hidrogen Peroksida ......................................................................... 5

Peranan Air pada Tanaman ............................................................. 7

Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman ............................. 8

Relative Water Content ................................................................... 9

MATERI DAN METODE ........................................................................... 11

Lokasi dan Waktu ............................................................................ 11

Materi ............................................................................................... 11

Bahan ................................................................................. 11

Alat ..................................................................................... 11

Prosedur .......................................................................................... 11

Larutan Peroksida ............................................................. 11

Pemilihan Jenis Leguminosa ............................................ 11

Persiapan median Tanam .................................................. 11

Penanaman ........................................................................ 12

Perlakuan Kekeringan ....................................................... 12

Pemeliharaan ..................................................................... 13

Pengamatan dan Pengambilan Data Pertumbuhan ........... 13

Pemanenan ........................................................................ 13

Rancangan dan Analisis Data ......................................................... 13

Perlakuan .......................................................................... 13

ix

Rancangan ......................................................................... 14

Peubah yang Diamati ........................................................ 14

Jumlah Daun Trifoliate ......................................... 14

Tinggi Vertikal ...................................................... 14

Kadar Air Tanah .................................................... 14

Relative Water Content ......................................... 15

Bobot Kering Akar ................................................ 15

Bobot Kering Daun ............................................... 15

Bobot Kering Batang ............................................ 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 17

Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekerigan ............................ 17

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan KA Tanah ............................ 18

Pengaruh Perlakuan terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Vertikal

Tanaman .......................................................................................... 19

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Selisih Jumlah Daun

Trifoliate Tanaman .......................................................................... 20

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan RWC Daun Tanaman .......... 20

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Bobot Kering Daun, Batang,

dan Akar .......................................................................................... 21

Pembahasan Umum ......................................................................... 23

PENUTUP .................................................................................................. 26

Kesimpulan ...................................................................................... 26

Saran ................................................................................................. 26

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28

LAMPIRAN ................................................................................................ 32

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Pengaruh H2O2 terhadap Kadar Air Tanah, Pertumbuhan,

dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis pada Hari ke-

16 .................................................................................................... 18

2. Pengaruh H2O2 terhadap Kadar Air Tanah, Pertumbuhan,

dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra pada Hari ke- 16 .. 18

3. Pengaruh H2O2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Leguminosa Stylosanthes guianensis .............................................. 22

4. Pengaruh H2O2 terhadap Pertumbuhan dan Produksi

Leguminosa Stylosanthes scabra ..................................................... 22

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Leguminosa Stylosanthes guianensis ................................................... 3

2. Leguminosa Stylosanthes scabra ......................................................... 4

3. Stek Batang dalam Baki ...................................................................... 12

4. Tanaman yang Permukaan Tanahnya Ditutup dengan Baki ............... 13

5. Tanaman Menggugurkan Daun dan Mati ............................................ 17

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Perhitungan H2O2 ................................................................................ 33

2. Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes guianensis

sampai Hari ke- 16 ............................................................................... 33

3. Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes scabra sampai

Hari ke- 16 ........................................................................................... 33

4. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes

guianensis sampai Hari ke- 16 ............................................................ 34

5. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes

scabra sampai Hari ke- 16 ................................................................... 34

6. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman

Stylosanthes guianensis sampai Hari ke- 16 ....................................... 34

7. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Tanaman

Stylosanthes scabra sampai Hari ke- 16 .............................................. 34

8. Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes guianensis

sampai Hari ke- 16 ............................................................................... 34

9. Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes scabra

sampai Hari ke- 16 ............................................................................... 35

10. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman

Stylosanthes guianensis ....................................................................... 35

11. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman

Stylosanthes scabra ............................................................................. 35

12. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman

Stylosanthes guianensis ....................................................................... 35

13. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman

Stylosanthes scabra .............................................................................. 36

14. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman

Stylosanthes guianensis ........................................................................ 36

15. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman

Stylosanthes scabra .............................................................................. 36

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan faktor utama dalam peternakan yang mempengaruhi

produksi peternakan. Ruminansia memerlukan pakan hijauan yang dapat dipenuhi

dari rumput dan leguminosa. Menurut Rekohadiprodjo (1985) pemberian rumput

yang dikombinasikan dengan leguminosa sangat dianjurkan karena leguminosa

mempunyai banyak kandungan nutrisi yang lebih tinggi dari rumput seperti

kandungan protein kasar yang mencapai 15%-25%. Selain sebagai pakan ternak

leguminosa juga dapat berfungsi sebagai tanaman penutup tanah. Pada musim

kemarau panjang banyak tanaman yang tidak tahan dengan kekeringan, hal inilah

yang membuat tanaman leguminosa sulit untuk tumbuh sehingga pakan ternak tidak

tercukupi. Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan pertumbuhannya

terhambat, karena ketersediaan air dalam tanaman dan tanah mempengaruhi transport

hara tanah oleh akar tanaman.

Cekaman kekeringan membuat kadar air tanah menurun hal inilah yang

menyebabkan tanaman menjadi kering dan terjadilah plasmolisis atau keluarnya air

dari sel. Plasmolisis terjadi karena potensial air pada tanah menurun sedangkan

potensial pada akar tetap/normal sehingga air dari tanah tidak dapat diserap ke

tanaman karena sifat air adalah mengalir dari potensial air yang tinggi ke potensial

air yang lebih rendah (Gardber et al., 1991). Penelitian ini menggunakan leguminosa

Stylosanthes yang tanaman yang tahan akan kekeringan dan penelitian kali ini

menggunakan Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra.

Stres kekeringan dapat meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species

(ROS) dalam kompartemen seluler seperti kloroplas, peroksisom, dan mitokondria.

Secara umum hal tersebut dapat diterima bahwa pemberian stres lingkungan seperti

kekeringan, dingin, panas, atau iradiasi cahaya yang tinggi, menimbulkan konsentrasi

ROS yang tinggi seperti superoksida, H2O2, singlet oxygen, dan radikal hidroksil

(Bowler et al., 1992; Foyer et al., 1994; Alscher et al., 1997; Shigeoka et al., 2002).

Penelitian ini menggunakan H2O2 dimana H2O2 merupakan salah satu cara untuk

membuat tanaman menjadi stres atau mensimulasi stres cahaya seperti yang

dijabarkan di atas sehingga dengan ini tanaman memiliki stres kekeringan ganda

selain stres kekeringan air juga dapat stres dari H2O2.

2

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ketahanan pada leguminosa S.

guianensis dengan S. scabra terhadap perlakuan stres kekeringan air dengan stres

kekeringan air ditambah stres kekeringan karena pengaruh penambahan H2O2.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Stylosanthes guianensis

Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, tingginya dapat

mencapai 1,2 m. Daunnya trifoliate dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm,

bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari

kuning sampai agak kehitaman). Tanaman ini lebih dikenal dengan nama

stylosanthes yang digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura

(penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi) pupuk

hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet. Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada

tanah dengan drainase yang baik, dan pada tekstur tanah dari pasir sampai liat

(seperti pada tanah tropis latosol, liat, tanah berpasir, dan podsolik asam) (FAO,

2012).

Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 4,0-8,3 dan

toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang

tinggi. S. guianensis dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang

rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu pada

taraf yang rendah (FAO, 2012).

Gambar 1. Leguminosa Stylosanthes guianensis Sumber: www.informedfarmers.com [17 Juni 2012]

Menurut Mannetje dan Jones (1992), S. guianensis sangat responsif terhadap

pemupukan fosfor (P), dengan pemupukan fosfor dapat meningkatkan BK sebesar

0,06%. Produksi BK S. guianensis berkisar antara 5-10 ton/ha tergantung dari

penanaman, pertumbuhan, dan manajemen pemeliharaan, S. guianensis dapat

mencapai produksi tertinggi sebesar 20 ton/ha. Produksi benih berkisar antara 700-

1.350 kg/ha. Stylosanthes guienensis dapat dikembangkan secara generatif (benih)

4

dan vegetatif (pemotongan) namun pertumbuhannya lambat dan mahal. Produksi

benih sangat sulit didapatkan karena benih yang sudah matang lepas pada saat awal

berbunga, selain itu cairan lengket yang dikeluarkan pada kepala bunga membuat

proses pemanenan semakin sulit (Bogdan, 1977). Nilai nutrisi S. guianensis adalah

sebagai berikut PK 12-20%, kecernaan BKIV 52-60 %, P 0,2-0,6%, Ca 0.6-1.6%

(Chakraborty, 2004), konsentrasi nitrogen 1,5%-3,0%, berat kering yang dapat

dicerna dari tanaman yang muda 60%-70% (PROSEA, 1992).

Stylosanthes scabral

Suatu tanaman semak tahunan tinggi sampai 2 m, dengan akar tunggang yang

kuat dan dalam (sampai 4 m). Batang muda bervariasi dari warna hijau sampai

merah, tergantung dari tipe; biasanya dengan bulu-bulu yang padat dan kasar,

menjadi lebih berkayu seiring umur tanaman. Helai daun berbulu pada kedua

permukaan, berwarna hijau pucat sampai hijau tua dan hijau kebiruan, panjang 20-33

mm dan lebar 4-12 mm. Bunga berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Buah

polong dengan 2 segmen, kedua segmen biasanya subur; segmen bagian atas panjang

4-5 mm dan segmen bagian bawah panjang 2 mm, coklat pucat sampai coklat muda.

400.000-500.000 biji dalam buah polong/kg dan 600.000-800.000 biji bersih/kg

(PROSEA, 1992).

Gambar 2. Leguminnosa Stylosanthes scabra Sumber: www. Wikipedia.org [17 Juni 2012]

Stylosanthes scabra biasanya digunakan sebagai padang gembala tahunan,

ditanam bersama dengan rumput unggul dan rumput alam. Digunakan sebagai

tanaman potong angkut pada beberapa negara. Tanaman muda mungkin cocok untuk

5

diawetkan. Tumbuh dengan baik pada tanah pasir tidak subur, asam dan mudah

menyusut atau keras; demikian pula tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur

lebih berat, sedikit asam, dan tidak cocok sama sekali pada semua jenis tanah liat

berat (PROSEA, 1992).

Spesies yang sangat tahan kekeringan, tumbuh pada daerah dengan curah

hujan rendah sampai 350 mm/tahun. Dalam penanamannya, tanaman ini terutama

digunakan pada daerah dengan curah hujan tahunan sekitar 600 dan 2000 mm.

Musim kering yang panjang dapat menjadi faktor pembatas pada daerah dengan

curah hujan rendah dan tanah yang lebih dangkal, dimana tanaman semusim, atau

tanaman tahunan dengan kemampuan berperilaku sebagai tanaman semusim

(misalnya S. hamata ), biasanya lebih berhasil. Pertumbuhan bibit biasanya terlalu

lambat pada S. scabra karena tanaman ini berperilaku sebagai tanaman semusim.

Beberapa tipe tidak tahan terhadap penggenangan air (PROSEA, 1992)

Nilai nutrisi S. scabra menurun seiring umur tanaman, PK daun dari 20%

menjadi 10%, P dari 0,3% menjadi 0,1% dan Kecernaan bahan kering in vitro dari

70% menjadi 50%. Proporsi batang meningkat bersama umur, dari sekitar 20% pada

pertumbuhan awal menjadi 75% pada akhir musim (dan lebih tinggi pada padang

gembala yang digembalai) (Edye dan Toprark-Ngarm, 1992).

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques

Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang

memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas

hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam

industri hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone (Patnaik, 2002)

Hidrogen peroksida tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut

dengan baik dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida

sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun. Mayoritas

pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi

dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen

peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk

menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama

produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi

6

dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H2O) dan panas.

Penambahan H2O2 dapat meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut, spesimen H2

memiliki sifat oksidator dan H+ memiliki sifat reduktor (Andayani dan Sumartono,

1999).

Stres kekeringan dapat meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species

(ROS) dalam kompartemen seluler seperti kloroplas, peroksisom, dan mitokondria.

Secara umum hal tersebut dapat diterima bahwa pemberian stres lingkungan seperti

kekeringan, dingin, panas, atau iradiasi cahaya yang tinggi, menimbulkan konsentrasi

ROS yang tinggi seperti superoksida, H2O2, singlet oxygen, dan radikal hidroksil

(Bowler et al., 1992; Foyer et al., 1994; Alscher et al., 1997; Shigeoka et al., 2002).

Radikal bebas juga bisa berasal dari konsumsi oksigen, 2%-3% oksigen yang

dikonsumsi akan dikonversi menjadi oksigen radikal (O-) dan H2O2 dan peningkatan

konsumsi oksigen pada jaringan akan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS)

pada mitokondria, demikan juga dengan peningkatan suhu akan menghasilkan ROS

yang akan menyebabkan kerusakan oksidatif (Abele et al., 1998).

Banyak faktor fisiologis yang terlibat dalam stres kekeringan ataupun panas

yang dapat membuat tanaman menjadi sakit. Dalam beberapa spesies, stres panas dan

kekeringan dapat menyebabkan stres oksidatif, yang dihasilkan dari produksi dan

akumulasi spesies oksigen beracun seperti radikal superoksida, hidrogen peroksida

(H2O2), dan radikal hidroksil (OH-) (Bowler et al., 1992; Inze dan Montagu, 1995).

Spesies oksidatif yang dihasilkan selama stres dapat merusak komponen sel,

termasuk lipid, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (Monk et al., 1989). Stres

oksidatif dapat menyebabkan penghambatan proses fotosintesis dan respirasi,

termasuk pertumbuhan tanaman. Tanaman telah mengevolusi enzimatis dan bukan

enzimatis untuk menolak spesies oksigen aktif. Dalam sistem enzimatik misalnya,

superoxide dismutase (SOD) mengkatalisis dismutasi O-2 untuk H2O2 dan O2.

Kalatase (CAT) dan peroksida askorbat (AP) dapat memecah H2O2. Glutation

reduktase (GR) juga dapat menghapus H2O2 melalui siklus askorbat-glutathione

untuk mempertahankan tingkat askorbat yangg tinggi berkurang dalam kloroplas.

Namun fungsi dari enzim pengais ini dapat terganggu oleh stres kekeringan dan

panas, yang dapat meningkatnya peroksidasi lipid dan kerusakan membran

7

konsekuen (Chowdhury dan Choudhuri, 1985; Zhang dan Kirkham, 1994; Jagtap dan

Bhargava, 1995, Dat et al., 1998).

Peranan Air pada Tanaman

Harjadi dan Yahya (1988) menerangkan bahwa peranan air antara lain: (1) air

merupakan bagian yang esensial bagi protoplasma dan membentuk 80%-90% bobot

segar jaringan yang tumbuh aktif, (2) air adalah pelarut, di dalamnya terdapat gas-

gas, garam, dan zat-zat terlarut lainnya yang bergerak keluar, (3) air adalah pereaksi

dalam proses fotosintesis dan proses hidrolisis, (4) air esensial untuk menjaga

turgiditas diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata, dan menyangga

bentuk (morfologi) daun-daun atau struktur lainnya yang berlignin sedikit.

Menurut Noggle dan Frizt (1983) menjelaskan fungsi air bagi tanaman yaitu

sebagai: (1) senyawa utama pembentuk protoplasma, (2) senyawa pelarut bagi

masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke tanaman dan sebagai pelarut mineral

nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, (3) media

terjadinya reaksi-reaksi metabolik, (4) reaktan pada sejumlah reaksi metabolisme

seperti siklus asam trikarboksilat, (5) penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, (6)

penjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel,

(7) pengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya

stomata, membuka dan menutupnya bunga, serta melipatnya daun-daun tanaman

tertentu, (8) berperan dalam perpanjangan sel, (9) bahan metabolisme dan produk

akhir respirasi, serta (10) digunakan dalam proses respirasi. Kebutuhan air pada

tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan umur tanaman, kadar

air tanah dan kondisi cuaca.

Setiap gram pembentukan bahan organik penyusun tanaman, rata-rata

membutuhkan 500 g air yang diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh bagian

tanaman dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfer. Setiap tanaman harus dapat

menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya, bila proses

kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka akan terjadi

kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan

pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz dan Zeiger, 2002).

Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumah sumber air yang tersedia,

dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat

8

menyebabkan air tidak tersedia dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti,

2004). Karti et al. (2012) bahwa tanaman yang diberikan stres kekeringan dapat

menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang disiram setiap hari.

Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

Menurut Mcllroy (1976), stres kering pada tanaman dapat menyebabkan

terjadinya peubahan struktur dan konfigurasi protein, sehingga aktifitas enzim dan

laju metabolism menurun. Pada daun sendiri stress kering dapat menyebabkan

stomata menutup, hal ini terjadi karena turgiditas sel-sel penyangga menurun.

Cekaman air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup

dan transpirasi yang berlebihan (Islami dan Utomo, 1995).

Cekaman kekeringan terjadi ketika ketersediaan air tanah menurun dan

kondisi atmosfir menyebabkan kehilangan air terus menerus melalui transpirasi atau

evaporasi (Jaleel et al., 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa cekaman kekeringan

ditandai dengan rendahnya kadar air, penurunan potensial air daun dan tekanan

turgor, penutupan stomata dan berkurangnya pembesaran dan pertumbuhan sel.

Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara signifikan pada

berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri,

dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al., 2002) .

Cekaman kekeringan sebelum berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman, terlebih dahulu mengakibatkan dehidrasi dan menurunkan tekanan turgor

sel tanaman, sehingga merangsang penutupan stomata, menghambat difusi CO2 dan

fotosintesis. Akar yang mengalami cekaman kekeringan akan membentuk asam

absisat lebih banyak dan diangkut melalui xylem menuju daun untuk menutup

stomata, yaitu dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya tergantung

pada ATP dan membran plasma sel penjaga (Salisbury, 1995).

Kekeringan dapat menyebabkan daun menjadi lebih sempit dan pendek,

demikian pula batang dan organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil dari ukuran

normal (Teare dan Peet, 1983). Cekaman kekeringan dan panas dapat menyebabkan

menurunnya kualitas tanah, dengan menurunnya kualitas tanah maka dapat

menurunkan pertumbuhan pada akar, potensial air daun, stabilitas membran sel,

kecepatan fotosintesis, dan akumulasi karbohidrat (Howard dan Watschke, 1991;

Carrow, 1996; Perdomo et al., 1998; Huang dan Gao, 1999; Jiang dan Huang, 2000)

9

Cekaman kekeringan, panas maupun keduanya dapat menurunkan kualitas

tanah, Relative Water Content (RWC), dan kandungan klorofil daun. Stres ganda

efeknya lebih dapat merusak dibandingkan dengan hanya stres kering saja maupun

stres panas saja. Kualitas tanah menurun secara dramatis dibawah cekaman

kekeringan, sedangkan cekaman ganda dapat menurunkan nilai RWC selama

perlakuan stres (Turner et al., 1966; Nobel, 1988).

Relative Water Content (RWC)

Relative Water Content dapat digunakan dalam seleksi langsung terhadap

resisten kekeringan (Yuniaty, 1998; Reynolds et al., 1999; Chandrasekar et al.,

2000). Relative Water Content adalah ukuran status tanaman air yang mencerminkan

juga bervariasi dalam potensial air, potensi turgor dari penyediaan osmotik (Blum,

1999). Relative Water Content daun dapat dengan mudah untuk ditentukan.

Mempertahankan Relative Water Content tetap tinggi dapat dilakukan melalui tiga

mekanisme (1) kapasitas untuk mempertahankan potensi air yang tinggi dengan

ekstraksi kelembaban tanah yang mendalam, (2) kapasitas penyesuaian osmotik,

yang dapat memungkinkan mempertahankan turgor RWC dan potensi air yang lebih

rendah, dan (3) penutupan stomata dalam menanggapi pengeringan daun dan

mengangkut sinyal hormon yang diproduksi oleh akar dan respon terhadap

pengeringan akar. Yuniaty (1998) juga menyatakan bahwa RWC daun memiliki

asosiasi tingkat tertinggi dengan hasil biji kedelai dengan berbagai parameter yang

diamati (tingkat transpirasi, difusif resistensis, dan suhu daun). Relative Water

Content daun kurang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sejak pengukuran

yang dilakukan pada pagi hari dimana variasi atmosfer kurang diucapkan. Relative

Water Content berkaitan erat dengan volume sel, mungkin lebih mencerminkan

keseimbangan antara pasokan air ke daun dan laju transpirasi (Schonfeld et al.,

1998). Hal ini dapat mempengaruhi waktu tanaman tua pulih dari stres dan akibatnya

dapat mempengaruhi stabilitas hasil (Lilley dan Ludlow, 1996).

Relative Water Content merupakan indikator yang yang sangat penting untuk

keadaan keseimbangan air pada tanaman, RWC menerangkan jumlah absolut air,

dimana tanaman membutuhkannya untuk mengetahui kandungan turgor air.

(González dan González-Vilar, 2001). Relative Water Content mengekspresikan

10

dalam persentase kandungan air pada waktu tertentu dan jaringan yang terkait

dengan kandungan air turgor (Slatyer, 1967).

11

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai bulan Maret

2012, bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi, Laboratorium Ilmu Nutrisi

Ternak Perah, Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Materi

Bahan

Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah tanaman leguminosa

Stylosanthes guianensis, Stylosanthes scabra, tanah, pupuk NPK mutiara, H2O2 30%,

dan aquadest.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sekop, timbangan

kapasitas 5 kg, plastik, polybag 2 kg, gunting, timbangan digital, penggaris, sprayer,

oven, kertas untuk mengoven/amplop, saringan, pinset, pipet, cup, kertas label,

wadah plastik, plastik, dan spidol.

Prosedur

Larutan Peroksida

Pembuatan larutan peroksida 1mM menggunakan peroksida sebanyak 0,245

ml dan aquadest sebanyak 2,4 liter. Pemberian hidrogen peroksida sebanyak 100 ml

untuk setiap tanaman.

Pemilihan Jenis Leguminosa

Jenis leguminosa yang dipakai pada penelitian ini adalah jenis legum yang

merupakan jenis tanaman pakan yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu

Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah sebanyak 2 kg yang dicampurkan

dengan pupuk NPK mutiara sebanyak 2 gram. Sebelum dimasukkan ke dalam

polybag 2 kg, persiapan tanam ini melakukan stek batang (Gambar. 3) untuk kedua

12

tanaman terlebih dahulu di dalam baki yang tertutup rapat dengan plastik setelah

tumbuh akar dan tumbuh cukup baik tanaman dimasukkan ke dalam polybag 2 kg.

Gambar 3. Stek Batang dalam Baki Sumber: Dokumentasi Penelitian

Penanaman

Stylosanthes guianensis dan Stylosanthes scabra masing-masing ditanam di

dalam polybag berkapasitas 2 kg tanah. Penanaman dilakukan dengan cara

memasukkan satu tanaman legum ke dalam polybag yang sudah tersedia yang

sebelumnya sudah disiram terlebih dahulu. Tanaman ditumbuhkan selama satu bulan.

Setelah ditumbuhkan selama satu bulan maka dapat dimulai perlakuan.

Perlakuan Kekeringan

Sebelum perlakuan kekeringan dimulai, semua polybag disiram terlebih

dahulu sampai tercipta kondisi jenuh. Polybag untuk perlakuan M1 dan M2 ditutup

permukaan tanahnya dengan menggunakan plastik dengan rapat (gambar. 4),

sehingga tidak ada air dari luar yang masuk juga penguapan air. Perlakuan dimulai

pada keesokan harinya dan dihitung sebagai hari ke-0 (H0), untuk polybag perlakuan

M0 (kontrol) yang tidak disemprotkan dengan H2O2 dilakukan penyiraman setiap

pagi, untuk perlakuan M1 (stres kekeringan tunggal) yang tidak diberikan

penyemprotan dengan H2O2 dan tidak dilakukan penyiram, sedangkan untuk

perlakuan M2 (stres kekeringan ganda) yang disemprotkan H2O2 dan tidak disiram

setiap hari.

13

Gambar 4. Tanaman yang Permukaan Tanah Ditutup dengan Plastik Sumber: Dokumentasi Penelitian

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman pada penelitian ini adalah dengan dilakukan

penyiraman dan pencabutan gulma. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada

pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut

gulma setiap minggu.

Pengamatan dan Pengambilan Data Pertumbuhan

Pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan setiap delapan hari sekali

dengan mengukur tinggi tanaman, jumlah daun trifoliate, mengukur jumlah daun,

mengukur Relative Water Content (RWC), daun dan bobot kering daun serta

pengambilan sampel tanah untuk mengukur kadar air tanah.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada tanaman yang sudah kering dan mati setelah

diberi perlakuan kekeringan, kemudian dilakukan pengamatan dan pengambilan

sampel untuk analisa beberapa peubah.

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah:

M0 : kontrol

M1 : stres kekeringan tunggal

M2 : stres kekeringan ganda

14

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan.

Model analisis menggunakan model matematik sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : Nilai rataan umum dari pengamatan

τi : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam ANOVA (Steel dan

Torrie, 1995) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain yaitu jumlah daun

trifoliate, tinggi vertikal, kadar air tanah, RWC, bobot kering daun, batang, dan akar.

Jumlah Daun Trifoliate. Penghitungan jumlah daun trifoliate dilakukan dengan

menghitung jumlah daun trifoliate yang masih utuh. Penghitungan jumlah daun

trifoliate dimulai sejak perlakuan dan diamati setiap delapan hari sekali selama

penanaman hingga pemanenan.

Tinggi Vertikal. Setiap perlakuan tanaman leguminosa diukur tinggi vertikalnya

diukur dari permukaan tanah hingga pucuk daun tertinggi.

Kadar Air Tanah (KA Tanah). Sampel tanah diambil pada masing-masing

tanaman yang diambil dari tengah tanah dengan menggunakan spatula kecil

kemudian sampel tanah lalu ditimbang beratnya. Sampel tanah tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 24 jam. Setelah itu timbang berat sampel

setelah dioven. Kadar air didapat dari berat sampel sebelum dimasukkan ke oven

dikurangi berat sampel setelah dioven kemudian dibagi berat sampel sebelum

dimasukkan ke oven dan dikalikan 100%. Pengukuran dilakukan setiap delapan hari

sekali (0, 8, 16, dan seterusnya).

15

Perhitungan kadar air tanah adalah sebagai berikut :

KA tanah (%) = W0 – Wt x 100%

W0

Keterangan :

W0 = berat sampel tanah basah

Wt = berat sampel tanah kering oven

Relative Water Content. Hal pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui

nilai RWC daun adalah dengan mengumpulkan potongan daun dari 3-4 daun lalu

ditimbang berat daun tersebut dinamakan berat segar, setelah itu tanaman direndam

kedalam cup lalu ditutup rapat. Daun dalam cup setelah 1 x 24 jam langsung

ditiriskan lalu ditimbang sebagai berat turgor, setelah itu daun dimasukkan kedalam

amplop dan dikeringkan kedalam oven 60oC selama 3 x 24 jam atau selama tiga hari.

daun yang telah di oven selama tiga hari lalu ditimbang sebagai berat kering.

Perhitungan RWC adalah sebagai berikut :

RWC = (FW-DW) x 100%

(TW-DW)

Keterangan :

RWC : Relative Water Content

FW : berat segar

DW : berat kering

TW : berat turgor

Bobot Kering Daun. Sampel daun diambil lalu ditimbang sebagai berat segar

selanjutnya daun dikeringudarakan selama satu hari kemudian dioven 60oC selama

3x24 jam lalu ditimbang beratnya sebagai bobot kering.

Bobott Kering Batang. Sampel batang diambil pada saat panen lalu ditimbang

untuk dicari berat segar setelah itu dikeringudarakan selama sehari kemudian dioven

60°C selama 3x24 jam untuk mendapatkan bobot kering batang.

Bobot Kering Akar. Bobot kering akar diukur pada saat panen. Akar dipisahkan

dari tanah yang menempel dengan cara dibilas dengan air bersih, setelah itu

ditiriskan hingga tidak ada air yang menetes, kemudian akar ditimbang sehingga

16

didapat berat segar akar. Setelah itu akar dikering udarakan selama satu hari

kemudian di oven 60°C selama 3x24 jam setelah itu ditimbang beratnya sebagai

bobot kering.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Dua jenis legum yang digunakan pada penelitian ini setelah diberikan

perlakuan atau cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya banyak perubahan

morfologi. Pengaruh morfologi akibat cekaman kekeringan biasanya sangat

tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman

(Keles dan Oncel, 2002). Salah satu perubahan morfologi cekaman kekeringan

adalah tanaman menjadi layu dan kering, tanaman menggugurkan daunnya, serta

mati, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

Reaksi tanaman terhadap cekaman kekeringan berbeda secara signifikan pada

berbagai tingkatan tergantung pada intensitas dan durasi dari cekaman itu sendiri,

dan juga species tanaman dan tingkatan pertumbuhannya (Chaves et al., 2002).

Ketika jumlah absorbsi air mulai terbatas, maka tanaman memiliki mekanisme untuk

mencegah kehilangan air dengan melakukan penutupan stomata (Taiz dan Zeiger,

2002).

Kedua tanaman memiliki respon yang berbeda pada penelitian ini setelah

diberikan perlakuan. Kedua tanaman yang mendapatkan perlakuan stres kekeringan

tunggal dan stres kekeringan ganda menunjukkan respon dengan adanya daun yang

gugur, kelayuan pada tanaman hingga kondisi tanaman mencapai titik layu permanen

dibandingkan dengan tanaman yang disiram setiap hari.

Penelitian ini menunjukkan bahwa leguminosa S. guianensis dipanen pada

hari ke-16 karena tanaman sudah memasuki titik layu permanen. Pemanenan legum

S. scabra dilakukan pada hari ke-24 dimana tanaman yang diberikan perlakuan

18

mengalami titik layu permanen pada hari ke-24. Hal ini dapat dikatakan bahwa S.

scabra lebih tahan terhadap kekeringan dan stres kekeringan ganda dibandingkan

dengan S. guianensis.

Parameter kadar air tanah, pertambahan tinggi vertikal, pertambahan jumah

daun, dan Relaive Water content dilakukan pengkajian pada pengamatan di hari ke-

16, kerena kedua tanaman masih lengkap atau belum dipanen, namun sudah

merespon stres kekeringan.

Tabel 1. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H2O2 terhadap Kadar Air

(KA) Tanah, Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes

guianensis Hari ke-16

Perlakuan M0 M1 M2

KA Tanah (%) 35,369 ± 0,561a 28,467 ± 2,840

b 29,316 ± 2,129

b

Rataan Pertambahan Tinggi

(cm/ hari) 0,702 ± 0,089a 0,119 ± 0,092

b 0,088 ± 0,051

b

Rataan Pertambahan Jumlah

daun trifoliate (unit/hari) 5,188 ± 1,452a 1,031 ± 1,192

b 1,063 ± 0,650

b

Rataan RWC Daun (%) 60,108 ± 1,614a 29,988 ± 6,723

b 22,077 ± 1,127

c

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda

nyata (P<0,05) (M0: tanpa H2O2 dan disiram; M1: tanpa H2O2 dan tidak disiram; M2:

dengan H2O2 dan tidak disiram)

Tabel 2. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H2O2 terhadap KA Tanah,

Pertumbuhan, dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra Hari ke-16

Perlakuan M0 M1 M2

KA Tanah (%) 35,065 ± 1,191a 29,608 ± 0,960

b 30,292 ± 0,558

b

Rataan Pertambahan Tinggi

(cm/ hari) 0,948 ± 0,306a 0,383 ± 0,119

b 0,379 ± 0,144

b

Rataan Pertambahan Jumlah

daun trifoliate (tunit/hari) 11,000 ± 4,150a 0,500 ± 0,25

c 1,219, ± 0,329

b

Rataan RWC Daun (%) 50,705 ± 2,588a 14,048 ± 1,325

b 13,896 ± 0,715

b

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda

nyata (P<0,05) (M0: tanpa H2O2 dan disiram; M1: tanpa H2O2 dan tidak disiram; M2:

dengan H2O2 dan tidak disiram)

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Kadar Air Tanah

Ketersediaan air tanah merupakan suatu faktor dalam kemampuan bertahan

hidup dan distribusi spesies tanaman (Lakitan, 2002). Menurut Noggle dan Frizt

bahwa salah satu fungsi air merupakan senyawa pelarut bagi masuknya mineral-

mineral dari larutan tanah ke tanaman sebagai pelarut mineral nutrisi yang akan

19

diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain. Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa

tanaman S. guianensis maupun S. scabra setelah diberikan perlakuan cekaman

kekeringan atau tidak disiram (M1 dan M2) menunjukkan bahwa KA tanah pada

kedua tanaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan yang disiram setiap

hari (M0). Persentase penurunan kadar air yang disiram setiap hari dengan tanaman

yang mendapatkan stres kering dan stres kekeringan ganda pada kedua tanaman

sebesar ±19%. Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumah sumber air yang

tersedia, dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat

menyebabkan air tidak tersedia, dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti,

2004). Tanaman yang diberikan air atau perlakuan M0 terlihat bahwa

pertumbuhannya sangat baik dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kedua perlakuan

yang lain, sedangkan untuk perlakuan M1 dan M2 tidak memiliki perbedaan yang

nyata hal ini terjadi karena memang pada perlakuan keduanya tidak disiram setiap

hari. Menurut Karti et al (2012) bahwa tanaman yang diberikan stres kekeringan

dapat menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang disiram setiap

hari.

Pengaruh Perlakuan terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Vertikal Tanaman

Terjadinya pertambahan tinggi menurut Hermawan (2004) merupakan hasil

dari pembelahan sel dan pembesaran jaringan sel tanaman. Leguminosa S. guianensis

dan S. scabra setelah diberikan perlakuan memiliki berbagai macam perubahan

seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan 2 Perlakuan yang diberikan pada tanaman

leguminosa S. scabra dan S. guianensis menghasilkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) untuk laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman antara perlakuan tanpa stres

atau M0 dengan perlakuan stres (M1 dan M2), sedangkan untuk M1 dan M2 tidak

memiliki perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kekeringan

memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tinggi vertikal namun tidak

berpengaruh pada tanaman yang disemprotkan dengan H2O2 atau mengalami stres

kekeringan ganda. Hal ini diduga karena terlalu berbedanya ketersediaan air yang

ada pada tanaman antara tanaman perlakuan M0 dengan tanaman perlakuan M1 dan

M2 dimana air sangat berguna untuk proses pertumbuhan tanaman. Pemberian stres

kekeringan ganda terhadap kedua tanaman tidak menyebabkan tanaman lebih buruk

20

pertambahan tingginya dibandingkan dengan tanaman yang hanya diberikan stres

kekeringan tunggal.

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Selisih Jumlah Daun Trifoliate Tanaman

Rataan selisih jumlah daun trifoliate seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1

dan 2 bahwa pada tanaman S. guianensis tidak memiliki perbedaan yang nyata antara

M1 dan M2. Lain halnya dengan tanaman S. scabra dimana pada tanaman ini semua

perlakuan memiliki perbedaan yang nyata, dimana pada perlakuan M0 memiliki

perbedaan yang sangat mencolok terhadap kedua perlakuan yang lain dimana nilai

rataan pertumbuhan jumlah daun trifoliate M0 sebesar 11,000 ± 4,150 sedangkan

perlakuan M1 sebesar 0,500 ± 0,2500 dan M2 sebesar 1,219 ± 0,329 hal ini terjadi

karena perlakuan M0 tidak diberikan stres kekeringan sedangkan M1 dan M2

diberikan stres kekeringan.

Perlakuan yang hanya mengalami stres kekeringan tunggal atau M1 pada

tanaman S. scabra ternyata memiliki nilai rataan pertumbuhan jumlah daun trifoliate

yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan stres kekeringan

ganda (M2), hal ini menunjukkan bahwa tanaman S. scabra tahan akan kekeringan

bahkan setelah diberikan double stress. Berbeda dengan S. guianensis yang setelah

diberikan dengan H2O2 bahkan terjadinya penurunan nilai dimana nilai M1 lebih

besar dibandingkan dengan M2, hal ini terjadi karena perlakuan M2 adalah perlakuan

yang mengalami stres kekeringan ganda dan tanaman S. guianensis tidak tahan akan

kekeringan seperti yang sudah dijelaskan diatas dimana tanaman S. guianensis

memiliki hari titik pelayuan yang lebih cepat, jadi nilai rataan M2 lebih kecil

dibandingkan dengan perlakauan M1.

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan RWC Daun Tanaman

Pengaruh perlakuan pada S. guianensis yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2,

bahwa terjadi perbedaan yang nyata pada semua perlakuan dimana antara perlakuan

M0, M1, dan M2 memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan nilai rataan M2

lebih kecil dari M1. Menurut Jiang dan Huang (1999) bahwa stres ganda antara stres

kekeringan dan stres panas dapat menurunkan nilai RWC, hal inilah yang

menyebabkan S. guianensis mengalami penurunan pada perlakuan M2 dimana

perlakuan M2 adalah stres kekeringan ganda yaitu stres kekeringan karena tidak

disiram dan stres kekeringan yang dihasilkan oleh pemberian H2O2.

21

Berbeda halnya dengan S. guianensis bahwa pengaruh perlakuan yang

dialami oleh S. scabra memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) antara M0 dengan

perlakuan yang lain, namun tidak berbeda nyata antara perlakuan M1 dengan M2.

Perlakuan M2 dikatakan ganda karena selain mendapat cekaman kekeringan tanpa

disiram juga ditambah dengan penyemprotan H2O2 dimana H2O2 dapat menyebabkan

stres kekeringan juga. Hal tersebut terjadi karena tanaman S. scabra merupakan

tanaman yang tahan akan kekeringan sehingga masih dapat bertahan bila diberikan

stres kekeringan ganda. Menurut Ishibashi et al. (2011) bahwa H2O2 dapat

meningkatkan level mRNA dari D-myo-inositol, 3-phosphate synthase 2 (GmMIPS2)

dan galacticol synthase (GolS) yang mengkodekan kunci enzim untuk biosintesis

oligosakarida yang dikenal dapat membantu tanaman untuk tetap bertahan pada

kondisi cekaman kekeringan. Menurut Karti et al. (2012) bahwa mekanisme

toleransi kekeringan pada S. seabrana melalui akumulasi prolin dan gula terlarut,

mungkin hal itu pula yang dilakukan oleh S. scabra agar dapat tetap bertahan pada

kondisi kekeringan. Menurut Castillo (1996) bahwa ketika RWC turun mencapai

20% dibawah cekaman kekeringan maupun stres ganda maka dapat mencegah

aktivitas SOD (Superoxide dismutase) secara signifikan. Tidak berubahnya aktivitas

SOD dibawah stres kering dapat menyesuaikan diri dari kekeringan dan dapat

berkontribusi dalam mentolerir panas.

Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Bobot Kering Daun, Batang, dan Akar

Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan yang disiram setiap hari

atau M0 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang

lainnya baik pada S. guianensis maupun S. scabra, hal ini terjadi karena kekeringan

dapat menyebabkan daun menjadi lebih sempit dan pendek (Teare dan Peet, 1983).

Rataan bobot kering daun pada S. guianensis terjadi perbedaan yang nyata (P<0,05)

antara M0 dengan M1 dan M2 namun tidak terjadi perbedaan yang nyata antara

perlakuan M1 dan M2, sedangkan untuk S. scabra terjadi perbedaan yang nyata pada

semua perlakuan. Perlakuan M2 pada S. scabra memiliki nilai yang lebih tinggi

dibandingkan dengan M1 hal ini dapat dikatakan bahwa S. scabra tahan akan stres

kekeringan ganda bahkan lebih baik daripada hanya diberikan stres kekeringan

tunggal, hal ini menunjukkan bahwa H2O2 memiliki pengaruh yang nyata pada

leguminosa S. scabra untuk mempertahankan produksi bobot kering daun yang lebih

22

baik melalui suatu mekanisme tertentu terhadap kekeringan. Pengaruh meningkatnya

nilai bobot kering daun pada leguminosa S. scabra adalah bahwa H2O2 dapat

meningkatkan level mRNA dari D-myo-inositol, 3-phosphate synthase 2 (GmMIPS2)

dan galacticol synthase (GolS) yang mengkodekan kunci enzim untuk biosintesis

oligosakarida yang dikenal dapat membantu tanaman untuk mentolerir cekaman

kekeringan (Ishibashi et al., 2011).

Tabel 3. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H2O2 terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes guianensis

Perlakuan M0 M1 M2

Rataan Produksi Bobot Kering

Daun (gram) 2,531 ± 0,239a 0,641 ± 0,155

b 0,633 ± 0,207

b

Rataan Bobot Kering Batang

(gram) 4,979 ± 0,643a 3,456 ± 0,885

b 3,125 ± 0,478

b

Rataan Bobot Kering Akar

(gram) 2,006 ± 0,822 1,535 ± 0,849 1,243 ± 0,367

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda

nyata (P<0,05) (M0: tanpa H2O2 dan disiram; M1: tanpa H2O2 dan tidak disiram; M2:

dengan H2O2 dan tidak disiram)

Tabel 4. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Pemberian H2O2 terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa Stylosanthes scabra

Perlakuan M0 M1 M2

Rataan Produksi Bobot Kering

Daun (gram) 2,803 ± 0,589a 0,661 ± 0,126

c 0,971 ± 0,175

b

Rataan Bobot Kering Batang

(gram) 6,377 ± 1,612a 3,066 ± 0,486

b 3,011 ± 0,418

b

Rataan Bobot Kering Akar

(gram) 0,385 ± 0,192 0,334 ± 0,116 0,323 ± 0,142

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang

berbeda nyata (P<0,05) (M0: tanpa H2O2 dan disiram; M1: tanpa H2O2 dan tidak

disiram; M2: dengan H2O2 dan tidak disiram)

Bukan hanya daun saja yang mengalami penurunan ketika mengalami

kekeringan produksi batang dan organ reproduktifpun juga terbentuk lebih kecil dari

ukuran normal (Teare dan Peet, 1983). Rataan bobot kering batang untuk kedua

leguminosa pada perlakuan M0 memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan

yang lain. S. guianensis dan S. scabra pada perlakuan M1 dan M2 tidak memiliki

perbedaan yang nyata.

23

Rataan bobot kering akar baik pada S. guianensis maupun S. scabra tidak

mengalami perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Teare dan Peet (1983)

menyatakan bahwa terdapat mekanisme cara menghindari ketika tanaman mengalami

kekeringan yaitu dengan memperluas sistem perakaran dan pertumbuhan memanjang

ke dalam akar, hal tersebutlah yang membuat bobot kering pada kedua tanaman yang

mengalami perlakuan stres kekeringan tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan

perlakuan yang selalu disiram setiap hari. S. scabra juga memiliki perakaran yang

dalam sepanjang 4 m sehingga tanaman ini tahan akan kekeringan.

Penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa tanaman S. guianensis merupakan

tanaman yang tidak tahan terhadap stres kekeringan dengan penambahan H2O2 atau

stres kekeringan ganda. Hal tersebut terjadi karena tanaman S. guianensis memang

merupakan tanaman yang kurang tahan akan kekeringan, sehingga setelah diberikan

H2O2 yang merupakan salah satu dari stres kekeringan tidak mampu menampilkan

hasil yang baik. Lain halnya dengan tanaman S. scabra yang tahan akan stres

kekeringan.

Pembahasan Umum

Pengaruh morfologi akibat cekaman kekeringan umumnya sangat tergantung

pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman (Keles dan

Oncel, 2002). Kadar air dalam tanah mendeskripsikan jumlah sumber air yang

tersedia, dimana air dapat diserap untuk pertumbuhan, sedangkan kekeringan dapat

menyebabkan air tidak tersedia, dan tanaman menjadi menderita dan layu (Karti,

2004). Karti et al. (2012) menyatakan bahwa tanaman yang diberikan stres

kekeringan dapat menurunkan kadar air tanah dibandingkan dengan tanah yang

disiram setiap hari. Penelitian ini memberikan stres kekeringan terhadap S.

guianensis dan S. scabra, kedua tanaman tersebut memiliki respon terhadap cekaman

kekeringan dengan cara mengugurkan daunnya, menghambat pertumbuhannya

hingga mengalami kelayuan yang permanen. Waktu titik layu permanen pada kedua

tanaman ini berbeda untuk S. guianensis pada hari ke-16 setelah tanaman tersebut

diberikan perlakuan sedangkan untuk S. scabra pada hari ke-24, hal ini dapat

diketahui bahwa S. scabra lebih tahan akan kerkeringan dibandingkan dengan S.

guianenesis.

24

Cekaman kekeringan, panas maupun keduanya dapat menurunkan kualitas

tanah, RWC, dan kandungan klorofil daun. Stres ganda efeknya lebih dapat merusak

dibandingkan dengan hanya stres kering saja maupun stres panas saja. Kualitas tanah

menurun secara drastis dibawah cekaman kekeringan, sedangkan cekaman ganda

dapat menurunkan nilai RWC selama perlakuan stres (Turner et al., 1966; Nobel,

1988). Stylosanthes guianensis tidak tahan akan kekeringan ganda karena setelah

dapat dilihat pada hasil penelitian dan penjabaran diatas. Stylosanthes guianensis

selain dilihat pada hari titik pelayuannya dapat dilihat pula dari nilai rataan RWC,

karena RWC merupakan salah satu cara untuk dapat menseleksi langsung tanaman

terhadap resisten kekeringan (Yuniaty, 1998; Reynolds et al., 1999; Chandrasekar et

al., 2000). Leguminosa S. guianensis untuk rataan jumlah daun trifoliate tidak

memiliki perbedaan yang nyata perlakuan M1 dan M2, namun untuk nilai RWC

berbeda nyata hal inilah yang menandakan bahwa S. guianensis tidak tahan akan

kekeringan ganda dan tidak efisien dalam penggunaan airnya. Leguminosa S.

guianensis juga tidak mampu menghasilkan akumulasi prolin dan gula terlarut

seperti yang dapat dilakukan oleh S. seabrana (Karti et al., 2012).

Berbeda halnya dengan S. guianensis, S. scabra dapat tahan terhadap stres

kekeringan ganda hal ini dapat dilihat dari nilai RWC dimana antara perlakuan M1

dan M2 tidak memiliki perbedaan yang nyata, meskipun pada pertambahan jumlah

daun M1 dan M2 memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) hal ini dapat dikatakan

bahwa S. scabra dapat lebih efisien dalam penggunaan airnya. Hal tersebut juga

dapat terjadi karena menurut Karti et al. (2012) bahwa mekanisme toleransi

kekeringan pada S. seabrana melalui akumulasi prolin dan gula terlarut, mungkin hal

itu pula yang dilakukan oleh S. scabra agar dapat tetap bertahan pada kondisi

kekeringan. Akumulasi prolin dan gula prolin merupakan mekanisme toleransi

kekeringan, hal ini terjadi karena pada saat tanaman mengalami kekeringan kadar air

tanah pada tanaman mengalami penurunan atau potensial airnya menurun.

Menurunnya potensial air pada kadar air tanah maka akar tanaman tidak dapat

mengalirkan persediaan air dari tanah keseluruh bagian tanaman karena salah satu

sifat dari air adalah mengalir dari potensial air tinggi ke potensial air yang lebih

rendah, untuk dapat mengalirkan air keseluruh bagian tanaman maka tanaman yang

lebih tahan akan kekeringan akan menghasilkan akumulasi prolin dan gula terlarut

25

sehingga dapat membuat konsentrasi tanaman tinggi atau menurunkan potensial air

pada tanaman, sehingga potensial air tanaman menjadi lebih rendah dari tanah

sehingga tanaman dapat menyerap air untuk hidupnya.

Menurut Ishibashi et al. (2011) pula bahwa H2O2 dapat meningkatkan level

mRNA dari D-myo-inositol, 3-phosphate synthase 2 (GmMIPS2) dan galacticol

synthase (GolS) yang mengkodekan kunci enzim untuk biosintesis oligosakarida

yang dikenal dapat membantu tanaman untuk tetap bertahan pada kondisi cekaman

kekeringan apabila tanaman tersebut toleran, hal ini pula yang dilakukan oleh S.

scabra untuk mentolerir kekeringan. Rataan produksi bobot kering daun S. scabra

memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05) antara M1 dengan M2 hasil tersebut sejalan

dengan rataan pertambahan jumlah daun trifoliate pada S. scabra yang juga berbeda

nyata (P<0,05) dengan keduanya. Begitu pula dengan S. guianensis yang tidak

memiliki perbedaan yang nyata antara M1 dengan M2 pada rataan pertambahan

jumlah daun trifoliate dan rataan produksi bobot kering daun.

26

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Stylosanthes scabra merupakan tanaman yang dapat tahan terhadap stres

kekeringan dan stres kekeringan karena H2O2 sedangkan S. guianensis hanya tolerir

tehadap stres kekeringgan saja.

Saran

Diperlukan pengujian terhadap leguminosa lokal Indonesia yang tahan akan

kekeringan saja ataupun stres kekeringan ganda.

27

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan banyak kenikmatan dan karunia terutama kesehatan sehingga Penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dan shalawat serta salam Penulis curahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.

Panca Dewi, M.H.K., M.S. selaku pembimbing utama yang telah memberikan

masukan-masukan yang sangat bermanfaat. Penulis juga mengucapkan banyak

terima kasih kepada Ir. Widya Hermana M.Si. selaku pembimbing anggota sekaligus

pembimbing akademik yang telah membantu Penulis melewati masa studi serta

memberikan saran-saran yang membangun. Penuis mengucakan terima kasih juga

kepada Iwan Prihantoro. S.Pt. selaku dosen penguji seminar yang teah memberikan

masukan untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih pula Penulis ucapkan kepada Dr.

Ir. Salundik. M.S., Ir. Asep Tata Permana, MSc., dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr.

selaku dosen penguji dan panitia sidang yang telah memberikan saran dalam

penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada staf

Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan

seluruh dosen yang telah mengamalkan ilmunya.

Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih kepada Ayahanda Sudjono

dan Ibunda Suryati selaku orang tua serta kakanda Ako, Dwi, dan Nia serta adinda

Dian yang telah memberikan motivasi baik materi maupun non materi hingga Penulis

dapat menyelesaikan studi. Terima kasih juga kepada Beasiswa BUMN. Kepada Nur

Herati Akhadia selaku teman sepenelitian Penulis yang selalu bersama dan

membantu Penulis dalam melaksanakan penelitian ini, serta keluarga besar Penulis

yang telah memberikan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman Kecebonk,

GENETIC45 dan seluruh mahasiswa INTP yang telah menemani Penulis selama

studi ini terutama kepada Silvi, Kiki, Hera, Didi, Maha, Vivi, Nurus, Fitri, dan Rima

juga kepada teman-teman wisma nabila yang telah memberikan motivasi dan

menemani Penulis dalam penulisan skripsi.

Bogor, Agustus 2012

Penulis

28

DAFTAR PUSTAKAs

Abele, D, B. Burlando, A. Viarengo, & H. O. Portner. 1998. Exposure to elevated

temperatures and hydrogen peroxide elicits oxidative stress and antioxidant

renponse in the Antarctic intertidal limpet Nucella concinna. Comp Biochem

Physiol Part B 120:425-435.

Alscher, R. G, J. L. Donahue, & C. Cramer. 1997. Reactive oxygen species and

antioxidants: relationships in green cells. Physiol Plant. 100 : 224-233.

Andayani, W & A. Sumartono. 1999. Aplikasi radiasi pengion dalam penguraian

limbah industri I. Radiolisis larutan standar zat warna reaktif cibacron violet

2r. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-Batan. Majalah Batan Vol. XXXII No

1/2.

Blum, A. 1999. Toward standard assays of drought resistance in crop plants. P. 29-

35. In J. M. Ribaut and D. Poland. Molecuar approaches for the genetic

improvement of cereals for stable production in water-limited enviroment. A

strategic planning workshop held at CCIMMYT, 21-25 June 1999.

Bogdan, A.V. 1977. Tropical Pasture and Fodder Plants. Longman Inc., New York.

pp. 397-402.

Bowler, C, M.V. Montagu, & D. Inzé. 1992. Superoxide dismutase and stress

tolerance. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol, 43 : 83-116.

Carrow, R.N. 1996. Drought avoidance characteristics of diverse tall fescue cultivars.

Crop Sci. 36:371–377.

Castillo, F. J. 1996. Antioxidative protection in the inducible CAM plant Sedum

album L. Following imposition of severe water stress and recovery.

Oecologia 107: 469-477.

Chakraborty S. 2004 High-yielding anthracnose-resistant Stylosanthes for

agricultural systems. ACIAR Monograph No 111. (Australian Centre for

International Agricultural Research, Canberra).

Chandrasekar, V., R. K. Sairam, & G. C. Srivastava. 2000. Physiological and

biochemical respones of hexaploid and tetraploid wheat to drought stress. J.

Agron. Crop Sci. 185: 219-227.

Chaves, M. M, J. S. Pereira, J. Maroco, M. L. Rodrigues, C. P. Ricardo, M. L.

Osorio, I. Carvalho, T. Faria, C. Pinheiro. 2002. How plants cope with water

stress in the field. Photosynthesis and growth. Annals. Bot. 89: 907–916.

Chowdhury, S. R., & M. A. Choudhuri. 1985. Hydrogen peroxide metabolism as an

index of water stress tolerance in jute. Physiol. Plant. 65:503–507.

Dat, J.F., H. Lopez-Delgado, C.H. Foyer, & I.M., Scott. 1998. Parallel changes in

H2O2 and catalase during thermotolerance induced by salicylic acid or heat

acclimation in mustard seedlings. Plant Physiol. 116:1351–1357.

Edye, L.A. & A. Topark-Ngarm. (1992) Stylosanthes scabra Vogel. In: 't Mannetje,

L. and Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia No. 4. Forages.

pp. 219–221. (Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, the Netherlands).

29

FAO. 2012. Stylosanthes guianensis (Aub) Sw.var. intermedia (Vog.) Hassler.

http://www.fao.org/ag/AGP/AGPC/doc/GBASE/data/pf000071.htm. [25

Januari 2012]

Foyer, C. H, M. Lelandais, & K. J. Kunert. 1994. Photooxidative stress in plants.

Physiol Plant. 92 : 696-717.

Gardber, F. P, R. B. Pearce, & R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI

Press. Jakarta.

Gonzalez & Gonzalez-Vilar. 2001. Determination of relative water content. In

Handbook of plant ecophysiology techniques. M. I. Reigosa Roger, Kluwer

Pubishers. pp. 207-212.

Harjadi, S. S. & S. Yahya. 1988. Fisiologi Stres Lingkungan. PAU Bioteknologi.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hermawan, B. 2004. Penetapan kadar air tanah melalui pengukuran sifat dielektrik

pada berbagai tingkat kepadatan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6 (2) :

66-74.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I (Terjemahan). Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.

Howard, H., & T.L. Watschke. 1991. Variable high-temperature tolerance among

Kentucky bluegrass cultivars. Agron. J. 83:689–693.

Huang, B., & H. Gao. 1999. Physiological responses of diverse tall fescue cultivars

to drought stress. Hort Science 34:897–901.

Huang, B., X. Liu, and J.D. Fry. 1998. Shoot physiological responses of two

bentgrass cultivars to high temperature and poor soil aeration. Crop Sci.

38:1219–1214.

Inze, D, M. Van Montagu. 1995. Oxidative stress in plants. Current Opinion in

Biotechnology 6: 153-158.

Ishibashi, Y, H. Yamaguchi, T. Yuasa, M. Iwaya-Inoue, S. Arima, & SH. Zheng.

2011. Hydrogen peroxide spraying alleviates drought stress in soybean plants.

Journal of Plants Physiology 168 : 1562-1567

Islami, T. & W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP

Semarang Press, Semarang.

Jagtap, V. & S. Bhargava. 1995. Variation in antioxidant metabolism of drought

tolerant and drought susceptible varieties of Sorghum bicolor (L.) Moench.

Exsposed to high light, high temperature stress. J. Plant Physiol. 145:195-

197.

Jaleel, C. A., P. Manivannan, Wahid, A. Farooq, M. Al-Juburi, H. J. Somasundaram,

R. Pannerselvam. 2009. Drought stress in plant: A review on morphological

characteristics and pigments composition. International Journal of Agriculture

& Biology.

Jiang, Y & B. Huang, 1999. Drought and heat stress injury to two cool-season

turfgrasses in relation to antioxidant metabolism and lipid peroxidation. No.

00-227-J . Kansas Agric. Exp. Stn.

30

Karti, P. D. M. H, D. A. Astuti, & S. Nofyangtri. 2012. The rolle of arbuscular

mycorrhizal fungi in enhancing productivity, nutritional quality, and drought

tolerance mechanism of Stylosanthes seabrana. Media Peternakan. 35(1): 67-

72.

Karti, P. D. M. H. 2004. Effect of arbuscular mycorhizal fungi on growth and

production of Setaria splendida stapf in drought stress. Media Peternakan.

27(2): 63-68.

Keles, Y & I. Oncel. 2002. Response of antioxidative defence system to temperature

and water stress combinations in wheat seedlings. Plant Sci. 163: 783790.

Lakitan B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lilley, J. M. & M. M. Ludlow. 1996. Expression of osmotic adjusment and

dehydration tolerance in diverse rice lines. Fields Crop Res. 48: 185-197.

Mannetje, L & R. M. Jones. 1992. Plant Resources of South-East Asia No 4.

Forages. Pudoc-DLO, Wangeningen, the Netherlands. Pp. 211-213.

McIlroy, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan: S.

Susetyo, Soedarmadi, I. Kismono dan S. Harini, I. Penerbit Pradnya Paramita,

Jakarta.

Monk, L.S., K.V. Fagerstedt, & R.M.M. Crawford. 1989. Oxygen toxicity and

superoxide dismutase as an antioxidant in physiological stress. Physiol. Plant.

76:456–459.

Nobel, P.S. 1988. Principles underlying the prediction of temperature in plants, with

special reference to desert succulents. In Symposia of the Society for

Experimental Biology. Number XLII. Eds. S.P. Long and F.I. Woodward.

Noggle, G. R, G. J. Fritz. 1983. Introductory plant physiology. Prentice-Hall, Inc.

Englewood Cliffs. New Jersey. 627p.

Patnaik, D & Khurana. 2002. Wheat biotechnology a miniteview, EJB Electrinic J.

Biotechnol. 4: 74-102.

Perdomo, P, J.A. Murphy, & G.A. Berkowitz. 1996. Physiological changes

associated with performance of Kentucky bluegrass cultivars during summer

stress. HortScience 31:1182–1186.

PROSEA. 1992. Plant Resources of South-East. Asia. Forages 4th

Edition. Bogor.

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.

BPFE, Yogyakarta.

Reynolds, M., B. Skovmand, R. Trethowan, & W. Pfeiffer. 1999. Evaluating a

conceptual model for drought tolerance. P. 49-53. In J. M. Ribaut & D.

Poland. Molecular approaches for the genetic improvement of cereals for

stable production in water-limited environment. A strategic planning

workshop held at CIMMYT, 21-25 June, 1999.

Salisbury, F. B. & C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan: Diah

R Lukman dan Sumaryono. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

31

Sharp, R. E., T. C. HSIO, W. K. SILK. 1990. Growth of the maize primary root at

low water potentials. II. Role of growth and deposition of hexose and

potassium in osmotic adlustment. Plant Physiol 93: 1337-1348.

Shigeoka, S, T. Ishikawa, M. Tamoi, Y. Miyagawa, T. Takeda, Y. Yabuta & K.

Yoshimura. 2002. Regulation and function of ascorbate peroxidase

isoenzymes. J Exp Bot. 54 : 1305-1319.

Slatyer, R. O. 1967. Plant-water relationships, Chapters 6 and 9. Academic Press,

New York.

Steel R.G.D. & J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan

oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Taiz, L & E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. 3rd

Edition. Sinauer Associates,

Sunderland, MA.

Teare, I. D. & M. M. Peet. 1983. Crop Water Relations. John Wiley & Sons. Canada.

211p.

Turner, R.M., S.M. Alcorn, S. Olin, & S.A. Booth. 1966. The influence of shade, soil

and water on saguaro seedlings establishment. Bot. Gaz. 127:95–102.

Yuniaty, A. 1998. Screening for drought resistance with the use of some

morphophysiological characters in soybean. M. S. Thesis, University of the

Philippines at Los Banos, Manila.

Zhang, J & M.B. Kirkham. 1994. Drought-stress-induced changes in activities of

superoxide dismutase, catalase, and peroxidase in wheat species. Plant Cell

Physiol. 35:785–791.

32

LAMPIRAN

33

Lampiran 1. Perhitungan H2O2 :

Botol bertanda:

1L : 1,11 kg H2O2 30%

M (mol/liter) = (30/100) x (1,11 x 1000)

34

= 9,794 M

= 9794 mmol/liter

H2O2 1mM 2,4 L = 2400 ml

Vol H2O2 = 2400/9794 = 0,24 ml

Dipipet 0,24 ml dari bobot H2O2 30% ditambahkan sampai 2,4 L

Lampiran 2. Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes guianensis sampai

Hari ke-16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 70,693 2 35,347 39,968 0,000

Galat 7,959 9 0,884

Total 78,653 11

Lampiran 3. Sidik Ragam Rataan Kadar Air Tanah Stylosanthes scabra sampai Hari

ke-16

SK JK Db KT F Sig.

Perlakuan 109,909 2 54,954 12,659 0,002

Galat 39,071 9 4,341

Total 148,979 11

34

Lampiran 4. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes

guianensis sampai Hari ke-16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 46,014 2 23,007 56,536 0,000

Galat 2,442 6 0,407

Total 48,456 8

Lampiran 5. Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Stylosanthes scabra

sampai Hari ke-16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 41,104 2 20,552 7,487 0,023

Galat 16,470 6 2,745

Total 57,574 8

Lampiran 6. Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Stylosanthes

guianensis sampai Hari ke-16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 2926,167 2 1463,083 17,355 0,001

Galat 758,750 9 84,306

Total 3684,917 11

Lampiran 7. Sidik Ragam Pertambahan Jumlah Daun Trifoliate Stylosanthes scabra

sampai Hari ke-16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 17616,167 2 8808,083 23,743 0,000

Galat 3338,750 9 370,972

Total 20954,917 11

Lampiran 8. Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes guianensis

sampai Hari ke- 16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 3221,533 2 1610,766 98,477 0,000

Galat 147,211 9 16,357

Total 3368,744 11

35

Lampiran 9. Sidik Ragam Rataan RWC Daun Tanaman Stylosanthes guianensis

sampai Hari ke- 16

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 3598,233 2 1799,117 602,206 0,000

Galat 26,888 9 2,988

Total 3625,121 11

Lampiran 10. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman

Stylosanthes guianensis

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 9,561 2 4,781 115,471 0,000

Galat 0,373 9 0,041

Total 9,934 11

Lampiran 11. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Daun Tanaman

Stylosanthes scabra

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 10,720 2 5,360 40,922 0,000

Galat 1,179 9 0,131

Total 11,898 11

Lampiran 12. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman

Stylosanthes guianensis

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 7,827 2 3,914 8,244 0,009

Galat 4,273 9 0,476

Total 12,100 11

Lampiran 13. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Batang Tanaman

Stylosanthes scabra

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 29,737 2 14,868 14,827 0,001

Galat 9,025 9 1,003

Total 38,761 11

36

Lampiran 14. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman

Stylosanthes guianensis

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 1,187 2 0,593 1,162 0,356

Galat 4,594 9 0,510

Total 5,780 11

Lampiran 15. Sidik Ragam Rataan Produksi Bobot Kering Akar Tanaman

Stylosanthes scabra

SK JK db KT F Sig.

Perlakuan 0,037 2 0,08 0,892 0,443

Galat 0,185 9 0,021

Total 0,221 11