perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI
DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Skripsi
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA
I 1306018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN
ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA
(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
SKRIPSI PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN
ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA
(Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
2010
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI
DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA
I 1306018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi:
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI
DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Ditulis oleh:
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT Ilham Priadythama, ST, MT NIP. 19760122 199903 2 001 NIP. 19801124 200812 1 002
Ketua Program S-1 Non Reguler
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19701030 199802 1 001
Pembantu Dekan I Ketua Jurusan
Fakultas Teknik UNS Teknik Industri
Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT NIP. 19561112 198403 2 007 NIP. 19641007 199702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
LEMBAR VALIDASI
Judul Skripsi:
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI
DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Ditulis oleh:
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
Telah disidangkan pada hari Rabu tanggal 27 Oktober 2010
Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,
dengan
Dosen Penguji :
1. Ir. Susy Susmartini, MSIE. NIP. 19530101 198601 2 001
2. Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1 001
Dosen Pembimbing :
1. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT NIP. 19760122 199903 2 001
2. Ilham Priadythama, ST, MT NIP. 19801124 200812 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Rosvita Febrina Daranindra
Nim : I 1306018
Judul tugas akhir : Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna
Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha
Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan
Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan
Batik Brotoseno, Masaran, Sragen).
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak
mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang
lain. Jika terbukti bahwa Tugas Akhir yang saya susun
mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan
batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan
sendirinya dibatalkan atau dicabut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, 1 November 2010
Rosvita Febrina Daranindra I 1306018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
SURAT PERNYATAAN
PENYUSUNAN KARYA ILMIAH
Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Rosvita Febrina Daranindra
Nim : I 1306018
Judul tugas akhir : Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna
Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha
Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan
Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan
Batik Brotoseno, Masaran, Sragen).
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat
lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan
Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian
dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk
publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat
nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian
dari publikasi karya ilmiah
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta, 1 November 2010
Rosvita Febrina Daranindra I 1306018
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan syukur hanya bagi Tuhan, karena segala sesuatu
adalah dari Dia, oleh Dia dan hanya bagi Dia. Hanya dengan anugerah dan
penyertaanNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan
judul “Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna Dan Penguncian
Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia
Dan Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno,
Masaran, Sragen)”. Dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan skripsi ini,
penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Tuhan Jesus Kristus yang telah memberikan anugerah, mukjizat serta
penyertaan dalam menyelesaikan skripsi ini
2. Ir. Noegroho Djarwanti, MT., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ir. Lobes Herdiman, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I atas segala
bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya.
5. Ilham Priadythama, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas segala
bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya.
6. Ir. Susy Susmartini, MSIE., selaku Dosen Penguji I dan Pembimbing
Akademik, atas semua masukan dan bimbingan yang diberikan.
7. Taufiq Rochman, STP, MT., selaku Dosen Penguji II atas semua masukan
yang diberikan.
8. My amazing family, mama, eyang kung-ti, oma-opa, dek Rana, dek Fira yang
telah memberikan doa, semangat, dukungan, pengertian, dan cinta sehingga
penulis dapat menyelesaikan semuanya. Aku sayang kalian semua.
9. Bulik Ana, Om Nug, Om Pran, Om Eq dan seluruh keluarga besarku yang ada
di Karanganyar, Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang, terima kasih atas
bantuan, doa dan dukungan yang diberikan untuk memacu semangatku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
10. Kakakku Johanes, yang senantiasa memberikan aku doa, semangat, cinta,
motivasi, bantuan, dan dukungan untuk segera menyelesaikan semuanya.
Trimakasih kak buat kebersamaan ini, semoga ini jadi yang terbaik.
11. Keluarga besar Batik Brotoseno atas waktu penelitian yang diberikan dan
pembelajaran yang luar biasa selama penelitian.
12. Sari, Asti, Mas Aang, Ririn, Rezky, terima kasih atas motivasi, semangat, dan
bantuan kalian selama ini. Maaf kalo sudah banyak merepotkan. Semoga
persahabatan ini akan terus terjaga.
13. Keluarga besar Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, atas
persahabatan, pembelajaran dan kerja sama yang luar biasa selama ini.
Semoga persahabatan ini akan terus terjaga walau jarak dan waktu sudah
memisahkan kita.
14. Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tutik, dan Pak Agus atas bantuan yang
diberikan dalam hal administrasi.
15. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2006. Terima kasih atas
persaudaraan dan kasih yang kalian berikan selama ini. Semoga kisah kita
akan terus abadi walau jarak dan waktu memisahkan kita.
16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas
segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun
siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir
ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan
kritik yang membangun.
Surakarta, 1 November 2010
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.
Pada produksi batik tulis di Perusahaan Batik “Brotoseno”, tiga orang
pekerja pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna mengalami iritasi akibat interaksi dengan zat kimia. Operator juga harus mencelupkan kain batik dengan posisi berdiri membungkuk. Akibat dari aktivitas ini terdapat banyak keluhan yang ditunjukkan melalui hasil wawancara dan kuesioner NBM. Nilai resiko yang tinggi juga didapatkan dalam evaluasi postur kerja dengan menggunakan RULA. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna.
Tahap pertama identifikasi keluhan dan harapan operator melalui wawancara dan hasilnya diterjemahkan menjadi kebutuhan dan menjadi konsep perancangan alat. Tahap kedua adalah penentuan fitur dan ide perancangan. Tahap ketiga pengambilan data antropometri pekerja. Tahap keempat spesifikasi detail perancangan. Tahap kelima perhitungan beban yang ditanggung operator. Tahap akhirnya adalah perhitungan RULA pada hasil perancangan. Penelitian ini juga memasukkan estimasi biaya.
Hasil penelitian ini adalah desain alat bantu yang dapat mengurangi interaksi operator dengan zat kimia, serta perbaikan pada postur kerja yang ditunjukkan melalui hasil evaluasi RULA. Produk ini akan dibuat dengan proyeksi biaya sebesar Rp 4.105.000,00. Kata kunci: Alat bantu, batik, pencelupan dan penguncian warna, RULA xix + 115 halaman; 56 gambar; 30 tabel; 6 lampiran Daftar Pustaka: 16 (1975-2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. THE DESIGN OF AIDEDTOOL FOR BATIK DYEING PROCESS AND COLOR LOCKING IN ORDER TO REDUCE CHEMICAL SUBSTANCE INTERACTION AND TO IMPROVE WORKING POSTURE (Case Study: Batik Brotoseno Company, Masaran, Sragen). Final Assignment. Surakarta: Department of Industrial Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Sebelas Maret, October 2010.
In the area of batik production in Batik Brotoseno Company, the three
worker did the dyeing process and locking dye color with irritated chemicals substance interacting. Operators also have to dip the batik with a bended standing position. As a result of this activity there are many complaints these were shown through interviews and questionnaires NBM. High risk value is also obtained in the evaluation of working posture using RULA. The purpose of this research was to produce design tool which can improve working posture and reduce interaction with chemicals in the dyeing process and locking the color.
The former stage of this research is the identification of complaint and expectations of the operator through the interviews. Then the result was translated into the need and the concept of design tools. The second stage is the determination of the features and design ideas. The third stage is detailed design specification generation. The fifth stage is the calculation of the burden borne by the operator. The finally stage is calculations of RULA design. This research also included cost estimation.
The results of this study is the design of aided tool that can reduce the operator interaction with the chemical, as well as improvements in working posture demonstrated by the results of the RULA evaluation. This product would also be promising with the projecting cost of Rp 4.105.000,00.
Keywords: Aided tool, batik, dyeing and color locking, RULA xix+ 115 pages, 56 pictures, 30 tables, 6 appendices References: 17 (1975-2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR VALIDASI
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Batasan Masalah
1.6 Asumsi Penelitian
1.7 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Perusahaan Batik Brotoseno
2.1.1. Profil Perusahaan
2.1.2. Jenis-Jenis Batik
2.1.3. Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis
2.1.4. Peralatan Pembuatan Batik Tulis
2.1.5. Proses Produksi Batik Tulis
2.1.6. Zat Pewarna Batik
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xiv
xvi
xix
I-1
I-1
I-3
I-3
I-4
I-4
I-4
I-4
II-1
II-1
II-1
II-2
II-3
II-4
II-4
II-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2.2. Bahaya Bahan Kimia Di Tempat Kerja
2.2.1. Interaksi Bahan Kimia
2.2.2. Proses Zat Kimia Dalam Tubuh
2.2.3. Efek Terhadap Kesehatan
2.2.4. Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia
2.3. Pengertian Ergonomi
2.3.1. Desain Dan Ergonomi
2.3.2. Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Desain
Kerja
2.3.3. Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri
2.4. Nordic Body Map (NBM)
2.5. Antropometri dalam Ergonomi
2.5.1. Pengertian Antropometri
2.5.2. Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh
Manusia.
2.5.3. Dimensi Anthropometri Umum
2.5.4. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan
Produk/Fasilitas Kerja
2.6. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
2.7. Mekanika Konstruksi
2.7.1. Statika
2.7.2. Gaya
2.7.3. Massa Jenis
2.7.4. Berat Benda
2.8. Penelitian Sebelumnya
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian
3.2. Pengumpulan Data Bak Pencelup Kain Awal
3.3. Pengambilan Foto Postur Kerja Operator dan Perhitungan
RULA Awal
3.4. Wawancara Operator dan Pemberian Kuesioner Nordic
II-10
II-11
II-11
II-12
II-13
II-14
II-15
II-17
II-18
II-19
II-20
II-21
II-25
II-27
II-31
II-33
II-40
II-40
II-41
II-44
II-45
II-45
III-1
III-2
III-3
III-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Body Map
3.5. Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
3.6. Fitur dan Ide Rancangan
3.7. Pengumpulan Data Anthropometri Pekerja
3.8. Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
3.8.1 Detail Desain
3.8.2 Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan
3.8.3 Penentuan Material Perancangan
3.9. Penghitungan Beban Yang Ditanggung Operator
3.10. Perhitungan RULA pada Hasil Perancangan
3.11. Rancangan Akhir
3.12. Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
3.13. Estimasi Biaya
3.14. Analisa dan Interpretasi Hasil
3.15. Kesimpulan dan Saran
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1 Data Bak Pencelup Kain Batik Awal
4.1.2 Keperluan Perancangan Alat Bantu Pada Bak
Pencelup Kain
4.2. Pengolahan Data
4.2.1 Fitur dan Ide Rancangan
4.2.2 Data Antropomentri Pekerja
4.2.3 Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
4.2.4 Perhitungan Beban Yang Ditanggung Operator
4.2.5 Perhitungan RULA Pada Hasil Perancangan
4.2.6 Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
4.2.7 Estimasi Biaya Rancangan
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1. Analisis Rancangan Alat Bantu
5.2.1 Detail Rancangan Alat Bantu
III-3
III-4
III-4
III-4
III-5
III-5
III-5
III-6
III-6
III-6
III-7
III-7
III-7
IV-7
IV-8
IV-1
IV-1
IV-1
IV-5
IV-8
IV-8
IV-12
IV-14
IV-30
IV-32
IV-40
IV-42
V-1
V-1
V-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
5.2.2 Spesifikasi Geometri Alat Bantu
5.2.3 Material Perancangan
5.2.4 Usulan Bak Pencelup Kain
5.2.5 Prototipe Rancangan Alat Bantu
5.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Alat Bantu
5.2. Analisis Beban yang Ditanggung Operator
5.3. Analisis Perbandingan Postur Kerja
5.4. Analisis Biaya
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Kuesioner Nordic Body Map
Hasil Kuesioner Nordic Body Map
Pertanyaan Terbuka
Hasil Perhitungan RULA
RULA Employee Assessment Worksheet
Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan jangkauan
tangan ke bawah
V-2
V-3
V-4
V-4
V-7
V-9
V-9
V-11
VI-1
VI-1
VI-1
L-2
L-4
L-5
L-7
L-10
L-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11
Tabel 2.12
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Kuesioner Nordic Body Map
Pengukuran dimensi tubuh
Skor bagian lengan atas (upper arm)
Skor bagian lengan bawah (Lower arm)
Skor pergelangan tangan (wrist)
Skor bagian leher (Neck)
Skor bagian batang tubuh (Trunk)
Skor bagian kaki (Legs)
Score Grup A
Score Grup B
Grand score
Kategori tindakan berdasarkan grand score
Keluhan operator pada proses pencelupan
Harapan Operator
Keluhan, harapan dan kebutuhan operator
Fitur rancangan alat bantu
Ide rancangan alat bantu
Ide rancangan alat bantu (lanjutan)
Data Anthropometri Operator
Rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri
Komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik
Rekapitulasi ukuran alat bantu pencelup kain batik
Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator
terpendek
Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator
tertinggi
Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat menarik
tongkat kendali
Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat mengulur
II-20
II-30
II-34
II-34
II-35
II-36
II-36
II-36
II-37
II-38
II-38
II-39
IV-7
IV-7
IV-8
IV-9
IV-10
IV-11
IV-12
IV-13
IV-16
IV-22
IV-34
IV-35
IV-38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Tabel 4.14
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
tongkat
Estimasi Biaya Rancangan
Perbandingan kondisi kerja awal dan setelah perancangan
Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah
perancangan
Biaya Pembuatan Produk
IV-40
IV-42
V-2
V-10
V-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 2.13
Gambar 2.14
Gambar 2.15
Gambar 2.16
Gambar 2.17
Gambar 2.18
Gambar 2.19
Gambar 2.20
Gambar 2.21
Gambar 2.22
Gambar 2.23
Gambar 3.1
Gambar 3.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Skema proses produksi batik
Skema design management
Nordic Body Map
Ukuran tubuh manusia yang sering digunakan untuk
merancang produk
Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk
(a,b) Antropometri Fungsional/dinamis
Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas
Postur tubuh bagian lengan atas (Upper arm)
Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower arm)
Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)
Postur tubuh bagian leher (Neck)
Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
Sistem Penilaian RULA
Tumpuan rol
Tumpuan sendi
Tumpuan jepit
Sketsa prinsip statika kesetimbangan
Sketsa shearing force diagram
Sketsa normal force
Sketsa moment bending (+)
Landasan Sketsa moment bending (-)
Landasan arah kanan
Landasan arah kiri
Metode penelitian
Metode penelitian (Lanjutan)
Bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno
(a) Bak Kayu (b) Tongkat penahan kain
Dimensi bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno
II-6
II-17
II-19
II-22
II-23
II-24
II-28
II-34
II-34
II-35
II-35
II-36
II-39
II-40
II-41
II-41
II-42
II-43
II-43
II-43
II-44
II-44
II-44
III-1
III-2
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.19
Gambar 4.20
(a) Bak tampak depan, (b) Bak tampak samping (c) Bak
tampak atas
Posisi pencelupan kain di bak kayu pada stasiun
pewarnaan (a) Pencelupan oleh operator ke-1
(b) Pencelupan oleh operator ke-2
Postur tubuh operator saat membersihkan bak kayu
Sketsa fitur rancangan alat bantu pada bak pencelup kain
batik
Sketsa usulan pada bak pencelup kain batik
Postur tubuh operator saat menjangkau ke atas dan ke
bawah
Usulan perbaikan pada ukuran dan pelapis bak (a)Posisi
keseluruhan bak pencelup kain (b) bak pencelup kain
tampak depan (c) bak pencelup kain tampak atas (d) bak
pencelup kain tampak samping
Desain rancangan alat bantu pencelup kain batik
Desain rancangan alat bantu tampak depan
Desain rancangan alat bantu tampak samping
Desain rancangan alat bantu tampak atas
Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi
normal)
Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi
tarikan maksimal)
Detail komponen alat bantu pada bak pencelup kain
Bill Of Materials
Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu
Diagram benda bebas pulley
Perbandingan posisi awal pengoperasian alat untuk
operator tertinggi dan terendah. (a) Operator terendah,
(b) Operator tertinggi
Perbandingan perhitungan sudut postur kerja pada posisi
IV-3
IV-6
IV-6
IV-11
IV-12
IV-13
IV-24
IV-25
IV-25
IV-26
IV-26
IV-27
IV-27
IV-28
IV-29
IV-30
IV-31
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
Gambar 4.24
Gambar 4.25
Gambar 4.26
Gambar 4.27
Gambar 4.28
Gambar 4.29
Gambar 4.30
Gambar 5.1
Gambar 5.2
awal pengoperasian alat. (a) Postur operator terpendek,
(b) Postur operator tertinggi
RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek
RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek
Posisi pengoperasian alat saat menarik tongkat kendali
Perhitungan sudut postur kerja pada saat menarik tongkat
kendali
RULA Scoring untuk postur tubuh saat menarik tongkat
kendali
Posisi pengoperasian alat saat mengulur tongkat kendali
Perhitungan sudut postur kerja pada saat mengulur tongkat
kendali
RULA Scoring untuk postur tubuh saat mengulur tongkat
kendali
Prototipe Rancangan Alat Bantu
Prototipe Usulan Bak Pencelup Kain
Perbedaan antara Rancangan dan Miniatur Alat Bantu.
(a) Hasil Rancangan Alat Bantu (b) Hasil Miniatur Alat
Bantu
Stopper tongkat kendali pada miniatur alat bantu.
IV-34
IV-35
IV-36
IV-37
IV-37
IV-38
IV-39
IV-39
IV-40
IV-41
IV-41
V-5
V-7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran L1.1
Lampiran L1.2
Lampiran L1.3
Lampiran L2.1
Lampiran L2.2
Lampiran L3.1
Kuesioner Nordic Body Map
Hasil Kuesioner Nordic Body Map
Pertanyaan Terbuka
Hasil Perhitungan RULA
RULA Employee Assessment Worksheet
Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan
jangkauan tangan ke bawah
L-2
L-4
L-5
L-7
L-10
L-12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu
latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat
penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika
pembahasan.
1.1 LATAR BELAKANG
Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya, untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan
baik. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas
kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman,
nyaman dan sehat.
Kabupaten Sragen merupakan salah satu sentra industri batik yang ada di
Karesidenan Surakarta. Perusahaan Batik “Brotoseno” merupakan salah satu
perusahaan batik yang terdapat di kabupaten ini. Perusahaan ini menghasilkan
kerajinan batik yang meliputi batik tulis, cap (full print), dan kombinasi. Di area
produksi batik tulis terdapat dua stasiun kerja yaitu pembatikan dan pewarnaan.
Dari penelitian awal yang dilakukan di stasiun pewarnaan, didapatkan informasi
bahwa di stasiun ini terdapat 3 orang operator, dengan jam kerja selama 7
jam/hari. Kegiatan pewarnaan dilakukan setiap hari, dengan jumlah kain yang
diwarnai sekitar 100 – 150 lembar/hari. Khusus pada saat proses pencelupan pada
zat warna dan penguncian warna, digunakan dua buah bak yang terbuat dari kayu
dengan bentuk dan mekanisme penggunaan yang sama. Berdasarkan pengamatan
terhadap metode kerja yang dilakukan, setiap proses harus dilakukan oleh dua
orang operator. Setiap operator akan memegang salah satu ujung kain, kemudian
operator akan mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke ujung. Untuk
setiap lembar kain, tiap operator harus mencelupkan tangan ke bak sebanyak 5 -
15 kali. Proses pencelupan kain membutuhkan waktu sekitar 4 jam dari total
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-2
keseluruhan proses pewarnaan per hari. Karena proses-proses tersebut
membutuhkan minimal 2 orang operator, maka proses tidak akan berjalan secara
parallel dengan jumlah operator saat ini. Lebih jauh lagi jika hanya 1 operator
yang hadir, proses pewarnaan ini akan terhenti total.
Bak kayu pertama berisi zat pewarna kimia, sedangkan bak ke dua berisi
larutan pembangkit dan pengunci warna. Perusahaan ini lebih memilih
menggunakan pewarna kimia, karena pewarnaan dengan pewarna kimia memiliki
beberapa keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk proses pewarnaan
menggunakan pewarna kimia lebih cepat dari pada menggunakan pewarna alami,
warna yang dihasilkan lebih cerah dan homogen, variasi warna lebih banyak,
harganya lebih murah, ketersediaan warna tidak terbatas dan batik dengan
pewarna kimia lebih stabil warnanya. Pewarna kimia yang digunakan terdiri dari 2
jenis yaitu zat warna napthol dan zat warna indigosol. Zat warna napthol
merupakan campuran dari Napthol, Turkis Red Oil (TRO), Kostik Soda (NaOH)
dan air. Sedangkan zat warna indigosol merupakan campuran dari Indigosol,
Natrium Nitrit (NaNO2), TRO, dan air. Pewarna napthol harus dibangkitkan dan
dikunci dengan larutan garam, sedangkan pewarna indigosol menggunakan
campuran Asam Klorida (HCL) dan air. Pada saat pencelupan di bak yang berisi
zat pewarna kimia, operator tidak dilengkapi dengan alat pelindung khusus,
sehingga tangan mereka harus berinteraksi langsung dengan dengan zat kimia,
sedangkan pada proses penguncian warna, operator dilengkapi alat pelindung
berupa sarung tangan plastik.
Berdasarkan wawancara dengan ketiga operator yang melakukan aktivitas
ini, operator mengeluhkan kulit tangan menjadi perih, gatal, panas dan pecah-
pecah setelah melakukan aktivitas ini. Kondisi ini tentu perlu dicermati, karena
membahayakan operator dan tidak memenuhi aspek K3. Berdasarkan buku
pedoman teknis upaya kesehatan kerja bagi perajin, pemaparan bahan-bahan
kimia terhadap kulit dapat mengakibatkan gangguan berupa iritasi serta allergi
dengan gejala gatal-gatal, kulit kering dan kemerah-merahan, dan pecah-pecah,
kerusakan kulit seperti ini akan memudahkan masuknya zat-zat kimia terutama
yang bersifat toksik kedalam tubuh (DEPKES, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-3
Selain kondisi interaksi dengan zat kimia, postur tubuh operator saat
proses pencelupan juga menyebabkan keluhan ketidaknyamanan pada operator.
Berdasarkan hasil Nordic Body Map (NBM) yang diberikan kepada operator,
operator merasakan keluhan ketidaknyamanan di beberapa segmen tubuh yaitu
pada bagian leher, pundak, pinggang, pinggul, pergelangan tangan, jari-jari
tangan, serta paha.
Sedangkan berdasarkan postur tubuh operator pada saat mencelupkan kain
di bak, terdapat postur kerja yang mengindikasikan terjadinya cedera otot. Postur
kerja operator pada saat melakukan proses ini adalah berdiri dengan postur tubuh
membungkuk. Hal ini dibuktikan dengan identifikasi postur kerja pada posisi
operator saat proses pencelupan di bak dengan mengunakan metode Rapid Upper
Limb Assesment (RULA). Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode
RULA didapatkan hasil bahwa postur operator pada saat proses pencelupan kain
di bak pencelup mendapat nilai 7 dengan level resiko sangat tinggi dan perlu
dilakukan perbaikan sekarang juga.
Berdasarkan hasil penelitian awal, untuk mengatasi masalah keluhan
akibat interaksi dengan zat kimia, ketidaknyamanan pada postur kerja, dan
sekaligus dapat meningkatkan utilitas operator, diperlukan perancangan alat bantu
pada bak pencelupan kain batik dengan memperhatikan aspek ergonomi. Sebagai
upaya untuk untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki
postur kerja.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu pada proses
pencelupan zat warna dan penguncian warna, untuk mengurangi interaksi dengan
zat kimia dan memperbaiki postur kerja para pekerja di Perusahaan Batik
“Brotoseno”.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menghasilkan
rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja para pekerja dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-4
mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan
penguncian warna.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diberikan oleh penelitian ini adalah alat bantu yang
dirancang dapat memperbaiki keselamatan dan kesehatan kerja operator di stasiun
pewarnaan batik tulis, khususnya pada proses pencelupan zat warna dan
penguncian warna.
1.5 BATASAN MASALAH
Agar lingkup penelitan ini menjadi lebih jelas dan lebih fokus maka
diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dari penelitian
ini, sebagai berikut:
1. Lebar maksimal kain batik yang digunakan untuk dasar perancangan alat
bantu adalah 1,15 m.
2. Pembahasan dari aspek mekanika teknik lebih mengutamakan ke masalah
mekanisme sistem dan interaksi gaya antara alat bantu dan operator, belum
membahas tentang kekuatan material.
1.6 ASUMSI PENELITIAN
Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang
diteliti. Adapun asumsi yang digunakan, sebagai berikut:
1. Keluhan operator murni karena adanya permasalahan kondisi kerja terkait
dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Postur kerja yang dinilai adalah postur sesuai dengan kondisi kerja saat itu.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika
penulisan, sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
I-5
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan yang digunakan
dalam penelitian mengenai perancangan alat bantu pada bak pencelup
kain batik di Perusahaan Batik “Brotoseno”.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung
penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis.
Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan
langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara
umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart
sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan,
pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data dan informasi yang diperlukan untuk
menganalisis permasalahan, kemudian dilakukan pengolahan data
secara bertahap berdasarkan metodologi yang telah ditentukan.
BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan
data yang telah dilakukan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga
menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam
penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta
menganalisa permasalahan yang ada.
2.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO
Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang profil perusahaan, jenis-jenis
batik, bahan baku, peralatan, dan proses produksi pada Perusahaan Batik
”Brotoseno”.
2.1.1 Profil Perusahaan
Perusahaan Batik Brotoseno berawal dari usaha rumahan yang dijalankan
oleh Bapak Soeparjan beberapa dasawarsa yang lalu tepatnya pada tahun 1975.
Tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 1997, diserahkan kepada putranya
yaitu Bapak H. Eko Suprihono, SE. Perusahaan ini berkantor pusat di Jln. Raya
Solo - Sragen Km. 18 Sragen - Jawa Tengah, sedangkan work shop-nya berlokasi
di Kuyang - Kliwonan – Masaran, Sragen - Jawa Tengah.
Dibawah kepemimpinan Bapak H. Eko Suprihono, SE, Batik Brotoseno
semakin berkembang, dan kini menjadi sebuah perusahaan batik yang
diperhitungkan di kancah perbatikan. Produk-produk yang dihasilkan meliputi
batik tulis, batik cap/fullprint, dan batik kombinasi. Ketiganya dijual dalam
bentuk jarik, pakaian wanita dan pria, bahan/kain, selendang, dan lain-lain.
Saat ini Batik Brotoseno memiliki dua show room, yaitu di Sragen dan
Jakarta. Batik Brotoseno senantiasa membuka diri untuk bekerjasama dengan
perorangan ataupun intitusi dalam beberapa hal, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-2
a. Penjualan dan Distribusi
Batik Brotoseno melayani penjualan retai atau skala grosir di semua
showroom. Bagi yang berasal dari luar daerah ataupun luar negeri dapat
melalui Griya Batik Brotoseno Online.
b. Pelatihan Membatik
Sebagai bentuk partisipasi dalam melestarikan budaya nasional khususnya
batik, Batik Brotoseno menawarkan diri untuk pelatihan membatik untuk
sekolah-sekolah maupun intitusi swasta atau pemerintah.
c. Pengadaan Produk Batik
Batik Brotoseno telah cukup berpengalaman dalam menangani order-order
produk batik untuk seragam sekolah,intitusi pemerintah maupun intitusi
swasta.
Batik Brotoseno mempekerjakan 100 orang karyawan tetap, 250 orang
karyawan borongan, dan 30 orang mitra. Jam kerja reguler selama 7 jam, mulai
dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam pada
pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Kapasitas produksi per bulan yaitu 13.000 meter
untuk batik handprinting, 5000 potong untuk batik kombinasi, dan 1500 potong
untuk batik tulis.
Perusahaan ini tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri, namun
juga telah merambah ke luar negeri, antara lain Jepang, Singapura, Malaysia,
Brunei, dan Australia. Perusahaan ini juga aktif mengikuti pameran-pameran, baik
pameran skala daerah, nasional maupun skala internasional. Dalam menjalankan
usahanya Batik Brotoseno senantiasa menganggap pengusaha sejenis adalah
kawan bukan lawan, dengan demikian tidak akan terjadi persaingan dengan cara
yang kurang sehat.
2.1.2 Jenis-Jenis Batik
Batik Brotoseno menghasilkan tiga jenis batik berdasarkan proses
pembuatanya yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-3
a. Batik Tulis
Batik tulis/Batik Carik yaitu kain batik yang proses pengerjaannya
menggunakan alat canting untuk memindahkan lilin cair pada permukaan
kain guna menutupi bagian-bagian tertentu yang dikehendaki agar tidak
terkena zat warna. Yang sebelumnya kain tersebut sudah digambar dengan
pensil terlebih dahulu.
b. Batik Cap (Full print)
Batik Cap yaitu kain batik yang pengerjaannya dilakukan dengan cara
mencapkan batik cair pada kain dengan alat cap berbentuk stempel dari plat
tembaga sekaligus memindahkan pola ragam hias.
c. Batik Kombinasi
Batik Kombinasi yaitu kain batik yang proses pengerjaanya merupakan
kombinasi antara batik tulis dan batik cap/ full print.
2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis
Jenis kain yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan
batik tulis adalah:
- Katun
- Sutra (ATBR)
- Sutra Super
- Sutra Krep
- Sutra Sifon
- Organdi
- Serat Nanas
- Baron
Ukuran kain adalah:
- Panjang : + 1 – 2,75 meter
- Lebar : + 1 – 1,15 meter
Bahan tambahan yang digunakan untuk proses pembuatan batik tulis yaitu:
- Zat Warna
- Soda Ash
- Malam/lilin
- Natrium hidrosulfit
- Kaporit
- Sabun
- Air untuk proses dan sanitasi
- Kaustik soda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-4
- Asam cuka
- Minyak tanah
- Kanji
- Bensin
2.1.4 Peralatan Pembuatan Batik Tulis
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis antara lain
adalah:
a. Pisau dan gunting.
b. Kompor.
c. Canting tulis.
Canting adalah alat pokok untuk membatik yang dapat menentukan kriteria
suatu hasil kerja apakah bisa disebut batik atau bukan batik. Canting terbuat
dari tembaga. Gunanya untuk melukis ( memakai cairan “malam” ), membuat
motif-motif batik yang dikehendaki. Canting terdiri dari cucuk (saluran kecil),
dan leleh (tangki).
d. Wajan untuk memasak lilin.
e. Meja Colet.
f. Gawangan.
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan kain
sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu ringan dan kuat
agar mudah dipindah-pindah.
g. Kursi pembatik.
h. Bak air dari beton ukuran 1x2 meter.
i. Bak kayu untuk proses pencelupan.
j. Dapur dengan bahan bakar minyak tanah serta pelengkapnya.
2.1.5 Proses Produksi Batik Tulis
Proses membatik adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam
membuat batik, mulai dari menyiapkan kain dasar (kain polos ) sampai menjadi
kain batik yang siap digunakan sesuai keperluan (Siswanti, 2007). Proses kerja di
Industri batik tulis secara umum meliputi empat proses utama yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-5
a. Persiapan awal
Persiapan awal proses pembatikan yaitu:
- Kain dipotong sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
- Kemudian kain dicuci dengan direndam selama 12-24 jam. Proses
perendaman dapat juga dikerjakan dalam larutan alkali encer dingin untuk
mempercepat waktu perendaman dan agar kain mempunyai daya serap
lebih baik terhadap zat warna.
b. Proses Pembatikan (Peletakan lilin batik)
Proses peletakan lilin batik yaitu:
- Setelah proses perendaman kain dikeringkan.
- Kain digambar menurut motif yang ditentukan.
- Kemudian dilakukan pelekatan lilin batik pada kain dengan canting tulis,
menggunakan lilin batik.
c. Pewarnaan
Proses pewarnaan batik dilakukan dengan dua cara yaitu:
- Coletan
Mencolet/Coletan adalah memberi warna pada kain batik setempat dengan
larutan zat warna yang dikuaskan/dilukiskan dimana warna daerah yang
diwarnai itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak merembet
pada daerah lain. Zat warna yang sering digunakan zat warna
rapid/indigosol.
- Pencelupan
Proses pencelupan diawali dengan proses pencucian kain yang telah diberi
lilin di dalam air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian
warna dan dilanjutkan proses pencucian di air soda ash dan air biasa.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, proses pewarnaan diawali dengan
proses mencolet pada detail-detail tertentu, membasahi kain yang di dalam
air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian warna dan
dilanjutkan proses pencucian di air soda dan air biasa. Proses ini dilakukan
sebanyak tiga kali perulangan untuk setiap lembar kain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-6
d. Penghilangan lilin batik
Setelah proses pewarnaan selesai kemudian masuk ke proses penghilangan
lilin batik, proses ini disebut proses nglorod yaitu menghilangkan lilin secara
keseluruhan dengan cara pendidihan didalam air panas sehingga lilin meleleh
dan lepas dari kain.
Untuk lebih jelasnya proses produksi pembuatan batik dapat dilihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema proses produksi batik Sumber: Perusahaan Batik ”Brotoseno”, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-7
2.1.6 Zat Pewarna Batik
Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil
yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan
maupun coletan pada suhu kamar sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang
warnanya.
Berdasarkan sumbernya/asalnya zat pewarna batik dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:
a. Pewarna alami
Zat warna yang diperoleh dari alam/ tumbuh-tumbuhan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Agar zat pewarna alam tidak pudar dan dapat
menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting
yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat (Tawas/Al). Bahan pewarna
alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian
Daun, Buah, Kuli kayu, kayu atau bunga. Ada tiga tahap proses pewarnaan
alam yang harus dikerjakan yaitu: proses mordanting (proses awal/pre-
treatment), proses pewarnaan (pencelupan), dan proses fiksasi (penguatan
warna).
b. Pewarna buatan/pewarna sintetis
Zat wana kimia mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat
Warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzena, toluena, naftalena dan antrasena diperoleh dari ter arang batubara
(coal, tar, dyestuff) yang merupakan cairan kental berwarna hitam dengan
berat jenis 1,03 - 1,30 dan terdiri dari despersi karbon dalam minyak.
Minyak tersebut tersusun dari beberapa jenis senyawa dari bentuk yang
paling sederhana misalnya benzena (CH) sampai bentuk yang rumit mialnya
6 6 krisena (CH) dan pisena (CH). Adapun zat warna yang biasa dipakai
untuk mewarnai batik antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-8
- Zat warna reaktif
Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan
langsung dengan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut.
Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimia yang berbeda
tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu yang saat ini sering
digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari segi
teknis praktis pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara
pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat
antara lain : larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan
ketahanan luntur yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki
sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan dan
fixasi menggunakan Natrium silikat.
Nama dagang zat warna teraktif, sebagai berikut:
1) Procion (produk dari I.C.I) Drimarine (produk Sandoz)
2) Cibacron (produk Ciba Geigy) Primazine (produk BASF)
3) Remazol (produk Hoechst) Levafix (produk Bayer)
- Zat warna indigosol
Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air.
Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada
saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna
yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam
(HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat
pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol
adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang
dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat
warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.
Jenis warna Indigosol antara lain: Indigosol Yellow, Indigosol Green IB ,
Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B , Indigosol Orange HR,
Indigosol Grey IBL, Indigosol Pink IR, Indigosol Brown IBR, Indigosol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-9
Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R Indigosol
Violet IBBF.
- Zat warna napthol
Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk
melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol
dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan
naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum
diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap
kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh
warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya
naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini
digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai
secara pencelupan.
Naptol yang banyak dipakai dalam pembatikan antara lain: Naptol AS-G,
Naptol AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol
AS.OL, Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR
Garam diazonium yang dipakai dalam pembatikan antara lain: Garam
Kuning GC, Garam Bordo GP, Garam Orange GC, Garam Violet B,
Garam Scarlet R , Garam Blue BB, Garam Scarlet GG, Garam Blue B,
Garam Red 3 GL, Garam Black B, Garam Red B
- Zat warna rapid
Zat warna ini adalah naphtol yang telah dicampur dengan garam
diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk
membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka.
Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan
secara coletan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-10
2.2 BAHAYA BAHAN KIMIA DI TEMPAT KERJA
Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada
suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap
tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan,
pembuatan dan pembuangan).
Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Bahan kimia mudah meledak
Bahan kimia berupa padatan atau cairan, ataupun campurannya yang sebagai
akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, dll) menjadi
bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai
dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta
suara yang keras.
2. Bahan kimia mudah terbakar
Bahan kimia apabila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi
tertentu, akan menghasilkan nyala api.
3. Bahan kimia beracun
Bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat mempengaruhi kesehatan
manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh
manusia melalui injeksi.
4. Bahan kimia korosif
Bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat
lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejanan atau
penyimpannya. Senyawa alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh,
merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.
5. Bahan kimia oksidator
Bahan kimia yang sangat reaktif untuk memberikan oksigen, yang dapat
menyebabkan terjadinya kebakaran dengan bahan-bahan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-11
6. Bahan kimia reaktif
Bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya,
disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas yang mudah terbakar atau
keracunan atau korosi.
7. Bahan kimia radioaktif
Bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar
radioaktif seperti sinar alfa, beta, gamma, netron, dan lain-lain, yang dapat
membahayakan tubuh manusia.
Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau
lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat di dalam bahan kimia tersebut,
yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan
meracuni kehidupan.
2.2.1 Interaksi Bahan Kimia
Antara satu zat kimia dan zat kimia lain dapat menimbulkan interaksi atau
saling berpengaruh satu sama lainnya. Efek yang terjadi dapat dibedakan dalam:
a. Efek Aditif yaitu pengaruh yang saling memperkuat akibat kombinasi dari dua
zat kimia atau lebih. Pengaruh racun yang terjadi adalah penjumlahan dari
efek dari masing-masing zat kimia.
b. Efek simergi yaitu suatu keadaan dimana pengaruh gabungan dari dua zat
kimia jauh lebih besar dari jumlah masing-masing efek bahan kimia.
c. Potensiasi yaitu apabila suatu zat yang seharusnya tidak memiliki efek toksik
(pengaruh merugikan suatu zat kimia pada organism hidup) akan tetapi bila
zat ini ditambahkan pada zat kimia lain maka akan mengakibatkan zat lain
tersebut menjadi lebih toksik.
d. Efek antagonis yaitu apabila dua zat kimia yang diberikan bersamaan, maka
zat kimia yang satu akan melawan efek zat kimia yang lain.
2.2.2 Proses Zat Kimia Dalam Tubuh
Cara masuk bahan beracun ke dalam tubuh sangan besar pengaruhnya
terhadap kemungkinan keracunan. Zat kimia dapat masuk kedalam tubuh melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-12
saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per oral) dan kulit (per dermal).
Inhalasi merupakan cara masuk paling sering dalam industry. Di dalam tubuh,
melalui proses enzimatik terjadi perubahan bentuk secara biokimia
(biotranformasi) yang terjadi didalam hati. Proses demikian dapat juga terjadi di
ginjal, paru-paru dan kulit. (Budiono, S. 2003).
Biotranformasi ini mengupayakan agar terbentuk bahan yang kurang
beracun yang dikenal sebagai detoksikasi. Sebaliknya mungkin terjadi hasil yang
lebih bercun dari zat asalnya (aktivasi) mialnya pada berbagai zat penyebab
kanker. Pengeluaran hasil proses tersebut atau ekskresi umumnya dilakukan
melalui air seni dan feses, sebagian melalui udara pernafasan dan keringat.
2.2.3 Efek Terhadap Kesehatan
Pemajanan bahan kimia mengakibatkan terjadinya perubahan biologic atau
fungsi tubuh yang manifestasinya berupa keluhan, gejala dan tanda gangguan
kesehatan, terutama pada bagian yang terserang bahan kimia.
Tergantung dari oragan target, bahan kimia dapat bersifat neurotoksik
(meracuni syaraf), hepatotoksik (meracuni liver/hati), nefrotoksik (meracuni
ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh)
dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, bahan kimia dapat bersifat
asfiksian (gejala akibat kekurangan kadar oksigen), irritan (mengakibatkan/
merangsang iritasi), menimbulkan sensitasi dan alergi.
Tanda yang muncul bervariasi dari gejala non spesifik (lemah, pusing,
mual, muntah) ataupun spesifik (kejang, kelumpuhan, gangguan penglihatan,
diare, dll). Berikut ini pengaruh beberapa zat kimia pada kesehatan:
- Zat Irritan
Zat irritant akan mengakibatkan iritasi/rangsangan atau menimbulkan
inflamasi/peradangan pada mata, kulit,saluran nafas dan saluran cerna. Zat
irritant antara lain: asam asetat, asam klorida, arsen, asam nitrat, asam
kromat, fosfor, kalsium oksidan, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-13
- Zat Hepatotoksik (meracuni hati)
Zat Hepatotoksik antara lain: Karbon tetraklorida, Dimetil nitrosamine,
Aflatoksin, Arsen, Toluen diamin, dll.
- Zat Neurotoksik (meracuni saraf)
Zat Neurotoksik antara lain: Benzene, Toluena, Karbon disulfide, Arsen,
Merkuri, Xylene, Aseton, dll.
- Zat Netrotoksik (meracuni ginjal)
Zat Netrotoksik antara lain: Arsen, Anilin, Organo klorin, Merkuri, Metanol,
Fenol, Timah hitam, Kloroform, Fosfor (kuning), dll.
- Zat kimia yang meracuni system reproduksi
Zat kimia tersebut antara lain: Benzene, Timah hitam, Kadmium, Eter,
Nitrogen oksida, Kloroform, dll.
- Zat kimia yang meracuni darah
Zat kimia tersebut antara lain: Anilin, Toluidin, Nitrobenzen, Timah hitam,
Nitrogen triflourida, Propilnitrat, dll
- Zat Sensitasi atau alergi kulit
Zat Sensitasi antara lain: Karbon disulfide, Fenol, Zat warna, kreosot, dll.
Selain itu terdapat pula penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab
kimiawi (bahan kimia) seperti asam dan garam anorganik, senyawa hidrokarbon,
bahan warna, dsb.
2.2.4 Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia
Mengingat bahaya bahan kimia di tempat kerja diperlukan pencegahan dan
pengendalian yang prinsip penerapannya sesuai denga Higiene Perusahaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja berupa “Hierarchi of Control”, yaitu Eliminasi,
Substitusi, Pengendalian Teknis, Pengendalian Administratif dan Alat Pelindung
Diri. Sedangkan para pekerja dilakukan pengujian/pemantauan kesehatan, hygiene
perorangan, pengujian/pemantauan biomedik disertai pelatihan tentang bahaya zat
kimia. (Budiono, S. 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-14
2.3 PENGERTIAN ERGONOMI
Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari
kata Yunani yaitu Ergo yang berarti ”kerja” dan Nomos yang berarti ”hukum”.
Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2004). Ergonomi
ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik,
yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif,
aman dan nyaman (Sutalaksana dkk., 1979).
Disiplin ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk
memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman (Wignjosoebroto,
1995). Dengan kata lain disini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya
dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan
sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan lebih dahulu memperhatikan kelebihan
dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the man).
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka dkk.,2004), yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-15
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
2.3.1 DESAIN DAN ERGONOMI
Manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan desain sebagai
fasilitas penunjang aktivitasnya. Manusia menginginkan desain sebagai produk
yang sesuai dengan trend dan mewadahi kebutuhannya yang semakin meningkat.
Melihat kondisi saat ini, kecenderungan desain yang berubah akibat peningkatan
kebutuhan manusia tersebut menimbulkan kesadaran manusia tentang pentingnya
desain yang eksklusif dan representatif, makin bertambahnya usaha-usaha di
bidang desain yang mengakibatkan persaingan mutu desain, peningkatan faktor
pemasaran (daya tarik dan daya jual di pasaran), serta tuntutan kapasitas produksi
yang semakin meningkat. Selain itu, aktivitas desain yang menghasilkan gagasan
kreatif dipengaruhi pula oleh kecepatan membaca situasi, khususnya kebutuhan
pasar dan permintaan konsumen.
Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain
dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli)
dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object)
manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang
memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu
mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan
pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototipe dan
proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi
disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan
gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar.
Ruang lingkup kegiatan desain mencakup masalah yang berhubungan
dengan sarana kebutuhan manusia, di antaranya desain interior, desain mebel,
desain alat-alat lingkungan, desain alat transportasi, desain tekstil, desain grafis,
dan lain-lain. Memperhatikan hal-hal tersebut, desainer dalam analisis pemecahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-16
masalah dan perencanaannya atau filosofi rancangan desain bekerja sama dengan
masyarakat dan disiplin ilmu lain seperti arsitek, psikolog, dokter atau profesi
yang lain. Misalnya, dalam merancang desain kursi pasien gigi, dibutuhkan kerja
sama dari dokter dan pasien, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas
dan posisi duduk pasien sebagai pemakai, yang efektif, efisien, aman, nyaman dan
sehat, sehingga desainer dapat menyatukan bentuk dengan memusatkan perhatian
pada estetika bentuk, konstruksi, sistem dan mekanismenya. Selain itu, desainer
dapat membuat suatu prediksi untuk masa depan, serta melakukan pengembangan
desain dan teknologi dengan memperhatikan segala kelebihan maupun
keterbatasan manusia dalam hal kepekaan indrawi (sensory), kecepatan,
kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dan dimensi ukuran tubuh, untuk
kemudian menggunakan semua informasi mengenai faktor manusia ini sebagai
acuan dalam perancangan desain yang serasi, selaras dan seimbang dengan
manusia sebagai pemakainya.
Penilaian suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang
baik biasanya ada tiga unsur yang mendasari, yaitu fungsional, estetika, dan
ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah function and purpose, utility and
economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika
sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh
harga dan kemampuan daya beli masyarakat (Bagas, 2000). Desain yang baik
berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi
mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan
kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai,
dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin.
Ergonomi merupakan salah satu dari persyaratan untuk mencapai desain
yang qualified, certified, dan customer need. Ilmu ini akan menjadi suatu
keterkaitan yang simultan dan menciptakan sinergi dalam pemunculan gagasan,
proses desain, dan desain final (periksa Gambar 2.2. Skema Design Management).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-17
Gambar 2.2 Skema design management
Sumber: Bagas, 2000
2.3.2 PENDEKATAN ERGONOMIS DALAM PERANCANGAN DESAIN
KERJA
Secara ideal perancangan desain kerja haruslah disesuaikan dengan
peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat
yaitu manusia, mesin/ peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia
dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama
yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kongnitif, fisik ataupun psikologisnya.
Demikian pula peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang
manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan.
Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat
perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja
ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai
manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang
benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya
meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan
kepuasan dapat terpelihara.
Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek sebagai contohnya
yaitu efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia
secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-18
merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia
secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda, manusia-
fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan kata lain perkataan ergonomi adalah
suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan obyek-obyek
fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Madyana, 1996).
Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat
bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu:
1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju
tujuan bersama.
Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu
menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak
dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia
sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara
efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
2.3.3 DESAIN STASIUN KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI
Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai
keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap
berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja
yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi
duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan
melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi
yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk.
Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk
periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan
pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar
tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan
posisi kepala yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-19
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri
sebagai berikut:
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut.
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg).
3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping.
4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah.
5. Diperlukan mobilitas.
2.4 NORDIC BODY MAP (NBM)
Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan untuk
mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal (system otot dan rangka)
adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian
otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit
sampai dengan sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini diberikan sebelum dan
setelah melakukan pekerjaan. Gambar 2.3 merupakan pembagian segmen-segment
tubuh manusia pada kuesioner nordic body map.
Gambar 2.3 Nordic Body Map
Sumber : Corlett, 1992
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-20
Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map
No Kuesioner Nordic Body Map Pada Operator :
Keluhan Bagian Tubuh Ya Tidak
0 Leher bagian atas
1 Leher bagian bawah
2 Bahu kiri
3 Bahu kanan
4 Lengan atas bagian kiri
5 Punggung
6 Lengan atas bagian kanan
7 Pinggang ke belakang
8 Pinggul ke belakang
9 Daerah Pantat
10 Siku kiri
11 Siku kanan
12 Lengan bawah bagian kiri
13 Lengan bawah bagian kanan
14 Pergelangan tangan kiri
15 Pergelangan tangan kanan
16 Telapak tangan bagian kiri
17 Telapak tangan bagian kanan
18 Paha kiri
19 Paha kanan
20 Lutut kiri
21 Lutut kanan
22 Betis kiri
23 Betis kanan
24 Pergelangan kaki kiri
25 Pergelangan kaki kanan
26 Telapak kaki kiri
27 Telapak kaki kanan Sumber : Corlett, 1992
2.5 ANTHROPOMETRI DALAM ERGONOMI
Seberapa jauh seseorang dapat bekerja dengan baik bergantung pada
seberapa baik rancangan tempat kerjanya. Memperhatikannya berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-21
berkontribusi pada keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Pada gilirannya
hal-hal ini akan meningkatkan kemampuan kerja yang bersangkutan. Dua hal
diantaranya adalah dimensi benda-benda kerja yang berinteraksi dengan pekerja
dan lingkungan kerjanya. Karena dimensi objek mesti bersesuaian dengan
pemakaiannya maka perlu dikenali antropometri, suatu bidang kajian dari
Ergonomi yang memperhatikan karakter ukuran-ukuran fisik tubuh manusia
maupun penerapan data-data operatornya.
2.5.1 Pengertian Anthropometri
Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan
metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh
manusia (Pullat, 1992). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai
satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia
(Wignjosoebroto, 1995). Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran
(tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan posisi tubuh, data anthropometri yang ada
dibedakan menjadi dua kategori (Suhardi,. 2008), yaitu:
a. Anthropometri struktural (statis)
Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi tetap
dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat
badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi
atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-22
Gambar 2.4 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk
Merancang Produk Sumber: Suhardi, B. 2008
Gambar 2.5 memperlihatkan antropometri struktural. Antropometri struktural
ini diantaranya: tinggi selangkang, tinggi siku, tinggi mata, rentang bahu,
tinggi pertengahan pundak pada posisi duduk, jarak pantat-ibu jari kaki, dan
tinggi mata pada posisi duduk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-23
Gambar 2.5 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk
Sumber: Suhardi, B. 2008
b. Anthropometri fungsional (dinamis)
Antropometri fungsional adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik
manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang
mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang
diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan
gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya
yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas
ataupun ruang kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-24
(a)
(b)
Gambar 2.6 (a,b) Antropometri Fungsional/dinamis Sumber: Suhardi, B. 2008
Data anthropometri dapat diaplikasikan secara luas, (Wignjosoebroto,
1995), antara lain dalam:
a. Perancangan areal kerja (Work station, interior mobil, dll).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-25
b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan
sebagainya.
c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,
dan lain-lain.
d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
2.5.2 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia
Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah
dikarenakan oleh faktor-faktor (Nurmianto, 2004), sebagai berikut:
a. Keacakan/random,
Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama
jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih
akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam
masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok
anggota masyarakat jelas dapat diapromaksimasikan dengan menggunakan
distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga,
jika mean (rata-rata) dan standar deviasinya telah diestimasi.
b. Jenis kelamin,
Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk
kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean
dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang
dimensi segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk
kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.
c. Suku bangsa,
Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak
kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara
ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya
jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-26
mengisi jumlah satuan angkatan kerja (industrial workforce), maka akan
mempengaruhi anthropometri secara nasional.
d. Usia,
Secara umum dimensi tubuh manusia dapat digolongkan atas berbagai
kelompok usia, yaitu:
· Balita
· Anak-anak
· Remaja
· Dewasa
· Lanjut usia
Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk
anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat
sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi
badan manusia mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan
berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki.
e. Jenis pekerjaan,
Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi
karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai postur
tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran
pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
Selain faktor-faktor tersebut terdapat juga faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan karena mempengaruhi variabilitas ukuran tubuh manusia
(Wignjosoebroto, 1995), seperti:
a. Tebal/Tipisnya Pakaian,
Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh
bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang
lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu
musim dingin manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-27
ukuran yang relatif lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan,
pengeboran lepas pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan
astronaut pun harus mempunyai pakaian khusus.
b. Kehamilan pada wanita,
Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan
dengan analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.
c. Cacat tubuh secara fisik,
Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu
dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi
untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta
merasakan “kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di
dalam pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya:
keterbatasan jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk
desain meja kerja, lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di
dalam lavatory, jalur khusus untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel,
restoran, supermarket dan lain-lain.
Akhirnya, sekalipun segmentasi dari populasi yang ingin dituju dari
rancangan suatu produk selalu berhasil diidentifikasi sebaik-bailnya berdasarkan
faktor-faktor seperti yang telah diuraikan; namun adanya variasi ukuran bukan
tidak mungkin bisa tetap dijumpai. Permasalahan variasi ukuran sebenarnya akan
mudah diatasi dengan cara merancang produk yang ”mampu suai” (adjustable)
dalam suatu rentang dimensi ukuran pemakainya.
2.5.3 Dimensi Anthropometri Umum
Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran
produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang
akan menggunakannya (Wignjosoebroto, 1995). Pengukuran dimensi struktur
tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat
dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-28
Gambar 2.7 Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas
Sumber: Wignjosoebroto S., 1995
Keterangan gambar di atas, yaitu:
1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala).
2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam
gambar tidak ditunjukkan).
6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala).
7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.
8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10 : Tebal atau lebar paha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-29
11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.
12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut betis.
13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan
paha.
15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16 : Lebar pinggul ataupun pantat.
17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan
dalam gambar).
18 : Lebar perut.
19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi siku tegak lurus.
20 : Lebar kepala.
21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22 : Lebar telapak tangan.
23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan
(tidak ditunjukkan dalam gambar).
24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.
25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.
26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai
dengan ujung jari tangan.
27 : Tinggi dalam posisi berdiri dari ujung kaki hingga pantat bagian bawah.
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data anthropometri yang tepat
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan
pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukuran
dimensi anthropometri tubuh yang diperlukan dalam perancangan dijelaskan pada
tabel 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-30
Tabel 2.2 Pengukuran dimensi tubuh
Data Anthropometri Keterangan Cara Pengukuran
Tinggi badan tegak (tbt)
Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (vertikal dari lantai sampai dengan ujung kepala).
Tinggi bahu berdiri (tbb)
Ukur jarak vertikal dari permukaan tanah sampai bahu dalam kondisi subjek berdiri tegak.
Panjang lengan atas (pla)
Panjang lengan atas yang diukur dari bahu sampai siku dalam posisi siku tegak lurus.
Panjang lengan bawah (plb)
Panjang lengan bawah yang diukur dari siku sampai dengan pangkal telapak tangan.
Pangkal telapak tangan ke pangkal jari
(pttpj)
Panjang vertikal dari pangkal telapak tangan kepangkal jari dalam posisi telapak tangan terbuka
Diameter genggaman tangan
(gt)
Diameter genggaman tangan saat menggengam sesuatu.
Sumber: Roebuck, J.A., 1975
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-31
2.5.4 Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan Produk/Fasilitas
Kerja
Dengan adanya variabilitas dimensi tubuh manusia, maka terdapat tiga
prinsip dalam aplikasi data anthropometri agar produk yang dirancang dapat
mengakomodasi ukuran tubuh dari populasi yang akan menggunakan produk
tersebut (Wignjosoebroto, 1995), yaitu:
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.
Disini rancangan produk dibuat agar bias memenuhi dua sasaran produk,
yaitu:
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-
ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari populasi yang ada).
Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut, maka ukuran yang
diaplikasikan ditetapkan dengan cara:
a. Untuk dimensi minimum, harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95-
th, atau 99-th percentile. Misalnya untuk merancang tinggi pintu dipakai
tinggi manusia dengan percentile 99% ditambah dengan kelonggaran.
b. Untuk dimensi maksimu, harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai percentile yang paling rendah seperti 1-th,
5-th, atau 10-th percentile. Misalnya untuk menentukan tinggi tombol
lampu digunakan persentil 5 yang berarti 5% dari populasi tidak dapat
menjangkaunya.
Secara umum aplikasi data anthropometri untuk perancangan produk ataupun
fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum
dan 95-th untuk dimensi minimumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-32
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran
tertentu.
Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar dapat dipakai
dengan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya. Dalam
prinsip ini biasanya dipakai data anthropometri dengan rentang persentil 5%
sampai 95%. Contoh penerapan prinsip ini adalah perancangan kursi kemudi
mobil yang bisa dimaju-mundurkan dan diatur kemiringan sandarannya.
3. Perancangan fasilitas berdasar harga rata-rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia. Pemakainya Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan
berdasar harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita
menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan.
Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam
proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang
bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut:
1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang
nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut,
2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data
structural body dimension ataukah functional body dimension,
3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut,
4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksibel atau ukuran rata-rata,
5. Pilih persentil populasi yang harus diikuti; ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai
persentil yang lain yang dikehendaki,
6. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan
nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai. Aplikasikan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-33
tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti
halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan
oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain.
2.6 METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode penilaian
postur kerja yang secara khusus digunakan untuk meneliti gangguan pada tubuh
bagian atas. RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan
Dr. Nigel Corlet dari Universitas Notthingham (Univercity of Notthingham’s
Institute of Occupational Ergonomics). Penilaian postur kerja menggunakan
metode RULA tidak membutuhkan peralatan khusus dalam menilai postur leher,
punggung dan tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal
yang ditopang oleh tubuh.
Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur
kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para
pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney dan Corlett,
1993). Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu:
· Jumlah gerakan
· Kerja otot statis
· Tenaga/ kekuatan
· Penentuan postur kerja oleh peralatan
· Waktu kerja tanpa istirahat
Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu:
1) Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja
Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A
yang terdiri dari Lengan atas (upper arm), Lengan bawah (lower arm),
pergelangan tangan (wrist), Putaran pergelangan tangan (Wrist twist), dan grup
B yang terdiri dari Leher (neck), Punggung (trunk), dan kaki (legs). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-34
memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan,
dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat
masuk dalam pemeriksaan.
a. Grup A
(1) Lengan atas (Upper arm)
Gambar 2.8 Postur tubuh bagian lengan atas (Upper arm)
Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.3 Skor bagian lengan atas (upper arm) Locate Upper arm position Score Adjusment
15o ke depan maupun kebelakang tubuh 1 + 1 jika bahu naik
> 15 okebelakang atau 15o-45 o 2 +1 jika lengan atas melengkung keluar
> 45o-90o 3 -1 jika lengan ditopang / seseorang yang berpengalaman
> 90o 4
Sumber: Hedge, 2000
(2) Lengan Bawah (Lower arm)
Gambar 2.9 Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower arm)
Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.4 Skor bagian lengan bawah (Lower arm) Locate Lower arm position Score Adjusment
> 0o-90o 1 +1 jika lengan bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh > 90o 2
Sumber: Hedge, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-35
(3) Pergelangan Tangan (Wirst)
Gambar 2.10 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)
Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.5 Skor pergelangan tangan (wrist) Locate Wirst position Score Adjusment
Posisi netral 1 +1 jika pergelangan tangan menjauhi sisi tengah
0o-15 o 2
> 15o 3
Sumber: Hedge, 2000
(4) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (Wrist twist) pada posisi postur
yang netral diberi skor:
1 = posisi tengah dari putaran
2 = posisi pada atau dekat dari putaran
b. Grup B
(1) Leher (Neck)
Gambar 2.11 Postur tubuh bagian leher (Neck)
Sumber: Hedge, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-36
Tabel 2.6 Skor bagian leher (Neck) Locate Neck position Score Adjusment
0o-10o 1
+1 jika leher bengkok/berputar 10o-20o 2
> 20o 3
Ekstensi 4
Sumber: Hedge, 2000
(2) Batang Tubuh (Trunk)
Gambar 2.12 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.7 Skor bagian batang tubuh (Trunk) Locate Trunk position Score Adjusment
Posisi normal 90o 1 +1 jika leher berputar/bengkok
0o-20 o 2
20o-60o 3 +1 jika batang tubuh bungkuk
> 60o 4
Sumber: Hedge, 2000
(3) Kaki (Legs)
Tabel 2.8 Skor bagian kaki (Legs) Locate Legs position Score
Posisi normal/seimbang 1
Tidak seimbang 2
Sumber: Hedge, 2000
2) Pemberian skor
Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan
yang ada.
a. Pemberian nilai (score) untuk Grup A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-37
Nilai Grup A = Posture + Muscle use + Force/ Load
® Posture = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A
® Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan
dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/ menit.
® Force/ load (beban), diberi skor:
0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali)
1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali)
2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang)
3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat)
Hasil skor untuk grup A kemudian dimasukkan ke dalam tabel 2.9 berikut
ini.
Tabel 2.9 Score Grup A
Sumber: Hedge, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-38
b. Pemberian nilai (score) untuk Grup B
Nilai Grup B = Posture + Muscle use + Force/ Load
® Posture = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup B
® Muscle use (penggunaan otot) dan Force/ load (beban) pemberian skor
sama dengan Grup A.
Hasil skor untuk grup B kemudian dimasukkan ke dalam tabel 2.10 berikut
ini.
Tabel 2.10 Score Grup B
Sumber: Hedge, 2000
c. Penilaian akhir (Grand score) yaitu skor C
Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada tabel 2.11
berikut.
Tabel 2.11 Grand score
Sumber: Hedge, 2000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-39
Sistem penilaian dari masing-masing grup selanjutnya dikombinasikan
sehingga menjadi skor final. Sistem penilaian RULA dilihat dari gambar
2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Sistem Penilaian RULA
Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
3) Penentuan level tindakan
Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko
yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail
berkaitan dengan analisis yang didapat.
Tabel 2.12 Kategori tindakan berdasarkan grand score Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan
1 - 2 Minimum Aman
3 - 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan
5 - 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang juga Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-40
2.7 MEKANIKA KONSTRUKSI
Mekanika (Bahasa Latin mechanicus, dari Bahasa Yunani mechanikos,
"seseorang yang ahli di bidang mesin") adalah jenis ilmu khusus yang
mempelajari fungsi dan cara kerja mesin, alat atau benda yang seperti mesin.
Mekanika (mechanics) juga berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan
suatu benda serta efek gaya dalam gerakan itu.
Cabang ilmu mekanika terbagi dua, yaitu: mekanika statik dan mekanika
dinamik (tidak dibahas dalam penelitian ini). Mekanika teknik dikenal juga
sebagai mekanika rekayasa atau analisa struktur. Pokok utama dari ilmu tersebut
adalah mempelajari perilaku struktur terhadap beban yang bekerja padanya.
Perilaku struktur tersebut umumnya adalah lendutan dan gaya-gaya (gaya reaksi
dan gaya internal).
2.7.1 Statika
Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban
terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga
dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau
beban (Popov, 1991). Terdapat 3 jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk
menentukan jenis peletakan yang digunakan dalam menahan beban yag ada dalam
struktur, beban yang ditahan oleh peletakan masing-masing adalah:
1. Tumpuan rol,
Yaitu tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang
peletakannya.
Gambar 2.14 Tumpuan rol
Sumber: Popov, E.P., 1991
2. Tumpuan sendi,
Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu
menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-41
Gambar 2.15 Tumpuan sendi
Sumber: Popov, E.P., 1991
3. Tumpuan jepitan,
Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen
sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya. Dari
kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam keadaan
setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0, ∑FVertikal = 0,
∑M= 0
Gambar 2.16 Tumpuan jepit
Sumber: Popov, E.P., 1991
2.7.2 Gaya
Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja
padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan
pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga
keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila
resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan
kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑Fz = 0, ∑M = 0 (Popov, E.P., 1991).
Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam
menjadi bergerak atau sebaliknya (Popov, 1991). Dalam ilmu statika berlaku
hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika, yaitu:
1. Gaya luar,
Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar
sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi (Popov, 1991).
Sedangkan beban adalah beratnya beban atau barang yang didukung oleh suatu
konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-42
a. Beban mati, yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti
dinding, penutup lantai dll.
b. Beban sementara, yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan, ataupun
beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil (kendaraan), kereta
dll.
c. Beban terbagi rata, yaitu beban yang secara merata membebani struktur.
Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban segitiga.
d. Beban titik terpusat, adalah beban yang membebani pada suatu titik.
e. Beban berjalan, adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-pindahkan
baik itu beban merata, titik, atau kombinasi antar keduanya.
2. Gaya dalam,
Akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan perlawanan
sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya deformasi atau
perubahan bentuk. Agar suatu struktur tidak hancur atau runtuh maka besarnya
gaya akan bergantung pada struktur gaya luar (Popov, 1991).
3. Gaya geser (shearing force diagram),
Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah
garis kerjanya tegak lurus (^ ) pada sumbu batang yang ditinjau seperti tampak
pada gambar 2.17.
Gambar 2.17 Sketsa prinsip statika kesetimbangan
Sumber: Popov, E.P., 1991
Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram), dimana
penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+) bergantung
dari arah gaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-43
Gambar 2.18 Sketsa shearing force diagram
Sumber: Popov, E.P., 1991
4. Gaya normal (normal force),
Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang
arah garis kerjanya searah (// ) sumbu batang yang ditinjau (Popov, 1991).
Gambar 2.19 Sketsa normal force
Sumber: Popov, E.P., 1991
Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar. Pada gambar
diatas nampak bahwa tanda (-) negative yaitu batang tertekan, sedang bertanda
(+) batang tertarik.
5. Momen,
Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang
terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut (Popov, 1991).
Gambar 2.20 Sketsa moment bending (+)
Sumber: Popov, E.P., 1991
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-44
Gambar 2.21 Landasan Sketsa moment bending (-)
Sumber: Popov, E.P., 1991
Dalam sebuah perhitugan gaya dalam momen memiliki kesepakatan yang
senantiasa dipenuhi yaitu pada arah tinjauan, diantaranya:
· Ditinjau dari arah kanan
Gambar 2.22 Landasan arah kanan
Sumber: Popov, E.P., 1991
· Ditinjau dari arah kiri
Gambar 2.23 Landasan arah kiri
Sumber: Popov, E.P., 1991
2.7.3 Massa Jenis
Massa adalah jumlah partikel yang terkandung dalam suatu zat. Dalam
satuan internasional adalah kg dan dalam cgs adalah gram.
Massa jenis adalah kerapatan suatu zat. Massa jenis diturunkan dari
besaran massa dan volume. Massa jenis adalah massa benda per satuan volume.
Lambang massa jenis adalah rho (ρ). Secara sistematis massa jenis dirumuskan:
ρ = m.V ……………………………………………… (2.1)
Bila searah jarum jam (+)
Bila berlawanan jarum jam (-)
Bila berlawanan jarum jam (-)
Bila searah jarum jam (+)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
II-45
Keterangan:
ρ = massa jenis (kg/m3)
m = massa benda (kg)
V = Volume benda (m3)
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa
ataupun volume suatu zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya. Oleh karena itu, zat
yang sejenis selalu memiliki massa jenis yang sama.
2.7.4 Berat Benda
Berat atau bobot adalah ukuran massa suatu benda dalam pengaruh
percepatan gravitasi suatu tempat. Secara sistematis berat benda dapat
dirumuskan:
w = mg ……………………………………………… (2.2)
Keterangan:
w = berat/bobot (kgm/s2 atau N)
m = massa (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
2.8 PENELITIAN SEBELUMNYA
Perancangan meja pengecap batik oleh Abdjad Ayu Artanti (2008).
Penelitian ini dilaksanaan di perusahaan batik Triwisma, Surakarta. Penelitian ini
menggunakan kuisioner Nordic Body Map sebagai identifikasi awal terhadap
keluhan yang dirasakan oleh operator. Kemudian dilakukan analisa gerakan kerja
yang berlangsung di area pengecapan batik yang selanjutnya digunakan untuk
mengevaluasi pengaruh keluhan muskuloskeletal terhadap postur kerja operator.
Metode yang digunakan adalah pendekatan antropometri serta evaluasi gerakan
dan postur kerja. Data antropometri yang digunakan adalah tinggi siku berdiri,
jangkauan tangan kedepan, dan rentangan tangan. Hasil penelitian ini adalah
perancangan meja pengecap yang sesuai dengan antropometri tubuh pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-1
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditujukkan pada gambar 3.1 di
bawah ini.
Gambar 3.1 Metode penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-2
Gambar 3.1 (Lanjutan) Metode penelitian
Langkah-langkah penyelesaian masalah pada gambar 3.1, diuraikan dalam sub
bab di bawah ini.
3.1 Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Perusahaan batik “Brotoseno”, pada area produksi
batik tulis. Penelitian dilakukan selama bulan Maret – Agustus 2010.
Penelitian dilaksanakan di stasiun kerja pewarnaan kain yang akan
digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan proses kerja pencelupan
kain batik dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap serta
menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan
data awal dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar,
wawancara dan penyebaran kuesioner Nordic Body Map kepada para pekerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-3
3.2 Pengumpulan Data Bak Pencelup Kain Awal
Pada tahapan ini akan dikumpulkan data-data tentang bak pencelup kain
batik awal yang digunakan pada stasiun pewarnaan, area produksi batik tulis.
Adapun data-data tersebut meliputi komponen-komponen bak yang meliputi bak
kayu dan tongkat penahan kain, dimensi bak, jenis cairan di dalam bak, dimensi
kain, serta prosedur penggunaan bak pencelup kain awal.
3.3 Pengambilan Foto Postur Kerja Operator dan Perhitungan RULA
Awal
Pada tahap ini juga dilakukan pengambilan foto postur kerja operator,
yang akan digunakan sebagai dasar analisa postur kerja awal. Postur kerja yang
diambil meliputi postur-postur yang mewakili aktivitas pencelupan di bak
pencelup kain batik, yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode
Rapid Upper Limb Assesment (RULA) untuk mengetahui seberapa besar tingkat
resiko dari postur kerja operator. Metode RULA dipilih karena dideteksi bahwa
postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) yang memungkinkan
dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan adalah postur kerja pada
segmen tubuh bagian atas.
Gambar postur kerja yang telah diambil kemudian akan dihitung sudut
postur kerja operator, dinilai scoring RULAnya, yang kemudian akan ditentukan
level resiko dan kategori tindakan yang akan diambil. Pengambilan gambar baik
bak pencelup kain dan postur kerja operator menggunakan camera digital sebagai
media pengambilan gambar dokumentasi.
3.4 Wawancara Operator dan Pemberian Kuesioner Nordic Body Map
Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan untuk mengetahui
keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan apa saja yang dirasakan oleh operator
pada proses pencelupan kain di bak.
Kemudian diberikan kuesioner Nordic Body Map kepada operator untuk
mendukung hasil wawancara. Kuesioner ini berbentuk pertanyaan-pertanyaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-4
untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan saat melakukan
aktivitas pencelupan kain. Kuesioner ini diberikan kepada responden penelitian
yaitu para pekerja di stasiun pewarnaan. Munculnya keluhan atau rasa tidak
nyaman ini cukup mendukung untuk dilakukan penelitian mengenai proses
pencelupan kain batik. Pada tahap ini ditampilkan hasil kuesioner yang telah
diberikan kepada responden.
3.5 Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
Pada tahapan ini akan dilakukan interpretasi keluhan dan harapan operator
menjadi kebutuhan operator. Keluhan dan harapan operator diperoleh dengan cara
wawancara dengan ketiga operator di stasiun pewarnaan yang diekspresikan
sebagai pernyataan, serta didukung dengan hasil Nordic Body Map dan
perhitungan RULA pada postur kerja operator. Ketiganya interpretasikan menjadi
kebutuhan-kebutuhan operator. Kebutuhan inilah yang nantinya akan digunakan
sebagai dasar perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik. Hasil
rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan operator tersebut.
3.6 Feature dan Ide Rancangan
Berdasarkan kebutuhan dari permasalahan pokok maka akan muncul
feature rancangan alat yang merupakan gambaran awal perancangan, kemudian
digali ide-ide yang mungkin dapat dilakukan untuk menginterpretasikan feature
awal rancangan sebagai upaya menemukan penyelesaian tentang kebutuhan-
kebutuhan operator yang belum terpenuhi pada alat yang digunakan sekarang.
Penggalian ide dilakukan dengan mengumpulkan informasi-informasi
yang telah didapat mengenai tujuan penggunaan dan batasan yang ada. Informasi
tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi suatu batasan dalam perancangan,
untuk itu diperlukan tukar pikiran antara pemakai dan perancang disamping
adanya kemungkinan tambahan ide dari para ahli.
3.7 Pengumpulan Data Anthropometri Pekerja
Dalam perancangan ini juga diperlukan data anthropometri yang
digunakan untuk menetapkan ukuran rancangan. Hal ini dimaksudkan agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-5
rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau
paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Pengambilan data diperoleh
dari hasil pengukuran anthropometri para pekerja yang sering melakukan aktivitas
pencelupan kain. Data diambil dari tiga operator di stasiun pewarnaan dan
berjenis kelamin pria. Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan
variabel yang dibutuhkan yaitu: tinggi badan, tinggi bahu berdiri, panjang lengan
atas, panjang lengan bawah, pangkal telapak tangan ke pangkal jari dan diameter
genggaman tangan.
Data antropometri yang diambil merupakan populasi sehingga tidak
diperlukan pengujian data (uji keseragaman, kecukupan dan kenormalan). Data
tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai dasar penentuan dimensi pada
komponen alat bantu. Pengambilan data antopometri menggunakan meteran
bangunan sebagai media pengukur.
3.8 Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
Tahap spesifikasi detail perancangan merupakan inti dari proses
perancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Tahap ini mendetailkan ide-ide
yang telah dikembangkan dan melalui proses analisis yang cermat ide-ide
didetailkan sehingga dapat mendekati dari tujuan perancangan.
Pada tahap inilah ide-ide yang ada akan diaplikasikan pada pembuatan
rancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Tahap spesifikasi detail mencakup
tiga hal yaitu:
3.8.1 Detail Desain
Tahap ini memberikan spesifikasi tentang detail desain rancangan dari ide-
ide yang dikembangkan serta bagaimana mekanisme kerja dan penggunaan alat
dengan mempertimbangkan kelayakan pengoperasian alat nantinya. Selain itu
juga memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia yang
merupakan pengguna dari alat yang dirancang.
3.8.2 Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan
Penentuan spesifikasi geometri rancangan meliputi penentuan dimensi
rancangan alat bantu, gambaran desain rancangan alat bantu dalam bentuk 2D dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-6
3D. Dimensi rancangan disesuaikan dengan penggunaan alat dan kesesuaian
dengan operator penggunannya.
Untuk kesesuaian rancangan dengan operator maka dalam perancangan
alat bantu akan memunculkan data antropometri yang diperlukan untuk
perancangan. Data antropometri muncul berdasarkan keputusan-keputusan yang
dipilih. Selain itu dimensi rancangan juga disesuaikan dengan ukuran kain yang
mengalami proses pencelupan.
3.8.3 Penentuan Material Perancangan
Penentuan material rancangan alat bantu pada bak pencelup kain
dipergunakan untuk mengetahui material apa yang cocok dengan alat hasil
perancangan. Penentuan material hasil rancangan dilakukan berdasarkan
informasi dari pustaka terkait element permesinan serta dari pihak teknisi.
Setelah itu dibuat prototipe produk yang disesuaikan dengan hasil
rancangan. Pembuatan prototipe digunakan untuk mengetahui apakah hasil
rancangan bisa diaplikasikan atau tidak.
3.9 Penghitungan Beban Yang Ditanggung Operator
Penghitungan beban yang ditanggung operator dilakukan saat operator
melakukan proses pencelupan dengan alat bantu yang dirancang. Dari sini dapat
dilihat apakah beban yang ditimbulkan dari penggunaan alat masih layak atau
masih dalam batas kemampuan operator. Beban yang ditanggung oleh operator
juga akan menentukan hasil perhitungan RULA.
3.10 Perhitungan RULA pada Hasil Perancangan
Perhitungan RULA pada hasil rancangan dilakukan dengan penerapan
desain perancangan alat bantu pada proses pencelupan kain batik. Pada tahap ini
dilakukan simulasi pengoperasian desain alat bantu kepada operator. Simulasi
menggunakan software ManneQuin. Kemudian diambil gambar postur kerja
operator yang meliputi postur-postur yang mewakili penerapan desain alat bantu
pada aktivitas pencelupan kain batik. Postur-postur inilah yang akan digunakan
sebagai dasar perhitungan RULA pada hasil rancangan. Perhitungan sudut-sudut
pada postur kerja menggunakan software Autocad. Semakin kecil nilai RULA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-7
berarti hasil rancangan semakin baik dan layak untuk digunakan dan diharapkan
resiko kerja dapat dikurangi.
Untuk langkah-langkah perhitungan RULA pada hasil perancangan sama
dengan perhitungan RULA awal, namun hasil level resiko diharapkan masuk
dalam kategori minimum, kecil, dan sedang, hal ini berarti hasil rancangan
dianggap telah memenuhi tujuan dari perancangan alat bantu. Tetapi apabila level
resiko dari penggunaan rancangan masuk dalam kategori tinggi, berarti rancangan
dianggap belum memenuhi tujuan dari perancangan alat bantu pada bak pencelup
kain sehingga perlu dikaji kembali desain perancangannya mulai dari pemunculan
kebutuhan akan feature dan ide dari rancangan.
3.11 Rancangan Akhir
Rancangan akhir merupakan desain rancangan yang telah memenuhi
tujuan perancangan yaitu mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki
postur kerja para pekerja
3.12 Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
Pembuatan prototipe produk disesuaikan dengan hasil rancangan dan juga
material yang ada. Pembuatan prototipe digunakan untuk mengetahui apakah hasil
rancangan bisa diaplikasikan atau tidak. Dalam penelitian ini prototipe produk
dibuat dalam bentuk miniatur dengan perbandingan skala tertentu terhadap ukuran
aslinya.
3.13 Estimasi Biaya
Setelah didapatkan hasil perancangan alat bantu pada bak pencelup kain
batik, dapat diketahui bahan yang digunakan. Dari bahan yang dipakai, dapat
dihitung estimasi biaya yang akan dikeluarkan. Biaya dibagi menjadi dua, yaitu
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
3.14 Analisa dan Interpretasi Hasil
Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap
pengumpulan dan pengolahan data sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil
meliputi analisis hasil perancangan alat bantu, analisis terhadap beban operator,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
III-8
analisis implementasi RULA ketika menggunakan hasil perancangan, dan analisis
biaya yang kaitannya dengan biaya komponen dari produk rancangan (biaya fix
dan biaya variabel) dan biaya per unit.
3.15 Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data
dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan kemudian
memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-1
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data.
Data yang dikumpulkan meliputi data bak pencelup kain batik awal, pengambilan
foto postur kerja pekerja dan data anthropometri pekerja. Kemudian tahap
pengolahan data meliputi perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik,
penghitungan beban operator, perhitungan RULA hasil rancangan, dan estimasi
biaya.
4.1 PENGUMPULAN DATA
Tahap pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data awal
untuk perancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Pada tahap-tahap
pengumpulan data lebih lengkap dapat dilihat pada subbab selanjutnya.
4.1.1 Data Bak Pencelup Kain Batik Awal
Data bak pencelup kain batik diperoleh dari pengamatan dan pengukuran
langsung di lapangan. Data yang diambil meliputi data komponen dari bak
pencelup kain batik, dimensi bak, jenis cairan di dalam bak dan mekanisme
penggunaan bak. Hasil pengumpulan data bak pencelup kain batik adalah sebagai
berikut:
1. Komponen-komponen bak pencelup kain batik
a. Bak kayu
Bak kayu merupakan tempat untuk mencelup kain batik pada proses
pewarnaan, khususnya pada saat pencelupan pada cairan warna dan
penguncian warna. Di stasiun pewarnaan terdapat dua buah bak
pencelup kain. Bak pertama berisi zat warna, dan bak kedua berisi
campuran air keras. Kedua bak berbentuk prisma segitiga terbalik
dengan dua kaki penyangga dan keseluruhan bagian bak terbuat dari
kayu, untuk bak yang berisi cairan air keras bagian dalam bak dilapisi
dengan karpet plastik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-2
b. Tongkat penahan kain
Tongkat penahan kain berfungsi untuk menahan bagian tengah kain
pada saat proses pencelupan kain batik. Tongkat terbuat dari kayu dan
berbentuk batangan. Tongkat penahan kain diletakkan di dalam bak
setiap kali proses pewarnaan. Dengan adanya tongkat ini, bagian kain
yang dicelup akan tertahan di dalam cairan kimia (tidak mengambang
diatas air).
Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 4.1
(a) (b)
Gambar 4.1 Bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno (a) Bak Kayu (b) Tongkat penahan kain
Sumber: Perusahaan Batik “Brotoseno”, 2010.
2. Dimensi bak pencelup kain
Dimensi yang dimiliki oleh bak pencelup kain adalah sebagai berikut:
a. Bak Kayu
- Panjang bak kayu : 130 cm
- Lebar bak kayu : 55 cm
- Kedalaman bak kayu : 25 cm
- Tinggi bak kayu : 58 cm
b. Tongkat Penahan Kain
- Panjang tongkat : 122 cm
- Diameter tongkat : 3,5 cm
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-3
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2 Dimensi bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno (a) Bak tampak depan, (b) Bak tampak samping (c) Bak tampak atas Sumber: Perusahaan Batik “Brotoseno”, 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-4
3. Jenis cairan di dalam bak
Jenis cairan di dalam bak merupakan campuran zat kimia yang digunakan
untuk proses pewarnaan dan penguncian zat warna. Jenisnya yaitu:
a. Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan kain batik di Perusahaan Brotoseno memanfaatkan
warna-warna sintetis. Penggunaan zat-zat pewarna jenis ini ternyata
membuat proses produksi batik lebih cepat dan beraneka ragam.
Pada proses ini digunakan dua jenis pewarnaan, yaitu:
- Pewarna Idigosol/Radip
Jenis ini menggunakan zat kimia antara lain: Indigosol Yellow,
Indigosol Green IB , Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B ,
Indigosol Orange HR, Indigosol Grey IBL, Indigosol Brown IBR,
Indigosol Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R
Indigosol Violet IBBF.
- Naptol
Jenis ini menggunakan zat kimia antara lain: Naptol AS-G, Naptol
AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol AS.OL,
Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR.
Keduanya dilarutkan dengan air panas dengan komposisi tertentu.
b. Proses Penguncian Zat Warna
Pada proses ini digunakan campuran air dan larutan asam (HCl atau
H2SO4) dengan perbandingan komposisi campuran yaitu untuk 0,25 liter
air keras dicampur dengan 10 liter air. Campuran ini hanya digunakan
untuk penguncian warna setelah proses pewarnaan dengan menggunakan
pewarna jenis Indigosol/Radip. Sedangkan untuk Naptol-Garam, proses
penguncian warna menggunakan larutan Kaustik soda.
4. Prosedur penggunaan bak
Adapun prosedur penggunaan bak pencelup kain pada proses pencelupan
adalah sebagai berikut :
a. Proses pencelupan kain dilakukan oleh dua orang operator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-5
b. Operator mengambil kain yang telah direndam dalam air (kain basah).
c. Salah satu operator memegang salah satu ujung kain.
d. Operator lain menaruh tongkat penahan pada bagian tengah kain di dasar
bak, kemudian memegang ujung kain yang lain.
e. Kedua operator secara bergantian mencelupkan kain ke zat warna agar
semua bagian kain tercelup. Pencelupan dilakukan + 5–10 kali
pencelupan.
f. Setelah itu kain ditiriskan sebentar agar zat warna meresap pada kain.
4.1.2 Identifikasi Masalah Pada Proses Pencelupan Kain
Tahap identifikasi masalah pada proses pencelupan kain berguna untuk
mengetahui bagaimana postur kerja operator pada saat proses pencelupan kain
batik pada bak dan identifikasi keluhan, harapan serta kebutuhan operator. Tahap-
tahap lebih lengkap dapat dilihat pada bagian selanjutnya.
1. Postur Tubuh Operator Pada Proses Pencelupan Kain di Bak
Postur tubuh operator pada proses pencelupan kain dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Postur tubuh saat pencelupan kain
Postur tubuh saat pencelupan kain dilakukan dengan postur membungkuk.
Proses ini dilakukan secara berulang-ulang oleh dua orang operator, tiap
operator secara bergantian mencelupkan tiap ujung kain batik ke dalam bak.
Postur ini meyebabkan keluhan nyeri pada bagian leher, pundak, punggung,
pinggang, pergelangan dan jari-jari tangan. Postur tubuh saat pencelupan
kain dapat dilihat pada gambar 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-6
(a) (b)
Gambar 4.3 Posisi pencelupan kain di bak kayu pada stasiun pewarnaan (a) Pencelupan oleh operator ke-1 (b) Pencelupan oleh operator ke-2.
b. Postur tubuh operator saat membersihkan bak.
Postur tubuh operator saat membersihkan bak dilakukan sesudah proses
pencelupan. Kegiatan ini dilakukan dengan posisi berdiri dan tubuh bagian
atas membungkuk. Untuk membuang cairan didalam bak, operator harus
menggulingkan bak atau membuang cairan sedikit demi sedikit dengan
menggunakan gayung. Postur ini meyebabkan keluhan nyeri pada bagian
punggung, pundak, pergelangan tangan dan pinggang. Postur tubuh operator
saat membersihkan bak dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Postur tubuh operator saat membersihkan bak kayu
2. Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga operator, kuesioner Nordic
Body Map, dan analisis RULA. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-7
informasi secara langsung dari para pekerja mengenai keluhan ketidaknyamanan
yang dialami operator pada proses pencelupan kain di bak. Keluhan
ketidaknyamanan ini kemudian diidentifikasi menjadi kebutuhan operator.
Identifikasi ini bertujuan untuk mempermudah perancang dalam merancang alat
bantu yang sesuai dengan kebutuhan operator.
Hasil wawancara terhadap operator mengenai keluhan ketidaknyamanan
pada proses pencelupan kain dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Keluhan operator pada proses pencelupan
No Keluhan Operator Persentase
1. Nyeri pada bagian telapak tangan 100% 2. Nyeri pada bagian pundak 67% 3. Nyeri pada bagian pinggang 67% 4. Nyeri pada bagian leher 33% 5. Nyeri pada bagian pergelangan tangan 33% 6. Nyeri pada pinggul 33%
Selain itu wawancara juga dilakukan untuk mengetahui harapan operator
yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Tabel 4.2
menunjukkan beberapa pernyataan harapan pekerja mengenai fasilitas untuk
pencelupan kain batik.
Tabel 4.2 Harapan Operator
No Harapan Operator Persentase
1. Saya ingin sarana yang bisa mengurangi nyeri di telapak tangan atau mengurangi kontak langsung dengan zat kimia.
100%
2. Saya ingin sarana yang memungkinkan proses pencelupan dengan posisi yang nyaman (badan tidak perlu membungkuk).
100%
3. Saya ingin sarana yang mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan.
67%
4. Saya ingin proses pencelupan tetap bisa dilakukan walau hanya ada 1 orang pekerja. 100%
5 Saya ingin bak pencelup kain yang lebih baik dan tahan terhadap zat kimia.
67%
Dari keluhan dan harapan mereka dapat ditentukan kebutuhan dan
rancangan produk yang bisa dibuat. Tabel 4.3 menyatakan tentang keluhan,
harapan, dan kebutuhan operator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-8
Tabel 4.3 Keluhan, harapan dan kebutuhan operator
No Keluhan Harapan Kebutuhan
1.
Perih dan gatal pada telapak tangan karena harus kontak langsung dengan zat kimia
Sarana yang bisa mengurangi nyeri pada telapak tangan atau kontak langsung dengan zat kimia
Alat bantu yang bisa mengurangi keluhan pada telapak tangan
2.
Pegal pada punggung, pinggang, pundak dan leher karena posisi membungkuk saat proses pencelupan
Sarana yang memungkinkan proses pencelupan kain dengan posisi yang nyaman
Alat bantu yang memungkinkan proses pencelupan tanpa membungkuk
Sarana yang mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan kain
Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dengan posisi kerja yang lebih baik
3.
Proses pencelupan tidak dapat berjalan apabila hanya ada 1 orang operator.
Sarana yang dapat dioperasikan oleh 1 operator.
Alat bantu yang dapat dioperasikan hanya 1 orang operator tanpa mengurangi aktivitas pencelupan.
4.
Kondisi bak yang mulai rusak dan ukurannya tidak sesuai dengan panjang kain.
Bak pencelup kain yang lebih baik dan tahan terhadap zat kimia.
Perbaikan pada kondisi bak pencelup kain lama.
4.2 PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian-bagiannya, yaitu: Penentuan feature dan ide perancangan, penentuan
spesifikasi detail perancangan, perhitungan RULA pada hasil perancangan,
perhitungan beban yang ditanggung operator saat proses pencelupan dan
perhitungan biaya rancangan. Bagian-bagian pengolahan data ini dijelaskan secara
lebih detail pada bagian-bagian berikut ini.
4.2.1 Feature dan Ide Rancangan
Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan operator dan tujuan
perancangan, maka feature rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik
dapat dilihat pada tabel 4.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-9
Tabel 4.4 Feature rancangan alat bantu
No Kebutuhan Feature Alat
1.
Alat bantu yang bisa mengurangi keluhan/ ketidaknyamanan pada telapak tangan
· Alat bantu dilengkapi dengan komponen yang mampu mengantikan fungsi kedua tangan operator, sehingga dapat meminimalkan kontak langsung tangan operator dengan zat kimia saat proses pencelupan kain.
· Komponen ini yang akan mencelupkan kain ke cairan kimia dengan sistem pencelupan naik turun secara bergantian dari ujung ke ujung kain sehingga seluruh bagian kain akan tercelup ke zat warna.
2.
Alat bantu yang memungkinkan proses pencelupan tanpa membungkuk
· Alat bantu dioperasikan dengan sistem tarik ulur, sistem ini yang menyebabkan kain dapat tercelup di zat warna. Untuk itu alat dilengkapi dengan komponen berupa tongkat yang akan berfungsi sebagai kendali alat.
· Pengaturan panjang tarikan tongkat kendali disesuaikan dengan postur kerja dan antropometri tubuh operator, serta diatur agar seluruh bagian kain tetap dapat tercelup di zat kimia. Dengan ini diharapkan operator tidak perlu membungkukkan badan saat proses pencelupan.
3.
Alat bantu yang dapat dioperasikan hanya 1 orang operator tanpa mengurangi aktivitas pencelupan.
Rancangan alat bantu akan didesain sehingga dapat dioperasikan oleh satu operator. Peranan operator ke-2 akan digantikan dengan memanfaatkan mekanisme tarik ulur.
4.
Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dengan posisi kerja yang lebih baik
Alat dibuat dengan postur kerja berdiri dan dibuat dengan sistem manual dan sederhana, sehingga operator dapat mudah menggunakannya.
5. Perbaikan pada kondisi bak pencelup kain lama.
Usulan perbaikan pada beberapa bagian bak pencelup kain, namun masih tetap mempertahankan desain bak sebelumnya.
Berdasarkan feature rancangan yang telah dinyatakan diatas, dapat
dikembangkan ide-ide rancangan alat bantu. Ide yang dikembangkan diharapkan
mampu memenuhi kebutuhan,dan berdasarkan prinsip ergonomi agar operator
dapat menggunakan hasil rancangan dengan nyaman.
Tabel 4.5 menjabarkan ide yang dikembangkan dalam perancangan alat
bantu berdasarkan kebutuhan operator:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-10
Tabel 4.5 Ide rancangan alat bantu
No Feature Alat Ide Rancangan Alat Bantu
1.
Komponen yang dapat mengantikan fungsi kedua tangan operator saat proses pencelupan
· Komponen tersebut berupa 2 buah tongkat penyangga kain yang dipasang sejajar.
· Tongkat penyangga dilengkapi dengan penjepit untuk mencekam kain agar kain tidak jatuh saat dicelupkan.
· Kedua ujung kain akan dicelupkan secara bergantian, sehingga sistem kerja tongkat penyangga adalah bergerak naik turun secara bergantian (sama seperti sistem pencelupan sebelumnya).
2.
Komponen yang berfungsi untuk mengendalikan kerja alat
· Alat bantu dilengkapi dengan tongkat kendali di salah satu sisi alat bantu. Tongkat ini akan mengatur gerakan tongkat penyangga kain.
· Dengan adanya tongkat ini operator hanya perlu menarik atau mengulur tongkat penyangga saat proses pencelupan berlangsung.
· Posisi tongkat kendali didesain untuk posisi kerja operator berdiri, dan ukurannya akan disesuaikan dengan data antropometri operator, sehingga operator dapat nyaman saat menggunakannya.
3.
Rancangan alat bantu didesain hanya dikendalikan oleh satu orang operator
· Sistem kerja alat adalah menarik dan mengulur tongkat kendali ke atas dan kebawah.
· Tali diikat pada tongkat kendali dan dihubungkan melingkar pada kedua sisi alat bantu.
· Untuk memudahkan gerakan tongkat kendali digunakan pulley. Sehingga dalam mekanisme ini tidak diperlukan operator kedua.
4.
Pengoperasian alat dengan sistem manual dan sederhana.
· Pengoperasian alat dikendalikan sepenuhnya oleh operator. Operator hanya perlu menarik dan mengulur tongkat kendali kearah atas dan bawah.
· Sistem kerja alat adalah gerakan tarik ulur pada tongkat kendali, yang secara otomatis akan menyebabkan gerakan naik turun dari tongkat penyangga kain.
· Untuk mewujudkan ini maka digunakan pulley. Pulley untuk tali pada tongkat kendali, dipasang sejajar pada satu tiang dengan pulley untuk tali yang menghubungkan tongkat penyangga kain. Kedua pulley akan bergerak bersamaan saat operator mengoperasikan alat.
5. Tempat untuk meniriskan kain setelah dicelupkan
Alat bantu akan dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain setelah dicelupkan. Tempat meniriskan kain berupa tiang yang akan dipasang melintang pada rangka alat bantu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-11
Tabel 4.5 (Lanjutan) Ide rancangan alat bantu
No Feature Alat Ide Rancangan Alat Bantu
6. Usulan perbaikan pada bak pencelup awal
Perbaikan dilakukan dengan menyesuaikan ukuran bak dengan ukuran kain yang dicelupkan, tanpa merubah desain bak. Bagian dalam bak akan diberi pelapis yang tahan terhadap zat kimia untuk melindungi rangka kayu. Bak juga akan dilengkapi saluran pembuangan air yang berfungsi untuk mengalirkan cairan saat bak dibersihkan.
Untuk lebih jelasnya gambaran feature dan ide rancangan alat bantu dapat
dilihat pada sketsa gambar berikut:
Gambar 4.5 Sketsa feature rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-12
Gambar 4.6 Sketsa usulan pada bak pencelup kain batik
4.2.2 Data Antropomentri Pekerja
Pengukuran data antropometri dilakukan kepada 3 orang operator di
Stasiun Pewarnaan. Data anthropometri yang dipakai adalah tinggi badan tegak
yang digunakan untuk menentukan tinggi operator yang digunakan untuk
menentukan perhitungan RULA setelah perancangan. Tinggi bahu berdiri,
panjang lengan atas, panjang lengan bawah, dan pangkal telapak tangan ke
pangkal jari yang akan digunakan untuk menentukan jangkauan tangan operator.
Serta diameter genggaman tangan yang digunakan untuk menetukan ukuran
tongkat kendali. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Data Anthropometri Operator
1 2 31 Tinggi badan tegak Tbt 164 168 172
2 Tinggi bahu berdiri Tbb 136 139 144
3 Panjang lengan atas Pla 27 30 32
4 Panjang lengan bawah Plb 25 26 27
5 Pangkal telapak tangan ke pangkal jari Pttpj 10 10 11
6 Diameter genggaman tangan Dgt 4,5 4 4,5
No Data yang diukur Simbol Operator (dalam cm)
Berdasarkan data diatas akan dihitung jangkauan tangan operator
berdasarkan posisi yang paling nyaman saat operator menjangkau ke atas maupun
ke bawah, sedangkan diameter genggaman tangan menggunakan ukuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-13
sebenarnya. Contoh perhitungan manual untuk mentukan jangkauan tangan
operator dengan tinggi 164 cm dapat dilihat pada gambar 4.7 dan perhitungan
berikut:
Gambar 4.7 Postur tubuh operator saat menjangkau ke atas dan ke bawah
a. Jangkauan tangan keatas (Jta)
Jangkauan tangan keatas (Jta) = tb + ( Pla x sin θ ) + ( ( Plb+Pttpj ) x sin θ )
= 136 + (27 x sin 15) + ((25+10) x sin 48)
= 169 cm
b. Jangkauan tangan kebawah (Jtb) = tb - ( Pla x cos θ ) - (( Plb+Pttpj ) x cos θ )
= 136 - (27 x cos 19) - ((25+10) x cos 29)
= 74, 63 cm » 75 cm
Adapun rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri dapat dilihat pada
tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.7 Rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri
1 2 31 Jangkauan tangan ke atas Jta 169 175 194
2 Jangkauan tangan ke bawah Jtb 74 79 82
3 Diameter genggaman tangan Dgt 4,5 4 4,5
No Data yang diukur Simbol Operator (dalam cm)
Data antropometri ini yang akan digunakan sebagai dasar perancangan alat
bantu pada bak pencelup kain batik. Pemilihan data yang dipergunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-14
pengukuran alat mempertimbangkan karakteristik dan keterbatasan operator. Hal
ini dimaksudkan agar operator dapat nyaman saat mengoperasikan alat.
4.2.3 Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
Dalam penentuan spesifikasi detail perancangan ditentukan detail desain
rancangan, spesifikasi geometri rancangan dan penentuan material rancangan alat
bantu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian berikut ini.
A. Detail Desain
Tahap ini diawali dengan proses mendetailkan ide. Detail ide pembuatan
alat bantu pencelupan kain batik mengacu pada ide-ide yang telah muncul. Hasil
dari detail ide tersebut adalah:
1. Dibuat alat bantu pencelup kain batik yang rangkanya terpisah dari bak
pencelupnya. Alat bantu dapat dibongkar pasang untuk mempermudah saat
membawa dan memindahkan alat.
2. Alat bantu dioperasikan secara manual oleh satu orang operator. Sistem
pencelupan adalah mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke
ujung kain (sama dengan sistem sebelumnya) sampai seluruh bagian kain
tercelup.
3. Alat bantu dilengkapi dengan dua buah tongkat penyangga kain yang
berfungsi untuk mencelupkan kain ke cairan kimia. Ukuran tongkat
disesuaikan dengan lebar kain terbesar, dan tinggi tongkat saat bergerak
naik akan disesuaikan dengan panjang kain. Dengan ini seluruh bagian
kain dapat tercelup di cairan kimia.
4. Tongkat penyangga kain akan dilengkapi dengan penjepit kain agar kain
tidak jatuh saat dicelupkan. Posisi penjepit dapat digeser sesuai dengan
lebar kain yang dicelupkan. Dengan adanya tongkat ini, operator tidak
perlu mencelupkan tangan ke dalam bak saat proses pencelupan. Saat
proses pencelupan, kedua tongkat akan bergerak naik turun secara
bergantian, sehingga kain dicelupkan dari ujung ke ujung kain.
5. Alat dioperasikan dengan cara menarik dan mengulur tongkat kendali.
Tongkat kendali ditempatkan di sisi depan rangka alat bantu. Ukuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-15
diameternya disesuaikan dengan ukuran genggaman tangan operator,
dengan ini diharapkan operator dapat nyaman saat menggunakannya.
Panjang tarikan tongkat disesuaikan dengan panjang jangkauan tangan
operator dari atas ke bawah dengan posisi berdiri tegak, tanpa harus
menundukkan badan. Untuk mengembalikan tali keposisi semula
digunakan pemberat. Pemberat dipasang pada tali yang dihubungkan
dengan tongkat kendali di kedua sisi alat bantu.
6. Tali akan diikat secara melingkar pada tongkat kendali kemudian tali
dihubungkan dengan menggunakan pulley pada kedua sisi alat bantu
(masing-masing sisi mengunakan enam buah pulley).
7. Gerakan menarik dan mengulur tongkat kendali akan mempengaruhi
gerakan tongkat penyangga kain. Untuk itu pulley yang digunakan untuk
tali pada tongkat kendali, dipasang sejajar dengan pulley yang
menghubungkan tongkat penyangga kain. Kedua pulley akan bergerak
bersamaan saat proses tarik-ulur. Sehingga saat tongkat kendali ditarik dan
diulur, tongkat penyangga kain juga akan ikut bergerak naik turun.
8. Karena keterbatasan panjang tarikan operator (panjang tarikan operator
lebih pendek daripada ukuran tinggi tongkat penyangga kain saat bergerak
naik), maka pulley pada penyangga kain menggunakan pulley dengan
ukuran yang lebih besar dari pada pulley pada tongkat kendali. Dengan ini
diharapkan saat proses pencelupan seluruh bagian kain tetap dapat
tercelup, dan operator juga tidak perlu membungkukkan badan.
9. Agar tali yang diikat di tongkat kendali senantiasa tegang, maka digunakan
lembaran karet. Karet diikat pada tali dibawah tongkat kendali.
10. Untuk tempat meniriskan kain setelah dicelupkan, tiang jemuran dipasang
pada badan rangka, dan diatur posisinya tepat diatas bak pencelup kain
agar tetesan-tetasan cairan kimia dapat jatuh kedalam bak.
Berdasarkan detail desain rancangan maka komponen-komponen
penyusun dari alat bantu pencelup kain batik antara lain yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-16
Tabel 4.8 Komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik
No Komponen Fungsi
1. Rangka Utama Sebagai penyangga utama dari keseluruhan komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik. Rangka utama dapat dibongkar pasang untuk mempermudah memindahkan alat bantu.
2. Tongkat kendali Sebagai kendali utama untuk mengoperasikan alat bantu. Tongkat kendali berhubungan langsung dengan operator. Tongkat ini dioperasikan operator dengan cara menarik dan mengulur tongkat, sehingga secara otomatis tongkat penyangga kain juga akan bergerak naik dan turun secara bergantian.
3. Tongkat penyangga kain
Sebagai tempat mengaitkan kedua ujung kain saat dicelupkan ke zat kimia (menggantikan fungsi tangan operator). Alat bantu membutuhkan dua buah tongkat penyangga.
4. Penjepit kain Untuk menjepit atau mencekam kain pada tongkat penyangga kain agar kain tidak jatuh saat dicelupkan.
5. Pulley Sebagai penghubung dan penerus gaya putar pada mekanisme sistem tarik ulur obyek dengan menggunakan tali didalam pengoperasian alat bantu. Alat ini membutuhkan 16 buah pulley.
6. Bearing Membantu memperingan putaran pulley. Untuk setiap pulley digunakan dua buah bearing.
7. Polypropylene rope
Penghubung antara antara kedua tongkat penyangga kain.
8. Pemberat Mengembalikan tongkat keposisi semula setelah ditarik operator.Berat pemberat didesain lebih berat dari pada tongkat kendali.
9. Karet Menjaga agar tali yang diikat pada tongkat kendali posisinya senantiasa stabil (tidak kendor).
9. Tiang tirisan kain Tempat meniriskan kain setelah dicelupkan ke zat kimia.
B. Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan
1. Penentuan Dimensi Rancangan Alat Bantu
Berdasarkan detail desain yang telah ditentukan maka diperlukan data-
data anthropometri yang sesuai untuk tahap perancangan. Data-data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-17
anthropometri yang digunakan yaitu :
a. Jangkauan tangan ke atas (Jta)
Jangkauan tangan ke atas diperlukan untuk mendapatkan ukuran
tinggi maksimal jangkauan tangan operator saat mengulur tongkat
kendali pada posisi berdiri, dan merupakan tinggi normal tongkat
kendali dari tanah saat tidak ditarik. Jangkauan tangan ke atas didapat
dari tinggi bahu operator ditambah dengan panjang lengan atas,
panjang lengan bawah, dan panjang pangkal telapak tangan sampai
dengan pangkal jari setelah dikali sudut yang terbentuk. Ukuran yang
dipergunakan adalah jangkauan operator terpendek. Dengan ini
diharapkan seluruh operator dengan ukuran tubuh pendek maupun
tinggi tetap nyaman saat mengoperasikan alat (tinggi maksimal
tongkat saat diulur atau kondisi normal tidak terlalu tinggi).
b. Jangkauan tangan ke bawah (Jtb)
Jangkauan tangan ke bawah diperlukan untuk mendapatkan ukuran
tinggi maksimal jangkauan tangan operator saat menarik tongkat
kendali pada posisi berdiri tegak. Jangkauan tangan ke atas didapat
dari tinggi bahu operator dikurangi dengan panjang lengan atas,
panjang lengan bawah, dan panjang pangkal telapak tangan sampai
dengan pangkal jari setelah dikali sudut yang terbentuk.Ukuran yang
dipergunakan adalah jangkauan tangan operator tertinggi. Dengan ini
diharapkan seluruh operator tidak perlu membungkukkan badan saat
proses pencelupan kain.
Dari ukuran jangkauan tangan keatas dan jangkauan tangan kebawah
akan dihitung selisih antara jta operator terpendek dan jtb operator
tertinggi untuk mendapatkan panjang lintasan maksimal tarikan operator.
Dengan ini diharapkan postur tubuh operator tidak perlu membungkuk saat
mengoperasikan alat.
c. Diameter genggaman tangan (Dgt)
Diameter genggaman tangan diperlukan untuk mengetahui ukuran
diameter tongkat kendali. Dengan ini diharapkan operator dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-18
nyaman saat menggunakannya. Ukuran yang digunakan adalah
diameter genggaman tangan normal.
Dengan tetap mempertimbangkan dimensi bak pencelup kain, ukuran
kain dan data antropometri operator ditentukan dimensi pada perancangan
alat bantu. Komponen alat bantu yang dimensinya berdasarkan data
antropometri operator adalah tongkat kendali operator dan panjang
maksimal tarikan tongkat.
Dimensi-dimensi yang digunakan pada alat bantu pada bak pencelup
kain batik meliputi:
a. Tinggi rangka alat bantu
Penentuan tinggi rangka alat bantu disesuaikan dengan panjang kain
dan tinggi dasar bak pencelup. Panjang kain maksimalnya 2,75 m,
dan saat proses pencelupan kain dapat dilipat menjadi 2 sehingga
panjangnya 1,375 m atau 138 cm. Tinggi dasar bak dari lantai 33 cm
dan kedalaman bak 30 cm. Diameter pulley yang digunakan adalah 15
cm dan jari-jari tongkat penyangga kain Dan diperhitungkan
pemberian allowance agar tongkat penyangga kain tidak membentur
pulley. Maka dapat ditentukan perhitungan tinggi rangka alat bantu
sebagai berikut:
Tinggi rangka (Tr) = Tdb + Pk + R tongkat + d pulley + allowance
= 33 + 138 + 2,8 + 15 + 11 cm
= 199,8 cm » 2 m
Keterangan:
Tr = Tinggi rangka alat bantu
Tdb = Tinggi dasar bak dari lantai
Pk = Panjang kain
Rtongkat = Jari-jari tongkat penyangga kain
d pulley = Diameter pulley
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-19
b. Panjang rangka alat bantu
Penentuan panjang rangka ditentukan oleh lebar bak pencelup
ditambah allowance supaya saat bak ditempatkan, badan bak tidak
membentur dalam rangka alat bantu. Maka dapat ditentukan
perhitungan tinggi rangka alat bantu sebagai berikut:
Panjang rangka (Pr) = Lb + allowance
= 140 + 20
= 160 cm » 1,60 m
Keterangan:
Pr = Panjang rangka
Lb = Lebar bak pencelup
c. Lebar rangka alat bantu
Penentuan lebar rangka ditentukan dengan mempertimbangakan
ukuran diameter pulley dan jarak antar pulley. Maka lebar rangka alat
bantu ditentukan sepanjang 100 cm atau 1 m.
d. Tongkat penyangga kain
Penentuan dimensi tongkat penyangga kain ditentukan dengan lebar
kain terbesar ditambah allowance sebagai tempat untuk mengikatkan
tali. Ukurannya juga lebih pendek daripada ukuran dalam bak agar
tidak membentur sisi bak saat kain dicelupkan.
Panjang tongkat penyangga kain ( Ptpk ) = Lk + allowance
= 115 + 20
= 135 cm » 1,4 m
Keterangan:
Ptpk = Panjang tongkat penyangga kain
L k = Lebar kain
Diameter tongkat yaitu 2 cm. Tinggi tongkat maksimal dari dasar bak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-20
saat proses pencelupan adalah 138 cm atau 1,38 m.
e. Tongkat kendali operator
Penentuan dimensi tongkat penyangga kain ditentukan dengan
panjang rangka alat bantu ditambah allowance. Pemberian allowance
dimaksudkan agar badan tongkat kendali ukurannya menjadi lebih
panjang daripada badang rangka, sehingga tongkat tidak
bergelantungan kedalam rangka (badan tongkat akan terhalang badan
rangka ketika tongkat diulur).
Panjang tongkat kendali operator ( Ptko ) = Pr + allowance
= 160 + 20
= 180 cm » 1,80 m
Keterangan:
Ptko = Panjang tongkat kendali operator
Pr = Panjang rangka
Diameter tongkat berdasarkan diameter genggaman tangan operator,
agar operator nyaman saat memegangnya yaitu 4,5 cm atau 0,045 m.
Tinggi tongkat normal atau tinggi maksimal tongkat saat diulur
berdasarkan jangkauan tangan keatas operator terpendek yaitu 169 cm
atau 1,69 m.
Panjang tarikan tongkat merupakan selisih antara ukuran jangkauan
tangan keatas operator terpendek dan jangkauan tangan kebawah
operator tetinggi. Selisih ini merupakan panjang maksimal tongkat
dapat ditarik-ulur oleh operator.
Panjang tarikan tongkat kendali ( Pttk ) = Jta (op) – Jtb (ot)
= 169 - 82
= 87 cm » 0,87 m
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-21
Keterangan:
Pttk = Panjang tarikan tongkat kendali
Jta (op) = Jangkauan tangan keatas operator terpendek
Jtb (ot) = Jangkauan tangan kebawah operator tertinggi
f. Ukuran tali
Tali yang digunakan menggunakan polypropylene rope dengan
diameter 6 mm. Jenis tali ini dipilih karena polypropylene rope ukuran
6mm memiliki kekuatan putus minimum 5.00 KN, dan beban aman
(safety factor 12) tali sebesar 0,417 KN atau 41,7 kg. Dengan berat
tali sebesar 0,02 Kg/m (Engineering Toolbox, 2010).
g. Ukuran pulley
Alat bantu menggunkan 16 buah pulley. Duabelas buah pulley
berukuran diameter 7,5 cm digunakan untuk tali yang berfungsi untuk
mengerakkan tongkat kendali operator, sedangkan empat buah pulley
berukuran diameter 15 cm digunakan untuk untuk tali yang berfungsi
menghubungkan antara kedua tongkat penyangga kain.
h. Bearing
Bearing yang digunakan berukuran diameter dalam 1,7 cm dan
diameter luar berukuran 3,5 cm.
i. Poros pulley
Ukuran poros pulley disesuaikan dengan ukuran diameter dalam
bearing dan pully yang digunakan.
j. Tiang tirisan
Penentuan panjang tiang tirisan kain berdasarkan panjang rangka yaitu
165 cm dengan diametr 1 inci atau 2,75 cm.
k. Alas bawah alat bantu
Alas bawah alat bantu terbuat dari balok kayu berukuran 14 x 120 cm.
Rekapitulasi ukuran alat bantu pada bak pencelup kain batik dapat
dilihat pada tabel 4.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-22
Tabel 4.9 Rekapitulasi ukuran alat bantu pencelup kain batik
No Komponen Alat Bantu Ukuran
1. Rangka Utama Panjang 160 cm
Lebar 100 cm
Tinggi 200 cm
2. Tongkat Penyangga Kain Panjang 130 cm
Diameter 2 cm
3. Tongkat kendali operator Panjang 180 cm
Diameter 4,5 cm
4 Polypropylene rope Diameter 6 mm
5 Pulley Diameter Pulley A 15 cm
Diameter Pulley B 7,5 cm
6 Poros pulley Diameter 22 mm
7 Bearing Diameter dalam 1,75 cm
Diameter luar 3,5 cm
8 Karet Panjang 20 cm
Lebar 5 cm
9 Tiang Tirisan Panjang 165 cm
Diameter 2,75 cm
l. Usulan pada bak pencelup kain batik
Usulan perbaikan pada bak pencelup kain batik yaitu perubahan
ukuran pada beberapa bagian bak. penambahan pelapis yang tahan
terhadap bahan kimia di bagian dalam bak kayu, dan pemberian
saluran untuk mengalirkan cairan saat bak dibersihkan.
Perubahan ukuran dilakukan pada panjang dan lebar bak. Ukuran
panjang bak diubah menjadi 140 cm, kedalaman 30 cm, dan lebarnya
menjadi 70 cm. Ukuran tongkat penahan kain juga disesuaiakan
dengan panjang bak yaitu 135 cm dan diameternya disesuaikan
dengan diameter gengaman tangan operator yaitu 4,5 cm. Sedangkan
desain dan material bak masih mempertahankan desain dan material
yang lama.
Penambahan pelapis pada bagian dalam bak kayu dimaksudkan untuk
memberikan lapisan pelindung pada bak. Alternatif material yang
digunakan adalah kaca dan stainless steel. Kedua material ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-23
material yang tahan terhadap korosi dan zat kimia. Kaca merupakan
material yang dipilih karena sifatnya yang tembus pandang dan
permukaan yang halus sehingga mudah dibersihkan, cukup kuat,
harganya cukup murah, tahan terhadap zat/reaksi kimia dan tegangan
termal, dan kedap air. Stainless steel merupakan logam yang tahan
terhadap korosi dan zat kimia karena mengandung lapisan film oksida
Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi
(Ferum), namun untuk melapisi bagian dalam bak material ini harus
dilas, dan akan menghilangkan lapisan kromium ini. Maka kaca
merupakan material yang dipilih untuk melapisi bagian dalam bak.
Dengan ini diharapkan bak dapat lebih tahan lama. Sedangkan
penambahan saluran pembuangan air pada bak dimaksudkan untuk
mempermudah saat proses membersihkan/menguras bak.
Gambar usulan perbaikan dapat dilihat pada gambar 4.8.
(a)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-24
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.8 Usulan perbaikan pada ukuran dan pelapis bak (a) Posisi keseluruhan bak pencelup kain (b) bak pencelup kain tampak depan (c) bak pencelup kain tampak atas (d) bak pencelup kain tampak samping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-25
2. Gambar desain rancangan
Bagian ini menunjukkan desain hasil rancangan alat bantu pada bak
pencelup kain batik. Desain secara lebih jelas ditunjukkanpada gambar 4.9
sampai dengan gambar 4.15.
Gambar 4.9 Desain rancangan alat bantu pencelup kain batik
Gambar 4.10 Desain rancangan alat bantu tampak depan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-26
Gambar 4.11 Desain rancangan alat bantu tampak samping
Gambar 4.12 Desain rancangan alat bantu tampak atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-27
Gambar 4.13 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi normal)
Gambar 4.14 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi tarikan maksimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-28
Gambar 4.15 Detail komponen alat bantu pada bak pencelup kain
Prosedur penggunaan alat bantu pada bak pencelup kain batik adalah
sebagai berikut:
1. Operator mengambil kain yang telah direndam dalam air (kain basah).
2. Operator mengaitkan salah satu ujung kain ke penjepit di tongkat
penyangga kain 1.
3. Bagian tengah kain (yang ada didalam bak) ditahan dengan menggunakan
tongkat penahan yang ada didalam bak.
4. Ujung kain yang lain dikaitkan pada penjepit di tongkat penyangga kain 2.
5. Operator menarik dan mengulur tongkat kendali agar tongkat penyangga
kain bergerak naik turun secara bergantian.
6. Setelah kain selesai dicelupkan, kain dilepas dari tongkat penyangga kain,
kemudian ditiriskan pada tiang tirisan.
7. Setelah kain selesai ditiriskan, dapat dilanjutkan ke proses berikutnya.
C. Penentuan Material Rancangan
Alat bantu pada bak pencelup kain tersusun oleh komponen-komponen
penyusun. Komponen-komponen penyusun tersebut dapat dilihat dalam diagram
bill of materials pada gambar 4.16 di bawah ini.
Pemberat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-29
Gambar 4.16 Bill Of Materials
Dari gambar bill of materials diatas, dapat dijelaskan material yang
digunakan untuk masing-masing komponen penyusun produknya yaitu:
1. Rangka utama
Rangka utama tersusun dari tiga material utama yaitu besi pipa berukuran
diameter 2 inci dan 1 inci, besi as, plat besi, mur baut dan balok kayu. Besi
pipa yang digunakan adalah besi pipa yang berukuran 2 inci. Balok kayu
digunakan untuk alas rangka utama. Kayu yang dipilih adalah jenis kayu
bangkirai ukuran 14x14. Material kayu dipilih sebagai alas rangka dengan
pertimbangan stasiun pewarnaan merupakan area yang lembab, dan bagian
lantai basah. Besi plat digunakan untuk bagian sambungan rangka.
2. Penyangga kain
Tongkat penyangga kain merupakan bagian yang paling sering terkena zat
kimia untuk itu dipilih material yang terbuat dari pipa stainless steel 3.14
berukuran 1 inci. Penyangga kain akan dilengkapi dengan penjepit kain.
Penjepit kain terbuat dari stainless steel.
3. Tongkat kendali
Tongkat kendali terbuat dari kayu. Jenis kayu yang dipilih adalah kayu
meranti.
4. Beban
Beban digunakan untuk mengendalikan ketinggian tongkat kendali. Untuk
perancangan digunakan beban dengan berat 1 kg.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-30
5. Tali
Tali yang digunakan adalah polypropylene rope berukuran diameter 6 mm.
Tali ini yang akan menghubungkan tongkat kendali dengan pemberat dan
penghubung antara kedua tongkat penyangga kain.
6. Pulley
Pulley yang digunakan dalam perancangan adalah pulley nilon. Alat bantu
membutuhkan 10 buah pulley, yaitu 12 buah pulley berdimeter 7,5 cm dan
4 buah pulley berdiameter 15 cm.
7. Bearing
Bearing yang digunakan adalah bearing baja 6202 berukuran diameter
dalam 1,75 cm dan diameter luar 3,5 cm.
8. Karet
Karet yang digunakan adalah karet mentah berbentuk lembaran berukuran
panjang 20 cm, lebar 5 cm dan tebal 3 mm.
9. Pengait
Pengait terbuat dari besi. Komponen ini yang akan menghubungkan tali
dengan karet.
10. Tiang tirisan
Tiang tirisan juga merupakan bagian yang sering terkena zat kimia. Untuk
itu dipilih material yang terbuat dari stainless steel berukuran diameter 1
inci.
4.2.4 Perhitungan Beban Yang Ditanggung Operator
Gambar 4.17 Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-31
Gaya yang terjadi pada alat bantu yaitu gaya pada tangan operator, gaya
pada batang kayu, gaya pada kain, dan gaya pada tongkat stainless steel, dengan
asumsi gaya gesek belum diperhitungkan. Dimana F pada pulley adalah 0, dan
karena ukuran pulley untuk kain besarnya 2 kali ukuan pulley untuk kendali
operator maka besarnya gaya pada pulley kain 2 kali pulley kendali operator.
Gaya-gaya yang terjadi dapat dirumus:
Σ M o = 0
( F tangan + F batang )R 1 – ( F kain + F stainless steel ) R 2 = 0
( F tangan + F batang )R 1 – 2( F kain + F stainless steel ) = 0
Asumsi : gaya gesek belum diperhitungkan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram bebas pada gambar 6.18.
Gambar 4.18 Diagram benda bebas pulley
Dimana:
Batang ρ = 0,6 gr/cm3
V = 2.862,78 cm3
m batang = ρ . V
= 0,6 gr/cm3 . 2.862,78 cm3
= 1717,67 gr = 1,71 kg
Stainless steel ρ = 8 gr/cm3
V = 98,02 cm3
m ss = ρ . V
= 8 gr/cm3 . 98,02 cm3
= 784,16 gr = 0,78 kg
m kain = 2 kg
Gravitasi (g) = 9,81 m/ s2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-32
Jadi dapat dihitung gaya tiap-tiap bagian yaitu:
F = W
F = m.g
3. F kain = m kain . g kain
= 2 kg . 9,81 m/ s2
= 19,62 N
4. F batang = m batang . g batang
= 1,71 kg . 9,81 m/ s2
= 16,78 N
5. F ss = m ss . g ss
= 0,78 kg . 9,81 m/ s2
= 7,65 N
Jadi besarnya gaya pada tangan operator adalah
Σ F pulley = 0
( F tangan + F batang ) – 2 ( F kain + F stainless steel ) = 0
( F tangan + 16,78 ) – 2 (19,62 + 7,65 ) = 0
( F tangan + 16,78 ) – 54,54 = 0
F tangan – 37,76 = 0
F tangan = 37,76 N
Jadi besarnya beban pada tangan operator adalah:
F = m.g
F tangan operator = m . g
37,76 N = m . 9,81 m/ s2
m = 85,39,81
76,37= kg
4.2.5 Perhitungan RULA Pada Hasil Perancangan
Desain rancangan apabila diterapkan untuk proses mencelupkan kain
dengan menggunakan alat bantu pencelup pada bak pencelup kain ditunjukkan
pada gambar 4.19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-33
1. Posisi tubuh saat posisi awal pengoperasian alat bantu
Postur dibawah ini merupakan postur tubuh yang diharapkan pada saat
posisi awal proses pencelupan menggunakan alat bantu pencelup kain.
Tinggi tongkat kendali disesuaikan dengan jangkauan tangan operator.
Dengan ini operator akan memegang tongkat kendali dengan posisi berdiri
dan postur tubuh tegak. Berdasarkan hal tersebut akan dipilih operator
yang akan dijadikan dasar penilaian RULA, untuk itu dibandingkan postur
tubuh operator untuk operator tertinggi dan terpendek. Perbandingan
postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar 4.19.
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :164 cm (Operator
paling rendah) 3. Tinggi bahu : 136 cm 4. Panjang upper arm : 27 cm 5. Panjang lower arm : 25 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal
jari : 10 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4 cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm
(a)
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm (Operator
paling tinggi) 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal
jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4,4 cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm
(b) Gambar 4.19 Perbandingan posisi awal pengoperasian alat untuk operator
tertinggi dan terendah. (a) Operator terendah, (b) Operator tertinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-34
Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada
penerapan desain rancangan sebagai dasar perhitungan RULA.
Perhitungannya dapat dilihat pada gambar 4.20.
(a) (b)
Gambar 4.20 Perbandingan perhitungan sudut postur kerja pada posisi awal pengoperasian alat. (a) Postur operator terpendek,
(b) Postur operator tertinggi.
Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh.
Adapun penilaian RULA untuk operator terpendek dapat dilihat pada tabel
4.10.
Tabel 4.10 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator terpendek. Penilaian Skor
Pergerakan lengan atas 4 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan
nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-35
Gambar 4.21 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek
Hasil perhitungan skor RULA untuk operator terpendek menunjukkan
bahwa skor akhir yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya
bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong
aman.
Sedangkan penilaian RULA untuk operator tertinggi dapat dilihat pada
tabel 4.11.
Tabel 4.11 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator tertinggi. Penilaian Skor
Pergerakan lengan atas 4 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan
nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.22.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-36
Gambar 4.22 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tertinggi
Hasil perhitungan skor RULA untuk operator terpendek menunjukkan
bahwa skor akhir yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya
bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong
aman.
Hasil skor akhir RULA untuk operator tertinggi dan terpendek ternyata
tidak jauh berbeda, yaitu 3 (kecil) atau diperlukan tindakan beberapa
waktu kedepan. Namun karena sebagian besar sudut-sudut yang terbentuk
dari postur kerja pada operator tertinggi dan terendah ternyata lebih besar
pada operator tertinggi, maka operator dengan ukuran tubuh tertinggi
dipilih sebagai dasar perhitungan RULA selanjutnya.
2. Postur tubuh operator saat menarik tongkat kendali
Postur dibawah ini merupakan postur tubuh yang diharapkan pada saat
operator saat menarik tongkat kendali. Operator akan menarik tongkat
kendali sesuai dengan jangkauan tangan operator dan kebutuhan
pencelupan. Postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar 4.23.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-37
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal
jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4,4cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm
Gambar 4.23 Posisi pengoperasian alat saat menarik tongkat kendali
Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada
penerapan desain rancangan sebagai dasar perhitungan RULA.
Perhitungan sudut dapat dilihat pada gambar 4.24.
Gambar 4.24 Perhitungan sudut postur kerja pada saat menarik tongkat kendali
Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh.
Adapun penilaian RULA pada proses ini dapat dilihat pada tabel 4.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-38
Tabel 4.12 Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat menarik tongkat kendali Penilaian Skor
Pergerakan lengan atas 2 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan
nilai RULA. Dimana beban yang ditanggung operator saat menarik
tongkat kendali adalah 3,85 kg. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.25.
Gambar 4.25 RULA Scoring untuk postur tubuh saat menarik tongkat kendali
Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir
yang didapat adalah 6 atau sedang. Artinya bahwa postur kerja operator
pada penerapan desain rancangan tergolong aman.
3. Posisi operator saat mengulur tongkat kendali
Posisi dibawah ini merupakan posisi tubuh yang diharapkan pada saat
operator saat mengulur tongkat kendali. Operator akan mengulur tongkat
kendali ke posisi semula (pada posisi awal tongkat kendali) atau sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-39
kebutuhan pencelupan. Postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar
4.26.
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal
jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan: 4,4cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm
Gambar 4.26 Posisi pengoperasian alat saat mengulur tongkat kendali
Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada
penerapan desain rancangan sebagai dasar perhitungan RULA.
Perhitungan sudut dapat dilihat pada gambar 4.27
Gambar 4.27 Perhitungan sudut postur kerja pada saat mengulur tongkat kendali
Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh.
Adapun penilaian RULA pada proses ini dapat dilihat pada tabel 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-40
Tabel 4.13 Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat mengulur tongkat kendali Penilaian Skor
Pergerakan lengan atas 2 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 2 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan
nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.28.
Lengan Atas (4)
Kaki (1)
Punggung (1)
Leher (2)
Putaran Pergelangan Tangan (1)
Pergelangan Tangan (1)
Lengan Bawah (1)
3 01
012
3
4
3
A
B
+
+ +
=
Postur Skor A
Postur Skor B
Skor OtotSkor
BebanSkor A
Skor B
Skor Total
Skor OtotSkor
Beban
+
=
Gambar 4.28 RULA Scoring untuk postur tubuh saat mengulur tongkat kendali
Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir
yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya bahwa postur kerja
operator pada penerapan desain rancangan tergolong aman.
4.2.6 Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
Setelah dilakukan tahapan-tahapan di atas, maka selanjutnya dilakukan
proses pembuatan prototipe dari alat bantu hasil rancangan. Prototipe dibuat untuk
mewujudkan hasil rancangan menjadi nyata, dan untuk mengetahui apakah hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-41
rancangan dapat diaplikasikan atau tidak. Prototipe alat bantu dibuat dalam bentuk
miniatur dengan perbandingan 1:3 dari dimensi sesungguhnya. Miniatur alat bantu
proses pencelupan zat warna dan penguncian warna ditunjukkan pada gambar
4.29. Sedangkan gambar 4.30 menunjukkan hasil miniatur usulan bak pencelup
kain.
Gambar 4.29 Miniatur Rancangan Alat Bantu
Gambar 4.30 Miniatur Usulan Bak Pencelup Kain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IV-42
4.2.7 Estimasi Biaya Rancangan
Biaya rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik merupakan biaya
yang dibutuhkan untuk membeli material yang dibutuhkan untuk memproduksi
alat dan biaya tenaga kerja yang digunakan. Estimasi iaya pembuatan alat bantu
pada bak pencelup kain batik dijelaskan pada tabel 4.14.
Tabel 4.14 Estimasi Biaya Rancangan
No Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan Harga Satuan
(Rp) Biaya (Rp)
1. Besi Pipa Ø 1,5 inci
P: 6 m 24 m Lonjor 150.000 600.000
2. Besi Pipa Ø 1 inci P: 6 m
1,65 m Lonjor 140.000 140.000
3. Besi As Ø 1,75 mm
P: 6 m 1 m Lonjor 10.000 10.000
4. Stainless Steel 3.14
Ø 2 cm 4,4 m Lonjor 500.000 500.000
5. Pulley nilon r: 15 cm 4 Buah 50.000 200.000 6. Pulley nilon r: 7,5 cm 12 Buah 12.000 144.000 7. Bearing Dd: 1,75 cm 32 Buah 16.000 512.000 8. Kayu 140 x 140 mm 2 Lonjor 25.000 50.000 9. Mur-Baut 6 Buah 1000 6.000
10. Penjepit Stainless Steel
4 Buah 125.000 500.000
11. Karet P: 20 cm, L: 5 cm, t: 3 mm
2 Lembar 10.000 20.000
12. Pemberat 2 Buah 10.000 20.000
13. Tali polypropylene
4 Gulung 10.000 40.000
13. Biaya tenaga kerja
3 orang 3 Hari 210.000 630.000
14. Biaya Ide 400.000
15. Biaya transportasi
120.000
Total Biaya 3.892.000
Jadi biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit alat bantu pada bak
pencelup kain batik yang sesuai dengan rancangan yaitu sebesar Rp 3.892.000,00.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-1
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini akan dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian yang
telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis mencakup analisis
terhadap rancangan alat bantu, analisis perhitungan beban yang ditanggung
operator, analisis terhadap postur kerja, serta analisis biaya. Analisis dan
interpretasi hasil tersebut akan diuraikan dalam sub bab di bawah ini.
5.1. Analisis Rancangan Alat Bantu
Rancangan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian
warna merupakan usaha memperbaiki kondisi kerja pada proses lama. Alat ini
dirancang untuk membantu proses pencelupan pada bak pencelup kain yang telah
ada. Analisis rancangan alat bantu meliputi:
5.2.1 Detail Rancangan Alat Bantu
Rancangan alat bantu pada proses pencelupan pada zat warna dan
penguncian warna, sudah mampu memenuhi kebutuhan perancangan yang
diinterpretasikan dari keluhan dan harapan operator. Kebutuhan akan komponen
yang mampu mengurangi interaksi tangan dengan zat kimia, dipenuhi dengan
memberikan komponen berupa tongkat penyangga kain yang dilengkapi dengan
penjepit, untuk mencekam kain saat dicelupkan. Desain tongkat kendali operator
yang berfungsi untuk mengoperasikan alat, sudah dirancang sesuai dengan
dimensi antropometri operator, sehingga operator dapat melakukan aktivitas
pencelupan zat warna dan penguncian warna dengan posisi yang lebih nyaman
dari sebelumnya (tanpa harus membungkukkan badan).
Penggunaan mekanisme tarik ulur dengan memanfaatkan pemberat dan
pulley, mewujudkan sarana yang dapat dioperasikan oleh satu orang operator. Alat
ini dioperasikan dengan sistem manual, menjawab kebutuhan alat yang mudah
digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan kain.
Perubahan kondisi kerja yang diharapkan setelah menggunakan alat bantu
dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-2
Tabel 5.1 Perbandingan kondisi kerja awal dan setelah perancangan
Kondisi Awal Kondisi Setelah
Perancangan Analisa
· Pada kondisi awal proses pencelupan harus dilakukan oleh 2 orang operator. Proses ini dilakukan dengan postur tubuh berdiri dengan punggung membungkuk. Operator juga harus berinteraksi langsung dengan zat kimia.
· Pada kondisi setelah perancangan, proses pencelupan dilakukan dengan menggunakan bantuan alat bantu. Alat bantu didesain dapat dioperasikan oleh satu orang operator. Interaksi langsung dengan zat kimia juga diminimalkan dengan adanya tongkat penyangga kain. Operator juga tidak perlu membungkukkan badan saat proses berlangsung, karena alat dioperasikan dengan cara ditarik dan diulur.
5.2.2 Spesifikasi Geometri Alat Bantu
Spesifikasi geometri alat bantu meliputi keseluruhan dimensi yang
digunakan pada rancangan alat bantu. Dimensi anthropometri yang digunakan
sebagai pertimbangan untuk merancang alat bantu ada penelitian ini adalah tinggi
badan, tinggi bahu berdiri, panjang lengan atas, panjang lengan bawah, pangkal
telapak tangan ke pangkal jari dan diameter genggaman tangan. Data tersebut
digunakan untuk menentukan dimensi tongkat kendali operator dan pertimbangan
ukuran pulley yang digunakan. Sedangkan dimensi alat bantu yang lain
dipertimbangkan dari dimensi bak pencelup kain dan ukuran kain yang
digunakan.
Panjang tali yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan secara pasti, hal ini
disebabkan karena mempertimbangkan proses penyetingan tali untuk
mewujudkan sistem sesuai dengan sistem kerja pada rancangan alat bantu. Tali
pada tongkat penyangga kain dibuat fleksibel panjangnya menyesuaikan dengan
ukuran panjang kain. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara
penggulungan pada tali, menambah klem pada tongkat kendali, atau dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-3
mengatur posisi pulley, sehingga dapat menyesuaikan dengan ukuran panjang kain
yang akan dicelupkan.
Ukuran diameter genggaman tongkat kendali operator disesuaikan dengan
diameter genggaman tangan. Sedangkan posisi ketinggian maksimal tongkat dan
panjang maksimal tarikan tongkat, perlu mempertimbangkan panjang jangkuan
tangan operator keatas dan kebawah. Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.7
dipilih nilai jangkauan tangan operator ke atas adalah 169 cm. Nilai ini didapatkan
dari jangkauan tangan operator terpendek, tujuannya agar operator dengan tinggi
badan terpendek tetap nyaman saat menjangkau tongkat pada posisi normal.
Sedangkan nilai jangkauan tangan ke bawah didapatkan dari jangkauan tangan
operator tertinggi, tujuannya agar operator dengan tinggi badan tetinggi tidak
perlu membungkuk saat menarik tongkat sampai tarikan maksimal. Dengan ini,
diharapkan operator dapat lebih nyaman saat mengoperasikan alat.
Panjang maksimal tarikan operator adalah 87 cm, sedangkan ukuran
panjang kain yang harus dicelupkan adalah 138 cm. Berdasarkan hal tersebut,
agar seluruh kain dapat dicelupkan dengan satu kali tarikan, maka alat bantu
menggunakan 2 ukuran pulley dengan perbandingan ukuran 2:1 yaitu pulley
dengan diameter 7,5 cm dan 15 cm.
5.2.3 Material Perancangan
Tongkat penyangga kain dan penjepit adalah komponen yang akan
berinteraksi langsung dengan zat kimia. Maka material yang dipilih untuk
komponen tersebut adalah stainless steel. Stainless steel dipilih karena stainless
steel merupakan baja tahan karat yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium
untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat
diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida
ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum) (berdasarkan Wikipedia, 2010).
Pada desain perancangan, tongkat kendali operator terbuat dari kayu
meranti, hal ini mempertimbangkan harga material yang paling murah diantara
alternatif material lain. Terdapat alternatif lain yang dapat digunakan untuk
material tongkat kendali yaitu besi pipa alumunium dengan ukuran disesuaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-4
desain rancangan. Keunggulan besi pipa yaitu besi pipa memiliki berat yang lebih
ringan dari pada kayu, sehingga beban yang ditanggung operator saat
mengoperasikan alat menjadi lebih ringan, namun harganya lebih mahal.
Sedangkan tali yang digunakan adalah polypropylene rope dengan
diameter 6mm. Ukuran ini merupakan ukuran tali polypropylene paling kecil yang
tersedia di pasaran, selain itu tali polypropylene memiliki beberapa keungulan
yaitu tahan terhadap zat kimia, juga cukup ringan dan mampu menahan beban
sampai 41,7 kg.
5.2.4 Usulan Bak Pencelup Kain
Pada penelitian ini bak pencelup kain hanya berfungsi sebagai tempat
penampungan cairan kimia untuk proses pewarnaan. Sedangkan proses
pencelupan sendiri sistemnya sama dengan sistem sebelumnya, yaitu dikendalikan
oleh operator tetapi dengan bantuan alat bantu. Maka usulan perbaikan pada bak
pencelup kain hanya meliputi memperbesar panjang dan lebar bak, memberi
pelapis pada dinding bak dan saluran pembuangan air, tanpa merubah desain bak
yang sudah ada.
Perubahan ukuran panjang dan lebar bak, disebabkan karena
menyesuaikan dengan ukuran kain yang ada (maksimal ukuran kain 1,15 m).
Dengan ini diharapkan proses pencelupan dapat lebih mudah. Karena keseluruhan
rangka bak terbuat dari kayu dan terus-menerus terkena cairan kimia, maka akan
memperbesar kemungkinan bak cepat rusak dan lapuk. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka pemberian lapisan kaca pada dinding bak
diharapkan mampu melindungi rangka bak dari zat kimia. Penambahan saluran
pembuangan air akan mempermudah aktivitas membersihkan/menguras bak,
dengan ini diharapkan resiko terkena cairan kimia dan cedera otot dapat
diminimalkan. Dengan ini kebutuhan akan bak yang lebih baik dan tahan terhadap
zat kimia sudah terpenuhi.
5.2.5 Prototipe Rancangan Alat Bantu
Dalam proses pembuatan prototipe rancangan, alat bantu diwujudkan
dalam bentuk miniatur dengan skala 1:3 dari ukuran sebenarnya. Karena ukuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-5
miniatur lebih kecil dari ukuran alat sebenarnya, maka spesifikasi alat yang dibuat
tidak dapat menyerupai spesifikasi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena
produk yang dibuat mempertimbangkan segi proporsional ukuran, serta
mengupayakankan agar sistem kerja alat tetap dapat berjalan sesuai dengan sistem
kerja rancangan. Hal inilah yang memungkinkan adanya perubahan dalam produk
apabila dibandingkan dengan rancangan yang dibuat.
Perbedaan desain miniatur yang dibuat dengan rancangan ditunjukkan
pada gambar 5.1 berikut ini.
(a) (b)
Gambar 5.1 Perbedaan antara Rancangan dan Miniatur Alat Bantu. (a) Hasil Rancangan Alat Bantu (b) Hasil Miniatur Alat Bantu
Beberapa perubahan yang terjadi pada miniatur alat bantu antara lain pada
sistem pemasangan tali penghubung tongkat kendali dan pemberat pada kedua sisi
alat bantu, dan pemberian stopper pada tongkat kendali operator. Berikut ini
perubahan pada setiap bagian tersebut:
1. Sistem pemasangan tali penghubung tongkat kendali
Pada desain rancangan alat bantu, sistem pemasangan tali penghubung
tongkat kendali dan pemberat dibuat melingkar dengan bantuan 6 buah pulley
ukuran 7,5 cm di kedua sisi alat bantu. Sedangkan pada miniatur hanya
menggunakan 4 buah pulley berskala 1:3 dari ukuran sebenarnya, dan tali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-6
tidak dipasang secara melingkar pada masing-masing sisi alat bantu (tali pada
bagian bawah dihilangkan). Karena tali pada tiap sisi tidak dipasang secara
continue, maka karet yang berfungsi sebagai tensioner (penegang agar tali
tidak kendur) juga dihilangkan.
Perubahan ini disebabkan karena terjadi kesulitan penyetingan tali pada
miniatur untuk mewujudkan sistem kerja alat sesuai dengan sistem kerja yang
diinginkan pada perancangan. Karena ukuran miniatur jauh lebih kecil dari
ukuran sebenarnya, apabila tali dipasang sesuai dengan desain rancangan,
sistem kerja tidak dapat berjalan sesuai dengan sistem kerja awal, hal ini tentu
tidak memenuhi spesifikasi kerja alat yang diinginkan.
Penghilangan tensioner pada miniatur berakibat tali tidak bisa stabil sehingga
terkadang terjadi slip baik pada tali penghubung tongkat kendali maupun
pada tongkat penyangga kain, untuk mengatasi ini maka ketika tongkat
kendali ditarik posisi tongkat kendali operator harus benar-benar seimbang.
2. Stopper (penahan) pada tongkat kendali operator
Perubahan pada sistem pemasangan tali juga berdampak pada stopper tongkat
kendali operator. Pada desain rancangan, stopper tongkat kendali operator
memanfaatkan pemberat. Karena sistem tali dipasangang secara continue,
maka ketika alat dalam posisi normal, posisi tongkat dikendalikan oleh
pemberat. Pemberat akan ditahan oleh pulley pada bagian bawah alat bantu,
sehingga tongkat kendali dapat berada pada posisi sesuai desain rancangan.
Sedangkan pada miniatur, karena 2 buah pulley pada bagian bawah
dihilangkan, maka tidak ada yang menahan pemberat posisi normal, hal ini
mengakibatkan posisi ketinggian tongkat tidak berada pada ketinggian yang
ditentukan pada rancangan. Untuk mengatasi ini maka pada bagian rangka
alat bantu diberi tambahan stopper berupa besi berbentuk siku untuk menahan
tongkat kendali pada posisi semula. Posisi stopper diletakkan pada posisi
tengah ketinggian alat bantu, atau pada ketinggian 100 cm. Bentuk stopper
pada miniatur dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-7
Gambar 5.2 Stopper tongkat kendali pada miniatur alat bantu.
Karena alat bantu hanya diwujudkan dalam bentuk miniatur, maka
perubahan yang terjadi pada miniatur alat hanya merupakan solusi agar alat tetap
dapat berjalan sesuai dengan sistem kerja yang ada pada rancangan alat bantu.
Apabila alat diaplikasikan pada bentuk prototipe pada ukuran sebenarnya, perlu
dilakukan penelitian apakah perubahan-perubahan ini perlu dilakukan atau tidak.
5.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Alat Bantu
Hasil rancangan alat tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada
beberapa kelebihan yang dimiliki produk hasil rancangan, yaitu:
1. Nyaman saat dipakai,
Desain rancangan alat bantu disesuaikan dengan dimensi tubuh operator,
khususnya pada ukuran dan posisi tongkat kendali operator, sehingga
operator merasa nyaman saat mengoperasikan alat. Dimensi alat bantu juga
disesuaikan dengan ukuran dimensi bak pencelup kain, dan ukuran kain.
2. Mengurangi resiko nyeri pada pemakai,
Alat ini dilengkapi komponen berupa tongkat penyangga kain. Dengan
adanya komponen ini, operator tidak perlu mencelupkan tangan ke zat kimia
saat proses berlangsung. Desain alat juga dibuat untuk memperbaiki postur
kerja sebelumnya. Postur kerja membungkuk dengan tingkat resiko tinggi dan
dianggap berbahaya bagi operator dihilangkan, dan digantikan dengan postur
yang memiliki tingkat resiko yang lebih kecil dan tidak menimbulkan resiko
cedera otot bagi operator.
Stopper tongkat kendali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-8
3. Dapat dioperasikan oleh satu orang operator,
Desain alat bantu akan dibuat sehingga dapat dioperasikan oleh satu operator.
Peranan operator ke-2 akan digantikan dengan memanfaatkan mekanisme
tarik ulur dengan bantuan pulley dan pemberat. Dengan ini diharapkan sistem
dapat berjalan secara paralel, dan proses pencelupan pada zat warna maupun
penguncian warna dapat tetap berjalan walaupun hanya ada 1 orang operator
yang hadir.
4. Dibuat dari material yang kuat,
Pemilihan bahan sudah mempertimbangkan faktor beban baik dari kain
maupun tiap-tiap komponen. Pemilihan material juga sudah
mempertimbangkan penggunaan material yang tahan korosi, karena sistem
pencelupan menggunakan cairan kimia.
5. Mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan sebelumnya,
Pengoperasian rancangan alat bantu dilakukan secara manual oleh operator,
sistem pencelupan sama dengan sistem pencelupan awal, namun dengan
postur kerja yang lebih baik, meminimumkan interaksi tangan dengan zat
kimia, dan dapat dilakukan oleh satu orang operator.
6. Dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain,
Alat bantu sudah dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain setelah
dicelupkan. Posisinya sudah disesuaikan dengan panjang kain, posisi bak
pencelup kain dan jangkuan tangan operator.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki hasil rancangan, yaitu:
1. Sistem pemasangan (set up) tali.
Pemasangan tali baik untuk menghubungkan tongkat kendali maupun pada
tongkat penyangga kain harus benar-benar tepat dan seimbang pada kedua
sisi tiap komponen. Tali yang menghubungkan tongat kendali tidak boleh
kendur (harus selalu stabil). Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka alat bantu
tidak akan dapat dioperasikan, tali juga akan slip atau tidak seimbang pada
kedua sisinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-9
5.2. Analisis Beban yang Ditanggung Operator
Beban yang ditanggung operator merupakan perhitungan beban yang akan
ditanggung oleh operator pada saat mengoperasikan alat bantu. Perhitungan beban
dicari dengan mempertimbangkan interaksi gaya yang terjadi antara alat bantu dan
operator. Gaya-gaya tersebut adalah gaya pada tangan operator, gaya pada batang
kayu, gaya pada kain dan gaya pada tongkat stainless steel. Untuk perhitungan ini,
diasumsikan gaya gesek yang terjadi pada alat bantu belum diperhitungkan. Hal
ini dikarenakan tidak dapat dipastikan tipe dan jenis material bearing, pulley, serta
tali yang digunakan, kehalusan permukaan bearing dan pulley, ketegangan pada
pemasangan tali, dan kemungkinan terjadinya slip pada tali dengan
mempertimbangkan koefisien gesek kinetik yang terjadi, sebagai dasar untuk
menghitung seberapa besar gaya gesek yang terjadi pada alat bantu.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada subbab 4.2.4
didapatkan besarnya beban yang ditanggung operator saat menarik tongkat
kendali adalah 3,85 kg. Nilai ini didapatkan dari penjumlahan antara gaya-gaya
searah (Ftangan dan Fbatang) dikurangi dengan gaya-gaya berlawanan (Fkain dan
Fstainless steel). Karena gaya gesek belum diperhitungkan, maka besarnya beban tentu
lebih ringan dari beban sebenarnya. Hal ini tidak menjadi masalah, karena untuk
perhitungan dengan menggunakan metode RULA, nilai range pembebanan
dengan skor 2 (pembebanan statis atau berulang) nilai pembebannya antara 2-10
kg. Maka apabila terjadi penambahan beban akibat gaya gesek yang terjadi,
nilainya masih dalam range tersebut (< dari 10 kg). Oleh karena itu, berdasarkan
perhitungan RULA beban 3,85 kg digolongkan cukup ringan, sehingga dapat
disimpulkan beban yang ditimbulkan dari penggunaan alat masih layak atau masih
dalam batas kemampuan operator.
5.3. Analisis Perbandingan Postur Kerja
Postur kerja pada hasil perancangan digunakan untuk memodelkan postur
kerja yang diharapkan saat mengoperasikan alat bantu. Tujuannya adalah untuk
membandingkan postur kerja sebelum menggunakan alat bantu dan setelah
menggunakan alat bantu, pada proses pencelupan zat warna dan penguncian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-10
warna. Proses pembandingannya dimulai dengan membuat gambar model
operator dengan software ManneQuin.
Gambar model disesuaikan dengan ukuran dimensi tubuh operator, baik
operator tertinggi dan terendah, yang kemudian dilakukan perhitungan sudut dan
penilaian terhadap gambar tersebut dengan menggunakan metode RULA.
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi postur kerja setelah
perancangan yang diilustrasikan melalui gambar ini, masih berpotensi
menimbulkan cidera musculoskeletal.
Postur kerja yang diambil pada postur kerja awal adalah postur kerja saat
mencelupkan kain ke bak, sedangkan postur kerja pada pengoperasian alat bantu
adalah postur kerja saat menarik dan mengulur tongkat kendali. Hasil penilaian
RULA pada postur kerja sebelum dan sesudah perancangan dapat dilihat dalam
tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2 Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah perancangan Awal Setelah Perancangan
Gerakan Level
Tindakan Level
Resiko Tindakan Gerakan
Level Tindakan
Level Resiko
Tindakan
Mencelupkan kain ke bak
7 Tinggi Tindakan sekarang
juga
Menarik tongkat kendali
6 Sedang
Tindakan dalam waktu dekat
Mengulur tongkat kendali
3 Kecil
Diperlukan beberapa
waktu kedepan
Berdasarkan tabel 5.2, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan level resiko
berdasarkan hasil penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur
kerja sesudah perancangan, dibandingkan dengan postur kerja awal. Untuk postur
kerja saat mencelupkan kain (sebelum menggunakan alat bantu) memiliki skor 7
dengan level resiko tinggi. Sedangkan untuk postur kerja setelah menggunakan
alat bantu, proses pencelupan kain dibagi menjadi dua posisi, yaitu posisi ke-1
pada saat menarik tongkat kendali memiliki skor 6 dengan level resiko sedang,
dan posisi ke-2 pada saat mengulur tongkat kendali memiliki skor 3 dengan level
resiko kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-11
Penurunan level resiko ini terjadi karena terjadinya perubahan postur kerja
operator sebelum dan sesudah perancangan. Rancangan alat bantu membuat
operator tidak perlu menundukkan badan pada saat proses pencelupan zat warna
dan penguncian warna. Hal ini dipengaruhi oleh dimensi alat bantu, khususnya
pada tinggi maksimal dan panjang tarikan maksimal tongkat kendali yang sudah
disesuaikan dengan dimensi tubuh operator. Sikap kerja operator yang semula
berdiri dengan punggung membungkuk > 600 dan leher ekstensi, berubah menjadi
berdiri tegak dengan leher fleksi < 200. Posisi lengan atas saat menarik tongkat
yang semula fleksi > 450 berubah menjadi < 450, lengan bawah dan pergelangan
tangan tidak keluar dari sisi tubuh dengan sudut < 900.
Dari keseluruhan penilaian setelah perancangan dapat diperoleh hasil
bahwa postur tubuh operator saat menggunakan alat bantu pada proses pencelupan
zat warna dan penguncian warna memiliki level resiko yang kecil terhadap cidera
musculoskeletal dibandingkan dengan postur kerja awal. Hal ini disebabkan oleh
desain alat bantu yang lebih ergonomis sehingga memungkinkan operator dapat
bekerja dengan postur tubuh yang baik.
5.4. Analisis Biaya
Estimasi biaya merupakan perkiraan besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk membuat alat bantu pada proses pencelupan dan penguncian warna. Biaya
perancangan tersebut terdiri dari biaya material dan biaya non material. Biaya
material merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang
digunakan untuk pembuatan alat bantu.
Pada proses pembuatan produk rancangan, biaya yang dikeluarkan berbeda
dengan estimasi sebelumnya. Total estimasi biaya untuk biaya meterial sebesar
Rp 2.742.000,00, mengalami peningkatan menjadi Rp 2.835.000,00 untuk total
biaya material pembuatan produk dalam ukuran sebenarnya. Sedangkan total
biaya non material yang semula sebesar Rp 1.150.000,00 mengalami peningkatan
menjadi Rp 1.270.000,00. Perubahan ini terjadi karena terjadi kenaikan harga
material dan biaya tenaga kerja, kenaikan harga dapat dilihat pada tabel 5.3
berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-12
Tabel 5.3 Biaya Pembuatan Produk
No Bahan Ukuran Kebutuhan Satuan Harga Satuan
(Rp) Biaya (Rp)
1. Besi Pipa Ø 1,5 inci
P: 6 m 24 m Lonjor 150.000 600.000
2. Besi Pipa Ø 1 inci P: 6 m
1,65 m Lonjor 140.000 140.000
3. Besi As Ø 1,75 mm
P: 6 m 1 m Lonjor 50.000 50.000
4. Stainless Steel 3.14
Ø 2 cm 4,4 m Lonjor 500.000 500.000
5. Pulley nilon r: 15 cm 4 Buah 50.000 200.000
6. Pulley nilon r: 7,5 cm 12 Buah 12.000 144.000
7. Bearing Dd: 1,75 cm 32 Buah 16.000 512.000
8. Kayu 140 x 140 mm 2 Lonjor 25.000 50.000
9. Mur-Baut 6 Buah 1500 9.000
10. Penjepit Stainless Steel
4 Buah 125.000 500.000
11. Karet P: 20 cm, L: 5 cm, t: 3 mm
2 Lembar 10.000 20.000
12. Pemberat 2 Buah 15.000 30.000
13. Tali polypropylene 4 Gulung 10.000 40.000
13. Biaya tenaga kerja 3 orang 5 Hari 150.000 750.000
14. Biaya Ide 400.000
15. Biaya transportasi
120.000
Total Biaya 4.105.000
Dengan demikian besarnya biaya keseluruhan yang diperlukan dalam pembuatan
produk alat bantu yang semula Rp 3.892.000,00 meningkat menjadi Rp
4.105.000,00. Karena biaya yang diinvestasikan untuk pembuatan alat bantu cukup
besar, maka dengan mempertimbangkan omset penjualan setiap bulan dapat
diperhitungkan payback periode untuk biaya investasi pembuatan alat bantu adalah
sebagai berikut.
Berdasarkan informasi dari pihak perusahaan, setiap bulan perusahaan
dapat menjual rata-rata 190 lembar kain batik tulis dengan harga Rp 500.000,00
(diasumsikan dengan patokan harga jual paling murah untuk batik tulis), dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
V-13
keuntungan sebesar Rp 100.000,00 per kain batik. Maka total keuntungan per bulan
sebesar Rp 1.900.000,00. Jadi, untuk mendapatkan payback periode investasi untuk
biaya pembuatan alat bantu yaitu dengan membagi total biaya investasi dengan
total keuntungan perbulan (diasumsikan seluruh keuntungan diinvestasikan untuk
pembuatan alat bantu), maka didapatkan lamanya waktu payback periode investasi
selama 2,5 bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:
1. Penelitian ini telah menghasilkan alat bantu pada proses pencelupan zat warna
dan penguncian warna yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi
interaksi dengan zat kimia pada pemakainya.
2. Alat bantu yang dihasilkan memiliki rangka alat bantu terpisah dari bak
pencelup kain, sistem pencelupan bergantian dari ujung ke ujung kain,
dilengkapi oleh komponen yang dapat mengantikan fungsi kedua tangan
operator saat proses pencelupan, dan dioperasikan dengan cara manual oleh
satu orang operator dengan total biaya pembuatan sebesar Rp 4.105.000,00,00.
3. Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur kerja
setelah menggunakan alat bantu, terjadi penurunan level resiko dibandingkan
sebelum menggunakan alat bantu. Penurunan level resiko tersebut adalah
postur pencelupan tanpa alat bantu (postur awal) memiliki level tinggi.
Sedangkan saat mengoperasikan alat, postur kerja dibagi menjadi dua yaitu
pada postur kerja saat menarik alat bantu memiliki level resiko sedang dan
saat mengulur alat bantu memiliki level resiko kecil.
6.2. SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut:
1. Desain perancangan dapat dikembangkan untuk perbaikan pada fungsi
sistem pengaturan tali untuk mempermudah proses set up alat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VI-2
2. Desain dapat dikembangkan lebih sederhana dengan pembebanan yang
lebih ringan.
3. Penelitian dapat dilanjutkan untuk pembuatan alat dalam ukuran
sebenarnya, sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dalam usaha
penyempurnaan sistem yang sudah dirancang.
Top Related