PERAN GURU AGAMA DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT HASAN LANGGULUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
ISTI NURHALIMAH
NIM: 23010-15-0241
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2019
i
ii
PERAN GURU AGAMA DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT HASAN LANGGULUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
ISTI NURHALIMAH
NIM: 23010-15-0241
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2019
iii
iv
v
MOTTO
“Yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik, dan
rekreasi yang paling indah adalah mengajar.
Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan
melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya, namun hadirkanlah
gambaran bahwa diantara satu dari mereka kelak akan menarik
tangan kita menuju surga”
K.H. Maimoen Zubair
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam,
berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Seluruh keluarga di rumah khususnya orang tua tercinta Ayahanda
Warsito Suharman dan Ibunda Mulyati yang telah membantu penulis
dari segi materil, motivasi dan do‟anya. Mencurahkan segala kasih
sayangnya terhadap penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepada Kakak ku Abdul Rahman dan Kakak Iparku Murni Hidayati
serta Adik-adik keponakan ku Muhammad Khoirul Anam dan Tsany
Ammar El-Hamam, yang telah memberikan semangat, do‟a dan
motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3. Kepada seseorang yang sangat istimewa setelah Ayah dan Ibunda
yaitu Lutfi Khakim, yang telah memberikan semangat, do‟a dan
motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Kepada Bapak Mufiq, S.Ag, M. Phil, Selaku dosen pembimbing
materi dan teknik penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu,
tenaga, perhatian, dan kemudahan dalam memberikan bimbingan dan
arahan yang sangat berharga bagi penulis.
5. Kepada teman-teman PPL SMA N 1 Tuntang yang turut menemani
perjalanan penulis dalam menimba ilmu di IAIN Salatiga dan telah
memberi semangat, motivasi sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
vii
6. Kepada teman-teman KKN yang turut memberi semangat, motivasi,
dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Kepada teman-teman Kos Mbah Ribut yang sudah membantu,
memotivasi, dan memberi semangat setiap saat kepada penulis selama
penulis menempuh studi di IAIN Salatiga dan saat mengerjakan
skripsi.
8. Kepada semua teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2015 yang
tidak saya sebut satu persatu, terutama kelas G, “Spescial Thanks to”
Nurul Fadilah, Indriyani Yuliastuti,Villy Indriyani, Lia Fatonatul
Fajar, Ilma Fatmalia, Hanif Aniko Rois, Danang Eko, Ahmad Izudin,
Edi Suryanto , Rosyid, Alfi Ridho. Kalian adalah “Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa.”
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam,
berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. besert keluarga, sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam
di seluruh alam.
Sebelumnya penulis mengucapkan Jazakumullah Khairan Katsiran
kepada kedua orang tua tercinta, dengan curahan cinta dan kasih sayangnya,
kerja kerasnya, serta do‟a yang selalu dipanjatkan, telah mengantar penulis
menyelesaikan pendidikan S1 di IAIN Salatiga, semoga Allah selalu
menjaga serta memberikan rahmat, nikmat beserta karunia-Nya kepada
mereka.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini,
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag, selaku Rektor IAIN
Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Asdiqoh, M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
ix
x
ABSTRAK
Nurhalimah, Isti. 2019. Peran Guru Agama dalam Praktek Pendidikan
Islam Menurut Hasan Langgulung. Skripsi, Salatiga: Program studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag, M.
Phil.
Kata Kunci: Peran, Guru, Agama, Pendidikan Islam, Hasan
Langgulung.
Latar belakang dari penelitian ini adalah (1) bagaimana prespektif
Hasan Langgulung tentang pendidikan Islam? (2) bagaimana prespektif
Hasan Langgulung tentang peran guru agama dalam praktek pendidikan
Islam? (3) dan relevansikah pemikiran Hasan Langgulung tentang peran
guru dalam praktek pendidikan Islam pada era sekarang? Tujuan yang akan
dicapai dalam Penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui bagaimana
prespektif Hasan Langgulung tentang pendidikan Islam, (2) mengetahui
bagaimana prespektif Hasan Langgulung tentang peran guru agama dalam
praktek pendidikan Islam, (3) dan mengetahui relevansi pemikiran Hasan
Langgulung tentang peran guru agama dalam praktek pendidikan Islam pada
era sekarang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau dengan kata
lain disebut library research yaitu, serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, memahami dan
mencatat serta mengolah bahan penelitian sehingga diperoleh informasi
yang jelas mengenai peran guru agama dalam praktek pendidikan Islam
menurut Hasan Langgulung. Metode penelitian ini adalah kualitatif dan
penelitian ini mengambil objek dalam buku-buku karya Hasan Langgulung.
Penelitian ini juga menggunakan beberapa metode analisis data, yaitu
metode deskriptif, metode content analysis, dan metode interpretatif.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam. (2) menurut Hasan Langgulung peran
guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Tetapi juga sebagai
motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. (3) pemikiran Hasan
Langgulung masih relevan dengan pendidikan saat ini khususnya
pendidikan Islam. Karena dalam kurikulum 2013 dijelaskan bahwa
pendidikan tidaklah hanya mengembangkan potensi intelektual atau kognitif
saja namun juga mengembangkan potensi afektif dan psikomotorik peserta
didik. Mengingat juga bahwa menurut Hasan Langgulung peran guru tidak
hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja namun juga sebagai motivator
dan fasilitator dalam pembelajaran dan juga tujuan pendidikan dari Hasan
Langgulung bahwa generasi muda yang harus mampu melaksanakan
perintah-perintah Allah, generasi muda mampu bermasyarakat, generasi
muda yang mampu berfikir ilmiah maka pemikiran Hasan Langgulung
masih relevansi dengan pendidikan saat ini khususnya pendidikan Islam.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN BERLOGO ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
E. Kajian Pustaka ................................................................................. 6
F. Metode Penelitian ........................................................................... 10
xii
G. Penegasan Istilah ............................................................................ 15
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 17
BAB II BIOGRAFI TOKOH
A. Riwayat Hidup Hasan Langgulung ................................................. 19
B. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung ......................................... 20
C. Karir Hasan Langgulung ................................................................ 21
D. Karya-Karya Hasan Langgulung .................................................... 22
E. Corak Pemikiran Hasan Langgulung .............................................. 24
BAB III LANDASAN TEORI
A. Definisi Pendidikan Islam .............................................................. 26
B. Tujuan Pendidikan Islam ................................................................ 30
C. Filsafat Pendidikan Islam ............................................................... 32
D. Asas-Asas Pendidikan Islam .......................................................... 33
E. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam ............................................ 35
F. Realisasi Pendidikan Islam ............................................................. 39
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran Guru Agama Menurut Hasan Langgulung .......................... 42
B. Relevansi Pemikiran Hasan Langgulung Tentang Peran Guru Dalam
Pendidikan Islam Pada Era Sekarag .............................................. 63
xiii
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN .............................................................................. 67
B. SARAN ........................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan pilar peradaban bangsa yang artinya
pendidikan berperan penting dalam mencetak generasi-generasi bangsa
demi kemajuan hidupnya. Karena bangsa dan peradaban adalah produk
pendidikan, kegagalan suatu bangsa dan hancurnya peradaban adalah
kegagalan dunia pendidikan (Mulkan, 2002:78). Hal ini mengharuskan
suatu pendidikan memiliki tujuan yang tepat demi mencapai suatu kemajuan
yang diinginkan suatu bangsa. Tantangan tentang peningkatan mutu,
relevansi, dan efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata
dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah.
Selama ini fokus pendidikan seakan-akan hanya sebagai transfer ilmu
dimana nilai raport atau hasil ujian yang masyarakat lihat dari keberhasilan
yang diraih dalam pendidikan. Yang seharusnya pendidikan juga
mentransfer nilai-nilai luhur, akhlak mulia dan nilai-nilai kehidupan lainnya
serta menjaganya dari generasi ke generasi. Dalam hubungan inilah para
guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan dalam hal
mengajar.
2
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih
ilmu pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta
membangun karakter manusia secara keseluruhan agar dapat membentuk
Insan Kamil (Langgulung, 1988:88). Seorang guru menduduki tempat yang
tinggi dan suci, maka ia harus tahu kewajiban yang sesuai dengan posisinya
sebagai guru, ia haruslah seorang yang benar-benar zuhud. Ia mengajar
dengan maksud mencari keridhoan illahi, bukan karena mencari upah, gaji
atau uang balas jasa, artinya ia tidak menghendaki dengan mengajar itu
selain mencari keridhoan Allah dan menyebarkan ilmu pengetahuan.
Pemikiran Hasan Langgulung tentang insan kamil yaitu proses
perubahan kualitatif sehingga ia mendekati Allah dan menyerupai malaikat
(Langulung, 1985:405), karena manusia memiliki potensi yang harus
dikembangkan. Jadi, dalam pendidikan tugas dan peranan guru sangat
dibutuhkan agar potensi pada manusia dapat teraktualisasikan (Langgulung,
1988:88).
Guru berperan dalam membentuk dan membangun kepribadian anak
agar menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Peran guru
tidak dapat diganti oleh teknologi, sekalipun teknologi memberi nilai
tambah, kemudahan hidup dan proses pembelajaran. Akan tetapi, kualitas,
integritas, dan kredibilitas guru yang akan menentukan kualitas proses
pendidikan.
Guru merupakan pintu gerbang pembaharuan yang memiliki peranan
ganda, yaitu berperan menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi serta
3
berperan menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan banyak
pengalaman yang dimilikinya, kepada generasi muda dan masyarakat. Guru
berperan pula memberikan suri tauladan dan contoh yang baik melalui
perilaku dan tindakannya.
Dalam operasionalnya, mendidik merupakan proses mengajar,
memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain sebagainya (Nizar, 2005:43). Batasan ini memberi
arti bahwa tugas pendidik bukan sekedar mengajar sebagai mana pendapat
kebanyakan orang. Di samping itu, menurut Hasan Langgulung pendidik
juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar
mengajar (Langgulung, 1988:88), sehingga seluruh potensi peserta didik
dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis.
Hasan Langgulung adalah seorang ahli pendidikan dan psikologi, hal
ini nampak dilihat dari jenjang pendidikannya dan karya-karyanya terutama
pendidikan Islam. Kapasitasnya sebagai pemikir pendidikan Islam secara
akademik kemudian dikukuhkan tatkala ia memperoleh gelar profesor
dalam bidang pendidikan dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Melihat pandangan Hasan di atas tentang tugas guru sebagai motivator
dan fasilitator yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pada peserta
didik. Guru diharapkan mampu mengembangkan potensi anak didik dalam
mengembangkan kepribadian secara menyeluruh melalui latihan jiwa, akal,
perasaan dan hasrat manusia secara Islami.
4
Pendidikan terutama di Indonesia membutuhkan guru yang
menghayati tugasnya sebagai panggilan jiwa, pekerjaan disebut panggilan
jiwa bila pekerjaan itu mengembangkan orang lain kearah kesempurnaan.
Ini berarti guru harus mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk
berkembang menjadi sempurna baik dalam bidang pengetahuan umum
maupun pengetahuan agama (Langgulung, 1995:206-207).
Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar guru mempunyai
tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi
peserta didik dan tanggung jawab guru untuk membantu perkembangan
anak untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu di antara kemajuan zaman yaitu adanya pekerjaan yang
ditangani secara profesionalitas, sehingga pekerjaan itu dikerjakan secara
bersungguh-sungguh dan serius oleh orang yang memiliki profesi di bidang
tersebut. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan profesi, karena itu harus
dikerjakan sesuai dengan tuntutan profesionalitas.
Guru, sebagai salah satu profesi, yang melekat dalam konteks dunia
pendidikan, merupakan aspek yang selalu mewarnai khazanah
perkembangan sejarah bangsa. Guru diharapkan mengambil peran nyata
bagi perkembangan generasi bangsa. Dan tentunya, sebagaimana yang telah
kita saksikan dewasa ini peran guru sangat menentukan bagi pembentukan
karakteristik serta moralitas generasi bangsa ini.
Oleh karena itu, tuntutan terhadap gurupun semakin hari semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya pengaruh ilmu pengetahuan dan
5
teknologi diberbagai sendi kehidupan masyarakat. Maka, profesionalisme
guru, melibatkan banyak faktor yang terkait di dalamnya, mulai dari
kompetensi, kesejahteraan guru sampai kondisi sosial-budaya masyarakat
yang mendukung.
Berdasarkan dari masalah tersebut di atas, maka langkah pertama yang
dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan memperbaiki
kualitas tenaga pendidik terlebih dahulu. Yang akan penulis bahas dalam
skripsi dengan judul “Peran Guru Agama Dalam Praktek Pendidikan
Islam Menurut Hasan Langgulung”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan mefokuskan
masalah berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara
lain:
1. Bagaimana perspektif Hasan Langgulung tentang pendidikan Islam.
2. Bagaimana perspektif Hasan Langgulung tentang peran guru agama
dalam praktek pendidikan Islam.
3. Apa relevansi pemikiran Hasan Langgulung tentang peran guru agama
dalam praktek pendidikan Islam pada era sekarang.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui perspektif Hasan Langgulung tentang pendidikan
Islam
6
2. Untuk mengetahui perspektif Hasan Langgulung tentang peran guru
agama dalam praktek pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui relevansi pemikiran Hasan Langgulung tentang
peran guru agama dalam praktek pendidikan Islam pada era sekarang
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis dan praktis.
1. Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi dan dapat
diterapkan dalam pengembangan pendidikan Islam saat ini.
2. Secara praktis sebagai bahan pertimbangan calon guru Agama dalam
praktek pendidikan Islam.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka penting untuk mengetahui sejauh mana penelitian dan
kajian terhadap tema serupa yang dilakukan, serta untuk menentukan peta
konsep penelitian yang mendasarkan memberikan daya pembeda antara
penelitian satu dengan yang lainnya, hal ini ditujukan agar orisinalitas
penelitian dapat di pertanggung jawabkan dan terhindar dari unsur duplikat.
Sejauh pengamatan peneliti secara spesifik penelitian tentang (Peran Guru
Dalam Praktek Pendidikan Islam Menurut Hasan Langgulung) belum ada,
tetapi beberapa penelitian tentang pemikiran pendidikan Hasan Langgulung
penulis temukan, antara lain:
7
Skripsi yang berkaitan dengan pemikiran Hasan Langgulung:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Mahfudz Ali, Jurusan
Kependidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2007 dengan judul “Hakikat Manusia dan
Implikasinya terhadap Pendidikan Islam (Studi Pemikiran Al-Ghazali dan
Hasan Langgulung)” skripsi ini bertujuan mengkaji dua pemikiran tokoh
untuk menemukan makna yang sebenarnya terhadap hakikat manusia dan
implikasinya terhadap pendidikan Islam. Langkah-langkah yang diambil
dalam penelitian skripsi ini adalah: pertama, pengumpulan data, kedua,
pengelolaan dan analisis data, ketiga interpretasi hasil analisis, dan keempat
penyusunan laporan. Hasil penelitiannya mengambarkan bahwa keterkaitan
antar hakikat manusia dan pendidikan adalah dimana manusia mempunyai
peran ganda, disatu sisi sebagai subyek dan disisi lain sebagai obyek dalam
pendidikan. Akan tetapi yang terpenting dari semua itu adalah bagaimana
pendidikan bisa menumbuhkan kedewasaan dalam diri manusia dan rasa
tanggung jawab terhadap dirinya dan sekitarnya. Dan ketika berbicara
tentang pendidikan Islam dewasa ini yang terekam dalam fikiran setiap
orang adalah kemunduran dalam segala bidang, baik peradaban maupun
kebudayaan. Dan Mahfudz Ali mempunyai asumsi bahwa setiap orang yang
terlibat langsung maupun tidak dalam pendidikan mengharapkan perubahan
dan kemajuan. Oleh karena itu tidak ada alternatif lain kecuali memobilisasi
generasi sekarang untuk mempersiapkan diri meratap masa depan
pendidikan yang lebih progresif dan inovatif.
8
Dari uraian di atas, terdapat perbedaan terhadap tema yang penulis
angkat. Skripsi di atas terfokus terhadap pembahasan hakikat manusia yang
berpengaruh terhadap pendidikan sedangkan penelitian yang menjadi fokus
penulis lebih diarahkan terhadap pemikiran peran guru dalam praktek
pendidikan Islam dari Hasan Langgulung. Dan untuk persamaannya dengan
skripsi yang akan penulis buat adalah sama-sama mengangkat pendapat dari
Hasan Langgulung dan bertema tentang Pendidikan.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Abdul Hamid, Jurusan Kependidikan
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2002 dengan judul “Konsep Manusia dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan Islam (Studi Atas Pemikiran Hasan Langgulung)”.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui konsep manusia terhadap pendidikan
Islam. Penelitian ini jenisnya adalah Library Reserach, yaitu pengumpulan
bahan dari buku-buku, artikel yang dipandang relevansinya yang dipandang
penulis. Metode yang digunakan adalah dokumentasi, datanya disebut
literatur. Sebenarnya data primernya wawancara terhadap Hasan
Langgulung secara langsung pada saat itu namun dikarnakan kendala jarak
yang jauh yakni Hasan Langgulung tinggal di Malaysia pada saat itu maka
kajiannya digantikan terhadap buku-buku karyanya. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa konsep manusia menurut Hasan Langgulung meliputi
fitrah, ruh, di samping badan, kemauan yang bebas, dan akal. Dengan kata
lain tugas pendidikan adalah mengembangkan aspek-aspek ini untuk
membentuk manusia yang seutuhnya dalam tujuan akhinya.
9
Dari uraian skripsi di atas yang berjudul konsep manusia dan
implikasinya terhadap pendidikan Islam, memiliki perbedaan dengan fokus
penelitian yang penulis angkat. Pada skripsi di atas hanya terfokus terhadap
konsep manusia terhadap pendidikan Islam yang meliputi potensi-potensi
yang ada pada manusia untuk dikembangkan melalui pendidikan Islam
sesuai dengan tujuannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Sedangkan
skripsi yang penulis angkat terfokus terhadap peran guru dalam praktek
pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung. Dan skripsi ini memiliki
persamaan dengan skripsi yang akan penulis buat yaitu sama-sama
menggunakan penelitian yang jenisnya adalah Library Reserach.
Metodenya adalah dokumentasi datanya literatur, dan bertema tentang
pendidikan menurut Hasan Langgulung.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Nugroho Sumaryanto, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2013 dengan judul “Telaah Pemikiran Hasan
Langgulung Tentang Konsep Kreativitas dan Relevansinya Terhadap
Pendidikan Islam” skripsi ini mengkaji kreativitas peserta didik dalam
pendidikan Islam serta seberapa besar peran pendidikan Islam
mengembangkan kreativitas peserta didik menurut Hasan Langgulung. Jenis
penelitian ini adalah studi pustaka (Library research) dengan melakukan
identifikasi terhadap data-data konsep kreativitas dalam perspektif Hasan
Langgulung. Pendekatan yang tekanannya ditujukan untuk mengemukakan
nilai-nilai universal dan mendasar dari suatu objek yang diteliti serta
10
didukung data-data historis yang dapat dipercaya. Hasil penelitiannya
mengatakan bahwa kreativitas adalah suatu yang dianugrahkan Allah SWT
kepada manusia merupakan modal sebagai khilafahnya. Dengan demikian
kreativitas harus dikembangkan dalam pendidikan terutama pendidikan
Islam karena keberhasilan pengembangan kreativitas peserta didik
tergantung bagaimana pendidikannya karena itu penyelenggaraan
pendidikan haruslah fleksibel, kreatif, visoner, dan inovatif.
Dari uraian di atas, terdapat perbedaan terhadap tema yang penulis
angkat. Pada peneliti yang di atas, fokus pembahasannya terletak pada
pengaruh pendidikan terhadap kreativitas peserta didik. Sedangkan yang
menjadi fokus dalam skripsi yang akan penulis lebih diarahkan terhadap
pemikiran peran guru dalam praktek pendidikan Islam dari Hasan
langgulung. Dan juga memiliki persamaan dengan skripsi yang akan penulis
buat yaitu sama-sama mebahas tentang pendidikan menurut Hasan
Langgulung dan penelitiannya sama menggunakan penelitian jenis Library
Reserach
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research)
yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca, memahami dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian.
11
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Metode
kualitatif (qualitatife method) adalah suatu metode yang digunakan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial,
sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun
kelompok (Sukmadinata, 2008:60).
2. Sumber Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari sumber data primer dan
sekunder.
a. Sumber Data Primer
1) Daradjat, Z. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah
(Cet. Ke-2 ed.). Jakarta: Ruhama.
2) Daulay, H. P. (2012). Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan
Bangsa. Jakarta: PT Rineka Cipta.
3) Kebudayaan, D. P. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. Ke-1
ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
4) Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan
Islam. Bandung: Al-Ma'arif.
5) Langgulung, H. (1985). Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu
Analisa Sosio-Psikologi (Cet. Ke-3 ed.). Jakarta: Pustaka Al-Husna.
6) Langgulung, H. (1986). Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa
Psikologi, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
7) Langgulung, H. (1988). Asas-Asas Pendidikan Islam (Cet. 2 ed.).
Jakarta: Pustaka Al-Husna.
12
8) Langgulung, H. (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21
(Cet. ke-1 ed.). Jakarta: Pustaka Al-Husna.
9) Langgulung, H. (2002). Peralihan Paradigma dalam Pendidikan
Islam dan Sains Sosial (Cet. Ke-1 ed.). Jakarta: Gaya Media Pratama.
10) Mahmud Khalifah, U. Q. (2009). Menjadi Guru Inspiratif (Cet. 1 ed.).
Sukoharjo: Mumtaza.
11) Depag. (2004). Al-Qur'an Dan Terjemahannya. Bandung:
JUMANATUL 'ALI-ART.
12) Depag. (2005). Departemen Agama RI. Bandung: J-Art.
13) Tafsir, A. (2007). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Cet. Ke-7
ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya.
14) Tohirin. (2006). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(Ed. 1 ed.). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
b. Sumber Data Sekunder
Berupa artikel dan buku-buku yang relevan dengan pembahasan
judul Skripsi, di antaranya:
1) Abdullah, A. H. (tt). Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan
Aliran. Bandung: Gema Insani Press.
2) Anton Bakker, A. C. (1990). Metode Penelitian Filsafat. Jakarta:
Kanius.
3) Depag. (2006). Undang-undang dan Pemerintah RI tentang
Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI.
13
4) Faruqy, I. R. (1982). Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjemahan Anas
Mahyuddin. Bandung: Pustaka.
5) Fauziyah, Pendidikan Islam dalam Prespektif Hasan Langgulung,
Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim, 2009
6) Langgulung, H, Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Al-Husna,
1985.
7) Hadari Nawawi, M. M. (1996). Penelitian Terapan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
8) Muchtar, H. J, Fiqih Pendidikan . Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005.
9) Nata, A, Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005.
10) Nizar, A.-R. D, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press,
2005.
11) Nata, A. (2013). Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta:
Rajawali Pers.
12) Nizar, A.-R. d. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Press.
13) Penyusun, T. (2004). Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jilid 4, Cet.
Ket-4 ed.). Jakarta: Delta Pamungkas.
14) Purwanto, M. N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Cet.
Ke-18 ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya.
14
15) Sholeh, A. K, Pemikiran Islam Kontemporer, Yogyakarta: Penerbit
Jendela, 2003.
16) Sholeh, A. N, Membangun Profesionalitas Guru, Jakarta: Elsas, 2006.
17) Sukmadinata, N. S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
18) Surakhman, W. (1989). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode
dan Teknik.
19) Susanto, A, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amza, 2009.
20) Wiyono, H. H. (1995). Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta:
Kanisius.
21) Yamin, M. (2006). Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia (Cet.
Ke-2 ed.). Jakarta: Gaung Persada.
3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis data. Pertama,
metode deskriptif, yakni sebuah prosedur pemecahan masalah yang
dislidiki, dengan menggambarkan keadaan objek penelitian dengan
menemukan fakta-fakta sebagaimana keadaan sebenarnya (Hadari Nawawi,
1996,73). Dalam metode ini, data yang telah dikumpulkan mula-mula
disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Surakhman, 1989). Dengan
penelitian ini peneliti menyusun data berupa pemikiran Hasan Langgulung
tentang peran guru dalam praktek pendidikan Islam yang telah ditemukan
pada data primer, lalu dideskripsikan, kemudian dianalisis menggunakan
data yang diperoleh dari sumber data sekunder.
15
Kedua, metode content analysis yang merupakan analisis ilmiah
tentang isi pesan suatu komunikasi yang mencakup upaya klasifikasi tanda-
tanda yang dipakai dalam komunikasi dan menggunakan kriteria sebagai
dasar klasifikasi dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat
prediksi (Muhadjir, 2000:68). Metode ini digunakan dalam penelitian ini
untuk menemukan gagasan utama dari pemikiran Hasan Langgulung
tentang peran guru dalam praktek pendidikan Islam, dilakukan
pengumpulan data dan penarikan kesimpulan awal, kemudian dibandingkan
dengan data-data dari sumber sekunder, terakhir dilakukan interpretasi dan
penarikan kesimpulan (valid).
Ketiga, metode interpretatif, metode ini adalah metode yang
digunakan untuk menyelami teks dengan setepat mungkin, agar dapat
mengungkapkan arti dan makna uraian yang disajikan (Anton Bakker,
1990:63). Dengan metode ini, peneliti bermaksud untuk menemukan detail
pemikiran Hasan Langgulung tentang peran guru dalam praktek pendidikan
Islam.
G. Penegasan Istilah
Agar pembaca mudah untuk memperoleh pemahaman dan gambaran
yang pasti terhadap istilah tersebut, maka penulis akan menjabarkan terlebih
dahulu yaitu:
1. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang difahami dan
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung
16
dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah. Dalam pengertian
ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang
mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
dasar tersebut atau bertolak dari spirit Islam (Muhaimin, 2003:23).
2. Guru
Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang
mengajar. Guru adalah pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi
umum maupun mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain.
Guru menurut paradigma baru bukan hanya bertindak sebagai pengajar,
tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar (Langgulung,
1988:86).
Guru adalah orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya,
oleh karena itu guru juga bisa disebut ulama, asalkan rajin beribadah dan
berakhlak mulia. Guru adalah tenaga yang profesional dari pada sekedar
tenaga sambilan (Muchtar, 2005:150).
Dari pengertian di atas, walaupun berbeda susunan redaksinya namun
mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar
pemberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya di depan kelas. Tetapi
merupakan tenaga professional yang di samping memperhatikan aspek
kognitif juga aspek psikomotorik dan afektif pada anak didik agar tumbuh
dan terbina secara utuh sebagai manusia yang susila sehingga maksud
mendidik untuk mengantarkan anak didik menuju tujuan yang diharapkan
oleh agama, bangsa dan Negara.
17
3. Peran Guru
a. Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek
yang sangat penting. Proses pembelajaran akan berhasil apabila siswa
mempunyai motivasi dalam belajar. Untuk itu, guru dituntut kreatif dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa.
a. Sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator memiliki peran memfasilitasi siswa-siswa
untuk belajar secara maksimal dengan mempergunakan berbagai strategi,
metode, media dan sumber belajar (Yamin, 2006:27).
Guru menciptakan suatu komunitas yang bersuasana saling
bergantung dan saling berdialog atas dasar saling mempercayai satu sama
lain, menghasilkan pengalaman yang luas, namun ia tetap mengambil
bagian dan memperhatikan dengan sikap yang sama dengan peserta
didiknya (M.Arifin, 1988:45).
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami isi dari skripsi ini, maka
penulis akan menguraikan secara singkat mengenai sistematika
pembahasannya yaitu:
Bab. I Bab ini berisi tentang gambaran umum penulisan yang meliputi
latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, penegasan istilah, sistematika
penulisan skripsi.
18
Bab. II Bab ini membahas tentang biografi Hasan Langgulung yang
meliputi riwayat hidup Hasan Langgulung, riwayat pendidikan Hasan
Langgulung, karir Hasan Langgulung, karya-karya Hasan Langgulung,
corak pemikiran Hasan Langgulung.
Bab. III Bab ini membahas tentang pendidikan Islam menurut Hasan
Langgulung, Tujuan Pendidikan, Filsafat Pendidikan Islam, asas-asas
pendidikan Islam, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, upaya
merealisasikan konsep pendidikan Islam.
Bab. IV Bab ini membahas tentang peran guru menurut Hasan
Langgulung dan relevansi pemikiran hasan langgulung tentang peran guru
agama dalam praktek pendidikan islam
Bab. V Bab ini adalah bab terakhir dari kesimpulan dan saran-saran.
19
BAB II
BIOGRAFI HASAN LANGGULUNG
A. Riwayat Hidup Hasan Langgulung
Hasan Langgulung adalah seorang pemikir dari Indonesia. Ia lahir
di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Oktober 1934 M. Ayahnya
bernama Langgulung dan ibunya bernama Aminah Tansuruh. Dan ia
merupakan seorang tokoh pendidikan di Indonesia yang telah lama
berdomisili di Malaysia. Pada tanggal 22 September 1971 M, Hasan
Langgulung melepas masa lajangnya dengan menikahi seorang perempuan
bernama Nuraimah Mohammad Yunus. Pasangan ini dikarunia dua orang
putera dan seorang puteri, yaitu Ahmad Taupiq, Nurul Huda dan Siti
Zakiyah. Keluarga ini tinggal disebuah rumah dijalan B 28 Taman Bukit,
Kajang, Malaysia (Langgulung, 1989:407-412).
Pada tanggal 1 Agustus 2008, pukul 19.45 WIB hari Jum‟at Hasan
Langgulung meninggal dunia di rumah sakit Selayang Kuala Lumpur,
Karena gagal ginjal pada usia 73 tahun. Jenazahnya dimakamkan pada 2
Agustus 2008, selepas sholat Zuhur di pemakaman taman Selasih, Sentul,
Kuala Lumpur. Hasan Langgulung selain aktif sebagai penasehat Pimpinan
Cabang Istimewa (PCIM) Kuala Lumpur, juga dikenal sebagai putra
Indonesia yang menjadi tokoh pendidikan di Malaysia. Dalam upacara
pemakaman, seluruh pejabat, perwakilan dari kerajaan Malaysia, dan Rektor
20
IIUM ikut Menghadiri. Sejumlah petinggi politik UMNO dan PAS turut
mengucapkan belasungkawa. Bahkan sebagai penghormatan, Wakil
Presiden Jusuf Kalla mengutus utusan khusus untuk menghadiri upacara
pemakaman Hasan Langgulung. Hasan Langgulung merupakan salah satu
putra terbaik Indonesia, sewaktu Malaysia baru saja menginjak usia
kemerdekaan ke-14 pada 30 tahun yang lalu, pemerintah Malaysia bergiat
membangun negaranya terutama dari segi pendidikan. Saat itu banyak
putra-putra pilihan dari Indonesia yang diundang pemerintah Malaysia
untuk ikut serta membangun negeri tersebut. Hasan Langgulung termasuk
salah satu putra pilihan tersebut. Salah satu jasa yang disumbangkan Hasan
Langgulung di Malaysia adalah Fakultas Pendidikan di Universitas
Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universitas Islam Internasional Malaysia.
Hingga akhir hidupnya, ia masih teguh memegang kewarganegaraannya. Ia
tetap memilih menjadi warga negara Indonesia, meskipun telah
menghabiskan waktu dan berkarir di Malaysia (Langgulung, 1989:407-412).
B. Riwayat Pendidikan Hasan Langgulung
Hasan Langgulung menempuh pendidikan dasarnya di daerah
Sulawesi, Indonesia. Ia memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat
(SR) yang sekarang setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) di Rappang,
Sulawesi Selatan. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah
Menengah Islam dan Sekolah Guru Islam di Makassar sejak tahun 1949
sampai tahun 1952 serta menempuh B.I. Inggris di Ujung Pandang.
Makassar.
21
Perjalanan pendidikan di mulai sejak ia hijrah ke Timur Tengah untuk
menempuh pendidikan sarjana muda atau Bachelor Of Arts (BA) yang
spesialisasi Islamic and Arabic Studiens yang beliau peroleh dari Fakultas
Darul „Ulum, Cairo University, Mesir pada tahun 1962. Setahun kemudian
ia sukses meraih gelar Diploma of Education (General) dari Ein Shams
University, Kairo dari tahun 1963-1964. Di Ein Shams University Kairo
pula ia mendapat gelar M.A. dalam bidang Psikologi dan Kesehatan Mental
(Mental Hygiene) pada tahun 1967 (Nata, 2013:341). Sebelumnya, ia juga
sempat memperoleh Diploma dalam bidang Sastra Arab Moderen dari
Institute of Higher Arab Studies, Arab League, Kairo, yaitu di tahun 1964.
Kecintaanya kepada ilmu pengetahuan membuat ia berangkat ke Barad,
hasil gelar Doctor of Philosophy (ph.D) dalam Psikologi diperoleh dari
University of Georgia, Amerika Serikat tahun 1971 (Susanto, 2009:126-
127).
Sewaktu kuliah ia sudah menunjukkan talenta sebagai seorang aktifis
dan seorang pendidik. Hal ini dapat dibuktikan ketika ia diberi kepercayaan
sebagai Ketua Mahasiswa Indonesia di Kairo tahun 1957. Kemampuan
organisatornya semakin matang ketika ia menjadi Wakil Ketua Mahasiswa
Indonesia di Timur Tengah (1966-1967) (Langgulung, 1992:413).
C. Karir Hasan Langgulung
Sebagai guru besar pendidikan namanya tersohor sedemikian cepat.
Hal ini terjadi karena beliau termasuk tokoh-tokoh yang produktif
menyumbangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan-tulisan ilmiah. Sebagai
22
tokoh pendidikan yang digandrungi dunia pendidikan, negara Malaysia
memintanya untuk mengajar dan menetap sebagai guru besar dalam bidang
pendidikan di Universitas Kebangsaan Malaysia. Selain menjadi guru besar
di UKM Hasan Langgulung juga pernah meniti karir diberbagai tempat
antara lain:
1. Visiting Professor di University of Riyadh, Saudi Arabia, 1977-1978;
2. Research Assistant, di University of Georgia, 1969-1971;
3. Teaching Assistant, di University of Georgia 1969-1970;
4. Psychological-Consultant, Stanford Research Institute Menla Park,
California;
5. Kepala Sekolah Indonesia di Kairo 1957-1968;
6. Pimpinan Redaksi majalah Journal Pendidikan, diterbitkan oleh
Universitas Kebangsaan Malaysia;
7. Anggota Redaksi Majalah Pcidopreisse, Journal for Special Education
yang diterbitkan di Amerika Serikat;
8. Anggota redaksi majalah, Journal Academica, diterbitkan Universitas
Kebangsaan Malaysia dalam bidang Social-Science (Langgulung,
1989:407-412).
D. Karya-karya Hasan Langgulung
Sebagai seorang pemikir yang produktif, Hasan Langgulung telah
menulis berbagai buku dalam bidang psikologi, filsafat dan pendidikan
Islam. Di antara karya-karyanya antara lain:
23
1. Pendidikan Islam suatu Analisa Sosio Psikologikal, terbitan Pustaka
Antara, Kuala Lumpur, 1979;
2. Falsafah Pendidikan Islam (Terjemah), terbitan Bulan Bintang,
Jakarta, 1979;
3. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, terbitan Al-Ma‟arif,
Bandung, 1980;
4. Beberapa Tinjauan tentang Pendidikan Islam, terbitan Pustaka
Antara, Kuala Lumpur, 1983;
5. Statistik dalam Psikologi dan Pendidikan, terbitan Pustaka Antara,
Kuala Lumpur, 1983;
6. Psikologi dan Kesehatan Mental di Sekolah-sekolah, terbitanUKM
Bangi, 1979;
7. Pengenalan Tamaddun Islam dalam Pendidikan, terbitan Dewan
Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1986;
8. Daya Cipta dalam Kurikulum Pendidikan Guru, terbitan UKM
Bangi, 1986;
9. Pendidikan Menjelang Abad ke 21, terbitan UKM Bangi, 1986;
10. Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-Psikologi,
terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1985;
11. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Falsafah dan
Pendidikan, terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1986;
12. Teori-teori Kesehatan Mental, terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta,
1992;
24
13. Asas-asas Pendidikan Islam, terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta,
1992;
14. Kreativitas dan Pendidikan Islam: Analisis Psikologi dan Falsafah,
terbitan Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1991;
15. Al-Taqwim wal-Ikhsan fit-Tarbiyah wa Ilmun Nafs, Riyadh Univ.
Press (masih dalam proses cetak)
16. Kreativiti dan Pendidikan, UKM Bangi (masih dalam proses cetak);
17. Ilmunnafs Al-Ijtima‟, Riyadh Univ. Press (masih dalam proses cetak)
18. Isu-isu semasa dalam psikologi, Pustaka Huda (masih dalam proses
cetak)
19. Fenomena Al-Qur‟an, Pustaka Iqra‟ (masih dalam proses cetak)
(Soleh(ed), 2003:178-181)
Selain dalam bentuk buku, Hasan Langgulung juga aktif menulis
artikel. Ia telah menulis lebih dari 60 artikel yang terbit diberbagai majalah,
seperti Journal of Special Psychology, Journal of Cross-Cultural
Psychology, Islamic Quarterly, Dewan Masyarakat dan lain-lain (Syamsul
Kurniawan, 2011:272-273).
E. Corak Pemikiran Hasan Langgulung
Usaha Hasan Langgulung identik dengan gerakan Islamisasi ilmu
pengetahuan, yaitu penguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan khazanah
Islam, penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern,
pencarian sintesa kreatif antara khazanah dengan ilmu modern, dan
25
pengarahan aliran pemikiran Islam kejalan yang mencapai penemuan pola
rencana Allah (Faruqy, 1982:98).
Dasar (epistemology) yang dijadikan rujukan Hasan Langgulung
dalam mengkonstruksi paradigma pemikiran pendidikan Islam adalah: 1)
Al-Qur‟an, 2) Hadits, 3) Ijtihad para Sahabat dan para pemikir Muslim baik
klasik maupun kontemporer, 4) Pemikir Barat. Dalam membangun teori
pendidikan Islam ia tetap berpegang pada sumber utama ajaran Islam, di
samping juga memanfaatkan produk pemikiran barat modern, terutama
dalam masalah psikologi, filsafat dan pendidikan, sehingga teori
pendidikannya tampak nuansa kontemporer, yaitu upaya pengembangan
pendidikan Islam dengan pendekatan multi disipliner (Wiyono, 1995:18).
Hasan Langgulung adalah salah seorang pemikir Islam Asia Tenggara
yang banyak mencurahkan perhatiannya pada Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
terutama pada bidang pendidikan dan Psikologi. Pemikirannya mempunyai
relevansi dengan perkembangan sains dan teknologi, serta mengikuti
perkembangan zaman, bahkan dalam tulisannya ia berupaya mengantisipasi
masa depan, sehingga beliau patut dimasukkan kedalam kelompok
modernist (Abdullah, tt:14).
26
BAB III
PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN HASAN
LANGGULUNG
A. Definisi Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung, secara istilah pendidikan dalam bahasa
Inggris adalah education, berasal dari bahasa latin yaitu educere, yang
berarti memasukkan sesuatu, barangkali memasukkan ilmu ke kepala
seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang terlibat yaitu: Ilmu, proses
memasukkan dan kepala orang, kalaulah ilmu itu memang masuk dikepala.
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan dalam
pengertian (Langgulung, 1992:4). Biasa dipergunakan (ta‟alim) تعليم sesuai
dengan firman Allah SWT yang berbunyi:
وعلم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة فـقال أنبئوني بأسماء هـؤلاء
(53)البقرة . إن كنتم صادقين
Artinya:
“Dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian ia
berkata kepada malaikat: beritahulah Aku nama-nama semua itu jika
kamu benar”(Q.S. Al-Baqarah: 31) (Depag, 2004:6).
Juga kata (tarbiyah) تربية dipergunakan untuk pendidikan. Seperti
fiman Allah dalam Surat Al-Isra‟ yang berbunyi:
27
(46)الاسرآء واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربـياني صغيرا
Artinya:
“Hai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka
mendidikku sewaktu kecil” (Q.S. Al-Isra‟ 24) (Depag,2004:284).
Di samping itu kata ta‟dib تأديب dipergunakan, seperti sebuah Hadits
Rasulullah SAW yang berbunyi:
أدبنى رب فأحسن تأديبى
Artinya:
“Allah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik
pendidikan” (Langgulung, 1992: 4-5).
Ketiga istilah tersebut sering digunakan oleh para pakar pendidikan
yang memberikan pengertian pedidikan. Hasan Langgulung menegaskan
bahwa pendidikan merupakan sebuah proses untuk mengubah dan
memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu masyarakat
melalui berbagai proses. Proses pemindahan tersebut ialah pengajaran,
latihan, dan indoktrinasi. Pemindahan nilai-nilai melalui pengajaran ialah
memindahkan pengetahuan dari individu kepada individu lain. Ketiga
proses ini berjalan serentak dalam masyarakat primitif dan modern. Dalam
makna yang lebih luas Hasan Langgulung mengartikan pendidikan sebagai
usaha memindahkan nilai-nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam
masyarakat, dengan kata lain Hasan Langgulung juga mengatakan bahwa
28
pendidikan suatu tindakan (action) yang diambil oleh suatu masyarakat,
kebudayaan, atau peradaban untuk memelihara kelanjutan hidupnya
(Langgulung, 1980:91-92).
Pendidikan menurut Hasan Langgulung sebenarnya dapat ditinjau dari
segi yaitu:
1. Dari Sudut Pandangan Masyarakat
Segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan
dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat tetap
berkelanjutan. Atau dengan kata lain, menurut Hasan Langgulung,
masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari
generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara nilai
yang ingin disalurkan itu bermacam-macam, ada yang bersifat intelektual,
seni, politik, dan lain-lain (Langgulung, 1988:3).
2. Dari Segi Pandangan Individu
Pendidikan menurut Hasan Langgulung berarti pembangunan potensi-
potensi yang terpendam dan tersembunyi. Dalam hal ini Hasan Langgulung
mengibaratkan individu laksana lautan yang dalam penuh mutiara dan
bermacam-macam ikan, tetapi tidak tampak. Ia masih berada di dasar laut,
ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan
bagi manusia. Potensi, bakat ataupun kemampuan individu lah yang
dituntun untuk menggali mutiara tersebut dan mengubahnya menjadi emas
dan intan sehingga menjadi kekayaan yang berlimpah untuk kemakmuran
masyarakat. Dalam istilah lain berkenaan dengan pemahaman Hasan
29
Langgulung tentang pendidikan. Dilihat dari individu, pendidikan adalah
proses menampakkan (manifestasi) aspek-aspek yang tersembunyi (latent)
pada anak didik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemakmuran
suatu masyarakat bergantung kepada kesanggupan masyarakat tersebut
menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap individunya. Dengan kata
lain, kemakmuran masyarakat tergantung kepada keberhasilan
pendidikannya dalam menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap
individu (Langgulung, 1988:3).
3. Dari Segi Proses Antara Individu dan Masyarakat
Dilihat dari segi proses (transaksi), maka pendidikan itu menurut
Hasan Langgulung adalah proses memberi dan mengambil, antara manusia
dan lingkungannya dalam rangka mengembangkan dan menciptakan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk merubah dan
memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya. Dalam
istilah lain Hasan Langgulung, katakan sebagai interaksi antara potensi dan
budaya, dimana kedua proses ini berjalan sama-sama, isi mengisi antara satu
dengan yang lain (Langgulung, 1988:3-4).
Dalam penjelasan di atas Hasan Langgulung menyebutkan, bahwa
pendidikan Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat. Pendidikan tidak hanya sekedar transfer of knowledge
30
(transfer pengetahuan), tetapi juga transfer of value (transfer nilai) dan
berorientasi dunia akhirat (teosentris dan antroposentris), sebagai tujuannya.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan
tidak dapat tidak berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan
bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Dalam konteks Islam, Al-
Qur‟an surat Al-An‟am ayat 162 dengan tegas mengatakan bahwa apapun
tindakan yang dikerjakan oleh manusia haruslah dikaitkan dengan Allah.
Hasan Langgulung menerjemahkan tujuan pendidikan Islam ke dalam
tiga kategori, yaitu tujuan tertinggi atau akhir (aim), tujuan umum (goals)
dan tujuan khusus (objectives).
Tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah membina individu-
individu yang akan bertindak sebagai khalifah, atau setidaknya
menempatkannya di suatu jalan menuju kearah tersebut. Sedangkan tujuan
umum dan tujuan khusus dalam pendidikan Islam merupakan perluasan dari
tujuan akhir yang bersifat operasional (Langgulung, 1995:57).
Tujuan umum adalah perubahan yang dikehendaki, yang diusahakan
oleh pendidikan untuk dicapai. Hasan Langgulung mengutip beberapa tokoh
yang menyebutkan tentang tujuan umum pendidikan, salah satunya adalah
An-Nahlawy, yang menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam
meliputi empat hal, yaitu pendidikan akal dan persiapan pikiran,
menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat bawaan anak, menaruh
perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda baik lelaki maupun
31
perempuan, dan berusaha untuk menyeimbangkan segala potensi-potensi
dan bakat-bakat manusia (Langgulung, 1995:58-61).
Tujuan khusus dalam pendidikan Islam adalah perubahan-perubahan
yang diinginkan yang merupakan bagian yang termasuk di bawah tiap
tujuan umum. Adapun tujuan khusus pendidikan Islam menurut Hasan
Langgulung adalah:
a. Memperkenalkan kepada generasi muda tentang akidah dan dasar-
dasarnya serta ibadah dan cara pelaksanaannya.
b. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap agama.
c. Menanamkan keimanan kepada Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-
rasulNya, kitab-kitabNya dan hari akhir berdasarkan faham kesadaran
dan perasaan.
d. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan
keagamaan.
e. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Qur‟an, serta
membiasakan untuk membaca, memahami dan mengamalkan ajaran-
ajarannya.
f. Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam.
g. Menumbuhkan rasa rela, optimis, percaya diri, tanggung jawab,
menghargai kewajiban, tolong menolong dalam kebaikan, cinta
kebaikan, sabar dalam berjuang, memegang teguh pada prinsip
berkorban untuk agama dan tanah air.
32
h. Mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda, dan
membiasakan mereka untuk mengatur emosi dengan baik.
i. Membersihkan hati mereka dari sifat-sifat tercela (Langgulung,
1995:63-64).
Tujuan-tujuan umum dan khusus dalam pendidikan Islam ini, menurut
Hasan Langgulung sangat luas cakupannya, karena beberapa aspek seperti
aspek sudut pandang perumus tujuan maupun aspek kelembagaannya
(Langgulung, 1995:66-67).
Jadi, berdasarkan uraian di atas, pendidikan Islam adalah pendidikan
kemanusiaan yang berdiri di atas persaudaraan seiman. Pendidikan Islam
adalah pendidikan universal yang diperuntukkan kepada umat manusia
seluruhnya. Itulah dasar-dasar pokok pendidikan Islam atau formulasi
kurikulum sebagai landasan untuk mencapai cita-citanya yang tercantum
dalam tujuan-tujuan yang telah diuraikan sebelumnya. Strategi selanjutnya
untuk mencapai keberhasilan dalam usaha mencapai cita-cita itu ialah harus
ada skala prioritas dalam mencapai cita-cita itu, baik dalam tindakan,
anggaran, administrasi, dan lain-lain.
C. Filsafat Pendidikan Islam
Falsafah pendidikan Islam bersumber dari falsafah hidup Islam.
Falsafah hidup Islam mencakup kebenaran yang bersifat spekulatif dan
praktikal yang dapat menolong untuk menafsirkan tentang manusia, sifat-
sifatnya, nasib kesudahannya, dan keseluruhan hakikat. Yang didasarkan di
atas prinsip-prinsip awal atau tertinggi, dan tidak berubah yang memiliki
33
norma-norma yang tidak akan bertakluk pada kesalahan-kesalahan bagi
tingkah laku individu dan masyarakat.
Falsafah pendidikan Islam menentukan tujuan akhir, objektif, nilai-
nilai, dan cita-citayang telah ditentukan lebih dahulu oleh falsafah hidup
Islam dan dilaksanakan oleh proses pendidikan. Falsafah Islam meletakkan
prinsip-prinsip, norma-norma yang menguasai keseluruhan skop
pendidikan. Ini semua memerlukan pemahaman terhadap prinsip-prinsip
dasar tentang:
1. Kejadian manusia menurut pandangan Islam dan tujuan hidupnya
2. Sifat-sifat semula jadi manusia yang merupakan sebagian sifat-sifat
Tuhan
3. Keadaan amanah dan khalifah manusia diatas bumi ini
4. Perjanjian antara Tuhan dan umat manusia (Langgulung, 1986:3).
D. Asas-Asas Pendidikan Islam
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar yang
dijanjikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi
pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar
yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai
kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah
pencapaian pendidikan. oleh karena itu, dasar pokok yang terpenting dari
pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah Al-Qur‟an dan hadits.
Berkenaan asas-asas yang digunakan oleh Hasan Langgulung, Pendidikan
34
menurutnya memiliki enam asas yang sangat berhubungan erat dan saling
melengkapi diantaranya asas-asas tersebut:
1. Asas-asas historis (sejarah), yang mempersiapkan guru dengan sebuah
hasil pengalaman masa lalu, dengan melalui undang-undang dan
peraturan-peraturan, batas-batas, dan kekurangan-kekurangan.
2. Asas-asas sosial yang memberinya kerangka budaya darimana
pendidikan itu bertolak dan bergerak; memindahkan budaya, memilih,
dan mengembangkan.
3. Asas ekonomi yang memberinya perspektif tentang potensi-potensi
manusia dan keuangan, materi, persiapan yang mengatur sumber-
sumbernya, dan bertanggung jawab terhadap anggaran belanja.
4. Asas-asas politik dan administrasi yang memberinya bingkai ideology
(aqidah) dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-
citakan dan rencana yang telah dibuat.
5. Asas-asas psikologis yang memberinya informasi tentang watak
pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara terbaik dalam praktek,
pencapaian, dan penilaian, pengukuran dan bimbingan.
6. Asas-asas filsafat yang mampu memberinya kemampuan memilih
yang lebih baik, memberi arah suatu sistem, mengontrolnya, dan
memberi arah kepada semua asas-asas yang lain (Langgulung, 1992:6-
7).
Kesimpulannya adalah bahwa asas-asas pendidikan yang enam itu
turut membantu dalam mencipta pendidikan dari segi bahwa asas-asas ini
35
adalah sistem dan organisasi, begitu juga turut mengadakan pembaharuan
dalam pendidikan dari segi bahwa asas-asas ini adalah ilmu-ilmu dan
cabang-cabang ilmu. Dari sini dapat difahami bahwa pendidikan itu tidak
dapat hidup terpisah dari asas-asas itu, sebab kalau demikian maka ia
kehilangan akar-akar yang membawa makanan dan urat-urat yang akan
membaharui kegiatannya.
E. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam
Hasan Langgulung memandang bahwa pendidikan dewasa ini berada
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Untuk itu, ia menawarkan
gagasan bahwa tindakan yang perlu diambil ialah dengan memformat
kurikulum pendidikan Islam dengan format yang lebih integralistik dan
bersifat universal. Hasan Langgulung menjabarkan delapan aspek yang
termasuk dalam dasar-dasar pokok pedidikan Islam yaitu:
1. Keutuhan (Syumuliyah)
Pendidikan Islam haruslah bersifat utuh, artinya memperhatikan
segala aspek manusia: badan, jiwa, akal, dan rohnya. Pendidikan dalam
rangka pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia), di temukan Al-
Qur‟an, menghadapi peserta didiknya dengan seluruh totalitas unsur-
unsurnya. Al-Qur‟an tidak memisahkan unsur jasmani dan rohani tetapi
merangkaikan pembinaan jiwa dan pembinaan akal, sekaligus tidak
mengabaikan jasmaninya. Karena itu, seringkali ditemukan uraian-
uraiannya disajikan dengan argumentasi logika, disertai sentuhan-sentuhan
kepada kalbu. Hal ini merupakan salah satu prinsip utama dalam
36
pengembangan kualitas SDM. Diharapkan dengan melaksanakan prinsip ini,
bukan hanya kesucian jiwa yang diperoleh, tetapi juga pengetahuan yang
merangsang kepada daya cipta, karena daya ini dapat lahir dari penyajian
materi secara rasional, serta rangsangan pertanyaan-pertanyaan melalui
diskusi timbal balik
Pendidikan Islam perlu mendidik semua individu di masyarakat
(democratization) dan dari segi pelaksanaannya, sistem pendidikan Islam
haruslah meliputi segala aktivitas pendidikan normal, non-formal, dan
informal seperti pendidikan di rumah, masjid, pekerjaan, lembaga-lembaga
sosial dan budaya (Langgulung, 1988:142-145).
2. Keterpaduan Kurikulum
Kurikulum pendidikan Islam hendaknya bersifat terpadu antara
komponen yang satu dengan yang lain (integralitas) dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Pendidikan Islam haruslah memberlakukan individu dengan
memperhitungkan ciri-ciri kepribadiannya: jasad, jiwa, akal, dan roh
yang berkaitan secara organik, berbaur satu sama lain sehingga bila
terjadi perubahan pada salah satu komponennya maka akan berlaku
perubahan-perubahan pada komponen yang lain.
b. Pendidikan Islam harus bertolak dari keterpaduan di antara Negara-
negara Islam. Ia mendidik individu-individu itu supaya memiliki
semangat setia kawan dan kerja sama sambi mendasarkan aktivitasnya
atas semangat dan ajaran Islam. Berbagai jenis dan tahap pendidikan
37
itu dipandang terpadu antara berbagai komponen dan aspeknya
(Langgulung, 1988:142).
3. Kesinambungan/Keseimbangan
Pendidikan Islam haruslah bersifat kesinambungan dan tidak terpisah-
pisah dengan memperhatikan aspek-aspek berikut:
a. Sistem pendidikan itu perlu memberi peluang belajar pada tiap tingkat
umur, tingkat persekolahan dan setiap suasana. Dalam Islam tidak
boleh ada halangan dari segi umur, pekerjaan, kedudukan, dan lain-
lain.
b. Sistem pendidikan Islam itu selalu memperbaharui diri atau dinamis
dengan perubahan yang terjadi. Sayyidina Ali r.a pernah memberikan
nasehat: “Ajarkan anak-anakmu ilmu lain dari yang kamu pelajari,
sebab mereka diciptakan bagi zaman bukan zamanmu” (Langgulung,
1988:143).
4. Keaslian
Pendidikan Islam haruslah orisinil berdasarkan ajaran Islam seperti
yang disimpulkan berikut ini:
a. Pendidikan Islam harus mengambil komponen-komponen, tujuan-
tujuan, materi dan metode dalam kurikulumnya dari peninggalan
Islam sendiri sebelum ia menyempurnakannya dengan unsur-unsur
dari peradaban lain.
38
b. Haruslah memberi prioritas kepada pendidikan kerohanian yang
diajarkan oleh Islam. Pendidikan kerohanian Islam sejati menghendaki
agar kita menguasai bahasa Arab, yaitu bahasa Al-Qur‟an dan Sunnah.
Keaslian ini menghendaki juga pengajaran sains dan seni modern
dalam suasana perkembangan dimana yang menjadi pedoman adalah aqidah
Islam (Langgulung, 1988:143-144).
5. Bersifat Ilmiah
Pendidikan Islam haruslah memandang sains dan teknologi sebagai
komponen terpenting dari peradaban modern, dan mempelajari sains dan
teknologi itu merupakan suatu keniscayaan yang mendesak bagi dunia Islam
jikatidak mau ketinggalan zaman.
Selanjutnya memberi perhatian khusus ke berbagai sains dan teknik
modern dalam kurikulum dan berbagai aktivitas pendidikan, hanya ia harus
sejalan dengan semangat Islam (Langgulung, 1988:143-144).
6. Bersifat Praktikal
Kurikulum pendidikan Islam tidak hanya bisa bicara secara teoritis
saja, namun ia harus bisa dipraktekkan. Karena ilmu tidak akan berhasil jika
tidak dipraktekkan atau realita. Pendidikan Islam hendaknya
memperhitungkan bahwa kerja itu adalah komponen terpenting dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi pendidikan Islam itu membentuk manusia yang
beriman kepada ajaran Islam, melaksanakan dan mebelanya, dan agar ia
membentuk pekerja produktif dalam bidang ekonomi dan individu yang
aktif di masyarakat (Langgulung, 1988:143-144).
39
7. Kesetiakawanan
Di antara ajaran terpenting dalam Islam adalah kerja sama,
persaudaraan dan kesatuan di kalangan umat Muslimin. Jadi pendidikan
Islam harus dapat menumbuhkan dan mengukuhkan setia kawan di kalangan
individu dan kelompok (Langgulung, 1988:143-144).
8. Keterbukaan
Pedidikan haruslah membuka jiwa manusia terhadap alam jagat dan
Penciptanya, terhadap kehidupan dan benda hidup, dan terhadap bangsa-
bangsa dan kebudayaan-kebudayaan yang lain. Islam tidak mengenal
fanatisme, perbedaan kulit atau sosial, sebab di dalam Islam tidak ada
rasialisme, tidak ada perbedaan antara manusia kecuali karena taqwa dan
iman.
Dari ke delapan aspek pendidikan di atas sangat jelas sekali
bagaimana keterkaitanya, sehingga bisa mecapai tujuan pendidikan itu
sendiri (Langgulung, 1988:143-144).
F. Realisasi Konsep Pendidikan Islam
Untuk merealisasikan konsep pendidikan Islam diperlukan
perencanaan pendidikan, meliputi: Pertama, kelembagaan; kedua,
kurikulum; ketiga, manajemen; keempat, pendidik; kelima dan keenam, alat
(Daulay, 2012,19-20).
Pendidikan Islam ditinjau dari segi kelembagaan mengandung makna
bahwa kelembagaan pendidikan Islam adalah kelembagaan yang
menekankan untuk dapat merealisasikan seluruh aspek pendidikan Islam
40
yang telah disebutkan terdahulu, terutama pada pendidikan formalnya.
Adapaun pada pendidikan nonformal dan informalnya dapat memberi
tekanan kepada beberapa aspek tertentu, misalnya aspek pendidikan
keterampilan dan lainnya (Daulay, 2012,19-20).
Tinjauan dari sudut kurikulum, pendidikan Islam tersebut harus
merencanakan untuk memuat berbagai aspek pendidikan Islam dalam
rancangannya, yang kemudian diuraikan dalam bentuk mata pelajaran,
silabus, GBPP, evaluasi, dan seterusnya yang tujuannya untuk meraih
berbagai aspek tersebut di depan (Daulay, 2012,19-20).
Manajemen pendidikan adalah upaya untuk memberdayakan
operasional pendidikan. Sulit rasanya dibayangkan suatu operasional
pendidikan berjalan dengan baik tanpa manajemen (Daulay, 2012,19-20).
Pendidik adalah orang yang secara langsung bertanggung jawab untuk
membawa peserta didik ke arah yang dicita-citakan. Seorang pendidik
dituntut tanggung jawab yang besar. Untuk itu diperlukan beberapa
kompetensi pokok. Pertama kompetensi keilmuan, seorang pendidik mesti
memiliki ilmu yang kadarnya layak untuk mengajar pada tingkat dan
program tertentu. Kedua, kompetensi keterampilan mengkomunikasikan
keilmuan. Ketiga, kompetensi moral akademik. Saat sekarang dalam
Undang-Undang tentang Guru dan Dosen telah ditetapkan empat
kompetensi. Kompetensi pedagogik, kompetensi profesional (Daulay,
2012,19-20).
41
Peserta didik, adalah orang yang akan diajar, dibimbing dilatih ke arah
tujuan yang ingin diraih. Alat pendidikan itu ada dua. Alat yang bersifat
fisik yaitu sarana dan fasilitas yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Selanjutnya alat yang bersifat non-fisik yaitu segala upaya yang
bersifat edukatif guna mencapai tujuan pendidikan, seperti hukuman
(punishment), hadiah (reward), suruhan, larangan, dorongan, dan lain
sebagainya (Daulay, 2012,19-20).
42
BAB IV
PERAN GURU MENURUT PEMIKIRAN HASAN LANGGULUNG DAN
RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM
A. Peran Guru Menurut Hasan Langgulung
Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang guru agama, penulis
akan menjelaskan satu-persatu dari kata “guru agama”. Kata “guru agama”
terdiri dari dua kata, yaitu “guru” dan “agama”. Terlebih dahulu penulis
akan menguraikan kata “guru” kemudian tentang “agama” setelah itu akan
dijelaskan tentang “guru agama”.
1. Pengertian Guru
Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang
mengajar. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata “teacher” yang berarti
pengajar. Selain itu juga terdapat kata “tutor” yang berarti guru pribadi yang
mengajar di rumah, mengajar ekstra, pemberi kuliah, memberi les tambahan
pelajaran, educator, pendidik, ahli didik, penceramah. Dalam bahasa arab
istilah yang mengacu kepada pengertian guru lebih banyak seperti al-„alim
(jamaknya ulama‟) atau al-mu‟allim, yang berarti orang yang mengetahui
dan banyak digunakan para ulama atau ahli pendidikan yang menunjuk pada
arti guru (Kebudayaan, 1988:288).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru adalah orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar” (Kebudayaan,
1988:288). Dalam bahasa Yunani pendidik adalah pedagoog, “pedagoog
43
(pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing anak
dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri” (Purwanto, 2007:3).
Guru adalah pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi
umum maupun mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain.
Guru menurut paradigma baru bukan hanya bertindak sebagai pengajar,
tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar (Langgulung,
1988:86).
Hasan Langgulung berpendapat bahwa guru disebut juga sebagai
ulama. Yaitu orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya. Atau
orang-orang yang berilmu pengetahuan (Langgulung, 2002:45).
Ulama yang dimaksud dalam pengertian ini adalah para sarjana dan
cendikiawan muslim dan nonmuslim. Kata-kata ulama dapat mencakup
setiap ahli ilmu, bukan hanya yang memahami dan menguasai ilmu-ilmu
agama. Namun yang populer di dalam masyarakat Indonesia, ulama berarti
orang yang ahli dibidang ilmu Islam (Daradjat, 2004:120).
Dari pengertian di atas, walaupun berbeda susunan redaksinya namun
mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar
pemberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya di depan kelas. Tetapi
merupakan tenaga profesional yang di samping memperhatikan aspek
kognitif juga aspek psikomotorik dan afektif pada anak didik agar tumbuh
dan terbina secara utuh sebagai manusia yang susila sehingga maksud
mendidik untuk mengantarkan anak didik menuju tujuan yang diharapkan
oleh agama, bangsa dan Negara.
44
2. Pengertian Agama
Menurut Hasan Langgulung agama berarti: taat (oleh manusia, kepada
Tuhan), undang-undang (yang diturunkan oleh Tuhan untuk manusia),
hukum (dari Tuhan untuk manusia dan kepentingan manusia), aturan-aturan
(dari Tuhan untuk kepentingan manusia), penguasaan (yaitu penguasaan
Tuhan atas manusia), penghambaan (manusia kepada Tuhan), supaya
manusia mencapai ketinggian dan kemuliaan serta kebahagiaan
(Langgulung, 1985:129).
Secara sederhana agama adalah aturan atau tata cara hidup manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Agama adalah kata
sangsekerta, sebagaimana kata Dharma (bahasa sangsekerta), din (dari
bahasa arab), dan religi (dari bahasa latin) (Tim Penyusun, 2004:156).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah kepercayaan
kepada Tuhan (Dewa atau sebagainya) dengan ajaran kebaikan dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (Kebudayaan,
1988:9).
Definisi di atas merupakan definisi agama secara sederhana karena
definisi agama secara sempurna dan lengkap tidak dapat dibuat, sebab
agama sebagai bentuk keyakinan yang berhubungan dengan kehidupan batin
manusia memang sulit untuk di ukur secara tepat dan rinci. Hal ini mungkin
yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang
agama.
45
Dan perlu dijelaskan kembali bahwa agama yang dimaksud dalam
penelitian ini merupakan agama Islam. Agama Islam adalah agama Allah
yang dibawa oleh Rosulullah SAW untuk umat manusia dan mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia yang bertujuan mencapai kehidupan yang
diridhai Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Jadi, agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia yang
mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-
ketentuan ibadah dan muamalah (syariah), yang menentukan proses berfikir,
merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kepribadian.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agama
adalah tata tertib meliputi upacara, pemujaan, dan kepercayaan sebagai
pedoman hidup, pedoman bagaimana ia harus berfikir, bertingkah laku dan
bertindak, sehingga tercipta hubungan serasi antar manusia dan hubungan
dengan Tuhan.
Namun demikian, dalam pembahasan masalah di atas agama yang
dimaksud adalah agama Islam, maka dapat dirumuskan agama Islam adalah
„addin yang dibawa Nabi Muhammad SAW ialah wahyu yang diturunkan
Allah SWT di dalam Al-Qur‟an dan sunnah yang berupa perintah dan
larangan serta petunjuk untuk kesejahteraan dan kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat.
46
3. Pengertian Guru Agama
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa guru agama
secara umum adalah seseorang yang mengajarkan materi atau pelajaran
agama, dalam hal ini adalah agama Islam. Dalam pengertian secara khusus
guru agama adalah guru yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk
mengajar agama baik di sekolah umum, madrasah negeri maupun swasta.
4. Kedudukan Guru Agama
Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu
mengamalkan ilmunya. Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam
merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan
pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang
belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah guru (Tafsir, 2007:76).
Pentingnya peranan guru terutama guru agama untuk menciptakan
generasi baru di suatu masyarakat, terutama masyarakat Islam merupakan
hal terpenting untuk menghargai kedudukan guru, yang melibatkan
kesejahteraan hidup dengan tenang dan menempatkan kedudukan guru
sebagai pembimbing, pemimpin, dan pengawas bagi generasi muda
(Langgulung, 1988:92).
Di samping itu, guru juga harus diberi peluang dalam mengambil
keputusan mengenai perkembangan kurikulum dalam pelaksanaan
pendidikan, dan meningkatkan kaulitasnya agar dapat dihargai oleh
masyarakat.
47
Di masyarakat, guru merupakan salah satu kontrol sosial. Di mata
masyarakat guru adalah orang yang mempunyai perilaku yang baik yang
dapat dijadikan contoh, sehingga jika ada guru berperilaku kurang baik atau
melakukan kesalahan, masyarakat akan dengan cepat meresponnya,
dibandingkan dengan anggota masyarakat lain yang melakukan kesalahan.
Menurut Hasan Langgulung guru juga disebut ulama(Langgulung,
2002:45). yang merupakan penerus para nabi dalam mengajarkan ilmu
agama. Pada masa Rasulullah SAW kedudukan guru memperoleh tempat
yang istimewa, tertinggi dan dihormati.
Dengan demikian, kedudukan guru sangat mulia dan luhur, baik
ditinjau dari sudut masyarakat, negara maupun agama. Guru sebagai
pendidik merupakan seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan
negara. Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat sebagian besar
bergantung pada guru.
Di samping itu juga, kedudukan guru dalam kegiatan pembelajaran
sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang berhadapan
langsung dengan peserta didik akan menentukan kedalaman dan keluasaan
materi pelajaran, sedangkan menentukan karena guru yang memilah dan
memilih bahan pelajaran yang disajikan kepada peserta didik.
Sebagai pribadi yang ditiru, tidak menutup kemungkinan bila peserta
didik mengharapkan figur yang senantiasa memperlihatkan kepentingan
peserta didik. Biasanya guru yang seperti ini mendapatkan extra perhatian
dari peserta didik. Peserta didik senang dengan sikap dan prilaku yang baik
48
yang diperlihatkan oleh guru. Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga
sebagai pendidik sekaligus pembimbing yang akan mengarahkan peserta
didik pada tahap perkembangan yang lebih baik.
Kedudukan guru terutama guru agama Islam saat ini perlu mendapat
perhatian. Jelas sekali bahwa kedudukan guru saat ini semakin merosot,
jauh lebih rendah dibandingkan kedudukan guru pada masa Rasulullah
SAW (Tafsir, 2007:86).
Rendahnya kedudukan guru dalam masyarakat Islam saat ini agaknya
disebabkan oleh berbagai hal.
Pertama, karena pengaruh pandangan rasionalisme, materialisme, dan
pragmatisme. Kedudukan guru pada zaman modern ini juga di dunia Islam
telah merosot rendah sekali. Pengajar sekarang hanya dipandang sebagai
petugas semata yang mendapat gaji dari negara atau dari organisasi swasta,
dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus dilaksanakannya.
Akibatnya ialah jarak antara guru dan murid semakin jauh. Padahal, pada
masa lampau jarak itu tidak ada. Pengajar dalam masyarakat lampau itu,
juga dalam masyarakat Islam masa lalu, lebih dari sekedar petugas yang
bertugas mengajar, lantas dari pekerjaan itu ia memperoleh upah. Guru pada
masa itu adalah teladan bagi muridnya. Guru lebih bersifat sebagai
pengembala dari pada sebagai sekedar pengajar. Murid digembalakan untuk
mengenal peraturan moral yang dianut oleh masyarakat. Karena itulah maka
di dalam Islam seorang guru harus memenuhi syarat tidak saja berkeahlian
mengajar, tetapi juga ia orang yang bermoral Islam. Yang penting bukan
49
hanya apa yang diajarkannya, melainkan juga apa yang dilakukan dan tidak
dilakukannya, cara ia membawakan diri, di dalam dan di luar kelas (Tafsir,
2007:87).
Konsep guru seperti itu sayangnya telah dirusak oleh budaya modern
yang didasari oleh rasionalime dan materialisme. Pragmatisme menambah
rusaknya konsep guru yang diajarkan Islam tersebut. Kita tidak dapat
membayangkan pada masa lampau (baik di dunia Islam maupun non-Islam)
guru melakukan pemogokan, atau secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
melakukan perbuatan yang merugikan murid. Pusat-pusat pengajaran Islam
pada masa lampau tumbuh di sekeliling tokoh-tokoh yang menarik para
murid karena kepandaian dan kesalehan mereka. Ini mempunyai akibat-
akibat yang luas. Guru dan murid membantu menegakkan hukum moral dan
masyarakat. Hasilnya ialah suatu hubungan yang selaras yang menjadikan
kehidupan masyarakat nyaman, yang merupakan jaminan bagi hilangnya
kemungkinan-kemungkinan kejahatan dalam masyarakat. Inilah yang tidak
ada lagi pada zaman modern ini. Ini disebabkan oleh pengajar dipandang
sebagai orang gajian, murid kehilangan rasa hormat kepada guru, dan guru
tidak lagi menjadi objek teladan. Pengaruh rasionalisme itu menyebabkan
hubungan guru-murid diatur semata-mata secara rasional. Pengaruh
materialisme telah menyebabkan guru berhitung secara ekonomis dalam
melaksanakan tugas mengajarnya. Pragmatisme telah memberikan pengaruh
yang luar biasa pula, yaitu membentuk pandangan bahwa kebenaran itu
relatif (Tafsir, 2007:87-88).
50
Kedua, pengaruh dari masyarakat itu sendiri yang telah rusak juga
oleh paham-paham itu. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang
semata-mata rasional, ekonomis, dan relatif. Akibat yang muncul dalam
dunia pendidikan umat Islam ialah merosotnya mutu pendidikan umat Islam
bila diukur dengan firman-firman Allah dan hadis Rasulullah SAW.
Mungkin saja sains dan teknologi dapat dikatakan maju dalam umat Islam,
tetapi sains dan teknologi itu tidak akan dapat membawa orang Islam lebih
baik, lebih dekat kepada Tuhannya, bahkan dapat sebaliknya. Guru mungkin
saja telah dinilai oleh masyarakat mengenai kecanggihan logikanya dalam
mengajarkan pengetahuan, guru mungkin juga dinilai dari segi penampilan
lahiriahnya, misalnya pakainnya, rumahnya, atau kendaraannya. Dua
pengaruh itu memang sudah cukup untuk memerosotkan kedudukan guru
dalam masyarakat Islam, juga sudah mencukupi untuk merusak mutu
hubungan guru dengan murid (Tafsir, 2007:88).
Untuk itu, menurut Hasan Langgulung guru agama hendaknya selalu
meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini
Hasan Langgulung menawarkan adanya sejumlah latihan terhadap guru
agama dalam meningkatkan profesionalismenya, dengan tujuan:
a. Menciptakan guru-guru yang terlatih dan memiliki profesionalisme
yang tinggi.
b. Menghasilkan guru-guru yang bersemangat tinggi (Langgulung,
1995:233-235).
51
5. Peran Guru Agama
Perbedaan pendapat terjadi sepanjang masa tentang peran yang
dijalankan guru. Pada zaman dahulu sebelum masa pendidikan modern
seorang guru dipandang sebagai orang yang memaparkan dan
menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Tiada kewajiban atas murid-murid
yang dia ajari kecuali menghafalkan pengetahuan yang dia sampaikan
kepada meraka. Guru juga dianggap sebagai satu-satunya penanggung
jawab pengajaran adab dan pendidikan terhadap anak-anak, tanpa
meperhitungkan pentingnya peran keluarga dan dalam pembentukan dan
pendidikan yang baik (Khalifah, 2009:107).
Konsep ini berkembang pada masa pendidikan modern, sehingga guru
dipandang sebagai seorang pengajar dan pendidik sekaligus. Oleh karena
itulah di atas pundaknya dibebankan tanggung jawab murid dalam belajar
dan mengajar, berperan serta secara langsung dan efektif dalam
menumbuhkan mereka secara benar melalui perhatian yang berkesadaran
dan komprehensif terhadap pertumbuhan kepribadian murid secara utuh,
baik secara mental, intelektual, fisik, keterampilan (skill), maupun
emosional. Ini ditambahkan pada peran guru di lapangan kerjasama antara
lingkungan, pelayanan masyarakat, dan peran serta dalam memajukan
bangsa (Khalifah, 2009:108).
Seorang guru dituntut menunaikan sekian banyak peran dan fungsi ini
sebaik-baiknya, melaksanakannya dalam posisi sebagai poros dan tulang
punggung aktivitas di sekolah, nilai seorang guru terletak pada kesadaran
52
dan perhatiannya terhadap tanggung jawabnya yang besar, terus teperbarui,
berkembang, komprehensif, dan sesuai dengan semangat zamannya dalam
mewujudkan tujuan pendidikan dengan segala sisinya yang beraneka. Dia
juga dituntut bekerja sama secara efektif dan posistif dalam pekerjaannya
sebagai anggota dalam lembaga pendidikan, dalam mempersiapkan wahana
yang baik, dan mengetahui apa hak serta kewajibannya. Ini semua dapat
diwujudkan dengan menjaga pertumbuhan secara menyeluruh untuk murid
yang menjadi pelajar, baik fisik, intelektual, maupun emosional (Khalifah,
2009:108).
Secara umum, pandangan modern terhadap seorang guru terwakili
dengan sebutan pengajar tradisi, pengajar keteladanan, dan salah satu dari
sekian banyak pilar utama peradaban. Guru adalah pencipta generasi dan
penyebar ilmu. Dia juga merupakan penjelajah gagasan dan pembangun
kebangkitan. Apabila bangsa itu diukur dengan kualitas orang-orangnya
maka gurulah sang pembangun manusia dan pembuat masa depan
(Khalifah, 2009:108).
Guru pada era pendidikan modern merepresentasikan sejumlah peran
pendidikan sosial yang sesuai dengan semangat dan perkembangan zaman.
Di antara perannya adalah (Khalifah, 2009:108-111):
a. Guru sebagai pentransfer pengetahuan
Dalam peran ini, guru tidak dianggap sebagai pengangkut informasi
dan pengetahuan kepada murid, bukan pula sebagai pemberi instruksi atau
indoktrinasi kepada mereka. Peran guru di bidang ini adalah sebagai
53
pembantu murid dalam kegiatan belajar mengajar, karena murid juga
berperan dalam mepersiapkan pelajaran, mencari bahan studi, dan
melakukan studi dengan petunjuk dan pengarahan guru yang kapabel serta
menguasai sarana teknik dan teknologi pembelajaran. Seorang guru yang
memiliki kemampuan dan kapabilitas yang bertujuan membantu murid
dalam menjalankan tugas pengetahuan di berbagai bidang kehidupan yang
beragam. Ini sebagai tambahan dari kemampuan guru untuk menentukan
tujuan dan target pembelajaran serta pendidikan, dan berusaha
mewujudkannya melalui pengajaran, alokasi jam pelajaran, kegiatan
ekstrakulikuler. Oleh karena itulah, seorang guru pada bidang ini
memerlukan pengembangan diri dan pembaruan secara terus-menerus dalam
merealisasikan tujuan dan target kegiatan belajar mengajar.
b. Peran guru dalam menjaga pertumbuhan murid yang komprehensif.
Salah satu hal yang sudah dimaklumi dalam era pendidikan modern
adalah bahwa murid merupakan poros dalam proses pendidikan dengan
beragam dimensinya. Satu-satunya tujuan dalam proses menuju
pertumbuhan murid secara komprehensif meliputi aspek spiritual,
intelektual, pengetahuan, dan emosional. Dengan dasar bahwa seorang guru
merupakan pemegang kendali di bidang pendidikan dan proses pendidikan
maka dia bertanggung jawab mewujudkan tujuan perilaku tersebut, melalui
peran posistifnya di bidang pendidikan, baik melalui sesi pembelajaran di
dalam maupun di luar kelas, yakni di masyarakat akademis dan lokal.
54
Semua itu menuntut guru membuat perencanaan, baik harian,
mingguan, bulanan, maupun tahunan untuk merealisasikan target perilaku
yang membantu dalam pertumbuhan yang lengkap bagi murid serta
pengembangannya secara sehat.
Pada bidang ini guru juga dituntut mampu menganalisis kurikulum
dan panduan refrensi yang dia pelajari, seraya memperkaya dia dan
menugaskannya untuk membantu murid. Di samping itu, guru juga
terbebani kewajiban menentukan perencanaan yang sarat maknanya untuk
kegiatan di dalam dan luar kelas, yang membantu dalam penggunaan dan
penerapan pengetahuan dalam realitas kehidupan yang akan dijalani murid
ketika dia sudah memiliki kemampuan dalam hal itu.
Dalam peran ini, guru dituntut memiliki hubungan humanis yang baik
dengan murid dan para staf guru lainnya secara sempurna, sehingga dia
mampu mewujudkan sisi positif dari peran ini.
c. Guru sebagai seorang ahli dan kapabel dalam profesi mengajar
Guru harus senantiasa berupaya menumbuhkan, mengembangkan, dan
memperbarui kapabilitas profesi terbaru dan terpebarui. Di samping itu,
sudah selayaknya dan seharusnya dia menjaga sarana dan teknik terbaru
untuk mentransfer ilmu yang terus berkembang kepada murid-muridnya
dalam bentuk yang efektif dan konstruktif. Dia juga dituntut menjadi orang
yang modern dalam memanfaatkan teknologi pembelajaran dan pengajaran
yang terprogram serta instrumen elektronik lainnya. Dia juga harus terus
memperbarui dan berjalan searah dengan spirit zaman pada sarannya dan
55
kemampuan mengajarnya, agar berikutnya dia mampu berpartisipasi secara
efektif dalam merealisasikan target perilaku pendidikan yang diharapkan.
d. Peran guru dalam tanggung jawab kedisiplinan dan menjaga
peraturan.
Dalam aspek ini guru dianggap sebagai pembantu dan mediator dalam
mewujudkan perilaku sosial yang positif pada murid, yang pilarnya adalah
kedisiplinan dan peraturan. Hal itu tidak mungkin terwujud hanya melalui
instruksi-instruksi dan pengawasan yang ketat, akan tetapi melalui
diciptakannya suasana demokratis yang bertujuan menjaga murid di bidang
ini, di mana murid ikut berpartisipasi dalam rencana-rencana dan keputusan-
keputusan utuk menjaga peraturan dan kedisiplinan ini sesuai dengan batas-
batas kemampuan mereka secara umum.
Murid yang berpartisipasi dalam membuat sebuah keputusan, pasti
akan menghormati dan melaksanakan keputusan tersebut.
e. Guru sebagai penanggung jawab prestasi murid.
Prestasi yang baik di bidang pendidikan variatif, yakni sisi kognitif,
afektif, dan skil (motorik), dianggap sebagai target di mana seorang guru
sukses akan berusaha mencapai dan merealisasikannya, dengan
menggunakan semua sarana teknis dan teknologi pembelajaran dalam
rangka menjaga prestasi para murid sepanjang tahun pelajaran. Itu
dilakukan berdasarkan kurikulum yang diajarkannya. Guru yang berhasil
adalah guru yang dapat memfungsikan lembaran penilaian murid dalam
aspek kognitif, afektif, dan skil motorik secara terarah dan efektif.
56
Dalam aspek ini, dia harus membuka arsip-arip yang dibutuhkan
untuk mendokumentasikan prestasi murid sesuai instruksi. Selain itu, ia
harus membuka catatan-catatan akumulatif untuk memantau dan menilai
perilaku murid. Guru juga dituntut membuat rencana yang dibutuhkan untuk
mengatasi berbagai kelemahan dan mendorong pencapaian prestasi.
Dalam aspek ini guru juga berkewajiban melakukan penelitian dan
pengkajian praktis terhadap kemunduran-kemunduran prestasi di bidang
kognitif atau di bidang perilaku lainnya dalam bekerja sama dengan rekan
sesama guru, administrasi sekolah, dan keluarga.
f. Guru sebagai pembimbing mental.
Betapa pun beratnya guru menjalankan peran sebagai pemberi
petunjuk dan pengarahan kepada murid, tetapi dia juga harus mengawasi
secara teliti perilaku manusia. Di samping itu, dia juga berkewajiban
menghadapi secara positif ketika terjadi gejolak emosional murid yang dia
ajar. Dia juga harus mengetahui kapan saatnya membawa murid kepada
psikiater untuk mendapatkan pertolongan.
g. Guru sebagai teladan.
Dengan memandang secara mendalam terhadap apa yang dikerjakan
guru, baik di dalam maupun di luar kelas maka dia dianggap sebagai teladan
bagi murid. Para guru secara sengaja dimanfaatkan sebagai model.
Misalnya, pada presentasi yang disampaikan guru dalam materi pendidikan
jasmani, kimia, ataupun seni, dia dianggap sebagai teladan langsung untuk
model. Dalam sejumlah keadaan, guru tidak menyadari perannya sebagai
57
teladan perilaku yang ditiru para muridnya. Ketika seorang guru merokok di
depan murid-muridnya atau dia menggunakan kata-kata kasar kepada
muridnya, berarti dia tidak meyadari pengaruh itu terhadap perilaku
muridnya pada masa mendatang.
h. Peran guru sebagai anggota organisasi profesi.
Seorang guru harus memiliki loyalitas kepada profesi yang
diperankannya dengan bergabung kepada asosiasi profesi serta menjaga
kehormatan dan reputasi asosiasi tersebut. Ia harus selalu berusaha
menumbuhkan dan mengembangkan diri dalam organisasi-organisasi dan
asosiasi-asosiasi guru, karena lembaga ini berusaha mengembangkan dan
memperbaharui para guru yang menjadi anggotanya melalui pertemuan-
pertemuan, forum-forum, seminar-seminar, dan publikasi. Di samping itu
guru dituntut untuk berpartisipasi dalam kegiatan dan organisasi tersebut,
karena keikutsertaannya akan memberikan hasil-hasil yang positif dalam
pengembangannya terhadap profesi.
i. Peran guru sebagai anggota masyarakat.
Seorang guru dalam peran ini dituntut menjadi anggota yang aktif di
masyarakat lokal, dengan cara berinteraksi aktif dengannya, lalu
mendapatkan manfaat darinya, dan memberikan manfaat kepadanya.
Seorang guru dalam konsep pendidikan modern merupakan agen perubahan
budaya masyarakat. Lalu bagaimana itu bisa dilakukan bila dia tidak
berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat pada kegiatan keagamaan dan
kenegaraan. Ini sebagai tambahan terhadap aktivitas sosialnya yang lain
58
melalui komisi sekolah dan dewan guru, serta bergabung ke dalam
organisasi amal lainnya yang bertujuan memberi pelayanan kepada
masyarakat, dan bekerja sama dengan berbagai yayasan pendidikan serta
perhimpunan spesialis lainnya yang ada di masyarakat.
Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi
teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan
kedudukannya. Di mana dan kapan saja ia akan dipandang sebagai guru
yang harus memperlihatkan kelakuan yang patut ditiru oleh masyarakat,
khususnya oleh anak didik.
Dengan demikian, salah satu faktor utama yang menentukan mutu
pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam
menciptakan kualitas sumber daya manusia. Khususnya proses
pembelajaran di sekolah, guru memegang peran yang penting diantaranya
menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus
menerus berkembang.
Menurut Hasan Langgulung, peran guru adalah untuk menyelamatkan
masyarakat dan peradaban dari penghancuran atau dalam istilah sehari-hari
disebut mati dan akhirnya kita jumpai di musium, seperti Mesir kuno,
Yunani kuno, dan lain-lain. Dengan kata lain tanpa guru yang berfungsi
sebagai transmitter (penyambung) budaya akan mati (Langgulung,
2002:45).
Peran guru agama dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen
59
utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan
melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berkembang dalam masyarakat.
Menurut Hasan Langgulung, “guru dalam paradigma baru ini bukan
hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator
proses belajar (Langgulung, 1988:86).
b. Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek
yang sangat penting. Proses pembelajaran akan berhasil apabila siswa
mempunyai motivasi dalam belajar. Untuk itu, guru dituntut kreatif dalam
membangkitkan motivasi belajar siswa.
c. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, karena
kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa
menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Dari penjelasan di atas dapat diringkas bahwa peran guru agama
dalam paradigma baru menurut Hasan Langgulung adalah selain sebagai
transmitter (penyambung) budaya, guru berperan sebagai motivator dan
fasilitator dalam mengembangkan potensi-potensi anak didik untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Dalam mewujudkan peranan guru, Hasan Langgulung berpendapat
guru harus memiliki tiga macam pengetahuan, yaitu:
60
1) Pendidikan atau pengetahuan umum, yaitu semua materi atau bidang
ilmu yang diajarkan, baik materi agama maupun materi umum
lainnya.
2) Pendidikan atau pengetahuan profesi, yaitu pengetahuan atau materi
yang berkaitan dengan profesi guru yang mengikuti latihan tersebut.
3) Pendidikan atau pengetahuan khusus, yaitu beberapa pengetahuan
khusus yang diberikan kepada guru-guru sesuai dengan tingkat
pendidikan yang diajarnya (Langgulung, 1986:233-235).
6. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, dalam pemikiran Hasan
Langgulung peran guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja.
Tetapi guru juga sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran.
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tugas guru menurut Hasan
Langgulung adalah:
a. Sebagai motivator, tugas guru adalah mendidik peserta didik dengan
titik berat memberikan arah dan motivasi terhadap pencapaian tujuan
yang diharapkan.
b. Sebagai fasilitator, tugas guru adalah memberi fasilitas dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Tugas guru juga membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti
sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri.
Demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas
sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, guru
61
bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian peserta
didik. Guru harus mampu menciptakan proses belajar mengajar yang
sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang peserta didik untuk belajar
secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan pencapaian tujuan.
Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru
agama di samping memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga
melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia
membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, di samping
menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan anak didik
(Daradjat, 1995:99).
Menurut Hasan Langgulung yang dimaksud pembelajaran adalah
realisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan
aslinya, yaitu sifat suka lupa. Oleh sebab itu, Al-Qur‟an dianggap sebagai
pemberi ingat yang paling istimewa. Tambahnya bahwa: “Potensi-potensi
itu tercermin dalam “al-Asma al-Husna” yang 99 itu, kalau direalisasikan
maka umat manusia sebagai individu dan masyarakat berfungsi penuh (full-
functioning). Sebaliknya kalau potensi-potensi itu tidak direalisasikan, maka
manusia akan tertimpa berbagai penyakit seperti kejahiliahan, kemiskinan,
kemunduran, kelaparan, dan lain-lain yang mengakibatkan kehancuran
walaupun mereka berdiri di atas telaga minyak dan emas, dan dikelilingi
oleh sumber alam yang kaya raya seperti terjadi pada Negara-negara dunia
ketiga dewasa ini, termasuk Negara-negara Islam (Langgulung, 1988:87).
62
Dari sinilah muncul konsep baru tentang pendidikan, yaitu sebagai
pemberi ingat pada manusia yang suka lupa. Dalam pengertian modern,
manusia itu pelupa karena potensi-potensinya tidak dikembangkan dan
diaktualisasikan. Potensi-potensi itu terpendam dalam dirinya. Oleh sebab
itu, menjadi tugas dan tanggung jawab guru untuk mengembangkan dan
mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut.
Adapun upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengurangi kelupaan
adalah:
a. Selalu meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menyadarkan
anak didik akan tujuan pembelajaran.
b. Menunjukkan unsur-unsur pokok sebelum menunjukan unsur-unsur
penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang akan disajikan.
c. Menyajikan pokok bahasan materi yang akan disajikan pada sesi
berikutnya.
d. Dalam mengajukan pertanyaan kepada anak didik guru sebaiknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) disampaikan secara akrab
dan tidak menegangkan, (2) singkat, padat, jelas, dan tidak
mengandung banyak tafsiran, (3) mengandung satu masalah, (4)
alternatif jawaban bukan “tidak” atau “ya”, (5) jangan memaksa anak
didik yang tidak dapat menjawab, (6) tawarkan pertanyaan-pertanyaan
kepada siswa lain, (7) berilah pujian terhadap siswa yang berhasil
menjawab (Tohirin, 2006:139-140).
63
B. Relevansi pemikiran Hasan Langgulung tentang Peran Guru Agama
dalam Praktek Pendidikan Islam pada era sekarang
Menurut Hasan Langgulung pendidikan sebenarnya dapat ditinjau dari
dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari segi
pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti
pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup
masyarakat tetap berlanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat
mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke
generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Nilai-nilai ini
bermacam-macam. Ada yang bersifat intelektual, seni, politik, ekonomi dan
lain-lain lagi. Dalam berbagai hal nilai-nilai budaya ini berpadu dalam suatu
karya seperti pada binaan rumah. Dalam bangunan rumah, nampak jelas
warisan intelektual, seni, ekonomi, politik, agama dan lain-lain dari bangsa
dan masyarakat yang menciptakannya. Inilah yang disebut kepribadian atau
identitas. Itu sebabnya bentuk rumah dan ukirannya berbeda-beda menurut
budaya bangsa yang menciptakannya. Bentuk rumah orang Eskrimo berbeda
dengan rumah orang Afrika yang berbeda dengan rumah orang Jepang dan
selanjutnya berbeda dengan rumah orang Indonesia. Setiap masyarakat
berusaha mewariskan keahlian dan keterampilan yang dipunyainya itu
kepada generasi mudanya agar masyarakat tersebut tetap memelihara
kepribadiannya yang berarti memelihara kelanjutan hidup masyarakat
tersebut. Inilah dia pendidikan ditinjau dari segi kacamata masyarakat.
64
Dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana
lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak
tampak. ia masih berada di dasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya
dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia berbagai
bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya bisa
berubah menjadi emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-
limpah. Kemampuan intelektual saja beraneka ragam. Kemampuan bahasa,
menghitung, mengingat, berfikir, daya cipta dan lain-lain. Malah menurut
Guilford yang dijelaskan dalam buku karya Hasan Langgulung, kemampuan
intelektual ini terdiri dari 120 macam. Sudah tentu sampai sekarang
kemampuan-kemampuan itu belum dapat dipergunakan semuanya. Tetapi
hasilnya, manusia sudah sampai ke bulan dan menciptakan teknologi yang
tinggi. Artinya biarpun dengan kemampuan akal yang terbatas manusia
sudah dapat menjelajah angkasa raya. Jadi pendidikan menurut pandangan
individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu
agar ia dapat dinikmati oleh individu dan selanjutnya oleh masyarakat.
Sebab kemakmuran suatu masyarakat bergantung pada kesanggupan
masyarakat tersebut menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap
individunya. Dengan kata lain kemakmuran masyarakat tergantung pada
keberhasilan pendidikannya dalam menggarap kekayaan yang terpendam
pada setiap individu (Langgulung, 1988:3).
65
Dalam penjelasan di atas Hasan Langgulung menyebutkan, bahwa
pendidikan Islam merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk
mengisi peranan memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat. Pendidikan tidak hanya sekedar transfer of knowledge
(transfer pengetahuan), tetapi juga transfer of value (transfer nilai) dan
berorientasi dunia akhirat (teosentris dan antroposentris), sebagai tujuannya.
Namun Hasan Langgulung juga mengatakan bahwa pendidikan saat
ini sangat memprihatinkan di mana selama ini fokus pendidikan seakan-
akan hanya sebagai transfer ilmu di mana nilai raport atau hasil ujian yang
masyarakat lihat dari keberhasilan yang diraih dalam pendidikan. Yang
seharusnya pendidikan juga mentransfer nilai-nilai luhur, akhlak mulia dan
nilai-nilai kehidupan lainnya serta menjaganya dari generasi ke generasi.
Maka dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki kemampuan
dan keterampilan dalam hal mengajar.
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih
ilmu pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta
membangun karakter manusia secara keseluruhan agar dapat membentuk
Insan Kamil. Insan kamil yaitu proses perubahan kualitatif sehingga ia
mendekati Allah dan menyerupai malaikat, (Langulung, 1985:405) karena
manusia memiliki potensi yang harus dikembangkan. Jadi, dalam
pendidikan tugas dan peranan guru sangat dibutuhkan agar potensi pada
manusia dapat teraktualisasikan (Langgulung, 1988:88). Menurut Hasan
66
Langgulung tinggi atau rendahnya suatu Masyarakat, maju atau mundurnya
tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan Negara, sebagian besar tergantung
kepada pendidikan yang diberikan oleh guru. Makin tinggi pendidikan guru,
makin tinggi pula mutu pendidikan yang diterima oleh peserta didik, dan
makin tinggi pula derajat masyarakat. Menjadi seorang guru memiliiki
tanggung jawab yang sangat berat apalagi menjadi seorang guru agama
karena tugas guru agama tidak hanya melaksanakan pendidikan agama
secara baik, tetapi guru agama juga harus dapat memperbaiki pendidikan
agama yang telah terlanjur salah diterima anak, baik dalam keluarga,
maupun masyarakat sekitarnya, serta melakukan pembinaan kembali
terhadap pribadi anak didik.
Secara umum, pandangan modern terhadap seorang guru terwakili
dengan sebutan pengajar tradisi, pengajar keteladanan, dan salah satu dari
sekian banyak pilar utama peradaban. Guru adalah pencipta generasi dan
penyebar ilmu. Dia juga merupakan penjelajah gagasan dan pembangun
kebangkitan. Apabila bangsa itu diukur dengan kualitas orang-orangnya
maka gurulah sang pembangun manusia dan pembuat masa depan
(Khalifah, 2009:108).
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dalam penelitian pemikiran Hasan Langgulung
mengenai Peran Guru Agama dalam Praktek Pendidikan Islam, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Hasan Langgulung
Ada tiga poin penting prespektif Hasan Langgulung tentang
pendidikan Islam yaitu:
Pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu
pembinaan terhadap keduanya harus seimbang (tawazun)
Pendidikan Islam terbangun atas dasar nilai-nilai religius. Ini berarti
bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan teologis sebagai sumber dari
ilmu itu sendiri.
Kemudian adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat
berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang
datang dari luar.
2. Peran Guru Agama Menurut Pemikiran Hasan Langgulung
Guru agama adalah seorang profesional yang mempunyai peranan dan
kedudukan sebagai pengganti dari orang tua peserta didik atau orang tua
68
kedua di sekolah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
mengembangkan seluruh potensi dan mendidik kepribadian peserta didik
agar dapat hidup sesuai yang diharapkan oleh agama, masyarakat dan
bangsa. Dan menurut Hasan Langgulung peran guru tidak hanya
menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Tetapi juga sebagai motivator dan
fasilitator dalam pembelajaran.
3. Relevansi Peran Guru Agama dalam Praktek Pendidikan Islam
Pemikiran Hasan Langgulung tentang peran guru masih relevan
dengan pendidikan saat ini khususnya pendidikan Islam. Saat ini di dalam
kurikulum 2013 dijelaskan bahwa pendidikan tidaklah hanya
mengembangkan potensi intelektual atau kognitif saja namun juga
mengembangkan potensi afektif dan psikomotorik peserta didik. Mengingat
bahwa menurut Hasan Langgulung peran guru tidak hanya menyampaikan
ilmu pengetahuan saja namun juga sebagai motivator dan fasilitator dalam
pembelajaran dan tujuan pendidikan dari Hasan Langgulung bahwa generasi
muda yang harus mampu melaksanakan perintah-perintah Allah, generasi
muda mampu bermasyrakat, generasi muda yang mampu berfikir ilmiah
maka pemikiran Hasan Langgulung masih relevan dengan pendidikan saat
ini khususnya pendidikan Islam.
B. Saran
Pemikiran Hasan Langgulung yang terdapat dalam skripsi ini, semoga
dapat mewakili dalam memberikan saran yang baik untuk pendidikan bagi
para pendidik (guru agama), masyarakat, maupun pemerintah. Adapun
69
saran-saran dari penulis, khususnya guru agama dalam memajukan
pendidikan adalah:
1. Dapat dijadikan refrensi dan pedoman dalam wacana pengembangan
dunia pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan. Sebagai profesi, guru
hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian yang berkaitan
dengan peningkatan profesional seorang pendidik.
2. Hak dan kewajiban hendaknya harus diletakkan secara seimbang,
bukan saja hak yang harus dituntut melainkan juga kewajiban harus
dipenuhi.
3. Meniru kembali pendidikan dari Rasululloh SAW seperti keikhlasan
dalam mengembangkan, mewujudkan tujuan, menjaga serta
melestarikan kebudayaan Islam dengan disertai kepribadian yang
sesuai ajaran Islam maupun ketentuan-ketentuan dalam UU
pemerintah.
4. Pendidik khususnya guru agama harus selalu meningkatkan
profesionalnya agar selalu siap menjalankan tugas-tugasnya dan
mampu menghadapi tantangan-tantangan zaman, merespon dan
memecahkannya dengan penuh kearifan dan kebijakan.
5. Selalu bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah dalam
melaksanakan pendidikan yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
Dan,
70
6. Selalu kreatif atau melakukan terobosan-terobosan baru dalam
pendidikan agar guru selalu menjadi panutan, sehingga kedudukannya
selalu dihormati dan dihargai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. H. (tt). Pemikiran Islam di Malaysia: Sejarah dan Aliran. Bandung:
Gema Insani Press.
Anton Bakker, A. C. (1990). Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Kanius.
Daradjat, Z. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Cet. Ke-2
ed.). Jakarta: Ruhama.
Daradjat, Z. (2004). Dasar-dasar Pendidikan Islam (Cet. Ke-4 ed.). Jakarta: Bumi
Aksara.
Daulay, H. P. (2012). Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Faruqy, I. R. (1982). Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjemahan Anas Mahyuddin.
Bandung: Pustaka.
Fauziyah, U. (2009). Pendidikan Islam dalam Prespektif Hasan Langgulung.
Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim.
Hadari Nawawi, M. M. (1996). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Kebudayaan, D. P. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. Ke-1 ed.).
Jakarta: Balai Pustaka.
Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam.
Bandung: Al-Ma'arif.
Langgulung, H. (1985). Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-
Psikologi (Cet. Ke-3 ed.). Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Langgulung, H. (1986). Manusia Dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al Husna.
Langgulung, H. (1986). Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi,
Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Langgulung, H. (1988). Asas-Asas Pendidikan Islam (Cet. 2 ed.). Jakarta: Pustaka
Al-Husna.
Langgulung, H. (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21 (Cet. ke-1
ed.). Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Langgulung, H. (1989). Manusia dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Langgulung, H. (1995). Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan
Pendidikan. Jakarta: Al-Husna.
Langgulung, H. (2002). Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains
Sosial (Cet. Ke-1 ed.). Jakarta: Gaya Media Pratama.
Langulung, H. (1985). Teori-teori Kesehatan Mental. Jakarta: Al-Husna.
M.Arifin. (1988). Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat. Jakarta:
IAIN Syarif Hidayatullah.
Mahmud Khalifah, U. Q. (2009). Menjadi Guru Inspiratif (Cet. 1 ed.). Sukoharjo:
Mumtaza.
Muchtar, H. J. (2005). Fiqih Pendidikan (Cet Ke-1 ed.). Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, N. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Muhaimin. (2003). Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta:
PSAPM.
Mulkan, A. M. (2002). Nalar Sepiritual Pendidikan, (Solusi Problem Filosof
Pendidikan Islam). Yogyakarta: PT: Tiara Wacana.
Nata, A. (2005). Pendidikan dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Nata, A. (2013). Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: Rajawali Pers.
Nizar, A.-R. d. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Penyusun, T. (2004). Ensiklopedia Nasional Indonesia (Jilid 4, Cet. Ket-4 ed.).
Jakarta: Delta Pamungkas.
Purwanto, M. N. (2007). Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Cet. Ke-18 ed.).
Bandung: Remaja Rosdakarya.
UU. (2006). Undang-undang dan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam Depag RI.
Depag. (2004). Al-Qur'an Dan Terjemahannya. Bandung: JUMANATUL 'ALI-
ART.
Sholeh. (2006). Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: Elsas.
Sholeh, A. K. (2003). Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit
Jendela.
Sukmadinata, N. S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Surakhman, W. (1989). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik.
Susanto, A. (2009). Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amza.
Syamsul Kurniawan, E. M. (2011). Jejak Pemikiran Pendidikan Islam: Ibnu Sina,
al-Ghazali, Ibnu Khaldu, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Hasan al-
Banna, Syed Muhammad Nauquid al-Attas, K.H. Ahmad Dahlan, K.H.
Hasyim Asy'ari, Hamka, Basiuni Imran, Hasan Langgulung, Azyumardi
Azra. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Tafsir, A. (2007). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Cet. Ke-7 ed.).
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tohirin. (2006). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Ed. 1 ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wiyono, H. H. (1995). Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius.
Yamin, M. (2006). Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia (Cet. Ke-2 ed.).
Jakarta: Gaung Persada.
Top Related