perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)
SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Skripsi
Oleh:
ENIK PURWANTININGSIH
K6407025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
NOVEMBER 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Enik Purwantiningsih
NIM : K6407025
Jurusan/Program Studi : PIPS/PPKn
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA
DALAM MELINDUNGI HAK- ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Enik Purwantiningsih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)
SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Oleh:
ENIK PURWANTININGSIH
K6407025
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Enik Purwantiningsih. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, 2) Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam melindungi Hak-hak konsumen.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Strategi penelitiannya menggunakan strategi tunggal terpancang. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa/aktivitas serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian adalah dengan teknik wawancara, observasi serta analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) penarikan kesimpulan/verifikasi. Adapun prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) tahap persiapan, 2) tahap pengumpulan data, 3) tahap analisis data, 4) tahap penyusunan laporan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen dapat dilihat dari sistem hukumnya yaitu: a) substansi hukum, pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk undang-undang maupun peraturan dibawahnya guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki. b) struktur hukum atau pranata hukum, guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia. c) budaya hukum, tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. 2) Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen meliputi: a) memberikan konsultasi kepada konsumen, b) pengawasan klausula baku, c) menyelesaikan sengketa konsumen dengan 3 macam cara yaitu mediasi, arbitrase, dan konsiliasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT Enik Purwantiningsih. The Role of Consumer Dispute Settlement Council (BPSK) in Protecting the Consumer Rights. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Surakarta Sebelas Maret University, 2012.
The objectives of research are to find out: 1) the factors causing the infringement of consumer rights, 2) the role of Surakarta consumer dispute settlement council (BPSK) in protecting the consumer rights.
This research used a descriptive qualitative method. The research strategy was a single strategy. The data was obtained from informant, place/activity as document. The sampling technique purposive sampling. Techniques of collecting data used was to obtain and to organize the data of research were interview, observation as well as document analysis. To validate the data, the data triangulation was used. Meanwhile technique of analyzing data used was an interactive model of analysis with the following stages: 1) data collection, 2) data reduction, 3) data display, 4) conclusion drawing/verification. The procedure of research included: 1) preparation, 2) data collection, 3) data analysis, and 4) research report writing stages.
Based on the result of research, it could be concluded that: 1) the factors causing the infringement of consumer rights be seen from the legal system, namely: a) law substance, Indonesian gonerment has some laws regulations to protect consumenr rights, but not many people know about these regulations, only a few of them know about the consumer rights, b) law structure, to protect the consumer rights that arConsumer Dispute Sttlement Council, but this has not worked maximally because of the lack of fund, facilities and human recources, c) law culture, the businessman are still lack of lawawareness where as it is clearly stated on the law that there are some responsibilities that have to be fulfilled by the businessmen. 2) The role of Surakarta Consumer Dispute Settlement (BPSK) in protecting the consumer right included: a) counseling the consumer, b) standard clause supervision, c) resolving the consumer dispute in three ways: mediation, arbitrage, and consiliation.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
...Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q. S. Al-Insyirah Ayat 5)
...Kebahagiaan akan tumbuh berkembang manakala bisa membantu orang lain. Namun
bilamana tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering.
Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman, harus disirami tiap hari dengan sikap dan tindakan
memberi (J. Donald Walters)
...Tidak ada kegagalan selama kita menikmati prosesnya. (Hitam Putih)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT,
skripsi yang tersusun dengan penuh
kesungguhan ini, penulis persembahkan
kepada :
1. Bapak, ibu dan keluarga tercinta atas
doanya
2. Mas Feby Irawan atas motivasinya
3. Elis atas kebersamaan selama ini
4. Teman-teman FKIP PPKn angkatan
2007
5. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kendala yang timbul dapat
teratasi, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui ijin atas permohonan
penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan.
4. Dra. Ch Baroroh, M. Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
persetujuan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Utomo, M. Pd. selaku Pembimbing II yang tiada henti-hentinya
memberikan pengarahan, dorongan, motivasi, bimbingan teknis dan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal pengetahuan untuk
penyusunan skripsi ini.
7. Segenap staf di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan mencurahkan
segala kemampuan dengan harapan agar memenuhi persyaratan sebagai suatu
karya ilmiah yang bermanfaat. Namun mengingat adanya keterbatasan
pengetahuan, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................. ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 7
1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara ................................... 7
a. Pengertian Hak ................................................................ 7
b. Pengertian Warga Negara ................................................ 7
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945..... 8
2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen ................................... 10
a. Pengertian Konsumen .................................................... 10
b. Hak dan Kewajiban Konsumen ..................................... 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara ........... 18
d. Pelanggaran Hak Konsumen .................... ..................... 21
e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman ............. 22
3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha ............................................ 24
a. Pengertian Pelaku Usaha ................................................. 24
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................. 25
4. Penyelesaian Sengketa Konsumen ....................................... 26
a. Pengertian Sengketa Konsumen ....................................... 26
b. Penyelesaian Sengketa Konsumen ................................... 27
5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen ............................................................................ 31
a. Pengertian Peran .............................................................. 31
b. Pengertian BPSK ............................................................ 31
c. Syarat Anggota BPSK .................................................... 32
d. Tugas dan Wewenang BPSK........................................... 34
e. Peran BPSK ..................................................................... 35
B. Kerangka Berpikir ....................................................................... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 41
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 41
1. Tempat Penelitian ................................................................ 41
2. Waktu Penelitian ................................................................. 41
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................ 42
1. Bentuk Penelitian ................................................................. 42
2. Strategi Penelitian ................................................................ 43
C. Sumber Data ............................................................................ 43
1. Informan ............................................................................. 44
2. Tempat dan Peristiwa .......................................................... 45
3. Dokumen ............................................................................ 45
D. Teknik Sampling ..................................................................... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46
1. Wawancara ......................................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
2. Observasi ............................................................................ 48
3. Analisis Dokumen .............................................................. 48
F. Validitas Data .......................................................................... 49
G. Analisis Data ........................................................................... 50
1. Pengumpulan Data .............................................................. 51
2. Reduksi Data ...................................................................... 51
3. Penyajian Data .................................................................... 51
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi ............................... 51
H. Prosedur Penelitian .................................................................. 52
1. Persiapan ............................................................................. 52
2. Pengumpulan Data .............................................................. 53
3. Analisis Data ...................................................................... 53
4. Penyusunan Laporan Penelitian ......................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 54
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................... 54
1. Gambaran Umum BPSK Surakarta ..................................... 54
a. Sejarah Berdirinya BPSK Surakarta ................................ 54
b. Maksud dan Tujuan BPSK Surakarta .............................. 54
c. Sasaran BPSK Surakarta.................................................. 55
d. Manfaat BPSK Surakarta ................................................ 55
e. Sarana dan Prasarana BPSK Surakarta ............................ 56
g. Pembiayaan...................................................................... 56
2. Tata Kerja BPSK Surakarta ................................................ 57
a. Stuktur Organisasi BPSK Surakarta ............................... 57
b. Kesekretariatan BPSK Surakarta .................................... 59
c. Kegiatan Anggota BPSK Surakarta ................................ 60
B. Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................... 61
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Hak
Konsumen ........................................................................... 61
2. Peran BPSK Surakarta dalam Melindungi Hak-hak
Konsumen ........................................................................... 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
C. Temuan Studi ........................................................................... 76
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ............................... 79
A. Kesimpulan .............................................................................. 79
B. Implikasi .................................................................................. 80
C. Saran ........................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Tahun 2011........ 4
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................ 41
Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Bulan Januari
Sampai Bulan Maret 2012 ................................................................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir .............................................................. 40
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ....................................................... 52
Gambar 3. Struktur Organisasi BPSK Surakarta ............................................. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Informan ........................................................................ 85
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ............................................................... 88
Lampiran 3. Catatan Lapangan ..................................................................... 90
Lampiran 4. Trianggulasi Data ..................................................................... 116
Lampiran 5. Trianggulasi Metode ................................................................. 118
Lampiran 6. Foto Penelitian .......................................................................... 120
Lampiran 7. Formulir Pengaduan BPSK Surakarta ...................................... 124
Lampiran 8. Rekapitulasi Pengaduan BPSK Surakarta Tahun 2011 ........... 128
Lampiran 9. Kalender Kegiatan dan Jadwal Sidang BPSK Surakarta Tahun
2011 ......................................................................................... 129
Lampiran 10. Rekapitulasi Penanganan Kasus BPSK Surakarta tahun 2011. 137
Lampiran 11. Daftar Inventaris BPSK Surakarta ............................................ 141
Lampiran 12. Laporan Keuangan BPSK Surakarta Tahun 2011 .................... 143
Lampiran 13. Keputusan Presiden No. 32 tahun 2008 tentang
Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
pada Pemerintah Banjarmasin, Kota Cirebon, Kota
Surakarta, Kota Magelang, Kota Tanjung Pinang serta
Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah
dan Kabupaten Bener Meriah .................................................. 144
Lampiran 14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen ................................................................................. 147
Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan
FKIP UNS ............................................................................... 165
Lampiran 16. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan
Skripsi ....................................................................................... 166
Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Rektor
UNS .......................................................................................... 167
Lampiran 18. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Ketua
BPSK Surakarta ........................................................................ 168
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Lampiran 19. Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian kepada
BAPPEDA Surakarta................................................................ 169
Lampiran 20. Surat Ijin Penelitian/Survay dari BAPPEDA Surakarta ........... 170
Lampiran 21. Surat Keterangan Penelitian dari BPSK Surakarta.................. 171
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam menjaga keberlangsungan kehidupannya mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga.
Kebutuhan tersebut terdiri dari beberapa macam kebutuhan baik kebutuhan
primer, sekunder, maupun tersier, tetapi kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
oleh diri sendiri. Manusia pasti akan membutuhkan manusia yang lainnya guna
memenuhi kebutuhan tersebut karena tidak mungkin dapat membuat atau
memproduksi semua kebutuhan tersebut secara pribadi. Kebutuhan manusia akan
terus bertambah dan berbeda dari waktu ke waktu, yang dalam pemenuhan
tersebut manusia menggunakan atau memakai barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh manusia lain yang biasa dikenal dengan produsen atau pelaku
usaha. Konsumen tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhannya tanpa pelaku
usaha atau produsen, begitu juga sebaliknya pelaku usaha atau produsen tidak
akan dapat bertahan apabila tidak ada konsumen yang bersedia memakai atau
menggunakan barang yang telah dihasilkan.
Perkembangan dunia usaha pada saat ini terus mengalami perkembangan
yang sangat pesat sehingga banyak menghasilkan berbagai macam variasi barang
dan/atau jasa yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh konsumen. Keadaan
tersebut disatu sisi akan membawa manfaat atau kegunaan yang besar kepada
konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa dapat terpenuhi dan akan
memberikan banyak pilihan kepada konsumen sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsumen.
Setiap manusia dalam kondisi apapun akan menjadi konsumen atau
pemakai dalam suatu barang dan/atau jasa tertentu. Namun, kondisi yang
demikian dapat mengakibatkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat digunakan sebagai obyek bisnis oleh
pelaku usaha atau produsen dengan berbagai cara antara lain melalui iklan,
promosi, dan perjanjian-perjanjian yang dapat merugikan konsumen. Kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
konsumen yang demikian pada umumnya masih lemah sehingga menyebabkan
banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Berikut data pelanggaran
yang dihimpun oleh YLKI pada tahun 2011 :
Pelanggaran terhadap konsumen yang masuk ke YLKI per November 2011 ada 469 pengaduan. Adapun enam besar komuditas yang paling tinggi diadukan konsumen adalah sebagai berikut : perbankan 98 pengaduan, perumahan 67 pengaduan, jasa telekomunikasi 64 pengaduan, listrik 53 pengaduan, air minum 35 pengaduan dan transportasi 30 pengaduan. (Sudaryatmo, 2011:http://ylki.or.id)
Kedudukan konsumen berada didalam posisi yang lemah seperti yang
diungkapkan Sudaryatmo (1996: 91) yang
keberlangsungan roda perekonomian, konsumen menduduki posisi yang cukup
penting. Namun ironisnya, sabagai salah satu pelaku ekonomi, kedudukan
konsumen sangat lemah dalam ha .
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Resolusi No.39/248 Tahun
1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection)
juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yaitu :
Perlindungan konsumen dari bahaya bagi kesehatan dan keamanan; promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial; tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi; pendidikan konsumen; tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; kebebasan membentuk organisasi konsumen untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. (Happy Susanto, 2008: 26).
Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negaranya, hal
pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
i asas
perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada
segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali. Baik laki-laki atau
perempuan, kaya atau miskin, orang kota atau desa, orang asli atau keturunan dan
pelaku usaha atau konsumen. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Apabila kehidupan seorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain maka alat-
alat negara akan turun tangan untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya
gangguan tersebut, penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak
dari warga negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara
menyeluruh. (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008: 50).
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa konsumen merupakan
bagian dari warga negara, sedangkan warga negara mempunyai hak yang harus
dilindungi oleh negara, seperti yang diungkapkan oleh Assiddiqie dalam Winarno
(2009: 98) :
Hak warga negara merupakan kewajiban negara terhadap rakyatnya. Hak-hak warga negara wajib diakui (recognized), wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (fasilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Negara didirikan dan dibentuk memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya.
Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha perlu
untuk mendapatkan perlindungan. Upaya perlindungan terhadap konsumen
tersebut diwujudkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa upaya perlindungan konsumen merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dengan masyarakat yang diharapkan masyarakat khususnya konsumen
yang dirugikan akan merasa terlindungi tanpa mengabaikan kepentingan dari
pelaku usaha.
Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang tidak seimbang
tersebut tidak menutup kemungkinan menimbulkan perselisihan antara keduanya.
Perselisihan yang terjadi biasanya akan berdampak bagi kerugian konsumen.
Salah satu wujud dari penyelenggaraan perlindungan hak-hak konsumen seperti
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan
dapat memperoleh haknya secara lebih mudah melalui peranan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
-hak Konsumen
Gerakan dan P
If a problem does arise they can seek help from YLKI (a consumer protection
organisation), or through the institusion of consumer protection dispute
Artinya : jika masalah muncul, mereka dapat mencari
bantuan dari YLKI atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. (RAR
Murni - jurnal.pdii.lipi.go.id)
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
32 Tahun 2008. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
merupakan salah satu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Indonesia yang
belum lama terbentuk telah mendapat banyak pengaduan dari konsumen dalam
berbagai bidang. Data pengaduan yang telah dihimpun Oleh Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta Pada Tahun 2011.
No Jenis Jumlah
1. Perbankan dan Keuangan 251
2. Leasing 7
3. Barang Peralatan rumah Tangga 1
4. Jasa Telekomunikasi 2
5. Rumah Sakit 1
6. Money Changer 1
7. Property 1
8. Jasa Pelayanan Listrik Negara -
9. Jasa air Bersih -
10. Jasa Perparkiran -
11. Property 1
Jumlah Total 264
Sumber : Data BPSK Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diharapkan mampu
memberikan perlindungan konsumen baik dengan melalui konsultasi
perlindungan konsumen maupun menjembatani sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan sebagai langkah guna
melindungi hak-hak konsumen, tetapi masih banyak kasus pelanggaran hak
konsumen yang terjadi. Hal ini dikarenakan bahwa memberantas pelanggaran hak
konsumen sampai tuntas bukan merupakan hal yang mudah, terlebih
perkembangan informasi dan teknologi yang semakin maju tidak dibarengi
dengan kemajuan kesadaran konsumen akan haknya.
Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengambil judul Peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas dan untuk
mempermudah pembahasan dalam penelitian, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Faktor apa yang menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku
usaha ?
2. Bagaimana peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
dalam melindungi hak-hak konsumen ?
C. Tujuan Penelitian
Sebuah Penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui
penelitian tersebut. Adapun Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan hak-hak konsumen
dilanggar oleh pelaku usaha.
2. Untuk mengetahui peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang adanya perlindungan terhadap
konsumen.
b. Sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan kepada semua pihak yang terkait
dengan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam melindungi hak-
hak konsumen.
b. Memberikan masukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan
pemerintah untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam melindungi konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara
a. Pengertian Hak
Pengertian hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
(Tim Penyusun, 2007: 381). Sedangkan pengertian hak menurut Srijanti dkk
(2006: 78)
setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai
James W. Nickel dalam Azyumari Azra (2003: 199) menyatakan
bahwa hak mempunyai unsur-
demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia
yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu dengan instansi.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hak merupakan unsur
normatif yang melekat pada diri setiap manusia atau sebagai warga negara
yang seharusnya diperoleh setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi
kewajibannya sebagai warga negara.
b. Pengertian Warga Negara
Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (bahasa
Inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut :
1) Warga negara;
2) Petunjuk dari sebuah kota;
3) Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air;
4) Bawahan atau kawula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(Wijianto dan Winarno, 2010: 24)
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa,
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-
Menurut As Hikam masih dalam Wijianto dan Winarno (2010: 24)
citizen artinya
adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu
Sedangkan dalam Winarno (2007: 47), menyebutkan bahwa :
Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Kita juga sering mendengar kata-kata seperti warga desa, warga kota, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga dunia. Warga diartikan sebagai anggota atau peserta. Jadi, warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari suatu negara.
Azyumari Azra (2003: 73), menyatakan bahwa :
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur dari suatu negara. Istilah ini dahulu biasa disebut dengan hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama untuk kepentingan bersama.
Jadi warga negara adalah orang-orang Indonesia asli maupun orang-
orang dari bangsa lain yang telah disahkan oleh undang-undang yang
merupakan bagian dari suatu negara.
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945
ampai
(Winarno, 2007: 58). Beberapa hak dan
kewajiban tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD
1945 berbunyi : -tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
. Pasal ini menunjukkan asas
keadilan sosial dan kerakyatan.
2) Hak membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 berbunyi : etiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
3) Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945, yaitu kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang
4) Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945
berbunyi :
berarti bahwa bangsa Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Ayat (2) berbunyi : kaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
5) Pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yaitu hak dan kewajiban dalam membela
negara. Dinyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak dan wajib
iku
6) Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu hak untuk mendapatkan
pengajaran, ayat (1) menerangkan bahwa -tiap warga negara berhak
. Adapun ayat (2) dijelaskan bahwa
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
7) Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
Indonesia. Pasal 32 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa
memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarkat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-
8) Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33
ayat (1) berbunyi
ayat (2) berbunyi -cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
ayat (3) berbunyi
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar- ayat (4)
berbunyi
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan
, dan
diatur dalam undang-
9) Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945
dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.
Selain mempunyai hak, warga negara juga memiliki kewajiban.
Menurut Winarno (2009: 97) kewajiban warga negara itu meliputi :
1) Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yaitu kewajiban warga negara untuk mentaati hukum dan pemerintahan
2) Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan kewajiban warga negara untuk membela negara
3) Pasal 31 ayat 2 yaitu kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah.
2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen
a. Pengertian Konsumen
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 22) istilah konsumen
berasal dari alih bahasa dari kata Consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu
tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata consumer
adalah (lawan dari produsen) setiap or
Pengertian konsumen berdasarkan hukum Amerika dan Eropa dalam
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2004: 7)
pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Menurut John F. Kennedy dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan
bahwa :
Secara definisi (by definition) konsumen adalah kita semua; mereka adalah kelompok ekonomis (economics group) dalam perekonomian (economy) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan masalah-masalah ekonomi yang bersifat perdata dan publik (public and private economic decision). Kata Kennedy mereka satu satunya kelompok penting dalam perekonomian yang secara efektif tidak terorganisir serta pandangan-pandangan mereka sering tidak didengar.
Menurut Analisis Colin Scott dan Julia Black masih dalam Yusuf
Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa,
(citizen), terkait dengan partisipasi aktif setiap orang perseorangan dalam
kehidupan sosial dan politik (participation of individuals in social and political
life)
Menurut Yusuf Shofie (2002: 14) menya onsumen
adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga
atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau
Dalam buku yang lain Yusuf Shofie (2000: 195) menyatakan
Konsumen adalah mereka yang memperoleh barang atau jasa untuk keperluan
Az. Nasution dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 25),
menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu :
1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
3) Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial). Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa,
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 27) unsur-unsur dari
definisi konsumen menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut
pemakai, barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain, dan barang
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Setiap Orang
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus
sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang sebetulnya
menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual atau juga termasuk
badan hukum. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian
konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus
mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan
hukum.
2) Pemakai
Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
nekankan konsumen adalah
konsumen akhir (ultimate consumer)
digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan
barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual
beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan
prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang
dan/atau jasa itu.
3) Barang dan/atau Jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti
terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah
berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 9 tahun 1999 mengartikan barang sebagai setiap benda baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
baik dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakaan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
4) Yang Tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus
tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini,
syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.
5) Bagi Kepentingan diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi
itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini
tidak sekedar untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan
keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan.
6) Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini
dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai
dalam peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara. Secara teoritis
hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup
pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit menetapkan
batasan-batasan seperti itu.
Jadi konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang
dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau makhluk
hidup lain dan tidak untuk memproduksi barang dan/atau jasa tersebut atau
tidak untuk memperdagangkan kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b. Hak dan Kewajiban Konsumen
1) Hak Konsumen
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan
hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek
hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar
fisik, melainkan hak yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan
hukum tentang hak-hak konsumen.
Hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden
Amerika serikat J.F. Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962,
yaitu :
a) Hak memperoleh keamanan;
b) Hak memilih;
c) Hak mendapat informasi;
d) Hak untuk didengar.
(Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 38)
Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional, dalam
perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam
The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan
lagi beberapa hak hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak
mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang
31)
Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische
Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen,
yaitu :
a) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);
b) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belangen);
c) Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding); d) Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming); e) Hak untuk didengar (recht om te worden gehord). (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 39)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dengan demikian, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal
sepuluh macam hak konsumen. Menurut Ahmadi Miru (2011: 104) hak
tersebut adalah :
Hak atas keamanan dan keselamatan, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti kerugian, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Hak Atas Keamanan dan Keselamatan
Dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen
dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga
konsumen dapat terhindar dari kerugian baik secara fisik maupun psikis
apabila mengkonsumsi suatu produk.
b) Hak Untuk Memperoleh Informasi
Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen
dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena
dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih produk yang
diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari
kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi yang
merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai
manfaat atau kegunaan produk, tanggal kadaluwarsa, serta identitas dari
produsen produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan secara
lisan maupun tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada
label yang melekat pada produk, maupun melalui iklan-iklan yang
disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun
elektronik.
c) Hak Untuk Memilih
Dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk
memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada
tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
konsumen berhak untuk memutuskan untuk membeli atau tidak
terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik
kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.
d) Hak Untuk Didengar
Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan
produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang
produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas
adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk,
atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.
e) Hak Untuk Memperoleh Kebutuhan Hidup
Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak
untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk
memperoleh terutama kebutuhan dasar (barang dan jasa) untuk
mempertahankan hidupnya (secara layak).
f) Hak Untuk Memperoleh Ganti Kerugian
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan
yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan
barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hal ini
sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan
konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang
menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian). Untuk merealisasikan
hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik diselesaikan
secara damai (diluar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui
pengadilan.
g) Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Konsumen
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen dimaksudkan agar
konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang
diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan
produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang
dibutuhkan.
h) Hak Memperoleh Lingkungan yang Bersih dan Sehat
Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi
setiap orang. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta
hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang sekarang berlaku
adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Hak untuk Mendapatkan Barang Sesuai dengan Nilai Tukar yang
Diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat
permainan harga secara tidak wajar. Dalam keadaan tertentu konsumen
dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi
daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang
diperolehnya.
j) Hak untuk Mendapatkan Upaya Penyelesaian Hukum yang Patut
Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen
yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur
hukum.
Sepuluh hak konsumen diatas yang merupakan himpunan dari
berbagai pendapat hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen
sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bagaimanapun rumusan hak-hak konsumen diatas baik dari
pendapat para ahli maupun yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar ada beberapa prinsip atau tujuan yang ingin
dicapai yaitu hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari
kerugian atau kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, hak untuk
memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar dan hak untuk
memperoleh penyelesaian konsumen secara patut terhadap masalah yang
dihadapi oleh konsumen.
2) Kewajiban Konsumen
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban konsumen antara
lain adalah :
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara
Dasar hukum dari perlindungan warga negara secara umum dan secara
khusus terhadap konsumen sebenarnya dapat dilihat pada Pembukaan UUD
1945 yang menyatakan bahwa: "Negara melindungi segenap bangsa Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah komitmen moral yang
berdimensi kemanusiaan. Komitmen moral ini harus dijabarkan lebih luas oleh
pemerintah untuk memenuhi tuntutan perlindungan hak setiap warga negara
dalam berbagai aspek kehidupan. Sekali lagi, bukan hanya perlindungan dan
penegakan hak dalam lingkup hak-hak di bidang politik dan keamanan secara
sempit. Sebagaimana dinyatakan di atas salah satu aspek yang hingga kini
belum tersentuh secara memadai oleh perlindungan dan penegakan hak adalah
aspek pembangunan di bidang ekonomi, baik secara luas maupun secara
khusus di bidang konsumen.
Pembangunan ekonomi mencakup berbagai sektor pembangunan yang
saling terkait. Salah satu bentuk keterkaitan tersebut, pembangunan di bidang
ekonomi sangat berkaitan dengan persoalan hak. Bila kita mengkhususkan lagi,
maka dimensi ekonomi yang masih kurang tersentuh selama ini baik dalam
kajian teoritis apalagi dalam praktik adalah perlindungan konsumen dari
perspektif hak.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan ekonomi
merupakan kegiatan manusia yang bersifat asasi, yakni menyangkut
pemenuhan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi manusia. Dalam
kaitan ini, konsumen adalah manusia yang mengonsumsi barang dan jasa.
Dengan demikian bila soal pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang
manusia menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, maka tepatlah bila kita katakan bahwa perlindungan konsumen adalah
bagian dari hak asasi manusia. Pengabaian terhadap perlindungan konsumen
dengan sendirinya bermakna pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik
dalam tataran masyarakat secara keseluruhan maupun manusia secara individu.
(Ahkam Jayadi, 2008: http.//gerakankonsumen.blogspot.com)
Sinai Deuth (1994) menyatakan,
.
Artinya, Menurut beberapa pengujian substantif atas hak asasi manusia, hak-
hak konsumen dapat diakui sebagai hak asasi manusia. Sedangkan Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Shaoping Gan (2008) Consumers are not God, but ordinary citizens who
Artinya, Konsumen
bukan Tuhan, tetapi warga negara biasa yang memiliki hak asasi manusia dan
berhak oleh hukum untuk pilihan bebas.
Abdul Halim Barkatullah dalam jurnal hukum No. 2 Vol 14 April
-hak Konsumen dalam
Transaksi E- menyatakan bahwa, ak-hak konsumen dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan penjabaran dari pasal-
pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal
33 Undang-U
Disamping Undang-Undang Perlindungan konsumen, berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat kaidah yang
menyangkut hubungan dan masalah konsumen sekalipun peraturan perundang-
undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya
dapat diartikan dasar bagi perlindungan konsumen. Susanti Adi Nugroho (2011
: 69) menyatakan bahwa peraturan tersebut adalah :
1) untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indone
2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi
Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008
hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi :
Tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi
Sesungguhnya apabila kehidupan seorang terganggu atau
diganggu oleh pihak lain, maka alat negara akan turun tangan, baik diminta
atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.
Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dasar bagi warga
negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara menyeluruh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara
langsung didalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyebut istilah
konsumen tetapi secara tidak langsung pelindungan konsumen didalam
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah diatur didalam pembukaan maupun
didalam pasal-pasalnya.
d. Pelanggaran Hak Konsumen
Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal
yang sering di jumpai sehari-hari. Beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak
konsumen adalah kelemahan konsumen. Posisi konsumen sebagai pihak yang
lemah juga diakui secara internasional seperti yang dinyatakan oleh Susanti
Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum
PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer
Protection, yang menyatakan bahwa :
Taking into account the interets and needs of consumer in all countries, particulary those in developing countries, recognized that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and barganing power, and bearing in mind that consumers should have the right of acces to non-bazard-ous products, as well as the right of access to promote just, equitable and sustinable economic and social development.
Artinya : Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan
konsumen di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, diakui
bahwa konsumen sering menghadapi ketidakseimbangan dalam hal ekonomi,
tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan mengingat bahwa konsumen harus
memiliki hak akses ke produk yang tidak berbahaya, serta hak atas akses untuk
mempromosikan adil, pembangunan ekonomi dan sosial yang adil dan
berkelanjutan.
Sedangkan menurut Ahmadi Miru (2011: 2) menyatakan bahwa,
aktor yang mempengaruhi kelemahan konsumen sehingga banyak
menimbulkan pelanggaran terhadap konsumen adalah konsumen kurang
kritis Pelanggaran yang dilami konsumen selama ini banyak disebabkan
karena konsumen kurang kritis terhadap barang atau jasa yang ditawarkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sehingga kerugian yang dialami konsumen tidak hanya kerugian secara
finansial saja, akan tetapi juga dapat merugikan kesehatan atau keselamatan
hidup konsumen itu sendiri. Hal itu akan semakin diperparah dengan barang
atau jasa yang beredar dalam masyarakat tidak menggunakan merk secara
teratur, terutama jika terjadi pemalsuan-pemalsuan merk tertentu yang
memungkinkan suatu merk dipergunakan pada beberapa barang yang sejenis
tetapi dengan kualitas yang berbeda, sehingga diantara barang-barang tersebut
mungkin akan mengakibatkan kerugian pada konsumen yang kurang kritis.
Sedangkan menurut Abdul Halim Barkatullah (2009: 19) menyatakan
bahwa secara umum posisi konsumen berada didalam posisi tawar yang lemah,
yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut :
1) Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagai jenis produk baru hasil kemajuan teknologi dan manajemen.
2) Terdapat perubahan-perubahan mendasar dalam pasar konsumen, dimana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yang memadai terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya. Konsumen hampir-hampir tidak dapat memahami sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih.
3) Metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumen daripada memberikan informasi secara obyektif.
4) Pada dasarnya kedudukan konsumen ada didalam posisi yang lemah, karena kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai.
e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman
Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan
Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum
dan Budaya Hukum . (Ashibly, 2001: http://ashibly.blogspot.com)
Dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan
baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup
(living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau
sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan
juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan
hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-
peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini
mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah
adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan
tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada
aturan yang mengaturnya
dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.
2) Struktur Hukum atau Pranata Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan
dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana
(Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-
undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Terdapat adagium yang menyatakan
(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat
berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas,
kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-
undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik
maka keadilan hanya angan-angan.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan
hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak
transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor
penegak hukum memainkan peran penting dalam memfingsikan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka
akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan
kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih
terbuka.
3) Budaya Hukum
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia
terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan
tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat
mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum.
Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling
keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam
pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling
mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha
a. Pengertian Pelaku Usaha
Dalam menjalankan kegiatan ekonomi atau kegiatan perdagangan,
konsumen tidak dapat dipisahkan dengan pelaku usaha. Menurut Pasal 1 angka
3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menyatakan bahwa :
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun besama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Istilah pelaku usaha yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 3 diatas
meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha, maka sebaiknya ditentukan urutan-
urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh
pelaku usaha. Menurut Ahmadi Miru (2011: 23), urutan tersebut adalah sebagai
berikut :
1) yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili didalam negeri dan berdomisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan;
2) apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi diluar negeri, maka yang digugat adalah impotirnya, karena UUPK tidak mencakup pelaku usaha diluar negeri; dan
3) apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut. Urutan-urutan diatas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk
mengalami cacat pada saat diproduksi, karena kemungkinan barang mengalami
kecacatan pada saat sudah berada diluar kontrol atau diluar kesalahan produsen
yang membuat barang tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
1) Hak Pelaku Usaha
Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dilindungi
seperti halnya konsumen. Hak-hak pelaku usaha menurut Pasal 6 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah :
a) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e) hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Kewajiban Pelaku Usaha
Selain hak-hak diatas pelaku usaha juga mempunyai kewajiban
yang harus dipenuhi kepada konsumen. Kewajiban pelaku usaha yang
termuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 adalah :
a) beritikad baik dalam melakukan usahanya; b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif;
d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
4. Penyelesaian Sengketa Konsumen
a. Pengertian Sengketa Konsumen
A. Z. Nasution dalam Susanti Adi Nugroho (2011: 95) menyatakan
ku
usaha (baik dalam hukum publik atau hukum privat) tentang produk barang
tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan
sengketa berkenaan dengan
pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencakup semua
Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta
No : 034/PER/II/IX/2011/BPSK.Ska tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Konsumen Pasal I yang dimaksud dengan Sengketa Konsumen yaitu,
kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat
mengko
Jadi sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara
konsumen dan pelaku usaha yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak
konsumen yang berkaitan dengan produk barang tertentu yang dikonsumsi
konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan produsen/pelaku usaha yang ruang
lingkupnya mencakup semua hukum, baik keperdataan, pidana, maupun dalam
lingkup administrasi negara.
b. Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa :
1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.
2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanyaa dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa. Secara umum penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh
melalui 2 cara, yaitu melalui proses litigasi maupun dengan proses non litigasi
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dalam penyelesaian kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen
yang diberikan hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 adalah :
a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d) Pemerintah dan/atau instansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan keruian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Pada umunya proses penyelesaian sengketa melalui litigasi kurang disukai
oleh konsumen, Susanti Adi Nugroho (2011: 127) menyebutkan beberapa
alasan, antara lain adalah :
a) Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umunya lambat. Proses
pemeriksaan bersifat sangat formal dan teknis. Sifat formal dan teknis
pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa
yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi
dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat
dan biaya yang murah.
b) Para pihak menganggap bahwa biaya perkara sangat mahal, apalagi
dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa. Semakin lama
penyelesaian suatu perkara akan semakin besar biaya yang
dikeluarkan. Orang yang berperkara dipengadilan harus mengerahkan
segala sumber daya, waktu dan pikiran.
c) Pengadilan sering dianggap kurang tanggap dan kurang responsif
dalam menyelesaikan perkara. Hal itu disebabkan karena pengadilan
dianggap kurang tanggap membela dan melindungi kepentingan serta
kebutuhan para pihak yang berperkara dan masyarakat menganggap
pengadilan sering berlaku secara tidak adil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
d) Sering putusan pengadilan tidak dapat menyelesaikan masalah dan
memuaskan para pihak. Hal itu disebabkan karena dalam suatu putusan
ada pihak yang merasa menang dan kalah tersebut tidak akan
memberikan kedamaian pada salah satu pihak, melainkan akan
menumbuhan bibit dendam, permusuhan dan kebencian.
e) Kemampuan hakim yang bersikap generalis, para hakim dianggap
hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, hanya pengetahuan
dibidang hukum saja, sehingga akan sulit menyelesaikan sengketa atau
perkara yang mengandung kompleksitas diberbagai bidang.
2) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses non litigasi
Dengan maraknya kegiatan bisnis tidak mungkin dihindari terjadinya
sengketa antara para pihak yang terlbat, dimana penyelesaiannya dilakukan
melalui proses peradilan (litigasi). Proses ini membutuhkan waktu yang
lama, namun alasan yang sering mengemuka dipilihnya penyelesaian
alternatif karena ingin memangkas birokrasi perkara, biaya, dan waktu
sehingga relatif lebih cepat dengan biaya yang relatif lebih murah, lebih
dapat menjaga harmoni sosial dengan mengembangkan budaya
musyawarah. Melalui proses non litigasi diharapkan tidak terjadi prinsip
lose-win tetapi win-win. Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan
sengketa diluar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda.
Menurut Susanti Adi Nugroho (2011: 100) kadar tersebut adalah :
a) Apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan wajib dilakukan oleh para pihak atau yang bersifat sukarela;
b) Apakah putusan ddibuat para pihak sendiri atau pihak ketiga; c) Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak
formal; d) Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para
pihak sendiri yang tampil; e) Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum
atau ada kriteria lain; f) Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak.
Selanjutnya Susanti Adi Nugroho (2011: 101) juga menyatakan bahwa
tidak semua model penyelesaian sengketa diluar pengadilan baik untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
para pihak yang bersengketa. Suatu penyelesaian sengketa alternatif yang
baik setidak-tidaknya haruslah memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Haruslah efisien dari segi waktu; b) Haruslah hemat biaya; c) Haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya
jangan terlalu jauh; d) Haruslah melindungi hak-hak dari para pihak yang bersengketa; e) Haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur; f) Badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah
terpercaya dimasyarakat dan para pihak yang bersengketa; g) Putusannya harus final dan mengikat; h) Putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi; i) Putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari
komunitas dimanapenyelesaian sengketa dilaksanakan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
membentuk suatu lembaga baru dalam hukum perlindungan konsumen
sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi atau
diluar pengadilan, badan tersebut disebut dengan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebenarnya
dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang
berskala kecil dan sederhana. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen dapat menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi
konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha atau produsen,
biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan
sengketanya dipengadilan karena tidak sebanding antara biaya perkara
dengan besarnya kerugian yang akan dituntut. Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen sendiri pada dasarnya adanya
kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracaradi pengadilan karena
posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan
pelaku usaha. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
diharapkan akan mengurangi beban tumpukan perkara di pengadilan.
(Susanti Adi Nugroho, 2011: 75)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
a. Pengertian Peran
Menurut Soejono Soekanto (1990: 268
aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menj
Sedangkan W. J. S Poerwadarminta (1987: 735)
sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam
terjadinya suatu h
Jadi yang dimaksud dengan peran adalah sesuatu yang menjadi bagian
penting yang merupakan aspek dinamis untuk memenuhi hak dan kewajian.
b. Pengertian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku
.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
13/M-DAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota
Badan Penyelesaian Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa
Kon
Sengketa Konsumen yang selanjutnya disingkat BPSK adalah badan yang
bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 126) menyatakan bahwa
(small claim court) yang sangat
diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara
Dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Cepat
Waktu penyelesaian yang diperlukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen untuk menyelesaikan sengketa konsumen relatif cepat, yakni
selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari kerja sejak diterimanya pengaduan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
atau gugatan dengan lengkap dan benar sudah terbit putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
2) Sederhana
Berbeda dengan di Pengadilan Negeri, yang dalam proses penyelesaian
sengketa mengenai adanya gugatan atau intervensi jawaban, replik, duplik,
kesimpulan dan lainnya. Maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
cukup sederhana yaitu konsumen menyampaikan pengaduannya, pelaku
usaha menyampaikan jawabannya, selanjutnya majelis Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dengan cara damai, musyawarah, kekeluargaan dalam
rangka memperoleh putusan yang bersifat win-win solution.
3) Mudah
Penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen tidak dipungut biaya, baik kepada konsumen maupun kepada
pelaku usaha (biaya administrasi berupa surat panggilan, pengetikan, dan
lainnya).
Jadi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang
bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen yang diharapkan dapat menyelesaikan perkara secara cepat,
sederhana, dan murah.
c. Syarat Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menurut Pasal 49 angka 2 Undang-Undang Pelindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan
Penyelesaian sengketa Konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) warga negara Republik Indonesia; 2) berbadan sehat; 3) berkelakuan baik; 4) tidak pernah dihukum karena kejahatan; 5) memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang perlindungan
konsumen; 6) berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Selain persyaratan umum, untuk menjadi anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen juga ada syarat khusus seperti yang terdapat pada Pasal 7
ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 13/M-
DAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Badan
Penyelesaian Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen, yaitu :
1) diutamakan bertempat tinggal diwilayah kabupaten/kota setempat untuk Provinsi DKI Jakarta bertempat tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi;
2) diutamakan berpendidikan paling rendah strata 1 (S1) dari lembaga pendidikan yang terakreditasi;
3) calon yang berasal dari unsur pemerintah berpangkat paling rendah Penata/golongan III/c dan diutamakan yang tidak menjabat dalam jabatan struktural; dan
4) calon yang berasal dari unsur konsumen dan pelaku usaha tidak sedang menjadi pengurus salah satu partai politik.
Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor :
13/M-DAG/PER/3/2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Sekretariat Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen mengatur bahwa calon anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen untuk setiap unsur harus melengkapi dokumen sebagai
berikut :
1) daftar riwayat hidup; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan menunjukkan
aslinya; 3) fotokopi ijasah pendidikan terakhir yang telah dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang; 4) surat keterangan kesehatan dari dokter rumah sakit atau puskesmas; 5) surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian
setempat; 6) fotokopi keputusan kenaikan pangkat terakhir bagi calon yang
berasal dari unsur pemerintah; 7) fotokopi Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen (TDLPK)
bagi calon anggota BPSK yang berasal dari unsur konsumen yang mewakili LPKSM;
8) surat pernyataan bermaterai cukup bahwa berpengalaman dibidang perlindungan konsumen;
9) surat pernyataan bermaterai cukup bahwa tidak sedang menjadi pengurus partai politik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
10) surat pengusulan calon anggota BPSK dari pimpinan lembaga/instansi yang diwakilinya; dan
11) pas foto terakhir ukuran 4X6 sebanyak 2 (dua) lembar.
d. Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Dalam melaksanakan fungsinya untuk menjamin dan menegakkan
hak-hak konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberi tugas dan
wewenang. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun
1999 Pasal 52 jo. SK. Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10
Desember 2001 tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
adalah :
a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi, atau arbritasi atau konsiliasi;
b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen; c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam undang-undang ini; e. menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimnana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen;
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
e. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen di Indonesia merupakan ujung
tombak dilapangan untuk memberikan perlindungan terhadap hak konsumen
yang telah dirugikan.
Perlindungan yang diberikan oleh lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tersebut kepada konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dan juga berperan melakukan pengawasan terhadap setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen. (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2010: 61)
Hal senada juga dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 83),
bahwa ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
yaitu :
1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.
2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha. Dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution),
yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.
Setiap konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha dapat
mengadukan masalahnya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen baik
secara langsung atau diwakili oleh ahli warisnya. Pengaduan yang
disampaikan oleh ahli warisnya dapat dilakukan apabila konsumen yang
bersangkutan dalam keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum
dewasa atau warga negara asing. Pengaduan tersebut dapat disampaikan
secara lisan atau tulisan kepada sekretariat di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen di kota atau kabupaten tempat domisili konsumen atau di kota
atau kabupaten terdekat dengan domisili konsumen.
Dengan adanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen maka
penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
murah. Cepat karena dalam undang-undang menentukan dalam tenggang
waktu 21 hari kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen wajib
memberikan putusannya. Mudah karena prosedur administratif dan proses
pengambilan keputusan yang sederhana. Murah terletak pada biaya perkara
yang terjangkau. Penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen diselenggarakan semata-mata untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau
mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali
kerugian yang diderita oleh konsumen. (Susanti Adi Nugroho, 2011: 100)
Proses penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen untuk mendapatkan kesepakatan dari pelaku usaha
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi serta tidak terjadinya kesalahan
yang sama maka didalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dicantumkan bahwa :
a) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.
b) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
c) Penyelesian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
d) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Celina Tri Siwi Kristayanti (2008: 199) mengutip Pasal 54 ayat 4
Jo. Pasal 26 sampai dengan Pasal 36 Surat Keputusan Menperindag Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 menyatakan terdapat tiga cara persidangan di Badan
konsiliasi, Persidangan dengan cara mediasi, persidangan dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
a) Persidangan dengan cara konsiliasi
Inisiatif salah satu pihak atau para pihak yang membawa sengketa
konsumen ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ditangani oleh
Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bersikap pasif
dalam persidangan dengan cara konsiliasi. Sebagai perantara antara
pihak yang bersengketa, majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen bertugas (Pasal 28 Surat Keputusan Menperidag No.
350/MPP/Kep/12/2001) :
(1) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
(2) Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
(3) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa;
(4) Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha, perihal
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
konsiliasi ada dua (Pasal 29 Surat Keputusan Menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001) :
(1) Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk
maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para
pihak.
(2) Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam
bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
b) Persidangan dengan cara mediasi
Cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak,
sama halnya dengan cara konsiliasi. Keaktifan majelis Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai perantara dan penasehat
penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara mediasi terlihat dari tugas
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu :
(1) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
(2) Memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(3) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa;
(4) Secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang
bersengketa;
(5) Secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa
konsumen sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan konsumen.
Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi
ada dua (Pasal 31 Surat Keputusan menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001) ;
(1) Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk
maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak,
sedangkan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
bertindak aktif sebagai mediator dengan memberikan nasehat,
petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam meyelesaikan sengketa.
(2) Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam
bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
c) Persidangan dengan cara arbitrase
Pada persidangan dengan cara ini para pihak menyerahkan sepenuhnya
kepada majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk
memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Proses
pemilihan majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara
arbitrase ditempuh melalui dua tahap (Pasal 32 Surat keputusan
Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001) :
(1) Para pihak memilih arbitor dari anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen yang berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebagai anggota majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
(2) Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbitor
ketiga dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dari
unsur pemerintah sebagai Ketua Majelis Badan Penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Sengketa Konsumen, jadi unsur pemerintah selalu dipilih untuk
menjadi ketua majelis.
2) Pengawasan terhadap Pencantuman Klausula Baku
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor
8 Tahun 1999 yang dimaks Setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam
suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
Dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen mempunyai peran
untuk mengawasi klausula baku yang dibuat oleh semua pelaku usaha,
termasuk klausula baku yang dikeluarkan oleh PT PLN (Persero), PT
Telkom (Persero), bank-bank milik pemerintah maupun swasta, perusahaan
leasing atau pembiayaan, dan lain-lain.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah acuan didalam melaksanakan penelitian,
kerangka berpikir berisi jawaban dari rumusan masalah berdasarkan kajian teori.
Sehingga dari kajian teori diatas dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut :
Manusia didalam kehidupannya akan selalu berhadapan dengan apa yang
dinamakan kebutuhan, dalam memenuhi kebutuhan pasti setiap orang melakukan
suatu hubungan atau interaksi, produsen yang biasa dikenal dengan pelaku usaha
berusaha menyediakan barang dan/atau jasa guna mendapatkan keuntungan yang
semaksimal mungkin, konsumen selaku pengguna barang dan/atau jasa juga
membutuhkan kualitas yang baik dan pelayanan yang memuaskan dari para
pelaku usaha.
Banyaknya kelemahan dari pihak konsumen tidak jarang menimbulkan
suatu hal yang sangat merugikan pihak konsumen. Guna melindungi hak-hak
konsumen tersebut, sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dibentuklah Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen yang diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
konsumen yang merasa hak-hak mereka dilanggar oleh pelaku usaha. Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah pengadilan khusus konsumen yang
diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses pencari keadilan dari
konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha dapat berjalan secara cepat,
sederhana, dan murah. Diharapkan dengan kehadiran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dapat menjembatani perselisihan antara konsumen dan
pelaku usaha sehingga dapat memberikan keuntungan antara kedua belah pihak
tanpa merugikan satu dengan yang lainnya.
Berikut ini skema pemikiran untuk memudahkan dalam memahami
penelitian yang dikembangkan penulis secara sistematis :
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
BPSK
Pelaku Usaha Konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang dijadikan obyek
untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung tercapainya tujuan
penelitian. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi penelitian di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang berada di Jalan Yosodipuro No.
164 Surakarta. Tempat ini peneliti pilih dengan pertimbangan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta adalah satu-satunya Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen yang berada di Solo Raya. Dengan menggunakan pertimbangan
tersebut diatas, diharapkan peneliti akan memperoleh data yang sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
2. Waktu Penelitian
Setelah peneliti menentukan lokasi penelitian, maka langkah selanjutnya
adalah menentukan jadwal kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian dimulai pada
bulan September 2011. Secara terperinci jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan
Tahun 2011 Tahun 2012
Sept Okt-
Nov
Des Jan-
Mar
Apr-
Mei
Jun-
Sept
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Ijin Penelitian
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam suatu
penelitian, karena bentuk dari penelitian tersebut turun menunjang penelitian yang
sedang dilaksanakan. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang
diperlukan, maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif karena memaparkan obyek yang diteliti (orang, lembaga atau
lainnya) berdasarkan fakta.
Menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong (2010: 3),
m
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
Karakteristik dari penelitian kualitatif yaitu:
a. Data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratorium atau penelitian yang terkontrol;
b. Pengalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi-situasi alami subyek;
c. Untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-kategori jawaban, periset wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi imiah. (Agus Salim, 2006: 4)
Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini penulis berusaha
menyajikan data deskriptif berupa hasil wawancara dengan anggota Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang terdiri dari unsur pemerintah,
unsur konsumen dan unsur pelaku usaha, selain itu juga dengan konsumen, dan
dokumen yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Pelaksanaan dari
penelitian ini direncanakan tidak hanya terbatas pada pengumpulan data semata,
melainkan juga dilakukan proses penganalisisan data dan diakhiri dengan
penafsiran kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Strategi Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian sangatlah tergantung pada penelitian yang
dipilih agar masalah yang diteliti mampu diungkapkan dan dapat dipecahkan
dengan akurat.
Dalam penelitian deskriptif ada 4 macam strategi penelitian yang dapat
digunakan untuk menyusun penelitian, yaitu:
a. Tunggal terpancang Studi yang memusatkan pada variabel yang telah ditentukan terlebih
dahulu atau dengan istilah kemudian hanya menggunakan satu lokasi penelitian.
b. Ganda terpancang Sedang strategi penelitian ganda terpancang yang membedakan hanya
lokasi penelitian, dimana ada dua lokasi yang digunakan. c. Tunggal holistik Studi yang mengarahkan pada subyeknya secara menyeluruh dengan
berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded) d. Ganda holistik Studi yang mengarahkan pada dua subyeknya secara menyeluruh dengan
berbagai aspek atau dengan istilah (Atnografi Grounded) (H.B. Sutopo, 2002: 10)
Dalam peneltian ini penulis memilih strategi tunggal terpancang dengan
bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Maksud dari strategi tunggal terpancang
dalam penelitian ini yaitu tunggal yang artinya bahwa hanya ada satu lokasi yaitu
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta. Sedangkan terpancang
artinya hanya pada satu tujuan untuk mengetahui peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen. Sehingga
dengan demikian kegiatan pengumpulan data lebih terarah (terpancang) pada
permasalahan yang ditentukan.
C. Sumber Data
Menurut Lofland yang dikutuip oleh Lexy J. Moleong (2010: 157)
menyatakan bahwa, n kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-
Berdasar pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa dalam
penelitian kualitatif sumber data dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sedangkan pengertian sumber data
primer dan sekunder menurut Sugiono (2010: 308-309), rimer
adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data
Menurut H.B. Sutopo (2002: 50), Sumber data yang diperoleh dalam
penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, atau aktivitas, tempat atau
Berdasarkan pendapat diatas, maka yang menjadi sumber data dalam
penelitian ini adalah:
1. Informan
Pengertian informan adalah individu yang memiliki informasi. Menurut
H.B. Sutopo (2002:
dan narasumber disini memiliki posisi yang sama, dan narasumber bukan sekedar
memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia lebih bisa memilih
dengan hal tersebut sumber data yang berupa manusia didalam penelitian
kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan. Informan diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
Adapun informan yang diwawancarai antara lain :
a. Angggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
1) Ketua selaku anggota dari unsur pemerintah : Dra. Sri Wahyuni, MM
2) Wakil ketua selaku anggota dari unsur pelaku usaha : Bambang Ary
Wibowo, SH
3) Unsur konsumen : Dra. Aniek Tri Maharni
4) Kepala sekretariat : Tuti Budi Rahayu, SH
b. Konsumen
1) Anton
2) Heny
3) Tentrem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
4) Suryanto
5) Muspriyanto
6) Etik
7) Desi
8) Ning
9) Yossy
Selengkapnya tentang data informan ini dapat dilihat di lampiran 1
2. Tempat dan Peristiwa
Sumber data lain yang tidak dapat dipisahkan dari sumber data di atas
adalah tempat dan peristiwa. Tempat yang dimaksud disini adalah lokasi
penelitian yang dilakukan yaitu di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta. Adapun peristiwa permasalahan yang diteliti yaitu mengenai peran
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak
Konsumen.
3. Dokumen
Menurut Sugiyono (2010: 329), Dokumen merupakan catatan peristiwa
tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam
penelitian ini dokumen yang digunakan adalah:
a. Rekapitulasi pengaduan di BPSK Surakarta pada tahun 2011 (lihat lampiran 8)
b. Kalender kegiatan atau jadwal sidang di BPSK Surakarta pada tahun 2011
(lihat lampiran 9)
c. Data rekapitulasi penanganan kasus di BPSK Surakarta pada tahun 2011 (Lihat
lampiran 10)
d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lihat
lampiran 14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian kualitatif, sampel ditujukan oleh peneliti sendiri dengan
pertimbangan bahwa sampel ini menguasai masalah yang diteliti, dapat dipercaya
dan data-datanya bersifat obyektif. Sampling pada penelitian kualitatif digunakan
untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong (2010: 224) yang mengatakan bahwa
sampel memiliki fungsi, antara lain:
Untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber
bangunan. 2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan
teori yang akan muncul .
Dalam penelitian kualitatif Teknik pengambilan sampel ada beberapa cara,
yaitu : Purposive Sampling dan Snowball Sampling
a) Purposive Sampling Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
b) Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. (Sugiyono, 2010: 123)
Berdasarkan uraian diatas, maka teknik pengumpulan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling, dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informan dan masalahnya secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat. Jadi
sampel dalam penelitian ini adalah anggota Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta yang terdiri dari unsur pemerintah, unsur konsumen, unsur
pelaku usaha, kepala sekretariat BPSK serta dari pihak konsumen yang mengadu
ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
mendapatkan data dalam suatu penelitian. Data sangat diperlukan dalam
penelitian guna mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data yang akan
digunakan dalam penelitian kualitatif serta untuk membuktikan kebenaran suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
peristiwa. Sehingga untuk mendapatkan data yang akurat, jelas, dan terperinci
serta dapat dipertanggungjawabkan maka teknik pengumpulan data yang
digunakan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Interview atau wawancara
Lexy J. Moleong (2010:
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
Menurut Sugiyono (2010: 319), macam-macam wawancara adalah
sebagai berikut :
a. Wawancara terstruktur (Structured interview) Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
b. Wawancara semistruktur (Semistrukture Interview) Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
c. Wawancara tak berstruktur (unstructured interview) Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis menggunakan jenis
wawancara semistruktur, dikarenakan dalam melakukan wawancara penulis
membuat kerangka pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai panduan
wawancara, hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar pokok-pokok yang telah
direncanakan dapat tercakup seluruhnya dan hasil wawancara dapat mencapai
sasaran. Selain itu juga untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana sumber wawancara diminta pendapat dan idenya. Pedoman wawancara
dapat dilihat pada lampiran 2
Kemudian yang menjadi subyek responden wawancara ialah:
a. Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang terdiri dari
ketua BPSK sekaligus dari unsur pemerintah yaitu Dra. Sri wahyuni, MM,
wakil ketua sekaligus dari unsur pelaku usaha yaitu Bambang Ary Wibowo,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
SH, unsur konsumen yaitu Dra. Aniek Tri Maharni serta kepala sekretariat
yaitu Tuti Budi Rahayu, SH.
b. Konsumen yang mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta yaitu Anton, Heny, Tentrem, Suryanto, Muspriyanto, Etik, Desi,
Ning, dan Yossy.
2. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010: 203
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai
Macam-macam observasi yaitu :
a. Observasi Berperanserta Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
b. Observasi Nonpartisipan Dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. (Sugiyono, 2010: 204)
Dalam penelitian ini macam observasi yang digunakan adalah observasi
nonpartisipan, yaitu peneliti datang ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta untuk melihat dan mencatat data yang ada hubungannya dengan data
penelitian secara nyata dan mendalam mengenai peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi hak-hak Konsumen. Selain itu
peneliti juga mengambil foto kegiatan waktu persidangan penyelesaian sengketa
konsumen. Selanjutnya foto penelitian dapat dilihat pada lampiran 6.
3. Analisis Dokumen
yang sangat penting artinya dalam penelitian kualitatif terutama bila sasaran
kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi di masa
-data
dokumenter harus relevan dengan objek penelitian. Dapat berupa laporan-laporan,
artikel-artikel dan gambar di media masa, dokumen, dan lainnya yang mampu
mendukung data yang diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Menurut Sugiyono (2010:
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
Dalam teknik dokumentasi peneliti melakukan telaah kepustakaan dan
content analysis. Menurut H.B Sutopo (2002: 69) berpendapat bahwa,
dokumen disebut juga content analysis dan yang dimaksud bahwa peneliti bukan
hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip tetapi
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah formulir
pengaduan di BPSK, rekapitulasi pengaduan di BPSK tahun 2011, kalender
kegiatan atau jadwal sidang BPSK tahun 2011, rekapitulasi penanganan kasus di
BPSK tahun 2011.
F. Validitas Data
Suatu penelitian untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh, maka
validitas datanya dapat dilakukan dengan cara trianggulasi. Pengertian
trianggulasi menurut Sugiyono
adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
Patton menyebutkan bahwa ada 4 macam teknik trianggulasi yaitu:
a, Trianggulasi Metode, Trianggulasi Penelitian dan Trianggulasi
-82)
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Trianggulasi data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda.
2. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seseorang
peneliti dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda.
3. Trianggulasi peneliti, hasil peneliti baik data atau kesimpulan mengenai bagian
atau keseluruhannya bisa di uji validitasnya dari beberapa peneliti.
4. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan
prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Dalam penelitian ini kesahihan data diperoleh dengan menggunakan
Trianggulasi data dan Trianggulasi metode. Dalam trianggulasi data, sumber data
yang digunakan adalah ketua sekaligus anggota dari unsur pemerintah BPSK
Surakarta, wakil ketua sekaligus anggota dari unsur pelaku usaha, anggota BPSK
dari unsur konsumen, kepala sekretariat BPSK Surakarta dan konsumen yang
mengadu di BPSK Surakarta. Trianggulasi data dapat dilihat di lampiran 4.
Sedangkan trianggulasi metode yang dipergunakan untuk memperoleh
data yang sejenis dilakukan melalui berbagai teknik pengumpulan data dalam
bentuk wawancara, observasi dan analisis dokumen. Trianggulasi metode dapat
dilihat di lampiran 5.
Adapun alasan memilih menggunakan Trianggulasi Data dan
Trianggulasi Metode adalah untuk menutup kemungkinan apabila ada kekurangan
data dari salah satu sumber atau salah satu metode maka dapat dilengkapi dengan
data dari sumber atau metode lain.
G. Analisis Data
Lexy J. Moleong (2004: 280) menyatakan bahwa
proses mengorganisasikan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar,
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
Sedangkan menurut Sugiyono (2010: 335) analisis data yaitu:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Adapun komponen utama dalam proses analisis ini meliputi
pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui
kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa
data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi
teratur.
2. Reduksi Data
dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa
seh
3. Penyajian Data
Alur penting dari kegiatan analisis data adalah penyajian data. Menurut
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 17),
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
Penyajian data merupakan rakitan dari organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa
matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit
secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi.
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir
pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa
pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan
yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 19) menyatakan,
ikasi sebagai
sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan
data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam
proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan,
dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil
salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu
proses penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena
merupakan satu kesatuan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007: 20)
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif
H. Prosedur Penelitian
Menurut H.B. Sutopo (2002: 187-190) kegiatan penelitian direncanakan
penyusunan
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persiapan
Tahap ini terbagi menjadi dua kegiatan meliputi:
Pengumpulan data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulan-kesimpulan
Penarikan/Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
a. Mengurus perizinan penelitian.
b. Menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan
data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.
2. Pengumpulan Data
Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi:
a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi,
wawancara mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumen.
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis Data
Tahap ini terbagi menjadi empat kegiatan meliputi:
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross
check kan dengan temuan di lapangan.
c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses
verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang
dianggap lebih ahli.
d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
Tahap ini terbagi menjadi tiga kegiatan meliputi:
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan: dengan melakukan pengecekan ulang laporan yang telah
tersusun bilamana terdapat kekeliruan atau kesalahan untuk kemudian
dilakukan perbaikan laporan.
c. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta
a. Sejarah Berdirinya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disebut juga BPSK dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang berdasarkan pada manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan, keselamatan, serta kepastian hukum. Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 32 Tahun 2008 (dapat dilihat di lampiran 13) dan baru pada tahun 2011
secara resmi berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 33/M-DAG/KEP/1/2011 tanggal 13 Januari 2011 ditetapkan
pengangkatan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
Sebuah proses yang cukup panjang dari seleksi calon anggota Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang diselenggarakan pada tahun 2005 dan
baru secara resmi dilantik pada tanggal 10 Mei 2011 oleh Wali Kota Surakarta
atas nama Menteri Perdagangan Republik Indonesia.
b. Maksud dan Tujuan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Maksud dan tujuan utama dari Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta adalah menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha melalui cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Pada prinsipnya
dalam proses penyelesaian sengketa konsumen diusahakan pendekatan yang
ditempuh dengan cara damai. Perundingan dilakukan secara kekeluargaan atau
musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai teknik maupun
penyelesaian sengketa konsumen, demikian juga bentuk dan jumlah ganti rugi,
sehingga keputusan dapat diambil dalam bentuk win-win solution (Pola
penyelesaian yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam sengketa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
yang diharapkan dapat memuaskan para pihak yang bersengketa, hal ini
berbeda dengan keputusan peradilan umum dalam bentuk win lose solution
(Pola penyelesaian yang hanya menguntungkan satu pihak saja dan pihak yang
lainnya dirugikan).
c. Sasaran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Sasaran utama dalam penyelesaian sengketa konsumen adalah
sengketa konsumen di wilayah Surakarta. Akan tetapi karena undang-undang
mengamanatkan untuk tidak menolak pengaduan karena tidak semua kota atau
kabupaten ada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta juga melayani pengaduan
konsumen disekitar Kota Surakarta. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tidak membatasi pengaduan yang disampaikan oleh konsumen, tetapi tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain :
1) Konsumen yang dapat mengadukan gugatan adalah konsumen akhir.
2) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya dapat menerima pengaduan
sepihak, yaitu dari konsumen.
3) Yang dapat diadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah
pelaku usaha, baik perorangan, badan usaha berbentuk badan hukum
maupun bukan termasuk BUMD dan BUMN.
4) Konsumen yang dirugikan akibat dari barang atau jasa yang sah untuk
diperdagangkan.
5) Konsumen yang dirugikan akibat perbuatan pelaku usaha yang melanggar
rambu-rambu perbuatan yang dilarang Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999.
6) Tuntutan ganti rugi yang dapat dikabulkan adalah kerugian nyata material.
d. Manfaat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Dengan adanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta,
maka ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1) Masyarakat sebagai konsumen akan mendapat perlindungan hukum atas
hak-haknya untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha.
2) Dengan pengawasan pencantuman klausula baku maka pelaku usaha tidak
dapat melakukan usahanya tanpa memperhatikan hak konsumen untuk
mendapatkan informasi yang jelas tentang barang dan/atau jasa yang
ditawarkan.
3) Konsumen yang bersengketa dengan pelaku usaha dapat menyelesaikan
sengketanya diluar peradilan umum dalam waktu yang singkat dan biaya
yang murah.
4) Dengan berkonsultasi kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
masyarakat akan menjadi konsumen yang cerdas.
e. Sarana dan Prasarana Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta
Perlengkapan penunjang kegiatan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta selain menggunakan perlengkapan bantuan dari
Kementrian Perdagangan Perdagangan Republik Indonesia juga disediakan
oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, baik berstatus hak
milik sepenuhnya maupun pinjam pakai. Adapun gedung atau ruang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta masih meminjam salah satu
ruangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta yang berukuran
4 X 8 meter persegi, dan digunakan untuk ruang serba guna antara lain untuk
sekretariat, mediasi, sidang, pengaduan, konsultasi, rapat, dan sebagainya.
Untuk daftar inventarisnya dapat dilihat dilampiran 11
f. Pembiayaan
Tahun anggaran 2011 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota
Surakarta disediakan dana sebesar Rp 75.000.000,00 (APBD Disperindag).
Sedangkan untuk tahun 2012 disediakan dana Rp 200.000.000,00 (APBD
Hibah) tetapi sampai bulan Februari dana tersebut belum turun. Dana tersebut
digunakan untuk operasional Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
lain melengkapi perlengkapan buku administrasi, alat tulis kantor, foto copy,
rapat-rapat, perjalanan dinas dan honorarium. Untuk rincian biaya atau laporan
keuangan dapat dilihat dilampiran 12
2. Tata Kerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
a. Struktur Organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta terdiri dari
satu ketua, satu wakil ketua, dan tujuh anggota. Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dibantu oleh personil dari staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kota Surakarta yang dipandang mampu melaksanakan tugas-tugas
kesekretariatan.
Struktur organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta adalah sebagai berikut :
1) Ketua : Dra. Sri Wahyuni, MM
2) Wakil Ketua : Bambang Ari Wibowo, SH
3) Anggota :
a) Ir. Linda Kurniawati
b) Supartono, SH
c) Drs. Mulyanto Utomo, M. Si
d) Ir. Andhi Hartono
e) Kelik Wardiono, SH, MH
f) Josep Purwadi, SH, M. Hum
g) Dra. Aniek Tri Maharni
4) Kepala Sekretariat : Tuti Budi Rahayu, SH
Struktur organisasi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 3. Stuktur Organisasi BPSK Surakarta
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, anggota Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dipecah lagi menjadi tiga unsur,
yaitu unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha. Masing-
masing anggota dari tiap-tiap unsur adalah sebagai berikut :
1) Unsur Pemerintah
a) Dra. Sri Wahyuni, MM
b) Supartono, SH
c) Ir. Linda Kurniawati
2) Unsur Konsumen
a) Kelik Wardiono, SH, MH
b) Dra. Aniek Tri Maharni
c) Josep Purwadi, SH, M. Hum
3) Unsur Pelaku Usaha
a) Bambang Ary Wibowo, SH
b) Drs. Mulyanto Utomo, M. Si
c) Ir. Andhi Hartono
KETUA
Majelis
Ketua
Wakil Ketua
Sekretariat
Anggo-ta
Anggo-ta
Anggota
Kepala
TU
Konsultasi dan
pengaduan
Kepaniteraan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b. Kesekretariatan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta merupakan suatu
lembaga dimana para pencari keadilan berusaha untuk mendapatkan keadilan
yang sesuai dengan hak dan kewajibannya. Sebagai penunjang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta mempunyai bidang
kesekretariatan yang terdiri dari :
1) Bidang Ketatausahaan
Kegiatan kesekretariatan yang meliputi kegiatan administrasi telah
dilaksanakan antara lain kegiatan pengagendaan surat, pencatatan data,
pengadministrasian keuangan, surat menyurat dan pengarsipan. Selain itu,
bidang ketatausahaan juga membantu anggota majelis dalam penyusunan
anggaran dan penyusunan laporan. Dari pengagendaan dan pencatatan surat
sejak Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terbentuk pada bulan Mei
tahun 2011 hingga akhir tahun 2011 tercatat jumlah surat yang masuk
sebanyak 34 surat dan surat keluar 63 surat. Sedangkan kegiatan yang
bersifat bukan administratif dilakukan juga dengan melayani kebutuhan
anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari.
2) Bidang Pengaduan dan Konsultasi
Bidang pengaduan dan konsultasi telah melaksanakan tugasnya
melayani pengaduan dengan menyediakan formulir pengaduan dan
melakukan pencatatan dan apabila dipandang perlu juga menindaklanjuti
aduan tersebut. (Untuk formulir pengaduan dapat dilihat dilampiran 7).
Tindak lanjut aduan dapat berupa penyelesaian melalui majelis badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen maupun pengecekan lapangan untuk
memperoleh kebenaran data. Sedangkan pelayanan konsultasi diberikan
kepada setiap konsumen yang memerlukan. Untuk rekapitulasi pengaduan
pada tahun 2011 dapat dilihat dilampiran 8.
3) Bidang Kepaniteraan
Panitera pada badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
telah melaksanakan tugasnya dengan membantu Majelis Badan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam menyelesaikan sidang
penyelesaian sengketa konsumen, baik melalui mediasi maupun arbitrase.
Tugas yang telah dilakukan panitera yaitu :
a) Mencatat jalannya proses penyelesaian sengketa konsumen dengan
mengatur jadwal sidang. (Untuk jadwal sidang dan kalender kegiatan
pada tahun 2011 dapat dilihat dilampiran 9)
b) Mencatat sengketa kedalam buku register sengketa.
c) Menyiapkan administrasi persidangan mulai dari penetapan hingga
persidangan selesai.
d) Menyiapkan panggilan dan memanggil kepada para pihak yang
bersengketa.
e) Menyiapkan berkas sengketa untuk persidangan.
f) Menyimpan berkas sengketa.
g) Membuat berita acara persidangan.
h) Membantu majelis dalam membuat putusan.
i) Membantu kelancaran jalannya persidangan.
c. Kegiatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
Untuk kelancaran jalannya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
telah seringkali dilakukan rapat koordinasi, baik yang bersifat rutin maupun
dalam waktu-waktu tertentu. Dalam kegiatan rapat koordinasi pada tahun 2011
yang dibahas antara lain :
1) Pemilihan ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Telah disepakati bahwa ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta adalah Dra. Sri Wahyuni, MM
2) Penyusunan program kerja
Karena badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum lama
dibentuk dan belum banyak dikenal oleh masyarakat, maka kegiatan
ditekankan pada sosialisasi dan penyelesaian sengketa. Namun, karena tidak
tersedianya anggaran sosialisasi maka sosialisasi dilakukan dengan
melakukan koordinasi dengan berbagai pihak khususnya media massa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
3) Pembuatan website
Telah terwujud website Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu
www.bpsksolo.com dan email [email protected]
4) Pembahasan kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Berhubung Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta belum
memiliki kantor dan hingga sekarang masih menjadi satu di Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, maka telah mengusulkan kepada Walikota
Surakarta untuk mendapatkan kantor sendiri.
5) Pembahasan Personil Sekretariatan
Sambil menunggu penetapan dari Menteri Perdagangan RI, maka telah
ditetapkan sekretariat sementara untuk membantu kelancaran tugas anggota
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
6) Pembahasan Peraturan Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen
7) Pembahasan kelengkapan formulir pengaduan
8) Pembahasan tentang fiat eksekusi oleh pengadilan
9) Pembahasan rencana kerja sama dengan stakeholder (khususnya Pengadilan
dan Polres)
10) Pembahasan penanganan kasus yang berasal dari luar daerah
11) Pembahasan tentang pengawasan klausula baku
12) Pembahasan perubahan anggaran
13) Pembahasan sosialisasi diwilayah kecamatan
14) Pembahasan penyusunan anggaran tahun 2012
15) Setiap akhir bulan diadakan rapat evaluasi
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Hak-hak Konsumen
Pelanggaran hak konsumen jika terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan kedudukan konsumen akan semakin sulit. Banyak faktor yang
menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku usaha, pelanggaran hak-
hak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal yang sering di jumpai sehari-
hari, beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak konsumen adalah kedudukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
konsumen yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha seperti yang
dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam
Resolusi Majelis Umum PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines
for Consumer Protection, yang menyatakan bahwa Dengan mempertimbangkan
kepentingan dan kebutuhan konsumen di semua negara, khususnya di negara-
negara berkembang, diakui bahwa konsumen sering menghadapi
ketidakseimbangan dalam hal ekonomi, tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan
mengingat bahwa konsumen harus memiliki hak akses ke produk yang tidak
berbahaya, serta hak atas akses untuk mempromosikan adil, pembangunan
ekonomi dan sosial yang adil dan berkelanjutan Faktor-faktor yang
menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen bisa disebabkan karena sistem
hukum yang berlaku belum efektif. Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil
atau tidaknya p Substansi Hukum, Struktur
Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum
Mengenai faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-
hak konsumen khususnya yang ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta akan dikaji berdasarkan Teori Sistem Hukum yang
dikemukakan oleh Lawrence Meir Friedman adalah sebagai berikut :
a. Substansi Hukum
Teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru
yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law),
bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai
negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa
Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah
menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah
peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak
tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di
Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
tidak ada suatu perbuatan pidana yang
dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya
tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut
telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar dalam
menyelenggarakan perlindungan terhadap hak-hak konsumen oleh Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta antara lain adalah sebagai berikut:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
3) Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 2008 tentang Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Banjarmasin, Kota
Cirebon, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Tanjung Pinang serta
Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten
Bener Meriah.
4) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.
350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tentang Tugas dan
Wewenang BPSK.
5) Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 33/M-
DAG/KEP/1/2011 tentang Pengangkatan Anggota BPSK Surakarta.
6) Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta
No. 034/PER/II/IX/2011/BPSK.Ska tentang Tata Cara Penyelesaian
Sengketa Konsumen.
7) Keputusan Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota
Surakarta No. 035/KEP/III/IX/2011/BPSK.Ska tentang Kode Etik Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Surakarta. Kode Etik
Anggota BPSK.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bambang Ari Wibowo,
SH yang menyatakan bahwa :
Banyak dasar hukum yang digunakan dalam rangka perlindungan terhadap konsumen, yang didalamnya termuat hak-hak apa saja yang dimiliki oleh konsumen, tetapi dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
yang paham akan adanya Undang-Undang Perlindungan hanya sekitar 30%, dan yang memahami akan hak-haknya hanya 11-Lapangan 2)
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suryanto yang menyatakan
bahwa,
mengenai hak-hak yang saya miliki, yang saya tau kewajiban saya adalah
Hal senada juga diungkapkan oleh Oleh Ibu Henny salah satu
konsumen yang datang ke BPSK Surakarta yang menyatakan bari bahwa
ke kantor polisi, dari pihak kepolisian saya diberitahu adanya BPSK sehingga
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa substansi hukum
yang mengatur tentang perlindungan konsumen sudah banyak dimuat dalam
produk undang-undang mapun didalam aturan dibawahnya. Namun demikian,
walaupun produk undang-undang sudah ada yaitu Undang-Undang Nomor 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang sekitar 13 tahun sudah
berlaku tetapi masyarakat belum banyak yang tahu akan adanya produk
undang-undang tersebut apalagi yang paham akan hak-hak yang konsumen
miliki.
b. Struktur Hukum atau Pranata Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan
baik. Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.
Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak
dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang
kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan
perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang
baik maka keadilan hanya angan-angan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang
dilanggar akibat kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha maka
pemerintah mengeluarkan suatu produk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang dalam Pasal 45 ayat 1 menyatakan
ap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
Surakarta merupakan salah satu dari beberapa kabupaten atau kota di Indonesia
yang dibentuk suatu badan guna menyelesaikan sengketa konsumen yaitu
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta yang dibentuk pada 10 Mei
2011.
Dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta belum berjalan secara maksimal seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Bambang Ari Wibowo, SH adalah sebagai berikut :
Yang pertama adalah anggaran, pada tahun 2011 anggaran yang diberikan oleh APBD adalah 75 juta, tetapi pada kenyataannya anggaran tersebut tidak cair secara keseluruhan, yang cair tidak sampai 60 juta. Untuk tahun 2012 anggaran yang direncanakan adalah 200 juta tetapi sampai hari ini juga belum cair. Yang kedua adalah sarana dan prasarana, ruangan BPSK tidak tersedia, BPSK hanya memiliki satu ruangan saja yang digunakan untuk berbagai kegiatan baik, sidang, pengaduan, konsultasi, rapat. (Catatan lapangan 2)
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni,
Hambatan yang paling utama adalah ketersediaan dana, untuk foto copy saja
kadang kita harus mengambil dari kantong sendiri. Sarana dan prasarana juga
belum memadai, dapat dilihat
Lapangan 3)
Hal tersebut juga semakin diperkuat dengan keterangan yang
diberikan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH yang menyatakan bahwa :
Yang utama adalah dana, anggota BPSK sampai sekarang hanya diberi honor 300 ribu setipa bulan, dalam beberapa bulan ini saja honor tersebut belum juga keluar. Ada juga hambatan dari sarana dan prasarana, dapat dilihat sendiri kantor dari BPSK keadaannya seperti apa, fasilitasnyapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
juga kurang memadai. Kurangnya sekretariat juga menjadi hambatan, sekretariat yang hanya satu orang merangkap beberapa pekerjaan. (Catatan lapangan 4)
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pranata hukum atau
struktur hukum dalam menyelesaikan sengketa konsumen guna melindungi
hak-hak konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
belum berjalan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor
penghambat antara lain adalah kurangnya ketersediaan dana, sarana dan
prasarana yang kurang memadai, dan kurangnya sumber daya manusia guna
mendukung kinerja di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta.
c. Budaya Hukum
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran,
serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta
budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai
hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.
Dari teori diatas dikemukakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat
terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Dalam
hal ini jika dikaitkan dengan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen maka
dapat dikatakan bahwa pelaku usaha kurang mentaati terhadap aturan-aturan
yang dikeluarkan seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Wahyuni, MM adalah,
Pelaku usaha tidak memberikan informasi yang jelas terhadap produk yang
mereka keluarkan, misal ada beberapa produk makanan yang tidak memenuhi
standar, tidak ada tanggal kadaluarsa dan sebagainya padahal itu diwajibkan
harus ada dalam setiap produk (Catatan Lapangan 1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Hal senada diungkapkan oleh Ibu Dra Aniek Tri Maharni, yaitu:
Selama ini pelaku usaha menggunakan kesempatan bahwa konsumen memang sedang butuh, pelaku usaha mengetahui bahwa konsumen sedang butuh maka mereka membujuk konsumen agar mau meminjam dana. Sedangkan pembuatan aturan terkadang tidak sesuai dengan ketentuan, misal huruf dalam perjanjian kecil-kecil sehingga konsumen enggan untuk membacanya. Pelaku usaha kebanyakan juga tidak memberikan informasi yang jelas kepada konsumen, misal iklan yang disajikan tidak jelas atau tidak detail atau menimbulkan anggapan lain, contoh : mendapat bonus setelah pemakaian sekian, tetapi tidak dijelaskan bonus itu sampai berapa hari dan berapa jumlahnya. (Catatan lapangan 3)
Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan Ibu Tuti Budi Rahayu,
SH yang menyatakan :
Pelaku usaha yang tidak memberikan informasi yang jelas pada iklan yang mereka buat, mereka membuat iklan dengan tersembunyi atau tidak ada keterbukaan dalam informasinya. Padahal informasi ini sangat penting bagi konsumen yang akan menggunakan produk mereka, jika berbahaya maka yang lebih banyak dirugikan pasti juga konsumen sendiri. (Catatan lapangan 4)
Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran
hukum dari pelaku usaha dapat dikatakan rendah, didalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 ayat 2
disebutkan bahwa,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
kenyataannya pelaku usaha yang terlibat dalam sengketa konsumen di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta kurang memberikan informasi
yang jelas terhadap konsumen.
Berdasarkan hasil-hasil temuan dan berdasarkan teori yang digunakan
untuk mengukur faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelanggaran terhadap
hak-hak konsumen maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk
undang-undang maupun peraturan dibawahnya guna mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja masyarakat
yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki.
b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan
terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka dibentuk
aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara maksimal hal ini
disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya sarana dan
prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia.
c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat
dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah
disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku
usaha.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
dalam Melindungi Hak-hak Konsumen
Perlindungan terhadap konsumen menjadi hal yang penting mengingat
perkembangan perekonomian semakin pesat yang mengakibatkan munculnya
variasi produk barang dan jasa. Hal demikian juga mengakibatkan pada
kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang. Konsumen
sering kali hanya menjadi obyek aktivitas bisnis pelaku usaha dan kedudukan
konsumen masih lemah. Banyak kasus bisa ditemui di lapangan, betapa banyak
konsumen yang dirugikan dan dicurangi bahkan terancam kesehatan serta
jiwanya akibat perbuatan pelaku usaha.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu peran dari lembaga pemerintah yang
berperan untuk melindungi hak-hak konsumen. Lembaga yang ditunjuk tersebut
salah satunya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Kota Surakarta
merupakan salah satu kota yang mempunyai Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen yang bertujuan memberikan perlindungan kepada konsumen. Adapun
tugas dan wewenang dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 Pasal 52 jo. SK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 tugas
dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah :
d. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi, atau arbritasi atau konsiliasi;
e. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
f. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
g. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam undang-undang ini;
h. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen
tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
i. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
j. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
k. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimnana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
Dengan merujuk pada Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 54 ayat 1 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 jo. Pasal 2 SK.
Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, peran utama dari Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yaitu : sebagai instrumen hukum penyelesaian
sengketa diluar pengadilan, sedangkan pada butir e, butir f, butir g, butir h, butir i,
butir k, butir i, dan butir m pada tugas dan wewenang dalam Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 sebenarnya telah terserap dalam
fungssi utama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tugas Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada butir b dapat dipandang sebagai upaya
sosialisasi baik terhadap konsumen maupun pelaku usaha. Adapun tugas pada
butir c tidak selalu terkait dengan adanya sengketa konsumen. (Yusuf Shofie,
2003:21)
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2010: 61) menyebutkan
bahwa :
Perlindungan yang diberikan oleh lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tersebut kepada konsumen adalah melalui penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dan juga berperan melakukan pengawasan terhadap setiap perjanjian atau dokumen yang mencantumkan klausula baku yang merugikan konsumen. Hal senada juga dinyatakan oleh Susanti Adi Nugroho (2011: 83), bahwa
ada dua peran strategis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu :
1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.
2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha.
Dari penjelasan tersebut maka peran utama Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Kota Surakarta dalam melindungi hak-hak konsumen adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan Konsultasi Kepada Konsumen
Konsumen yang merasa haknya dilanggar atau mereka yang merasa
membutuhkan informasi tentang perlindungan konsumen, maka konsumen
dipersilahkan untuk datang ke BPSK Surakarta. Langkah ini dilakukan guna
mewujudkan konsumen yang cerdas, jika konsumen cerdas maka konsumen
akan menjadi kritis sehingga pelanggaran terhadap hak konsumen tidak
terulang kembali. Dalam konsultasi konsumen juga dapat menentukan langkah
berikutnya apakah akan maju ke langkah berikutnya atau tidak dan menetukan
apa saja yang perlu disiapkan jika konsumen akan bersengketa. Data konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
yang datang untuk mengadu atau berkonsultasi pada bulan Januari sampai
Maret tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta Pada Tahun 2012.
No Jenis Jumlah
1. Perbankan dan Keuangan 4
2. Leasing 5
3. Jasa Pelayanan Listrik Negara 1
4. Jasa Telekomunikasi 1
5. Jasa air Bersih 1
6. Jasa Perparkiran 1
7. Property 3
Jumlah Total 16
Sumber : Data BPSK Surakarta
Berikut hasil wawancara dengan Ibu Tuti budi Rahyu, SH selaku
kepala sekretariat BPSK Surakarta :
BPSK memberikan konsultasi kepada konsumen yang datang kesini baik yang hanya ingin konsultasi atau melakukan pengaduan, karena pada saat konsultasi dapat memberikan dampak yang positif bagi konsumen itu sendiri, konsumen dapat memutuskan mereka akan maju atau tidak, selain itu konsumen juga akan mengetahui segala sesuatu yang perlu dipersiapkan misalnya alat bukti dan lainnya. Kesalahan yang konsumen perbuat juga akan tampak pada saat konsultasi. (Catatan Lapangan 4).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Anik Tri Maharni selaku
anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu :
Siapapun berhak konsultasi di BPSK, karena disini BPSK akan menjelaskan apa saja yang harus disiapkan oleh konsumen sebagai alat bukti yang nanti akan diperlukan pada saat persidangan. Selain itu BPSK juga akan menjelaskan apa saja yang menjadi hak-hak yang konsumen miliki, jadi nanti konsumen akan tahu apa yang harus dibawa dan diajukan. (Catatan Lapangan 3)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Etik salah satu konsumen yang
mengadu ke BPSK yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Pada awalnya saya datang kesini untuk konsultasi terlebih dahulu, awalnya saya datang ke kantor polisi dan diberi saran untuk datang kesini. Disini saya berkonsultasi dan diberi pengarahan oleh anggota BPSK. Saya diberi penjelasan bahwa saya berhak untuk melakukan pengaduan dan menuntut semua kerugian yang saya derita dan mengambil kembali barang saya. (Catatan Lapangan 10)
Pemberian konsultasi kepada konsumen yang datang ke BPSK
Surakarta ini ternyata membawa dampak positif terhadap konsumen.
Konsumen akan lebih mengerti akan kesalahan yang mereka perbuat selain itu
konsumen sebagai warga negara juga akan mengetahui hak dan kewajiban
yang mereka miliki. Dengan demikian diharapkan jika konsumen sudah
memahami kesalahan dan paham hak-hak mereka maka kesalahan tidak akan
terulang kembali.
b. Pengawasan Klausula Baku
Didalam melakukan transaksi yang dilakukan antara pelaku usaha
dengan konsumen sering kali disertai dengan perjanjian-perjanjian atau
klausula baku yang isi dari klausula baku tersebut sudah ditetapkan terlebih
dahulu oleh pelaku usaha tanpa melalui perundingan terlebih dahulu antara
kedua belah pihak yakni pelaku uasaha dengan konsumen. Pada umumnya
pelaku usaha telah menyiapkan terlebih dahulu perjanjian tersebut yang
diberlakukan pada mereka dalam sebuah formulir yang dicetak dan diberikan
kepada konsumen untuk menyetujui tanpa memberikan kesempatan kepada
konsumen untuk mempelajari perjanjian yang telah diberikan tersebut. Oleh
karena itu BPSK berperan untuk mengawasi kluasula baku tersebut seperti
berperan mengawasi klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku usaha,
apabila klausula baku tersebut mengandung unsur yang merugikan konsumen
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi Rahayu, SH selaku
kepala sekretariatan BPSK Surakarta yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
BPSK bisa mengawasi klausula baku baik diminta atau tidak, baik ada maupun tidak ada laporan, misalnya melihat klausula baku yang tidak sesuai maka BPSK bisa langsung terjun kelapangan untuk memberikan peringatan, apabila peringatan tidak diindahkan maka BPSK juga bisa memberikan sanksi kepada pelaku usaha. Sanksi tersebut bisa berupa merekomendasi kepada pihak yang mengeluarkan ijin kepada pelaku usaha bahwa klausula tersebut tidak layak untuk dikeluarkan. (Catatan lapangan 4)
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni
selaku anggota BPSK Surakarta dari unsur konsumen yaitu :
Pelaku usaha dalam hal mengeluarkan produk baik barang maupun jasa ada hal yang bisa saja tidak benar atau melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Oleh karena itu BPSK juga berperan untuk mengawasi hal tersebut, contoh : Rumah sakit mengenakan biaya bocking untuk merawat padahal itu tidak diperbolehkan, leasing yang seharusnya hanya memberikan kredit kendaraan bermotor tetapi ada yang memberikan pinjaman berupa uang, contoh lain misalnya yang sekarang baru BPSK tangani yaitu pengawasan terhadap kalusula baku tentang perpakiran, didalam kartu parkir biasanya dimuat kalimat barang yang hilang ditanggung sendiri, ini sebenarnya tidak boleh karena akan merugikan konsumen. Oleh sebab itu BPSK berhak untuk melakukan pengawasan terhadap hal-hal tersebut guna memberikan perlindungan terhadap konsumen. (Catatan Lapangan 3)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan adanya peran BPSK maka
diharapkan agar pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pembuatan klausula
baku sehingga kecurangan-kecurangan yang dibuat oleh pelaku usaha dapat
diminimalisir dan hak-hak konsumen tidak semakin dilanggar oleh pelaku
usaha.
c. Menyelesaikan Sengketa Konsumen
Konsumen yang merasa dirugikan maka akan dapat menuntut hak-hak
mereka kepada pelaku usaha yang telah hilang tersebut dengan cara
menyelesaikan sengketa konsumen di BPSK. BPSK hanya menangani kasus
perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh
konsumen atas kesalahan atau kelalaian pelaku usaha. Keputusan BPSK
bersifat final dan mengikat atau dengan kata lain wajib dan harus dipatuhi oleh
Para Pihak yang bersengketa. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
BPSK Surakarta terdapat 3 macam pilihan yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Konsiliasi
a) BPSK membentuk sebuah badan sebagai pasif fasilitator.
b) BPSK membiarkan yang bermasalah untuk menyelesaikan masalah
mereka cecara menyeluruh oleh mereka sendiri untuk bentuk dan jumlah
kompensasi.
c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan dinyatakan sebagai
persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK
d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.
2) Mediasi
a) BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif
untuk memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah.
b) Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan
mereka secara menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya.
c) Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada
persetujuan rekonsiliasi yang diperkuat oleh keputusan BPSK.
d) Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.
3) Arbitrasi
a) Yang bermasalah memilih anggota BPSK sebagai arbiter dalam
menyelesaikan masalah konsumen.
b) Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan
permasalahan mereka.
c) BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat.
d) Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling
lama.
e) Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua
belah pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam
14 hari setelah penyelesaian di informasikan.
Berikut ini hasil wawancara yang diungkapkan oleh Ibu Tuti Budi
Rahayu, SH selaku staf kesekretariatan BPSK Surakarta :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
BPSK Surakarta juga mempunyai peran dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan 3 macam pilihan cara yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Untuk mediasi BPSK hanya berperan sebagai mediator bukan sebagai penentu keputusan, sedangkan untuk konsiliasi dan arbitrase BPSK lebih berperan sebagai penentu keputusan. Kami memang selalu berusaha menyelesaikan semua permasalahan atau sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen secara damai. Di BPSK itu tidak ada menang-kalah, yang ada adalah win-win solutions (Catatan Lapangan 4)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Dra. Aniek Tri Maharni selaku
anggota BPSK dari unsur konsumen :
BPSK mempunyai peran untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan pelaku usaha baik itu berupa barang maupun jasa dengan mengutamakan perdamaian atau win-win solution agar salah satu pihak tidak ada yang dirugikan tetapi menguntungkan kedua belah pihak, yang dapat ditempuh melalui tiga pilihan cara, yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsolidasi. Dari pihak BPSK lebih mengutamakan jalan mediasi terlebih dahulu agar dapat diselesaikan secara damai tanpa harus naik ke majelis. (Catatan lapangan 3)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Henny salah satu konsumen yang
mengadu ke BPSK Surakarta yaitu :
Dari pihak BPSK memberikan tiga pilihan kepada saya yaitu mediasi, arbitrasi, dan konsoliasi. Pada awalnya saya memilih mediasi untuk menyelesaikan masalah ini, pinginyakan dapat diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu namun ternyata belum dapat diselesaikan ya sudah saya naik majelis saja agar masalah ini cepat selesai. (Catatan Lapangan 6)
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen BPSK
Surakarta memberikan tiga macam pilihan yang sesuai dengan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 yaitu mediasi,
konsiliasi, dan arbitrasi. BPSK sendiri lebih menyarankan agar penyelesaian
sengketa konsumen dapat diselesaikan secara damai dengan cara kekeluargaan
tanpa harus naik ke majelis.
Sedangkan untuk penyelesaian sengketa konsumen sejak dilantik
sampai akhir tahun 2011 BPSK Surakarta telah menangani 16 kasus dengan
hasil sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
1) Diputus dengan mediasi ada 3 kasus.
2) Diputus dengan cara arbitrase ada 4 kasus.
3) Dalam proses ada 3 kasus.
4) Selesai sebelum sidang ada 2 kasus.
5) Tidak dapat diselesaikan ada 3 kasus. Tidak dapat diselesaikan disini
dikarenakan teradu tidak memenuhi panggilan dan teradu tidak bersedia
diselesaikan di BPSK karena dalam perjanjian kredit telah disepakati
apabila terjadi sengketa akan diselesaikan di pengadilan negeri, dan yang
terakhir disebabkan tidak lengkapnya data yang dibutuhkan.
Untuk rekapitulasi penanganan kasus dapat dilihat dilampiran 10.
Penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Surakarta diharapkan
mampu mengembalikan hak-hak konsumen yang telah dilanggar oleh pelaku
usaha tanpa memberikan kerugian bagi salah satu pihak tetapi justru
memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak agar masalah dapat
diselesaikan dengan cepat, adil, mengutamakan musyawarah, dan tepat.
C. Temuan Studi
Dalam subbab ini peneliti menganalisis informasi yang berhasil
dikumpulkan dilapangan sesuai dengan rumusan masalah dan selanjutnya
dikaitkan dengan teori yang ada. Berdasarkan hasil penelitian yang dihubungkan
dengan kajian teori maka peneliti menemukan hal-hal yang penting sebagai
berikut :
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Terhadap Hak-hak Konsumen
Sistem hukum dapat berjalan secara maksimal menurut Lawrence Meir
Friedman bergantung pada
hukum, dan budaya hukum Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran hak-
hak konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta meliputi :
a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk
undang-undang maupun peraturan dibawahnya guna mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja
masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki.
b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan
terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka
dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara
maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya
sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia.
c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat
dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah
disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku
usaha.
Berdasarkan teori tentang sistem hukum dan hasil dari penelitian dapat
disimpulkan bahwa sistem hukum yang berlaku khususnya mengenai
perlindungan konsumen belum dapat berjalan secara maksimal sehingga masih
banyak pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang terjadi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
dapat ditemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap
hak-hak konsumen selain dari faktor diatas dapat juga berasal dari konsumen itu
sendiri yaitu konsumen tidak melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen
sesuai dengan perjanjian yang disepakati dengan pelaku usaha sehingga
menyebabkan konsumen berada didalam posisi yang lemah.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam Melindungi
Hak-hak Konsumen
Guna mewujudkan perlindungan terhadap hak-hak konsumen yeng
dilanggar oleh pelaku usaha maka pemerintah mengeluarkan suatu produk
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomr 8 Tahun 1999 yang didalam
aturan tersebut dibentuk suatu badan yang berada di kabupaten atau kota yang
diberi nama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pembentukan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen diberikan peran yang didasarkan pada tugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
dan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta mempunyai beberapa peran yang antara lain
adalah memberikan konsultasi dengan konsumen, pengawasan terhadap
pencantuman klausula baku, dan menyelesaikan sengketa konsumen melalui 3
cara yaitu mediasi, arbitrasi, dan mediasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanti
Adi Nugroho (2011:83), menyatakan bahwa ada dua peran strategis dari Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, yaitu :
1) BPSK berperan sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melaui konsiliasi, mediasi, dan arbitrase.
2) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dilapangan dan analisis
yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik suatu kesimpulan guna
menjawab perumusan masalah. Adapun kesimpulan peneliti adalah sebagai
berikut :
1. Faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak konsumen yaitu :
a. Substansi hukum : Pemerintah Negara Indonesia telah mengeluarkan produk
undang-undang maupun peraturan dibawahnya guna mewujudkan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, tetapi masyarakat belum banyak
yang tahu akan produk peraturan tersebut bahkan hanya sedikit saja
masyarakat yang tahu akan hak-hak yang mereka miliki.
b. Struktur hukum atau pranata hukum : Guna mewujudkan perlindungan
terhadap hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha maka
dibentuk aparat penegak hukum yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta, tetapi selama ini belum dapat berjalan secara
maksimal hal ini disebabkan oleh : kurangnya ketersediaan dana, kurangnya
sarana dan prasarana, dan kurangnya sumber daya manusia.
c. Budaya hukum : tingkat kesadaran hukum dari pelaku usaha masih dapat
dikatakan kurang, padahal secara jelas didalam undang-undang sudah
disebutkan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku
usaha.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi
hak-hak konsumen antara lain adalah :
a. Memberikan konsultasi kepada konsumen, langkah ini ditempuh guna
mewujudkan konsumen yang kritis dan cerdas.
b. Pengawasan terhadap klausula baku, dilakukan sebagai upaya pengawasan
terhadap perjanjian-perjanjian yang secara sepihak dibuat oleh pelaku usaha
guna mencegah pelanggaran terhadap hak-hak konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
c. Menyelesaikan sengketa konsumen melalui tiga pilihan cara yaitu mediasi,
arbitrasi, dan konsiliasi.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, ditambah dengan berbagai fenomena
yang dibahas dalam penelitian ini, maka implikasi yang ditimbulkan adalah
sebagai berikut :
1. Pelanggaran terhadap hak konsumen dapat disebabkan karena sistem hukum
yang berlaku dimasyarakat belum berjalan secara maksimal. Oleh karena itu
kita sebagai konsumen harus mengetahui tentang aturan-aturan yang ada dan
memahami isinya agar pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dapat
diminimalisir.
2. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta dalam melindungi
hak-hak konsumen dilakukan dengan berbagai cara. Oleh karena itu peran
tersebut harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar konsumen menjadi
konsumen yang cerdas dan pelanggaran terhadap hak mereka dapat
diminimalisir.
C. Saran
1. Bagi Konsumen
a. Perlu meningkatkan pemahaman akan hak-hak yang konsumen miliki.
b. Jadilah konsumen yang kritis dan cerdas, meneliti barang sebelum membeli
dan meneliti setiap akan melakukan penandatanganan perjanjian dengan
pelaku usaha.
c. Apabila konsumen sudah terikat perjanjian dengan pelaku usaha,
semaksimal mungkin lakukan kewajiban sesuai dengan perjanjian sehingga
tidak menimbulkan sengketa dengan pelaku usaha.
2. Bagi Pelaku Usaha
a. Berikanlah informasi yang jelas terhadap produk barang dan/atau jasa yang
telah diproduksi sehingga konsumen akan mudah memahami dan berikanlah
penjelasan pada setiap perjanjian yang akan dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
b. Apabila terjadi sengketa dengan konsumen lakukan penyelesaian sengketa
secara patut dan mengikuti proses persidangan dengan baik.
3. Bagi BPSK
a. Berkaitan dengan pelayanan terhadap masyarakat, BPSK hendaknya
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan yang ada.
b. Perlu adanya tambahan sumber daya manusia lagi terutama bidang
kesekretariatan agar kinerjanya lebih optimal.
c. Perlu adanya sosialisasi yang lebih lanjut dari pihak Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen sendiri agar keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen dapat diketahui oleh masyarakat secara luas.
4. Bagi Pemerintah
a. Pemerintah seharusnya memberikan sumber dana dan tempat yang layak
kepada BPSK agar program kerja BPSK lebih optimal dan perlindungan
konsumen dapat ditegakkan.
b. Pemerintah juga harus memberikan sosialisasi produk Undang-Undang
Perlindungan Konsumen terhadap masyarakat luas agar masyarakat tahu
akan hak dan kewajiban yang dimiliki selain itu konsumen juga akan
mengetahui kemana konsumen akan memperjuangkan hak mereka apabila
terjadi pelanggaran hak konsumen.
Top Related