Download - PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

Transcript
Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI DI

LEMBAGA LITIGASI DAN NON LITIGASI (STUDI KASUS : PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN, BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL

JAKARTA, DAN LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S.H)

Oleh:

ABDUSSAMI MAKARIM

NIM. 11140460000087

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …
Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi Berjudul "Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui

Mediasi di Lembaga Litigasi dan Non Litigasi (Studi Kasus: Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional, dan Lembaga Altematif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia)" yang telah ditulis oleh Abdussami

Makarim, NIM. 11140460000087, telah diujikan dalam sidang Skripsi pada

Jum'at, 25 Januari 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.tI) pada Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 30 Januari 2019

Mengesahkan,

Panitia Sidang:

Ketua A,M.Hasan A二 ,M.ANIP。 19751201200501 1005

Dr.Abdllrraun Lcq M・ A.

NコP。 19731215200501 1002

Ahnad Chdrul Hadi.M.A.

NIP。 197205312007101002

Dr.Ahmad Tholabi Kharlie.M.H"M.A.

NIP.197608072003121001

Mustolih.S.H,I"M.Htt CLA.

NIDN。 2009088001

Sekretaris

Pembimbing

Penguji I

19966031001

Penguji II

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

¬

LEMBAR PERI{YATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.:.,

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIll{) Syarif Hidayatullah Jakarra.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di universitas Islam Negeri Or$ syarif

Hidayatullah Jakarta

:V

Ciputat,12 Dcsember 2018

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

v

ABSTRAK

Abdussami Makarim, 11140460000087, Studi Perbandingan Penyelesaian

Sengketa Perbankan Syariah Lewat Mediasi Di Lembaga Litigasi Dan Non Litigasi

(Studi Empiris: Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional, Dan Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia). Hukum

Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2018, 130 halaman.

Hubungan antara kreditur dan debitur atau Bank dengan nasabahnya

diperjanjiakan sejak awal transaksi. Hak, kewajiban, dan segala sesuatu yang

berkaitan dengan transaksi perbankan tertuang dalam sebuah kontrak.

Apabila salah satu pihak baik bank maupun nasabah melakukan wanprestasi

dan tidak cepat diselesaikan, maka terjadilah sengketa. Apabila bank tidak

dapat menyelesaikan pengaduan lewat Internal Dispute Resolution (tidak

tercapai kesepakatan), para pihak bisa menyelesaikan konflik melalui

mediasi di lembaga penyelesaian sengketa (External Dispute Resolution).

Mediasi terdapat di lembaga penyelesaian sengketa litigasi dan non litigasi.

Litigasi adalah pengadilan sedangkan non litigasi adalah lembaga diluar

pengadilan, dalam penelitian ini lembaga yang dimaksud adalah Basyarnas

dan LAPSPI. Sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 Tentang Perbankan Syariah, sengketa perbankan boleh diselesaikan

baik di jalur litigasi (Pengadilan Agama) maupun non litigasi (Basyarnas dan

LAPSPI).

Penelitian ini menganalisis penyelesaian sengketa perbankan syariah

yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut melalui mediasinya. Dengan

analisis perbandingan tersebut diperoleh informasi perbedaan dan

persamaan. Adapun penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris

dengan data yang diolah secara kualitatif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahhwa ada persamaan dalam

jenis perkara yang masuk yakni perkara perdata perbankan syariah dan

penyelenggaraan mediasi dilakukan secara tertutup. Sedangkan

perbedaannya, pada Pengadilan Agama, mediasi dilakukan sebelum masuk

pemeriksaan pokok perkara. Pada LAPSPI mediasi dilakukan dengan acara

tersendiri terpisah dengan arbitrase dan ajudikasi. Dan pada Basyarnas, acara

yang diselenggarakan adalah arbitrase, namun unsur mediasi tetap ada

sebatas upaya mediasi yang mungkin dilaksanakan di setiap tahap arbitrase.

Kata Kunci : Sengketa Perbankan Syariah, Mediasi, Pengadilan Agama,

Basyarnas, LAPSPI

Dosen Pembimbing : Achmad Choirul Hadi

Daftar Pustaka : Tahun 1986 s/d 2018

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahuwwata’ala atas segala nikmat, rahmat,

hidayah, dan kekuatan yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas akhir Skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana di bidang

Hukum Ekonomi Syariah di Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarganya dan

sahabatnya, yang telah membawa perubahan bagi peradaban dunia dengan

bangkitnya Islam hingga akhir zaman.

Dengan disusunnya penelitian tingkat skripsi ini, kami berharap kami bisa

memberikan kontribusi manfaat, baik dalam tataran kajian Hukum Islam, maupun

Kajian Hukum positif, terlebih khususnya pada masalah penyelesaian sengketa

perbankan syariah melalui mediasi di Lembaga litigasi dan non-litigasi seperti

Pengadilan Agama, Badan Arbitrase Syariah Nasional, dan Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia.

Kami sadar bahwa penelitian ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungann dan

bantuan dari orang-orang yang ada di sekitar kami. Dengan segala hormat dan dari

hati yang terdalam, kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. AM. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Abdurrauf Lc., M.A., selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Achmad Chairul Hadi, M. A., selaku pembimbing yang secara langsung

memberikan arahan dalam peyusunan skripsi ini, dan juga mmemberikan

pencerahan materi-materi perkuliahan yang menjadi inspirasi penulisan

skripsi ini;

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

vii

5. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum atas didikan dan

bimbingannya selama kami kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Para narasumber yang telah memberikan informasi untuk menyempurnakan

skripsi ini, diantaranya: Dr. H. Jarkasih, M.H., Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Selatan; Dra. Euis Nurhasanah, Sekretaris Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas); H. Achmad Djauhari, S.H., M.H., Arbiter Basyarnas;

Ir. Saifuddin Latief, MM., Sekretaris Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), dan Kak Tyra, Case Manager

LAPSPI;

7. Seluruh keluarga besasr, terutama kedua orang tua kami, Ayah dan Bunda

yang telah mendukung semua kebutuhan semasa kuliah, mendoakan kami

di setiap sujudnya, dan mengalirkan semangat di setiap tutur katanya. You

are the best thing I’ve ever had, I promise, I’ll make both of you proud;

8. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2014, Kelas B HES’14,

Center for Islamic Economics Studies (COINS), Generasi Baru Indonesia

(GenBI) UIN Jakarta, Mahasantri UICCI Sulaimaniyah Ciputat, KKN 13

Balas Budi, Sahabat New Foward, hingga teman-teman dan adik angkaran

yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya tidak ada yang dapat kami berikan sebagai balas jasa kecuali sebuah

doa, semoga semua pihak yang telah mendukung mendapatkan ganjaran yang

berlipat ganda dari Allah Subhanahuwwata’ala, Aamiin.

Ciputat, 12 Desember 2018

Abdussami Makarim

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................iv

ABSTRAK ................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 8

C. Pembatasan Perumusan Masalah ......................................................... 9

D. Tujuan Manfaat Penelitian ...................................................................... 10

E. Metode Penelitian ..................................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 15

BAB II PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH DI LEMBAGA LITIGASI DAN NON-LITIGASI:

PENGERTIAN DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA ............ 17

A. Pengertian Studi Komparasi ............................................................... 17

B. Pengertian Ekonomi Syariah ............................................................... 20

C. Pengertian Sengketa Perbankan Syariah ............................................ 33

D. Pengertian Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah ....................... 39

E. Literature Review ................................................................................ 54

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

ix

BAB III PILIHAN FORUM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH ANTARA LEMBAGA LITIGASI DAN NON-LITIGASI

DI JAKARTA SELATAN ....................................................................... 60

A. Pengadilan Agama Jakarta Selatan ..................................................... 60

B. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) ................................. 82

C. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ..... 94

BAB IV PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH DI LEMBAGA LITIGASI DAN NON LITIGASI .......... 105

A. Komparasi Penyelesasian Sengketa Perbankan Syariah Lewat Mediasi

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas, dan LAPSPI ....... 105

1. Faktor Hukum (Substansi Hukum) ............................................ 106

2. Faktor Penegak Hukum (Struktur Hukum) ................................ 110

3. Faktor Sarana dan Fasilitas ........................................................ 116

4. Faktor Masyarakat ..................................................................... 119

B. Persamaan dan Perbedaan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Lewat Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas, dan

LAPSPI ............................................................................................. 126

1. Persamaan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui

Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas, dan

LAPSPI ...................................................................................... 126

2. Perbedaan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui

Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas, dan

LAPSPI ...................................................................................... 129

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 132

A. Simpulan ........................................................................................... 132

B. Saran .................................................................................................. 134

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 135

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya.1 Perbankan mempunyai peran penting dalam pembangunan

negara dan perekonomian masyarakat. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, Perbankan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan

stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.2

Di Indonesia, pengembangan sistem perbankan dilakukan dengan cara dual-

banking system. Dual-Banking system adalah sistem perbankan ganda dalam

kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API).3 Tujuannya untuk melengkapi

kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap jasa perbankan. Dual-banking system

yang dimaksud adalah perbankan syariah dan perbankan konvensional. Kedua

sistem perbankan ini bersinergi dalam mengelola dana masyarakat secara luas

untuk mendukung kegiatan pembangunan di sektor-sektor perekonomian

nasional.

Untuk mencapai tujuannya, bank syariah menjalankan beberapa macam

usaha. Usaha yang dilakukan bank syariah antara lain seperti jasa penyediaan

lalu lintas pembayaran; penghimpunan dana masyarakat berupa simpanan giro,

deposito berjangka, atau sertifikat deposito; Penerbitan surat hutang, dan

1 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Raja Grafindo, 2008), hlm. 25

2 Lihat Pasal 4, UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3 Penyunting, “Sekilas tentang Perbankan Syariah”, Situs resmi Bank Indonesia, diakses

dari www.bi.go.id, pada tanggal 30 Januari 2018, pukul 10.19.

Page 11: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

2

penyaluran dana berupa pembiayaan kepada masyarakat. Selain itu, Bank

syariah juga menyediakan fasilitas transfer dana dan pembayaran inkaso.

Sebagaimana statusnya sebagai badan usaha, bank mengambil fee atau

pendapatan dari setiap fasilitas yang disediakannya.

Segala aktifitas bank pasti berhubungan dengan nasabah. Dalam hal ini bank

diistilahkan sebagai kreditur dan nasabah diistilahkan sebagai debitur atau

konsumen. Hubungan antara kreditur dan debitur atau Bank dengan nasabahnya

sudah diperjanjiakan sejak awal transaksi. Hak, kewajiban, dan segala sesuatu

yang berkaitan dengan transaksi perbankan tertuang dalam sebuah kontrak.

Apabila salah satu pihak baik bank maupun nasabah melakukan wanprestasi

dan tidak cepat diselesaikan, maka terjadilah sengketa.

Melihat potensi sengketa yang akan terjadi, maka diperlukan upaya

mengatasinya. Untuk itu di setiap bank terdapat bagian yang bertugas

mendengarkan pengaduan konsumen dan penyelesaiannya. Ini adalah upaya

pertama penanganan penyelesaiang sengketa. Penyelesaian sengketa memang

sebaiknya dilakukan dengan cara kekeluargaan, dalam artian diselesaikan

dengan berdiskusi, mengulas duduk perkara, mengemukakan tuntutan,

menyamakan presepsi, dan mencari solusi. Cara ini akan membantu

meminimalisir kerugian diantara kedua belah pihak bersengketa. Cara ini

disebut juga dengan mediasi. Seperti yang di jelaskan diatas, mediasi yang

pertama dapat dilakukan olen bank sebagai pihak penyedia layanan keuangan,

Namun apabila bank tidak dapat menyelesaikan pengaduan yang dilakukan

nasabah (tidak tercapai kesepakatan), para pihak bisa menyelesaikan konflik

melalui mediasi di lembaga penyelesaian sengketa.

Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah, penyelesaian sengketa perbankan syariah bisa dilakukan di

2 (dua) pilihan, yakni badan litigasi dan Non litigasi.4 Yang dimaksud badan

litigasi adalah Pengadilan. Untuk sengketa perbankan syariah, pemeriksaannya

4 Ayat 1, Pasal 55, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

Page 12: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

3

akan dilakukan di Peradilan Agama (PA). Pada ayat 1 Pasal 55 UU No.21

Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa Penyelesaian

sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama. Selain itu Ketentuan mengenai kompetensi Pengadilan

Agama dalam memeriksa perkara ekonomi syariah juga ada pada Pasal 49 UU

No. 3 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Adapun Pengadilan Agama

sebagai lembaga litigasi juga wajib menyelenggarakan upaya mediasi sebelum

memeriksa pokok perkara. Hal tersebut diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2016

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Selanjutnya lembaga Non litigasi adalah lembaga penyelesaian sengketa di

luar pengadilan, atau lebih dikenal dengan istilah Alternatif Penyelesaian

Sengketa (APS). Alternatif penyelesaian sengketa singkatnya adalah

penyelesaian sengketa perdata melalui jalan Negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan

arbitrase.5 Dengan segala kelebihannya, penyelenggaraan penyelesaian

sengketa perbankan di lembaga non litigasi diatur dalam Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

(APS).

Di Indonesia sendiri ada banyak lembaga non litigasi untuk menyelesaikan

sengketa. Untuk lembaga arbitrase institusional yang bersifat nasional ada 7

lembaga6, yang salah satunya adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) yang sebelumnya bernama BAMUI dan diganti berdasarkan

berdasarkan SK MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003, pada tanggal 24 Desember

5 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,

(Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 13.

6 7 (tujuh) Lembaga tersebut adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI),

Badan Arbitrase Komoditi Berjangka Indonesia (BAKTI), Badan Arbitrase dan Mediasi Hak

Kekayaan Intelektual (BAM HKI), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Badan

Mediasi Asuransi Indonesia, dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang di prakarsai oleh

Kamar Dagang Industri Indonesia (KADIN). Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memprakarsai

institusional non litigasi yang khusus menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, yakni Badan

Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS).

Page 13: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

4

20037. Kemudian ada juga lembaga-lembaga alternatif penyelesaian sengketa

(LAPS) yang pendiriannya diamanatkan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

(POJK) No. 1/POJK/07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Untuk lembaga yang khusus menyelesaikan

sengketa perbankan adalah Lembaga Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI).

Badan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah bentuk

arbitrase Islam yang pertama kali didirikan di Indonesia. Basyarnas berdiri

sebagai instrumen hukum untuk menyelesaikan perselisihan para pihak di

lingkup Ekonomi Syariah baik Perbankan Syariah maupun Asuransi Syariah.

BASYARNAS beroperasi berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa yang bunyinya “adanya

suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk

mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam

perjanjiannya ke Pengadilan Negeri”. Dari pasal ini terkandung simpulan

bahwa apa yang sudah diperjanjikan diawal adalah yang akan berlaku

dikemudian hari. Hampir disetiap kontrak/akad, seperti di perbankan syariah,

tercantum klausula penyelesaian sengketa yang menyatakan bahwa

penyelesaian sengketa akan di selesaikan di lembaga Arbitrase. Akta ini disebut

Pactum de Compromitendo.8

Selain itu BASYARNAS juga di sebutkan dalam penjelasan pasal 55

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Bunyinya,

“Yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

akad adalah upaya sebagai berikut: a. Musyawarah, b. Mediasi Perbankan, c.

Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga

arbitrase lain; dan /atau d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan

7 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,

h. 14

8 Gatot Sumartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), hlm. 32

Page 14: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

5

Umum”. Pasal ini mempunyai kandungan makna yang hampir sama dengan

pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Namun dalam penjelasan pasal 55 Undang-Undang

Perbankan Syariah ini disebutkan secara spesifik institusional penyelesaian

sengketanya seperti Basyarnas. Selain itu dalam pasal tersebut memungkinkan

juga lembaga lain untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

Kemudian Lembaga non litigasi lainnya, Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) juga menerima semua perkara di

bidang perbankan termasuk perbankan syariah. LAPSPI didirikan berdasarkan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2014 tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Pendiriannya

ditandatangani oleh 6 asosisasi perbankan antara lain PERBANAS,

HIMBARA, ASBANDA, ASBISINDO, PERBINA, dan PERBARINDO.9

Pendiriannya tidak lepas dari upaya mendirikan mediasi perbankan di era Bank

Indonesia.

Berdasarkan pemaparan di paragraf diatas, ada 3 lembaga yang memiliki

wewenang untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, yakni Pengadilan

Agama, Basyarnas, dan LAPSPI. Ketiga lembaga ini juga menyelenggarakan

penyelesaian sengketa melalui mediasi. pertanyaan yang muncul selanjutnya

adalah mengenai apa perbedaan mediasi yang diadakan di masing-masing

lembaga tersebut. Untuk mengetahuinya kita perlu melihat prosedur serta

proses penyelesaiannya terutama dalam hal mediasi. Kemudaian dilihat lebih

jauh lagi perlu penjelasan mengenai siapa yang mempunyai wewenang lebih

dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Berbicara tentang siapa yang paling wenang menyelesaikan sengketa

perbankan syariah, ketiga lembaga diatas mempunyai potensi masing-masing

9 Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS), Himpunan Bank Milik Negara

(HIMBARA), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) , Asosiasi Bank Syariah

Indonesia (ASBISINDO), Asosiasi Bank Internasional Indonesia (PERBINA), dan Perhimpunan

Bank Perkreditan Indonesia (PERBARINDO).

Page 15: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

6

untuk menjadi yang paling wenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

Itu semua kembali kepada perjanjian yang dibuat para pihak yang bersengketa.

Jika dalam perjanjian tercantum klausula arbitrase atau klausula penyelesaian

sengketa lewat jalur non litigasi, semacam Basyarnas; maka lembaga yang

tercantum lebih mempunyai wewenang dari pada yang lain. Jika tidak ada

klausula arbitrase atau klausula non litigasi apapun, maka Pengadilan Agama

adalah yang berwenang dari pada pengadilan manapun.

Pada pelaksanaannya penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi harus

disertai dengan perjanjian tertulis dari kedua pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketanya di jalur non-litigasi semisal arbitrase. Klausula

arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya, harus ditaati oleh kedua

pihak jika klausula tersebut sudah ada di dalam perjanjian tertulis sejak awal

dibuatnya. Keberadaan klausula tersebut juga meniadakan kewenangan absolut

Pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Ketentuan ini berlandaskan Pasal 3

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa yang berbunyi, Pengadilan Negeri tidak berwenang

mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

Walaupun tertulis term Pengadilan Negeri, namun secara konteks mempunyai

maksud seluruh pengadilan termasuk Pengadilan Agama dalam menyelesaikan

sengketa ekonomi syariah.

Jika dalam perjanjian para pihak tidak mencantumkan klausula

penyelesaian sengketa lewat jalur non litigasi, maka para pihak mempunyai

pilihan menyelesaikan sengketa baik lewat jalur litigasi maupun non litigasi.

Jika para pihak tetap ingin menyelesaikan sengketanya di jalur non litigasi,

maka para pihak harus membuat perjanjian tertulis lagi bahwasannya sengketa

mereka akan di selesaikan lewat jalur non-litigasi (akta compropis).

Proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah, melalui Pengadilan Agama

dan forum non litigasi seperti Basyarnas dan LAPSPI, secara garis besar

memliki tahapan yang sama, namun dalam beberapa aspek berbeda.

Berdasarkan penelitian Prof. Dr.H. Bismar Nasution, proses penyelesaian

Page 16: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

7

sengketa di Basyarnas jauh lebih singkat dari pada proses penyelesaian di

Pengadilan Agama. Cepatnya proses tersebut disebabkan tahapan proses yang

dilalui tidak banyak, seperti acara pemeriksaan, pembuktian, dan putusan.

Sengketa juga bisa diputus islah jika para pihak yang bersengketa setuju untuk

berdamai.10

Sedangkan di LAPSPI menawarkan 3 cara penyelesaian sengketa non

litigasi, yakni dengan mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Tahapan yang dilakukan

juga tidak jaun berbeda dengan Basyarnas. Lalu jika diilihat dari track record-

nya yang baru 2 tahun berjalan, pada tahun 2016, LAPSPI telah menerima 32

perkara permohonan penyelesaian sengketa lewat mediasi. 13 sengketa berhasil

mencapai kesepakatan di meja mediasi, 7 sengketa sedang dalam proses

mediasi, dan 12 sengketa tidak berhasil di mediasi. Kemudian pada triwulan I

tahun 2017, LAPSPI menerima 6 perkara permohonan penyelesaian sengketa

lewat mediasi. Sehingga sejak tahun 2016 sampai triwulan I tahun 2017,

perkara yang masuk untuk diselesaikan lewat mediasi di LAPSPI berjumlah 38

perkara sengketa.11

Dalam hal perkara perbankan syariah, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

terdapat 7 perkara perbankan syariah dalam kurun waktu 2016-2017. Sebanyak

4 (empat) perkara telah diproses dengan hasil 4 perkara gagal mediasi dan tidak

ada perkara yang berhasil di mediasi. Berbeda dengan Basyarnas di Jakarta

yang menerima 2 perkara dalam waktu 2016-2017 dan keduanya berhasil

diselesaikan dengan damai. Lalu LAPSPI menerima 2 perkara perbankan

syariah dengan rincian 1 perkara gagal mediasi dan 1 perkara sedang dipending.

Dilihat dari data sementara ini, dapat di tarik kesimpulan lembaga non litigasi

yang di wakili oleh Basyarnas dan LAPSPI cenderung lebih baik memediasi

10 Bismar Nasution dan Mahmul, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Bayarnas)”, Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi No. 73 (2011): hlm.

60.

11 Laporan OJK, Dukungan OJK Terhadap Perlindungan Konsumen Lembaga lternatif

Penyelesaian Sengketa, Laporan Kinerja Otoritas Jasa Keuangan 2012-2017, hlm.110.

Page 17: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

8

sengketa perbankan syariah dari pada lembaga litigasi, dalam hal ini Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam

alasan mengapa lembaga non-litigasi cenderung lebih baik dalam

menyelesaikan sengketa perbankan syariah dibandingkang dengan lembaga

litigasi. Oleh karena itu penulis akan mencari jawaban penelitian dengan

menelusuri substansi hukum, penegak hukum, sarana/fasillitas, dan masyarakat

hukum, dari tiga institusi: LAPSPI, Basyarnas, dan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dengan judul “Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui

Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, Dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang serta masalah yang telah dijabarkan

sebelumnya, maka penulis mengidentifikasi masalah berupa beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui

mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia?

2. Siapa saja yang terlibat dalam penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

melalui mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase

Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia?

3. Apa faktor keberhasilan dan kegagalan penyelesaian perkara Sengketa

Perbankan Syariah melalui mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Badan Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia?

Page 18: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

9

4. Apa upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan

Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia, dalam mengefektifkan mediasi

penyelesaian sengketa perbankan syariah?

5. Sejauh mana efektifitas penyelesaian Sengketa melalui mediasi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional

Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia?

6. Bagaimana model penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui

mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia?

7. Apa yang membedakan penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui

mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia?

8. Apa kelebihan dan kekurangan dalam menyelesaikan Sengketa Perbankan

Syariah melalui mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan

Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Melakukan penelitian dengan skala objek yang terlalu luas bisa

mengkaburkan fokus penelitian sehingga kesimpulan yang didapat tidak

memuaskan dan hasil penelitian tidak maksimal. Oleh karenanya penulis hanya

akan fokus meneliti mediasi yang di lakukan oleh Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia dalam kurun waktu 2016-2017

dalam hal menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Berdasarkan data dan simpulan sementara yang telah di jabarkan di

latarbelakang, penulis akan melakukan penelitian dengan rumusan masalah

Page 19: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

10

mengapa lembaga Non-litigasi cenderung lebih baik dari pada lembaga litigasi

dalam memediasi sengketa perbankan syariah. Adapun rumusan masalah ini

akan terjawab dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan penelitian di bawah

ini:

1. Bagaimana proses penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui

mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia?

2. Apa persamaan dan perbedaan penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

melalui mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase

Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia?

3. Apa kelebihan dan kekurangan penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

melalui mediasi di, Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase

Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis proses mediasi dalam menyelesaiankan perkara

sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan

Arbitrase Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia secara mendalam;

2. Untuk mendapatkan penjelasan persamaan dan perbedaan; sehingga

diketahui kelebihan dan kekurangan penyelesaian Sengketa Perbankan

Syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah

Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia;

3. Untuk mengetahui lembaga yang terbaik dalam menyelesaian sengketa

perbankan syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase

Page 20: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

11

Syariah Nasional Jakarta, dan Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia.

Sementara itu, secara umum penelitian ini diharapkan dapat menyumbang

materi informasi yang dapat menjawab pertanyaan dari masalah-masalah yang

dialami masyarakat selaku nasabah bank penyelesaian sengketa melalui jalur

mediasi di Lembaga alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia.

Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Sosial (social value):

a. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa sengketa perbankan

syariah bisa diselesaikan dengan cara litigasi (Pengadilan Agama) dan

non litigasi (Basyarnas dan LAPSPI).

b. Memberikan informasi kepada masyarakat seputar tentang

penyelesaikan sengketa perbankan syariah Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, Basyarnas, dan LAPSPI.

c. Penelitian ini mengungkapkan fakta lapangan tentang lembaga mana

yang terbaik dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah di

wilayah Jakarta Selatan antara Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Basyarnas, dan LAPSPI.

2. Manfaat Akademik (academic Value):

a. Penelitian ini diajukan sebagai tugas akhir perkuliahan sebagai

pemenuhan salah satu syarat kelulusan program sarjana (S1) Program

Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

b. Manfaat lainnya adalah penulisan penelitian ini dapat menambah

wawasan keilmuan di ranah Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan bagi mahasiswa, dosen, professional hukum, dan masyarakat

umum, terutama yang berakivitas di lingkungan Ekonomi Syariah.

E. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Page 21: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

12

Penelitian ini merupakan penelitian ini merupakan penelitian hukum

empiris yakni penelitian hukum yang mengkaji dan menganalisis tentang

perilaku hukum individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum dan

sumber data yang digunakan berasal dari data primer.12 Menurut Salim HS,

penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum yang menganalisis dan

mengkaji bekerjanya hukum di masyarakat yang dapat dikaji dari tingkat

efektifitas hukum, kepatuhan terhadap hukum, peranan lembaga atau institusi

hukum dalam penegakkan hukum, implementasi aturan hukum, dan lain

sebagainya.

Data yang didapat dianalisis secara kualitatif. Hal itu dilakukan dilakukan

karena dalam prosesnya, penelitian ini tidak menggunakan alat statistik untuk

menganalisis data primer. Namun menggunakan data tabel dan grafik pada

awalnya, lalu ditafsirkan. Kemudian selanjutnya akan ditarik kesimpulan

setelah dilakukan wawancara.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang riil dari kejadian

yang sebenarnya. Sehingga pembaca dapat memahami hasil penelitian secara

gamblang dan menyeluruh.

Pada dasarnya jenis penelitian empiris yang dilakukan sangat erat dengan

pendekatan sosiologis. Untuk itu, langkah memperoleh data harus terjun

langsung ke lapangan. Dengan begitu kesimpulan yang terungkap bisa jelas dan

akurat.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dan

perbandingan hukum dan efektifitas hukum. Pendekatan Perbandingan

merupakan pendekatan untuk menganalisis dua atau lebih hukum atau

instrumen hukum agar mendapatkan penjelasan tentang persamaan dan

12 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 20-21.

Page 22: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

13

perbedaanya. Sedangkan pendekatan efektifitas merupakan pendekatan untuk

mengkaji keberlakuan, pelaksanaan, dan keberhasilan dalam pelaksanaan

hukum.

Pendekatan perbandingan dilakukan untuk menungkap kelebihan dan

kekurangan diantara instrumen hukum yang dibandingkan. Setelah itu penulis

menggunakan pendekatan efektifitas guna melihat keberhasilan lembaga-

lembaga yang dibandingkan dalam menyelesaikan sengketa perbankan,

sehingga terungkap mana lembaga yang mempunyai kinerja lebih baik mana

yang tidak.

Perbandingan dan efektifitas merupakan pendekatan-penekatan yang

berkaitan erat penelitian empiris. Untuk itu penulis harus terjun langsung ke

lapangan guna mendapatkan data yang sesungguhnya (field research).

Fungsinya adalah untuk melihat keadaan yang akan diteliti lewat kejadian nyata

di lingkungan masyarakat.

3. Jenis Data Penelitian

Penulis menggunakan data primer karena sebagai bahan utama

menggarap penelitian ini. Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari lapangan.13 Data primer disebut juga data empiris berupa data

hasil wawancara dengan narasumber, data hasil observasi, dan dokumen-

dokumen terkait dengan objek penelitian.

Penulis juga menggunakan data sekunder yakni bahan hukum yang

memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti naskah

akademis, undang-undang, peraturan-peraturan terkait, hasil penelitian ahli

hukum, dan lain sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga

teknik, yaitu:

13 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, h. 16

Page 23: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

14

a. Wawancara atau Interview

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan

ide melalui tanya jawab sehinga dapat mengkontruksi suatu topik

tertentu. Orang yang di wawancara disebut narasumber yakni orang

yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.14 Narasumber yang

diwawancarai dalam penelitian ini adalah para hakim Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, Mediator dan Sekretaris Basyarnas, serta

Mediator dan Direktur LAPSPI.

b. Observasi

Obeservasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan

langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau

lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada

desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk

mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan.

Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan

kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu

pengetahuan tersebut.

c. Data Dokumen

Dokumen merupakan catatan pepristiwa yang sudah berakta. Dokumen

biasa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya muonumental dari

seseorang. Dalam penelitian ini, dokumen-dokumen yang penulis ambil

dari objek penelitian adalah laporan tahunan masing-masing lembaga

pada tahun 2017. Selain itu penulis juga mendapatkan dokumen tentang

akta pendirian, struktur organisasi, dan lain sebagainya.

5. Alat analisis

Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi,

sehingga karakteristik data tersebut dapat dengan mudah dipahami. Penelitian

ini menggunakan teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh Lawrence

14 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, h. 25.

Page 24: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

15

Friedman sebagai alat analisis. Menurut Friedman ada 3 (tiga) hal yang harus

diperhatikan dalam penegakkan hukum, yakni struktur hukum, substansi

hukum, dan kultur hukum. Tiga poin ini juga menjadi indikator yang digunakan

penulis dalam membandingkan objek penelitian.

Penelitian ini menganalisis data secara kualitatif. Cara ini tidak

menggunakan alat statistik, namun dilakukan dengan meninterpretasikan tabel-

tabel grafik, atau angka-angka yang ada; kemudian dilakukan uraian dan

penafsiran.

Analisis yang dilakukan juga bersifat deskriptif, yakni dengan

menggambarkan karakteristik sesuatu dengan cara yang sistematis dan akurat.

Sehingga kejadian sebenarnya yang terungkap akan sulit ditolak kebenarannya.

Penelitian dengan analisis deskriptif ini tidak digunakan untuk menguji

hipotesis, tetapi untuk memberikan informasi mengenai kondisi fisik, sosial,

perilaku, ekonomi, atau psikologi dari suatu masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Agar penjelasan hasil penelitian dapat digambarkan secara jelas dan

menyeluruh, maka penulis membagi penelitian ini menjadi 5 (lima) bab yang saling

berkesinambungan. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut.

Bab Pertama merupakan pendahuluan yang isinya menyediakan gambaran

penelitian secara menyeluruh. Pada bab pertama ini terdapat 6 (enam) sub bab

pembahasan, yakni latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan desain penelitian,

serta Sistematika penulisan.

Bab Kedua menyajikan Tinjauan Pustaka. Ada 6 Sub bab pembahasan, meliputi

Tinjauan Studi Komparasi, Tinjauan perbankan syariah yang merupakan bagian

dari ekonomi syariah, Tinjauan sengketa perbankan syariah , Tinjauan Penyelesaian

Sengketa Perbankan Syariah, Kajian Penelitian Terdahulu (Literatur Review), dan

Kerangka Teori Konseptual. Kajian Penelitian Terdahulu adalah menelaah

Page 25: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

16

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini, terutama yang

memiliki fokus penelitian yang sama.

Bab Ketiga berisi tentang profil lembaga yang dijadikan objek penelitian serta

penyelesaian sengketa perbankan syariah dimasing-masing lembaga. Pada Bab ini

ada 3 (tiga) sub bab pembahasan. Sub bab pertama adalah Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, didalamnya dibahas profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan

proses penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui cara litigasi. Kemudian

sub bab kedua adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), didalamnya

juga menjelaskan profil dan proses penyelesaian sengketa perbankan syariah,

namun melalui cara non litigasi ala Basyarnas. Yang terakhir adalah sub bab

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) yang

memuat sama seperti sub bab kedua, yakni tentan profil dan cara penyelesaian

sengketa di LAPSPI.

Bab Keempat merupakan inti dalam penulisan penelitian ini, yaitu

perbandingan Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah lewat jalur litigasi dan non

litigasi. Pembahasannya meliputi komparasi penyelesaian sengketa perbankan

antara Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas), dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI). Pembahasannya menggunakan teori-teori yang telah dijelaskan dalam

Bab II (dua). Dengan tujuan dapat menjawab rumusan masalah yang telah

dipaparkan di Bab I (satu).

Bab kelima adalah bab penutup. Pada bab ini, penulis memberi kesimpulan berupa

jawaban dari semua permasalahan penelitian yang telah dianalisis. Penulis juga

memberikan beberapa saran atas temuan penelitian yang berguna untuk kemajuan

pelaksanaan penyelesaian sengketa perbankan syariah di lembaga litigasi dan non

litigasi.

Page 26: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

17

BAB II

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH : PENGERTIAN DAN PENGATURANYA DI INDONESIA

A. Pengertian Studi Perbandingan

Studi perbandingan disebut juga studi komparasi. Dalam penelitian seringkali

para peneliti menambahkan kata “studi” diawalnya yang menunjukkan bahwa

perbandingan adalah sebuah bidang keilmuan. Kemudian “komparasi” merupakan

kata benda hasil serapan (transliterasi) dari bahasa Inggris comparison yang artinya

perbandingan, atau vergleich (Jerman) dan vergelijking (Belanda) yang artinya cara

untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dari sesuatu yang dibandingkan. Lalu

dalam penelitian ini disebut perbandingan hukum atau komparasi hukum karena

menjadikan hukum/instrumen hukum sebagai objeknya.15

Manurut Zainuddin Ali, penelitian perbandingan hukum adalah bagian dari

penelitian yuridis empiris (field research) karena unsur yang dibandingkan harus

diketahui jelas keadaannya, untuk itu data utamanya adalah primer yang

pengambilannya dilakukan langsung dari lapangan. Adapun yang termasuk

penelitian yuridis empiris antara lain penelitian identifikasi hukum, efektifitas

hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum, dan psikologi hukum.16

Secara Pengertian, perbandingan hukum adalah suatu penelitian yang dilakukan

oleh peneliti dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-

undang dari satu atau lebih negara lainnya mengenai hal yang sama. selain itu dapat

juga membandingkan putusan pengadilan dari beberapa negara mengenai kasus

yang sama. Pendekatan tersebut berfungsi untuk mendapatkan persamaan dan

15 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Perbandingan Hukum Perdata: Comparative

Civil Law, (Jakarta: Rajawali Express, 2015, Cetakan Kedua), hlm. 6.

16 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cetakan kedua),

hlm. 43.

Page 27: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

18

perbedaan antar undang-undang atau putusan. Dengan demikian, peneliti akan

menemukan filosofi hukum yang termuat dalam objek yang dibandingkan.

Menurut Dr. H Salim. HS Perbandingan Hukum (Perdata) adalah metode atau

cara untuk mengetahui perbedaan atau persamaan dari ketentuan-ketentuan hukum

perdata yang berlaku di dalam suatu negara antara sistem hukum perdata, antara

negara yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Barda Nawawie Arief, perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan

yang secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan

mempergunakan metoda perbandingan.17

Seperti disinggung di awal paragraf bahwa para pakar hukum menilai

perbandingan hukum adalah sebuah disiplin ilmu. Namun demikian sesungguhnya

perbandingan hukum juga merupakan sebuah metode. Adapun usur-unsur yang

dibandingkan dalam sebuah penelitian hukum mencakup :

1. Struktur hukum, yakni lembaga-lembaga hukum;

2. Substansi hukum, yakni perangkat kaidah atau perilaku teratur;

3. Budaya hukum, yakni perangkat dan nilai-nilai yang dianut.18

Masing-masing dari ketiga unsur tersebut dapat dibandingkan dengan unsur

lainnya yang mempunyai tipe yang sama, atau dapat juga dapat dibandingkan

secara kumulatif baik yang menyangkut kesamaann atau berkaitan dengan

perbedaan.19

Pendapat selanjutnya tentang unsur-unsur yang dibandingkan ada dari pakar

hukum Peter De Cruz. Dia mengungkapkan:

17 Barda Nawawie Arief, Perbandingan Hukum Pidana , (Jakarta: Raja grafindo, 1990),

hlm. 3.

18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2005, Cetakan ketujuh), hlm. 98.

19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 1990, Cetakan ketiga), hlm. 101.

Page 28: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

19

“Perbandingan hukum digunakan untuk menggambarkan studi sistematik

mengenai tradisi hukum dan peraturan hukum tertentu yang berbasis

komparatif. Untuk bisa dikatakan sebagai hukum komparatif yang

sesungguhnya, ia juga membutuhkan perbandingan dari dua atau lebih sistem

hukum atau dua atau lebih tradisi hukum; atau aspek-aspek terseleksi, istitusi,

atau cabang-cabang dari dua atau lebih sistem hukum”.

Dari pernyataan Peter De Cruz dapat diambil poin bahwa perbandingan hukum

dilakukan untuk membandingkan (unsur-unsur):

1. sistem hukum;

2. tradisi hukum;

3. aspek tertentu yang terseleksi;

4. institusi atau cabang-cabangnya.

Pada poin yang pertama, sistem hukum yang diungkapkan Peter De Cruz, Dr.

H. Salim menjelaskan bahwa ada dua pengertian sistem hukum, yakni dalam artian

luas dan sempit. Dalam arti luas sistem hukum didefinisikan sebagai falsafat

yuristik dan teknik-teknik yang digunakan sebuah negara yang secara umum

memiliki kesamaan hukum. Sedangkan dalam arti sempit sistem hukum definisikan

sebagai peraturan dan institusi hukum dari sebuah Negara.

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Bambang Sunggono dan Peter De

Cruz, perbandingan hukum dapat dilakukan untuk membandingkan institusi hukum

yang bekerja di sebuah negara. Seperti halnya membandingkan pengadilan dengan

pengadilan, badan arbitrase dengan badan arbitrase, maupun badan arbitrase dengan

pengadilan, dengan catatan topik perbandingannya setara (apple to apple).

Peter De Cruz seperti dikutip dalam sebuah buku mengungkapkan tujuan penelitian

komparatif (hukum) ada 5, adapun kelimanya meliputi:

1. Sebagai alat disiplin akademis;

2. Sebagai bantuan bagi legislasi dan perubahan hukum;

3. Sebagai perangkat kontruksi;

4. Sebagai sarana memahami peraturan hukum;

Page 29: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

20

5. Sebagai kontribusi bagi penyatuan sistematik dan harmonisasi hukum.20

Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, secara garis besar ada dua manfaat

mempelajari perbandingan hukum, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Manfaat teoritis merupakan kegunaan, faidah, atau keuntungan yang berkaitan atau

berhubungan dengan perkembangan teori yang meliputi pengumpulan pengetahuan

baru, peranan edukatif, alat bantu bagi disiplin-disiplin lain terutama bagi sosiologi

hukum dan antropologi hukum; instrumen untuk melihat perkembangan hukum;

dan sumbangan doktrin.

Manfaat praktis merupakan kegunaan atau faedah atau keuntungan yang

berkaitan dengan praktik. Adapun manfaat praktisnya antara lain untuk

kepentingan undang-undang seperti membantu dan membentuk undang-undang),

kepentingan peradilan seperti mengungkap proses penerapan hukum, kepentingan

perjanjian internasional dan kepentingan terjemahan yuridis.21

B. Pengertian Ekonomi Syariah

1. Sistem Ekonomi Syariah

Ekonomi Islam atau Ekonomi syariah dibangun atas dasar Agama Islam karena

ekonomi merupakan bagian yang terintegrasi dengan agama Islam. sebagai derivasi

agama Islam, maka ekonomi syariah akan mengikuti agama Islam dalam berbagai

aspek. Islam tidak mendefinisikan agama hanya dalam hal ritual saja, namun juga

keyakinan, ketentuan, peraturan serta tuntutan moral bagi setiap aspek kehidupan

manusia. Islam memandang agama sebagai sesuatu yang melekat dengan aktivitas

kehidupan, baik ketika manusia melakukan hubungan dengan Tuhannya maupun

ketika berhubungan dengan manusia lainnya.

Menurut Muhammad bin Abdullah Al Arabi Ekonomi Islam adalah kumpulan

prinsip umum tentang ekonomi yang diambil dari Alquran dan Sunnah, dan juga

20 Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law, dan Socialist

Law, diterjemahkan oleh Narulita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 57.

21 Sudikno Mertokusumo, “Perbandingan Hukum”, http://sudiknoartikel.blogspot.com

/2012/04/ perbandingan-hukum.html, Diakses, 16 Agustus 2018.

Page 30: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

21

pondasi ekonomi yang dibangun atas dasar pokok pokok itu dengan

mempertimangkan kondisi lingkungan dan waktu. Kemudian M. Syauki Alfanjari

mendefinisikan Ekonomi syariah sebagai sesuatu yang mengatur dan

mengendalikan aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok-pokok Islam dan politik

ekonomisnya.

Adapun sistem ekonomi Islam mencakup kesatuan mekanisme dan lembaga

yang digunakan untuk mengoperasionalkan pemikiran dan teori-teori ekonomi

Islam dalam kegiatan produksi, distribusu, dan konsumsi. Sistem ekonomi

kemungkinan akan memberikan tekanan pada hak milik tertentu seperti hak milik

individu, hak milik sosial, dan hak milik negara. Suatu sistem ekonomi

kemungkinan memiliki model yang unik dalam mengambil keputusan misalnya

metode sentralistik, desentralistik, atau kombinasi dari keduanya.

Dalam sistem ekonomi syariah terdapat beberapa prinsip dalam

menjalankannya, adapun prinsip-prinsip tersebut seperti prinsip Keadilan (Al-Al-

‘adalah), prinsip kebaikan (Al-ihsan), prinsip pertanggung jawaban (Al-masuliyah),

prinsip Al-kifayah (suffiency), prinsip keseimbangan (Al-wasathiyan), prinsip

kejujuran (Ash-shidiq), prinsip kemanfaatan (Al-manfaat), dan prinsip tertulis

(kitabah).

Selain prinsip-prinsip diatas, ekonomi syariah juga mempunyai 5 (lima) nilai,

adapun nilai-nilai tersebut adalah:

a. Nilai Ketuhanan (Ilahiyah)

Ekonomi syariah atau ekonomi Islam (iqtishad al islamiyah) merupakan

sistem ekonomi yang bersumber dari ajaran Allah Subhanahuwwata’ala.

Berangkat dari statement tersebut, ekonomi Islam mempunyai tujuan akhir

untuk mendapatkan ridha dari Allah (li mardha ti llah). Jadi segala aktivitas

ekonomi berupa produksi, konmsumsi, dan distribusi senantiasa dikaitkan

dengan nilai-nilai Ilahiyah dan harus selaras dengan tujuan yang telah

ditetapkan-Nya. Sebagaimana termaktud dalam Alquran Surat An-Najm ayat

31.

Page 31: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

22

Bentuk kongkret dari nilai ketuhanan (Ilahiyah) adalah tauhid yang

merupakan fondasi fundamental dalam ajaran Islam. Dengan tauhid tersebut,

terbentuklah 3 (tiga) asas pokok filsafat ekonomi Islam, yakni pertama, dunia

dengan segala isiniya adalah milik Allah Subhanahuwwata’ala dan berjalan

menurut kehendak-Nya. Kedua, Allah Subhanahuwwata’ala adalah pencipta

seluruh mahluk dan semua mahluk tunduk kepada-Nya. Ketiga, secara

horizonntal iman kepada hari akhir (kiamat) akan mempengaruhi perilaku

manusia dalam melakukan aktivitas ekonomi. Hal ini mempunyai maksud agar

manusia tidak hanya memikirkan kenikmatan sesaat saja, namun juga

memikirkan akibat panjang dari aktivitas ekonomi yang dilakuka karena itu bisa

menjadi bekal di akhirat kelak.22

b. Nilai Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh (Al-Adl)

Masyarakat muslim adalah masyarakat yang solid. Dalam masyarakat

muslim yang solid terdapat tatanan sosial yang kuat yang dihasilkan dari

persaudaraan dan kasih sayang. Persaudaraan yang tercipta merupakan

hubungan yang luas yang tidak terikat oleh letak geografis, namun bersifat

universal. Solidnya ikatan persaudaraan tersebut terasa dalam berjalannya

aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas ekonomi. Salah satu perekat

persaudaraan dalam beraktivitas adalah nilai keadilan. Keadilan disini tentu

berdasarkan katagori adil menurut Alquran dan Hadits, juga berdasarkan

pertimbangan hukum alam dengan prinsip keseimbangan dan keadilan. Adapun

keadilan dalam ekonomi harus di wujudkan dalam bentuk penentuan harga,

kualitas produk, perlakuan terhadap pekerja, dan dampak dari kebijakan

ekonomi yang dikeluarkan. Menurut pakar ekonomi Islam, keadilan ekonomi

berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat, sumber

22 Ika Yuni Fauziah dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam, Perspektif

Maqasid al-Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 31.

Page 32: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

23

pendapatan yang terhormat, distribusi pendapatan, dan kekayaan secara merata

serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang baik.23

c. Nilai Keadilan Distribusi Pendapatan

Nilai keadilan distribusi pendapatan dalam ekonomi Islam merupakan

prinsip yang tidak menghendaki adanya kesenjangan dalam hal pendapatan dan

kekayaan alam yang ada dalam masyarakat. Kesenjangan harus diatasi dengan

berbagai cara antara lain menghapuskan monopoli, kecuali dalam bidang-

bidang tertentu yang dilakukan oleh pemerintah; menjamin hak dan kesempatan

seluruh pihak dalam berkativitas ekonomi baik produksi, konsumsi, distribusi,

dan sirkulasi; menjamin pemenuhan kebutuhan dasar seluruh anggota

masyarakat; melaksanakan amanah attakaful al-ijtima’i atau social economic

security insurance dimana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak

mampu.

d. Nilai Kenabian (An-Nubuwah)

Nabi merupakan manusia pilihan yang diutus olah Allah

Subhanahuwwata’ala tuhan semesta alam kepada umat manusia. Nabi menjadi

seorang pemimpin dan sosok teladan yang sempurna (Nabi Muhammad SAW).

Sosok Nabi merupakan pengejawantahan nilai-nilai agung yang menjadi

pedoman umat, karena akhlak Nabi adalah akhlak yang berlandaskan Alquran

dan Alhadits. Kesempurnaan Nabi terdapat disegala lini kehidupannya

termasuk dalam bermuamalah. Dalam bermuamalah, hendaknya masyarakat

muslim melakukan aktivitas sebagaimana Nabi SAW bermuamalah. Aktivitas

yang dilakukan selalu mengandung nilai-nilai kenabian yang patut diteladani.

Adapun nilai-nilai tersebut adalah Shidiq yang berarti benar, jujur dan valid;

Amanah yang berarti bertanggung jawab, Tabligh yang berarti komunikatif,

23 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,

Cetakan ke-26), hlm. 13.

Page 33: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

24

transparan, dan marketable; dan Fathonah yang berarti cerdas, bijaksana, dan

profesional.

e. Nilai Kepemimpinan (Khilafah)

Khilafah merupakan representasi bahwa manusia adalah pemimpin

(khalifah) di bumi ini. Allah Subhanahuwwata’ala memberikan bekal potensi

mental dan spiritual kepada umat manusia, serta bekal sumber daya alam dan

materi yang dapat dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidupnya. Sehingga

konsep khilafah ini melandasi kehidupan kolektif manusia (hablum minan

naas). Fungsi utamanya adalah untuk menjaga keteraturan interaksi

(muamalah) antar pelaku ekonomi dan bisnis, agar dapat meminimalisir

persengketaan dalam kehidupan mereka.

2. Bentuk-Bentuk Transaksi Ekonomi Syariah

Ada beberapa transaksi dalam ekonomi syariah, transaksi tersebut antara lain

transaksi berbasis jual beli, transaksi berbasis sewa-menyewa, transaksi berbasis

kemitraan, transaksi berbasis titipan atau simpanan, dan transaksi berbasis jasa.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Transaksi Berbasis Jual-Beli (Murabahah)

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan ditambahkan

keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual harus memberitahu

harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai

pendapatannya.24 Transasksi murabahah banyak ditemukan dalam produk bank

syariah dalam kegiatan usahanya. Murabahah menduduki porsi 66% dari semua

transaksi investasi bank-bank syariah di dunia. Bagi bank syariah akad atau

transaksi murabahah memiliki manfaat adanya keuntungan yang munvul dari

selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.

24 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2003), hlm. 11-12

Page 34: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

25

b. Transaksi Berbasis Sewa Menyewa (Ijarah)

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ijarah adalah sewa

barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran. Dengan kata lain,

ijarah merupakan pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui upah

sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

Dalam perkembangannya muncul istilah Ijarah Muntahiya bi Tamlik (IMBT)

transaksi ini adalah perpaduan kontrak jual beli dan sewa \, lebih tepatnya akad

sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangans si penyewa. Sifat

perpindahan kepemilikian inilah yang membedakannya dengan ijarah biasa.

c. Transaksi Berbasis Kemitraan

Ada beberapa transaksi yang megandung unsur kemitraan, Pertama

mudharabah yakni akad kerjasama dalam suatu usaha antara dua pihak dimana

pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak yang kedua bertindak

selaku pengelola, lalu keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai dengan

kesepakatan yang tertuang di dalam perjanjian (kontrak).

Kedua musyarakah atau disebut juga sebagai syirkah yakni akad kerjasama

antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau

kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan

nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.

Ketiga muzaraah yaitu bentuk kerjasama dalam pengelolaan pertanian

antara pemilik lahan dan pengggarap dimana pemilik memberikan lahan

pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan

bagian tertentu dari hasil panen.

Keempat musaqah yaitu kerjasama antara pihak-pihak dalam pemeliharaan

tanaman dan pembagian hasil antara pemilik dengan pemelihara tanaman

sebagai nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang terikat. Musaqah

merupakan bentuk sederhana dari muzaraah dimana sipenggarap hanya

bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan, sebagai gantinya dia

mendapatkan nisbah yang telah disepakati.

Page 35: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

26

d. Transaksi Berbasis Titipan Atau Pinjaman (Wadiah)

Menurut Kompolasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Wadiah adalah

penitipan dana antara para pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan

yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Wadiah terbagi menjadi dua yakni

yadh amanah dan yadh dhamanah.

e. Transaksi Berbasis Jasa

Transaksi ekonomi syariah berbasis jasa yang pertama adalah wakalah.

Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.

Maksudnya wakalah merupakan jasa penilipan uang atau surat berharga dimana

bank mendapat kuasa dari yang menitipkan untuk mengelola uang atau surat

berharga tersebut, dan atas jasanya bank mendapatkan fee.

Kedua kafalah, yakni jaminan yang diberikan oleh penangguung (kaafil)

kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang

ditanggung. Dalam pengertian lain kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab

seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain

sebagai penjamin.

Ketiga hawalah, yakni pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada

orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah lain para ulama

menjelaskannya sebagai pemindahan beban utang dari muhil (orang yang

berutang) kepada muhal alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).

Keempat Rahn atau gadai. Dalam istilah perbankan disebut juga agunan.

Rahn merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan atau

barang jaminan bagi pelunasan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank

atau kreditur.

Kelima qardh, yakni penyediaan dana atau tagihan antara lembaga

keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu

tertentu. Dalam Fatwa DSN MUI dijelaskan bahwa qardh merupajan pinjaman

Page 36: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

27

yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan dengan ketentuan pokok

yang diterima pada waktu yang disepakati bersama dan dalam praktik

perbankan di Indonesia, segala biaya administrasi akibat transaksi qardh dapat

dibebankan kepada nasabah.

3. Instrumen-Instrumen Ekonomi Syariah

Adapun instrumen-instrumen ekonomi syariah yang dimaksud disini adalah

kegiatan ekonomi syariah yang menjadi ranah absolut pengadilan agama dalam

menyelesaikan sengketanya. Sebelumnya, kewenangan Pengadilan Agama

bertambah yakni dalam bidang Ekonomi Syariah sebagaimana yang disebutkan

dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal 49 huruf (i) yang berbunyi:

“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara di bidang : a) perkawinan; b) waris; c)

wasiat; d) hibah; e) wakaf; f) zakat; g) infak; h) sedekah; i) ekonomi

syariah”

Kemudian ruang lingkup Ekonomi Syariah dijelaskan pada penjelasan dari Pasal

49 huruf (i). Adapun berdasarkan penjelasan tersebut ruang lingkup ekonomi

syariah meliputi:

a) Bank syariah;

b) Lembaga keuangan mikro syariah;

c) Asuransi syariah;

d) Reasuransi syariah;

e) Reksadana syariah;

f) Obligasi syariah dan surat berjangka menengah syariah;

g) Sekuritas syariah;

h) Pembiayaan syariah;

i) Pegadaian syariah;

j) Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan

k) Bisnis syariah.

Page 37: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

28

Sekalipun demikian kegiatan ekonomi syariah sangat luas dan variatif, seiring

dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya inovasi-inovasi yang

dilakukan para ekonom Islam khususnya dalam sektor perbankan syariah.25 Adapun

penjelasan dari masing-masing instrumen ekonomi syariah diatas adalah sebagai

berikut:

a) Bank Syariah

Bank Syariah atau disebut juga Bank Islam adalah bank yang beroperasi

sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, Bank adalah badan usaha yang menghimpun

dana dari masyariakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan /atau bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan Bank Syariah adalah bank yang

menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri

atas bank umum dan bank pembiayaan rakyat syariah.

Kegiatan bank syariah pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan bank

konvensional. Kegiatan usaha tersebut secara garis besar digolongkan dalam 3

(tiga) aspek, yaitu penghimpunan dana (funding) seperti tabungan, giro, dan

deposito yang menggunakan akad wadiah atau mudharabah; penyaluran dana

(lending) seperti pembiayaan murabahah, mudharabah, musyarakah, dan

qardh; pelayanan jasa perbankan lainnya seperti penyediaan bank garansi, jual

beli mata uang asing, penyediaan layanan transfer tunai yang menggunakan

akad ijarah, wakalah, kafalah, hawalah, dan sebagainya.

b) Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga

keuanganan yang khusus didirikan untuk memeberikan jasa pengembangan

25 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah Hukum,

(Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 18-19.

Page 38: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

29

usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan

dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelola simpanan,

maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-

mata mencari keuntungan.26

Selain menjalankan aktivitasnya secara konvensional, LKM juga beroperasi

berdasarkan prinsip syariat. Khususu untuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah

(LKMS), kegiatan dilakukan dalam bentuk pembiayaan, bukan simpanan.

Pembiayaan disini diartikan sebagai penyediaan dana kepada masyarakat yang

harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan menurut prinsip syariat.

Sebelum beroperasi LKMS perlu mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). Bentuk badan hukumnya bisa berbentuk koperasi atau perseroan

terbatas.

c) Asuransi Syariah

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) Nomor 21 tentang

Pedoman Asuransi Syariah, Asuransi Syariah (Ta’min Takaful atau Tadhamun)

adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah

orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan /atau tabarru’ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad

(perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Di Indonesia sendiri Asuransi Syariah lebih dikenal dengan istilah Takaful.

Takaful mempunyai arti menanggung, maksudnya tanggung menanggung

resiko. Adapun akan yang digunakan dalam kegiatan asuransi syariah ini adalah

akad tabarru’ dan akad tijarah. Akad tabarru’ meliputi akad hibah, wakalah,

dan kafalah; sedangkan akad tijarahnya meliputi akad musyarakah,

mudharabah, ijarah, dan lain sebagainya.

d) Reasuransi Syariah

26 Lihat Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan

Mikro.

Page 39: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

30

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian,

Reasuransi diartikan sebagai usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko

yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau

perusahaan reasuransi lainnya. Sedangkan reasuransi syariah adalah usaha

pengelolaan risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan

penjamin syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.27

e) Reksadana Syariah

Reksadana adalah suatu wadah yang digunakan untuk menghimpun dana

dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio

efek oleh manajer investasi yang telah mendapatkan izin dari Bapepam.

Reksadana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti

saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen

tersebut.

Reksadana syariah mempunyai pengertian yang sama dengan konvensional,

namun cara pengelolaan dan kebijakan investasinya dilakukan dengan landasan

syariat Islam baik dari segi akad, pelaksanaan investasi, maupun dari

pembagian keuntugan, dimana berujuan untuk memenuhi kebutuhan kelompok

investor yang ingin memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara

yang bersuh dan dapat dipertanggung jawabkan secara religius serta sejalan

dengan prinsip-prinsip syariat.28

f) Obligasi dan Surat Berjangka Menengah Syariah

Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-

prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah

yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang

27 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

28 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah Hukum,

hlm.25.

Page 40: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

31

obligasi berupa hasil/margin/fee serta membayar dana obligasi pada saat jatuh

tempo.

Obligasi syariah ini sudah diatur ketentuannya dalam Fatwa DSN MUI

Nomor 32/DSN-MUI/XI/2002 tentang Obligasi Syariah. adapun pengaturan

yang terdapat dalam fatwa tersebut meliputi ketentuan akad yang digunakan

dalam penerbitan obligasi seperti mudarabah, musyarakah, murabahah, salam,

istisna, dan ijarah dan jenis usaha emiten (mudharib) yang tidak boleh berupa

usaha haram atau bertentangan dengan syariah Islam. Terkait jenis usaha yang

dilakukan emiten ini, usaha yang dilakukan haruslah memperhatikan substansi

yang terkandung dalam Fatwa DSN MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001

tentang Reksadana Syariah.29

g) Sekuritas Syariah

Seiring berkembangnya zaman, instrumen investasi di pasar modal ikut

berkembang. Salah salah satu perkembangannya ada pada perusahaan sekuritas.

Menyambut animo masyarakat terhadap ekonomi syariah, perusahaan sekuritas

berlomba-lomba membuka bidang syariahnya. Sekuritas Syariah begitu

sebutannya. Sekuritas syariah adalah suatu bentuk kepemilikan berupa secarik

kertas yag berisikan bentuk kepemilikan untuk mendapatkan bagian dari suatu

kekayaan ataupun prospek atas perusahaan yang menerbitkan sekuritas itu dan

juga apapun kondisi yang bisa melaksanakan hak tersebut berdasarkan prinsip-

prinsip syariah.30

Investasi yang dilakukan investor diperantarai oleh perusahaan sekuritas.

Investor tentu memilih perusahaan sekuritas terbaik untuk perantara

perdagangan efek untuk mendapatkan keuntungan. Ketentuan mengenai hal ini

tertulis dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016

29 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah Hukum,

hlm. 26-27

30 Ahmad Kamil, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah,

(Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 151.

Page 41: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

32

tentang Perizinan Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan Usaha Sebagai

Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedangan Efek.

Perusahaan Sekuritas yang berbasis syariah, kini ada untuk investor yang

ingin berinvestasi di pasar midal namun dengan mengikuti syariah dan kaidah

Islam. Perusahaan sekuritas syariah sudah bisa bersaing dengan perusahaan

sekuritas konvensional. Perusahaan Sekuritas berbasis syariah didukung oleh

berbagai pihak di berbagai sektor, seperti kepemilikannya yang dimiliki oleh

pihak BUMN dan swasta.

h) Pembiayaan Syariah

Pembiayaan syariah adalah penyediaan uang atau taguhan yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan

uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau

bagi hasil.31

Yang menyediakan fasilitas pembiayaan syariah adalah perusahaan

pembiayaan syariah. Perusahaan Pembiayaan Syariah (PP Syariah) adalah

perusahaan pembiayaan yang dalam menjalankan kegiatan usahanya (hanya

menyalurkan pembiayaan/pendanaa kepada masyarakat) berdasarkan atau

sesuai dengan prinsip akad syariah dan dalam struktur organisasi kepengurusan

organisasinya memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berfungs-i untuk

memastikan prinsip syariah telah dijalankan dengan benar dan baik.32 Kegiatan

Pembiayaan Syariah ini telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan

Syariah, yakni Penyelenggaraan Investasi, Pembiayaan Jasa, dan Kegiatan

Usaha pembiayaan syariah lain yang telah disetujui oleh OJK.

31 Lihat Ayat (2) Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentagng Perbankan.

32 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah Hukum,

hlm. 28.

Page 42: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

33

i) Pegadaian Syariah

Pegadaian Syariah adalah perjanjian atau akad utang-piutang dengan

menjadikan harta sebagai kepercayaan atau penguat hukum dan yang memberi

pinjaman berhak menjual barang yang digadaikan itu pada saat ini menuntut

haknya. Gadai alam bahasa arab disebut Rahn, dalam Fatwa DSN MUI Rahn

adalah menahan barang sebagai jaminan atas sesuatu.

j) Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun,

Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program

yang menjanjikan manfaat pensiun. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah

Nasional (DSN-MUI) Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Umum

penyelenggaraan Program Pensiun Syariah, Dana Pensiun adalah bada hukum

yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Adapun dana pensiun syariah adalah dana pensiun yang menyelenggarakan

program pensiun berdasarkan prinsip syariah.

k) Bisnis Syariah

Bisnis Syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh orang

perorangan, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum

dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial

menurut prinsip syariah. Bentuk dari bisnis syariah seperti travel syariah (biro

perjalanan syariah), perhotelan syariah, dan lain sebagainya.

C. Pengertian Sengketa Perbankan Syariah

1. Sengketa dan Macam-Macamnya

Sengketa atau umumnya sering disebut sebagai konflik merupakan situasi

dimana dua atau lebih pihak yang memperjuangkan tujuan-tujuan pokok tertentu

dari masing-masing pihak, saling memberikan tekanan dan satu sama lain gagal

mencapai satu pendapat dan masing-masing pihak saling berusaha untuk

Page 43: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

34

memperjuangkan secara sadar tujuan-tujuan pokok mereka.33 Kemudian oleh

penulis lain sengketa didefinisikan sebagai pertentangan, perselisihan, atau

percekcokan, yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak lainnya yang

berkaitan dengan hak yang bernilai baik berupa uang atau benda.34

Sengketa terjadi karena tidak adanya kesepakatan atau titik temu dalam

permasalahan yang dihadapi oleh para pihak. Masing-masing pihak yang

bersengketa mempunyai kepentingan yang dipertahankan dan tidak dapat

menurunkan kapasitas kepentingan mereka untuk mencari jalan tengah (damai).

Pendirian yang kuat terhadap kepentingan yang diperjuangkan dan perbedaan

pendapat dapat beranjak ke situasi sengketa. Secara umum pihak secara pribadi

tidak akan mengungkapkan pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka karena

hal tersebut dapat mengakibatkan orang tersebut, baik secara pribadi maupun

mewakili lembaga, mendapatkan masalah yang lebih rumit yang dapat mengancam

kedudukannya.35 Pada umumnya yang terjadi lapangan, konflik berkepanjangan

mengakibatkan persengketaan hukum.

Sama halnya pada persengketaan yang terjadi di bidang ekonomi syariah.

Perselisihan antar pihak dapat menyebabkan sengketa ekonomi syariah terjadi.

Seperti contoh kecil dalam hal perjanjian yang tidak ditepati, atau perjanjian yang

dilanggar, lalu menimbulkan sengketa. Adapun terjadinya sengketa pada umumnya

disebabkan oleh beberaoa faktor:

a. Konflik Data (Conlict of Data)

Ada beberapa hal yang melatar belakangi terjadinya konflik data,

diantaranya seperti kekurangan informasi (lack of information), kesalahan

33 Achmad Ali, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadapp Pengadilan, (Jakarta: STIH

IBLAM, 2004), hlm. 64.

34 Anita D. A. Kolopaking, Asas Itikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak Melalui

Arbitrase, (Bandung: PT. Alumni, 2013), hlm. 10.

35 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah Hukum,

hlm. 31.

Page 44: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

35

informasi (miss information), adanya perbedaan pandangan, adanya perbedaan

interpretasi terhadap data, dan adanya perbedaan penafsiran, terhadap

prosedural. Data merupakan hal yang sangat penting dalam menyusun suatu

kesepakatan. Untuk itu ketepatan dan kelengkapan data sangat diperlukan agar

kesepakatan dapat tercapai dengan baik dan jelas.

b. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest)

Dalam menyusun kesepakatan, masing-masing masing pihak

mengungkapkan kepentingannya. Kepentingan yang dibawa masing-masing

pihak bisa menyebabkan terjadinya konflik jika kepentingan yang dibawa

bertolak atau bentrok satu sama lain. Selain itu ada beberapa penyebab konflik

kepentingan dapat terjadi, diataranya seperti adanya perasaan atau tindakan

persaingan; adanya kepentingan substansi dari para pihak; adanya kepentingan

proseduran; adanya kepentingan psikologi. Konflik kepentingan dapat dicegah

dengan mengatur kembali skala prioritas dari kepentingan yang dibawa oleh

masing-masing pihak. Atau menyusun ulang waktu pelaksanaan dari

kepentingan-kepentingan para pihak.

c. Konflik Hubungan (Conlict of Relationships)

Para pihak yang mengadakan kerja sama haruslah dapat mengendalikan

emosi. Pengendalian emosi ini bertujuan untuk menjaga hubungan antar para

pihak. Hubungan yang terjaga dengan baik dapat memperlancar jalannya

kesepakatan. Namun jika hubungan antar para pihak tidak baik, jangan kan

menjalankan kesepakatan, mencapai kata sepakat dalam suatu bisnis saja akan

sulit tercapai. Hubungan yang buruk menyebabkan konflik hubungan terjadi.

Hubungan yang buruk ini dapat terjadi karena adanya emosional yang kuat,

adanya kesalahan presepsi, miskin komunikasi, kesalahan komunikasi, atau

tindakan negatif yang dilakukan berulang-ulang.

d. Konflik Struktural (Structural Conflict)

Konflik strukturan terjadi karena adanya pola merusak perilaku atau

interasksi, kontrol yang tidak sama, kepemilikan atau distribusi sumber daya

Page 45: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

36

yang tidak sama, adanya kekuasaan dan kekuatan, letak geografi suatu tempat,

psikologi yang labil, atau faktor-faktor lingkungan yang menghalangi

kerjasama, serta waktu yang sedikit.

e. Konflik Nilai (Conflict of Velue)

Konflik nilai akan terjadi karena adanya perbedaan kriteria evaluasi

pendapat atau perilaku; adanya perbedaan pandangan hidup, ideologi, atau

agama; dan adanya penilaian sendiri tanpa memperhatikan penilaian orang lain.

2. Tinjauan Perbankan Syariah

Definisi bank dan perbankan telah disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Adapun bunyi pasalnya sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakkat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

Sedangkan “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

bank nencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.”

Menurut OP Simorangkir, “bank adalah salah satu badan usaha lembaga

keuangan uang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian

kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dana-dana yang

dipercayakan oleh pihak ketiga, atau dengan jalan memperedarkan alat-alat

pembayaran baru berupa uang giral.”

Menurut Sentosa Sembiring, “Bank adalah badan usaha yang berbadan

hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank sebagai badan hukum

berarti secara yuridis merupakan subyek hukum yang berarti dapat

pmengikatkan diri dengan pihak ketiga.”36

36 OP Simorangkir, dalam Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: Mandar Madju, 2000)

hlm. 1.

Page 46: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

37

Bank telah menjadi sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara.

Bahkan lebih dari itu, Bank telah menjadi sistem pembayaran dunia.

Keberadaan bank sangatlah penting, disamping sebagai sistem pembayaran

bank juga sangat menunjang kegiatan bisnis para pengusaha. Bahkan seluruh

masyarakat dari berbagai lapisan kini menggunakan layanan keuangan dari

bank, termasuk orang muslim. Oleh karena itu untuk memenuhi masyarakat

muslim, maka ada inisiatif untuk menciptakan sistem ekonomi dengan

instrumen perbankan yang berlandaskan Alquran dan Alhadits, atau disebut

sebagai Ekonomi Syariah dengan salah satu instrumennya Bank Syariah.37

Bank syariah atau bank Islam adalah badan usaha yang fungsinya sebagai

penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang

sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam

sebagimana yang diatur dalam Alquran dan Alhadits. 38

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia juga telah disebutkan

definisi dari bank syariah dan perbankan syariah. Definisi tersebut ada pada

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Adapun bunyi pasalnya sebagai berikut:

“Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”

Sedangkan, “Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut

tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.39

37 Muhammad Sadi IS, Konsep Hukum Perbankan Syariah: Pola Relasi sebagai Institusi

Ingtermediasi dan Agen Investasi, (Malang: Setara Press, 2015) hlm. 37-38.

38 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek hukum Perbankan Islam di Indonesia, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2002), hlm. 11.

39 Lihat Ayat (1) dan Ayat (7), Pasal 1, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah.

Page 47: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

38

3. Sengketa Perbankan Syariah

Pada saat ini ekonomi syariah sedang dalam masa pertumbuhannya. Salah satu

indikator pertumbuhannya ditunjukkan dengan meningkatnya angka market share

ekonomi syariah di Indonesia dari tahun ke tahun. Perkembangan yang pesat dari

bidang ekonomi syariah ini tentu menandai ketertarikan banyak kalangan termasuk

kalangan akademisi dan praktisi. Ekonomi syariah memberikan nuansa baru di

dunia ekonomi. Ekonomi syariah dengan segala instrumennya hadir memberikan

perbedaan yang menarik. Kelebihan Ekonomi syariah dapat dirasa dari berbagai lini

aktivitasnya termasuk dalam menangani permasalahan yang timbul dari kegiatan

instrumen ekonomi syariah.

Ekonomi syariah mempunyai perbedaan dalam megatasi persoalan ekonomi

yang didasarkan pada ajaran syariat Islam. Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi

Muhammad Sallallahu21 alaihi wasallam bersifat universal dan tidak terbatas oleh

ruang dan waktu. Ajaran Islam ini dapat diaplikasikan dalam semua lini kehidupan

manusia dimanapun mereka berada, termasuk diaplikasikan kedalam kegiatan

permasalahan ekonomi syariah yang sedang bertumbuh pesat saat ini.

Dengan pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi syariah maka

peluang terjadinya sengketa atau konflik (dispute) diantara masyarakat para pelaku

ekonomi syariah juga semakin besar. Suatu sengketa bermula dari perselisihan

paham yang kemudian berlarut-larut tidak terselesaikan antara para subjek hukum

yang sebelumnya telah mengadakan hubungan hukum perjanjian, sehingga

pelaksanaan hak dan kewajiban yang ditimbulkan berjalan tidak harmonis. 40 Dalam

bidang ekonomi syariah, sengketa yang muncul di dalamnya disebut Sengketa

Ekonomi Syariah.

Detail perincian dan ruang lingkup sengketa ekonomi syariah telah dijelaskan

dalam penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

40 Suyud Marhono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 12.

Page 48: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

39

Tercantum dalam pasal tersebut ruang lingkup ekonomi syariah adalah Bank

syariah, Lembaga keuangan mikro syariah, Asuransi syariah, Reasuransi syariah,

Reksadana syariah, Obligasi syariah dan surat berjangka menengah syariah,

Sekuritas syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian syariah, Dana pensiun lembaga

keuangan syariah, dan Bisnis syariah. Adapun penjelasan masing masing instrumen

ekonomi syariah ini telah sedikit diuraikan di sub bab sebelumnya.

Perbankan Syariah merupakan instrumen ekonomi syariah yang menyumbang

prosentase pangsa pasar terbesar dari seluruh angka market share ekonomi syariah

di Indonesia. Perkembangan ekonomi syariah pada faktanya berjalan berdampingan

dengan perkembangan perbankan syariah. Di satu sisi, bisa disimpulkan bahwa

kesuksesan ekonomi syariah saat ini bergantung pada kesuksesan perbankan

syariah. Tentunya dengan segala kemajuannya, perbankan syariah juga mengalami

potensi konflik yang semakin besar juga. Konflik yang terjadi antar pihak nasabah

dengan pihak bank bisa menjadi sengketa jika berlarut-larut dan tidak terselesaikan.

Sengketa dalam bidang perbankan syariah seperti ini disebut sengketa perbankan

syariah.

D. Pengertian Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah

Penyelesaian sengketa merupakan jalan/cara, prosedur ataupun mekanisme

yang ditempuh oleh para pihak guna menyelesaikan perselisihan atau konflik atas

perbedaan kepentingan para pihak bersengketa.41 Dalam bahasa Arab penyelesaian

sengketa disebut Ash-Shulhu yang mempunyai arti memutuskan pertengkaran atau

perselisihan. Dalam tinjauan hukum Islam, penyelesaian sengketa atau As-Shulhu

adalah suatu jenis akad (perjanjian) antara dua orang yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa bertujuan agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan

41 Sufiarina, Urgensi Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi Syariah,

Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-43 No. 2. April-Juni, 2013, hlm. 206.

Page 49: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

40

sehingga tidak menimbulkan konflik yang lebih besar yang berujung pada

ketidakadilan.42

Berdasarkan Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2014, mekanisme penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan,

termasuk perbankan syariah, di tempuh melalui 2 tahapan, yaitu penyelesaian

sengketa yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (Internal Dispute

Resolution) dan penyelesaian sengketa melalui peradilan atau lembaga di luar

peradilan (External Dispute Resolution). 43

1. Internal Dispute Resolution (IDR)

Internal Dispute Resolution adalah penyelesaikan masalah berupa pengaduan yang

dialami oleh konsumen sebelum menjadi sengketa. Penyelesaiannya dilakukan

berdasarkan asas musyawarah untuk mencapai mufakat yang diselenggarakan oleh

lembaga jasa keuangan itu sendiri. Adapun alurnya sebagai berikut:

a. Pengaduan Konsumen diterima secara tatap muka, melalui telepon, surat/ surat

elektronik (Kantor Pusat/Kantor Cabang/Kantor Pemasar). Pengaduan yang

telah diterima wajib dicatat dan didaftarkan menggunakan kode registrasi yang

unik;

b. Apabila dokumen telah dinyatakan lengkap, PUJK memberikan tanda terima

registrasi pengaduan sebagai bukti penerimaan pengaduandan dapat digunakan

sebagai akses untuk mengetahui perkembangan proses penanganan pengaduan;

c. Petugas Penanganan Pengaduan menganalisa Keluhan & mengindentifikasi

Permasalahan Konsumen yang meliputi identitias konsumen, materi

pengaduan serta harus memahami ekspektasi Konsumen, dan melakukan

koordinasi dengan unit terkait jika dirasa perlu;

d. PUJK melakukan verifikasi dan analisis untuk menentukan tindak lanjut

penanganan pengaduan. Unit kerja dan/atau fungsi penanganan pengaduan

42 Muhammad Astro dan Muhammad Kholid, Fiqh Perbankan, (Bandung: Pustaka Setia,

2011), hlm. 152.

43 Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan

Page 50: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

41

dapat berkoordinasi dengan unit kerja terkait. Dalam hal diperlukan, maka

PUJK melakukan investigasi untuk memastikan kebenaran pengaduan yang

dikeluhkan oleh Konsumen;

e. PUJK melakukan Eskalasi apabila keluhan tidak dapat diselesaikan langsung

oleh Karyawan Penerima Pengaduan;

f. Jika Pengaduan tidak dapat diselesaikan dalam 20 hari kerja sejak dokumen

dinyatakan lengkap maka PUJK menghubungi Konsumen untuk memberikan

informasi perpanjangan waktu 20 hari kerja dengan kondisis sesuai dengan

Pasal 35 ayat 3 POJK No.1/POJK.07/2013;

g. Karyawan Penanganan Pengaduan menghubungi Konsumen Untuk

menyampaikan penyelesaian pengaduan yang telah dilakukan. Penyelesaian

Pengaduan dapat berupa Ganti rugi atau Permohonan maaf. Penyampaian hasil

penyelesaian pengaduan Konsumen dapat disampaikan oleh PUJK melalui

media antara lain telepon, SMS, surat, surat elektronik, tatap muka, media

online;

h. Apabila Konsumen menolak penyelesaian pengaduan yang diusulkan oleh

PUJK, maka PUJK menginformasikan bahwa Konsumen dapat memilih

penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) sebagaimana diatur dalam POJK

No.1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di

Sektor Jasa Keuangan;

i. PUJK mengkonfirmasi kepada Konsumen bahwa dibutuhkan kelengkapan

dokumen dan akan menunggu dokumen/informasi tambahan tersebut dalam 7

hari kerja (disesuaikan dengan SOP masing-masing PUJK);

j. Jika Konsumen tidak menyerahkan dokumen/informasi, PUJK mengirimkan

Surat kepada Konsumen bahwa pengaduan dianggap selesai sampai Konsumen

melengkapi dokumen/informasi yang diperlukan.

2. External Dispute Resolution (EDR)

Page 51: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

42

Dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa jika tidak mencapai

kesepakatan diantara para pihak, dalam hal ini konsumen dan lembaga jasa

keuangan, maka penyelesaian bisa dilakukan di luar pengadilan atau melalui

pengadilan. Mekanisme adalah disebut tahap External Dispute Resolution (EDR).

External Dispute Resolution berlaku juga untuk menyelesaikan sengketa

perbankan syariah. Sejalan dengan itu, Abdul Manan dalam bukunya menyebutkan

bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu melalui lembaga litigasi dan melalui lembaga non litigasi. Lembaga litigasi

adalah lembaga peradilan dan lembaga non litigasi adalah lembaga non peradilan.

Adapun penjelasan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah di lembaga

litigasi dan non litigasi dapat disimak sebagai berikut.44

a. Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Litigasi (Peradilan)

Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa di pengadilan, semua pihak

yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-

haknya. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah

putusan yang menyatakan pihak yang satu menang dan pihak yang lain kalah.

Litigasi juga merupakan proses gugatan atau suatu konflik yang

diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

menggantikan konflik sesungguhnya. Dimana para pihak memberikan kepada

seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertantangan. Litigasi

merupakan proses yang sangat dikenal (familiar) bagi para lawyer dengan

karakteristik adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan untuk

memutuskan solusi di antara para pihak yang bersengketa.45

Proses ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah

litigasi memaksa para pihak pada posisi yang ekstrem dan memerlukan

pembelaan (advocacy) atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi keputusan

44 Amran Suadi, Abdul Manan, Ilmuan dan praktisi hukum: Kenangan Sebuah Perjuangan,

45 Suyud Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, hlm. 24.

Page 52: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

43

dan mengangkat kepentingan dan mendorong para pihak melakukan

penyelidikan fakta. Di sisi lain penyelesaian di lembaga litigasi memberikan

kepastian hasil akhir dari sebuah sengketa. Ini yang dianggap sebuah kelebihan

dari lembaga litigasi. Hasil akhir yang disebut putusan ini menetukan status

kemenangan dan kekalahan para pihak, dan memberi titah kepada pihak yang

kalah untuk memenuhi prestasi yang di tuntut oleh pihak yang menang (putusan

yang mempunyai kekuatan eksekutorial).

Tentang kelebihan dan kekurangan lembaga litigasi, para pakar mempunyai

pendapat yang berbeda-beda tergantung dari sisi mana mereka melihat

permasalahan. Adapun Nurnaningsih Amriani berpendapat bahwa lembaga

litigasi tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris atau melibatkan

banyak pihak, banyak persoalan, dan banyak alternatif penyelesaian yang dapat

dilakukan pada sengketa tersebut. Penyelesaian sengketa melalui lembaga

litigasi atau peradilan mensyaratkan banyak pembatasan sengketa dan persoalan

sehingga hakim atau pengambil keputusan lainnya dapat lebih siap membuat

keputusan.46

Terlepas dari perbedaan pendapat para pakar tentang kekurangan dan

kelebihan lembaga peradilan (litigasi), peradilan memegang peran sentral dalam

sistem hukum Indonesia sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman.

Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undangan Dasar 1945 disebutkan bahwa

kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-

badan peradilan yang berada di bawahnya dakam lingkungan Peradilan Umum,

lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan dalam

Pasal 24 UUD 1945, pelaksanaannya diatur melalui Undang-Undang Nomor 35

Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagai pengganti Undang-

46 Nurnaningsih Amriani, Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdara di

Pengadilan, (Jakarta: Raja Grafindo, Cetakan ke-1, 2011), hlm. 35-36.

Page 53: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

44

Undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Adapun macam-

macam peradilan sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman sesuai

yuridikasi yang dimaksud diatas penjelasannya sebagai berikut:

1) Peradilan Umum

Peradilan Umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008

tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1986

Tentang Peradilan Umum. Pada Pasal 1 UU Nomor 49 Tahun 2008

disebutkan:

“Pengadilan di lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan

Negeri dan Pengadilan Tinggi yang hakim-hakimnya terdiri atas

Hakim pada Pengadilan Negeri dan Hakim pada Pengadilan

Tinggi.”

Kemudian definisi Peradilan Umum disebutkan pada Pasal 2 yang berbunyi:

“Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

bagi rakyat pencari kadilan pada umumnya.”

Dengan demikian, dalam lingkungan peradilan umum terdapat

Pengadilan Negeri yang merupakan pengadilan tingkat pertama dan

Pengadilan Tinggi yang merupakan pengadilan tingkat banding.

Peradilan umum merupakan peradilan rakyat yang memeriksa dan

mengadili perkara perdata dan pidana. Pada Peradilan Umum juga

terdapat Pengadilan Khusus yaitu Pengadilan Hak Asasi Manusia

(HAM), Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Korupsi,

Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Perikanan. Masing-

Page 54: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

45

masing dari pengadilan tersebut menyelesaikan sengketa yang telah

menjadi kewenangan absolutnya berdasarkan peraturan yang berlaku.47

2) Peradilan Agama

Peradilan Agama awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan beberapa perubahannya dalam

Undang-Undangan Nomor 3 Tahun 2006 dan kemudaian dalam Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan

Peradilan Agama meliputi Pengadilan Agama, yang berkedudukan di

Kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota

tersebu, Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan tingkat

banding yang daerah hukumnya meliputi provinsi, dan puncaknya

Mahkamah Agung sebagai peradilan negara yang tertinggi. Khusus

mengenai Mahkamah Syariah provinsi Nangroe Aceh Darussalam,

keberadaannya didasarkan pada undang-undang Nomor 18 Tahun 2001

tentang Otonomi Khusus, yang diperkuat dengan Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2004 tantang Kekuasaan kehakiman dan Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Adapun Pengadilan Agama bertugas untuk memeriksa, memutuskan,

dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama, antara orang yang beragama

Islam di bidang perkawinan; kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum Islam, wakaf dan Shadaqoh, infak dan zakat, dan yang

terakhir ekonomi syariah. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Peradilan Agama membawa beberapa perubahan mendasar di peradilan

agama. Salah satunya adalah penambahan kewenangan Peradilan Agama di

bidang zakat, infak, dan ekonomi syariah, serta membuka ruang akan

47 Dwi Reski Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa

berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan, (Bandung: PT Alumni, Cetakan

ke-1, 2013), hlm. 42.

Page 55: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

46

masuknya perkara pidana pelanggaran dalam kewenangan absolut

lingkungan Peradilan Agama.

3) Peradilan Militer

Peradilan Militer diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997

tentang Peradilan Militer, dan melaksanakan kekuasaan kehakiman di

linkungan Pengadilan Militer (PM). Pengadilan Militer meliputi Pengadilan

militer yang merupakan pengadilan tingkat pertama yang terdakwanya

prajurit berpangkat kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan

hakim anggota oditur militer paling rendah berpangkat Kapten.

Kemudian Pengadilan Militer Tinggi, yakni pengadilan tingkat pertama

yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya berpangkat mayor keatas,

hakim ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah

berpangkat Kolonel, sedangkan hakim anggota dan oditur militer paling

rendah berpangkat letnan kolonel. Yang terakhir Pengadilan Militer Utama,

yakni dalam persidangan hakim ketua paling rendah berpangkat Brigadir

Jendral/Laksamana Pertama atau Marsekal Pertama, sedangkan hakim

anggota berpangkat Kolonel.

Di samping itu ada juga Pengadilan Militer Pertempuran. Fungsinya

adalah untuk memeriksa dan memutis pada tingkat pertama dan terakhir

perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit, atau yang berdasarkan undang-

undang dipersamakan dengan prajurit. Hakim ketua yang memeriksa

perkara ini harus berpangkat paling rendah Letnan Kolonel. Pengadilan

militer pertempuran ini bersifat mobile, berpindah-pindah mengikuti

perpindahan atau gerak pasukan yang sedang bertempur.48

4) Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

48 Dwi Reski Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa

berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan, hlm. 48-49.

Page 56: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

47

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) ada berlandaskan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang dalam sistem peradilan di

Indonesia, tugas PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara.

Kekuasaan Kehakiman di linkungan Peradilan Tata Usaha Negara

meliputi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang berkedudukan di

Ibukota, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) sebagai

pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan

yang tertinggi adalah Mahkamah Agung.

Objek sengketa PTUN adalah keputusan tata usaha negara sebagaimana

dijelaskan dalam Pasal 1 angka 9 dan keputusan negatif berdasarkan Pasal

3 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan TUN.

Keputusan TUN adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau

usaha negara yang berdasarjan peraturan perundanh-undangan yang

berlaku, yang bersifat kongkret, individualm dan final, yang menimbulkan

akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.49

b. Penyelesaian Sengketa melalui lembaga non-litigasi (non-peradilan)

1) Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Penyelesaian sebuah sengketa dapat dilakukan di luar lingkungan

peradilan, cara ini disebut juga non-litigasi. Ada lembaga-lembaga yang

memfasilitasi orang-orang yang sedang berperkara untuk menyelesaikan

sengketanya melalui jalan musyawarah, yang mengedepankan prinsip

saling mengerti. Lembaga-lembaga ini di sebut lembaga non litigasi.

Non litigasi disebut juga alternatif penyelesaian sengketa (APS).

Maksudnya alternatif pengganti lembaga peradilan dalam menyelesaikan

49 Dwi Reski Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa

berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan, hlm. 51-52.

Page 57: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

48

sebuah sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur

keberadaannya dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Prof. Mr. Sudargo

Gautama sebagaimana dikutip dalam karya Dr. Frans Hendra Winarta,

dijelaskan bahwasannya dalam perancangan UU 30 tahun 1999 terdapat 2

pendapat pendapat tentang APS. Pendapat pertama memasukkan arbitrase

sebagai bagian dari APS, dan pendapat yang kedua memisahkan arbitrase

dari APS. Namun demikian pada saat disahkan dan diundangkannya

peraturan ini, arbitrase dipisahkan dari APS. Dengan keputusan tersebut

maka dapat disimpulkan bahwa APS adalah pranata penyelesaian sengketa

luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan

mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di

pengadilan.50

Terlepas dari perbedaan pendapat para pakar tentang masuk tidaknya

arbitrase kedalam bagian APS, ada beberapa sebab timbulnya cara

penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan (non litigasi). Salah

satunya adalah anggapan bahwa penegak hukum di Indonesia tidak dapat

memenuhi rasa keadilan di tengan masyarakat yang mencari keadilan.

Menurut Suyud Margono, kecenderungan memilih Alternatif Penyelesaian

Sengketa oleh masyarakat didasari atas pertimbangan kurang percaya pada

sistem pengadilan dan pada saat yang sama sudah dipahami keuntungan

menggunakan teknik musyawarah dibanding pengadilan. Sehingga

masyarakat dan pelaku bisnis lebih suka menyelesaikan berbagai sengketa

bisnisnya dengan jalan musyawarah.51

Merujuk pada Pasal 1 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif

Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, APS terdiri dari penyelesaian di luar

50 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan

Ke-2, 2013), hlm. 14-15.

51 Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, hlm. 82.

Page 58: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

49

pengadilan dengan metode konsultasi, negosiasi, mediasi, atau penilaian

ahli. Jenis-jenis APS sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal tersebut

dapat dipilih baik oleh pelaku bisnis maupun masyarakat pada umumnya

untuk menyelesaikan persengketaan perdata yang mereka alami. Berikut

penjelasan dari beberapa jenis alternatif penyelesaian sengketa (APS).

a) Konsultasi

Dalam Black’s Law Dictionary konsultasi didefinisikan sebagai

aktivitas perundingan seperti klien dengan penasihat hukum. Selain itu

konsultasi juga dipahami sebagai oertimbangan orang-orang (pihak)

terhadap suatu masalah. Konsultasi sebagai pranata APS, pada

prakteknya dapat menyewa konsultasn atau ahli untuk dimintai

kontribusi pemikirannya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan

hukum terutama sebagai referensi para pihak dalam merumuskan

perdamaian. Dalam hal ini konultasi tidak dominan melainkan hanya

memberikan pendapat hukum yang nantinya dijadikan rujukan apihak

untuk menyelesaikannya.

b) Negoisaisi

Negoisasi berasal dari bahasa latin neg dan atium yang artinya tidak

dan berhenti, maksudnya seseorang tidak akan berhenti selama proses

berlangsung atau sampai persetujuan didapat. Menurut Roger Fisher dan

William Ury dikutip dalam sebuah buku, negoisasi merupakan

komunikasi dua arah yang dirancang untuk dapat mencapai kesepakatan

pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama

maupun berbeda-beda. Negoisasi merupakan sarana bagi pihak-pihak

yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa

keterlibatan pihak ketiga (penengah) yang tidak berwenang mengambil

keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga pengamnbil keputusan

(arbitrase dan pengadilan).

c) Mediasi

Page 59: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

50

Mediasi merupakan negosiasi antara kedua belah pihak yang dibantu

oleh pihak ketiga yang netral (tidak memihak ke salah satu pihak).

Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi adalah cara

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh

kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

d) Konsiliasi

Konsiliasi adalah upaya penyesuaian pendapat dan penyelesaian

suatu sengketa dalam suasana persahabatan dan tanpa rasa permusuhan

yang dilakukan di pengadilan sebelum persidangan digelar (untuk

menghindari proses litigasi).

e) Penilaian Ahli

Pendapat ahli merupakan bentuk lain dari ADR yang diperkenalkan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1990. Abdul Manan mengangkat

Pasal 52 UU ini yang menyatakan bahwa para pihak dalam suatu

perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari

lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu

perjanjian.53 Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari

tugas lembaga arbitrase sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 ayat (8)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi “Lembaga

arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa

untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu.” Lembaga

tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai

suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

2) Arbitrase

a) Pengertian Arbitrase

Kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa latin), yang bererti

kekuasaan, untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.

Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan itu, dapat

Page 60: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

51

menimbulkan salah kesan seolah-olah seorang arbiter atau suatu majelis

arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan

norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa

tersebut hanya pada kebijaksanaan saja. Kesan tersebut keliru, karena

arbiter atau majelis tersebut juga menerapkan hukum seperti halnya

hakim menerapkan hukum di pengadilan.52

Dalam nomenklatur hukum Indonesia, definisi arbitrase tercantum

pada Ayat (1) Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, berikut bunyinya :

“Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata

di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian

arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang

bersengketa.”

Menurut Priyatna Abdulrasyi, “Arbitrase adalah suatu tindakan

hukum bahwa ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih

pendapat antara dua orang atau lebih maupun dua kelompok atau lebih

kepada seseorang atau ahli yang disepakati bersama dengan tujuan

memperoleh satu keputusan final mengikat.”

Kemudian menurut Black’s Law Dictionary yang diterjemahkan

oleh Dwi Rezki Sri Astarini, “Arbitrase adalah referensi dari sengketa

bahwa pihak ketiga yang tidak memilih, dipilih oleh para pihak yang

sepakat didepan untuk mematuhi putusan arbiter setelah sidang yang

sebelumnya para pihak diberikan kesempatan untuk didengar.

Kesepakatan untuk mengambil dan mematuhi putusan dari orang yang

dipilih dalam menyelesaikan sengketa, dari pada membawanya ke

52 R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Angkasa Offset, 1981), hlm. 1.

Page 61: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

52

persidangan, dan dimaksudkan untuk menghindari formalitas,

penundaan, biaya, dan frustasi dari litigasi yang biasa”53

b) Landasan Hukum Arbitrase

Landasan hukum arbitrase di Indonesia bertitik tolak dari Pasal 377

HIR atau pasal 705 RBg. Namun dengan perkembangan zaman dan

tentunya diikuti dengan pesatnya perkembangan dunia bisanis dan

lalulintas perdagangan nasional dan internasional, khususnya setelah

adanya WTO (Word Trade Organization) serta tentunya perkembangan

hukum, maka pedoman arbitrase yang diatur dalam HIR, RBg, dan Rv

sebagai pedoman arbitrase dinilai sudah ketinggalan zaman dan tidak

sesuai lagi dengan tuntunan zaman.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Dengan keluarkannya undang-undang terebut

maka ketentuan-ketentuan mengenai arbitrase yang diatur dalam IR,

RBg, dan Rv dinyatakan tidak berlaku lagi. Berikut akan diuraikan lebih

lanjut mengenai arbitrase di Indonesia.

Dengan demikian jelas bahwa suatu perjanjian arbitrase secara lisan

tidak dapat ditegakkan, karena arbitrase yang diakui dalan UU No. 30

Tahun 1999 adalah yang dibuat secara tertulis. Selain harus tertulis,

persyaratan-persyaratan dalam perjanjian arbitrase harus diuraikan

secara jelas dan pasti.

c) Klausul Arbitrase Arbitrase

Klausul arbitrase terbagi menjadi 2 (dua) bentuk. Pertama, Pactum

De Compromitendo yang berarti kesepakatan setuju dengan putusan

53 Dwi Reski Sri Astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa

berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan, hlm. 70-71.

Page 62: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

53

arbiter. Bentuk ini telah diatur dalam Pasal 2 UU No.30 Tahun 1999,

yang berbunyi:

“Undang-Undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau

beda pendapat antar perantara pihak dalam suatu hubungan

hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase

yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau

beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari

hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara

arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.”

Poin penting dari pasal diatas antara lain kebolehan membuat

kesepakatan antar para pihak untuk menyerahkan penyelesaian

perselisihan yang mungkin terjadi dikemudian hari kepada arbitrase.

Persetujuan yang dimaksud adalah klausul arbitrase. Dengan demikian

maka dapat ditarik kseimpulan bahwa Pactum De Compromitendo

adalah klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan

yang mungkin timbul di masa yang akan datang.

Kedua adalah Pactum De Compromis atau Akta Kompromis, yakni akta

yang berisi aturan penyelesaian perselisihan yang telah timul di antara

orang yang berjanji. Bentuk yang kedua ini diatur dalam Pasal 9 UU

No. 30 Tahun 1999, berikut bunyinya :

“Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase

setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat

dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.

Dari pasal tersebut diketahui bahwa Akta Kompromis sebagai perjanjian arbitrase

dibuat setelah timbul perselisihan antara para pihak atau dengan kara lain dalam

perjanjian tidak diadakan persetujuan. 54

54 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, hlm. 38-40.

Page 63: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

54

E. Literatur Review

Berdasarkan kajian literatur terdahulu mengenai penyelesaian sengketa

perankan syariah melalui mediasi di lembaga litigasi dan non litigasi beserta

perbandingannya, bahwa ada berbagai metode yang digunakan dalam

menganalisisnya. Beberapa studi yang membahas penelitian terkait dengan judul

penelitian penulis antara lain dilakukan oleh Ahmad (2014), Muhammad Faqih Al-

Ghifari (2017), Erie Hariyanto (2014), Ifa Latifa Fitriani (2017), Syamsul Hadi

(2016), Yusuf Wahyu Wibowo (2017), dan Nahdhah (2016). Berikut adalah

ulasannya.

Menurut Ahmad (2014), dalam penelitiannya tentang analisis terhadap UU.

No.3 Tahun 2006 dalam putusan-putusan perkara ekonomi syariah di Pengadilan

Agama, Implementasi Pasal 49 Huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 telah dilaksanakan

di Pengadilan Agama, terbukti dari adanya sekitar 35 putusan. Implementasi

terhadap kompetensi tersebut belum maksimal, karena norma-norma hukum yang

terkait masih kurang, kualitas sumber daya (hakim) belum memadai serta

pemahaman publik yang belum merata. Adapun mekanisme pemeriksaan dengan

menggunakan hukum acara perdata umum dan terhadap pelaksanaan dari pasal

tersebut, telah ada dalam putusan-putusan Pengadilan Agama. Namun tetap masih

ada kendala dan keterbatasan dalam pelaksanaannya. Penelitiannya menggunakan

metode pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan konsep

(Conseptual Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach).55

Muhammad Faqih Al-Ghifari (2017), meneliti tentang penyelesaian

sengketa perbankan syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan

adalah yuridis normatif. Menurutnya penyelesaiang sengketa perbankan syariah di

Basyarnas hampir sama dengan penyelesaian melalui lembaga peradilan

(Pengadilan Agama). Namun yang membedakan adalah penyelesaian sengketa

55 Ahmad, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama”, Jurnal Kajian

Hukum dan Keadilan, (Lombok Timur: 2014) Hlm. 476-479.

Page 64: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

55

melalui Basyarnas harus menggunakan akad atau klausul arbitrase. Kemudian

Penyelesaian sengketa di Basyarnas menurutnya mempunyai kelebihan sidangnya

dilaksanakan dengan prinsip tertutup (privat), sehingga privasi perusahaan dan

nasabah dapat terjaga. Lalu kelebihan yang kedua adalah putusan Basyarnas

bersifat final dan mengikat.56

Erie Hariyanto (2014), meneliti tentang penyelesaian sengketa ekonomi

syariah menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitiannya disebutkan

bahwa ada 2 cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah, yakni litigasi dan non

litigasi. Litigasi, dalam hal ini Pengadilan Agama, Pengadilan Agama secara umum

telah siap dalam Menyelesaikan Sengketa di Bidang Ekonomi syariah sesuai

Undang-Undang No.3 Tahun 2006. Namun, sampai penelitian ini ditulis, belum ada

perkara ekonomi syariah yang masuk untuk didaftarkan, perlu adanya dukungan

dari pemerintah, kalangan perbankan dan pergurua tinggi untuk mendorong

penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Pengadilan Agama. Ada 3 (tiga)

upaya mengoptimalisasi pelaksanaannya, yaitu Pertama, materi hukum yaitu

peraturan pendukung dan aturan pelaksanaan dari UU No.3 Tahun 2006 harus

segera diwujudkan termasuk penegasan hanya Pengadilan Agama yang bisa

mengeksekusi putusan Basyarnas; kedua, aspek sumber daya manusia penyiapan

tenaga-tenaga hakim yang profesional dalam menangani sengketa ekonomi syariah

dengan jalan menjaring lulusan sarjana ekonomi syariah atau memang orang-orang

yang ahli dalam bidang ekonomi syariah untuk menjadi hakim dan; ketiga, aspek

sarana dan prasarana dari Pengadilan Agama sendiri harus dipenuhi untuk

menangani perkara-perkara dalam bidang ekonomi syariah.57

I Gusti Mate Triana Surya Pranatha (2017), meneliti tentang penyelesaiang

sengketa konsumen pada badan penyelesaian sengketa konsumen Kota Denpasar

56 Muhammad Faqih Al-Ghiffari, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Alaudin Makassar, 2017), hlm. 119.

57 Erie Haryanto, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, Jurnal Iqtishadia

Vol.1 No.1, (2014), hlm. 46-56.

Page 65: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

56

dan Pengadilan Negeri Denpasar, serta perbandingannya diatata dua lembaga

tersbut. Dia menggunakan pendekatan empiris dalam penelitiannya. Menurutnya

BPSK Kota Denpasar merupakan badan penyelesaian sengketa konsumen diluar

pengadilan yang mempunyai wewenang untuk mengadili sengketa mengenai

konsumen dan pelaku usaha. Sengketa yang diselesaikan di BPSK Kota Denpasar

hanya sengketa yang mengenai konsumen akhir saja dan dalam melakukan cara

penyelesaian sengketanya menggunakan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase

sedangkan dalam penyelesaian sengketa konsumen di Pengadilan Negeri Denpasar

diselesaikan dengan menggunakan hukum acara yang umum berlaku selama ini

yaitu HIR/RBg dan berpedoman pada UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Kemudian perbedaan dan persamaannya dengan Pengadilan Negeri

adalah diantaranya BPSK Kota Denpasar menyelesaikan sengketa dengan cara

kesepakatan para pihak yang besengketa atau diluar pengadilan (non litigasi).

Sedangkan penyelesaian di Pengadilan Negeri Denpasar menggunakan

penyelesaian melalui pengadilan yang mengedepankan penyelesaiannya sesuai

dengan Undang – Undang yang beralaku. Dan persamaan penyelesaian kedua

lembaga ini BPSK Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar dapat

mengajukan gugatan ganti rugi dan sama – sama bergerak dalam bidang gugatan

keperdataan.58

Ifa Latifa Fitriani (2017), meneliti tentang pilihan forum penyelesaian

sengketa ekonomi syariah antara Pengadilan Agama dan Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) dengan metode penelitian normatif (library research). Lokasi

penelitiannya adalah yogyakarta, yakni Basyarnas DI Yogyakarta dan seluruh

Pengadilan Agama yang beroperasi di DI Yogyakarta. Menurutnya pengaturan

norma hukum ekonomi syariah dan pilihan forum penyelesiannya pada periode

awal pemberian kewenangan ekonomi syariah di PA menunjukan adanya

inkonsistensi, diharmonis, dan multi interpretas. Namun ketidaksesuaian ini sudah

58 I Gusti Mate Triana Surya Pranatha, Perbandingan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Pada Badan Penyelesaiian Sengketa Konsumen Kota Denpasar dan Pengadilan Negeri Denpasar,

(Skripsi S-1 Universitas Udayana, 2017), hlm. 10-11

Page 66: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

57

di selesaikan dengan dihapusnya melalui putusan MK di tahun 2012. Sedikit

berbeda dengan PA, pada konteks Basyarnas, keberadaan lembaga ini secara umum

diakui melalui Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah. Namun, realitas

menunjukan eksistensi Basyarnas harus pula bersaing di tengah pilihan ADR dalam

LAPS lain yang dikukuhkan oleh OJK dalam sektor keuangan, khususnya mediasi

perbankan.

Saat penelitian ini ditulis pilihan forum cenderung masih didominasi PA

dibandingkan Basyarnas DIY. Peningkatan signifikan terjadi di tahun 2016 dengan

dominasi gugatan yang diajukan oleh BMT terlihat jelas di PA Bantul, PA

Wonosari dan PA Sleman. Menariknya, dominasi ini ternyata memiliki kesamaan

perliku, seperti gugatan adalah wanprestasi, penggugat adalah BMT, putusan yang

didominasi akta perdamaian (mediasi) dan gugatan dicabut. Kemiripan ini ternyata

bukannya tanpa sebab. Hilangnya kontestasi badan peradilan negara, kebutuhan

atas otoritas pengadilan oleh BMT, hingga dikenalkannya hukum penyelesaian

sengketa oleh salah satu kantor hukum di DIY berimplikasi pula pada banyaknya

penggunaan instrumen PA di tahun 2015-2016 oleh BMT.59

Syamsul Hadi (2016), meneliti tingkat efektifitas mediasi di Pengadilan

Agama Purbalingga dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Penelitian ini

merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode

kualitatif, pendekatan empiris, dan teori efektifitas dari Soerjono Soekanto. Dalam

penelitan ini disebutkan bahwa Pengadilan Agama Purbalingga pada tahun 2014

telah memutuskan 5 perkara sengketa ekonomi syariah, dengan perincian 3 kasus

selesai dengan damai pada saat proses mediasi dilaksanakan, 2 perkara dikabulkan

oleh Hakim dikarenakan mediasi tidak dapat dilaksanakan. Faktor yang

mempengaruhi keberhasilan mediasi tersebut adalah antara lain karena mediator

Pengadilan Agama Purbalingga memiliki sumber daya manusia (SDM) yang konsisten

para Hakim telah memperkaya diri dengan mengikuti pelatihan ekonomi syariah, dan

59 Ifa Latifa Fitriani, Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Antara

Pengadilan Agama dan Badan Arbitrase Syariah Nasional, (Skripsi S1 Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga DI Yogyakarta, 2013), hlm. 145-147.

Page 67: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

58

hakim mediator telah memiliki sertifikat serta telah lulus sertifikasi ekonomi syariah.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi kegagalan mediasi dalam penyelesaian sengketa

ekonomi syariah adalah karena para pihak tidak datang ke persidangan.60

Yusuf Wahyu Wibowo (2017), meneliti tentang alternatif penyelesaian

sengketa melalui mediasi di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI) dengan pendekatan normatif analitis substansi hukum

(approach of legal content analysis). Penelitian ini mengambil LAPSPI sebagai

objek penelitian karena LAPSPI merupakan lembaga yang terbilang baru dalam

penyelesaian sengketa perbankan jalur non litigasi, yang pendiriannya

diamanatkan oleh peraturan OJK. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa di

LAPSPI persengketa yang diajukan haruslah sengketa perdata yang timbul di antara

para pihak terkait dengan perbankan yang dibuktikan dengan perjanjian dan dapat

diadakan perdamaian menurut peraturan perundang berlaku. LAPSPI menyediakan

penyelesaian sengketa berbentuk mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Prosedur

penyelesaian sengketa perbankan melalui LAPSPI dapatdilakukan dengan 2 (dua)

cara. Pertama, para pihak dapat memilih Mediasisebagai awal penyelesaian

sengketa, hasil dari Mediasi ini berbentuk kesepakatan perdamaian, yang apabila

para pihak menghendaki kesepakatan perdamaian tersebut memiliki kekuatan

eksekutorial, maka salah satu pihak dapat mengajukan permohonan Arbitrase

kepada LAPSPI untuk dituangkan kedalam bentuk Akta Perdamaian. Apabila

Mediasi tidak berhasil, para pihak dapat melanjutkannya dengan Ajudikasi. Putusan

Ajudikasi bersifat final dan mengikat apabila pemohon menerima secara

keseluruhan putusan, apabila pemohon menolak putusan Ajudikasi, maka putusan

Ajudikasi tidak mengikat bagi para pihak dan dianggap tidak pernah ada. Kedua,

para pihak dapat memilih Arbitrase sebagai penyelesaian yang pertama dan

terakhir. Putusan Arbitrase haruslah didaftarkan kepada pengadilan negeri.

60 Syamsul Hadi, Efektifitas Penyelesaian Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Melalui

Mediasi di Pengadilan Agama Purbalingga, (Tesis S-2 Sekolah Tinggi Agama Batu Sangkar, 2016),

hlm. 155-156.

Page 68: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

59

Pendaftaran ini merupakan faktor terpenting dalam pelaksanaan putusan Arbitrase,

tanpa pendaftaran akan berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan.61

Nahdhah (2016), meneliti tentang alternatif penyelesaian sengketa

perbankan melalui mediasi dengan menganalisis Peraturan Bank Indonesia Nomor

Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Penelitian ini menggunakan

pendekatan yuridis normatif. Menurutnya, Kedudukan PBI No. 8/5/PBI/2006

tentang Mediasi Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan, perubahan atas

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 merupakan sebuah konsekuensi

logis yang merupakan hasil dari kedudukan Bank Indonesia yang independen.

Penyelesaian sengketa perbankan seyogyanya dilakukan oleh lembaga Mediasi

Perbankan Independen untuk menjaga independensi dan transparansi proses

mediasi perbankan. Akan tetapi karena lembaga mediasi perbankan independen

belum dapat dibentuk maka mediasi perbankan masih dilaksana-kan oleh Bank

Indonesia. Melalui pembentukan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006

tentang mediasi perbankan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 10/1/PBI/2006 yang mengatur bahwa inisiatif penyelesaian

sengketa adalah dari nasabah diharapkan akan memberikan beberapa nilai positif

seperti; memberikan kepastian penyelesaian sengketa nasabah kecil dengan bank

dan lembaga mediasi akan menjadi semacam watch dog karena perbankan tidak

akan membiarkan kasussengketa dengan nasabah terkatung-katung tanpa ada

penyelesaian. Kesepakatan antara nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan Bank

yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan dan Bank

wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan yang telah disepakati.62

61 Yusuf Wahyu Wibowo, Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), (Skripsi S-1 Universitas

Lampung), hlm. 79-80.

62 Nahdhah, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan, Badawai Law

Jurnal Vol. 1 (2016), hlm. 136-137.

Page 69: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

60

BAB III

PILIHAN FORUM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH ANTARA LEMBAGA LITIGASI DAN NON LITIGASI DI

JAKARTA SELATAN

A. Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1. Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan

a. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan Kelas I B beralamat di Jalan RM

Harsono No.1 Ragunan, Pasar Minggu,mRT.5/RW 7, Ragunan, Ps Minggu.

Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12550. Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Indonesia

Nomor 69 Tahun 1963.63

Pada awalnya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat

3 (tiga) kantor yang disebut sebagai kantor cabang. Tiga kantor cabang

tersebut adalah Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara; Kantor

Cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah; dan Pengadilan Agama

Istimewa Jakarta Raya sebagai induk.

Semua pengadilan agama tersebut termasuk wilayah hukum cabang

mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang

Mahlamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan SK Menteri Agama Nomor

71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976, semua Pengadilan Agama di

Provinsi Jawa Barat termasuk Jakarta berada dalam wilayah Hukum

Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan

selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi

Agama (PTA).

Berdasarkan surat Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor 61 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah ke Jakarta,

63 Sejarah PA Jaksel, diakses pada 12 September 2018 dari www.PAjaksel.com

Page 70: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

61

namun pelaksanaannya baru bisa dilakukan pada 30 Oktober 1987. Dengan

begitu wilayah Hukum Pengadilan Agama di DKI Jakarta menjadi Wilayah

Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

b. Perkembangan dari masa ke masa

Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan awalnya merupakan cabang

dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang berkedudukan di Jalan

Otirta Raya Jakarta Timur. Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk

sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman

penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang cakupan

wilayahnya luas. Kantor saat itu masih memprihatinkan, yakni masih

menempati gedung bekas kantor Kecamatan Pasar Minggu.

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar pada kasus perceraian.

Kalaupun ada tentang warisan, kasus itu masuk ke komparisi, itu pun

dimulai pada tahun 1969 hasil kerjasama Pengadilan Negeri yang ketika itu

dipimpin oleh Bapak Bismar Siregar.

Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan di pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan

menempati serambi Masjid Syarief dan sebutan Kantor Cabang Pengadilan

Agama Jakarta Selatan pun dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Pada masa itu diangkat pula beberapa hakim honorer.64

Penunjukan tempat tersebut dilakukan atas inisiatfi Kepala Kandepag

Jakarta Selatan yang waktu itu dijabat oleh Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring

dengan perjalanan waktu, diangkat pula 8 karyawan untuk menangani

tugas-tugas kepaniteraan. Keadaan kantor di serambi masjid itu sendiri

bertahan sampai pada tahun 1979.

64 Sejarah PA Jaksel, diakses pada 12 September 2018 dari www.PAjaksel.com

Page 71: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

62

Pada bulan september 1979 kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke gedung baru yakni di Jalan Ciputat Raya Pondok Pinang, pada

saat itu Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh H. Alim BA.

Kemudian pindah lagi ke sebuah gedung Jalan Rambutan VII No.48 Pejaten

Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan. Meskipun tidak memenuhi syarat

untuk menjadi sebuah kantor Pengadilan Agama setingkat walikota, gedung

baru ini sudah lebih baik dari pada gedung sebelumnya. Pembenahan-

pembenahan terus dilakukan baik pembenahan pada bidang fisik maupun

administrasi. Pada saat dipimpin oleh Drs Rif’at Yusuf, Pengadilan Agama

Jakarta Selatan mulai menggunakan komputer sebagai penunjang aktivitas

administrasi walaupun masih sebatas pengetikan berkas-berkas.

Pada tahun 2007-2008, semua bidang di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan sudah terintegrasi dengan sistem online. pada saat itu juga

Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil mendapatkan pengadaan tanah

untuk bangunan gedung seluas 6000 m2 yang terletak di Jalan Harsono RM,

Ragunan, Jakarta Selatan yang kemudian tanah tersebut dibangun gedung

baru sesuai dengan standar Mahkamah Agung RI. Pembangunan gedung

baru ini dilakukan dalam 2 tahap, yakni pada tahun 2008 dan tahun 2009.

Pada Akhir April 2010 gedung baru Pengadilan Agama Jakarta Selatan

diresmikan bersamaan dengan gedung Pengadilan Agama di Pontianak

(Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian aktivitas

peradilan mulai berjalan lancar sebulan kemudian (Mei 2010).65

c. Ruang Lingkup Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Secara geografis , Pengadilan Agama Jakarta Selatan berada di Kota

Madya Jakarta Selatan, luas wilayah Kota Madya Jakarta Selatan adalah

145,73 Kilometer Persegi. Secara astronomis wilayah Kota Madya Jakarta

Selatan berada di posisi 06’15’40,8’ Lintang Selatan dan 106’45/0,00’

65 Sejarah PA Jaksel, diakses pada 12 September 2018 dari www.PAjaksel.com

Page 72: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

63

Bujur Timur, dan berada pada kemiringan 26,2 meter diatas permukaan laut.

Jakarta Selatan bercirikan daerah yang beriklim khas Tropis dengan

temperatur udaha sekitar 27,7’ Celcius dan kelembapan udara rata-rata 75%

yang disapu angin dengan kecepatan sekitar 0,2 knot sepanjang tahun.

Curah hujan mencapai ketinggian 1,596,7 mm setahun atau rata-rata sekitar

85,88 mm perhari yang etrjadi selama 182 hari dalam setahun. Curah hujan

tertinggi terjadi dalam bulan januari (737,5 mm) dan Februari (425,3 mm)

di daerah Jakarta Selatan Rawa/Setu. Wilayah ini cocok digunakan sebagai

resapan air, dengan iklimnya yang sejuk sehingga ideal dikembangkan

sebagai wilayah penduduk.66

Daerah Jakarta Selatan yang menjadi wilayah Pengadilan Agama

Jakarta Selatan beroperasi terbagi kedalam 10 kecamatan dan 67 kelurahan.

Adapun kecamatan dan kelurahan tersebut yaitu:

1) Kecamatan Tebet: mencakup Manggarai, Manggarai Selatan, Bukit

Duri, Menteng Dalam, Tebet Timur, Tebet Barat, dan Kebon Jeruk;

2) Kecamatan Setia Budi: mencakup Setia Budi, Karet, Karet Semangi,

Menteng Kuningan, Menteng Atas, Kuningan Timur, Guntur, dan Pasar

Manggis;

3) Kecamatan Mampang Prapatan: mencakup Kuningan Barat, Mampang

Prapatan, Pela Mampang, Tegal Parang, dan Bangka;

4) Kecamatan Pasar Minggu: mencakup Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jati

Padang, Ragunan, Cilandak Timur, Kebagysa, dan Pejaten Timur;

5) Kecamatan Kebayoran: mencakup Grogol Utara, Grogol Selatan,

Cipulir, Kebayoran Lama Utara, Pondok Pinang, dan Kebayoran Lama

Selatan;

6) Kecamatan Cilandak: mencakup: Gandaria Selatan, Cipete Selatan,

Lebak Bulus, dan Pondok Labu.

66 Sejarah PA Jaksel, diakses pada 12 September 2018 dari www.PAjaksel.com

Page 73: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

64

7) Kecamatan Kebayoran Baru: mencakup Senayan, Rawa Barat, Selong,

Gunung, Kramat Pela, Melawai, Petogogan, Pulo, Gandaria Utara, dan

Cipete Utara;

8) Kecamatan Pancoran: Pancoran, Duren Tiga, Kalibata, Cikoko,

Pengadegan, dan Rawajati;

9) Kecamatan Jagakarsa: mencakup Tanjung Barat, Jagakarsa, Lenteng

Agung, Srengseng Agung, Ciganjur, dan Cipedak;

10) Kecamatan Pesangrahan: mencakup Petukangan Utara, Petukangan

Selatan, Ulujami, Pesangrahan, dan Bintaro.

Page 74: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

65

2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Page 75: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

66

3. Dasar Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang

melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24;

b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974;

d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;

f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983;

g. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI;

h. Instruksi Dirjen Bimas Islam/Bimbingan Islam;

i. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 Tentang

Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

j. Peraturan-Peraturan lain yang berhubungan dengan tata kerja dan

wewenang Pengadilan Agama.

4. Wewenang PA Jaksel atas Sengketa Perbankan Syariah

Pengadilan Agama mempunyai wewenang menyelesaikan sengketa

ekonomi syariah berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama. Dalam Pasal 49 undang-undang tersebut dikatakan:

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang: a)

perkawinan; b) waris; c) wasiat; d) hibah; e) wakaf; f) zakat; g)

infak; h) sedekah; i) Ekonomi syariah”.

Adapun jangkauan kewenangan mengadili dalam bidang Ekonomi Syariah

dapat dilihat pada penjelasan Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006.

Penjelasan pasal tersebut selengkapnya sebagai berikut:

Page 76: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

67

Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara

lain meliputi: a) Bank syariah; b) Lembaga keuangan mikro

syariah; c) Asuransi syariah; d) Reasuransi syariah; e) Reksadana

syariah; f) Obligasi syariah dan surat berjangka menengah syariah;

g) Sekuritas syariah; h) Pembiayaan syariah; h) Pegadaian syariah;

i) Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan j) Bisnis syariah.67

Dari penjelasan Pasal 49 ini, dapat dipahami bahwa jangkauan kewenangan

pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah

meliputi seluruh bidang ekonomi syariah. Kata ekonomi dalam pasal itu sendiri

diartikan sebagai perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut

prinsip syariah. Artinya, seluruh perbuatan atau kegiatan usaha apa saja dalam

bidang ekonomi yang dilakukan menurut prinsip syariah ia termasuk dalam

jangkauan kewenangan mengadili lingkungan peradilan agama. Adapun jenis-

jenis yang disebutkan dalam rincian tersebut hanya antara lain, yang tidak

tertutup kemungkinan adanya kasus-kasus dalam bentuk lain di bidang tersebut

selain dari yang disebutkan itu.68

5. Prosedur Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan

Ada asas dalam hukum acara perdata yang berbunyi, “Hakim wajib

mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya”. Asas ini berasal dari

ketentuan Palsa 16 (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang

menyatakan bahwa:

“Pertama, Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili

dan memutus sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa tidak ada

atau kurang jelas, melainkan untuk memeriksa dan mengadilinya.

67 Penjelasan Pasal 49, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

68 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahka.mah Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 98.

Page 77: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

68

Kedua, Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak menutup

kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara

perdamaian”.

Dari ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa terhadap perkara yang

diajukan ke pengadilan, termasuk dalam hal ini perkara perbankan syariah,

pengadilan tersebut tidak mempunyai pilihan selain harus menyelesaikannya. Ia

tidak boleh menolak dengan alalsan hukum tidak ada atau tudak jelas karena ia

justru dianggap tahu hukum (ius curia novit).

Ada dua kemungkinan yang dilakukan terhadap perkara-perkara yang masuk ke

pengadilan agama, yaitu: Pertama, diselesaikan melalui perdamaian, atau jika

upaya perdamaian tidak berhasil maka menggunakan pilihan selanjutnya; Kedua,

diselesaikan melalui proses persidangan (litigasi) seperti biasa sesuai dengan

ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Kedua cara inilah yang harus

ditempuh pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara dibidang Ekonomi

Syariah pada umumnya dan bidang perbankan syariah pada khususnya.69

a. Penyelesaian Melalui Mediasi di Pengadilan Agama

Dalam menyelesaikan suatu perkara, hakim terlebih dahulu harus

mengusahakan perkara diselesaikan dengan jalan perdamaian. Pernyataan ini

berdasarkan asas acara hukum perdata. Oleh karenanya upaya medamaikan

kedua belah pihak di persidangan merupakan sesuatu yang imperatif (wajib

dilakukan). Kelalaian hakim mengupayakan perdamaian diantara pihak yang

bersengketa mengakibatkan batalnya pemeriksaan perkara tersebut demi

hukum.

Terkait dengan kewajiban hakim mengupayakan perdamaian antar para

pihak di pengadilan, setidaknya ada 2 (dua) ketentuan yang mengatur tentang

ini, yaitu Pasal 154 R.Bg/130 HIR dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)

69 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syariah, hlm. 127.

Page 78: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

69

Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Ketentuan yang

berada pada dua peraturan tersebut merupakan lancasan yuridis dalam

mengupayakan perdamaian di pengadilan tingkat pertama, termasuk di

Pengadilan Agama.

PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama

menjadi penguat dan dibuat dengan maksud mengefektifkan penerapan Pasal

154 RBg/130 HIR. Alasannya karena, selama ini upaya damai yang dilakukan

hakim berdasarkan ketentuan Pasal 154 RBg/130 HIR lebih bersifat anjuran,

bahkan dikatakan bercorak formalitas dan regulatif serta sukarela (Voluntary).

Ketentuan perdamaian dalam Pasal 154 RBg/130 HIR tidak bersifat memaksa.

Namun tidak demikian dengan PERMA No. 1 Tahun 2008.

Dengan adanya PERMA No. 1 Tahun 2008, upaya damai yang harus

dilakukan hakim di persidangan tidak lagi sebatas anjuran/imbauan yang

bersifat formalitas saja, melainkan sudah bersifat memaksa. Hakim harus

memerintahkan para pihak yang berperkara untuk menempuh proses mediasi

terlebih dahulu sebelum memeriksa pokok perkara yang dimohonkan untuk

disidang. Lalu semua perkara perdata yang masuk ke pengadilan tingkat

pertama harus menempuh proses mediasi. Ada pengecualian perkara-perkara

yang tidak bisa ditempuh melalui proses mediasi, seperti perkara waris, perkara

hibah, perkara status seseorang, dan lain sebagainya. 70

Mediasi di pengadilan dilakukan dengan diwasiti oleh mediator. Yang

menjadi mediator dalam mediasi di pengadilan telah diatur dalam Pasal 8

PERMA Nomor 1 Tahun 200871, syarat-syaratnya adalah:

1) Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;

2) Advokat atau akademisi hukum;

70 Cikk Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syariah, hlm.128.

71 Pasal 8, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di

Pengadilan

Page 79: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

70

3) Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau

berpengalaman dalam pokok sengketa;

4) Hakim majelis pemeriksa perkara;

5) Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d atau

gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.

Kemudian pada Pasal 5 PERMA No 1 Tahun 2008 disebutkan juga bahwa

para mediator disyaratkan sudah memeroleh sertifikat dari pelatihan mediator

yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI. Jadi jika dikaitkan antara

Pasal 8 dan Pasal 5, bisa ditarik kesimpulan bahwa yang hanya mereka yang

terlah mendapatkan sertifikat mediator yang bisa memediasi pihak berperkara

di Pengadilan tingkat pertama seperti Pengadilan Agama.

Adapun tugas-tugas mediator seperti yang tercantum dalam Pasal 15, Pasal 16,

Pasal 17, dan Pasal 18 PERMA No.1 Tahun 2008 antara lain meliputi:

1) Mempersilahkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak

untuk dibahas dan disetujui;

2) Mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses

mediasi;

3) Bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus;

4) Medorong para pihak menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan

mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak;

5) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum dapay mengundang

seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan

penjelasan yang dapat membantu penyelesaian perbedaan pendapat

antara para pihak;

6) Membantu para pihak merumuskan kesepakatan perdamaian dalam hal

mediasi mencapai kesepakatan;

Page 80: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

71

7) Dalam hal mediasi gagal, mediator wajib menyatakannya secara tertulis

dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim.72

Proses Mediasi yang baik di pengadilan dapat mencapai kesepakatan para pihak

untuk berdamai, sebaliknya proses yang buruk dapat menyebabkan mediasi

menjadi gagal.73 Berikut berikut beberapa tahapan dalam proses mediasi yang

diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan.

1) Tahap Pra Mediasi

Pertama, penggugat mendaftarkan gugatannya di Kepaniteraan

Pengadilan. Setelah itu Ketua Pengadilan akan menunjuk Majelis Hakim

untuk memeriksa perkaranya. Jika kedua belah pihak hadir pada sidang

pertama, maka sesi mediasi menjadi wajib dilakukan. Majelis Hakim

memberitahukan bahwa mereka akan melakukan sesi mediasi sesuai dengan

PERMA No.1 Tahun 2008. Sesi Mediasi dilakukan dalam waktu 40 hari

kerja, jika diperlukan waktu mediasi bisa ditambah 14 hari kerja lagi

berdasarkan Pasal 13 Ayat (3) dan Ayat (4).

Selanjutnya para pihak mendapat kesempatan untuk memilih

mediator yang akan me-mediasi mereka. Daftar mediator telah terpampang

di ruang tunggu kantor pengadilan. Mediator yang ada di daftar juga harus

sudah mempunyai sertifikat mediator. Jika dalam 2 (dua) hari para pihak

belum menentukan mediator, Majelis hakim akan menunjuk hakim

pengadilan yang bersertifikat di luar hakim pemeriksa perkara untuk

menjadi mediator. Namun jika tidak ada, salah satu hakim pemeriksa

perkara bisa menjadi mediator atas penunjukan Hakim Ketua.

2) Tahap Pembentukan Forum

Dalam waktu 5 hari setelah para pihak menunjuk mediator yang

disepakati atau setelah para pihak gagal memilih mediator, para pihak dapat

72 Pasal 15, 16, 17, dan 18, PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi di Pengadilan

73 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syariah, hlm.135

Page 81: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

72

menyerahkan resume perkara kepada mediator yang ditunjuk oleh Majelis

Hakim. Dalam forum dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog.

Mediator dapat meminta agar pertemuan dihadiri langsung oleh para pihak

bersengketa dan tidak diwakili oleh kuasa hukum, di forum tersebut

mediator menampung aspirasi, membimbing serta mencaiptakan hubungan

dan kepercayaan para pihak.

3) Tahap Pendalaman Masalah

Pendalaman yang dilakukan mediator adalah menggunakan cara

kaukus. Kaukus adalah pertemuan mediator dengan salah satu pihak

bersengketa tanpa di hadiri pihak lainnya untuk mengungkap fakta-fakta

yang tidak dapat terungkap dalam forum pertemuan para pihak. Setelah itu

mediator akan mengolah data, mengembangkan informasi, melakukan

eksplorasi para pihak, memberikan penilaian terhadap kepentingan yang

telah di analisis, dan akhirnya menggiring para pihak pada proses tawar-

menawar penyelesaian masalah.

4) Tahap Penyelesaian Akhir

Pada tahap ini, para pihak akan mengungkapkan kepentingan-

kepentingan mereka dalam poin-poin kesepakatan. Setelah itu mediator

akan menampung kepentingan-kepentingan dari kedua belah pihak dan

menuangkannya ke dalam dokumen kesepakatan. Dalam Pasal 23 Ayat (3)

PERMA Nomor 1 Tahun 2008 disebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi

dalam kesepakatan perdamaian, antara lain a) Sesuai kehendak para pihak;

b) tidak bertentangan dengan hukum; c) tidak dapat merugikan pihak ketiga;

d) dapat dieksekusi; dan e) dengan itikad baik.

Jika ada kesepakatan yang melanggar syarat-syarat tersebut diatas,

maka mediator wajib mengingatkan para pihak. Nmaun bila mereka

bersikeras, mediator berwenang untuk menyatakan bahwa proses

mediasinya gagal dan melaporkan kepada hakim pemeriksa. Namun jika

tercapai kesepakatan perdamaian, mediator wajib mrumuskan secara tertulis

kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

Page 82: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

73

Dokumen perdamaian akan dibawa kehadapan hakim dan menjadi akta

perdamaian.

5) Kesepakatan di Luar Pengadilan

Pada Pasal 23 Ayat (1) PERMA disebutkan bahwa para pihak

dengan bantuan mediator yang bersertifikat menyelesaikan sengketa di luar

pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan perdamaian

tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian

dengan cara mengajukan gugatan.

6) Berakhirnya Mediasi

Berakhirnya mediasi dinyatakan dalam 2 keadaan. Pertama, mediasi

berhasil dengan menghasilkan poin-poin kesepakatan di antara para pihak,

proses perdamaian tersebut akan ditindak lanjuti dengan pengukuhan

kesepakatan damai menjadi akta perdamaian yang mengandung kekuatan

seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Kedua, proses

mediasi menemukan jalan buntu dan berakhir dengan kegagalan. Proses

mediasi di pengadilan yang gagal akan dilanjuti di sidang pengadilan.

Demikian tahapan-tahapan mediasi yang telah diatur dalam PERMA Nomor 1

Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Secara singkat tahapan-

tahapan tersebut dapt dilihat secara sistematis dalam tabel sebagai berikut:

b. Penyelesaian Melalui Acara Sederhana

Sesuai dengan Pasal 1 PERMA No.14 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, gugatan dalam perkara ekonomi

Syariah dapat diajukan secara lisan atau tulisan dalam bentuk cetak atau

pendaftaran perkara secara elektronik dalam pemeriksaan perkara dengan acara

sederhana yang nilainya paling banuak adalah Rp 200.000.000,00 (dua ratus

juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.74

74 Pasal 1, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.

Page 83: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

74

Landasan hukum gugatan sederhana adalah PERMA No.2 Tahun 2015 tentang

Tata Cara Gugatan Sederhana. Dalam konsideran PERMA tersebut Mahkamah

Agung memiliki keinginan untuk mewujudkan asas peradilan yang cepat,

sederhana, dan berbiaya ringan.75 Hal ini ditunjukkan untuk mereduksi stigma

dan pandangan masyarakat umum bahwa penyelesaian perkara dengan

mengacu pada ketentuan hukum acara yang ditentukan dalam HIR/RBg begitu

rumit sehingga memakan waktu, biaya, dan tenaga yang besar.

Ada perkara yang tidak dapat masuk gugatan sederhana, antara lain perkara-

perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus

atau sengketa hak atas tanah; perkara yang tergugatnya tidak diketahui tempat

tinggalnya; perkara yang para pihak nya lebih dari satu kecuali memiliki

kepentingan hukum yang sama.76

Penyelesaian gugatan sederhana diperikasa dan diputus oleh hakim tunggal

yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah, dengan

rangkaian tahapan penyelesaiannya sebagai berikut:

1) Pendaftaran

Pendaftaran gugatan sederhana dilakukan di kepaniteraan

pengadilan dengan register khusus.77 Para pihak boleh membuat sendiri

gugatannya atau dapat juga dengan cara mengisi blanko yang sudah

disiapkan oleh kepaniteraan yang telah ditentukan pada saat mendaftar

perkara penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah

dilegalisasi ketika mendaftarkan gugatan sederhana.

2) Pemeriksaan Kelengkapan Gugatan Sederhana

75 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 38.

76 Pasal 3 dan 4, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Gugatan Sederhana

77 Pasal 7 Ayat (3), PERMA No. 2 Tahun 2015.

Page 84: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

75

Pada pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana, jika panitera

menemukan bahwa gugatan tidak memenuhi syarat sederhana maka

panitera mengembalikan syarat gugatan sederhana dan disarankan untuk

mengajukan perkara dengan acara biasa, sehingga pada tahap ini

panitera sudah melakukan seleksi awal tentang kriteria perkara dengan

acara sederhana atau dengan acara biasa. ini menandakan bahwa

panitera juga sudah harus memiliki pengetahuan hukum tentang

penyelesaian perkara ekonomi syariat baik dengan acara sederhana

maupun dengan acara biasa.

3) Penetapan Panjar Biaya Perkara

Prosedur pembayaran panjar biaya tetap sama dengan sistem

pembayaran lainnya. Bagi penggugat yang tidak mampu dapat

mengajukan permohonan beracara secara Cuma-Cuma atau prodeo,

tentunya kepaniteraan memeriksa terlebih dahulu persyaratan

permohonan pembebasan biaya perkara.

Setelah itu ketua pengadilan menerbitkan penetapan pembebasan

biaya perkara dikabulkan atau tidak. Proses ini tidak termasuk dalam

jangka waktu penyelesaian yang sudah ditentukan untuk perkara

gugatan sederhana.

4) Penetapan Hakim Tunggal

Untuk memeriksa gugatan sederhana, ketua pengadilan menetapkan

hakim yang memeriksa perkara dengan hakim tunggal dan panitera

menunjuk panitera pengganti untuk membantu hakim dalam memeriksa

gugatan sederhana tersebut. Perlu diingat bahwa proses pendaftaran

gugatan sederhana, penetapan hakim dan penunjukan panitera

dilaksanakan paling lambat dua hari kerja.

5) Pemeriksaan Pendahuluan

Sebelum memeriksa pokok gugatan, hakim yang ditunjuk untuk

menyelesaikan oerkara a quo, terlebih dahulu harus memeriksa apabila

yang dimaksdu dalam ketentuan dalam pasal 3 dan pasal 4 PERMA

No.2 Tahun 2015. Walaupun pada awalnya pembuktian yang sudah

Page 85: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

76

melakukan penilaian persyaratan sederhana sederhana tetapi hakim

tetap juga memeriksa dan menilai sederhana atau tidaknya pembuktian

yang kelak akan diajukan oleh para pihak. Apabila dalam pemeriksaan

hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan

sederhana, maka hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan

bahwa gugatan bukan gugatan sederhan upaya hukum apapun.78

6) Penetapan Hari Sidang dan Pemanggilan Para Pihak

Dalam hal ini hakim memerintahkan juru sita untuk memanggil para

pihak agar hadir pada persidangan yang sudah ditentukan dan jarak

waktu pemabnggilan dengan persidangan bukan tidak hari melainkan

dalam gugatan sederhana perkara ekonomi syariat paling lambat adalah

dua hari kerja; hal ini sesuai degan bunyi pasal 20 ayat (2) PERMA No.2

Tahun 2015.

Kemudian, pada pemanggilan-pemanggilan berikutnya dapat dilakukan

dengan bantuan teknologi informasi seperti email, WhatsApp, dan lain

sebagainya yang disepakati para pihak setelah diklarifikasi dengan

pihak kepaniteraan untuk menghindari komplain dari masing-masing

pihak.

Jika penggugat tidak hadir pada sidang pertama tanpa ada alasan yang

sah, maka gugatannya dinyatakan gugur. Namun jika tergugat yang

tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua secara patut.

Jika tergugat pada sidang selanjutnya tidak hadir lagi tanpa alasan yang

sah, maka gugatannya diperiksa dan diputus secara contradictoir.

Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal 13

PERMA No.2 Tahun 2015 tergugat dapat mengajukan keberatan.79

7) Pemeriksaan Sidang dan Perdamaian

78 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 40.

79 Pasal 13 Ayat (3), PERMA No. 2 Tahun 2015.

Page 86: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

77

Hakim wajib mengupayakan perdamaian, yaitu 25 hari kerja sejak

sidang pertama. Ketentuan perdamaian dalam gugatan sederhana

mengecualikan ketentuan yang diatur dalam ketentuan Mahkamah

Agung mengenai prosedur mediasi. Dalam hal tercapainya perdamaian,

maka hakim membuat putusan akta perdamaian yang mengikat para

pihak. Terhadap penetapan akta perdamaian dimaksud tidak dapat

diajukan upaya hukum apapun.80

8) Hakim Wajib Berperan Aktif

Ketentuan tentang peran hakim dalam pemeriksaan gugatan sederhana

diatur dalam Pasal 14 PERMA No.2 Tahun 2015. Peran aktif hakim

dapat dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara

berimbang kepada para pihak;

b) Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk

menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di

luar persidangan;

c) Menuntun para pihak dalam pembuktian dan menjelaskan upaya

hukum yang dapat ditempuh para pihak.

9) Tentang Pembuktian

Proses pembuktian juga dilakukan secara sederhana yaitu dengan

mempertimbangkan alat bukti surat dan keterangan saksi, namun tidak

perlu keterangan ahli dan pemeriksaan setempat. Terhadap gugatan

yang dibantah, maka hakim harus melakukan pemeriksaan pembuktian

berdasarkan hukum acara yang berlaku. Untukk bukti-bukti elektronik

dapat mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebab dalam transaksi

ekonomi syariah, pada saat sekarang ini para pihak banyak yang

menggunakan bantuan teknologi elektronik. Juga tentang bukti

80 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 41.

Page 87: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

78

elektronik walaupun belum diatur dalam hukum acara secara formal

namun hakim tetap harus memeriksa dan memutus perkara yang

diajukan padanya dengan pembuktian menggunakan bukti elektronik

dengan cara melakukan penemuan hukum.81

Pembuktian dalam acara gugatan sederhana hanya sebatas bukti-bukti

yang disampaikan penggugat pada saat menyampaikan gugatan di

kepaniteraan, sebab apabila pembuktiannya tidak sederhana maka sejak

awal perkara ini sudah dinyatakan masuk pada katagori gugatan dengan

acara biasa.82

10) Putusan dan Berita Acara Persidangan

Segala putusan dan penetapan pengadilan dalam bidang ekonomi

syariah selain harus memuat alasan dan dasar-dasar putusan juga harus

memuat prinsip-prinsip syariah seperti dalil-dalil dari kitab fikih yang

dijadikan dasar ountuk mengadili dan memutus perkara. Seperti

persidangan dalam perkara lainnya, Hakim wajib membacakan putusan

dalam sidang terbuka untuk umum serta wajib memberitahukan hak para

pihak untuk mengajukan keberatan, dalam hal ini pengajuan keberatan

dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah putusan diucapkan.

Kemudian atas permintaan para pihak, salinan putusan diberikan paling

lambat 2 (dua) hari kerja setelah putusan diucapkan.

11) Upaya Hukum

Upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap gugatan sederhana adalah

dapat mengajukan keberatan kepada Ketua Pengadilan Agama atau

Mahkamah Syariah. dengan menandatangani akta pernyataan keberatan

yang disediakan kepaniteraan di hadapan panitera disertai dengan

alasan-alasan keberatan tersebut. Ketentuan keberatan ini dilakukan

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah outusan diucapkan atau setelah

81 Pasal 5 Undang-Undang No.2 Tahun 2015.

82 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 42.

Page 88: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

79

pemberitahuan putusan. Jika lewat waktu tersebut, Ketua Pengadilan

memberikan pernyataan bahwa keberatan tidak dapat diterima lagi.

12) Pemeriksaan Berkas Permohonan Keberatan

Kepaniteraan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas keberatan

yang diajukan oleh pemohon, disertai dengan memori keberatan yang

bisa dalam bentuk alasan-alasan yang dituangkan dalam akta keberatan

yang memuat pemberitahuan keberatan beserta memori keberatan dan

kemudian disampaikan kepada termohon dalm waktu 3 hari kerja sejak

permohonan diterima oleh pengadilan.83

13) Pemeriksaan Keberatan

Setelah permohonan keberatan dinyatakan lengkap dalam waktu paling

lambat 1 (satu) hari, maka ketua pengadilan agam sudah menetapkan

majelis hakim untuk memeriksa dan memutus-memutus permohonan

keberatan tersebut. Kemudian, majelis hakim memeriksa permohonan

keberatan tersebut yang dipimpin oleh hakim senior yang ditunjukan

oleh ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah. Pememriksaan

keberatan dilakukan hanya didasari pada putusan, dua berkas keberatan

yang disertai dengan memori kontra memori keberatan, serta tidak

disertai dilakukan pemeriksaan tambahan.

14) Pelaksanaan Putusan

Terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, setelah tidak

diajukan keberatan atau setelah putusan keberatan disampaikan kepada

para pihak, maka putusan dilaksanakan secara sukarela, dan berdasarkan

ketentuan hukum acara perdata yang berlaku sebagaimana diatur dalam

Pasal 225 HIR/256 RBg.

c. Penyelesaian Melalui Acara Biasa

Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan acara biasa adalalh untuk

gugatan biasa yang berpedoman pada hukum acara perdata yang berlaku kecuali

83 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum, hlm. 43.

Page 89: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

80

yang telah diatur secara khusus dalam peraturan Mahkamah Agung. Ketentuan

Penyelesaua Sengketa Syariah dengan acara biasa secara umum mengacu para

hukum acara perdata yang diatur dalam HIR/RBg atau undang-undang

lainnya.84

Penyelesaian dan hukum acara penyelesaian sengketa ekonomi syariah

diatur dalam PERMA No. 14 tahun 2016 tengang tata Cara Penyelesaian

Perkara Ekonomi Syariah. Ada beberaoa ketentuan di antaranya tentang waktu

penyelesaian perdana, metode kualifikasi hakim yang menyidangkan perkara

dan acuan hukumannya. Adapun beberapa hal yang perlu dibahas terkait

penyelesaian dengan acara biasa adalah sebagai berikut:

1) Waktu Penyelesaian Perkara

Penyelesaian perkara ekonomi syariah dengan acara biasa diberi

batas waktu sebagaimana dimaksud pada Surat Edaran Mahkamah

Agung RI Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara di

Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada 1 (empat)

Lingkungan Peradilan. Batas waktu penyelesaian perkara pengadilan

tingkat pertama adalah selama 5 (lima) bulan, sedangkan di pengadilan

tingkat Banding selama 2 (tiga) bulan, demikian juga pada tingkat kasasi

dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

2) Pemanggilan Para Pihak

Pemanggilan para pihak di acara biasa dilakukan sesuai dengan

hukum acara perdata yang berlaku, sedangkan ketentuan bagi yang

berada di luar yuridiksi pengadilan yang berwenang berpedoman pada

Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 2014. Adapun

dalam pemanggilan lanjutan atas kesepakatan bersama para pihak yang

bersengketa dapat dilakukan dengan mengirim e-mail atau melalui

84 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 44.

Page 90: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

81

pesan WhatsApp setelah diklarifikasi kebenaran perangkat elektronik

yang digunakan untuk menghindari komplain dari pihak lainnya.

3) Kualifikasi Hakim

Kualifikasi hakim yang diperbolehkan untuk memeriksa perkara

latihan syariat memiliki tanda kelulusan pendidikan dan pelatihan

sertifikasi ekonomi syariah yang diselenggarakan oleh Mahkamah

Agung yang terakreditasi Lembaga Administrasi Negara (LAN). Selain

itu, hakim tersebut juga herus memiliki SK pengangkatan sebagai hakim

ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung.85

Ketentuan itu diatur dalam PERMA No.5 Tahun 2016 tentang

Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah. Ada pengecualian dalam peraturan

peralihan Pasal 14 ayat 2 PERMA No.12 Tahun 2016 bahwa jika hakim

sengketa ekonomi syariah belum memenuhi syarat sertifikasi, maka

dapat ditunjuk hakim yang telah mengikuti diklat fungsional ekonomi

syariah.

4) Pembuktian

Pada persidangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan

acara biasa penggugat dibebani kewajiban untuk membuktikan dalil

gugatannya, demikian pula tergugat wajib membuktikan dalil bantahan-

bantahannya sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 163 HIR/283RBg,

yang juga disebutkan dalam pasal 91 Rancangan Kompilasi Hukum

Acara Ekonomi Syariah. Akann tetapi jika dalam pemeriksaan tersebut

diperlukan pemeriksaan ahli, maka dapat menggunakan bantuan

teknologi informasi.

5) Kepastian tentang Kewenangan Mengadili Pengadilan Agama

Selain berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah,

pengadilan agama juga berwenang melaksanakan eksekusi hak

tanggungan dan fidusia serta putusan Basyarnas termasuk juga

85 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 45

Page 91: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

82

pengajuan pembatalannya. Pelaksanaan putusan Basyarnas mengacu

pada UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Adapun eksekusi lainnya, sepanjang masih

dalam kewenangan pengadilan agama adalah berpedoman kepada

hukum acara yang berlaku sebagaimana diatur oleh Pasal 7 Ayat (1)

PERMA No.14 tahun 2016 tentang Tata Cara Penuyelesaian Sengketa

Ekonomi Syariah.86

6) Sumber-Sumber Hukum

Dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, maka hakim dalam

memutus perkara di bidang ekonomi syariah haruslah memperhatikan

PERMA No.2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,

Fatwa Dewan Syariah Nasional, Kitab-Kitab Fikih yang berkaitan,

Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,

Peraturan-peraturan lainnya uang mengatur tentang hukum ekonomi,

dan hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan ekonomi syariah.

B. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

1. Sejarah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah awalnya bernama Badan Arbitrase

Muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan wujud arbitrase Islam yang

pertama kali di didirikan di Indonesia. Pendiriannya dilakukan oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 21 Oktober 1993 Masehi atau bertepatan

dengan 5 Jumadil Awal 1212H. BAMUI didirikan dalam bentuk hukum

Yayasan sesuai dengan akta Notaris Yudho Paripurna, S.H. Nomor 175 tanggal

21 Oktober 1993.

Keeradaan Basyarnas sangatlah penting dan berarti bagi umat muslim di

Indonesia. Tidakhanya di latar belakangi oleh kesadaran akan pelaksanaan

86 Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan Kaidah & Hukum,

hlm. 46.

Page 92: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

83

syariat Islam, namun juga atas pemenuhan kebutuhan sesuai dengan

perkembangan aktivitas ekonomi syariah saat ini. Oleh karena itu, Basyarnas

didirikan sebagai badan independen yang berfungsi menyelesaikan sengketa

yang timbul dari hubungan perdagangan, industri keuangan, jasan dan lain

sebagainya dikalangan masyarakat muslim. Sejarah lahirny basyarnas tidak

lepas dari perkembangan kegiatan ekonomi syarian di Indonesia. Dalam

konteks ini Badan Arbitrase Syariah Nasional memiliki hubungan pendirian

dengan Bank Muamalat Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang

berlandaskan prinsip-prinsip syariah, serta Asuransi Takaful yang telah lebih

dahulu lahir.

Wacana pembentukan arbitrase Islam menjadi agenda utama dalam rapat

kerja MUI se-Indonesia pada tanggal 24-27 November 1992. Pada tangal 29

Desember 1992 kelompok kerja pembentukan arbitrase hukum Islam

memberikan laporan hasil kerja timnya kepada jajaran praktisi peradilan/hukum

seperti H. Bismar Siregar dan H.M Yahya Harahap. Pada prinsipnya majelis

berpendapat bahwa kelompok kerja telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan

apa yang di harapkan. Namun pada beberapa bidang masih diperlukan

penyempurnaan-penyempurnaan khususnya dalam sehi struktur organisasi dan

prosedur beracara. Setelah diadakan penyempurnaan, dewan pimpinan MUI

menerbitkan SK baru tentang panitia persiapan dan peresmian pendirian

BAMUI. Basyarnas sendiri berdiri secara otonom dan independen sebagai salah

satu instrument hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang

datqang dari lingkungan bank syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya.

Bahkan dari kalangan non-muslim pun dapat memanfaatkan Basyarnas karena

dalam urusan muamalah tidak ada syarat muslim atau non muslim, dan dalam

sengketa bisnis yang operasionalnya dilakukan dalam prinsip syariah dapat

diselesaikan menggunakan prinsip syariah pula.

Page 93: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

84

2. Dasar Hukum Basyarnas

a. Al-Qur’an

Surat An-Nisa Ayat 35

ن أ ن أهله وحكما م هلهآإن يريدآإصلاحا يوفق الله بينهمآإن الله وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما م

{53كان عليما خبيرا }

Artinya : “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya,

maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam

dari keluarga perempuan. Jika kadua orang hakam itu bermaksud

mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri

itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Surat Al-Hujuran Ayat 9

أصلحوا بينهما فإن بغت إحداهما على الأخرى فقاتلوا التي تبغي وإن طآئفتان من المؤمنين اقتتلوا ف

{9طين }حتى تفىء إلى أمر الله فإن فآءت فأصلحوا بينهما بالعدل وأقسطوا إن الله يحب المقس

Artuinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau ada satu

melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar

perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.

Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan

hendklah kamu berlaku adil, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang

yang berlaku adil”.

b. Sunnah

Artinya : “Dari Ummu Salahah, ia berkata: telah datang dua orang laki-laki

yang bersengketa tentang harta warisan kepada Rasulullah keduanya tidak

dapat mengajukan bukti. Rasulullah berkata kepada mereka: Sesungguhnya

kalian telah mengadu kepada Rasulullah padahal saya ini manusia biasa,

barangkali sebagian dari kamu ada yang lebih baik berargumentasi dari

yang lainnya. Aku akan memutuskan perkara sesuai dengan apa yang aku

Page 94: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

85

ambil, karena aku telah memberikan padanya potongan api neraka. Maka

menangislah kedua orang tersebut dan masing masing berkata kepada yang

lainnya, bagianku untuk saudaraku. Kemudaian Rasulullah bersabda: kalau

begitu, sekarang bangunlah kalian dan pergilah, bagian harta warisan itu dan

perhatikanlah hak kemudian tentukanlah porsinya dan saling menghalalkan

satu sama lainnya”.87

c. Ijma’

Artinya: Sesungguhnya hakam itu adalah Allah dan hanya kepadanyalah

diminta putusan. Mengapa kamu dipanggil Abu Hakam, Abu Syuraih

menjawab: bahwa sesungguhnya kaumku bila bertengkar datang kepadaku

minta penyelesaian, dan kedua belah pihak akan rela dengan keputusanku.

Mendengar jawaban Abu Syuraih itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi

Wasallam lalu berkomentar: Alangkah baiknya perbuatanmu itu, apakah

kamu mempunyai anak? Abu Syiraih menjawab: Ya saya punya anak, yaitu

Syuraih, Abdullah, dan Massalam. Lalu Rasulullah bertanya, siapa yang

tua? Abu Syuraih menjawab : yang paling tua adalah syuraih. Kemudian

Rasulullah berkata: Kalau begitu, engkau adalah Abu Hakam, lalu

Rasulullah memanggil anaknya tersebut yang bernama Syuraih. (HR. An-

Nasai).88

d. Undang-Undang Nomor 30 Tahn 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa

Arbitrase menurut undang-undang No. 30 Tahun 1999 adalah cara

penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum, sedangkan lembaga

arbitrase adalah nadna hukum yang dipilih oleh para pihak yang

bersengkera untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah lembaga arbitrase

87 Al-Shan’ani, Subulu As-Salam, (Kairo: Al-Masyhad Al-Husaini), hlm. 121.

88 Ahmad bin Syuaib Abu Abdurrahman An-Nasai, Sunan An-Nasai, (Kairo: Maktab Al-

Mathbu’at Al-Islamiyah, 1986), hlm. 226.

Page 95: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

86

sebagaimana dimaksud UU No. 30 Tahun 1999. Sebelum undang-undang

tersebut dirilis, dasar hukum arbitrase adalah:

1) Reglemen Acara Perdata (RvS. 1847: 52) Pasal 651 sampai dengan 651,

Reghelemen Indonesia yang diperbaharui (HIR. S.1941: 44) Pasal 377

dan Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg

S.1927: 227) Pasal 705);

2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan kehakiman : Penjelasan Pasal 3 Ayat (1);

3) Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.

e. Surat Keputusan MUI

Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal

30 Syawal 1424 (24Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas). Basyarnas adalah lembaga hakam (Arbitrase

Syariah) satu-satunya di Indonesia yang berwenang memeriksa dan

memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan,

keuangan, industri, jasa, dan lain-lain.

f. Fatwa DSN-MUI

Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri dengan

ketentuan : “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional setelah tidak

tercapainya kesepakatan melalui musyawarah”. (lihat Fatwa No. 5 tentang

Jual Beli Saham, Fatwa No. 06 tentang Jual Beli Istisna, Fatwa No. 07

tentang Pembiayaan Mudharabah, Fatwa No. 08 tentang Pembiayaan

Musyarakah, dan seterusnya).89

3. Prosedur Penyelesaian Sengketa Perbakan Syariah di Basyarnas

a. Pengajuan Permohonan

89 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa: Arbitrase Nasional Indonesia,

hlm. 148.

Page 96: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

87

Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan

untuk mengadakan arbitrase oleh sekretaris dalam register Basyarnas. Surat

permohonan harus memuat sekurang-kurangnya nama lengkap dan tempat

tinggal atau tempat kedudukan, dan suatu uraian singkat tentang duduknya

sengketa, dan hal apa yang dituntut.

Pada Surat Permohonan harus dilampirkan :

1) Salinan dari naskah kesepakaran yang secara khusus menyerahkan

pmutusan sengketa kepada Basyarnas;

2) Surat perjanjian yang memuat klausul arbitrase yaitu ketentuan yang

menetapkan bahwa sengketa-sengketa yang timbul dari perjanjian

tersebut akan diputus Basyarnas.

Apabila para pihak tidak mampu membayar biaya-biaya pendaftaran,

administrasi atau pemeriksaan yang dapat dibuktikan dengan surat

keterangan resmi sekurang-kurangnya dari kepala desa atau Lurag setempat,

maka ketua Basyarnas dapat menetapkan kebijaksanaannya.

b. Sikap basyarnas terhadap Permohonan

Permohonan tidak akan diterima Basyarnas apabila perjanjian atau

klausul arbitrase dianggap tidak cukup dijadikan dasar kewenangan

Basyarnas untuk memeriksa sengketa yang diajukan. Pernyataan tetang

tidak dapat diterimanya permohonan tersebut dilakukan dengan sebuah

penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Basyarnas selambat-lambatnya

dalam waktu 14 hari (empat belas hari) sejak pendaftara permohonan.

Penetapan tidak diterimanya permohonan juga bisa dikeluarkan oleh arbiter

tunggal atau majelis arbiter yang ditunjuk setelah pemeriksaan dimulai.

Penetapan tidak diterimanya permohonan dikeluarkan oleh Ketua

Basyarnas dan disampaikan kepada pihak yang bersngkutan selambat-

lambatnya dalam waktu 14 hari (empat belas hari) sejak tanggal penetapan.

c. Penetapan Arbiter Basyarnas atau Majelis Arbiter

Page 97: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

88

Apabila perjanjian atau klausul arbitrase yang diserakan kepada

Basyarnas sudah mencukupi, maka Ketua Basyarnas segera menetapkan

dan menunjuk arbiter tunggal atau arbiter majelis yang akan memeriksa dan

memutus sengketa. Lalu memerintahkan untuk menyempaikan salinan suart

permohonan kepada termohon disertai perintah untuk menanggapi

permohonan tersebut dan memberikan jawabannya selambat-lambatnya

dalam waktu 30 hari (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal diterimanya

salinan surat permohonan dan saurat panggilan.

Penetapan arbiter tunggal atau arbiter majelis dilakukan oleh Ketua

Basyarnas berdasarkan klausul arbitrase atau apabila tidak disebutkan yang

demikian, ditetapkan berdasarkan berat ringannya sengketa. Arbiter yang

telah dipilih oleh Ketua Basyarnas berasal dari para anggota dewan arbiter

yang telah terdaftar pada Basyarnas. Namun demikian, dalam hal yang

sangat diperlukan karena pemeriksaan menerlukan suatu keahlian yang

khusus, maka Ketua Basyarnas berhak menunjuk seorang ahli dalam bidang

khusus yang diperlukan untuk menjadi arbiter. Apabila salah satu atau

kedua belah pihak yang bersengketa mempunyai keberatan terhadap arbiter

yang telah ditunjuk Ketua Basyarnas, maka selambat-lambatnya dalam

sidang pemeriksaan pertama, hal keberatan tersebut telah diajukan olah

pihak yang bersangkutan disertai alasan-alasan berdasar hukum. Segera

setelah selesainya sidang pertama pemeriksaan atau selambat-lambatnya

dalam waktu tujuh hari arbiter tunggal atau arbiter majelis selambat-

lambatnya dalam waktu 3 hari Ketua Basyarnas harus sudah memberikan

penetapan apakah keberatan diterima atau ditolak, berikut alasan-alasannya.

Apabila keberatan diterima, maka Ketua Basyarnas dalam penetapan yang

sama menunjuk Arbiter lain. Adanya keberatan terhadap arbiter yang telah

ditunjuk oleh Ketua Basyarnas yang diajarkan oleh satu atau dua belah

pihak, tidak mengurangi kewajiban termohon untuk memberikan jawaban

secara tertulis sebagaimana yang telah ditentukan.

d. Acara pemeriksaan

Page 98: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

89

Tempat acara pemeriksaan dilakukan di tempat kedudukan

Basyarnas. Namun jika ada persetujuan dari kedua belah pihak,

pemeriksaan bisa dilakukan di tempat lain. Putusan harus diambil dan

dijatuhkan di tempat kedudukan Basyarnas. Selama proses pada setiap tahap

pemeriksaan berlangsung arbiter tungggal atau arbiter majelis harus

memberi perlakuan dan kesempatan yang sama sepenuhnya kepada masing-

masing pihak untuk membela dan mempertahankan kepentingannya. Baik

atas pendapat sendiri maupun atas permintaan salah satu pihak arbiter

tunggal atau arbiter majelis, arbiter dapat melakukan pemeriksaan dengan

mendengarkan keterangan dari saksi, termasuk juga saksi ahli dan

pemeriksaan secara lisan di antara para pihak. Setiap bukti atas dokumen

yang disampaikan para pihak kepada arbiter, salinannya harus diberikan

juga kepada pihak lawan. Tata cara pemeriksaan dilakukan secara langsung

dan tertulis di depan persidangan. Pemeriksaan terdiri atas tahap jawab

menjawab (replik duplik), pembuktian dan putusan, yang tahapannya

ditentukan berdasarkan kebijaksanaan arbiter tunggal atau majelis.

e. Jawaban Termohon dan Tenggang Waktu

Setelah menerima jawaban dari termohon, salinan dari jawaban

tersebut diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan itu erbiter tunggal

atau arbiter majelis memerintahkan kepada para pihak untuk menghadap di

muka persidangan pada tanggal yang di tetapkan, selambat-lambatnya

dalam waktu 14 hari (empat belas hari), sejak tanggal dikeluarkannya

perintah itu. Di berikan informasi juga bahwa mereka diwakilkan oleh orang

lain dengan surat kuasa khusus. Apabila termohon, setelah lewat waktu 30

hari (tiga puluh hari) tidak menyampaikan jawabannya, maka arbiter

tunggal atau ketua majelis arbiter akan memerintahkan pemanggilan para

pihak sebagaimana ketentuan yang berlaku.

f. Tuntutan Balasan

Termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan, paling lambat pada

hari pertama sidang pemeriksaan. Pemohon juga dapat mengajukan

jawaban terhadap bantahan yang diajukan termohon dibarengi dengan

Page 99: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

90

tambahan tuntutan cengan catatan tuntutan tambahannya mempunyai

hubungan erat dengan pokok yang dipersengketakan dan termasuk yuridiksi

basyarnas. Tuntutan-tuntutan dari masing-masing pihak terhadap pihak

lainnya, akan deperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis

bersama-sama dan sekaligus dalam suatu putusan.

Apabila pada hari yang telah ditetapkan, pemohon tanpa suatu alasan

yang sah tidak datang menghadap, sedangkan ia telah dipanggil secara

patut, maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan mengugurkan

permohonan termohon.

Apabila pada hari yang telah ditetapkan itu termohon tanpa suatu alasan

yang sah, sedangkan ia telah dipanggil secara patut tidak dapatang

menghadap, maka arbiter akan memerintahkan pemanggilan lagi untuk

yang terakhir kalinya untuk hadir di persidangan diwaktu kemudian, dan itu

ditetapkan selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak

dikeluarkannya perintah itu. Jika pada hari yang telah ditetapkan termohon

tidak juga hadir tanpa alasan yang sah, maka pemeriksaan akan diteruskan

tanpa hadirnya termohon dan tuntutan termohon akan dikabulkan, kecualli

tuntutan itu dianggap tidak berdasar hukum atau keadilan oleh arbiter

tunggal atau arbiter majelis.

Termohon berhak mengajukan perlawanan (verstek) terhadap putusan

arbitrase dalam waktu 14 hari (empat belas hari) setelah isi putusan

diberitahukan secara resmi kepadanya. Perlawanan diajukan dengan cara

yang sama seperti yang berlaku untuk mengajukan permohonan tanpa perlu

membayar biaya-biaya pendaftaran, admnistrasi, dan pemeriksaan. Jika

pelawan tidak hadir pada sidang pemeriksaan perlawanan yang telah

ditetapkan Basyarnas, maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan

menguatkan putusan. Namun jika kedua pihak datang/hadir di persidangan,

maka pemeriksaan akan dilakukan dari permulaan sesuaid engan ketentuan-

ketentuan yang berlaku.

Page 100: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

91

g. Perdamaian

Pada penyelesaian sengketa di Basyarnas, arbiter akan

memprioritaskan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil,

maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan membuatkan akta perdamaian

(dading) dan emnghukum kedua belah pihak untuk memenuhi dan menaati

perdamaian tersebut. Apabila perdamaian tidak berhasil, maka arbiter

tunggal atau aarbiter majelis akan meneruskan pemeriksaan terhadap

sengketa yang dimohonkan.

h. Pembuktian dan saksi Ahli

Di dalam persidangan, para pihak dipersilahkan untuk menunjukkan

dalil-dalil pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang

dianggap perlu untuk menguatkannya. Apabila perlu, arbiter tunggal atau

arbiter majelis dapat memanggil saksi-saksi atau ahli-ahli untuk didengar

keterangannya. Pihak yang diminta dipanggilnya saksi atau ahli, harus

membayar lebih dahulu kepada sekretaris yang bersangkutan. Damam hal

ini, biaya pemanggilan dibebankan kepada pemohon dan dibayarkan kepada

sekretaris basyarnas. Setelah itu pada sidang putusan beban biaya akan di

berikan kepada para pihak secara adil.

Sebelum memberikan keterangan di persidangan, para saksi/ahli akan

diminta sumpah terlebih dahulu bahwa mereka hanya akan menerangkan

apa yang mereka ketahui dengan sungguh-sungguh. Dan seluruh

persidangan dilakukan secara tertutup.

i. Pencabutan permohonan

Pemohon dapat mencabut permohonannya selama belum dijatuhkan

putusan. Jika sudah ada jawaban dari termohon, maka pencabutan hanya

boleh dilakukan dengan persetujuan termohon. Apabila permohonan

pencabutan itu dilakukan oleh pemohon sebelum ketua Basyarnas

menunjuk arbiter dan menentukan panggilan untuk menghadap sidang,

maka seluruh biaya pemeriksaan dikembalikan kepada pemohon. Jika

pemeriksaan sudah dimulai, mmaka dari biaya-biaya yang telah dibayar

oleh Basyarnas sebagaimana yang dianggap pantas.

Page 101: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

92

j. Berakhirnya Pemeriksaan

Jika pemeriksaan sudah dianggap cukup oleh arbitar tunggal atau

arbiter majelis, maka arbiter atau ketua arbiter majelis akan menutup

pemeriksaan itu dan menetapkan suatu hari sidang guna mengucapkan

putusan yang diambil. Apabila dianggap perlu arbiter baik berupa tunggal

maupun majelis dapat membuka sekali lagi pemeriksaan sebelum putusan

dijatuhkan. Arbiter akan mengambil dan mengucapak putusan dalam suatu

sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak. Jika salah satu/para pihak tidak

hadir maka putusna kaan dicapkan, sepanjang kepada para pihak telah

disampaikan secara patut. Persidangan Arbiter tunggal atau arbiter majelis

dilakukan demi keadilan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Seluruh

proses pemeriksaan sampai dengan diucapkannya putusan oleh arbiter

tungga; atau arbiter majelis akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum

jangka waktu enam bulan habis, terhitung sejak tanggal dipanggilnya untuk

pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan.

k. Gugurnya Hak Membantah

Salah satu pihak yang mengetahui adanya bagian atau ketentuan

peraturan prosedur yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya, tetapi

tidak langsung mengajukan bantahan atau keberatan terhadap hal itu,

dianggap menggugurkan haknya sendiri untuk mengajukan bantahan.

l. Pengambilan Putusan

Arbiter yang menangani sengketa di Basyarnas terdiri dari 3 (tiga)

orang. Setiap putusan atau ketetapan lain dari arbiter harus diambil

berdasarkan suara terebanyak (mayoritas). Namun jika suara terbanyak idak

tercapai, Ketua Arbiter dapat menjatuhkan putusan berdasarkan

kewenangannya sendiri, dan hal tersebut dianggap dibuat oleh mayoritas

arbiter.

Putusan harus memuat alasan-alasan kecuali para pihak setuju bahwa

putusan tidak perlu memuat alasan. Putusan langsung bersifat final dan

mengikar (final and binding) kepada para pihak, jika sudah ditandatangani

oleh arbiter. Para pihak bersengketapun wajib menaati putusan dan segera

Page 102: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

93

memenuhi pelaksanaannya. Putusan tidak boleh diumumkan karena bersifat

rahasia, kecuali disepakati oleh kedua pihak.

m. Perbaikan Putusan

Dalam tempo dua puluh hari sejak disampaikan, salah satu pihak

dapat mengajukan secara tertulis permintaan perbaikan putusan tentang

kesalahan yang berkenaan dengan jumlah penghitungan, kesalahan

pengetikan, atau kesalahan mencetak. Perbaikan putusan harus dibuat

tertulis dan ditandatangani paling lambat dalam waktu 20 hari sejak

permintaan disampaikan sekretaris kepada arbiter tunggal atau arbiter

majelis, sudah memberikan perbaikan yang diminta dan perbaikan tersebut

langsung menjadi bagian yang tidak terpisah dengan putusan.

n. Pembatalan Putusan

Salah satu pihak dapat mengajukan pembatalan putusan secara tertulis

yang disampaikan kepada sekretaris dan tembusan kepada pihak lawan

sebagai pemberitahuan, namun hal ini tidak mengurangi kewajiban

sekretaris untuk menyampaikan pemberitahuan resmi kepada pihak lawan.

Permintaan pembatalan hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu

alasan berikut:

1) Penuntujan arbiter tunggal atau arbiter majelis tidak sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam peraturan prosedur Basyarnas;

2) Putusan melampaui batas kewenangan Basyarnas;

3) Putusan melebihi dari yang diminta oleh para pihak;

4) Terdapat penyelewengan diantara salah seorang anggota arbiter;

5) Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok peraturan prosedur

Basyarnas;

6) Putusan tidak memuat dasar-dasar alasan yang menjadi landasan

pengambilan putusan tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang

berlaku.

o. Biaya Administrasi dan Honorarium

Biaya tuntutan sepenuhnya dikabulkan atau pendirian si pemohon

seluruhnya dibenarkan, atau ditolak biaya adminisatrasi dan pemeriksaan

Page 103: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

94

dibebankan, atau ditolak biaya administrasi dan pemeriksaan dibebankan

kepada si pemohon. Apa bila tuntutan sebagian dikabulkan, biaya

administrasi dan pemeriksaan gfibagi antara hohorarium bagi para arbiter

selamanya dibebankan kapada kedua belah pihak, masing-masing

setengahnya.

C. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)

1. Profil dan Sejarah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI)

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI) merupakan tempat menyelesaikan sengketa di luar pengadilan

(litigasi) yang khusus mengurus penyelesaian sengketa di bidang

perbankan. LAPSPI dibentuk dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama

(MoU) antara 6 Asosiasi Perbankan yang ditanda tangani pada tanggal 5

Mei 2014. Enam asosiasi perbankan tersebut adalah Perhimpunan Bank

Nasional (PERBANAS), Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA),

Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA), Asosiasi Bank Syariah

Indonesia (ASBISINDO), Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia

(PERBINA) dan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia

(PERBARINDO).

Pendirian LAPSPI dilakukan atas dasar Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 01/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Berdasarkan best

practices, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) disektor

keuangan didirikan oleh industri keuangan itu sendiri. Pendanaan kegiatan

operasionalnya juga dibiayai oleh industri keuangan. Hal ini dilakukan

sebagai bentuk dari pelayanan industri keuangan kepada nasabah.

Pada tanggal 28 April 2015, Pembuatan Anggaran Dasar LAPSPI

dilaksanakan. Sebelumnya, pembuatan Anggaran Dasar sempat molor

disebabkan beberapa kendala, antara lain karena adanya in-efisiensi dari

Page 104: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

95

pendirian LAPSPI, dimana biaya operasional lembaga akan menjadi

tanggung jawab industri perbankan. Kemudian kendala dari pandangan

bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan akan lebih relevan

ditangani oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator.

Anggaran Dasar LAPSPI telah ditetapkan dalam akta No.36 tanggal 28

April 2015 oleh Notaris Ashoya Ratam, S.H., MKn., dan telah mendapatkan

persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia vide Surat

Keputusan MENKUMHAM nomor AHU-0004902.AH.01.07 tahun 2015

tanggal 16 September 2015. Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaikan

Sengketa yang menangani sengketa di bidang perbankan, LAPSPI telah

menegaskan fungsinya sebagai berikut :

a. Merupakan forum alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan

yang fair dan independen;

b. Merupakan forum penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad

baik dan “kelestarian hubungan jangka panjang” para pihak.

Adapun Visi LAPSPI adalah menjadi Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa yang profesional, adil, terpercaya, dan pilihan utama nasabah dan

bank dalam menyelesaikan sengketa. Sedangkan Misinya terangkum dalam

beberapa poin sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan alternatif penyelesaian sengketa yang adil,

cepat, murah, dan efisien;

b. Menyediakan skema layanan penyelesaian sengketa yang mudah

diakses oleh konsumen;

c. Menyediakan tenaga Mediator, Adjudikator, dan Arbiter yang

kompeten, kredibel, dan memiliki integritas;

d. Melaksanakan tata kelola Lembaga berjalan dengan baik sesuai dengan

prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan

kewajaran (fairness);

e. Mendorong industri perbankan dan masyarakat menggunakan LAPSPI

sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang utama.

Page 105: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

96

Berdsarkan visi dan misi yang telah disebutkan diatas, dapat dipahami

bahwa LAPSPI berkehendak untuk menjadi wadah penyelesaian sengketa

yang kredibel dan terpercaya. Namun selain itu LAPSPI juga mempunyai

nilai-nilai (values core) yang sejalan dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan

oleh OJK dan selalu diamalkan dalam setiap aktivitasnya. Nilai-nilai

tersebut antara lain:

a. Trust (kepercayaan), yakni membangun keyakinan dari pada

stakeholder berdasarkan harapan yang baik dari proses yang berkualitas;

b. Integrity (integritas), yakni konsisten dan teguh dalam menjunjung

tinggi nilai-nilai luhur dan kode etik profesi;

c. Reputable (bereputasi), yakni berkomitmen tinggi untuk mendapatkan

kepada kompetensi terbaik;

d. Independency (mandiri), bertindak mandiri dan tunduk kepada hal yang

benar secara hukum maupun secara moral.

2. Struktur Organisasi LAPSPI

Sesuai dengan anggaran dasar yang telah ditetapkan dalam akta

No.36 tanggal 28 April 2015, telah disetujui pengangkatan Pengurus dan

Badan Pengawas LAPSPI. Untuk jabatan Ketua LAPSPI, telah diangkat

Himawan Edhy Subiantoro, S.H., LL.M., AMRP, Sedangkan untuk jabatan

Sekretaris dan Bendahara masih kosong. Jabatan Sekretaris dan Bendahara

telah dilengkapi pada tanggal 1 September 2015, yakni dengan diangkatnya

Ir. Saifuddin Latief, M.M., sebagai sekretaris dan Dra. Nirwana Atta, MBA

sebagai bendahara, sesuai Surat Keputusan Ketua LAPSPI, masing-masing

nomor 03/LAPSPI/2015 dan nomor 04/LAPSPI/2015 tanggal 16 September

2015. Dengan demikian berikut susunan Pengurus LAPSPI.:

Ketua : Himawan Edhy Subiantoro, S.H., LL.M., AMRP.

Sekretaris : Ir. Saifudin Latief, M.M.

Bendahara : Dra. Nirwana Atta, MBA

Kemudian telah ditetapkan juga Badan Pengawas sesuai dengan

Rapat Umum Anggota (RUA) dengan susunan sebagai berikut:

Page 106: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

97

Ketua : Sigit Pramono – PERBANAS

Anggota : Maryono – HIMBARA

Eko Budiwiyono – ASBANDA

Agus Sudiarto – ASBISINDO

Kemal A Stamboel – PERBINA

Joko Suyatno – PERBARINDO

Rapat Umum Anggota (RUA) tahun 2015 juga mengubah Badan

Pengawas dari Unsur PERBANAS dan ASBANDA, sehingga susunan

Badan Pengawas menjadi:

Ketua : Fransiska Oei – PERBANAS

Anggota : Maryono – HIMBARA

Kresno Sediarsi – ASBANDA

Agus Sudiarto – ASBISINDO

Kemal A Stamboel – PERBINA

Joko Suyatno – PERBARINDO

Sehingga struktur organisasi LAPSPI adalah sebagai berikut:

Page 107: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

98

3. Dasar Hukum LAPSPI

LAPSPI didirikan sebagai bentuk pelayanan perlindungan konsumen dari

perbankan kepada nasbah. Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan

seperti LAPSPI memiliki peranan yang sangat penting bagi stabilitas sistem

keuangan dan pertumbuhan perekonomian di suatu negara. Tanpa adanya

perlindungan konsumen yang memadai maka masyarakat tidak akan memiliki

kepercayaan terhadap lembaga keuangan dan produk/jasa keuangan yang

ditawarkan. Adapun dasar hukum pendirian LAPSPI adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

c. Peraturan Presiden RI Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional

Perlindungan Konsumen dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RP JMN)

Page 108: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

99

d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013

tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Nomor

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di

Sektor Keuangan.

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di LAPSPI

a. Syarat dan Pendaftaran

Penyelesaian sengketa di LAPSPI harus memenuhi kriteria:

1) Merupakan sengketa perdata di bidang perbankan atau berkaitan

dengan bidang perbankan;

2) Sengkta mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang

bersengketa;

3) Sengekta yang menurut peraturan perundang-undangan dapat

diadakan perdamaian;

4) Sengketa yang telah menempuh upaya musyawarah tetapi para

pihak tidak berhasil mencapai perdamaian;dan

5) Antara Pemohon dan Termohon telah terikat dengan perjanjian

Mediasi.

Adapun tahapan pendaftaran penyelesaian sengketa di LAPSPI adalah

sebagai berikut:

1) Mediasi diselenggarakan berdasarkan permohonan yang diajukan

oleh para pihak atau salah satu pihak kepada Ketua LAPSPI, dan

tertulis kepada Ketua LAPSPI dialamatkan ke kantor LAPSPI.

2) Permohonan terdiri atas Surat permohonan Mediasi yang memuat

nama lengkap dan tempat tunggal atau tempat kedudukan para

pihak; Uraian singkat tentang sengketa; Isi tuntutan; dan Lampiran-

lampiran berupa Fotocopy bukti pembayaran atas biaya pendaftaran,

Fotocopy perjanjian Mediasi, Akta-akta bukti yang diajukan berikut

keterangannya, dan Fotocopy/salinan dokumen bukti-bukti

pendukung.

Page 109: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

100

3) Pengurus melakukan verifikasi terhadap berkas pendaftaran

Permohonan Mediasi. Atas hasil verifikasi tersebut pengurus

menyampaikan konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap

pendaftaran Permohonan Mediasi kepada Pemohon dan Termohon.

4) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan ditolak oleh Pengurus,

maka surat sebagaimana tersebut diatas memuat alasan penolakan.

Para pihak dapat mengajukan kembali Permohonan Mediasi setelah

memenuhi persyaratan dan dalam waktu yang telah ditetapkan.

5) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan diterima, maka surat

sebagaimana tersebut diatas harus memuat pula pemberitahuan

mengenai dimulainya penunjukan Mediator; pemeberitahuan

mengenai nama Sekretaris yang ditunjuk oleh Pengurus untuk

perkara yang bersangkutan; dan informasi mengenai biaya Mediasi

atas perkara yang bersangkutan.

6) Terhadap Permohonan Mediasi yang diterima sebagaimana

dimaksud maka Sekretariat mencatatkan permohonan tersebut

dalam buku Register Perkara LAPSPI.

b. Perjanjian Mediasi

Syarat terpenting untuk dapat mengajukan permohonan

penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI adalah adanya

Perjanjian Mediasi, antara para pihak bahwa permasalahan akan

diselesaikan melalui Mediasi LAPSPI, tanpa adanya Perjanjian Mediasi

tersebut maka permasalahan tidak dapat diajukan penyelesaianya

kepada LAPSPI. Perjanjian mediasi dibuat oleh para pihak setelah

upaya musyawarah tidak mencapai kesepakatan. Perjanjian Mediasi

dapat dibuat dengan cara sebagai berikut:

1) Sebelum terjadinya sengketa, yang tertuang dalam klausula

penyelesaian sengketa dari perjanjian pokok antara Bank dengan

nasabah;

2) Setelah terjadinya sengketa;

Page 110: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

101

3) Dibuat dalam suatu dokumen yang ditanda tangani oleh para

pihak;

4) Dalam bentuk pernyataan para pihak di hadapan persidangan

Arbitrase LAPSPI.

Pada hal pengajuan Mediasi dibuat dalam bentuk pernyataan maka

perjanjian tersebut cukup dibuktikan dengan Berita Acara Persidangan

Arbitrase LAPSPI. Perjanjian Mediasi memuat pernyataan bahwa para

pihak bersedia untuk terikat, tunduk dan melaksanakan setiap dan semua

kesepakatan yang mungkin dicapai dalam Mediasi LAPSPI, serta

menanggung biaya-biaya yang diperlukan. Atas permintaan salah satu

pihak LAPSPI dapat memfasilitasi pertemuan antara para pihak dalam

rangka membuat Perjanjian Mediasi.

c. Penunjukan Mediator

Pada dasarnya penunjukan Mediator merupakan kesepakatan para

pihak yang disampaikan kepada Mediator melalui pengurus LAPSPI.

Namun pengurus berwenang menunjuk mediator untuk kepentingan

para pihak apabila:

1) Para pihak menyerahkan penunjukan Mediator kepada Pengurus;

atau

2) Para pihak gagal menunjuk Mediator yang bersangkutan dianggap

memiliki kepentingan. Dalam proses Mediasi LAPSPI,

dimungkinkan pengurus untuk menunjuk Co-Mediator.

d. Perundingan Mediasi

Perundingan Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari,

dan atas kesepakatan para pihak dan Mediator dapat diperpanjang paling

lama 30 (tiga puluh) hari lagi. Proses Mediasi dilaksanakan secara

efisien dan sungguh-sungguh sehingga para pihak dapat mencapai

Kesepakatan Perdamaian. Mediator harus mengambil inisiatif untuk

memulai pertemuan, mengusulkan jadwal dan agenda pertemuan

kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.

Page 111: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

102

Disamping itu Mediator harus mendorong para pihak untuk secara

langsung terlibat dan berperan aktif dalam;

a. Proses Mediasi secara keseluruhan;

b. Menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;dan

c. Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Apabila menganggap perlu, Mediator dapat melakukan kaukus

dengan pesetujuan terlebih dahulu para pihak. Atas persetujuan dan

biaya para pihak, Mediator dapat mengundang 1 (satu) atau lebih ahli

dalam bidang tertentu dan/atau pihak ketiga lainnya memberikan

keterangan.Para pihak harus menghadiri pertemuan perundingan yang

diselenggarakan oleh Mediator dan tidak boleh diwakilkan hanya

dengan kuasa hukumnya. Apabila dipandang perlu oleh Mediator untuk

kelancaran proses perundingan, maka Mediator dapat membatasi

kehadiran kuasa hukum para pihak.

e. Hasil Mediasi

Pada proses Mediasi ada 2 (dua) kemungkinan, yakni berhasil atau

gagal. Mediasi dikatakan berhasil apabila proses Mediasi berujung

kepada ditanda tanganinya Kesepakatan Perdamaian diantara para

pihak. Apabila para pihak mengehendaki Kesepakatan Perdamaian

tersebut memiliki kekuatan Eksekutorial, maka Kesepakatan

Perdamaian tersebut dapat du-dituangkan ke dalam Akta Perdamaian

(Acta Van Dading) oleh Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal apabila

Mediasi tersebut dilaksanakan dalam kerangka proses Arbitrase. Akta

Perdamaian tersebut memiliki kekuatan hukum sebagaimana layaknya

putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Namun apabila proses Mediasi berlangsung di luar proses Arbitrase

dan para pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian tersebut

memiliki kekuatan Eksekutorial (lebih dari sekedar kekuatan suatu

perjanjian), maka salah satu pihak dapat mengajukan permohonan

Arbitrase kepada LAPSPI yang di dalam petitumnya meminta kepada

Page 112: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

103

Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal untuk menghukum para pihak

menaati kesepakatan perdamaian yang telah dibuat oleh para pihak.

Selanjutnya Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal akan menjatuhkan

putusan dengan amar sebagaimana yang dituntut oleh pemohon,

sehingga perdamaian tersebut memiliki kekuatan eksekutorial karena

tertuang dalam putusan Arbitrase. Apabila Para Pihak tidak

menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta

Perdamaian, maka Kesepakatan Perdamaian harus memuat klausula

pencabutan gugatan dan/atau klausula yang menyatakan perkara telah

selesai.

Mediasi dikatakan gagal apabila perundingan mengalami jalan

buntu (deadlock) dan para pihak tidak mau melanjutkannya. Apabila

kegagalan ini terjadi, maka proses penyelesaian diserahkan kembali

kepada masing-masing pihak, apakah selanjutnya akan memilih jalur

Arbitrase atau Pengadilan. Apabila Mediasi tersebut diselenggarakan

dalam kerangka proses Arbitrase, maka Majelis Arbitrase/Arbiter

Tunggal melanjutkan kembali persidangan Arbitrase.

f. Pelaksanaan Kesepakatan

Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan

Kesepakatan Perdamaian dalam jangka waktu yang disepakati, maka

Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar

dengan tembusan kepada LAPSPI. Setelah menerima tembusan surat

tersebut maka Pengurus LAPSPI akan menyampaikan teguran tertulis

kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Pihak lain dan

kepada Asosiasi Perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan

Apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal

disampaikannya surat teguran masih juga diingkari, maka Pengurus

dan/atau Pihak lain menyampaikan kembali teguran tertulis kedua

kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Asosiasi Perbankan

serta Otoritas Jasa Keuangan.Pihak yang berkepentingan atas

pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian berhak melakukan upaya hukum

Page 113: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

104

terhadap Pihak yang ingkar sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

g. Biaya Mediasi

1) Biaya Pendaftaran, yakni biaya yang harus dibayar untuk

mendaftarkan penyelesaian sengketa melalui layanan Mediasi

LAPSPI. Biaya ini harus dibayar lunas pada saat pendaftaran.

2) Biaya Sengketa yakni biaya yang dikeluarkan dalam rangka

penyelenggaraan proses Mediasi, antara lain biaya pelaksanaan

Mediasi yang dilaksanakan diluar kantor LAPSPI, biaya

menghadirkan ahli dan/atau saksi, dan biaya-baya lain yang relevan

dan wajar yang dapat diterima dan disepakati.

3) Biaya Mediator, yakni biaya jasa layanan Mediator yang harus

dibayar dimuka sebelum pertemuan Mediasi pertama dilaksanakan,

yang dihitung atas dasar presentase tertentu dari nilai sengketa.

Apabila nilai sengketa tidak disebutkan oleh Para Pihak atau tidak

berupa suatu tuntutan pembayaran uang, maka besarnya nilai

sengketa ditetapkan berdasarkan tafsiran Pengurus dengan

memperhatikan kompleksitas perkara dan setelah mendengar

pendapat Para Pihak dan Mediator.

Page 114: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

105

BAB IV

PERBANDINGAN MEDIASI SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN SYARIAH DI LEMBAGA LITIGASI DAN NON-LITIGASI

A. Komparasi Penyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah lewat Mediasi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas dan LAPSPI

Penelitian ini menggunakan indikator dari teori Soerjono Soekanto untuk

membandingan kinerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI) dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah

lewat mediasinya. Adapun menurut Soerjono Soekanto, efektif tidaknya suatu

hukum bisa ditentukan dari 5 (lima) faktor.

Faktor pertama adalah faktor hukumnya sendiri, yakni undang-undang atau

aturan normatif yang melandasi pelaksanaan hukumnya. Dalam penelitian ini

hukum normatif yang digunakan adalah PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan untuk lembaga litigasi dan Undang-Undang Nomor

30 Tahum 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

untuk lembaga non litigasi.

Faktor kedua adalah faktor penegak hukum, yakni para hakim mediator di

llingkungan Pengadilan Agama Jakarta Selatan, para arbiter di Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS), dan para mediator di Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Faktor ketiga adalah faktor sarana atau fasilitas, yakni faktor pendukung dalam

menegakkan hukum. Penegakkan hukum di suatu negara tidak akan berlangsung

lancar tanpa adanya fasilitas atau sarana prasarana yang memadai.

Faktor keempat adalah faktor masyarakat, yakni masyarakat di lingkungan

mana hukum tersebut berlaku atau ditetapkan. Dalam penelitian ini adalah para

pihak yang berperkara, seperti penggugaat dan tergugat di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan atau pemohon dan termohon di lembaga non litigasi seperti

BASYARNAS dan LAPSPI.

Page 115: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

106

Faktor kelima adalah faktor kebudayaan, yakni mencakup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku. Nilai-nilai tersebut merupakan kosepsi-konsepsi

abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga ditaati dan apa yang dianggap

buruk sehingga tidak di taati.

Dari lima faktor di atas, penulis hanya akan menganalisis 4 faktor untuk di

jadikan indikator perbandingan. 4 faktor yang dimaksud adalah faktor hukumnya

sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, serta faktor

kemasyarakatan. Faktor kebudayaan tidak digunakan penulis karena akan

memerlukan bahan analisa yang lebih dalam yang didapatkan dari orang-orang

yang bersengketa dengan cara wawancara berbeda dan terpisah dari wawancara

penelitian ini.

1. Faktor Hukum (Substansi Hukum)

Pelaksanaan mediasi di lembaga litigasi, dalam hal ini Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, dilakukan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)

Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang diperbarui

oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan

diperbarui lagi oleh PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan.

Dalam Ayat (1), (2), dan (3), pasal 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2016 disebutkan,

“(1) Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak dan/atau kuasa hukum wajib mengikuti

prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. (2) Hakim Pemeriksa Perkara

dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan bahwa perkara telah diupayakan

perdamaian melalui Mediasi dengan menyebutkan nama Mediator. (3) Hakim

Pemeriksa Perkara yang tidak memerintahkan Para Pihak untuk menempuh

Mediasi sehingga Para Pihak tidak melakukan Mediasi telah melanggar ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Mediasi di Pengadilan”.

Dari pasal tersebut dapat kita pahami bahwa, pelaksanaan mediasi di

pengadilan tingkat pertama, khususnya Pengadilan Agama tingkat pertama seperti

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini mempunyai kekuatan yang mengikat dan

Page 116: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

107

daya paksa bagi para pihak. Artinya, segala perkara yang masuk harus terlebih

dahulu diselesaikan dengan tahapan mediasi, sebelum dilakukan sidang perkara.

Jika tidak dilakukan mediasi maka putusan pengadilan menjadi batal demi hukum.

Apabila perkara yang belum di mediasi telah diputus dan dilakukan upaya

hukum di tingkat yang lebih tinggi seperti banding atau kasasi, maka Pengadilan

Tinggi atau Mahkamah Agung akan memerintahkan pengadilan tingkat pertama

untuk melakukan proses mediasi dengan putusan sela dalam waktu 30 hari sejak

perintah mediasi dikeluarkan. Konsekuensi ini tertuang dalam lanjutan Pasal 3

PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yakni pada

ayat (4), (5), dan (6) dengan bunyi:

“(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat 3, apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau

Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat

Pertama untuk melakukan proses Mediasi. (5) Ketua Pengadilan menunjuk

Mediator Hakim yang bukan Hakim Pemeriksa Perkara yang memutus. (6) Proses

Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan sela Pengadilan Tinggi

atau Mahkamah Agung”.

Terlepas dari isi peraturannya, kedudukan PERMA yang mengikat adalah

setingkat peraturan perundang-undangan, hal itu terjadi karena lembaga yang

mengeluarkan peraturannya adalah Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung, di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

Peruahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

disebutkan mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk membuat peraturan

pelengkap guna mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi

kelancaran jalannya peradilan.90

90 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

Perubahan Tentang Mahkamah Agung

Page 117: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

108

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA), dalam hierarki perundang-undangan

yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan termasuk jenis peraturan

perundang-undangan. Dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan adalah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD 1945), Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (UU), Peraturan Pemerintah (Perpem), Peraturan Presiden (Perpres), dan

Peraturan Daerah (Perda).

Sampai pada ayat (1) ini lembaga Mahkamah Agung belum tercantum, namun

kemudian pada ayat (4) nya dijelaskan bahwa jenis peraturan perundang-undangan

selain yang telah disebutkan diatas, tetap diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Adapun jenis peraturan lainnya dijelaskan dalam pasal

penjelas bahwa peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan ini adalah

seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, Dewan Perwakilan

Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, Bank Indonesia,

Menteri, Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh

Undang-undang atau Pemerintah atas perintah undang-undang.

Dari penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2014

tersebut, dapat diketahui dengan jelas bahwa PERMA termasuk kedalam katagori

peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, pada lembaga non litigasi, seperti Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI), peraturan yang melandasi aktifitasnya adalah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (APS). UU No. 30 Tahun 1999 ini dibentuk dengan

pertimbangan perlunya peraturan yang sesuai “kekinian” untuk penyelesaian

sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Sebelumnya

pengaturan arbitrase yang disandarkan pada Pasal 615 sampai dengan Pasal 651

Page 118: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

109

Reglemen Acara Perdata dan Pasal 377 Reglemen Indonesia, dianggap tidak lagi

sesuai dengan perkembangan dunia usaha saat itu.

Pembentukan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 juga dilakukan berdasarkan

amanat Pasal 5 ayat dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam

hierarki perundang-undangan yang dijelaskan dalam Pasal 7 UU No.10 Tahun

2014 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 30 Tahun

1999 Termasuk kedalam jenis peraturan yang kedua, yakni Undang-

Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU).

Berdasarkan teori pelaksanaan hukum yang penulis gunakan sebagai indikator

penelitian ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut:

a. Mahkamah Agung memiliki wewenang mengeluarkan peraturan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung;

b. Landasan yuridis PERMA Nomor 1 Tahun 2008 adalah peraturan perundang-

undangan, sehingga keberadaannya diakui dan memiliki kekuatan hukum yang

mengikat;

c. Penerbitan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan merupakan pelengkap dari peraturan perundang-undangan yang

telah ada guna mengisi kekosongan hukum;

d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, dibentuk untuk memenuhi kebutuhan akan pengaturan

penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan landasan yuridis Undang-

Undang Dasar 1945;

e. Penerbitan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengeta (APS) merupakan pengganti peraturan

sebelumnya yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan aktifitas bisnis;

f. Baik PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

maupun Penerbitan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase

Page 119: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

110

dan Alternatif Penyelesaian Sengeta (APS), penerbitannya tidak bertentangan

dengan hukum dan aturan perundang-undangan apapun.

2. Faktor Penegak Hukum (Struktur Hukum)

Pada indikator penegak hukum, penulis menganalisis tentang terlaksana

dengan baik atau tidaknya faktor penegak hukum ini atas dasar kemampuan para

penegak hukum. Kemampuan seorang para penegak hukum yang dalam hal ini

adalah mediator sejatinya tidak bisa diukur secara pasti, namun cara yang paling

mendekati adalah menggunakan ketentuan peraturan yang berlaku tentang

sertifikasi mediator. Artinya mediator yang telah mendapatkan sertifikat mediator

sudah dianggap mumpuni atau berkemampuan memediasi para pihak yang

bersengketa.

Bagi mediator atau hakim mediator yang memediasi perkara di pengadilan,

ketentuan mengenai mediator diatur dalam Pasal 13 Ayat (1) sampai dengan Ayat

(3) Bab III tentang Mediator, PERMA Nomor 1 Tahun 2016, adappun bunyi

pasalnya adalah sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Setiap Mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh

setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi

Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga

yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

(2) Berdasarkan surat keputusan ketua Pengadilan, Hakim tidak

bersertifikat dapat menjalankan fungsi Mediator dalam hal tidak ada

atau terdapat keterbatasan jumlah Mediator bersertifikat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara sertifikasi

Mediator dan pemberian akreditasi lembaga sertifikasi Mediator

ditetapkan dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

Page 120: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

111

Berdasarkan pasal-pasal diatas mengenai kualifikasi mediator di pengadilan,

penulis mendapatkan data tentang hakim mediator di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan berjumlah 19 (sembilan belas) orang hakim. 8 (delapan) hakim diantaranya

sudah bersertifikat Hakim Ekonomi Syariah, namun hanya 2 (dua) hakim yang

sudah mengikuti sertifikasi mediator. 2 (dua) orang hakim yang bersertifikat

mediator ini diluar jumlah 8 (delapan) hakim yang bersertifikat Hakim Ekonomi

Syariah. Sehingga di Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum ada hakim yang

bersertifikat Hakim Ekonomi Syariah sekaligus bersertifikat mediator.91

Berikut data mengenai hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan

Kompetensinya :

Daftar Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan

No. Nama Hakim Jabatan 1 Dr. H. Uyun Kamiluddin, S.H., M.H Ketua

2 Hj Atifaturrahmaniyah, SH.,M.H Wakil Ketua

3 Drs. H. Syaf’uddin, S.H.,M.H. Hakim

4 Drs. Cece Rukmana Ibrahim, S.H., M.H Hakim

5 Drs. H. Nur Mujib, M.H. Hakim

6 Drs. H. Ilham Suhrowardi Hakim

7 Drs. H. Abdul Jabar, M.H. Hakim

8 Drs. Abdul Shomad Hakim

9 Drs. H. Yusran, M.H Hakim

10 Drs. H. M. Anas Malik, S.H., M.H. Hakim

11 Dr. Nur Yahya, M.H. Hakim

12 Drs. Zaenal Arifin, S.H., M.H. Hakim

13 Dra. Neneng Susilawati, M.H. Hakim

14 Dra. Hj. Fauziah Hakim

15 Dra. Raden Ayu Husna AR Hakim

16 Dr. H. Jarkasih, M.H. Hakim

17 Drs. H. Ace Ma’mun, M.H. Hakim

18 Ahmad Bisri, S.H., M.H. Hakim

19 Dr. H. Farid Ismail, S.H., M.H Hakim

91 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2017

Page 121: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

112

Daftar Hakim Bersertifikat Hakim Ekonomi Syariah

No. Nama Hakim No. Sertifikat Tahun

Pelatihan

1 Dr. H. Uyun Kamiluddin, S.H., M.H ND/0544/DJA/KP.01.1/10/2

016 2016

2 Hj Atifaturrahmaniyah, SH.,M.H W13-

A/3641.18/PP.00.1/SK/IX/2

013

2013

3 Drs. Cece Rukmana Ibrahim, S.H.,

M.H

0890/DJA/PP.00.1/SERTIFI

KAT/XII/2013 2013

4 Drs. Abdul Shomad 0314/DJA/PP.00.1/SERTIFI

KAT/V/2014 2014

5 Dra. Neneng Susilawati, M.H. W10/1293/KP.04.8/V/2015 2015

6 Dra. Hj. Fauziah 02/PANPEL/XI/2006 2006

7 Dra. Raden Ayu Husna AR 98/Bld/MA-RI/2017 2017

8 Dr. H. Jarkasih, M.H. 125/Bld/MA-RI/2017 2017

Daftar Hakim Bersertifikat Mediator

No. Nama Hakim No. Sertifikat Tahun

Pelatihan

1 Drs. Yusran, M.H. 1.1.9/IICT/TFP/2009 2009

2 Drs. H. Ace Ma’mun, M.H. 362/Bld/MA-RI/2016 2016

Oleh karena ketersediaan hakim yang mempunyai sertifikat mediator

berjumlah sangat sedikit, maka seluruh hakim di lingkungan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan bisa diangkat menjadi mediator dan memediasi perkara/sengketa

terkhusus sengeta perbankan syariah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Ayat (2)

Pasal 13 PERMA No.1 Tahun 2016 bahwa hakim tidak bersertifikat dapat

menjalankan fungsi Mediator jika ada atau terdapat keterbatasan jumlah Mediator

bersertifikat.

Berbeda dengan mediasi di Pengadilan Agama yang di atur dalam PERMA

Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mediasi di luar

pengadilan (non litigasi) diatur ketentuannya dalam Undang-Undang No. 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Pada Pasal 6

Bab II undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sengketa perdata yang tidak dapat

diselesaikan oleh kedua belah pihak bersengketa dapat menghubungi lembaga

Page 122: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

113

arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk mediator.

Dalam hal penelitian ini, lembaga arbitrase yang berwenang menyelesaikan

sengketa perbankan syariah adalah Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) dan lembaga alternatif penyelesaian sengketa adalah seperti

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Di Basyarnas mediator yang memimpin mediasi adalah bagian dari

arbiternya. Untuk itu ketentuan arbiter Basyarnas mengikuti ketantuan Ayat (1)

Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa (APS). Adapun persyaratan yang tercanntum dalam Pasal 12 undang-

undang terkait adalah cakap melakukan tindakan hukum; berumur paling rendah 35

tahun; tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan

derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; tidak mempunyai kepentingan

finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase; dan memiliki pengalaman

serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun. Berikut adalah

daftar pengurus yang merangkap jadi arbiter di Basyarnas:

Daftar Arbiter di Badan Arbitrase Syariah Nasional

No. Nama Arbiter Jabatan

1 H. Yudo Paripurno,SH, Ketua

2 H. Hidayat Achyar,SH, Wakil Ketua

3 Achmad Djauhari, SH Sekretaris

4 Drs. H. Mochtar Luthfi, SH Wakil Ketua

5 Hj. Fatimah Ahyar, S.H. Wakil Ketua

Selain 5 (lima) orang yang ada di tabel di atas, masih ada 15 orang lagi yang

menjadi arbiter di Basyarnas. Namun begitu, sebenarnya tidak ada ketentuan rinci

tentang kualifikasi mediator dalam UU No. 30 Tahun 1999. Oleh sebab tidak

adanya pengaturan rinci tentang kualifikasi mediator dalam UU Nomor 1 Tahun

1999, maka pada lembaga alternatif penyelesaian sengketa sepereti LAPSPI

menuangkan ketentuan mediatornya dalam peraturan lembagnya sendiri, yakni

Page 123: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

114

pada Peraturan LAPSPI Nomor 01/LAPSPI-PER/2017 Tentang Peraturan Dan

Prosedur Mediasi.

Dalam Ayat (4) Pasal 29 Peraturan LAPSPI Nomor 01/LAPSPI-PER/2017

Tentang Peraturan Dan Prosedur Mediasi dijelaskan bahwa mediator LAPSPI yang

sejak berlakunya peraturan ini telah diangkat sebagai mediator/arbiter tetap

LAPSPI, namun belum punya sertifikat Mediator, maka diberikan kesempatan

paling lama 24 bulan sejak peraturan ini berlaku untuk memiliki sertifikat mediator.

Jika tidak memenuhi ketentuan ini maka status mediator tetap LAPSPI akan dicabut

oleh pengurus. Dari peraturan ini dapat kita pahami bahwa mediator LAPSPI harus

lah bersertifikat mediator.

Berikut adalah daftar Arbiter/Ajudikator/Mediator tetap LAPSPI saat

pertama kali di dirikan (2016) :

Daftar Arbiter/Ajudikator Tetap LAPSPI

No. Nama Arbiter/Ajudikator Latar Belakang

1 Prof.Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H.,

FCBArb

Law Offices of Prof.Dr.Sutan Remy

Sjahdeini, SH.& Partners

2 Dr. Susanti Adi Nugroho, S.H., M.H Mantan Hakim Mahkamah Agung

Republik Indonesia

3 Dr. Ir.Ichjar Musa, S.E., M.M., M.H.,

FCBArb.

Badan Arbitrase Nasional Indonesia

4 Max R. Niode, S.H., M.H Mantan Vice President Bank BNI

5 Muhammad Isa, SH., LL.M Mantan Senior Vice President Bank

Mandiri

6 Iswahjudi A. Karim, S.H., LL.M KarimSyah Law Firm

Daftar Mediator Tetap LAPSPI92

No. Mediator Latar Belakang 1 Saifuddin Latief, Ir., M.M Mantan Bankir Bank Mandiri

2 Nirwana Atta, Dra., MBA Mantan Bankir Bank BNI

92 Laporan Realisasi Anggaran dan Kegiatan LAPSPI Tahun 2017

Page 124: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

115

Dalam perjalanannya LAPSPI merekrut 14 orang untuk menjadi

Ajudikator/Arbiter, sehingga jumlah ajudikator/arbiter di LAPSPI menjadi 21

orang. Begitu juga dengan mediator, LAPSPI merekrut 5 (lima) orang mediator

baru, sehingga jumlah mediator saat ini menjadi 7 (tujuah) orang.

Untuk mendapatkan sertifikat mediator, para wasit (mediator) harus mengikuti

pelatihan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA)

secara nasional. Namun pelatihan tersebut memuat peserta yang sangat terbatas

jumlahnya. Idealnya Mahkamah Agung perlu memberikan pelatihan mediator lebih

sering agar:

a. Untuk meningkatkan kompetensi para hakim mediator agar mereka memiliki

kemampuan yang sesuai dengan peran mediator dan bisa memediasi perkara

dengan maksimal;

b. Untuk meningkatkan efektifitas mediasi, yakni dengan maksimalnya kegiatan

mediasi yang dilakukan oleh hakim mediator, maka sesi mediasi di Pengadilan

Agama akan berjalan efektif;

c. Untuk meningkatkan keterampilan hakim dalam melakukan mediasi, yakni

teknik-teknik dalam memediasi akan bervariasi sesuai dengan jenis perkara

yang dimediasinya;

d. Untuk meningkatkan kesiapan para hakim menjadi mediator, yakni karena

seluruh perkara yang masuk ke Pengadilan Agama wajib mengikuti sesi

mediasi, maka harus tersedia banyak sumber daya yang kompeten untuk

merespon banyaknya perkara

Dari analisis faktor penegak hukum di lembaga litigasi yakni Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dan lembaga non-litigasi yakni Basyarnas dan LAPSPI

dalam hal memediasi sengketa perbankan syariah, penulis memberi kesimpulan

sebagai berikut :

a. Pengadilan Agama Jakarta Selatan mempunyai 8 (delapan) hakim yang

bersertifikat hakim ekonomi syariah, dan 2 (dua) hakim bersertifikat mediator;

Page 125: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

116

b. Pengadilan Agama Jakarta Sekatan tidak mempunyai hakim yang bersertifikat

hakim ekonomi syariah sekaligus bersertifikat mediator;

c. Arbiter di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sudah

bersertifikat semua, mereka berperan sebagai mediator yang memediasi

sebelum pokok perkara diperiksa;

d. Mediator/Arbiter/Ajudikator di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI) berjumlah keseluruhan 8 (delapan) orang,

terdiri dari 6 (enam) orang Arbiter/Ajudikator dan 2 (dua) orang mediator

e. Mediator di LAPSPI berlatar belakang bankir, guru besar, raktisi hukum,

pengacara, dan Hakim Agung.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas

Sarana dan fasilitas mediasi merupakan unsur penting yang mendukung

terselengaranya proses mediasi Agar terciptanya ruang mediasi yang nyaman dan

sejuk maka sangat diperlukan sarana-sarana pendukung antara lain mengupayakan

Air Conditioner (AC), penataan meja dan kursi yang rapi dan teratur, ketersediaan

air minum, makanan ringan. Semua sarana tersebut sangat membantu untuk

tercapai hasil mediasi yang diinginkan.

Ruangan mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan hanya ada 1 (satu)

ruangan. Di dalam ruangan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian tanpa diberi sekat atau

pembatas. Tiap bagian disediakan 1 (buah) meja dan 3 (tiga) buah kursi. Dalam

ruang tersebut dapat dilakukan 3 (tiga) proses mediasi sekaligus. Ruangannya sudah

ber AC, dan ada kelengkapan lain seperti papan tulis dan lainnya.

Tidak jauh berbeda dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas juga

mempunyai ruangan mediasi. Ada 2 ruangan mediasi di Basyarnas yang

keadaannya cukup baik. Ruangan sudah di lengkapi AC dan terdapat meja besar

dengan 6 (enam) kursi. Papan tulis dan alat tulis pun tersedia. Ruangan yang ada di

basyarnas sudah memenuhi standar kelayakan untuk menggelar mediasi.

Page 126: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

117

Sementara itu LAPSPI memiliki ruangan yang paling banyak dari pada

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Basyarnas. Jumlah ruangan yang dimiliki

LAPSPI berjumlah 3 ruangan. Masing-masing ruangan mempunyai luas 40 meter

persegi. Di dalamnya ada sebuah meja besar dengan 8 (delapan) kursi. Ruangannya

juga sudah dilengkapi dengan stop kontak disetiap kursi, papan tulis besar, AC, dan

penerangan yang cukup baik.

Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan, dijelaskan pula kemungkinan menyelenggarakan mediasi di luar

tempat pengadilan. Pada Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Pasal 11 PERMA No. 1

Tahun 2016 disebutkan:

Pasal 11

(1) Mediasi diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau

di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh Para

Pihak.

(2) Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang

menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan.

(3) Mediator non hakim dan bukan Pegawai Pengadilan yang

dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator Hakim

atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib

menyelenggarakan Mediasi bertempat di Pengadilan.

(4) Penggunaan ruang Mediasi Pengadilan untuk Mediasi tidak

dikenakan biaya.

Lalu untuk mediasi di lembaga non litigasi, ketentuan tempat mediasi diatur

dalam Ayat (1) dan (2) Pasal 37 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, berikut bunyinya:

Pasal 37

(1) Tempat arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelis

arbitrase, kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak.

Page 127: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

118

(2) Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan

saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu pada

tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan.

Lalu dijelaskan juga dalam Penjelasan Umum UU No. 30 tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, berikut bunyinya:

Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut

antara lain :

a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak ;

b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal

prosedural dan administratif ;

c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya

mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang

yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan

adil;

d. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk

menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat

penyelenggaraan arbitrase; dan

e. putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak

dan dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja

ataupun langsung dapat dilaksanakan.

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas dapat kita pahami bahwa tempat

penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi baik di lembaga litigasi

seperti Pengadilan Agama Jakarta Selatan maupun lembaga non litigasi seperti

Basyarnas dan LAPSPI, boleh dilakukan diluar lembaga terkait atas kesepakatan

para pihak. Adapun untuk biaya sewa tempatnya dibebankan kepada para pihak

yang bersengketa.

Page 128: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

119

Untuk data lapangan, penulis hanya mendapatkan data dari LAPSPI terkait

penyelenggaraan mediasi dengan tempat di luar lembaga. LAPSPI menerima 17

sengketa yang dimohon penyelesaiannya lewat mediasi dalam kurun waktu 2016-

2017. Dari jumlah itu, 3 (tiga) diantanya diselenggarakan di luar kantor LAPSPI.

Sengeketa yang dimediasi di luar kantor LAPSPI seluruhnya merupakan

permohonan mediasi yang berasal dari luar daerah, yakni di Ketapang, Padang, dan

Pekanbaru.93 Adapun ruangan mediasinya, LAPSPI menyewa ruangan di hotel

berbintang dengan fasilitas lengkap dan nyaman, sesuai kesepakatan para pihak.

Semua beban penyewaan tempat dan akomodasi dibebankan kepada para pihak.94

4. Faktor Masyarakat

Masyarakat dalam konteks ini adalah orang-orang yang berperkara, seperti

penggugat dan tergugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan atau pemohon dan

termohon di lembaga non litigasi seperti BASYARNAS dan LAPSPI. Faktor

masyarakat menjadi indikator penting dalam menganalisis baik tidaknya proses

mediasi berjalan. Alasannya karena masyarakat yang berstatus sebagai para pihak,

bersentuhan langsung dengan proses mediasi. Merekalah yang menjalankan

mediasi, sehingga mereka juga yang punya andil besar dalam kesuksesan sebuah

mediasi. Jika mereka punya keinginan damai (itikad baik) dan patuh terhadap

arahan mediator maka proses mediasi akan berjalan lancar, namun jika mereka

merespon buruk terhadap arahan mediator seperti tidak patuh dan acuh, maka

mediasi akan berjalan alot dan mungkin tidak akan mencapai kata sepakat.

Sebelum melihat bagaimana respon masyarakat terhadap mediasi sebagai cara

menyelesaikan sengketa perbankan syariah, terlebih dahulu kita lihat hasil mediasi

dari masing-masing lembaga litigasi dan non-litigasi.

93 Laporan Realisasi Anggaran dan Kegiatan LAPSPI Tahun 2017

94 Wawancara dengan Ir. Saifuddin Latief., M.M, Mediator dan Sekretaris LAPSPI di kantor

LAPSPI, Jakarta Pusat, pada tanggal 27 September 2018.

Page 129: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

120

Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada tahun 2016 masih menyisakan perkara

yang belum diselesaikan sebanyak 1.239 perkara yang terdiri dari perkara gugatan

(1.175) dan perkara permohonan (64). Sedangkan untuk perkara yang diterima pada

tahun 2017 sebanyak 5.056 perkara, terdiri dari 2276 perkara gugaran dan 580

perkara permohonan, sehingga jumlah perkara yang ditangani selama tahun 2017

sebanyak 6.295 perkara. Untuk pekara yang diputus pada tahun 2017 sebanyak

5.043 perkara (80.11%), dengan demikian sisa tundaan perkara sebanyak 1252

perkara (19.89%), perkara gugatan diputus sebanyak 4.491 perkara (89.05%) dan

perkara permohonan diputus sebanyak 552 perkara (10.95%). Berikut grafiknya :

Untuk perkara syariah yang masuk ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pada tahun 2017 ada 1 (satu) perkara, ditambah 6 (enam) perkara yang belum

selesai diproses pada tahun 2016, jadi totalnya ada 7 (tujuh) perkara. Dari dari 7

(tujuh) perkara tersebut, 4 (empat) diantaranya sudah diputus dan 3 (tiga) lainnya

belum di proses. Sehingga berikut grafiknya :

Page 130: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

121

Berdasarkan grafik tersebut kita dapat lihat bahwa perkara yang sudah di

proses pada tahun 2017 ada 4 perkara. Walaupun secara umum 4 perkara tersebut

masuk ke katagori perkara ekonomi syariah, namun faktanya semua perkara

tersebut berasal dari perbankan syariah. Perkara-perkara tersebut sudah menempuh

sesi mediasi sebagaimana diwajibkan dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan, namun tidak ada satu pun yang berhasil damai di

sesi mediasi.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan salah satu hakim

mediator di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, faktor utama ketidak berhasilan

mediasi dalam perkara ekonomi syariah di pengadilan adalah tidak responsifnya

para pihak, baik penggugat maupun tergugat. Dalam hal ini hampir semua

penggugat dan tergugat sudah melakukan mediasi dan upaya lainnya untuk

menyelesaikan masalah mereka sebelum akhirnya ke pengadilan, namun karena

tidak mendapatkan jalan tengah maka mereka memilih badan litigasi untuk

memutus perkara mereka. Oleh karena niat awal mereka mendaftarkan perkara

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Perkara 2016-2017 Diproses Berhasil Mediasi Gagal Mediasi Dipending

Grafik Perkara Ekonomi Syariah Pengadilan Agama Jakarta Selatan 2017

Page 131: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

122

untuk mendapatkan putusan, mediasi di pengadilan menjadi tidak efektif lagi dan

hanya sebatas formalitas untuk memenuhi ketentuan peraturan.95

Berbeda halnya dengan yang terjadi di Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS). Sebagai lembaga penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang

bersifat non-litigasi. Penyelesaian sengketa di Basyarnas cukup efektif.

Berdasarkan wawancara dengan narasumber, Basyarnas menerima hanya 2 (dua)

perkara pada kurun waktu tahun 2016 sampai dengan 2017. Dari dua perkara

tersebut, Basyarnas berhasil menyelesaikan kedua perkara dengan hasil yang baik

lewat sesi mediasi, tidak ada yang gagal. Berdasarkan pengamatan penulis,

keberhasilan Basyarnas dilatarbelakangi oleh kemampuan para mediator yang tidak

hanya kompeten dalam memediasi, tapi juga mengerti dan faham betul akan seluk

beluk masalah ekonomi syariah. Maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa di

Basyarnas pada tahun 2016-2017, 100% berhasil. Berikut grafiknya:

Walaupun demikian tetap ada celah di Basyarnas. Yang paling mudah di

deteksi adalah tentang sedikitnya perkara yang masuk dan di daftarkan di

95 Wawancara dengan Ir. Saifuddin Latief, M.M, Mediator dan Sekretaris LAPSPI di kantor

LAPSPI, Jakarta Pusat, pada tanggal 27 September 2018.

0

0,5

1

1,5

2

2,5

Perkara 2016-2017 Diproses Berhasil Mediasi Gagal Mediasi Dipending

Grafik Perkara Perbankan Syariah Badan Arbitrase Syariah Nasional 2016-2017

Page 132: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

123

Basyarnas. Melihat kenyataan market share perbankan syariah di Indonesia yang

semakin naik dan berkembang, potensi konflik antar nasabah dengan bank syariah

juga akan semakin naik dan berkembang. Artinya akan ada banyak sengketa terkait

perbankan syariah yang muncul dan di daftarkan di lembaga-lembaga penyelesaian

sengketa. Basyarnas sebagai lembaga penyelesaian sengketa non-litigasi yang

menerima segala bentuk perkara dalam lingkup bisnis syariah, seharusnya menjadi

pilihan utama bagi masyarakat untuk menyelesaikan perkara mereka, terlebih

Basyarnas mempunyai kompetensi dalam bidang ekonomi syariah.

Menurut analisa penulis, penyebab utama sedikitnya sengketa yang

didaftarkan di Basyarnas adalah karena tidak menyeluruhnya sosialisasi tentang

penyelesaian sengketa ekonomi syariah di lembaga non-litigasi kepada masyarakat

dan praktisi Perbankan Syariah. Tidak menyeluruhnya kegiatan sosialisasi

dilatarbelakangi oleh kemampuan finansial Basyarnas yang kurang mendukung

untuk menopang biaya-biaya yang akan dikeluarkan untuk kegiatan sosialisasi.

Berdasarkan data yang didapatkan penulis, Basyarnas tidak memperoleh suntikan

dana apapun dari pemerintah karena bukan lembaga negara, juga tidak dari Majelis

Ulama Indonesia (MUI), karena MUI juga pendapatannya tidak besar. Selain itu

basyarnas juga tidak memiliki donatur tetap, pendapatan Basyarnas dihasilkan dari

biaya perkara yang masuk dan proposal-proposal ke instansi-instansi negara.

Melihat perkara yang masuk dan didaftarkan sangat sedikit, sepertinya terjadi

paradoks antar masalah-masalah yang terjadi di Basyarnas.

Lain halnya lagi dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI). Dari segi pendapatan, LAPSPI mempunyai

pendapatan yang relatif stabil di bandingkan dengan Basyarnas. LAPSPI yang

pendiriannya ditanda tangani oleh 6 (enam) asosiasi perbankan yang ada di

Indonesia, mendapatkan pemasukan tetap dari seluruh anggotanya, yakni bank-

bank yang tergabung dalam masing-masing asosiasi perbankan. LAPSPI juga

mendapatkan pemasukan dari penyelesaian perkara yang didaftarkan padanya.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, ada 73 perkara yang ditujukan kepada

LAPSPI selama kurun waktu 2016-2017. Dari angka tersebut 17 diselesaikan lewat

Page 133: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

124

mediasi, 1 diselesaikan lewat arbitrase, 19 ditolak, 4 pending, dan 32 dikembalikan

ke lembaga untuk menjalani IDR.

Dari jumlah sengketa yang banyak masuk ke LAPSPI pada tahun 2016-

2017, yang berjenis perkara perbankan syariah hanya ada 2 (dua). Dari dua perkara

tersbeut, 1 (satu) sudah diproses mediasi namun gagal, dan satu nya lagi masih

menunggu diproses (pending). Sehingga dapat di ambil simpulan, penyelesaian

sengketa perbankan syariah lewat mediasi di LAPSPI sementara masih belum bisa

didamaikan dengan baik. Berikut grafiknya:

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Perkara2016

Perkara2017

TotalPerkara

LewatMediasi

LewatArbitrase

Ditolak Pending IDR

Grafik Keadaan PerkaraLembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) 2016-2017

0

0,5

1

1,5

2

2,5

Perkara 2016-2017 Diproses Berhasil Mediasi Gagal Mediasi Dipending

Grafik Perkara Perbankan Syariah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) 2016-2017

Page 134: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

125

Namun melihat grafik perkara yang masuk semakin besar dari tahun ke

tahun, juga banyaknya sengketa perbankan (konvensional) yang berhasil dimediasi

di LAPSPI, penulis berpendapat bahwa perkara perbankan syariah juga akan

semakin banyak di selesaikan di LAPSPI dan dengan tingkat keberhasilan yang

tinggi. Untuk mediaor/arbiternya, LAPSPI mempunyai mediator yang sangat faham

mengenai masalah-masalah perbankan di Indonesia. Itu sebabnya LAPSPI banyak

berhasil memediasi sengketa, begitu juga dalam hal perbankan syaraiah beberapa

tahun kedepan di LAPSPI.

Dari pemaparan diatas mengenai faktor kemasyarakatan dalam indikator

perbandingan yang digunakan, penulis merangkum poin-poin penting dalam sub

bagian ini sebagai berikut:

a. Penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan berjalan tidak lancar, dari 4 (empat) perkara yang

diproses, tidak satupun yang mencapai perdamaian di sesi mediasi;

b. Alasan tidak lancarnya penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat

mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah karena para pihak

sudah melakukan upaya damai berkali-kali sebelumnya, dan pengadilan

adalah pilihan terakhir untuk menyelesaikan masalah;

c. Penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi di Basyarnas pada

tahun 2016-2017 berjalan sangat baik. 2 (dua) perkara yang masuk dapat

diselesaikan lewat sesi mediasi sebelum memasuki pemeriksaan perkara;

d. Basyarnas mempnyai masalah dalam sedikitnya sengketa yang masuk,

disebabkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dan praktisi hukum

untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah lewat mediasi di

Basyarnas;

e. LAPSPI lembaga penyelenggara alternatif penyelesaian sengketa

perbankan yang efektif saat ini. Hal itu dilihat dari jumlah perkara yang

berhasil di selesikan lewat mediasi, namun belum menjadi tempat yang baik

untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Dari 2 (dua) perkara

Page 135: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

126

perbankan syariah yang masuk, baru 1 (satu) yang selesai diproses namun

gagal, dan 1 (satu) lagi masih pending;

f. LAPSPI mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi lembaga yang

efektif menyelesaikan sengketa perbankan syariah kedepannya; hal ini di

ungkapkan berdasarkan track record LAPSPI yang bagus dilihat dari data

yang tersedia.

B. Persamaan dan Perbedaan Penyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah lewat

Mediasi di Lembaga Litigasi (PA Jakarta Selatan) dan Non Litigasi

(Basyarnas dan LAPSPI)

Analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap penyelesaian sengketa perbankan

syariah melalui mediasi di lembaga litigasi dan lembaga non-litigasi menemukan

beberapa kesamaan dan perbedaan dalam beberapa hal. Berikut penjelasannya.

1. Persamaan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Mediasi

di Lembaga Litigasi dan Non-Litigasi

Persamaan penyelesaian sengketa Perbankan syariah lewat mediasi di

lembaga litigasi dan non litigasi yang pertama adalah dalam jenis perkaranya.

Perkara yang diselesaikan lewat mediasi di lembaga litigasi dan non-litigasi

sama-sama berjenis perkara perdata. Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) PERMA No.

1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, segala sengketa perdata

yang diajukan ke Pengadilan harus terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya

melalui mediasi. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 4

(1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan

termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek

dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun

pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan

yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu

diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali

ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.

Page 136: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

127

Untuk lembaga non-litigasinya berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No.

30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa beda pendapat dalam perkara perdata

dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa

(APS). Bunyi pasalnya sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh

para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang

didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan

penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

Kemudian persamaan yang kedua adalah kedua lembaga ini baik lembaga

litigasi (Pengadilan Agama Jakarta Selatan), maupun lembaga non-litigasi

(Basyarnas dan LAPSPI), sama-sama menerima sengketa perbankan syariah

untuk diselesaikan.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai lembaga litigasi menerima

penyelesaian sengketa perbankan syariah. Ketentuan tentang hal tersebut

disebutkan dalam Pasal 55 Ayat (1) Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,

bunyinya sebagai berikut:

Pasal 55

(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.

Pada ayat selanjutnya, yakni ayat (2) dalam pasal dan undang-undang yang

sama, dijelaskam bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dapat

dilakukan sesuai dengan isi akad. Maksud ayat ini adalah penyelesaian sesuai

isi akad seperti melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase

Page 137: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

128

Syariah Nasional (Basyarnas), dan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Umum. Maksud tersebut diambil berdasarkan penjelasan ayat (2) pasal 55

undang-undang terkait, Adapun bunyi pasal penjelasnya sebagai berikut:

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai

dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. musyawarah;

b. mediasi perbankan;

c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau

lembaga arbitrase lain; dan/atau

d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Berdasarkan apa yang dijelaskan dalam penjelasan ayat (2) pasal 55 diatas,

maka dimengerti bahwa Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

memiliki wewenang dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Begitu

juga Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI) yang sejatinya merupakan representasi mediasi perbankan di era

Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selanjutnya persamaan yang ketiga adalah tempat pelaksanaannya. Baik

di lembaga litigasi maupun lembaga non litigasi Mediasi boleh dilakukan di

ruangan khusus di masing-masing lembaga. Pelaksanaan mediasi juga boleh

diselenggarakan di tempat lain di luar lembaga sesuai dengan kesepakatan para

pihak. Untuk dasar hukum terkait tempat penyelenggaraan mediasi, itu sudah

dijelaskan pada sub pambahasan sebelumnya.

Persamaan yang terakhir adalah pada prinsip-prinsipnya. Baik

penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi di lembaga litigasi

seperti Pengadilan Agama Jakarta Selatan, maupun di Lembaga non-litigasi

seperti Basyarnas dan LAPSPI, prinsip-prinsip yang diterapkan sama-sama

berprinsip kerahasiaan. Pelaksanaan mediasi bersifat tertutup dan rahasia.

Page 138: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

129

Tidak pihak luar yang boleh menyaksikan jalannya mediasi kecuali dengan

kesepakatan forum (para pihak).

2. Perbedaan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Mediasi

di Lembaga Litigasi dan Non-Litigasi

Perbedaan penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui mediasi di

lembaga litigasi dan non-litigasi, penulis akan membahasnya dari beberapa

bagian yang telah dibahas di sub bab komparasi. Kemudian penulis juga akan

menambahkan beberapa perbedaan yang didapat setelah menganalisis proses

penyelenggaraan mediasi di lembaga-lembaga yang diteliti. Adapun

perbedaan-perbedaan antara lembaga litigasi (Pengadilan Agama Jakarta

Selatan) dan non-litigasi (Basyarnas dan LAPSPI) ada diseputar substansi

hukumnya, penegak hukumnya, prosedur penyelesaiannya, biaya yang

dikeluarkan, waktu yang dibutuhkan, dan prinsip-prinsip yang diterapkan.

Perbedaan yang pertama adalah dasar hukumnya. Peraturan yang

mendasari penyelenggaraan mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa

perbankan syariah antara lembaga litigasi dan non-litigasi itu berbeda. Untuk

lembaga litigasi, dalam hal ini adalah Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

peraturan yang mendasarinya adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sedangkan untuk Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), peraturan yang mendasarinya adalah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (APS). Selain itu, LAPSPI juga tunduk kepada

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK/07/2014 Tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Perbedaan yang kedua adalah prosedur penyelesaiannya. Di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara

perbankan syariah, para pihak harus terlebih dahulu mengikuti sesi mediasi

yang dipimpin oleh hakim mediator. Kemudian jika mediasi tidak berhasil,

Page 139: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

130

maka perkara/sengketa akan diperiksa oleh hakim majelis di sidang

selanjutnya. Kemudian untuk Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas),

mediasi menjadi bagian dari acara arbitrase. Para Arbiter akan mengupayakan

perdamaian di awal dan bagian-bagian lain pemeriksaan perkara. Jika berhasil

maka arbiter akan membuatkan akta perdamaian (dading); namun jika tidak,

maka arbiter akan meneruskan pemeriksan sengketa/perkaranya. Kemudian

untuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI), Mediasi menjadi bagian yang terpisah dari Ajudikasi dan Arbitrase

dengan hukum acara masing-masing. Jika berhasil mediasi, maka akan

dibuatkan perjanjian perdamaian yang dapat didaftarkan ke Pengadilan

menjadi Akta Perdamaian, namun jika tidak berhasil maka akan di buatkan

berita acara yang menerangkan tidak tercapainya perdamaian antara kedua

belah pihak.

Perbedaan yang ketiga adalah waktu penyelesaian. Penyelesaian sengketa

perbankan syariah lewat mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

memakan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan

perintah melakukan Mediasi. Jika mediasi belum berhasil sampai jangka waktu

sudah habis, maka atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi

dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya

jangka waktu mediasi pertama. Kemudian untuk Basyarnas dan LAPSPI,

sebagai lembaga yang sama-sama tunduk pada UU No.30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menetapkan paling lama

mediasi di lakukan dalam waktu 30 hari sejak penetapan mediator. Namun

berbeda dengan di Pengadilan, berdasarkan ayat (8) pasal 6 UU No. 30 Tahun

1999 jangka waktu Mediasi di lembaga non-litigasi tidak dapat diperpanjang.

Perbedaan yang keempat adalah biaya penyelesaian perkara. Penyelesaian

sengketa perbankan syariah yang termasuk sengketa ekonomi syariah di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Keputusan Ketua

Agama Jakarta Selatan Nomor W9-A4/184/Hk.05/SK/1/2018 Tentang Panjar

Biaya Perkara Pada Pengadilan Jakarta Selatan, membutuhkan biaya sebesar

Page 140: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

131

Rp 816.000,-.96 Kemudian di Basyarnas, berdasarkan Surat Penetapan Badan

Arbitrase Syariah Nasional NO. 01/BASYARNAS/9/4/2005 Tentang Biaya

Arbitrase, biaya yang dibutuhkan untuk perkara dengan tuntutan sampai Rp

100.000.000,- adalah Rp 600.000,- terdiri dari biaya pendaftaran dan

administrasi, sedangkan biaya arbitrernya 8% dari jumlah tuntutan.97

Kemudian untuk penyelesaian sengketa lewat mediasi LAPSPI, biaya yang

dibutuhkan adalah

Perbedaan yang kelima adalah tentang penegak hukumnya. Dalam

menyelesaikan sengketa perbankan syariah lewat mediasi di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, forum dipimpin oleh mediator yang terdiri dari para

hakim yang sudah memiliki sertifikat mediator. Sementara itu di Basyarnas

forum penyelesaian sengketa perbankan syariah dipimpin oleh para arbiternya

telah bersertifikat juga. Dan untuk di LAPSPI forum mediasi di pimpin oleh

mediator bersertifikat juga. Perbedaannya adalah latar belakang para mediator

di masing-masing lembaga penyelenggara mediasi. Di Pengadilan,

mediatornya adalah para hakim yang bersertifikat mediator. Kelebihannya,

mereka mengerti hukum baik materil dan formil. Namun mereka tidak

mengerti permasalahan ekonomi. Kemudian di Basyarnas mediatornya terdiri

dari para arbiter yang berlatar belakang dosen dan praktisi hukum. Sedangkan

di LAPSPI mediatornya terdiri dari praktisi hukum, ekonomi, dosen, mantan

hakim Agung, dosen, dsb. Namun kebanyakan berlakar belakang praktisi

perbankan.

96 Surat Keputusan Ketua Agama Jakarta Selatan Nomor W9-A4/184/Hk.05/SK/1/2018 2018

Tentang Panjar Biaya Perkara Pada Pengadilan Jakarta Selatan

97 Surat Penetapan Badan Arbitrase Syariah Nasional NO. 01/BASYARNAS/9/4/2005 Tentang

Biaya Arbitrase

Page 141: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

132

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis, lembaga non litigasi yang cenderung lebih

baik dari pada lembaga litigasi dalam memediasi sengketa perbankan syariah

disebabkan oleh adanya itikad baik para pihak yang bersengketa lembaga non

litigasi, sementara di lembaga litigasi para pihak umumnya sudah tidak ada itikad

baik untuk berdamai.

Selain itu, mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat mediasi di

lembaga litigasi dan lembaga non-litigasi dari segi substansi hukum, penegak

hukum, sarana/fasilitas, dan masyarakat hukum, penulis menyimpulkannya dalam

beberapa poin berikut:

1. Secara garis besar proses penyelesaian sengketa perbankan syariah lewat

mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Badan Arbitrase Syariah

Nasional hampir sama. Yang membedakan, penyelesaian mediasi di Pengadilan

di lakukan sebelum sidang pokok perkara, sedangkan di Basyarnas sebelum

acara pemeriksaan arbitrase. Lalu, di Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) penyelesaian sengketa lewat mediasi

mempunyai forum dan acara sendiri yang terpisah dengan ajudikasi dan

arbitrase.

2. Persamaan dan Perbedaan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah

lewat mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Basyarnas, dan LAPSPI

adalah sebagai berikut. Untuk persamaannya antara lain menerima perkara

perdata, mempunyai kompetensi dalam menyelesaikan sengketa perbankan

syariah, membolehkan mediasi diselenggarakan di dalam dan di luar lembaga

sesuai kesepakatan para pihak, dan prosesnya mediasi bersifat rahasia.

Sedangkan untuk perbedaannya, Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

di dasari oleh PERMA No.1 Tahun 2016 Tentang Mediasi di Pengadilan;

jangka waktu penyelesaiannya 30 hari sejak penetapan melakukan mediasi dan

Page 142: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

133

bisa ditambah maksimal 30 hari atas kesepakatan para piha; biaya perkaranya

Rp 816.000,-; dan mediatornya terdiri dari para hakim yang bersertifikat. Lalu

untuk Basyarnas dan LAPSPI, mereka tunduk pada UU No.30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; sengketanya harus

selesai dalam waktu 30 hari; biaya perkaranya berbeda tergantung besarnya

sengketa yang dimediasi, dan mediatornya terdiri dari praktisi hukum, praktisi

perbankan, dan akademisi.

3. Kelebihan dan kekurangan antara Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Badan

Arbitrase Syariah Nasional, dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah lewat

mediasi adalah sebagai berikut. Untuk Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

kelebihannya yaitu mediator berlatar belakang hakim yang mumpuni dalam

bidang hukum, kegagalan mediasi langsung beralih ke sidang pemeriksaan

pokok perkara, dan biaya sangat murah. Namun kekurangannya mediator

Pengadilan Agama sedikit yang mengerti ekonomi syariah dilihat dari

sedikitnya hakim bersertifikat ekonomi syariah, jangka waktu penyelesaian

tergolong lama, dan anggapan masyarakat tentang pengadilan yang merupakan

tempat mencari putusan bukan perdamaian. Untuk Basyarnas kelebihannya

yaitu mediator berlatar belakang praktisi hukum dan akademisi yang mengerti

penyelesaian sengketa ekonomi syariah, waktu penyelesaian cepat, dan putusan

bersifat final and binding; sedangkan kekurangannya yaitu biaya lebih tinggi

dari mediasi di pengadilan, kurangnya sosialisasi menyebabkan kurangnya

perkara yang masuk dan didaftarkan di Basyarnas. Untuk LAPSPI,

kelebihannya yaitu mediator banyak terdiri dari praktisi perbankan yang

mengerti seluk beluk dunia perbankan dan permasalahannya, jangka waktu

penyelesaian cepat, ada sistem IDR, dan mempunyai hasil yang baik dalam

memediasi sengeketa perbankan; sedangkan kekurangannya adalah sengketa

perbankan syariah yang masuk masih sangat sedikit, biaya yang dibutuhkan

tergantung besaran perkara yang disengketakan (bisa menjadi murah dan

menjadi mahal), dan dalam memediasi sengketa perbankan syariah masih

berproses untuk mengeluarkan hasil yang lebih baik.

Page 143: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

134

B. Saran

Di bagian akhir ini penulis memberikan saran-saran yang ditunjukan kepada

pihak-pihak terkait sebagai berikut:

1. Kepada Mahkamah Agung, agar menyelenggarakan pelatihan mediasi di

Pengadilan agar hakim bersertifikat mediator menjadi lebih banyak dan juga

pelatihan ekonomi syariah agar hakim dapat mengerti dan tepat dalam

menangani perkara/sengketa ekonomi syariah khususnya perbankan syariah.

Hakim bersertifikat mediator dan ekonomi syariah akan menaikkan tingkat

keberhasilan mediasi di Pengadilan, terkhusus di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan;

2. Kepada Badan Arbitrase Syariah Nasional (Baasyarnas), untuk banyak

melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan praktisi hukum, agar mereka

tahu bagaimana langkah melakukan upaya hukum terkhusus dalam

menyelesaikan sengketa. Salah satu langkah dekat melakukan sosialisasi

adalah dengan membuat website resmi Basyarnas yang memuat berbagai

macam informasi bersengketa di Basyarnas. Pengetahuan masyarakat akan

menaikkan jumlah sengketa yang di daftarkan di Basyarnas;

3. Kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Indonesia (LAPSPI), agar

terus melakukan sosialisasi kepada masyarkat dan merekrut mediator yang

berlatar belakang akademisi, praktisi hukum, dan praktisi perbankan yang

faham betul masalah-masalah perbankan syariah dan penyelesaiannya menurut

syariat Islam. Mediator yang mumpuni di bidang mediasi dan perbankan

syariah akan menaikkan tingkat keberhasilan mediasi di sektor perbankan

syariah.

Page 144: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadapp Pengadilan, Jakarta:

STIH IBLAM, 2004.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan

kedua,2010.

Al-Shan’ani, Subulu As-Salam, Kairo: Al-Masyhad Al-Husaini

An-Nasai, Ahmad bin Syuaib Abu Abdurrahman, Sunan An-Nasai, Kairo: Maktab

Al-Mathbu’at Al-Islamiyah, 1986.

Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema

Insani, Cetakan ke-26, 2012

Arief, Barda Nawawie, Perbandingan Hukum Pidana , Jakarta: Raja grafindo,

Cetakan kedua, 1990.

Astarini, Dwi Reski Sri, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian

Sengketa berdasarkan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya

Ringan, Bandung: PT Alumni, Cetakan ke-1, 2013.

Astro, Muhammad dan Muhammad Kholid, Fiqh Perbankan, Bandung: Pustaka

Setia, 2011.

Bank Indonesia. “Sekilas tentang Perbankan Syariah” Artikel diakses dari Situs

resmi Bank Indonesia www.bi.go.id .Frequently Asked Questions (FAQ)

PBI NO.10/1/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank

Indonesia No. 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.

Basir, Cik, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahka.mah Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.

De Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law, dan

Socialist Law, diterjemahkan oleh Narulita Yusron, Bandung: Nusa

Media, 2010

Fauziah, Ika Yuni dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam,

Perspektif Maqasid al-Syariah, Jakarta: Kencana, 2014.

Herliana. “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi Dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan”, Mimbar Hukum Volume 22, Nomor 1, 2010.

Page 145: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

Kamil, Ahmad, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah,

Jakarta: Kencana, 2007.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema

Insani Press, 2003.

Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008.

Kolopaking, Anita D.A., Asas Itikad Baik dalam Penyelesaian Sengketa Kontrak

Melalui Arbitrase, Bandung: PT. Alumni, 2013.

Kusumo, Adimas. Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dengan

Bank Melalui Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Hukum

Bagi Nasabah (Studi Kantor Bank Indonesia Surakarta), Prifat Law Edisi

02 Juli-Oktober 2013.

Marhono, Suyud, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,

Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.

Nasution, Bismar, dkk. “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Bayarnas)”, Mimbar Hukum dan Peradilan,

Edisi No. 73, Jakarta, 2011.

Nurbani, Erlies Septiana dan Salim HS, Perbandingan Hukum Perdata:

Comparative Civil Law, Jakarta: Rajawali Express, Cetakan Kedua,

2015.

Nurbani, Erlies Septiana dan Salim HS, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Tesis dan Disertasi, Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Laporan Kinerja OJK 2012-2017, Dukungan OJK

terhadap Perlindungan Konsumen Lembaga alternatif Penyelesaian

Sengketa. Jakarta: OJK, 2017.

Sadi, Muhammad IS, Konsep Hukum Perbankan Syariah: Pola Relasi sebagai

Institusi Ingtermediasi dan Agen Investasi, Malang: Setara Press, 2015.

Salsabhila. Mediasi Perbankan Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Bank

dan Nasabah (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama). Sumatera

Utara. 2012.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perbankan, Bandung: Mandar Madju, 2000.

Page 146: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

Sicca, Shintaloka Pradita. “BPKN Jelaskan Sebab Masih Rendahnya Indeks

Keberdayaan Konsumen”. Artikel diakses pada 30 Januari 2018 dari

https://tirto.id/bpkn-jelaskan-sebab-masih-rendahnya-indeks-

keberdayaan-konsumen-cCnY.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta: Rajawali Press; Cetakan ketiga, 1990.

Suadi, Amran, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Penemuan & Kaidah

Hukum, Jakarta: Kencana, 2018.

Subekti,. R, Arbitrase Perdagangan, Bandung: Angkasa Offset, 1981.

Sufiarina, Urgensi Pengadilan Agama Sebagai Penyelesai Sengketa Ekonomi

Syariah, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun Ke-43 No. 2. April-

Juni, 2013.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo

Persada Cetakan ketujuh, 2005.

Tresnawati, Ita. Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Melalui Cara Non Litigasi

Pada PT Bank Mandiri Syariah di Surakarta, Jurnal Pasca Sarjana UNS

Vol III No. 2, Edisi Juli-September 2015.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek hukum Perbankan Islam di Indonesia, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2002.

Winarta, Frans Hendra, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika,

Cetakan Ke-2, 2013.

Yanti, Illy dan Habriyanto. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah: Studi Kasus

Sengketa Ekonomi Syariah di Lembaga Keuangan Syariah di Kota

Jambi, Jurnal Mika Akademika, Volume 27, Nomor 3, Edisi Juli 2015.

Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Lembaga Mediasi

Perbankan.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 01/POJK.07/2014 tentang LAPS

Peraturan LAPSPI Nomor 01/LAPSPI/Per/2107 Tentang Peraturan dan Prosedur

Mediasi

Page 147: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga keuangan Mikro

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (APS)

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

PERMA Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Gugatan Sederhana

PERMA Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah

PERMA Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Ekonomi Syariah

Website

www.PAjaksel.com

www.bi.go.id

www.ojk.go.id

www.lapspi.org

Sumber Lainnya

Laporan Capaian Kinerja Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2012-2017

Laporan Realisasi Anggaran dan Kegiatan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) Tahun 2017

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2017

Standar Internal Disputer Resolution Sektor Jasa Keuangan Tahun 2016

Page 148: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAl1/1NEGERI(UIN)SYARIF HID虚 宜TULLAH JAKARTA

FAKUL」TASSYARIAH DAN HUKUM

:1 t-i- i'1 ..lrt:lrttlli No.95 Ciputtll'l-llngcrang Scl:rtan '

lb11).(()21)71711537

ヽでbsite:w、 |ヽ .ヽuinikt,ac.id,Enlail:1lu:1la s.ヽ 11■ ltiniヽせ:11,,11

晟 置 騒 韓

鰈 艤饉鷺

, ae-ah 4/TL oo/3 t2o18

: Permohonan Data/Wawancara

Kepada

Yth. Ketua Pengadllan AgamaJakarta Selatan

di

Tempat

As salam m u' al aiktt m, Wr. Wb.

Dekan Fakultas SYariah danmenerangkan bahwa :

NamaTempat/TanggalNIMSemesterProgram StudiAlamat

Telp/Hp :

′ adalah benar yang∪IN Syarif Hidayatu‖ ah

」akarta,06'Vlaret 201 8Nomor

l*ampiran

Hal

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

: Abdussaml Makarlm: JAKARTA/06」 anua百 1995: 11140460000087:8l Hukum Ekonoml Syariiah(Muamalat)

」1丁aruna Jaya No.12 Rt.004ノ 05 Kel.Cibubur,Kec.Ciracas,

」akarta ttirllur Dki Jakarta.

081213193614(WA)0

::i171Lg)ど古ζns:慧」ltS鷺 :「yi:想‖|:ilp:r::loal]:dl‖

kum

だ″

Perbandingan Penyelesalan sengketa Ekonomi syariah pada BASYARNAS, LAPSPI, dan

Pengadilan Agama

Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/lbu dapat menerima

yang bersungkrtrn untuk Wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripst

dimaksud.

Atas kerjasama dan bantuannya. kami ucapkan terima kasih.

W a ssal a nt u' a I a i ku m. Wr. Wb

/′

〃 .ξ rヴ

a.n. DekanKepala Bagian Tata Usaha

´Drs,Mochamad Guruh,M,Pd‐‐NIP.196204081987101001

Page 149: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

SUmT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di balvah ini:

Nama . AbdLrssami Makarim

}r{M :1fi4A46A000087

Prodi/Fakultas: Hukum Ekonomi syariah/ Fakultas syariah dan Hukum

Menerangkan telah melaksanakan wawancara untuk penelitian dan penyusunan

tugas akhir kuliah (skripsi) tentang Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di

Badan Arbitrase Nasional (BA SYARNAS ), dengan :

Demikian keterangan ini saya buat dengan sebenar-benarnya sebagai bukti telah

melakukan wawancara.

Ciputat, 17 April2}fi

Pewawancara

Nama

Jabttan

:Achad ttauhari,SH.MII.

:Sekretaris Umlllll BASYARNAS

Narasumber

Page 150: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

1

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017

TENTANG

PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam penyelesaian pengaduan Nasabah kepada Perbankan seringkali tidak tercapai kesepakatan yang dapat diterima oleh Para Pihak;

b. bahwa terdapat forum alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keungan;

c. bahwa asosiasi-asosiasi perbankan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dengan layanan Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase, untuk Para Pihak dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien;

d. bahwa berdasarkan hal hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk membuat Peraturan dan Prosedur Mediasi LAPSPI sebagai pedoman bagi para pihak terkait.

Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), beserta perubahannya apabila ada;

2. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 175);

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang diundangkan tanggal 6 Agustus 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431) beserta perubahannya apabila ada;

4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Keuangan, yang diundangkan tanggal 23 Januari 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) beserta perubahannya apabila ada;

Page 151: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

2

5. Anggaran Dasar LAPSPI sebagaimana tertuang dalam Akta

Pendirian Nomor 36 tanggal 28 April 2015 yang dibuat di hadapan Ashoya Ratam, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Surat Keputusan KEMENKUMHAM Nomor AHU-0004902.AH.01.07 Tahun 2015 tanggal 16 September 2015, beserta perubahannya apabila ada.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Definisi

(1) Dalam Peraturan dan Prosedur ini yang dimaksud dengan:

(a) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses perundingan di LAPSPI untuk memperoleh Kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

(b) Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

(c) Mediator Tetap adalah orang perseorangan yang diangkat oleh LAPSPI sebagai Mediator dan tercatat dalam Daftar Mediator Tetap.

(d) Daftar Mediator Tetap adalah daftar yang diterbitkan oleh LAPSPI yang berisikan nama-nama Mediator Tetap.

(e) Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang ditunjuk oleh Pengurus untuk membantu Mediator dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Mediasi.

(f) Kode Etik adalah Kode Etik yang berlaku bagi Mediator LAPSPI. (g) Benturan Kepentingan adalah kondisi seseorang dimana yang bersangkutan

tidak dapat bertindak secara objektif karena adanya kepentingan pribadi, baik secara ekonomi maupun sosial.

(h) Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa Mediator telah lulus pelatihan dan pendidikan Mediator yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah diakreditasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(i) Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke LAPSPI untuk memperoleh penyelesaian.

(j) Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

(k) Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

Page 152: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

3

(l) Permohonan Mediasi adalah surat permohonan yang diajukan oleh Para Pihak atau salah satu Pihak atau Arbiter Tunggal/Ketua Majelis Arbitrase kepada Pengurus LAPSPI untuk menyelenggarakan Mediasi dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur ini.

(m) Perjanjian Mediasi adalah perjanjian tertulis yang dibuat oleh Para Pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

(n) Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat kronologis kejadian sengketa, tuntutan yang diajukan, dan usulan solusi penyelesaian.

(o) Pengurus adalah mereka yang diangkat sebagai Pengurus LAPSPI sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar LAPSPI, beserta segala perubahannya jika ada.

(p) Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-hari LAPSPI yang dipimpin oleh salah satu anggota Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Pengurus.

(q) Kaukus adalah pertemuan antara Mediator dengan salah satu Pihak tanpa dihadiri oleh Pihak lain.

(r) Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani Para Pihak dan Mediator.

(s) Kesepakatan Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan antara Pihak Pemohon dengan sebagian atau seluruh Pihak Termohon dan kesepakatan Para Pihak terhadap sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses Mediasi.

(t) Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian yang dibuat oleh Hakim Pengadilan Negeri untuk menguatkan isi Kesepakatan Perdamaian tersebut.

(u) Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang diselenggarakan di LAPSPI dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur ini yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase.

(v) Layanan Probono adalah layanan Mediasi secara cuma-cuma untuk sengketa dengan jumlah Tuntutan Ganti Rugi sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diajukan oleh Pemohon dengan kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Keputusan Rapat Pengurus LAPSPI.

(w) Layanan Komersial adalah layanan Mediasi berbayar untuk sengketa dengan jumlah Tuntutan Ganti Rugi diatas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

(x) Tuntutan Ganti Rugi adalah jumlah nominal materiil tertentu yang dituntut oleh Pemohon.

(2) Penyebutan kata “hari” dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah merujuk kepada hari kerja nasional Indonesia.

Pasal 2

Ruang Lingkup Peraturan dan Prosedur (1) Peraturan dan Prosedur ini mengatur penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui

Mediasi LAPSPI, baik yang diajukan langsung oleh Para Pihak kepada forum Mediasi LAPSPI maupun yang ditempuh melalui forum Arbitrase LAPSPI.

(2) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Mediasi LAPSPI harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini: (a) merupakan sengketa perdata di bidang Perbankan dan/atau berkaitan dengan

bidang Perbankan;

Page 153: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

4

(b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa;

(c) sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian;

(d) sengketa yang telah menempuh upaya musyawarah tetapi Para Pihak tidak berhasil mencapai perdamaian; dan

(e) antara Para Pihak terikat dengan Perjanjian Mediasi. (3) LAPSPI termasuk Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat dilarang untuk

memberikan dan/atau menawarkan bantuan hukum dalam bentuk apapun, baik secara profesional ataupun personal kepada Para Pihak, termasuk nasehat dan/atau opini hukum menyangkut posisi hukum Para Pihak.

(4) Para Pihak, Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

Pasal 3 Sifat Proses Mediasi

(1) Proses Mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali Para Pihak menghendaki lain. (2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI dilaksanakan oleh Para Pihak

berdasarkan kepada itikad baik dan bermartabat, dengan mengesampingkan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

(3) Keikutsertaan Para Pihak dalam proses Mediasi adalah berdasarkan keinginan Para Pihak sendiri tanpa adanya paksaan, dan harus diikuti dengan santun, saling menghormati dan tertib.

(4) Kesepakatan Perdamaian dibuat secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan. (5) Kesepakatan Perdamaian bersifat final dan mengikat Para Pihak untuk dilaksanakan

dengan itikad baik, dan terhadap Kesepakatan Perdamaian tersebut tidak dapat diajukan perlawanan atau bantahan.

(6) Pihak yang tidak melaksanakan Kesepakatan Perdamaian dianggap melanggar perjanjian.

(7) Mediator hanya memfasilitasi pertemuan dan perundingan dalam kerangka Mediasi dengan tujuan untuk mencapai suatu penyelesaian antara Para Pihak yang bersengketa, dan dalam hal ini Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat suatu keputusan atau penetapan pembayaran.

(8) Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.

BAB II

MEDIATOR

Pasal 4 Persyaratan Mediator

(1) Untuk dapat menjadi Mediator dalam Mediasi LAPSPI, haruslah orang yang sudah diangkat oleh Pengurus sebagai Mediator Tetap LAPSPI.

(2) Pengurus mengangkat seseorang sebagai Mediator Tetap LAPSPI menurut ketentuan sebagai berikut : (a) Pencalonan seseorang untuk menjadi Mediator Tetap LAPSPI diputuskan dalam

Rapat Pengurus berdasarkan pemahaman Pengurus mengenai integritas dan

Page 154: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

5

kapabilitas dari calon yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Lampiran II.

(b) Apabila seseorang dimaksud, atas permohonan kesediaan yang disampaikan dari Pengurus, bersedia menjadi calon Mediator Tetap LAPSPI, maka Pengurus meminta yang bersangkutan menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta salinan dokumen-dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus.

(c) Pengurus hanya mengangkat seseorang menjadi Mediator Tetap LAPSPI apabila calon tersebut telah disetujui oleh Badan Pengawas LAPSPI.

(3) Pengangkatan seseorang menjadi Mediator Tetap LAPSPI hanya dapat dilakukan apabila calon yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat sebagaimana tertuang dalam Lampiran II Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(4) Apabila setelah diangkat sebagai Mediator Tetap LAPSPI ternyata di kemudian hari Mediator tersebut mengalami perubahan kondisi pada dirinya yang mengakibatkan tidak terpenuhinya 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Pengurus segera memutuskan untuk: (a) membekukan statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI untuk sementara waktu

sampai dengan dipenuhinya kembali syarat-syarat yang diperlukan; atau (b) mengajukan permohonan kepada Badan Pengawas LAPSPI untuk mencabut

statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI. (5) Dalam hal keputusan pembekuan atau pencabutan dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan

oleh Pengurus pada saat Mediator yang bersangkutan tengah menjalankan tugasnya sebagai Mediator perkara, pada saat Mediasi berada dalam tahap apapun, maka Pengurus segera menghentikan proses Mediasi dimaksud sampai dengan ditunjuk kembali Mediator baru sesuai dengan Peraturan dan Prosedur ini.

(6) Pengurus menerbitkan Daftar Mediator Tetap LAPSPI yang terbuka untuk umum, dan memperbaharuinya setiap ada perubahan pada daftar tersebut.

Pasal 5 Kewajiban Mediator

(1) Mediator wajib mentaati ketentuan Kode Etik dan menghindari Benturan Kepentingan selama menjalankan fungsinya.

(2) Mediator berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Kode Etik.

(3) Mediator wajib memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing Pihak untuk didengar keterangan, pendapat dan keinginannya.

(4) Mediator wajib segera mengundurkan diri apabila, setelah menerima penunjukan sebagai Mediator, kemudian menyadari bahwa yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (6).

BAB III Penunjukan Mediator

Pasal 6 Layanan Probono

(1) Untuk Layanan Probono, Pengurus LAPSPI menunjuk 1 (satu) orang Mediator Tetap LAPSPI untuk menangani penyelesaian sengketa Para Pihak.

Page 155: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

6

(2) Sekretaris dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi kesediaan Mediasi dari Termohon, meneruskan surat penunjukan kepada Mediator.

(3) Mediator yang ditunjuk, berhak untuk menerima atau menolak penunjukan atas dirinya, dan memberikan jawabannya secara tertulis paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah menerima surat penunjukan tersebut kepada Sekretaris, dengan tembusan Pengurus.

(4) Apabila Mediator menerima penunjukan, maka Mediator di dalam jawabannya sekaligus melampirkan surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh LAPSPI dengan memperhatikan Kode Etik dan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan dan Prosedur Mediasi ini. Mediator bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya tersebut.

(5) Mediator hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) tidak memiliki benturan kepentingan terhadap salah satu atau Para Pihak yang

bersengketa; (b) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan

tugas sebagai Mediator yang akan mempengaruhi integritas, imparsialitas dan kemandiriannya dalam menyelenggarakan Mediasi;

(c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Mediator dengan sebaik-baiknya;

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dengan jujur dan benar.

(6) Apabila Mediator menolak penunjukan, karena sebab tidak terpenuhinya ketentuan ayat (5) pasal ini, maka Pengurus menunjuk Mediator lain dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima surat penolakan. Jangka waktu dalam kesempatan kedua tersebut sudah termasuk konfirmasi penerimaan dari Mediator yang ditunjuk.

(7) Apabila Mediator melanggar ketentuan Pasal 5, maka proses Mediasi akan diberhentikan sementara dan Pengurus LAPSPI akan menunjuk dan mengangkat Mediator baru dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(8) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Mediator memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Mediator, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Mediator dimaksud sebagai Mediator untuk perkara yang bersangkutan.

(9) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (8), Pengurus menyerahkan Berkas Permohonan Mediasi kepada Mediator melalui Sekretaris supaya dapat segera dimulai perundingan Mediasi.

Pasal 7 Layanan Komersial

(1) Para Pihak dalam Layanan Komersial berhak memilih seorang atau paling banyak 2 (dua) orang Mediator yang tercatat dalam Daftar Mediator Tetap LAPSPI.

(2) Pengurus, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi kesediaan Mediasi dari Termohon, menyampaikan Daftar Mediator Tetap LAPSPI kepada Para Pihak untuk menyepakati dan menunjuk 1 (satu) orang atau lebih Mediator.

Page 156: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

7

(3) Para Pihak, dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima Daftar Mediator Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus telah menyepakati dan menunjuk 1 (satu) orang atau lebih Mediator dan menyampaikan penunjukan tersebut secara tertulis kepada Pengurus LAPSPI.

(4) Sekretaris segera meneruskan surat penunjukan kepada Mediator atau Para Mediator paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat dari Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini.

(5) Mediator hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) tidak memiliki benturan kepentingan terhadap salah satu atau Para Pihak yang

bersengketa; (b) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan

tugas sebagai Mediator yang akan mempengaruhi integritas, imparsialitas dan kemandiriannya dalam menyelenggarakan Mediasi;

(c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Mediator dengan sebaik-baiknya;

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dengan jujur dan benar.

(6) Apabila Mediator menolak penunjukan, karena sebab tidak terpenuhinya ketentuan ayat (5) pasal ini, maka Pengurus berwenang menunjuk Mediator lain dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat penolakan dan menyampaikan kepada Para Pihak.

(7) Apabila Mediator menerima penunjukan, maka Mediator di dalam jawabannya sekaligus melampirkan surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh LAPSPI dengan memperhatikan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan dan Prosedur Mediasi ini. Mediator bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya tersebut.

(8) Pengurus berwenang menunjuk Mediator untuk kepentingan Para Pihak apabila: (a) Para Pihak menyerahkan penunjukan Mediator kepada Pengurus; atau (b) Para Pihak gagal menunjuk Mediator dalam waktu sebagaimana dimaksud ayat

(1) atau ayat (3); atau (c) Mediator yang ditunjuk Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini,

menolak penunjukan. (9) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Mediator memberikan

konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Mediator, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Mediator dimaksud sebagai Mediator untuk perkara yang bersangkutan.

(10) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (9), Pengurus menyerahkan Berkas Permohonan Mediasi kepada Mediator melalui Sekretaris supaya dapat segera dimulai perundingan Mediasi.

Pasal 8 Penggantian Mediator

(1) Setelah diterbitkan surat pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (10), Mediator tidak dapat diganti atau mengundurkan diri, kecuali menurut syarat-syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (6).

Page 157: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

8

(2) (a) Salah satu Pihak dapat mengajukan permintaan penggantian Mediator secara tertulis kepada Pengurus dengan tembusan Mediator dan Pihak lainnya apabila Mediator yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (5) dan/atau melanggar ketentuan Pasal 5.

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Mediasi sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Pihak lainnya harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Pihak lain tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (10).

(e) Dalam hal Pihak lain berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus.

(f) Mediator berhak diberikan kesempatan untuk membela diri atau memberikan penjelasan kepada Para Pihak dan Pengurus sehubungan dengan adanya permintaan penggantian dirinya.

(3) (a) Mediator dapat mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak, apabila Mediator tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (5) atau melanggar Pasal 5.

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Mediasi sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Para Pihak harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap pengunduran diri sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Para Pihak tidak berkeberatan terhadap permintaan pengunduran diri Mediator tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(e) Dalam hal Para Pihak berkeberatan terhadap permintaan pengunduran diri Mediator tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus.

(f) Mediator berhak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan kepada Pengurus dan Para Pihak sehubungan dengan adanya permintaan pengunduran dirinya tersebut.

(4) Dalam hal Mediator meninggal dunia atau dalam keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(5) Apabila Pengurus memutuskan menolak permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud ayat (2) atau pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Mediator tersebut tetap bertugas dan Mediasi dilanjutkan kembali.

(6) Apabila Pengurus memutuskan menerima permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud ayat (2), atau pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

Page 158: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

9

(7) Keputusan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan ayat (6) bersifat final dan mengikat Para Pihak dan Mediator yang bersangkutan.

(8) Setelah Pengurus mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara, selanjutnya Mediator yang baru akan ditunjuk sesuai dengan tata cara penunjukan Mediator yang diganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal pencabutan surat keputusan tersebut. Proses Mediasi dimulai kembali dengan perhitungan jangka waktu yang baru.

BAB IV

Proses Mediasi

Pasal 9 Pendaftaran Permohonan Mediasi

(1) Mediasi diselenggarakan berdasarkan Permohonan Mediasi yang diajukan pendaftarannya oleh Para Pihak atau salah satu Pihak kepada LAPSPI.

(2) Berkas Permohonan Mediasi paling kurang memuat: (a) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak; (b) jenis perkara; (c) permintaan kepada LAPSPI untuk diselenggarakan Mediasi; (d) Resume Perkara; (e) fotokopi dokumen-dokumen atau bukti-bukti pendukung;

(3) Resume Perkara dibuat oleh masing-masing Pihak jika tidak dimungkinkan untuk dibuat secara bersama-sama.

(4) Pengurus menyampaikan surat konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Mediasi kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah diterimanya konfirmasi tertulis dari Termohon.

(5) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan ditolak, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat alasan penolakan. Para Pihak dapat mengajukan kembali Permohonan Mediasi setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

(6) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan diterima, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat pula: (a) pemberitahuan mengenai dimulainya penunjukan Mediator; (b) pemberitahuan mengenai nama Sekretaris yang ditunjuk oleh Pengurus untuk

perkara yang bersangkutan; (c) informasi mengenai biaya-biaya Mediasi atas perkara yang bersangkutan.

(7) Terhadap permohonan Mediasi yang diterima sebagaimana dimaksud ayat (6), Sekretariat pada tanggal yang sama dengan tanggal konfirmasi dimaksud mencatatkan permohonan tersebut dalam buku register perkara LAPSPI.

(8) Pengurus dapat melimpahkan kewenangan melakukan konfirmasi atas pendaftaran Permohonan Mediasi kepada personil Sekretariat.

Pasal 10 Sekretaris

(1) Pengurus menunjuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat untuk menjadi Sekretaris

pada perkara yang akan atau sedang diproses dalam Mediasi. (2) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut:

(a) membuat risalah pertemuan perundingan, kaukus dan dengar pendapat; (b) mengurus korespondensi Mediasi;

Page 159: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

10

(c) menyimpan catatan dan dokumen Mediasi; (d) menandatangani surat-surat undangan pertemuan kepada Para Pihak atas nama

Mediator; (e) membantu Para Pihak dan Mediator menyiapkan format konsep Kesepakatan

Perdamaian; (f) membantu Mediator dalam menyusun jadwal perundingan dan mengingatkan

Mediator dan Para Pihak mengenai jangka waktu Mediasi; (g) menyiapkan konsep laporan Mediator kepada Pengurus mengenai selesainya

Mediasi; (h) tugas-tugas lain yang diatur pada bagian lain dari Peraturan dan Prosedur ini,

apabila ada. (3) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas proses Mediasi dan melaksanakan

tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan LAPSPI.

Pasal 11 Perjanjian Mediasi

(1) Perjanjian Mediasi dapat dibuat dengan cara sebagai berikut:

(a) tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dari perjanjian pokok; (b) dibuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh Para Pihak; (c) dalam bentuk pernyataan Para Pihak di hadapan persidangan Arbitrase LAPSPI.

(2) Dalam hal pengajuan Mediasi dibuat dalam bentuk pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (c) maka perjanjian tersebut cukup dibuktikan dengan Berita Acara Persidangan Arbitrase LAPSPI.

(3) Perjanjian Mediasi memuat pernyataan bahwa Para Pihak bersedia untuk terikat, tunduk dan melaksanakan setiap dan semua kesepakatan yang mungkin dicapai dalam Mediasi LAPSPI, serta menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam Mediasi.

(4) LAPSPI dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Mediasi.

BAB V PERUNDINGAN MEDIASI

Pasal 12 Jangka Waktu

Perundingan Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah tanggal surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9). Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang atas kesepakatan Para Pihak dan Mediator paling lama 30 (tiga puluh) hari lagi.

Pasal 13 Tempat

Mediasi diselenggarakan di Jakarta atau tempat yang ditentukan oleh Pengurus. Namun demikian, Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Pengurus dan Mediator.

Pasal 14 Bahasa

Page 160: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

11

(1) Bahasa yang digunakan dalam semua proses Mediasi LAPSPI adalah bahasa Indonesia,

kecuali atas persetujuan Mediator maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain. (2) Kesepakatan Perdamaian harus menggunakan Bahasa Indonesia dan dapat

diterjemahkan ke dalam Bahasa Lain.

Pasal 15 Perundingan, Kaukus, dan Dengar Pendapat

(1) Mediator harus sudah memulai perundingan Mediasi selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari terhitung setelah tanggal menerima surat keputusan pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(2) Mediator berupaya menyelenggarakan proses Mediasi yang efisien dan bersungguh-sungguh membimbing Para Pihak mencapai Kesepakatan Perdamaian.

(3) Mediator harus mengambil inisiatif untuk memulai pertemuan, mengusulkan jadwal dan agenda pertemuan kepada Para Pihak untuk dibahas dan disepakati.

(4) Mediator harus mendorong Para Pihak untuk secara langsung terlibat dan berperan aktif dalam: (a) proses Mediasi secara keseluruhan; (b) menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak; dan (c) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak.

(5) Dalam rangka menjaga prinsip independensi dan keadilan, Pengurus memiliki kewenangan untuk hadir memantau jalannya proses Mediasi.

(6) Apabila menganggap perlu, Mediator dapat melakukan Kaukus dengan persetujuan terlebih dahulu Para Pihak.

(7) Apabila menganggap perlu, Mediator dengan persetujuan dan biaya Para Pihak dapat mengundang 1 (satu) atau lebih ahli dalam bidang tertentu dan/atau pihak ketiga lainnya untuk memberikan keterangan.

(8) Para Pihak harus menghadiri pertemuan perundingan yang diselenggarakan oleh Mediator dan tidak boleh diwakilkan hanya oleh kuasa hukumnya. Jika dipandang perlu oleh Mediator untuk kelancaran proses perundingan, Mediator dapat membatasi kehadiran kuasa hukum Para Pihak.

(8) Dalam hal suatu Pihak merupakan badan hukum, maka harus diwakili oleh pengurusnya dan/atau pegawainya yang sah dan berwenang atau berdasarkan Surat Kuasa khusus, untuk: (a) mewakili badan hukum; (b) mengambil keputusan untuk dan atas nama badan hukum; dan (c) membuat perdamaian untuk dan atas nama badan hukum.

(9) Acara perundingan, Kaukus dan mendengar keterangan ahli/pihak ketiga dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan tatap muka langsung atau melalui sarana teknologi informasi (seperti telepon, telekonferensi dan/atau video konferensi).

(10) Selama belum tercapai Kesepakatan Perdamaian, salah satu Pihak dapat menyatakan mundur dari proses Mediasi kepada Mediator, dengan tembusan Pihak lain dan Pengurus, jika terdapat alasan dan bukti yang kuat bahwa Pihak lain menunjukkan itikad tidak baik dalam menjalani proses Mediasi.

Pasal 16 Keterlibatan Ahli dan Saksi

(1) Atas persetujuan Para Pihak, Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih Ahli atau Saksi.

Page 161: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

12

(2) Para Pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan kekuatan yang mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan/atau penilaian Ahli dan/atau Saksi.

Pasal 17 Kerahasiaan

(1) Proses Mediasi bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup yang hanya dihadiri oleh Para Pihak, Mediator dan Sekretaris, kecuali Para Pihak menghendaki lain atau bila diperlukan untuk pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 21 ayat (3).

(2) Kecuali bila diperlukan untuk pelaksanaan Mediasi sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 20 ayat (3), maka semua orang yang terlibat dalam proses Mediasi harus menjaga kerahasiaan baik selama perundingan maupun setelah selesai, dan tidak menggunakan untuk tujuan apapun terhadap: (a) fakta bahwa proses Mediasi akan, sedang dan/atau telah berlangsung; (b) hal-hal yang muncul dalam proses Mediasi; (c) pendapat yang dikemukakan, usulan-usulan atau proposal yang diajukan Para

Pihak untuk penyelesaian sengketa; (d) semua bahan yang diserahkan dan pembicaraan yang dilakukan selama proses

Mediasi; (e) semua data, informasi, korespondensi, dan bahan baik dalam bentuk cetak

tertulis maupun elektronik, mengenai masalah yang didiskusikan, proposal dan tanggapan yang disampaikan, termasuk isi Kesepakatan Perdamaian.

(3) Ketentuan kerahasiaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) tetap melekat atas orang yang terlibat dalam proses Mediasi meskipun Mediasi telah selesai.

(4) LAPSPI dan/atau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa tuntutan termasuk namun tidak terbatas pada: (a) ganti rugi penuh atas kerugian yang ditimbulkan; (b) biaya upaya hukum yang dilakukannya sehubungan dengan pelanggaran

tersebut; (c) jaminan tidak terulang kembali pelanggaran tersebut di kemudian hari.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2), Mediator berwenang untuk menghentikan proses Mediasi untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari.

(6) Setelah Mediasi selesai, maka: (a) Catatan Mediator dan Sekretaris wajib dimusnahkan; (b) Mediator tidak dapat bertindak sebagai saksi fakta, ahli, konsultan, kuasa hukum,

Adjudikator, atau Arbiter dalam perkara yang sama.

Pasal 18 Dokumentasi, Korespondensi dan Komunikasi

(1) Para Pihak dilarang merekam acara Mediasi baik rekaman audio, rekaman visual maupun rekaman audio visual.

(2) Pengiriman surat-menyurat disampaikan oleh Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum pada Permohonan Mediasi. Apabila ada perubahan, maka masing-masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretaris mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-menyurat dari dan ke masing-masing Pihak, dan setiap perubahan-perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-hal tersebut.

Page 162: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

13

(3) Apabila Mediator telah diangkat, maka setiap Pihak tidak boleh melakukan komunikasi

dengan Mediator dengan cara apapun sehubungan dengan Permohonan Mediasi, kecuali dalam pertemuan perundingan, atau pertemuan Kaukus, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris.

(4) Surat-menyurat dari Mediator kepada Para Pihak, maupun dari satu Pihak kepada Mediator dan Pihak lain, harus disampaikan dalam kesempatan perundingan, pertemuan Kaukus dan/atau melalui Sekretaris.

(5) Penyampaian dan pendistribusian surat-menyurat melalui Sekretaris disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan/atau e-mail.

(6) Pengiriman oleh Sekretaris kepada Para Pihak melalui faksimili dan/atau e-mail adalah sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan/atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Apabila pengiriman melalui faksimili dan/atau e-mail sudah diterima dengan baik dan jelas, maka pengiriman surat asli melalui kurir dan/atau pos tercatat boleh untuk tidak dilakukan lagi oleh Sekretaris kepada Para Pihak.

(7) Dokumentasi, korespondensi dan komunikasi yang melanggar ketentuan Pasal 18 ini adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.

BAB VI HASIL MEDIASI

Pasal 19 Mediasi Mencapai Kesepakatan

(1) Apabila Para Pihak berhasil mencapai kesepakatan, maka Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator harus menuangkan kesepakatan tersebut dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator sebagai saksi.

(2) Sebelum Para Pihak menandatangani Kesepakatan Perdamaian, Mediator memeriksa materi perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.

(3) Dengan ditandatangani Kesepakatan Perdamaian oleh Para Pihak, Mediator menyatakan Mediasi selesai dan tugas Mediator selesai. Selanjutnya Mediator segera melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Pengurus.

Pasal 20 Pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian

(1) Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Kesepakatan Perdamaian

dalam jangka waktu yang disepakati dalam kesepakatan tersebut, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan LAPSPI.

(2) Pengurus, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima tembusan surat sebagaimana dimaksud ayat (1), akan menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Pihak lain dan kepada Asosiasi perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (2) masih juga diingkari, Pengurus dan/atau Pihak lain menyampaikan kembali teguran tertulis kedua kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Asosiasi perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan.

Page 163: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

14

Pasal 21 Akta Perdamaian

(1) Apabila Para Pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dituangkan ke dalam Akta Perdamaian, maka hal tersebut harus tercantum pada Kesepakatan Perdamaian, dan selanjutnya salah satu Pihak mengajukan Permohonan Arbitrase kepada LAPSPI atau mengajukan gugatan melalui Pengadilan untuk meminta Akta Perdamaian.

(2) Pada sidang yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (1), Para Pihak menyerahkan Kesepakatan Perdamaian kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

(3) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase LAPSPI hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian ke dalam bentuk Akta Perdamaian apabila kesepakatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sesuai kehendak Para Pihak; (b) tidak bertentangan dengan hukum dan kepatutan; (c) tidak merugikan pihak ketiga; (d) dapat dieksekusi; dan (e) dengan itikad baik Para Pihak.

Pasal 22 Kesepakatan Perdamaian Sebagian

(1) Apabila dalam persengketaan terdapat lebih dari 1 (satu) tuntutan, maka diperbolehkan kepada Para Pihak untuk mencapai Kesepakatan Perdamaian untuk sebagian saja dari tuntutan-tuntutan tersebut.

(2) Apabila Mediasi melibatkan banyak Pihak, maka perdamaian diperbolehkan untuk tercapai secara parsial hanya pada sebagian Pihak saja.

(3) Sebagian sengketa/tuntutan yang belum terselesaikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) dapat dilanjutkan kepada penyelesaian sengketa yang lainnya sesuai kesepakatan/perjanjian di antara Para Pihak.

Pasal 23 Mediasi Tidak Mencapai Perdamaian

(1) Mediator menyatakan Mediasi berakhir tanpa penyelesaian dan segera melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak apabila: (a) setelah lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Mediasi tidak

berhasil mencapai perdamaian; (b) Mediator mengetahui bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasikan,

ternyata melibatkan asset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak menjadi pihak dalam Mediasi, sehingga tidak mungkin dapat dibuat suatu perdamaian yang akan dapat dilaksanakan dengan baik;

(c) satu atau lebih Pihak mengundurkan diri dari Mediasi; (d) Mediator menilai tidak ada itikad baik dari satu atau lebih Pihak dalam Mediasi.

(2) Berdasarkan keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka tugas Mediator selesai, dan selanjutnya sengketa tersebut dapat dilanjutkan pada proses penyelesaian sengketa lainnya sesuai kesepakatan/perjanjian di antara Para Pihak.

(3) Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan Para Pihak dalam proses Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti proses persidangan perkara.

Page 164: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

15

BAB VII

BIAYA-BIAYA LAYANAN MEDIASI

Pasal 24 Jenis-jenis Biaya

(1) Biaya-biaya dalam layanan Mediasi terdiri dari:

(a) Biaya Pendaftaran, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 25; (b) Biaya Sengketa, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 26; (c) Biaya Mediator, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 27;

(2) Biaya Pendaftaran dan Biaya Mediator, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan c, ditanggung oleh Pemohon.

(3) Para Pihak bebas menyepakati pembagian beban di antara Para Pihak atas Biaya Sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b. Para Pihak segera memberitahukan kesepakatan tersebut kepada Pengurus.

(4) Apabila tidak ada kesepakatan sebagaimana dimaksud ayat (3), Pengurus menentukan Biaya Sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b secara adil.

(5) Apabila terdapat perhitungan pajak, maka biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) juncto Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 serta Lampiran I adalah jumlah bersih yang diterima LAPSPI.

(6) Pengurus menunda dan/atau menghentikan proses pemeriksaan apabila ada biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) yang belum dilunasi oleh Para Pihak sesuai ketentuan Pasal 25 atau Pasal 26 atau Pasal 27.

Pasal 25

Biaya Pendaftaran (1) Besarnya biaya pendaftaran ditetapkan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(2) Biaya Pendaftaran Permohonan Mediasi dilunasi oleh Pemohon pada saat pendaftaran Permohonan Mediasi.

Pasal 26 Biaya Sengketa

(1) Biaya Sengketa adalah biaya-biaya untuk keperluan pengeluaran:

(a) mediasi yang diselenggarakan di luar kantor LAPSPI; (b) menghadirkan ahli dan/atau saksi sebagaimana dimaksud Pasal 16; (c) munculnya lain-lain biaya yang relevan dan wajar yang dapat diterima atau

disepakati oleh Para Pihak. (2) Para Pihak harus menyerahkan deposit untuk pengeluaran Biaya Sengketa sesuai

dengan keputusan Pengurus LAPSPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(3) Deposit sebagaimana dimaksud ayat (2) disetorkan Para Pihak kepada LAPSPI sebelum dimulainya perundingan Mediasi.

(4) Apabila jumlah deposit telah berkurang lebih dari 60 % (enam puluh per seratus), maka Para Pihak harus menambah deposit sehingga jumlahnya kembali sebesar deposit awal.

Page 165: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

16

(5) Apabila seluruh pengeluaran Biaya Perundingan ternyata lebih kecil dari deposit yang disetor, maka sisa deposit segera dikembalikan kepada Para Pihak, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah Mediasi selesai.

(6) Sekretariat membuat laporan penggunaan deposit kepada Para Pihak dengan bukti-bukti pengeluaran yang cukup.

Pasal 27

Biaya Mediator (1) Biaya Mediator ditentukan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu yang nilainya

dicantumkan dalam Lampiran I dan yang merupakan satu kesatuan dengan Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(2) Pemohon melunasi Biaya Mediator saat pendaftaran Permohonan Mediasi. (3) Apabila nilai sengketa tidak disebutkan oleh Para Pihak atau tidak berupa suatu

tuntutan pembayaran uang, maka besarnya nilai sengketa ditetapkan oleh Pengurus dengan memperhatikan kompleksitas perkara dan setelah mendengar pendapat Para Pihak dan Mediator.

(4) Apabila Mediasi ternyata tidak berhasil mencapai Kesepakatan Perdamaian tanpa adanya Pihak yang mengundurkan diri, maka Biaya Mediator tidak dihitung berdasarkan ayat (1), tetapi menggunakan perhitungan tarif biaya per jam sebagaimana tercantum dalam Lampiran I sesuai dengan total konsumsi waktu Mediator yang dipakai untuk perundingan Mediasi.

BAB VIII SANKSI

Pasal 28 Pelanggaran oleh Mediator

(1) Mediator yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Benturan Kepetingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5a) dan (5b) serta Pasal 7 ayat (6a) dan (6b), akan diperiksa oleh Komite Kehormatan LAPSPI.

(2) Mediator yang terbukti bersalah berdasarkan keputusan Komite Kehormatan LAPSPI, akan dikeluarkan dari Daftar Mediator Tetap dan tidak diperkenankan untuk menangani perkara atau sebagai Kuasa Hukum dari Para Pihak yang bersengketa, di dalam jurisdiksi LAPSPI.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

(1) Pengurus, Mediator, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata terhadap pelaksanaan tugasnya dan kewenangannya berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini, maupun terhadap isi dari Kesepakatan Perdamaian.

(2) Para Pihak tidak dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap LAPSPI (termasuk Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya), termasuk tapi tidak terbatas pada tuntutan berkenaan dengan: (a) setiap layanan yang disediakan LAPSPI; (b) setiap upaya yang dilakukan oleh LAPSPI;

Page 166: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

17

(c) sengketa yang didaftarkan dan diproses di LAPSPI; (d) setiap tindakan, berkenaan dengan proses Mediasi, yang dilakukan yang sesuai

dengan Peraturan dan Prosedur ini. (3) Para Pihak menyatakan dan setuju bahwa setiap tuntutan terhadap LAPSPI (termasuk

Pengurus, Mediator, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya) yang dibuat dengan melanggar ayat (1) dan/atau ayat (2) adalah merupakan suatu kerugian yang besar dan nyata bagi LAPSPI. Oleh karena itu LAPSPI berhak untuk melakukan upaya hukum atas tuntutan tersebut, dan juga berhak untuk menuntut kepada Para Pihak atas ganti rugi secara penuh biaya hukum yang telah LAPSPI keluarkan.

(4) Mediator yang pada saat mulai berlakunya Peraturan dan Prosedur ini telah diangkat sebagai Arbiter/Mediator Tetap LAPSPI namun belum mempunyai Sertifikat Mediator, maka kepada Mediator yang bersangkutan diberikan kesempatan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung setelah berlakunya Peraturan dan Prosedur ini untuk memiliki Sertifikat Mediator dimaksud. Apabila Mediator yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan ini maka Pengurus akan mencabut statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI. Selama statusnya belum dicabut, Mediator yang bersangkutan tetap dapat ditunjuk oleh Para Pihak dan/atau Pengurus untuk menjadi Mediator perkara di LAPSPI.

(5) Penyebutan nama suatu organisasi/instansi dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah dimaksudkan pula kepada nama baru dari organisasi/instansi yang bersangkutan disebabkan perubahan nama saja ataupun disebabkan karena tindakan pemisahan, penggabungan atau pengambilalihan yang menyebabkan perubahan nama organisasi/instansi.

Pasal 30

Pada saat Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia Nomor 07/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Mediasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 April 2017

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN INDONESIA

Himawan E. Subiantoro Saifuddin Latief Nirwana Atta Ketua Sekretaris Bendahara

Page 167: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

i

P R O F I L BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL- MAJELIS ULAMA INDONESIA

(BASYARNAS-MUI)

N A M A

Badan Arbitrase Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia, disingkat Basyarnas -MUI.

KEDUDUKAN

Basyarnas berkedudukan di Jakarta dengan cabang atau perwakilan ditempat-tempat lain yang dipandang perlu.

PEMBENTUKAN

Basyarnas pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal5Jumadil Ula 1414 H. bertepatan tanggal 21 Oktober 1993 dengan bentuk badan hukum berupa Yayasan. Akte pendirian yayasan dibuat dihadapan Notaris Ny. Lely Roostiati Yudo Paripurno, SH, di Jakarta dengan akta No. 175 tanggal 21 Oktober 1993 M, ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH. Hasan Basri dan Sekretaris Umum MUI Bp. HS. Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh MUI berdasarkan keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun 1992. Perubahan nama dari BAMUI menjadi Basyarnas diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 30 Syawal 1424 H. bertepatan tanggal 24 Desember 2003 M. SIFAT DAN STATUS Basyarnas, sesuai dengan Pedoman Dasar yang ditetapkan oleh MUI, merupakan lembaga hakam yang bebas merdeka, otonom dan independen, tidak dicampuri dan tidak dipengaruhi oleh lembaga kekuasaan dan pihak-pihak lainnya. Basyarnas merupakan perangkat organisasi MUI sebagaimana Dewan Syariah Nasional (DSN), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LP-POM-MUI), Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (YDDP), Lembaga Perekonomian dan Keuangan MUI, Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumbaer Daya Alam, Komite Dakwah Khusus (KDK), Pusat Da’wah dan Pendidikan Akhlak Bangsa (PDPAB). Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (PP-POM-UI),

Page 168: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

ii

Yayasan Dana Dakwah Pembangunan (TDDP), Lembaga PerPendidikan Akhlak DASAR HUKUM

1. Al-Qur’an

a. Surah {49} AL-Hujurat,(9) “Dan jika dua golongan orang yang beriman berperang (bersengketa),maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sampai mereka kembali kepada ajaran Allah. Dan jika golongan itu telah kembali, maka damaikan keduanya dengan adil dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

b. Surah{4} An-Nisa,(35) “Jika kamu khawatir terjadi sengketa diantara keduanya (suami isteri), maka kirimkan seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan (perdamaian), niscaya Allah akan memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Dengan metode analogi/qiyas, maka bilamana tahkim dalam sengketa suami isteri dibolehkan bahkan diperintahkan, sudah barang tentu dalam masalah lain yang menyangkut hak pribadi dibolehkan juga).

2. As-Sunnah

Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, warta dari Abi Hurairah r.a, mengabarkan Rasulullah bersabda: ”Ada seorang laki-laki membeli pekarangan dari seorang. Orang yang membeli tanah pekarangan tersebut menemukan sebuah guci yang berisikan emas. Kata orang yang membeli pekarangan, ambillah emasmu yang ada pada saya, aku hanya membeli daripadamu tanahnya saja dan tidak membeli emasnya. Jawab orang memiliki tanah, aku telah menjual kepadamu tanah dan barang-barang yang terdapat di dalamnya. Kedua orang itu lalu bertahkim (mengangkat arbiter) kepada seseorang. Kata orang yang diangkat menjadi arbiter, apakah kamu berdua mempunyai anak. Jawab dari salah seorang dari kedua yang bersengketa. ”ya”, saya mempunyai seorang anak laki-laki. Dan yang lain menjawab, saya mempunyai seorang anak perempuan. Kata arbitrator lebih lanjut, kawinkanlah anak laki-laki itu dengan anak perempuan itu dan biayailah kedua mempelai dengan emas itu, dan kedua orang tersebut menyedekahkan (sisanya kepada fakir miskin).

3. Ijma’

Banyak riwayat meunjukkan bahwa para ulama dan sahabat Rasulullah SAW dan sepakat (ijma’) membenarkan penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase. Misalnya, diriwayatkan tatkala Umar bin Khattab hendak membeli seekor kuda.Pada saat Umar menunggang kuda itu untuk uji coba, kaki kuda itu patah.Umar hendak mengembalikan kuda itu kepada pemilik. Pemilik kuda itu menolak. Umar berkata: “Baiklah, tunjuklah seseorang yang kamu percayai untuk

Page 169: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

iii

menjadi hakam (arbiter) antara kita berdua. Pemilik kuda itu berkata: “Aku rela Syureh al Qadhi untuk menjadi hakam”. Maka mereka menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada Abu Syureih (Syureh al Qadhi). Abu Syureih (Syureh al Qadhi) yang dipilih itu memutuskan bahwa Umar harus mengambil dan membayar harga kuda itu. Abu Syureih (Syureh al Qadhi) berkata kepada Umar bin Khattab : “Ambillah apa yang kamu beli (dan bayar harganya), atau kembalikan kepada pemilik apa yang telah kamu ambil seperti semula tanpa cacat”. Umar menerima baik putusan itu dengan membayar harga kuda tersebut. Pada riwayat lain Umar bin Khattab bersengketa dengan Ubay bin Ka’ab tentang sebidang tanah dan bersepakat menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai hakam.Pada riwayat lain, Thalhah pernah bersengketa dan menunjuk hakam Jubeir bin Muth’im.

4. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Arbitrase menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan Lembaga Arbitrase adalah badan arbitrase yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. adalah salah satu Lembaga Arbitrase sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Sebelum Undang-Undang 30 Tahun 1999 diundangkan, maka dasar hukum berlakunya arbitrase adalah : a. Reglemen Acara Perdata (Rv. S. 1847 : 52) Pasal 615 sampai dengan 651,

Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR. S.1941 : 44) Pasal 377 dan Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg S.1927 : 227) Pasal 705.

b. UU 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman : Penjelasan Pasal 3 ayat 1. sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

c. Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI.

5. Undang-undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan terakhir dengan Undang-undang no. 50 tahun 2009

6. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 14 Tahun 2016 Tentang Tata cara penyelesaian perkara ekonomi syariah.

Page 170: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

iv

7. Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia SK Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 30 Syawal 1424 (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Basyarnas merupakan lembaga hakam (arbitrase syariah) di Indonesia yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain.

8. Fatwa DSN-MUI Fatwa-fatwa DSN-MUI perihal hubungan muamalah (perdata) diakhiri dengan ketentuan: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”. (Lihat antara lain Fatwa No.04 tentang Jual Beli (Murabahah) Fatwa No 5 Jual-Beli Salam, Fatwa No.06 tentang Jual Beli Istishna’, Fatwa No.07 tentang Pembiayaan Mudharabah, Fatwa No.08 tentang Pembiayaan Musyarakah, dan Fatwa No.60…..

WEWENANG (YURISDIKSI)

BASYARNAS berwenang : a. Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah (perdata) yang

timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas sesuai dengan Prosedur Basyarnas.

b. Memberikan pendapat hukum yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.

PERATURAN PROSEDUR

Basyarnas mempunyai peraturan prosedur yang memuat ketentuan-ketentuan beracara antara lain: permohonan untuk mengadakan arbitrase, penetapan arbiter, acara pemeriksaan, perdamaian, pembuktian dan saksi-saksi, berakhirnya pemeriksaan, pengambilan putusan, perbaikan putusan, pendaftaran putusan, biaya arbitrase. Demikian profil singkat Basyarnas.

Page 171: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

5

PERATURAN PROSEDUR BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL

(BASYARNAS)

Pasal 1 YURISDIKSI

Yurisdiksi BASYARNAS meliputi:

a) Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalat/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas sesuai dengan Peraturan Prosedur Basyarnas.

b) Memberikan pendapat hukum yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa

ada sengketa mengenai suatu persoalan muamalat/perdata dalam sebuah perjanjian.

Pasal 2

KLAUSULA DAN PERJANJIAN ARBITRASE

1. Kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada Basyarnas, dilakukan oleh para pihak dengan cara:

b) mencantumkan klausula arbitrase dalam suatu naskah perjanjian atau; c) membuat perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat dan disetujui oleh para

pihak, baik sebelum maupun setelah timbul sengketa.

2. Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi muamalat/perdata secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul diantara mereka ke arbitrase di Basyarnas atau menggunakan Peraturan Prosedur Basyarnas, maka Basyarnas mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa diantara para pihak tersebut dan para pihak tunduk kepada Peraturan Prosedur Basyarnas yang berlaku.

Page 172: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

6

Pasal 3 PERMOHONAN ARBITRASE

(1) Prosedur Arbitrase dimulai dengan mendaftarkan Permohonan Arbitrase oleh

pihak yang memulai proses arbitrase (Pemohon) pada Sekretariat Basyarnas. Sebelum permohonan arbitrase didaftarkan ke sekretariat Basyarnas Pemohon harus sudah memberitahukan secara tertulis kepada Termohon, bahwa syarat arbitrase berlaku.

(2) Surat Permohonan Arbitrase harus memuat sekurang-kurangnya: a. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para

pihak dan / atau kuasa hukumnya; b. menyebutkan adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase; c. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa; d. uraian tentang sengketa disertai bukti-bukti; e. dasar tuntutan serta jumlah tuntutan apabila ada; f. cara penyelesaian yang dikehendaki; g. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila

tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, Pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil atau tunggal, atau merujuk kepada Peraturan Prosedur Arbitrase BASYARNAS mengenai penunjukkan dan/atau pembentukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis.

(3) Surat Permohonan Arbitrase harus disertai :

a. salinan/copy surat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, yaitu ketentuan bahwa sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut akan diselesaikan oleh Basyarnas;

b. salinan/copy surat perjanjian arbitrase tersendiri yang secara khusus menyerahkan penyelesaian sengketa kepadaBasyarnas;

c. Surat Kuasa Khusus apabila Surat Permohonan Arbitrase diajukan oleh Kuasa hukum Pemohon.

d. Salinan/copy alat-alat bukti yang sudah dinazegelan.

(4) Setelah Pemohon mendaftarkan permohonannya dan telah membayar seluruh biaya Arbitrase, maka Sekretariat Basyarnas mengirimkan 1 (satu) copy permohonan kepada Termohon disertai permintaan agar Termohon menyampaikan jawaban atau jawaban tersebut disampaikan selambat-lambatnya pada sidang pertama.

Page 173: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

7

Pasal 4 PENUNJUKAN ARBITER TUNGGAL

ATAU ARBITER MAJELIS

(1) Para pihak dapat menyepakati pemeriksaan dilakukan oleh Arbiter / Majelis

Arbiter .

Dalam hal para pihak menyepakati sengketa diperiksa oleh Majelis Arbiter, maka masing-masing pihak memilih satu orang Majelis Arbiter. Kedua orang Majelis Arbiter yang dipilih oleh masing-masing pihak tersebut memilih dan menentukan orang ketiga sebagai Ketua Majelis Arbiter.

Daftar Arbiter tersedia dan dapat dilihat di kantor Basyarnas.

Arbiter Basyarnas Pusat dapat menangani seluruh perkara di kantor perwakilan Basyarnas.

(2) Apabila para pihak menghendaki adanya Arbiter dari luar daftar yang disediakan

Basyarnas karena adanya pertimbangan khusus atas sengketa, maka Arbiter di luar daftar Basyarnas harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak dan untuk itu para pihak mengajukan permohonan tertulis kepada Ketua Basyarnas. Diterima atau tidaknya Arbiter luar tersebut diputuskan oleh Ketua Basyarnas dengan Surat Penetapan.

Apabila Ketua Basyarnas menolak permohonan penggunaan Arbiter dari luar,

maka berlaku ketentuan Pasal 4 ayat (1)

(3) Arbiter / Majelis Arbiter yang ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara harus menandatangani Pernyataan Kesediaan tidak berpihak dan tidak mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dengan para pihak, yang formulirnya disediakan oleh Sekretariat Basyarnas.

(4) Dalam hal klausula arbitrase menentukan bahwa sengketa dapat diadili oleh

Arbiter Tunggal yang disepakati oleh para pihak, maka dalam Permohonan Arbitrase, pemohon harus mengusulkan seorang Arbiter Tunggal yang memenuhi syarat. Usul/penunjukan arbiter tunggal tersebut harus disetujui secara tertulis oleh Termohon. Jika Termohon tidak menyetujui Arbiter Tunggal yang ditunjuk Pemohon, maka para pihak diberi waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Permohonan Arbitrase diterima oleh Termohon untuk menyepakati Arbiter Tunggal yang akan memeriksa dan mengadili sengketa mereka. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan dalam penunjukkan Arbiter Tunggal, maka sengketa akan diperiksa dan diadili oleh Majelis Arbiter, dengan mengacu pada ketentuan Pasal 4 ayat 1.

Page 174: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

8

(5) Jika terdapat lebih dari 2 (dua) pihak yang bersengketa, pihak-pihak Pemohon akan dianggap sebagai satu pihak, sedangkan pihak-pihak Termohon akan dianggap sebagai satu pihak lainnya. Jika dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) pihak-pihak Pemohon atau pihak-pihak Termohon tidak mencapai kesepakatan untuk menunjuk seorang Arbiter / Majelis Arbiter, maka penunjukkan Arbiter / Majelis Arbiter oleh para pihak dinyatakan gagal. Selanjutnya Ketua Basyarnas berwenang menunjuk seorang arbiter / Majelis Arbiter untuk masing-masing pihak.

(6) Jika terdapat pihak ke tiga diluar perjanjian arbitrase yang mengajukan

intervensi, maka pihak yang mengajukan intervensi itu akan dianggap sebagai pihak (berdiri sendiri, pihak Pemohon dan pihak Termohon) sesuai dengan isi permohonan intervensinya dan penunjukan Arbiternya akan mengikuti ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 4 ini.

(7) Dalam hal para pihak yang bersengketa menyetujui pemeriksaan perkara dengan Majelis Arbiter , maka bersamaan dengan pendaftaran Permohonan Arbitrase, Pemohon harus menunjuk arbiter / Majelis Arbiter pilihannya. Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender setelah Termohon menerima pemberitahuan adanya Permohonan Arbitrase, Termohon sudah harus menunjuk arbiter / Majelis Arbiter pilihannya. Jika Termohon tidak menunjuk Arbiter / Majelis Arbiter pilihannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka Termohon dianggap menyerahkan penunjukkan arbiter pilihannya kepada Ketua Basyarnas. Atas permohonan Termohon, Ketua Basyarnas dapat mengabulkan permohonan perpanjangan jangka waktu penunjukkan arbiter selama 7 (tujuh) hari kalender.

Kedua arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak selanjutnya akan memilih

arbiter ketiga yang akan bertindak sebagai ketua Majelis Arbiter dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak mereka menyatakan kesediaannya untuk memeriksa dan mengadili sengketa dengan menandatangani formulir dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). Dalam hal kedua Arbiter yang telah ditunjuk para pihak tersebut gagal menunjuk Arbiter ketiga sebagai ketua Majelis Arbiter, maka Ketua Basyarnas akan menunjuk seorang arbiter sebagai ketua Majelis Arbiter.

(8) Setiap arbiter yang telah ditunjuk berdasarkan mekanisme penunjukkan pada

ayat (7) di atas, dapat ditolak oleh para pihak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak para pihak menerima pemberitahuan dari Basyarnas mengenai penunjukkan Arbiter yang bersangkutan, jika terdapat indikasi yang jelas dan nyata mengenai ketidak-mandiriannya dalam memeriksa perkara. Permohonan penolakan terhadap arbiter harus diajukan kepada Ketua Basyarnas. Ketua Basyarnas wajib meneliti permohonan penolakan tersebut. Jika penolakan tersebut disetujui oleh Ketua Basyarnas, maka penunjukkan Arbiter pengganti dilakukan oleh Ketua Basyarnas.

Page 175: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

9

(9) Apabila Ketua Basyarnas berhalangan melakukan kewenangannya maka

kewenangan tersebut dijalankan oleh salah seorang Wakil Ketua dan keberhalangannya tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga.

(10) Apabila Arbiter Tunggal telah ditunjuk atau Arbiter Majelis telah dibentuk, maka

semua komunikasi dengan arbiter atau para arbiter harus dilakukan dengan kehadiran pihak lawannya atau jika komunikasi itu dalam bentuk tulisan, pihak lawannya harus mendapat tembusannya.

(11) Penunjukan arbiter atau Majelis Arbiter ditetapkan dengan surat penetapan oleh

ketua Basyarnas. (12) Arbiter atau Majelis arbiter dan pengurus Basyarnas tidak dapat dikenakan

tanggung jawab hukum apapun atas segala tindakan sehubungan dengan penyelenggaraan arbitrase yang dilaksanakan berdasarkan prosedur ini.

Pasal 5

PENGUNDURAN DIRI ARBITER

(1) Seorang arbiter yang telah menerima penunjukkan tidak boleh mengundurkan diri, kecuali pengunduran diri tersebut disetujui oleh para pihak.

(2) Paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja dari tanggal permohonan

pengunduran diri arbiter, Ketua Basyarnas harus menunjuk arbiter pengganti.

Pasal 6 MENINGGAL / TIDAK BERFUNGSINYA ARBITER

(1) Apabila salah seorang arbiter meninggal dunia atau secara nyata salah seorang

anggota arbiter dalam keadaan tidak mungkin melaksanakan tugasnya, sedangkan tugasnya sebagai arbiter belum selesai, maka Ketua Basyarnas segera mengisi kedudukannya dengan menunjuk arbiter pengganti.

(2) Penggantian arbiter yang meninggal dunia, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja

dari tanggal diketahuinya telah meninggal dunia, sedang arbiter yang berada dalam keadaan tidak mungkin melaksanakan fungsinya, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diketahui keadaan tersebut.

(3) Dalam hal Arbiter Tunggal atau Ketua Majelis Arbiter atau 2 (dua) anggota Majelis

Arbiter diganti, maka pemeriksaan yang telah dilaksanakan diulang kembali namun segala dokumen yang telah dimasukkan tidak dapat ditarik kembali.

(4) Perhitungan jangka waktu pemeriksaan selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender dimulai sejak ditunjuknya Arbiter Tunggal atau Majelis Arbiter pengganti.

Page 176: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

10

Pasal 7 KEWENANGAN ARBITER

1. Arbiter / Majelis Arbiter memeriksa, mengadili dan memutus perkara antara para

pihak atas nama Basyarnas. 2. Dalam menjalankan semua kewenangan Basyarnas sesuai dengan peraturan

prosedur / Arbiter / Majelis Arbiter tidak melebihi tuntutan ( Ultra fetita). 3. Arbiter / Majelis Arbiter mengusahakan adanya perdamaian di antara para pihak.

Upaya perdamaian tersebut tidak mempengaruhi batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4).

Pasal 8

PERHITUNGAN WAKTU DAN CARA PEMANGGILAN

(1) Perhitungan tenggang waktu atas segala pemberitahuan, panggilan dan surat menyurat lainnya dianggap telah diterima apabila secara nyata disampaikan ke alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak.

(2) Surat panggilan, pemberitahuan atau surat-surat lainnya kepada para pihak yang bersengketa disampaikan secara tertulis melalui pos tercatat atau melalui kurir atau dapat diambil langsung oleh para pihak di Sekretariat Basyarnas.

(3) Tanggal pengiriman melalui pos tercatat sebagai hari dimulainya perhitungan tenggang waktu.

(4) Apabila pengiriman melalui kurir ataupun diambil langsung oleh para pihak di Sekretariat Basyarnas, dibuatkan tanda terima oleh Sekretariat Basyarnas dan dihitung sebagai hari dimulainya perhitungan tenggang waktu.

(5) Apabila dalam perjanjian yang memuat klausula arbitrase, tempat tinggal atau

tempat kedudukan para pihak telah dinyatakan dengan tegas, maka Basyarnas akan menganggap alamat-alamat tersebut sebagai alamat tetap dan tidak berubah, kecuali jika yang bersangkutan secara tertulis memberitahukan kepada Basyarnas dan pihak lawan sengketanya tentang adanya perubahan alamat.

(6) Surat panggilan atau surat-surat lainnya dari Basyarnas kepada para pihak akan

disampaikan di tempat tinggal atau tempat kedudukan sebagaimana ditetapkan pada ayat (5) pasal ini.

(7) Setiap pengajuan permohonan, dokumen-dokumen lainnya, lampiran-lampirannya serta komunikasi tertulis harus diserahkan kepada Sekretariat Basyarnas dengan jumlah salinan yang cukup untuk memungkinkan Basyarnas memberikan satu salinan kepada para pihak, para arbiter yang bersangkutan serta untuk arsip Sekretariat Basyarnas.

Page 177: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

11

Pasal 9 JAWABAN,EKSEPSI DAN REKONPENSI

(1) Termohon harus menyampaikan jawaban paling lama pada sidang pertama,

sekaligus dapat mengajukan eksepsi dan rekonpensi (apabila ada cukup dasar bagi Termohon)

(2) Jawaban harus disertai dengan : a. Surat Kuasa Khusus apabila Jawaban dan/atau tuntutan balasan

(rekonpensi) diajukan oleh Kuasa Termohon; b. dokumen bukti-bukti.(salinan/copy yang telah dinazegelen)

Pasal 10 ACARA PEMERIKSAAN

(1) Seluruh pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup.

(2) Bahasa yang digunakan dalam beracara adalah Bahasa Indonesia. Apabila para

pihak/salah satu pihak tidak memahami Bahasa Indonesia dan menghendaki adanya penerjemah, maka pihak yang berkepentingan harus menghadirkan penerjemah atas biayanya sendiri.

(3) Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri (intervensi) dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase Basyarnas, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh Arbiter yang memeriksa dan mengadili sengketa yang bersangkutan dengan membuat Surat Penetapan.

(4) Selama proses persidangan dan pada setiap tahap pemeriksaan berlangsung,

Arbiter harus memberi perlakuan dan kesempatan yang sama kepada masing-masing pihak untuk membela dan mempertahankan kepentingannya.

(5) Baik atas pendapat sendiri maupun atas permintaan salah satu pihak, Arbiter

dapat melakukan pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi, termasuk keterangan ahli.

(6) Setiap bukti atau dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada Arbiter,

harus menyertakan salinannya untuk diberikan kepada pihak lawan sengketa.

(7) Pemeriksaan dilakukan secara langsung dan tertulis di depan persidangan yang ditetapkan untuk itu tanpa mengurangi pemeriksaan secara lisan.

Page 178: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

12

Pemeriksaan terdiri dari tahap: Permohonan Arbitrase, Jawaban, Replik, Duplik,

pembuktian dan kesimpulan. (8) Pemeriksaan lisan terdiri dari tahap presentasi perkara oleh para pihak,

verifikasi bukti-bukti tertulis dan pemeriksaan saksi dan/atau ahli. Pemeriksaan lisan dilakukan di muka persidangan.

(9) Sekretaris Arbiter wajib merekam jalannya persidangan dan membuat berita

acara persidangan.

(10) Jangka waktu pemeriksaan adalah 180 hari kalender terhitung sejak tanggal penetapan terbentuknya Arbiter / Majelis Arbiter sampai dengan tanggal putusan dibacakan.

(11) Dalam hal terdapat penggabungan perkara (Intervensi), maka jangka waktu

pemeriksaan 180 hari kalender dihitung sejak adanya penetapan diterimanya perkara intervensi oleh Arbiter / Majelis Arbiter

(12) Arbiter / Majelis Arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu

tugasnya apabila :

a. diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu. b. Sebagai akibat ditetapkan putusan provisinil atau putusan sela lainnya, atau c. Dianggap perlu oleh Arbiter / Majelis Arbiter untuk kepentingan pemeriksaan.

Pasal 11

TEMPAT PERSIDANGAN

(1) Tempat persidangan dilakukan ditempat kedudukan Basyarnas di Jakarta atau di kantor / perwakilan Basyarnas atau di tempat lain atas persetujuan para pihak.

(2) Apabila para pihak menghendaki persidangan dilakukan di tempat lain dan hal tersebut harus berdasarkan persetujuan Arbiter, maka seluruh biaya yang timbul sehubungan dengan hal tersebut ditanggung para pihak.

(3) Apabila dipandang perlu oleh Arbiter, Majelis Arbiter dapat melakukan sidang di

tempat obyek sengketa dan biaya untuk itu ditanggung oleh para pihak.

Pasal 12 JADUAL PERSIDANGAN

(1) Jawaban atas Permohonan Arbitrase sudah harus disampaikan kepada Arbiter /

Majelis Arbiter ( melalui sekretariat Basyarnas) dalam jangka waktu paling lama

Page 179: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

13

14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak Termohon menerima salinan Permohonan Arbitrase dari Basyarnas.

(2) Jangka waktu penyampaian Jawaban dapat diperpanjang atas permintaan Termohon. Arbiter / Majelis Arbiter dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan Jawaban, paling lambat pada hari sidang pertama. Apabila Termohon hadir namun tidak menyerahkan Jawaban pada hari sidang pertama, maka Termohon dianggap melepaskan haknya untuk mengajukan jawaban terhadap permohonan Pemohon.

(3) Pada sidang pertama, Arbiter wajib mengusahakan perdamaian di antara para pihak. Pada sidang pertama, arbiter dapat menyusun jadwal persidangan yang disetujui para pihak

(4) Jika pada sidang pertama Termohon tidak hadir tanpa suatu alasan yang sah sementara telah dipanggil secara patut, maka Arbiter dapat menunda sidang dan melakukan panggilan susulan kepada Termohon dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender.

(5) Apabila pada hari yang telah ditentukan termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, Arbiter atau Majelis arbiter segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Jika pada sidang kedua Termohon atau kuasanya tidak juga hadir setelah dipanggil secara patut untuk itu, maka Arbiter / Majelis Arbiter dapat melakukan pemanggilan terakhir, apabila panggilan terakhir Termohon tidak hadir, Arbiter / Majelis Arbiter dapat melanjutkan pemeriksaan perkara tanpa kehadiran Termohon.

(6) Paling lama 14 (empat belas) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.

(7) Jika pada sidang pertama Pemohon tidak hadir tanpa suatu alasan yang sah sementara telah dipanggil secara patut, maka Permohonan Arbitrase dinyatakan gugur dan Arbiter akan memutuskan perkara arbitrase tidak dapat diterima.

(8) Jadual pemeriksaan selanjutnya, untuk penyampaian Replik, Duplik, pemeriksaan dan/atau verifikasi bukti serta penyampaian kesimpulan,dapat disampaikan ke Majelis Arbiter melalui sekertaris sidang di luar persidangan.

(9) Arbiter dapat menentukan bahwa pihak yang tidak memenuhi jadual persidangan

tanpa alasan yang sah, sementara telah dipanggil atau ditetapkan tanggal-tanggal pemeriksaan / sidang secara patut, dianggap melepaskan haknya untuk proses pemeriksaan / sidang yang telah ditentukan tersebut. Arbiter dapat memutuskan untuk melanjutkan proses pemeriksaan / sidang berikutnya.

Page 180: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

14

(10) Panggilan dilakukan secara langsung atau melalui kurir dan/atau dengan surat tercatat.

Pasal 13 PERDAMAIAN

(1) Selama masa persidangan hingga sebelum pengambilan putusan, Arbiter harus

mengupayakan perdamaian di antara para pihak.

(2) Selama masa persidangan dan sebelum pengambilan putusan oleh Arbiter, para pihak yang bersengketa dapat melakukan perdamaian.

(3) Apabila tercapai perdamaian, maka Majelis Arbiter membuat Putusan Perdamaian yang sifatnya final dan mengikat para pihak, dan memerintahkan para pihak untuk menaati isi perdamaian tersebut. Bahwa akta perdamaian tersebut menjadi isi putusan perdamaian.

(4) Putusan perdamaian didaftarkan oleh Arbiter / Majelis Arbiter / Kuasanya

Basyarnas di Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Apabila perdamaian tidak tercapai, maka acara pemeriksaan dilanjutkan.

Pasal 14 PEMBUKTIAN DAN SAKSI / AHLI

(1) Para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti disertai daftar bukti

dan penjelasannya. Tambahan bukti-bukti dapat diajukan para pihak selama masa persidangan sampai dengan batas waktu satu hari sebelum tanggal verifikasi bukti-bukti. Pihak Pemohon diberi kesempatan pertama mengajukan bukti tertulis kemudian disusul oleh Termohon.

(2) Pemeriksaan dan pencocokan bukti-bukti tertulis dapat dilakukan diluar sidang dan dilakukan oleh sekretaris sidang serta dilaporkan secara tertulis kepada Majelis

(3) Para pihak diberi kesempatan untuk mengajukan saksi dan/atau ahlinya untuk didengar kesaksiannya / keterangannya dimuka sidang dengan syarat saksi/ahli tersebut telah menyampaikan keterangan tertulisnya paling lambat 10 (sepuluh)hari kalender sebelum yang bersangkutan didengar

Page 181: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

15

kesaksian/keterangannya dimuka sidang. Dalam hal saksi tidak dapat memberikan keterangannya secara tertulis, maka atas pertimbangan Arbiter, saksi tersebut dapat memberikan kesaksian secara lisan. Dalam hal saksi/ahli tidak hadir pada sidang yang telah dijadualkan untuk mendengar kesaksian/keterangannya, maka Arbiter berwenang untuk tidak mempertimbangkan kesaksian / keterangan tertulis dari saksi/ahli yang tidak hadir dalam sidang tersebut.

(4) Pihak yang meminta dipanggilnya saksi atau ahli, harus menanggung sendiri

segala biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau ahli yang bersangkutan.

(5) Arbiter atas prakarsanya sendiri dapat meminta bantuan ahli untuk memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis mengenai suatu persoalan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa dan biaya ditanggung oleh para pihak.

(6) Sebelum memberikan keterangan dimuka sidang, para saksi atau ahli wajib mengucapkan sumpah, bahwa saksi atau ahli hanya akan menerangkan apa yang mereka ketahui dengan sungguh-sungguh.

Pasal 15

PENCABUTAN PERMOHONAN ARBITRASE

(1) Selama belum dijatuhkan Putusan, Pemohon dapat mencabut Permohonan Arbitrase.

(2) Apabila pencabutan permohonan itu dilakukan oleh Pemohon sebelum terbentuk

Majelis Arbitrase dan panggilan untuk menghadap sidang belum disampaikan, maka biaya pemeriksaan dikembalikan kepada Pemohon setelah dipotong biaya administrasi.

(3) Apabila pencabutan permohonan itu dilakukan Pemohon sesudah ada Jawaban

dari Termohon sebagaimana dimaksud pasal 12, maka pencabutan tersebut haruslah dengan persetujuan Termohon.

(4) Apabila pencabutan permohonan dilakukan oleh Pemohon setelah pemeriksaan

sidang pertama dimulai, maka semua biaya yang telah dibayar oleh Pemohon tidak dikembalikan.

(5) Apabila para pihak sepakat untuk mencabut perkara setelah sidang dimulai, maka pencabutan tersebut dilakukan dengan penetapan oleh Arbiter / Majelis Arbiter.

Page 182: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

16

Pasal 16 BERAKHIRNYA PEMERIKSAAN

(1) Apabila Arbiter menganggap pemeriksaan telah cukup, maka Arbiter / Majelis

Arbiter akan menutup pemeriksaan perkara dan menetapkan suatu hari sidang guna membacakan Putusan dalam jangka waktu paling lama 30 hari kalender sejak ditutupnya proses pemeriksaan.

(2) Majelis Arbiter akan membacakan Putusan dalam suatu sidang yang dihadiri

oleh para pihak yang bersengketa, dan apabila salah satu atau para pihak tidak hadir walaupun telah diberitahukan atau dipanggil secara patut maka Putusan dapat dibacakan tanpa kehadiran pihak/para pihak sepanjang jangka waktu tersebut pada ayat 1 tidak terlewati.

Pasal 17 PENGAMBILAN PUTUSAN

(1) Putusan harus diambil dan dijatuhkan di tempat persidangan sebagaimana

dimaksud pasal 11.

(2) Putusan Majelis Arbiter diambil berdasarkan musyawarah / mufakat, dan apabila mufakat tidak tercapai maka Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(3) Apabila terdapat perbedaan di antara para arbiter, maka perbedaan itu harus

dicantumkan dalam Putusan.

(4) Tuntutan dari masing-masing pihak terhadap pihak lainnya, akan diperiksa dan diputus oleh Arbiter bersama-sama dan sekaligus dalam satu Putusan.

(5) Arbiter / Majelis Arbiter mempunyai hak dalam menetapkan putusan provisi atau putusan sela bila dianggap perlu apabila dalam penyelesaian sengketa bersangkutan, termasuk untuk menetapkan suatu putusan tentang sita jaminan, memerintahkan penyimpanan barang pada pihak ketiga atau penjualan barang yang tidak akan tahan lama. Majelis Arbitrse atau Arbiter tunggal berhak meminta jaminan atas biaya yang berhubungan dengan tindakan tersebut.

(6) Dalam hal diminta oleh salah satu pihak dalam Jawaban menyangkut kompetensi absolut untuk mengadili perkara atau masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara, Majelis Arbiter akan memberikan Putusan Sela untuk menentukan berwenang atau tidaknya Basyarnas menangani sengketa yang diajukan, diterima atau tidaknya pihak ketiga bergabungdalam suatu perkara (intervensi).

Page 183: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

17

Pasal 18

PUTUSAN ARBITRASE

(1) Putusan arbitrase sekurang-kurangnya harus memuat: a. kalimat Basmallah yang berbunyi: Bismillahirrahmannirrahim di atas kepala

Putusan; b. kepala putusan berbunyi: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa; c. namalengkap dan alamat para pihak; d. uraian singkat sengketa; e. pendirian para pihak; f. nama lengkap arbiter; g. pertimbangan dan kesimpulan Arbiter mengenai keseluruhan sengketa; h. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam

Majelis Arbitrase; i. amar putusan; j. tempat dan tanggal putusan; dan k. tanda tangan Arbiter.

(2) Arbiter dapat mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aquo et bono). Sepanjang berkaitan substansi.

(3) Arbiter dilarang untuk memberikan Putusan yang tidak dituntut atau melebihi

tuntutan yang diminta oleh para pihak (ultra petita).

Pasal 19 PENDAFTARAN PUTUSAN

(1) Putusan Basyarnas yang sudah ditandatangani oleh Arbiter bersifat final dan

mengikat (Final and Binding) bagi para pihak yang bersengketa, dan wajib ditaati serta dilaksanakan secara sukarela.

(2) Salinan Putusan yang telah ditandatangani oleh Arbiter harus diberikan kepada

masing-masing pihak Pemohon dan Termohon.

(3) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Putusan dibacakan, lembar asli atau salinan otentik Putusan arbitrase didaftarkan oleh Arbiter atau kuasanya pada Kepaniteraan Pengadilan Agama tempat domisili Termohon ( Perma No.14 Tahun 2016)

Page 184: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

18

(4) Basyarnas berhak untuk membuat dan menerbitkan anotasi atas Putusan yang dibuat oleh arbiternya setelah Putusan tersebut didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama.

Pasal 20

PERBAIKAN PUTUSAN

(1) Dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak Putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Arbiter untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi antara lain tentang kesalahan yang berkenaan dengan jumlah perhitungan, salah ketik atau salah cetak. Permintaan diajukan ke Sekretariat Basyarnas dan tembusannya disampaikan kepada pihak lawan.

(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1) di atas, Arbiter atas inisiatif sendiri

dapat melakukan perbaikan Putusan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak Putusan diucapkan, hanya mengenai hal-hal yang tersebut dalam ayat 1.

(3) Perbaikan Putusan harus dibuat tertulis dan ditandatangani oleh Arbiter paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal diterimanya permintaan koreksi dari para pihak kepada Basyarnas.

Pasal 21

PEMBATALAN PUTUSAN

Putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu:

b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan: atau

c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Pasal 22 PENDAPAT HUKUM YANG MENGIKAT

(1) Basyarnas dapat mengeluarkan Pendapat Hukum Yang Mengikat (Binding

Opinion) terhadap persoalan atas hubungan hukum perdata / muamalah tertentu dari suatu perjanjian.

(2) Pendapat Hukum Yang Mengikat diberikan atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa.

Page 185: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

19

(3) Terhadap Pendapat Hukum Yang Mengikat tidak dapat dilakukan perlawanan atau upaya hukum apapun.

(4) Pendapat hukum yang mengikat diajukan para pihak kepada Ketua Basyarnas dalam satu surat permohonan yang ditandatangani bersama-sama oleh para pihak yang meminta Pendapat Yang Mengikat.

(5) Surat permohonan harus disertai : a. Salinan/copy Surat Perjanjian yang merupakan adanya hubungan perikatan

dan / atau hukum. b. Surat Kuasa Khusus apabila Surat Permohonan diajukan oleh Kuasa Hukum

Pemohon. c. Dokumen-dokumen dan/atau informasi-informasi lain yang terkait dengan

persoalan yang dimintakan Pendapat Yang Mengikat.

(6) Surat permohonan Pendapat Hukum Yang Mengikat, sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para

pihak dan/atau kuasa hukumnya. b. Perjanjian atau kesepakatan yang menjadi persoalan. c. Uraian persoalan disertai dokumen-dokumen pendukung. d. Pendapat yang diminta terkait dengan persoalan yang diajukan.

(7) Setelah menerima surat permohonan, Basyarnas dapat meminta pihak-pihak untuk hadir dalam pertemuan dalam rangka verifikasi persoalan yang dimintakan Pendapat Yang Mengikat. Para pihak wajib memberikan tambahan data dan/atau informasi yang diminta Basyarnas dalam rangka pembuatan Pendapat Yang Mengikat.

(8) Pendapat Yang Mengikat diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak Basyarnas menerima seluruh dokumen-dokumen atau keterangan-keterangan dari pihak-pihak secara lengkap.

(9) PendapatYang Mengikat harus memuat kalimat Basmallah yang berbunyi : Bismillahirrahmannirrahim di atas kepala Pendapat Yang Mengikat dan ditandatangani oleh arbiter pembuat Pendapat Hukum Yang Mengikat dan Ketua Basyarnas.

(10) Besarnya biaya Pendapat Yang Mengikat ditetapkan oleh Ketua Basyarnasdalam suatu Peraturan tersendiri.

Page 186: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

20

Pasal 23 BIAYA ARBITRASE

(1) Biaya arbitrase terdiri dari biaya pendaftaran dan biaya pemeriksaan serta

honorarium Arbiter.

(2) Besarnya biaya arbitrase ditetapkan oleh Ketua Basyarnas dalam suatu Peraturan tersendiri.

(3) Biaya pendaftaran ditanggung oleh Pemohon atau Pemohon Intervensi. Biaya pemeriksaan serta honorarium Arbiter harus ditanggung oleh para pihak yang bersengketa secara bersama-sama, masing-masing secara proposional yang jumlahnya ditetapkan oleh ketua Basyarnas.

(4) Pendaftaran perkara Arbitrase tidak akan diproses oleh Sekretariat Basyarnas, apabila biaya pendaftaran dan biaya pemeriksaan serta honorarium Arbiter sebagaimana ditetapkan dalam peraturan tentang biaya arbitrase yang ditetapkan oleh Basyarnasbelum dibayar lunas.

(5) Dalam hal terdapat pihak ketiga yang menggabungkan diri (intervensi) dalam

perkara arbitrase yang diperiksa Basyarnas, maka biaya arbitrase atas perkara intervensi tersebut akan diperhitungkan tersendiri dan menjadi tanggungan sepenuhnya bagi pihak yang menggabungkan diri tersebut.

(6) Jika Pemohon telah melunasi seluruh biaya-biaya tersebut di awal, maka dalam Putusannya, Arbiter dapat mencantumkan kewajiban Termohon untuk membayar biaya-biaya arbitrase tersebut sesuai dengan porsinya. Apabila Basyarnas telah menerima pembayaran porsi Termohon, Basyarnas akan mengembalikan sebagian biaya-biaya arbitrase yang telah diterima olehnya dari Pemohon sejumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh Termohon.

(7) Arbiter berwenang menentukan pihak mana yang harus bertanggung jawab untuk membayar, atau melakukan pengembalian pembayaran kepada pihak lain, untuk seluruh atau sebagian biaya-biaya itu, pembagian mana harus dicantumkan dalam Putusan.

(8) Pada umumnya apabila salah satu pihak sepenuhnya berhasil dalam tuntutannya maka pihak lawannya memikul seluruh biaya dan apabila masing-masing pihak berhasil memperoleh sebagian dari tuntutannya, biaya-biaya menjadi beban kedua belah pihak secara proporsional

Page 187: PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH LEWAT MEDIASI …

21

Pasal 24 KEWENANGAN WAKIL KETUA BASYARNAS

Apabila Ketua Basyarnas berhalangan melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini, maka kewenangan tersebut dilakukan oleh salah seorang Wakil Ketua, dan keberhalangannya tidak perlu dibuktikan kepada pihak lain.

Pasal 25 KEWENANGAN MEMBUAT PELENGKAP PERATURAN

Terhadap hal-hal yang tidak diatur atau belum cukup diatur dalam Peraturan ini, Basyarnas memiliki kewenangan untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang tidak/belum diatur tersebut dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan Fatwa Dewan Syariah Nasional yang relevan.

Pasal 26 BERLAKUNYA PERATURAN PROSEDUR BASYARNAS

Peraturan Prosedur Basyarnas ini berlaku sejak disahkan. Perkara arbitrase yang pemeriksaannya sudah / sedang berjalan sebelum disahkannya Peraturan Prosedur Basyarnas ini tetap tunduk dan mengacu pada Peraturan Prosedur Basyarnas sebelumnya.

Disyahkan di : Jakarta Pada tanggal :25 Dzulhijjah 1439 H 06 September 2018 M

Ketua Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas)

H. Yudo Paripurno, SH.