perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA
(PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Ariyani Sulistyowati
NIM. E0007257
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dan apakah cara yang digunakan tersebut sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, yaitu mencari data langsung ke lapangan, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan data-data sekunder.
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu dengan menggunakan jalur non-litigasi maupun jalur litigasi.
Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan debitur (asset-settlement), alternatif penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase), penjualan agunan via parate eksekusi, penjualan agunan di bawah tangan, dan penjualan agunan secara sukarela, sedangkan penyelesaian dengan jalur litigasi dapat dilakukan dengan cara eksekusi sertifikat hak tanggungan dan pelelangan agunan via lelang eksekusi (lelang via penetapan pengadilan). Kredit bermasalah dapat dihindari melalui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh semua pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.
Pelaksanaan restrukturisasi yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar harus mengikuti seluruh ketentuan, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi untuk satu hutang dari debitur yang sama. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Kata kunci : Kredit Bermasalah, Jaminan Hak Tanggungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. RESOLUTION OF PROBLEM LOANS WITH MORTGAGE INSURANCE IN THE PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Law Faculty of Sebelas Maret University.
This research aims to find out how to what is used by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, and whether the means employed in accordance with that stipulated in the Law of Banking and Mortgage Law. This research is a kind of empirical legal research is descriptive, ie looking directly into the data field, is not enough just to collect secondary data.
Source data used are primary and secondary data. Data collection techniques used is field study and literature study. Literature study done by observation and in-depth interviews. Data analysis in qualitative research techniques using the interactive analysis techniques. Based on the results of research and discussion about the resulting conclusions, that the steps undertaken by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, such as by using non-litigation line and litigation line.
Line non-litigation can be done by the takeover of mortgage borrowers (asset-settlement), alternative dispute resolution (negotiation, mediation, conciliation, and arbitration), sales through parate execution of collateral, sales collateral under the hand, and voluntary sales collateral, while the settlement with litigation path can be done by way of execution, certificates of mortgage and guarantee the execution of auction via auction (auction through a court order). Nonperforming loans can be avoided through the implementation of guidance and supervision of loans made by all parties PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar.
Implementation of the restructuring undertaken PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar must follow all the rules, so there should be no repetition of debt restructuring for one of the same debtor. Settlement of problem loans in PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar been carried out in accordance with applicable regulations of Act Number 10 1998 of Concerning Amendment to Act Number 7 1992 Banking and Act Number 4 1996 of Right to Land and Objects Relating to Land.
Keywords: Nonperforming loans, Guarantee Mortagage.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan
rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)
dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan
hukum ini membahas mengenai Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan
Hak Tanggungan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar.
Penulis pada kesempatan ini dengan kerendahan hati bermaksud
menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberi
bantuan, dukungan, dan pertolongan baik berupa materiil maupun immateriil
selama penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda dan Ayahanda, yang telah memberikan
segalanya dalam kehidupan penulis, baik materiil maupun spirituil. Tidak ada
kata yang dapat mewakili rasa terima kasih Ananda yang dapat menggantikan
budi baik Ibunda dan Ayahanda yang menjadi sumber inspirasi, kebanggaan
dan pengabdian diri penulis. Semoga Ananda dapat membahagiakan kalian
dengan memenuhi harapan kalian.
2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.
4. Ibu Ambar Budisulistyowati, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum
Perdata dan selaku Dosen Pembimbing I Penulisan Hukum (Skripsi) .
5. Bapak Tuhana, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Penulisan Hukum
(Skripsi).
6. Bapak Moh. Bayu Widi R selaku Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar.
7. Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) “PRINCIPIUM” Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang merupakan unit kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
mahasiswa penulis di bangku perkuliahan. Terima kasih untuk ilmu,
pengalaman, kebersamaan dan kekeluargaan, serta semangatnya.
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang begitu menjaga solidaritas
dan saling memberi semangat satu sama lain.
9. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
10. Pihak-pihak yang memberi bantuan baik langsung maupun tidak langsung
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca. Akhirnya penulis
berharap penulisan ini mampu memberikan suatu manfaat bagi kita semua.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...............................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iv
ABSTRAK.............................................................................................................. v
ABSTRACT............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR BAGAN................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................6
C. Tujuan Penelitian....................................................................................7
D. Manfaat Penelitian..................................................................................7
E. Metode Penelitian...................................................................................8
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)................................................15
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori......................................................................................17
1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit.......................................17
2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi..............................................25
3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah....................................28
4. Tinjauan Umum tentang Jaminan……….........................................33
5. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan…...................................37
B. Kerangka Pemikiran..............................................................................40
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian………………………………………………….. …...42
1. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………..42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……………...42
b. Visi dan Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……....44
c. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk…44
d. Tugas Pokok dan Fungsi...............………………………………46
B. Pembahasan…………………………………………………………...49
1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit
Bermasalah........................................................................................49
a. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Non-
Litigasi.........66
b. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Litigasi…………75
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan
Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak
Tanggungan.......................................................................................86
a. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan……...86
b.Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan
Tanah..............................................................................................88
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan..............................................................................................110
B. Saran....................................................................................................115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyelamatan Kredit Bermasalah (Kredit Kurang Lancar, Kredit
Diragukan, dan Kredit Macet..................................................................63
Tabel 2. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Non-Litigasi di PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar...........................74
Tabel 3. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Litigasi di PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.......................................83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Model Analisis Interaktif.....................................................................14
Bagan 2. Kerangka Pemikiran….........................................................................40
Bagan 3. Restrukturisasi Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Karanganyar............................................................................65
Bagan 4. Penyelesaian Kredit Macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang
Karanganyar............................................................................84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Cabang Karanganyar
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank merupakan suatu lembaga penghimpun dan penyalur dana kepada
masyarakat. Lembaga ini dapat berupa milik pemerintah dan dapat pula non-
pemerintah. Kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah ini disebabkan karena
banyaknya rakyat Indonesia yang ingin meningkatkan taraf hidupnya, tetapi
mempunyai keterbatasan berkaitan dengan modal. Masyarakat tersebut
mengambil langkah dengan cara berwirausaha, sedangkan modal adalah satu-
satunya alat bergerak yang sangat menentukan bagi terlaksananya suatu
pembangunan.
Sejalan dengan penjelasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, bank sebagai penyalur dana masyarakat yang telah dihimpunnya ke
dalam bidang-bidang yang produktif. Bidang-bidang produktif inilah yang antara
lain merupakan unit-unit yang digerakkan oleh masyarakat, baik pengusaha kecil,
menengah, maupun besar. Bank dalam fungsinya sebagai penyalur dana, pihak
bank dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak, sehingga nantinya akan memperkuat struktur
perekonomian nasional.
Bank dapat menjadi pihak kreditur bagi masyarakat yang menerima
bantuan kreditnya. Bentuk dan besarnya kredit yang diberikan sangatlah beraneka
ragam, sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan pihak debitur. Bank
dalam hal penyalurannya, dana kredit yang disalurkan bank pemerintah maupun
bank non-pemerintah, didasarkan pada perjanjian kredit yang dibuat dan
disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga masalah perjanjian kredit dengan
segala ketentuan-ketentuan yang di dalamnya merupakan dasar hukum dan
sekaligus merupakan sumber dari pada perikatan antara kedua belah pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Bank di samping memiliki fungsi utama juga memiliki fungsi yang
lainnya, yaitu memberikan jasa-jasa kepada masyarakat guna mendukung
kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Kegiatan penunjang
tersebut memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah. Semakin lengkap jasa-
jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank, maka akan semakin baik. Jasa-jasa
bank yang ditawarkan diantaranya yaitu kiriman uang (transfer), kliring
(clearing), inkaso (collection), kartu kredit, bank garansi, dan menerima setoran-
setoran, seperti pembayaran pajak, pembayaran telepon, pembayaran air, serta
pembayaran listrik.
Pengertian bank menurut Black’s Law Dictionary, yaitu :
”Bank is (1) a financial establishment for the deposit, loan, exchange,
or issue of money and for the transmission of funds, (2) the office in
which such an establishment conducts transactions” (Bryan A. Garner:
2004: 350).
Menurut Insukindro dalam bukunya Hermansyah yang berjudul Hukum
Perbankan Nasional Indonesia, kegiatan utama di bidang keuangan adalah
menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat. Hal tersebut
diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermediation), serta lembaga transmisi yang mampu menjembatani
bagi masyarakat yang kelebihan dana dan kekurangan dana, serta memperlancar
transaksi ekonomi (Insukindro dalam Hermansyah, 2009: 1-2). Pengertian kredit
berasal dari bahasa Yunani, credere yang artinya percaya.
Pengertian kredit menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan atas kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Penyaluran kredit oleh bank
mereflesikan 2 (dua) hal, yaitu untuk mewujudkan esensi utamanya sebagai
penyedia dana untuk pembangunan perekonomian, dan sebagai piranti utama
dalam menjaga keberlangsungan hidupnya (going concern) (Agus Santoso, 2010:
35).
Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting, bukan hanya
untuk kepentingan individu saja, tetapi juga untuk kepentingan dunia usaha.
Kredit disini juga dapat menentukan kondisi perekonomian di suatu negara,
seperti di Indonesia. Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam mengendalikan kondisi dan kegiatan perekonomian, oleh karena itu
berbagai kebijaksanaan telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menciptakan
suatu sistem perkreditan yang sehat. Kebijaksanaan tersebut antara lain meliputi,
kebijaksanaan mengenai tingkat bunga, sektor-sektor ekonomi yang perlu
didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada
prinsip kehati-hatian di dalam memberikan kredit.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang menyebutkan bahwa, perbankan Indonesia bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak, dalam hal ini perbankan Indonesia mempunyai tujuan yang sangat
strategis dan tidak hanya berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada
hal-hal yang non-ekonomis, seperti masalah stabilitas nasional yang menyangkut
stabilitas politik dan stabilitas sosial (Hermansyah, 2009: 20). Pemberian kredit
kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi
kredit (kreditur) dengan penerima kredit (debitur), sehingga diantara keduanya
terjadi hubungan hukum. Perjanjian kredit pada umumnya hanya dibuat oleh
pihak kreditur atau dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitur hanya
mempelajari dan memahami isi dari perjanjian tersebut dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Lembaga perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai
tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa
terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif agar mampu berfungsi secara
sehat, wajar, dan efisien, serta mampu menghadapi persaingan yang semakin
bersifat global, di samping itu, mampu melindungi secara baik dana yang
dititipkan masyarakat kepadanya juga mampu menyalurkan dana masyarakat
tersebut ke bidang-bidang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.
Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang sangat tinggi dan dapat
mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha dan kegiatan bank.
Bank kebanyakan bangkrut atau menghadapi kesulitan keuangan yang
akut disebabkan karena terjerat kasus-kasus kredit macet dalam jumlah besar.
Pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian
terlebih dahulu. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian
utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian
pemberian jaminan oleh pihak debitur.
Agunan atau jaminan merupakan suatu hal yang sangat erat
hubungannya dengan bank dalam pelaksanaan teknis pemberian kredit. Kredit
yang diberikan oleh bank perlu adanya suatu pengamanan, tanpa adanya
pengamanan, bank sulit menghindari risiko yang akan datang, sebagai akibat tidak
berprestasinya seorang nasabah. Bank melakukan tindakan-tindakan pengamanan
dan meminta kepada calon nasabah agar memberikan jaminan suatu barang
tertentu, sebagai jaminan di dalam pemberian kredit untuk mendapatkan kepastian
dan keamanan dari kreditnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal
1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Muchdarsyah Sinungan, 1990: 12).
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah
keadaan dimana debitur lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang disebut
wanprestasi. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah debitur terlambat
dalam melakukan pembayaran, baik cicilan maupun bunga. Setiap pemberian
kredit yang disalurkan oleh bank, dalam prakteknya bank selalu meminta kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
nasabah debitur untuk menyerahkan jaminan, guna keamanan dalam
pengembalian kredit tersebut.
Jaminan pemberian kredit berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang telah
diperjanjikan, untuk mengurangi risiko tersebut. Hal tersebut merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan oleh bank. Keyakinan tersebut dapat diperoleh
dengan cara sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian
terhadap watak, kemampuan, agunan, modal dan prospek usaha dari debitur.
Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur berupa jaminan hak
tanggungan yang berupa sertifikat tanah atau sertifikat bangunan tersebut harus
memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak.
Kreditur dalam hal ini akan mendapatkan kepastian, yaitu kreditur akan
mendapat kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari
debitur, sedangkan bagi debitur itu sendiri, yaitu seorang debitur akan mendapat
kepastian mengembalikan kredit bunga yang ditentukan dan juga kepastian dalam
berusaha. Adanya suatu kredit bermasalah yang timbul dikemudian hari, maka
dalam menyelesaikan suatu kredit bermasalah tersebut harus memperhatikan asas
keadilan, kemanfaatan, kepatutan, kesetaraan, dan kepastian hukum (Iswi
Hariyani, 2009: 44).
Benda tetap yang dijadikan obyek jaminan utang di Bank Rakyat
Indonesia adalah berupa tanah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah, maka semua benda yang berkaitan dengan jaminan utang atas
tanah diatur dalam undang-undang ini. Tanah di sini merupakan jaminan hak
tanggungan dan mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan obyek jaminan
yang lainnya. Prinsip dalam hak tanggungan ini adalah mengikuti obyeknya,
kemanapun obyek tersebut dibawa atau kepada siapapun obyek tersebut beralih
(Munir Fuady, 2002: 86).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Jaminan yang diberikan debitur kepada bank tersebut haruslah diteliti
terlebih dahulu secara lengkap oleh pihak bank, baik dari segi hukum maupun dari
segi ekonomi. Kebanyakan masyarakat pada saat ini dalam mengembalikan
pinjamannya kepada bank mengalami kesulitan, sehingga pihak bank juga harus
melakukan tindakan terkait hal tersebut, guna mendapatkan kembali pinjaman dari
debitur tersebut, dan bank tetap dapat menjalankan usahanya di bidang perbankan.
Penulis berpendapat, bahwa hal-hal tersebut di atas menarik untuk
diteliti dan dikaji lebih lanjut, terkait adanya suatu penyelesaian kredit bermasalah
dengan jaminan hak tanggungan, yang menimbulkan berbagai implikasi bagi
debitur atau kreditur, oleh karena itu kredit bermasalah harus ditangani dengan
baik menggunakan langkah-langkah berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai
kesepakatan atau melalui penyelesaian secara hukum, untuk itulah penulis
mengangkatnya dalam suatu penulisan hukum (skripsi) dengan judul
“PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk
CABANG KARANGANYAR”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah?
2. Apakah penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sesuai dengan Undang-Undang Perbankan
dan Undang-Undang Hak Tanggungan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas, sehingga dapat memberikan arah
dalam pelaksanaan penelitian tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan oleh PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit
bermasalah.
b. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian kredit bermasalah yang ada di
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar apakah
sudah sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-
Undang Hak Tanggungan.
2. Tujuan Subyektif
a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan
dalam program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
b. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam
mengkaji masalah di bidang hukum perdata, khususnya di bidang
perbankan.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap, bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum
(skripsi) ini bermanfaat bagi penulis maupun orang lain, adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penulisan hukum (skripsi) ini sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
dan hukum perbankan pada khususnya.
b. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang berwenang dalam
menyelesaikan kredit bermasalah dan sebagai referensi keilmiahan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.
b. Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus
mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”,
namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-
kemungkinan sebagai berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2010:
5).
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dengan kerangka tertentu. Penelitian hukum pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul
dalam gejala bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2010: 42-43).
Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk memecahkan
masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, menyusun data guna
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya
dituangkan dalam penulisan hukum (skripsi). Adapun metode penelitian dalam
penulisan hukum ini meliputi:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah
jenis penelitian hukum empiris atau “sosiologis“. Jenis penelitian hukum
empiris ini, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian
dilanjutkan pada data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2010: 52 ). Data yang diperoleh dari jenis penelitian ini mempunyai
kriteria yang valid, yaitu menunjukkan drajad ketepatan antara data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh
penulis (Sugiyono, 2010: 2). Penelitian hukum empiris, peneliti perlu mencari
data langsung ke lapangan, sehingga tidak cukup hanya dengan
mengumpulkan data-data sekunder.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas
hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru
(Soerjono Soekanto, 2010: 10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian penulisan hukum (skripsi) ini adalah PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih
karena adanya kasus terkait penyelesaian kredit bermasalah, sehingga
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum
(skripsi) ini.
4. Jenis Data
Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data
yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data empiris) dan dari bahan-
bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat
dinamakan data primer, sedangkan yang dipeoleh dari bahan-bahan pustaka
lazimnya dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2010:51).
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh
secara langsung melalui penelitian lapangan atau di lokasi penelitian. Data
primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau
keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan.
Data primer ini berupa hasil wawancara dengan Account Officer PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara
langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, yang
terdiri dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, kamus hukum, dan
bahan-bahan kepustakaan serta sumber tertulis lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang berasal dari
pihak-pihak yang ada hubungannya langsung dengan masalah dalam
penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah wawancara
dengan Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar yang mengetahui dan memiliki pengalaman mengenai obyek
penelitian.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang mendukung
sumber data primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi
Perbankan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305
Tahun 2002 tentang Pejabat Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
306 Tahun 2002 tentang Balai Lelang, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dan Rechtglement
Buitengewesten (RBG).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang utama
adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan
gabungan ketiganya atau triangulasi. Perlu dikemukakan kalau teknik
pengumpulan datanya dengan observasi, maka perlu dikemukakan apa yang
diobservasi, dan kalau wawancara, kepada siapa akan melakukan wawancara
(Sugiyono, 2010: 293). Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a. Studi Lapangan
Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan cara terjun secara
langsung ke obyek penelitian untuk melakukan pengamatan secara
langsung, dengan tujuan untuk memperoleh data-data. Studi lapangan ini
penulis mengumpulkan data dengan 2 (dua) cara, yaitu :
1) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melihat atau mengamati obyek yang diteliti, serta melakukan
pencatatan terhadap gejala-gejala yang timbul secara sistematis,
sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai
obyek penelitian dengan mempelajari kasus yang berkembang di lokasi
penelitian, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar.
2) Wawancara mendalam (indepth inverviewing)
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
cara bertanya langsung kepada responden mengenai masalah yang
diteliti. Wawancara dilakukan pada subyek yang dipilih sebagai
responden secara mendalam dan terarah dengan menggunakan daftar
pertanyaan terbuka agar diperoleh hasil yang sesuai dengan masalah-
masalah yang diteliti. Wawancara dalam penelitian ini diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
melalui Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Karanganyar.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
mempelajari, membaca dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan,
serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pokok-
pokok masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan
menghasilkan data secara deskriptif analisis, artinya apa yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti
dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010: 250). Jadi,
dalam hal ini proses pengumpulan data dan analisa data dilakukan secara
bersamaan.
Teknik analisa data meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu mereduksi data,
menyajikan data, dan menarik kesimpulan dengan verifikasinya. Tahap-tahap
tersebut dilakukan pembentukan siklus, sehingga data yang terkumpul
direduksi, kemudian ditarik sebuah kesimpulan/ konklusi. Ketiga komponen
tersebut adalah :
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan
dari data-data, sehingga kesimpulan akhir penelitian dapat dilakukan.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu rangkaian informasi, deskripsi dalam
bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah, sehingga
dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti.
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan dan verifikasi yang dimulai dari pengumpulan data, seorang
penganalisis kualitatif melukan pencatatan, pola-pola, penjelasan,
konfigurasi atau pernyataan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung (Heribertus
Sutopo, 1988: 34-36). Lebih jelasnya, analisis data kualitatif model
interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
Bagan 1. Model Analisis Interaktif
Maksud model analisis interaktif ini, pada waktu pengumpulan data
penulis selalu membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data harus
disusun pada waktu penulis sudah memperoleh unit data dari sejumlah unit
yang diperlukan dalam penelitian, ketika waktu pengumpulan data sudah
berakhir, penulis mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan
verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi
maupun sajian datanya, jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena
kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka penulis dapat
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Sajian Data
Pengumpulan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk
mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data
(Heribertus Sutopo, 1988: 38).
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)
Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan
pustaka, pembahasan dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran, adapun
susunannya sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan landasan teori dari para pakar
maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi tinjauan
umum mengenai kredit bermasalah, jaminan, dan Hak Tanggungan.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil
yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah
yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam
bab ini, yaitu langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam
Menyelesaikan Kredit Bermasalah dan apakah penyelesaian kredit
bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan
Undang-Undang Hak Tanggungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
BAB IV. PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat
diperoleh dari kesimpulan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta
saran-saran yang dapat penulis kemukakan pada para pihak yang
terkait dengan bahasan penulisan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit
a. Pengertian Perjanjian Kredit dari Para Ahli
1) Menurut Subekti
Perjanjian kredit menurut Subekti adalah dalam bentuk apapun juga
pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya
yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaiamana
diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai
dengan Pasal 1769.
2) Menurut Marhainis Abdul Hay
Perjanjian kredit menurut Marhainis Abdul Hay adalah identik dengan
perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII
dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3) Menurut Mariam Darus Badrulzaman
Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang
Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar
perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-
meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu obyeknya
adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di
dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak
penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian
harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang
meminjamnkannya, karena perjanjian kredit ini merupakan perjanjian
yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan
oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
4) Menurut Sutan Remy Sjahdeini
Perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini adalah perjanjian
antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur
mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan.
5) Menurut Ch. Gatot Wardoyo
Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya
perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau
tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian
pengikatan jaminan.
b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-
batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.
c) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan
monitoring kredit.
Istilah kredit tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yang ada hanya perjanjian pinjam-meminjam uang yang ada
dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sutarno, 2009:
96). Istilah perjanjian kredit pertama kali dikemukakan dalam Instruksi
Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10/1996 juncto Surat Edaran Bank
Negara Indonesia Unit I Nomor 2/UPK/Pemb/1966 tentang Pedoman
Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. Unsur kepercayaan memang harus
ada di dalam perjanjian kredit, yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang atau barang akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati
oleh debitur maupun kreditur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Berawal dari bentuk perjanjian, selanjutnya dalam praktek tumbuh
sebagai perjanjian baku, yaitu bank telah menyediakan formulir perjanjian
kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu. Berdasarkan sifatnya,
perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan atau voorovereenkomst
dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan sebagai hasil permufakatan
antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan
hukum antara keduanya.
b. Subyek Hukum Perjanjian Kredit
Subyek hukum dalam perjanjian kredit bank adalah para pihak yang akan
mengikatkan diri dalam hubungan hukum di dalam perjanjian kredit.
Pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah pihak
yang memberikan kredit dan pihak yang menerima kredit. Perjanjian
kredit bank ditegaskan bahwa, pihak yang memberikan kredit adalah bank,
sedangkan pihak yang menerima kredit dapat perorangan ataupu badan
hukum. Pihak memberikan kredit disebut kreditur, sedangkan pihak yang
menerima kredit disebut debitur.
c. Obyek Hukum Perjanjian Kredit
Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Obyek hukum perjanjian kredit selalu dalam bentuk uang atau tagihan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Isi Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula sebagai
berikut :
1) Klausula-klausula tentang syarat-syarat penarikan kredit pertama kali
(predisbursement clause).
Klausa ini menyangkut :
a) Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, asuransi barang
jaminan, dan pengikatan jaminan;
b) Penyerahan barang jaminan, dokumen, dan pelaksanaan pengikatan
barang jaminan; dan
c) Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan, asuransi kredit,
dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko yang terjadi di luar
kesalahan debitur ataupun kreditur.
2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause). Klausula
ini memiliki urgensi, yaitu :
a) Merupakan obyek dari perjanjian kredit, sehingga perubahan
kesepakatan mengenai materi ini memiliki konsekuensi
diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;
b) Merupakan batas kewajiban kreditur berupa penyediaan dana
selama tenggang waktu perjanjian kredit, berarti batas hak debitur
untuk melakukan penarikan pinjaman;
c) Merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus
diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau
commitment fee; dan
d) Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft).
3) Klausula-klausula tentang jangka waktu kredit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu :
a) Memberikan batas waktu bagi bank kapan harus menyediakan dana
sebesar maksimum kredit, kapan tenggang waktu itu terlampaui,
sehingga memberikan hak tagih bagi bank untuk pengembalian
kredit oleh debitur;
b) Memberikan batas waktu dimana bank dapat melakukan teguran-
teguran bila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara tepat
waktu; dan
c) Memberi waktu yang tepat bagi bank untuk melakukan analisis
kembali dengan pertimbangan apakah fasilitas kredit tersebut dapat
diperpanjang atau segera ditarik kembali.
4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit. Klausula ini
penting dalam beberapa hal, yaitu :
a) Klausula tujuan kredit diperlukan agar debitur mempergunakan
kreditnya sesuai dengan yang disepakati dan diperjanjikan
sebelumnya; dan
b) Klausula bentuk kredit diperlukan sesuai dengan tujuan kreditnya.
Penentuan bentuk kredit yang tepat akan menciptakan tingkat
efisiensi dari pemberian kredit.
5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda
kelebihan tarik. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit
dengan maksud memberikan kepastian mengenai hak bank untuk
membebankan bunga, biaya-biaya, dan denda yang disepakati
bersama. Bunga merupakan penghasilan bank, baik secara langsung
ataupun tidak langsung, yang akan diperhitungkan dengan biaya dana
untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut.
6) Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas
rekening pinjaman debitur. Klausula ini diatur secara tegas dalam
perjanjian kredit, dengan maksud bank dapat setiap saat membebankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
bunga, biaya, atau denda pada rekening pinjaman atau rekening
lainnya yang ditata usahakan pada bank tersebut.
7) Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang
berisi pernyataan-pernyataan debitur atas fakta-fakta yang menyangkut
status hukum, keadaan keuangan, dan asset debitur pada saat kredit
direalisasi.
8) Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang syarat-
syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh debitur
sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya. Klausula ini
bertujuan agar debitur menggunakan kredit sesuai dengan tujuan yang
disepakati dan untuk menghindari penyalahgunaan kredit.
9) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause), bertujuan agar
pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang
jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak
bank.
10) Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan.
Klausula ini khusus bagi debitur yang fasilitas kreditnya ditata
usahakan melalui rekening Koran atau giro.
11) Klausula tentang affirmative covenant, yaitu klausula yang berisi janji-
janji debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit
berlaku. Klausula ini terdiri dari berbagai hal yang harus ditepati oleh
debitur selama fasilitas kredit yang diterimanya berjalan.
12) Klausula tentang negative covenant, yaitu klausula yang berisi janji-
janji debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian
kredit berlaku. Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang
mempunyai akibat yuridis dan ekonomis bagi kepentingan
pengamanan bank selaku kreditur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
13) Klausula tentang financial covenant, yaitu klausula yang berisi janji
debitur untuk menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan yang
diminta oleh bank.
14) Klausula tentang event of default, yaitu klausula yang memberikan hak
sepihak kepada bank untuk mengakhiri kredit atas peristiwa-peristiwa
yang ditentukan oleh bank serta sekaligus menagih pagu kredit tersisa.
15) Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang berisi penyelesaian
perselisihan diantara para pihak.
16) Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions, yaitu
klausula-klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula yang
ada (Johannes Ibrahim, 2004: 48-52).
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur sebagai berikut :
1) Perbuatan, dimana penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan
tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan
hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa
akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.
2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, untuk adanya
suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang sesuai satu
sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
3) Mengikatkan dirinya, yaitu di dalam perjanjian terdapat unsur janji
yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, dalam
perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena
kehendaknya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Perjanjian kredit memiliki fungsi penting dalam pemberian,
pengelolaan, serta penatalaksanaan kredit itu sendiri, yaitu sebagai
perjanjian pokok, maksudnya bahwa suatu perjanjian kredit merupakan
sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang
mengikutinya, contohnya perjanjian pengikatan jaminan, kemudian
sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara
kreditur dan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan pemantauan kredit.
Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian kredit sebagai berikut :
1) Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan (akta bawah tangan)
Perjanjian ini diartikan bahwa, pemberian kredit yang diberikan
oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara mereka saja, yakni
antara debitur dengan kreditur tanpa seorang notaris. Akta di bawah
tangan yang dimaksud sudah dibuat dan disiapkan oleh pihak bank dan
hanya tinggal disepakati oleh pihak debitur saja. Akta di bawah tangan
ini memiliki kekuatan hukum pembuktian seperti layaknya akta
notarill, bilamana tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut
diakui oleh yang menandatangani.
Akta di bawah tangan dalam hal pembuktian dihadapan hakim,
jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta
tersebut dibantah oleh pihak lawan, maka pihak yang telah
mengajukan bukti akta di bawah tangan tersebut harus mencari bukti
tambahan, seperti saksi-saksi, dan untuk menghindari penyangkalan
tersebut, ada baiknya bilamana akta di bawah tangan tersebut
dilakukan legislasi oleh seorang notaris, sehingga dengan adanya
legislasi tersebut akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum
pembuktian selayaknya akta otentik atau notarill.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris (akta
notarill atau akta otentik)
Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah
notaris, akan tetapi dalam prakteknya semua ketentuan dalam
perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur itu sendiri, yang kemudian
diberikan kepada notaris untuk dirumuskan ke dalam akta notarill.
Akta notariil atau akta otentik di dalam hal pembuktian memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna.
Akta otentik dianggap benar dan sah, tanpa perlu membuktikan
atau menyelidiki keabsahan terkait tanda tangan pihak-pihak yang
bersangkutan, apabila terdapat bantahan dari pihak lawan dalam hal
pembuktian di depan hakim, maka pihak pembantahlah yang harus
melakukan pembuktian terhadap kebenaran atas bantahannya tersebut.
2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan
seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya
kewajiban oleh debitur disebabkan oleh 2 (dua) kemungkinan alasan,
yaitu:
1) Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi
kewajiban maupun karena kelalaian; atau
2) Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar
kemampuan debitur (Abdulkadir Muhammad, 2010: 203).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Black’s Law Dictionary dalam bukunya Kartini Muljadi
dan Gunawan Widjaja yang berjudul Perikatan pada Umumnya,
menyatakan bahwa wanprestasi (default) adalah :
By its derivation, a failure. An ommission of that which ought to be
done…Specifically, the omission or failure to perform a legal or
contractual duty…; to observe a promise or discharge an
obligation;… or to perform an agreement. The term also ambraces
the idea of dishonesty, and of wrongful act… (Kartini Muljadi dan
Gunawan Widjaja, 2004: 87).
Menurut Kamus Hukum, wanprestasi merupakan suatu ingkar
tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian. Pihak yang lalai
tersebut harus memnberikan penggantian rugi, biaya, dan bunga. Debitur
tidak memenuhi kewajiban prestasinya bias karena berbagai sebab, tetapi
secara garis besar adalah karena kesengajaan atau kelalaian debitur (J.
Satrio, 1999: 100).
b. Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Bentuk wanprestasi ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk,
yaitu :
1) Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya;
2) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/
melaksanakan kewajibannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya;
3) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya; dan
4) Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi
tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak mau
melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak
melaksanakannya (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004: 70).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c. Ganti Kerugian dan Wanprestasi
1) Pengertian ganti-kerugian
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah
dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau
sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan
atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya (Pasal
1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ganti-kerugian pada
dasarnya adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan
wanprestasi.
2) Unsur-unsur ganti-kerugian
Berdasarkan Pasal 1246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ganti-
kerugian itu terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu :
a) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-
nyata telah dikeluarkan.
b) Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
c) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau
diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
3) Batasan-batasan mengenai ganti-kerugian
Undang-undang menentukan bahwa kerugian yang harus dibayarkan
oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi, yaitu :
a) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Berdasarkan
Pasal 1247 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, debitur hanya
diwajibkan membayar ganti-kerugian yang nyata telah atau
sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya
yang dilakukan olehnya.
b) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Berdasarkan
Pasal 1248 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jika tidak
dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya debitur,
pembayaran mengenai ganti-kerugian sekedar mengenai kerugian
yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya,
hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari
tidak dipenuhinya perjanjian.
Kewajiban debitur dalam kredit, seperti ditentukan dalam Pasal
1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan diatur dalam Pasal 1
butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Akibat
wanprestasi diatur antara dalam Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yaitu peralihan risiko dan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu tuntutan ganti rugi, tetapi ada pengecualian yang
diatur dalam Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu
disebabkan suatu hal yang tak terduga, tak dapat dipertanggungjawabkan
padanya, jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah
a. Pengertian Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur tidak mau
dan tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya sebagaimana
tertera dalam perjanjian kredit (Iswi Hariyani, 2010: 28). Adanya kredit
bermasalah tersebut, akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank,
selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah
atau non-performing loans merupakan salah satu indikator kunci untuk
menilai kinerja fungsi bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Fungsi bank salah satunya adalah sebagai lembaga intermediary
atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana. Pendapatan terbesar suatu bank berasal
dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan kemasyarakat dan
sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau dana
pihak ketiga, sehingga aktivitas penghimpunan dana masyarakat yang
memiliki kelebihan dana dan kemudian menyalurkan dana tersebut
kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan aktivitas atau
fungsi utama suatu bank (http://jh-thamrin.blogspot.com/2009/04/non-
performing-loan.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul
11.15 WIB).
b. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
Kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk
mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit,
dilakukan dengan analisis prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital,
condition, dan colleteral (Kasmir, 2002: 104).
c. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah
Kredit bermasalah atau non-performing loans merupakan risiko
yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut
berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya. Kredit
bermasalah atau non-performing loans itu dalam perbankan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-
pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian
kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi.
Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non-
performing loans tersebut adalah apabila kualitas kredit tergolong pada
tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet, untuk kredit-
kredit bermasalah yang bersifat non-structural, pada umumnya dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi, sedangkan untuk kredit-
kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat
diselesaikan dengan cara restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah
yang bersifat non-structural, sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, agar usahanya dapat berjalan kembali dan
pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
Gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh menurunnya
pendapatan bersih, menurunnya penjualan secara tajam, menurunnya
perputaran persediaan, meningkatnya penjualan secara tajam, menurunnya
perputaran piutang, menurunnya modal lancar, nasabah mulai ingkar janji,
nasabah membuat laporan fiktif, nasabah tidak terbuka, dan nasabah
menolak wawancara.
Dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari
nasabah yaitu :
1) Kelemahan nasabah, yaitu diantaranya manajemen kurang (kurang
menguasai manajemen kredit), tidak memiliki perencanaan yang baik,
produk ketinggalan jaman, kalah bersaing, lokasi usaha yang tidak
tepat, dan adminitrasi yang kacau.
2) Kenakalan nasabah, yaitu diantaranya tidak jujur dan sukar ingkar
janji, melakukan penyimpangan penggunaan, pola hidup yang boros
atau mewah, suka berbuat skandal, dan suka berjudi dan berspekulasi.
Menurut Sinungan dalam bukunya Budi Untung yang berjudul
Kredit Perbankan di Indonesia, menyatakan bahwa penyebab kredit macet
adalah kesulitan keuangan yang dialami oleh debitur. Penyebab kesulitan
keuangan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Faktor-faktor intern (managerial factor), diantaranya disebabkan oleh
adanya kelemahan dalam kebijaksanaan pembelian dan penjualan,
tidak efektifnya kontrol atas biaya dan pengeluaran, kebijaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
tentang kebijaksanaan piutang yang tidak efektif, penempatan yang
berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.
2) Faktor-faktor ekstern, diantaranya disebabkan oleh bencana alam,
peperangan, perubahan kondisi perekonomian, dan perubahan
teknologi.
d. Upaya Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah
Upaya pencegahan memerlukan adanya berbagai kebijakan yang
baik, yaitu :
1) Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang sehat, ketentuan-
ketentuan yang harus pada bank yaitu stuktur organisasi bidang
perkreditan dan job description-nya, kewenangan dari masing-masing
pejabat, dan batas pemberian kredit kepada debitur (Budi Untung,
2000: 145).
2) Sumber daya manusia yang solid dalam bidang perkreditan
Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi
dalam kaitannya dengan perkreditan diantaranya, yaitu menyiapkan
rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit, melaksanakan
rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit yang telah
mendapat persetujuan dari dewan komisaris, mempertanggung-
jawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian
kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank sentral,
memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan, melakukan koreksi
yang diperlukan terhadap penyimpangan dari rencana kredit tahunan
dan kebijaksanaan perkreditan, memonitor perkembangan mutu kredit
secara keseluruhan, kredit yang diberikan kepada debitur yang
mempunyai hubungan dengan bank, dan kredit yang diberikan kepada
debitur tertentu, dan menentukan langkah penangan kredit bermasalah
dan memonitor pelaksanaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Hal-hal tersebut merupakan faktor upaya mencegah
terjadinya kredit bermasalah, maka dalam rangka pengelolaan kredit
yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal yang
diantaranya adalah memonitor dengan baik pemenuhan nasabah atas
semua persyaratan pemberian kredit yang disepakati bersama antar
debitur dengan bank, memonitor dengan baik pemenuhan
nasabah/debitur atas pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib
dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan, dan memonitor
perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk kemampuan
likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitur kepada pihak lain.
Memonitor atas pemberian kredit tersebut harus dilakuan dengan baik,
karena dapat memberikan peringatan dini (early warning) apabila
nasabah mulai menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam
memenuhi kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga dan dapat
melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah
(problem loans) pada waktu yang cepat dan tepat (Budi Untung, 2000:
146-147).
Kredit bermasalah tersebut dapat diatasi dengan menyiapkan
sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya, maka
kehadiran pekerja asing dalam perekonomian nasional suatu negara
juga dibutuhkan, secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan
kompetisi yang pada gilirannya akan menciptakan efisiensi dan
meningkatkan daya saing perekonomian. Hal tersebut untuk merespon
sektor perbankan nasional dan memenuhi kekurangan tenaga ahli di
sektor perbankan, serta dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan
tenaga kerja Indonesia melalui program alih pengetahuan (transfer of
knowledge) (Tim Perbankan dan Enquiry Point, 2007: 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3) Kebijaksanaan Persetujuan Kredit
Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat, bilamana
diberikan berdasarkan hasil dari penilaian total atas permintaan kredit
dan atas diri debitur. Persetujuan pemberian kredit oleh pejabat bank
yang terkait harus dinyatakan secara tertulis. Para pejabat pengambil
keputusan untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat
mempertanggung-jawabkan kepada bank bahwa keputusan pemberian
kredit tersebut didasarkan pada hasil analisis kredit yang proporsional,
kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang menjadi kredit
bermasalah, dan kredit tesebut telah memenuhi ketentuan
kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh
bank; dan keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak
ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit tersebut (Budi
Untung, 2000: 148).
4. Tinjauan Umum tentang Jaminan
a. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu
zekerheid atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur
menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban
umum debitur terhadap barang-barangnya. Kata-kata jaminan terdapat
dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
serta dalam Penjelasan Umum Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Pengertian jaminan terdapat dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, yaitu
suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Istilah hukum jaminan, berasal dari terjemahan zakerheidesstelli
atau security of law. Hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini
mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan (Salim
H.S, 2004: 5). Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang
memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-
benda yang dibelinya sebagai jaminan.
Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan
kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri, adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian
kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah
besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.
Hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur
jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur (J. Satrio,
2002: 3). Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan
dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas
kredit (Salim H.S, 2004: 6).
b. Asas-Asas Hukum Jaminan
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang hukum jaminan, maupun kajian terhadap
berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 (lima) asas penting
dalam hukum jaminan, yaitu asas publicitet, asas specialitet, asas tidak
dapat dibagi-bagi, asas inbezitstelling, dan asas horizontal (Salim H.S,
2004: 9). Adapun dijelaskan sebagai berikut :
1) Asas Publicitet
Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan,
Hak Fidusia dan Hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda
jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.
2) Asas Specialitet
Asas specialitet, yaitu bahwa Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan
Hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang
yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.
3) Asas Tidak Dapat Dibagi-bagi
Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak
dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, Hak Fidusia
dan Hipotek dan Hak Gadai walaupun telah dilakukan pembayaran
sebagian.
4) Asas Inbezitstelling
Asas inbezitstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada
penerima gadai.
5) Asas Horizontal
Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu
kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan Hak Pakai, baik
Tanah Negara maupun tanah Hak Milik. Bangunannya milik dari yang
bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang
lain, berdasarkan Hak Pakai. Selain daripada itu, asas-asas Hukum
Jaminan juga meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis
dan asas operasional (konkret) yang bersifat umum. Asas operasional
dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti
benda, asas publikasi, asas specialitet, asas totalitas, asas asessi
pelekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal dan asas
perlindungan hukum (Mariam Darus Badrulzaman, 1996:23).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c. Obyek Hukum Jaminan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka obyek dari hukum
jaminan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu obyek materiil dan obyek
formil (Salim H.S, 2004: 8).
1) Obyek Materiil
Obyek materiil, yaitu bahan (materill) yang dijadikan sasaran dalam
penyelidikannya, dalam hal ini adalah manusia.
2) Obyek Formil
Obyek formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap obyek
materiilnya. Jadi, obyek formil hukum jaminan adalah bagaimana
subyek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga
perbankan atau lembaga keuangan non-bank. Pembebanan jaminan
merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat di
dalam pembebanan jaminan (Salim H.S, 2004:8).
d. Jenis-Jenis Jaminan Kredit
1) Jaminan Lahir karena Undang-Undang
Jaminan lahir karena undang-undang adalah jaminan yang adanya
karena ditentukan oleh undang-undang, tidak perlu ada perjanjian
antara kreditur dan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari
undang-undang ini adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang menentukan bahwa, semua harta kekayaan debitur baik
benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh utangnya,
artinya bila debitur berutang kepada kreditur, maka seluruh harta
kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas
utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk
menyediakan jaminan harta debitur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2) Jaminan Lahir karena Perjanjian
Jaminan lahir karena perjanjian adalah jaminan ada karena
diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Jaminan yang
lahir karena perjanjian dapat berbentuk Hak Tanggungan, Hipotik,
Fiducia, ataupun Gadai.
3) Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu
benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu,
dapat dipertahankan terhadap siapapun benda itu berada (droit de
suite) dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat
prioriteid, artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan
kebendaan lebih dahulu, maka akan didahulukan pelunasan utangnya
disbanding pemegang jaminan hak kebendaan kemudian.
4) Jaminan Penanggungan Utang
Jaminan penanggungan utang adalah jaminan yang bersifat perorangan
yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan
yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur tertentu, terhadap harta debitur seumumnya, contohnya
borgtocht. Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai asas
kesamaan (Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata), artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu
terjadi dan piutang yang terjadi kemudian (Sutarno, 2009: 148).
3. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan
a. Pengertian Hak Tanggungan
Istilah Hak Tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Pokok Agraria (UUPA). Unsur-unsur pokok dari Hak Tanggungan sebagai
berikut :
1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
2) Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA).
3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja,
tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu.
4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.
5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain.
b. Asas-Asas Hak Tanggungan
Tujuan mempelajari asas-asas Hak Tanggungan adalah untuk
membedakannya dengan hak-hak tanggungan yang telah ada sebelum
terbitnya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) yang baru ini,
termasuk asas hipotek yang ada sebelumnya. Lebih jelasnya, asas-asas
tersebut, yaitu :
1) Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan bagi
kreditur pemegang Hak Tanggungan;
2) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi;
3) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang
telah ada;
4) Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga benda-
benda yang berkaitan dengan tanah tersebut;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
5) Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari;
6) Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian accessoir;
7) Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan
ada;
8) Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang;
9) Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek
Hak Tanggungan itu berada;
10) Di atas Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Peradilan;
11) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu;
12) Hak Tanggungan wajib didaftarkan;
13) Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu;
14) Objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki
sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan apabila cidera janji; dan
15) Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti (ST. Remy
Sjahdeini, 1999: 25).
c. Obyek-Obyek Hak Tanggungan
Obyek Hak Tanggungan mendapat penegasan dalam Pasal 4
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), yang menyatakan bahwa:
1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah :
a) Hak Milik;
b) Hak Guna Usaha; dan
c) Hak Guna Bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak
pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga
dibebani dengan Hak Tanggungan.
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 2. Kerangka Pemikiran
Perjanjian Kredit dan
Perjanjian Jaminan
Penyelesaian Kredit
Bermasalah
Wanprestasi
Kreditur Debitur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Keterangan :
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat. Sesuai dengan fungsinya yang sebagai penyalur dana
masyarakat, maka bank menyalurkan dananya atau memberikan pinjaman
dananya kepada masyarakat, dan masyarakat tersebut adalah sebagai debitur.
Sebelum bank (kreditur) memberikan pinjaman dana atau kredit kepada nasabah
(debitur), maka bank selaku kreditur membuat perjanjian kredit dan perjanjian
jaminan terlebih dahulu bersama debitur sesuai dengan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah.
Pemberian kredit tersebut, dalam pengembaliannya ada yang mengalami
kesulitan, yaitu debitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.
Adanya wanprestasi tersebut, maka dapat menyebabkan adanya suatu kredit
bermasalah. Kredit bermasalah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal, dengan adanya kredit bermasalah tersebut, maka
bank tersebut harus segera menyelesaikan permasalahan tersebut melalui langkah-
langkah dan tata cara sesuai dengan peraturan hukum yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merupakan Bank
Pemerintah yang berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Pada awalnya
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk didirikan di Purwokerto, Jawa
Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank
der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan
Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Pendiri
Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja. Pada periode setelah
kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 1 disebutkan bahwa, PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di
Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan
pada tahun 1948, kegiatan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali
setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi
Bank Rakyat Indonesia Serikat.
Pada waktu itu, melalui Peraturan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1960 dibentuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang
merupakan peleburan dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Tani Nelayan dan
Nederlandsche Maatschappij (NHM), kemudian berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 9 Tahun 1965, Bank Rakyat Indonesia diintergrasikan ke
dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi
Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penetapan
Presiden Nomor 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal
dengan Nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks-BKTN) diintegrasikan
dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan
Nederlandsche Maatschappij (NHM) menjadi Bank Negara Indonesia unit
II bidang Ekspor Impor.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Undang-Undang Pokok Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1968 tentang Undang-Undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan
fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia
Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing
menjadi dua Bank, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan
Bank Ekspor Impor Indonesia, selanjutnya berdasarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai Bank Umum.
Sejak tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 status Bank Rakyat Indonesia berubah
menjadi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang kepemilikannya
masih 100% ditangan Pemerintah. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan pada
masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus
pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
Keputusan : S.67-dir/12/1982, tanggal 2 Desember 1982 ditentukan bahwa
hari jadi Bank Rakyat Indonesia jatuh pada tanggal 16 Desember 1895.
Hal tersebut untuk mengenang sejarah Bank Rakyat Indonesia.
Lokasi yang digunakan untuk penelitian hukum (skripsi) oleh
penulis, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar, yang beralamat di Jalan Lawu Barat Nomor 391
Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
b. Visi dan Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
1) Visi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan
kepuasan nasabah.
2) Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
a) Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan
mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan
menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.
b) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan
kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia
yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate
governance.
c) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
c. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
memiliki struktur organisasi yang menggambarkan basis pengelompokan
yang didasarkan pada organisasi garis dan staff. Secara umum dapat
diuraikan dengan ringkas struktur organisasi tersebut sebagai berikut :
Pimpinan Cabang membawahi :
1) Manajer Pemasaran (MP), membawahi :
a) Account Officer (AO), terdiri dari :
(1) Account Officer (AO) Komersial
(2) Account Officer (AO) Konsumer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
(3) Account Officer (AO) Program
b) Funding Officer (FO)
2) Manajer Operasional (MO), membawahi :
a) Asisten Manajer Operasional (AMO), membawahi :
(1) Supervisor Pelayanan, membawahi :
(a) Fungsi Teller
(b) Fungsi UPN
(c) Fungsi Administrasi Jasa
(d) Fungsi Devisa
(e) Fungsi Kliring
(f) Fungsi TKK
(g) Fungsi PP
b) Asisten Manajer Penunjang Bisnis, membawahi :
(1) Supervisor Administrasi Kredit, membawahi :
(a) Fungsi Administrasi Kredit Komersial
(b) Fungsi Administrasi Kredit Konsumer
(c) Fungsi Administrasi Kredit Program
(2) Supervisor Pelayanan Intern, membawahi :
(a) Fungsi Sekretaris atau Sumbar Daya Manusia
(b) Fungsi Logistik
(c) Fungsi Arsip dan Pelaporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
c) Manajer Bisnis Mikro, membawahi :
(1) Asisten Manajer Bisnis Mikro, membawahi :
(a) Supervisor Administrasi Unit, membawahi :
(i) Fungsi Petugas Administrasi Unit (PAU)
(ii) Fungsi Petugas Rekonsiliasi Unit (PRU)
(iii) Pegawai Cadangan
(b) Penilik
(c) Bank Rakyat Indonesia Unit
Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran halaman
belakang.
d. Tugas Pokok dan Fungsi
1) Tugas Pokok dan Fungsi Manajer Pemasaran (MP) adalah :
a) Melakukan pembinaan, pengawasan dan monitoring kredit yang
menjadi tanggung jawabnya mulai dari kredit direalisasi sampai
dengan kredit dilunasi.
b) Berperan sebagai anggota tim penyelamatan dan penyelesaian
kredit bermasalah di kantor cabang untuk mengurangi kerugian
bank.
c) Membantu dan mendukung pimpinan cabang dalam membina dan
mengkoordinasi unit-unit kerja dibawahnya, melakukan kegiatan
pemasaran kredit dalam rangka mencapai target bisnis yang telah
ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
d) Melakukan pembinaan, pengawasan dan monitoring kredit yang
menjadi tanggung jawabnya mulai dari kredit direalisasi sampai
dengan kredit dilunasi.
2) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Komersial adalah :
a) Membuat Rencana Pemasaran Tahunan (RPT) perkreditan atas
sektor yang dikelolanya, guna mencapai sasaran yang ditetapkan.
b) Melakukan penelitian kelengkapan dan keabsahan dokumen kredit
sebelum permohonan kredit diproses dalam rangka mengamankan
kepentingan Bank.
c) Melakukan pembinaan, penagihan dan pengawasan kredit yang
menjadi tanggung jawabnya.
3) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Konsumer adalah :
a) Meneliti kebenaran dan kelengkapan dokumen yang
dipersyaratkan, seperti keaslian surat keputusan, daftar gaji, untuk
mengurangi risiko kredit.
b) Menyerahkan daftar tagihan angsuran debitur kepada instansi yang
bersangkutan untuk memastikan pembayaran angsuran pinjaman.
4) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Program adalah :
a) Melakukan penagihan angsuran kepada debitur dan menjaga
hubungan baik.
b) Melaporkan situasi dan kondisi debitur, baik yang masih lancer
maupun memburuk serta memberikan usul, saran, pemecahan dan
penanggulangannya untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin
timbul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
5) Tugas Pokok dan Fungsi Funding Officer (FO) adalah :
a) Mengidentifikasi sumber dana potensial baik perorangan maupun
perusahaan/ instansi.
b) Melaksanakan aktifitas penjualan, dengan menghubungi, menemui
dan menjual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
B. PEMBAHASAN
1. Langkah-Langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit
Bermasalah
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar di
dalam memberikan kredit kepada nasabah diawali dengan menerapkan prinsip
kehati-hatian guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan
kokoh. Bank Indonesia sendiri menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan
yang memuat prinsip kehati-hatian, mewajibkan setiap bank untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian, yang merupakan solusi terbaik untuk
menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya akan
menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri.
Prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan diatur dalam
Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Pasal 8 Ayat (1) menyatakan bahwa, dalam memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai
keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan,
serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Pasal 8 Ayat (2) menyatakan bahwa, Bank Umum wajib memiliki dan
menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) menyatakan bahwa, kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank
mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang sehat, untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan oleh bank, dan untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap
watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari nasabah debitur.
Agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit yang sangat
penting, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh
keyakinan atas kemampuan nasabah (debitur) mengembalikan utangnya,
agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai
dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan
pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk,
dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib
meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek
yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Bank dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus pula
memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi
perusahaan yang berskala besar dan atau risiko tinggi agar proyek yang
dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Penjelasan Pasal 8 Ayat (2) menyatakan bahwa, pokok-pokok
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain :
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat
dalam bentuk perjanjian tertulis;
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitur;
c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai
prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah;
e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur
dan atau pihak-pihak terafiliasi; dan
f. Penyelesaian sengketa (Iswi Hariyani, 2010: 33-34)
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat,
agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan
asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu
kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, ditetapkan bahwa
dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur
hal-hal pokok yaitu prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan
manajemen perkreditan, kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit,
dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian
kredit bermasalah.
“Commercial banking plays an important role in sustaining financial
markets and has a significant impact on the success of the economy. It is
within this context that the following analysis of the operations of commercial
banks headquartered in Utah was conducted for the period from 2000 to
2004. During this period, commercial banking has undergone a significant
structural shift as industry operational processes have changed and banks
have sought mergers and other adjustments that create implications for bank
depositors and bank customers seeking loans and related services” (Abdus
samad, Lowell M. Glenn, dkk. 2006: 137).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan dalam pelaksanaannya
bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut
secara konsekuen dan konsisten, apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank
memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah
ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang
mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat
bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit
mencakup banyak aspek dan mengandung risiko yang bervariasi, baik
langsung maupun tidak langsung
(http://blog.beswandjarum.com/abdbasidl/manajemen-kredit-macet-pada-
perbankan-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul
11.00 WIB).
Prinsip-prinsip analisis pemberian kredit yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar berdasarkan prinsip 5-
C, yaitu :
a. Character, yaitu sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang-
orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya.
Membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar
belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun
yang bersifat pribadi, seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya,
keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial, dari sifat dan watak ini dapat
dijadikan suatu ukuran tentang kemauan nasabah untuk membayar.
b. Capacity, yaitu analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam
membayar kredit. Penilaian ini dapat terlihat kemampuan nasabah dalam
mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang
pendidikan dan pengalaman selama ini dalam mengelola usahanya,
sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang
disalurkan. Capacity sering juga disebut dengan nama capability.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Capital, yaitu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak,
dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang
disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan
solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis kapital juga harus
menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini,
termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang
akan dijalankan, beberapa modal sendiri dan beberapa modal pinjaman.
d. Condition, yaitu dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi
ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa
yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang
dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga
kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
e. Colleteral, yaitu merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah naik
yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendakya melebihi jumlah
kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga
jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat
dipergunakan secepat mungkin.
Prinsip-prinsip analisis pemberian kredit sebagaimana tersebut,
memang harus selalu dilakukan oleh setiap pejabat kredit bank sebagai wujud
pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit bank kepada semua
nasabah debitur agar kelak bank dapat terhindar dari persoalan kredit
bermasalah dan kredit macet. Pemberian kredit yang diberikan oleh bank
meskipun selalu menerapkan prinsip-prinsip analisis pemberian kredit
sebagaimana tersebut, namun kredit bermasalah pasti akan ada dan dialami
oleh setiap bank, tak terkecuali di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Karanganyar itu sendiri.
Kredit bermasalah adalah kredit yang tergolong kredit kurang lancar,
kredit diragukan, dan kredit macet. Istilah kredit bermasalah telah digunakan
Perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loans yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional. Istilah lain dalam
bahasa Inggris yang biasa dipakai bagi istilah kredit bermasalah adalah non-
performing loans, dapat disimpulkan bahwa kredit macet adalah bagian dari
kredit bermasalah. Tingkat kesehatan bank salah satunya diukur dari tingkat
rasio kredit bermasalah (non-performing loans) atau biasa dikenal sebagai
“Rasio NPL”.
“The committee is currently examining the causes of the turmoil in the
financial system and based on its finding, will make/ has made,
recommendations for improving the financial system” (Frank graaf and Rezah
Stegeman, 2011: 1).
Penggolongan kualitas kredit, menurut Pasal 4 Surat Keputusan
Direktur Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998,
sebagai berikut :
a. Kredit lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat; dan
2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral).
b. Kredit dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi
kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau
2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
3) Mutasi rekening relatif rendah; atau
4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
5) Didukung oleh pinjaman baru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
c. Kredit kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau
2) Sering terjadi cerukan; atau
3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
(sembilan puluh) hari; atau
5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
6) Dokumentasi pinjaman yang lemah.
d. Kredit diragukan (doubtful), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang melampaui
180 (seratus delapan puluh) hari;
2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari; atau
4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau
5) Dokumen hukum lemah, baik untuk perjanjian kredit/ pengikatan
jaminan.
e. Kredit macet (bad-debt), yaitu apabila memenuhi kriteria :
1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari; atau
2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3) Dari segi hukum/ kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar.
Kredit bermasalah yang terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang Karanganyar selama 3 (tiga) periode, yaitu antara tahun 2007-
2010 prosentase kredit bermasalah yang paling tinggi terjadi pada tahun 2009,
namun pada tahun 2010 pihak bank sendiri juga menyelesaikan kasus terkait
dengan kredit bermasalah. Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Cabang Karanganyar, pada umumnya diberikan kepada nasabah untuk
digunakan sebagai modal usaha. Pemberian kredit yang diberikan oleh bank,
tidak semunya lancar di dalam pengembalian pinjamannya oleh nasabah, pasti
adanya suatu kredit yang bermasalah.
Penyebab kredit bermasalah yang terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar, pada umumnya sering disebabkan oleh
nasabah itu sendiri yang ingkar janji atau wanprestasi, selain itu disebabkan
karena nasabah kurang menguasai manajemen kredit, tidak memiliki
perencanaan yang baik, dan kalah bersaing terhadap usahanya, serta
administrasi yang kacau yang dikelola oleh nasabah itu sendiri. Adanya unsur
ketidaksengajaan adanya kredit bermasalah, yaitu si debitur memang tidak
mampu membayar, sehingga kemampuan untuk membayar kredit tidak ada.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam
menyelesaikan kredit bermasalah terlebih dahulu melakukan upaya
penyelamatan yang merupakan suatu langkah awal penyelesaian kredit
bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan
memperingan syarat-syarat pengembalian kredit, sehingga dengan
memperingan syarat-syarat pengembalian kredit tersebut, diharapkan debitur
memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu, jadi tahap
penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur
masih kooperatif dan dari prospek usaha masih feasible.
Penyelamatan kredit oleh bank dapat dilakukan dengan cara-cara, yaitu
tahap pertama dengan penjadwalan kembali (rescheduling), yang merupakan
perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan/atau
jangka waktunya. Perpanjangan jangka waktu kredit bertujuan untuk
memperingan debitur untuk mengembalikan utangnya, dengan
memperpanjang jangka waktu kredit, maka kualitas kredit debitur
digolongkan menjadi performing loans dan dengan perpanjangan jangka
waktu memberikan kesempatan kepada debitur untuk menjalankan usahanya.
Akta yang perlu dibuat berkenaan dengan perpanjangan jangka waktu kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
adalah amandemen atau addendum perjanjian kredit. Pasal atau ketentuan
yang mengatur jangka waktu kredit dirubah dan ditetapkan kembali dengan
memperpanjang jangka waktu pelunasan. Bentuk akta amandemen bisa
berbentuk akta di bawah tangan, yaitu akta yang dibuat dan dipersiapkan
sendiri oleh bank atau akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris.
Bentuk amandemen atau addendum yang merubah jangka waktu
perjanjian kredit sebenarnya bisa berbentuk surat yang dibuat bank dan
dikirimkan kepada debitur isinya merubah jangka waktu kredit, sebagai tanda
persetujuan debitur dapat menandatangani surat itu. Surat yang telah disetujui
debitur dapat dianggap sebagai amandemen atau addendum. Tahap kedua
kemudian dengan persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan
sebagian atau seluruh syarat kredit, yang tidak terbatas pada perubahan
maksimum saldo kredit. Persyaratan kembali ini dilakukan, apabila
penyelamatan kredit yang dilakukan oleh pihak bank menggunakan cara
penjadwalan kembali tidak berhasil, maka cara inilah yang kemudian
digunakan oleh pihak bank. Tahap yang terakhir yaitu penataan kembali
(restructuring). Penyelesaian kredit melalui tahap penyelamatan kredit ini
melalui restrukturisasi kredit.
Langkah penyelesaian melalui restrukturisasi kredit ini diperlukan
syarat paling utama, yaitu adanya kemauan, etikad baik, dan kooperatif dari
debitur serta bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan bank, karena
dalam penyelesaian kredit melalui restrukturisasi lebih banyak negosiasi dan
solusi yang ditawarkan bank untuk menentukan syarat dan ketentuan
restrukturisasi. Macam-macam bentuk penyelamatan kredit bermasalah
melalui restrukturisasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar, yaitu dengan penurunan suku bunga kredit, pengurangan
tunggakan bunga kredit, pengambilalihan agunan/asset debitur, jaminan kredit
dibeli oleh bank, dan debitur menjual sendiri barang jaminannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Penurunan suku bunga kredit merupakan salah satu bentuk
restrukturisasi yang bertujuan memberikan keringan kepada debitur, sehingga
dengan penurunan bunga kredit besarnya bunga yang harus dibayar debitur
setiap tanggal pembayaran menjadi lebih kecil dibanding suku bunga yang
ditetapkan sebelumnya. Keringanan suku bunga ini bertujuan agar
pembayaran bunga setiap bulannya menjadi lebih kecil, sehingga pendapatan
dari hasil usaha debitur dapat dialokasikan untuk membayar sebagian pokok
dan sebagian lainnya untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha, dalam
jangka waktu tertentu sesuai perhitungan cash-flow atas usaha debitur dapat
diprediksi akan mampu menyelesaikan seluruh utang dan usaha dapat
berkembang kembali.
Akta-akta yang perlu dibuat atau diperbaharui berkenaan dengan
terjadinya penurunan suku bunga, yaitu perlu dilakukan amandemen atau
addendum terhadap perjanjian kredit. Pasal yang semula mengatur tentang
besarnya suku bunga kredit perlu diadakan perubahan atau amandemen untuk
disesuaikan dengan besarnya penurunan suku bunga kredit. Penurunan suku
bunga kredit ini, pihak bank memberikan syarat tambahan atau merubah
syarat yang telah ada, oleh karena itu, syarat tambahan atau merubah syarat
yang sudah ada perlu dituangkan dalam amandemen atau addendum perjanjian
kredit. Amandemen atau addendum merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian lama. Semua ketentuan dan syarat dalam
perjanjian kredit yang tidak diubah tetap berlaku dan yang telah dirubah
dinyatakan tidak berlaku lagi. Penurunan suku bunga tidak merubah perjanjian
ikatannya, yaitu perjanjian pengikatan jaminan hak tanggungan itu sendiri.
Pengurangan tunggakan bunga kredit merupakan salah satu tanda
kredit bermasalah adalah adanya tunggakan bunga kredit lebih dari tiga kali
pembayaran. Bunga kredit yang seharusnya dibayar setiap bulan atau dalam
jangka waktu tertentu sesuai perjanjian kredit, tetapi tidak dibayarkan,
sehingga tunggakan bunga kredit lama kelamaan menumpuk yang jumlahnya
menyamai utang pokok, untuk menyelamatkan kredit bermasalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
restrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan memperingan beban debitur
dengan cara mengurangi tunggakan bunga kredit atau menghapus seluruh
tunggakan bunga kredit. Debitur dibebaskan dari kewajiban membayar
tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya. Langkah penyelamatan
dengan menghapus sebagian atau seluruh tunggakan bunga kredit diharapkan
debitur memiliki kemampuan kembali untuk melanjutkan usahanya, sehingga
menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar utang
pokoknya yang tidak mungkin dihapus seluruhnya oleh pihak bank.
Pengurangan tunggakan bunga tidak mengakibatkan perubahan akta perjanjian
kredit, karena yang dikurangi adalah besarnya tunggakan bunga yang
seharusnya dibayar debitur. Bukti adanya pengurangan tunggakan bunga, bank
cukup mengeluarkan surat yang ditujukan kepada debitur yang menegaskan
bahwa, besarnya tunggakan bunga yang harus dibayar dikurangi, sehingga
lebih kecil dari perhitungan sebenarnya perjanjian kredit.
Pengambilalihan agunan/asset dalam hukum disebut kompensasi atau
perjumpaan utang. Kredit tersebut dapat diselamatkan dengan cara bank
mengambilalih agunan kredit yang nilai jaminan tersebut dikompensasikan
dengan jumlah kredit sebesar nilai agunan yang diambil, maka terjadilah
kompensasi, dengan kata lain, agunan kredit yang diambil alih bank dibayar
dengan menggunakan kredit yang tertunggak. Agunan kredit yang diambil alih
menjadi milik/asset bank dan utang debitur dinyatakan lunas. Pengambilalihan
asset debitur ini disebut set off, untuk mengalihkan suatu benda jaminan milik
debitur kepada bank secara hukum perlu alas hak yang menjadi landasan
hukum beralihnya suatu benda. Bank di sini tidak cukup hanya mengeluarkan
deangan mengeluarkan surat yang menyatakan telah mengambilalih agunan
kredit. Surat yang dikeluarkan bank seperti ini tidak dapat digunakan untuk
mengalihkan agunan menjadi milik bank, maka untuk mengambil alih
diperlukan alas hak yang berupa akta jual beli yang dibuat Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) agunan tanah antara kreditur sebagai pembeli dan debitur
sebagai penjual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan alas
hak atau alas hukum untuk memindahkan hak milik debitur berupa agunan
tanah kepada kreditur. Akta jual beli digunakan sebagai alas hak untuk balik
nama sertifikat menjadi atas nama kreditur pada jaminan hak tanggungan.
Akta jual beli agunan menjadi milik kreditur dan kredit yang tertunggak
menjadi lunas seluruhnya atau sebagian tergantung kesepakatan kreditur dan
debitur, karena agunan telah menjadi milik atau aktiva tetap bank, maka dalam
batas waktu tertentu bank segera menjual kembali kepada masyarakat untuk
mendapatkan aktiva yang lebih produktif. Penguasaan agunan sebagai aktiva
tetap bank yang terlalu lama tidak memberikan keuntungan bagi bank,
sehingga undang-undang perbankan mengharuskan agar agunan yang telah
diambil alih bank tersebut segera dicairkan/dijual kembali dalam waktu
selambat-lambatnya satu tahun sejak tanggal pengambilalihan.
Pengambilalihan atau kompensasi atas jaminan kredit diperlukan
syarat-syarat atau kriteria agar nantinya dalam waktu satu tahun agunan yang
diambilalih segera dapat dijual kembali, sehingga menjadi aktiva yang
produktif kembali. Syarat-syarat atau kriteria yang diperlukan antara lain,
yaitu agunan yang akan diambil alih atau dikompensasikan dengan tunggakan
kredit tersebut dan strategis, sehingga sewaktu-waktu bank dengan mudah
untuk menjual kembali atau dikerjsamakan dengan pihak lain, dokumen atau
surat-surat benda yang menjadi agunan tersebut lengkap dan sah menurut
hukum dan nilai agunan yang diambil alih lebih besar dari tunggakan kredit
yang dikompensasikan.
Pengambilalihan atau kompensasi agunan kredit diperlukan akta-akta
untuk kepentingan bank dan debitur, yaitu akta jual beli dari debitur atau
pemilik agunan kepada bank. Agunan yang berupa tanah berikut bangunan
tersebut menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) dan adanya penegasan dalam akta jual atau dengan kwitansi
tersendiri bahwa jual beli barang agunan/jaminan tersebut dibayar atau
dikompensasikan dengan menggunakan kredit yang tertunggak. Upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
penyelamatan kredit bermasalah, bank dapat membeli agunan melalui
penjualan umum atau lelang. Undang-undang melarang bank memiliki
langsung agunan tersebut. Janji yang diadakan untuk memiliki agunan jika
debitur cidera janji, maka batal demi hukum. Pasal 6 huruf k Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan landasan hukum yang
memungkinkan bank untuk membeli agunan melalui pelelangan agunan
semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada
bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya. Fungsi Pasal 6 huruf k tersebut, sebagai salah satu sarana hukum
dalam penyelesaian kredit macet perbankan. Prinsip yang terkandung dalam
pasal tersebut, yaitu pembelian agunan melaui pelelangan oleh bank sebagai
kreditur dilakukan dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus
segera dijual kembali agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh
bank, dan agunan yang dibeli tidak menjadi asset bank.
Pelaksanaan Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan tersebut mengalami kesulitan berkenaan dengan prosedur
pendaftaran peralihan hak atau balik nama sertifikat karena membeli jaminan
berupa tanah dan bagunan sesuai dengan undang-undang harus
dibaliknamakan menjadi atas nama pembeli/bank, sehingga menjadi asset
bank. Kesulitan tersebut dapat diatasi oleh Pemerintah melalui Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan mengeluarkan
Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1994 tentang Pendaftaran
Tanah.
Pasal 110 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1994 tentang
Pendaftaran Tanah menentukan bahwa, atas permintaan Bank Pemerintah
peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang
dimenangkan oleh bank melalui lelang dalam rangka pelunasan kredit sesuai
dengan Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Perbankan, dapat didaftar atas nama pembeli akhir yang ditunjuk oleh bank
tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Di dalam risalah lelang dicantumkan bahwa di dalam pembelian lelang itu,
bank bertindak untuk pembeli yang belum disebut namanya.
b. Nama pembeli serta identitasnya kemudian dinyatakan di dalam surat
pernyataan oleh atau atas nama Direksi Bank yang bersangkutan.
c. Permohonan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud harus diajukan oleh
pembeli yang ditunjuk oleh bank dalam waktu selambat-lambatnya 1
(satu) tahun terhitung dari tanggal pelaksanaan lelang yang bersangkutan.
d. Apabila ketentuan di atas dilanggar, maka pendaftaran peralihan hak
kepada pembeli yang ditunjuk oleh bank hanya dapat dilakukan
berdasarkan akta jual beli antara bank dan pembeli sesudah dilakukan
pendaftaran peralihan hak atas nama bank yang bersangkutan berdasarkan
risalah lelang.
Kreditur dapat meminta debitur melakukan penjualan jaminan kredit
yang berupa tanah dan bangunan, dengan cara ini dapat menghemat waktu,
biaya dan hasilnya akan lebih baik daripada lelang. Secara teori penjualan
jaminan melalui lelang bertujuan untuk memperoleh harga yang tinggi, tetapi
dalam pelaksanaanya justru sebaliknya, yaitu biaya mahal, memerlukan waktu
lama untuk menuju lelang dan hasil penjualan lelang rendah. Bank sebagai
kreditur harus membantu debitur dalam melakukan penjualan jaminan
tersebut, dengan cara mencairkan calon pembeli dan kalau perlu ikut
berunding dengan calon pembeli untuk memperlancar penjualan tersebut,
meskipun debitur sebagai pemilik yang berhak menentukan nilai penjualan
tersebut, tetapi bank sebagai pemegang jaminan juga berhak untuk mengatur
nilai penjualan agar tidak terlalu rendah, sehingga tidak sesuai dengan
penilaian bank atau terlalu tinggi, sehingga tidak laku. Bank juga harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
mengatur agar hasil penjualan barang jaminan tidak jatuh ke debitur, tetapi
langsung disetor ke bank untuk pembayaran atas utang debitur.
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan
Tanah penjualan di luar lelang/di bawah tangan dapat dilakukan dengan
syarat-syarat, yaitu ada kesepakatan antara kreditur dan debiturnya, dilakukan
dalam waktu 1 (satu) bulan setelah kreditur dan debitur memberitahukan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Perhitungan 1 (satu) bulan dihitung
sejak tanggal pengiriman pos tercatat atau tanggal penerimaan melalui kurir
atau tanggal penerimaan facsimile, diumumkan melalui sedikitnya 2 (dua)
surat kabar yang beredar di suatu setempat atau surat kabar yang beredar di
daerah yang bersangkutan. Pengumuman juga dapat dilakukan melalui radio
atau televisi, dan tidak ada keberatan dari pihak lain. Syarat-syarat tersebut
diperlukan untuk melindungi pihak-pihak yang memiliki kepentingan,
misalnya pemegang hak tanggungan kedua, ketiga dan kreditur lain dari
debitur/pemberi hak tanggungan.
Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkannya dalam bentuk
tabel dan bagan di bawah ini :
No. Cara Penyelamatan Syarat Kredit yang Diubah
1. Penjadwalan kembali
(Rescheduling)
Jadwal pembayaran dan jangka waktu
pembayaran
2. Persyaratan kembali
(Reconditioning)
Jadwal pembayaran, jangka waktu
pembayaran dan persyaratan lain
sepanjang tidak mengubah maksimum
saldo kredit
3. Penataan kembali
(Restrukturisasi)
a. Penurunan suku bunga kredit;
b. Pengurangan tunggakan bunga
kredit;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
c. Pengambilalihan agunan/asset
debitur;
d. Jaminan kredit dibeli oleh bank;
dan
e. Debitur menjual sendiri barang
jaminan.
Tabel 1. Penyelamatan Kredit Bermasalah (Kredit Kurang Lancar,
Kredit Diragukan dan Kredit Macet) di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Bagan 3. Restrukturisasi Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar
Kredit Bermasalah
Penjadwalan Kembali
(Rescheduling)
Penataan Kembali
(Restructuring)
Persyaratan Kembali
(Reconditioning)
Berhasil Gagal
Kualitas Kredit Membaik
- Bank Bertambah Sehat - Debitur Tambah Maju - Sektor Riil Berkembang
Hapus Buku
Penyelesaian Kredit
Litigasi Non-Litigasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
a. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Non-Litigasi
Penyelesaian kredit bermasalah dengan jalur non-litigasi dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Pengambilalihan Agunan Debitur
Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang merupakan bank Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), sesuai mekanisme korporasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 dapat
dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan milik debitur oleh
bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau penyerahan agunan
oleh debitur kepada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
yang disebut dengan asset-settlement. Cara ini sudah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum, sehingga bank Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) tidak perlu ragu-ragu dalam menerapkannya. Pola
penyelesaian kredit semacam ini kebanyakan hanya diberikan kepada
debitur besar.
Penyelesaian kredit macet dengan pola asset-settlement
dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Pasal 12A Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa, Bank Umum dapat
membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan
maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela
oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar
lelang dari pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Pola asset-settlement juga diatur dalam Pasal 1 angka 15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum yang menyatakan bahwa, “agunan yang
diambil alih yang untuk selanjutnya disebut AYDA adalah aktiva yang
diperoleh bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan
berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan
dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank. Pasal
39 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum menyatakan bahwa, agunan
yang diambil alih yang telah dilakukan upaya penyelesaian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, ditetapkan memiliki kualitas
sebagai berikut :
a) Lancar, apabila agunan yang diambil alih dimiliki sampai dengan 1
(satu) tahun:
b) Kurang lancer, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih dari
1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
c) Diragukan, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih dari 3
(tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun: dan
d) Macet, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih 5 (lima)
tahun.
2) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Penyelesaian sengketa bisnis, termasuk penyelesaian kredit
macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar dapat dilakukan melalui jalur non-litigasi, yaitu di luar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Pengadilan, yang lebih dikenal dengan istilah Alternative Dispute
Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
Penyelesaian ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Penyelesaian dengan jalur non-litigasi ini dipilih karena proses
peradilan di Indonesia dianggap kurang efisien dan efektif, karena
sangat lama, biayanya mahal, prosedurnya berbelit-belit, tidak ada
jaminan kerahasiaannya, putusannya bersifat menang-kalah, dapat
merusak hubungan para pihak, hasil putusannya sulit dieksekusi,
cenderung lebih berpihak kepada elite penguasa dan pemodal besar,
dan masih banyaknya mafia peradilan.
Penyelesaian sengketa dalam hal kredit macet, apabila
diselesaikan dengan jalur alternatif penyelesaian sengketa ini, maka
para pihak dapat memilih sendiri hukumnya, memilih arbiter yang
akan memeriksa perkara dan para pihak dapat menentukan sendiri tata
cara penyelesaian sengketa berdasarkan kedua belah pihak.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif,
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar Pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli. Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan, pada
bagian penjelasan umum, upaya penyelesaian sengketa antara nasabah
dan bank dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi,
arbitrase, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Alternatif, maupun melalui jalur peradilan.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
mengupayakan terlebih dahulu di dalam menyelesaikan kredit macet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
menggunakan jalur di luar peradilan, karena dinilai langkah yang
ditempuh ini dapat dilakukan secara sederhana, murah, dan cepat
melalui penyelenggaraan mediasi perbankan, agar hak-hak mereka
sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik. Macam-
macam bentuk alternatif penyelesaian sengketa di PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sebagai berikut :
a) Negosiasi
Negosiasi ini berarti perundingan, dan orang yang mengadakan
perundingan disebut negosiator. Negosiasi diartikan sebagai upaya
penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan dengan
tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang
lebih harmonis dan kreatif. Para pihak disini berhadapan langsung
secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka
hadapi dengan cara kooperatif dan saling terbuka (Joni Emirzon,
2001: 39).
b) Mediasi
Mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa para pihak
dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat netral,
dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak,
tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak
dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk
tercapainya mufakat. Proses mediasi adalah proses dimana pihak
luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan
pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh
kesepakatan perjanjian secara memuaskan. Penyelesaian sengketa
melalui mediasi tidak ada unsure paksaan antara para pihak dan
mediator, karena para pihak secara sukarela meminta kepada
mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang sedang
mereka hadapi (Joni Emirzon, 2001: 70).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
c) Konsiliasi
Konsiliasi berarti perdamaian, sedangkan pihak ketiga yang
mengupayakan perdamaian disebut konsiliator. Konsiliasi memiliki
kesamaan dengan mediasi, yaitu melibatkan pihak ketiga untuk
menyelesaikan sengketa secara damai. Perbedaannya terletak pada
istilahnya, yaitu konsiliasi lebih formal daripada mediasi.
Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan
menyerahkannya suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk
menguraikan/menjelaskan fakta-fakta dan biasanya setelah
mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai
suatu kesepakatan, serta membuat usulan-usulan untuk suatu
penyelesaian, namun keputusannya tidak mengikat (Huala Adolf,
2005: 204).
d) Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di luar peradilan yang
diadakan oleh para pihak yang bersengketa atas dasar perjanjian/
kontrak yang mereka adakan sebelumnya atau seseudah terjadi
sengketa. Pihak yang menengahi sengketa ini disebut arbiter, yang
bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara menurut tata cara
arbitrase. Para pemutus atau arbiternya dipilih dan ditentukan oleh
para pihak yang bersengketa dengan tugas menyelesaikan
persengketaan yang terjadi diantara mereka. Pemilihan arbiter
seyogyanya didasarkan pada kemampuan dan keahliannya dalam
bidang tertentu dan dapat bertindak secara netral (Rachmadi
Usman, 2003: 107-110).
3) Penjualan Agunan via Parate Eksekusi (Tanpa Penetapan Pengadilan)
Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar juga dilakukan melalui penjualan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
via parate eksekusi (tanpa penetapan pengadilan). Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan
bahwa, apabila debitur cidera janji maka pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas
“kekuasaan sendiri” melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan dari hasil penjualan tersebut.
Hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan
sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan
yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan pertama dalam hal
terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan. Hak tersebut
didasarkan pada “janji” yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan
bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak
untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa
memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan
selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu
lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap
menjadi hak pemberi tanggungan.
Pelaksanaan eksekusi pada hak tanggungan secara mudah dan
pasti merupakan salah satu prinsip dari hak tanggungan yang
dijabarkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, dimana eksekusi hak tanggungan memuat 3
(tiga) cara, yaitu yang pertama adalah hak pemegang hak tanggungan
pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (parate executie),
kemudian yang kedua adalah titel eksekutorial yang terdapat dalam
sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat
(2) Undang-Undang Hak Tanggungan dan yang ketiga adalah eksekusi
melalui penjualan obyek hak tanggungan di bawah tangan atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan (Pasal 20 Ayat
(2) Undang-Undang Hak Tanggungan) (Herowati Poesoko, 2007: 19).
4) Penjualan Agunan di Bawah Tangan
Penjualan agunan di bawah tangan yang dilakukan oleh Bank
Rakyat Indonesia ini diatur Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan bahwa atas
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek
hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan
demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak. Penjualan di bawah tangan dilakukan tanpa melalui proses
pelelangan umum.
Berdasarkan Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, menyatakan bahwa pelaksanaan
penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-
pihakyang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2
(dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau
media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan
keberatan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penjualan
agunan di bawah tangan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu harus
diperjanjikan terlebih dahulu, bertujuan untuk mendapatkan harga jual
tertinggi. Penjualannya baru dapat dilakukan setelah melewati tenggang
waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan secara tertulis kepada
para pihak, harus diumumkan terlebih dahulu melalui sedikitnya di 2
(dua) surat kabar setempat atau media cetak lainnya, dan tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pihak yang menyatakan berkeberatan. Penjualan agunan di bawah
tangan juga diatur dalam KMK 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan
Piutang Negara, Bab XIX, Pasal 273 sampai dengan Pasal 285, yang
khusus mengatur tentang penjualan tidak melalui lelang (Iswi Hariyani,
2010: 277).
5) Penjualan Agunan secara Sukarela
Penjualan agunan secara sukarela tidak mensyaratkan adanya
keharusan untuk memasang pengumuman di 2 (dua) surat kabar atau
media massa setempat, serta tidak mensyaratkan adanya perjanjian
tertulis, tetapi cukup atas dasar kepercayaan antara kreditur, yaitu pihak
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu
sendiri dengan debitur, tujuannya adalah untuk mendapatkan harga jual
tertinggi. Penjualan agunan secara sukarela hanya didasarkan
kesepakatan tidak tertulis antara bank dan debitur atas dasar itikad baik.
Cara ini tidak akan merugikan bank, karena sertifikat agunan tetap
berada di tangan bank. Debitur juga diuntungkan karena dapat menjual
agunannya secara leluasa, sehingga mendapat harga jual yang optimal,
jika debitur berhasil mendapatkan pembeli, maka debitur langsung
menghubungi bank dan notaris guna keperluan penyelesaian transaksi
jual beli agunan harus dilakukan di hadapan notaris dan pihak bank,
karena di dalam transaksi tersebut diperlukan adanya pembuatan akta
jual beli agunan, penyerahan agunan dari bank kepada debitur dan
pembeli, dan penghapusan pengikatan jaminan via kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkan penyelesaian
kredit bermasalah melalui jalur non-litigasi dalam bentuk tabel di
bawah ini :
No. Penyelesaian Non-Litigasi Dasar Hukum
1. Pengambilalihan Agunan
Debitur
- Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Pasal 12
A dan Penjelasannya);
- Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva
Bank Umum (Pasal 1 angka
15, Penjelasan Pasal 70 Ayat
(3), Pasal tentang Agunan
yang Diambil Alih (AYDA)).
2. Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Negosiasi,
Mediasi, Konsiliasi,
Arbitrase)
- Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa;
- Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Mediasi Perbankan; dan
- Konvensi dalam Dunia Bisnis.
3. Penjualan Agunan via
Parate Eksekusi (Tanpa
Pasal 6 Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Penetapan Pengadilan) Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
4. Penjualan Agunan di
Bawah Tangan
Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
5. Penjualan Agunan secara
Sukarela
Kesepakatan antara Bank dan
Debitur atas dasar itikad baik.
Tabel 2. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Non-Litigasi di PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
b. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Litigasi
Penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar selain melalui jalur non-litigasi, juga
dapat melalui jalur litigasi, yaitu dilakukan dengan cara :
1) Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
dalam menyelesaikan kredit bermasalah dengan cara memohon fiat
atau penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan
eksekusi terhadap agunan yang telah diikat sempurna dengan akta
notariil berupa sertifikat hak tanggungan. Eksekusi sertifikat hak
tanggungan dapat ditempuh melalui mekanisme parate eksekusi (tanpa
fiat Ketua Pengadilan Negeri) atau lewat fiat Ketua Pengadilan Negeri.
Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Demi keamanan pihak bank itu
sendiri, dalam melakukan eksekusi sertifikat hak tanggungan terlebih
dahulu meminta fiat atau penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri.
Penjelasan Umum angka 10 dari Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah, menyatakan untuk memudahkan
dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan undang-undang ini bagi
kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan
Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu penetapan memberikan
kuasa kepada kreditur untuk mengelola obyek hak tanggungan,
penetapan hal-hal yang diberkaitan dengan permohonan pembersihan
obyek hak tanggungan, dan pencoretan hak tanggungan. Kredit yang
diberikan dengan jaminan hak tanggungan, membuat pihak PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri akan
cepat memperoleh uangnya kembali, karena bank cukup dengan
membawa sertifikat hak tanggungan yang telah memakai irah-irah
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, langsung
dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan
Negeri di wilayah di mana tanah/jaminan itu terletak (I Made
Soewandi, 2005: 52).
Menjalankan putusan hakim diatur dalam Pasal 195 sampai
dengan Pasal 244 Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Herziene
Inlandsch Reglement (HIR) ini berlaku bagi daerah Jawa dan Madura,
sedangkan dalam dalam Pasal 206 sampai dengan Pasal 258
Rechtreglement Buitengewesten (RBG) berlaku bagi daerah luar Jawa
dan Madura. Pasal-pasal di atas tidak hanya memuat mengenai
menjalankan putusan hakim saja, tetapi juga berisi tentang upaya-
upaya paksa dalam eksekusi, yaitu sandera, sita eksekusi, upaya
perlawanan (verzet), akta grosse hipotik, dan surat utang. Menyangkut
tugas dan fungsi Pengadilan Negeri yang pokok, yaitu menerima,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
memeriksa, mengadili dan memutus perkara, baik perkara pidana
maupun perdata dan juga dalam kegiatan administrasinya, dalam hal
ini Pengadilan Negeri Karanganyar dalam rangka pelaksanaan putusan
pengadilan secara khusus menyangkut perkara perdata diatur dalam
Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan pelaksanaan pengadilan
dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin
oleh Ketua Pengadilan.
Peran Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan eksekusi hak
tanggungan, pada dasarnya titik fokusnya ada dalam tangan Ketua
Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR/Pasal
258 RBG, yaitu kewenangan untuk menetapkan sita eksekusi atas
tanah-tanah yang dijamin dengan hak tanggungan di wilayah hukum
dimana debitur tinggal, misalnya Pengadilan Negeri Karanganyar,
maka kewenangan menetapkan berada di Ketua Pengadilan Negeri
Karanganyar. Ketua Pengadilan Negeri memiliki tugas dan
kewenangan dalam rangka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan
dengan pertolongan hakim, hal ini secara tegas termuat dalam tugas
dan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri yang tercantum dalam Buku
I Mahkamah Agung pada butir ke-6 yang menyebutkan,
memerintahkan kepada Juru Sita untuk melakukan pemanggilan, agar
terhadap termohon eksekusi dapat dilakukan teguran (aanmaning)
untuk memenuhi putusan yang telah berkekuatan tetap, putusan serta
merta, putusan provisi dan pelaksanaan eksekusi lainya dalam hal ini
adalah eksekusi lainnya, yang termasuk pelaksanaan eksekusi lainnya
dalam hal ini adalah eksekusi hak tanggungan.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan
menyebutkan bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang hak
tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Eksekusi ini cenderung lebih mudah dari pada pertolongan hakim
berdasarkan Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBG, karena tidak memerlukan
adanya perintah dari Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan
penjualan obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum. Kreditur
pemegang hak tanggungan dapat langsung mengajukan penjualan
obyek hak tanggungan yang bersangkutan.
Peran Pengadilan Negeri Karanganyar dalam pelaksanaan
eksekusi hak tanggungan dengan pertolongan hakim diawali dengan
pihak kreditur dalam hal ini bank mengajukan permohonan somasi
lewat Pengadilan Negeri Karanganyar, agar debitur diberikan teguran
supaya dalam waktu 8 (delapan) hari harus segera menyelesaikan
pembayaran utangnya. Permohonan tersebut diatas dilampiri dengan
sertifikat hak tanggungan, sertifikat tanah, Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), perjanjian kredit, serta Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dari debitur yang biasanya dilampirkan oleh debitur pada saat
pemenuhan syarat ketika pinjam ke bank, sebagai bukti tempat tinggal
debitur untuk pemanggilan.
2) Pelelangan Agunan via Lelang Eksekusi (Lelang via Penetapan
Pengadilan)
Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar melalui
jalur litigasi, yaitu dengan pelelangan agunan via lelang eksekusi,
apabila dalam hal ini debitur memang terbukti tidak kooperatif, tidak
memiliki itikad baik, dan tidak ingin melanjutkan usahanya. Lelang
eksekusi ini merupakan lelang yang harus didasari putusan/penetapan
Pengadilan. Pelelangan agunan harus dilakukan melalui pelangan
umum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan
apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang hak
tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan titel eksekutorial yang
terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 Ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak
tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya.
Penjelasan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, menyatakan ketentuan ayat ini merupakan
perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh undang-undang ini
bagi para kreditur pemegang hak tanggungan dalam hal ini harus
dilakukan eksekusi. Berdasarkan prinsipnya setiap eksekusi harus
dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini
diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek hak
tanggungan. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang
dijamin dari hasil penjualan objek hak tanggungan, dalam hal hasil
penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-
tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak
tanggungan.
Penetapan harga limit sebelum pelaksanaan lelang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Harga limit (reserve price) menurut Pasal 1 angka
20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah harga minimal barang lelang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
ditetapkan oleh penjual/pemilik Barang untuk dicapai dalam suatu
pelelangan. Pasal 29 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40
Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyatakan bahwa,
pada setiap pelaksanaan lelang, penjual wajib menetapkan harga limit
berdasarkan pendekatan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan,
kecuali pada pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela barang
bergerak, penjual/pemilik barang dapat tidak mensyaratkan adanya
harga limit.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
yang merupakan Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam
memilih cara penyelesaian litigasi harus benar-benar
mempertimbangkan faktor efektivitas dan efisiensi waktu/biaya,
jangan sampai cara litigasi yang dipilih justru menjadi tidak efektif,
karena hasil putusannya sulit dieksekusi, serta tidak efisien, karena
proses litigasinya berjalan lama, mahal, dan berbelit-belit.
Penyelesaian cara ini, merupakan cara terakhir yang dipilih oleh pihak
bank selaku kreditur di sini, apabila langkah-langkah penyelesaian
alternatif di luar proses Pengadilan (non-litigasi) gagal/tidak berhasil
dilakukan.
Ketua Pengadilan Negeri dalam hal ini mengeluarkan
penetapan somasi untuk memanggil debitur guna diberi teguran dan
jika debitur hadir maka dibuatkan berita acara pemberian teguran,
apabila tidak hadir maka debitur dipanggil lagi sampai 2x (dua kali)
panggilan dengan tetap dibuatkan berita acara panggilannya, jika tidak
hadir, teguran pertama dan kedua adalah selama 1 (satu) minggu.
Kreditur mengajukan permohonan aanmaning dan mengajukan
permohonan sita eksekusi atas obyek yang dijadikan jaminan pada
Ketua Pengadilan Negeri, dimana permohonan aanmaning ini untuk
memberikan peringatan kepada debitur agar dalam tenggang waktu 8
(delapan) hari harus memenuhi kewajiban membayar tagihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
utangnya, ditambah dengan bunga dan denda, kemudian jika debitur
tidak melaksanakan maka dilaksanakan sita eksekusi dan dibuatkan
Berita Acara Sita Eksekusi dengan dibuat pula pemberitahuan
pemblokiran kepada Kantor Pertanahan supaya obyek yang disita
eksekusi supaya obyek yang disita tidak dipindahtangankan.
Kreditur selanjutnya mengajukan permohonan lelang eksekusi
atau penjualan dimuka umum kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
dilampiri dengan perincian utang terakhir debitur terhiitung sejak
tunggakan sampai diajukan eksekusi lelang. Ketua Pengadilan Negeri
kemudian mengeluarkan Penetapan Lelang Eksekusi yang isinya
memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri atau digantikan
wakilnya dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi dengan meminta
bantuan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) setempat dalam hal ini untuk melakukan penjualan dimuka
umum atas barang jaminan tersebut dan membuat berita acaranya
untuk disampaikan pada Kantor Pertanahan dimana obyek eksekusi
berada. prosedur pelaksanaan lelangnya diawali dengan Panitera
Pengadilan Negeri membuat surat permintaan bantuan pada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat untuk
melakukan penjualan dimuka umum dengan dilampiri syarat-syarat
yaitu, penetapan Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar, perjanjian
kredit, sertifikat hak tanggungan, sertifikat tanah, Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), Kartu Tanda Penduduk (KTP) debitur agar tidak
salah panggilan, penetapan dan berita acara somasi serta relaas
panggilan, penetapan dan berita aanmaning, serta relaas panggilan,
dan penetapan dan berita acara sita eksekusi.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
menjawab surat Panitera Pengadilan Negeri tersebut diatas yang isinya
antara lain, jadwal maupun tempat pelaksanaan lelang. Panitera
mengumumkan jadwal tersebut disurat kabar harian sebanyak 2x (dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
kali) terbit setengah bulan mengenai pelaksanaan dan syarat-syarat
lelang, serta letak obyek dan harga limitnya. Selang waktu dimuatnya
pengumuman disurat kabar antara pengumuman pertama dan kedua
adalah satu minggu, apabila obyek hak tanggungan berada satu
wilayah dengan pemilik obyek atau debitur, maka dimuatnya di harian
lokal.
Panitera memberikan kepada pemohon dan termohon lelang
tentang jadwal tersebut, sampai pada pelaksanaan lelang Kantor
Lelang yang membuat peraturan teknis peraturan lelang. Panitera
selanjutnya menyerahkan berita acara lelang, risalah lelang dan barang
yang dijual pada pemenang lelang sedangkan salinan berita acara
lelang diserahkan pada termohon eksekusi dan pemohon eksekusi,
serta kantor pertanahan. Kantor Lelang menerima uang hasil penjualan
dari pemenang lelang kemudian Kantor Lelang menyerahkan pada
Panitera dan oleh Panitera diserahkan pada pemohon lelang (kreditur),
apabila ada kelebihan sisanya diberikan kepada debitur.
Segala biaya yang menyangkut permohonan lelang tersebut di
atas menjadi tanggungan pemohon lelang (kreditur), Pengadilan
Negeri bertindak semata-mata dari keaktifan kreditur dalam
mengajukan permohonannya. Pelaksanaan lelang eksekusi hak
tanggungan dapat dilakukan apabila barang yang dilelang tersebut,
benar-benar harus sudah dilepaskan dari kekuasaan debitur. Hal ini
untuk menghindari adanya permasalahan yang mungkin dapat terjadi
di kemudian hari dengan pihak ketiga atau pembeli .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkan penyelesaian
kredit bermasalah melalui jalur litigasi dalam bentuk tabel di bawah
ini:
No. Penyelesaian secara
Litigasi
Dasar Hukum
1. Eksekusi Sertifikat Hak
Tanggungan
Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
2. Pelelangan Agunan via
Lelang Eksekusi (Lelang via
Penetapan Pengadilan)
- Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah;
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 40 Tahun 2006
tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang;
- Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 305 Tahun
2002 tentang Pejabat Lelang;
dan
- Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 306 Tahun
2002 tentang Balai Lelang.
Tabel 3. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Litigasi di PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Bagan 4. Penyelesaian Kredit Macet di PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko
tinggi karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam
memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat
diartikan suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup
KREDIT BERMASALAH
PENYELAMATAN KREDIT (Rescheduling, Reconditioning, dan
Restrukturisasi)
GAGAL
HAPUS BUKU
PENYELESAIAN KREDIT
NON-LITIGASI LITIGASI
1. Pengambilalihan Agunan
Debitur;
2. Alternatif Penyelesaian Sengketa;
3. Penjualan Agunan via Parate
Eksekusi;
4. Penjualan Agunan di Bawah
Tangan
5. Penjualan Agunan secara
Sukarela; dan
1. Eksekusi Sertifikat Hak
Tanggungan;
2. Pelelangan Agunan via Lelang
Eksekusi (melalui Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang /KPKNL).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank
seperti yang telah diperjanjikan, atau telah ada suatu indikasi potensial,
bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu
dilunasi debitur. Berdasarkan tingkat risiko, kredit dalam pengawasan
khusus dibedakan menjadi kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian
khusus (special mention) dan kredit bermasalah dengan kolektibilitas
kurang lancar, diragukan dan macet (non-performing loans).
Kredit yang perlu mendapat perhatian khusus adalah
performing loans yang mempunyai kelemahan yang apabila tidak
diperbaiki dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan debitur
untuk memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya, kredit-kredit
jenis ini harus dimasukkan dalam kolektibilitas dalam perhatian khusus
sesuai ketentuan yang berlaku, dan memerlukan perhatian khusus
pihak manajemen untuk segera menetapkan tindakan perbaikan agar
tidak menjadi non-performing loans. Upaya penyelamatan dan/atau
penyelesaian kredit bermasalah tersebut di atas yang berwenang
menyelesaikannya adalah Account Officer.
Deteksi atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara
sistematis dengan mengembangkan sistem “pengenalan dini”, yaitu
berupa daftar kejadian atau gejala yang diperkirakan dapat
menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah,
karena setelah pelaksanaan realisasi kredit dan berjalannya waktu,
kualitas suatu kredit dapat berubah dari kolektibilitas lancar menjadi
kredit yang perlu perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit
diragukan, atau bahkan kredit macet. Pendekatan praktis yang
dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar dalam melakukan pengelolaan kredit bermasalah adalah
dengan secara dini mendeteksi potensi timbulnya kredit bermasalah,
sehingga makin banyak peluang alternatif koreksi bagi PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam mencegah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
timbulnya kerugian sebagai akibat pemberian kredit yang akan
mempengaruhi kualitas dari aktiva produktif. Berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan, meskipun pihak PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar telah melaksanakan
prosedur dan syarat-syarat perkreditan yang sehat dan telah melakukan
tindakan-tindakan antisipatif dalam pelaksanaan pemberian kredit.
Penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan Hak
Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang Karanganyar membawa implikasi positif, yaitu dengan
adanya pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar terkait
dalam pelaksanaan restrukturisasi harus mengikuti seluruh ketentuan
mengenai restrukturisasi dan melaksanakannya, sehingga tidak perlu
ada pengulangan restrukturisasi kembali untuk satu hutang dari debitur
yang sama. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pihak
bank perlu ditingkatkan kembali dengan tidak mengesampingkan
prinsip kehati-hatian. Hal tersebut memungkinkan untuk dapat
mengurangi dan menekan angka terjadinya kasus yang sama terkait
dengan adanya kredit bermasalah.
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-
Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan
a. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Pemberian kredit oleh suatu bank haruslah dilakukan dengan
berpegangan pada suatu prinsip, yaitu dengan prinsip kepercayaan dan
prinsip kehati-hatian. Prinsip kepercayaan dari kreditur akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaigus kepercayaan oleh kreditur
bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya, untuk bisa memenuhi
unsur kepercayaan ini oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur
memenuhi berbagai kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap
pemberian suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip
kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian (prudent) merupakan salah satu
konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit,
sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan
perbankan, untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu
sendiri (internal) maupun oleh pihak luar (external) oleh pihak Bank
Sentral.
Tujuan penegakan prinsip kehati-hatian ini, regulasi tentang
perbankan diperketat, sehingga akhirnya dunia perbankan merupakan
salah satu bidang yang sangat heavily regulated, demikian juga dengan
keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit
sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara hati-
hati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan aka dibayar
kembali oleh pihak debitur.
Langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh pihak bank, menurut
saya sudah berdasarkan pada peraturan hukum yang ada, yaitu sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri sudah
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan yang
diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Pihak bank juga berpedoman pada Pasal 6 huruf k
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang
memberikan landasan hukum yang memungkinkan bank untuk membeli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
agunan melalui pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur
tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Fungsi Pasal 6 huruf k
tersebut, sebagai salah satu sarana hukum dalam penyelesaian kredit macet
perbankan. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu pembelian
agunan melaui pelelangan oleh bank sebagai kreditu dilakukan dalam hal
debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali agar
memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang
dibeli tidak menjadi asset bank.
Berdasarkan Pasal 12A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan mengatur bahwa, bank umum dapat membeli sebagian
atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan
berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam
hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan
ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya, dan
dalam rangka penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan
perbankan pelaksanaannya senantiasa disesuaikan dengan tuntutan
perkembangan pembangunan nasional, sepanjang tidak bertentangan
dengan program moneter Bank Indonesia. Berdasarkan pasal tersebut, PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, dalam
menyelesaikan kredit bermasalah terkait pelelangan jaminan milik debitur
juga sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
b. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
Hak Tanggungan sebagai jaminan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
16) Hak Tanggungan Memberikan Kedudukan Hak yang Diutamakan
Bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan
Mencermati pengertian Hak Tanggungan yang terdapat pada
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah., dapat disimpulkan bahwa, Hak Tanggungan
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain. Menelaah dengan saksama terhadap
kalimat “kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
kepada kreditur lain”, hal ini tidak dijumpai dalam ketentuan Pasal 1
maupun penjelasannya, namun kalimat tersebut dapat diketemukan
dalam penjelasan umum Undang- Undang Hukum Hak Tanggungan
dinyatakan bahwa, jika debitur cidera janji, kreditur pemegang hak
tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang
dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada keditur-
kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu
tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut
ketentuan hukum yang berlaku.
Berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT)
ditemukan pengertian mengenai kalimat “kedudukan yang
diutamakan tertentu terhadap kreditur lain”, dalam Pasal 20 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,
ketentuan yang berbunyi bahwa, apabila debitur cidera janji, maka
berdasarkan hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual
obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2), obyek hak
tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditemukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu daripada
kreditur-kreditur lainnya.
17) Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-bagi
Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi,
hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan bahwa, hak
tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, apabila hak tanggungan dibebankan
pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan, bahwa
pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran
yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang
merupakan bagian dari obyek hak tanggungan, yang akan
dibebankan dari hak tanggungan tersebut, sehingga kemudian hak
tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk
menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dalam penjelasannya
dinyatakan bahwa, yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-
bagi dari hak tanggungan adalah bahwa hak tanggungan membebani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya.
Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti
terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan dari beban hak
tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Ketentuan ini
merupakan pengecualian dari asas yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Kebutuhan perkembangan dunia perkreditan ditampung antara lain
untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks
perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan
seluruh kompleks kemudian akan dijual kepada pemakai satu per
satu, sedangkan untuk pembayarannya pemakai akhir ini juga
menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.
Sesuai ketentuan ayat ini, apabila hak tanggungan itu dibebankan
pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang
masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan
dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat
disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
18) Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan pada Hak Atas Tanah
yang Telah Ada
Secara yuridis formal asas yang menyatakan bahwa hak
tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah ada diatur
dalam Pasal 8 Ayat (2) tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. dinyatakan bahwa,
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak
tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat
pendaftaran hak tanggungan. Hak tanggungan hanya dapat
dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemegang
hak tanggungan, oleh karena itu, hak atas tanah yang baru akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan
dengan hak tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga
tidaklah mungkin untuk membebankan hak tanggungan pada suatu
hak atas tanah yang baru akan ada di kemudian hari (ST. Remy
Sjahdeini, 1999: 25).
Asas ini juga merupakan asas yang sebelumnya sudah
dikenal di dalam hipotek. Menurut Pasal 1175 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, hipotek hanya dapat dibebankan atas
benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda-benda baru akan
ada di kemudian hari adalah batal (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 26) .
19) Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Selain Atas Tanahnya juga
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah Tersebut
Hak tanggungan pada kenyataannya dapat dibebankan bukan
saja pada tanahnya, tetapi juga segala benda yang mempunyai
keterkaitan dengan tanah tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam
Pasal 4 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah, dinyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga
dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan
hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (4) di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dapat dijadikan jaminan selain benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, juga benda-benda yang bukan dimiliki
oleh pemegang hak atas tanah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
20) Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Juga Atas Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah yang Baru akan Ada Dikemudian Hari
Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang
telah ada, sepanjang hak tanggungan itu dibebankan pula atas benda-
benda yang berkaitan dengan tanah, ternyata pada Pasal 4 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
memungkinkan hak tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-
benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, sekalipun benda-benda
tersebut belum ada, tetapi baru akan ada di kemudian hari. Maksud
dari pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada
saat Hak Tanggungan dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya
karena benda-benda tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru
dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian setelah Hak
Tanggungan itu dibebankan atas tanah (hak atas tanah) tersebut.
Sejalan dengan asas yang berlaku di dalam hak tanggungan di
atas, dalam kenyataannya hal tersebut sama dengan ketentuan dalam
Pasal 1165 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa setiap
hipotek meliputi juga segala apa yang menjadi satu dengan benda itu
karena pertumbuhan atau pembangunan, dengan kata lain, tanpa
harus diperjanjikan terlebih dahulu, segala benda yang berkaitan
dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari demi hukum
terbebani pula dengan hipotek.
21) Perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Accessoir
Perjanjian hak tanggungan bukanlah merupakan perjanjian
yang berdiri sendiri, akan tetapi mengikuti perjanjian yang terjadi
sebelumnya yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk yang
terdapat pada hak tanggungan adalah perjanjian utang-piutang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
menimbulkan utang yang dijamin, dengan kata lain, perjanjian hak
tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir.
Penegasan terhadap asas accesoir ini, dijelaskan dalam butir
8 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah. yang menyatakan bahwa, oleh karena Hak
Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accessoir pada
suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-
piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya
ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Penegasan yang termuat dalam penjelasan umum butir 8 di
atas, secara tegas diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 18 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) dinyatakan bahwa, perjanjian untuk
memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perjanjian utang-piutang yang bersangkutan, sedangkan Pasal 18
Ayat (1) huruf a menyatakan bahwa hak tanggungan hapus karena
hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
22) Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan untuk Utang yang Baru
Akan Ada
Salah satu keistimewaan dari Hak Tanggungan adalah
diperbolehkannya menjaminkan utang yang akan ada. Hal ini sesuai
ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan bahwa, utang yang
dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang
yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu
atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau
perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang
bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dapat dijadikannya hak
tanggungan untuk menjamin utang yang baru akan ada di kemudian
hari adalah untuk menampung kebutuhan dunia perbankan berkenaan
dengan timbulnya utang dari nasabah bank, sebagai akibat
dilakukannya pencairan atas suatu garansi bank, untuk menampung
timbulnya utang sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman
pokok dan pembebanan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru
dapat ditentukan kemudian (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 31).
Berdasarkan Pasal 1176 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dinyatakan bahwa, suatu hipotek hanyalah sah, sekadar
jumlah utang untuk mana telah diberikan, adalah tentu dan
ditetapkan di dalam kata, jika utang bersyarat ataupun jumlahnya
tidak tertentu maka pemberian hipotek senantiasa adalah sah sampai
jumlah harga-taksiran, yang para pihak diwajibkan menerangkannya
di dalam aktanya. Beranjak dari ketentuan Pasal 1176 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata di atas, maka penegasan dapat dilihat dalam
Putusan H.R. 30 Januari 1953 N.J. 1953, 578 yang membenarkan
bahwa hipotek boleh diberikan untuk menjamin utang yang pada saat
hipotek itu dipasang, belum seluruhnya diserahkan oleh kreditur
kepada debitur atau digunakan oleh kreditur kepada debitur atau
digunakan debitur (Mariam Darus Badruszaman, 1991:61).
23) Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih dari Satu Utang
Kelebihan dari hak tanggungan adalah berlakunya asas
bahwa hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
sesuai ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (2) tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
dinyatakan bahwa, hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu
utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang
atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Berdasrakan ketentuan Pasal 3 Ayat (2) di atas, maka dalam
penjelasan Pasal 3 Ayat (2) dinyatakan bahwa, sering kali terjadi
debitur berutang kepada lebih dari satu kreditur masing-masing
didasarkan pada perjanjian utang-piutang yang berlainan, misalnya
kreditur adalah suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang
bersangkutan. Piutang pada kreditur tersebut dijamin dengan suatu
hak tanggungan kepada semua kreditur dengan satu akta pemberian
hak tanggungan. Hak tanggungan tersebut dibebankan atas tanah
yang sama. Hubungan para kreditur satu dengan yang lain, diatur
oleh mereka sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitur
dan pemberi hak tanggungan kalau bukan debitur sendiri yang
memberinya, misalnya mengenai siapa yang akan menghadap
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pemberian hak
tanggungan yang diperjanjikan dan siapa yang akan menerima dan
menyimpan sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan.
Berlakunya asas ini, maka perjanjian dengan hanya berupa
satu hak tanggungan bagi beberapa kreditur berdasarkan beberapa
perjanjian kredit bilateral antara debitur yang sama dengan masing-
masing kreditur itu, hanyalah mungkin dilakukan apabila
sebelumnya (sebelum kredit diberikan oleh kreditur-kreditur itu)
telah disepakati oleh semua kreditur. Kesemua kreditur bersama-
sama harus bersepakat bahwa terhadap kredit yang akan diberikan
oleh masing-masing kreditur (bank) kepada satu debitur yang sama
itu, jaminannya adalah berupa satu hak tanggungan saja bagi meraka
bersama-sama kredit dari kesemua kreditur diberikan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
serentak, apabila tidak demikian, para kreditur itu akan menjadi
pemegang hak tanggungan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Masing-masing kreditur pasti akan saling mendahului untuk
memperoleh hak yang diutamakan terhadap kreditur yang lain (ST.
Remy Sjahdeini, 1999: 37).
24) Hak Tanggungan Mengikuti Obyeknya dalam Tangan Siapapun
Obyek Hak Tanggungan itu Berada
Asas hak tanggungan memiliki berbagai kelebihan karena
undang-undang memberikan prioritas terhadap pemegang hak
tanggungan dibandingkan dengan pemegang hak-hak lainnya. Salah
satu asas selain asas yang telah diuraikan di atas, adalah asas hak
tanggungan mengikuti obyek di manapun obyek itu berada Hal ini
sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah dinyatakan, bahwa hak tanggungan tetap
mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada,
maksudnya adalah hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun
obyek hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apa
pun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang hak tanggungan akan
selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa pun benda itu
berpindah. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah, ini merupakan materialisasi dari asas yang
disebut droit de suite atau zaakgevolg. Asas ini juga diambil dari
hipotek yang diatur dalam Pasal 1163 Ayat (2) dan Pasal 1198 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Menurut Mariam Daruz Badrulzaman, bahwa asas ini seperti
halnya dalam Hipotek, memberikan hak kebendaan (zakelijkrecht).
Hak Kebendaan dibedakan dengan hak perorangan (personlijkrecht).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Hak kebendaan adalah hak mutlak. Artinya, hak ini dapat
dipertahankan terhadap siapa pun. Pemegang hak tersebut berhak
untuk menuntut siapa pun juga yang mengganggu haknya itu. Dilihat
secara pasif setiap orang wajib menghormati hak itu, sedangkan hak
perorangan adalah relatif, artinya hak ini hanya dapat dipertahankan
terhadap debitur tertentu saja. Hak tersebut hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur itu saja, secara pasif dapat dikatakan,
bahwa seseorang tertentu wajib melakukan prestasi terhadap pemilik
dari hak itu (Mariam Darus Badruszaman, 1991: 16-18).
25) Di atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakkan Sita oleh Peradilan
Alasan kehadiran asas hak tanggungan tidak dapat diletakkan
sita oleh peradilan merupakan respon terhadap seringnya peradilan
meletakkan sita terhadap hak atas tanah yang di atasnya diletakkan
hipotek, karena tujuan dari (diperkenankannya) hak jaminan pada
umumnya dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan dari
hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi
kreditur yang menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk
didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Bila terhadap hak
tanggungan itu dimungkinkan sita oleh pengadilan, berarti
pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang
diutamakan dan kreditur pemegang hak tanggungan.
26) Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan atas Tanah Tertentu
Asas yang berlaku. terhadap Hak Tanggungan yang hanya
dapat dibebankan hanya atas tanah tertentu, diilhami oleh asas yang
juga berlaku di dalam hipotek, yaitu yang diatur Pasal 1174 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Sementara itu asas ini diatur dalam
Pasal 8 dan Pasal 11 huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah. Pasal 8 dinyatakan bahwa, pemberi hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan dan kewenangan
untuk meletakkan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan,
harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak
tanggungan dilakukan.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 8 di atas, maka dalam
penjelasan Pasal 8 Ayat (2) dinyatakan bahwa, karena lahirnya hak
tanggungan adalah pada saat didaftarnya hak tanggungan tersebut,
maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan
pada saat pembuatan buku-tanah hak tanggungan, untuk itu harus
dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya
hak tanggungan yang bersangkutan. Berkaitan dengan ketentuan
Pasal 8 di atas, selanjutnya ketentuan Pasal 11 Ayat (1) huruf e
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
menyatakan bahwa, di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib
dicantumkan uraian jelas mengenai obyek hak tanggungan, tidaklah
mungkin untuk memberikan uraian yang jelas sebagaimana yang
dimaksud itu apabila obyek hak tanggungan belum ada dan belum
diketahui ciri-cirinya.
Kata-kata “uraian yang jelas mengenai obyek hak
tanggungan” dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf e menunjukkan bahwa
obyek hak tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukkan dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan,
walaupun demikian, sepanjang dibebankan atas “benda-benda yang
berkaitan dengan tanah tersebut.” Hak Tanggungan dapat
dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut,
yang baru akan ada, sepanjang hal itu telah diperjanjikan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
tegas, karena belum dapat diketahui apa wujud dari benda-benda
yang berkaitan-dengan tanah itu, juga karena baru akan ada di
kemudian hari, hal itu berarti asas spesialitas tidak berlaku sepanjang
mengenai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”
27) Hak Tanggungan Wajib Didaftarkan
Hak Tanggungan wajib didaftar, hal ini sesuai ketentuan
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah. dinyatakan, bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib
mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang
bersangkutan, yang diperlukan Kantor Pertanahan. Pendaftaran Hak
Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan
buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak
atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan, serta menyalin
catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Sejalan dengan ketentuan Pasal 13 tersebut, maka tidak adil
bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu hak
tanggungan atas suatu obyek hak tanggungan bila pihak ketiga tidak
dimungkinkan untuk mengetahui tentang pembebanan hak
tanggungan itu, hanya dengan cara pencatatan pendaftaran yang
terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat
mengetahui tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu
hak atas tanah. Asas publisitas ini juga merupakan pasal hipotek
sebagaimana dalam Pasal 1179 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang dinyatakan, bahwa pembukuan hipotek harus dilakukan
dalam register-register umum yang memang khusus disediakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
itu, jika pembukuan demikian tidak dilakukan, hipotek yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuatan apapun, juga tidak
mempunyai kekuatan terhadap kreditur-kreditur preferen (yang tidak
dijaminkan dengan hipotek).
28) Hak Tanggungan Dapat Diberikan dengan Disertai Janji-Janji
Tertentu
Asas hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-
janji tertentu diatur dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang dinyatakan sebagai
berikut, dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dapat
dicantumkan janji-janji antara lain :
a) janji yang membatasi pemberian hak tanggungan untuk
menyewakan obyek hak tanggungan dan/atau menentukan atau
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di
muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang hak tanggungan;
b) janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan
untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek hak
tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang hak tanggungan;
c) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak
tanggungan untuk mengelola obyek hak tanggungan berdasarkan
penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi letak obyek hak tanggungan apabila debitur sungguh-
sungguh cidera janji;
d) janji yang memberi kewenangan kepada pemegang hak
tanggungan untuk menyelamatkan obyek hak tanggungan, jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya stall dibatalkannya hak yang
menjadi obyek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau
dilanggarnya ketentuan undang-undang, janji bahwa pemegang
hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitur cidera
janji;
e) janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama
bahwa, obyek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak
tanggungan;
f) janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan
haknya atau obyek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis
lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;
g) janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak
tanggungan untukpelunasan piutangnya apabila obyek hak
tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan
atau dicabut haknya untuk kepentingan umum;
h) janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak
tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek hak
tanggungan diasuransikan; dan
i) janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan obyek
hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan.
Janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, itu bersifat
fakultatif dan limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
dicantumkan atau tidak dicantumkan, baik seluruhnya maupun
sebagiannya, bersifat tidak limitatif karena dapat pula diperjanjikan
janji-janji lain, selain dari janji-janji yang telah disebutkan dalam
Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah.
29) Obyek Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan untuk Dimiliki
Sendiri oleh Pemegang Hak Tanggungan apabila Cidera Janji
Asas hak tanggungan yang mencanturnkan tidak boleh
diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan
bila cidera janji, sebenarnya beralasan dari asas yang tercantum
dalam Hipotek sesuai ketentuan Pasal 1178 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yang janji demikian tersebut disebut vervalbeding.
Pengaturan asas hak tanggungan yang tidak boleh diperjanjikan
untuk dimilik sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila cidera
janji diatur Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah dinyatakan bahwa, janji yang memberikan
kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki
obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, batal demi
hukum.
Berdasarkan Penjelasan Umum Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan bahwa,
ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan
debitur dan pemberi hak tanggungan lainnya, terutama jika nilai
obyek hak tanggungan melebihi besarnya utang yang dijamin.
Pemegang hak tanggungan dilarang untuk secara serta merta
menjadi pemilik obyek hak tanggungan karena debitur cidera janji,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
walaupun demikian, tidaklah dilarang bagi pemegang hak
tanggungan untuk menjadi pembeli obyek hak tanggungan asalkan
melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Larangan
pencantuman janji yang demikian, dimaksudkan untuk melindungi
debitur, agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadap
kreditur (bank) karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang
(kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan
merugi kannya.
30) Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah dan Pasti
Pencantuman asas hak tanggungan ini berkaitan dengan
mencegah terjadinya cidera janji yang dilakukan pemegang hak
tanggungan, oleh karena itu, apabila terjadi cidera janji, pemegang
hak tanggungan pertama mendapatkan prioritas pertama menjual
obyek hak tanggungan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,dinyatakan
bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah di atas, dalam penjelasan Pasal 6 tersebut
dijelaskan sebagai berikut, bahwa hak untuk menjual obyek hak
tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu
perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh
pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan. Hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemegang hak
tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak
tanggungan berhak untuk menjual obyek hak tanggungan melalui
pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi
hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur-kreditur yang
lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemegang hak
tanggungan.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah di atas, maka apabila debitur cidera janji,
hal ini dapat dimintakan untuk melaksanakan eksekusi atau yang
lazim disebut parate eksekusi. Parate eksekusi yang terdapat di
dalam Hipotek berbeda dengan parate eksekusi yang terdapat di
dalam Hak Tanggungan. Berdasarkan yang ada dalam hak
tanggungan, hak pemegang hak tanggungan untuk dapat melakukan
parate eksekusi adalah hak yang diberikan oleh Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah atau dengan
kata lain, diperjanjikan atau tidak diperjanjikan, hak itu demi hukum
dipunyai oleh pemegang hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan
yang merupakan tanda bakti adanya hak tanggungan yang diberikan
oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan kata-
kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
berlalu sebagai pengganti grosse acte Hipotek sepanjang mengenai
tanah.”
Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar seperti yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
dijelaskan sebelumnya, jika dikaji dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang Berkaitan dengan Tanah, menurut saya sudah sangat optimal, karena
tindakan yang dilakukannya sudah berdasarkan pada peraturan
perundangan-undangan yang dijadikan sebagai dasar hukumnya terkait
penyelesaiannya. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah, disebutkan bahwa pada ayat :
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan
akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain
daripada membebankan hak tanggungan.
b. Tidak memuat kuasa substitusi.
c. Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang
dan serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila
debitur bukan pemberi hak tanggungan
(2) Kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik
kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali
karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis
jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sesudah diberikan.
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas
tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
sesudah diberikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak
berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu
yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat
(4) atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum (Mariam Darus
Badruszaman, 2004: 76-77).
Pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi
hak tanggungan, hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal
pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) diperlukan penggunaan Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan (SKMHT). Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus
diberikan langsung oleh pemberi hak tanggungan dan harus memenuhi
persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada ayat ini.
Tidak dipenuhinya syarat ini, mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), apabila Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT) tidak dibuat sendiri oleh pemberi hak tanggungan
atau tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas.
Berdasarkan Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Berkaitan dengan Tanah, mengatur adanya kemungkinan dilakukan
penjualan di bawah tangan. Hal ini dilakukan jika diperkirakan dalam
penjualan dimuka umum (pelelangan) tidak akan menghasilkan harga
tertinggi. Penjualan di bawah tangan, dimaksudkan untuk mempercepat
penjualan obyek hak tanggungan dengan harga penjualan tertinggi yang
menguntungkan semua pihak. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan
hanya dapat dilakukan dengan dua syarat, yaitu pertama, jika dengan
penjualan di bawah tangan ini akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak. Kedua, hanya dapat dilakukan atas
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, oleh karena itu, bank
tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap obyek hak
tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitur tidak menyetujui dalam
keadaan tertentu menurut pertimbangan bank lebih baik agunan itu dijual
di bawah tangan daripada dijual di pelelangan umum. Bank sendiri
berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya
untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank pada waktu pemberian
kredit mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit di perjanjikan bahwa
bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut
secara di bawah tangan atau meminta kepada debitur untuk memberikan
surat khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat
menjual sendiri agunan tersebut di bawah tangan. Penjualan di bawah
tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak
diberitahukannya secara tertulis oleh pemberi dan pemegang hak
tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan
dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah
yang bersangkutan atau media massa setempat, serta tidak ada keberatan
dari pihak lain.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, terkait dengan Penyelesaian
Kredit Bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-
Undang Hak Tanggungan, maka penulis berpendapat bahwa hal-hal yang
dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan dengan Tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan
penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan di PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, maka penulis dapat mengambil simpulan
sebagai berikut :
1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu :
a. Penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan menggunakan jalur non-
litigasi. Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara :
1) Pengambilalihan Agunan Debitur
Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Karanganyar yang merupakan bank Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sesuai mekanisme korporasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 2006 dapat dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan
milik debitur oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
penyerahan agunan oleh debitur kepada bank Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), atau yang disebut dengan asset-settlemen.
2) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Negosiasi diartikan
sebagai upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan, dengan
tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih
harmonis dan kreatif. Proses mediasi adalah proses dimana pihak luar yang
tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa
untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara
memuaskan. Konsiliasi berarti perdamaian, sedangkan pihak ketiga yang
mengupayakan perdamaian disebut konsiliator. Konsiliasi memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesamaan dengan mediasi, yaitu melibatkan pihak ketiga untuk
menyelesaikan sengketa secara damai. Arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa di luar peradilan yang diadakan oleh para pihak yang bersengketa
atas dasar perjanjian/kontrak yang mereka adakan sebelumnya atau sesudah
terjadi sengketa.
3) Penjualan Agunan via Parate Eksekusi (Tanpa Penetepan Pengadilan)
Apabila debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama
mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan dari hasil
penjualan tersebut.
4) Penjualan Agunan di Bawah Tangan
Adanya kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan
obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, dengan
demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua
pihak.
5) Penjualan Agunan secara Sukarela
Penjualan agunan secara sukarela tidak mensyaratkan adanya keharusan
untuk memasang pengumuman di 2 (dua) surat kabar atau media massa
setempat, serta tidak mensyaratkan adanya perjanjian tertulis, tetapi cukup
atas dasar kepercayaan antara kreditur dengan debitur.
b. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan dengan menggunakan jalur
litigasi. Jalur litigasi dilakukan dengan cara :
1) Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam
menyelesaikan kredit bermasalah dengan cara memohon fiat atau penetapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi terhadap
agunan yang telah diikat sempurna dengan akta notariil berupa sertifikat hak
tanggungan.
2) Pelelangan Agunan via Lelang Eksekusi (Lelang via Penetapan Pengadilan)
Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar melalui jalur litigasi, yaitu
dengan pelelangan agunan via lelang eksekusi, apabila dalam hal ini debitur
memang terbukti tidak kooperatif, tidak memiliki itikad baik, dan tidak ingin
melanjutkan usahanya. Lelang eksekusi ini merupakan lelang yang harus
didasari putusan/ penetapan Pengadilan.
2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan
Undang-Undang Hak Tanggungan, dapat disimpulkan bahwa :
a. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Hal tersebut bisa dihat dari sudah diterapkannya
prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan yang diatur dalam
Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal
6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
memberikan landasan hukum bagi pihak bank untuk membeli agunan melalui
pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi
kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib
dicairkan secepatnya. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu
pembelian agunan melalui pelelangan oleh bank, sebagai kreditur dilakukan
dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali
agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang
dibeli tidak menjadi asset bank. Pasal 12 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan mengatur bahwa, bank umum dapat membeli sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan
berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan
kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya
b. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Hal tersebut dapat dilihat dari :
1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta
notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada
membebankan Hak Tanggungan.
b) Tidak memuat kuasa substitusi; dan
c) Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan
serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur
bukan Pemberi Hak Tanggungan
2) Kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali
atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa
tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang
sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang
belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku
dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk
menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) atau waktu yang
ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5)
batal demi hukum.
B. Saran
Kesimpulan yang telah didapat oleh penulis, kemudian penulis dapat
mengajukan saran kepada para pihak yang terkait sebagai berikut :
1. Pihak bank hendaknya lebih dapat menyikapi adanya kredit bermasalah dengan
baik dan membuat koreksi terkait permasalahan yang ada, agar di kemudian hari
tidak terjadi adanya kredit bermasalah. Diharapkan dalam melakukan analisis
terhadap pemberian kredit lebih cermat dan teliti, karena hal tersebut mencegah
terjadinya kredit bermasalah pada masa yang akan datang, terkait berhasil tidaknya
penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kredibilitas bank yang bersangkutan.
Dibutuhkan adanya kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak
ketiga yang membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Faktor penyebab
terjadinya kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karanganyar dapat dikurangi dengan cara melakukan pengenalan terhadap
karakter debitur terlebih dahulu secara mendalam dan melakukan analisa secara
comprehensive terhadap prospek usaha debitur dengan melakukan studi kelayakan
terutama bagi debitur yang mempunyai risiko tinggi atau debitur bermasalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Cabang Karanganyar khususnya dalam pelaksanaan restrukturisasi
harus benar-benar mengikuti seluruh ketentuan mengenai restrukturisasi dan
melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi kembali
untuk satu hutang dari debitur yang sama. Pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan oleh pihak bank perlu ditingkatkan, dengan tidak mengesampingkan
prinsip kehati-hatian. Kepada para debitur diharapkan juga beritikad baik untuk
menyerahkan jaminan hak tanggungan kepada kreditur penerima hak tanggungan,
kemudian penerapan terkait dengan dasar hukum yang ada lebih dioptimalkan
kembali, agar tindakan hukum yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada dan tidak keluar dari jalur hukum, yang nantinya hukum
tersebut dapat menyinkronisasikan dengan kehidupan masyarakat yang ada terkait
dengan masalah pemberian kredit oleh bank kepada nasabah.
Top Related