PENJELASAN KOMISI VIII DPR RI
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
PENYANDANG DISABILITAS
RABU, 20 JANUARI 2016
JAKARTA
KOMISI VIII DPR RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
• Yang terhormat Saudara Menteri Menteri Sosial Rl, Menteri Dalam
Negeri Rl, Menteri Perhubungan Rl, Menteri Pekerjaan Umum Rl,
Menteri Perumahan Rakyat Rl, Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Rl, serta Menteri Hukum dan HAM Rl.
• Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR Rl;
Hadirin yang berbahagia.
Marilah kita mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga kehadirat
Allah Yang Maha Kuasa, karena atas ridhaNya, bahwa hari ini akan menjadi
momentum yang penting, karena kita secara bersama membuktikan komitmen
untuk memberikan perlindungan dan jaminan atas hak-hak Peyandang
Disabilitas yang hams diatur melalui Undang-Undang melalui sebuah RUU
inlsiatif tentang Penyandang Disabilitas dan ijinkan saya menyampaikan
penjelasan Komisi VIII DPR Rl terhadap RUU Tentang Penyandang
Disabilitas.
Sebagaimana kita ketahui, sejalan dengan tugas dan fungsinya di bidang
pengawasan, legislasi dan anggaran, maka DPR Rl bersepakat melakukan
inisiasi dan mengusulkan RUU Tentang Penyandang Disabilitas. Kehendak
DPR Rl ini tentunya merupakan perwujudan Komitmen DPR Rl di bidang
Legislasi dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
warga negara penyandang disabilitas.
Hadirin yang kami hormati,
Kewenangan DPR Rl, dalam hal ini Komisi VIII DPR Rl dalam
pengusulan RUU tersebut di atas tentunya merupakan hak Konstitusional
sebagaimana diatur dalam Pasal 20A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, di mana salah satu Hak yang dimiliki DPR Rl adalah
hak dalam menyusun Undang-Undang. Dalam melakukan tugas penyusunan
suatu undang-undang, tentunya hams memenuhi ketentuan dalam Undang-
Undangan Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Derah serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Ketentuan Peraturan DPR
Rl Nomor 1/DPR Rl/ 2014 tentang Tata Tertib.
Hadirin yang kami hormati,
Kami menyampaikan bahwa dalam konsideran perlu adanya
penggantian UU No 4 Tahun 1997 atau pembentukan RUU Tentang
Penyandang Disabilitas sebagai berikut:
Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
dan berbagai peraturan pelaksanaannya, sudah tidak sesuai lagi dengan
paradigma kebutuhan Penyandang Disabilitas sehingga perlu dicabut dan
diganti dengan Undang-Undang yang baru. Selain itu juga Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat berparadigma pelayanan
dan belas kasihan (charity based), sedang RUU tentang Penyandang
Disabilitas berparadigma pemenuhan hak penyandang disabilitas (right based),
baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Paradigma pemenuhan hak
ini selaras dengan Undang-undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD '45), utamanya Pasal 28C ayat (1) dan (2) yang menekankan pemenuhan
hak setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas.
Kedua, Keberadaan penyandang disabilitas sebagai bagian yang tak
terpisahkan dan warga negara dan masyarakat Indonesia adalah amanah dan
karunia tuhan yang maha kuasa, yang dalam dirinya melekat potensi dan hak
asasl sebagai manusia seutuhnya untuk hidup maju dan berkembang secara
adil dan bermartabat tanpa pembatasan, hambatan, kesulitan, pengurangan
atau penghilangan hak dari siapapun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun,
sehingga Negara hams menjamin kelangsungan hidup tiap-tiap warga negara,
termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan
hak asasi manusia yang sama dengan warga negara Indonesia pada
umumnya;
Ketiga, untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi Penyandang
Disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri dan tanpa diskriminasi
diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang
dapat menjamin pelaksanaannya.
Keempat, Undang-Undang Nomor4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
sudah tidak sinkron dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas). Konvensi ini merupakan
kerangka normatif internasional yang minimal tentang pemenuhan hak
penyandang disabilitas. Karena Pemerintah Indonesia telah meratifikasi
konvensi ini, maka perlu dibuat undang-undang untuk melaksanakan
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Hadirin yang kami hormati
Selanjutnya kami juga perlu menyampaikan ruang lingkup materi muatan
di dalam RUU Tentang Penyandang Disabilitas sekaligus perbedaan substansi
pengaturan yang dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat adalah sebagai berikut:
LTerminologi penyandang disabilitas dan ragam disabilitas;
2. Pengaturan mengenai aksesibilitas dan kesamaan hak dan kesempatan
bagi penyandang disabilitas;
3. Pengaturan mengenai perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak penyandang disabilitas dalam 22 (dua puluh dua) bidang, yaitu:
a. hidup;
b. terbebas dari stigma;
c. privasi;
d. keadilan dan perlindungan hukum;
e. pendidikan;
f. pekerjaan;
g. kesehatan;
h. politik;
i. keagamaan;
j. keolahragaan;
k. kebudayaan dan kepariwisataan;
I. kesejahteraan sosial;
m. aksesibilitas;
n. pelayanan publik;
o. kebencanaan;
p. habilitasi dan rehabilitasi;
q. konsesi;
r. pendataan;
s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;
t. berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;
u. berpindah tempat dan kewarganegaraan;
v. merasa aman dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
eksploitasi.
4. Kelembagaan. Untuk melaksanakan pengawasan, evaluasi, dan advokasi
dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak
Penyandang Disabilitas, maka diamanatkan untuk dibentuk lembaga
jndependen, yaitu Komisi Nasional Disabilitas (KND).
5.Konsesi, yakni potongan biaya yang diberikan kepada Penyandang
Disabilitas. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan konsesi
ini, sedang pihak swasta yang memberikan konsesi memperoleh insentif.
6. Mekanisme koordinasi di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
untuk melaksanakan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas. Koordinasi ini penting mengingat hak penyandang
disabilitas merupakan crosscutting issues yang terdapat di semua bidang
urusan pemerintahan.
7. Pendanaan. RUU tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan agar
pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk
pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas.
8. Kerjasa Sama Internasional untuk mendukung pelaksanaan
penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
9. Penghargaan kepada perorangan, badan hukum dan lembaga negara yang
berkontribusi dalam pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas.
10. Pekerjaan. RUU tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan agar
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekruitmen,
penerimaan, pelatihan, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan
pengembangan karier yang adil dan nondiskriminasi kepada Penyandang
Disabilitas.
11. Kewirausahaan dan Koperasi. RUU tentang Penyandang Disabilitas
mengamanatkan pula tentang kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk memberikan jaminan, perlindungan, dan pendampingan
kepada Penyandang Disabilitas untuk berwirausaha dan mendirikan badan
usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga
memberikan modal kepada badan usaha dan/atau koperasi yang dimiliki
atau dijalankan oleh Penyandang Disabilitas.
12. Adaya kewajiban bagi Pemerintah dan Pemeritah Daerah untuk menjamin
Infrastruktur yang aksesibel untuk Penyandang Disabilitas.
13. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk
menyediakan fasilitas dan pelayanan transportasi yang aksesibel untuk
Penyandang Disabilitas yang meliputi transportasi darat, transportasi laut
dan transportasi udara.
14. Larangan bagi setiap orang yang menghalang-halangi dan/atau melarang
Penyandang Disabilitas untuk mendapatkan hak - haknya.
15. Ketentuan pidana dan sanksi administratif bagi pihak yang melanggar
ketentuan Undang-Undang ini agar pelaksanaan penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas menjadi efektif.
Hadirin yang kami hormati,
Pokok-pokok pikiran yang dituangkan di dalam RUU Tentang
Penyandang Disabilitas tentunya diharapkan menjadi substansi yang
mampu menjawab berbagai persoalan yuridis, sosiologis, filosofis sehingga
RUU ini benar-benar menjadi landasan hukum yang kuat dan memastikan
bahwa negara akan memenuhi kewajibannya dalam rangka pemenuhan,
penghormatan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas.
Demikian penjelasan Komisi VIII DPR Rl mengenai RUU Tentang
Penyandang Disabilitas. Semoga pembahasan RUU dapat kita lakukan
secara efesien, efektif bersama Pemerintah nantinya. Semoga Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua dalam rangka mengemban tugas kenegaraan
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
PIMPINAN KOMISI VIII DPR Rl,
KETUA,
Dr. H. SALEH PARTAONAN DAULAY. M.Ag, M.Hum. MA
Top Related