Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
PENERAPAN SISTEM PENGUKURAN MACHINE INTELLIGENCE
QUOTIENT UNTUK DESAIN HUMAN SUPERVISORY CONTROL PADA
SISTEM PENGENDALIAN REAKTOR NUKLIR
Djoko Hari NugrohoBidang Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir
Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir – BATAN
ABSTRAK
Telah dikembangkan suatu metode untuk mengukur tingkat kecerdasan mesin yang disebut sebagai Machine Intelligence Quotient (MIQ) yang mendasarkan penghitungan otoritas pada pengambilan keputusan dalam 4 langkah tugas dan 10 tingkat otomasi sesuai prinsip yang dikemukakan oleh Sheridan dan Verplank. Tingkat kecerdasan ini akan bernilai penting sebagai standart tujuan desain intelligent machine yang memanifestasikan keunggulan sebuah produk dibanding produk yang lain dari segi kecerdasannya. Kemudian metode ini diimplementasikan untuk mengukur angka kecerdasan pada desain human supervisory control untuk mengelola pengendalian reaktor nuklir. Makalah ini membahas konsep human supervisory control pada reaktor nuklir yang merupakan kolaborasi antara manusia dan pengendalian otomatik. Strategi ini sangat bermanfaat untuk memprediksi tingkat otonomi sistem. Strategi ini akan diterapkan pada kolaborasi manusiamesin pengendalian reaktor nuklir sistem supervisory control dengan pendekatan skilledbased task. Dari keempat task pada aliran task dapat dihitung dan disimpulkan bahwa nilai kecerdasan mesin (MIQ) sistem tersebut adalah 30 untuk skala 4 sampai dengan 40.
Kata kunci: otoritas, Machine Intelligence Quotient (MIQ), human supervisory control, reaktor nuklir
ABSTRACTA strategy for measuring the Machine Intelligence Quotient (MIQ) has been developed based on authority approach for decision making in 4 sequences operation task and 10 scale degrees of automation presented by Sheridan and Verplank. The index of machine intelligence is important for design goals to manifest the intelligence superiority among products. The method will then be implemented to human supervisory control of nuclear reactor in which humans interact with complex dynamic systems, mediated through various levels of automation. This paper described Sheridan’s human supervisory control concept for nuclear reactor which collaborates between human and autonomous control. The strategy is mostly beneficial for predicting the autonomy level of the system. Moreover the strategy is implemented for the humanmachine collaboration in the skilledbased task approach of nuclear reactor control. It can be concluded that MIQ system is 30 from the scale of 4 up to 40.
Key words: authority, Machine Intelligent Quotient (MIQ), human supervisory control, nuclear reactor
511
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
PENDAHULUAN
Otomatisasi secara mekanik dimulai dengan adanya revolusi industri.
Otomatisasi telah mengubah banyak desain sistem dari manual menjadi otomatik
ataupun semiotomatik. Dewasa ini sistem otomatik telah berkembang dari otomatik hanya
secara mekanik saja menjadi gabungan antara otomatik secara mekanik dan informatika,
misalnya pada sistem kendali pesawat terbang.
Isu akan berbagai kecelakaan yang terjadi dan disebabkan oleh permasalahan
kesalahan manusia (human error) telah meningkatkan tuntutan akan penggunaan sistem
otomatik tingkat lanjut. Penggunaan berbagai macam sistem kontrol otomatik pada sistem
yang peka terhadap keselamatan seperti misalnya pesawat terbang telah menurunkan
angka kecelakaan. Namun tampaknya pendekatan dari segi rekayasa belum dapat
memberikan solusi yang optimistik terhadap permasalahan keselamatan sistem. Peristiwa
kecelakaan antara lain pesawat Airbus A320 di Strassbourg, Perancis pada tahun 1992
dan di Warsawa, Polandia pada tahun 1993 menunjukkan bahwa konsep otomatisasi
kontrol tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan. Ternyata manusia masih tetap
memiliki peran yang amat penting.
Human supervisory control dimana manusia berinteraksi dengan sistem dinamik
kompleks melalui berbagai tingkat otomasi. Human supervisory control menjelaskan
bagaimana manusia berinteraksi dengan sistem otomasi dengan kompleksitas yang
bermacammacam yang menunjukkan proses pengambilan keputusan dalam sistem
manusiamesin, dan bagaimana sistem otomatik dapat didesain dengan memperhatikan
kekuatan dan kelemahan manusia.
Pada makalah ini dilakukan pengembangan dan penerapan konsep Machine
Intelligence Quotient (MIQ) yang mendasarkan penghitungan otoritas pada pengambilan
keputusan dalam 4 langkah tugas dan 10 tingkat otomasi sesuai prinsip yang
dikemukakan oleh Sheridan dan Verplank. Dari segi komersial, indeks seperti ini akan
bernilai penting sebagai standar tujuan desain intelligent machine. Tingkat kecerdasan ini
akan bernilai penting sebagai standar tujuan desain intelligent machine yang
memanifestasikan keunggulan sebuah produk dibanding produk yang lain dari segi
kecerdasannya.
Bien dan Kim dalam Park[1] memperkenalkan machine intelligence quotient (MIQ)
dan mengukurnya dengan menggunakan dua metode yaitu metode ontologis dan metode
fenomenologis. HeeJun Park mengusulkan penggunaan model kerjasama manusia
mesin (manmachine cooperation) dan ITG (intelligence task graph) sebagai alat
512
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
pemodelan dan penganalisis untuk mengukur kecerdasan mesin secara kongkrit dan
bukan hanya berupa konsep teoritik seperti pada makalah sebelumnya [1].
Perhitungan kecerdasan mesin seperti yang dilakukan HeeJun Park di atas
hanya menunjukan pembagian implementasi tugas berdasarkan aliran tugas, namun
tidak menunjukkan tingkat kecerdasan mesin yang direpresentasikan oleh tingkat
kepercayaan dan otoritas untuk melakukan tugas penting. Berdasarkan asumsi bahwa
makin cerdas suatu mesin maka makin layak diberi otoritas untuk melakukan otomasi,
maka pengukuran MIQ pada makalah ini didasarkan pada sepuluh tingkat otomasi sesuai
Sheridan dan Verpank dimana pada tingkat terendah menunjukkan empat langkah aliran
tugas semuanya dilakukan oleh manusia, sedangkan pada tingkat tertinggi semua
langkah tugas dilakukan oleh mesin [2] . Ke empat langkah urutan aliran tugas tersebut
adalah (a) akusisi informasi, (b) analisis dan kemudian ditampilkan, (c) menentukan aksi,
serta (d) melakukan aksi.
Untuk selanjutnya metode penghitungan MIQ yang berdasarkan tingkat otonomi
mesin tersebut akan diimplementasikan untuk menghitung tingkat kecerdasan kolaborasi
manusiamesin pada sistem pengendalian pada reaktor nuklir. Untuk artifak skala besar
(large scale artifacts) yang kompleks seperti misalnya reaktor nuklir, indeks pada MIQ
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan untuk merespon peristiwaperistiwa yang
tidak diantisipasi sebelumnya pada lingkungan yang tidak pasti.
TEORI
Teknik Pengukuran MIQ Berdasarkan Pendekatan Otoritas
Machine intelligence dapat didefinisikan sebagai proses untuk menganalisa,
mengorganisasi, dan mengkonversi dari data ke pengetahuan. Pengetahuan dapat
didefinisikan sebagai informasi terstruktur yang diambil dan diaplikasikan untuk
menghilangkan pengabaian dan ketidak pastian (uncertainties) yang terjadi pada
intelligent machine. Intelligent machine dapat dijelaskan sebagai mesin yang didesain
untuk menyelesaikan tugastugas antropomorfik namun memiliki interaksi minimum
dengan operator manusia.
MIQ adalah indeks yang dimaksudkan untuk memprediksi kecerdasan mesin
pada suatu instalasi. Artinya suatu mesin akan dinilai lebih cerdas jika untuk
mengoperasikan mesin tersebut diperlukan jumlah operator kualifikasi bukan ahli (novice)
yang semakin banyak bila dibandingkan dengan mesin semula.
Untuk artifak skala besar (large scale artifacts) yang kompleks seperti misalnya
reaktor nuklir, indeks pada MIQ dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan merespon
513
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
peristiwaperistiwa yang tidak diantisipasi sebelumnya pada lingkungan yang tidak pasti.
Dengan kata lain, MIQ dapat juga memiliki arti ukuran otonomi dan performansi untuk
peristiwaperistiwa yang tidak diantisipasi sebelumnya.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa faktorfaktor yang melingkupi
kecerdasan suatu mesin terkait dengan kemampuan belajar, adaptibilitas, robustness,
reliabilitas, diagnosis kegagalan, kreativitas, kemudahan antarmuka bagi pengguna (user
interface easiness), pemrosesan informasi, dan penyelesaian masalah. Namun faktor
faktor tersebut tidaklah independen dan saling tindih antara faktor yang satu dengan yang
lain, sehingga tidaklah mudah mengukur kecerdasan sebuah mesin dengan bersandar
pada faktorfaktor tersebut.
Pada sistematika aliran data ataupun tugas, dapat dinyatakan bahwa grafik aliran
data (GAL) adalah Gd(V,E) dimana titik simpul V = {vi; i = 1,2,3, …, n) dalam bentuk
korespondensi berurutan antara masingmasing tugas. Urutan tugas ini ditunjukkan oleh
korespondensi antara akuisisi informasi, analisis dan kemudian ditampilkan, menentukan
aksi, dan kemudian melakukan aksi seperti yang disampaikan oleh Sheridan [3] sesuai
diagram blok pada Gambar 1.
Gambar 1. Empat Tingkat Tugas pada Hubungan antara ManusiaMesin[3]
Dalam metode penghitungan MIQ ini kecerdasan mesin dan kecerdasan manusia
direpresentasikan dalam model pengambilan keputusan (decision making) dengan
memperhatikan prinsip otoritas. Artinya sub sistem yang memiliki kecerdasan lebih baik
diberi kepercayaan untuk melakukan lebih banyak aksi pengambilan keputusan. Hal ini
dilakukan karena model pengambilan keputusan sangat menentukan kredibilitas hasil
eksekusi akhir oleh sistem. Dalam kaitannya dengan kolaborasi manusia dan mesin,
maka tingkat kepercayaan ini direpresentasikan dalam[3] :
a). Tingkat spesifisitas yang diperlukan manusia untuk memberi masukan yang
diinginkan ke mesin,
b). Tingkat spesifisitas dimana mesin mengkomunikasikan alternatif keputusan atau
pertimbangan rekomendasi dengan manusia,
c). Tingkat dimana manusia memiliki tanggung jawab untuk memulai implementasi
tindakan,
d). Waktu dan rincian umpanbalik ke manusia setelah mesin melakukan aksi dan lain
lain.
514
akusisi informasi (T1)
analisis & kemudian ditampilkan (T2)
menentukan aksi (T3)
melakukan aksi(T4)
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Keempat aspek di atas diimplementasi secara jelas dalam sepuluh tingkat
kolaborasi antara manusia dan mesin sesuai Sheridan dan Verplank [2] :
1. Tak ada bantuan komputer, manusia harus mengerjakan semuanya.
2. Komputer menyajikan sekumpulan lengkap alternatif tindakan,
3. Komputer mempersempit pilihan tindakan, dan
4. Komputer memilih satu pilihan tindakan, dan
5. Komputer mengeksekusi pilihan tersebut jika disetujui manusia,
6. Komputer mengijinkan manusia dengan waktu terbatas untuk melakukan veto
sebelum eksekusi otomatik,
7. Komputer mengeksekusi secara otomatik, kemudian memberitahukannya kepada
manusia,
8. Komputer mengeksekusi secara otomatik, kemudian memberitahu manusia setelah
eksekusi hanya kalau ditanyakan,
9. Komputer mengeksekusi secara otomatik, kemudian hanya menginformasikan
kepada manusia jika computer memutuskannya, dan
10. Komputer memutuskan semuanya dan melakukan tindakan secara otonomi dengan
mengabaikan peran manusia.
Pengukuran dilakukan dengan mendefinisikan task set T yang menunjukkan
peristiwa aliran urutan tugas, dimana Tj ={T1, T2, …, Tn) dan j = 1, 2, …, n. Sedangkan
kesepuluh tingkat kolaborasi menunjukkan task intelligence cost yang didefinisikan
sebagai i = {K1, K2, …, m}, dimana i = 1, 2, …, m. Dengan membuat matriks antara T
dan K, maka dapat dibuat matriks M :
=
nmm
n
n
TKTK
TKTKTK
TKTKTK
M
..................
....
....
....
...........
.....
1
22212
12111
Catatan : K1 menunjukkan bahwa harga = 1
Didefinisikan bahwa kecerdasan untuk sistem secara keseluruhan adalah OIQ
(Overall Intelligence Quotient), kecerdasan manusia adalah HIQ (Human Intelligence
515
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Quotient), dan kecerdasan mesin adalah MIQ (Machine Intelligence Quotient). Bila
kecerdasan mesin didefinisikan sebagai kapabilitas mesin dalam mengendalikan sistem
yang artinya merupakan kontribusi otoritas mesin terhadap pengendalian sistem secara
keseluruhan, maka kecerdasan mesin (Machine Intelligence Quotient) atau MIQ dapat
dihitung dengan menggunakan formulasi penjumlahan antara bobot pelaksanaan
masingmasing task sebagai berikut :
∑=
=n
iiTMIQ
1
κ
dimana menunjukkan nilai otomasi untuk setiap tahapan tugas yang memiliki
nilai antara 1 sampai 10 bila mengacu pada Sheridan dan Verplank[4]
Bila definisi kecerdasan dalam permasalahan ini terkait dengan kapabilitas dalam
mengendalikan sistem, maka kecerdasan manusia (HIQ) dapat diformulasikan sebagai
kecerdasan yang diperlukan manusia untuk menyelesaikan semua tugas dalam
pengendalian sistem sesuai formulasi berikut :
∑∑∑===
++=n
iimh
n
iihm
n
ii TcTcTHIQ
111
κ
dimana :
nilai = 1 ,
chm menunjukkan tingkat (nilai) kompleksitas transfer data dari manusia ke mesin
melalui peralatan yang digunakan (keyboard, layar, panel, dan sebagainya)
cmh adalah tingkat (nilai) kompleksitas transfer data dari mesin ke manusia
melalui peralatan yang digunakan (keyboard, layar, panel, dan sebagainya)
Sedangkan tingkat kecerdasan sistem secara keseluruhan dapat dihitung dengan cara
menjumlahkan kecerdasan mesin dan kecerdasan manusia sebagai berikut :
OIQ = MIQ + HIQ
DESAIN HUMAN SUPERVISORY CONTROL PADA REAKTOR NUKLIR
Tingkat otonomi kolaborasi manusia dengan sistem kontrol autonomous menurut
Sheridan dan Verplank dapat dijabarkan dalam sepuluh tingkat. Pada tingkat paling
rendah manusia mutlak mengendalikan semua pekerjaan, sedangkan pada tingkat paling
tinggi semua pekerjaan dilakukan oleh komputer/robot dan manusia (human operator)
tidak melakukan apapun. Tingkat antara kedua ekstrim mengimplementasikan kolaborasi
516
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
antara manusia dan mesin dalam konteks supervisory control dimana pelaksananya
adalah manusia atau dapat disebut sebagai human supervisory control.
Human supervisory control terkait dengan interaksi antara manusia dengan
sistem otomatik berbagai kompleksitas, proses pengambilan keputusan seperti apa yang
dihadapi pada sistem manusiamesin yang kompleks, dan bagaimana sistem otomatik
dapat didesain untuk mengoptimalisasikan kekuatan dan kelemahan manusia. Dalam hal
ini menurut Sheridan kekuatan manusia terletak pada kemampuannya dalam mengenali
pola, inferensi, asimilasi data, adaptasi, intuisi, judgement, moralitas. Sedangkan
kelemahan manusia terletak pada keterbatasan dalam kelambatan waktu respons,
bandwidth, data masukan, kognitif, kinerja yang tidak konsisten, kebosanan/kejenuhan,
endurance, biaya mahal, perlu akan pelatihan, perlu akan dukungan hidup.
Pada dasarnya human supervisory control diinginkan untuk mengurangi jumlah
staf sehingga perlu meningkatkan kompleksitas dinamika pengendalian instalasi[2].
Human supervisory control merupakan kerangka untuk mengintegrasikan pengendali
instalasi berbasis algoritma dengan modul pengambilan keputusan pada tingkat yang
lebih tinggi. Tingkat lebih tinggi ini ditunjukkan oleh hierarkhi fungsional dimana sistem
pengendalian penyelia manusia memiliki kemampuan autonomous pada saat
mengakomodasi pendekatan analitik yang dilakukan oleh operator manusia dan perlu
mengetahui kondisi instalasi.
Menurut W. Verplank, model supervisory control dinyatakan oleh empat lokus,
yaitu : (1) model mental, (2) representasi tampilan, (3) konfigurasi pengendalian, dan (4)
model komputer.
Gambar 2. Model Supervisory Control (dari W. Verplank)
Distribusi tugas antara manusia dengan mesin dinyatakan pada Tabel 1 dimana
dalam hal ini diterapkan pada ruang kendali suatu reaktor nuklir.
517
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Tabel 1. Distribusi Peran dalam Interaksi ManusiaMesin [2]
Manusia
Sistem Otomatis
Sistem instrumentasi dan pengendalian pada suatu reaktor nuklir memiliki tiga
fungsi, yaitu (a) melakukan pengawasan terhadap parameterparameter reaktor, sehingga
dapat mengetahui informasi yang diperlukan secara akurat untuk menjamin keselamatan
dan efisiensi operasi reaktor, (b) dalam kondisi operasi normal akan dapat melaksanakan
pengendalian secara otomatik, sehingga memungkinkan operator untuk mengawasi dan
mengobservasi perilaku instalasi, (c) sistem keselamatan instrumentasi dan kendali akan
melindungi instalasi dan konsekuensi kesalahan yang dilakukan oleh operator ataupun
system kendali otomatik. Dalam keadaan abnormal, maka sistem instrumentasi dan
kendali reaktor akan dapat dengan cepat melakukan tindakan otomatik untuk melindungi
instalasi dan lingkungan dari bahaya [4].
Sistem kendali otomatik untuk reaktor nuklir generasi maju cenderung dilakukan
secara penuh dengan didukung oleh struktur proteksi berdasarkan strategi defencein
depth disertai diversifikasi fungsi. Strategi ini diterapkan dengan teknik digital dan
terdistribusi. Kapabilitas sistem untuk mengikuti beban (loadfollowing) akan
dioptimasikan oleh operator instalasi atau pengendali. Namun reaktor nuklir generasi
yang beroperasi saat ini dikendalikan dengan berbagai tingkat otomatik. Kesetimbangan
antara penggunaan tindakan secara otomatik atau manual di dalam sistem pengendalian
reaktor nuklir tergantung dari beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain antara
lain faktor teknologi, ergonomi, sosial, ekonomi, dan keselamatan seperti tampak pada
Gambar 3. Untuk skilledbased task pada sistem supervisory control suatu reaktor nuklir
diperlukan operator manusia untuk memperhatikan beberapa hal misalnya apa yang akan
terjadi pada instalasi, pengawasan sistem, atau jika diperlukan intervensi untuk
melakukan perubahan.
518
Pengambilan Keputusan
Persepsi/ Working memory
Pemrosesan sinyal dari sensor
Pemilihan Tanggapan
Pemilihan Keputusan &
Tindakan
Analisis Informasi
Akusisi Informasi
Implementasi
Tindakan
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Gambar 3. Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan antara
Tindakan Otomatik atau Manual [4]
METODOLOGI
Untuk menghitung MIQ berdasarkan pendekatan otoritas seperti yang telah
dikembangkan pada penelitian di atas, maka dapat dilakukan langkahlangkah sebagai
berikut :
1. Mendefinisikan sistem
2. Mendeskripsikan sistematika tugas T dalam urutan penyelesaian masalah
3. Mengklasifikasikan nilai otonomi untuk setiap tahap urutan tugas.
4. Memprediksi nilai kompleksitas antar muka chm dan cmh
5. Menghitung OIQ, HIQ atau MIQ
Penghitungan nilai (index) MIQ dilakukan secara analitik berdasarkan sistematika
langkah di atas. Pada penelitian ini, teknik pengukuran MIQ berdasarkan pendekatan
otoritas akan diimplementasikan pada kasus untuk menghitung kecerdasan sistem
pengendalian reaktor nuklir.
HASIL YANG DIPEROLEH DAN PEMBAHASAN
Jika MIQ metode di atas dipergunakan untuk menghitung kecerdasan sistem
pengendalian reaktor nuklir yang berbasiskan skilledbased task pada sistem supervisory
control, maka dapat dinyatakan bahwa T = 4, dan urutan T menunjukkan bobot nilai yang
sama dan dapat diberi nilai 1. Sedangkan urutan K yang direpresentasi oleh K1 sampai
dengan K10 menunjukkan bobot nilai 1 sampai dengan 10, atau harga dari 1 sampai
dengan 10 sesuai 10 tingkat otomatik versi Sheridan dan Verplank.
519
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
Pada kasus ini tingkat kompleksitas antar muka antara manusia dan mesin
diabaikan, dalam arti tidak terjadi kesulitan dalam antar muka karena semua perubahan
antar muka dilakukan sepenuhnya oleh manusia.
Dengan demikian, matriks M dapat dituliskan sebagai berikut :
=
410110
422212
412111
..............................
................
TKTK
TKTKTK
TKTKTK
M
Analisis sistematika aliran tugas oleh sistem sesuai dapat dijabarkan sebagai
berikut :
T1 : Akusisi data dilakukan oleh mesin (harga = 10)
T2 : Analisis data dilakukan oleh mesin (harga = 10)
T3 : Pada pengambilan keputusan, maka sistem kendali akan mengeksekusi pilihan
tersebut jika disetujui manusia. Artinya harga = 5.
T4 : Pada tingkat implementasi, maka sistem kendali akan mengeksekusi pilihan
tersebut jika disetujui manusia. Artinya harga = 5.
Dengan demikian MIQ untuk kolaborasi manusiamesin untuk kasus di atas
dapat dihitung sebagai berikut :
∑=
=+++==n
iiTMIQ
1
30551010 κ
Tingkat kecerdasan mesin di atas adalah tinggi mengingat bahwa jika semua tugas
dalam sistematika proses dilakukan oleh manusia, maka angka MIQ = 4. Sedangkan bila
semua tahap urutan tugas dilakukan sepenuhnya oleh mesin tanpa pengawasan sama
sekali dari manusia (full autonomous), maka nilai kecerdasan mesin adalah 40.
Dapat dinyatakan bahwa tingkat kecerdasan mesin untuk kolaborasi manusia
mesin untuk sistem pengendalian reaktor nuklir yang berbasiskan skilledbased task pada
sistem supervisory control di atas adalah 30 dari skala 4 sampai dengan 40.
KESIMPULAN
Telah dikembangkan suatu metode untuk mengukur tingkat kecerdasan mesin
yang disebut sebagai Machine Intelligence Quotient (MIQ) yang mendasarkan
520
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
penghitungan otoritas pada pengambilan keputusan dalam alur tugas (task) sesuai
Sheridan dan sepuluh tingkat kolaborasi antara manusia dan mesin sesuai Sheridan dan
Verplank. Untuk selanjutnya metode ini diimplementasikan untuk mengukur angka
kecerdasan pengendalian reaktor nuklir yang berbasiskan skilledbased task pada sistem
supervisory control. Dari keempat tugas pada aliran tugas, dapat dinyatakan bahwa nilai
kecerdasan sistem pengendalian reaktor nuklir tersebut adalah 30 dalam skala antara 4
dan 40. Dengan cara penghitungan MIQ menggunakan pendekatan otoritas diharapkan
tingkat superioritas suatu mesin cerdas dapat diketahui.
521
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
DAFTAR PUSTAKA
[1] PARK, H.J., KIM, B.K., LIM, K.Y. “Measuring the Machine Intelligence Quotient (MIQ)
of HumanMachine Cooperative Systems”. IEEE Transaction on Systems, Man, and
CyberneticsPart A: Systems and Humans, Vol. 31, No. 2, March 2001.
[2] HANSMAN, R.J., CUMMINGS, M.”Human Supervisory Control of Automated
Systems”. Bahan kuliah. MIT. 2006.
[3] SHERIDAN, T.B. “Rumination on Automation”, 1998. IFACMMS. Kyoto. 1998.
[4] INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, TECHNICAL REPORTS SERIES No.
387. “Instrumentation and Control for Nuclear Power Plants: A Guidebook”.
Vienna.1999
522
Seminar Keselamatan Nuklir 2 – 3 Agustus 2006 ISSN: 14123258
DISKUSI DAN TANYA JAWAB
Penanya: Prasuadi ( PTBIN BATAN )
Pertanyaan:
a.Apa kelebihan MIQ ini dengan model lainnya?
Jawaban:
a.Model sebelumnya seperti yang dikembangkan oleh Hee – Jun Park hanya
menunjukkan implementasi tugas (tosk) berdasarkan aliran tugas, namun konsep
MIQ yang dikembangkan dalam penelitian ini lebih ke representasi tingkat
kepercayaan dan otoritas untuk melakukan tugas penting sehingga sangat tinggi
kontribusinya jika diterapkan pada instansi yang bersifat safety critical dimana
otoritas diperlukan melakukan decision making action. Model ini juga sudah
mengatisipasi pengaruh lingkungan yang tidak pasti (Uncertanity Environment).
Penanya: Hendayun ( PTNBR BARAN )
Pertanyaan:
a.Klasifikasikan nilai untuk tindak lanju?
Jawaban:
a.Usul yang bagus, konsep dapat dikembangkan dengan mengklasifikasikan nilai
pada 2 kelompok besar:
Intelegent : nilai MIQ ≥ 20
Non intelegent : nilai MIQ ‹ 20
523
Top Related