WAHANA: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Volume 22 No. 2 Agustus 2019
114
PENGUKURAN KINERJA PADA DINAS PERHUBUNGAN
KABUPATEN MANDAILING NATAL BERBASIS
BALANCED SCORECARD
Heriyanti Tampubolon1; Sri Muljaningsih2; Setyo Tri Wahyudi3
Universitas Brawijaya Malang, Indonesia1,2,3
ABSTRACT
The purpose of this research are to formulate the design performance measurement system based on the Balance Scorecard approachment at the Department of Transportation Mandailing
Natal, to formulate the design of strategic maps that the relevant and analyze the results of
performance measurement at the Department of Transportation Mandailing Natal based on the
Balance Scorecard in 2018. The method used are the Analitycal Hierarchy Process (AHP) and Balance Scorecard with four perspectives: financial perspective, customer perspective,
perspective of business process internal and learning and growth perspective. The results design
of the performance measurement system consists of 10 strategic goals and 17 Key Performance Indicators (KPI). The result of AHP is the customer's perspective (0.557), the financial
perspective (0.273), internal business process perspective (0.087) and learning and growth
perspective (0.083). And the results of performance measurement Mandailing Natal Department of Transportation in 2018 is 71.97% (red=less). Score the highest performance is the perspective
of learning and growth of 85.48% (yellow), score the performance of internal business process
perspective is 75.72% (red) score financial perspective is 70.24% (red) to score the performance
of the customer's perspective score is 70.22% (red). Keywords: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain sistem pengukuran kinerja
berdasarkan pendekatan Balance Scorecard di Departemen Transportasi Mandailing Natal, untuk
merumuskan desain peta strategis yang relevan dan menganalisis hasil pengukuran kinerja di
Departemen Perhubungan Mandailing Natal berdasarkan Balance Scorecard pada tahun 2018. Metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Balance Scorecard
dengan empat perspektif: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal dan pembelajaran dan perspektif pertumbuhan. Desain hasil dari sistem pengukuran kinerja terdiri dari 10 tujuan strategis dan 17 Indikator Kinerja Utama (KPI). Hasil AHP adalah
perspektif pelanggan (0,557), perspektif keuangan (0,273), perspektif proses bisnis internal
(0,087) dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (0,083). Dan hasil pengukuran kinerja Mandailing Natal Departemen Perhubungan tahun 2018 adalah 71,97% (merah = kurang). Skor
kinerja tertinggi adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 85,48% (kuning), skor kinerja
perspektif proses bisnis internal adalah 75,72% (merah) skor perspektif keuangan adalah 70,24%
(merah) untuk skor kinerja skor perspektif pelanggan adalah 70,22% (merah). Kata Kunci: Performance Measurement, Analitycal Hierarchy Process, Balanced Scorecard
PENDAHULUAN
Kinerja pemerintah daerah kini cukup menarik perhatian seiring meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja menuntut pemerintah untuk
memperbaiki sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang ada. Tuntutan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
115 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
semakin tinggi sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Mardiasmo (2002) menyatakan ada tiga mekanisme yang dapat dilaksanakan
pemerintah daerah agar lebih responsif, transparan, dan akuntabel sehingga dapat
mewujudkan good governance dengan cara mendengarkan aspirasi masyarakat serta
membangun kerjasama pemberdayaan masyarakat, memperbaiki internal rules dan
mekanisme pengendalian, dan membangun iklim kompetisi dalam memberikan layanan
terhadap masyarakat serta marketisasi layanan. Pada tabel dibawah ini dapat kita dilihat
perkembangan pelaksanaan good governance di Indonesia.
Tabel 1. Peringkat Propinsi terhadap Indeks Tata Kelola Pemerintahan/
Indonesia Governance Index (IGI) Tahun 2008 dan 2012.
No. Provinsi
Tahun 2008 Tahun 2012
Indonesia
Governance Index
(IGI)
Indonesia
Governance Index
(IGI)
1 DKI Jakarta 6.51 6.37
2 Jawa Timur 6.06 6.43
3 Sumatera Barat 5.98 5.7
4 Bali 5.87 6.23
5 Lampung 5.82 6.01
6 Jawa Barat 5.78 5.88
7 DI Yogyakarta 5.75 6.8
8 Gorontalo 5.51 5.64
9 Kalimantan Selatan 5.5 6.19
10 Kalimantan Tengah 5.48 5.96
11 Sulawesi Utara 5.44 6.17
12 Sulawesi Selatan 5.42 6.19
13 Nusa Tenggara Barat 5.33 5.74
14 Riau 5.32 6.18
15 Kepri 5.27 5.6
16 Sumatera Selatan 5.16 6.19
17 Bengkulu 5.11 4.81
18 Kalimantan Timur 5.09 5.66
19 Nanggo Aceh Darussalam 5.09 5.82
20 Nusa Tenggara Timur 5.06 4.87
21 Papua 5.01 4.88
22 Jambi 4.79 6.24
23 Maluku 4.77 4,95
24 Sulawesi Tengah 4.66 5.47
25 Jawa Tengah 4.63 5.88
26 Sulawesi Tenggara 4.48 5.05
27 Bangka Belitung 4.44 5.97
28 Banten 4.42 5.85
29 Papua Barat 4.37 4.48
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
116
30 Sulawesi Barat 4.36 5.11
31 Maluku Utara 4.29 4.45
32 Kalimantan Barat 4.15 5.11
33 Sumatera Utara 3.55 5.94
Jumlah 168.47 182.87
Indeks Rata-rata Provinsi 5.11 5.54 Sumber : The Patnership for Governance Reforms in Indonesia
Indeks Tata Kelola Pemerintahan atau Indonesia Governance Index (IGI) mengukur
kualitas tata pemerintahan di seluruh provinsi di Indonesia. Tujuannya bukan untuk
memvonis provinsi-provinsi yang berkinerja buruk namun juga menunjukkan arena-arena
tata pemerintahan mana saja yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Variabel yang dinilai
adalah kepatuhan terhadap enam prinsip tata pemerintahan yang baik, yaitu transparansi,
partisipasi, akuntabilitas, keadilan (fairness), efisiensi dan efektifitas. IGI menggunakan
skala 1 sampai 10, nilai 1-1.38 kategori sangat rendah (very poor), nilai >138-3.38
kategori rendah (poor), nilai >3.38—6.88 kategori sedang (fair), nilai >6.68-8.25 kategori
baik (good) dan nilai >8.25-10 kategori sangat baik (very good).
Berdasarkan informasi yang tersaji dalam Tabel 1 ada beberapa temuan penting dari
hasil indek provinsi yaitu nilai rata-rata Indonesia Governance Index (IGI) seluruh
provinsi di Indonesia baru mencapai nilai 5,11 pada skala 1 sampai 10. Hal ini berarti
nilai indeks tata pemerintahan di Indonesia masih berada dalam kategori cukup atau
sedang-sedang saja. Bila antar provinsi diperbandingkan maka secara umum DKI Jakarta
adalah provinsi memperoleh nilai terbaik. Dengan nilai 6,51 maka provinsi Ibukota
negara Indonesia ini menempati peringkat satu. Selain Jakarta hanya ada 2 provinsi lain
yang mendapat nilai lebih dari 6,00 yaitu Provinsi Jawa Timur (6.06) dan Sumatera Barat
(5.98) yang masing-masing berada di urutan nomor 2 dan 3. Kinerja yang paling rendah
adalah Provinsi Sumatera Utara dengan nilai 3.55 dikategorikan rendah. Sedangkan pada
tahun 2012 indeks governance yang tertinggi diperoleh D.I. Yogyakarta dengan nilai 6.8
dan yang terendah adalah Maluku Utara dengan nilai 4.45, serta rata-rata indeks
governance pada setiap provinsi adalah 5,54 atau kategori sedang. Di antara provinsi baru,
maka Gorontalo merupakan provinsi baru yang mencapai prestasi tertinggi. Dengan
mengantongi nilai 5,51 provinsi ini menempati posisi ke-10 di antara seluruh provinsi
Indonesia dan menempati posisi pertama bila hanya dibandingkan dengan provinsi-
provinsi baru. Prestasi Gorontalo cukup luar biasa karena mampu menyalip provinsi
induknya yang hanya mendapat nilai 5,44. Selain Gorontalo tidak ada provinsi baru lain
yang mendapat angka lebih tinggi dari provinsi induknya.
Kinerja pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan karena masyarakat mulai
mempertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan publik tersebut. Barber
mengatakan masyarakat tidak lagi sekedar percaya bahwa pemerintah akan
memanfaatkan uang publik secara optimal, tetapi mereka ingin melihat bahwa uang
publik dimanfaatkan dengan baik atau dapat dilihat outcomesnya (Mardiasmo, 2018).
Disisi lain, pemerintah sering digambarkan sebagai sektor yang tidak produktif, tidak
efisien, institusi yang selalu rugi, rendah kualitas, miskin inovasi, kurang kreativitas,
ladang pemborosan, sumber kebocoran dana dan berbagai kritikan lainnya. Munculnya
kritikan keras melahirkan konsep New Public Management (NPM) oleh Hood (1991).
Hood (1991) menjelaskan bahwa karakteristik dari NPM mengandung tujuh komponen
utama, yaitu : manajemen professional di sektor publik, adanya standar dan pengukuran
kinerja, penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome,
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
117 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
pemecahan unit-unit kerja disektor publik, menciptakan persaingan di sektor publik,
pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik, penekanan pada
disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam penggunaan sumber daya.
Pengukuran kinerja merupakan doktrin yang esensial dalam konsep NPM (Mahmudi,
2015).
Pengukuran kinerja saat ini juga menjadi salah satu fokus dari Reformasi Birokrasi
di Indonesia. Reformasi birokrasi dimulai secara efektif dengan terbitnya Instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada diktum
ketiga, Presiden menginstruksikan untuk membuat penetapan indikator dan target kinerja
di seluruh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjelaskan keberhasilan
pencapaian kinerja baik berupa hasil (output) maupun manfaat (outcome). Dan pada
gilirannya prinsip “No Performance No Money” atau tidak akan ada lagi anggaran
pemerintah untuk instansi/unit kerja yang tidak berkinerja. Kemudian reformasi birokrasi
dipertegas lagi dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81
tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025. Perpres ini menjadi
acuan bagi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah dalam melakukan reformasi
birokrasi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Penting pengukuran kinerja ini juga diperkuat dalam Buku 2 Pedoman Penerapan
Penganggaran Berbasis Kinerja (BPK) yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan
Republik Indonesia dan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2009) dalam rangka penerapan
PBK yang lebih menekankan pada kinerja, terdiri dari 8 (delapan) tahapan yaitu
penetapan sasaran strategis K/L; penetapan outcome, program, ouput, dan kegiatan;
penetapan indikator kinerja utama program; penetapan standar biaya; penghitungan
kebutuhan anggaran; pelaksanaan kegiatan dan pembelanjaan; pertanggungjawaban ; dan
pengukuran dan evaluasi kinerja. Yang perlu dicermati dari kedelapan langkah tersebut
adalah tahapan terakhir yaitu pengukuran dan evaluasi kinerja.
Kemudian Mahsun (2016) juga menyatakan bahwa siklus dari pengukuran kinerja
yang komprehensif dari organisasi publik terdiri dari 13 tahapan, dimana 4 diantaranya
adalah merumuskan indikator dan ukuran kinerja, menetapkan sistem pengukuran
kinerja, implementasi sistem pengukuran kinerja, dan pelaporan hasil pengukuran kinerja.
Implementasi sistem pengukuran kinerja berhubungan dengan tehnik pengukuran kinerja
yang di gunakan. Beberapa tehnik atau pendekatan pengukuran kinerja diantaranya
adalah balanced scorecard (BSC) dan value for money (VFM).
Saat ini, Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal menggunakan Laporan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) sebagai salah satu alat pengukuran kinerja.
Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah di standarisasi adalah Sistem
Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya
adalah dokumen LAKIP. Namun kinerja lembaga yang tergambar dalam LAKIP sering
justru bukan gambaran sesungguhnya. SAKIP masih kurang dapat menyediakan alat
pengukuran dan ukuran kinerja untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian
organisasi, sehingga sulit untuk menentukan capaian kinerja organisasi. SAKIP masih
terbatas pada penentuan visi, misi dan tujuan organisasi. Formulasi yang digunakan
dalam pengukuran kinerja masih bersifat input program, yaitu rasio antara rencana dan
realisasi. Beberapa fenomena yang dapat diidentifikasi peneliti bahwa LAKIP memiliki
kelemahan sebagai alat pengukuran kinerja di Dinas perhubungan Kab. Mandailing Natal
sehingga penelitian ini dirasa cukup penting dilakukan, diantaranya adalah laporan
Kinerja SAKIP dan LAKIP masih sebatas "menggugurkan kewajiban" belum menjadi
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
118
bagian yang komprehensif, belum menyentuh substansi, dan indikator-indikatornya
belum dapat menilai/mengevaluasi keberhasilan program dan kebijakan pemerintah.
Paradigma pengukuran kinerja masih berorientasi pada input/realisasi anggaran. Ini
sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja yang komprehensif.
Fenomena antara LAKIP dan LKPD belum saling berkorelasi. Seringkali Pemerintah
Daerah fokus mengejar Opini WTP dan mengabaikan penilaian LAKIP. Padahal Opini
WTP merupakan hasil evaluasi kinerja atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan
berdasarkan standar akuntansi pemerintahan, bukan pada outcome dan impact program.
Sedang LAKIP cakupan evaluasi terdiri atas komponen perencanaan, pengukuran,
pelaporan, evaluasi internal serta komponen capaian kinerja yang dilakukan pengukuran
atas output, outcome serta kinerja lainnya.
Tabel 2. Hasil Peniliaian/Opini atas LKPD dan LAKIP Kabupaten Mandailing
Natal TA. 2010-2017
Sumber Laporan Keuangan Pemerintah (LKPD) dan Laporan Akuntanbilitas Kinerja Pemerintah
(LAKIP) Kabupaten Mandailing Natal TA. 2012-2017 (data diolah)
Dari tabel diatas hasil penilaian LKPD dengan opini WDP tapi tidak diikuti
dengan Penilaian LAKIP yang baik juga. Pada poin ini peniliti melihat gap ke dua jenis
laporan diatas belum berkorelasi dan beririsan. Kemudian peneliti masih menemukan
kesenjangan (gap research) adalah perbedaan variabel dari setiap perspektif yang
digunakan, sehingga hasil pengukuran kinerjanya juga berbeda. Seperti penelitian
Indraningsih (2010) yang dilakukan pada Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, hasil pengukuran kinerja secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik
(79,35%), dimana hasil pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard yang
paling tinggi adalah Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Perspektif Keuangan,
Perspektif Proses Bisnis Internal, dan Perspektif Pelanggan. Namun beberapa penelitian
lainnya justru memberikan hasil yang berbeda yaitu penelitian Santi (2010) yang
dilakukan pada Direktorat Jenderal Bina Marga–Departemen Pekerjaan Umum bahwa
hasil penilaian akhir kinerja Ditjen. Bina Marga dengan menggunakan metode Balanced
Scorecard sebesar 76,26% dikategorikan cukup baik. Kemudian hasil pengukuran kinerja
perspektif yang paling tinggi adalah : kinerja perspektif keuangan, kinerja perspektif
pelanggan, kinerja perspektif proses bisnis internal, dan kinerja perspektif pertumbuhan
dan pembelajaran. Kemudian penelitian Fakhrina (2017) yang dilakukan pada
Departemen Manajemen IPB Sebagai Unit Pendidikan bahwa hasil pengukuran kinerja
penilaian mutu program studi Manajemen IPB adalah sebesar 85% dengan kategori
rendah. Kemudian hasil pengukuran kinerja perspektif yang paling tinggi adalah pada
perspektif Stakeholders, perspektif Research and Academic Excellence, perspektif Proses
Business Processes dan perspektif Capacity Building . Penelitian tentang pengukuran
kinerja dengan metode balanced scorecard lebih banyak digunakan pada organisasi
swasta yang profit oriented dan rumah sakit yang non profit oriented, sedangkan
No. Tahun OPINI LKPD HASIL EVALUASI LAKIP KATEGORI
1 2 3 4 5
1. 2010 WDP 0 D
2. 2011 WDP 0 D
3. 2012 TMP 30,01 C
4. 2013 TMP 0 D
5. 2014 WDP 18,55 D
6. 2015 WDP 40,04 C
7. 2016 WDP C
8. 2017 WDP C
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
119 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
penelitian pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard pada organisasi sector public
masih sangat terbatas.
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa masih terdapat perbedaan hasil penelitian
(research gap), sehingga penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang membedakan adalah daerah, waktu,
objek, dan pendekatan Balanced Scorecard dikombinasikan dengan pembobotan Analytic
Hierachy Process (AHP). Alasanan pemilihan BSC dan VFM karena kedua sistem
pengukuran kinerja tersebut sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan, dimana
rerangka pengukuran kinerja VFM dibangun atas tiga komponen utama yaitu komponen
visi, misi, sasaran dan target, komponen input, proses, output dan outcome dan komponen
pengukuran ekonomis, efisiensi dan efektifitas (Anggraini dan Puranta, 2010). Sehingga
untuk mengukur komponen pertama dan kedua dapat dilakukan dengan BSC serta
komponen ketiga dengan VFM.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah memformulasikan
rancangan sistem pengukuran kinerja berbasis BSC dan memformulasikan rancangan
peta strategis yang relevan pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal.
Tujuan lain yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis hasil pengukuran
kinerja pada Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal berbasis BSC Tahun Anggaran
2018. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
pengembangan ilmu ekonomi keuangan publik dan desentralisasi fiskal, khususnya yang
berkaitan dengan pengukuran kinerja sektor publik, value for money (VFM) dan balanced
scorecard (BSC). Sedangkan dari aspek kegunaan praktis, hasil penelitian diharapkan
dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam memahami pentingnya berkinerja dan khusus
bagi pemerintah daerah Kab. Mandailing Natal, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai referensi dan alternative pengukuran kinerja OPD untuk masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Anggaran Berbasis Kinerja
Sistem penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based Budgeting)
merupakan sistem yang saat ini berkembang pesat dan banyak dipakai oleh negara-negara
maju di dunia sebagai pengganti sistem penganggaran lama yaitu sistem Line Item
Budgeting (Bastian,2006). Dalam sistem Line Item Budgeting penekanan utama adalah
terhadap input, di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat
dibanding tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak
dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara
nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan perubahan-perubahan kunci tentang penganggaran seperti penerapan
pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penerapan penganggaran
secara terpadu, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja.
Menurut Robertson (Mahsun, 2016) bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan), hasil
kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam
mencapai tujuan. Sedangkan Mardiasmo (2018) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja
sector public dilakukan untuk memenuhi tiga maksud yaitu pengukuran kinerja sektor
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
120
publik dimaksuskan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah dan ukuran kierja
sector public digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
Balanced Scorecard (BSC)
Kemunculan konsep balanced scorecard dimulai dari studi yang dilakukan oleh
David P. Norton dan Robert S. Kaplan pada tahun 1990 tentang “pengukuran kinerja
dalam organisasi masa depan” (Mulyadi, 2018). Studi tersebut dilakukan karena adanya
kesadaran bahwa ukuran kinerja keuangan bukan merupakan ukuran kinerja yang
memadai untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan. Ukuran keuangan masih digunakan
meskipun banyak kritik terhadap penggunaannya (Niven 2003). Kemudian pada tahun
1996 Kaplan dan Norton mengembangkan konsep balanced scorecard yang telah mereka
bangun. Mulai saat itu muncul istilah strategy map (peta strategi). Kaplan dan Norton
dalam Mulyadi (2018) menjelaskan bahwa Balanced scorecard adalah suatu kerangka
kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi
perusahaan. Selain ukuran kinerja masa depan, balanced scorecard juga
memperkenalkan pendorong kinerja finansial masa depan yang meliputi perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Terdapat empat perspektif yang digunakan dalam balanced scorecard, yaitu
keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business
process), dan pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth). Keempat perspektif
tersebut harus memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka
panjang, antara hasil yang diinginkan dan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut,
dan antara ukuran objektif yang keras dan ukuran subjektif yang lunak. Perspektif
keuangan dalam balanced scorecard untuk sektor privat menggambarkan mengenai
keberhasilan di aspek keuangan apa yang harus diperlihatkan kepada para pemegang
saham. Ukuran kinerja keuangan memberikan gambaran mengenai akibat dari tindakan
ekonomis yang sudah diambil di masa lalu. Tujuan dan ukuran keuangan memainkan
peran ganda, yaitu menentukan kinerja keuangan yang diharapkan dari strategi dan
menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuran perspektif yang lain.
Perspektif pelanggan dalam balanced scorecard menggambarkan mengenai apa
yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan dalam rangka mewujudkan visi kita. Dalam
perspektif ini, diidentifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki perusahaan
dan ukuran kinerja di dalam segmen tersebut. Ukuran yang digunakan dalam perspektif
ini terdiri dari ukuran generik dan ukuran spesifik.Ukuran generik yang digunakan terdiri
dari kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, profitabilitas pelanggan,
dan pangsa pasar di segmen sasaran. Ukuran spesifik yang digunakan tergantung kepada
proposisi nilai yang akan diberikan kepadapelanggan. Perspektif proses internal pada
organisasi bisnis dengan organisasi sektor publik pada dasarnya adalah sama, yaitu untuk
membangun keunggulan organisai melalui perbaikan proses internal organisasi secara
berkelanjutan.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam balanced scorecard
menggambarkan mengenai bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah
dan meningkatkan diri untuk mewujudkan visi kita. Dalam perspektif ini diidentifikasi
infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam rangka menciptakan pertumbuhan
dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan
pertumbuhan perusahaan datang dari manusia, siste m, dan prosedur perusahaan. Kaplan
dan Norton dalam Mulyadi (2018) terdapat tiga kategori utama untuk perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi,
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
121 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
serta motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan. Tolok ukur yang digunakan dalam
kelompok ini adalah partisipasi pegawai dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Ukuran
peningkatan hasil yang diberikan oleh pegawai misalnya peningkatan mutu dan waktu
kerja. Ukuran keselarasan antar pegawai dengan perusahaan. Hal ini untuk melihat
apakah setiap pegawai telah menyelaraskan tujuannya dengan tujuan perusahaan yang
dinyatakan dalam balanced scorecard.
Value for Money (VFM) dan Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Penilaian kinerja berdasarkan value for money menurut Mahmudi (2015) adalah
pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas suatu kegiatan,
program dan organisasi. Penilaian kinerja berdasarkan value for money dibangun atas tiga
komponen utama (Mahmudi, 2015) yaitu komponen misi, visi, tujuan, sasaran dan target,
komponen input, proses, output, dan outcome serta komponen pengukuran ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas.
Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah model pendukung keputusan yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan
permasalah yang memiliki multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu
hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang
begitu banyak (multi criteria) dari suatu struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian
pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, dan
ketidakakuratan data yang tersedia. AHP merupakan alat bantu yang paling umum
digunakan untuk menyelesaikan dan mengambil keputusan dari suatu masalah yang
memiliki banyak kriteria.
Kelemahan dari AHP yaitu ketergantungan model AHP pada input-input utama
ini berupapersepsi seorang pakar sehingga dalam hal ini subyektifitas sang pakar selain
itu juga model menjadi tidak berarti memberikan penilaian yang keliru dan metode AHP
ini hanya metode tanpa pengujian statistik sehingga tidak ada batasan kepercayaan
darimodel yang terbentuk.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah kombinasi antara pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara dan diskusi dengan Pejabat
Struktural Eselon II, Eselon III, Kasubbag. Program dan Kasubbag, Keuangan Dinas
Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal. Pendekatan kuantitatif yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pendekatan yang menekankan analisisnya pada data angka
(numerical). Analisis kuantitatif dilakukan pada saat menganalisis persepektif financial
(keuangan) yang diolah dengan menggunakan metode analisis Value for Money (VFM)
dan analisis realisasi program pada setiap perspektif. Kemudian analisis kuantitatif juga
digunakan dalam pembobotatan yang menggunakan AHP dan juga scoring pada indikator
kinerja utama sehingga dapat diketahui prioritas indikator yang perlu mendapat perhatian
pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal.
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dengan pengamatan langsung,
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
122
wawancara dan melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi
pustaka.
Metode Penarikan Sampel Penelitian
Peneliti menggunakan tehnik purposive dengan metode expert sampling (sampel
pakar) dimana sampel berasal dari orang yang memiliki pengetahuan atau keahlian dalam
suatu bidang atau orang yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas serta pengalaman pada
organisasi tersebut. Menurut sugiyono (2013), purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.
. Pakar yang dipilih dalam penelitian ini ada enam orang yaitu: Kepala Dinas
Perhubungan dan Informatika Kabupaten Mandailing Natal, Sekretaris Dinas, Kasubbag.
Keuangan, Kasubbag. Program, Kabid. Perhubungan Darat, Laut dan Udara, Program,
dan Kabid. Sarana dan Prasarana.
Instrumen penelitian
Perspekti Keuangan (data sekunder)
Analisis terhadap kinerja perspektif keuangan dilakukan dengan mengalisis
instrument pengukuran value for money yaitu: ekonomi, efisien dan efektifitas dengan
menggunakan data sekunder yang ada di Dinas Perhubungan dan Informatika Kab.
Mandailing Natal. Analisis dilakukan dengan menggunakan tingkat kriteria ekonomi,
efisien dan efektifitas yang dikembangkan oleh Mardiasmo (2009).
Perspektif Pelanggan
Pengukuran kinerja perspektif pelanggan diukur dengan menggunakan indikator
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang ditetapkan dalam Peraturan Menpan-RB
Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survey Kepuasan Masyarakat
terhadap Penyelenggara Pelayanan Publik. Dimana untuk IKM yang diukur, ada 5 jenis
unit layanan yang ada di Dinas Perhubungan yaitu Pelayanan Izin Trayek, Pelayanan
Retribusi Parkir, Pelayanan Retribusi Terminal, Pelayanan Pengujian Kendaraan
Bermotor dan Pelayanan Pengendalian dan pengamanan Lalu Lintas. Indikator
Peningkatan Pelayanan Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal yang
berkualitas. Indikator ini di nilai dengan menghitung Realisasi Program Pelayanan
Administrasi Perkantoran dan Realisasi Program Peningkatan Pelayanan Angkutan.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal diukur menggunakan
indicator Indikator Standar Operasional Prosedur (SOP) yang merupakan prinsip
pelayanan public yang mempedomani peraturan Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur
Negara MenPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Analisis ini juga dilakukan dengan melakukan tabulasi atas tanggapan
yang diberikan responden dengan menggunakan skala likert. Indikator penilaian terhadap
terwujudnya dan prasarana perhubungan yang layak dan berkualitas. Hasil analisis
indikator ini diperoleh dari hasil realisasi Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Prasarana Fasilitasi LLAJ dan Realisasi Program Pembangunan Sarana dan Prasarana
Aparatur. Serta Indikator penilaian terhadap peningkatan kondisi Infrastruktur
Perhubungan. Hasil analisis ini diperoleh dari hasil Realisasi Program Peningkatan sarana
dan prasarana perhubungan dan realisasi Program Pembangunanprasarana fasilitasi
perhubungan.
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
123 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
Perspektif Pertumbuhan Dan Pembelajaran
Untuk pengukuran kinerja perspektif pertumbuhan dan pembelajaran diukur dengan
menggunakan indikator Survey tingkat kepuasan kerja pegawai (TKKP), Survey tingkat
motivasi pegawai dan pemberdayaan pegawai (TMPP), Survey tingkat ketersediaan
system tehnologi informasi dan komunikasi serta (TKSI) dan peningkatan kuantitas dan
kualitas pegawai. Untuk variabel proses bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran, populasinya adalah seluruh pegawai dinas perhubungan Kab. Mandailing
Natal.
Defenisi Operasional
Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen strategis yang menerjemahkan
Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ke dalam kerangka operasional. Sistem manajemen
tersebut memandang unit organisasi dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
pelanggan,proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Indikator
Kinerja Utama (IKU)/Key Perfomance Indicator (KPI) adalah ukuran (tolak ukur) atau
indicator keberhasilan yang akan memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil
mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan.
Perspektif Keuangan (Financial) adalah perspektif yang berorientasi pada
keuangan (financial) dan perspektif yang digunakan oleh shareholder dalam rangka
melakukan penilaian kinerja oranisasi). Perspektif Pelanggan (Customer) adalah
perspektif yang berorientasi pada pelanggan karena merekalah pemakai produk/jasa yang
dihasilkan oleh organisasi. Perspektif ini dibaca oleh organisasi sebagai berikut : “apa
yang harus dicapai organisasi agar memenuhi keinginan customer atau apa yang
diinginkan customer untuk dipenuhi organisasi”. Perspektif Proses Bisnis Utama dalam
organisasi (Internal Business Process) adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam
organisasi untuk menciptakan produk/jasa dalam rangka memenuhi harapan pelanggan,
atau langsung kepada stakeholder bagi instansi sector public yang tidak memiliki
pelanggan.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (leraning and growth). Perspektif ini
adalah sudut pandang organisasi yang berfokus pada sumber daya internal organisasi.
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan dan
penguatan sumber daya organisasimelalui inovasi internal organisasi. Sasaran strategis
yang selanjutnya disingkat SS adalah pernyataan tentang apayang ingin dicapai (SS yang
bersifat outcome) atau apa yang ingin dilakukan (SS bersifat proses) atau apa yang
seharusnya kita miliki (SS bersifat input).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kabupaten Mandailing Natal
Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah otonom di Provinsi Sumatera
Utara. Kabupaten Mandailing Natal ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Tapanuli Selatan. Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1998, Kabupaten
Mandailing Natal yang dikenal dengan sebutan MADINA. Kabupaten Mandailing Natal
dalam konstelasi regional berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada
lokasi geografis 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°50'-100°10' Bujur Timur dengan
ketinggian 0–2.145 m di atas permukaan laut. Kabupaten ini merupakan bagian paling
selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera
Barat. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah batas bagian Utara berbatasan dengan
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
124
Kabupaten Tapanuli Selatan, batas bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang
Lawas, batas bagian Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat serta Batas
bagian Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia
Kabupaten dengan ibukota Panyabungan ini memiliki luas wilayah ± 6.620,70 km2
(662.069,00 Ha) atau 9,24% dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan
Muara Batang Gadis memiliki wilayah yang paling luas yakni 143.502 Ha (21,67%),
sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi memiliki wilayah yang paling kecil yakni
3.472,37 Ha (0,52%).
Gambaran Umum Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mandailing Natal Nomor 06 Tahun 2016
tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kabupaten Mandailig Natal dan Peraturan
Bupati Mandailing Natal Nomor 49 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal
maka dibentuklah Dinas Perhubungan sesuai dengan alasan dan diberi tugas untuk
melaksanakan Urusan Pemerintah Daerah di bidang Perhubungan berdasarkan azaz
otonomi dan tugas pembantuan. Dalam mengemban tugas tersebut Dinas Perhubungan
Kabupaten Mandailing Natal memiliki 2 (dua) UPT yaitu UPT Pengujian Kendaraan
Bermotor dan UPT Unit Kotanopan.
Perancangan Pengukuran Kinerja dengan BSC dengan Pembentukan Dashboard
Penentuan Ukuran Kinerja dan Sasaran Strategis BSC
Menurut Kaplan dan Norton (2000) keberhasilan penerapan BSC yang baik
seharusnya memiliki 2 (dua) ukuran yaitu ukuran hasil (outcomes measures atau Lagging
Indicator) dan ukuran pemicu kinerja (performance driver measure atau Leading
Indicator) yang sesuai dengan sasaran strategi yang akan dicapai. Ukuran hasil
merupakan cerminan dari pencapaian sasaran strategi, sedangkan ukuran pemicu kinerja
merupakan faktor pendorong ketercapaian ukuran hasil. Proses perumusan strategi
merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menemukan strategi yang tepat bagi
organisasi (Febrina, 2012).
Penentuan sasaran, ukuran pemicu dan ukuran hasil diperoleh melalui hasil diskusi
dengan para pemangku jabatan di Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal saat
penelitian ini dilakukan (April 2019). Dalam diskusi ini ada 10 Sasaran Strategis (SS) dan
17 Indkikator Kinerja Utama (IKU). Untuk lebih jelasnya ukuran-ukuran hasil dan
ukuran-ukuran pemicu kinerja dari empat perspektif BSC dapat dilihat pada Tabel 3.
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
125 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
Tabel 3. Ukuran Kinerja Pencapaian Strategi BSC Dinas Perhubungan
Kabupaten Mandailing Natal
Sumber :Renstra Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017-2021
Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indikator) = IKU
1 2 4
Keuangan (F)
1. Terwujudnya Value For Money (F.1) 1. Meningkatkan Ekonomis Anggaran (F.1.1.)
2. Meningkatkan Efektifitas Anggaran (F.2.1.) Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi
pendapatan (lebih efektif) per semester (F.2.1.)
3. Meningkatkan Efisiensi Anggaran (F.3.1.) Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan terhadap
anggaran pendapatan (lebih efisien) per semester (F.3.1.)
Pelanggan (C)
1. Peningkatan Kepuasan Masyarakat terhadap
pelayanan (C.1)
1. Meningkatnya Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM)
terhadap Dishub (C.1.1.)
Survey Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap
kualitas layanan Dinas Perhub setiap tahun anggaran
(C.1.1.)
2. Peningkatan Pelayanan Dishub (C.2) 1.
Proses Bisnis Internal (I)
1. 1.
2. Terwujudnya sarana dan prasarana perhubungan
yang layak dan berkualitas (I.2)
1. Meningkatnya realisasi Program Rehab dan
Pemeliharaan Prasarana dan Fasilitas LLAJ (I.2.1)
Kenaikan Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester (I.2.1)
2.
3. 1.
2
Pembelajaran dan Pertumbuhan (G)
1. Peningkatan Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) -
(G.1)
1. Meningkatnya Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di
dinas perhub (G.1.1.)
Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas
perhub pada semster I (G.1.1.)
2. 1.
3. Peningkatan Kemampuan Sistem Informasi
(TKSI) -(G.3)
1. Meningkatnya Kemampuan Sistem Informasi
(TKSI) di dinas perhub (G.3.1.)
Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di dinas
perhub pada semster I (G.3.1.)
4. Peningkatan Tingkat Kuantitas dan Kualitas
Pegawai (TK2P) - (G.4)
1. Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan
Disiplin Aparatur (G.4.1.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan
Disiplin Aparatur per semester (G.4.1.)
5. 2. Meningkatnya Realisasi Program Kapasitas Sumber
Daya Aparatur (G.4.2.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Kapasitas Sumber
Daya Aparatur per semester (G.4.2.)
6. 3. Meningkatnya Realisasi Program Mengikuti Hari-
hari Besar tertentu (G.4.3.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Mengikuti Hari-hari
Besar tertentu per semester (G.4.3.)
Peningkatan Motivasi Pegawai dan
Pemberdayaan Pegawai (TMPP) - (G.2)
Meningkatnya Motivasi Pegawai dan
Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas perhub
(G.2.1.)
Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan
Pegawai (TMPP) di dinas perhub pada semster I (G.2.1.)
Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan
Prasarana dan Fasilitas Perhubungan (I.3.2.)
Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan
Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per semester (I.3.2.)
Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur (I.2.2)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana
dan Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)
Peningkatan Kondisi Infrastruktur Perhubungan
(I.3)
Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan
Sarana dan Prasarana Perhubungan (I.3.1.)
Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan
Sarana dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)
Meningkatnya realisasi Program Peningkatan
Pelayanan Angkutan (C.2.2.)
Kenaikan Persentase realisasi Program Peningkatan
Pelayanan Angkutan di Dishub Kab. Madina per semester
(C.2.2.)
Peningkatan Standar Pelayanan Publik dengan
Implementasi SOP (I1)
Melaksanakan Implementasi SOP pada setiap unit
Pelayanan dengan baik (I.1.1)
Survey implementasi SOP sebagai indikator pelayanan
publik pada semester I (I.1.1)
Ukuran Hasil (Lag Indikator)
3
Kenaikan Persentase realisasi pengeluaran terhadap
anggaran pengeluaran (lebih Ekonomis) per semester
(F.1.1.)
Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan
Pelayanan Angkutan (C.2.1.)
Kenaikan Persentase realisasi Program Pelayanan
Administrasi Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri
wulan (C.2.1.)
No. Sasaran StrategisUkuran Strategis
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
126
Penentuan Target
Target adalah standar minimal pencapaian kinerja yang ditetapkan oleh suatu
organisasi untuk periode tertentu atau dengan kata lain suatu perencanaan kegiatan yang
ingin dicapai guna mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.Penetapan target oleh
Dinas Perhubungan berdasarkan keempat perspektif pada Balanced Scorecard adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. Ukuran Kinerja Pencapaian Strategi BSC Dinas Perhubungan
Kabupaten Mandailing Natal
Sumber :Renstra Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017-2021
1 2 4 6
Keuangan (F)
1. Terwujudnya Value For Money (F.1) 1. Meningkatkan Nilai Ekonomis Anggaran per semester
(F.1.1.)
95
2. Meningkatkan Nilai Efektifitas Anggaran per semester
(F.2.1.)
Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan terhadap anggaran
pendapatan (tingkat efektivitas) per semester (F.1.2.)
95
3. Meningkatkan Nilai Efisiensi Anggaran per semester
(F.3.1.)
Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi
pendapatan (tingkat efisiensi) per semester (F.1.3.)
90
Pelanggan (C)
1. Peningkatan Kepuasan Masyarakat terhadap
pelayanan (C.1)
1. Meningkatnya Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM)
terhadap Unit Layanan Dishub setiap tahun anggaran
(C.1.1.)
Survey Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) terhadap kualitas
layanan Dinas Perhub setiap tahun anggaran (C.1.1.)
85
1. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Izin Trayek 1. Survey IKM Pelayanan Izin Trayek 85
2. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Retribusi Parkir 2. Survey IKM Pelayanan Retribusi Parkir 85
3. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Retribusi Terminal 3. Survey IKM Pelayanan Retribusi Terminal 85
4. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Pengujian
Kendaraan Bermotor (PKB)
4. Survey IKM Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) 85
5. Meningkatnya Nilai IKM Pelayanan Lalu Lintas 5. Survey IKM Pelayanan Lalu Lintas 85
2. Peningkatan Pelayanan Dishub (C.2) 1. 100
2. 25
Proses Bisnis Internal (I)
1. 1. 85
2. Terwujudnya sarana dan prasarana perhubungan
yang layak dan berkualitas (I.2)
1. Meningkatnya realisasi Program Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester
(I.2.1)
Kenaikan Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ per semester (I.2.1)
25
2. 100
3. 1. 100
2 25
Pembelajaran dan Pertumbuhan (G)
1. Peningkatan Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) - (G.1) 1. Meningkatnya Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP)
di dinas perhub pada semster I (G.1.1.)
Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas perhub
pada semster I (G.1.1.)
85
2. 1. 85
3. Peningkatan Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) -
(G.3)
1. Meningkatnya Tingkat Kemampuan Sistem Informasi
(TKSI) di dinas perhub pada semster I (G.3.1.)
Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di dinas
perhub pada semster I (G.3.1.)
85
4. Peningkatan Tingkat Kuantitas dan Kualitas Pegawai
(TK2P) - (G.4)
1. Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan Disiplin
Aparatur per semester (G.4.1.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Disiplin
Aparatur per semester (G.4.1.)
100
5. 2. Meningkatnya Realisasi Program Kapasitas Sumber
Daya Aparatur per semester (G.4.2.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Kapasitas Sumber Daya
Aparatur per semester (G.4.2.)
100
6. 3. MeningkatnyaRealisasi Program Mengikuti Hari-hari
Besar tertentu per semester (G.4.3.)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Mengikuti Hari-hari Besar
tertentu per semester (G.4.3.)
100
3
Kenaikan Persentase realisasi pengeluaran/belanja terhadap
anggaran pengeluaran/belanja (tingkat ekonomis) per semester
(F.1.1.)
Meningkatnya Realisasi Program Pelayanan
Administrasi Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri
wulan (C.2.1.)
Kenaikan Persentase realisasi Program Pelayanan Administrasi
Perkantoran di Dishub Kab. Madina per tri wulan (C.2.1.)
Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan
Pelayanan Angkutan di Dishub Kab. Madina per
semester (C.2.2.)
Kenaikan Persentase realisasi Program Peningkatan Pelayanan
Angkutan di Dishub Kab. Madina per semester (C.2.2.)
Peningkatan Standar Pelayanan Publik dengan
Implementasi SOP (I1)
Melaksanakan Implementasi SOP sebagai indikator
pelayanan publik pada semester I (I.1.1)
Survey implementasi SOP sebagai indikator pelayanan publik pada
semester I (I.1.1)
Meningkatnya Realisasi Program Peningkatan Sarana
dan Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)
Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana Aparatur per semester (I.2.2)
Peningkatan Kondisi Infrastruktur Perhubungan
(I.3)
Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan Sarana
dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)
Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan Sarana dan
Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.)
TA. 2018
Peningkatan Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan
Pegawai (TMPP) - (G.2)
Meningkatnya Tingkat Motivasi Pegawai dan
Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas perhub pada
semster I (G.2.1.)
Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan Pegawai
(TMPP) di dinas perhub pada semster I (G.2.1.)
Meningkatnya Realisasi Program Pembangunan
Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per semester
(I.3.2.)
Kenaikan persentase Realisasi Program Pembangunan Prasarana
dan Fasilitas Perhubungan per semester (I.3.2.)
Target
Pencapaian
No. Sasaran StrategisUkuran Hasil (Lag Indikator) Ukuran Pemacu Kinerja (Lead Indikator) = IKU
Ukuran Strategis
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
127 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
Penyusunan Struktur AHP (Pembobotan dengan Metode Pairwise Comparisons)
Berdasarkan hasil penelitian pengukuran kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten
Mandailing Natal dengan pendekatan balanced scorecard yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan maka dihasilkan 10 sasaran strategis dan 17 indikator kinerja utama. Setelah
perspektif, sasaran strategis dan indikator kinerja utama diperoleh, selanjutnya
menentukan tingkat prioritas. Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas dalam
pengukuran kinerja berbasis balanced scorecard pada Dinas Perhubungan Kabupaten
Mandailing Natal dilakukan dengan menggunakan proses hiraraki analitik (AHP).
Susunan hirarki AHP yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hierarki Sistem Pengukuran Kinerja Dinas Perhubungan Kabupaten
Mandailing Natal dengan Pendekatan BSC dan AHP
Sumber :Data Penelitian Diolah (2019)
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
128
Tujuan utama dari struktur hirarki pada penelitian ini yaitu sistem pengukuran
kinerja Dinas Perhubungan dengan pendekatan balanced scorecard. Level kedua dari
struktur hirarki yang dibangun yaitu kriteria. Dari hasil AHP yang telah dikonversi,
digunakan sebagai bobot dalam mengukur kinerja dari Dinas Perhubungan dengan
pendekatan balanced scorecard. Tingkat prioritas perspektif dapat dilihat pada informasi
yang tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Prioritas Perspektif, Sasaran Strategis (SS) dan Indikator
Kinerja Utama (IKU) pada Dinas Perhubungan
Sumber :Data Penelitian Diolah (2019)
Hasil pembobotan dengan menggunakan AHP, menunjukkan bahwa perspektif
prioritas pertama adalah perspektif pelanggan dengan bobot sebesar 0.557, kemudian
prioritas kedua adalah perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273, prioritas ketiga
adalah perspektif proses bisnis internal dengan bobot sebesar 0.087, dan prioritas keempat
adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot sebesar 0.083.
Peta Strategis Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal
Pembobotan perspektif menggunakan paired comparison merupakan dasar untuk
menyusun peta strategis. Penyusunan peta strategi disusun secara hierarki dimulai dari
129
129 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
bobot yang paling rendah yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot
sebesar 0.083 dan perspektif proses bisnis internal dengan bobot sebesar 0.087, kemudian
perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273 dan perspektif yang paling tertinggi
yang menjadi tujuan Dinas Perhubungan adalah perspektif pelanggan dengan bobot
sebesar 0.205. Peta strategi Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Peta strategi Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal
Sumber : Data Penelitian Diolah (2019)
Hasil Pengukuran Kinerja pada Dinas Perhubungan Kabupaten mandailing Natal
Tahun 2018 berbasis BSC
Berdasarkan hasil perhitungan kinerja berbasis BSC, diperoleh hasil keseluruhan
dari masing-masing perspektif Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal yaitu 71.97%
dengan interpretasi warna merah atau berada pada kategori rendah/kurang baik seperti
yang tersaji pada Tabel Tabel 6. dibawah ini.
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
130
Tabel 6. Hasil nilai Pengukuran Kinerja keseluruhan perspektif Dinas
Perhubungan Kab. Mandailing Natal Tahun 2018
Berdasarkan Tabel 6. tersebut menunjukkan nilai kinerja keseluruhan yang
diakumulasikan dari nilai kinerja empat perspektif BSC yaitu sebesar 71.97% atau masuk
dalam kategori rendah atau kurang baik (Sirait et al, 2010). Pada Dinas Perhubungan Kab.
Mandailing Natal ada 10 sasaran strategis yang ditetapkan, yang berstatus merah yang
menandakan kinerja kurang baik sebanyak 5 sasaran strategis, berstatus kuning yang
menandakan kinerja cukup baik sebanyak 5 sasaran strategis, sedangkan yang berstatus
hijau yang artinya kinerja baik tidak ada. Kemudian pada Indikator Kinerja Utama (IKU)
yang dihasilkan yang berstatus merah sebanyak 6 IKU, IKU berstatus kuning sebanyak 9
dan IKU yang berstatus hijau sebanyak 2. Rendahnya skor kinerja Dinas Perhubungan
Kab. Mandailing Natal Tahun 2018 dipengaruhi oleh nilai kinerja perspektif keuangan
yang hanya mencapai 71.97% (status merah), kemudian nilai kinerja dari perspektif
pelanggan yang hanya mempunyai skor 70,22% (status merah), sedangkan nilai kinerja
dari perspektif proses bisnis internal mempunyai skor 75.72% (status merah) dan nilai
kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mempunyai skor 85.48% (status
kuning).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa nilai kinerja perspektif yang paling tinggi
adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil pengukuran kinerja ini tidak
sinkron dengan hasil pembobotan dengan AHP, dimana seharusnya yang menjadi
prioritas dalam mencapai Visi dan Misi Dinas Perhubungan adalah Perspektif pelanggan
yang memiliki bobot 0.557. Artinya bahwa perspektif pelanggan mempunyai pengaruh
paling tinggi sebesar 55,7% terhadap pengukuran kinerja Dinas Perhubungan dibanding
dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang memiliki bobot 0.083 atau
pengaruhnya terhadap kinerja Dinas Perhubungan hanya sebesar 8,3%. Dari hasil ini
Dinas Perhubungan harus mampu menetapkan prioritas program dan kegiatan yang perlu
dibiayai untuk memberikan hasil (output) yang berdampak besar bagi pencapaian tujuan
oraganisasi (outcome). Dengan demikian diharapkan bahwa program atau kegiatan
tersebut dijalankan sesuai rencana, maka tujuan organisai dapat tercapai. Dinas
Perhubungan harus belajar merencanakan dan menganggarkan apa yang dibutuhkan
(need) bukan apa yang diinginkan (want). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Atun dalam
Mardiasmo (2018) bahwa “Priorities should be set so as to achieve value for money, by
allocating resources to effective intervensions and their efficient delivery, but also to
ensure equity and responsiveness to realize value for money”.
131
131 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
KESIMPULAN
Rancangan sistem pengukuran kinerja berbasis BSC pada Dinas Perhubungan Kab.
Mandailing Natal menghasilkan 10 sasaran strategis dan 17 Indikator Kinerja Utama
(IKU). Hasil perhitungan AHP adalah perspektif pelanggan dengan bobot sebesar 0.557,
perspektif keuangan dengan bobot sebesar 0.273, perspektif proses bisnis internal dengan
bobot sebesar 0.087 dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot sebesar
0.083. Artinya untuk meningkatkan kinerja Dinas Perhubungan yang memberikan
pengaruh terbesar adalah perspektif pelanggan sebesar 55.7%. Rancangan peta strategis
dilakukan secara hierarki dimulai dari bobot yang paling rendah yaitu perspektif
pertumbuhan pembelajaran dan perspektif proses bisnis internal, kemudian perspektif
keuangan hingga yang paling tinggi yaitu perspektif pelanggan.
Hasil pengukuran kinerja Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal tahun 2018
berbasis BSC secara keseluruhan mencapai 71.97% nilai tersebut berada pada kategori
kurang baik (rendah) dan diekspresikan dengan warna merah. Skor kinerja tertinggi
adalah perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 85.48% dengan ekspresi warna
kuning (kinerja cukup baik=sedang), kemudian skor kinerja perspektif proses bisnis
internal 75.72% dengan ekspresi warna merah (kurang baik=rendah), kemudian
perspektif keuangan 70.24% dengan ekspresi warna merah (kurang baik=rendah) dan
skor kinerja yang paling rendah adalah perspektif pelanggan 70.22% dengan ekspresi
warna merah (kurang baik=rendah).
Saran
Untuk Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal agar Program/Kegiatan lebih
fokus dan konsisten terhadap pencapaian tujuan organisasi dan target yang ditetapkan.
Sebaiknya Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal perlu memprioritaskan perbaikan
kinerja pada perspektif pelanggan, karena perspektif ini merupakan yang paling
berpengaruh terhadap kinerja (55.7%) dibandingkan perspektif lainnya. Pada perspektif
keuangan (kinerja=kurang baik) sebaiknya Dinas Perhubungan Kab. Mandailing Natal
memprioritaskan perbaikan kinerja pada IKU Kenaikan Persentase realiasasi pendapatan
terhadap anggaran pendapatan (tingkat efektivitas) per semester (F.1.2.) dan IKU
Kenaikan Persentase realiasasi belanja terhadap realisasi pendapatan (tingkat efisiensi)
per semester (F.1.3.).
Pada perspektif proses bisnis internal (kinerja=kurang baik) pada IKU Survey
implementasi SOP sebagai indikator pelayanan publik pada semester I (I.1.1), Kenaikan
Persentase realisasi Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Prasarana Fasilitas LLAJ
per semester (I.2.1), Kenaikan Persentase Realisasi Program Peningkatan Sarana dan
Prasarana Aparatur per semester (I.2.2), Kenaikan persentase Realisasi Program
Pembangunan Sarana dan Prasarana Perhubungan per semester (I.3.1.) dan Kenaikan
persentase Realisasi Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan per
semester (I.3.2.). Pada perspektif pembelajaran (kinerja=baik) sebaiknya Dinas
Perhubungan Kab. Mandailing Natal memprioritaskan perbaikan kinerja pada IKU
Survey Tingkat Kepuasaan Kerja Pegawai (TKKP) di dinas perhub pada semster I
(G.1.1.), Survey Tingkat Motivasi Pegawai dan Pemberdayaan Pegawai (TMPP) di dinas
perhub pada semster I (G.2.1.), Survey Tingkat Kemampuan Sistem Informasi (TKSI) di
dinas perhub pada semster I (G.3.1.), Kenaikan Persentase Realisasi Program
Peningkatan Disiplin Aparatur per semester (G.4.1.), dan Kenaikan Persentase Realisasi
Program Kapasitas Sumber Daya Aparatur per semester (G.4.2.).
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
132
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yunita; Puranto, Hendra. 2010. Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan
APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga.
Jakarta
Febrina M. 2012. Perancangan balanced scorecard sebagai alat untuk review strategi
perusahaan (Studi kasus pada PT “SPB” di Surabaya). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi. 1(1):97-102.
Hood, Christopher; New Public Management; International Encyclopedia of the Social
and Behavioural Science.
Kaplan, Robert S. & David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard: MenetapkanStrategi
Menjadi Aksi. Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo, 2018. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
.2002.Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta: Yogyakarta. Mardiasmo.
.2002. Otonomi & Keuangan Daerah”. Penerbit Andi:Yogyakarta.
.2002.Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian
Daerah. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Mahmudi.2015. Manajemen Kinerja Sektor Pubik; UPP STIM YKPN.
.2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Mahsun,
Mohammad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
Mahsun, Mohamad. 2016. Pengukuran Kinerja Sektor Publik; BPFE-Yogyakarta.
Mulyadi. (2018). Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced
Scorecard : UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Niven, Paul R. (2003). Balanced Scorecard: Step – By – Step for Government and
Nonprofit Agencies. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Dinar Santi , Gita . 2010. Analisis Pengukuran Kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Tesis.
Fakultas Ekonomi-Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Kekhususan :
Ekonomi Keuangan Negara Dan Daerah-UI. Jakarta.
Fakhrina, Zainati. 2017. Evaluasi Implementasi Balanced Scorecard Pada Departemen
Manajemen IPB Sebagai Unit Pendidikan Berbasis Kinerja-Pascasarjana Institut
Pertanian. Bogor.
Indraningsih. 2010. Pengukuran Kinerja Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa
Barat Di Jakarta Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Tesis. Fakultas
Ekonomi-Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Kekhususan : Ekonomi
Keuangan Negara Dan Daerah-UI. Jakarta.
Hartati. 2012. Pengukuran Kinerja RSUD Dr. Moewardi Surakarta Dengan Metode
Balanced Scorecard. Tesis. Fakultas Ekonomi-Magister Perencanaan Dan
Kebijakan Publik Kekhususan : Ekonomi Keuangan Negara Dan Daerah-UI.
Jakarta.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
133
133 Volume 22 No. 2 Agustus 2019
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010–2025.
PermenpanNomor 09/M.PAN/05/2007 tentang Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja
Utama di lingkungan Instansi Pemerintah dan Permenpan Nomor
20/M.PAN/11/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Nomor 29 tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan PenetapanKinerja Dan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara MenPAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pembobotan Perspektif BSC Dinas Perhubungan Kab. Mandailing
Natal
Heriyanti Tampubolon, Sri Muljaningsih dan Setyo Tri Wahyudi
Pengukuran Kinerja Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mandailing Natal Berbasis Balanced Scorecard
134
Lampiran 2. Hasil Pengukuran Kinerja berdasarkan perspektif BSC Dinas Perhubungan
Kab. Mandailing Natal
Top Related