Pengertian Penginderaan Jauh
Definisi Penginderaan Jauh beraneka ragam yang umumnya akan terkait dengan
pemanfaatan alat tersebut untuk membantu aktivitas kerja atau penelitian. Berikut ini
beberapa definisi penginderaan jauh yang kami rangkum dari buku “Penginderaan Jauh”
karya Prof. Dr. Sutanto.
Remote sensing is the science and art of obtaining information about an object, area,
or phenomenon through the analysis of data acquired by a device that is not in contact with
the object, area, or phenomenon under investigations (Lillesand dan Keifer, 1979).
Remote Sensing (penginderaan Jauh) adalah Ilmu pengetahuan dan seni dalam
memperoleh informasi tentang suatu obyek, area, gejala melalui analisis data yang diperoleh
dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, area, gejala yang diamati. (Kiefer, 1994)
Remote sensing refers to the variety of techniques that have been depeloped for acquisition
an analysis of information about the earth. This information is typically in the form of
electromagnetic radiation that has either been reflected or emitted from the earth surface
(Lindgren, 1985).
Pada umumnya sensor sebagai alat pengindera dipasang pada wahana (platform)
berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik, atau wahana lainnya. Obyek yang
diindera adalah obyek di permukaan bumi, dirgantara, atau antariksa. Proses penginderaan
dilakukan dari jarak jauh sehingga sistem ini disebut sebagai penginderaan jauh.
Sensor dipasang pada lokasi yang berada jauh dari obyek yang diindera . Oleh karena
itu, agar sistem dapat bekerja diperlukan tenaga yang dipancarkan atau dipantulkan oleh
obyek tersebut. Antara tenaga dan obyek yang diindera terjadi interaksi. Masing-masing
obyek memiliki karakteristik tersendiri dalam merespon tenaga yang mengenainya, misalnya
air menyerap sinar banyak dan hanya memantulkan sinar sedikit. Sebaliknya, batuan karbonat
atau salju menyerap sinar sedikit dan memantulkan sinar lebih banyak.
Interaksi antara tenaga dengan obyek direkam oleh sensor. Perekaman menggunakan
kamera atau alat perekam lainnya. Hasil rekaman ini disebut data penginderaan jauh. Data
penginderaan jauh harus diterjemahkan menjadi informasi tentang obyek, daerah, atau gejala
yang diindera. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi
data.
Penginderaan jauh didefinisikan pula sebagai teknik yang dikembangkan untuk
perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.
Berbeda dengan Lillesand dan Kiefer yang memandang penginderaan jauh sebagai
ilmu dan teknik, Lindgren memandangnya sebagai teknik, yaitu teknik untuk perolehan dan
analisis informasi tentang bumi. Sasaran yang terletak di permukaan bumi tentu saja meliputi
sasaran hingga kedalaman tertentu, tidak hanya yang tampak langsung di atasnya. Demikian
pula halnya dengan sasaran yang berupa atmosfer. Bulan dan planet lain pun telah menjadi
sasaran penginderaan jauh sejak dasawarsa 1960-an.
Definisi Citra
Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi
citra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra
menurut Hornby (1974; dalam Sutanto, 1992) yang dapat ditelaah menjadi lima, berikut ini
tiga di antaranya:
1) Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.
2) Mental pictures or idea, concept of something or someone.
3) Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera.
Citra penginderaan jauh termasuk dalam pengertian yang ke-tiga menurut Hornby.
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya.
Simonett et al. (1983) mengutarakan dua pengertian tentang citra yaitu:
1) The counterpart of an object produced by the reflection or refraction of light when
focused by a lens or a mirror.
2) The recorded representation (commonly as a photo image) of object produced by
optical, electro-optical, optical mechanical, or electrical means. It is generally used when the
EMR emitted or reflected from a scene is not directly recorded on film.
Di dalam Bahasa Inggris ada dua istilah yang masing-masing diterjemahkan dengan
citra, yaitu image dan imagery. Berikut ini dikemukakan batasan kedua istilah tersebut
menurut Ford (1979; dalam Sutanto, 1992).
1) Image is representation of an object or scene; an image is usually a map, picture, or
photograph.
2) Imagery is visual representation of energy recorded by remote sensing instrument.
Bila kita berpegang pada batasan ini maka penggunaan istilah image bagi citra
penginderaan jauh tidak salah, akan tetapi penggunaan istilah imagery akan lebih benar.
Berbagai pustaka dalam bahasa Inggris, baik istilah image maupun imagery sama-sama
sering digunakan.
INTERPRETASI DATA HASIL PENGINDERAAN JAUH
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi obyek serta menilai arti pentingnya obyek tersebut.
Berikut ini definisi menurut Estes dan Simonett (1975; dalam Sutanto, 1992):
Image interpretation is defined as the act of examining photographs and or images for
the purpose of identifying object and judging their significance.
Penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk
mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra.
Penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan
menerjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan
disiplin ilmu lainnya.
Ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek melalui
citra / foto udara, yaitu:
1.Deteksi, ialah pengamatan adanya suatu obyek.
2.Identifikasi, ialah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup
3.Analisis, Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut mengenai obyek
tersebut.
Deteksi berarti penentuan ada atau tidak adanya sesuatu obyek pada citra, merupakan
tahap awal dalam interpretasi citra. Keterangan yang diperoleh pada tahap deteksi bersifat
global. Keterangan yang diperoleh pada tahap interpretasi selanjutnya, yaitu pada tahap
identifikasi, bersifat setengah rinci. Keterangan rinci diperoleh dari tahap akhir interpretasi,
yaitu tahap analisis (Lintz dan Simonett, 1976).
Lo (1976), menyimpulkan pendapat Vink, mengemukakan bahwa pada dasarnya
kegiatan interpretasi citra terdiri atas dua tingkat, yaitu pengenalan obyek melalui proses
deteksi dan identifikasi, dan penilaian pentingnya obyek yang telah dikenali tersebut. Tingkat
pertama berarti perolehan data, sedang tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data.
Komputer hanya bisa melakukan upaya tingkat pertama sedangkan tingkat kedua harus
dilakukan oleh orang yang memiliki bekal ilmu pengetahuan cukup memadai pada disiplin
tertentu.
KLASIFIKASI CITRA
Sensor dalam kaitannya dengan penginderaan jauh merekam tenaga yang dipantulkan
atau dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi. Rekaman tenaga ini setelah diproses
membuahkan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh dapat berupa data digital atau
data numerik untuk keperluan analisis menggunakan komputer. Produk lainnya dapat berupa
data visual yang umumnya dianalisis secara manual. Data visual dibedakan lebih jauh atas
data citra dan data noncitra. Data citra berupa gambaran yang mirip ujud aslinya atau paling
tidak berupa gambaran planimetrik. Data noncitra pada umumnya berupa garis atau grafik.
Sebagai contoh data noncitra ialah grafik yang mencerminkan beda suhu yang direkam di
sepanjang daerah penginderaan. Penginderaan jauh yang tidak menggunakan tenaga
elektromagnetik, contoh data noncitra antara lain berupa grafik yang menggambarkan
gravitasi maupun daya magnetik di sepanjang daerah penginderaan.
Citra dapat dibedakan atas citra foto (photographic image) atau foto udara dan citra
nonfoto (non photographic image).
PERBEDAAN CITRA FOTO DAN CITRA NONFOTO
CITRA FOTO
Citra foto dapat dibedakan berdasarkan
(1) spektrum elektromagnetik yang digunakan
(2) sumbu kamera
(3) sudut liputan kamera
(4) jenis kamera,
(5) warna yang digunakan, dan
(6) sistem wahana dan penginderaannya
Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
1.Foto ultraviolet, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet.
Spektrum ultraviolet yang dapat digunakan untuk pemotretan hingga saat ini ialah spektrum
ultraviolet dekat hingga panjang gelombang 0,29 μm.
2.Foto ortokromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari
saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 μm – 0,56 μm).
3.Foto pankromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum tampak
4.Foto inframerah asli (true infrared photo), yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan
spektrum inframerah dekat hingga panjang gelombang 0,9 μm dan hingga 1,2 μm untuk film
inframerah dekat yang dibuat secara khusus.
5.Foto inframerah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan spektrum inframerah dekat
dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan sebagian saluran hijau.
Foto pankromatik merupakan foto yang paling banyak digunakan dalam penginderaan jauh
sistem fotografik. Foto ini telah dikembangkan paling lama, harganya lebih murah bila
dibandingkan harga foto lain, dan lebih banyak orang yang telah terbiasa menggunakan foto
jenis ini.
Sumbu Kamera
Foto udara dapat pula dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi, yaitu:
1. Foto vertikal, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap
permukaan bumi.
2. Foto condong, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis
tegak lurus ke permukaan bumi. Sudut ini umumnya sebesar 10º atau lebih besar. Apabila
sudut condongnya berkisar antara 1º - 4º, foto yang dihasilkan masih dapat digolongkan
sebagai foto vertikal.
Foto condong dibedakan lebih lanjut menjadi:
a) Foto sangat condong (high oblique photograph), yaitu bila pada foto tampak cakrawalanya.
b) Foto agak condong (low oblique photograph), yaitu bila cakrawala tidak tergambar pada
foto.
Sudut Liputan Kamera
Paine (1981; dalam Sutanto, 1992) membedakan citra foto berdasarkan sudut liputan (angular
coverage) kamera menjadi empat jenis:
1. Sudut kecil (narrow angle) dengan sudut <60º
2. Sudut normal (normal angle) dengan sudut 60º - 75º
3. Sudut lebar (wide angle) dengan sudut 75º - 100º
4. Sudut sangat lebar (superwide angle) dengan sudut > 100º
Warna yang digunakan
Berdasarkan warna yang digunakan, foto berwarna dibedakan menjadi:
1.Foto berwarna semu (false color) atau foto inframerah berwarna. Pada foto berwarna semu,
warna obyek tidak sama dengan warna foto. Obyek seperti vegetasi yang berwarna hijau dan
banyak memantulkan spektrum inframerah akan tampak merah pada foto.
2.Foto warna asli (true color), yaitu foto pankromatik berwarna.
Sistem Wahana
Ada dua jenis foto yang dibedakan berdasarkan wahana yang digunakan, yaitu:
1.Foto udara, yaitu foto yang dibuat dari pesawat udara atau dari balon.
2.Foto satelit atau foto orbital, yaitu foto yang dibuat dari satelit.
CITRA NONFOTO
Posted on 04:18 by Jurnal Geologi
Citra nonfoto dibedakan berdasarkan:
(1) spektrum elektromagnetik yang digunakan,
(2) sensor yang digunakan,
(3) wahana yang digunakan.
Spektrum Elektromagnetik
Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan, citra nonfoto
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Citra inframerah termal, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum inframerah termal.
Jendela atmosfir yang digunakan ialah saluran dengan panjang gelombang (3,5 – 5,5) μm, (8
– 14) μm, dan sekitar 18 μm. Penginderaan pada jenis spektrum ini mengacu kepada beda
suhu obyek dan daya pancarnya yang pada citra tercermin melalui beda rona atau beda
warna.
2. Citra radar dan citra gelombang mikro, yaitu citra yang dibuat dengan spektrum
gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil penginderaan dengan sistem aktif yaitu
dengan sumber tenaga buatan, sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif
yaitu dengan menggunakan sumber tenaga alamiah.
Meskipun citra nonfoto juga ada yang menggunakan spektrum tampak, citra yang dihasilkan
tidak disebut citra tampak. Citra tersebut lebih sering disebut berdasarkan sensornya atau
wahananya, misalnya citra RBV, citra MSS, dan citra lainnya.
Sensor
Berdasarkan sensor yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi:
1. Citra tunggal, yaitu citra yang dibuat dengan sensor tunggal.
2. Citra multispektral, yaitu citra yang dibuat dengan saluran jamak. Berbeda dengan citra
tunggal yang umumnya dibuat dengan saluran lebar, citra multispektral dibuat dengan saluran
sempit. Citra multispektral pada citra Landsat sering dibedakan menjadi:
a) Citra Return Beam Vidicom atau citra RBV, yaitu citra yang dibuat dengan kamera Return
Beam Vidicom pada Landsat-1 dan Landsat-2. Meskipun berupa kamera, hasilnya bukan
berupa foto karena detektornya bukan film dan prosesnya bukan fotografik, melainkan
elektronik. Jenis ini beroperasi dengan spektrum tampak. Citra RBV pada Landsat-3 bukan
lagi berupa citra multispektral, melainkan citra ganda.
b) Citra Multispectral Scanner atau citra MSS, yaitu citra yang dibuat dengan MSS sebagai
sensornya. Sistem ini dapat beroperasi dengan spektrum tampak maupun spektrum lainnya,
misalnya spektrum inframerah termal. Di samping citra MSS, Landsat juga ada citra MSS
yang dibuat dari pesawat udara.
Wahana
Berdasarkan wahana yang digunakan, citra nonfoto dibedakan menjadi:
1. Citra dirgantara (airborne image), yaitu citra yang dibuat dengan wahana yang beroperasi
di udara atau dirgantara. Misalnya citra inframerah termal, citra radar, dan citra MSS yang
dibuat dari udara. Istilah citra dirgantara jarang sekali digunakan.
2. Citra satelit (satellite/spaceborne image), yaitu citra yang dibuat dari antariksa atau
angkasa luar. Citra satelit dibedakan lebih jauh berdasarkan penggunaan utamanya, yaitu:
a) Citra satelit untuk penginderaan planet, misalnya citra satelit Ranger (AS), citra satelit
Viking (AS), citra satelit Luna (Rusia), dan citra satelit Venera (Rusia).
b) Citra satelit untuk penginderaan cuaca, misalnya citra NOAA (AS), dan citra Meteor
(Rusia).
c) Citra satelit untuk penginderaan sumber daya bumi, misalnya citra Landsat (AS), citra
Soyus (Rusia), dan citra Spot yang diorbitkan oleh Perancis pada tahun 1986.
d) Citra satelit untuk penginderaan laut, misalnya citra Seasat (AS), dan citra MOS (Jepang)
yang diorbitkan pada tahun 1986.
UNSUR INTERPRETASI CITRA
Posted on 04:24 by Jurnal Geologi
Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan:
1. Rona atau warna
2. Ukuran
3. Bentuk
4. Tekstur
5. Pola
6. Tinggi
7. Bayangan
8. Situs
9. Asosiasi
Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarkis dan
disajikan pada Gambar:
Rona dan Warna
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek
pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi
dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan
panjang gelombang (0,4 – 0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian
disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih
sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila
hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm,
atau (0,6 – 0,7) μm. Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan
warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna kuning
Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat
kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah,
kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes
et al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000
warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih
mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih. Pernyataan yang
senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada citra yang menggunakan
spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan
spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong
orang untuk menciptakan citra multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna
dalam pengenalan obyek. Tiap obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau
warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk
memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola,
ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.
BENTUK
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek
(Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona
sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan
termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling
mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan
rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape
ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur yang
bentuknya lebih rinci.
Contoh shape atau bentuk luar:
- Bentuk bumi bulat
- Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.
Contoh form atau bentuk rinci:
- Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat berbagai bentuk relief atau bentuk lahan seperti
gunungapi, dataran pantai, tanggul alam, dsb.
- Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan.
Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk
wilayah kita berupa himpunan pulau-pulau.
Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang
penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memudahkan pengenalan obyek pada citra.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk
- Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang
- Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk
bambu berbentuk bulu-bulu
- Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial seperti segi tiga yang alasnya
cembung
- Batuan resisten membentuk topografi kasar dengan lereng terjal bila pengikisannya telah
berlangsung lanjut
- Bekas meander sungai yang terpotong dapat dikenali sebagai bagian rendah yang berbentuk
tapal kuda
UKURAN
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran
obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai
unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.
Contoh pengenalan obyek berdasarka ukuran:
- Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri.
Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.
- Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh
ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi
lapangan tennis, dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
- Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya.
Volume kayu bisa ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya,
dan diameter batang pohon.
TEKSTUR
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau
pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual
(Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-
belang.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
- Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
- Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan
bertekstur kasar .
- Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
POLA
Pola, tinggi, dan bayangan pada Gambar 1 dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier.
Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan
tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang
menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
Contoh:
- Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis
menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang
sehingga pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau
jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola
aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan
endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981)
- Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran
dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.
- Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau
vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
BAYANGAN
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek
atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau
kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci
pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
Contoh:
- Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari
bayangannya.
- Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1:
5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
- Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
SITUS
Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi
pada Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam
kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:
- Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett, 1975). Di dalam
pengertian ini, Monkhouse (1974) menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik)
terhadap wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya.
Oleh van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat
kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim
yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.
- Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu
obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini
oleh van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat
terhadap daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh
faktor situs, seperti:
(1) beda tinggi,
(2) kecuraman lereng,
(3) keterbukaan terhadap sinar,
(4) keterbukaan terhadap angin, dan
(5) ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan
lainnya.
Contoh:
- Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma
tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila
tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto
tersebut mungkin sekali nipah.
- Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air
yang baik.
- Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di
sepanjang tepi jalan.
AS0SIASI
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain.
Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk
bagi adanya obyek lain.
Contoh:
- Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan
ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang
situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan
gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang
tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
- Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu
(bercabang).
- Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta
bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan
olah raga. Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di
dekatnya.
TEKNIK INTERPRETASI CITRA
Posted on 12:35 by Jurnal Geologi
Teknik adalah alat khusus untuk melaksanakan metode. Teknik dapat pula diartikan sebagai
cara melakukan sesuatu secara ilmiah. Teknik interpretasi citra dimaksudkan sebagai alat atau
cara khusus untuk melaksanakan metode penginderaan jauh. Teknik juga merupakan cara
untuk melaksanakan sesuatu secara ilmiah. Sesuatu itu tidak lain ialah interpretasi citra.
Bahwa interpretasi citra dilakukan secara ilmiah, kiranya tidak perlu diragukan lagi.
Interpretasi citra dilakukan dengan metode dan teknik tertentu, berlandaskan teori tertentu
pula. Mungkin kadang-kadang ada orang yang menyebutnya sebagai dugaan, akan tetapi
berupa dugaan ilmiah (scientific guess)
Teknik interpretasi citra antara lain dengan:
1. Data acuan
2. Kunci Interpretasi Citra
3. Penanganan Data
4. Pengamatan Stereoskopik
5. Metode Pengkajian
6. Penerapan Konsep Multi
(Klik setiap teknik untuk tahu lebih lanjut)
TEKNIK INTERPRETASI CITRA - PENANGANAN DATA
Posted on 12:53 by Jurnal Geologi
Citra dapat berbentuk kertas cetakan atau transparansi yang juga semakin banyak digunakan.
Transparansi dapat berujud lembaran tunggal maupun gulungan. Dalam menanganinya perlu
berhati-hati jangan sampai menimbulkan goresan atau bahkan penghapusan padanya. Untuk
transparansi gulungan lebih mudah penanganannya, akan tetapi terhadap yang lembaran perlu
lebih berhati-hati, baik lembaran transparansi maupun lembaran kertas cetak.
Banyak citra beragam jenis, skala, atau saat perekaman digunakan secara bersamaan untuk
meningkatkan hasil interpretasinya. Dengan demikian sering banyak citra yang dihadapi oleh
penafsir citra. Penafsir citra yang berpengalaman pun belum tentu memperhatikan cara
penanganan data, karena ia mungkin lebih tertarik pada interpretasinya. Hal demikian tentu
saja tidak baik untuk kemudahan dalam menyimpan dan mencari kembali, dan untuk
keawetan citra.
Cara sederhana untuk mengatur citra dengan baik ialah
(1) menyusun citra tiap satuan perekaman atau pemotretan secara numerik dan menghadap ke
atas,
(2) mengurutkan tumpukan citra sesuai dengan urutan interpretasi yang akan dilaksanakan
dan meletakkan kertas penyekat di antaranya,
(3) meletakkan tumpukan citra sedemikian sehingga jalur terbang membentang dari kiri ke
kanan terhadap arah pengamat, sedapat mungkin dengan arah bayangan mengarah ke
pengamat,
(4) meletakkan citra yang akan digunakan sebagai pembanding sebelah-menyebelah dengan
yang akan diinterpretasi, dan (5) pada saat citra dikaji, tumpukan menghadap ke bawah dalam
urutannya (Sutanto, 1992).
TEKNIK INTERPRETASI CITRA - PENGAMATAN STEREOSKOPIK
Posted on 12:58 by Jurnal Geologi
Pengamatan stereoskopik pada pasangan citra yang bertampalan dapat menimbulkan
gambaran tiga dimensional bagi jenis citra tertentu. Citra yang telah lama dikembangkan
untuk pengamatan stereoskopik ialah foto udara. Citra jenis ini dapat digunakan untuk
mengukur beda tinggi dan tinggi obyek bila diketahui tinggi salah satu titik yang tergambar
pada foto. Disamping itu juga dapat diukur lerengnya. Perujudan tiga dimensional ini
memungkinkan penggunaan foto udara untuk membuat peta kontur. Disamping foto udara,
dari pasangan citra radar atau citra lain yang bertampalan juga dapat ditimbulkan perujudan
tiga dimensional bila diamati dengan stereoskop.
Syarat pengamatan stereoskopik antara lain adanya daerah yang bertampalan dan adanya
paralaks pada daerah yang bertampalan. Paralaks ialah perubahan letak obyek pada citra
terhadap titik atau sistem acuan. Pada umumnya disebabkan oleh perubahan letak titik
pengamatan (Wolf, 1983). Titik pengmatan ini berupa tempat pemotretan. Pertampalan pada
foto udara berupa pertampalan depan (endlap) dan pertampalan samping (sidelap). Paralaks
yang terjadi karena titik pengamatan 1 dan 2 disebut paralaks x, yaitu paralaks sejajar jalur
terbang. Paralaks lainnya ialah paralaks y, yaitu paralaks yang tegak lurus paralaks x dan
disebabkan oleh perubahan tempat kedudukan pada jalur terbang yang berdampingan.
Pada citra radar mulai dikembangkan pengamatan stereoskopik yang mendasarkan pada
paralaks y. Pada citra Landsat juga terjadi pertampalan samping dan oleh karenanya terjadi
paralaks y. Pertampalan samping ini besarnya beraneka, sesuai dengan letak lintangnya. Pada
ekuator maka pertampalan sampingnya 14%, sedangkan pada lintang 80º U dan 80º S
meningkat menjadi 85% (Paine, 1981). Pertampalan ini belum dikembangkan untuk
pengamatan stereoskopik. Pada citra SPOT yang satelitnya diorbitkan tahun 1986,
dikembangkan pengamatan stereoskopik berdasarkan paralaks y.
Karena obyek tampak dengan perujudan tiga dimensional, pengenalannya pada citra lebih
mudah dilaksanakan. Di samping itu, pengenalan obyek juga dipermudah oleh dua hal, yaitu:
(a) pembesaran tegak yang memperjelas relief, dan
(b) pembesaran (tegak dan mendatar) bila digunakan binokuler dalam pengamatannya.
Tanpa binokuler, seluruh daerah pertampalan dapat diamati secara stereoskopik.Dengan
menggunakan binokuler, obyek diperbesar, tetapi luas daerah pengamatan menyusut. Luas
daerah pengamatan berbanding terbalik terhadap kuadrat pembesarannya. Bagi pembesaran
tiga kali luas daerah pengamatannya menyusut menjadi sepersembilan luas daerah
pertampalan.
TEKNIK INTERPRETASI CITRA - METODE PENGKAJIAN
Posted on 13:03 by Jurnal Geologi
Pekerjaan interpretasi citra dimulai dari pengakajian terhadap semua obyek yang sesuai
dengan tujuannya. Meskipun demikian, banyak penafsir citra yang lebih suka mulai dengan
menyiam seluruh atau sebagian besar daerah yang dikaji, kemudian dilakukan seleksi dan
kajian terhadap obyek yang dikehendaki.
Para penafsir citra umumnya sependapat bahwa interpretasi citra sebaiknya mengikuti
metodik tertentu, yaitu mulai dari pertimbangan umum yang dilanjutkan ke arah obyek
khusus atau dari yang diketahui ke arah yang belum diketahui. Pekerjaan metodik dan
interpretasi dari perujudan yang diketahui atau mudah diketahui ke perujudan baru yang
belum diketahui atau sukar diketahui merupakan aksioma dalam kegiatan ilmiah. Perujudan
umum dapat pula diartikan perujudan regional, sedang perujudan khusus dapat diartikan
perujudan lokal. Pengkajian dari umum ke arah khusus dapat dilakukan bila tak ada ‘bias’
antara perujudan umum dan perujudan khusus.
Pada dasarnya ada dua metode pengkajian secara umum, yaitu:
1) Fishing expedition
Citra menyajikan gambaran lengkap obyek di permukaan bumi. Sebagai akibatnya maka bagi
penafsir citra yang kurang berpengalaman sering mengambil data yang lebih banyak dari
yang diperlukan. Hal ini disebabkan karena penafsir citra mengamati seluruh citra dan
mengambil datanya seperti orang mencari ikan di dalam air, yaitu menjelajah seluruh daerah.
Penggunaan metode ini berarti pengamatan seluruh obyek yang tergambar pada seluruh citra.
2) Logical search
Penafsir citra mengamati citra secara menyeluruh tetapi secara selektif hanya mengambil data
yang relevan terhadap tujuan interpretasinya. Dengan kata lain diartikan bahwa penafsir citra
hanya mengkaji obyek atau daerah secara selektif. Contoh, eksplorasi deposit minyak bumi
hanya dicari di daerah endapan marin, khususnya yang berupa daerah berstruktur lipatan.
pengenalan geologi citra penginderaan jauh
Dalam penafsiran kualitatif foto udara tidak ada kunci yang dapat dengan mudah
dipakai untuk menentukan dengan pasti suatu jenis batuan. Namun, paling tidak penafsir
dapat melokalisasi penyebaran suatu batuan yang nampak pada foto udara, akan mempunyai
kunci-kunci yang sama. Mengacu pada kunci-kunci yang sama tersebut diharapkan kemiripan
batuan yang ada di lapangan. Kunci-kunci tersebut dijelaskan dibawah ini.
I. Kunci Pengenal
Merupakan tanda-tanda yang terlihat pada foto udara untuk mengenal suatu benda atau
objek yeng terpotret. Ada beberapa kunci pengenal, yaitu :
A. Rona (Tone)
Rona tejadi karena setiap benda yang terpotret mempunyai sifat memantulkan sinar matahari
yang berlainan (ada yang sedikit dan ada yang banyak), maka akibatnya sinar yang
menyentuh film jadi berlainan, sehingga dihasilkan rona yang berlainan pada foto udara.
Rona cerah dihasilkan oleh benda yang dapat memantulkan sinar matahari, dan sebaliknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi rona pada foto udara :
1. Kedudukan benda yang di foto terhadap sinar matahari.
2. Warna batuan.
3. Kelicinan permukaan yang memantulkan sinar.
4. Bayangan awan.
5. Kelembaban udara.
6. Tumbuhan penutup.
7. Tanah penutup.
Rona dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yakni : amat cerah, cerah, abu-abu cerah, abu-abu
gelap, gelap dan amat gelap.
Rona, selain dapat mengenali beberapa jenis batuan . Ada juga yang disebut linesments yaitu
rona yang gelap yang berbentuk garis yang lurus-lurus atau kedudukannya sudut menyudut.
Ini disebabkan adanya sturktur geologi seperti patahan atau kekar, sehingga pada daerah
tersebut merupakan daerah yang lunak atau lemah.
B. Tekstur (Textura)
Merupakan hubungan antara rona yang kecil-kecil yang terdapat pada foto udara. Tekstur
pada setiap jenis batuan berbeda-beda bergantung pada kemiripan batuan di lapangan.
C. Pola (Pattern)
Merupakan rangkaian bentuk-bentuk topografi, rona, aliran sungai. Pola pelurusan topografi,
pelurusan sungai, pelurusan rona, kemungkinanya sangat erat dengan struktur geologi.
D. Hubungan dengan keadaan sekitarnya
Bahwa setiap peristiwa geologi akan sangat erat hubungannya satu dengan yang lainnya.
Sehingga dalam penafsiran foto udara perlu kita meneliti regionalnya yang kemungkinan
dapat memberikan jalan yang lebih terang kepada penafsiran kita.
E. Bentuk (Shape)
Bentuk merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam foto udara. Dengan melihat
bentuk pada foto udara, kita dapat meng-interpretasi daerah yang kita teliti.
F. Ukuran (Size)
Ukuran dari suatu benda merupakan cerminan dari bentuknya, dengan ukuran interpretasi kita
akan lebih terbantu terhadap bentuk benda yang kita teliti.
G. Bayangan (Shadow)
Dengan adanya bayangan dari benda yang terpotret disampingnya yang juga ikut terpotret,
maka dapat dikenali bentu benda yang sebenarnya.
II. Kunci Penafsiran
Kunci penafsiran merupakan gejala alam yang secara tidak langsung dapat memberikan
keterangan kepada penafsir untuk mengetahui keadaan geologi daerah terpotret.
Kunci-kunci penafsir itu adalah sebagai berikut :
A. Topografi
Topografi merupakan kunci penafsir yang penting sekali. Topografi dapat mengambarkan
karakteristik suatu batuan. Pada dasarnya topografi menggambarkan kekerasan batuan atau
daya tahan batuan terhadap tenaga asal luar.
B. Pola aliran
Pola aliran dapat diartikan sebagai posisi dan arah aliran sungai-sungai di suatu daerah.
Beberapa macam pola aliran sungai, yaitu :
o Pola mendaun (denritik).
o Pola sejajar (paralel).
o Pola memancar (radial).
o Pola membulat (annular).
o Pola menangga (trellis).
o Pola menyudut tegak atau miring (rectangular or angular angulate).
o Pola membalik (contorted).
C. Tumbuhan penutup (Vegetasi)
Terdapat hubungan yang erat antara tumbuhan, tanah, dan batuan. Vegetasi biasanya
merupakan faktor yang paling sering ditemukan sebagai “pengganggu” dalam menghasilkan
kualitas foto udara yang baik. Hal ini disebabkan karena iklim tropis di Indonesia yang
memungkinkan vegetasi berkembang dengan sangat cepat.
D. Kebudayaan (Culture)
Kebudayan adalah hasil tangan manusia. Apabila kita menemukan perkampungan penduduk,
maka akan ditemukan daerah hasil gunungapi atau endapan alluvium yang umumnya dipakai
sebagai tempat bercocok tanam. Sehingga daerah ini akan memperlihatkan bentuk yang
berbeda dalam foto udara.
RA PENGINDERAAN JAUH
Seiring dengan perkembangan tehnologi dalam penginderaan jauh maka manfaat
penginderaan jauh juga semakin besar dan semakin banyak orang yang memanfaatkan
penginderaan jauh dalam studi geografi. Berikut ini beberapa pemanfaatan penginderaan jauh
dalam studi geografi secara umum :
A. Dalam kajian fenomena hidrologi
Pemanfaatan penginderaan jauh dalam kajian hidrologi antara lain :
1. Pengamatan DAS.
Dalam hal ini, informasi spasial di Daerah Aliran Sungai atau daerah sekitar yang
mempengaruhinya perlu diketahui sesuai dengan kondisi riil saat ini. Penggunaan data
Penginderaan Jauh Landsat dapat memberikan gambaran secara keruangan tentang bencana
banjir dan longsor yang menimpa suatu daerah .
2. Pengamatan luas daerah dan intensitas banjir
Citra penginderaan jauh satelit, dapat dimanfaatkan sebagai data untuk memahami dan
menganalisis luas areal yang tergenang oleh banjir secara spasial.
3. Pemetaan pola aliran sungai.
Pola aliran merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari lembah-lembah,
baik yang dialiri sungai maupun lembah yang kering atau tidak dialiri sungai. Pola aliran
dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan, struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan
geomerfologi dari daerah alairan sungai. Dengan demikian pola aliran sangat berguna dalam
interpretasi kenampakan geomorfologis, batuan dan struktur geologi. Citra satelit yang paling
baik digunakan untuk pembuatan peta pola aliran adalah citra radar yang menghasilkan
kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Keunggulan dari citra radar salah satunya adalah
sangat baik menggambarkan topografi permukaan bumi. Pola aliran mempunyai berbagai
jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis, rectangular, centripetal, angular
dan multibasinal. Yang semuanya memiliki tipe sendiri-sendiri yang membedakan antara satu
pola aliran dengan pola aliran yang lain.
4. Studi sedimentasi sungai.
Kaitanya dengan sedimentasi sungai cintra penginderaan jauh dapat digunakan untuk
menganalisis perkembangan sedimentasi dari waktu kewaktu dengan cara membandingkan
citra dari waktu yang berbeda sehingga dapatb di ketahui perkembangan sedimentasinya.
B. Dalam kajian fenomena klimatologi (NOAA, Meteor dan GMS)
Pemanfaatan penginderaan jauh dalam kajian hidrologi antara lain :
1. Pengamatan iklim suatu daerah.
Sejak tahun 1999 LAPAN telah mengembangkan dan mengoperasionalkan model prediksi
curah hujan bulanan di Indonesia berdasarkan suhu permukaan laut Pasifik Tropik. Model
prediksi curah hujan ini dapat memprediksi kondisi curah hujan secara global di Indonesia
untuk periode 4 bulan
2. Analisis cuaca.
Data MTSAT kanal inframerah yang diterima kemudian diolah menjadi suhu kecerahannya
(brightness temperature) dan diklasifikasikan potensi hujannya berdasarkan tinggi rendahnya
suhu kecerahan awan. Semakin rendah suhu awan akan menyebabkan terjadinya kondensasi
sehingga berpotensi tinggi untuk menimbulkan hujan, sebaliknya semakin tinggi suhu awan
maka potensi hujannya rendah.
3. Pemetaan iklim dan perubahannya
Dengan adanya citra dapat digunakan sebagai basemap dalam pembuatan peta iklim. Dengan
menginterpretasi peta akan di ketahui perubahan iklim yang terjadi dari waktu ke waktu. Peta
citra merupakan citra yang telah bereferensi geografis sehingga dapat dianggap sebagai peta.
Informasi spasial yang disajikan dalam peta citra merupakan data raster yang bersumber dari
hasil perekaman citra satelit sumber alam yang berupa iklim secara kontinu. Peta citra
memberikan semua informasi yang terekam pada bumi tanpa adanya generalisasi.
C. Dalam kajian sumber daya bumi dan lingkungan
1. Pemetaan penggunaan lahan.
Inventarisasi penggunaan lahan penting dilakukan untuk mengetahui apakah pemetaan lahan
yang dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi ataupun daya dukungnya.
Penggunaan lahan yang sesuai memperoleh hasil yang baik, tetapi lambat laun hasil yang
diperoleh akan menurun sejalan dengan menurunnya potensi dan daya dukung lahan tersebut.
Integrasi teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu bentuk yang potensial dalam
penyusunan arahan fungsi penggunaan lahan. Dasar penggunaan lahan dapat dikembangkan
untuk berbagai kepentingan penelitian, perencanaan, dan pengembangan wilayah. Contohnya
penggunaan lahan untuk usaha pertanian atau budidaya permukiman.
2. Mengumpulkan data kerusakan lingkungan karena berbagai se
2. bab.
Data dan teknologi penginderaan jauh tentu saja dapat dimanfaatkan terutama dalam kegiatan
pemantauan bencana alam. Melalui data penginderaan jauh dalam hal ini citra Landsat ETM+
dapat untuk mengetahui tutupan vegetasi di daerah hutan atau adanya indikasi penggundulan
hutan. Lapisan tanah yang relatif tebal tersebut terutama sekali tersebar pada bagian lereng-
lereng bawah, sebagian tertutupi oleh tumbuhan hutan tropis savana (warna hijau), sebagian
dimanfaatkan penduduk setempat untuk tanaman semusim dan sebagian lagi terutama tampak
jelas pada citra satelit Landsat ETM+ spot berwarna merah terang yang mengindikasikan
lahan yang telah gundul
3. Analisis eksploitasi sumber daya alam.
Citra inderaja dengan resolusi spasial menengah (30 meter) dapat memberikan gambaran
mengenai wilayah pertambangan cukup baik. Untuk dapat memperoleh gambaran wilayah
pertambangan yang lebih detail, penggunaan citra resolusi tinggi diperlukan. Lingkungan
pertambangan secara garis besar tampak pada citra dari perubahan kondisi lingkungan fisik
seperti misalnya perubahan bentuk mukabumi (landscape), perubahan tutupan vegetasi (land
cover) dan akibat dari penggalian tambang, khususnya galian di permukaan bumi. Wilayah
pertambangan yang dikelola dengan baik pada umumnya relatif teratur, efisien dan rapih
sebaliknya apabila pengelolaannya kurang baik perusakan permukaan tidak teratur dan acak.
D. Dalam kajian oceanografi
1. Pengamatan sifat fisis air laut
Dalam pengamatan sifat fisis air laut sebagi contoh adalah pengamatan suhu air laut dengan
menggunakan citra termal hal ini bisa dianalisis suhu air laut dari waktu kewaktu secara
keruangan.
2. Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi, dan lain-lain.
Menggunakan citra dapat diketahui daerah yang mengalami pengurangan dan yang
mengalami penambahan material.
3. Pengamatan pasang surut air laut dan gelombang laut.
E. Dalam kajian Vulkanologi
Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi mengenai bentuk
dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik, aliran dan kubah lava dari bentuknya
yang khas. Disamping itu data penginderaan jauh dapat juga memberikan gambaran
mengenai komplek vulkanik dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat
erosi,gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar
F. Dalam kajian geologi
Bencana alam seperti gempa, gerakan tanah, letusan gunungapi dan banjir merupakan jenis
bencana yang berkaitan erat dengan proses dinamika bumi. Gejala geologi tersebut sangat
umum terjadi di Indonesia karena letaknya di jalur tektonik aktif di satu pihak dan kondisi
klimatologi denga curah hujan tahunan tinggi di lain pihak. Bencana alam geologi yang
seringkali mengakibatkan korban jiwa dan materi dalam hal tertentu dapat pula berpengaruh
terhadap kegiatan sektor pertambangan. Citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan
informasi mengenai kerawanan bencana alam tersebut secara regional dengan cepat dengan
akurasi cukup baik. Dengan menggabungkan dengan data lain yang berkaitan dengan
bencana tersebut, informasi lebih detail akan dapat diperoleh dengan lebih baik
G. Sebagai alat untuk menemukan fakta
Citra yang menyajikan gambaran lengkap merupakan sumber data yang dapat diinterpretasi
secara cepat
H. Sebagai alat penelitian
Citra yang menyajikan gambaran sinoptik merupakan alat yang baik dalam memberikan
rekaman objek, gejala, atau daearah
I. Sebagai dasar penjelasan
Citra yang menyajikan gambaran lengkap dengan ujud dan letak yang mirip wujud dan letak
sebenarnya merupkan alat yang baik sekali untuk memahami letak dan susunan gejala di
muka bumi.
J. Sebagai alat dalam prediksi pengendalian.
Citra merupakan alat bantu secara visual yang bermanfaat di dalam prediksi dan
pengendalian, yaitu sebagai abstraksi kondisi masa yang akan datang dan sebagai peta kerja.