ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
58
PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEBUAH GAGASAN
Ratri Romadhona
SMAN 1 Mataraman E-mail: [email protected]
Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi pengembangan karakter peserta didik berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan mencetuskan gagasan yang dapat diimplementasikan pada konten matematika dalam pembelajaran untuk menumbuhkan karakter positif dan kebiasaan berpikir tingkat tinggi. Ilmu pengetahuan dapat diakses tanpa batas pada era digital, sehingga pendidikan harus fokus pada pengembangkan sifat, watak, dan akhlak termasuk di dalamnya penanaman pendidikan karakter dalam kegiatan pendidikan, termasuk pendidikan matematika. Penguatan karakter yang berimbas pada peru-bahan pola pikir peserta didik sehingga menjadi terbuka dan berdampak pula pada peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal bertaraf internasional yang berstandar tinggi. Keberhasilan tersebut harus didukung dengan keterampilan guru dalam mengembangkan media dan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Banyaknya tantangan yang akan dihadapi oleh guru matematika sehingga perlu memiliki inspirasi bagaimana pembelajaran matematika dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter dan kebiasaan berfikir tingkat tinggi. Di dalam artikel ini, penulis mencoba memaparkan gagasan tentang bagaimana penguatan pendidikan karakter berbasis higher order thinking skills dalam pembelajaran matematika serta contoh pengaplikasiannya. Kata kunci: karakter, HOTS, pembelajaran matematika
PENDAHULUAN
Manusia diciptakan sebagai
makhluk sempurna yang dibekali akal untuk
berfikir sebelum bertindak. Perlunya manu-
sia yang memiliki etika mulia menunjukkan
bahwa pembangunan bidang pendidikan
harus sesuai fitrahnya baik sebagai
makhluk Tuhan maupun makhluk sosial.
Oleh karena itu, pendidikan karakater harus
dikembangkan untuk membentuk sumber
daya manusia Indonesia yang ideal.
pendidikan karakter menjadi sebu-
ah pembelajaran yang wajib diinternalisasi-
kan sejak dini, sehingga proses penghaya-
tan terhadap nilai, ajaran, atau penanaman
etika dapat diwujudkan dalam bentuk sikap
atau pola perilaku tanpa paksaan. Proses
internalisasi ini diejawantahkan pada semua
jenjang pendidikan sejak dini sampai tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Hal tersebut
senada dengan apa yang dikemukakan oleh
Suyanto (Kurniawan, 2013) yang mendefini-
sikan pendidikan karakter sebagai pendidi-
kan budi pekerti plus, yaitu melibatkan
aspek-aspek pengetahuan (cognitive), pera-
saan (feeling), dan tindakan (action).
Kurikulum pendidikan telah diran-
cang sedemikian rupa dengan seperangkat
ilmu pengetahuan, baik rumpun eksak,
sosial, kepribadian, dan agama sehingga
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
59
1
Kecakapan Abad 21yang dibutuhkan
2
pendidikan telah mampu membangun keta-
jaman otak dan melahirkan peserta didik
yang memiliki seperangkat kepintaran yang
diukur dengan nilai atau angka.
Berbicara mengenai angka, tentu
tidak lepas dari proses penilaian (asses-
men) sehingga menghasilkan angka-angka
dalam bentuk laporan hasil pembelajaran.
Mengapa assesmen di Indonesia diarahkan
ke Model Higher Order Thinking Skills
(HOTS) dan Contextual Assessment?
Pemerintah menjawab pertanyaan tersebut
melalui bagan berikut:
Sumber: www.kemdikbud.go.id
Gambar 1. Kecakapan Abad 21
Pengembangan karakter bangsa
harus berlandaskan Pancasila sehingga
didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi Kemanusiaan yang
adil dan beradab, mengedepankan persa-
tuan Indonesia, menjunjung tinggi demokrasi
dan HAM, serta mengedepankan keadilan
dan kesejahteraan rakyat (Aziz, 2016). Aziz
juga mengemukakan karakter yang kuat
harus dilandasi dengan akhlak mulia, di
mana hatilah yang menjadi pusat terben-
tuknya pendidikan karakter.
Digelontorkannya kurikulum 2013,
diharapkan dapat mengubah paradigma
pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Guru
sebagai ujung tombak perubahan, dapat
mengubah pola pikir dan strategi pembela-
jaran yang awalnya berpusat pada guru
(teacher centered) berubah menjadi berpu-
sat pada peserta didik (student centered).
Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif
dalam menyajikan materi pelajaran. Tercip-
tanya manusia Indonesia yang produktif,
kreatif dan inovatif dapat terwujud melalui
pelaksanaan pembelajaran yang dapat
dilaksanakan di berbagai lingkup dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif. Pembelajaran yang dapat diterapkan
adalah pembelajaran dengan memberdaya-
kan untuk berfikir tingkat tinggi (high order
thinking). Kurikulum 2013 telah mengadopsi
taksonomi Bloom yang direvisi oleh
Anderson dimulai dari level mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta. Untuk menca-
pai level tersebut, peserta didik dibiasakan
untuk mencapai kemampuan berfikir yang
tidak sekedar mengingat (recall), menyata-
kan kembali (restate), atau merujuk tanpa
melakukan pengolahan (recite). Inilah yang
disebut sebagai High Order Thinking Skills
(HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat
tinggi.
ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
60
Tantangan Kurikulum 2013 meliputi
tantangan internal dan tantangan eksternal
(globalisasi). Tantangan eksternal dianggap
menyita perhatian lebih, sebab melibatkan
hal-hal di luar diri pribadi individu. Tantangan
eksternal meliputi lingkungan hidup, kema-
juan teknologi, industri kreatif, dan kemajuan
pendidikan internasional.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sudah lama digembar-gemborkan pemerin-
tah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan membiasakan peserta didik menye-
lesaikan permasalahan yang tertuang dalam
soal-soal pada mata pelajaran di sekolah.
Dalam Ujian Nasional (UN) tahun 2019,
kuantitas soal HOTS pada mata pelajaran
yang diujikan hanya 10% - 15% dari total
semua soal, dan akan terus ditingkatkan
setiap tahunnya (https://www.kemdikbud.
go.id).
Aziz (2016) mengemukakan bahwa
sesungguhnya pada saat UN berlangsung,
ada “mata pelajaran” lain yang ikut diujikan,
yaitu mata pelajaran kejujuran. Mata
pelajaran ini diujikan bukan hanya kepada
peserta didik, tapi juga kepada guru dan
tenaga kependidikan pada umumnya.
Mampu tidaknya mereka lulus dari mata
pelajaran ini, tergantung apakah selama ini
mereka dapat menyerap pendidikan karakter
di setiap satuan mata pelajaran dalam
proses belajar mengajar di sekolah.
Penguatan karakter yang berimbas
pada perubahan pola pikir peserta didik,
sehingga menjadi terbuka dan berdampak
pula pada peningkatan kemampuan dalam
menyelesaikan soal-soal bertaraf internasio-
nal yang tentunya mempunyai standar yang
tinggi. Keberhasilan tersebut haruslah didu-
kung dengan keterampilan guru dalam
mengembangkan media dan model pembe-
lajaran yang kreatif dan inovatif.
Pendidikan karakter dapat diinte-
grasikan dalam pembelajaran pada setiap
mata pelajaran. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada
setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya
pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan peserta didik sehari-hari di
masyarakat. Pendidikan karakter harus
mampu menyukseskan proses internalisasi
nilai-nilai moral. Jadi, bukan sekadar menge-
tahui mana yang baik dan buruk.
Pembelajaran matematika sebagai
salah satu mata pelajaran yang diberikan di
sekolah menengah, memiliki tanggung jawab
yang sama dengan mata pelajaran lain untuk
mengembangkan karakter peserta didik
sebagai calon generasi masa depan. Cara
yang utama adalah melalui pembelajaran di
kelas yang secara konsisten menanamkan
kebiasaan-kebiasaan dan perilaku yang
mendukung Penguatan Pendidikan Karakter
(PPK).
Permendiknas Nomor 22 tahun
2006 tentang standar isi menyebutkan
bahwa “mata pelajaran matematika bertu-
juan agar peserta didik memiliki kemampuan
memahami konsep matematika, penalaran,
memecahkan masalah, komunikasi matema-
tika, dan menghargai kegunaan matema-
tika”. Disebutkan pula bahwa matematika
perlu diberikan untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, ana-
litis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemam-
puan bekerjasama.
Tujuan pembelajaran matematika
tersebut dapat tercapai apabila guru
mengembangkan proses pembelajaran
matematika sesuai dengan rambu-rambu
yang telah ditentukan dalam standar proses
pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwa
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
61
pembelajaran matematika di Indonesia
belum memberdayakan potensi peserta didik
untuk menguasai potensi yang diharapkan
agar dapat mencapai tujuan pembelajaran
seperti yang disebutkan di atas. Pembe-
lajaran matematika masih dominan pada
menghafal rumus dan menghitung. Padahal
penguasaan konsep lebih penting agar
peserta didik dapat menyelesaikan berbagai
permasalahan dengan menguasai konsep
tersebut.
Selama ini banyak guru matematika
yang masih mengalami kesulitan dalam
melaksanakan pembelajaran matematika
yang terintegrasi dengan karakter. Lemah-
nya pengetahuan dan kemampuan untuk
merencanakan, melaksanakan, dan menge-
valuasi pendidikan karakter dalam pembe-
lajaran matematika. Guru kesulitan memilih
metode pembelajaran dan bahan ajar yang
sesuai, semisal RPP dan LKS, dengan
pengembangan karakter. Musfiqi dan Jailani
(2014) dalam hasil penelitian menemukan
bahwa bahan ajar yang tepat guna (RPP
dan LKS) termasuk dalam kriteria efektif
untuk meningkatkan karakter dan Higher
Order Thinking Skills (HOTS)
Pemikiran tersebut dipicu anggapan
bahwa matematika hanyalah sebatas angka.
Banyak peserta didik yang belum terampil
menghubungkan konsep matematika dalam
kehidupan nyata. Kenyataan tersebut se-
mestinya menggerakkan guru untuk berino-
vasi dalam mengembangkan pembelajaran
yang berorientasi pada karakter dan HOTS,
misalnya melalui bahan ajar (instructional
material) yang merupakan salah satu aspek
penting dan ruang potensial untuk berinovasi
dalam upaya menyelesaikan berbagai per-
masalah yang terjadi.
Peningkatan keterampilan berpikir
tingkat tinggi semestinya menjadi prioritas
dalam pembelajaran matematika. Lalu bagai-
mana guru memfasilitasi peserta didik untuk
dapat berpikir tingkat tinggi? Salah satu
alernatifnya adalah dengan mendesain
pembelajaran sedemikian rupa sehingga
mendukung peserta didik untuk mengem-
bangkan kemampuan berpikir mereka.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi
bisa dilaksanakan pada proses pembela-
jaran di kelas. Pembelajaran yang dimaksud
harus memberikan stimulus kepada peserta
didik untuk mencari konsep pengetahuan
berbasis aktivitas dan bermakna. Seperti
pembelajaran yang kontekstual, yaitu peser-
ta didik membangun pengetahuan melalui
pengalaman pribadinya. Artikel ini akan
memaparkan gagasan tentang bagaimana
penguatan pendidikan karakter berbasis
higher order thinking skills dalam pembela-
jaran matematika.
Program Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan karakter
(PPK) menjadi salah satu program prioritas
Kemdikbud. Gerakan PPK menjadi fondasi
dan ruh utama pendidikan. Ada empat
dimensi dalam pendidikan karakter, yaitu
olah hati (etik), olah pikir (literasi), olah rasa
(estetik), dan olahraga (kinestetik).
Ada 18 nilai dan deskripsi nilai
pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik.
Kedelapabelas nilai tersebut adalah religus,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, sema-
ngat kebangsaan, cinta tanah air, meng-
hargai prestasi, bersahabat, komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli ling-
kungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Dalam PPK juga dirumuskan lima
nilai utama karakter prioritas, yaitu religius,
integritas, nasionalis, mandiri, dan gotong
rotong. Penjabaran lima karakter tersebut
penulis uraikan di bawah ini.
Religius. Karakter religius menun-
jukkan tingkat kesesuaian sikap dan perbu-
ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
62
atan seseorang ditinjau dari tuntunan dan
ajaran agama yang dianutnya. Orang yang
religius cenderung menjalankan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianutnya
dengan konsisten (istiqomah), namun juga
memiliki toleransi yang tinggi terhadap
perbedaan pelaksanaan ajaran agama dan
kepercayaan dari orang lain, sehingga
mereka bisa hidup rukun dan damai dengan
sesama warga Indonesia.
Integritas. Orang atau peserta didik
yang berintegritas bercirikan adanya kecen-
derungan untuk menjadikan dirinya sebagai
orang yang amanah, jujur dan dapat
dipercaya, baik dari sisi tutur kata, tingkah
lakunya, dan juga hatinya. Orang yang
berintegritas tinggi adalah orang yang
sejalan antara hati, perkataan, dan
perbuatan.
Nasionalis. Nasionalis adalah
orang yang memperjuangkan kepentingan
bangsanya, mencintai nusa dan bangsanya.
Orang yang nasionalismenya tinggi cende-
rung menjunjung tinggi kehormatan bangsa-
nya, selalu berusaha menjadikan bangsanya
memiliki derajat yang tinggi dalam kancah
percaturan dunia, cenderung mendorong
terwujudnya tindak kegiatan yang mampu
mengibarkan nama harum bangsa, dan
sangat menolak adanya perilaku yang men-
coreng nama bangsanya. Karena itu, orang
yang rasa nasionalisnya memiliki kepedulian
dan penghargaan yang tinggi terhadap hal-
hal yang bisa menjadikan bangsanya
bermartabat.
Mandiri. Mandiri menunjukkan
tidak adanya ketergantungan kepada orang
lain. Orang yang mandiri memiliki semangat
dan etos kerja yang tinggi, kreatif, tangguh,
berani, dan bertanggungjawab, memanfaat-
kan potensi diri dan peluang yang ada di
sekitarnya seoptimal mungkin untuk mewu-
judkan apa yang dicita-citakan.
Gotong Royong. Gotong royong
mungkin bisa dipadankan dengan istilah
cooperative atau collaborative. Orang
dengan karakter gotong royong adalah orang
yang menghargai semangat untuk saling
bekerja sama, bahu-membahu dalam meng-
hadapi dan memecahkan masalah. memiliki
kemampuan untuk menjalin komunikasi dan
kerjasama dengan orang lain, cenderung
mau mendengarkan dan mencoba mengerti
orang lain, membangun persahabatan yang
harmonis, dan mampu mengomunikasikan
idenya dengan baik. Orang dengan karakter
gotong royong cenderung suka memberi
perhatian kepada kebutuhan orang lain, dan
memberikan bantuan yang diperlukan untuk
memuaskan temannya.
Pendidikan karakter akan berhasil
jika semua aktif mendukung implementasi
pendidikan karakter untuk mewujudkan
generasi bangsa yang cerdas berkarakter.
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah pemberdayaan
potensi peserta didik menjadi kompetensi.
Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat
berhasil tanpa ada orang yang membantu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala,
2011) pembelajaran adalah kegiatan guru
secara terprogram dalam desain instruk-
sional, untuk membuat belajar secara aktif,
yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.
Konsep pembelajaran menurut
Corey (Sagala, 2011) adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara dise-
ngaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan
respons terhadap situasi tertentu, pembela-
jaran merupakan subset khusus dari
pendidikan.
Jadi pembelajaran adalah usaha
sadar dari guru untuk membuat peserta didik
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
63
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah
laku pada diri peserta didik yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkan-
nya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama dan karena adanya
usaha.
Sedangkan pengertian matematika
adalah ilmu tentang bilangan, hubungan
antara bilangan, dan prosedur operasional
yang digunakan dalam penyelesaian masa-
lah mengenai bilangan (https://kbbi. web.id).
Sedangkan matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang,
yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik melalui serangkaian
kegiatan yang terencana sehingga peserta
didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matema-
tika adalah kegiatan belajar dan mengajar
yang mempelajari ilmu matematika dengan
tujuan membangun pengetahuan matema-
tika agar bermanfaat dan mampu memprak-
tikkan hasil belajar matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Higher Older Thinking Skills (HOTS)
Higher Older Thinking Skills (HOTS)
atau kemampuan berfkir tingkat tinggi
seringkali disejajarkan dengan sesuatu yang
sulit. Ketika guru mengatakan bahwa soal-
soal yang akan diberikan pada saat proses
assesmen pembelajaran adalah soal HOTS,
maka yang terpikir dalam benak peserta
didik adalah pasti soal sulit. Hal inilah yang
perlu kita luruskan bahwa HOTS tidak selalu
sulit.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan kemampuan menghubungkan,
memanipulasi, dan mentransformasi penge-
tahuan serta pengalaman yang sudah
dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif
dalam upaya menentukan keputusan dan
memecahkan masalah pada situasi baru.
Dalam penilaian yang melibatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi, pene-
kanannya adalah untuk mengukur kemam-
puan peserta didik dalam mentransfer satu
konsep ke konsep lainnya, memproses dan
menerapkan informasi, mencari kaitan dari
berbagai informasi yang berbeda-beda,
menggunakan informasi untuk menyelesai-
kan masalah, dan menelaah ide dan infor-
masi secara kritis.
Ciri-ciri berpikir tingkat tinggi adalah
adanya kemampuan menemukan, meng-
analisis, menciptakan metode baru, mere-
fleksi, memprediksi, berargumen, sampai
tahap dapat mengambil keputusan yang
tepat. Adapun karakteristik HOTS adalah
dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi, meminimalkan aspek ingatan atau
pengetahuan; berbasis permasalahan kon-
tekstual; stimulus menarik; dan bersifat tidak
rutin.
Level kognitif yang ingin dicapai
pada pembelajaran berbasis HOTS disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 1. Level Kognitif HOTS
No. Nilai Kognitif Karakteristik
1. Pengetahuan dan
Pemahaman (C1 & C2)
Pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural.
2. Aplikasi (C3) Menggunakan pengetahuan faktual.
Konsep, dan prosedural tertentu pada
ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
64
konsep lain dalam mapel yang sama atau
mapel lainnya dan menyelesaikan
masalah kontekstual (situasi lain
unfamiliar)
3. Penalaran (C4, C5, dan C6)
Menggunakan penalaran dan logika untuk
mengambil keputusan (evaluasi),
memprediksi dan refleksi, serta menyusun
strategi baru untuk memecahkan masalah
Dari tabel dapat dijelaskan bahwa
level terendah dari kemampuan berpikir
peserta didik hanya sampai pengetahuan
dan pemahaman, meningkat ke level dua
yaitu aplikasi. Sasaran dari HOTS adalah
kemampuan peserta didik untuk meng-
analisis, mengevaluasi sampai mengkreasi
dengan tingkat berpikir kritis, kreatif, meme-
cahan masalah, sampai pembuatan kepu-
tusan.
Dari penjabaran di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi bagi peserta didik
ditekankan pada kemampuan peserta didik
dalam mengolah informasi yang diterimanya,
dimana informasi tersebut menuntut kemam-
puan menginterpretasi, mencari hubungan,
menganalisis, menyimpulkan, atau mencip-
takan. Setelah memahami penjabaran ini,
harapan ke depannya adalah tidak ada lagi
salah kaprah mengenai HOTS yang identik
dengan sesuatu yang sulit dipecahkan.
‘Difficulty’ is not the same as Higher Order
Thinking. Higher Order Thinking melibatkan
proses bernalar (seperti mencari arti dari
konteks/stimulus).
PEMBAHASAN
Peran guru masa kini tidaklah
mudah. Guru dituntut untuk mampu
menyiapkan anak didik agar memiliki
kecakapan abad 21, yakni berpikir kritis dan
analitis, kreatif dan inovatif, komunikatif,
serta kolaboratif. Lima peran guru masa kini
yaitu sebagai: 1) pengajar, dimana guru
mampu menyampaikan mata pelajaran agar
dimengerti dan dipahami anak didik; 2)
penjaga gawang, maksudnya guru mem-
bantu anak didik untuk mampu menyaring
pengaruh negatif; 3) fasilitator, guru mampu
membantu anak didik dalam proses pem-
belajaraan, menjadi teman diskusi dan ber-
tukar pikiran; 4) penghubung, guru mampu
menghubungkan anak didik dengan sumber-
sumber belajar yang beragam, baik di dalam
maupun di luar sekolah; dan 5) katalisator,
guru mampu mengidentifikasi, menggali dan
mengoptimalkan potensi anak didik (cerdas-
berkarakter.kemdikbud.goid).
Tiga cara pelaksanaan program
PPK menurut Kemdikbud adalah: (a) meng-
integrasikan pendidikan karakter ke dalam
mata pelajaran melalui kegiatan intra kuri-
kuler maupun ko-kurikuler, (b) mengimple-
mentasikan pendidikan karakter melalui
kegiatan ekstra kurikuler, (c) kegiatan pem-
biasaan di sekolah di luar jam pelajaran.
Menurut hemat penulis, tiga cara
melaksanakan program PPK tersebut tidak
mudah dilakukan oleh guru matematika.
Pengalaman dan pengamatan menunjukan
bahwa para guru sering merasa kekurangan
waktu dalam membelajarkan matematika.
Faktor banyaknya materi yang harus
dicakup, kesiapan belajar peserta didiknya,
dan gangguan kemajuan teknologi informasi
sering menjadikan pembelajaran matematika
tidak bisa berjalan secara ideal. Waktu
belajar efektif sering tidak memadai. Guru
masih sering merasa bahwa waktu
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
65
pembelajaran matematika juga masih
kurang. Apalagi kalau guru harus mengem-
bangkan pendidikan karakter melalui inte-
grasi pendidikan karakter dalam pembe-
lajaran matematika. Kondisi ini pasti merupa-
kan tantangan yang sangat luar biasa bagi
guru. Akan tetapi, karena pengembangan
karakter ini merupakan amanah bangsa,
maka pendidik matematika harus tetap
berupaya keras memikirkan kontribusi yang
bisa dilakukan.
Pendidikan matematika sebagai
bagian dari pendidikan, memiliki tanggung-
jawab yang sama dengan mata pelajaran
lain untuk mengembangkan karakter peserta
didik sebagai calon generasi masa depan.
Cara yang utama adalah melalui pembela-
jaran di kelas yang secara konsisten mena-
namkan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku
yang berkarakter.
Sehubungan dengan itu, untuk
membentuk pola pikir HOTS maka
pembiasaan dalam pembelajaran juga harus
HOTS. Guru matematika bisa merancang
kegiatan tatap muka, tugas terstruktur agar
peserta didik sambil belajar matematika bisa
juga mengembangkan karakternya, serta
mengarahkan peserta didik untuk mengamati
situasi terkini yang ada di lingkungannya dan
menghubungkan dengan materi yang
sedang dipelajari. Sementara itu, guru juga
bisa mendorong peserta didik untuk
memanfaatkan waktu untuk pengerjaan
tugas mandirinya dalam mengembangkan
karakter. Pembelajaran dengan standar
HOTS dapat tercapai melalui pembelajaran
yang kontekstual dan bermakna bagi peserta
didik (Subadar, 2017)
Karakter yang tertanam dan men-
jadi sebuah kebiasaan tentu akan mempe-
ngaruhi pola pikir. Apabila pembiasaan
tersebut terus menerus dilakukan secara
konsisten dan berkesinambungan, maka
cara berpikir yang sistematis dan terstruktur
juga pasti akan mengikutinya baik secara
sadar atupun tidak. Cara berpikir tersebut
diharapkan dapat mengarah pada higher
older thinking skills atau kemampuan berpikr
tingkat tinggi.
Beberapa gagasan mungkin bisa
menginspirasi bagi para pendidik tentang
bagaimana mengembangkan karakter
melalui konten metematika pada saat proses
pembelajaran.
Gagasan 1. Menumbuhkan Karakter
Religius
Hampir setiap materi dalam
matematika selalu melibatkan operasi aljabar
pada bilangan bulat. Contoh konten mate-
matika yang dapat ditampilkan adalah garis
bilangan pada operasi bilangan bulat.
Gambar 2. Garis Bilangan
ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
66
Sebelum menanamkan konsep
religius, peserta didik diarahkan uruk
mencermati garis bilangan tersebut, dan
memancing untuk mengemukakan pemiki-
rannya mengenai konsep baik dan buruk,
dan menghubungkannya dengan apa yang
dilihat pada garis bilangan. Hindari menggu-
nakan istilah yang berkonotasi negatif semi-
sal “berhutang” untuk bilangan negatif atau
“bayar hutang” untuk bilangan positif.
Dalam konsep matematis nilai
angka pada garis bilangan bulat, semakin ke
kiri nilai akan semakin kecil dan semakin ke
kanan nilai akan semakin besar. Karakter
religius yang dapat ditanamkan pada konten
ini adalah adanya pebuatan baik untuk
mewakili bilangan positif dan perbuatan
buruk untuk mewakili bilangan negatif.
Semakin banyak kita berbuat baik, maka
nilai/derajat kita akan semakin, dan semakin
kita banyak melakukan perbuatan buruk dan
dosa maka akan menurunkan derajat kita di
sisi Allah SWT.
Gagasan 2. Menumbuhkan Karakter
Nasionalis
Materi statistika dalam kurikulum
2013 dberikan pada saat peserta didik ada di
tingkat XII. Pada materi ini banyak sekali
masalah kontekstual yang dapat diangkat
oleh guru dan disajikan sebagai bahan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir
peserta didik. Misalnya dengan menampilan
hasil penelusuran di internet berikut ini:
Sumber: http://didikbani.blogspot.com
Gambar 3. Kecakapan Abad 21
Setelah mengamati dan meng-
analisis data diatas, guru dapat langsung
mengarahkan peserta didik untuk menya-
jikan data dalam beragam diagram (garis,
lingkaran, batang, maupun histogram).
Namun, guru juga dapat menggunakan data
tersebut untuk menanamkan rasa cinta
tanah air, semangat kebangsaan, dan rasa
bangga karena Indonesia adalah negara
dengan pemain bulutangkis terbanyak di
dunia. Selain menumbuhkan karakter nasio-
nalis, guru juga dapat menanamkan pema-
haman bahwa tidak mudah untuk meraih
prestasi. Sikap disiplin, kerja keras, dan
tanggung jawab terhadap apa yang dila-
kukan akan mengantarkan kepada prestasi
yang dicita-citakan.
Gagasan 3. Menumbuhkan Karakter
Tanggung Jawab, Peduli, Mandiri, dan
Kreatif
Sebagai guru yang mengajar di era
milenial di mana generasi milenial ini dapat
mengakses informasi tanpa batas dan filter,
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
67
maka guru harus pandai menyiasati supaya
apa yang diperoleh dan diakses anak pada
saat berada di sekolah dapat seefektif dan
seefisien mungkin digunakan untuk mengop-
timalkan proses pembelajaran.
Data statistik berikut adalah statistik
dunia digital dan internet dari APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) per
Januari 2019 seputar kehidupan online.
Sumber: https://www.boc.web.id
Gambar 4. Statisik Pengguna Internet Indonesia
Dari data tersebut, peserta didik
diarahkan untuk menganalisis apa yang
diamatinya, kemudian dihubungkan dengan
pembelajaran pada saat itu. Data tersebut
bisa diintegrasikan dalam konten statistika,
misal disajikan dalam diagram lingkaran.
Selanjutnya guru dapat memasuk-
kan nilai pendidikan karakter dengan mena-
namkan rasa tanggung jawab ketika berme-
dia sosial, tidak menjadi apatis pada
lingkungan dan menumbuhkan kesadaran
bahwa dunia nyata lebih memberi arti
daripada dunia maya. Jiwa wira usaha juga
dapat ditanamkan dengan melihat peluang
perilaku masyarakat yang cenderung kon-
sumtif dan instan, maka guru dapat memo-
tivasi peserta didik untuk membuka peluang
usaha dengan berbisnis online, tentunya
harus disertai dengan menumbuhkan jiwa
kreatifitas.
Gagasan 4. Menumbuhkan Karakter Ingin
Tahu Dan Semangat Kebangsaan
Setiap sekolah pasti memasukkan
Pramuka sebagai ekstra kurikuler wajib
dalam kurikulumnya. Gerakan kepanduan
sendiri bertujuan untuk mngembangkan
potensi kaum muda agar berjiwa ksatria,
gagah berani, dan gemar menolong.
Salah satu kegiatan rutin Pramuka
adalah perkemahan. Beberapa fakta pada
saat perkemahan bisa diangkat dalam
pembelajaran, semisal pada gambar yang
disajikan berikut:
ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5
68
Sumber: @pakanangblogt.me/pakanangblog
Gambar 5. Contoh Penerapan Soal HOTS
Guru dapat menstimulus peserta
didik dengan menghubungkannya pada
materi vektor atau aturan pythagoras.
Pertanyaan yang memancing rasa ingin tahu
peserta didik, misalnya:
“Jika akan didirikan satu tiang bendera di
lokasi perkemahan dengan syarat jarak tiang
bendera ke tenda regu “Harimau” dan
“Singa” harus sama, serta jarak tiang
bendera harus sedekat mungkin ke tenda
regu “Serigala”, maka manakah pernyataan
di bawah ini yang benar?
A. Jarak tenda regu Harimau dan regu
Singa sama dengan jarak tiang bendera
ke tenda regu Serigala.
B. Jarak tenda regu Harimau dan regu
Singa adalah dua kali jarak tiang bendera
ke tenda regu Serigala.
C. Jarak tenda regu Harimau dan regu
Singa adalah tiga kali jarak tiang bendera
ke tenda regu Serigala.
D. Jarak tenda regu Harimau dan regu
Singa adalah empat kali jarak tiang
bendera ke tenda regu Serigala.
E. Jarak tenda regu Harimau dan regu
Singa adalah enam kali jarak tiang
bendera ke tenda regu Serigala.
Penggunaan Model Pembelajaran Untuk
Menanamkan Karakter
Pembelajaran matematika untuk
mengembangkan karakter sebagaimana
diuraikan di atas, tentu merupakan hal yang
patut untuk terus menerus dikembangkan
bagi penulis sebagai pendidik. Perlu
kerjasama yang baik dengan guru mata
pelajaran lain untuk mengembangkan
pembelajaran matematika yang mampu
mengembangkan karakter-karakter tersebut.
Penanaman karakter dalam pem-
belajaran matematika dapat dikembangkan
melalui model-model pembelajaran yang
dapat mengkondisikan peserta didik untuk
dapat berpikir kritis, logis, dan sistematis.
Pengembangan karakter melalui pembela-
jaran matematika, salah satunya adalah
penggunaan model pembelajaran integratif
yang menyatukan beberapa mata pelajaran
sekaligus diantaranya Pembelajaran Berba-
sis Proyek (PjBL) atau Pembelajaran Berba-
sis Masalah (PBL) (As’ari,2018).
PENUTUP
Apa yang penulis paparkan dalam
artikel ini hanya sebatas gagasan, dengan
SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019
69
harapan dapat menginspirasi pembaca untuk
menerapkan atau bahkan meneliti lebih jauh.
Pembelajaran matematika dengan
PPK berbasis HOTS memberikan beberapa
keuntungan bagi peserta didik, antara lain
informasi yang dipelajari dan diproses mela-
lui proses berpikir tingkat tinggi menguatkan
ingatan terhadap informasi tersebut, dan
lebih jelas dibandingkan dengan informasi
yang diproses dengan LOTS (Low Order
Thinking Skills), misalnya menghafal. Seba-
gai contoh menghafalkan rumus dengan
menjelaskan penurunan rumus atau perbe-
daan antara mengingat definisi suatu kata
baru dengan menginternalisasi strategi.
Dengan pembelajaran HOTS peserta didik
tidak hanya menghafal tetapi juga mema-
hami dan mampu menerapkan dalam kehi-
dupan sehari-hari.
DAFTAR RUJUKAN
Aziz, A. A. (2016). Kebijakan Pendidikan
Karakter. Sidoarjo: Nizamia
Learning Center.
Asari, A.R. (2018). Pembelajaran
Matematika untuk Pengem-
bangan Karakter Peserta Didik:
Beberapa Inspirasi. (hal 1-16).
Diambil kembali dari https://
www.researchgate.net/publicatio
n/325256298
BOC Indonesia. Statistik Pengguna Digital
dan Internet Indonesia 2019.
Diambil kembali dari https://
www.boc.web.id/statistik-
pengguna-digital-dan-internet-
indonesia-2019
Kemdikbud.(2017). Konsep dan Pedoman
Penguatan Pendidikan Karakter:
Tingkat Sekolah Dasar dan
Menengah.Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kurniawan, S. (2013). Pendidikan Karakter
Konsepsi dan Implementasi
Secara Terpadu di Lingkungan
Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat Indonesia. Yogya-
karta: Ar-Ruzz Media.
Musfiqi, Shin'an., Jailani. (2014, Juni).
Pengembangan Bahan Ajar
Matematika yang Berorientasi
pada Karakter dan Higher Order
Thinking Skill (HOTS). PYTHA-
GORAS: Jurnal Pendidikan
Matematika, 9 (1), 45-59.
Diambil kembali dari http://
journal.uny.ac.id/index.php/pyth
agoras
Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfa-
beta.
Subadar. (2017). Penguatan Pendidikan
Karakter berbasis Higher Order
Thinking Skils (HOTS). Peda-
godik, 4 (1). Diambil kembali
dari https://ejournal.unuja.ac.id/
index.php/pedagogik/article/view
/9
Top Related