Download - Pengaturan LKM Syariah

Transcript
Page 1: Pengaturan LKM Syariah

Tatakelola MakrolevelLKM Syariah

Ali SaktiSiti Fathimah Zahra

Page 2: Pengaturan LKM Syariah

Latar Belakang

No KSP Jumlah Anggota (nasabah) Asset (Rp Miliar)1 KSP/KOPDIT 8.761 2.944.916 13.409,352 USP Koperasi 86.203 14.767.207 61.736,293 KJKS 898 87.172 2.154,584 UJKS Koperasi 2.088 145.346 265,43

Total 97.950 17.944.641 77.565,64Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 31 Oktober 2012.

Tabel 2 Jumlah Koperasi Simpan Pinjam

Number GDP Labor

Micro 54.559.969 98.82% 34.73% 94.957.797 90.77%Small 602.195 1.09% 9.72% 3.919.992 3.75%

Medium 44.280 0.08% 13.49% 2.844.669 2.72%Large 4.952 0.01% 42.06% 2.891.224 2.76%

MSMEs 55.206.444 99.99% 57.94% 101.722.458 97.24%

Tabel 1 Jumlah Usaha UMKM

Page 3: Pengaturan LKM Syariah

MenyerapTenaga kerja

Yg besar(97%)

DominanDlm struktur

Ekonomi(99%)

AkomodasiMasyarakat

miskin

Usaha Mikro-Kecil

KontribusiBesar pada

GDP(55%)

Pertumbuhan EkonomiMenekan Angka PengangguranMenekan Angka PMKS

BANK SYARIAHLembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

1. Keterbatasan jangkauan geografis/demografis

2. Kompetensi SDM dalam pelayanan UMK

3. Efisiensi pelayanan UMK4. Risk Management yang

relatif rumit dan tidak cocok dengan UMK

1. Kemampuan memobilisasi dana komersial dan soial dan relatif menjadi pilihan masyarakat karena fasilitas yang lebih lengkap, keamanan dan kenyamanan, seperti IT dll.

2. Volume usaha dan kapasitas pembiayaan yang besar serta jenis produk yang lebih bervariasi.

3. Pengaturan industri yang telah cukup mapan.

1. Memiliki prosedur birokrasi & dokumentasi yang sederhana/cepat

2. Lokasi yang menjangkau sentra usaha mikro-kecil

3. Pada umumnya tidak memerlukan agunan

4. Skim pembayaran lebih fleksibel dan mudah

5. Menargetkan segmentasi masyarakat mikro-kecil

1. Volume usaha dan kapasitas pembiayaan serta jenis produk yang lebih terbatas

2. Kualitas SDM dalam pengelolaan/manajemen

3. Pengaturan industri yang belum mapan

Urgensi Usaha Mikro-Kecil dan Kemitraan Lembaga Keuangan dalam Pembiayaan Mikro

>> Diperlukan Kemitraan Bank Syariah dengan LKMS dalam Pembiayaan Mikro

-

+

+

-

Page 4: Pengaturan LKM Syariah

Usaha Mikro-Kecil

Pertumbuhan EkonomiMenekan Angka PengangguranMenekan Angka PMKS

BANK SYARIAH

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)

1. Kemampuan memobilisasi dana komersial dan soial dan relatif menjadi pilihan masyarakat karena fasilitas yang lebih lengkap, keamanan dan kenyamanan, seperti IT dll.

2. Volume usaha dan kapasitas pembiayaan yang besar serta jenis produk yang lebih bervariasi.

3. Pengaturan industri yang telah cukup mapan. 1. Memiliki prosedur birokrasi & dokumentasi yang sederhana/cepat

2. Lokasi yang menjangkau sentra usaha mikro-kecil

3. Pada umumnya tidak memerlukan agunan4. Skim pembayaran lebih fleksibel dan mudah5. Menargetkan segmentasi masyarakat mikro-

kecil

Challenges:Confidence LevelProfessionalismSustainability

Mutual RelationLinkage Concept

Rating MechanismRegulation Harmony

?

Tantangan Kemitraan Bank Syariah dengan LKMS dalam Pembiayaan Mikro

Page 5: Pengaturan LKM Syariah

Problem Statement and Objectives of the Study

• Untuk dapat melayani kebutuhan yang besar dari sektor UMKM dibutuhkan model kemitraan yang baik antara lembaga perbankan dan lembaga keuangan mikro syariah. model kemitraan tentu mempertimbangkan perbedaan karakter industri termasuk perbedaan otoritas dan kelengkapan infrastruktur.

• Meskipun industri keuangan mikro syariah telah mampu melayani kebutuhan keuangan usaha mikro-kecil, ketidak-jelasan pada aspek regulasi membuat industri ini relatif tetap berada di sektor informal dalam industri keuangan nasional. Oleh sebab itu, model pengaturan dan tata kelola industri yang baik sangat dibutuhkan oleh industri keuangan mikro syariah indonesia baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

• Diperlukan pula identifikasi dan informasi mengenai Model Bisnis lembaga keuangan mikro syariah, dalam rangka memaksimalkan proses kemitraan industri perbankan syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah.

Model Kemitraan

Model Pengaturan BMT/LKMS

Model Bisnis BMT/LKMS

Page 6: Pengaturan LKM Syariah

Institutional Setting

KementerianKoperasi &

UMKM

TA, advocacy & Participation in Policy Dialogue

Lembaga APEX

Capicity Building & Other Supporting Programs

Regulator

Konsultan

KSP / BMT / KJKS

Otoritas Jasa Keuangan

Asosiasi

Lembaga Penjaminan Kredit Perbankan

Page 7: Pengaturan LKM Syariah

Institutional Setting

TA, advocacy & Participation in Policy

Dialogue

Lembaga APEX

Capicity Building & Other Supporting Programs

Regulator

Konsultan

KSP / BMT / KJKS

Asosiasi

Lembaga Penjaminan Kredit

Source of Funds

Perbankan

LINKAGE - tingkat harga yang mahal dan terbatas: KUR, KKPE

Tidak menjangkau &

mencukupi: LPDB, PNPM

Regulasi dan supervisi yang lemah: weak regulations & no dedicated supervisor self

regulated industry

Belum mampu meningkatkan daya tawar lembaga keuangan mikro: asosiasi masih terpecah-

pecah

Kapasitas rendah namun memiliki fleksibilitas dan

pengetahuan pasar

1. Departemen Perbankan Syariah – BI, Pola Kemitraan Bank Syariah dengan LKM Syariah dan Tatakelola Makrolevel LKM Syariah, 2013

2. Departemen Perbankan Syariah – BI, Pemetaan Kondisi Dan Potensi Bmt Kemitraan dalam rangka Memperluas Pasar & Jangkauan Pelayanan Bank Syariah kepada Usaha Mikro, 2012

3. Siebel, Hans Dieter, Islamic Microfinance in Indonesia, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), August 2005.

Page 8: Pengaturan LKM Syariah

Model Bisnis Bank Syariah

Page 9: Pengaturan LKM Syariah

IndonesiaCommercial

Bank (Inc. BRI Units)

Rural Banks Non-Bank-Non-Coop

MFI (LDKP)

Cooperatives

NGO-MFIBPR/S BKDS/L

Cooperative or Unit

Credit UnionIslamic

Cooperative (BMT)

Definition/Description of Institution

Full Service Banks

Area (province) restricted second-tier banks

Village community banks

Sub-district NBMFI founded by regional govt.

Coop of multi-purpose coop dealing inclusively with saving and lending

S&L coop patterned after credit union model

Sharia MFIs founded by local Muslim Community

Credit-only NGO-MFI

Legal Basis for Regulation (Law)

Banking Act (BA)7/1992 as amended by BA 10/1998Islamic BA 21/2008

Banking Act (BA)7/1992 as amended by BA 10/1998Islamic BA 21/2008

Banking Act (BA)7/1992 as amended by BA 10/1998

Provincial/District Regulations

Cooperative Law (CL) 25/1992 & Govt Regulation (PP) 9/1995

CL 25/1992 & PP 9/1995, Presidential Instruction 18/1998

CL 25/1992, Presidential Instruction 18/1998, Zakah Management Act (ZMA) 38/1999 amended by ZMA 23/2011

Deposit taking NGOs must adhere to Banking Act (BA) or Cooperative Law, NGOs should follow Foundation (Yayasan) Law, S&L groups should register w/ local Coop office

Regulator(s) and Role of Regulator(s), Supervisor(s)

Regulator: BI for all aspects of banking businessSupervisor: BI (off-site & on-site)

Regulator: BI for all aspects of banking businessSupervisor: BI (off-site & on-site)

Regulator: BISupervisor: BRI on behalf of BI

Regulator: Provincial/District Govt.Supervisor: Provincial Development Bank (BPD) or Provincial/District Audit Office.

Regulator: State Ministry of Coops & SME.Supervision: provincial/district gov't office dealing with coops.

Regulator: State Ministry of Coops & SME.Supervision: provincial/district gov't office dealing with coops.

Regulator: State Ministry of Coops & SME. & BAZNAS for Social Based ActivitiesSupervision: provincial/district gov't office dealing with coops. & BAZNAS

Regulator as NGO: Ministry of Justice.Supervisor as NGO: local social/political affairs office

Required Legal Form of Institution

Limited liability company (PT),local government enterprise (PD)

Limited liability company, local government enterprise, or coop

Limited liability company, local government enterprise, or coop

Local government enterprise (PD)

S & L coop (KSP) or division or unit of multipurpose coops (KSU)

S & L coop S & L coop or multi-purpose coops

Foundation

Framework for Indonesian Microfinance Institutions (Final Report of the IRIS Center, 2006)

Page 10: Pengaturan LKM Syariah

BMT/KJKS

UU 23 th 2011 ttg Pengelolaan Zakat

UU 25 th 1992 ttg Perkoperasian

UU 41 th 2004 ttg Wakaf

UU 1 th 2013 ttg Lembaga

Keuangan Mikro

KepMen 92 th 2004 ttg KJKS & UJKS

UU 17 th 2012 ttg Perkoperasian

OJK

BWIBAZNAS

KEMENKOP

Page 11: Pengaturan LKM Syariah

Posisi BMT dalam UU Perkoperasian dan UU Lembaga Keuangan Mikro

PerihalUU Perkoperasian

No 17/2012October 2012

UU LKMNo 1/2013

January 2013Definisi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) SyariahLembaga Keuangan Mikro (LKM) Berdasarkan Prinsip Syariah atau Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

Pasal 1 ayat 15, Pasal 83, Pasal 84 ayat 4, Pasal 87 ayat 3, BAB IX Jenis, Tingkatan dan Usaha

Pasal 1 ayat 1, BAB I Ketentuan UmumPasal 12 ayat 1, BAB IV Kegiatan UsahaPasal 39 ayat 1, BAB Ketentuan Peralihan

Regulator & Pengawas Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawas KSP

Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri

Pembentukan Lembaga Pengawasa Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan Pemerintah

Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam harus dibentuk paling lambat 2 tahun sejak UU ini diundangkan

Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan

Dalam melakukan pembinaan, Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementrian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementrian Dalam Negeri

Pembinaan dan pengawasan pada huruf b didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk

Pasal 100 ayat 1 sd 4, Bagian Ketiga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam, BAB XI Pengawasan dan Pemeriksaan

Pasal 28 ayat 1 sd 5, Pasal 31, Pasal 32, BAB X Pembinaan, Pengaturan, dan Pengawasan

Izin Usaha Kementerian Koperasi - UMKM Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pasal 88 ayat 1 dan 2, BAB X Koperasi Simpan Pinjam Pasal 9 ayat 1, BAB III Pendirian, Kepemilikan, dan

PerizinanBadan Hukum Koperasi Koperasi

Pasal 13 ayat 1 sd 3, BAB IV Pendirian, Anggaran Dasar, Perubahan Anggaran Dasar dan Pengumuman

Pasal 5, BAB III Pendirian, Kepemilikan, dan Perizinan

Peraturan Pendukung Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Peraturan OJK, Peraturan Pemerintah

Page 12: Pengaturan LKM Syariah

Pasal 39 UU 1 th 2013

Page 13: Pengaturan LKM Syariah

Status Badan Hukum BMT

92%

2%5%

1%

Status Badan Hukum BMT

KoperasiYayasanBelum Berbadan HukumLainnya

Status badan hukum BMT yang berada di Pulau Jawa berdasarkan hasil survey di dominasi oleh Koperasi (92%), dan selainnya ada yang belum berbadan hukum, yayasan, dan lainnya. Salah satu alasan BMT yang belum berbadan hukum dikarenakan BMT tersebut berbentuk KUBE, KSM dan lainnya.

Page 14: Pengaturan LKM Syariah

Posisi BMT dalam UU Perkoperasian dan UU Lembaga Keuangan Mikro

PerihalUU Perkoperasian

No 17/2012October 2012

UU LKMNo 1/2013

January 2013Wilayah Operasi Implisit Nasional; Implisit akan diatur oleh Peraturan

Menteri Maksimal Kabupaten/Kota, jika lebih luas LKM harus berubah menjadi bank

Pasal 90 ayat 3, BAB X Koperasi Simpan Pinjam Pasal 16 ayat 1 dan 2, Pasal 17, Pasal 18, BAB IV Kegiatan Usaha

Penjaminan Simpanan Simpanan Anggota wajib dijamin KSP dan Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin KSP

Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat membentuk lembaga penjamin simpanan LKM

Dalam hal diperlukan, Pemerintah bersama Pemerintah Daerah dan LKM dapat mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM

Ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 94 ayat 1 sd 5, BAB X Koperasi Simpan Pinjam Pasal 19 ayat 1,2 dan 3, BAB V Penjaminan SimpananJasa Pelayanan Simpan-Pinjam Jasa Pengembangan Usaha dan pemberdayaan masyarakat

(Simpan-Pinjam, Konsultansi dan Jasa Keuangan lainnya) Pasal 1 ayat 15, BAB I Ketentuan UmumPasal 94 ayat 4, BAB IX Jenis, Tingkatan dan UsahaPasal 89, BAB X Koperasi Simpan Pinjam

Pasal 11 ayat 1, BAB IV Kegiatan Usaha

Suku Bunga pinjaman atau imbal-hasil pembiayaan

N/A Suku bunga pinjaman atau imbal hasil Pembiayaan diatur dalam Peraturan PemerintahPasal 11 ayat 2, BAB IV Kegiatan Usaha

Sifat Nasabah Anggota (Eksklusif) Anggota dan masyarakat (Terbuka bagi siapa saja)Pasal 94 ayat 4, BAB IX Jenis, Tingkatan dan UsahaPasal 89, BAB X Koperasi Simpan Pinjam

Pasal 3 BAB II Asas dan Tujuan

Syariah Compliance N/A; Implicit akan diatur dalam Peraturan Pemerintah Sesuai (wajib) dengan fatwa syariah DSN-MUIPasal 87 ayat 3, BAB IX Jenis, Tingkatan dan Usaha Pasal 12 ayat 2, BAB IV Kegiatan Usaha

Dewan Pengawas Syariah N/A; Implicit akan diatur dalam Peraturan Pemerintah Wajib Membentuk DPSPasal 87 ayat 3, BAB IX Jenis, Tingkatan dan Usaha Pasal 13 ayat 1 dan 2, BAB IV Kegiatan Usaha

Page 15: Pengaturan LKM Syariah

Perihal Isu yang Perlu Penjelasan Lebih Jauh

Definisi Lembaga KJKS atau BMT pada prakteknya dilapangan merupakan entitas yang sama, bahkan beberapa lembaga menggunakan kedua istilah tersebut, misalnya “BMT KJKS fulan” atau KJKS BMT fulan”

Regulator & Pengawas Ketidakjelasan jenis lembaga mempengaruhi ketidakjelasan siapa yang berhak menjadi regulator atau pengawas.

Izin Usaha & Badan Hukum

Berbadan hukum koperasi damun berizin usaha berbeda akan menimbulkan kebingungan pada BMT yang telah beroperasi.

Koperasi harus mencantumkan jenis koperasi pada Anggaran Dasar membuat koperasi tidak mungkin memilih bentuk LKM

Peraturan Pendukung Kedua UU juga akan ada aturan teknis berupa Peraturan Pemerintah, jika tidak ada kejelasan pada istilah KJKS dan BMT, maka berpotensi muncul peraturan pemerintah yang berbeda dalam mengatur satu lembaga (BMT), seperti halnya dua UU ini.

Wilayah Operasi Perbedaan wilayah operasi akan menimbulkan risiko arbitrase, dimana BMT akan memilih sektor yang memberikan ruang operasi lebih luas

Penjaminan Simpanan Penjaminan simpanan oleh pemerintah masih bersifat diskresi/kebijakan, belum bersifat wajib, hal ini tentu belum memecahkan masalah keamanan dan kenyamanan menyimpan dana di lembaga keuangan untuk usaha mikro-kecil.

Jasa Pelayanan Perbedaan bentuk pelayanan yang diizinkan oleh kedua UU, akan berpotensi menimbulkan risiko arbitrase seperti halnya perbedaan ketentuan wilayah operasi

Suku Bunga pinjaman atau imbal-hasil pembiayaan

Terkesan suku bunga akan diatur oleh UU LKM dan tidak diatur dalam UU Perkoperasian, hal ini tentu akan membingungkan masyarakat usaha mikro-kecil karena pemerintah hanya melakukan kontrol harga pada LKM tetapi tidak pada koperasi simpan pinjam.

Ketika tidak ada kejelasan antara KJKS dan BMT, maka akan ada BMT yang diatur pricing-nya dan ada yang tidak.

Sifat Nasabah Perbedaan masyarakat yang bisa dilayani oleh kedua UU, akan berpotensi menimbulkan risiko arbitrase seperti halnya perbedaan ketentuan wilayah operasi

Konsekwensi Bagi BMT akibat UU Perkoperasian dan UU Lembaga Keuangan Mikro

Page 16: Pengaturan LKM Syariah

Kesimpulan

1. Pengaturan BMT berdasarkan UU, yaitu UU revisi dari UU No 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) perlu disosialisasikan lebih luas khususnya kepada praktisi BMT berikut implikasi kedua UU tersebut bagi operasional BMT yang selama ini telah berlangsung.

2. Posisi BMT perlu kejelasan lebih teknis karena UU Perkoperasian (mendatang) dan UU LKM secara eksplisit menaungi atau mengatur BMT, baik dalam aspek izin usaha, wilayah operasi maupun jenis produk. Diperlukan koordinasi pihak terkait dalam rangka pelaksanaan UU Perkoperasian dan UU LKM khususnya terkait penyusunan ketentuan teknis seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan OJK, Keputusan Menteri dan peraturan teknis lainnya, serta pengawasannya.

3. Perlu pengaturan terintegrasi yang dilakukan melalui sebuah Komite Nasional Keuangan Syariah khusus sektor keuangan mikro dan keuangan sosial