PENGARUH TOTALITAS KERJA, SYUKUR DAN
DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP SUBJECTIVE WELL-
BEING PENGUSAHA PEREMPUAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Kresna Widyasti
NIM : 11140700000006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/ 2018 M
MOTTO HIDUP
Aku ingin menjadi akar yang kuat untuk sebuah pohon yang hebat nan
tangguh
(Kresna Widyasti Santoso)
Laatahzan Innallaha Ma Ana
“Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”
PERSEMBAHAN
Karya ini sebagai sebuah bukti kasih, cinta dan sayang kepada
keluarga serta orang-orang yang telah mendukung saya hingga hari ini
dengan penuh kepercayaan dan kebanggaan. Terkhusus untuk Ayah
Yusup Budi Santoso dan Ibu Mulyati Santoso
YAKUSA
Yakinkan dengan Doa
Usahakan dengan kerja dan
Sampaikan dengan ilmu
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Juli 2018
(C) Kresna Widyasti
(D) xiv + 84 Halaman + lampiran
(E) Pengaruh Totalitas Kerja, Syukur dan Dukungan Sosial Terhadap
Subjective well-being Pengusaha Perempuan.
(F) Subjective well-being pengusaha perempuan merupakan topik yang hangat
dalam kehidupan organisasi dan telah menjadi fokus dan penelitian
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh totalitas
kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha
perempuan.
Penelitian ini menggunakan sampel 200 responden dari empat
lembaga kewirausahaan di Provinsi Jambi yang meliputi, HIPMI), APPSI,
WE GENPRO dan Jambi Berdaya. Uji validitas masing-masing item
dilakukan dengan metode CFA (Confirmatory Factor Analysis)
menggunakan software LISREL versi 8.70. Kemudian untuk melihat
pengaruh variabel-variabel Independen terhadap Subjective well-being,
peneliti menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression
analysis) dari SPSS versi 14.
Berdasarkan dari hasil analisis data yang dilakukan, terdapat
pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap subjective
well-being pengusaha perempuan di Provinsi Jambi. Selanjutnya, pada
penelitian ini hanya terdapat empat variabel independen yang memberikan
pengaruh signifikan terhadap subjective well-being, yaitu vigor, dedikasi,
sense of abundance dan dukungan sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari vigor, dedikasi, sense of
abundance dan dukungan sosial terhadap subjective well-being sebesar
35.6%.
(G) Daftar Bacaan: 30 jurnal + 2 buku + 2 artikel
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology State Islamic Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) July 2018
(C) Kresna Widyasti
(D) xv + 95 Pages + appendix
(E) Effect subjective well-being toward work engagement, gratitude and social
support on woman entrepreneurs.
(F) Subjective well-being effect on woman entrepreneurs it is hot topic in
organizational socials life and has become to focus in social research. This
study has a purpose to know effect subjective well-being toward work
engagement, gratitude and social support on woman entrepreneurs.
This study has been samples 200 respondents from four entrepreneur’s
organization in Jambi province, HIPMI, APPSI, WE GENPRO and the last
Jambi Berdaya. Validity constuct using confirmatory factor analysis,
softwere from Lisrel Version 8.70. and than for showed of independent
variable a significant influances for Subjective well-being researcher using
multiple regression analysis from softwere SPSS version 14.
The result showed a significant influences of work engagement, gratitude
and social support to subjective well-being woman entrepreneurs in Jambi
Province. This study just four independent variabels significant provides to
subjective well-being that is vigour, dedication, sense of abundace and
social support. from independent variables gives influence value 35.6% .
(G) References: 30 Journals+ 2 handbooks + 2 articles.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, rasa syukur yang luar biasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya di setiap saat, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh totalitas kerja, syukur dan
dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi
Jambi”. Shalawat beserta salam tidak lupa kita haturkan pula kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang berkat segala perjuangannya sehingga kita dapat
merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam Rahmatan lil alamin.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari
bantuan berbegai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abd.
Mujib, M.Si.. Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Abdul Rahman Shaleh M.Si,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Ilmi Amalia, M.Psi dan ibu Liany Luzvinda,
M.Si. Penulis sangat berterima kasih dan sangat beruntung dibimbing oleh
keduanya. Bimbingan beliau telah membuka wawasan serta menambah
pengetahuan penulis mengenai banyak hal. Bekerja keras dan jujur dalam
bekerja merupakan semangat yang beliau berikan untuk penulis. Terima kasih
atas segala arahan, masukan dan saran serta koreksi dalam pengerjaan skripsi
ini.
3. Dosen Pembimbing Akademik bapak Ikhwan Luthfi, M.Si yang selalu
memberikan feedback terhadap prestasi saya selama di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta serta dosen pembimbing akademik yang tidak pernah absen dalam mem-
followup perkembangan perolehan IPK saya per smester di AIS.
4. Dosen Pamong Kuliah Kerja Lapangan Ibu Sitti Evangeline Imelda Suaidy, M.Si
yang telah mempermudah penulis untuk menyelesaikan KKL di BNN Lido,
Bogor sehingga penulis dapat mengambil matakuliah seminar proposal skripsi
dan penulisan skripsi.
5. Orang tua penulis Ayah Yusup Budi Santoso dan Ibu Mulyati yang telah
memberikan dukungan yang teramat besar kepada penulis, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Serta ucapan terima kasih kepada adik
kandung penulis Dewi Wulandari yang telah bersabar hingga hari ini untuk
menyaksikan penulis mengenakan toga dan menyelesaikan pendidikan sarjana.
6. Kakak perempuan sekaligus sahabat dekat penulis, Permata Saimona yang selalu
mendukung penulis untuk terus berprestasi dan tentunya penyelesaian penulisan
skripsi ini.
7. Saudara angkat penulis, Abang Fazin Hisabi dan Mufidah Fariani yang
senantiasa memupuk semangat penulis hingga terselesaikannya skripsi ini
dengan tepat waktu.
8. Untuk Om dan Tante penulis, om Hari, om Riyanto, om Katno dan Tante Wati,
tante Yani, tante Rini dan tante Katini yang senantiasa mendokan penulis untuk
segera menyelesaikan pendidikan.
9. Untuk Abi Ismiyanto dan Umi Erni yang senantiasa sejak penulis kecil, beliau
selalu mengarahkan penulis untuk meraih Ridho Allah SWT, terutama pada
urusan pendidikan dan agama.
10. Sahabat satu kamar penulis, Karimah Adidah, S.Far, Apt., Khoirunisa, S,Far.,
Azizah Cesa Melia., S.Sos yang setiap tahunnya selalu memberikan warna yang
berbeda untuk kehidupan pribadi penulis.
11. Adik-adik dan sahabat sahabat dari Al-Munnah Squad, Fefy, Hafni, Kak Icha
Martha, Kak Isil, Kal Ela, Sarah, Rahma, Acim, Aden, Kak Nusa, Kak Hanna,
Kak Dian Meutiah, dan Salma yang senantiasa selalu memberikan semangat
dan doa kepada penulis untuk kesuksesan penulis.
12. Kepada abang penulis Muksin, yang tiada henti hentinya menasehati penulis
agar terselesaikannya sekripsi ini dengan tepat waktu.
13. Kepada tiga sahabat karib penulis Anna Mariana, Fathiana Arshuha dan Sri
Suryani Kusumawati yang selalu mendoakan penulis serta memberikan suntikan
semangat hingga terselesaikannya skripsi ini dengan tepat waktu.
14. Kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkhususnya HMI
Komisariat Psikologi dan KOHATI Cabang Ciputat periode 2018-2019, yang
karena LK 1, LKK dan LK 2 penulis bisa lebih dewasa dalam mengatur waktu
antara akademik dan organisasi sehingga penulis mampu menyelesaikan
pendidikan S1 dengan tepat waktu dan prestasi di HMI.
15. Kepada asisten penelitian, Mas Nur Fajri, Raihan Siregar, Mutoharoh dan Nurul
Hidayah yang berkat atas bantuan mereka penulis hanya memerlukan waktu 40
hari dalam penyelesaian bab 3 dan 4.
16. Kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2014, terima kasih
tidak terasa 4 tahun kita sudah bersama dalam menjalani suka duka kehidupan
kampus.
17. Dengan cinta dan kasih sayang tim penelitian payung 2018 yang diketuai oleh
bapak Dr.Abdul Rahman Shaleh, M.Si dan kawan-kawan seperjuanganku
Akhlis, Umi, Ellisa, Hany, Dwika, Hadi, Dilah dan Arin. Terima kasih sudah
bersama dan menemani dalam penyelesaian penelitian ini.
18.Terkhusus untuk Abangda Zainudin (Azmi Fathoni Arja, S.H) yang atas
kesabaran cinta kasih sayangnya, mampu mengantarkan penulis untuk
menyelesaikan studi dengan tepat waktu.
Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti sebagai balasan atas segala
kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi
manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para pembaca dan seluruh pihak yang
terkait.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Juli 2018
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN --------------------------------------------------------- ii
HALAMAN PERSETUJUAN ----------------------------------------------------- iii
LEMBAR ORISINALITAS -------------------------------------------------------- iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN --------------------------------------------------- v
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------- vi
KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------- ix
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------- xiii
DAFTAR GAMBAR ---------------------------------------------------------------- xiv
DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------- xv
BAB 1 PENDAHULUAN -------------------------------------------------------- 1-12
1.1 Latar Belakang Masalah ------------------------------------------------------ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah --------------------------------------- 10
1.2.1 Pembatasan Masalah ------------------------------------------------------ 10
1.2.2 Perumusan Masalah ------------------------------------------------------- 11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ---------------------------------------------- 11
1.3.1 Tujuan Penelitian ---------------------------------------------------------- 11
1.3.2 Manfaat Penelitian -------------------------------------------------------- 11
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ---------------------------------------------------- 11
1.3.2.2 Manfaat Praktis ----------------------------------------------------- 12
BAB 2 LANDASAN TEORI ------------------------------------------------------- 15-36
2.1 Subjective well-being ---------------------------------------------------------- 15
2.1.1 Pengertian Subjective well-being -------------------------------------- 15
2.1.2 Komponen Subjective well-being -------------------------------------- 15
2.1.2.1 Afek Positif dan Negatif -------------------------------------------- 16
2.1.2.1 Life Satisfaction ----------------------------------------------------- 18
2.1.3 Pengukuran SWB -------------------------------------------------------- 19
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi SWB ----------------------------- 20
2.2 Totalitas Kerja ------------------------------------------------------------------ 21
2.2.1 Pengertian Totalitas Kerja ---------------------------------------------- 21
2.2.2 Aspek Dalam Totalitas Kerja ------------------------------------------ 22
2.2.4 Pengukuran Totalitas Kerja --------------------------------------------- 23
2.3 Syukur --------------------------------------------------------------------------- 24
2.3.1 Definisi Syukur ----------------------------------------------------------- 24
2.3.2 Aspek-aspek Syukur ----------------------------------------------------- 25
2.3.3 Pengukuran Syukur ------------------------------------------------------ 27
2.4 Dukungan Sosial --------------------------------------------------------------- 28
2.4.1 Definisi Dukungan Sosial ----------------------------------------------- 28
2.4.2 Dimensi Dukungan Sosial ---------------------------------------------- 29
2.4.3 Pengukuran Dukungan Sosial ------------------------------------------ 32
2.5 Kerangka Berfikir -------------------------------------------------------------- 32
2.6 Hipotesis Penelitian ----------------------------------------------------------- 36
BAB 3 METODE PENELITIAN ------------------------------------------------- 37-64
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian --------------------------------------------- 37
3.2 Variabel Penelitian ------------------------------------------------------------ 37
3.3 Definisi Operasional Variabel ----------------------------------------------- 38
3.4 Instrument Pengumpulan Data ----------------------------------------------- 40
3.4.1 Instrument Penelitian ---------------------------------------------------- 41
3.5 Uji Validitas Konstruk -------------------------------------------------------- 44
3.5.1 Uji Validitas Konstruk SWB ------------------------------------------- 46
3.5.2 Uji Validitas Konstruk Vigor ------------------------------------------- 49
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Dedikasi --------------------------------------- 51
3.5.4 Uji Validitas Konstruk Absorbsi --------------------------------------- 52
3.5.5 Uji Validitas Konstruk Sense of Abundance ------------------------- 54
3.5.6 Uji Validitas Konstruk Simple Appreciation ------------------------- 55
3.5.7 Uji Validitas Konstruk Appreciation for Others -------------------- 57
3.5.8 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial ----------------------------- 59
3.6 Teknik Analisis Data ---------------------------------------------------------- 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN ------------------------------------------------------ 65-72
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ------------------------------------------------- 65
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ------------------------------------------------------ 66
4.2.1 Kategori Skor Variabel -------------------------------------------------- 67
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ------------------------------------------------------- 69
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ---------------------------------- 69
4.3.2 Pengujian Proporsi Varian --------------------------------------------- 72
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ------------------------------ 73-80
5.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------------------- 73
5.2 Diskusi -------------------------------------------------------------------------- 73
5.3 Saran ----------------------------------------------------------------------------- 78
5.3.1 Saran Teoritis ------------------------------------------------------------- 78
5.3.2 Saran Praktis -------------------------------------------------------------- 80
DAFTAR PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 81-84
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ------------------------------------------------ 40
Tabel 3.2 Blue Print Skala Flourishing Schale & PANAS ------------------- 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Utrecht Work Engagement Scale ---------------- 42
Tabel 3.4 Blue Print Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test -- 43
Tabel 3.5 Blue Print Skala Social Provisions Scale --------------------------- 44
Tabel 3.6 Muatan Faktor Skala SWB -------------------------------------------- 48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Skala Vigor -------------------------------------------- 50
Tabel 3.8 Muatan Faktor Skala Dedikasi ---------------------------------------- 51
Tabel 3.9 Muatan Faktor Skala Absorbsi---------------------------------------- 53
Tabel 3.10 Muatan Faktor Skala Sense of Abundance -------------------------- 55
Tabel 3.11 Muatan Faktor Skala Simple Appreciation -------------------------- 57
Tabel 3.12 Muatan Faktor Skala Appreciation for Others --------------------- 58
Tabel 3.13 Muatan Faktor Skala Dukungan Sosial ------------------------------ 61
Tabel 4.1 Subjek Penelitian ------------------------------------------------------- 65
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ------------------------------------------------------ 66
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor -------------------------------------------- 68
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel -------------------------------------------- 68
Tabel 4.5 R Square Model Summary --------------------------------------------- 69
Tabel 4.6 ANOVA ------------------------------------------------------------------ 70
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ------------------------------------------------------- 71
Tabel 4.8 Proporsi Varians -------------------------------------------------------- 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ------------------------------------------- 33
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik SWB ------------------------------ 47
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Vigor ----------------------------- 49
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Dedikasi ------------------------- 51
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Absorbsi ------------------------- 53
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Sense of Abundance ------------ 54
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Appreciation with Simple ----- 56
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik Appreciation for Others ------- 58
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik Dukungan Sosial --------------- 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Output SPSS ------------------------------------------------------------ 84
Lampiran 2 : Angket Penelitian ------------------------------------------------------ 95
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Rajasa (2012) salah satu mesin penggerak perekonomian suatu negara
ialah pada sektor kewirausahaan, untuk menjadi sebuah negara maju dibutuhkan
paling tidak 4% dari seluruh masyarakat yang bergerak dibidang wirausaha.
Laporan dari badan pusat statistik per Februari, Puspayoga (2017) saat ini jumlah
pengusaha di Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya
sebesar 1,67 % menjadi 3,10% dari total jumlah penduduk Indonesia yang saat ini
mencapai 225 juta jiwa. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa adanya kenaikan
minat masyarakat terhadap dunia kewirausahaan.
Kewirausahaan merupakan pilihan profesi yang penting. Dalam waktu yang
bersamaan kewirausahaan dapat mengubah sistem politik serta lingkungan, sosio-
ekonomi dengan menghasilkannya lapangan pekerjaan untuk masyarakat,
kemudian dalam bidang yang lebih kecil kewirausahaan berkontribusi dalam
menciptakan, inovasi dan pertumbuhan ekonomi global (Gelderen, Brand & Praag
et al,. 2008).
Kewirausahaan merupakan pilihan profesi yang memiliki banyak benefit
misalnya saja autonomy dan greater flexibility (Sorensson & Dalborg, 2017). Dua
hal tersebut merupakan alasan kebayakan orang untuk memilih profesi sebagai
pengusaha. Dengan autonomy pengusaha dapat bebas berinovasi, selain itu
pengusaha dituntut untuk selalu feksibel dalam segala hal.
Kewirausahaan menjadi pilihan karir yang banyak diminati oleh kaum
perempuan (Sorensson & Dalborg, 2017). Data menyebutkan bahwa pengusaha
perempuan menyumbang sepertiga dari semua bisnis yang beroperasi dalam
ekonomi formal di seluruh dunia. Sebuah fenomena menarik terjadi di Indonesia
bahwasanya sepertiga dari jumlah UMKM di Indonesia, merupakan usaha yang
dimiliki oleh pengusaha perempuan. Hal ini berarti, pengusaha perempuan
memiliki kapasitas yang cukup besar secara jumlah.
Selain memiliki jumlah yang besar pengusaha perempuan juga memiliki
angka kepuasan hidup yang tinggi (Jyoti, Sharma dan Kumari, 2011). Kepuasan
hidup ialah dimensi untuk mengukur subjectivr well-being. Dimana subjective well-
being bukan hanya sekedar perasaan senang, melainkan perasaan yang lebih dari
senang serta meliputi perasaan yang puas terhadap kehidupannya. Well-being yang
tinggi dapat mengembangkan individu untuk lebih merasakan kepuasan dan mampu
membuat kontribusi positif untuk komunitas atau lingkungan (Sorensson &
Dalborg, 2017).
Dalam realitanya, walaupun pengusaha perempuan memiliki angka
kepuasan hidup yang tinggi, hal ini tidak berarti bahwa pengusaha perempuan tidak
mendapatkan kendala apapun. Pengusaha perempuan memiliki tuntutan kerja yang
tinggi dengan beban ganda yang mereka miliki, dan tidak semua menikmati
profesinya sebagai pengusaha perempuan. Ditemukan dalam studi pendahuluan,
behwa ada yang sangat menikmati profesi sebagai pengusaha perempuan namun
disisi lain ia juga merasakan ketegangan dan tingkat stress yang tinggi akibat beban
ganda yang ia miliki sebagai pengusaha perempuan dan sekaligus ibu rumah
tangga.
Sebelumnya peneliti melakukan uji pendahuluan mengenai fenomena
pengusaha perempuan dengan menggunakan metode wawancara kepada salah satu
pengusaha perempuan yang memiliki usaha dibidang kulinery selama lebih kurang
14 tahun di provinsi Jambi MY (41 th). Dalam studi pendahuluan ini peneliti
menemukan bahwa tingkat stress yang tinggi cenderung sering dialaminya ketika
ia mendapatkan orderan ketring dalam jumlah yang besar. MY mengaku ia
memiliki kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakatnya dibidang kuliner
serta ia pun merasakan kebahagiaan (happiness) ketika ia bisa mengatur usahanya
sediri dengan mandiri sebagai pemilik sekaligus pemimpin usaha tersebut. MY
menjelaskan pula bahwasanya ia merasa sangat puas dengan kehidupannya saat ini,
dikarenakan secara pendapatan rumahtangga atau income yang ia peroleh
cenderung stabil, karena melalui dua sumber pemasukan yang aktif. Pertama nafkah
dari suami sebagai kepala rumah tangga dan yang kedua penghasilan yang MY
peroleh dari hasil menjalankan usahanya sendiri.
Kemudian peneliti menilai bahwa seorang pengusaha perempuan
kemungkinan memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Hal ini bisa
dikarenakan oleh beban ganda yang dimiliki oleh kaum perempuan, seperti
mengatur urusan domestik rumah tangga, dapur, sumur dan kasur. Hal tersebut
tidak bisa terelakan lagi dalam keseharian dikarenakan budaya yang dianut
kebanyakan warga Indonesia adalah budaya timur dalam hal ini budaya patriarki
yang paling ditonjolkan. Disisi lain perempuan yang bekerja di kalangan publik
harus bersikap profesional karena tuntutan kesetaraan gender. Artinya dalam hal ini
perempuan dihadapkan dengan dua tugas dalam dirinya, yakni tugas diranah
domestik sebagai ibu rumah tangga dan tugas sebagai warga sipil yang harus
bekerja dengan profesional dengan menjujung tinggi azas kesetaraan gender di
tempat ia bekerja. Dari fenomena ini peneliti menilai bahwa tingginya tuntutan
kerja baik dalam ranah dometik maupun ranah publik, perempuan tentu memiliki
kebutuhan akan kesejahteraan yang tinggi, namun apakah bisa pengusaha
perempuan memiliki subjective well-being yang tinggi?, disamping itu pengusaha
perempuan memiliki beban ganda yang berat?
Dalam penelitian ini terdapat fenomena yang menarik di tempat saya lahir,
yakni provinsi Jambi banyak sekali perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha
baik dalam bidang industri maupun jasa. Namun rata-rata kebanyakan dari mereka
berstatus ibu rumah tangga. Menariknya mereka berwirausaha dalam rangka
membantu perekonomian kelurga, artinya mereka bekerja sebagai pengusaha
dikarenakan dorongan ekonomi. Wajar saja angka perceraian rumah tangga di
provinsi Jambi masih cenderung tinggi. Sebagain besar warga provinsi Jambi
merupakan warga pendatang kemudian menetap dalam jangka waktu yang lama.
Sehingga perkembangan industri di provinsi Jambi cenderung melambat. Proses
jual beli merupakan kegiatan sehari hari warga provinsi Jambi yang cenderung
konsumtif. Misalnya saja untuk cabai merah provinsi Jambi masih mengambil
bahan baku dari Sumatera Barat. Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa harga bahan
pokok di provinsi Jambi misalnya saja cabai merah harganya sudah cukup tinggi.
Ini lah salah satu alasan kenapa perempuan di provinsi Jambi ikut terjun di dalam
wirausaha, yakni karena tingginya biaya hidup yang harus ditanggung dalam
sebuah keluarga.
Salah satu konsep dari kesehatan mental ialah well- being dimana well-
being merupakan istilah umum untuk menggambarkan kondisi individu atau
kelompok, misalnya kondisi sosial psikologis, rohani, atau medis. Well-being yang
tinggi menandakan bahwa individu atau kelompok tersebut memiliki pengalaman
yang positif. Sementara well-being yang rendah dikaitkan dengan keadaan atau
kondisi yang negatif. Jauh dari itu Diener, Lucas, dan Oishi (2005) mendefinisikan
subjective well-being sebagai konsep yang meliputi emosi, pengalaman
menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi.
Subjective well-being terdiri dari tiga aspek pengembangan yaitu aspek positif, dan
afek negatif serta kepuasan hidup. Afek positif dan afek negatif merupakan bagian
dari aspek aktif sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek yang
merepresentasikan aspek kognitif individu. Individu dengan subjective well-being
yang tinggi menilai hidupnya secara positif dan merasakan kegembiraan dan
kebahagiaan. Subjective well-being yang rendah adalah individu yang sedikit sekali
merasakan kesenangan serta lebih sering merasakan emosi yang negatif, seperti
kemarahan dan rasa cemas. Out come yang akan diperoleh ketika memiliki
subjective well being yang tinggi antara lain, ia mampu merasakan kepuasan dalam
hidup serta mampu berkontribusi dengan lingkungannya, namun sebaliknya jika ia
memiliki well-being yang rendah ia akan cenderung merasakan tingkat stress yang
tinggi, serta kepuasan hidup yang rendah. Contoh kasus ketika seseorang
merasakan bahwa apa yang ia kerjakan adalah passion maka ia akan semakin ahli
dalam bidangnya, maka akan berlaku sebaliknya jika seseorang ahli dalam sebuah
bidang yang ia kuasai maka ia akan semakin menemukan passion-nya. Dimana
proses dalam menemukan sebuah passion kita harus lebih banyak menjumpai afek
positif atau pengalaman-pengalaman positif sehingga kita menemukan sebuah
kepuasan dalam hidup atas pencapaian yang sudah kita miliki.
Terdapat penelitian tentang subjective well-being misalnya oleh Diener
(1984) dalam laporan penelitian tentang sebagian besar orang bahagia dengan
kehidupannya. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar orang
merasa puas dengan pernikahannya, pekerjaanya dan waktu luang yang dimiliki.
Dari hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa kepuasan hidup adalah salah satu
faktor penting yang mempengaruhi subjective well-being. Well-being yang tinggi
dapat mengembangkan individu untuk lebih merasakan kepuasan dan mampu
membuat kontribusi positif untuk komunitas atau lingkungan (Sorensson &
Dalborg, 2017). Sedangkan well-being yang rendah berhubungan dengan tingginya
tingkat stress, depresi serta kecemasan. Dimana tiga hal tersebut merupakan bagian
atau out come dari afek negatif (Diener & Chan, 2011).
Berdasarkan penjabaran mengenai subjective well-being diatas, maka
peneliti menemukan beberapa variabel yang diprediksi mempengaruhi subjective
well-being. Independent variabel pertama yang akan menjadi fokus penelitian kali
ini adalah totalitas kerja yang terdiri dari tiga variabel yakni vigor, dedikasi dan
absorbsi (Shaleh, 2016). Independent variabel kedua yang diprediksi peneliti
memiliki pengaruh terhadap subjective well-being ialah variabel syukur dimana
terdapat tiga dimensi pada variabel syukur yakni, sense of abudance, appreciation
with others dan simple appreciation (Watkins, Woodward, Stone & Kolts, 2003).
Independent variabel ketiga yang diprediksi akan mempengaruhi subjective well-
being ialah dukungan sosial. Dalam teori Cutrona, Russell dan Rose (1986)
dukungan sosial terbagi menjadi 6 dimensi, meliputi attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance.
Selanjutnya masing masing dari tiga variabel ini yang meliputi totalitas kerja,
syukur dan dukungan sosial akan dijelaskan berdasarkan fenomena yang peneliti
temukan dari hasil literature riview sebelumnya untuk memperkuat fenomena yang
akan diteliti.
Banyak faktor yang menjadi penentu munculnya subjective well-being
dalam bekerja. Bakker & Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara totalitas kerja dengan subjective well-being. Perilaku organisasi
positif (POB) merupakan pendekatan perilaku organisasi yang sebagaian besarnya
berlandaskan kondisi psikologis positif. Pendekatan psikologi positif dalam
organisasi juga menempatkan totalitas kerja sebagai salah satu prespektifnya.
Istilah totalitas kerja didefinisikan sebagai kondisi yang penuh gairah dalam bekerja
yang dicirikan oleh semangat, dedikasi dan keterlarutan (Shaleh, 2016).
Totalitas kerja didefinisikan sebagai satu hal yang positif, yang berkaitan
dengan keadaan atau pikiran serta ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorbsi
(Schaufeli & Salanova, 2006). Vigor mengacu pada tingkat energi dan ketahanan
mental yang tinggi dalam suatu pekerjaan serta bersedia berupaya dan tekun.
Dedikasi mengacu pada antusiasme, inspirasi, merasa dipentingkan, kebanggaan
dan tantangan. Absorbsi dalam kegiatan kerja mengacu pada konsentrasi penuh
dalam pekerjaan serta susah dalam melepaskan diri dalam pekerjaan (Schaufeli &
Salanova, 2006).
Totalitas kerja merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan subjective
well-being untuk pekerja dan pelaku kerja dengan beberapa alasan. Salah satunya
ialah totalitas kerja merupakan pengalaman positif pada diri individu selain itu
totalitas kerja berkaitan dengan kesehatan yang baik dan afeksi yang positif (Bakker
& Oerlemans, 2010). Oleh karena itu maka penting untuk melakukan pengukuran
terhadap totalitas kerja karena pada dasarnya istilah ini diletakkan pada kondisi
yang bergairah, dalam mencapai tujuan organisasi, mencakup keterlibatan,
kommitment dan passion, antusiasme dan ketekunan kerja dan penuh energi yang
keseluruhannya meliputi komponen sikap dan perilaku. Ketika dikaitkan antara
totalitas kerja dan subjective well-being tentu kita akan mendapat kemungkinan
hasil yang berbeda, pertama apakah totalitas kerja memiliki peran dan kontribusi
terhadap subjective well-being seseorang atau bahkan sebaliknya? Terutama
dikalangan pengusaha perempuan yang nota bene memiliki beban ganda di ranah
domestik dan di ranah publik.
Selain totalitas kerja yang menjadi salah satu variabel dalam mempengaruhi
subjective well-being peneliti juga menemukan beberapa variabel lain yang diduga
memiliki pengaruh terhadap subjective well-being yakni syukur. Syukur adalah
apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan hal yang baik atau
membantu mereka. Secara lebih spesifik, syukur diartikan sebagai sebuah rasa atas
kebahagiaan yang timbul sebagai reaksi ketika menerima sebuah kebaikan atau
berupa hadiah, baik pemberian yang manfaatnya bersifat nyata dari orang tertentu,
atau saat dimana timbul perasaan damai dan bahagia akibat keindahan alami
(Watkins, Emmons, Greaves & Bell, 2017).
Gratitude (syukur) mewakili sifat kepribadian positif klasik, menjadi
indikator pandangan dunia yang berorientasi pada memperhatikan dan menghargai
hal positif dalam kehidupan. Individu yang bersyukur lebih sering serta lebih intens
merasakan pengaruh rasa syukur, memiliki pandangan yang lebih positif dari
lingkungan sosial mereka dan terus menerus fokus pada hal positif di lingkungan
mereka, dengan apresiasi yang lebih besar terhadap kehidupan mereka dan barang
milik mereka (McCullough, Emmons dan Tsang, 2002). Syukur berhubungan
dengan kesejahteraan kemudian, penelitian ini telah menyarankan bahwa rasa
syukur sangat kuat berkolerasi dengan kesejahteraan seperti sifat-sifat positif
lainnya (Watkins, Emmons, Greaves & Bell, 2017).
Meneliti syukur (gratitude) pada pengusaha perempuan penting karena
beberapa alasan. Pertama karena kaitannya dengan fungsi emosi positif. Rasa
syukur memiliki hubungan sebab akibat dengan perilaku positif (Watkins,
Emmons, Greaves & Bell, 2017). Sikap positif, dalam hal ini terkait dengan rasa
bahagia, berhubungan dengan akibat dari tercapainya kehidupan yang unggul yang
melintasi berbagai konteks (Diener & Chan, 2011). Sering kali mengalami emosi
positif dapat membuat seseorang menjadi lebih sehat dan menjadi lebih tahan
banting (tangguh, tabah), memicu meningkatnya optimalisasi fungsi diri,
kesejahteraan, dan pengembangan serta dapat menghilangkan pengaruh bawaan
emosi negatif (McCullough, Emmons dan Tsang, 2002).
Dalam sebuah penelitian mengenai hubungan gratitude terhadap subjective
well-being odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation Bandung,
ditemukan bahwa ada korelasi yang positif antara gratitude dan subjective well-
being. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar odapus wanita dewasa awal di
Syamsi Dhuha Foundation Bandung sebanyak 100% (30) memiliki faset simple
appreciation yang tinggi. Kemudian 86.67% (26) memiliki faset appreciation for
others yang tinggi. Lalu 13.3% (4) memiliki faset appreciation for others yang
rendah (Mahardika & Halimah, 2017). Artinya semakin tinggi tingkat subjective
well-being pada odapus wanita maka semakin tinggi pula perilaku syukur yang
mereka miliki.
Selain totalitas kerja dan syukur variabel lain yang diprediksi
mempengaruhi subjective well-being pada penelitian kali ini ialah dukungan sosial.
Dukungan sosial dalam Cutrona, Russell, dan Rose, (1986) memiliki enam dimensi
psikologi, attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance,
guidance, opportunity for nurturance. Dukungan sosial mempunyai manfaat
emosional yang akan memberikan kekuatan pada diri individu untuk berusaha
bangkit dan meningkatkan kesejahteraanya. Sedangkan Sarafino (2011)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai perasaan kenyamanan, perhatian,
penghargaan atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain.
Dalam penelitian yang pernah dilakukan Ramaprabou, V (2017) mengenai
perceived social support and subjective well-being among working woman who are
living away from their families. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
wanita yang bekerja dengan dukungan sosial yang tinggi dari keluarga dan teman-
teman (significant others) hasilnya menunjukan bahwa mereka cenderung memiliki
tingkat subjective well-being yang baik atau tinggi dari pada mereka yang memiliki
dukungan sosial yang lebih rendah. Hal ini menandakan bahwasanya individu yang
mendapatkan dukungan sosial yang banyak cenderung akan lebih berhasil
mencapai tingkat subjective well-being yang baik.
Dari keempat variabel di atas penulis menemukan adanya keterkaitan antara
variabel totalitas kerja, syukur, dan dukungan sosial terhadap subjective well-being
pada pengusaha perempuan. Namun demikian, secara umum penelitian yang sudah
ada hanya dilakukan pada pekerja kantoran, sehingga terdapat urgensitas penelitian
ini untuk dilakukan kepada pelaku wiraswasta, khususnya pengusaha perempuan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan variabel psikologi yang
mempengaruhi subjective well-being pada tingkatan individu. Oleh karena itu
peneliti menilai bahwasanya penelitian mengenai subjective well-being pada
pengusaha perempuan sangat perlu untuk dilakukan guna melihat pengaruhnya
terhadap kesejahteraan pengusaha perempuan.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi pada subjective well-being, totalitas kerja, syukur dan
dukungan sosial. Adapun variabel yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Diener, Lucas, dan Oishi, (2005) mendefinisikan subjective well-being sebagai
“Person cognitive and affective evaluations of his or her life”. Sehingga
subjective well-being ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap
kehidupannya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional (afek positif dan afek
negatif) serta kepuasan kepuasan hidup.
2. Bakker mendefinisikan mengenai work engagement atau totalitas kerja yang
merupakan sebuah keadaan yang positif dan meyelesaikan pekerjaan yang
dicirikan oleh semangat, dedikasi, dan keterlarutan (Bakker, Schaufeli, Leiter &
Taris at.al., 2008).
3. Syukur adalah apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan
hal yang baik atau membantu mereka (Watkins, Emmons, Greaves & Bell,
2017).
4. Dukungan sosial menurut Cutrona, Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku
interpersonal yang mempunyai respon positif terhadap kebutuhan atas
kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu penyelesaian masalah yang
efektif melalui pemberian informasi terkait dengan bantuan nyata.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat terhadap disiplin ilmu
pengetahuan khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dengan
memberikan bukti-bukti empiris pada penelitian ini. Penelitian ini diharapkan
menjadi referensi teoritis dan empiris atau masukan bagi peneliti-peneliti lain yang
ingin mengukur subjective well-being pengusaha perempuan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengembangan kapasitas diri pengusaha
perempuan di provinsi Jambi, dimana hasil penelitian ini akan diberikan langsung
kepada organisasi kewirausahaan yang menjadi patner penelitian ini.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Subjective Well-being
2.1.1 Pengertian subjective well-being
Pengertian subjective well-being ialah “Person cognitive and affective evaluations
of his or her life” (Diener, Lucas dan Oishi 2005). Sehingga subjective well-being
ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap kehidupannya. Evaluasi
ini mencakup reaksi emosional pada peristiwa seperti halnya pandangan kognitif
dari kepuasan hidup dan pemenuhan diri. Studi tentang subjective well-being telah
berkembang sedemikian rupa, karena individu memperhatikan perasaanya sendiri
dan kepercayaanya. Seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang
tinggi jika mereka merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan
emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Diener dan Lucas (1999) dalam
Diener dan Chan (2011) Subjective well-being dapat diketahui dari ada atau
tidaknya perasaan bahagia dan ketika seseorang mengkarakteristikan atau
mencirikan suatu kehidupan yang baik maka ia akan membicarakan tentang
kebahagiaan, kesehatan, dan umur yang panjang.
2.1.2 Komponen-komponen subjective well-being
Diener (2005) subjective well-being merupakan konsep yang meliputi emosi,
pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup
yang tinggi. Subjective well-being terdiri dari tiga aspek pengembangan yaitu aspek
positif, dan afek negative serta kepuasan hidup. Afek positif dan afek negatif
merupakan bagian dari aspek aktif sedangkan kepuasan hidup merupakan aspek
yang merepresentasikan aspek kognitif individu. Individu dengan subjective well-
being yang tinggi menilai hidupnya secara positif dan merasakan kegembiraan dan
kebahagiaan. Subjective well-being yang rendah adalah individu yang sedikit sekali
merasakan kesenangan serta lebih sering merasakan emosi yang negatif, seperti
kemarahan dan rasa cemas.
Terlepas dari kita temukan dalam pengorganisasian kepuasan terhadap
domain kehidupan, struktur umum dari subjective well-being ini didasarkan pada
pengalaman kesejahteraan. Diener dan Suh (1997) telah menemukan tiga
komponen umum subjective well-being, kepuasan hidup (life satisfaction),
penilaian afek positif (mood dan emosi yang menyenangkan) dan afek negatif
(mood dan emosi yang tidak menyenangkan). Afek positif dan afek negatif
termasuk ke dalam komponen afektif, sementara kepuasan hidup dan domain
kepuasan termasuk ke dalam komponen kognitif (Dodge, Daly, Huyton & Sanders,
2012)
2.1.2.1 Positive affect dan negative affect
Positif affect dan negative affect bersifat independen karena memicu kontrol di
lapangan Bradburn dalam Diener (1984). Diener dan Emmons (1984) menulis
sebuah penelitian mengenai positive affect dan negative affect (Larsen dan Eid,
2008). Banyak peneliti melihat komponen hedonis subjective well-being sebagai
rasio positive affect terhadap negative affect (Larsen dan Eid, 2008) dan melihatnya
sebagai komponen penting dalam keseluruhan struktur subjective well-being
(Larsen dan Eid, 2008).
Emosi (mood), yang keduanya diberi label afek, mencerminkan penilaian
seseorang terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Diener, Suh, Lucas
& Smith (1999) dalam Frances, Angelo, Zhaoli & Wanberg (2005) menjelaskan
bahwa pengalaman emosi setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu activation dan
arousal; dan pleasantness atau evaluation. Afek positif (positif affect) adalah
kombinasi arousal dan pleasantness, dan emosi yang termasuk di dalamnya antara
lain aktif, sikap sedia, dan senang. Afek negatif adalah kombinasi arousal dan
unpleasantness, dan didalamnya terdapat emosi seperti cemas, sedih, dan ketakutan
Mendemonstrasikan bahwa item yang banyak dari skala kepuasan hidup, perasaan
senang (pleasant affect) dan perasaan tidak senang (unpleasant affect) membentuk
faktor-faktor yang bisa dipisahkan satu sama lain. Dalam hal ini, afek memiliki
dimensi frekuensi dan intensitas. Dimensi frekuensi merupakan keseluruhan jumlah
predominasi afek positif dan afek negatif (Diener, Lucas dan Oishi, 2005). Afek
postif dan afek negatif bersifat independen, meskipun demikian beberapa penelitian
menunjukan bahwa keduanya berkolerasi negatif. Semakin sering seseorang
merasakan salah satu afek, semakin rendah frekuensi afek lain yang dirasakan.
Dimensi identitas mengacu pada kuat lemahnya afek yang dirasakan oleh
seseorang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa kedua afek yang independen ini
muncul secara bersamaan.
Dalam meneliti well-being sebaiknya menggunakan frekuensi dalam
meneliti afek positif dan afek negatif. Alasannya, karena well-being berbicara
mengenai evaluasi kondisi emosi yang sifatnya relatif jangka panjang, sedangkan
intensitas lebih bisa menjelaskan suasana emosi yang bersifat lebih sementara,
seperti emosi (mood) (Diener, Scollon, dan Lucas, 2003). Selain itu, jika afek positif
dan negatif terasa kuat secara bersamaan maka akan membingungkan dalam
penentuan well-being seseorang.
2.1.2.2 Kepuasan hidup (life satisfaction)
Dimensi ketiga dari subjective well-being yang diidentifikasi oleh Andrews dan
Withey (1976) dalam Diener (1984) ialah kepuasan hidup. Kepuasan hidup (life
satisfaction) merupakan penilaian kognitif terhadap kehidupan seseorang. Dengan
demikian, hal itu mungkin secara tidak langsung mempengaruhi, kemudian
subjective well-being memiliki komponen lain selain komponen hedonis; Ini
mencakup penilaian kognitif tentang kehidupan seseorang, secara keseluruhan, dan
memuaskan (Larsen dan Eid, 2008) beberapa peneliti menyebutkan bahwa ini
sebagai kepuasan hidup (life satisfaction), kemudian sebagian besar melihatnya
sebagai fitur penting dalam keseluruhan struktur subjective well-being (Larsen dan
Eid, 2008). Ada kemungkinan penilaian kepuasan hidup (life satisfaction), berbeda
dengan komponen hedonik (Larsen dan Eid, 2008).
Kepuasan hidup (life satisfaction) yang sering kali disebut dengan istilah
penilaian secara global (Diener, Scollon dan Lucas, 2003), merefleksikan penilaian
individu bahwa kehidupannya ini berjalan dengan baik. Setiap individu dapat
menelaah kondisi kehidupannya sendiri, menimbang pentingnya kondisi-kondisi
tersebut, dan kemudian mengevaluasi kehidupannya ke dalam skala memuaskan
dan tidak memuaskan. Evaluasi global semacam ini disebut dengan penelitian
kognitif atas kepuasan hidup. Dikatakan demikian karena penelitian ini
membutuhkan proses kognitif (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). Penilaian
kepuasan yang dilakukan seseorang didasarkan pada informasi yang tersedia pada
saat penilaian tersebut dilakukan, dan kebanyakan dari informasi tersebut
merupakan informasi yang tetap sama dari waktu ke waktu. Di dalam banyak kasus,
orang cenderung menggunakan informasi yang relevan dan stabil, yang pada
akhirnya akan menghasilkan penilaian kepuasan yang stabil dan bermakna (Diener,
Scollon dan Lucas, 2003). Pada saat membuat penilaian kepuasan hidup, seseorang
juga menggunakan sumber-sumber informasi lain, diantaranya perbandingan
dengan standar-standar yang penting (Diener, Scollon dan Lucas, 2003).
Kepuasan hidup (life satisfaction) digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengukur well-being karena dengan cara ini peneliti dapat menangkap well-being
dalam bentuk luas dari sudut pandang partisipanitu sendiri (Diener, Scollon dan
Lucas, 2003). Selain itu, keuntungan dari melihat kepuasan hidup sebagai ukuran
well-being adalah karena tipe pengukuran ini menangkap sensasi secara global akan
well-being dari perspektifnya sendiri (Diener, Scollon dan Lucas, 2003).
2.1.3 Pengukuran subjective well-being
Salah satu langkah pengukuran terbaik dari komponen afektif subjective well-being
ialah yang dikembangkan oleh Fordyce (1988), dengan cara meminta subjek untuk
memperkirakan persentase waktu yang mereka rasakan bahagia, persentase waktu
yang mereka rasakan netral, dan persentase waktu mereka merasa tidak bahagia
selama periode waktu tertentu (misalnya tahun lalu), sehingga akumulasi dari
perasaan netral, bahagia dan sedih bertambah hingga 100% (Larsen dan Eid, 2008).
Subjective well-being mengacu pada pengalaman afektif dan penilaian
kognitif, laporan dari ukuran mengenai subjective well-being sangat diperlukan
(Frances Kee-Ryan, at al 2005). Dengan rekan-rekannya Diener mengembangkan
subjective well-being dengan Life scale (Diener, Emmons, Larsen, & Griffin, 1985),
yang menjadi ukuran standar kepuasan hidup (life satisfaction) dan telah
diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Lebih lanjut, Diener (2005) menggunakan
Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang ia kembangkan pada tahun1985 untuk
mengukur subjective well-being seseorang. Hal tersebut dikarenakan subjective
well-being berkenaan dengan evaluasi hidup seseorang yang dapat dilihat dari
kepuasan hidup mereka, yang didasarkan kepada perasaan, termasuk suasana hati
dan emosi. Ketika seseorang merasakan sedih atau mereka merasa gembira itu
dikarnakan mereka merasakan apakah hidup mereka baik atau tidak. (Frances Kee-
Ryan, at al 2005)
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being
Diener (1984) menjelaskan mengenai beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
subjective well-being diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Variabel demografi (pendapatan, status pernikahan, aktivitas sosial)
Pendapatan memiliki hubungan yang positif dengan subjective well-being di
beberapa negara. Kepuasan terhadap pendapatan adalah hal yang berkorelasi
dengan kebahagiaan (happiness). Status pernikahan memiliki pengaruh yang
positif terhadap subjective well-being. Responden yang sudah menikah mengaku
lebih puas dengan kehidupannya ketimbang responden yang belum menikah.
Begitu juga dengan aktivitas sosial, responden yang memiliki aktivitas sosial
cenderung puas dengan kehidupannya ketimbang responden yang tidak memiliki
aktivitas sosial sama sekali.
2. Kepribadian
Kepribadian memberikan arah terhadap pengaruh happiness dalam jangka waktu
yang cukup lama, kepribadian menjadi kepercayaan sehingga menetap dan
menjadi penting bahwa kepribadian yang sehat akan membangun subjective
well-being dan membangun rasa kedamaian.
3. Totalitas kerja
Totalitas kerja memiliki hubungan yang positif terhadap subjective well-being.
Dimana, ketika seseorang bekerja dengan keras dan penuh semangat serta
dedikasi yang tinggi, ia akan cenderung menemukan sebuah meaning (makna
hidup). Adanya kepuasan hidup ketika menikati kesuksesan dari sebuah proses
kerja keras, merupakan sebuah out come dari subjective well-being. Totalitas
kerja merupakan sebuah perilaku yang positif.
4. Syukur
Adanya hubungan yang positif antara syukur dan subjective well-being. semakin
tinggi tingkat syukur seseorang maka akan semakin tinggi tingkat subjective
well-being seseorang (Mahardika dan Halimah, 2017).
5. Dukungan sosial
Perempuan yang bekerja dengan dukungan sosial yang tinggi dari keluarga serta
teman-teman, hasilnya menunjukan bahwa mereka cenderung memiliki tingkat
subjective well-being yang positif dari pada mereka yang memperoleh dukungan
sosial yang lebih rendah (Ramaprabou.V, 2017). Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki peranan pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being.
2.2 Totalitas kerja
2.2.1 Pengertian totalitas kerja
Schaufeli dan Bekker (2004) menjelaskan bahwa seseorang yang total dalam
bekerja atau yang memiliki totalitas kerja yang tinggi akan bekerja keras,
memberikan usaha yang lebih (extra effort), aktif terlibat, focus terhadap pekerjaan,
hadir secara fisik, dan memberikan energi terhadap apa yang dikerjakan. Pengertian
dari Schaufeli dan Bakker (2004) tersebut akan menjadi pengertian yang peneliti
gunakan dalam penelitian ini.
Secara lebih spesifik dalam Bakker A. B, dan Demerouti Evangelia (2008)
mendefenisikan totalitas kerja sebagai hal positif, total yang berkaitan dengan
keadaan pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan absorbsi atau
penyerapan. Totalitas kerja lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik, mengacu ke
keadaan yang bergerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif yang tidak fokus
pada objek, peristiwa, individu, atau perilaku tertentu.
2.2.2 Aspek-aspek totalitas kerja
Dalam Bakker A.B dan Demerouti Evangelia (2008) totalitas kerja merupakan hal
yang positif, yang berkaitan dengan keadaan pikiran yang ditandai dengan
semangat, dedikasi dan absorbsi atau penyerapan. Vigor atau semangat
mencerminkan kesiapan untuk mengabdikan upaya dalam pekerjaan seseorang,
sebuah usaha untuk terus energik saat bekerja dan kecenderungan untuk tetap
berusaha dalam menghadapi kesulitan atau kegagalan tugas. Dedikasi mengacu
pada identifikasi yang kuat dengan pekerjaan seseorang dan mencakup perasaan
antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan. Dimensi ketiga dari totalitas kerja
adalah penyerapan (absorbsi). Penyerapan ditandai dengan seseorang menjadi
benar-benar tenggelam dalam pekerjaanya, dalam waktu tertentu ia akan merasa
sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaanya.
Beberapa studi telah memvalidasi secara empiris instrumen yang mengukur
totalitas kerja, Utrecht Work Engagement Scale (UWES). Seorang karyawan yang
tergolong memiliki work engagement dengan kata lain dapat didefinisikan dengan
melakukan pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan
dalam menyelesaikan semua penugasannya Bakker, Schaufeli, Leiter & Taris
(2008).
2.2.3 Pengukuran totalitas kerja
Pengukuran totalitas kerja menggunakan skala Utrecht Work Engagement Scale
(UWES) yang dikembangkan oleh Schaufeli, Bakker dan Salanova (2006), yang
terdiri dari sub-skala yakni semangat (vigor), dedikasi, penyerapan (absorbsi).
Skala ini berisi 17 item pernyataan yang masing-masing komponen terdiri dari
enam item vigor, enam item dedikasi, dan lima item absorbsi (Balducci, Fraccaroli
dan Schaufeli, 2010)
Utrecht Work Engagement Scale (UWES) memiliki dua versi. Versi
pertama dikembangkan pada tahun 2000 dengan sub item berjumlah 17 kemudian
versi yang kedua memiliki 9 jumlah item. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
inventori Utrecht Work Engagement Scale (UWES) versi pertama dengan jumlah
17 item. Inventori Utrecht Work Engagement Scale (UWES) mencakup
pengukuran masing-masing komponen yang terdiri dari enam item vigor, enam
item dedication, dan lima item absorbsi (Balducci, Fraccaroli dan Schaufeli, 2010)
2.3 Syukur
2.3.1 Definisi syukur
Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan syukur sebagai rasa berterima kasih
dan bahagia sebagai respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan
keuntungan yang terlihat dari orang lain ataupun moment kedamaian yang
ditimbulkan oleh keindahan alamiah (Froh, Sefick, dan Emmons, 2008). Secara
singkat, orang yang bersyukur adalah seseorang yang menerima sebuah karunia dan
sebuah penghargaan, dan mengenali nilai dari karunia tersebut. Orang yang
bersyukur mampu mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang yang sadar dan
berterima kasih atas anugrah Tuhan, pemberian orang lain, dan menyediakan waktu
untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka
2.3.2 Aspek-aspek syukur
Mc.Cullough, et al (2002) menggunakan istilah aspek untuk merujuk elemen-
elemen gratitude dibandingkan dengan menggunakan istilah dimensi. Karena
mereka menduga bahwa elemen-elemen dalam gratitude tidak berbeda atau
independent, namun terjadi secara bersama-sama beberapa aspek dari gratitude
tersebut adalah:
1. Intesitas (Intensity)
Aspek pertama dari gratitude adalah intensitas. Seseorang yang memiliki watak
gratitude ketika mengalami peristiwa yang positif diperkirakan akan secara
intensitas merasa lebih bersyukur dibandingkan seseorang yang memiliki rasa
bersyukur rendah
2. Frekuensi (Frequency)
Aspek kedua adalah frekuensi. Seseorang yang memiliki watak gratitude
diperkirakan sering merasakan perasaan bersyukur setiap harinya dan rasa
syukur mungkin ditimbulkan bahkan oleh nikmat yang sederhana ataupun
tindakan yang sopan.
3. Jangka waktu (Span)
Jangka waktu gratitude merujuk pada sejumlah keadaan dalam hidup dimana
seseorang merasa bersyukur pada waktu tertentu. Seseorang yang senantiasa
bersyukur diduga merasa penuh rasa syukur atas keluarga, pekerjaan mereka,
kesehatan mereka, dan hidup mereka sendiri, bersama dengan segala manfaat
yang ada didalamnya. Seseorang yang kurang memiliki rasa syukur mungkin
mengalami kurangnya rasa syukur terhadap beberapa aspek dalam hidupnya.
4. Kepadatan (Density)
Aspek keempat dapat disebut kepadatan, yang mengacu pada jumlah orang
kepada siapa seseorang merasa bersyukur atas satu hasil positif yang ada. Orang
yang memiliki rasa syukur dapat menyebutkan banyak nama ketika mereka
ditanya kepada siapa dirinya merasa bersyukur atas hasil tertentu, misalnya
mendapatkan pekerjaan yang baik termasuk orang tua, teman, keluarga dan
mentor. Untuk seseorang yang memiliki hasil sama, ketika ia kurang memiliki
rasa syukur mungkin ia akan merasa berterima kasih kepada sedikit orang.
Dalm Watkins, Woodward, Stone, & Kolts (2003) membuat sebuah
pengukuran bernama GRAT (Gratitude, Resentment, and Appreciation Test) yang
bertujuan untuk mengukur beberapa karakteristik gratitude.
1. Sense of Abundance
Induvidu yang bersyukur tidak akan merasa kekurangan dalam kehidupannya. Atau
secara positif, individu yang bersyukur memiliki rasa berkelimpahan (sense of
abundance) dalam kehidupannya dan selalu merasa beruntung. Hal ini tidak
berdasarkan seberapa besar dan banyak individu tersebut memiliki rasa
berkelimpahan dan perasaan syukur.
Individu yang tidak memiliki rasa berkelimpahan, biasanya selalu merasa
serba kekurangan, selalu merasa bahwa Tuhan memberikannya kehidupan yang
tidak adil dan tidak layak, merasa selalu kekurangan dalam hal waktu, merasa
kehidupannya telah merusak dirinya, merasa bahwa dunia telah berhutang padanya.
Selain itu juga selalu merasa iri terhadap orang lain karena orang lain selalu merasa
lebih beruntung, merasa kemajuannya dihambat oleh orang lain, merasa bahwa
orang lain tidak memiliki kehidupan sepertinya yang selalu merasa merugi, merasa
belum mendapatkan keuntungan atau kebaikan padahal telah merasa berbuat
kebaikan yang banyak, dan merasa selalu mendapatkan kebaikan tidak sebanyak
yang orang lain dapatkan.
2. Apreciation with others
Bersyukur kepada manusia atau orang lain adalah sebagai tanda terima kasih atas
kebaikan mereka. Karena kebaikan yang didapatkan merupakan salah satu hasil dari
kontribusi yang diberikan oleh orang lain, oleh sebab itu sangat perlu untuk
menghargai orang lain tersebut. Bentuk dari penghargaan tersebut dapat berupa
membalas dengan cara membantunya juga. Menghargai apapun yang dilakukan
orang lain terhadapnya dalam kehidupannya, seperti kesejahteraan dan prestasi
yang diraih serta kondisi yang dicapai hingga saat ini juga merupakan sikap positif
yang ditunjukan oleh orang yang bersyukur karena telah merasa mendapatkan
kebijaksanaan yang berharga dari orang lain yang sangat bermanfaat bagi
keberhasilannya.
3. Simple Appreciation
Individu yang bersyukur ditandai dengan kecenderungan untuk menghargai
kesenangan sederhana yang sebenarnya sering ditemui (simple appreciation).
Kesenangan sederhana mengacu pada kesenangan dalam hidup yang bagi
kebanyakan orang sebenarnya telah sering merasakannya.
Individu yang menghargai kesenangan sederhana harus lebih rentan untuk
mengalami perasaan bersyukur karena mereka akan lebih sering mendapatkan
manfaat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi simple appreciation, merupakan
bentuk penghargaan terhadap kesenangan sederhana yang dapat berupa kesenangan
yang berasal dari fenomena atau keindahan alam sekitar.
Individu menjadi tambah bersyukur karena keindahan alam atau keindahan
alam yang diberikan Tuhan. Dengan menikmati dan menghayati keindahan tersebut
mereka akan berfikir untuk menjaga kelestarian alam. Individu juga berfikir bahwa
penting untuk menghargai dan merasakan hal-hal sederhana yang dialami dalam
hidup sehingga individu akan lebih menghargai sebuah kehidupan.
2.3.3 Pengukuran syukur
Terdapat dua self-report yang dapat mengukur gratitude tanpa mengaitkan item-
itemnya dengan kata-kata keagamaan. Pengukuran yang pertama adalah Gratitude,
Resenment, and Appreciation Test (GRAT), terdiri dari 44-item yang telah
dikembangkan dan telah divalidasi. Dalam GRAT ini terdapat tiga faktor yaitu
kebencian, apresiasi sederhana, dan penghargaan sosial. Indeks self-report yang
kedua adalah the Gratitude Questionnaire-Six (GQ-6) (McCullough, Emmons, dan
Tsang, 2002). GC-6 ini adalah quisioner 6-item dengan skala 1 = sangat tidak setuju
sampai dengan 7 = sangat setuju.
GRAT (Gratitude, Resenment, and Appreciation Test). Alat ukur ini dibuat
oleh Watkins dkk (2003) yang akan digunakan untuk mengukur tiga karakteristik
gratitude yaitu, sense of abundance, appreciation for others, dan simple
appreciation. Gratitude, Resenment, and Appreciation Test terdiri dari dua versi.
Versi pertama menggunakan 44 item dan versi kedua, GRAT-R yang merupakan
revisi dari GRAT versi pertama dengan jumlah 16 item dengan menggunakan
skala jenis Likert dengan lima pilihan (1= I Strongly Disargee hingga 5= I Strongly
Agree) Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan inventori Gratitude,
Resenment, and Appreciation Test (GRAT-Revised) untuk mengukur variable
gratitude pada woman entrepreneur.
2.4 Dukungan sosial
2.4.1 Definisi dukungan sosial
Dalam Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh
individu dari orang lain maupun kelompok. Dukungan sosial menurut Cutrona,
Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku interpersonal yang mempunyai respon
positif terhadap kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
penyelesaian masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata.
Taylor (2006) mendefinisikan dukungan sosial adalah informasi dari orang
lain bahwa ia dicintai, diperdulikan, dihargai, dan bernilai menjadi bagian dari
jaringan komunikasi dan kewajiban dari orang tua, istri, atau kekasih, saudara,
teman , sosial dan hubungan dengan komunitas sosial.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan dukungan sosial adalah pemberian bantuan dalam berbagai
bentuk baik verbal, maupun non-verbal yang berdampak positif bagi individu.
Dukungan sosial didapatkan individu dari hubungan dengan orang lain dalam suatu
jaringan sosial.
2.4.2 Dimensi dukungan sosial
Sarafino (2011) mengemukakan membagi dukungan sosial menjadi lima bentuk,
yaitu:
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional di dalamnya terkandung ekspresi empati, keperdulian, dan
perhatian terhadap seseorang. Kesemua ekspresi tersebut memberikan seseorang
rasa nyaman, perasaan dimiliki, dan rasa dicintai.
2. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi seseorang dalam pandangan
yang positif terhadap orang lain, dorongan atau kesesuaian dengan ide-ide atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang lain
seperti orang yang kurang mampu atau lebih buruk. Dukungan jenis ini
membantu individu untuk membangun perasaan menghargai diri sendiri,
berkompeten, dan bernilai.
3. Dukungan nyata atau Instrumental
Dukungan nyata atau instrumental mengacu pada penyediaan barang dan jasa
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah secara praktis.
Sebagai contoh: pinjaman atau sumbangan dari orang lain atau bantuan dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu.
4. Dukungan informasi
Dukungan informasi meliputi dukungan yang diberikan dengan cara
memberikan informasi baik kepada individu yang menghadapi masalah dengan
kepercayaan diri. Meliputi pemberian nasehat, saran, bimbingan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah.
5. Dukungan jaringan
Dukungan jaringan membuat individu yang menghadapi masalah kepercayaan
diri merasa sebagai anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat
dan aktifitas sosial dengannya. Dengan demikian, individu akan merasa
memiliki teman senasib.
Sedangkan dalam Cutrona (1986), mengembangkan The Social Provisions Scale
untuk mengukur ketersediaan dukungan sosial yang diperoleh dari hubungan
individu dengan orang lain. Cutrona menjelaskan terdapat enam aspek didalam
teorinya, yang meliputi:
Attachment (kedekatan emosional), yaitu jenis dukungan ini memungkinkan
seseorang memperoleh kedekatan secara emosional sehingga menimbulkan rasa
aman bagi yang menerima. Sumber dukungan semacam ini biasanya dapatkan
dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.
Social Intergration (intergrasi sosial), yaitu jenis dukungan yang memungkinkan
memiliki perasaan suatu kelompok yang memungkinkan untuk berbagi minat,
perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya reaktif secara bersama-sama.
Hubungan tersebut dapat memberikan kenyamanan, keamanan dan kesenangan.
Reassurance of Worth (penghargaan dan pengakuan), yaitu dukungan sosial
jenis ini mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta
mendapatkan penghargaan dari orang lain atau lembaga terhadap kompetensi,
keterampilan dan nilai yang dimiliki seseorang.
Reliable Alliance (Ikatan atau hubungan yang dapat diandalakan untuk
mendapatkan bantuan yang nyata), yaitu dalam dukungan sosial jenis ini agar
mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut. Jenis
dukungan ini bersumber pada umumnya diberikan oleh anggota keluarga.
Guidance (Saran atau bimbingan), yaitu dukungan sosial jenis ini adalah
memungkinkan mendapatkan informasi, saran atau nasihat yang diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis
dukungan ini bersumber dari guru, mentor, atau sosok orang tua.
Opportunity for Nurturance (kemungkinan membantu), yaitu suatu aspek
penting dalam hubungan interpersonal yang berupa perasaan dibutuhkan oleh
orang lain, sehingga seseorang merasa mendapatkan dukungan sosial ketika
mendapakan timbal balik ketika merasa dibutuhkan orang lain dan sebaliknya.
2.4.3 Pengukuran dukungan sosial
Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur dukungan sosial dalam penelitian
ini menggunakan alat ukur yang bernama The Social Provisions Scale (Cutrona,
Carolyn dan Russel, 1986) dengan item berjumlah 24 dari enam hal sebagai berikut:
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance
dan opportunity for nurturance. Rentang berkisar 1 (sangat tidak setuju) sampai 4
(sangat setuju)
2.5 Kerangka berfikir
Peneliti menilai bahwa seorang pengusaha perempuan kemungkinan memiliki
tingkat subjective well-being yang rendah. Hal ini bisa dikarenakan oleh beban
ganda yang dimiliki oleh kaum perempuan, seperti mengatur urusan domestik
rumah tangga, dapur, sumur dan kasur. Hal tersebut tidak bisa terelakan lagi dalam
keseharian dikarenakan budaya yang dianut kebanyakan warga Indonesia adalah
budaya timur dalam hal ini budaya patriarki yang paling ditonjolkan. Disisi lain
perempuan yang bekerja di kalangan publik harus bersikap profesional karena
tuntutan kesetaraan gender. Artinya dalam hal ini perempuan dihadapkan dengan
dua tugas dalam dirinya, yakni tugas diranah domestik sebagai ibu rumah tangga
dan tugas sebagai warga sipil yang harus bekerja dengan profesional dengan
menjujung tinggi azas kesetaraan gender di tempat ia bekerja. Dari fenomena ini
peneliti menilai bahwa tingginya tuntutan kerja baik dalam ranah dometik maupun
ranah publik, perempuan tentu memiliki kebutuhan akan kesejahteraan yang tinggi,
namun apakah bisa pengusaha perempuan memiliki subjective well-being yang
tinggi?, disamping itu pengusaha perempuan memiliki beban ganda yang berat?
Saat ini peran perempuan dalam kewirausahaan tidak dapat terelakan. Data
menyebutkan bahwa pengusaha perempuan menyumbang sepertiga dari semua
bisnis yang beroperasi dalam ekonomi formal di seluruh dunia, data ini merupakan
bukti bahwa perempuan Indonesia semakin menunjukan peranannya dalam dunia
ekonomi, bisnis dan wirausaha baik sebagai pekerja maupun pengusaha
(International Finance Corporation, 2017).
Kemudian dalam sebuah penelitian mengenai life satisfaction pada
pengusaha perempuan di India, menunjukan bahwa pengusaha perempuan
memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi (Jyoti, Sharma dan Kumari, 2011)
selanjutnya life satisfaction merupakan satu dari tiga indikator subjective well-being
(Diener, 1984). Banyak faktor yang menjadi penentu munculnya subjective well-
being dalam bekerja. Bakker dan Oerlemans (2010) menjelaskan bahwa terdapat
hubungan antara totalitas kerja dengan subjective well-being. Induvidu yang sangat
total dalam pekerjaan, mereka mengidentifikasi pekerjaan mereka sendiri dan
termotivasi untuk melaksanakan pekerjaanya. Mereka cenderung untuk bekerja
lebih keras dan lebih produktif dari pada orang lain dan lebih mungkin untuk
menghasilkan kepuasan pelanggan dan tercapainya keinginan organisasi. Individu
yang total dalam bekerja akan menggunakan kemampuan dan keterampilan mereka
dengan baik, merasa tertantang dalam pekerjaan dan berprestasi.
Seorang pengusaha tentu memiliki proses jatuh bangun dalam merintis
usahanya hingga saat ini. Dalam proses jatuh bangun ini terjadi kondisi psikologis
yang memungkinkan adanya tekanan stress yang komplek, karena beban ganda
pengusaha perempuan. Totalitas kerja yang meliputi semangat (vigor) dedikasi dan
keterlarutan (absorbsi) diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kesejahteraan pengusaha perempuan. Dimana kesejahteraan ini berdampak kepada
kualitas hidup mereka sebagai masyarakat pada umumnya, namum memiliki
meaning bahwa hidup ini harus banyak bersyukur karena jerihpayah akan proses
jatuh bangun sudah banyak dilalui.
Bersyukur didefenisikan sebagai rasa berterima kasih dan bahagia sebagai
respon penerimaan karunia, baik karunia tersebut merupakan keuntungan yang
terlihat dari orang lain ataupun moment kedamaian yang ditimbulkan oleh
keindahan alamiah (Peterson dan Seligman, 2004). Orang yang bersyukur mampu
mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang yang sadar dan berterima kasih atas
anugrah Tuhan, pemberian orang lain, dan menyediakan waktu untuk
mengekspresikan rasa terima kasih mereka (Peterson dan Seligman, 2004).
Sarafino (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada
kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh
individu dari orang lain maupun kelompok. Dukungan sosial menurut Cutrona,
Carolyn dan Russel (1986) adalah perilaku interpersonal yang mempunyai respon
positif terhadap kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
penyelesaian masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata.
Seorang pengusaha yang tangguh dan pada akhirnya memiliki kesejahteraan
hidup yang baik, tentu memiliki sumber-sumber dukungan yang mampu
mengantarkannya sampai kesuksesan ini. Baik dukungan dari keluarga,
lingkungan, pasangan, mentor atau atasan dalam organisasi. Dari dukungan sosial
ini kita juga bisa meilhat proses kehidupan sosial subjek penelitian ini. Apakah
mendapat dukungan sosial yang tinggi atau rendah.
Bagan kerangka berfikir
Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir
Totalitas Kerja
Vigor
Dedikasi
Absorbsi
Syukur
Sense of Abudance
Simple Appreciation
Appreciation for
Others
Subjective Well-
being
Dukungan Sosial
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan dari totalitas kerja (vigor, dedikasi, absorbi),
bersyukur (sense of abudance, appreciation with simple pleasure, social
appreciation) dan dukungan sosial terhadap subjective well-being pengusaha
perempuan.
Hipotesis Minor
H1 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi vigor pada subjective well-being.
H2 = Ada pengaruh dedikasi yang signifikan dimensi pada subjective well-
being.
H3 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi absorbsi pada subjective well- being.
H4 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi sense of abudance pada subjective
well-being.
H5 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi appreciation with simple pleasure
pada subjective well-being.
H6 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi social appreciation pada subjective
well-being.
H7 = Ada pengaruh yang signifikan dimensi dukungan sosial pada subjective
well-being.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha perempuan yang berdomisili di
Provinsi Jambi. Adapun jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 200 responden. Penetapan jumlah responden disesuaikan dengan
kemampuan peneliti berdasarkan waktu, tenaga dan dana penelitian. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik non-probability sampling
dimana responden dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan serta bersedia untuk
menjadi responden.
3.2 Variabel Penelitian
Sebelum membahas definisi operasional penelitian, dibawah ini terdapat beberapa
variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana yang telah disebutkan
pada bab sebelumnya. Untuk berikutnya, yang disebut dengan variabel adalah
sesuatu yang bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Dimensi dalam
penelitian ini meliputi dimensi dari totalitas kerja meliputi vigor (semangat),
dedikasi dan absorbsi, dimensi dari bersyukur yaitu sense of abudance,
appreciation with others, simple appreciation dan dukungan sosial. Dependen
variabel dalam penelitian ini adalah subjective well-being, sedangkan sisanya
adalah independen variabel.
3.3 Definisi Operasional
Berikut ini penjelasan definisi operasional dari masing-masing variabel:
1. Subjective well-being
Diener, Lucas, dan Oishi, (2005) mendefinisikan subjective well-being sebagai
“Person cognitive and affective evaluations of his or her life”. Sehingga
subjective well-being ialah evalusi seseorang secara kognitif dan efektif terhadap
kehidupannya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional (afek positif dan afek
negatif) serta kepuasan kepuasan hidup.
2. Totalitas kerja
Schaufeli dan Bakker (2004) mendefinisikan totalitas kerja ialah seseorang yang
memiliki totalitas kerja yang tinggi memiliki kecenderungan akan bekerja keras,
memberikan usaha yang lebih, aktif terlibat dan fokus terhadap pekerjaan,
kemudian hadir secara fisik dan memberikan energi terhadap apa yang
dikerjakan yang meliputi vigor, dedikasi dan absorbsi (Bakker dan Demerouti,
2008).
1) Vigor atau semangat merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama
bekerja, keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, tekun dalam menghadapi kesulitan kerja, juga kemauan untuk
menginvestasikan segala upaya dalam suatu pekerjaan, dan tetap bertahan
meskipun menghadapi kesulitan. Artinya vigor adalah sebuah keadaan
dimana individu akan berusaha bertahan dengan semangat serta usaha.
2) Dedikasi ditandai dengan individu yang merasa terlibat sangat kuat dalam
suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan,
inspirasi dan tantangan. Dedikasi mencerminkan sikap positif dimana
kehadiran di dalam organisasi menjadi penting dalam pekerjaan.
3) Absorbsi ditandai dengan individu yang selalu penuh konsentrasi dan serius
terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu cepat
dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan pekerjaan.
3. Syukur adalah apresiasi yang dialami oleh individu ketika orang lain melakukan
hal yang baik atau membantu mereka (Watkins, Emmons, Greaves & Bell,
2017). Watkins at al (2017) membagi dimensi syukur menjadi tiga, sense of
abundance, appreciation with simple pleasure, simple appreciation yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Sense of Abundance
Induvidu yang bersyukur tidak akan merasa kekurangan dalam
kehidupannya. Atau secara positif, individu yang bersyukur memiliki rasa
berkelimpahan (sense of abundance) dalam kehidupannya dan selalu merasa
beruntung hal ini tidak berdasarkan seberapa besar dan banyak individu
tersebut memiliki rasa berkelimpahan dan perasaan syukur.
2) Simple appreciation
Merupakan bentuk penghargaan terhadap kesenangan sederhana yang dapat
berupa kesenangan yang berasal dari fenomena atau keindahan alam sekitar.
3) Appreciation with others
Apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya dalam kehidupannya, seperti
kesejahteraan dan prestasi yang diraih serta kondisi yang dicapai hingga saat
ini juga merupakan sikap positif yang ditunjukan oleh orang yang bersyukur
karena telah merasa mendapatkan kebijaksanaan yang berharga dari orang
lain yang sangat bermanfaat bagi keberhasilannya.
3. Dukungan sosial
Merupakan perilaku interpersonal yang mempunyai respon positif terhadap
kebutuhan atas kenyamanan, dorongan, kepedulian, dan membantu
menyelesaikan masalah yang efektif melalui pemberian informasi terkait dengan
bantuan nyata (Cutrona, Carolyn, dan Russel 1986)
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat
pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh
jawaban dari responden. Skala yang digunakan adalah model skala Likert yaitu
pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang memberikan indikasi
pernyataan. Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai”
(SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan
tidak menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu). Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala subjective
well-being, skala totalitas kerja, skala syukur, skala dukungan sosial.
Tabel 3.1
Format skoring skala Likert
Skala Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
3.4.1 Instrument Penelitian
a. Skala subjective well-being
Untuk mengukur kesejahteraan subjektif, digunakan FS (Flourishing Scale) terdiri
dari 8 item yang diadaptasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-Diener (2009) untuk
mengukur koponen kognitif dan afek positif serta negatif menggunakan SPANE
(Scale of Positive and Negative Experience) yang terdiri dari 12 item, untuk
mengukur komponen afektif positif terdiri dari 6 item serta 6 item lagi untuk
mengukur afek positif yang telah dimodifikasi oleh Ed Diener dan Robert Biswas-
Diener (2009). Peneliti mengubah rentangan skala 7 menjadi skala 4 yaitu, Tiap
item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai”
(S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak
menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu).
Tabel 3.2
Blue Print Skala Flourishing Scale dan Scale of Positive and Negative Experience
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Kognitif a. Evaluasi kepuasan hidup secara global. 1, 2, 3, 4 8
b. Evaluasi kepuasan hidup secara domain. 5, 6, 7, 8
2. Afektif a. Afek positif 9, 11, 13, 15, 18, 20 12
b. Afek negatif 10, 12, 14, 16, 17, 19
Total 20
b. Skala Utrecht Work Engagement scale (UWES)
Skala ini dikembangkan oleh Wilmar B. Schaufeli, Arnold B. Bakker, dan Marisa
Salanova pada tahun 2006. Skala ini terdiri dari 17 Item Dimensi Vigoratau
semangat terdiri dari 6 item, dimensi dedikasi terdiri dari 5 item, dan dimensi
absorbsi atau penyerapan terdiri dari 6 item. Skala Utrecht Work Engagement scale
(UWES) mempunyai konsistensi internal yang baik, dimana alpha Cronbach nya
ada di 0,80 (Schaufeli & Bakker, 2004). Tiap item diukur melalui empat kategori
jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan
“Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak menggunakan pilihan jawaban tengah
(netral/ragu-ragu).
Tabel 3.3
Blue Print Skala Utrecht Work Engagement Scale
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Vigor a. Curahan energi dan mental yang kuat 1, 2, 5,10 4
selama bekerja.
b. Keberanian untuk berusaha sekuat
tenaga dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
c. Tekun dalam menghadapi kesulitan kerja.
d. Kemauan untuk menginvestasikan segala upaya
dalam suatu pekerjaan.
e. Tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
2. Dedikasi a. Menemukan kesulitan dalam memisahkan diri 3, 4,7,11 4
dengan pekerjaan
b. Mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme,
kebanggaan, inspirasi dan tantangan.
3. Absorbsi a. Bekerja penuh dengan konsentrasi 6, 8, 9, 12 4
b. Serius terhadap pekerjaan
c. Dalam bekerja waktu terasa begitu cepat
d. Menemukan kesulitan dalam memisahkan
diri dengan pekerjaan
Total 12
3. Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test (GRAT-Revised)
GRAT Gratitude Resentment and Appreciation Testterdiri dari 16 item yang
disusun berdasarkan karakteristik gratitude. Menurut Watkins, Woodward, Stone
& Kolts (2003) gratitude terdiri dari 3 unsur, yaitu sense of abudance, appreciation
for others, dan simple appreciation. Instrumen ini telah diterjemahkan dan
diadaptasi oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia. Menggunakan jenis skala
Likert dengan empat pilihan. Peneliti mengubah rentangan skala 7 menjadi skala 4
yaitu, tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS),
“Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Dengan tidak
menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu).
Tabel 3.3 Blue Print Skala Gratitude Resentment and Appreciation Test
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Sense of Abundance Terdapat perasaan berkelimpahan 3, 11, 14, 6
16, 18, 12
2. Appreciation for Others Terdapat perasaan untuk 4, 8, 5 6
menghargai pemberian orang lain 6, 7, 9
3. Simple Appreciation Mampu menghargai hal- hal 1, 2, 10, 6
sederhana sebagai bentuk syukur 13, 17, 15
Total 18
4. Skala The Social Provisions Scale
Skala dukungan sosial dalam penelitian ini mengadaptasi dari kuesioner yang
dibuat oleh Russel dan Cutrona (1987) yang disebut dengan The Social Provisions
Scale. Kuesioner ini terdiri dari 12 item dengan menggunakan skala Likert tiap item
diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S),
“Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Alat ukur ini terdiri dari 12
item yang masing-masing mengukur enam variable yang meliputi attachment,
Social Integration, Reassurance of Worth,, Reliable Alliance, Guidance
Opportunity for Nurturance
Tabel 3.4
Blue Print Skala The Social Provisions Scale
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Attachment Terdapat kelekatan emosional dengan 1, 2, 5 3
2. Social Integration Perasaan memiliki dalam kelompok 3, 7, 11 3
3. Reassurance of Worth Pengakuan atas kemampuan diri dari orang 8, 4 2
4. Reliable Alliance Keberadaan orang lain yang dapat diandalkan 9 1
5. Guidance a. Keberadaan orang lain yang memberi saran 10 1
dan bimbingan.
b. Keberadaan orang lain yang dapat dipercaya.
6. Opportunity for Perasaan dibutuhkan oleh orang lain. 6, 12 2
Nurturance
Total 12
3.5 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas
instrumen yang dipakai. Instrumen yang digunakan yaitu skala subjective well-
being, totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial. Pengujian validitas konstruk alat
ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan confirmatory faktor
analysis (CFA) dengan bantuan software Lisrel 8.7 (linear structural relationhip).
Sebagai prosedur konfirmasi, CFA merupakan metode untuk menilai
validitas konstruk pengukuran, bukan sarana untuk pengurangan data. Validitas
konstruk didukung jika struktur faktor skala konsisten dengan konstruksi instrumen
yang akan diukur. Konfirmasi hipotesis struktur faktor yang paling memadai adalah
dengan teknik analisis faktor konfirmatori. Dalam analisis faktor konfirmatori,
struktur faktor secara eksplisit dihipotesiskan dan diuji untuk cocok dengan struktur
kovarians dari variabel yang diukur. Pendekatan ini juga memungkinkan untuk
menguji model fit faktor. Meskipun pendekatan ini berguna untuk konfirmasi teori,
prosedur CFA memberikan pedoman untuk "model pemangkasan" atau model
modifikasi, yang dapat menunjukkan perubahan dalam struktur faktor yang
diusulkan. Dengan demikian, prosedur konfirmasi dapat digunakan untuk merevisi
dan menyempurnakan instrumen dan struktur faktorial mereka (Floyd & Widaman,
1995).
Adapun logika CFA menurut Umar (dalam Alawiyah, 2010) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut
sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang
disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak
ada perbedaan antara matriks Σ dan matriks S, atau bisa juga dinyatakan dengan
Σ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima
bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil
t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa
yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di drop. Dalam penelitian
kali ini, peneliti menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga item yang
dikatakan signifikan adalah item yang memiliki t- value lebih dari 1,96 (t > 1,96).
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya
negatif, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat
item, yang bersifat positif (favorable). Adapun pengujian analisis CFA seperti
ini dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.70.
3.5.1 Uji validitas konstruk subjective well-being
Penulis menguji apakah 20 item dari skala subjective well-being yang bersifat
unidimensional, yang artinya benar-benar hanya mengukur subjective well-being.
Berdasarkan hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit dengan Chi-Square =1759.31 df = 170, P-value = 0.00000 dan
RMSEA= 0.217. Oleh karena itu penulis melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain.
Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 83 kali. Maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square = 107.91 df= 87, P-value = 0.06389, RMSEA= 0.035. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu subjective well-being.
Gambar 3.1 Analisis faktor konfirmatorik variabel subjective well-being
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
subjective well-being disajikan pada tabel 3.6 berikut;
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-being
No. Koefisien Nilai-t Standar Erorr Signifikan
1. Item 1 0.21 5.20 0.04 √
2. Item 2 0.04 1.06 0.03 x
3. Item 3 0.04 1.12 0.04 x
4. Item 4 0.14 2.96 0.05 √
5. Item 5 0.40 9.93 0.04 √
6. Item 6 0.42 8.97 0.05 √
7. Item 7 0.31 6.99 0.05 √
8. Item 8 0.54 12.51 0.04 √
9. Item 9 0.29 4.88 0.06 √
10. Item 10 0.51 14.85 0.03 √
11. Item 11 0.37 9.29 0.04 √
12. Item 12 0.71 15.59 0.05 √
13. Item 13 0.23 4.88 0.05 √
14. Item 14 0.75 19.64 0.04 √
15. Item 15 0.53 12.72 0.04 √
16. Item 16 0.71 19.45 0.04 √
17. Item 17 0.81 20.20 0.04 √
18. Item 18 0.75 14.57 0.05 √
19. Item 19 0.30 7.62 0.04 √
20. Item 20 0.18 4.66 0.04 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel di atas, penulis melihat item-item yang memiliki muatan faktor
negatif. Berdasarkan tabel 3.6, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki muatan negatif dan item yang memiliki t-value di bawah 1,96 (t < 1,96)
adalah item 2 dan 3. Item-item tersebut harus dieliminasi atau dieliminasi dan tidak
disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.5.2 Uji validitas konstruk vigor
Penulis menguji apakah 4 item dimensi vigor dalam totalitas kerja bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur vigor dalam totalitas
kerja.Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi- Square =14.14, df= 2, p-value= 0.00085 dan RMSEA=
0.175.
Setelah melakukan 1 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi- Square = 0.12, df= 1, p-value 0.72696 dan RMSEA= 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu vigor.
.Gambar 3.2 analisis faktor konfirmatorik dimensi vigor
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi vigor ada pada
tabel 3.7
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Skala Vigor
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 21 0.85 0.06 13.74 √
2. Item 22 0.91 0.06 14.96 √
3. Item 23 0.25 0.07 3.13 √
4. Item 24 0.69 0.07 10.51 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.7, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu item
dan t-value diatas 1,96 (t > 1,96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan
dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi vigor dalam tahap selanjutnya.
3.5.3 Uji validitas konstruk dedikasi
Penulis menguji apakah 4 item dimensi dedikasi dalam totalitas kerja bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur dedikasi dalam totalitas
kerja. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi- Square =65.03, df= 2, p-value= 0.00000 dan RMSEA=
0.398.
Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi- Square = 0.00, df= 0, p-value 1.00000 dan RMSEA= 0.000.
Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu dedikasi
Gambar 3.3 analisis faktor konfirmatorik dimensi dedikasi
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi dedikasi ada
pada tabel 3.8
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Skala Dedikasi
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 25 1.00 0.12 8.13 √
2. Item 26 0.87 0.11 8.15 √
3. Item 27 0.47 0.06 8.22 √
4. Item 28 0.00 0.07 0.06 x
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel di atas, penulis melihat item-item yang memiliki muatan faktor negatif.
Berdasarkan tabel 3.8, pada kolom koefisien terlihat bahwa ada 1 item yang
memiliki muatan negatif dan item yang memiliki t-value di bawah 1,96 (t < 1,96)
adalah item 1. Item-item tersebut harus dieliminasi atau dieliminasi dan tidak
disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.5.4 Uji validitas konstruk absorbsi
Penulis menguji apakah 4 item dimensi absorbsi dalam totalitas kerja bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur absorbsi dalam totalitas
kerja. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor
ternyata tidak fit dengan Chi- Square =59.82, df= 2, p-value= 0.00000 dan RMSEA=
0.381. Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi- Square = 0.00, df= 0, p-value 1.00000 dan RMSEA= 0.000.
Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu absorbsi
Gambar 3.4 analisis faktor konfirmatorik dimensi absorbsi
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi absorbtion ada
pada tabel 3.9
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Skala Absorbsi
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 29 0.19 0.07 4.70 √
2. Item 30 0.32 0.07 12.76 √
3. Item 31 0.26 0.07 11.92 √
4. Item 32 0.01 0.07 4.99 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.9, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada item dan t-
value diatas 1,96 (t > 1,96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk dimensi absorbsi dalam tahap selanjutnya.
3.5.5 Uji validitas konstruk sense of abundace
Penulis menguji apakah 6 item dimensi sense of abundace dalam syukur bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur sense of abundace dalam
variabel syukur. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor ternyata tidak fit dengan Chi- Square =149.37, df= 9, p-value= 0.00000 dan
RMSEA= 0.280. Setelah melakukan 7 kali modifikasi terhadap model, kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi- Square = 2.79, df= 2, p-value 0.24819 dan
RMSEA= 0.044. Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu sense of abundace.
Gambar 3.5 analisis faktor konfirmatorik dimensi sense of abundace
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi sense of
abundace ada pada tabel 3.1
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala sense of abundace
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 33 0.18 0.07 1.84 x
2. Item 34 1.38 0.06 2.63 √
3. Item 35 0.43 0.06 2.45 √
4. Item 36 1.58 0.06 2.66 √
5. Item 37 0.76 0.07 1.13 x
6. Item 38 0.08 0.07 1.29 x
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.10, penulis melihat ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan
t-value diatas 1,96 (t > 1,96), maka 3 item. Item-item tersebut harus dieliminasi atau
dieliminasi dan tidak disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.5.6 Uji validitas konstruk simple appreciation
Penulis menguji apakah 6 item dimensi simple appreciation dalam syukur bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur simple appreciation dalam
variabel syukur. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor ternyata tidak fit dengan Chi- Square =166.15, df= 9, p-value= 0.00000 dan
RMSEA= 0.296.
Setelah melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi- Square = 6.91, df= 4, p-value 0.14045 dan RMSEA= 0.061.
Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu simple appreciation
Gambar 3.6 Analisis faktor konfirmatorik dimensi simple appreciation
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur
apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu perlu untuk
dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi simple
appreciation ada pada tabel 3.11
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Skala SimpleAppreciation
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 39 0.06 0.05 1.17 x
2. Item 40 0.22 0.05 3.95 √
3. Item 41 0.36 0.05 4.26 √
4. Item 42 0.90 0.07 11.58 √
5. Item 43 0.92 0.06 11.59 √
6. Item 44 0.70 0.06 11.17 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.11, penulis melihat ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan
t-value diatas 1,96 (t > 1,96), maka 1 item tersebut harus dieliminasi atau
dieliminasi dan tidak disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.5.7 Uji validitas konstruk appreciation for others
Penulis menguji apakah 6 item dimensi appreciation for others dalam variabel
syukur bersifat unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur appreciation
for others dalam variabel syukur. Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi- Square =158.80, df= 9, p-
value= 0.00000 dan RMSEA= 0.289.
Setelah melakukan 4 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi- Square = 12.84 df= 5, p-value 0.02491 dan RMSEA= 0.089.
Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima karena hanya mengukur
appreciation for other saja.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi appreciation for
others ada pada tabel 3.12
Gambar 3.7 Analisis faktor konfirmatorik dimensi appreciation for others
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Skala Appreciation for Others
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 51 0.17 0.07 2.37 √
2. Item 52 0.33 0.07 4.69 √
3. Item 53 0.36 0.07 5.23 √
4. Item 54 0.65 0.06 10.09 √
5. Item 55 0.88 0.06 15.33 √
6. Item 56 0.99 0.05 18.45 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.12, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada item dan t-
value diatas 1,96 (t > 1,96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk dimensi appreciation for others dalam tahap
selanjutnya.
3.5.8 Uji validitas konstruk dukungan sosial
Penulis menguji apakah 12 item dimensi dukungan sosial bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur dukungan sosial. Berdasarkan hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-
Square =742.77, df= 54, p-value= 0.00000 dan RMSEA= 0.253.
Setelah melakukan 32 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi- Square = 22.45 df= 22, p-value 0.43332 dan RMSEA= 0.010.
Nilai Chi- Square menghasilkan P-value > 0,05 (signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu dukungan sosial.
Gambar 3.8 Analisis faktor konfirmatorik dimensi dukungan sosial
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukkan apakah item tertentu
perlu untuk dieliminasi atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Faktor untuk item pengukuran dimensi dukungan sosial
ada pada tabel 3.12
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Skala Dukungan Sosial
No. Koefisien Standar Erorr Nilai-t Signifikan
1. Item 57 0.36 0.05 6.57 √
2. Item 58 0.42 0.04 10.08 √
3. Item 59 0.37 0.05 7.99 √
4. Item 60 0.31 0.04 7.18 √
5. Item 61 0.83 0.06 13.98 √
6. Item 62 0.71 0.05 13.58 √
7. Item 63 0.51 0.05 9.37 √
8. Item 64 0.70 0.06 12.02 √
9. Item 65 0.71 0.06 11.08 √
10. Item 66 0.66 0.05 12.95 √
11. Item 67 0.56 0.07 7.55 √
12. Item 68 0.32 0.04 7.24 √
Keterangan Tanda √ : Signifikan (T-value >1,96). X :Tidak Signifikan
Pada tabel 3.12, penulis melihat tidak ada muatan faktor negatif pada item dan t-
value diatas 1,96 (t > 1,96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk dimensi dukungan sosial dalam tahap selanjutnya.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini
yaitu analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Teknik analisis
regresi berganda ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan
ditunjukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari independent variable (IV),
yaitu totaltas kerja (work engagement), syukur (gratitude) dan dukungan sosial
(social support) terhadap dependent variable (DV) yaitu subjective well-being.
Teknik regresi berganda merupakan metode statistika yang digunakan untuk
membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependent; respon; Y) dengan
lebih dari satu variable bebas (Independent; prediktor; X). Dalam penelitian ini, IV
sebanyak 12 buah, sedangkan DV sebanyak 1 buah sehingga susunan persamaan
regresi penelitian adalah
Jika dituliskan variabelnya, maka:
Y = Subjective well-being
a = Intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = Vigor
X2 = Dedikasi
X3 = Absorbsi
X4 = Sense of Abudance
X5 = Appreciation with simple pleasure
X6 = Appreciation for others
X7 = Dukungan sosial
e = Residu
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai yaitu koefisien korelasi
berganda atau regresi antara subjective well-being (DV) dengan vigor, dedication,
absorbtion, sense of abudance, appreciation with simple pleasure, appreciation for
others , dukungan sosial (IV). Kemudian besarnya kemungkinan disebabkan oleh
faktor-faktor yang telah disebutkan tadi yang ditunjukkan oleh koefisien
determinasi berganda atau R2. Fungsi R2 ini digunakan untuk melihat proporsi
varians atau perubahan dependent variable (Y) disebabkan independent variable
(X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh independent variable (X)
terhadap dependent variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians. Untuk
mendapatkan nilai R2 ini digunakan rumus sebagai berikut:
R2 = SSreg
SSy
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya.
Berikutnya, untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau tidak, maka
dapat diuji dengan menggunakan uji F. Untuk membuktikan hal tersebut
digunakanlah rumus sebagai berikut:
F = R2
(1- R2) / (N – k – 1)
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
K = Banyaknya independent variable
N = Ukuran sampel
Adapun pembilang disini adalah R2 itu sendiri dengan df (dilambangkan sebagai k),
yaitu sejumlah independent variabel yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1-
R2) dibagi dengan df N – k- 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang
telah dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah predictor variabel yang diujikan
tersebut memiliki pengaruh terhadap outcome variabel.
Selanjutnya dilakukan uji koefisiensi regresi dari tiap-tiap IV yang dianalisis.
Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan IV
signifikan terhadap DV secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini digunakan untuk
menguji apakah sebuah IV benar-benar memberikan kontribusi terhadap DV.
Sebelum di dapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai standart error
estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar MSres dibagi dengan
SSx. Setelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b
(koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Dapat dirumuskan:
T = b
sb
Dimana b adalah koefisien regresi dan sb adalah standar deviasi sampling dari
koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh
penulis nantinya. Adapun seluruh perhitungan penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS 14
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pengusaha perempuan yang berdomisili di
provinsi Jambi sebanyak 200 responden. Untuk mempermudah perhitungan, maka
penulis mengkategorikan usia responden menjadi 4 kategori, yaitu (17-30 Tahun)
sebagai kategori pertama, dan (31-40 Tahun) Sebagai kategori kedua, kemudian
(41-50 Tahun ) Sebagai kategori ketiga, dan kategori ke empat bagi pengusaha yang
usianya diatas 51 tahun. Gambaran subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1
Tabel Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Presentase
Usia 17-30 Tahun 82 41%
31-40 Tahun 55 27.5%
41-50 Tahun 36 18%
≥ 51 Tahun 27 13.5%
Organisasi HIPMI 39 19.5%
WE GENPRO 38 19%
APPSI 40 20%
Jambi Berdaya 40 20%
Lain-lain 43 21.5%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui gambaran
subjek penelitian, penulis mengkategorisasikan usia ke dalam 4 bagian yaitu
responden yang berusia 17 hingga 30 tahun, 31 hingga 40 tahun, 41 hingga 50 tahun
dan usia diatas 51 tahun. Sehingga dapat diketahui bahwa responden dalam
penelitian ini didominasi oleh pengusaha dengan rentang usia 17-30 tahun (41%)
diikuti oleh pengusaha dengan rentang usia 31-40 tahun (27.5%) kemudian
disusul oleh pengusaha dengan rentang usia 41-50 tahun (18%) dan yang paling
terakhir adalah pengusaha dengan rentang umur sama atau lebih dari 51 tahun
(13.5%).
Dari tabel 4.1 kita dapat mengetahui jumlah partisipan dari organisasi
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia sebanyak 39 partisipan (19.5%) sedangkan
Woman Entrepreneur GENPRO sebanyak 38 partisipan (19%), kemudian Asosiasi
Pedagang Pasar Indonesia sebanyak 40 partisipan (20%), dan komunitas Jambi
Berdaya sebanyak 40 partisipan (20%), dan yang terakhir adalah partisipan yang
bergabung engan organisasi atau panguyuban yang lain, yang tidak diteliti oleh
peneliti jumlah partisipan sebanyak 43 atau setara dengan (21.5%).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum, maksimum, mean
dan standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor variabel
penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel
4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2
Tabel analisis deksriptif
Variabel N Minimum Maksimum Mean Std.Deviasi
Subjective well-being 200 28.92 68.04 50.0772 9.21171
Vigor 200 25.95 60.96 50.0000 9.04764
Dedikasi 200 12.92 60.28 50.0000 9.43427
Absorbsi 200 27.85 63.59 50.0000 9.99501
Sense of Abundance 200 27.65 59.47 50.0000 8.68354
Simple Appreciation 200 43.99 71.35 50.0000 9.12917
Appreciations for Others 200 36.99 73.66 50.0000 8.93943
Dukungan sosial 200 29.63 68.13 50.0000 9.04920
Valid N (listwise) 200
Berdasarkan dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui pertama bahwa nilai
minimum dari variabel subjective well-being adalah = 28.92 dengan nilai
maksimum = 68.04 mean = 50.0772 dan std.deviasi 9.21171. Kedua vigor dengan
nilai minimum= 25.95, nilai maksimum = 60.96, mean = 50.0000 dan std.deviasi
9.04764. Ketiga dedikasi memiliki nilai minimum= 12.92, nilai maksimum= 60.28,
mean= 50.0000 dan std.deviasi= 9.43427. keempat absorbsi memiliki nilai
minimum = 27.85, nilai maksimum 63.59, mean= 50.0000 dan std.deviasi =
9.99501. Kelima sense of abundance memiliki nilai minimum= 27.65, nilai
maksimum= 59.47, mean= 50.0000 dan std.deviasi = 8.68354. keenam yaitu simple
appreciation memiliki nilai minimum 43.99, nilai maksimum= 71.35, mean =
50.0000 dan std.deviasi= 9.12917. Ketujuh yakni appreciation for others yakni
memiliki nilai minimum = 36.99, nilai maksimum = 73.66, mean = 50.0000 dan
std.deviasi 8.93943. Kedelapan yakni variabel dukungan sosial yang memiliki nilai
minimum = 29.63, nilai maksimum = 68.13, mean 50.0000 dan std.deviasi =
9.04920.
4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Sebelum
mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat rendah,
sedang, dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma seperti tertera pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3
Table Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Tinggi X ≥ Mean
Rendah X˂ Mean
Uraian gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan rendahnya tiap
variabel yang telah disesuaikan dengan norma disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Table Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi
Tinggi Rendah
Subjective well-being 88 (44%) 112 (56%)
Vigor 97 (48.5%) 103 (51.5%)
Dedikasi 88 (44%) 112 (56%)
Absorbsi 120 (60%) 80 (40%)
Sense of Abundance 98 (49%) 102 (51%)
Simple Appreciation 47 (23.5%) 153 (76.5%)
Appreciations for Others 93 (46.5%) 107 (53.5%)
Dukungan Sosial 78 (39%) 122 (61%)
Berdasarkan tabel 4.4, dapat dilihat tingkat subjective well-being yang dimiliki
cenderung tinggi, dengan nilai 44% dan cenderung rendah dengan nilai 56%.
Tingkat vigor responden dengan kategori cenderung tinggi adalah 48.5%, dan
cenderung rendah 51.5%. Tingkat dedikasi responden dengan kategori cenderung
tinggi adalah 44%, dan cenderung rendah 56%. Tingkat absorbsi responden dengan
kategori cenderung tinggi adalah 60%, dan cenderung rendah 40%. Tingkat sense
of abundance responden dengan kategori cenderung tinggi adalah 49%, dan
cenderung rendah 51%. Tingkat simple appreciation responden dengan kategori
cenderung tinggi adalah 23.5%, dan cenderung rendah 76.5%. Tingkat
appreciations for others responden dengan kategori cenderung tinggi adalah
46.5%, dan cenderung rendah 53.5%. Tingkat dukungan sosial responden dengan
kategori cenderung tinggi adalah 39%, dan cenderung rendah 61%.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 17 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam
melakukan analisis regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama melihat R Square
untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan
oleh independent variable, yang kedua apakah keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable, kemudian terakhir
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing- masing independent
variable. Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah
pertama peneliti melihat besaran R2 untuk mengetahui berapa persen varians
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk
tabel yang berisi R2, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Tabel R Square Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 0.596a 0.356 0.332 7.52791
a. Predictors: (Constant), dukungan sosial, appreciations for others, simple appreciation, sense of
abundance, absorbsi, dedikasi, vigor.
Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R2 sebesar
0.356 atau 35.6%. Artinya proporsi varians dari subjective well-being yang dijelaskan
oleh semua independent variable dalam penelitian ini (dukungan sosial,
appreciations for others, simple appreciation, sense of abundance, absorbsi,
dedikasi, vigor) adalah sebesar 35.6 %, sedangkan 64,4 % lainnya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua yang dilakukan yaitu peneliti menganalisis dampak dari
seluruh independent variable terhadap altruisme. Adapun hasil uji F dapat dilihat
pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6005.725 7 857.961 15.140 .000b
Residual 10880.522 192 56.669
Total 16886.247 199
a. Dependent Variable: Subjective well-being
b. Predictors: (Constant), dukungan sosial, appreciations for others, simple appreciation,
sense of abundance, absorbsi, dedikasi, vigor
Berdasarkan uji F pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada
kolom paling kanan adalah p=0.000 dengan nilai p<0.05. Berdsarkan hal tersebut,
dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh yang signifikan
dari variabel totalitas kerja (vigor, dedication, dan absorbtion), syukur (sense of
abundance, simple appreciation, appreciation for others) dan dukungan sosial
terhadap subjective well-being ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari
variabel totalitas kerja (vigor, dedication, absorbtion), syukur (sense of abundance,
simple appreciation, appreciation for others) dan dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi.
Selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing IV. Jika
sig <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-
being. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen
terhadap perilaku subjective well-being dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Tabel Koefisien Regresi
Model Unstandardized coefficients Standardized
Coefficients
B Std.error Beta t Sig
(Constant) 7.644 9.543 -801 .424
Vigor .150 .071 .147 2.106 .037
Dedikasi .482 .063 .493 7.619 .000
Absorbsi .031 .056 .034 .556 .579
Sense of abundance .203 .080 .192 2.551 .012
Simple appreciation .042 .071 .041 .588 .557
Appreciation for others .109 .074 .105 1.461 .146
Dukungan sosial .139 .069 .136 2.011 .046
a. Dependent Variable: Subjective well-being
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
Subjective well-being = 7.644 + 0.150 vigor + 0.482 dedikasi + 0.031 absorbsi +
0.203 sense of abundance + 0.042 simple appreciation + 0.109 appreciation for
others + 0.139 dukungan sosial. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh
masing-masing independen variabel adalah sebagai berikut:
1. Vigor diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.150 dengan nilai signifikansi
0.037 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel vigor
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap subjective well-being. Hal ini
menjelaskan bahwa semakin tinggi vigor maka semakin tinggi subjective well-
being.
2. Dedikasi diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.482 dengan nilai signifikansi
0.000 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel dedikasi
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap subjective well-being. Hal ini
menjelaskan bahwa semakin tinggi dedikasi maka semakin tinggi subjective
well-being.
3. Absorbsi diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.031 dengan nilai signifikansi
0.579 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel absorbsi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap subjective well-being. Hal ini
menjelaskan bahwa semakin tinggi absorbsi maka semakin tinggi subjective
well-being.
4. Sense of abundance diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.203 dengan nilai
signifikansi 0.012 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
sense of abundance berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
subjective well-being artinya. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi sense
of abundance maka semakin tinggi subjective well-being.
5. Simple appreciation diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.042 dengan nilai
signifikansi 0.557 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
simple appreciation tidak berpengaruh secara signifikan terhadap subjective
well-being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi simple appreciation maka
semakin tinggi subjective well-being.
6. Appreciation for others diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.109 dengan
nilai signifikansi 0.146 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
variabel appreciation for others tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
subjective well-being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi appreciation
for others maka semakin tinggi subjective well-being.
7. Dukungan Sosial diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.139 dengan nilai
signifikansi 0.046 (sig > 0.05). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel
dukungan sosial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap subjective
well-being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka
semakin tinggi subjective well-being.
4.3.2. Pengujian proporsi varian masing-masing independent variabel
Penulis ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari masing-masing
independent variabel (IV) terhadap kepuasan kerja. Besarnya proporsi varian pada
kiepuasan kerja dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8
Tabel Proporsi Varians
Change Statistics
Model R R Square Adjusted R Std. Error of R Square F Change df 1 df 2 Sig.F Change
Square the Estimate Change
1. .335a .112 .108 8.70000 .112 25.098 1 198 .000
2. .554b .307 .300 7.70836 .194 55.220 1 197 .000
3. .555c .308 .297 7.72105 .002 .353 1 196 .553
4. .580d .337 .323 7.57954 .029 8.387 1 195 .004
5. .583e .340 .323 7.58073 .003 .939 1 194 .334
6. .585f .342 .322 7.58703 .002 .678 1 193 .411
7. .596g .356 .332 7.52791 .014 4.044 1 192 .046
a. Predictors: (Constant) vigor, dedikasi, absorbsi, sense of abundance, simple appreciation,
appreciations for others, dukungan sosial.
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel vigor memberikan sumbangan sebesar 11.2% dalam varian subjective
well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 25.098,
df1= 1, df2= 198 dan sig F. change = 0.000.
2. Variabel dedikasi memberikan sumbangan sebesar 19.4% dalam varian
subjective well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
55.220, df1= 1, df2= 197 dan sig F. change = 0.000.
3. Variabel absorbtion memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam varian
subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F= 0.353, df1= 1, df2= 196 dan sig F. change = 0.553.
4. Variabel sense of abundance memberikan sumbangan sebesar 2.9% dalam
varian subjective well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F= 8.387, df1= 1, df2= 195 dan sig F. change = 0.004.
5. Variabel simple appreciation memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam
varian subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F= 0.939, df1= 1, df2= 194 dan sig F. change = 0.334.
6. Variabel appreciation for others memberikan sumbangan sebesar 0.2% dalam
varian subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara
statistik dengan F= 0.678, df1= 1, df2= 193 dan sig F. change = 0.411.
7. Variabel dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 1.4% dalam varian
subjective well-being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F= 4.044 df1= 1, df2= 192 dan sig F. change = 0.046
Urutan independent variable yang signifikan memberikan sumbangan dari
terbesar hingga yang terkecil adalah variabel dukungan sosial dengan R2 Change
35.6%, variabel appreciation for others dengan R2 Change 34.2%, variabel simple
appreciation dengan R2 Change 34.0% , variabel sense of abundance dengan R2
Change 33.7%, variabel absorbtion dengan R2 Change 30.8%, variabel dedikasi
dengan R2 Change 30.7% , variabel vigor dengan R2 Change 11.2%.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah: “ada pengaruh yang signifikan dari dimensi totalitas kerja
(vigor, dedikasi, dan absorbsi), dimensi syukur (sense of abundance, simple
appreciation, dan appreciation for others), dimensi dukungan sosial terhadap
subjective well-being pengusaha perempuan”. Berdasarkan proporsi varians
seluruhnya subjective well-being dipengaruhi oleh independent variabel totalitas
kerja (vigor, dedikasi dan absorbsi), syukur (sense of abundance simple
appreciation dan appreciation for others ) dan dukungan sosial sisanya lagi
dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini atau disebut faktor residu.
Dari keempat dimensi yakni vigor, dedikasi, sense of abundance dan
dukungan sosial terbukti berpengaruh signifikan terhadap subjective well-being.
Sedangkan absorbsi, simple appreciation dan appreciation for others tidak terbukti
berpengaruh secara signifikan terhadap subjective well-being.
5.2 Diskusi
Hasil penelitian menunjukan bahwa totalitas kerja, syukur dan dukungan sosial
memiliki pengaruh bersama yang signifikan terhadap subjective well-being,
totalnya sebesar 35.6%. Totalitas kerja (work engagement) menjadi salah satu
faktor yang menjadi penentu munculnya subjective well-being dikalangan
pengusaha perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan.
oleh Shirom pada tahun (2010) dalam Bakker, Albrecht, dan Leiter; Key Questions
Regarding Work Engagement; (2011) yang menunjukkan bahwa dimensi vigor
yang meliputi kekuatan fisik, keaktifan kognitif, dan energi emosional memiliki
hubungan yang positif dengan kesehatan mental dan fisik, temuan Shirom ini dapat
diambil sebagai bukti bahwa adanya hubungan yang positif antara totalitas kerja
dan kesehatan mental. Vigor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective
well-being dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.150, yang berarti bahwa vigor
secara positif mempengaruhi subjective well-being. Jadi semakin tinggi vigor maka
semakin tinggi subjective well-being. Begitu juga jika dilihat dari proporsi varians
vigor memberikan sumbangan sebesar 11.2%.
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi subjective well-being pada
penelitian ini adalah dedikasi. Dedikasi memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap subjective well-being dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.482 atau
19.4% dari sumbangan proporsi varians, yang berarti bahwa dedikasi secara positif
mempengaruhi subjective well-being. jadi semakin tinggi tingkat dedikasi maka
akan semakin tinggi tingkat subjective well-being. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang pernah dilakukan Bakker & Oerlemans dalam Subjective well-being in
organizations (2010), dedikasi mengacu kepada totalitas kerja (work engagement)
yang tinggi dalam pekerjaan seseorang dan mengalami perasaan antusias terhadap
pekerjaan secara signifikan.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis uji hipotesa penelitian, variabel
absorbsi atau keterlarutan kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well-being. Hal ini mungkin bisa terjadi karena pekerjaan sebagai
pengusaha perempuan tidak menuntut mereka untuk selalu stand by di tempat
usaha, karena mereka juga memiliki tugas domestik di dalam rumah tangga,
terkhusus bagi pengusaha perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak.
Sehingga para pengusaha perempuan ini memiliki kesibukan lain diluar
pekerjaanya sebagai pengusaha dan memungkinkan mereka untuk tidak larut
dengan pekerjaannya sebagai pengusaha.
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi subjective well-being pada
penelitian ini adalah sense of abundance. Sense of abundance memiliki pengaruh
signifikan terhadap subjective well-being dengan nilai koefisien regresi sebesar
0.203 atau 2.9% dari sumbangan proprsi varians, yang berarti bahwa sense of
abundance secara positif mempengaruhi subjective well-being. Jadi semakin tinggi
tingkat sense of abundance maka akan semakin tinggi tingkat subjective well-being.
Salah satu faktor yang menyebabkan sense of abundance memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap subjective well-being pengusaha perempuan ialah salah satunya
karena rata-rata responden penelitian sering menyisihkan sebagian pendapatan
mereka untuk membayar zakat atau sekedar menyumbang untuk kegiatan amal dan
sosial.
Hal ini sejalan dengan teori Watkins.,at al (2003) dalam Mahardhika &
Halimah; hubungan gratitude dan subjective well-being odapus wanita dewasa awal
di Syamsi Dhuha Foundation Bandung (2017), seharusnya terdapat hubungan yang
positif di antara kedua variabel tersebut, yang mana ketika seseorang memiliki
syukur (gratitude) yang tinggi, maka subjective well-being akan tinggi pula.
Selanjutnya dari hasil uji hipotesa mengenai dimensi syukur, variabel simple
appreciation dan appreciation for others tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap subjective well-being. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Watkins, Woodward, Stone & Kolts; gratitude and happiness;
development of a measure of gratitude and relationships with subjective well-being;
(2003); salah satu faktor penting untuk mengukur ekspresi bersyukur adalah
apresiasi terhadap orang lain (appreciation for others). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahardhika & Halimah; Hubungan gratitude dan
subjective well-being odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation
Bandung (2017), “Sebagian besar odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha
Foundation, yaitu sebanyak 100% atau 30 orang memiliki faset simple appreciation
yang tinggi. Artinya, seluruh odapus di Syamsi Dhuha Foundation menghargai
kebaikan-kebaikan kecil yang ada disekelilingnya. Kemudian dapat dilihat pula
sebagian besar odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation, yaitu
sebanyak 86.67% atau 26 orang memiliki faset appreciation for others yang tinggi,
sedangkan 13.33% atau 4 orang memiliki appreciation for others yang rendah.
Artinya, sebagian besar odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation
menghargai kebaikan yang telah diberikan pihak lain kepadanya”.
Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya bias budaya, dimana dalam keseharian
masyarakat lokal Indonesia ucapan terima kasih adalah sesuatu yang sudah biasa
diterima ketika mendapatkan bantuan dan tidak memaknainya sebagai sesuatu yang
mendalam atau memiliki kesan yang mendalam dalam benak mereka.
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi subjective well-being pada
penelitian ini adalah dukungan sosial. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap subjective well-being dengan nilai koefisien regresi sebesar
0.139 atau 1.4% dari sumbangan proporsi varians, yang berarti bahwa dukungan
sosial secara positif mempengaruhi subjective well-being. Jadi semakin tinggi
dukungan sosial maka akan semakin tinggi tingkat subjective well-being.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ramaprabou, V; Perceived
social support and subjective well-being among working women who are living
away from their families; (2017) dalam penelitian ini menunjukan bahwa wanita
yang bekerja dengan dukungan sosial yang tinggi dari keluarga, teman-teman serta
significant others, hasilnya menunjukan bahwa mereka cenderung memiliki tingkat
subjective well-being yang positif dari pada mereka yang memperoleh dukungan
sosial yang lebih rendah.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengambilan data sebanyak 200
responden mengenai sumber dukungan terbesar yang mereka miliki saat ini,
hasilnya ialah 76.5% (153) dukungan sosial terbesar bersumber dari keluarga,
kemudian 11% (22) dukungan sosial terbesar bersumber dari lingkungan,
selanjutnya 5.5% (11) dukungan sosial terbesar bersumber dari mentor, kemudian
5% (10) dukungan sosial bersumber dari teman sebaya dan 2% (4) dukungan sosial
terbesar bersumber dari lain-lain yang tidak dikategorisasikan oleh peneliti dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa sumber dukungan terbesar
pengusaha perempuan di provinsi Jambi masih di dominasi oleh keluarga, artinya
kelurga memiliki peranan dominan dalam pemberian dukungan sosial terhadap
pengusaha perempuan.
Secara keseluruhan peneliti berpendapat bahwa perbedaan hasil penelitian
terdahulu bisa diakibatkan oleh beberapa hal baik sampel, social deserebility dan
tempat penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah perbedaan budaya,
seperti bahasa terutama dalam mengadaptasi tiap item dari skala baku yang
berbahasa inggris. Hal ini penting karena akan memudahkan responden dalam
memahami dan mengisi setiap butir pernyataan pada kuisioner yang dibuat. Faktor
lain yang mempengaruhi perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu social
deserebility, item yang dibuat mengandung norma. Responden akan sangat hati-
hati dalam mengisi item tersebut karena adanya kemungkinan responden menjawab
secara subjektif tanpa memperhatikan objektivitas konten pernyataan pada
kuisioner.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian
ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi kekurangan dan
keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti
membagi saran menjadi dua yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti variabel
dependen yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
Mempertimbangkan hasil penelitian ini bahwa pengaruh totalitas kerja, syukur dan
dukungan sosial terhadap subjective well-being sebesar 35.6% dari jumlah sampel
sebanyak 200 responden, dimana variabel totalitas kerja memiliki pengaruh yang
paling besar terhadap subjective well-being yakni sebesar 30.8%. Dapat dilihat pula
dari masing masing sumbangsih dimensi totalitas kerja memiliki kontribusi yang
besar dimana vigor memiliki kontribusi sebesar 11.2% kemudian dedikasi
menyumbang 19.4% dan absorbsi menyumbang sebanyak 0,02%. Artinya
penelitian ini bisa dikembangkan lagi dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Sehingga tingkat signifikansi masing-masing dimensi dapat terlihat sama besar.
Diharapkan penelitian selanjutnya akan lebih menyempurnakan hasil penelitian
sebelumnya.
5.3.2 Saran Praktis
Bagi lembaga organisasi kewirausahaan untuk lebih memperhatikan dan
memberikan pembekalan mengenai kesehatan mental dikalangan pengusaha
perempuan. Terkhusus bagi pengusaha perempuan, dimana perempuan memiliki
peran yang dominan dalam urusan domestik rumah tangga serta profesinya sebagai
pengusaha akan menyita cukup banyak waktu sehingga pemenuhan akan kesehatan
mental juga perlu diberikan. Misalnya dalam kegiatan upgarding pengurus atau
anggota kita harus mensosialisasikan bagaimana membentuk pola hidup sehat dan
bermakna sebagai individu yang sehat dan berfikir positif sehingga kesejahteraan
itu dapat diperoleh dengan baik.
Dalam penelitian ini terbukti bahwa variabel psikologi yang mempengaruhi
subjective well-being pengusaha perempuan di provinsi Jambi ialah vigor, dedikasi,
sense of abundance serta dukungan sosial. Guna meningkatkan subjective well-
being di kalangan pengusaha perempuan yang tergabung dalam organisasi atau
komunitas wirausaha baiknya organisasi tersebut selalu memberikan ruang untuk
mengupgrade diri anggotanya melalui kegiatan upgrading anggota. Dalam
training-training tersebut disarankan untuk membahas materi mengenai bersyukur
dan semangat kerja yang da di dalam totalitas kerja. Kekeluargaan di organisasipun
sangat diharapkan untuk terus dipelihara dan ditingkatkan guna memupuk
dukungan sosial dari organisasi kepada anggota.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker A.B, Albrecht S.L, Leiter M.P(2011). Key questions regarding work
engagement. European Journal of Work and Organizational Psychology.
Vol.20 (4): 4-28.
Bakker A.B, Oerlemans W.G.M (2010). Subjective well-being in organizations.
Handbook of Positive Organizational Scholarship. Oxford University Press.
Netherlans.
Bakker A.B., Demerouti Evangelia (2008). Towards a model of work engagement.
Journal of managerial psychology.Vol.13 (3): 209-213.
Bakker A.B, Demerouti Evangelia (2007). The job demands-resources model; State
of the art. Journal of Managerial Psychology. Vol.22 (3): 309-328.
Balducci Cristian, Fraccaroli Franco, Schaufeli Wilmar B. (2010). Psychometric
properties of the italian version of the utrecht work engagement scale
(UWES-9). European Journal of Psychological Assessment. Vol.26 (2):143-
149.
Cutrona Carolyn, Cole Valarie, Colangelo Nicholas, Assouline Susan G., and
Russell Daniel W. (1994). Perceived parental social support and academic
achievement; An attachment theory perspective. Journal of Personality and
Social Psychology. Vol.66 (2): 369-378.
Cutrona Carolyn dan Russell, Rose Jayne (1986); Social Support and Adaptation to
Stress by the Elderly; Journal of Psychology and Aging vol.1(1): 47-54.
Diener Ed, Chan Y Micaela (2011). Happy people live longer; subjective well-
being contributes to health and longevity. Applied psychology; health and
well-being. Vol.3 (1) : 1-43.
Diener Ed, Biswas Robert (2008). The science of optimal happiness. Boston.
Blackwell publishing.
Diener Ed, Lucas. E Richard Oishi Shigehiro, (2005). Personality, culture and
subjective; Well-being emotional and cognitive evaluations of life. Annual
reviews psych. Vol.54 (4) : 3-25.
Diener Ed, Emmons A. Robert, Larsen J. Randy, Griffin Sharon (1985). The
satisfaction with life scale. Journal of personality assessment. Vol.49 (1) :
71-75.
Diener Ed (1984); Subjective Well-Being Psychological Bulletin..Vol.95 (3): 542-
575.
Diener Ed, Emmons A. Robert (1984). The independence of positive and negative
affect. Journal of personality and social psychology. Vol. 47 (5) : 1105-1117.
Dodge Rachel, Daly Annette P., Huyton Jan, Sanders Lalage D. (2012); The
Challenge of Defining Wellbeing; International Journal of Wellbeing, Vol.2
(3):222-235.
Frances Kee-Ryan, Angelo J. Kinicki, Zhaoli Song and Connie R. Wanberg (2005);
Psychological and Psysicall Well-Being During Unemployment: A Meta-
Analytic Study; Journal of Applied Psychology.Vol. 90 (1): 53–76.
Froh Jeffrey J., Sefick William J., Emmons Robert A. (2008); Counting Blessings
in Early Adolescents; An experimental Study of Gratitude and Subjective
Well-being; Journal of School Psychology.Vol. 46 (2): 213-233.
Galderen van Marco, Brand Maryse, Praag van Mirjam, Bodewas Wynand,
Poutsma Erik, Gils van Anita (2008). Explaning entrepreneurial intentions
by means of the theory of planned behaviour. Journal Career Development
Internasional. Vol. 13 (6) 536-559.
Jyoti Jeevan, Sharma Jyoti, Kumari Anita (2011); Factors affecting orientation and
satisfaction of women entrepreneurs in rural India; Annals of Innovation &
Entrepreneurship.Vol.2: 5813.
Larsen Randy J., Eid Michael (2008); Ed Diener and The Sciece of Subjective Well-
Being; Guilford Publications.
Mahardhika, Halimah (2017); Hubungan Gratitude dan Subjective well-being
Odapus wanita dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation Bandung;
Psympathic, Jurnal ilmiah Psikologi. Vol.4 (1): 91-114.
McCullough .E Michael, Emmons .A Robert, Tsang Jo-Ann (2002). The grateful
disposition; A conceptual and empirical topography. Journal of personality
and social psychology. Vol. 82 (1) : 112-127.
Pavot William, Diener Ed. (1993); Review of The Satisfaction With Life Scale;
Psychological Exsperimen. Vol.5 (2): 164-172.
Sarafino, E. (2010); Healt psychology biopsychosocial interaction; The journal of
positive psychology. Vol. 14 (1) : 42-90.
Schaufeli B. Wilmar, Salanova Marisa (2011). Work engagement; On how to better
catch a slippery concept. European journal of work and organizational
psychology. Vol. 20 (1): 39-46.
Schaufeli B. Wilmar, Bakker B Arnold, Salanova Marisa (2006). The
measurement of work engagement with a short questionnaire; a cross-national
study. Journal of educational and psychological measurement. Vol.66 (4) :
701-716.
Schaufeli B. Wilmar, Bakker B. Arnold (2004). Job demands, job resources, and
their relationship with burnout and engagement; a multi-simple study.
Journal of organizational behavior. Vol. 25 (1) : 293-315.
Shaleh Rahman Abdul (2016). Analisis faktor skala totalitas kerja (work
engagement). Seminar ASEAN 2nd psychology & humanity . Universitas
Muhammadiyah Malang. p 12-17
Sorensson, A. Dalborg, C (2017); Female entrepreneurs in nature-based businesses
working conditions, well-being and everyday life situation; Society, health &
vulnerability. Vol.8, (1): 306-905.
V. Ramaprabou (2017). Perceived social and subjective well-being among working
women who are living away from their families. International Journal of
Current Research Vol.9 (9): 57843-57845.
Watkins Philip C, Emmons .A Robert, Greaves R. Madeline, Bell Joshua (2017).
Joy is a distinct positive emotion; Assessment of joy and relationship to
gratitude and well-being. The journal of positive psychology. Vol. 14 (1) : 42-
98.
Watkins Philip C, Woodward Kathrane, Stone Tamara, Kolts Russell L. (2003).
Gratitude and happiness; Development of a measure of gratitude and
relationships with subjective well-being; Social Behaviour and Personality.
Vol.31 (5): 431-452.
Top Related