PENGARUH SELF ESTEEM, DUKUNGAN SOSIAL DAN
STATUS SOSIAL EKONOMI TERHADAP PROBLEM
FOCUSED COPING PADA SISWA BERBAKAT
INTELEKTUAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
ATIQOH QONITA ADAM
NIM: 108070000139
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1437 H/2016 M
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Three simple rules in life
If you do not go after what you want, you’ll never have it
If you do not ask, the answer will always be no
If you do not step forward, you will always be in the same place
_Unknown_
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi
tentram
Q.S Ar-Ra’d: 28
_BERSYUKUR Adalah Kunci KEBAHAGIAAN_
vi
Persembahan:
Skripsi ini penulis persembahkan
untuk Abi dan Umi tercinta, Adik-
adik ku tersayang, serta para
sahabat-sahabat ku.
vii
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) Oktober 2015
C) Atiqoh Qonita Adam
D) Pengaruh self esteem, dukungan sosial dan status sosial ekonomi terhadap
problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
E) xv + 84 halaman + lampiran
F) Menurut Stanley Hall pada abad ke-20, masa remaja merupakan masa
storm dan stress (Santrock, 2003). Remaja berbakat secara jelas tercatat
dalam statistika bunuh diri pada remaja. Bunuh diri meningkat di dalam
komunitas remaja berbakat, dan putus asa seringkali dipicu oleh
perfeksionisme yang tinggi (Range dalam Frydenberg, 1997). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh self esteem,
dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused
coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia.
Sampel berjumlah 150 siswa akselerasi di sekolah SMART Ekselensia
Indonesia yang diambil dengan teknik stratified proportional random
sampling. Peneliti menggunakan alat ukur COPE Scale untuk mengukur
variabel problem focused coping, The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)
untuk mengukur variabel self esteem, dan Social Support Questionnaire
Short Form (SSQ6) untuk mengukur variabel dukungan sosial.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self
esteem, dukungan sosial (perceive; satisfaction), status sosial ekonomi
(education; income; occupation) dan usia terhadap problem focused
coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia dengan sumbangan R square sebesar 21.2%. Hasil
uji hipotesis yang menguji ketujuh independen variabel dalam penelitian
ini ditemukan bahwa hanya variabel dukungan sosial (perceive,
satisfaction) dan status sosial ekonomi (education, income) saja yang
mempengaruhi problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
Kata kunci: problem focused coping, self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi
G) Bahan bacaan: 21 buku + 17 jurnal + 9 skripsi + 1 wawancara + 5 website
viii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) October 2015
C) Atiqoh Qonita Adam
D) The effect of self esteem, social support and social economic status toward
problem focused coping of intelectual gifted student at SMART Ekselensia
Indonesia’s acceleration school.
E) xv + 84 pages + Appendix
F) A gifted children seen as exhibiton poor social and emotional adjusment.
They often have problems and sometimes get bored. Gifted adolescents are
strikingly represented in adolescent suicide statistics. Suicide is increasing
in many adolescent communities among the gifted, and the despair is often
fuelled by perfectionism, a quality that often gives them a distorted image
of failure (Range dalam Frydenberg, 1997). This study aims to determine
the effect of self esteem, social support, socioeconomic status and age
toward problem focused coping on intelectual gifted student at SMART
Ekselensia Indonesia’s acceleration school.
Sampel of this study were 150 students of SMART Ekselensia Indonesia’s
acceleration school. Technique of sampling in this study was a stratified
proportional random sampling. Researcher using The COPE Scale to
measure problem focused coping, The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)
to measure self esteem, and Social Support Questionnaire Short Form
(SSQ6) to measure social support.
The results showed that there was a significant effect of self-esteem, social
support (perceive; satisfaction), socioeconomic status (education; income;
occupation) and age toward problem focused coping on intelectual gifted
student at SMART Ekselensia Indonesia’s acceleration school, by
donating R square of 21.2%. The test results verify the hypothesis that the
seven independent variables in this study found that only social support
variables (perceive; satisfaction) and socioeconomic status (education;
income) are affecting the problem focused coping on intelectual gifted
student at SMART Ekselensia Indonesia’s acceleration school.
Key words: problem focused coping, self esteem, social support,
socioeconomic status
G) Reading materials: 20 books + 17 journal + 9 thesis + 1 interview + 5
website
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohiim
Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala
nikmat dan karunia yang selalu dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan
seluruh umatnya.
Tentunya dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis tidak luput dari
arahan, bimbingan, semangat, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah dengan
sabar membantu dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan studi.
3. Mulia Sari Dewi, M.Si, selaku Dosen pembimbing dan Pembimbing
akademik, terima kasih atas waktu luang serta kesabaran, keikhlasan,
keramahan, dukungan, motivasi, bimbingan, saran, dan arahannya yang
telah diberikan untuk penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.
5. Staf Bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu kelancaran
secara administratif untuk penulis.
6. Kepala Sekolah SMART Ekselensia Indonesia beserta jajarannya dan
penanggung jawab Bagian Penelitian Sekolah Mbak Yulia, atas
kesempatan dan kerja samanya, terima kasih.
7. Seluruh responden penelitian ini, siswa-siswa cerdas istimewa di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia, terima kasih atas partisipasinya.
8. Kedua orang tua penulis, KH. Ahmad Damanhuri ZA dan Hj Siti
Munawaroh HM. Abi dan Umi yang tercinta terima kasih atas kasih
sayang, perhatian, pengertian, dukungan baik secara materil, moral, tenaga
dan do’a untuk penulis yang tidak pernah henti.
9. Adik-adikku tersayang Fajrul Faizie Adam, Nadiatul Habibah Adam,
Nabilul Faruqi dan Ahmad Haziq Azzahid, atas dukungan dan semangat
yang telah kalian berikan.
10. Semua teman perjuangan Kelas C psikologi angkatan 2008, khususnya
Febi, Rizki septi, Royya, Gundah, dan Iizh, atas kebersamaan, keceriaan,
dan semangat yang telah kalian berikan di masa-masa kuliah bersama.
Sukses untuk kita bersama temans!!.
11. Kawan-kawan seperjuangan skripsi 2015, Rika, Rosmalia, Christina,
Maya, Ika, Anto, Nani, Niwah, Sarah, Runy dan Inka. Tangis, tawa canda,
kebersamaan kita telah lalui bersama, saling menguatkan tetap bertahan
dan berjuang, terima kasih!. Sukses untuk kita semua kawans!!!.
x
Tidak ada hal yang bisa penulis lakukan selain memohon do’a agar seluruh
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari semua pihak dibalas oleh Allah SWT
dengan sebaik-baiknya balasan, Amiin.
Penulis sadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar
penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, Amiin.
Jakarta, 29 Oktober 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................v
ABSTRAK .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1-10
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………….. .. 1
1.2 Pembatasan Masalah .............................................................................. 8
1.3 Perumusan Masalah ............................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 10
BAB 2 KAJIAN TEORI ............................................................................... 11-39
2.1 Problem Focused Coping ...................................................................... 11
2.1.1 Definisi problem focused coping ................................................. 11
2.1.2 Dimensi-dimensi problem focused coping .................................. 12
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping ....... 13
2.1.4 Pengukuran problem focused coping ........................................... 17
2.2 Self Esteem ............................................................................................ 19
2.2.1 Definisi self esteem ...................................................................... 19
2.2.2 Dimensi-dimensi self esteem ....................................................... 20
2.2.3 Pengukuran self esteem ............................................................... 22
2.3 Dukungan Sosial .................................................................................... 24
2.3.1 Definisi dukungan sosial.............................................................. 24
2.3.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial ............................................... 25
2.3.3 Pengukuran dukungan sosial ...................................................... 26
2.4 Status Sosial Ekonomi ........................................................................... 28
2.4.1 Definisi status sosial ekonomi ..................................................... 28
2.4.2 Dimensi-dimensi status sosial ekonomi....................................... 29
2.4.3 Pengukuran status sosial ekonomi .............................................. 29
2.5 Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi ............................... 32
2.5.1 Definisi anak berbakat .................................................................. 32
2.5.2 Program akselerasi ........................................................................ 33
2.5.2.1 Definisi program akselerasi ...................................................... 33
2.5.2.2 Keunggulan dan kelemahan program akselerasi ....................... 34
2.6 Kerangka Berfikir .................................................................................. 36
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 38
xii
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 40-54
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 40
3.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 41
3.3 Pengumpulan Data ................................................................................. 42
3.3.1 Teknik pengumpulan data............................................................. 42
3.3.2 Instrumen penelitian ..................................................................... 43
3.4 Uji Konstruk Instrumen Penelitian ........................................................ 47
3.4.1 Uji validitas dan reliabilitas instrumen ......................................... 47
3.4.2 Uji validitas konstruk problem focused coping ............................ 48
3.4.3 Uji validitas konstruk self esteem ................................................. 49
3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan sosial ......................................... 51
3.4.4.1 Uji validitas konstruk perceive ......................................... 51
3.4.4.2 Uji validitas konstruk satisfaction .................................... 51
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................... 55-66
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ..................................................... 55
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................... 58
4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian............................................................ 59
4.4 Uji Hipotesis Hasil Penelitian ................................................................ 60
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ............................................... 61
4.4.2 Uji proporsi varians masing-masing Independent Variabel ......... 66
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ................................... 69-74
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 69
5.2 Diskusi ................................................................................................... 70
5.3 Saran ...................................................................................................... 73
5.3.1 Saran teoritis ................................................................................. 73
5.3.2 Saran praktis ................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 75-79
LAMPIRAN ....................................................................................................... 80
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Reliabilitas (∝) dan test-retest skala problem focused coping
Carver (1989)………………………………………………………….19
Tabel 3.1 Skor skala Likert ................................................................................... 43
Tabel 3.2 Blueprint problem focused coping ........................................................ 44
Tabel 3.3 Blueprint self esteem ............................................................................. 45
Tabel 3.4 Blueprint dukungan sosial ..................................................................... 46
Tabel 3.5 Muatan faktor item problem focused coping ........................................ 50
Tabel 3.6 Muatan faktor item self esteem ............................................................. 50
Tabel 3.7 Muatan faktor item perceive ................................................................. 51
Tabel 3.8 Muatan faktor item satisfaction ............................................................ 51
Tabel 4.1 Subjek penelitian berdasarkan usia ....................................................... 55
Tabel 4.2 Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ................................ 56
Tabel 4.3 Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan orangtua (ayah) ..... 56
Tabel 4.4 Subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan orang tua (ayah) .......... 57
Tabel 4.5 Subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan orangtua ............... 57
Tabel 4.6 Deskripsi statistik variabel penelitian ................................................... 58
Tabel 4.7 Norma skor ............................................................................................ 59
Tabel 4.8 Kategorisasi variabel penelitian ............................................................ 59
Tabel 4.9 R square ................................................................................................ 61
Tabel 4.10 Anova .................................................................................................. 62
Tabel 4.11 Koefisien regresi ................................................................................. 63
Tabel 4.12 Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variable ........... 67
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir ……………………………………….. 39
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian .................................................................. 80
Lampiran 2 Kuesioner .................................................................................. 82
Lampiran 3 Hasil CFA .................................................................................. 89
Lampiran 4 Hasil Uji Hipotesis .................................................................... 97
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Depdiknas (dalam Ulfah, 2015) menyatakan bahwa sebagai bentuk perwujudan
dari Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus. Akselerasi menunjuk pada pelayanan
yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum
delivery). Sebagai model pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai model
layanan pembelajaran cara lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi (IQ di atas 130) diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran
pada kelas yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara itu, sebagai model
kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya
dikuasai oleh siswa saat itu (Colangelo dalam Ulfah, 2015).
Fakhruddin (dalam Alfikalia, 2012) mengemukakan bahwa sampai dengan
tahun 2008, jumlah sekolah penyelenggara program akselerasi di seluruh
Indonesia tercatat sejumlah 228 sekolah yang terdiri dari 53 SD, 80 SMP, dan 95
SMA dengan jumlah peserta didik sebanyak 5.488 yang terdiri atas 472 peserta
didik jenjang SD, 2.399 SMP, dan 2.617 jenjang SMA.
Menurut Stanley Hall pada abad ke-20, masa remaja merupakan masa storm
dan stress (Santrock, 2003). Hampel et al (dalam Kempf, 2011) menyatakan
bahwa dalam masyarakat modern, muda dan tua mengalami emosi menjadi stres.
Selama masa remaja, 11-19 tahun, tingkat stres meningkat secara signifikan.
1
2
Stressor utama yang sering terjadi pada remaja adalah lingkungan sekolah (Denise
E & Judith W, 2008).
Anak-anak berbakat telah dilihat sebagai contoh dari penyesuaian sosial dan
emosi yang buruk. Mereka sering memiliki masalah dan kadang-kadang sering
merasa bosan. Remaja berbakat secara jelas tercatat dalam statistika bunuh diri
pada remaja. Bunuh diri meningkat di dalam komunitas remaja berbakat, dan
putus asa seringkali dipicu oleh perfeksionisme yang tinggi, dan kualitas baik
seringkali memberi distorsi gambaran sebuah kegagalan (Range dalam
Frydenberg, 1997).
Ramadhani menyebutkan (dalam Rahayu, 2014), siswa yang berkemampuan
tinggi dipilih melalui proses seleksi yang ketat. Menurut pengalaman Ramadhani
sebagai siswi akselerasi Labschool Jakarta, proses seleksi dimulai dari tes bidang
akademik, tes IQ, wawancara dan tes kesehatan. Serangkaian tes diharapkan
mampu menyaring anak-anak berbakat sehingga program akselerasi dapat
menjadi wadah untuk mereka yang berkemampuan istimewa, namun, hal itu tidak
menjamin akan kelancaran program akselerasi. Ramadhani menyatakan bahwa
siswa akselerasi justru mengalami stres, bahkan ada siswa yang harus pindah ke
kelas regular karena tidak bisa mengikuti proses percepatan belajar.
Berdasarkan hasil penelitian pada siswa akselerasi kelas XI Labschool
Jakarta 96% siswa mengalami stres. Hal ini terjadi pada saat 36% saat diberikan
banyak tugas oleh guru, 20% saat ulangan, 20% ada masalah dengan keluarga, 7%
ada masalah dengan teman, 2% saat masuk ke kelas/suasana baru dan, 15%
dikarenakan hal lainnya seperti jadwal padat, nilai turun, menentukan jurusan di
3
universitas dan merasa kesepian (Ramadhani, 2010). Hasil penelitian (Nadiva,
2013) menyebutkan bahwa 39 siswa akselerasi dari 65 siswa memiliki subjective
well being rendah, atau dengan kata lain mereka merasa stres.
SMART (Sekolah Menengah Akselerasi Internat) Ekselensia Indonesia
memiliki sistem sekolah asrama untuk siswa akselerasi. Sedangkan, Widiastono
(dalam Wijaya, 2007) menyatakan bahwa transisi remaja ke sekolah asrama
menghadapkan remaja pada perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan baru.
Perubahan tersebut adalah lingkungan sekolah dan asrama yang baru, pengajar
dan teman baru, aturan dan kehidupan asrama, serta perubahan lain sebagai akibat
jauh dari orang tua. Sementara tuntutan yang harus dihadapi siswa adalah tuntutan
dalam bidang akademik, kemandirian, dan tanggung jawab. Perubahan-perubahan
tersebut dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling SMART
Ekselensia Indonesia, didapatkan data bahwa masalah yang sering dihadapi oleh
siswa akselerasi di sekolah ini adalah adaptasi terhadap lingkungan sekolah dan
asrama khususnya bagi siswa yang baru masuk. Ada beberapa siswa yang
mengundurkan diri dari sekolah dikarenakan tidak sanggup untuk sekolah dengan
menetap di asrama karena jauh dari orang tua, keluar dari asrama tanpa izin dan
merokok (Mariana, komunikasi pribadi 21 Oktober 2015). Menurut Santrock
(2003) stres yang lebih berat terjadi ketika anak-anak atau remaja harus
dipisahkan dari orang tuanya. Menurut Maimunah (dalam Nadiva, 2013) stres
tersebut berdampak negatif pada perkembangan sosial, emosional dan fisik siswa.
4
Untuk mengatasi hal tersebut, tentu siswa diharapkan memiliki strategi coping
yang tepat.
Usaha untuk mengatur tuntutan dari lingkungan, baik dari dalam ataupun
dari luar dan usaha untuk mencari jalan keluar, untuk mengurangi stres disebut
coping stress (Halonen & Santrock, 1999). Folkman dan Lazarus (1984)
berpendapat bahwa coping adalah semua upaya kognitif dan perilaku untuk
menguasai, mengurangi, atau mentolerir tuntutan.
Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) membagi coping kedalam tiga jenis
strategi, yaitu problem-focused coping, emotion-focused coping, dan maladaptive
coping. Schafer (dalam Mutoharoh, 2010) menyatakan coping dapat bersifat
adaptif dan maladaptif. Coping adaptif membantu individu untuk mengatasi stres
secara efektif dan mengurangi distress yang ada. Coping maladaptif merupakan
respon yang tidak menunjukan ke arah penyesuaian diri atau adaptasi. Wong dan
Wong (dalam Xiao, 2013) menyebutkan bahwa strategi coping yang berfokus
pada masalah bersifat aktif, terbuka, konstruktif dan adaptif, sedangkan coping
yang berfokus pada emosi bersifat pasif, tertutup, destruktif dan maladaptif.
Problem focused coping adalah ditujukan untuk mengurangi tuntutan-
tuntutan dari situasi penuh stres atau memperluas sumber daya untuk
menghadapinya. Orang-orang cenderung menggunakan problem focused coping
ketika mereka percaya sumber daya yang mereka miliki atau tuntutan-tuntutan
dari situasi yang dapat diubah (Lazarus & Folkman, 1984 dalam Sarafino &
Smith, 2011).
5
Problem focused coping bertujuan mengatasi masalah secara langsung
dimana individu melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengubah
sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar terbebas dari masalah,
sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier &
Weintraub, 1989). Lazarus dan Folkman (1984) mengungkapkan bahwa problem
focused coping lebih adaptif dalam situasi yang dapat diubah.
Anak-anak berbakat cenderung lebih menggunakan strategi coping yang
adaptif seperti kerja keras dan mencapai tujuan, mencari hiburan santai, fokus
pada pemecahan masalah dan rekreasi fisik (Frydenberg, 1997). Sedangkan, siswa
akselerasi merupakan anak yang berbakat di dalam model akselerasi (Somantri,
2006). Pernyataan ini sejalan dengan penelitian dari Rahayu (2014) bahwa 37
siswa-siswi akselerasi mayoritas menggunakan strategi coping adaptif (57.1%).
Hasil penelitian Suseno (2009) menambahkan bahwa dari 65 siswa-siswi
akselerasi 52,3% siswa tergolong dalam kelompok problem focused coping
dengan tingkat stres sedang 88,2% dan 11,8% tingkat stres kecil. Menurut
Naviska (dalam Rahayu, 2014) strategi coping yang berfokus pada masalah yang
mungkin dimiliki oleh siswa akselerasi antara lain bertanya kepada guru ketika
ada materi pelajaran yang tidak dimengerti, membuat kelompok belajar dengan
teman sekelas, membuat jadwal antara belajar dan bermain.
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013),
strategi coping mengambil peranan penting bagi subjek untuk menilai tantangan
yang mereka hadapi. Model ini menyarankan bahwa sumber internal seperti self
esteem, yang mana salah satu elemen penting untuk konsep diri yang dapat
6
menyebabkan sikap positif dan negatif terhadap diri sebagai totalitas (Rosenberg
dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013), memfasilitasi evaluasi tuntutan dan
proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013).
Studi mendeskripsikan bahwa perbedaan self esteem cenderung
menampilkan kemampuan coping yang berbeda, tingkat self esteem yang tinggi
dapat mengurangi stres yang dirasakan karena coping adaptif yang mereka
gunakan, sedangkan aspek negatif atau persepsi yang buruk dari kemampuan
seseorang untuk mengatasi tuntutan eksternal terdapat di dalam sesorang dengan
self esteem yang rendah (Dumont & Provost dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,
2013).
Seseorang dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan
menggunakan aspek problem focused coping seperti active coping dan planning
daripada orang dengan self esteem yang rendah (Griva et al dalam Amorim &
Geraldine Mei Ka, 2013).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi problem focused coping adalah
dukungan sosial. Menurut Uchino (dalam Sarafino & Smith, 2011) dukungan
sosial adalah kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang tersedia
untuk seseorang dari orang lain atau kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Primastuti (Jayanti & Rachmawati, 2007)
menunjukan hasil bahwa semakin tinggi tingkat dukungan yang diterima ibu yang
memiliki anak berbakat intelektual baik dari suami maupun guru di sekolah, maka
tingkat problem focused coping ibu juga akan semakin tinggi.
7
Sarason (dalam Hasan & Rufaidah, 2013) menambahkan bahwa dukungan
sosial akan sangat membantu individu untuk melakukan penyesuaian atau
perilaku coping yang positif serta pengembangan kepribadian dan dapat berfungsi
sebagai penahan untuk mencegah dampak psikologis yang bersifat gangguan.
Penelitian dukungan sosial dan coping menunjukan bahwa kepuasan dukungan
sosial itu berhubungan dengan problem focused coping (Sarid et al dalam Chao,
2011).
Menurut Demers et al (dalam Roohafza et al, 2009) menyatakan bahwa
setiap individu dengan karakteristik demografis yang berbeda termasuk jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan memiliki cara coping stress yang
berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Rahayu (2014) terhadap 37 siswa akselerasi
didapatkan hasil, usia 13 dan 14 tahun menggunakan strategi coping yang
maladaptif dan usia 15 dan 16 tahun cenderung menggunakan strategi coping
yang adaptif. Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa
individu dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih sering
menggunakan coping secara efektif.
Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
apakah self esteem, dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia memiliki
pengaruh dalam problem focused coping yang digunakan oleh siswa berbakat
intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Oleh karena itu,
penulis mencoba melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Self Esteem,
Dukungan Sosial dan Status Sosial Ekonomi terhadap Problem Focused
8
Coping pada Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi problem focused
coping. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini yaitu self esteem, dukungan sosial
dan status sosial ekonomi. Adapun batasan konsep yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Problem focused coping: tindakan untuk menghilangkan atau mengubah
sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar terbebas dari masalah,
sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier, &
Weintraub, 1989).
b. Self esteem: suatu sikap positif atau negatif terhadap diri sendiri (Rosenberg
dalam Owens, 1993).
c. Dukungan sosial: keberadaan atau ketersediaan orang yang bisa diandalkan,
orang lain yang membuat individu tahu bahwa mereka peduli, menghargai dan
mencintai individu tersebut (Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983).
Adapun dimensi-dimensi dukungan sosial yang akan diteliti yaitu perceive dan
satisfaction (Sarason et al, 1987).
d. Status sosial ekonomi: kedudukan atau kelas sosial seseorang atau kelompok
tertentu. Status sosial ekonomi siswa biasanya diukur sebagai kombinasi dari
faktor pendidikan orangtua khususnya ayah, penghasilan ayah dan pekerjaan
ayah (American Psychology Association, 2007). Adapun dimensi-dimensi yang
akan diteliti yaitu education, income, dan occupation.
9
e. Siswa berbakat intelektual: siswa akselerasi SMART Ekselensia Indonesia
yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata/IQ > 130 (Santrock, 2004).
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dirumuskan dalam
penelitian ini adalah:
a. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused coping siswa berbakat
intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
b. Apakah ada pengaruh yang signifikan self esteem terhadap problem focused
coping siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia
Indonesia?
c. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi perceive dari variabel dukungan
sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
d. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi satisfaction dari variabel
dukungan sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
e. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi education dari variabel status
sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
f. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi income dari variabel status
sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
10
g. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi occupation dari variabel status
sosial ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
h. Apakah ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused coping
siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yakni:
a. Untuk mengetahui lebih jelas pengaruh self esteem, dukungan sosial, dan status
sosial ekonomi terhadap problem focused coping pada siswa berbakat
intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
b. Untuk mengetahui variabel manakah dari self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi dan usia yang lebih besar pengaruhnya terhadap problem
focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia.
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan bahan perbandingan
untuk pengembangan teori-teori psikologi, khususnya psikologi pendidikan
yang berkaitan dengan siswa berbakat.
b. Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
perolehan gambaran bagi para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih
jauh tentang problem focused coping atau siswa berbakat intelektual baik di
sekolah/kelas akselerasi maupun di kelas yang menggunakan sistem SKS.
11
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Problem Focused Coping
2.1.1 Definisi problem focused coping
Coping adalah mengendalikan keadaan-keadaan yang membebani atau
mengeluarkan usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan mencari
cara untuk menguasai atau mengurangi stres (Halonen & Santrock, 1999).
Folkman dan Lazarus (dalam Carver, Scheier, & Weintraub, 1989)
menyebutkan bahwa terdapat dua jenis coping secara umum di skala “Ways of
Coping”. Pertama, problem focused coping adalah bertujuan untuk memecahkan
masalah atau melakukan sesuatu untuk mengubah sumber stres. Kedua, emotion
focused coping bertujuan untuk mengurangi atau mengelola tekanan emosional
yang terkait dengan situasi. Problem focused coping cenderung mendominasi
ketika individu merasa bahwa sesuatu yang konstruktif bisa dilakukan, sedangkan
emotion focused coping cenderung mendominasi ketika individu merasa stressor
adalah sesuatu yang harus ditahan. Sesuai dengan latar belakang yang telah
peneliti uraikan pada Bab 1, maka peneliti hanya memfokuskan penelitian pada
problem focused coping saja.
Problem focused coping adalah sebuah strategi kognitif yang digunakan
dalam mengatasi tekanan oleh seorang individu yang menghadapi masalah dan
mencoba untuk memecahkan masalah tersebut (Lazarus & Folkman, 1984).
Garmezy dan Rutter (dalam Engelica, 2008) menyebutkan bahwa bentuk coping
yang efektif dalam mengatasi masalah adalah dengan problem focused coping,
11
12
karena di dalamnya mencakup usaha-usaha nyata untuk mengatasi tuntutan yang
ada secara langsung dan tidak menghindarinya. Problem focused coping adalah
merupakan salah satu usaha untuk merubah situasi dengan cara merubah sesuatu
dari lingkungan tersebut atau bagaimana individu itu berinteraksi dengan
lingkungannya (Bishop dalam Engelica, 2008).
Suls dan Flechter (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa penyelesaian
dengan emotional focused coping biasanya bertahan sementara waktu saja karena
sifatnya hanya menghindari dan bukan menyelesaikan masalah, sedangkan
penyelesaian dengan problem focused coping akan bertahan untuk waktu yang
lama. Orang-orang cenderung menggunakan problem focused coping ketika
mereka percaya sumber daya yang mereka miliki atau tuntutan-tuntutan dari
situasi yang dapat diubah (Lazarus & Folkman, 1984).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih definisi problem focused coping
berdasarkan Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) yakni tindakan untuk
menghilangkan atau mengubah sumber-sumber stres sehingga dirinya benar-benar
terbebas dari masalah, sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain.
2.1.2 Dimensi-dimensi problem focused coping
Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) mengemukakan lima dimensi problem
focused coping, yaitu:
1. Active coping adalah proses pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan
stres atau untuk meringankan dampaknya. Active coping meliputi: melakukan
suatu tindakan yang langsung sifatnya untuk menghilangkan stres,
meningkatkan usaha-usaha secara bertahap untuk menghilangkan stres.
13
2. Planning adalah memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stres. Planning
meliputi: memikirkan suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang
harus diambil dan bagaimana cara paling baik untuk mengatasi masalah.
3. Suppression of competing activities adalah individu berusaha membatasi ruang
gerak/aktifitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah.
Mengesampingkan aktivitas lain, mencoba untuk menghindari terganggu oleh
hal-hal lain, membiarkan masalah muncul sehingga dapat berdamai dengan
stressor.
4. Restraint coping adalah menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk
bertindak, menahan diri dan tidak bertindak secara premature.
5. Seeking social support for instrumental reasons adalah usaha yang dilakukan
individu berupa mencari nasihat, bantuan atau informasi.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan kelima dimensi problem
focused coping yang telah dikemukakan oleh Carver, Scheier, dan Weintraub
(1989) seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: active coping, planning,
suppression of competing activities, restraint coping, dan seeking social support
for instrumental reasons.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi problem focused coping
Menurut Rice (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi coping yaitu:
a. Personal trait
Diantara personal trait yang paling penting adalah self efficacy, optimisme,
kontrol persepsi, dan self esteem.
14
b. Social network
Sumber-sumber sosial meliputi keluarga, teman, pekerjaan, dan jaringan
instansi yang luas.
c. Physical assets
Sumber fisik termasuk kesehatan yang baik, energi fisik yang memadai, tempat
tinggal yang layak dan mapan.
Menurut Griya et al (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013) seseorang
dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan menggunakan aspek
problem focused coping seperti active coping dan planning daripada orang dengan
self esteem yang rendah.
Menurut Garmezy dan Rutter (dalam Engelica, 2008) faktor-faktor yang
mempengaruhi problem focused coping adalah:
a. Dukungan sosial
Dukungan sosial memungkinkan individu melakukan coping yang tepat dan
membantu untuk menghindari stres karena memberikan informasi dan cara-
cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
b. Usia
Reaksi dan penggunaan coping tiap individu akan berbeda untuk setiap tingkat
usia.
c. Inteligensi
Inteligensi atau kecerdasan yang baik dapat membantu individu dalam
merespon penyebab stres dan mengatasi masalah dengan baik. Inteligensi atau
15
kecerdasan dapat melatih individu untuk lebih tabah dalam menghadapi
masalah.
Sarafino (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi problem focused coping adalah:
a. Usia
Orang dewasa lebih sering menggunakan problem focused coping sedangkan
anak-anak lebih sering menggunakan coping yang berpusat pada emosi atau
emotion focused coping.
b. Pendidikan
Billings dan Moos (dalam Engelica, 2008) mengatakan bahwa pendidikan yang
tinggi memungkinkan individu untuk menggunakan problem focused coping.
Individu yang berpendidikan tinggi cenderung mampu memandang suatu
masalah secara lebih realistis dan pemecahannya lebih efektif.
c. Jenis kelamin
Prabowo dkk (dalam Engelica, 2008) secara teoritis wanita lebih
memperlihatkan reaksi emosional dalam menghadapi masalah, sedangkan pria
lebih mengutamakan pada tindakan yang sesuai dengan realitas. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa pria lebih sering menggunakan strategi problem
focused coping sedangkan wanita lebih sering menggunakan strategi emotional
focused coping dalam menghadapi situasi penuh stres.
16
d. Status sosial
Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa individu
dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih sering
menggunakan coping secara efektif.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi, usia dan status sosial sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
problem focused coping. Menurut Rice (1999) self esteem merupakan personal
trait yang penting yang dapat mempengaruhi coping. Pearlin & Schooler (dalam
Carver et al 1989) menyatakan bahwa suatu perasaan positif terhadap diri atau
tingginya self esteem memungkinkan mereka untuk terlibat secara positif dan aktif
dalam usaha mengatasi stres. Sedangkan, orang dengan self esteem rendah
cenderung disibukkan dengan perasaan tertekan, dan akan memungkinkan mereka
untuk melepaskan tujuannya ketika sedang mengalami stres. Menurut Griya et al
(dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013) seseorang dengan self esteem yang
lebih tinggi juga telah ditemukan menggunakan aspek problem focused coping
seperti active coping dan planning daripada orang dengan self esteem yang
rendah.
Menurut Terry (dalam Taylor, 2003) coping tidak hanya dipengaruhi oleh
sumber internal yang dimiliki individu, seperti kepribadian, tetapi juga oleh
sumber-sumber eksternal. Dukungan sosial merupakan sumber eksternal yang
dapat mempengaruhi problem focused coping individu. Garmezy dan Rutter
(dalam Engelica, 2008) menyatakan bahwa dukungan sosial memungkinkan
individu melakukan coping yang tepat dan membantu untuk menghindari stres
17
karena memberikan informasi dan cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah.
Dalam penelitian ini, peneliti juga akan meneliti faktor demografis yang
dapat mempengaruhi problem focused coping yaitu status sosial ekonomi dan
usia. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Gottlieb dan Green (dalam
Engelica, 2008) menyatakan bahwa individu dengan status sosial dan pendapatan
yang lebih tinggi, lebih sering menggunakan coping secara efektif.
2.1.4 Pengukuran problem focused coping
Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumen untuk mengukur problem
focused coping, yaitu:
1. The Ways of Coping Checklist (WCCL) dibuat berdasarkan model
transaksional stres dan coping Lazarus (Lazarus et al dalam Edwards & Jr,
1993). WCCL terdiri dari 67 item yang diambil dari pengukuran yang ada
(Sidle, et al dalam Edwards & Jr, 1993) dan berasal dari model transaksional
(Lazarus & Folkman, 1984). Item ini awalnya diklasifikasikan ke dalam dua
skala berdasarkan gambaran problem dan emotion coping (Folkman dan
Lazarus dalam Edwards & Jr, 1993).
2. The Cybernetic Coping Scale (CCS) berasal dari teori cybernetic Edward
tentang stress, coping dan well being (Edwards et al dalam Edwards & Jr,
1993). Versi pertama dari CCS didasarkan pada item yang diambil dari
langkah-langkah penanggulangan yang ada, yang secara substansial direvisi
dan ditambah sesuai dengan lima dimensi yang ditunjukkan oleh teori
cybernetic (mengubah situasi, akomodasi, devaluasi, menghindari,
18
pengurangan gejala). Delapan item yang paling jelas tercermin setiap dimensi
digabungkan dan diberikan kepada sampel mahasiswa MBA, eksekutif, dan
pasien rawat inap psikiatri.
3. COPE Scale yang dikembangkan oleh Carver, Scheier dan Weintraub (1989)
untuk menilai cara yang berbeda dalam menanggapi stres. Skala ini terdiri dari
53 item, lima skala (atau empat item masing-masing) mengukur aspek
konseptual berbeda dari problem focused coping (active coping, planning,
suppression of competing activities, restraint coping, seeking of instrumental
social support), lima skala mengukur aspek yang disebut sebagai emotion
focused coping (seeking of emotional social support, positive reinterpretation,
acceptance, denial, turning to religion), dan tiga skala mengukur mengatasi
respon yang bisa dibilang kurang berguna (fokus pada pelepasan emosi,
behavioral disengagement, mental disengagement).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala problem focused coping
yang disusun berdasarkan teori Carver et al (1989), meliputi dimensi-dimensi
yaitu: active coping, planning, suppression of competing activities, restraint
coping dan seeking social support for instrumental reasons. Skala ini secara
keseluruhan berjumlah 20 item. Skala Problem focused coping dalam skala COPE
Carver et al (1989) memiliki nilai reliabilitas (∝) yang tinggi, sedangkan nilai
korelasi test-retest dari berbagai skala dengan delapan puluh sembilan siswa
menyelesaikan COPE di sesi awal dan lagi pada 8 minggu kemudian. Sampel dari
116 siswa telah menyelesaikan versi hampir seluruh item diatur melalui internal 6
minggu. Korelasi uji tes ulang dari dua sampel ini relatif stabil. Untuk nilai
19
Cronbach alpha dan test-retest skala problem focused coping dapat dilihat di tabel
2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1
Reliabilitas Cronbach alpha dan Test-Retest skala Problem focused coping
Carver et al (1989)
Skala ∝
(n= 978) r
(n= 89)
r²
(n= 116)
active coping .62 .56 .69
planning .80 .63 .69
suppression of competing activities .68 .46 .64
restraint coping .72 .51 -
seeking social support for instrumental
reasons
.75 .64 .76
2.2 Self Esteem
2.2.1 Definisi self esteem
Menurut Baumeister (dalam Heatherton & Wyland, 2003) Self-esteem adalah
aspek evaluatif dari konsep diri yang berhubungan dengan tampilan keseluruhan
diri sebagai individu yang layak atau tidak layak. Seperti definisi klasik tentang
self esteem dari Coopersmith (dalam Heatherton & Wyland, 2003) yaitu evaluasi
yang individu buat dan pelihara sehubungan dengan dirinya sendiri:
mengungkapkan sikap persetujuan dan menunjukkan sejauh mana seorang
individu percaya dirinya mampu, signifikan, sukses dan layak. Singkatnya, harga
diri adalah penilaian pribadi tentang kelayakan yang dinyatakan dalam sikap
individu pegang terhadap dirinya sendiri. Heatherton dan Wyland (2003)
menyimpulkan dari definisi Baumeister dan Coopersmith di atas bahwa self
esteem adalah sikap tentang diri dan berhubungan dengan keyakinan pribadi
tentang keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan hasil masa depan.
20
Sedangkan, menurut Minchinton (1993) self esteem adalah penilaian
terhadap diri sendiri. Self esteem bukan hanya sekedar aspek atau kualitas diri
tetapi dengan pengertian yang lebih luas yang merupakan kombinasi yang
berhubungan dengan karakter dan perilaku.
Mruk (2006) menjelaskan bahwa Rosenberg telah menjelaskan cara lain
dalam mendefinisikan self esteem yaitu suatu rangkaian sikap individu tentang apa
yang dipikirkan mengenai persepsi perasaan, yaitu perasaan tentang keberhargaan
dirinya. Definisi serupa dikemukakan oleh Atwater (dalam Rabiyullyana, 2012)
self esteem sebagai keadaan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri, sejauh
mana seseorang menilai atau menghargai dirinya sendiri. Papalia, Olds, dan
Feldman (2009) menyimpulkan self esteem merupakan penilaian yang dibuat
setiap orang terhadap dirinya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih definisi self esteem berdasarkan
Rosenberg dalam Owens (1993) yakni suatu sikap positif atau negatif terhadap
diri sendiri.
2.2.2 Dimensi-dimensi self esteem
Minchinton (1993) menjelaskan tiga aspek dari self esteem, yaitu:
1. Perasaan mengenai diri sendiri
High self esteem: Menerima diri sendiri tanpa syarat serta menghargai nilai diri
sendiri sebagai manusia.
Low self esteem: Kurang menghargai dirinya sendiri dengan meyakini
penilaian pribadinya yang secara langsung menilai pencapaiannya.
2. Perasaan mengenai hidup
21
High self esteem: Bertanggung jawab dan berlapang dada atas setiap bagian
hidup yang dijalani.
Low self esteem: Kehidupan dan apa yang terjadi di dalam hidupnya sering kali
terlihat tak terkendali.
3. Hubungan dengan orang lain
High self esteem: Bertoleransi dan memberikan penghargaan yang sama
terhadap semua orang, meyakini bahwa setiap orang termasuk dirinya
mempunyai hak yang sama.
Low self esteem: Pada dasarnya kurang menghargai orang lain. Tidak toleransi
terhadap orang lain dan meyakini bahwa orang lain harus hidup dengan
caranya.
Owens (1993) mengembangkan The Rosenberg Self Esteem Scale (SES)
dengan membagi self esteem menjadi dua dimensi yaitu:
1. Self confidence (positive evaluations of the self): Teori diri cenderung setuju
bahwa pengaturan diri itu dilayani oleh kecenderungan kuat untuk menafsirkan
suatu gambar diri dan evaluasi diri secara positif dengan memanipulasi atau
mencari atribusi diri, perbandingan sosial, cerminan penilaian, perilaku, dan
intensi terhadap kemungkinan terbaik. Beberapa studi menunjukan bahwa
peningkatan diri memotivasi seseorang untuk menafsirkan peristiwa secara
selektif dan untuk mengingat peristiwa tersebut secara positif, menyoroti
keberhasilan dan memodifikasi pengingatan kembali keberhasilan tersebut
untuk mendukung konsep diri dan evaluasi diri yang diinginkan. Ide ini sejalan
22
dengan teori self esteem. Dimana seseorang termotivasi untuk melindungi dang
meningkatkan self esteem mereka (Rosenberg dalam Owens 1993).
2. Self deperecation (negative evaluations of the self): Teori didasari oleh
pengetahuan tentang aspirasi positif yang mana meskipun semua orang
mungkin ingin cerminan penilaian yang positif, orang-orang yang menawarkan
penilaian diri yang negatif sebenarnya dapat memuaskan individu-individu
yang memiliki aspirasi positif.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan unidimensional global self esteem
yang mana secara umum mendefinisikan diri dari sikap positif atau negatifnya
individu terhadap diri sendiri (Rosenberg dalam Owens 1993).
2.2.3 Pengukuran self esteem
Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa instrumen untuk mengukur self-
esteem, yaitu:
1. Revised Janis-Field Feelings of Inadequacy scale (JFS). Versi asli Janis-Field
Feelings of Inadequacy scale (JFS) terdiri dari 23 item dikembangkan pada
tahun 1959 untuk digunakan dalam penelitian perubahan sikap (Janis & Field
dalam Hertherton & Wyland, 2003). Skala multidimensional mengukur harga
diri, kemampuan akademik, kepercayaan diri sosial, dan penampilan (Fleming
& Watts dalam Hertherton & Wyland, 2003). Estimasi reliabilitas dibagi oleh
Janis dan Field yaitu .83 dan .91.
2. The Rosenberg Self Esteem scale (SES) yang disusun oleh Rosenberg (1965).
Skala SES digunakan di 25% dari penelitian yang diterbitkan di beberapa studi
23
yang di ulas oleh Blascovich dan Tomaka (1991). Skala ini terdiri dari 10 item
(Heatherton & Wyland, 2003).
3. The State Self-Esteem scale (SSES) yang disusun oleh Heatherton dan Polivy
(1991) yaitu pengukuran yang biasanya digunakan dan sensitive terhadap
manipulasi uji coba self esteem. SSES berisi 20 item yang memanfaatkan
fluktuasi di dalam self esteem. Skala ini memiliki konsistensi internal yang
dapat diterima (alpha= .92) dan sangat responsif pada perubahan di dalam
evaluasi diri (Crocker et al dalam Hertherton & Wyland, 2003). Analisis CFA
menunjukan bahwa SSES dibuat dari tiga faktor performance, social dan
appearance dari self esteem (Bagozzi & Heatherton dalam Hertherton &
Wyland, 2003).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur The Rosenberg Self
Esteem Scale (SES) yang disusun berdasarkan teori Rosenberg (1965). Skala ini
berjumlah 10 item yang terdiri dari 5 item (favorable) dan 5 item (unfavorable).
Rosenberg (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) menyebutkan bahwa skala ini
awalnya ditujukan untuk remaja yaitu 5.024 siswa sekolah menengah. Reliabilitas
Dobson et al (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) diperoleh Cronbach alpha 0.77
terhadap sampel mereka, sedangkan Fleming dan Courtney (1984) dilaporkan
Cronbach alpha 0.88. Silber dan Tippett (1965) melaporkan korelasi test-retest
sebesar 0.85 dengan tenggang waktu dua minggu (n=28). Kemudian, Fleming dan
Courtney (dalam Blascovich & Tomaka, 1991) melaporkan korelasi test-retest
sebesar 0.82 dengan tenggang waktu 1 minggu (n=259 laki-laki dan perempuan).
24
The Rosenberg Self Esteem Scale (SES) itu mudah dalam administrasi,
penilaian, dan singkatnya mendasari rekomendasi kami untuk penggunaan SES
sebagai estimasi langsung dari perasaan positif atau negatif tentang diri
(Blascovich & Tomaka, 1991). Pada penilitian yang dilakukan oleh Carver et al
(1989) pun menggunakan skala Rosenberg untuk mengukur self esteem.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Definisi dukungan sosial
Cohen dan Syme (dalam Jayanti & Rachmawati, 2008) mendefinisikan dukungan
sosial sebagai sumber yang diberikan oleh orang lain. Dukungan sosial biasanya
didefinisikan sebagai keberadaan atau ketersediaan orang pada siapa kita bisa
mengandalkan, orang-orang yang membiarkan kami tahu bahwa mereka peduli,
menghargai, dan mencintai kita (Sarason et al, 1983).
Gregory, Sarason, dan Sarason (1996) menambahkan bahwa dukungan
sosial adalah hubungan interpersonal yang di dalamnya berisi pemberian bantuan
yang melibatkan aspek-aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosi,
penilaian dan bantuan instrumental yang diperoleh individu melalui interaksi
dengan lingkungan dimana hal itu memiliki manfaat emosional atau efek perilaku
bagi penerima sehingga dapat membantu individu dalam mengatasi masalahnya.
Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari informasi
atau nasehat verbal/non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh
keakraban sosial atau didapat karena kehadiran individu-individu tersebut dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
25
Tidak hanya itu, Sarafino dan Smith (2011) pun menjelaskan bahwa
dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, peduli harga diri, atau bantuan yang
tersedia untuk orang dari orang-orang atau kelompok lainnya. Hal ini juga
mengacu pada rasa atau persepsi seseorang bahwa kenyamanan, peduli, dan
bantuan tersedia jika diperlukan yang disebut, persepsi dukungan. Persepsi
dukungan mengurangi ketakutan akan kegagalan dan antisipasi dari bahaya
dikarenakan adanya orang lain yang peduli (Sarason & Sarason, 2009).
Berdasarkan beberapa definisi tentang dukungan sosial di atas, peneliti
memilih definisi dukungan sosial dari Sarason, Levine, Basham, dan Sarason
(1983) yakni keberadaan atau ketersediaan orang yang bisa diandalkan, orang lain
yang membuat individu tahu bahwa mereka peduli, menghargai dan mencintai
individu tersebut.
2.3.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial
Sarafino dan Smith (2011) membagi bentuk dukungan sosial menjadi empat
bentuk, antara lain:
1. Dukungan emosional (emotional or esteem support), mengacu pada bantuan
berbentuk empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Dukungan ini
meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia
mendengarkan keluh kesah orang lain.
2. Dukungan instrumental/material (tangible or instrumental support), mengacu
pada penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah secara praktis. Seperti pinjaman atau sumbangan uang dari
orang lain.
26
3. Dukungan informasi (informational support), diberikan dengan cara
memberikan informasi baik berupa nasihat, saran, atau cara-cara yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah.
4. Dukungan kelompok sosial atau persahabatan (companionship support),
membuat individu merasa memiliki teman senasib sebagai anggota dari
kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya.
Sarason et al (1987) membagi dukungan sosial menjadi dua aspek, yaitu:
1. Perceive yaitu jumlah orang atau kuantitas dukungan yang dimiliki oleh suatu
individu.
2. Satisfaction yaitu tingkat kepuasan yang dimiliki individu untuk dukungan
yang tersedia.
Pada penelitian ini, peniliti akan menggunakan kedua dimensi dukungan
sosial yang telah dikemukakan oleh Sarason et al (1987) seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, yaitu perceive dan satisfaction.
2.3.3 Pengukuran dukungan sosial
Dalam beberapa penelitian terdapat beberapa alat ukur untuk mengukur dukungan
sosial, Lakey (2008) dalam “Social Support and Social Integration” merangkum
beberapa alat ukur sebagai berikut:
1. Interpersonal Support Evaluation List (ISEL) yang dikembangkan oleh Cohen
et al 1985, yang memiliki dua versi yaitu populasi mahasiswa dengan 48 item
dan populasi umum dengan 40 item, dan meliputi empat sub skala: Appraisal,
belonging, tangible, dan self esteem support.
27
2. Inventory of socially supportive behaviours (ISSB) yang dikembangkan oleh
Manuel Barrera tahun 1981. Pengukuran self report berisi 40 item yang
disusun untuk mengukur seberapa sering individu menerima bermacam-macam
bentuk bantuan selama bulan-bulan sebelumnya. Subjek diminta untuk
memilih salah satu poin dari 5 poin skala Likert (1=Tidak sama sekali, 2=Satu
kali atau dua kali, 3=Satu kali dalam seminggu, 4=Beberapa kali dalam
seminggu, dan 5=Setiap hari) di tiap itemnya. Internal konsistensi reliabilitas
yang dimiliki konsisten diatas .9.
3. The Social Provision Scale (SPS) yang dikembangkan oleh Cutrona dan
Russell, 1987. Alat ukur ini terdiri dari 24 item yang menyediakan enam sub
skala yaitu reliable alliance, attachment, guidance, nurturance, social
integration, dan reassurance of worth. Versi asli dari skala ini menggunakan
respon format Likert, walaupun format lain kadang digunakan (contoh dalam
alat ukur yang dibuat oleh Cutrona, 1986). Terdapat juga versi pendek dengan
12 item, dan format ini mengacu pada hubungan yang lebih spesifik (contoh
dalam alat ukur yang dibuat oleh Cutrona, 1989). SPS memiliki internal
konsistensi yang sangat bagus dan reliabilitas test-retest yang baik.
4. Social Support Questionnare (SSQ) yang dikembangkan oleh Sarason, Levine,
Basham, dan Sarason (1983) dengan 27 item dan dibagi menjadi dua bagian
yaitu pertama, tiap item mengukur jumlah orang lain yang tersedia yang
individu rasa mereka akan ada saat dibutuhkan di berbagai macam situasi (skor
jumlah atau ketersediaan yang diterima). Kedua, tiap item mengukur tingkat
kepuasan individu (skor kepuasan) terhadap dukungan yang tersedia yang
28
dimiliki oleh individu tersebut yang mengindikasikan seberapa puas mereka
pada 6 poin skala Likert dari „Sangat tidak puas‟ sampai „Sangat puas‟
(Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur Social Support
Questionnare (SSQ) short form atau disebut SSQ6 berdasarkan teori dukungan
sosial (Sarason et al, 1987) meliputi dimensi-dimensi yaitu: perceive dan
satisfaction. Skala ini berjumlah 6 item (pertanyaan). SSQ6 memiliki internal
reliabilitas yang tinggi dan berkorelasi tinggi dengan SSQ dan memiliki kemiripan
dengan SSQ dan variabel kepribadiannya.
Sampel 1 dengan n=162-81 rata-rata dari 0.78 to 0.82, sementara untuk
sampel 2 dengan n=203-6 memiliki tingkat dari 0.76 to 0.80. ketiga versi terlihat
cukup sebanding walaupun di dalam sampel 3 yang mana termasuk sampel cross-
validation. Internal reliabilitas (koefisien ∝) untuk SSQ dari ketiga sampel di
antara 0.97 to 0.98 untuk Number/Perceive dan antara 0.96 to 0.97 untuk
Satisfaction. Perbandingan internal reliabilitas untuk SSQ6 berada di antara 0.90
to 0.93 untuk Number/Perceive dan Satisfaction (Sarason et al, 1987).
2.4 Status Sosial Ekonomi
2.4.1 Definisi status sosial ekonomi
Status sosial menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan atau
kedudukan seseorang atau suatu lembaga di masyarakat. Sedangkan ekonomi
adalah semua yang berhubungan dengan penghasilan manusia,
pendistribusiannya, pemakaiannya, kekayaannya (Badudu & Zain, 1996).
29
American psychology association (2007) memberikan definisi status sosial
ekonomi sebagai berikut:
“Socioeconomic status is commonly conceptualized as the social standing or
class of an individual or group. It is often measured as a combination of
education, income, and occupation”.
Status sosial ekonomi secara umum dapat dipahami sebagai kedudukan atau
kelas sosial seseorang atau kelompok tertentu. Status sosial ekonomi biasanya
diukur sebagai kombinasi dari faktor pendidikan, penghasilan dan pekerjaan.
2.4.2 Dimensi-dimensi status sosial ekonomi
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan oleh American Psychology Association
(2007) maka dapat dilihat dimensi-dimensi status sosial ekonomi sebagai berikut:
1. Education (tingkat pendidikan) yaitu jenjang pendidikan formal tertinggi yang
telah dicapai oleh orangtua dibuktikan oleh ijazah.
2. Income (penghasilan) yaitu jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima oleh
orangtua dalam suatu keluarga.
3. Occupation (pekerjaan) yaitu status pekerjaan yang dimiliki orangtua.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ketiga dimensi status sosial
ekonomi dari American Psychology Association (2007) seperti yang telah
disebutkan di atas yaitu education, income, dan occupation.
2.4.3 Pengukuran status sosial ekonomi
Di bawah ini terdapat beberapa faktor penentu status sosial ekonomi:
1. Dari hasil Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin atau SKPM tahun 2000
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000 (dalam
30
Pratiwi, 2010), diperoleh delapan variabel yang dianggap layak dan
operasional untuk penentuan rumah tangga miskin di lapangan, yaitu:
a. Luas lantai perkapita, Departemen Kesehatan menyatakan bahwa sebuah
rumah dikategorikan sebagai rumah sehat apabila luas lantai perkapita yang
ditempati minimal sebesar 8m². Sedangkan Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mensyaratkan luas lantai perkapita minimal 10m².
b. Jenis lantai, terdapat perbedaan jenis lantai rumah yaitu menggunakan jenis
lantai tanah dan yang menggunakan jenis lantai bukan tanah.
c. Air minum/ketersediaan air bersih, ketersediaan fasilitas air bersih sebagai
sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari rumah tangga merupakan
indikator perumahan yang juga dapat mencirikan sehat tidaknya suatu
rumah. Air bersih dalam uraian berikutnya didefinisikan sebagai air yang
bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/sumur terlindung/mata air
terlindung. Ketidaksediaan air bersih di rumah tangga adalah salah satu
indikasi dari kemiskinan.
d. Jenis jamban/WC, fasilitas tempat pembuangan air besar yang digunakan
oleh rumah tangga.
e. Kepemilikan aset.
f. Pendapatan (total pendapatan perbulan).
g. Pengeluaran (presentase pengeluaran untuk makanan), rata-rata pengeluaran
makanan rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang
bersangkutan.
31
h. Konsumsi lauk pauk, pada dasarnya konsumsi makanan penduduk sehari-
hari memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu cukup kalori dan
protein. Kebutuhan kalori biasanya diperoleh dari konsumsi makanan pokok
(karbohidrat), sementara kebutuhan protein sebagian besar diperoleh dari
konsumsi makanan yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, telur, dan
susu.
2. Menurut Nasution (dalam Pratiwi, 2010) adanya golongan sosial timbul karena
adanya perbedaan status dikalangan masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi
sosial dapat diikuti dengan tiga metode, yaitu:
a. Metode obyektif, stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria obyektif antara
lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pekerjaan.
b. Metode subyektif, golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota
masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu.
c. Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lyod Warner cs. Dalam
metode ini golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota
masyarakat itu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode obyektif dari Nasution
(dalam Pratiwi, 2010) yang menentukan golongan sosial berdasarkan kriteria
jumlah pendapatan, lama atau tingginya pendidikan dan jenis pekerjaan yang
diambil dari lembar biodata demografis siswa berisi data tentang nama, usia, jenis
kelamin, kelas, jenis pekerjaan orangtua, jumlah pendapatan orangtua, tingkat
pendidikan orangtua.
32
2.5 Siswa Berbakat Intelektual di Sekolah Akselerasi
2.5.1 Definisi anak berbakat
Perumusan dari U.S, Office of Education Davis dan Rimm (dalam Assaat, 2004)
anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi sebagai seseorang yang memiliki
kemampuan luar biasa serta mampu menghasilkan prestasi yang tinggi.
Renzulli (dalam Somantri, 2006) telah merumuskan konsep keberbakatan
itu terbentuk dari hasil interaksi tiga kluster aspek penting yaitu kecakapan di atas
rata-rata, komitmen tugas yang tinggi, dan kreativitas.
Tidak hanya itu, dalam konsep yang lebih luas istilah keberbakatan akan
mencakup anak yang memiliki kecakapan intelektual superior, yang secara
potensial dan fungsional mampu mencapai keunggulan akademik di dalam
kelompok populasinya, dan/atau berbakat tinggi dalam bidang tertentu, seperti
matematika, IPA, seni, musik, kepemimpinan sosial, dan perilaku kreatif tertentu
dalam interaksi dengan lingkungan dimana kecakapan dan unjuk kerjanya itu
ditampilkan secara konsisten (Somantri, 2006). Santrock (2004) menyebutkan
anak berbakat (gifted) punya kecerdasan di atas rata-rata (IQ di atas 130).
Munandar (dalam Agustyawati & Solicha, 2009) menyebutkan bahwa anak
berbakat ialah mereka yang oleh orang-orang profesional di identifikasi sebagai
anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-
kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan
yang berdiferensiasi dan pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar
dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun untuk
mengembangkan diri sendiri. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi
33
kemampuan intelektual umum, kemampuan akademik khusus, kemampuan
berpikir kreatif produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu
bidang seni, dan kemampuan psikomotor.
Menurut Hertzog (dalam Santrock, 2004) empat opsi program untuk anak
berbakat adalah:
1. Kelas khusus.
2. Akselerasi dan pengayaan di kelas reguler.
3. Program mentor dan pelatihan.
4. Kerja/studi dan/atau program pelayanan masyarakat.
2.5.2 Program akselerasi
2.5.2.1 Definisi program akselerasi
Akselerasi menurut kamus populer bahasa Indonesia berarti percepatan,
penyegaran, (daya) kecepatan (Ulfah, 2015). Depdiknas (dalam Ulfah, 2015)
mendefinisikan bahwa program akselarasi adalah “program layanan belajar
diperuntukkan bagi siswa yang diidentifikasikan memiliki ciri-ciri keberbakatan
intelektual dan program ini dirancang khusus untuk dapat menyelesaikan program
belajar lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Artinya, peserta didik kelompok
ini dapat menyelesaikan pendidikan di SD/MI dalam jangka waktu lima tahun, di
SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu dua tahun.
Salah satu sekolah yang hingga kini masih menyelenggarakan program
akselerasi adalah SMART (Sekolah Menengah Akselerasi Internat) Ekselensia
Indonesia adalah sekolah yang didirikan oleh Dompet Dhuafa. SMART
merupakan sekolah akselerasi yang mengkombinasikan jenjang SMP dan SMA
34
dengan materi yang terpadu menggunakan kurikulum Nasional yang dipadukan
dengan kurikulum nilai-nilai di asrama serta kurikulum berbasis matrikulasi dan
kurikulum Internasional (SMART Ekselensia Indonesia, 2003).
SMART Ekselensia Indonesia memiliki sistem lingkungan sekolah asrama
yaitu salah satu instrumen yang digunakan untuk membentuk karakter siswa
secara lebih intesif. Di dalam asrama terdapat mentor untuk menanamkan nilai-
nilai yang dimiliki SMART Ekselensia Indonesia dan memberikan evaluasi
peserta didik.
Sekolah ini tidak membebankan biaya apapun kepada peserta didiknya yang
berasal dari seluruh Indonesia. Siswa-siwa SMART Ekselensia Indonesia unggul
dalam bidang akademik serta memiliki bakat-bakat lainnya yang cemerlang,
namun berasal dari keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi.
2.5.2.2 Keunggulan dan kelemahan program akselerasi
Program akselerasi memiliki dampak positif terhadap siswanya seperti yang
diungkapkan oleh Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) yaitu:
a. Meningkatkan efisiensi
b. Meningkatkan efektivitas
c. Meningkatkan waktu karir
d. Membuka siswa pada kelompok barunya
e. Keuntungan ekonomis
Shouthern dan Jones (dalam Hawadi, 2004) juga telah menyebutkan
dampak negatif dari program akselerasi terhadap anak berbakat, yaitu:
35
a. Bidang akademis
1. Siswa mungkin belum dewasa secara sosial, fisik dan emosional untuk
berprestasi pada penempatan yang lebih tinggi.
2. Proses akselerasi menyebabkan siswa akselerasi terikat pada keputusan karir
lebih dini daripada norma yang standar.
3. Siswa akselerasi akan memiliki kesenjangan dalam perkembangan
keterampilan akademis dasar. Hal ini disebabkan karena ia melompati
kurikulum, ia tidak menerima pengajaran dan penilaian keterampilan yang
sistematis.
4. Siswa akselerasi mungkin mengembangkan “Specious precocity”
(kedewasaan yang terlalu cepat yang tampaknya baik) serta pengetahuan
tanpa pengalaman yang tepat.
b. Bidang penyesuaian sosial
1. Siswa didorong untuk berprestasi secara akademis, maka hal ini akan
mengurangi waktu untuk aktivitas yang sesuai bagi usianya. Siswa yang
didorong untuk belajar lebih cepat akan mengorbankan masa kanak-
kanaknya demi kemajuan akademis.
2. Siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial penting
yang tepat untuk usianya. Secara lebih serius, hal ini dapat mengakibatkan
penyesuaian sosial yang buruk saat dewasa.
3. Akselerasi akan mengurangi jumlah dan frekuensi hubungan dengan teman-
teman.
36
4. Siswa akan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengembangkan
keterampilan memimpin, karena ia berada di antara teman-teman yang
berusia lebih tua.
c. Bidang penyesuaian emosional
1. Siswa akselerasi akan menjadi frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan
yang ada. Dorongan yang konstan untuk berprestasi akan menimbulkan
tingkat sosial yang tidak dapat diterima. Siswa pada akhirnya akan
kehabisan tenaga di bawah tekanan yang dihadapinya.
2. Berkurangnya kesempatan untuk membentuk pertemanan akan
menyebabkan siswa terisolasi dan menjadi agresif terhadap orang lain.
3. Adanya tekanan yang terlalu dini untuk berprestasi, kurangnya kesempatan
untuk mengembangkan kesenangan pribadi, serta isolasi dari orang lain.
2.6 Kerangka Berpikir
Menurut Southern dan Jones (dalam Hawadi, 2004), Siswa akselerasi akan
menjadi frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan yang ada. Dorongan yang
konstan untuk berprestasi akan menimbulkan tingkat sosial yang tidak dapat
diterima. Siswa pada akhirnya akan kehabisan tenaga di bawah tekanan yang
dihadapinya. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu siswa diharapkan memiliki
strategi coping yang tepat. Problem focused coping bertujuan mengatasi masalah
secara langsung dimana individu melakukan tindakan untuk menghilangkan atau
mengubah sumber-sumber sosial sehingga dirinya benar-benar terbebas dari
masalah, sekaligus juga menghindarkan munculnya masalah lain (Carver, Scheier,
& Weintraub, 1989).
37
Salah satu sumber internal seperti self esteem memfasilitasi evaluasi
tuntutan dan proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,
2013). Studi mendeskripsikan bahwa perbedaan self esteem cenderung
menampilkan kemampuan coping yang berbeda, tingkat self esteem yang tinggi
dapat mengurangi stres yang dirasakan karena coping adaptif yang mereka
gunakan, sedangkan aspek negatif atau persepsi yang buruk dari kemampuan
seseorang untuk mengatasi tuntutan eksternal terdapat di dalam sesorang dengan
self esteem yang rendah (Dumont & Provost dalam Amorim & Geraldine Mei Ka,
2013)). Menurut Griya et al (dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013),
seseorang dengan self esteem yang lebih tinggi juga telah ditemukan
menggunakan aspek problem focused coping seperti active coping dan planning
daripada orang dengan self esteem yang rendah.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap problem focused coping yaitu
dukungan sosial. Sarason (dalam Hasan & Rufaidah, 2013) menambahkan bahwa
dukungan sosial akan sangat membantu individu untuk melakukan penyesuaian
atau perilaku coping yang positif serta pengembangan kepribadian dan dapat
berfungsi sebagai penahan untuk mencegah dampak psikologis yang bersifat
gangguan. Penelitian dukungan sosial dan coping menunjukan bahwa kepuasan
dukungan sosial itu berhubungan dengan problem focused coping (Sarid et al
dalam Chao, 2011). Selain self esteem dan dukungan sosial terdapat beberapa
faktor demografi yang juga mempengaruhi problem focused coping yaitu status
sosial ekonomi dan usia. Gottlieb dan Green (dalam Engelica, 2008) menyatakan
bahwa individu dengan status sosial dan pendapatan yang lebih tinggi, lebih
38
sering menggunakan coping secara efektif. Adapun bagan kerangka berpikir lihat
gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka
berfikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
H1: ada pengaruh yang signifikan self esteem, dukungan sosial (perceive,
satisfaction), status sosial ekonomi (education, income, occupation), dan
usia terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
DUKUNGAN SOSIAL
PROBLEM FOCUSED
COPING
Perceive
Satisfaction
USIA
STATUS SOSIAL EKONOMI
Education
Income
Occupation
SELF ESTEEM
39
H2: ada pengaruh yang signifikan self esteem terhadap problem focused coping
siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia
Indonesia.
H3: ada pengaruh yang signifikan dimensi perceive dari variabel dukungan
sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
H4: ada pengaruh yang signifikan dimensi satisfaction dari variabel dukungan
sosial terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
H5: ada pengaruh yang signifikan dimensi education dari variabel status sosial
ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
H6: ada pengaruh yang signifikan dimensi income dari variabel status sosial
ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
H7: ada pengaruh yang signifikan dimensi occupation dari variabel status sosial
ekonomi terhadap problem focused coping siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
H8: ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused coping siswa
berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 210 siswa sekolah SMART Ekselensia
Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 150 siswa
SMART Ekselensia yang mana semua siswa berjenis kelamin laki-laki. Sampel
masing-masing kelas diambil berdasarkan proporsi masing-masing kelas yang
diperoleh dari jumlah sampel yang ditentukan peneliti, dengan rumus sebagai
berikut:
Proporsi per kelas
Maka jumlah sampel untuk masing-masing kelas adalah:
1. Kelas VII : 46/210 x 150 = 33 siswa
2. Kelas VIII : 35/210 x 150 = 25 siswa
3. Kelas IX : 42/210 x 150 = 30 siswa
4. Kelas X : 53/210 x 150 = 38 siswa
5. Kelas XI : 34/210 x 150 = 24 siswa
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik probability
sampling dengan cara stratified proportional random sampling, dimana populasi
dibagi atas kelompok berdasarkan tingkatan. Pengambilan acak dalam penelitian
ini adalah dari seluruh kelas, baik kelas VII, VIII, IX, X, dan XI yang ada di
sekolah SMART Ekselensia sesuai dengan jumlah sampel penelitian.
40
41
3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel yang menjadi fokus pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable) yaitu:
1. Dependent variable: Problem focused coping
2. Independent variable: Self esteem, Dukungan sosial (Perceive dan
Satisfaction), Status sosial ekonomi (Education, Income, dan Occupation) dan
Usia.
Berdasarkan definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam Bab 2,
kemudian peneliti menentukan definisi operasional yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Problem focused coping adalah tindakan yang diambil untuk menghilangkan
stressor, menciptakan alternatif pemecahan masalah, menunggu sampai adanya
kesempatan yang tepat untuk bertindak, mengabaikan hal lain untuk
menghadapi masalah dan mencari bantuan atau informasi sebagai upaya
penyelesaian masalah, yang diukur berdasarkan skala problem focused coping
dari teori Carver et al (1989).
2. Self esteem adalah sikap positif atau negatif yang dimiliki individu terhadap
dirinya sendiri, yang diukur berdasarkan skala The Rosenberg Self Esteem
Scale dari teori Rosenberg (1965).
3. Perceive adalah berupa kuantitas dukungan yang dimiliki anak ketika anak
merasa ia diterima sisi terbaik dan terburuknya, merasa lebih baik ketika ia
kecewa, membutuhkan bantuan, ketenangan, pertolongan, dan kepedulian dari
orang-orang di sekitarnya.
42
4. Satisfaction adalah tingkat kepuasan yang dimiliki anak ketika anak merasa ia
diterima sisi terbaik dan terburuknya, merasa lebih baik ketika ia kecewa,
membutuhkan bantuan, ketenangan, pertolongan, dan kepedulian dari orang-
orang di sekitarnya.
5. Education yang secara operasional berarti jenjang pendidikan formal tertinggi
yang telah dicapai oleh ayah atau ibu.
6. Income yang secara operasional berupa jumlah seluruh penghasilan yang
diterima ayah dan ibu.
7. Occupation yang secara operasional adalah status pekerjaan yang dimiliki oleh
ayah atau ibu.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat
pengumpul data. Skala adalah sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh
jawaban dari responden. Skala yang digunakan berisi pernyataan mengenai
problem focused coping, self esteem, dan dukungan sosial. Responden akan
diminta untuk mengisi setiap pernyataan dengan memberikan tanda check list (√)
pada kolom yang sesuai. Respon dari subjek tidak diklasifikasikan benar-salah,
semua jawaban dapat diterima sesuai jawaban jujur dan sungguh-sungguh.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala model Likert dengan
menggunakan 4 pilihan jawaban [Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS)] untuk dua variabel yang akan di teliti yaitu
problem focused coping dan self esteem.
43
Peneliti tidak menggunakan pilihan jawaban tengah (netral/ragu-ragu) untuk
mengurangi pengaruh “kecenderungan sentral” atau mengamankan responden
yang menempatkan jawaban mereka di tengah sebagai angka netral dan
mendorong responden untuk memutuskan sendiri apakah positif atau negatif.
Peneliti membagi dua kategori item pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable
serta menentukan bobot nilai untuk skala problem focused coping dan self esteem.
Adapun skor untuk masing-masing pilihan jawaban untuk skala problem focused
coping dan self esteem tertera pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Skor Skala Likert
Adapun skor perceive dan satisfaction ditentukan oleh jumlah dukungan
yang ditulis responden dan tingkat kepuasan yang dipilih responden di kolom
jawaban.
3.3.2 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk pengumpulan data pada penelitian
ini, yaitu:
1. Problem focused coping
Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala Problem focused coping
yang diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu COPE Scale yang
disusun berdasarkan teori Carver, dkk (1989) yang terdiri atas lima aspek yaitu
active coping, planning, suppression of competing activities, restraint coping,
dan seeking social support for instrumental reasons dengan jumlah pernyataan
20 item dengan blue print, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.2.
Pilihan SS S TS STS
Favorable
Unfavorable
4
1
3
2
2
3
1
4
44
Tabel 3.2
Blueprint problem focused coping
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1. Active coping a. Langkah aktif
mengatasi stressor
b. Memperbaiki akibat
dari stressor
c. Tindakan langsung
mengatasi stressor
d. Usaha mengatasi
stressor atau
bertindak secara
bertahap
1, 2, 3, 4
4
2. Planning a. Merencanakan hal,
mengatasi stressor
b. Merancang strategi
c. Mencari cara baik
d. Merencanakan
langkah mengatasi
stressor
5, 6, 7, 8
4
3. Suppression of
competing
activities
a. Mengesampingkan
tugas/aktivitas lain
b. Menghindar dari
gangguan hal lain
c. Konsentrasi penuh
mengatasi sumber
stress
9,10,11,12
4
4. Restraint
coping
a. Latihan mengontrol
& mengendalikan
diri
b. Menunggu waktu
yang tepat
c. Mengatasi sumber
stress secara efektif
13,14,15,16
4
5. Seeking social
support for
instrumental
reasons
a. Meminta nasihat
b. Mencari bantuan
c. Mencari informasi
17,18,19,20
4
JUMLAH 20
2. Self esteem
Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala self esteem yang
diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu The Rosenberg Self
45
Esteem Scale (SES) yang disusun berdasarkan teori Rosenberg (1965). Skala
ini berjumlah 10 item yang terdiri dari 5 item (favorable) dan 5 item
(unfavorable) dengan blue print, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.3.
Tabel 3.3
Blueprint self esteem
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1. Penilaian diri
positif dan
penilaian diri
negatif
Kepuasan diri
Penghargaan
atas diri
sendiri
Keyakinan
terhadap diri
sendiri
1,2,4,6,7
3, 5, 8,
9, 10
10
Jumlah 10
3. Dukungan sosial
Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala dukungan sosial yang
diadaptasi dari skala baku (establish instrument) yaitu Social Support
Questionnare (SSQ) short form berdasarkan teori dukungan sosial Sarason et
al, (1987). Skala ini pada dasarnya terdiri dari 6 item, tiap itemnya adalah
pertanyaan yang mengumpulkan 2 macam jawaban: pertama, meminta
partisipan untuk mendaftar semua orang yang cocok dengan deskripsi di setiap
pertanyaannya. Kedua, meminta partisipan untuk mengindikasikan seberapa
puas mereka, secara umum, terhadap orang-orang yang mereka tulis dalam
daftar. Oleh karena itu peneliti merinci keseluruhan item berjumlah 12 item
Adapun blue print dukungan sosial, sebagaimana yang tertera pada tabel 3.4.
46
Tabel 3.4
Blueprint dukungan sosial
No Dimensi Indikator Item Jumlah
1.
2.
Perceive
Satisfaction
1. Membutuhkan bantuan
2. Mendapatkan
ketenangan
3. Menerima sisi terbaik
dan terburuk
4. Mendapatkan
pertolongan
5. Kepedulian dari orang
lain
6. Merasa lebih baik
ketika kecewa
1, 3, 5, 7, 9,
11
2, 4, 6, 8,
10, 12
6
6
Jumlah 12
4. Status sosial ekonomi dan usia
Variabel education, income, occupation dan usia didapatkan dari lembar
biodata demografis subjek, bagian ini berisi informasi mengenai biodata subjek
meliputi: nama, usia, jenis kelamin, kelas, tingkat pendidikan ayah, jumlah
pendapatan orang tua khususnya ayah, dan jenis pekerjaan ayah. Keempat
variabel kategorik ini akan dirubah menjadi data nominal seperti di bawah ini:
a. Education: Tidak sekolah (skor 0), SD/sederajat (skor 1), SMP/sederajat
(skor 2), SMA/sederajat (skor 3), D3 (skor 4), S1 (skor 5).
b. Income: <500.000 (skor 1), 500.000 - 750.000 (skor 2), 750.000 - 1.000.000
(skor 3), 1.000.000 – 2.500.000 (skor 4).
c. Occupation: variabel ini menggunakan dummy coding yang mana jenis
pekerjaan dalam penelitian ini 8-1= 7 jumlah variabel dummy, dengan guru
sebagai kelompok kontrol (skor 0), dan ketujuh jenis pekerjaan seperti
petani, buruh, pedagang, karyawan, supir dan ojek, wiraswasta, dan
pengangguran sebagai kelompok eksperimen (skor 1).
47
d. Usia: 10 tahun (skor 1), 11 tahun (skor 2), 12 tahun (skor 3), 13 tahun (skor
4), 14 tahun (skor 5), 15 tahun (skor 6), 16 tahun (skor 7), dan 17 tahun
(skor 8).
3.4 Uji Konstruk Instrumen Penelitian
3.4.1 Uji validitas dan reliabilitas instrumen
Untuk menguji validitas instrumen yang digunakan pada penelitian ini, peneliti
menggunakan uji CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan menggunakan
software Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA menurut Umar (dalam Afifah,
2012) sebagai berikut:
1. Bahwa ada konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga
dapat disusun pertanyaan atau pernyataan yang mengukurnya. Trait ini disebut
faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis
terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item-itemnya hanya mengukur satu faktor saja, begitu pun
subskala hanya mengukur satu faktor saja. Artinya baik item maupun subskala
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matrik korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks
dari data empiris, yang disebut matrik S. jika teori itu benar (unidimensional)
maka tentunya tidak akan ada perbedaan antara matrik ∑- dengan matrik S atau
juga dinyatakan dengan ∑−S꞊0.
48
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-
square. Jika hasil chi-square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”, artinya teori unidimensional tersebut dapat diterima,
bahwa item hanya mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil
t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa
yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya, apabila dari CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya
negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal tersebut tidak sesuai
dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
7. Seluruh item dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari
estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi pengukuran skor faktor ini tidak
menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung pada
true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang
bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T score yaitu (Umar, 2011):
Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean.
8. Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah berubah menjadi T
skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan
regresi.
3.4.2 Uji validitas konstruk problem focused coping
Pada skala problem focused coping, peneliti menguji apakah 20 item tersebut
bersifat unidimensional yakni mengukur satu faktor apa tidak. Hasil awal analisis
49
CFA yang dilakukan pada 20 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan
Chi-Square = 673,52, df = 170, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,141. Setelah
dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh fit dengan
Chi-Square = 165,85, df = 138, p-value = 0,05320, RMSEA = 0,037. Nilai Chi-
Square menghasilkan p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu problem focused coping.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan fakor, seperti pada tabel 3.5.
Berdasarkan Tabel 3.5 dapat dilihat ada 17 item yang bermuatan positif
dan nilai t > 1.96 dan tiga item yang bermuatan negatif. Dengan demikian item
tersebut harus didrop. Artinya item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam
analisis statistik uji hipotesis korelasi dan regresi.
3.4.3 Uji validitas konstruk self esteem
Hasil CFA pada 10 item self esteem, diperoleh model satu faktor adalah tidak fit,
dengan Chi-Square = 159.21, df = 35, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,154.
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model yang mana kesalahan pengukuran
pada beberapa item diperoleh model fit , dengan Chi-Square = 34.91, df = 28, p-
value = 0.17238, RMSEA = 0.041.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti pada tabel 3.6. Berdasarkan Tabel 3.6 dapat dilihat
koefisien muatan faktor dari dua item yang tidak signifikan. Dengan demikian
50
item tersebut harus didrop. Artinya item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam
analisis statistik uji hipotesis korelasi dan regresi.
Tabel 3.5
Muatan faktor item Problem Focused Coping
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.33 0.08 4.03 √
2 0.52 0.08 6.38 √
3 0.39 0.08 4.88 √
4 0.13 0.09 1.45 X
5 0.46 0.08 6.06 √
6 0.30 0.08 3.66 √
7 0.50 0.09 5.56 √
8 0.21 0.09 2.41 √
9 0.24 0.09 2.79 √
10 0.42 0.09 4.91 √
11 0.54 0.08 6.54 √
12 0.41 0.08 5.02 √
13 0.08 0.09 0.97 X
14 0.31 0.09 3.62 √
15 -0.11 0.09 -1.29 X
16 0.14 0.09 1.59 √
17 0.34 0.09 4.01 √
18 0.61 0.08 7.30 √
19 0.54 0.08 6.53 √
20 0.52 0.08 6.43 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Tabel 3.6
Muatan faktor item self esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.53 0.08 6.52 √
2 0.49 0.08 6.02 √
3 0.55 0.08 6.89 √
4 0.24 0.09 2.81 √
5 0.54 0.08 6.63 √
6 0.44 0.08 5.37 √
7 0.14 0.09 1.62 X
8 -0.31 0.09 -3.54 X
9 0.89 0.07 12.91 √
10 0.73 0.07 9.79 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
51
3.4.4 Uji validitas konstruk dukungan sosial
3.4.4.1 Uji validitas konstruk perceive
Hasil CFA pada 6 item perceive, diperoleh model satu faktor adalah fit, dengan
Chi-Square = 16.61, df = 9, p-value = 0.05525, RMSEA = 0.075. Langkah
selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti pada tabel 3.7. Pada Tabel 3.7 semua item memiliki muatan faktor positif
dan nilai t > 1.96. Selanjutnya semua item pada skala ini akan ikut serta dianalisis.
Tabel 3.7
Muatan faktor item perceive
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.69 0.08 9.12 √
2 0.76 0.07 10.30 √
3 0.66 0.08 8.52 √
4 0.72 0.07 9.69 √
5 0.80 0.07 11.13 √
6 0.67 0.08 8.74 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
3.4.4.2 Uji validitas konstruk satisfaction
Hasil CFA pada 6 item satisfaction, diperoleh model satu faktor adalah fit, dengan
Chi-Square = 15.93, df = 9, p-value = 0.06831, RMSEA = 0.072. Langkah
selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti pada tabel 3.8 di bawah ini:
Tabel 3.8
Muatan faktor item satisfaction
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.64 0.08 7.94 √
2 0.60 0.08 7.39 √
3 0.46 0.09 5.39 √
4 0.72 0.08 9.34 √
5 0.64 0.08 8.03 √
6 0.76 0.08 10.03 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
52
Pada Tabel 3.8 semua item memiliki muatan faktor positif dan nilai t > 1.96.
Selanjutnya semua item pada skala ini akan ikut serta dianalisis.
3.5 Teknis Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi dan usia yang mempengaruhi problem focused coping secara
empiris, maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik
statistik Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda).
Analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) adalah suatu
perluasan dari teknik regresi apabila terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk
mengadakan prediksi terhadap variabel terikat (Arikunto, 1997). Teknik analisis
regresi berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di
BAB 2. Dengan dependent variable yaitu problem focused coping, dan
independent variable self esteem, perceive, satisfaction, education, income,
occupation dan usia maka persamaan regresinya adalah sebagai berikut :
Y = a +b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
Keterangan:
Y = Problem Focused Coping
a = Konstan intersepsi
b = Koefisien regresi
X1 = Self esteem
X2 = Perceive
X3 = Satisfaction
X4 = Education
53
X5 = Income
X6 = Occupation
X7 = Usia
e = Residu
Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi
berganda antara problem focused coping dengan self esteem, perceive,
satisfaction, education, income, occupation dan usia. Besarnya kemungkinan
problem focused coping yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah disebutkan
tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R
2 merupakan
proporsi varians dari problem focused coping yang dijelaskan oleh self esteem,
dukungan sosial, status sosial ekonomi dan usia. Untuk mendapatkan nilai R2,
digunakan rumusan sebagai berikut:
h
h
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variable satu per satu signifikan atau tidak penambahannya. Untuk
membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji
dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan
menggunakan rumus F, yaitu sebagai berikut :
⁄
Pembagian disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah jumlah
independent variable yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 – R2) dibagi
dengan N – k – 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan
54
nantinya, dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan
memiliki pengaruh terhadap dependent variable.
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan independent
variable signifikan terhadap dependent variable, maka peneliti melakukan uji t.
Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling
dari koefisien b. Selama uji T, peneliti akan menulis R2, signifikan tidaknya
dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh
perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0.
55
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa akselerasi sekolah SMART Ekselensia
Indonesia yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 10-17
tahun sebanyak 150 siswa. Subjek dikategorikan berdasarkan usia dan tingkat
pendidikan.
Adapun gambaran umum subjek penelitian berdasarkan rentang usia dapat
dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1
Subjek penelitian berdasarkan usia
Usia Frequency Percentase
10 Tahun 1 0.7 %
11 Tahun 3 2.0 %
12 Tahun 22 14.7 %
13 Tahun 30 20 %
14 Tahun 30 20 %
15 Tahun 32 21.3 %
16 Tahun 19 12.7 %
17 Tahun 13 8.7 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa subjek penelitian ini yang
berusia 10 tahun berjumlah 1 orang (0.7 %), subjek yang berusia 11 tahun
berjumlah 3 orang (2.0 %), subjek yang berusia 12 tahun berjumlah 22 orang
(14,7%), subjek yang berusia 13 tahun berjumlah 30 orang (20%), subjek yang
berusia 14 tahun berjumlah 30 orang (20 %), subjek yang berusia 15 tahun
berjumlah 32 orang (21.3 %), subjek yang berusia 16 tahun berjumlah 19 orang
(12.7 %), dan subjek yang berusia 17 tahun berjumlah 13 orang (8.7 %).
Selanjutnya peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan tingkat
55
56
pendidikan siswa yaitu SMP dan SMA yang dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah
ini:
Tabel 4.2
Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Frequency Percentase
SMP 88 58.7 %
SMA 62 41.3 %
TOTAL 150 100 %
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang berada di tingkat
pendidikan SMP memiliki jumlah yang lebih banyak dengan total 88 orang (58.7
%), sedangkan siswa yang berada di tingkat pendidikan SMA berjumlah 62 orang
(41.3 %).
Selanjutnya peneliti akan memaparkan distribusi populasi berdasarkan
tingkat pendidikan orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.3 di
bawah ini:
Tabel 4.3
Subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ayah
Education Frequency Percentase
Tidak Sekolah 3 2 %
SD/Sederajat 26 17.3 %
SMP/Sederajat 24 16 %
SMA/Sederajat 75 50 %
D3 8 5.3 %
S1 14 9.3 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa orang tua siswa (khususnya
ayah) yang memiliki status Tidak Sekolah berjumlah 3 subjek (2%), berada di
tingkat pendidikan SD berjumlah 26 subjek (17,3%), SMP berjumlah 24 subjek
(16%), SMA berjumlah 75 subjek (50%), D3 berjumlah 8 subjek (5.3%),
sedangkan tingkat pendidikan S1 berjumlah 14 subjek (9.3%).
57
Selanjutnya peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan jenis
pekerjaan orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah
ini:
Tabel 4.4
Subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan ayah
Occupation Frequency Percentase
Petani 30 20%
Buruh 23 15.3%
Pedagang 16 10.7%
Guru 11 7.3%
Karyawan 29 19.3%
Supir dan Ojek 20 13.3%
Wiraswasta 14 9.3%
Pengangguran 7 4.7%
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa orang tua siswa khususnya
ayah yang memiliki pekerjaan petani berjumlah 30 subjek (20%), buruh
berjumlah 23 subjek (15.3%), pedagang berjumlah 16 subjek (10.7), guru
berjumlah 11 subjek (7.3 %), supir dan ojek berjumlah 20 subjek (13.3%),
wiraswasta seperti usaha bengkel, DAI, pengasuh dan lain-lain berjumlah 14
subjek (9.3), sedangkan pengangguran berjumlah 7 subjek (4.7%). Selanjutnya
peneliti akan memaparkan subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan
orang tua khususnya ayah yang dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:
Tabel 4.5
Subjek penelitian berdasarkan jumlah penghasilan orangtua
Income Frequency Percentase
< 500.000 42 28 %
500.000 - 750.000 23 15.3 %
750.000 - 1.000.000 55 36.7 %
1.000.000-2.500.000 30 20 %
TOTAL 150 100 %
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa jumlah penghasilan yang
diterima orang tua siswa baik ayah atau ibu dengan kisaran kurang dari 500.000
58
rupiah berjumlah 42 subjek (28 %), 500.000 – 750.000 rupiah berjumlah 23
subjek (15.3 %), 750.000 - 1.000.000 rupiah berjumlah 55 subjek (36.7%) dan
1.000.000 - 2.500.000 rupiah berjumlah 30 subjek (20%).
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data
penelitian. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum,
maximum, mean, dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Gambaran
hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Deskripsi statistik variabel penelitian
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Problem focused
coping
150 20.77 68.27 50.00 8.85
Self esteem 150 26.20 67.56 50.00 8.85
Perceive 150 2.00 54.00 20.48 8.44
Satisfaction 150 3.07 59.98 50.00 8.72
Valid N (listwise) 150
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai mean dari variabel problem focused
coping, self esteem, dan satisfaction adalah 50.0 dan nilai mean untuk variabel
perceive adalah 20.48. Skor terendah dari problem focused coping dengan jumlah
subjek penelitian 150 adalah 20.77 dan skor tertingginya 68.27. Skor terendah dari
Self esteem adalah 26.20 dengan jumlah subjek penelitian 150 dan skor
tertingginya 67.56. Skor terendah dari satisfaction dengan jumlah subjek
penelitian 150 adalah 3.07 dan skor tertingginya 59.98. Skor terendah dari
perceive dengan jumlah subjek penelitian 150 adalah 2.00 dan skor tertingginya
59.98.
59
4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan peneliti gunakan dalam kategori variabel penelitian.
Sebelum mengatagorikan skor masing-masing variabel berdasarkan
tingkat rendah dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma dari skor
dengan menggunakan nilai mean dan standar deviasi pada tabel 4.6 dan berlaku
pada semua variabel. Adapun norma skor tersebut dapat digambarkan dalam tabel
4.7 berikut ini:
Tabel 4.7
Norma Skor
Kategori Rumus
Tinggi X ≥ M
Rendah X < M
Keterangan: X = Skor; M = Mean
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel penelitian berdasarkan
tinggi dan rendahnya variabel-variabel dalam penelitian dituliskan pada tabel 4.8
berikut ini:
Tabel 4.8
Kategorisasi variabel penelitian
No Variabel Kategorisasi dan Presentase
(N) Tinggi
(n)
% Rendah
(n)
%
1. Problem focused coping 76 50.7 74 49.3 150
2. Self esteem 78 52.0 72 48.0 150
3. Perceive 83 55.3 67 44.7 150
4. Satisfaction 86 57.3 64 42.7 150
Berdasarkan data pada tabel 4.8 diperoleh hasil presentasi variabel problem
focused coping sebanyak 76 subjek (50.7 %) pada kategori tinggi, dan 74 subjek
60
(49.3 %) pada kategori rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kategori problem focused coping paling banyak pada kategori tinggi yaitu 50.7 %.
Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel self esteem dengan jumlah 78
subjek (52 %) pada kategori tinggi, dan 72 subjek (48 %) pada kategori rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori self esteem paling banyak
pada kategori tinggi dengan 52 %.
Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel perceive dengan jumlah 83
subjek (55.3 %) pada kategori tinggi, dan 67 subjek (44.7 %) pada kategori
rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori perceive paling
banyak pada kategori tinggi dengan 55.3 %.
Selanjutnya yaitu kategori skor dari variabel satisfaction dengan jumlah 86
subjek (57.3 %) pada kategori tinggi, dan 64 subjek (42.7%) pada kategori rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kategori satisfaction paling banyak
pada kategori tinggi dengan 57.3 %.
4.4 Uji Hipotesis Hasil Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis
regresi berganda, dengan menggunakan software SPSS 17. Dalam regresi ada tiga
hal yang dilihat yaitu:
1. Melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada
dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).
2. Apakah independent variable (IV) berpengaruh signifikan terhadap dependent
variable (DV).
61
3. Melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
independent variable (IV).
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Langkah pertama peneliti akan menganalisis besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians pada dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh
independent variable (IV). Untuk tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.9
R square
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Sig. F Change
1 .460a .212 .136 8.22995 .001
a. Predictors: (Constant), Oc7, satisfaction, usia, Oc3, Oc6, education, Oc5, perceive,
Oc2, self esteem, income, Oc4, Oc1
b. Dependent variable : problem focused coping
Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa perolehan R square sebesar 0.212 atau
21.2 %. Artinya proporsi varians dari problem focused coping yang dijelaskan
oleh independent variable yaitu self esteem, dukungan sosial (perceive;
satisfaction), usia dan status sosial ekonomi (education; income; occupation yang
terdiri dari Occupation1, Occupation2, Occupation3, Occupation4, Occupation5,
Occupation6, dan Occupation7) adalah sebesar 21.2 %. Sedangkan 78.8 %
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua,
peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable terhadap problem
focused coping. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.10.
Berdasarkan data dari Tabel 4.10 kolom signifikan diketahui bahwa (p <
0.05), maka hipotesis alternatif yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan
dari variabel problem focused coping diterima. Artinya ada pengaruh yang
signifikan dari variabel self esteem, dukungan sosial (perceive; satisfaction),
62
status sosial ekonomi (education, income, occupation yang terdiri dari
Occupation1, Occupation2, Occupation3, Occupation4, Occupation5,
Occupation6, dan Occupation7) serta usia terhadap problem focused coping pada
siswa berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
Tabel 4.10
Anova
a. Predictors: (Constant), Oc7, satisfaction, usia, Oc3, Oc6, education, Oc5, perceive, Oc2,
selfesteem, income, Oc4, Oc1
b. Dependent variable : problem focused coping
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable.
Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa
independent variable tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap problem
focused coping. Adapun penyajiannya pada Tabel 4.11. Berdasarkan koefisien
regresi pada Tabel 4.11 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Problem focused coping = 37.211 + 0.071 self esteem + 0.096 perceive +
0.192 satisfaction - 0.491 usia - 1.948 education + 1.790 income - 0.422
Occupation1 - 1.231 Occupation2 + 4.024 Occupation3 + 0.549 Occupation4 +
0.115 Occupation5 + 6.007 Occupation6 + 2.890 Occupation7 + e
Berdasarkan data pada tabel 4.11, untuk melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi yang dihasilkan, yaitu dengan melihat nilai signifikansi pada
kolom yang paling kanan (kolom ke-6). Jika p < 0.05, maka koefisien regresi
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2472.862 13 190.220 2.808 .001a
Residual 9211.553 136 67.732
Total 11684.416 149
63
independent variable yang dihasilkan pengaruhnya signifikan terhadap problem
focused coping dan sebaliknya.
Tabel 4.11
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients
Beta t Sig. B Std. Error
1 (Constant) 37.211 7.009 5.309 .000
Self esteem .071 .086 .071 .823 .412
Perceive .096 .086 .092 1.121 .264
Satisfaction .192 .085 .189 2.249 .026
Usia -.491 .463 -.089 -1.059 .291
Education -1.948 .724 -.257 -2.692 .008
Income 1.790 .712 .223 2.516 .013
Oc1 -.422 3.290 -.019 -.128 .898
Oc2 -1.231 3.281 -.050 -.375 .708
Oc3 4.024 3.342 .141 1.204 .231
Oc4 .549 2.991 .025 .184 .855
Oc5 .115 3.339 .004 .034 .973
Oc6 6.007 3.412 .198 1.761 .081
Oc7 2.890 4.260 .069 .678 .499
a. Dependent variable: problem focused coping
Berdasarkan nilai koefisien yang diperoleh pada masing-masing
independent variabel maka dapat diketahui bahwa:
1. Variabel self esteem diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.071 dengan
signifikansi 0.412 (p > 0.05). Artinya variabel self esteem tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap problem focused coping pada siswa
berbakat intelektual di sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
2. Variabel dukungan sosial
a. Dimensi perceive
64
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.096 dengan signifikansi 0.264 (p
> 0.05). Artinya dimensi perceive tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
b. Dimensi satisfaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.192 dengan signifikansi 0.026 (p
< 0.05). Artinya dimensi satisfaction memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Artinya semakin tinggi tingkat
kepuasan terhadap dukungan yang dimiliki siswa maka semakin tinggi pula
problem focused coping pada siswa tersebut.
3. Variabel Status ekonomi sosial
a. Education diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -1.948 dengan
signifikansi 0.008 (p < 0.05). Artinya dimensi education secara negatif
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap problem focused coping pada
siswa berbakat intelektual sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
Artinya semakin rendah tingkat pendidikan orang tua siswa maka akan
semakin tinggi pula problem focused coping pada siswa tersebut.
b. Income diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1.790 dengan signifikansi
0.013 (p < 0.05). Artinya dimensi income memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia. Artinya semakin tinggi
65
penghasilan yang dimiliki orang tua siswa maka makin tinggi pula problem
focused coping pada siswa tersebut.
c. Occupation yang terdiri dari Occupation1, Occupation2, Occupation3,
Occupation4, Occupation5, Occupation6, dan Occupation7 memiliki
koefisien regresi sebagai berikut:
1. Occupation1 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.422 dengan
signifikansi 0.898 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup petani dengan grup guru adalah negatif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
2. Occupation2 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 1.231 dengan
signifikansi 0.708 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup buruh dengan grup guru adalah negatif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
3. Occupation3 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 4.024 dengan
signifikansi 0.231 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup pedagang dengan grup guru adalah positif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
4. Occupation4 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.549 dengan
signifikansi 0.855 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup karyawan dengan grup guru adalah positif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
5. Occupation5 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.115 dengan
signifikansi 0.973 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
66
coping grup supir dan ojek dengan grup guru adalah positif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
6. Occupation6 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 6.007 dengan
signifikansi 0.081 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup wiraswasta dengan grup guru adalah positif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
7. Occupation7 diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2.890 dengan
signifikansi 0.499 (p > 0.05). Artinya, selisih rata-rata problem focused
coping grup pengangguran dengan grup guru adalah positif artinya selisih
tersebut tidak signifikan.
4. Variabel demografi usia diperoleh nilai koefisien regresi sebesar - 0.491 dengan
signifikansi 0.291 (p > 0.05). Artinya dimensi usia tidak memiliki pengaruh yang
signifikan.
Pada tabel 4.14 koefisien regresi di atas, dari ketujuh IV yang berpengaruh
signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih
besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV
terhadap DV dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya
(p) dan melihat standardize coefficients (beta). Maka dari tabel di atas dapat
diketahui pula bahwa income dengan beta = 0.223 memiliki pengaruh lebih besar,
dibandingkan dengan independent variable lainnya.
4.4.2 Uji proporsi varians masing-masing independent variabel
Pada tahapan ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi
varians dari masing-masing independent variable terhadap problem focused
67
coping. Besarnya proporsi varian pada problem focused coping dapat dilihat pada
tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.12
Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variabel
Change Statistics
Model R
Square
R Square
Change
F
Change
Df1 Df2 Sig. F Change
1 .018 .018 2.715 1 148 .102
2 .059 .041 6.378 1 147 .013
3 .096 .038 5.965 1 146 .016
4 .101 .005 .846 1 145 .359
5 .127 .026 4.317 1 144 .039
6 .153 .026 4.399 1 143 .038
7 .212 .058 1.439 7 136 .195
Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income,
Occupation
Dari tabel 4.12 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel self esteem memberikan sumbangan sebesar 1.8% dalam varian
problem focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change
= 2.715, df1= 1, df2 = 148, dan sig. F Change = 0.102 (p > 0.05).
2. Variabel perceive memberikan sumbangan sebesar 4.1% dalam varian problem
focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 6.378, df1=
1, df2 = 147, dan sig. F Change = 0.013 (p < 0.05).
3. Variabel satisfaction memberikan sumbangan sebesar 3.8% dalam varian
problem focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change =
5.965, df1= 1, df2 = 146, dan sig. F Change = 0.016 (p < 0.05).
4. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam varian problem
focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change = 0.846,
df1= 1, df2 = 145, dan sig. F Change = 0.359 (p > 0.05).
68
5. Variabel education memberikan sumbangan sebesar 2.6% dalam varian
problem focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change =
4.317, df1= 1, df2 = 144, dan sig. F Change = 0.039 (p < 0.05).
6. Variabel income memberikan sumbangan sebesar 2.6% dalam varian problem
focused coping. Sumbangan tersebut signifikan dengan F change = 4.399, df1=
1, df2 = 143, dan sig. F Change = 0.038 (p < 0.05).
7. Variabel occupation memberikan sumbangan sebesar 5.8% dalam varian
problem focused coping. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change
= 1.439, df1= 7, df2 = 136, dan sig. F Change = 0.195 (p > 0.05).
69
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan
dari seluruh independen variabel self esteem, dukungan sosial (perceive dan
satisfaction), status sosial ekonomi (education, income, occupation), serta usia
terhadap problem focused coping pada siswa berbakat intelektual sekolah
akselerasi SMART Ekselensia Indonesia, dengan sumbangan R square sebesar
21.2%, artinya hipotesis dalam penelitian ini diterima.
Jika dilihat berdasarkan koefisien regresi pada setiap variabel yang
dihasilkan berdasarkan analisis statistik, maka hanya variabel satisfaction,
education, dan income yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap problem
focused coping.
Selanjutnya berdasarkan uji dari hipotesis, dengan melihat dari proporsi
varians independent variabel (IV) terhadap dependent variabel (DV) yang
dihasilkan melalui analisis statistik maka variabel perceive, satisfaction, education
dan income yang berpengaruh secara signifikan terhadap problem focused coping.
Kemudian ada lima hipotesis yang ditolak, yaitu H2 (Ada pengaruh yang
signifikan self esteem terhadap problem focused coping, H7 (Ada pengaruh yang
signifikan occupation dari variabel status sosial ekonomi terhadap problem
focused coping), H8 (Ada pengaruh yang signifikan usia terhadap problem focused
coping). Karena ketiga variabel tersebut, terbukti tidak memiliki pengaruh yang
signifikan berdasarkan hasil analisis statistik.
69
70
5.2 Diskusi
Dari hasil penelitian dan uji hipotesis yang dijelaskan pada bab empat, didapatkan
hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self esteem, dukungan sosial, status
sosial ekonomi dan usia terhadap problem focused coping.
Hal ini sejalan dengan studi terdahulu yang menyatakan bahwa sumber
internal seperti self esteem, yang mana salah satu elemen penting untuk konsep
diri yang dapat menyebabkan sikap positif dan negatif terhadap diri sebagai
totalitas (Rosenberg dalam Amorim & Geraldine Mei Ka, 2013), memfasilitasi
evaluasi tuntutan dan proses coping (Eisenbarth et al dalam Amorim & Geraldine
Mei Ka, 2013).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dukungan sosial adalah salah
satu faktor kuat yang dapat mempengaruhi strategi coping seseorang termasuk
problem focused coping. Dukungan sosial akan sangat membantu individu untuk
melakukan penyesuaian atau perilaku coping yang positif serta pengembangan
kepribadian dan dapat berfungsi sebagai penahan untuk mencegah dampak
psikologis yang bersifat gangguan (Sarason dalam Hasan & Rufaidah, 2013).
Penelitian dukungan sosial dan coping yang telah dilakukan oleh Sarid et al
(dalam Chao, 2011). menunjukan bahwa kepuasan dukungan sosial itu
berhubungan dengan problem focused coping. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan saat ini yang mana diperoleh hasil perceive dan satisfaction
mempengaruhi secara signifikan terhadap problem focused coping.
Sama halnya dengan faktor demografi dalam penelitian ini yaitu usia dan
status sosial ekonomi yang disebutkan memiliki pengaruh yang signifikan
71
terhadap problem focused coping, sejalan dengan penelitian terdahulu yang
menyatakan bahwa Menurut Demers dkk (dalam Roohafza et al, 2009)
menyatakan bahwa setiap individu dengan karakteristik demografis yang berbeda
termasuk jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan memiliki cara
coping stress yang berbeda-beda. Coping berubah di sepanjang masa hidup.
Coping anak muda dibatasi oleh kemampuan kognitif mereka, yang akan
meningkat sepanjang masa kanak-kanak. Orang dewasa dilaporkan menggunakan
pendekatan problem focused coping daripada emotion focused coping ketika
berhadapan dengan stres (Sarafino & Smith, 2011).
Menariknya pada hasil uji hipotesis minor dalam penelitian ini hanya
terdapat empat variabel saja yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
problem focused coping, yaitu perceive, satisfaction, education dan income.
Artinya variabel-variabel lainnya seperti self esteem, occupation, dan usia
bukanlah penentu problem focused coping pada siswa berbakat intelektual di
sekolah akselerasi SMART Ekselensia Indonesia.
Jumlah dukungan yang dimiliki individu (perceive) memungkinkan dapat
membantu individu melakukan coping yang tepat dan dapat membantu
menghindari stres karena memberikan informasi dan cara-cara yang tepat untuk
menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini telah ditemukan bahwa sumber
dukungan yang dimiliki oleh siswa akselerasi SMART Ekselensia Indonesia
adalah teman, orang tua, kakak, guru asrama, guru BK, kekasih dan saudara
angkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan O’Brien (dalam Santrock, 2003) yang
menyatakan bahwa pada penelitian terakhir lainnya, ditemukan bahwa teman
72
sebaya adalah sumber utama dukungan yang menyeluruh bagi remaja, kemudian
diikuti oleh ibu.
Sedangkan satisfaction (kepuasaan atas dukungan yang tersedia) yang mana
menurut Sarafino (2011) beberapa orang dilaporkan memiliki tingkat kepuasan
yang tinggi dengan dukungan dari jumlah yang sedikit dari teman dekat atau
kerabat, sedangkan yang lainnya membutuhkan jaringan sosial yang luas. Hal
tersebut dapat memberikan kenyamanan, kepedulian dan penghargaan untuk
individu yang ia dapat dari orang lain yang dapat memberikan kebaikan,
pelayanan, dan saling menjaga ketika berada dalam situasi yang penuh tekanan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi seperti
pendidikan memiliki pengaruh besar pada strategi coping pada kedua jenis
kelamin (laki-laki dan perempuan) dan ada hubungan positif antara tingkat
pendidikan yang tinggi dengan strategi coping adaptif dan hubungan negatif
antara tingkat pendidikan yang rendah dengan strategi coping maladaptif
(Roohafza et al, 2009). Namun, pada penelitian ini telah ditemukan bahwa tingkat
pendidikan orang tua memiliki pengaruh secara negatif terhadap problem focused
coping siswa berbakat intelektual. Artinya semakin rendah tingkat pendidikan
orang tua siswa maka akan semakin tinggi pula problem focused coping siswa
tersebut.
Menurut Mc Clelland (dalam Ahmed, 2005) orang dengan penghasilan yang
tidak memadai biasanya memiliki kesulitan dalam memenuhi biaya hidup,
termasuk berjuang untuk membayar makanan, akomodasi, pendidikan, pakaian,
perawatan kesehatan, utilitas, transportasi dan rekreasi dan berusaha untuk
73
menyeimbangkan tuntutan-tuntutan. Sedangkan menurut Frydenberg (1997)
strategi coping anak berbakat adalah kerja keras dan pencapaian, mencari hiburan
santai, fokus pada pemecahan masalah dan rekreasi fisik. Hal tersebut tentu
difasilitasi oleh penghasilan orang tua yang memadai.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penelitian ini, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi
kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi
yang telah diuraikan diatas, peneliti ingin memberikan saran baik secara
metodologis maupun praktis yang dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya tentang dependent variabel yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
Berikut adalah saran-saran teoritis yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan
penelitian ini:
1. Gunakan variabel-variabel lain diluar penelitian ini pada penelitian selanjutnya.
Penelitian selanjutnya dapat memilih sumber coping lain seperti religiusitas,
status ekonomi sosial, self efficacy dan lain sebagainya. Peneliti sangat
menganjurkan untuk memilih adversity quotient sebagai IV terhadap problem
focused coping untuk sampel yang berada di asrama.
2. Pada penelitian selanjutnya jika ingin meneliti sampel siswa di program
akselerasi agar meneliti siswa yang berada di program SKS atau reguler
sebagai perbandingan agar diperoleh hasil yang lebih baik.
74
5.3.2 Saran Praktis
Berikut adalah saran-saran praktis yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan
penelitian ini:
1. Kepada pihak sekolah agar memberikan seminar, pelatihan, atau pembinaan
tentang konsep diri untuk para siswa di sekolah akselerasi SMART Ekselensia
Indonesia guna meningkatkan penilaian diri dan kualitas diri yang positif
sehingga bermanfaat untuk para siswa ketika dihadapkan suatu permasalahan
atau tuntutan-tuntutan eksternal.
2. Kepada guru yang memiliki interaksi lebih dengan siswa, diharapkan untuk
membangun kepercayaan dan hubungan baik dengan siswa. Menjadi role
model yang positif untuk siswa dapat membantu mereka memiliki dampak
positif pada perilaku. Mengajarkan cara mengelola stres dengan cara yang
efektif dan positif.
3. Kepada orang tua agar terus memberikan dukungan baik secara materi ataupun
moral, kasih sayang dan cinta untuk anak-anak yang sangat berharga ini. Orang
tua diharapkan menghadiri program dan workshop untuk mendapatkan
pengetahuan tentang bagaimana mengajar anak-anak mereka strategi coping
positif dan mengelola stres.
4. Kepada siswa agar selalu menjadi pribadi yang penuh syukur dan memiliki
rasa percaya diri bahwa banyak yang akan membantu dan memberikan
dukungan kepada mereka jika mereka membutuhkan bantuan. Terus belajar
dan berusaha menghadapi setiap permasalahan dengan strategi coping yang
adaptif dan efektif.
75
DAFTAR PUSTAKA
Achmed, Z, S. (2005). Poverty, family stress and parenting. Diunduh pada
tanggal 3 maret 2016 dari
http://www.humiliationstudies.org/documents/AhmedPovertyFamilyStre
ssParenting.pdf
Afifah. (2012). Uji validitas konstruk General Aptitude Test Battery (GATB)
dengan medote Confirmatory Factor Analysis (CFA). Jurnal Pengukuran
Psikologi dan Pendidikan Indonesia. 30-47.
Agustyawati, & Solicha. (2009). Psikologi pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Jakarta: Lembaga penelitian UIN Jakarta
Alfikalia. (2012). Inklusivitas dalam pendidikan anak CI+BI. Diunduh pada
tanggal 3 maret 2016 dari
http://www.jurnalakselerasi.wordpress.com//tag//akselerasi/
Amorim, F., & Geraldine Mei Ka, L. (2013). Self esteem and Anxiety among
Asian and European Students. Spring: UMEA Universitet.
Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Assaat, I. I. (2004). Program akselerasi untuk siswa berbakat. Dalam Gunarsa, S.
D, (ed). Bunga rampai psikologi perkembangan dari anak sampai usia
lanjut (227-249). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Badudu, J. S., & Zain, S. M. (1996). Kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Blascovich, J., & Tomaka, J. (1991). Measures of self esteem. Dalam J. P.
Robinson, P. R. Shaver, & L. S. Wrightsman (ed). Measures of
personality and social psychological attitudes (115-160). United State:
Academic Press, Inc.
Carver, C. S., Scheier, M. F., & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping
strategies: A theoretically based approach. Journal of Personality and
Social Psychology. 56 (2), 267-283.
Chao, R. C. L. (2011). Managing stress and maintainging well being: Social
support, problem focused coping, and avoidant coping. Journal of
Counseling & Development. 338-348.
Denise E, L. R., & Judith W, H. P. (2008). Adolescent stress through the eyes of
high risk teens. Pediatric Nursing. 34 (5).
75
76
Edwards, J. R., & Jr, A. J. (1993). The measurement of coping with stress:
Construct validity of the ways of coping checklist and the cybernatic
coping scale. Work & Stress. 1, 17-31.
Engelica, I. (2008). Problem focused coping ibu yang memiliki anak cerebral
palsy ditinjau dari self efficacy dan tingkat pendidikan. Skripsi.
Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Frydenberg, E. (1997). Adolescent coping: Theoretical and research perspectives.
New York: Routledge.
Gregory R. P, Sarason B. R, Sarason I. G. (1996). Handbook of social suport and
the family. New York: London: Plenum Press
Halonen, J. S., & Santrock, J. W. (1999). Psychology contexts & applications (3rd
ed.). United State: McGraw-Hill College.
Hasan, N., & Rufaidah, E. R. (2013). Hubungan antara dukungan sosial dengan
strategi coping pada penderita stroke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Jurnal Ilmu Kesehatan. Talenta Psikologi. Volume II 41-61.
Hawadi, R. A. (2004). Akselerasi: A-Z informasi program percepatan belajar dan
anak berbakat intelektual. Jakarta: Grasindo.
Heatherton, T. F., & Wyland, C. L. (2003). Assessing of self esteem. Diunduh
pada tanggal 17 Juli 2015 dari
http://www.dartmouth.edu/~thlab/pubs/03_Heatherton_Wyland_APP_ch.
Jayanti, A. D., & Rachmawati, M. A. (2008). Hubungan antara dukungan sosial
dengan problem focused coping pada siswa SMU program sekolah
bertaraf internasional (SBI). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.
Kempf, J. (2011). Recognizing and managing stress: Coping strategies for
adolescents. Research Paper. University of Wisconsin-Stout. 2-24.
Lakey, B. (2008). Social support and social integration. Diunduh pada tanggal 17
Juli 2015, dari
http://cancercontrol.cancer.gov/brp/constructs/social_support/ss3.html
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal and coping. New York:
Springer Publishing Company.
Mariana. (2015). Bimbingan dan konseling di sekolah akselerasi SMART
Ekselensia Indonesia. Dalam komunikasi pribadi 21 Oktober 2015
Qonita (ed). Parung.
77
Minchinton, J. (1993). Maximum self esteem. Kuala Lumpur: Golden Books
Centre SDN, BHD.
Mruk, C. J. (2006). Self esteem research, theory, and practice (3rd
ed.). New
York: Springer Publishing Company.
Mutoharoh, I. (2010). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan mekanisme
koping klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Sarif Hidayatullah.
Nadiva, A. (2013). Subjective well-being pada peserta akselerasi. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (1), 13.
Owens, T. J. (1993). Accentuate the positive and the negative: Rethinking the use
of self Esteem, self deprecation, and self confidence. Social Psychology
Quarterly. 288-299.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th
ed.). New York: McGraw-Hill International Edition.
Pratiwi, N, A. (2010). Hubungan antara motivasi berprestasi dan status sosial
ekonomi dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bekasi. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rabiyullyana, R. D. (2012). Pengaruh self efficacy, self esteem, dan dukungan
sosial terhadap coping stress pelaut. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahayu, F. (2014). Hubungan tingkat stres dengan strategi koping yang digunakan
siswa-siswi akselerasi SMAN 2 kota Tanggerang Selatan. Skripsi.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ramadhani, T. A. (2010). Stres dan sumber-sumber stres pada siswa cerdas
istimewa di kelas akselerasi di SMA Labschool Jakarta. Diunduh pada
tanggal 27 September 2015 dari Perpustakaan Labschool UNJ Jakarta:
http://www.labslib.co.nr/
Rice, P. L. (1999). Stress and health (3rd
ed.). United State: Brooks/Cole
Publishing Company.
Roohafza, H., Sadeghi, M., Shirani, S., Bahonar, A., Mackie, M., & Sarafzadegan,
N. (2009). Association of socioeconomic status and life style factors with
coping strategies in Isfahan healthy heart program. Diunduh pada
tanggal 17 september 2015, dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2728387/
78
Saegert, S. C., Adler, N. E., Bullock, H. E., Cauce, A. M., Liu, W. M., &
F.Wyche, K. (2007). Report of the APA task force on socioeconomic
status. Washington: American Psychological Association.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2004). Educational psychology (2nd ed.). New York: McGraw
Hill.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial
interactions (7th
ed.). United State: John Wiley & Sons, Inc.
Sarason, I. G., & Sarason, B. R. (2009). Social support: Maping the construct.
Journal of Social and Personal Relationship. 113-120.
Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing
social support: The social support questionnaire. Journal of Personality
and Social Psychology. 127-139.
Sarason, I. G., Sarason, B. R., Shearin, E. N., & Plerce, G. R. (1987). A brief
measure of social support: Practical and theoretical implications. Journal
of Social and Personal Relationship. 497-510.
SMART Ekselensia Indonesia. (2003). SMART Ekselensia Indonesia bumi
pengembangan insani. Parung: Dompet Dhuafa
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.
Somantri, S. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT Refika Aditama.
Southern, W. T., & Jones, E. D. (2004). Types of acceleration: Dimensions and
issues. Dalam N. Colangelo, S. G. Assouline, & M. U. Gross (ed). A
nation deceived: How schools hold back America's brightest students. (5-
12). Australia: National Association for Gifted Children.
Suseno, A. (2009). Hubungan antara strategi coping stres dengan tingkat stres
siswa-siswi akselerasi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Malang. Skripsi.
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Taylor, S. E. (2003). Health psychology (5th
ed.). New York: McGraw-Hill.
Ulfah, S. R. (2015). Optimalisasi potensi siswa melalui kelas akselerasi. Diunduh
pada 27/07/15 dari
http://www.kompasiana.com/syafitrirahmaniaulfah/optimalisasi-potensi-
siswa-melalui-kelas-akselerasi_55803a591497738f1c2cab8a
79
Wijaya, N. (2007). Hubungan antara keyakinan diri akademik dengan
penyesuaian diri siswa tahun pertama sekolah asrama SMA Pangudi
Luhur Van Lith Muntilan. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Semarang.
Xiao, J. (2013). Academic stress, test anxiety, and performance in a Chinese high
school sample: The moderating effects of coping strategies and perceived
social support. Georgia: Georgia State University.
81
81
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama:
Jenis Kelamin: L/P
Usia:
Kelas:
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi dalam
mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti “Atiqoh Qonita” dan
memberikan informasi berdasarkan pengalaman sendiri tanpa dipengaruhi oleh
orang lain.
Jakarta, Agustus 2015
Tertanda
( )
82
82
Bagian I
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini berisikan pernyataan-pernyataan. Baca dan pahamilah setiap
pernyataan, kemudian berikan jawaban anda dengan cara memberikan tanda
checklist (√) pada kolom yang tersedia dengan keterangan sebagai berikut:
SS : bila anda Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut
S : bila anda Sesuai dengan pernyataan tersebut
TS : bila anda Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut
STS : bila anda Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut
Contoh:
Jika anda Sesuai dengan pernyataan nomor satu.
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya selalu dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang sulit, jika saya berusaha
√
Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang
dianggap salah, karena jawaban yang anda pilih adalah jawaban yang paling
sesuai dengan diri anda. Selanjutnya, saya mohon kesediaan anda untuk mengisi
kuesioner berikut ini:
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengambil tindakan ekstra untuk mencoba
menyingkirkan masalah
2 Saya fokus dalam usaha saya untuk melakukan
penyelesaian masalah
3 Saya melakukan apa yang harus dilakukan,
bertahap pada setiap waktu
4 Dengan segera, saya langsung mengambil
tindakan untuk dapat keluar dari masalah
5 Saya mencoba untuk menyusun sebuah strategi
tentang apa yang harus dilakukan
6 Saya membuat ssebuah rencana dari tindakan
saya
7 Saya berpikir keras mengenai tindakan apa yang
harus diambil
8 Saya memikirkan bagaimana saya bisa
83
83
menangani masalah sebaik mungkin
9 Saya mengesampingkan kegiatan-kegiatan lain
agar fokus dalam penyelesaian masalah
10 Saya fokus dalam menghadapi masalah dan jika
perlu mengesampingkan masalah-masalah lain
yang lebih kecil
11 Saya menjaga diri dari gangguan hal-hal lain
atau kegiatan-kegiatan lain, agar fokus dalam
mengatasi masalah
12 Ketika saya sedang melakukan penyelesaian
masalah saya berusaha keras untuk mencegah
hal-hal lain mencampuri urusan saya
13 Saya mengendalikan diri saya dari melakukan
apapun dengan tergesa-gesa
14 Saya harus menunggu waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu
15 Saya menunda untuk melakukan apapun itu
sampai situasinya memungkinkan
16 Saya memastikan tidak akan memperburuk
keadaan dengan bertindak terlalu cepat
17 Saya meminta saran dari seseorang mengenai
apa yang harus dilakukan terhadap masalah
yang dihadapi
18 Saya bercerita kepada seseorang agar dapat
menemukan solusi permalahan saya
19 Saya meminta bantuan seseorang yang dapat
melakukan sesuatu yang jelas terhadap masalah
saya
20 Saya bercerita kepada seseorang mengenai apa
yang saya rasakan
84
84
Bagian II
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya merasa bahwa saya adalah
orang yang berharga, setidaknya
sama berharganya dengan orang
lain
2 Saya merasa bahwa saya
memiliki kualitas yang baik
3 Saya cenderung merasa gagal
dengan semua yang saya
lakukan
4 Saya dapat melakukan yang
kebanyakan orang lain dapat
lakukan
5 Saya merasa tidak memiliki
banyak hal untuk dibanggakan
6 Saya bersikap positif terhadap
diri sendiri
7 Secara keseluruhan, saya puas
dengan diri saya
8 Saya harap saya dapat lebih
menghargai diri saya
9 Saya merasa tidak berguna
10 Kadang-kadang saya pikir saya
tidak berguna
85
85
Bagian III
PETUNJUK PENGISIAN
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini tentang orang-orang disekitar yang
memberimu bantuan dan dukungan. Tiap-tiap pertanyaan memiliki dua bagian,
yaitu:
1. Tulis orang-orang yang anda ketahui, tidak termasuk diri anda sendiri,
orang-orang yang bisa anda andalkan untuk sebuah bantuan dan dukungan
yang telah dipaparkan. Berikan insial orang tersebut dan hubungannya
dengan anda (Lihat contoh).
2. Lingkari seberapa puas anda dengan keseluruhan dukungan yang anda
miliki.
Note: Jika anda tidak memiliki seseorang yang mendukung anda di tiap
pertanyaan, maka tetap lingkari „Tidak ada” dan tetap melingkari ranking
kepuasan anda. Jangan tulis lebih dari Sembilan orang di setiap pertanyaannya.
Contoh:
1. Siapakah yang bisa kamu percayai dengan informasi yang bisa
membuatmu berada dalam suatu masalah?
Tidak ada 1. TN (kakak laki-
laki)
2. LM (teman)
3. RS (teman)
4. TM (ayah)
5. LM (kakak
kelas)
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
Selanjutnya, saya mohon anda bersedia menjawab semua pertanyaan dengan
sebaik mungkin. Semua jawaban anda akan dirahasiakan. Pertanyaan-
pertanyaannya adalah:
86
86
1. Siapakah yang bisa kamu andalkan ketika kamu membutuhkan bantuan?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
2. Siapakah yang bisa kamu andalkan untuk membantumu lebih tenang
ketika kamu merasa tertekan?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
3. Siapakah yang menerimamu seutuhnya, termasuk sisi terburuk dan
terbaikmu?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
4. Siapakah yang peduli padamu, jika terjadi sesuatu padamu?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
87
87
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
5. Siapakah yang bisa membuatmu merasa lebih baik ketika kamu merasa
terjatuh?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
6. Siapakah yang bisa membujukmu ketika kamu merasa kecewa?
Tidak ada 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Seberapa puas?
(1)
Sangat
Tidak
Puas
(2)
Cukup
Tidak
Puas
(3)
Sedikit
Tidak
Puas
(4)
Sedikit
Puas
(5)
Cukup
Puas
(6)
Sangat
Puas
88
88
A. Hasil CFA Problem Focused Coping
UJI VALIDITAS CFA PFC
DA NI=20 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18
ITEM19 ITEM20
KM SY FI=PFC.COR
MO NX=20 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
PFC
FR LX 1 - LX 20
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
FR TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 11 11 TD 12 12
FR TD 13 13 TD 14 14 TD 15 15 TD 16 16 TD 17 17 TD 18 18
FR TD 19 19 TD 20 20 TD 10 9 TD 6 5 TD 15 14 TD 16 13 TD 12 11 TD 12 1
TD 8 5 TD 5 4
FR TD 18 2 TD 19 11 TD 11 9 TD 10 8 TD 19 5 TD 18 17 TD 20 15 TD 18 13
TD 14 10 TD 19 17
89
89
FR TD 19 18 TD 8 1 TD 9 1 TD 13 8 TD 18 10 TD 8 2 TD 14 7 TD 14 9 TD 18 7
TD 11 7 TD 7 4 TD 20 2
FR TD 16 14 TD 19 9
PD
OU TV SS MI
Number of Iterations = 17
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
PFC
-------- ITEM1 0.33
(0.08)
4.03
ITEM2 0.52
(0.08)
6.38
ITEM3 0.39
(0.08)
4.88
ITEM4 0.13
(0.09)
1.45
ITEM5 0.46
(0.08)
6.06
ITEM6 0.30
(0.08)
3.66
ITEM7 0.50
(0.09)
5.56
ITEM8 0.21
(0.09)
2.41
ITEM9 0.24
(0.08)
2.79
90
90
ITEM10 0.42
(0.09)
4.91
ITEM11 0.54
(0.08)
6.54
ITEM12 0.41
(0.08)
5.02
ITEM13 0.08
(0.09)
0.97
ITEM14 0.31
(0.09)
3.62
ITEM15 -0.11
(0.09)
-1.29
ITEM16 0.14
(0.09)
1.59
ITEM17 0.34
(0.09)
4.01
ITEM18 0.61
(0.08)
7.30
ITEM19 0.54
(0.08)
6.53
ITEM20 0.52
(0.08)
6.43
91
91
B. Hasil CFA Self Esteem
UJI VALIDITAS CFA SE
DA NI=10 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
KM SY FI=SE.COR
MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SE
FR LX 1 - LX 10
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
FR TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9 TD 10 10 TD 2 1 TD 7 6 TD 6 5 TD 10 8 TD 4 2 TD 4
1 TD 4 3
PD
OU TV SS MI
92
92
Number of Iterations = 21
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
SE
--------
ITEM1 0.53
(0.08)
6.52
ITEM2 0.49
(0.08)
6.02
ITEM3 0.55
(0.08)
6.89
ITEM4 0.24
(0.09)
2.81
ITEM5 0.54
(0.08)
6.63
ITEM6 0.44
(0.08)
5.37
ITEM7 0.14
(0.09)
1.62
ITEM8 -0.31
(0.09)
-3.54
ITEM9 0.89
(0.07)
12.91
ITEM10 0.73
(0.07)
9.79
93
93
C. Hasil CFA Perceive
UJI VALIDITAS CFA SSQN
DA NI=6 NO=150 MA=KM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
KM SY FI=SSQN.COR
MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SSQN
FR LX 1 - LX 6
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
PD
OU TV SS MI
Number of Iterations = 24
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
SSQN
--------
ITEM1 0.69
(0.08)
9.12
94
94
ITEM2 0.76
(0.07)
10.30
ITEM3 0.66
(0.08)
8.52
ITEM4 0.72
(0.07)
9.69
ITEM5 0.80
(0.07)
11.13
ITEM6 0.67
(0.08)
8.74
D. Hasil CFA Satisfaction
UJI VALIDITAS CFA SSQS
DA NI=6 NO=150 MA=KM
LA
95
95
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
KM SY FI=SSQS.COR
MO NX=6 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
LK
SSQS
FR LX 1 - LX 6
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6
PD
OU TV SS MI
Number of Iterations = 6
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
LAMBDA-X
SSQS
--------
ITEM1 0.64
(0.08)
7.94
ITEM2 0.60
(0.08)
7.39
ITEM3 0.46
(0.09)
5.39
ITEM4 0.72
(0.08)
9.34
ITEM5 0.64
(0.08)
8.03
ITEM6 0.76
(0.08)
10.03
96
HASIL UJI HIPOTESIS
GAMBARAN UMUM SUBJEK
USIA
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 10 TAHUN 1 .7 .7 .7
11 TAHUN 3 2.0 2.0 2.7
12 TAHUN 22 14.7 14.7 17.3
13 TAHUN 30 20.0 20.0 37.3
14 TAHUN 30 20.0 20.0 57.3
15 TAHUN 32 21.3 21.3 78.7
16 TAHUN 19 12.7 12.7 91.3
17 TAHUN 13 8.7 8.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
OCCUPATION
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PETANI 30 20.0 20.0 20.0
BURUH 23 15.3 15.3 35.3
PEDAGANG 16 10.7 10.7 46.0
GURU 11 7.3 7.3 53.3
KARYAWAN 29 19.3 19.3 72.7
SUPIR/OJEK 20 13.3 13.3 86.0
WIRASWASTA 14 9.3 9.3 95.3
PENGANGGURAN 7 4.7 4.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
97
EDUCATION
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Sekolah 3 2.0 2.0 2.0
SD/Sederajat 26 17.3 17.3 19.3
SMP/Sederajat 24 16.0 16.0 35.3
SMA/Sederajat 75 50.0 50.0 85.3
D3 8 5.3 5.3 90.7
S1 14 9.3 9.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
INCOME
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 500.000 42 28.0 28.0 28.0
500.000-750.000 23 15.3 15.3 43.3
750.000-1.000.000 55 36.7 36.7 80.0
1.000.000-2.000.000 30 20.0 20.0 100.0
Total 150 100.0 100.0
98
DESKRIPSI STATISTIK
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PFC 150 20.77 68.27 50.0000 8.85544
SELFESTEEM 150 26.20 67.56 50.0000 8.85521
SSQN 150 2.00 54.00 20.4867 8.44702
SSQS 150 3.07 59.98 50.0000 8.72195
Valid N (listwise) 150
KATEGORISASI
PFCSKOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TINGGI 76 50.7 50.7 50.7
RENDAH 74 49.3 49.3 100.0
Total 150 100.0 100.0
SESKOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TINGGI 78 52.0 52.0 52.0
RENDAH 72 48.0 48.0 100.0
Total 150 100.0 100.0
99
SSQNSKOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TINGGI 83 55.3 55.3 55.3
RENDAH 67 44.7 44.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
SSQSSKOR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TINGGI 86 57.3 57.3 57.3
RENDAH 64 42.7 42.7 100.0
Total 150 100.0 100.0
ANALISIS REGRESI
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .460a .212 .136 8.22995 .212 2.808 13 136 .001
a. Predictors: (Constant), OC7, SSQS, USIA, OC3, OC6, EDUCATION, OC5, SSQN, OC2, SELFESTEEM,
INCOME, OC4, OC1
100
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2472.862 13 190.220 2.808 .001a
Residual 9211.553 136 67.732
Total 11684.416 149
a. Predictors: (Constant), OC7, SSQS, USIA, OC3, OC6, EDUCATION, OC5, SSQN, OC2,
SELFESTEEM, INCOME, OC4, OC1
b. Dependent Variable: PFC
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 37.211 7.009 5.309 .000
SELFESTEEM .071 .086 .071 .823 .412
SSQN .096 .086 .092 1.121 .264
SSQS .192 .085 .189 2.249 .026
USIA -.491 .463 -.089 -1.059 .291
EDUCATION -1.948 .724 -.257 -2.692 .008
INCOME 1.790 .712 .223 2.516 .013
OC1 -.422 3.290 -.019 -.128 .898
OC2 -1.231 3.281 -.050 -.375 .708
OC3 4.024 3.342 .141 1.204 .231
OC4 .549 2.991 .025 .184 .855
OC5 .115 3.339 .004 .034 .973
OC6 6.007 3.412 .198 1.761 .081
OC7 2.890 4.260 .069 .678 .499
a. Dependent Variable: PFC
101
UJI PROPORSI VARIANS
Change Statistics
Model R
Square
R Square
Change
F
Change
Df1 Df2 Sig. F Change
1 .134a .018 2.715 1 148 .102
2 .243b .041 6.378 1 147 .013
3 .310c .038 5.965 1 146 .016
4 .318d .005 .846 1 145 .359
5 .357e .026 4.317 1 144 .039
6 .391f .026 4.399 1 143 .038
7 .460g .058 1.439 7 136 .195
a. Predictors: (Constant), Self esteem
b. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive
c. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction
d. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia
e. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education
f. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income
g. Predictors: (Constant), Self esteem, Perceive, Satisfaction, Usia, Education, Income,
Occupation
Top Related