i
PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN ADVERSITAS
TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA
KELAS X DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA
Skripsi
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh:
Redydian Adhitya Nugraha
G 0106081
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa apa yang ada
dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, sepanjang pengamatan dan pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi
pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.
Surakarta, Desember 2011
Redydian Adhitya Nugraha
v
MOTTO
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia”
(Q. S. Al-Ikhlas : 4)
“Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta”
(Munawir Yusuf)
“Winner never quit and quitter never Win”
(Anonim)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah karya ini kupersembahkan untuk orang-orang
yang selalu ada di hati.
Berkat doa, dorongan, dukungan, dan arahan merekalah
Karya ini terselesaikan sebagai bentuk karya terindah
dari tetesan limpahan Rahmat Illahi.
Persembahan untuk :
1. Papa Mama tercinta untuk seluruh doa dan kasih sayang
Yang tak pernah padam di setiap hela nafasnya.
2. Kakak-kakak dan adeku tersayang yang memberikan motivasi besar
Dalam
hidupku.
3. Mahardika Supratiwi yang telah memberikan
suatu bait yang bermakna.
4. Almamaterku tercinta.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan
hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul
“Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas Terhadap Motivasi Berprestasi pada
Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta”.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu
peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas
Kedoteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Suci Murti Karini, M.Si., dan Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku
dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu disela-
sela kesibukannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang
sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
4. Dra. Salmah Lilik, M.Si., dan Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., sebagai Penguji I
dan Penguji II yang telah bersedia memberikan kritik, saran, serta masukan yang
membangun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
viii
5. Seluruh staf pengajar, staff tata usaha (Mas Dhimas, Mas Ryan), dan staff
perpustakaan (Mbak Ana) Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak bekal ilmu,
pengalaman berharga, dan bantuan demi kemajuan pendidikan peneliti.
6. Dra. AD. Gayatri, M.Pd., MM., dan Hindarso, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala
Sekolah dan Wakasek Kurikulum SMA Negeri 8 Surakarta beserta seluruh staff
yang terkait di dalamnya yang telah memberikan ijin dalam melakukan penelitian
di SMA Negeri 8 Surakarta.
7. Kedua orang tuaku, Drs. Munawir Yusuf, M.Psi. dan Dra. Mugiarti Chaeri yang
telah memberikan cinta, kasih sayang, dan doa tanpa henti di setiap nafas yang
indah dalam mengarungi kehidupan peneliti.
8. Kakak-kakakku dan adiku tersayang, Iryadefrid A’rof Nugroho, SE., dan Anggun
Setya GS, S.Sos., beserta istri Lucinda Darmani, S.Si., dan Nadhifia Iryadini RA
yang telah memberikan semangat, dukungan, arahan, dan doa dalam setiap
langkah penyelesaian penyusunan skripsi ini.
9. Keluarga besar Drs. Mardiyono, M.Si dan Dra. Nur Hidayati, M.Pd., yang tak
lelah memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Mahardika Supratiwi, S.Psi., terima kasih atas waktu yang sangat bermanfaat dan
bernilai dalam kehidupan peneliti.
11. Teman-teman team pelatihan (Prehaten, Burhan, Gendig, Farah, dan Dika) yang
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dalam pelatihan.
12. Sahabat “Perguruan Singa Laut” (Chandra, Nandes, Eli, Sobri, dan Mahar) atas
pergolakan yang hebat selama ini.
ix
13. Keluarga besar Psikologi seluruh angkatan yang telah memberikan kebersamaan,
persahabatan, dan silaturrahmi yang sangat luar biasa.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan mendapatkan
balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata, semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Amien.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
Redydian Adhitya Nugraha
x
PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN ADVERSITAS TERHADAP
MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA KELAS X
DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA
Redydian Adhitya Nugraha
G0106081
ABSTRAK
Setiap pelajar memiliki tujuan yang sama yaitu sukses di dalam belajarnya.
Dalam meraih kesuksesan terdapat hambatan-hambatan yang harus dilalui,
diantaranya adalah rasa malas, suasana belajar tidak kondusif, tidak menyukai mata
pelajaran tertentu, dan lain sebagainya. Siswa dituntut untuk berusaha menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan hambatan-hambatan tersebut.
Usaha-usaha yang dilakukan siswa inilah merupakan usaha konkret untuk meraih
keberhasilan. Seseorang yang mampu mengubah hambatan menjadi peluang
keberhasilan memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi. Individu yang memiliki
kecerdasan adversitas yang tinggi adalah individu yang optimis, berpikir dan
bertindak secara tepat, mampu memotivasi diri sendiri, berani mengambil resiko, dan
berorientasi pada masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di
SMA Negeri 8 Surakarta.
Penelitian ini menggunakan teknik matching dengan membandingkan skor
motivasi berprestasi subyek antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Kelompok eksperimen dalam penelitian ini diberikan perlakuan berupa pelatihan
kecerdasan adversitas selama dua kali pertemuan dengan waktu 240 menit. Pelatihan
diberikan oleh dua fasilitator dan tiga ko-fasilitator dengan metode presentasi dan
tayangan video serta materi pelatihan yang telah disusun oleh peneliti dalam modul.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Skala Motivasi Berprestasi
dengan nilai validitas 0,391 sampai 0,844 dan nilai reliabilitas 0,952.
Berdasarkan uji hipotesis dengan uji Independent Sample T Test didapatkan
nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,447 > 2,035) dan P value kurang dari
0,05 (0,002 < 0,05) dan uji hipotesis dengan uji Paired Sample T Test didapatkan
nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,241 > 2,120) dan P value kurang dari
0,05 (0,005 < 0,05) sehingga pelatihan kecerdasan adversitas memiliki pengaruh
dalam meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8
Surakarta.
Kata kunci : Pelatihan kecerdasan adversitas, Motivasi berprestasi
xi
EFFECT OF ADVERSITY INTELLIGENCE TRAINING
ON ACHIEVEMENT MOTIVATION TO STUDENT IN CLASS X
SMA NEGERI 8 SURAKARTA
Redydian Adhitya Nugraha
G0106081
ABSTRACT
Each student has the same goal which is successful in his studies. In reaching
for success there are barriers that must be traversed, among them is a lazy, not
conducive learning ambience, not like a particular subject, and so on. Students are
required to attempt to resolve the problems encountered with regard to the barriers.
The efforts undertaken this is concrete student's efforts to achieve success. Someone
who is able to transform obstacles into success opportunities have a higher
intelligence adversitas. Individuals who have the intelligence of a high adversity is
the individual who is optimistic, think and act in a timely, unable to motivate
themselves, dare to take risks, and future-oriented. This research aims to determine
the influence of adversity intelligence training against an accomplished student
motivation in class X in SMA Negeri 8 Surakarta.
This research uses the technique of matching by comparing scores between
the subjects group motivation accomplished control and experimental groups. Group
experiment in this study were given preferential treatment in the form of training of
intelligence adversity during a meeting with twice the time 240 minutes. Training
provided by the two facilitators and three cofacilitator with method presentation and
video footage as well as training materials have been compiled by researchers in the
module. Data retrieval is performed using the Achievement Motivation Scale with
the value of the validity 0,391 to 0,844 and reliability value 0,952.
Based on the hypothesis test by Independent Sample T Test obtained value t
count bigger than t table (3.447> 2.035) and P values less than 0.05 (0.002 <0.05)
and hypotheses test by Paired Sample T Test obtained value of t count bigger than t
table (3.241> 2.120) and P values less than 0.05 (0.005 <0.05) so that adversity
intelligence training has an influence in improving student achievement motivation
in class X in SMA Negeri 8 Surakarta.
Key words: Training adversity intelligence, achievement motivation
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
ABSTRACT ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Motivasi Berprestasi ................................................................. 15
1. Pengertian Motivasi Berprestasi ......................................... 15
xiii
2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi ..................................... 17
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi .. 21
4. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi ...... 25
B. Pelatihan Kecerdasan Adversity ............................................... 28
1. Pelatihan ............................................................................. 28
2. Kecerdasan Adversitas ....................................................... 37
3. Pelatihan Kecerdasan Adversitas ....................................... 46
C. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap Motivasi
Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta .. 48
D. Kerangka Pemikiran ................................................................. 52
E. Hipotesis ................................................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 53
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 53
1. Motivasi Berprestasi ........................................................... 53
2. Pelatihan Kecerdasan Adversitas ........................................ 53
C. Desain Penelitian ...................................................................... 57
D. Populasi, Sampel, dan Sampling ............................................... 61
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 62
F. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................... 65
1. Skala ................................................................................... 65
2. Modul ................................................................................. 65
G. Metode Analisis Data ............................................................... 66
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian .................................................................. 67
1. Orientasi Tempat Penelitian ............................................... 67
2. Persiapan Administrasi ....................................................... 69
3. Persiapan Alat Ukur ........................................................... 69
4. Persiapan Eksperimen ......................................................... 72
5. Pelaksanaan Uji Coba ......................................................... 74
6. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ............................... 76
7. Penyusunan Alat Ukur ........................................................ 78
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Pelaksanaan Pengambilan Data Pretest .............................. 81
2. Penentuan Subyek Penelitian ............................................. 82
3. Pelaksanaan Eksperimen .................................................... 84
4. Pelaksanaan Pengambilan Data Postest ............................. 90
C. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis Kuantitatif ................................................... 91
2. Hasil Analisis Kualitatif ..................................................... 102
D. Pembahasan .............................................................................. 125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 133
B. Saran ......................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 136
LAMPIRAN .................................................................................................... 141
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan Materi Pelatihan Kecerdasan Adversitas ...................... 54
Tabel 2 Aspek dan Kriteria Evaluasi Proses ................................................ 55
Tabel 3 Blueprint (Kisi-kisi) Skala Motivasi Berprestasi ............................ 49
Tabel 4 Distribusi Skala Motivasi Berprestasi ............................................. 71
Tabel 5 Nilai Tes Evaluasi Materi Uji Coba Modul .................................... 75
Tabel 6 Nilai Pemahaman Materi Uji Coba Modul ..................................... 76
Tabel 7 Distribusi Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba ................. 78
Tabel 8 Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach ............................................ 79
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Motivasi Berprestasi untuk Penelitian ....... 80
Tabel 10 Subyek Kelompok Kontrol ............................................................. 83
Tabel 11 Subyek Kelompok Eksperimen ....................................................... 83
Tabel 12 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................... 92
Tabel 13 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 94
Tabel 14 Hasil Uji Homogenitas .................................................................... 95
Tabel 15 Uji Independent Sample T Test ....................................................... 96
Tabel 16 Uji Paired Sample T Test Kelompok Eksperimen ........................... 98
Tabel 17 Uji Paired Sample T Test Kelompok Kontrol .................................. 99
Tabel 18 Hasil Analisis Evaluasi Proses Pelatihan ........................................ 100
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Keberhasilan dan Kegagalan dalam Pengalaman Belajar .......... 9
Gambar 2 Siklus Experiential Learning ..................................................... 33
Gambar 3 Bagan Kerangka Pemikiran ....................................................... 52
Gambar 4 Desain Penelitian Non Randomized Control Group
Pretest-Postest Design ............................................................... 58
Gambar 5 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ............................................... 59
Gambar 6 Rata-rata Skor Motivasi Berprestasi Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol .............................................................. 93
Gambar 7 Skor Motivasi Berprestasi Subyek Kelompok Eksperimen
Sebelum (pretest) dan Sesudah (postest) Pelatihan ................... 102
Gambar 8 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE1Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 103
Gambar 9 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE2 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 105
Gambar 10 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE3 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 106
Gambar 11 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE4 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 107
Gambar 12 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE5 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 109
xvii
Gambar 13 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE6 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 110
Gambar 14 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE7 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 111
Gambar 15 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE8 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 113
Gambar 16 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE9 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 114
Gambar 17 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE10 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 115
Gambar 18 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE11 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 117
Gambar 19 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE12 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 118
Gambar 20 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE13 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 119
Gambar 21 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE14 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 120
Gambar 22 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE15 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 121
Gambar 23 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE16 Sebelum dan
Sesudah Pelatihan ...................................................................... 123
xviii
Gambar 24 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE17 Sebelum dan
Sebelum dan Sesudah Pelatihan ................................................ 124
Gambar 25 Grafik Perbedaan Rata-rata Skor Motivasi Berprestasi
Pretest dan Postest Pelatihan Pada Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol .............................................................. 127
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Detail Rancangan Pelatihan ... ............................................... 141
Lampiran B Skala untuk Try Out dan Penelitian ... ................................... 144
Lampiran C Penjelasan Pelatihan ............................................................... 158
Lampiran D Evaluasi Proses dan Hasil Pelatihan ..................................... 162
Lampiran E Modul Pelatihan Kecerdasan Adversitas ............................... 166
Lampiran F Tabulasi Try Out, Pretest, Postest, dan Pengkategorian
Tingkat Motivasi Berprestasi ................................................. 179
Lampiran G Uji Validitas, Reliabilitas, dan Hipotesis .............................. 192
Lampiran H Dokumentasi Penelitian ........................................................ 201
Lampiran I Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Penelitian .......... 205
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bersamaan dengan lajunya arus reformasi dalam dunia pendidikan,
berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia
terus dilakukan, akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling
melengkapi dan penyempurnaan peraturan-peraturan dengan kebutuhan saat ini.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Amanat tersebut diselenggarakan melalui suatu sistem pendidikan nasional
secara menyeluruh dalam segenap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut terus menerus dilakukan
tetapi berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang
berarti. Sebagai contoh, Pemerintah telah menaikkan standar nilai kelulusan SMA
dari tahun ke tahun dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Namun tetap saja pada kenyataannya setiap tahun angka ketidaklulusan siswa
1
2
masih tergolong tinggi. Motivasi berprestasi siswa menjadi salah satu bidikan
peneliti untuk meneliti sajauh mana pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa
dalam dunia pendidikan, terutama untuk sekolah menengah atas.
Motivasi berprestasi merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam
proses pendidikan maupun dalam proses melaksanakan tugas dalam kehidupan
sehari-hari. Motivasi berprestasi dapat dilihat sebagai kondisi internal atau
eksternal yang mempengaruhi bangkitnya, arahnya, serta tetap berlangsungnya
suatu kegiatan atau tingkah laku (Martin dan Briggs, 1986). Motivasi berprestasi
seseorang dapat dilihat atau disimpulkan dari adanya usaha yang ajeg, adanya
kecenderungan untuk bekerja terus meskipun sudah tidak berada di bawah
pengawasan, atau adanya kesediaan mempertahankan kegiatan secara sukarela
kearah penyelesaian suatu tugas. Motivasi acapkali dikaitkan dengan prestasi,
yaitu sebagai faktor yang menjadi penyebab keberhasilan atau kegagalan
seseorang dalam melaksanakan tugas.
Weiner (1985) seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat
mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau kesuksesan
adalah : (1) usaha, (2) kemampuan, (3) orang lain, (4) emosi, (5) tingkat kesulitan
tugas, dan (6) keberuntungan. Berkaitan dengan usaha dan kemampuan, Bandura
(1982) mengemukakan bahwa bila seseorang memiliki rasa yang kuat tentang
kemampuan dirinya (self efficacy), maka akan mendesak usaha yang lebih besar
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang daripada orang yang memiliki
keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi)
yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada
3
aspek percaya diri, yaitu bahwa ia akan merasa yakin dengan kemampuannya
untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu.
Studi mengenai motivasi mencakup daerah yang sangat luas. Namun
demikian, menurut Martin dan Briggs (1986) cara penglihatannya dapat dilakukan
dari dua segi, yaitu melihat motivasi sebagai faktor internal atau sebagai faktor
eksternal. Tinjauan internal melihat motivasi terutama dari segi perspektif
individu. Pusat perhatiaannya terletak pada usaha untuk memahami bagaimana
motivasi dipengaruhi oleh cara individu memberikan arti kepada sebab-sebab
keberhasilan maupun kegagalannya, atau bagaimana motivasi dipengaruhi oleh
pengharapan (expectancy) terhadap hasil yang akan diperolehnya. Studi mengenai
motivasi sebagai faktor internal muncul dalam bentuk topik-topik yang bervariasi,
seperti minat (interest), hasrat ingin tahu (curiousity), harga diri (self-esteem),
kecemasan (anxiety), motivasi untuk berprestasi (achievement motivation),
atribusi (attribution), tingkat aspirasi (levels of aspirations), teori penguatan
(reinforcement theory), letak pengendalian (locus of control), motif berkuasa
(power motives), ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpessness),
penilaian terhadap kefeektifan diri sendiri (self efficacy), dan pengharapan
(expectancy).
Tinjauan kedua melihat motivasi sebagai suatu yang dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar. Misalnya struktur sosial sekolah, iklim sekolah, dan
besar kecilnya sekolah dapat mempengaruhi motivasi. Sekolah yang kecil
diperkirakan dapat membangkitkan partisipasi aktif siswa serta mendorong
4
munculnya rasa tanggung jawab dan cenderung menimbulkan dampak yang lebih
bersifat pribadi.
Eccles dan Wagfield (2002) menyatakan bahwa motivasi berprestasi
memiliki hubungan dengan nilai dan ekspektansi kesuksesan. Menurut Rokeach
(1980) nilai merujuk pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan,
keburukan, dan keindahan. Nilai (value) merupakan pikiran-pikiran yang dimuat
secara afektif tentang objek, ide-ide, tingkah laku, dan lainnya, yang menentukan
tingkah laku, tetapi tidak wajib untuk melakukannya. Nilai-nilai kemandirian,
keunggulan, dan semangat berprestasi perlu ditanamkan sedini mungkin sehingga
pada saat usia seseorang memasuki usia produktif mereka dapat menghasilkan
keluaran yang baik disertai sikap dan ketahanan mental yang matang.
Eccles (dalam Eccles dan Wigfield, 2002; Wigfield, dkk, 2004)
memberikan definisi ekspektansi kesuksesan (expectancy for success) sebagai
keyakinan individu tentang bagaimana mereka dapat melakukan sesuatu di masa
depan dimana keyakinan tersebut didasari oleh kemampuannya yang dimiliki.
Keyakinan seperti ini sangat penting untuk memotivasi seseorang meraih
keberhasilan. Dukungan terhadap pernyataan ini sampai sekarang dapat dilihat
dengan banyaknya buku tentang kesuksesan yang mengemukakan bahwa kunci
kesuksesan ditentukan oleh keyakinan, harapan, keinginan, motivasi, dan impian
(Elfiki, 2003; Schwartz, 1996).
Menurut Mahmud (1989) masa remaja merupakan masa yang penting bagi
perkembangan prestasi. Dimana pada masa ini, remaja dituntut untuk terus
berkembang dan meraih prestasi setinggi mungkin karena selama masa remaja
5
inilah remaja membuat keputusan penting sehubungan dengan masa depan
pendidikan.
Selain mementingkan prestasi, Piaget (dalam Santrock, 2001)
menambahkan bahwa salah satu ciri pemikiran operasional formal remaja adalah
bahwa pada tahap perkembangannya, remaja memiliki pemikiran idealis. Dalam
pemikiran yang idealis ini, remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal mereka
dan orang lain dengan menggunakan standar-standar. Sementara pada masa anak-
anak lebih berpikir tentang apa yang nyata dan apa yang terbatas. Selama masa
remaja, pemikiran-pemikiran sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan.
Salah satu ciri remaja adalah menginginkan sistem nilai dan kaidah yang serasi
dengan kebutuhan atau keinginannya tidak selalu sama dengan sistem nilai dan
kaidah yang dianut oleh orang dewasa.
Haldane (dalam Sia, 2001) mengatakan bahwa prestasi adalah sebuah
pengalaman yang memberi seseorang suatu gabungan perasaan seperti perasaan
bahwa dia telah melakukan sesuatu secara baik, perasaan senang dalam
melakukan hal tersebut, perasaan bangga terhadap apa yang telah dilakukannya.
Namun, penurunan prestasi di dalam kelas dapat membuat siswa merasa rendah
diri. Spencer dan Wlodkowski (dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa prestasi
yang tinggi membawa kebanggaan bagi siswa, dan sebaliknya kegagalan
mencapai prestasi yang diinginkan terkadang membawa rasa malu bagi yang
bersangkutan. Hal tersebut terlihat ketika peneliti berkesempatan mengadakan
konseling di SMA Negeri 8 Surakarta dimana pada kesempatan tersebut peneliti
melakukan konseling dengan beberapa siswa. Menurut para siswa tersebut
6
keinginan bersaing dan mendapat prestasi yang terbaik selalu ada. Akan tetapi jika
prestasi para siswa tersebut menurun atau tidak sesuai target yang ditetapkan
maka perasaan “down” (rendah diri) dan perasaan bahwa siswa yang bersangkutan
merupakan siswa terbodoh dalam kelas tersebut selalu muncul, padahal siswa
tersebut telah berusaha keras belajar bahkan diantaranya ada yang menambah jam
belajar.
Monte dan Lifrieri (dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa setiap siswa
memiliki keinginan kuat untuk berprestasi dan memiliki kemampuan untuk
meraih prestasi tersebut. Akan tetapi saat prestasi yang diperoleh tidak sebanding
dengan usaha yang dikerahkan, para siswa cenderung merasa sia-sia dan
membuang waktu. Beberapa siswa cenderung merasa bahwa mereka tidak mampu
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, sehingga prestasi yang diperoleh
kurang memuaskan. Hal itu membuat siswa cenderung memilih untuk
mendapatkan prestasi yang rendah daripada membuktikan bahwa mereka tidak
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa dengan tingkat inteligensi yang tinggi belum tentu menghasilkan
prestasi yang tinggi, demikian juga siswa dengan tingkat inteligensi yang rendah,
belum tentu menghasilkan prestasi yang rendah juga. Ada faktor lain yang
berpengaruh dalam menentukan keberhasilan siswa, salah satunya yaitu adanya
dorongan dari siswa itu sendiri untuk berprestasi. Dorongan untuk berpestasi
dalam diri siswa sangat dibutuhkan untuk bisa menimbulkan semangat pada diri
siswa dalam mencapai target prestasi atau standar yang diinginkan. Dorongan
berprestasi ini disebut juga dengan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi
7
diperlukan para siswa untuk bisa berprestasi sesuai dengan tuntutan yang ada. Hal
tersebut didukung dengan pendapat Gellerman (1984), yang mengatakan bahwa
pada umumnya orang yang mempunyai tingkat motivasi berprestasi tinggi
biasanya lebih gigih, realistis, dan lebih suka bertindak.
Penelitian yang dilakukan Widyaningrum dan Rachmawati (2007)
menyebutkan bahwa 150 siswa di SMAN 1 Kasihan Bantul yang memiliki
kecerdasan adversitas menunjukkan prestasi belajar yang tinggi, begitu pula
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi tidak semata-mata bergantung
pada IQ dan EQ seseorang, tetapi juga terkait dengan daya juang seseorang
(kecerdasan adversitas). Hellen Keller dengan ketahanannya mengatasi kesulitan,
keingintahuannya serta kecerdasannya mampu membuatnya berprestasi dalam
berbagai bidang (Crow, 2000).
Hasil penelitian Mulyani (2006), menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika,
dengan koefisien korelasi sebesar 0,88548 pada taraf signifikansi 1%. Penelitian
dari Averoes (2011) mengungkap bahwa motivasi berprestasi dapat meningkatkan
prestasi belajar, yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,931 pada taraf
signifikansi 1%.
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.
Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu,
khususnya ranah rasa siswa, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil
belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang
dapat dilakukan sekolah dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan
8
perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat
mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai proses hasil belajar siswa, baik
yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Muhibbin, 2004).
Subjek penelitian yang diambil adalah siswa-siswi SMA Negeri 8
Surakarta. Penulis memilih lokasi ini karena peneliti ingin mengetahui seberapa
besar motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa-siswi kelas X di SMA Negeri
8 Surakarta. Berkaitan dengan subjek penelitian adalah siswa-siswi sekolah
menengah atas, peneliti berupaya mencari informasi tentang data siswa yang
mengikuti Ujian Akhir Nasional di Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kota Surakarta.
Data yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
(Disdikpora) Kota Surakarta menyebutkan dari seluruh SMA negeri dan swasta di
Kota Surakarta sebanyak 37 sekolah, hanya 16 SMA yang siswanya berhasil lulus
100%. Dalam harian Solopos tanggal 15 Mei 2011, hasil wawancara pihak
Solopos dengan Budi Setiono, Sekretaris II Panitia UN 2011 Kota Surakarta,
mengungkapkan 21 sekolah dari 37 SMA negeri dan swasta tidak berhasil lulus
100%. Sedangkan untuk kelompok SMK, dari 45 sekolah yang ada di Kota Solo,
33 sekolah lulus 100%. Untuk kategori MA, dua sekolah lulus 100% dan dua
lainnya tidak.
Dibandingkan tahun 2010, angka ketidaklulusan siswa dalam UN 2011 di
Kota Surakarta memang mengalami penurunan yang signifikan. Di kelompok
SMA/MA, tingkat kelulusan di UN 2010 tercatat hanya 91,7% dengan jumlah
siswa tidak lulus sebanyak 209 siswa. Jumlah itu merosot drastis karena di UN
tahun 2011 jumlah siswa tidak lulus 113 siswa. Namun melihat persentase
ketidaklulusan yang masih tinggi berada di SMA Negeri 8 Surakarta pada tahun
9
2011 ini, menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti kaitannya dengan motivasi
berprestasi siswa di sekolah tersebut.
Setiap siswa memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk berprestasi.
Menurut Nolker dan Scoenfeldt (1988), pengukuhan (reinforcement) memiliki
peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi proses belajar. Pengukuhan
terjadi apabila pihak yang belajar dapat melihat bahwa upayanya membawa hasil
baik. Jika proses saling memperkukuh antar kegiatan belajar serta berlangsungnya
cukup lama secara lancar, siswa bersangkutan akan memperoleh motivasi belajar
dan prestasi yang kukuh. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa mekanisme ini juga
bekerja ke arah negatif. Jika siswa selama jangka waktu panjang sering
mengalami kegagalan dalam kegiatan belajarnya, maka pada dirinya timbul
perkiraan akan gagal lagi. Harapan negatif ini akan menghalangi timbulnya
motivasi belajar. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini:
Gambar 1
Keberhasilan dan Kegagalan dalam Pengalaman Belajar
(Nolker dan Scoenfeldt, 1988)
Pelajar
Perkiraan gagal
Harapan berhasil
Keberhasilan
Motivasi belajar
Pengukuhan
positif
Hambatan belajar
Pengukuhan
negatif
Ketakutan berprestasi,
keengganan berprestasi
Keinginan berprestasi,
kepercayaan
pada diri sendiri
10
Motivasi sangat penting karena siswa yang mempunyai motivasi akan
lebih berhasil ketimbang siswa yang tidak memiliki motivasi (Hamalik, 1992).
Hal ini dipertegas oleh Imron (1996) yang menyatakan bahwa motivasi belajar
memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat, dan rasa senang
dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi memiliki energi yang
banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dengan kata lain siswa yang
mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat
sedikit pula kesalahan dalam belajarnya.
Manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di
atas kemampuan lain, seperti yang diungkapkan oleh David C. McClelland
(Thoha, 2008). McClelland menyebutkan adanya need for Achievement disingkat
n-Ach dan motif berprestasi pada diri individu. Motif berprestasi ialah keinginan
untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh kebanggan dan
pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Sementara n-Ach adalah
dorongan untuk meraih sukses gemilang hasil yang sebaik-baiknya menurut
standar terbaik.
Kemampuan mengatasi kesulitan / tantangan diperlukan dalam perjalanan
individu guna meraih kesuksesan. Stoltz (2000) menyatakan individu dengan
kemampuan mengatasi kesulitan rendah memiliki sikap pesimis dan mudah putus
asa, mereka cenderung berpikir bahwa setiap persoalan hidup yang dihadapi selalu
bersumber dari diri sendiri. Berbeda dengan individu yang memiliki kemampuan
mengatasi kesulitan tinggi, Stoltz (2000) menyatakan bahwa individu dengan
kemampuan mengatasi kesulitan tinggi cenderung memiliki sikap optimis dan
11
memandang kesulitan yang dihadapinya tidak bersifat permanen sehingga sangat
mungkin untuk ditemukan penyelesaiannya. Pada individu yang memiliki sikap
optimis masalah dipahami sebagai suatu yang dapat dibatasi sehingga tidak
meluas ke seluruh sisi kehidupan. Individu dengan kemampuan tinggi dalam
mengatasi kesulitan akan mengubah kemalangan yang dihadapinya menjadi
kesuksesan dan individu akan belajar dari kegagalan yang dialami. Hal ini juga
berlaku dalam dunia pendidikan. Dengan memiliki kemampuan mengatasi
kesulitan yang tinggi maka siswa tidak akan mudah putus asa dan merasa rendah
diri saat mengetahui bahwa prestasinya menurun atau tidak sesuai target yang
ditetapkan, bahkan kegagalan tersebut akan membuat siswa bersemangat belajar
untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
Mortel (2000) mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu
dihargai. Lebih lanjut Mortel (2000) juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah
suatu pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan
pendekatan yang berbeda. Seiring dengan itu Maxwell (2004), mengungkapkan
bahwa perbedaan antara individu yang berprestasi biasa dengan individu yang
prestasinya luar biasa adalah persepsinya tentang kegagalan serta bagaimana
responnya terhadap kegagalan.
Wetner (dalam Stoltz, 2000) mengatakan bahwa individu yang mengubah
kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau
pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan
kemudian maju terus. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat
bagaimana menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru.
12
Menurut Maxwell (2004), ada tujuh kemampuan yang dibutuhkan untuk
mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu: (l) para peraih prestasi pantang
menyerah dan tidak jemu-jemunya mencoba karena tidak mendasarkan harga
dirinya pada prestasi, (2) para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai
sementara sifatnya, (3) para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai
insiden-insiden tersendiri, (4) para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang
realistik, (5) para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan-
kekuatannya, (6) para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam
meraih prestasinya, dan (7) para peraih prestasi mudah bangkit kembali.
Berdasarkan uraian di atas peneliti melihat bahwa setiap individu
membutuhkan kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi kesulitan
dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi para peserta didik. Oleh karena itu
peneliti merasa bahwa para siswa membutuhkan pelatihan yang sesuai untuk
meningkatkan kemampuan dalam menghadapi tantangan atau kesulitan-kesulitan
yang akan dihadapi, salah satunya dengan memberikan pelatihan kecerdasan
adversitas. Diharapkan, setelah dilakukan pelatihan kecerdasan adversitas tersebut
siswa akan lebih memiliki kemampuan untuk menghadapi kesulitan dengan lebih
baik, lebih mampu meningkatkan motivasi berprestasi, dan dapat memperoleh
keberhasilan sesuai yang diharapkan selama ini. Oleh sebab itu, peneliti
berinisiatif mengambil judul “Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap
Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta”.
13
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh pelatihan kecerdasan
adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8
Surakarta?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi
berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi wahana
perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan
dengan motivasi berprestasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat membangun jiwa semangat di dalam
meningkatkan kualitas individu yang berada di SMA Negeri 8 Surakarta.
b. Bagi Guru
1) Apabila penelitian ini terbukti maka guru dapat menambahkan metode
atau cara pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
14
2) Sebagai bahan tambahan masukan untuk guru dalam meningkatkan
motivasi berprestasi siswa.
c. Bagi Siswa
1) Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi berprestasi
para siswa di SMA Negeri 8 Surakarta.
2) Membantu, mendorong siswa mencapai pengembangan diri,
menumbuhkan rasa percaya diri, menghilangkan rasa takut dalam
melaksanakan tugas dan mengerjakan ujian bagi siswa SMA Negeri 8
Surakarta.
d. Bagi Peneliti Lain
1) Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian
di masa yang akan datang.
2) Memberikan informasi terkait tentang pelatihan kecerdasan adversitas
dan motivasi berprestasi pada siswa.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian Motivasi Berprestasi
Konsep motivasi berprestasi adalah bentuk yang lebih spesifik dari motif.
Motif menurut Suryabrata (2004) adalah keadaan dalam pribadi orang yang
mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai
sesuatu tujuan. Nashar (2004) mengemukakan motif ialah sesuatu yang
mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Freud (dalam Nashar,
2004) mengungkapkan bahwa motif merupakan energi dasar yang terdapat
dalam diri seseorang.
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani
untuk berbuat. Chaplin (2002) istilah motivasi secara umum diartikan sebagai
variabel yang ikut campur tangan yang menimbulkan faktor-faktor tertentu untuk
membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku
menuju satu sasaran.
Atkinson (1996) mendefinisikan motivasi sebagai faktor-faktor yang
menguatkan perilaku dan memberikan arahannya. Woolfolk (2004) berpendapat,
motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu, memberi arah, dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
15
16
McClelland (1987), menggunakan istilah n-Ach (need for achievement)
atau motivasi berprestasi yaitu kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi.
Motivasi berprestasi ditemukan pada pikiran yang berhubungan dengan
melakukan sesuatu yang baik, lebih baik dari sebelumnya dan lebih efisien.
Motivasi berprestasi dalam perilaku individu ada dua kecenderungan yaitu:
(a) Individu yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan (tendency to
approach success), dan (b) Individu yang berusaha untuk menghindari kegagalan
(tendency to avoid failure). Dalam perilaku tampak individu yang tinggi motivasi
berprestasinya akan memperlihatkan perilaku individu yang cenderung mengejar
atau mendekati kesuksesan dan individu dengan motivasi berprestasi rendah akan
menonjolkan usaha untuk menghindari kegagalan atau ketakutan akan kegagalan
(Atkinson, 1996).
Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong individu dalam
mencapai sukses dan tujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan beberapa
ukuran keberhasilan, yaitu dengan membandingkan prestasi. Selanjutnya, As’ad
(1991) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah kebutuhan untuk berbuat
lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas
lebih sukses, untuk mencapai prestasi yang tinggi.
Gage dan Berliner (1992) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah
motivasi untuk sukses, untuk menjadi yang terbaik dalam sesuatu hal. Hollyforde
dan Whiddet (2003) menyatakan basis dari motivasi berprestasi adalah kekuatan
untuk mencapai kesuksesan. Tentunya setiap individu memiliki definisi tentang
kesuksesan pada diri mereka masing-masing. Semakin sukses seseorang mencapai
17
tujuannya, semakin seseorang tersebut memiliki kepuasan dan pengalaman dalam
pencapaiannya, sebab itu mereka akan berjuang untuk melakukan dan
mendapatkan hal tersebut di masa yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa motivasi
berprestasi adalah dorongan dari dalam diri individu untuk mencapai suatu
kesuksesan dengan selalu berusaha mengatasi segala rintangan yang menghambat
pencapaian tujuannya.
2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi
Setiap individu mempunyai aspek-aspek dalam motivasi berprestasi yang
berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, ada individu yang
memiliki motivasi untuk berprestasi tinggi ada pula individu yang memiliki
motivasi untuk berprestasi rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Murray
(1990), aspek-aspek motivasi berprestasi adalah:
a. Mempunyai perasaan yang kuat untuk mencapai tujuan dengan hasil yang
sebaik-baiknya.
b. Memiliki tanggung jawab pribadi yang besar, mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan menentukan masa depannya, sehingga apa yang
dicita-citakan berhasil.
c. Mempergunakan umpan balik untuk mentukan tindakan yang lebih efektif
guna mencapai prestasi, kegagalan-kegagalan yang dialami tidak membuatnya
putus asa, melainkan sebagai pelajaran untuk berhasil.
18
d. Cenderung mengambil resiko “sedang” dalam arti tindakan-tindakannya
sesuai dengan batas kemampuan yang dimilikinya.
e. Cenderung bertindak secara kreatif dan inovatif.
f. Menyukai hal-hal baru yang penuh tantangan.
Lebih lanjut, McClelland (1987) menerangkan enam aspek motivasi
berprestasi yaitu sebagai berikut:
a. Mempunyai tanggung jawab pribadi atas segala perbuatannya
Individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk
melakukan sendiri apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mereka
akan berusaha untuk menyelesaikannya dan tidak akan meninggalkan tugas
tersebut walaupun semakin sulit sebelum menyelesaikannya. Individu ini juga
mempunyai pandangan bahwa apapun hasil yang didapatkan adalah karena
usahanya sendiri sehingga ia tidak akan menyalahkan orang lain apabila terjadi
kegagalan.
b. Memperhatikan umpan balik atas perbuatan atau tugas yang dilakukannya
Individu akan memaknakan umpan balik sebagai suatu masukan yang
penting, dimana ia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
melakukan suatu hal tertentu sehingga informasi tersebut dapat menjadi
pedoman bagi perbuatannya di kemudian hari. Hal ini membuat individu
dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai keterbukaan tentang umpan
balik, aktif mencari umpan balik, dan senang mencari umpan balik.
19
c. Resiko pemilihan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan menetapkan tujuan
prestasi yang realistis, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka
lebih suka bekerja dengan tantangan moderat yang menjanjikan kesuksesan,
tidak suka melakukan pekerjaan yang mudah dimana tidak ada tantangan
sehingga ada kepuasan untuk kebutuhan berprestasinya. Apabila menemui
tugas yang sukar dapat dikerjakan dengan membagi tugas menjadi beberapa
bagian yang tiap bagian tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.
d. Tekun dan ulet dalam bekerja
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau
tekun dalam mengerjakan tugas walaupun tugas tersebut menjadi semakin sulit.
Mereka akan menetapkan tujuan yang realistis yang sesuai dengan
kemampuan, berusaha dengan keras mencapai tujuan dan akan mengatur
dirinya agar dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif. Sekalipun menemui
kesulitan, ia akan memandang kesulitan tersebut sebagai suatu tantangan dan
merasa yakin dapat mengatasinya dengan kerja keras dan pantang mundur.
e. Dalam melakukan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan
Sebelum melakukan suatu hal, individu cenderung membuat
perencanaan secara matang dan mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang
diperlukan agar apa yang akan dilakukannya berhasil dengan baik sesuai
rencana. Disamping itu individu juga mampu mengadakan antisipasi bencana
untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya.
20
f. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang kreatif
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi senang bekerja dalam
situasi dimana ia dapat mengontrol hasilnya. Individu berusaha mencari cara
untuk mengerjakan suatu hal dengan lebih baik, suka melakukan pekerjaan
yang tidak biasa atau unik sifatnya serta senang bertindak kreatif dengan
mencari cara untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin.
Menurut pandangan Syah (2001), individu yang memiliki motivasi
berprestasi terdapat aspek-aspek:
a. Ingin menyaingi atau mengungguli orang lain.
b. Berupaya untuk meningkatkan harga diri melalui penyaluran
bakat/kemampuan secara sukses.
c. Ingin mengusai.
d. Memanipulasi dan mengatur lingkungannya agar dapat menunjang pencapain
prestasi.
e. Ada kebutuhan yang besar untuk bisa mandiri dan mencapai standar tinggi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti sependapat dengan
McClelland (1987) tentang aspek-aspeknya, antara lain menyenangi tugas atas
tanggung jawab pribadi, menyenangi umpan balik atas perbuatan yang dilakukan,
menyenangi tugas yang penuh tantangan, tekun dan ulet dalam bekerja,
melaksanakan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan, keberhasilan
tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya. Peneliti sependapat
dikarenakan aspek-aspek tersebut cocok untuk diterapkan untuk kalangan pelajar
terutama pada siswa SMA.
21
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Perbuatan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor yang mendorong
dirinya untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku tertentu untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Tidak ada manusia yang mengerjakan suatu aktifitas atau
pekerjaan tertentu kalau tidak ada tujuan yang ingin dicapainya. Faktor pendorong
itu disebut motif sehingga masing-masing akvifitas atau pekerjaan yang dilakukan
oleh manusia akan selalu didasari oleh suatu motif tertentu.
Motivasi berprestasi sebagai pendorong individu untuk mengatasi
tantangan, rintangan dalam mencapai tujuan-tujuannya dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi menurut
Mc.Clelland (1987) diantaranya yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal
1) Keadaan jasmani. Keadaan jasmani baik yang bersifat bawaan atau bukan
bersifat bawaan, antara lain bentuk wajah, tinggi badan, warna kulit dan
sebagainya. Cacat fisik yang dimiliki individu akan dapat menghambat
dirinya untuk mempunyai motif berprestasi yang tinggi.
2) Usia. Kesadaran akan usia yang semakin bertambah menjadi suatu
pendorong seseorang untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Dalam hal
ini bahwa orang yang berusia lebih tua akan semakin banyak
berpengalaman dalam kehidupan dan mempunyai suatu kiat-kiat tertentu
untuk menghindari kegagalan dan tidak akan melakukan kegagalan yang
sama.
22
3) Inteligensi. Inteligensi akan mempengaruhi motif berprestasi seseorang,
semakin tinggi tingkat inteligensi akan semakin tinggi pula motif
berprestasinya.
4) Kepribadian. Tiap-tiap individu mempunyai sifat-sifat kepribadian yang
berbeda antara individu yang satu dengan yang lain..
5) Minat. Individu yang mempunyai minat untuk belajar, berkompetisi dan
tidak mengharapkan kegagalan akan mempunyai motif berprestasi yang
tinggi.
6) Citra Diri yaitu gambaran seseorang mengenai dirinya. Seseorang yang
mempunyai citra diri positif akan tampak percaya diri, aktif dan berani
dalam menghadapi sesuatu. Sebaliknya seseorang yang memiliki citra diri
negatif akan tampak ragu-ragu, kurang percaya diri dan kurang berani
dalam menghadapi sesuatu meskipun sebenarnya memiliki kemampuan.
Dilihat dari ciri-ciri yang ada maka individu yang mempunyai citra diri
positif akan memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi daripada individu
yang memiliki citra diri negatif.
7) Keberhasilan yang pernah dicapai. Keberhasilan dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan memiliki arti bahwa individu mampu mengatasi
kesulitan dan tantangan yang dihadapi keberhasilan ini akan
menumbuhkan kepercayaan pada diri serta penghargaan atas usaha yang
dilakukannya, dalam pandangan yang positif pada dirinya akan
menimbulkan suatu harapan baru untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
23
8) Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh pada
kebutuhan-kebutuhannya. Individu yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi akan menuntut timbal balik yang nyata, misalnya: mempunyai
aspirasi yang realistik pada dirinya. Individu yang berpendidikan tinggi
akan lebih banyak menuntut peranan bagi dirinya dibandingkan dengan
individu yang berpendidikan rendah.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan Keluarga. Terbentuknya motivasi berprestasi bersumber dari
cara-cara orang tua mendidik dan mengasuh anak. Orang tua yang
mendidik anaknya untuk berusaha menentukan sendiri apa yang sebaiknya
dilakukan dan mampu mengerjakan tugas-tugasnya tanpa bantuan orang
lain, disertai dengan sikap orang tua yang selalu menghargai setiap prestasi
yang telah dicapai anak, akan menumbuhkan motivasi berprestasi yang
tinggi pada anak. Latihan yang diberikan oleh orang tua untuk percaya
pada diri sendiri dapat membantu timbulnya motivasi berprestasi, sesuai
dengan perkembangannya.
2) Lingkungan Masyarakat. Yaitu tempat individu hidup dan bergaul,
kegiatan masyarakat, budaya, tradisi, nilai hidup dan pola hidup yang
dianut masyarakat lingkungannya. Semua itu dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi individu. Motivasi berprestasi berkembang karena
pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan kebebasan
pada anggota. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh
kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan perkembangan
24
kebebasan pada anggota keluarganya. Orang tua umumnya mengasuh
anak-anaknya sesuai dengan pola hidup yang dianut dilingkungannya.
Haditono (1984) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi bukanlah
aspek genetik sehingga pembentukan sangat ditentukan oleh berbagai faktor dari
luar yang terus berkembang sebagai suatu pengalaman yang mempengaruhi
individu, faktor dari luar yang dimaksud dapat berasal dari keluarga, sekolah, dan
lain-lain. Individu yang dibesarkan pada keluarga yang sangat mengahargai
prestasi sehingga dalam kehidupannya kelak pencapaian sebuah prestasi dalam
berbagai hal adalah sesuatu yang memang harus dia capai. Sebaliknya apabila
dalam keluaga tidak ada penghargaan yang diberikan jika ia menunjukkan suatu
prestasi, maka motivasi berprestasi yang bersangkutanpun tidak akan optimal.
Nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat juga mempengaruhi tinggi
rendahnya motivasi berprestasi seseorang. Masyarakat yang menjunjung tinggi
keadilan dengan memberikan penghargaan maupun hukuman secara adil kepada
anggotanya akan memunculkan pengertian bahwa hanya perilaku-perilaku yang
positiflah yang dihargai, sedangkan perilaku-perilaku yang negatif akan mendapat
sanksi. Pada akhirnya individu yang mengerti akan ketentuan dalam kehidupan
masyarakat akan senantiasa berusaha melakukan suatu tindakan positif dengan
penuh semangat sehingga dapat menambah motivasi berprestasi yang dimiliki
(Ancok, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi
seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri maupun pengaruh yang berasal dari luar individu. Faktor dari
25
dalam antara lain keadaan jasmani, usia, inteligensi, kepribadian, minat, rasa
aman, tingkat pendidikan. Sedangkan faktor dari luar dapat dipengaruhi dari
lingkungan keluarga dan masyarakat.
4. Ciri-ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi
McClelland (1987) mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi, yaitu :
a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas
dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara
individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan
tingkat kesulitan yang sangat tinggi atau rendah. Banyak studi empiris
menunjukkan bahwa subjek dengan kebutuhan berprestasi tinggi lebih
memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah, karena individu
berkesempatan untuk membuktikan bahwa ia mampu melakukan sesuatu
dengan lebih baik.
b. Ketahanan atau ketekunan (persistence) dalam mengerjakan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau
tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika
mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan
tugas, sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung
memiliki ketekunan yang rendah. Ketekunan individu dengan motivasi
26
berprestasi rendah terbatas pada rasa takut akan kegagalan dan menghindari
tugas dengan kesulitan menengah.
c. Harapan terhadap umpan balik (feedback)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan
umpan balik (feedback) atau tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau
nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan. Individu
dengan motivasi berprestasi rendah tidak mengharapkan umpan balik atas
tugas yang sudah dilakukan. Bagi individu dengan motivasi berprestasi tinggi,
umpan balik yang bersifat materi seperti uang, bukan merupakan pendorong
untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun digunakan sebagai
pengukur keberhasilan.
d. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi memiliki tanggung jawab
pribadi atas pekerjaan yang dilakukan.
e. Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness)
Inovatif dapat diartikan mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan
cara berbeda dari biasanya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan
menyelesaikan tugas dengan lebih baik, menyelesaikan tugas dengan cara
berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi
untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta
cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang daripada individu yang
memiliki motivasi berprestasi rendah.
27
Selanjutnya Hertinjung (2000) menunjukkan bahwa individu dengan motif
berprestasi tinggi selalu ingin mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya, selalu
ingin mencoba lagi sesuatu yang belum berhasil mereka kerjakan, ingin
mendapatkan prestasi yang lebih baik dari prestasi sebelumnya, ingin
menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari orang lain, dan memiliki tanggung
jawab tugas yang dilakukan.
Johnson, Schwitzgebel, dan Kalb (dalam Djaali, 2011) mengatakan bahwa
individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-
hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.
b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah
dicapai atau terlalu besar risikonya.
c. Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan
segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaannya.
d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain.
e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih
baik.
f. Tidak tergugah untuk sekedar mendapat uang, status, atau keuntungan lainnya,
ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang prestasi,
suatu ukuran keberhasilan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri individu yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi adalah pemilihan tingkat tugas secara
28
cermat, tahan atau tekun (persistence) dalam mengerjakan tugas, selalu
memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan,
memiliki tanggung jawab personal yang tinggi terhadap kinerjanya, dan berani
melakukan inovasi yang berbeda untuk sesuatu yang lebih baik.
B. Pelatihan Kecerdasan Adversitas
1. Pelatihan
a. Pengertian Pelatihan
Pelatihan menurut As'ad (dalam Sutrisno, 2009) adalah usaha yang
terencana untuk diselenggarakan agar dicapai penguasaan akan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang relevan terhadap pekerjaan atau kehidupannya.
Sedangkan Sikula (dalam Sumantri, 2000) mengartikan bahwa pelatihan adalah
proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang
sistematis dan terorganisir.
Altalib (1991) mengungkapkan bahwa pelatihan merupakan satu sistem
untuk memperoleh kemahiran yang saling relevan dan mengaplikasikannya secara
berkesinambungan untuk menambahkan dan meningkatkan tingkat kemahiran.
Pelatihan yang baik adalah suatu proses menambahkan ideologi dan keterlibatan
secara progresif, serta mewujudkan kemajuan yang senantiasa bertambah dari
bahan latihan.
Pelatihan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), adalah proses
melatih; kegiatan atau pekerjaan. Pelatihan mempersiapkan peserta latihan untuk
29
mengambil jalur tindakan tertentu dan membantu peserta memperbaiki prestasi
dalam kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan.
Uraian teori pelatihan dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang terencana secara
sistematis untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut adalah untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, dan keterampilan sehingga dapat membantu
dalam meningkatkan kinerja.
b. Metode Pelatihan
Beberapa metode pelatihan yang telah dikemukakan oleh Pfeiffer &
Ballew (1988), antara lain :
1) Case study
Case study (studi kasus) dapat digunakan secara efektif dalam
membantu peserta untuk menerapkan pembelajaran pada situasi kehidupan
sebenarnya. Studi kasus memberikan situasi masalah kepada peserta dan
menanyakan apa yang akan dilakukan peserta terhadap situasi masalah
tersebut. Pada metode ini, peserta diminta untuk mengidentifikasi masalah-
masalah dan merekomendasi pemecahan masalahnya.
2) Communication activities
Ciri-ciri communication activities adalah adanya kegiatan mendengar
aktif, dimana peserta atau interviewer mengulang-ulang perkataan yang
diucapkan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengklarifikasi apakah peserta
sudah memahami apa yang diberikan atau belum dan meningkatkan
30
ketrampilan mendengar peserta yang mempraktekkannya. Bentuk
communication activities adalah komunikasi satu arah dan komunikasi dua
arah.
3) Group task activities
Persaingan tugas seperti model building dapat digunakan untuk
mengeksplorasi keberfungsian aspek interpersonal dalam kelompok
persaingan. Kegiatan ini dapat dirancang untuk membandingkan pengaruh
persaingan dengan kolaborasi. Kegiatan dirancang untuk mengetahui tingkat
kolaborasi tiap kelompok yang bersaing secara aktif.
4) Guide imagery
Guide imagery dapat digunakan ketika trainer menginginkan peserta
untuk fokus pada masalah tertentu atau mengidentifikasi situasi. Guide
imagery membantu seseorang untuk menghasilkan gambar, suara, dan situasi.
5) Role play
Permainan peran bertujuan untuk memberikan pengalaman dalam
berlatih keterampilan dan membahas serta mengidentifikasi perilaku yang efektif
dan tidak efektif. Kegiatan role play dapat mengarahkan peserta untuk
mengubah perilaku atau sikap, dan memungkinkan peserta mendapatkan
pengalaman emosional yang tidak terduga ketika bermain peran. Role play
dapat mensimulasikan situasi kehidupan nyata memungkinkan bagi peserta
untuk mencoba cara-cara baru menangani situasi.
31
6) Simulations and Games
Simulasi dan games dapat membantu peserta untuk menguji beberapa
insting dan perasaan peserta untuk mengamati perbedaan antara bagaimana
pikiran peserta dan bagaimana sebenarnya perilaku peserta pada situasi
tersebut.
Sikula (dalam Mangkunegara, 2009) mengemukakan beberapa metode
yang dapat digunakan dalam pelatihan, antara lain :
1) Metode demontrasi dan contoh
Metode demontrasi melibatkan penguraian dan memeragakan sesuatu
melalui contoh-contoh. Metode ini merupakan metode pelatihan yang sangat
efektif karena lebih mudah menunjukkan kepada peserta cara mengerjakan
suatu tugas. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan alat bantu belajar,
seperti gambar-gambar, teks materi, ceramah, dan diskusi.
2) Simulasi
Simulasi adalah suatu situasi atau peristiwa menciptakan bentuk realitas
atau imitasi dari realitas. Simulasi merupakan pelengkap sebagai teknik
duplikat yang mendekati kondisi nyata pada pekerjaan. Metode simulasi yang
populer adalah permainan bisnis (bussiness games).
3) Metode konferensi
Metode konferensi merupakan suatu pertemuan formal tempat terjadinya
diskusi atau konsultasi tentang sesuatu yang penting. Konferensi menekankan
adanya diskusi kelompok kecil, materi pelajaran yang terorganisasi, dan
melibatkan peserta aktif.
32
4) Metode studi kasus
Metode studi kasus adalah uraian tertulis atau lisan tentang masalah
yang ada atau keadaan selama waktu tertentu yang nyata maupun secara
hipotesis. Pada metode ini, peserta diminta untuk mengidentifikasi masalah-
masalah dan merekomendasi pemecahan masalahnya.
5) Metode role play
Peserta diberi penjelasan mengenai suatu kesan atau peran yang harus
mereka mainkan. Selama bermain peran, dua orang atau lebih peserta
diberikan bagian-bagian untuk bermain. Peranan peserta adalah menjelaskan
situasi dan masing-masing peran mereka yang harus mereka perankan dalam
konteks hipotesis tersebut.
6) Metode pelatihan lainnya
Contohnya adalah seminar, menggunakan kartu-kartu, alat bantu audio
visual seperti tape, film, dan video tape.
Pendekatan pelatihan dalam penelitian ini melalui pengalaman atau biasa
disebut dengan experiential learning, yaitu peserta praktek secara langsung
mengenai materi pengalaman sehingga peserta dapat memahaminya langsung dan
mendapatkan pengalaman yang menginternalisasi.
Experiential learning
Belajar melalui pengalaman (experiential learning) terjadi jika seseorang
melakukan kegiatan, melihat kembali lalu melakukan analisis dari informasi yang
bermanfaat, dan menempatkan hasil belajar melalui perubahan perilaku. Proses ini
dialami secara spontan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dapat didefinisikan
33
sebagai perubahan perilaku, suatu hasil dari pengalaman atau masukan, yang
merupakan tujuan umum dari suatu pelatihan. Pelatihan terstruktur akan
menghasilkan suatu kerangka kerja yang dapat difasilitasi seperti gambar di
bawah ini :
Gambar 2
Siklus Experiential Learning Pfeiffer & Ballew (1988)
Belajar melalui pengalaman (experiential learning) menurut Pfeiffer &
Ballew (1988) terdiri dari lima tahapan sesuai dengan gambar siklus di atas, yaitu:
a. Experiencing, tahap awal dalam pelatihan yaitu menghasilkan pengalaman
terstruktur. Ini adalah langkah yang sering dikaitkan dengan "permainan" atau
hal-hal yang menyenangkan. Jelas, jika proses berhenti setelah tahap ini, tidak
ada kesempatan untuk mempelajari semua yang tersisa, maka fasilitator belum
menyelesaikan tugasnya. Hampir setiap kegiatan yang melibatkan penilaian
diri atau interaksi interpersonal dapat digunakan sebagai bagian dari
pembelajaran pengalaman. Contoh kegiatan yang terdapat dalam tahap ini
adalah membuat produk atau model, menciptakan objek-objek seni, menulis,
34
bermain peran, transaksi, pemecahan masalah atau berbagi informasi,
memberi dan menerima umpan balik, keterbukaan diri, fantasi, memilih,
berkomunikasi secara verbal atau nonverbal, menganalisis materi kasus,
negosiasi atau tawar-menawar, perencanaan, bersaing atau bekerja sama, dan
menghadapi.
b. Publishing, tahap kedua dari siklus ini kira-kira analog dengan penginputan
data, istilah-istilah dalam pengolahan data. Peserta pelatihan telah mengalami
dan mengikuti suatu kegiatan dan sekarang mereka mungkin siap untuk
berbagi tentang apa yang mereka lihat dan atau apa yang mereka rasakan
selama acara tersebut. Langkah ini melibatkan mencari tahu apa yang terjadi
di dalam dan pada individu-individu, pada kognitif, afektif, dan tingkat
perilaku, sementara kegiatan ini terus berlanjut.
c. Processing, tahap ini dapat dianggap sebagai titik tumpu atau langkah penting
dalam pengalaman belajar. Ini adalah pemeriksaan sistematis pengalaman
umum dimiliki oleh orang yang terlibat yaitu peserta pelatihan. Ini adalah
dinamika kelompok yaitu tahap siklus di mana para peserta pada dasarnya
merekonstruksi pola dan interaksi aktivitas dari pengumuman laporan individu
(individual report). Tahap ini merupakan bagian dari siklus yang kritis,
fasilitator perlu merencanakan dengan hati-hati bagaimana pengolahan akan
dilakukan dan terfokus ke langkah berikutnya yaitu generalisasi.
d. Generalization, jika belajar adalah untuk mentransfer ke dunia "nyata",
penting bagi para peserta untuk dapat memperkirakan pengalaman dari
pelatihan terstruktur ke dunia luar. Sebuah lompatan kesimpulan harus
35
dilakukan pada saat ini dalam pengalaman terstruktur, dari kenyataan di dalam
kegiatan dengan realitas kehidupan sehari-hari.
e. Applying, tahap akhir dari siklus experiential learning adalah tujuan yang
terstruktur dari seluruh pengalaman yang telah dirancang. Pertanyaan penting
di sini adalah "Sekarang apa?" Fasilitator membantu peserta pelatihan untuk
menerapkan generalisasi dengan situasi aktual di mana diri mereka terlibat.
Berdasarkan uraian diatas, metode yang digunakan peneliti dalam
pelatihan ini sesuai dengan metode pelatihan yang telah dikemukakan oleh
Pfeiffer & Ballew (1988) antara lain: studi kasus, communication activities, group
task activities, guide imagery, role play, simulasi dan games, demonstrasi dan
contoh serta konferensi dikarenakan metode ini dapat dipahami dengan mudah
oleh peserta pelatihan dan memudahkan peneliti untuk mengembangkannya.
c. Evaluasi Program Pelatihan
Goldstein dan Buxton (dalam Mangkunegara, 2009) berpendapat bahwa
evaluasi pelatihan dapat didasarkan pada kriteria dan rancangan percobaan.
Kriteria dalam evaluasi pelatihan merupakan kriteria yang dapat digunakan
sebagai pedoman dari ukuran kesuksesan pelatihan. Kirkpatrick (dalam Rigio,
2003) mengemukakan bahwa ada empat tipe kriteria untuk mengevaluasi
efektivitas pelatihan, yaitu :
1) Kriteria reaksi
Kriteria reaksi merupakan ukuran reaksi dari subyek pelatihan,
termasuk asesmen nilai program, banyaknya materi yang diterima, dan
36
partisipasi subyek dalam pelatihan. Kriteria reaksi biasanya dinilai melalui
evaluasi pelatihan yang diberikan setelah mengikuti sesi pelatihan. Kriteria
reaksi tidak mengukur apakah pelajaran telah berlangsung, tetapi menilai
pendapat subyek mengenai pelatihan dan materi yang diberikan.
2) Kriteria belajar
Kriteria belajar merupakan ukuran banyaknya materi yang telah
diberikan, Biasanya kriteria belajar berbentuk tes singkat untuk menilai
banyaknya materi yang dipahami subyek dari pelatihan.
3) Kriteria perilaku
Kriteria perilaku merupakan ukuran banyaknya ketrampilan baru yang
dipelajari pada masing-masing subyek. Metode observasi biasanya digunakan
dalam pengukuran kriteria perilaku ini, dengan pengamatan penggunaan
ketrampilan baru yang telah diajarkan tersebut.
4) Kriteria hasil
Kriteria hasil merupakan hasil yang diperoleh atau dikeluarkan oleh
subyek setelah mengikuti pelatihan. Kriteria hasil penting dalam evaluasi
program pelatihan.
Rigio (2003) menyatakan bahwa pretest-postest design merupakan desain
untuk mengevaluasi program pelatihan yang membuat perbandingan ukuran
kriteria sebelum dan sesudah pelatihan diberikan. Untuk memastikan efektivitas
program pelatihan, digunakan desain eksperimen canggih yang menggunakan
kelompok eksperimen (yang diberi perlakuan berupa pelatihan) dan kelompok
kontrol (yang tidak diberi perlakuan). Desain eksperimen biasanya untuk
37
penelitian evaluasi menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
keduanya diukur sebelum dan sesudah program pelatihan diberikan.
2. Kecerdasan Adversitas
a. Pengertian Kecerdasan Adversitas
Individu dalam menjalani kehidupannya pastilah memiliki harapan-
harapan pada setiap hal dalam kehidupannya. Harapan-harapan tersebut yang
dapat membuat individu tetap bertahan meski sedang menghadapi suatu
permasalahan yang berat sekalipun, harapan positif tentang segala hal dalam
kehidupannya memberi semangat untuk tetap bertahan bahkan bangkit dari
permasalahan (Albrecht, 1992).
Manakala menghadapi permasalahan individu membutuhkan suatu
kemampuan dalam dirinya, salah satu kemampuan yang perlu dimiliki yaitu
kecerdasan adversitas. Menurut Stoltz (2005), secara teori kecerdasan adversitas
adalah suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang
keberhasilan mencapai tujuan. Kecerdasan adversitas meliputi dua komponen
penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari, konsep tersebut telah diuji cobakan pada ribuan individu
dari perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas dapat
menentukan siapa yang akan berhasil melampui harapan-harapan atas kinerja dan
potensi-potensi yang ada. Kecerdasan adversitas dapat dipahami melalui tiga
pengertian, yaitu:
38
1) Kecerdasan adversitas adalah suatu kerangka baru dalam memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan. Melalui riset-riset yang telah dilakukan
kecerdasan dalam menghadapi rintangan menawarkan suatu pengetahuan baru
dan praktis dalam merumuskan apa saja yang diperlukan dalam meraih
keberhasilan.
2) Kecerdasan adversitas mempunyai pengukur untuk mengetahui respon
individu terhadap kesulitan. Melalui kecerdasan dalam menghadapi rintangan
pola-pola tersebut untuk pertama kalinya dapat diukur, dipahami dan diubah.
3) Kecerdasan adversitas merupakan serangkaian peralatan yang memiliki dasar
ilmiah untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan yang akan
mengakibatkan perbaikan efektivitas pribadi dan profesional individu secara
keseluruhan.
Pada diri setiap individu terdapat suatu keadaan yang terus menerus akan
mempengaruhi bagaimana seseorang dalam berperilaku dan bertindak. Bila
seseorang merespon sesuatu secara positif, maka hasilnyapun akan positif pula,
demikian sebaliknya apabila seseorang merespon suatu tekanan atau keadaan
secara negatif maka otomatis akan melibatkan dirinya pada keadaan yang negatif
pula. Elfiky (2009) memperjelas bahwa seseorang yang memiliki rasa percaya diri
dan menghargai dirinya secara positif cenderung memberikan reaksi yang positif
terhadap rintangan dan keadaan yang dihadapi. Sebaliknya perasaan rendah diri
dan merasa diri kurang berharga menyebabkan seseorang cenderung bersikap
pesimis terhadap peristiwa yang dialaminya.
39
Weihenmeyer dan Stoltz (2008) mengemukakan kecerdasan adversitas
yang dimiliki seseorang akan meningkatkan kemampuan dalam mengenali
kesulitan hidup dan membantu menghadapi kenyataan yang sebenarnya
Kecerdasan adversitas mempunyai dua konotasi, yaitu menunjukkan suatu cara
menghadapi tekanan, dan menunjukan suatu cara untuk mengatasi kondisi yang
menyakitkan, mengancam, atau menantang ketika respon yang otomatis atau rutin
tidak dapat digunakan. Adversitas memberikan efek pada kekuatan psikis
(perasaan tentang konsep diri dan kehidupan), reaksi emosi, tingkat depresi atau
kecemasan atau perasaan yang positif atau negatif. Adversitas secara sosial
memberikan pengaruh pada fungsi seperti keberadaan didalam lingkungan dan
sosialisasi serta hubungan interpersonal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kecerdasan adversitas adalah
suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi suatu peluang keberhasilan
mencapai tujuan. Melalui kemampuan berpikir, mengelola, dan mengarahkan
tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas
stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau
kesulitan.
b. Tingkatan Kecerdasan Adversitas
Menurut Stoltz (2005), kecerdasan adversitas bukan masalah hitam dan
putih, tinggi atau rendah namun merupakan suatu masalah derajat. Individu yang
memiliki kecerdasan dalam menghadapi rintangan tinggi akan memiliki
kemungkinan yang lebih besar dalam menikmati manfaat-manfaat kecerdasan
40
dalam menghadapi rintangan yang tinggi. Meminjam istilah para pendaki gunung
untuk memberikan gambaran mengenai tingkatan kecerdasan adversitas. Stoltz
membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Quitters
Quitters adalah orang-orang yang berhenti dan tidak ada keinginan
untuk mendaki. Individu jenis ini tidak memiliki energi untuk mencapai
kebutuhan aktualisasi diri. Mereka memilih menghindar dari tantangan-
tantangan yang nantinya akan dihadapi ketika mereka mendaki, mereka
merasa cukup dengan semua yang sudah diperoleh dan berharap (dengan
mengambil sikap ini) tidak akan mendapat tantangan-tantangan kehidupan
daripada apabila mereka mendaki.
2) Campers
Istilah campers sendiri adalah orang-orang yang berkemah. Maksud
dari istilah ini adalah mengarah pada individu-individu yang telah berusaha
melakukan pendakian (berusaha mencapai tujuan-tujuan aktualisasi diri),
namun kemudian berhenti (ketika mencapai pada tingkat tertentu) dan merasa
telah cukup sukses sehingga ia berhenti dalam mendaki.
3) Climbers
Climbers berarti pendaki. Menurut kecerdasan adversitas, climbers
adalah sebutan untuk individu yang seumur hidup membaktikan diri untuk
pendakian. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian,
nasib baik atau buruk, ia terus mendaki
41
Uraian tingkatan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkatan kecerdasan
adversitas membedakan antara para Quiters, Campers, dan Climbers. Tingkatan
kecerdasan adversity memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana setiap
individu mempunyai perbedaan kemampuan dan kemauan dalam menjalani proses
kehidupan menuju kesuksesan.
c. Dimensi Kecerdasan Adversitas
Stoltz (2000), mengemukakan bahwa kecerdasan adversitas terbagi atas
empat dimensi, yaitu :
1) Control / kendali (C)
Control atau kendali adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan permasalahan yang dihadapi. Individu yang mempunyai skor
tinggi pada dimensi ini akan menganggap bahwa akan selalu ada jalan dalam
menyelesikan kesulitan dan berani dalam menghadapi masalah, sedangkan
individu yang mempunyai skor rendah akan merasa bahwa apa yang
dihadapinya berada diluar jangkauannya dan merasa tidak berdaya.
2) Origin and Ownership / Asal-usul dan Pengakuan (O2)
Origin dan ownership adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk memecahkan suatu permasalahan. Origin atau asal-usul ada kaitannya
dengan rasa bersalah. Individu yang adversity-nya rendah cenderung
menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa
buruk yang terjadi. Individu tersebut melihat dirinya sendiri sebagai satu-
satunya penyebab kesulitan tersebut. Dimensi ownership mencerminkan
42
tanggung jawab. Semakin tinggi skor pengakuan ini semakin besar individu
mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya.
Sedangkan semakin rendah pengakuan, semakin besar kemungkinan individu
tidak mengakui akibatnya, apapun penyebabnya.
3) Reach / Jangkauan (R)
Reach ini mempertanyakan apakah masalah akan mempengaruhi
perilaku dan kehidupan seseorang. Respon dengan kecerdasan adversitas yang
rendah akan merembet ke segi-segi lain dari kehidupan individu. Sebaliknya
tinggi skor Reach, maka individu semakin mampu menyelesaikan masalah
sesuai dengan peristiwa yang terjadi.
4) Endurance / Daya Tahan (E)
Endurance adalah dimensi terakhir pada kecerdasan adversitas. Aspek
ini mempertanyakan hal yang berkaitan dengan lamanya kesulitan yang
dialami dan hal-hal yang menjadi penyebabnya. Semakin rendah skor
Endurance individu semakin besar kemungkinan individu menganggap
kesulitan dan penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama.
Weihenmayer dan Stoltz (2008) mengemukakan individu yang memiliki
kecerdasan adversitas tinggi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
1) Kemauan. Pada tingkatan apapun kemauan terdiri dari satu bagian ketetapan
hati, satu bagian dari keinginan, satu bagian ketegasan dan satu bagian usaha.
Kemauan memerlukan dan terdiri atas semua unsur ini. Secara keseluruhan
kemauan membuktikan satu kekuatan yang sangat hebat yang bisa mengatasi
43
bahkan menundukkan sifat-sifat lainnya seperti kecerdasan, kharisma dan
keingintahuan.
2) Kekuatan. Salah satu cara untuk mengubah kesulitan menjadi keuntungan
adalah kekuatan. Kekuatan dalam kecerdasan adversitas dikaitkan dengan
kemampuan untuk memahami, menghubungkan, dan mempertahankan
hubungan dengan orang lain. Kekuatan juga mencakup kreativitas, pandangan,
kemampuan kognitif, spiritual dan kemampuan fisik.
3) Bakat. Bakat adalah keahlian yang secara alami dimiliki seseorang. Bakat
merupakan kemampuan bawaan yang perlu dikembangkan dan dipelajari.
Bakat yang dimiliki menjadi pendukung kekuatan individu untuk
menyelesaikan berbagai kesulitan
Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek kecerdasan adversitas antara lain
aspek control, origin dan ownership, reach, endurance, kemauan, kekuatan,
bakat. Aspek dalam kecerdasan adversitas mempunyai tujuan untuk mengetahui
seberapa jauh permasalahan mempengaruhi proses usaha dan perilaku seseorang
serta sejauh mana seseorang bisa bertahan dan menemukan jalan keluar bagi
permasalahan yang dialami.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversitas
Kecerdasan adversitas dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
diungkapkan Stoltz (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kecerdasan adversitas, yaitu:
44
a. Faktor lingkungan
Faktor ini sangat berpengaruh pada kemampuan individu dalam
mengatasi setiap kesulitannya. Lingkungan yang tidak mendukung proses
pemecahan masalah dapat menghambat proses pemecahan masalah yang
dilakukan oleh individu.
b. Faktor proses belajar
Faktor ini sangat berpengaruh pada kecerdasan individu dalam
mengatasi setiap kesulitan yang muncul. Proses belajar dipengaruhi bobot
kepentingan dan kesulitan tersebut. Kreativitas akan membantu terciptanya
suatu jalan keluar atau cara-cara untuk menyelesaikan setiap kesulitan yang
muncul.
c. Faktor keyakinan dalam diri
Faktor ini dapat mempengaruhi perilaku dan tindakan yang
dimunculkan individu. Sikap optimis dapat dikategorikan kedalam faktor
keyakinan dalam diri individu. Individu yang memiliki sikap optimis akan
memiliki keyakinan bahwa dirinya akan berhasil, memiliki kemampuan untuk
bangkit kembali dari kegagalan dan dapat menerima kegagalan yang terjadi
dalam dirinya.
Martin (2008) menambahkan beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan adversitas, yaitu:
a. Fisik
Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan seseorang adalah anatomi saraf emosinya atau
45
dengan kata lain bagian otaknya. Bagian-bagian otak yang digunakan untuk
berpikir yaitu korteks (kadang-kadang disebut neo korteks) sebagai bagian
yang berbeda dari bagian otak yang mengurusi emosi yaitu sistem limbik,
tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua bagian inilah yang menentukan
kecerdasan emosional seseorang.
b. Psikis
Adversitas selalu dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
disimpulkan dan diperkuat dalam diri individu tidak ditentukan sejak lahir.
Menurut penelitian Dweck, (Martin, 2008), respon seseorang terhadap
kesulitan dibentuk melalui pengaruh dari lingkungannya seperti orangtua, teman
sebaya, guru, dan orang-orang yang mempunyai peran penting dalam hidupnya.
Jika seseorang terus mengembangkan daya juangnya maka orang tersebut akan
mencapai puncak kesuksesan dan berhasil disegala bidang kehidupan. Sementara
orang yang tidak bisa mengembangkan daya juang dengan baik maka tidak dapat
bertahan dalam kehidupannya atau gagal mencapai sukses
Covey (2000) menyatakan fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi cara berpikir pada individu untuk mengatasi masalah. Keadaan
fisik mengenai kondisi kesehatan dapat mempengaruhi bagaimana individu
mengembangkan pola pikirnya. Bila individu sakit atau mempunyai penyakit yang
berlarut-larut akan mengganggu cara berpikirnya. Selain faktor fisik, faktor
pendidikan juga berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang. Tingkat
pendidikan rendah cenderung membuat individu tergantung dan berada di bawah
kekuasaan yang lebih tinggi, sebaliknya individu yang pendidikannya tinggi
46
cenderung akan berpikir lebih mandiri dan tidak perlu bergantung kepada individu
lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa
percaya diri serta memperhatikan situasi dari sudut kenyataan.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
dalam kecerdasan adversitas adalah faktor lingkungan, proses belajar, keyakinan
dalam diri, faktor fisik, psikis, dan faktor pendidikan.
3. Pelatihan Kecerdasan Adversitas
Pelatihan kecerdasan adversitas dalam penelitian ini merupakan kegiatan
yang dilakukan dengan memberi pengertian, pengetahuan, dan ketrampilan untuk
memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi motivasi berprestasi yang dimiliki
peserta sehingga peserta dapat mengaplikasikannya untuk meningkatkan prestasi
belajar yang dimiliki. Dalam pelatihan ini lebih menekankan pada peningkatan
motivasi berprestasi yang dimiliki siswa itu sendiri dengan terlebih dahulu
meningkatkan kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa.
Peningkatan kecerdasan adversitas yang dimiliki siswa mengacu pada
konsep Stoltz (2000), yaitu dengan melatih diri. Dalam kecerdasan adversitas,
upaya melatih diri disebut dengan LEAD (Listen, Explore, Analyze, Do). LEAD
berfungsi menumbuhkan kemampuan bereaksi secara lebih konstruktif terhadap
kenyataan adanya hambatan dan menumbuhkan keyakinan adanya potensi
kemampuan kontrol terhadap keadaan-keadaan yang terjadi dengan
mengedepankan kerja pikiran daripada emosional.
47
Listen, adalah kemampuan untuk mendeteksi sejak awal akan datangnya
kesulitan yang dihadapi (Stoltz, 2000). Maksud dari istilah ini adalah bahwa
kesadaran yang lebih dini dari satu individu terhadap kesulitan yang datang akan
memberikan efek reaksi yang lebih baik daripada kesadaran yang terlambat.
Explore, merupakan tahap berikutnya setelah kepekaan respon otak sadar
lebih diaktifkan dalam menghadapi masalah daripada otak bawah sadar (Stoltz,
2000). Explore ini merupakan satu bentuk aktivitas penjajakan terhadap asal-
usuldan sikap menerima terhadap realitas permasalahan yang muncul.
Analyze, berfungsi menunjukkan bahwa hambatan yang sedang terjadi
adalah realitas yang telah dan sedang terjadi, namun akibat lebih lanjut dari
hambatan tersebut bukan hal yang pasti akan terjadi (Stoltz, 2000). Akibat lebih
luas dari hambatan tersebut masih dapat diantisipasi dengan menghadapi dan
menangulangi akibat-akibat yang akan muncul. Dengan kata lain keterbatasan
kendali yang menjadikan munculnya akibat lebih luas dari hambatan tersebut
belum terbukti tidak dapat ditanggulangi. Keterbatasan potensi dalam
menanggulangi hanyalah masalah persepsi yang tidak terbukti secara nyata,
potensi masih dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menanggulangi
akibat dari hambatan tersebut.
Do, merupakan motivasi untuk bertindak mengantisipasi hambatan-
hambatan. Tindakan ini merupakan langkah lanjutan dari rangkaian langkah
sebelumnya (Listen, Explore, dan Analyze).
Apabila rangkaian di atas telah dilakukan, berarti telah memunculkan
kemampuan untuk bereaksi secara lebih konstruktif sesuai dengan kenyataan yang
48
diketahui dan bukannya mengembangkan pengandaian-pengandaian destruktif
yang belum menjadi realitas. Juga memunculkan rasa pengendalian (adanya
potensi kontrol) terhadap hambatan dengan penggalian yang dilakukan oleh otak
sadar dan tidak emosional.
C. Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap Motivasi
Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta
Motivasi merupakan dorongan untuk memacu siswa agar lebih aktif dalam
melaksanakan tugas guna mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik. Salah satu
jenis motivasi yang bertujuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik
menurut McClelland adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan
daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja yang mendorong seseorang
untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta
energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang maksimal (McClelland, 1987).
McClelland (1987) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan hal-
hal yang lebih baik. Siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan
mempunyai semangat, keinginan dan energi yang besar dalam diri individu untuk
belajar seoptimal mungkin. Mereka berorientasi pada tugas atau pekerjaan, dan
performa mereka dapat dinilai melalui prestasi belajar dan tujuan yang ditetapkan
merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tujuan yang tidak
terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan
derajat kesulitan menengah yang realistis untuk dicapai (Gardner & Shah, 2008).
49
McClelland (1987) menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi meliputi menyenangi tugas atas tanggung jawab
pribadi, memperhatikan umpan balik atas perbuatan atau tugas yang
dilakukannya, resiko pemilihan tugas, tekun dan ulet dalam bekerja, melakukan
tugas dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, dan berusaha melakukan
sesuatu dengan cara yang kreatif.
Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik bersumber dari dalam diri individu seperti persepsi individu
tentang kemungkinan sukses yang akan dicapai, self-efficacy, nilai pentingnya
suatu tujuan, ketakutan akan kegagalan, dan beberapa faktor lainnya seperti jenis
kelamin, kepribadian, usia dan pengalaman kerja (McClelland, 1987).
Wentling & Thomas (2007) menemukan bahwa partisipan yang memiliki
tingkat motivasi tinggi akan berusaha untuk mencapai sukses dan cenderung
membuat perusahaan tempat mereka bekerja mencapai kesuksesan juga. Mereka
merasa bahwa energi dan antusiasme yang mereka miliki berhubungan dengan
tingkat motivasi tinggi, dimana akan mengarahkan kepada kerja keras. Individu
dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bersemangat dalam memperbaiki
performanya ketika ada kesempatan dan lebih terpacu untuk mendapatkan posisi
yang menuntut power dan tanggung jawab yang lebih besar (Iyer &
Kamalanabhan, 2006).
McClelland (1987) memberikan pengertian motivasi berprestasi sebagai
suatu usaha untuk mencapai kesuksesan, yang bertujuan berhasil dalam
persaingan dengan berpedoman pada ukuran keunggulan tertentu. Seseorang yang
50
memandang dan mampu mengubah kesulitan atau hambatan sebagai suatu
tantangan dan peluang menurut Stoltz (2005) adalah seseorang yang akan mampu
terus berjuang dalam situasi apapun sehingga merekalah yang akan mencapai
kesuksesan. Seseorang yang terus berjuang dan berkembang pesat adalah
seseorang yang memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi. Seseorang dengan
kecerdasan adversitas tinggi adalah individu yang merasa berdaya, optimis, tabah,
teguh, dan meyakini kemampuan bertahan terhadap kesulitan. Kecerdasan
adversitas merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau
tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja dapat terwujud.
Pendek kata, orang yang memiliki kecerdasan adversitas tinggi akan lebih mampu
mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang kecerdasannya lebih rendah.
Aspek-aspek CO2RE (control, origin dan ownership, reach, endurance) dalam
kecerdasan adversity mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa jauh suatu
permasalahan mempengaruhi proses usaha dan perilaku seseorang serta sejauh
mana seseorang bisa bertahan dan menemukan jalan keluar bagi permasalahan itu
untuk mendapatkan kesuksesan.
Hasil riset yang dilakukan Stoltz selama 19 tahun dan penerapannya
selama 10 tahun merupakan terobosan penting dalam pemahaman tentang apa
yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai kesuksesan. Suksesnya pekerjaan dan
hidup individu terutama ditentukan oleh kecerdasan adversitas. Kecerdasan
adversitas memberi tahu individu, seberapa jauh individu mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk mengatasinya.
51
Menurut Kusuma (2004), kecerdasan adversitas adalah kemampuan
seseorang mengubah hambatan menjadi peluang. Seseorang yang mempunyai
kecerdasan adversitas rendah dan karenanya tidak mempunyai kemampuan untuk
bertahan dalam kesulitan, potensinya akan tetap kecil untuk meraih sukses.
Sebaliknya, seseorang yang mempunyai kecerdasan adversitas tinggi akan
berkembang pesat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi untuk mendapatkan sesuatu
yang bernilai (motivasi berprestasi) lebih merupakan dorongan pada individu
untuk mencapai suatu nilai keberhasilan kerja yang akan memberikan kepuasan
dan kehormatan diri. Nilai keberhasilan ini terletak pada kemampuan mencapai
suatu penguasaan atau prestasi.
Konsekuensi tentang keberhasilan dalam motivasi berprestasi ini ada pada
kemauan untuk menghadapi resiko tantangan atau hambatan. Individu dengan
motivasi berprestasi tinggi akan memilih melakukan tugas dengan tingkat
kesulitan menengah, sedang individu dengan motivasi berprestasi rendah
cenderung menghindarinya dan lebih menyukai tugas dengan tingkat kesulitan
tinggi atau rendah (McClelland, 1987).
Dari aspek yang terdapat pada kecerdasan adversitas dan juga apek-aspek
dari motivasi berprestasi dapat diketahui bahwa individu yang memiliki
kecerdasan adversitas dan dominan pada aspek control (kendali), maka ia akan
semakin menyenangi umpan balik atas perbuatan yang dilakukan, tekun dan ulet
dalam bekerja, melaksanakan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan,
begitu pula pada aspek-aspek yang lain seperti pada aspek origin &ownership
52
(asal-usul& pengakuan) akan memotivasi individu untuk melaksanakan tugas
penuh dengan pertimbangan dan perhitungan, aspek reach (jangkauan) dan aspek
endurance (daya tahan) akan berperngaruh terhadap sikap individu, yaitu: tekun
dan ulet dalam bekerja, menyenangi tugas atas tanggung jawab pribadi,
melaksanakan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan.
Berdasarkan analisa di atas maka seorang siswa yang mempunyai
kecerdasan adversitas tinggi dimungkinkan lebih mampu mengatasi hambatan
atau kesulitan dalam mencapai tujuan atau meraih sukses. Maka kecerdasan
adversitas erat hubungannya dengan motivasi berprestasi siswa. Semakin tinggi
kecerdasan adversitas siswa maka tidak menutup kemungkinan semakin tinggi
pula motivasi berprestasinya, karena dapat mengatasi hambatan, kesulitan, dan
tantangan.
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 3
Bagan Kerangka Pemikiran
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh
pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X
SMA Negeri 8 Surakarta.”
Subjek
Pelatihan
Kecerdasan
Adversity
Motivasi
Berprestasi
Meningkat
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel tergantung : Motivasi Berprestasi
2. Variabel bebas : Pelatihan Kecerdasan Adversitas
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi adalah dorongan yang menggerakan individu untuk
bertingkah-laku mencapai suatu prestasi atau suatu kesuksesan sebagai tujuan
yang diharapkan. Individu secara sadar berupaya dengan segala kemauan yang
dimiliki untuk melakukan suatu tugas ataupun pekerjaan dengan sebaik-baiknya
daripada yang pernah dilakukan sebelumnya. Tinggi rendahnya motivasi ini akan
diungkap dengan skala motivasi berprestasi. Skala motivasi berprestasi meliputi
aspek menyenangi tugas atas tanggung jawab pribadi, memperhatikan umpan
balik atas perbuatan atau tugas yang dilakukannya, resiko pemilihan tugas, tekun
dan ulet dalam bekerja, melakukan tugas dengan penuh pertimbangan dan
perhitungan, berusaha melakukan sesuatu dengan cara kreatif.
2. Pelatihan Kecerdasan Adversitas
Pelatihan kecerdasan adversitas adalah suatu usaha peningkatan
kemampuan yang bertujuan memberikan petunjuk praktis bagi semua individu
untuk tetap bertahan dan berusaha dalam situasi seburuk apapun untuk menuju
53
54
kesuksesan. Pernyataan tersebut didukung dengan adanya aspek-aspek CO2RE
(control, origin, dan ownership, reach, endurance) yang menerangkan bahwa
semua aspek yang ada dalam kecerdasan adversity mempunyai tujuan untuk
mengetahui seberapa jauh suatu permasalahan mempengaruhi proses usaha dan
perilaku seseorang serta sejauh mana seseorang bisa bertahan dan menemukan
jalan keluar bagi permasalahannya itu. Pelatihan ini menggunakan pendekatan
experiential learning dengan metode studi kasus, sharing, roleplay, dan tayangan
video. Adapun konsep pelatihan kecerdasan adversitas ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1
Rancangan Materi Pelatihan Kecerdasan Adversitas
No Materi Tujuan Metode
1. Opening session
Games
Peserta memahami tentang rangkaian
pelatihan dan menyepakati tentang hal-hal
yang ingin dicapai dalam pelatihan.
Peserta dapat menjadi lebih akrab dengan
peserta lain.
Perkenalan
Kontrak belajar
Games
2. Kecerdasan
Adversitas dan
Manfaatnya
Peserta mengetahui pengertian kecerdasan
adversitas dan indikator kecerdasan
adversitas beserta manfaat yang diperoleh
tentang kecerdasan adversitas sehingga
diharapkan mampu dan mengenali dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Presentasi
3. Role play
Peserta mampu melakukan dan mampu
menerapkan role play yang diajarkan oleh
fasilitator.
Role play
4. Langkah Efektif
Mengembangkan
Kecerdasan
Adversitas.
Worksheet
Peserta mengetahui bagaimana langkah-
langkah yang efektif dalam mengembangkan
Kecerdasan Adversitas sehingga dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta mengisi worksheet yang telah
diberikan.
Presentasi
Worksheet
5. Pemutaran video Peserta dapat lebih memahami materi yang
disampaikan melalui penayangan video
tentang kecerdasan adversitas.
Audio visual
Sharing
6. Evaluasi Peserta dan fasilitator mengulas kembali
materi yang telah disampaikan dan
melakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh
mana peserta mengerti dan memahami materi
yang disampaikan.
Evaluasi
Sharing
7. Closing session Peserta dapat mengontrol pikiran dan benar-
benar mengerti tentang materi yang telah
disampaikan.
Berdoa bersama
55
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi proses dan evaluasi
hasil untuk mengeksplorasi proses dan hasil pelatihan kecerdasan adversitas yang
diberikan kepada subyek pelatihan.
a. Evaluasi Proses
Evaluasi proses dilakukan pada saat berakhirnya setiap pertemuan
pelatihan, dengan memberikan lembar evaluasi proses kepada peserta untuk
diisi sesuai dengan keadaan dan perasaan yang dialami subyek sesungguhnya
pada setiap pertemuan pelatihan. Aspek-aspek yang dievaluasi meliputi:
Tabel 2
Aspek Dan Kriteria Evaluasi Proses
No. Aspek yang Dievaluasi Kriteria Evaluasi
1. Kesesuaian materi dengan tujuan yang ingin
dicapai
a. Sesuai/Tidak sesuai
b. Memadai/Tidak memadai
2. Cara penyajian materi a. Mudah/Sulit dipahami
b. Menarik/membosankan
3. Cara penyaji melakukan fasilitasi a. Luwes/Kaku
b. Terarah/Tidak jelas
4. Efek yang dirasakan peserta setelah
mengikuti sesi pelatihan
a. Memahami/Tidak
memahami
b. Tambah
Pengetahuan/Bingung
5. Sistematika dan alur pelatihan a. Runtut/Tidak runtut
b. Jelas/Tidak Jelas
6. Penggunaan waktu pelatihan a. Efektif/Tidak Efektif
Pada evaluasi proses pelatihan, subyek diminta untuk :
1) Memberi penilaian tentang sejauh mana materi yang diberikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
2) Memberikan penilaian tentang cara penyajian materi.
3) Memberikan penilaian tentang cara penyaji melakukan pelatihan.
56
4) Memberikan pendapat mengenai efek yang dirasakan peserta setelah
mengikuti sesi pelatihan.
5) Memberikan penilaian tentang sistematika dan alur pelatihan.
6) Memberikan penilaian tentang penggunaan waktu pelatihan oleh trainer.
7) Memberikan saran-saran.
b. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan dilakukan ketika pelatihan telah selesai dan
peserta pelatihan telah menjalani kehidupannya sehari-hari. Evaluasi ini
dilakukan guna melihat sejauh mana pelatihan kecerdasan adversitas
bermanfaat dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Evaluasi hasil ini
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Khusus untuk metode pelatihan communication activities/presentation,
pada akhir pertemuan peserta diminta untuk mengisi lembar evaluasi materi
mengenai materi yang disampaikan. Pada evaluasi materi pelatihan, subyek
diminta untuk memberikan tanda X pada kolom pernyataan yang sesuai
dengan materi pelatihan yang telah dijelaskan oleh fasilitator.
2) Setelah peserta pelatihan menjalani kehidupannya sehari-hari seperti biasa
setelah kurun waktu selama 2 minggu, peserta diminta kembali mengisi
lembar evaluasi hasil pelatihan dan skala motivasi berprestasi yang sama
digunakan ketika pretest. Pada evaluasi hasil pelatihan, siswa diminta
untuk:
a) Memberi jawaban mengenai apakah siswa meningkatkan motivasi
berprestasi yang dimiliki sekarang setelah mendapatkan pelatihan
kecerdasan adversitas dari peneliti.
57
b) Memberikan alasan mengapa siswa meningkatkan motivasi berprestasi
itu setelah mendapatkan pelatihan kecerdasan adversity.
c) Memberikan jawaban mengenai manfaat yang diperoleh setelah
mengikuti pelatihan kecerdasan adversity.
d) Memberikan jawaban mengenai kemajuan yang terjadi pada siswa
setelah meningkatkan motivasi berprestasi.
e) Memberikan jawaban mengenai kesulitan yang dialami siswa dalam
meningkatkan motivasi berprestasi.
f) Memberikan saran-saran mengenai pelatihan yang telah diberikan.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah Eksperimen Kuasi (Quasi Experimental) yaitu
eksperimen semu yang merupakan eksperimen yang pengendaliannya terhadap
variabel-variabel non eksperimental tidak terlalu ketat dan penentuan sampelnya
dilakukan dengan tidak randomisasi (Latipun, 2004). Pada penelitian ini
menggunakan eksperimen kuasi dengan rancangan eksperimental Non-
Randomized Prettest-Posttest Control-Group Design atau desain dua kelompok,
yaitu subyek dibagi ke dalam dua kelompok kemudian dikenakan prosedur
perlakuan yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk pengendalian kesalahan atau kontrol internal (Latipun,
2004). Keuntungan menggunakan desain dua kelompok adalah meningkatkan
validitas internal penelitian dan merupakan desain penelitian yang bersifat
eksploratif karena digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas memiliki
58
pengaruh terhadap variabel tergantung. Dibandingkan dengan non-randomized
two group desaign posttest only, desain ini memiliki kelebihan karena adanya
kontrol konstansi, karena dengan adanya pretes-postes dan kontrol grup maka
dapat diketahui perbedaan yang terjadi karena perlakuan atau terdapat pengaruh
faktor-faktor diluar dari perlakuan. Kontrol konstansi dalam penelitian ini tidak
hanya dilakukan melalui rancangan penelitian tetapi juga melalui teknik
pengambilan sampelnya yang mengendalikan kostansi karakteristik subyek
penelitian dengan cara memasangkan atau matching (Seniati, dkk, 2005). Dengan
prinsip Method of Difference, desain ini membuat dua kondisi yang berbeda pada
dua kelompok penelitian.
Prosedur perlakuan yang akan dikenakan pada subjek penelitian adalah
sebagai berikut :
Gambar 4
Desain Penelitian Non Randomized Control Group
Pretest-Postest Design
KE O1 (X) O2
nonR (Matching)
KK O1 (-) O2
59
Gambar 5
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Pelatihan
Kecerdasan Adversity
Tingkat Motivasi Berprestasi Meningkat
pada kelompok eksperimen
Pengukuran tingkat motivasi
berprestasi dengan Skala
Motivasi Berprestasi
(screening dan pretest)
Motivasi Berprestasi
Tinggi
2 Kelas Siswa Kelas X
SMA N 8 Surakarta
Motivasi Berprestasi
Sedang
Motivasi Berprestasi
Rendah
Tidak ada
perlakuan
Kelompok
Eksperimen
Pengukuran tingkat motivasi berprestasi
dengan Skala Motivasi Beprestasi
(postest)
Matching
Kelompok
Kontrol
60
Prosedur pelaksanaan penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
1. Pengukuran tingkat motivasi berprestasi (sreening) dengan menggunakan
skala motivasi berprestasi pada 2 kelas siswa kelas X SMA Negeri 8
Surakarta. Kemudian subyek digolongkan menurut tingkat motivasi
berprestasi berdasarkan skor yang diperoleh melalui penggolongan statistik.
Skor tinggi menunjukkan tingkat motivasi berprestasi tinggi, skor sedang
menunjukkan tingkat motivasi berprestasi sedang, dan skor rendah
menunjukkan tingkat motivasi berprestasi rendah. Siswa yang masuk dalam
kelompok kontrol dan eksperimen adalah siswa dengan tingkat motivasi
berprestasi sedang atau rendah.
Pengukuran tingkat motivasi berprestasi ini selain bertujuan untuk langkah
screening juga bertujuan untuk pretest dari kedua kelompok.yang digunakan
untuk mengetahui tingkat motivasi berprestasi awal kedua kelompok sebelum
mendapatkan perlakuan. Kemudian subjek kelompok eksperimen mengisi
lembar persetujuan bersedia mengikuti seluruh rangkaian pelatihan.
2. Memberikan pretest kepada kedua kelompok baik kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen dengan skala motivasi berprestasi secara bersamaan
untuk mengetahui tingkat motivasi berprestasi awal kedua kelompok.
3. Memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen yaitu pemberian pelatihan
kecerdasan adversitas dan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
apapun. Pelatihan akan diberikan oleh fasilitator dan dibantu kofasilitator
bertempat di SMA Negeri 8 Surakarta. Modul pelatihan berupa modul
61
fasilitator dan modul peserta berisi makalah mengenai kecerdasan adversitas
dan worksheet.
4. Memberikan posttest dengan skala motivasi berprestasi pada kedua kelompok
baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol setelah 2 minggu
diberikannya pelatihan.
5. Menganalisis hasil perlakuan dengan membandingkan hasil pada pretest
dengan hasil posttest, sehingga didapatkan hasil apakah pelatihan kecerdasan
adversitas dapat meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa atau tidak.
D. Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 8
Surakarta. Sedangkan untuk sampel adalah 2 kelas siswa kelas X di SMA Negeri
8 Surakarta. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek secara stratified
proporsional sampling, yaitu cara mengambil sampel dengan memperhatikan
strata (tingkatan) di dalam populasi. Dalam stratified data sebelumnya
dikelompokkan ke dalam tingkatan-tingkatan tertentu seperti tingkatan tinggi,
rendah, sedang/baik, sampel diambil dari tiap tingkatan tertentu dengan
karakteristik sama, yaitu :
1. Siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta.
2. Siswa dengan tingkat motivasi berprestasi sedang atau rendah. Pada tingkat ini
diharapkan terjadi peningkatan motivasi berprestasi yang lebih signifikan
setelah diberi perlakuan dibandingkan dengan siswa yang telah memiliki
tingkat motivasi berprestasi tinggi.
62
3. Jumlah subjek antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama
(nKE = nKK).
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala Motivasi Berprestasi berdasarkan teori McClelland. Aspek
ukur yang digunakan dalam pengukuran ini adalah aspek motivasi berprestasi
yang dikemukakan McClelland (1987) yaitu menyenangi tugas atas tanggung
jawab pribadi, memperhatikan umpan balik atas perbuatan atau tugas yang
dilakukannya, risiko pemilihan tugas, tekun dan ulet dalam bekerja, melakukan
tugas dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, berusaha melakukan sesuatu
dengan cara kreatif.
Menurut Azwar (2005) suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar
terdiri atas pernyataan favorable dan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih
seimbang, sehingga pernyataan yang disajikan tidak semua positif atau negatif
yang akan berkesan bahwa isi skala yang bersangkutan seluruhnya mendukung
atau tidak mendukung objek sikap. Variasi pernyataan favorable dan unfavorable
akan membuat responden memikirkan lebih hati-hati isi pernyataan sebelum
memberikan respons, sehingga stereotip responden dalam menjawab dapat
dihindari. Berdasarkan teori tersebut, maka Skala Motivasi Berprestasi yang akan
digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi dengan aspek ukur teori McClelland
(1987) yang terdiri dari 36 aitem favorable dan 36 aitem unfavorable.
63
Skala ini merupakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban dengan
menghilangkan pilihan jawaban ragu-ragu karena dengan adanya pilihan jawaban
ragu-ragu akan menimbulkan kecenderungan subjek untuk memilih pilihan
jawaban tersebut. Menurut Azwar (1997), pilihan jawaban netral atau ragu-ragu
merupakan jawaban “tidak menentukan pendapat” sehingga data mengenai
perbedaan di antara responden menjadi kurang informatif. Skala ini memiliki
pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan
Sangat Sesuai (SS). Setiap aitem favorable yang dijawab STS mendapat skor 1,
TS mendapat skor 2, S mendapat skor 3, SS mendapat skor 4 ; dan sebaliknya
untuk aitem unfavorable, setiap aitem yang dijawab STS mendapat skor 4, TS
mendapat skor 3, S mendapat skor 2 dan SS mendapat skor 1.
Semakin tinggi skor skala maka semakin tinggi pula tingkat motivasi
berprestasi yang dimiliki, dan sebaliknya, semakin rendah skor skala maka
semakin rendah pula tingkat motivasi berprestasi yang dimiliki.
Selanjutnya peneliti mengkategorikan skor menjadi tiga kategori (Azwar,
1997), yaitu :
Rendah : X < ( - 1,0 )
Sedang : ( - 1,0 ) X < ( + 1,0 )
Tinggi : ( - 1,0 ) X
64
Aspek-aspek yang diukur dalam skala tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Blue Print (Kisi-kisi) Skala Motivasi Berprestasi
No Aspek Indikator No. aitem Jum-
lah F UF
1 Menyenangi
tugas atas
tanggung jawab
pribadi
Berusaha melakukan tugas walaupun
sulit 1, 5 25, 7 4
Tidak menyalahkan orang lain apabila
terjadi kegagalan 39, 14 29, 35 4
Melakukan sendiri apa yang menjadi
tugas dan tanggung jawabnya dengan
segera 49, 55 52, 58 4
2 Memperhatikan
umpan-balik atas
perbuatan atau
tugas yang
dilakukannya
Terbuka terhadap umpan balik 32,
28, 61
26,
40, 70 6
Aktif dan senang mencari umpan balik 44,
10, 62
31, 8,
72 6
3 Risiko pemilihan
tugas
Menetapkan tujuan prestasi yang
realistis sesuai kemampuan yang
dimiliki 33, 37 12, 2 4
Suka bekerja dengan tantangan 17, 19 3, 9 4
Membagi tugas menjadi beberapa
bagian, sehingga lebih mudah untuk
diselesaikan 50, 56 53, 59 4
4 Tekun dan ulet
dalam bekerja
atau belajar
Tekun dan pantang menyerah
mencapai tujuan walaupun tugas itu
sulit
4, 38,
63
30,
36, 21 6
Mengatur diri agar dapat mencapai
tujuan yang efektif 27,
20, 64
13,
34, 22 6
5 Melakukan tugas
penuh dengan
pertimbangan dan
perhitungan
Membuat perencanaan sebelum
melakukan tugas 16,
18, 65
41,
45, 66 6
Mempersiapkan hal-hal yang
diperlukan agar tugas selesai dengan
baik sesuai rencana
11,
43, 71
15,
48, 67 6
6 Berusaha
melakukan
sesuatu dengan
cara kreatif
Suka melakukan pekerjaan yang unik
atau tidak biasa 68, 24 42, 46 4
Senang bertindak kreatif dengan
mencari cara untuk menyelesaikan
tugas seefisien dan seefektif mungkin 69, 23 16, 47 4
Berusaha mencari cara untuk
mengerjakan suatu hal dengan baik 51, 57 54, 60 4
Jumlah 36 36 72
65
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Skala
a. Uji Validitas
Pengukuran uji validitas skala dalam penelitian ini menggunakan uji
validitas tampang (face validity) dan validitas isi (content validity), dengan
diberikan kepada kelompok penilai untuk memberikan pertimbangan
(judgement) mengenai penulisan skala maupun derajat favorable atau derajat
unfavorable atau disebut juga dengan review professional judgment. Skala
dalam penelitian ini akan diuji daya beda aitemnya dengan menggunakan
teknik korelasi Product Moment dengan bantuan komputer program statistik
SPSS for MS Windows version 17.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
formula Cronbach’s Alpha. Perhitungan uji reliabilitas skala dihitung dengan
menggunakan bantuan komputer program statistik SPSS for MS Windows
version 17.
2. Modul
Pengukuran uji validitas modul dilakukan dengan review professional
judgement dan mengujicobakan pada sekelompok subjek yang memiliki
karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Pengujian ini dilakukan dengan
memperhatikan beberapa aspek modul pelatihan diantaranya adalah isi pelatihan
apakah telah sesuai dengan tujuan pelatihan, penggunaan role play, dan game
66
apakah telah sesuai dengan tujuan pelatihan dan tata bahasa yaitu berkaitan
dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Penggunaan bahasa
yang lebih mudah dipahami adalah yang lebih baik. Selain itu, apakah modul
dapat dengan mudah dipahami oleh fasilitator sehingga dapat disampaikan dengan
baik oleh fasilitator.
G. Metode Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji-t
karena penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil skor tingkat motivasi
berprestasi (posttest) pada siswa kelas X yang berada dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan analisis independent
sample t test, dan untuk mengetahui keefektifan pelatihan kecerdasan adversity
maka dibandingkan hasil skor tingkat motivasi berprestasi kedua kelompok pada
saat sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan (pretest-posttest) dengan
menggunakan analisis paired sample t test. Perhitungan selengkapnya akan
menggunakan bantuan komputer program statistik SPSS for MS Windows version
17.
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Tempat Penelitian
Persiapan penelitian diawali dengan menentukan lokasi yang akan
dijadikan tempat penelitian. Lokasi pelaksanaan penelitian adalah SMA Negeri 8
Surakarta yang beralamat di Jalan Sumbing VI/49 Mojosongo, Jebres, Surakarta.
SMA Negeri 8 Surakarta merupakan sekolah negeri termuda di kota Surakarta
yang nota bene sekolah pinggiran, jauh dari perkotaan, sulit dijangkau oleh
kendaraan umum, tidak menjadi sekolah favorit yang diburu peserta didik, dengan
nilai input peserta didik rendah, motivasi belajar rendah dan berbagai alasan minir
yang dilontarkan oleh beberapa kalangan. Berdirinya SMA Negeri 8 Surakarta ini
tidak lepas dari alih fungsi SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) Negeri
Surakarta. Pengajar SGPLB Negeri Surakarta berjumlah 69 orang. Sebagian besar
pengajar disebar ke UPT-UPT (SMU/SMA, SMK, SMP, SLB, dan 2 orang
menjadi dosen di UNS dan UMS), kemudian 3 orang ke IKIP Surabaya.
SMA Negeri 8 Surakarta menempati bekas gedung SGPLB beserta segala
mebel dan peralatannya dengan luas tanah 4,2 Ha yang terdiri dari 2 sertifikat,
namun yang dikelola belum secara keseluruhan mengingat situasi dan kondisi
dana. Secara pasti akhirnya berkat adanya perjuangan yang gigih dari pendahulu
ataupun penerus, SMA Negeri 8 Surakarta diresmikan dan mendapat SK
Pendirian No. 0106/0/96 pada tanggal 23 April 1996.
67
68
Sebagai sebuah institusi pendidikan, SMA Negeri 8 Surakarta memiliki
motto, visi, dan misi sebagai berikut :
a. Motto
Yang saya dengar, saya lupa; yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat;
yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan, atau diskusikan dengan orang lain,
saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan tetapkan, saya
dapatkan pengetahuan dan keterampilan.
b. Visi
Meningkatkan dalam prestasi akademik dan unggul dalam prestasi
nonakademis berdasarkan iman dan takwa.
c. Misi
1) Melaksanakan pembelajaran secara efektif sehingga siswa dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.
2) Mengenalkan dan menggunakan serta mengembangkan hasil teknologi
modern.
3) Mengoptimalisasi bakat dan keterampilan siswa sehingga memiliki
kemandirian dan kecakapan hidup di tengah masyarakat.
4) a) Menumbuhkan semangat ketertiban dan kedisiplinan bagi warga
sekolah sebagai konsep dasar menuju sukses.
b) Mendorong semangat kerja bagi guru dan karyawan sehingga memiliki
tanggung jawab dan berdedikasi tinggi.
5) Meningkatkan pengalaman ajaran agama yang dianut dan budaya bangsa
sehingga menjadi sumber kearifan perilaku.
6) Mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi diri dalam
bidang olahraga dan seni sehingga dapat berkembang secara optimal.
69
7) Membudayakan etika pergaulan yang saling sapa, salam, senyum sehingga
terjalin persaudaraan dan kesetiakawanan sejati, saling asuh, asih, asah.
SMA Negeri 8 Surakarta terdiri dari kelas X sebanyak 10 kelas dengan
jumlah siswa sekitar 25-28 orang per kelas, kelas XI sebanyak 4 kelas iPA dan 6
kelas IPS, dan kelas XII sebanyak 3 kelas IPA, 6 kelas IPS, dan 1 kelas Bahasa.
2. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang
diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Permohonan izin tersebut diantaranya peneliti meminta surat pengantar dari
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta dengan nomor surat 827/UN27.06.7.1/TU/2011 yang ditujukan kepada
Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Surakarta. Setelah mendapat surat pengantar dari
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta kemudian penulis mengajukan permohonan melaksanakan penelitian
kepada pihak SMA Negeri 8 Surakarta dan setelah mendapatkan izin dari pihak
sekolah, peneliti mengadakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan bersama dengan pihak sekolah.
3. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Motivasi
Berprestasi berdasarkan teori aspek yang dikemukakan oleh McClelland (1987).
Aspek motivasi berprestasi McClelland (1987) antara lain: menyenangi tugas atas
tanggung jawab pribadi, memperhatikan umpan balik atas perbuatan atau tugas
70
yang dilakukannya, risiko pemilihan tugas, tekun dan ulet dalam bekerja,
melakukan tugas dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, berusaha
melakukan sesuatu dengan cara kreatif.
Skala Motivasi Berprestasi dalam penelitian ini terdiri dari 36 aitem
favorable dan 36 aitem unfavorable. Azwar (2005) mengemukakan bahwa suatu
skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favorable
dan unfavorable dalam jumlah yang kurang lebih seimbang sehingga pernyataan
yang disajikan tidak semua positif atau negatif yang akan berkesan bahwa isi
skala yang bersangkutan seluruhnya mendukung atau tidak mendukung objek
sikap. Variasi pernyataan favorable dan unfavorable akan membuat responden
memikirkan lebih hati-hati terhadap isi pernyataan sebelum memberikan respons
sehingga stereotip responden dalam menjawab dapat dihindari.
Skala Motivasi Berprestasi ini merupakan skala Likert dengan empat
pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S),
dan Sangat Sesuai (SS). Setiap aitem favorable yang dijawab STS mendapat skor
1, TS mendapat skor 2, S mendapat skor 3, SS mendapat skor 4 ; dan sebaliknya
untuk aitem unfavorable, setiap aitem yang dijawab STS mendapat skor 4, TS
mendapat skor 3, S mendapat skor 2 dan SS mendapat skor 1. Pilihan jawaban
ragu-ragu dihilangkan karena dengan adanya pilihan jawaban ragu-ragu akan
menimbulkan kecenderungan subyek untuk memilih pilihan jawaban tersebut.
Menurut Azwar (2005) pilihan jawaban netral atau ragu-ragu merupakan jawaban
“tidak menentukan pendapat” sehingga data mengenai perbedaan di antara
responden menjadi kurang informatif.
71
Distribusi Skala Motivasi Berprestasi sebelum uji coba adalah sebagai
berikut :
Tabel 4
Distribusi Skala Motivasi Berprestasi No Aspek Indikator No. aitem Jum-
lah Favorable Unfavorable
1 Menyenangi
tugas atas
tanggung jawab
pribadi
Berusaha melakukan tugas
walaupun sulit 1, 5 25, 7
4
Tidak menyalahkan orang lain
apabila terjadi kegagalan 39, 14 29, 35
4
Melakukan sendiri apa yang
menjadi tugas dan tanggung
jawabnya dengan segera 49, 55 52, 58
4
2 Memperhatikan
umpan-balik atas
perbuatan atau
tugas yang
dilakukannya
Terbuka terhadap umpan balik 32, 28,
61 26, 40, 70
6
Aktif dan senang mencari
umpan balik 44, 10,
62 31, 8, 72
6
3 Risiko pemilihan
tugas
Menetapkan tujuan prestasi
yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki 33, 37 12, 2
4
Suka bekerja dengan tantangan 17, 19 3, 9 4
Membagi tugas menjadi
beberapa bagian, sehingga
lebih mudah untuk diselesaikan 50, 56 53, 59
4
4 Tekun dan ulet
dalam bekerja
atau belajar
Tekun dan pantang menyerah
mencapai tujuan walaupun
tugas itu sulit 4, 38, 63 30, 36, 21
6
Mengatur diri agar dapat
mencapai tujuan yang efektif 27, 20,
64 13, 34, 22
6
5 Melakukan tugas
penuh dengan
pertimbangan
dan perhitungan
Membuat perencanaan
sebelum melakukan tugas 16, 18,
65 41, 45, 66
6
Mempersiapkan hal-hal yang
diperlukan agar tugas selesai
dengan baik sesuai rencana
11, 43,
71 15, 48, 67
6
6 Berusaha
melakukan
sesuatu dengan
cara kreatif
Suka melakukan pekerjaan
yang unik atau tidak biasa 68, 24 42, 46
4
Senang bertindak kreatif
dengan mencari cara untuk
menyelesaikan tugas seefisien
dan seefektif mungkin
69, 23 16, 47
4
Berusaha mencari cara untuk
mengerjakan suatu hal dengan
baik 51, 57 54, 60
4
Jumlah 36 36 72
72
4. Persiapan Eksperimen
Eksperimen dalam penelitian ini menggunakan pelatihan Kecerdasan
Adversitas sebagai perlakuan terhadap kelompok eksperimen. Pelatihan
Kecerdasan Adversitas dilakukan oleh tiga fasilitator dan dua co-fasilitator.
Sebelumnya, peneliti melakukan briefing mengenai materi dan pelaksanaan
pelatihan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan materi dan detail pelatihan
baik kepada fasilitator maupun co-fasilitator. Selanjutnya peneliti
menginformasikan kepada pihak sekolah mengenai hasil screening tentang siswa
yang dikenai penelitian yaitu siswa yang berada dalam kelompok eksperimen dan
siswa yang berada dalam kelompok kontrol. Peneliti kemudian menentukan waktu
dan tempat pelatihan dengan seijin pihak sekolah. Selanjutnya pihak sekolah
menginformasikan kepada siswa kelompok eksperimen untuk mengikuti pelatihan
Kecerdasan Adversitas.
Adapun peneliti mempersiapkan alat-alat yang digunakan dalam pelatihan
Kecerdasan Adversitas, antara lain :
a. Satu unit laptop dan LCD
Laptop dan LCD pada penelitian ini digunakan untuk menayangkan slide
pelatihan dan memutar video pelatihan.
b. Satu unit sound system
Sound system pada penelitian ini digunakan untuk memperdengarkan
musik dan sebagai pendukung dalam pemutaran video pada subyek pelatihan.
73
c. Modul pelatihan
Modul pelatihan pada penelitian ini terdiri dari modul pelatihan
pertemuan I dan modul pelatihan pertemuan II berupa makalah Kecerdasan
Adversitas dan worksheet berupa roleplay. Modul pelatihan dapat dilihat secara
lengkap pada lampiran E.
d. Slide pelatihan
Slide pelatihan dibuat untuk membantu peserta memahami materi yang
disampaikan oleh fasilitator. Slide pelatihan meliputi opening, sesi I, sesi II,
dan clossing.
e. Evaluasi proses dan hasil
Peneliti mempersiapkan lembar evaluasi proses untuk diisi sesuai dengan
keadaan dan perasaan yang dialami subyek sesungguhnya pada saat pelatihan.
Peneliti juga mempersiapkan lembar evaluasi hasil yang terdiri dari lembar
evaluasi materi dan hasil untuk diisi subyek setelah selesai mengikuti pelatihan
dan menjalani kehidupannya sehari-hari. Evaluasi pelatihan dapat dilihat secara
lengkap pada lampiran D.
f. Daftar hadir peserta
Peneliti mempersiapkan daftar hadir untuk mengetahui apakah peserta
mengikuti keseluruhan kegiatan pemberian perlakuan. Hal ini penting
dilakukan untuk memastikan bahwa subyek kelompok eksperimen mendapat
jumlah perlakuan yang sama.
74
g. Alat tulis
Alat tulis berupa bolpoin dan kertas dipergunakan oleh subyek untuk
mengisi worksheet, lembar evaluasi pelatihan, dan mencatat materi pelatihan.
h. Peralatan games
Peneliti mempersiapkan peralatan untuk games berupa balon, sedotan,
dan kertas kosong.
5. Pelaksanaan Uji Coba
a. Uji Coba Skala Motivasi Berprestasi
Pengujian Skala Motivasi Berprestasi dilakukan kepada 26 siswa kelas
X-8 SMA Negeri 8 Surakarta yang dipilih secara acak oleh peneliti. Siswa
yang digunakan untuk pengujian skala ini tidak diikutsertakan sebagai subyek
yang dikenai screening dan pretes. Siswa untuk uji coba merupakan siswa-
siswa yang memiliki ciri-ciri tertentu yang merupakan karakteristik populasi,
yang kemudian dipilih secara acak sebagai responden uji coba skala Motivasi
Berprestasi.
Pengambilan data untuk uji coba Skala Motivasi Berprestasi dilakukan
pada tanggal 18 Oktober 2011 mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 09.15
WIB di SMA Negeri 8 Surakarta. Sebelum uji coba dilakukan, peneliti
menginformasikan kepada pihak sekolah bahwa peneliti akan melakukan uji
coba Skala Motivasi Berprestasi dan meminta jadwal pelaksanaan kepada
pihak sekolah, kemudian pihak sekolah menginformasikan kepada siswa kelas
X-8 mengenai maksud dan tujuan dari tes tersebut. Setelah instrumen
75
penelitian terkumpul dilakukan skoring, kemudian dilakukan analisis daya
beda dan reliabilitasnya.
b. Uji Coba Modul Pelatihan
Pengujian dengan uji coba modul pelatihan kepada responden yang
memiliki karakteristik sama dengan subyek penelitian. Uji coba dilaksanakan
pada tanggal 12 Oktober 2010 di lingkungan peneliti. Responden uji coba
modul pelatihan sebanyak 5 anak yang merupakan siswa sekolah menengah
tingkat pertama. Prosedur uji coba modul pelatihan meliputi masing-masing
responden dibagikan modul pelatihan untuk dibaca dan pelatih menyampaikan
materi secara sekilas, kemudian responden diminta untuk mengisi lembar
evaluasi materi pelatihan.
Hasil analisis evaluasi materi uji coba modul dapat dilihat secara lengkap
pada tabel berikut :
Tabel 5
Nilai Tes Evaluasi Materi Uji Coba Modul
Responden Nilai
1 85
2 85
3 95
4 100
5 90
Rata-rata 91
Pada Tabel Nilai Tes Evaluasi Materi Uji Coba Modul menunjukkan
bahwa nilai tertinggi yang diperoleh oleh responden adalah 100 dan nilai
terendah adalah 85. Rata-rata nilai tes evaluasi materi uji coba modul adalah
76
91. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden telah
memahami isi materi yang diberikan oleh pelatih.
Tabel 6
Nilai Pemahaman Materi Uji Coba Modul
Responden Nilai
1 80
2 80
3 100
4 100
5 100
Rata-rata 92
Pada Tabel Nilai Pemahaman Materi Uji Coba Modul menunjukkan
bahwa nilai tertinggi yang diperoleh oleh responden adalah 100 dan nilai
terendah adalah 80. Rata-rata nilai tes evaluasi materi uji coba modul adalah
92. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden dapat
memahami materi dalam modul, tetapi masih ada beberapa materi yang
dibutuhkan aplikasi atau media yang dapat mempermudah dalam pemahaman.
Sehingga peneliti perlu memperbaiki modul agar lebih komunikatif dan mudah
dipahami oleh subyek penelitian dan menyiapkan media-media untuk
mempermudah penyampaian.
6. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
Sebelum pengujian validitas dan reliabilitas, dilakukan terlebih dahulu
penskoran Skala Motivasi Berprestasi. Penskoran pada aitem favorable skala yaitu
Sangat Tidak Sesuai (STS) mendapat skor 1, Tidak Sesuai (TS) mendapat skor 2,
Sesuai (S) mendapat skor 3, dan Sangat Sesuai (SS) mendapat skor 4 dan
sebaliknya untuk aitem yang bersifat unfavorable. Setelah dilakukan penskoran
77
Skala Motivasi Berprestasi, maka diperoleh skor setiap subyek. Hasil dari
penskoran tersebut kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas skala,
untuk mempermudah penghitungan peneliti menggunakan bantuan program SPSS
versi 17.0.
a. Uji Validitas
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan skala
psikologis sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan
ukurnya (Azwar, 2005). Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini
meliputi content validity dan construct validity. Content validity melalui review
professional judgment oleh pembimbing I dan pembimbing II sebagai pihak
yang berkompeten, sehingga penampilan skala lebih meyakinkan dan
memenuhi kesan mampu mengungkap atribut yang hendak diukur.
Selanjutnya, skala dalam penelitian ini diuji daya beda aitem dengan
menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan
program SPSS for MS Windows versi 17.0. Uji daya beda aitem akan
menentukan aitem yang gugur dan valid. Jumlah aitem yang diuji daya beda
aitem berjumlah 72 aitem. Hasil analisis menghasilkan 47 aitem valid dengan
indeks daya beda aitem 0,391 sampai dengan 0,844. Sebaran aitem skala yang
valid dan gugur dijelaskan dalam Tabel 7.
78
Tabel 7
Distribusi Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba No Aspek Indikator No. aitem
Jum-
lah Favorable Unfavorable
Valid Gugur Valid Gugur
1 Menyenangi
tugas atas
tanggung jawab
pribadi
Berusaha melakukan tugas
walaupun sulit 1, 5 - 7 25 3
Tidak menyalahkan orang
lain apabila terjadi kegagalan 39 14 29 35 2
Melakukan sendiri apa yang
menjadi tugas dan tanggung
jawabnya dengan segera
49 55 52,
58 - 3
2 Memperhatikan
umpan-balik
atas perbuatan
atau tugas yang
dilakukannya
Terbuka terhadap umpan
balik
32,
28,
61
- 40,
70 26 5
Aktif dan senang mencari
umpan balik
44,
62 10
31,
72 8 6
3 Risiko
pemilihan tugas
Menetapkan tujuan prestasi
yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki
37 33 2, 12 - 3
Suka bekerja dengan
tantangan 17 19 3 9 3
Membagi tugas menjadi
beberapa bagian, sehingga
lebih mudah untuk
diselesaikan
- 50,
56 59 53 1
4 Tekun dan ulet
dalam bekerja
atau belajar
Tekun dan pantang menyerah
mencapai tujuan walaupun
tugas itu sulit
4,
38,
63
-
30,
36,
21
- 6
Mengatur diri agar dapat
mencapai tujuan yang efektif
27,
20,
64
13,
34 22 5
5 Melakukan
tugas penuh
dengan
pertimbangan
dan perhitungan
Membuat perencanaan
sebelum melakukan tugas 65 16,
18
41,
45,
66
- 4
Mempersiapkan hal-hal yang
diperlukan agar tugas selesai
dengan baik sesuai rencana
11,
71 43 48
15,
67 3
6 Berusaha
melakukan
sesuatu dengan
cara kreatif
Suka melakukan pekerjaan
yang unik atau tidak biasa -
24,
68 42 46 1
Senang bertindak kreatif
dengan mencari cara untuk
menyelesaikan tugas
seefisien dan seefektif
mungkin
23 69 16 47 2
Berusaha mencari cara untuk
mengerjakan suatu hal
dengan baik
51,
57 54 60 3
Jumlah 23 24 47
79
b. Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas pada Skala Motivasi Berprestasi, kemudian
dilakukan uji reliabilitas pada aitem yang valid. Pengujian reliabilitas
diperlukan untuk mengetahui konsistensi atau keterpercayaan skala psikologis,
sehingga didapat skala psikologis yang konsisten dari waktu ke waktu (Azwar,
2005). Uji reliabilitas tersebut menggunakan teknik analisis Cronbach’s
Alpha, dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 17.0 for
windows. Hasil uji reliabilitas ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Tabel 8
Hasil Uji Reliabilitas Alpha Cronbach
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.952 47
Penghitungan reliabilitas Skala Motivasi Berprestasi diperoleh koefisien
reliabilitas sebesar 0,952. Perhitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran. Koefisien reliabilitas dianggap memuaskan apabila
koefisiennya mendekati 0,900 (Azwar, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka
dapat dinyatakan koefisien reliabilitas dari Skala Motivasi Berprestasi tersebut
adalah baik. Bisa dinyatakan pula bahwa Skala Motivasi Berprestasi tersebut
reliabel, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.
7. Penyusunan Alat Ukur
Tahap selanjutnya setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah
mempersiapkan aitem-aitem yang valid, kemudian didistribusi ulang untuk
mengambil data penelitian. Distribusi ulang skala yang digunakan untuk
penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
80
Tabel 9
Distribusi Aitem Skala Motivasi Berprestasi untuk Penelitian No Aspek Indikator No. aitem Jum-
lah Favorabel Unfavorabel
1 Menyenangi
tugas atas
tanggung jawab
pribadi
Berusaha melakukan tugas
walaupun sulit
1, 5 7, 25 (14) 4
Tidak menyalahkan orang lain
apabila terjadi kegagalan
39 (25) 29 (17) 2
Melakukan sendiri apa yang
menjadi tugas dan tanggung
jawabnya dengan segera
49 (32) 52 (34), 58
(37)
3
2 Memperhatikan
umpan balik atas
perbuatan atau
tugas yang
dilakukannya
Terbuka terhadap umpan balik 28 (16),
32 (20),
61 (39)
40 (26), 70
(45)
5
Aktif dan senang mencari
umpan balik
44 (29),
62 (40)
31 (19), 72
(47)
4
3 Risiko
pemilihan tugas
Menetapkan tujuan prestasi
yang realistis sesuai
kemampuan yang dimiliki
37 (23) 2, 12 (9) 3
Suka bekerja dengan tantangan 17 (11) 3 2
Membagi tugas menjadi
beberapa bagian sehingga lebih
mudah untuk diselesaikan
- 59 (38) 1
4 Tekun dan ulet
dalam bekerja
atau belajar
Tekun dan pantang menyerah
mencapai tujuan walaupun
tugas itu sulit
4, 38 (24),
63 (41)
21 (13), 30
(18), 36
(22)
6
Mengatur diri agar dapat
mencapai tujuan yang efektif
20 (12),
27 (15),
64 (42)
13 (10), 34
(21)
5
5 Melakukan
tugas penuh
dengan
pertimbangan
dan perhitungan
Membuat perencanaan sebelum
melakukan tugas
6, 65 (43) 41 (27), 45
(30), 66
(44)
5
Mempersiapkan hal-hal yang
diperlukan agar tugas selesai
dengan baik sesuai rencana
11 (8), 71
(46)
48 (31) 3
6 Berusaha
melakukan
sesuatu dengan
cara kreatif
Suka melakukan pekerjaan
yang unik atau tidak biasa
- 42 (28) 1
Senang bertindak kreatif
dengan mencari cara untuk
menyelesaikan tugas seefisien
dan seefektif mungkin
23 (14) - 1
Berusaha mencari cara untuk
mengerjakan suatu hal dengan
baik
51 (33),
57 (36)
54 (35) 3
Jumlah 36 36 72
Keterangan : nomor yang berada dalam tanda kurung ( ) merupakan susunan
nomor baru setelah validitas dan reliabilitas
81
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Pelaksanaan Pengambilan Data Pretest
Data pretest yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dengan menggunakan Skala Motivasi Berprestasi yang telah
diujicobakan. Pelaksanaan data pretest dilakukan bersamaan dengan pengambilan
data screening. Hal ini dilakukan karena alat yang digunakan untuk pengambilan
data sama yaitu Skala Motivasi Berprestasi, sehingga untuk menghindari
terjadinya carry over effect yang mungkin terjadi jika dilakukan pengambilan data
terpisah antara pretest dan screening, maka pretest dan screening dilakukan
dengan satu kali pengambilan data.
Pretest dan screening dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2011 di ruang
kelas X-5 dan X-7 SMA Negeri 8 Surakarta. Prosedur pelaksanaannya adalah
peneliti menginformasikan pada pihak sekolah bahwa akan melaksanakan pretest
dan screening pada tanggal yang ditentukan serta menginformasikan bahwa hanya
siswa kelas X-5 dan X-7 yang akan mengikuti kegiatan ini, kemudian pihak
sekolah yang menginformasikan kepada murid dan guru wali kelas. Pada hari
pelaksanaan, peneliti dibantu oleh asisten peneliti serta didampingi oleh guru wali
kelas menuju ke kelas X-5 dan X-7.
Kegiatan pretest dan screening ini dimulai pukul 10.00 WIB sampai pukul
10.30 dan diikuti oleh 26 siswa kelas X-5 serta 28 siswa kelas X-7, dimana 26
siswa kelas X-8 yang sebelumnya pernah digunakan untuk uji coba Skala
Motivasi Berprestasi tidak diikutsertakan. Pengambilan data pada siswa kelas X-5
dan X-7 dilakukan bersamaan. Peneliti memandu pelaksanaan kegiatan di kelas
X-5 didampingi oleh guru wali kelas X-5, sedangkan asisten peneliti memandu
82
pelaksanaan kegiatan di kelas X-7 didampingi oleh guru wali kelas X-7. Tabulasi
data hasil screening dapat dilihat pada lampiran F.
Setelah pengambilan data, peneliti mendapatkan skor motivasi berprestasi
seluruh subyek. Kemudian skor tersebut dikategorikan dalam tiga kategori
(Azwar, 2003), yaitu :
Rendah : X < ( - 1,0 )
Sedang : ( - 1,0 ) X < ( + 1,0 )
Tinggi : ( - 1,0 ) X
Pada penelitian ini, skor motivasi berprestasi seluruh subyek menunjukkan
berada pada kategori sedang atau tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan tingkat motivasi berprestasi subyek, maka berdasarkan screening
subyek dengan motivasi berprestasi kategori sedang yang digunakan dalam
penelitian ini. Distribusi pretest dapat dilihat secara lengkap pada lampiran F.
2. Penentuan Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas, yaitu siswa kelas X-5
dan siswa kelas X-7 di SMA Negeri 8 Surakarta. Pada awalnya jumlah siswa yang
didapatkan setelah dilakukan pretest yaitu kelas X-5 berjumlah 19 siswa dan kelas
X-7 berjumlah 17 siswa yang masuk dalam kategori sedang dan rendah.
Dikarenakan perolehan jumlah siswa dari dua kelas berbeda (tidak sama), maka
peneliti tidak mengikutsertakan dua siswa dari kelas X-5 dengan cara random.
Setelah ditentukan subyek pada masing-masing kelompok, kemudian dilakukan
matching sesuai dengan skor motivasi berprestasi pretest sehingga diperoleh 17
pasangan subyek. Berikut adalah pembagian kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol :
83
Tabel 10
Subyek Kelompok Kontrol
Kode Subyek Skor Tingkat Motivasi Berprestasi Kelas
KK1 124 Sedang X-5
KK2 124 Sedang X-5
KK3 125 Sedang X-5
KK4 127 Sedang X-5
KK5 128 Sedang X-5
KK6 129 Sedang X-5
KK7 130 Sedang X-5
KK8 130 Sedang X-5
KK9 130 Sedang X-5
KK10 131 Sedang X-5
KK11 131 Sedang X-5
KK12 132 Sedang X-5
KK13 132 Sedang X-5
KK14 133 Sedang X-5
KK15 137 Sedang X-5
KK16 138 Sedang X-5
KK17 139 Sedang X-5
Tabel 11
Subyek Kelompok Eksperimen
Kode Subyek Skor Tingkat Motivasi Berprestasi Kelas
KE1 119 Sedang X-7
KE2 121 Sedang X-7
KE3 124 Sedang X-7
KE4 126 Sedang X-7
KE5 128 Sedang X-7
KE6 129 Sedang X-7
KE7 130 Sedang X-7
KE8 130 Sedang X-7
KE9 131 Sedang X-7
KE10 131 Sedang X-7
KE11 132 Sedang X-7
KE12 134 Sedang X-7
KE13 135 Sedang X-7
KE14 136 Sedang X-7
KE15 136 Sedang X-7
KE16 137 Sedang X-7
KE17 140 Sedang X-7
84
3. Pelaksanaan Eksperimen
Pelaksanaan eksperimen dengan memberikan perlakuan berupa pelatihan
kecerdasan adversitas. Pelatihan kecerdasan adversitas ini menggunakan
pendekatan experiential learning dengan metode communication activities,
simulasi, permainan (games), studi kasus, sharing, role play, dan tayangan video.
Pelatihan ini dilaksanakan selama dua pertemuan dalam dua hari berturut-turut
pada tanggal 4 dan 5 November 2011 dengan waktu 120 menit setiap pertemuan
karena adanya kendala jadwal kegiatan sekolah yang tidak bisa disesuaikan
dengan waktu penelitian.
Pada penelitian ini, pelatihan kecerdasan adversitas diberikan pada seluruh
siswa kelas X-7, bukan hanya siswa yang menjadi kelompok eksperimen. Hal ini
dilakukan atas dasar permintaan dan rekomendasi pihak sekolah agar tidak terjadi
kesenjangan dan kecemburuan karena perbedaan perlakuan antara siswa satu
dengan yang lain. Pada pelaksanaan pemberian pelatihan kecerdasan adversitas,
peneliti dibantu oleh 5 orang mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran UNS. Jadwal pelaksanaan eksperimen dapat dilihat pada Lampiran A.
Sedangkan modul pelatihan kecerdasan adversitas dapat dilihat secara lengkap
pada Lampiran E. Penjelasan mengenai pelatihan kecerdasan adversitas pada tiap
pertemuan adalah sebagai berikut :
a. Pertemuan Pertama
Pelatihan kecerdasan adversitas pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 4 November 2011 di ruang kelas X-7 SMA Negeri 8 Surakarta.
85
Rangkaian kegiatan ini berlangsung selama 120 menit, yaitu mulai pukul 10.00
WIB dan berakhir pada pukul 12.00 WIB. Siswa yang hadir pada pertemuan ini
sebanyak 29 siswa kelas X-7. Rangkaian kegiatan ini meliputi beberapa sesi
yaitu:
1) Pembukaan
Pertemuan ini dibuka oleh guru wali kelas dengan menjelaskan maksud
kedatangan peneliti kepada para siswa, kemudian guru wali kelas
mempersilahkan peneliti untuk memulai. Peneliti memulai pertemuan
pertama dengan salam dan memperkenalkan team serta memberikan jargon
dan ice breaking berupa “salam semangat” agar membangun semangat
siswa di awal pelatihan. Hal ini dimaksudkan untuk mencairkan suasana,
menghancurkan rintangan psikologis, sosial dan usia serta untuk lebih
mengangkrabkan suasana sehingga siswa dapat mengikuti pelatihan
kecerdasan adversitas dengan nyaman dan leluasa.
Selanjutnya pelatihan kecerdasan adversitas dipimpin langsung oleh
fasilitator beserta team. Fasilitator menyampaikan informasi mengenai
rangkaian pelatihan yang harus diikuti oleh peserta. Peserta juga diminta
untuk membuat kesepakatan atau kontrak tentang harapan yang ingin
dicapai dalam pelatihan, yang harus dilakukan selama pelatihan untuk
mencapai harapan, dan hal yang tidak boleh dilakukan selama pelatihan.
2) Sesi I “ Kecerdasan Adversitas dan Dimensinya”
Sesi ini diawali dengan salam dari fasilitator. Kemudian fasilitator
membuat suatu peraturan dimana ketika fasilitator mengatakan “Hai”, maka
86
peserta serentak harus menjawab dengan “Halo”. Begitu pula dengan
sebaliknya, ketika fasilitator mengatakan “Halo”, maka peserta harus
menjawab dengan “Hai”. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
konsentrasi peserta agar menjadi lebih fokus tentang apa yang akan
disampaikan oleh fasilitator.
Kegiatan selanjutnya fasilitator menjelaskan pengertian tentang
kecerdasan adversitas yang tertara dalam slide. Dimana ketika Sesi I ini
fasilitator menggunakan alat bantu berupa LCD dan laptop. Setelah peserta
mengetahui dan mengenali tentang makna kecerdasan adversitas, fasilitator
melanjutkan dengan dimensi-dimensi yang terkait terhadap kecerdasan
adversitas. Dalam penjelasan kali ini, fasilitator lebih menekankan kepada
pemaknaan dengan memberikan contoh atau studi kasus kepada siswa
sehingga siswa dapat dengan mudah memahami apa yang disampaikan oleh
fasilitator.
3) Games Kecerdasan Adversitas
Games ini menggunakan peralatan berupa balon dan sedotan. Fasilitator
memulai games ini dengan membagi peserta menjadi 5 kelompok. Tiap
kelompok diisi oleh 5 sampai 6 orang. Kemudian fasilitator menjelaskan
peraturan tentang games ini dengan jelas. Nama permainan ini adalah
meniup balon menggunakan sedotan. Dimana setiap peserta mendapatkan 1
sedotan. Tugas dari ketua kelompok adalah memegang balon, sedangkan
anggota kelompok secara bergantian meniup balon menggunakan sedotan.
Games ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta
87
tentang makna kecerdasan adversitas yang telah disampaikan oleh fasilitator
pada Sesi I tentang “Kecerdasan Adversitas dan Dimensinya”.
4) Evaluasi dan Closing Session
Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengajak peserta menguraikan kembali
materi yang telah disampaikan oleh fasilitator. Selanjutnya fasilitator
memberikan clossing statement untuk memotivasi peserta agar bersemangat
mengikuti pelatihan kecerdasan adversitas pada pertemuan kedua dan
diakhiri dengan salam penutup dari fasilitator.
b. Pertemuan Kedua
Pelatihan Kecerdasan Adversitas pertemuan kedua dilaksanakan pada
tanggal 5 November 2011 di ruang kelas X-7 SMA Negeri 8 Surakarta. Pada
pertemuan kedua kali ini kegiatan berlangsung selama 120 menit, yaitu mulai
pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB. Siswa yang hadir pada pertemuan
kali ini sebanyak 29 siswa kelas X-7. Rangkaian dari kegiatan kali ini adalah
sebagai berikut :
1) Opening Session
Pertemuan kedua kali ini dibuka dengan salam dari fasilitator. Dengan
suara lantang fasilitator mencoba membangun semangat dari para peserta
pelatihan kecerdasan adversitas ini. Kemudian disambut dengan penuh
semangat oleh peserta yang disertai dengan tepuk tangan yang sangat
meriah dari peserta. Pembukaan dengan penuh semangat ini dimaksudkan
88
untuk mengangkat motivasi peserta mengikuti kegiatan pada hari kedua
pelatihan kecerdasan adversitas.
Selanjutnya fasilitator memberikan ice breaking berupa “Goyang Shake
shake”. Peserta diajak bergoyang mengikuti gerakan dari fasilitator. Terlihat
jelas wajah malu-malu dari para peserta ketika mengikuti gerakan dari
fasilitator. Ice breaking kali ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana
yang kondusif serta memunculkan keakraban dan kenyamanan dari para
peserta pelatihan kecerdasan adversitas.
2) Sesi II “Strategi Efektif Dalam Mengembangkan Kecerdasan Adversitas”
Pada Sesi II ini peserta mengikuti presentasi dari fasilitator yang
menggunakan alat bantu berupa LCD dan laptop. Dimana peserta diberi
pengetahuan yang mendalam tentang strategi efektif dalam mengembangkan
kecerdasan adversitas. Fasilitator menjelaskan dengan metode contoh kasus
yang sehari-hari dialami oleh siswa di sekolah. Kemudian fasilitator juga
memutarkan beberapa contoh cuplikan video tentang kecerdasan adversitas
untuk lebih memberikan pemaknaan yang mendalam tentang strategi-
strategi efektif dalam meningkatkan kecerdasan adversitas. Disini terlihat
jelas raut wajah dari para peserta yang fokus memperhatikan apa yang
disampaikan oleh fasilitator. Fasilitator juga berkomunikasi langsung
kepada peserta tentang bagaimana tanggapan tentang contoh cuplikan video
yang ditampilkan.
Para peserta mengikuti Sesi II ini dengan baik dan banyak dari wajah-
wajah mereka yang mengisyaratkan bahwa mereka paham apa yang
89
dijelaskan oleh fasilitator. Ini terbukti ketika fasilitator menanyakan kembali
apa yang telah disampaikan. Peserta secara serentak menjawab dengan baik
dan sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh fasilitator.
3) Role play “LEAD”
Fasilitator mengajak peserta untuk bermain peran dengan contoh-contoh
atau studi kasus yang telah dipersiapkan. Peserta diminta untuk menjawab
pertanyaan yang tercantum dalam kertas role play yang dibagikan oleh
fasilitator. Setelah selesai mengerjakan, fasilitator dan peserta
mendiskusikan bersama mengenai contoh studi kasus yang telah dikerjakan
oleh peserta. Role play ini dimaksudkan agar peserta dapat mengaplikasikan
materi-materi yang telah disampaikan oleh fasilitator dalam kehidupan
sehari-sehari sehingga pemaknaan dari pelatihan kecerdasan adversitas itu
sendiri dapat dipahami dan dimengerti dengan baik oleh peserta pelatihan.
4) Pemutaran Video “Kecerdasan Advesitas”
Pemutaran video kali ini lebih dimaksudkan untuk mendukung materi
sebelumnya. Peserta diminta untuk mengamati video tersebut dan
menganalisis setiap adegan yang ada. Kemudian peserta juga diperbolehkan
berpendapat ketika video selesai ditayangkan. Beberapa peserta terlihat
antusias dalam menyampaikan pendapat. Para peserta lebih menekankan
kepada pemaknaan materi yang disampaikan dan mengarah kepada contoh-
contooh kehidupan yang dialami sehari-sehari.
90
Terlihat secara jelas gambaran-gambaran yang peserta kemukakan
adalah konsep yang jelas tentang kecerdasan adversitas. Ini didukung oleh
pengalaman yang dimiliki peserta ketika menyampaikan pendapat. Secara
keseluruhan peserta telah memahami akan pentingnya kecerdasan adversitas
yang dikemukakan oleh fasilitator.
5) Evaluasi
Dalam proses evaluasi kali ini, fasilitator menekankan kepada peserta
tentang pentingnya kecerdasan adversitas. Seperti yang telah dikemukana
oleh beberapa pendapat dari peserta, fasilitator mengembangkan dengan
mengajak peserta untuk merenungkan pengalaman selama mengikuti
pelatihan kecerdasan adversitas ini. Fasilitator dan peserta sharing mengenai
keseluruhan pelatihan. Kemudian pelatihan ditutup dengan meminta setiap
peserta untuk mengucapkan kalimat motivasi untuk diri sendiri dan orang
lain agar dapat menjadi seseorang yang lebih baik dan mampu
meningkatkan kecerdasan adversitas yang dimiliki.
4. Pelaksanaan Pengambilan Data Postest
Pengambilan data postest dilaksanakan pada tanggal 19 November 2011
yaitu 14 – 16 hari setelah pemberian perlakuan. Menurut Latipun (2004) untuk
mengetahui efek suatu perlakuan dilakukan dengan jalan membandingkan kondisi
atau performansi subyek antara kondisi awal dengan kondisi setelah perlakuan
dan untuk menghindari carry over effect antara pengambilan data awal dan setelah
91
perlakuan maka harus diberi interval waktu tertentu. Berdasarkan teori tersebut
maka peneliti melakukan postest 21 hari setelah pretest. Hal ini dilakukan dengan
alasan menghindari carry over effect antara pretest dengan postest karena
menggunakan alat ukur yang sama yaitu Skala Motivasi Berprestasi.
Pengambilan posttest dilakukan dengan Skala Motivasi Berprestasi yang
valid pada kelompok eksperimen dan kontrol SMA Negeri 8 Surakarta. Prosedur
pelaksanaan posttest dilakukan dengan mengumpulkan seluruh siswa, baik
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol di ruang kelas X-5 pada jam
istirahat sekolah, yaitu pukul 09.30. Subyek penelitian dari kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol mengisi Skala Motivasi Berprestasi bersama-sama dengan
instruksi yang sama. Distribusi skor posttest dapat dilihat pada lampiran F.
C. Hasil Penelitian
2. Hasil Analisis Kuantitatif
a. Hasil Pretest dan Postest
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor motivasi berprestasi
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan Skala
Motivasi Berprestasi yang diukur sebelum eksperimen (pretest) dan setelah
eksperimen (postest). Deskripsi hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
92
Tabel 12
Deskripsi Hasil Penelitian
Kelompok Subyek
Pengukuran
Pretest Postest
Skor
Skala
Tingkat
Motivasi
Berprestasi
Skor
Skala
Tingkat
Motivasi
Berprestasi
Kontrol
KK1 124 Sedang 112 Sedang
KK2 124 Sedang 124 Sedang
KK3 125 Sedang 116 Sedang
KK4 127 Sedang 120 Sedang
KK5 128 Sedang 124 Sedang
KK6 129 Sedang 128 Sedang
KK7 130 Sedang 127 Sedang
KK8 130 Sedang 125 Sedang
KK9 130 Sedang 134 Sedang
KK10 131 Sedang 130 Sedang
KK11 131 Sedang 124 Sedang
KK12 132 Sedang 134 Sedang
KK13 132 Sedang 142 Sedang
KK14 133 Sedang 129 Sedang
KK15 137 Sedang 132 Sedang
KK16 138 Sedang 134 Sedang
KK17 139 Sedang 137 Sedang
Mean 130,58 127,52
Eksperimen
KE1 119 Sedang 118 Sedang
KE2 121 Sedang 130 Sedang
KE3 124 Sedang 155 Tinggi
KE4 126 Sedang 138 Sedang
KE5 128 Sedang 162 Tinggi
KE6 129 Sedang 133 Sedang
KE7 130 Sedang 133 Sedang
KE8 130 Sedang 125 Sedang
KE9 131 Sedang 137 Sedang
KE10 131 Sedang 155 Tinggi
KE11 132 Sedang 136 Sedang
KE12 134 Sedang 126 Sedang
KE13 135 Sedang 149 Tinggi
KE14 136 Sedang 154 Tinggi
KE15 136 Sedang 141 Tinggi
KE16 137 Sedang 139 Sedang
KE17 140 Sedang 145 Tinggi
Mean 130,52 139,76
93
Perbedaan rata-rata skor motivasi berprestasi antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol juga dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 6
Rata-rata Skor Motivasi Berprestasi Kelompok Eksperimen ( ) dan
Kelompok Kontrol ( )
Gambar tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian
Pelatihan Kecerdasan Adversitas pada kelompok eksperimen, yaitu terjadi
kenaikan skor motivasi berprestasi pada kelompok eksperimen dibandingkan
kelompok kontrol pada pengukuran setelah pemberian perlakuan. Selanjutnya
dari hasil pretest dan postest baik pada kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol dilakukan uji hipotesis dengan bantuan komputer program
statistik SPSS for MS Windows version 17.
b. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui apakah uji hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan statistik parametrik atau non parametrik. Uji
asumsi meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
130,58127,52
130,52
139,76
120
125
130
135
140
145
pre post
kk
ke
94
1) Uji normalitas
Menurut Priyatno (2008), uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah sebaran nilai dari variabel tergantung mengikuti distribusi kurva
normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal maka uji hipotesis
menggunakan statistik parametrik. Pada penelitian ini, uji normalitas dengan
menggunakan bantuan program SPSS for MS Windows version 17 dengan
teknik Kolmogorov-Smirnov. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%
atau 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar
dari 5% atau 0,05. Dari perhitungan uji normalitas yang dilakukan,
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 13
Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kkpre .140 17 .200* .943 17 .360
kkpost .134 17 .200* .982 17 .971
kepre .110 17 .200* .970 17 .818
kepost .114 17 .200* .973 17 .869
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat pada kolom Kolmogorov-
Smirnov bahwa nilai signifikansi untuk pretest dan posttest kelompok
eksperimen maupun kontrol sebesar 0,200. Data pada tabel menunjukkan
signifikansi untuk seluruh variabel lebih besar dari 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa data pretest dan postest pada kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol berdistribusi normal.
95
2) Uji Homogenitas
Menurut Priyatno (2008) uji homogenitas atau uji kesamaan ragam
digunakan untuk mengetahui homogen tidaknya suatu data atau ada
tidaknya perbedaan varian pada kedua kelompok sampel (dalam penelitian
ini, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) sebagai prasyarat dalam
analisis Independent sample T test. Uji homogenitas menggunakan program
SPSS for MS Windows version 17 dengan teknik uji t (Levene’s Test). Taraf
signifikansi yang digunakan adalah 5% atau 0,05. Jika nilai signifikansi data
lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan varian dari kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sama (homogen). Dari uji homogenitas yang telah
dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 14
Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
skor_mb
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.628 1 32 .066
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa signifikansi yang diperoleh
adalah 0,066 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada
penelitian ini memiliki varian sama.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan program SPSS for MS
Windows version 17. Karena data pada penelitian ini dinyatakan berdistribusi
96
normal dan memiliki varian homogen, maka uji hipotesis dilakukan dengan
menggunakan metode parametrik dengan teknik uji beda t pada dua sampel
bebas (Independent Sample T Test) dan dua sampel yang berkorelasi (Paired
Samples T Test). Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% atau 0,05.
1) Independent sampel T test
Menurut Priyatno (2008), uji beda t pada dua sampel bebas
(Independent Sample T Test) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan pada kedua kelompok sampel yang tidak berhubungan,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Setelah diperoleh data postest kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol kemudian dilakukan uji Independent Sampel T Test dan diperoleh
data sebagai berikut:
Tabel 15
Uji Independent Sample T Test Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
skor_mb
Equal variances
assumed 3.628 .066 -3.447 32 .002
Equal variances not
assumed -3.447 26.859 .002
Berdasarkan data tersebut diketahui hasil uji kesamaan varian
(homogenitas) dengan F tes yaitu sebesar 3,628 dimana nilai tersebut lebih
besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian sama (homogen). Uji
homogenitas ini adalah prasyarat dalam Uji Independent Sampel T Test.
Setelah diketahui bahwa varian sama, maka dapat diketahui nilai t. Dari tabel
97
diatas dapat diketahui nilai t hitung dengan tingkat signifikansi 0,05 adalah
3,447 dan diperoleh t tabel sebesar 2,035.
Berdasarkan kriteria pengujian, Ho ditolak bila t hitung lebih besar
daripada t tabel dan P value kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008). Pada hasil Uji
Independent Sampel T Test ini nilai t hitung lebih besar daripada t tabel
(3,447 > 2,035) dan P value kurang dari 0,05 (0,002 < 0,05) maka Ho ditolak
dan disimpulkan ada perbedaan skor motivasi berprestasi sesudah pemberian
Pelatihan Kecerdasan Adversitas antara kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen, artinya terdapat pengaruh pemberian Pelatihan Kecerdasan
Adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X-7 SMA Negeri
8 Surakarta. Menurut Priyatno (2008), nilai t hitung negatif menunjukkan
rata-rata kelompok 1, pada data ini yaitu kelompok kontrol, lebih rendah
daripada kelompok 2, pada data ini yaitu kelompok eksperimen, artinya
Pelatihan Kecerdasan Adversitas memberikan pengaruh berupa peningkatan
motivasi berprestasi pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 8 Surakarta.
2) Paired Sample T Test
a) Kelompok Eksperimen
Uji beda t pada dua sampel yang berkorelasi (Paired Samples T Test)
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
signifikan pada kedua sampel yang berkorelasi, yaitu pretest dan posttest
pada kelompok eksperimen (Priyatno, 2008).
98
Hasil pengujian apakah peningkatan motivasi berprestasi pada kelompok
eksperimen signifikan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16
Uji Paired Sample T Test Kelompok Eksperimen
Paired Samples Test
t Df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Pretest - Postest -3.241 16 .005
Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata pretest 130,52 dan nilai rata-
rata postest 139,76. Dengan menggunakan signifikansi 5% atau 0,05
didapatkan nilai t hitung sebesar 3,241 dengan t tabel 2,120. Pada hasil Uji
Paired Sampel T Test ini nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,241 >
2,120) dan P value kurang dari 0,05 (0,005 < 0,05) maka Ho ditolak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara skor motivasi berprestasi sebelum dan setelah pemberian perlakuan,
artinya Pelatihan Kecerdasan Adversitas efektif untuk meningkatkan
motivasi berprestasi pada siswa kelas X-7 SMA Negeri 8 Surakarta.
99
b) Kelompok Kontrol
Uji beda t pada dua sampel yang berkorelasi (Paired Samples T Test)
juga dilakukan pada kelompok kontrol dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan pada hasil pretest dan posttest. Hasil uji Paired Sample
T Test pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut :
Tabel 17
Uji Paired Sample T Test Kelompok Kontrol
Paired Samples Test
t Df Sig. (2-tailed)
Pair 1 Pretest - Postest 2.271 16 .037
Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata pretest 130,58 dan nilai
rata-rata postest 127,52. Dengan menggunakan signifikansi 5% atau 0,05
didapatkan nilai t hitung sebesar 2,271 dengan t tabel 2,120. Pada hasil Uji
Paired Sampel T Test ini nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (2,271 >
2,120) dan P value kurang dari 0,05 (0,037 < 0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor
motivasi berprestasi pada saat pretest dan posttest.
d. Hasil Analisis Evaluasi Proses dan Hasil Pelatihan
1) Evaluasi Proses
Hasil analisis evaluasi proses pelatihan dapat dilihat secara lengkap pada
tabel berikut :
100
Tabel 18
Hasil Analisis Evaluasi Proses Pelatihan
No Aspek yang Dievaluasi Kriteria Evaluasi Jumlah
(%)
1. Kesesuaian materi dengan
tujuan yang ingin dicapai
Sesuai 100
Tidak sesuai 0
Memadai 100
Tidak Memadai 0
2. Cara penyajian materi Mudah dipahami 100
Sulit dipahami 0
Menarik 100
Membosankan 0
3. Cara penyaji melakukan
fasilitasi
Luwes 100
Kaku 0
Terarah 100
Tidak jelas 0
4. Efek yang dirasakan peserta
setelah mengikuti sesi
pelatihan
Memahami 100
Tidak memahami 0
Tambah Pengetahuan 100
Bingung 0
5. Sistematika dan alur pelatihan Runtut 100
Tidak runtut 0
Jelas 100
Tidak jelas 0
6. Penggunaan waktu pelatihan Efektif 83,3
Tidak efektif 16,7
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar subyek kelompok
eksperimen menyatakan bahwa materi yang diberikan sudah sesuai dan
memadai dengan tujuan yang ingin dicapai, penyajian materi oleh fasilitator
mudah dipahami dan menarik, serta fasilitator melatih dengan luwes dan
terarah. Seluruh subyek merasa bahwa materi yang diberikan dapat
dipahami dan menambah pengetahuan masing-masing subyek. Sistematika
dan alur pelatihan dilakukan dengan runtut dan jelas, serta penggunaan
waktu yang belum efektif oleh fasilitator.
Subyek memberikan saran dan komentar mengenai proses Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, antara lain :
101
a) Penjelasan materi sesuai, berkualitas baik, dan sangat bermanfaat bagi
peserta pelatihan.
b) Bahasa dan komunikasi dapat diterima dengan baik oleh peserta.
c) Penyampaian materi bervariasi diselingi dengan games dan pemutaran
video yang membuat suasana menjadi tidak membosankan.
d) Menurut beberapa siswa, Pelatihan Kecerdasan Adversitas ini sangat
menarik namun kurang diperbanyak tampilan-tampilan videonya.
e) Waktu yang digunakan kurang efektif karena pelatihan diadakan pada
siang hari setelah pulang sekolah.
2) Evaluasi Hasil Pelatihan
Berdasarkan data hasil evaluasi, dapat disimpulkan bahwa subyek telah
menerapkan keterampilan kecerdasan adversitas dalam kehidupan sehari-
hari meskipun pada awalnya mengalami kesulitan untuk menerapkannya.
Subyek menyatakan bahwa pelatihan kecerdasan adversitas sangat
bermanfaat untuk membantu subyek dalam menghadapi permasalahan
sehari-hari. Manfaat yang didapatkan oleh subyek tersebut antara lain
subyek dapat meningkatkan motivasi berprestasi, subyek menjadi lebih
tertantang untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi, subyek
juga mampu mengembangkan kecerdasan adversitas yang dimiliki dengan
cara melatih diri. Sebagian besar subyek juga tidak mengalami kesulitan
dalam mengembangkan kecerdasan adversitas. Disamping itu subyek juga
mengharapkan masih ada pelatihan-pelatihan seperti ini untuk
meningkatkan potensi yang ada di dalam diri subyek masing-masing.
102
Beberapa subyek tidak memberikan komentar karena Pelatihan Kecerdasan
Adversitas ini dirasa cukup memberikan manfaat yang positif bagi subyek.
3. Hasil Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif bertujuan untuk melihat proses-proses yang dialami oleh
subyek selama dan setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Selain itu,
analisis kualitatif juga bertujuan untuk mengetahui gambaran proses perubahan
yang dialami subyek selama dan sesudah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas. Analisis kualitatif dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan
skor motivasi berprestasi, hasil observasi, hasil evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Gambaran perubahan skor yang dialami seluruh subyek kelompok
eksperimen sebelum dan sesudah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 7
Skor Motivasi Berprestasi Subyek Kelompok Eksperimen Sebelum
(pretest) dan Sesudah (postest) Pelatihan
119121 124 126 128 129 130
130 131131 132
134 135 136 136 137 140
118
130
155
138
162
133 133
125
137
155
136
126
149154
141 139 145
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
pre
post
103
Adapun gambaran proses perubahan masing-masing subyek selama dan
setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas akan dijelaskan lebih rinci
pada penjelasan berikut ini.
a. Analisis Kualitatif pada Subyek KE1
Gambar 8
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE1
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 8 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE1 mengalami penurunan setelah diberikan pelatihan. KE1 merupakan
subyek dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE1 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 119. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor turun
menjadi 118. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Penurunan skor motivasi berprestasi KE1 memang cukup mengejutkan.
Hal ini diperkuat dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari
pertama Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE1 cukup antusias mengikuti
pelatihan. KE1 banyak memberikan umpan balik atas pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh fasilitator. Saat temannya menjawab pertanyaan, KE1 juga
terlihat menyimak dan terkadang memberikan sedikit petunjuk kepada
temannya agar temannya bisa menjawab. KE1 terlihat biasa saja ketika tidak
020406080
100120140
pre post
104
bisa memberikan jawaban dan tetap menyimak pelatihan. Di akhir pelatihan,
KE1 terlihat mengamati dengan serius pemaknaan yang diberikan oleh
fasilitator.
Pada hari kedua, KE1 memang terlihat tidak begitu antusias, namun
KE1 tetap memberikan respon saat diminta berdiskusi tetapi tidak banyak
memberikan petunjuk jawaban pada temannya karena teman-temannya
kebanyakan bisa menjawab pertanyaan. Pada hari kedua ini, KE1
memperlihatkan kurang bersemangat dalam mengikuti pelatihan. Ternyata
pada hari kedua ini KE1 sedang ada masalah. Ketika ditanya oleh fasilitator,
KE1 tidak mau mengatakan apa yang menjadi masalahnya. Teman-teman dekat
KE1 yang mengetahui kemudian memberitahukan kepada fasilitator secara
spontan bahwa KE1 sedang badmood karena baru saja berantem dengan
pacarnya.
Untuk lebih meningkatkan suasana yang kondusif dan lebih
bersemangat lagi, fasilitator berinisiatif untuk memberikan sedikit ice breaking
baru. Meskipun pada awal pelatihan hari kedua ini sudah diberikan ice
breaking. Ketika diberikan ice breaking, ternyata semua peserta lebih
bersemangat. KE1 yang awalnya terlihat bermalas-malasan, kemudian
mengikuti dengan seksama dan terlihat antusias mengikuti apa yang
disampaikan oleh fasilitator. Pada akhir sesi pelatihan, KE1 juga terlihat
memperhatikan pemaknaan fasilitator seperti pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas. KE1 mengaku senang dengan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas yang diberikan dan memberikan pendapat bahwa Pelatihan
105
Kecerdasan Adversitas ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari
kelak.
b. Analisis Kualitatif pada Subyek KE2
Gambar 9
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE2
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 9 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE2 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE2 merupakan subyek
dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE2 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 121. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 130. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Peningkatan skor KE2 bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adverstitas, KE2 terlihat sangat antusias dalam mengikuti
pelatihan. Hal ini terlihat dari perilakunya, KE2 terlihat banyak memberikan
respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh fasilitator. KE2
juga menyimak dan mendengarkan dengan baik materi yang diberikan oleh
fasilitator. Disamping itu, sesekali KE2 mencatat beberapa bagian yang
dianggapnya penting di buku yang dibawanya.
020406080
100120140
pre post
106
Pada hari kedua, KE2 terlihat lebih bersemangat untuk mengikuti
pelatihan. Pada awal ice breaking, KE2 tanpa ragu mengikuti gerakan-gerakan
yang dicontohkan oleh fasilitator. KE2 juga memberanikan diri untuk
mengajak berkomunikasi langsung dengan fasilitator. Ketika fasilitator
menanyakan tentang apa yang didapatkan pada pelatihan hari pertama, KE2
terlihat menjawab dengan jelas, lugas, dan tanpa ragu-ragu atas pertanyaan
tersebut. KE2 mengikuti Pelatihan Kecerdasan Adversitas pada hari kedua ini
dengan baik.
c. Analisis Kualitatif pada Subyek KE3
Gambar 10
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE3
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 10 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE3 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE3 merupakan subyek
dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE3 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 124. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 155. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE3 bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
0
40
80
120
160
pre post
107
Kecerdasan Adversitas, KE3 terlihat penasaran dengan pelatihan yang akan
diberikan oleh fasilitator. KE3 terlihat tertarik saat fasilitator memberikan ice
breaking pada awal sebelum pelatihan dimulai. KE3 merupakan sosok yang
pendiam namun selalu memperhatikan dengan baik di setiap sesi Pelatihan
Kecerdasan Adversitas.
Pada hari kedua, KE3 terlihat senang mengikuti Pelatihan Kecerdasan
Adversitas. KE3 memang tidak terlalu banyak bicara, tidak terlalu banyak
tertawa seperti teman-teman yang lain, namun pandangannya tetap focus dan
perhatian pada pelatihan yang diberikan. KE3 juga dapat menjawab pertanyaan
yang diberikan fasilitator kepadanya ketika ditanya tentang makna yang
terkandung dalam video yang diputarkan pada hari kedua ini. Ketika diberikan
pemaknaan oleh fasilitator atas apa yang sudah didapatkan selama mengikuti
pelatihan dua hari ini, KE3 dapat mengerti dan memahami semua yang
disampaikan dengan baik.
d. Analisis Kualitatif pada Subyek KE4
Gambar 11
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE4
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 11 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE4 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE4 merupakan subyek
0
30
60
90
120
150
pre post
108
dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE4 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 126. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 138. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Peningkatan skor KE4 bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini diperkuat dengan
data-data yang diperoleh selama pelatihan. Selama Pelatihan Kecerdasan
Adversitas baik di hari pertama maupun hari kedua KE4 terlihat aktif daripada
teman-teman yang lain. KE4 terlihat bisa langsung akrab dengan fasilitator
yang memberikan pelatihan. KE4 juga kerap kali memberikan pendapatnya
ketika ditanya oleh fasilitator mengenai materi yang disampaikan. KE4
merupakan sosok yang mudah akrab dengan siapapun.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE4 terlihat lebih
bersemangat. KE4 menunjukkan bahwa dia mampu mengerti dan memahami
maksud dari materi yang disampaikan oleh fasilitator. KE4 terlihat bisa
menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh fasilitator dengan benar.
Ketika sesi pemutaran video, KE4 juga memperhatikan dengan sungguh-
sungguh. KE4 mengungkapkan dengan baik apa makna yang terkandung dalam
video tersebut.
109
e. Analisis Kualitatif pada Subyek KE5
Gambar 12
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE5
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 12 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE5 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE5 merupakan subyek
dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE5 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 128. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 162. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE5 bisa dibilang sangat tinggi dikarenakan KE5 terlibat
aktif selama Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Hal ini diperkuat dengan data-
data yang diperoleh selama pelatihan. Selama pelatihan KE5 terlibat aktif
dalam diskusi. Dia sering memberikan tanggapan dengan mengambil contoh-
contoh konkret yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman KE5
tentang materi yang disampaikan oleh fasilitator juga cukup baik. Ketika
diberikan pertanyaan oleh fasilitator, KE5 selalu menjawab dengan gaya bicara
yang mudah dimengerti oleh teman-teman yang lain. Disamping itu, KE5
merupakan siswa yang periang dan tertarik terhadap hal-hal baru yang belum
pernah didapatkan.
0
50
100
150
200
pre post
110
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE5 juga kerap kali
terlihat membantu teman-temannya yang kesulitan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh fasilitator. Ketika pemutaran video, KE5 terlihat serius
memperhatikan dan mencermati dengan baik bagian per bagian yang
ditanyangkan. Di akhir sesi pelatihan hari kedua, KE5 terlihat senang dan
berharap pelatihan-pelatihan seperti ini terus diadakan di SMA Negeri 8
Surakarta.
f. Analisis Kualitatif pada Subyek KE6
Gambar 13
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE6
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 13 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE6 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE6 merupakan subyek
dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE6 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 129. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 133. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Peningkatan skor KE6 hanya sedikit dikarenakan selama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas pada hari pertama maupun hari kedua KE6 kurang
0
30
60
90
120
150
pre post
111
terlibat aktif. Hal ini diperkuat dengan data-data yang diperoleh selama
pelatihan. Pada hari pertama KE6 terlihat ingin tahu tentang Pelatihan
Kecerdasan Adversitas. Dia ikut mendengarkan dengan seksama ketika
fasilitator menjelaskan satu per satu materi yang diberikan. KE6 juga terlihat
ikut menyimak jalannya pelatihan dengan baik
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE6 mengikuti
pelatihan dengan tidak terlalu banyak berbicara. KE6 juga kurang banyak
merespon ketika fasilitator memulai dengan menanyakan bagaimana pendapat
siswa tentang materi yang disampaikan. KE6 mulai terlihat tidak terlalu fokus
dengan pelatihan. Sesekali KE6 terlihat mengeluarkan HP yang ada di saku
celananya. Fasilitator yang mengetahui akan hal itu langsung memperingatkan
KE6 untuk tidak bermain HP. Kemudian KE6 kembali fokus pada Pelatihan
Kecerdasan Adversitas sampai berakhir.
g. Analisis Kualitatif pada Subyek KE7
Gambar 14
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE7
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 14 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE7 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE7 merupakan subyek
dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE7 sebelum
0
30
60
90
120
150
pre post
112
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 130. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 133. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Peningkatan skor KE7 bisa dibilang tidak terlalu tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE7 tidak terlalu aktif dalam diskusi. KE7 terlihat
malu-malu saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh fasilitator. Saat
menjawab pertanyaan KE7 terkesan tidak percaya diri dengan jawabnnya. KE7
menjawab dengan suara pelan, dan saat menjawab biasanya dia melirik teman
di sampingnya agar temannya membantu KE7 dalam menjawab. Kemudian
fasilitator mencoba menyemangatinya untuk memikirkan lagi jawabannya dan
akhirnya KE7 bisa menjawab dengan benar.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE7 tidak terlalu
banyak bicara. Selama pelatihan, KE7 terlihat menyimak pelatihan meskipun
tidak banyak bicara. Ketika ice breaking pelatihan hari kedua, KE7 juga
sesekali mengikuti gerakan yang diberikan oleh fasilitator dengan benar. Meski
demikian, KE7 terlihat lebih antusias mengikuti pelatihan pada hari kedua
dibandingkan hari pertama.
113
h. Analisis Kualitatif pada Subyek KE8
Gambar 15
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE8
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 15 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE8 mengalami penurunan setelah diberikan perlakuan. KE8 merupakan
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE8
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 130. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor turun menjadi 125. Dalam kategorisasi skor tersebut masih
termasuk pada kategori sedang.
Penurunan skor KE8 dikarenakan KE8 kurang aktif dan kurang dapat
membuka diri selama Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan Selama pelatihan baik di hari
pertama maupun hari kedua KE8 terlihat kurang aktif dan kurang mengikuti
jalannya pelatihan dengan baik. KE8 terlihat lebih senang menyendiri dengan
menyibukkan diri bermain HP maupun membuat corat-caret di bukunya.
Terlihat pula ketika KE8 tidak fokus pada materi pelatihan yang diberikan oleh
fasilitator.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE8 lebih sering
terlihat bercanda dengan teman-temannya. Tidak memperhatikan apa yang
0306090
120150
pre post
114
disampaikan oleh fasilitator, terlihat cuek terhadap situasi disekitar, dan
cenderung lebih senang bermain-main sendiri daripada mengikuti Pelatihan
Kecerdasan Adversitas. Fasilitator sempat beberapa kali menegur dan
mengajak KE8 untuk fokus pada pelatihan, namun ketika fasilitator memulai
pelatihan lagi, KE8 kembali pada aktivitasnya tadi.
i. Analisis Kualitatif pada Subyek KE9
Gambar 16
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE9
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 16 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE9 mengalami kenaikan setelah diberikan perlakuan. KE9 merupakan subyek
dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE9 sebelum
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 131. Skor ini masuk dalam
kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik
menjadi 137. Dalam kategorisasi skor tersebut masih termasuk pada kategori
sedang.
Peningkatan skor KE9 bisa dibilang cukup tinggi. Hal ini diperkuat dengan
data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE9 terlihat bersemangat mengikuti jalannya
pelatihan. Beberapa kali KE9 dengan spontan menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh fasilitator. Dengan suara yang keras, KE9 menjawab beberapa
0306090
120150
pre post
115
pertanyaan dengan benar. KE9 merupakan sosok yang bisa dibilang “ceplas-
ceplos” dalam menjawab pertanyaan. Sikap tersebut membuat KE9 merasa
nyaman ketika berkomunikasi langsung dengan fasilitator.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adveristas, KE9 masih
menunjukkan sikap yang aktif dan bersemangat. KE9 tidak malu ketika harus
duduk bersebelahan dengan lawan jenis. Sosok periang seperti KE9 justru
membuat beberapa temannya merasa nyaman ketika duduk bersebalahan.
Terkadang KE9 juga membantu menjawab pertanyaan teman disebelahnya
ketika kebingungan. KE9 juga mampu membawa suasana menjadi ramai dan
heboh.
j. Analisis Kualitatif pada Subyek KE10
Gambar 17
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE10
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 17 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE10 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE10 merupakan
subyek dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE10
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 131. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
04080
120160200
pre post
116
Adversitas skor naik menjadi 155. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE10 bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Selama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE10 terbilang sangat aktif dalam mengikuti diskusi
dan terlihat bersemangat mengikuti pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE10 menunjukkan sikap yang kooperatif dan tidak
malu ketika diminta fasilitator untuk maju kedepan memberikan contoh ice
breaking menirukan gerakan dari fasilitator. KE10 juga mampu membawa
suasana menjadi cukup hangat. KE10 merupakan sosok yang berani tampil apa
adanya dan mudah bergaul dengan siapapun.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE10 terlihat lebih
bersemangat dan antusias. Ketika fasilitator memutarkan sebuah video, KE10
terlihat mengamati dengan seksama setiap adegan. Ketika fasillitator
menanyakan makna dari video tersebut, KE10 dapat menjelaskan dengan jelas
makna setiap adegan yang ada. KE10 juga mampu mencontohkan dengan
kehidupan sehari-sehari. Mencontohkan dengan apa yang dialami di aktivitas
sehari-hari KE10. Kemudian KE10 juga tanpa ragu menggambarkan dirinya
sebagai subyek percontohan untuk kasus yang sama dengan apa yang ada di
video tersebut.
117
k. Analisis Kualitatif pada Subyek KE11
Gambar 18
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE11
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 18 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE11 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE11 merupakan
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE11
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 132. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor naik menjadi 136. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori sedang.
Peningkatan skor KE11 bisa dibilang tidak terlalu tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE11 masih terlihat bingung dan tidak tahu apa yang
akan dilatihkan kepadanya. Beberapa kali KE11 terlihat melamun dan kurang
paham dengan apa yang disampaikan oleh fasilitator. Ketika teman yang lain
sedang berdiskusi, KE11 terlihat hanya diam dan tidak ikut berkomunikasi
seperti teman yang lainnya. Fasilitator mencoba mengajak berdiskusi kepada
KE11, kemudian lama kelamaan KE11 mau membaur seperti yang lainnya.
0306090
120150
pre post
118
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, terlihat KE11 mulai
bergabung dan berdiskusi dengan teman yang lain tanpa harus disuruh oleh
fasilitator. KE11 juga menunjukkan sikap yang antusias ketika fasilitator mulai
menayangkan video. Pada akhir sesi pelatihan hari kedua ini, KE11
memperhatikan dengan seksama maksud dan tujuan dari Pelatihan Kecerdasan
Adversitas.
l. Analisis Kualitatif pada Subyek KE12
Gambar 19
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE12
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 19 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE12 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE12 merupakan
subyek dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE12
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 134. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor turun menjadi 126. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori sedang.
Penurunan skor KE12 dikarenakan kurangnya perhatian ketika mengikuti
Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Hal ini diperkuat dengan data-data yang
diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama maupun hari kedua, KE12
0306090
120150
pre post
119
terlihat sering tidak berkonsentrasi ketika pelatihan. KE12 cenderung cuek dan
acuh ketika diminta fasilitator untuk berdiskusi. KE12 juga terlihat duduk
dengan seenaknya tanpa memperhatikan teman-teman yang lain.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE12 mengikuti
pelatihan dengan santai. Sesekali KE12 terlihat bercanda dengan teman
disebelahnya, sesekali KE12 juga terlihat memperhatikan apa yang
disampaikan oleh fasilitator. KE12 juga mengikuti dengan baik ketika
fasilitator menayangkan beberapa adegan video yang membuatnya tertarik
untuk menyimak. Di akhir sesi Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE12 tampak
menganggukkan kepala ketika fasilitator memberikan kristalisasi atau
pemaknaan tentang pelatihan.
m. Analisis Kualitatif pada Subyek KE13
Gambar 20
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE13
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 20 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE13 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE13 merupakan
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE13
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 135. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor naik menjadi 149. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori tinggi.
04080
120160
pre post
120
Peningkatan skor KE13 dikarenakan ketika menjalani Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE13 begitu fokus dan antusias. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE13 tampak begitu bersemangat ketika fasilitator
membuka pelatihan dengan memberikan ice breaking. Kemudian KE13 juga
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh fasilitator dengan
baik dan benar. Pada saat materi disampaikan oleh fasilitator, KE13 beberapa
kali mencatat beberapa bagian yang dianggapnya penting.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE13 terlihat lebih
bersemangat dan tertarik untuk mengikuti pelatihan. Ketika fasilitator meminta
kepada siswa untuk memberikan contoh ke depan kelas, KE13 tanpa ragu-ragu
memberanikan diri untuk maju ke depan. Melihat KE13 tanpa ragu-ragu maju
ke depan kelas membuat teman-teman yang lain juga bersemangat mengikuti
jalannya Pelatihan Kecerdasan Adversitas. KE13 merupakan sosok perempuan
yang pintar dan cerdas.
n. Analisis Kualitatif pada Subyek KE14
Gambar 21
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE14
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 21 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE14 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE14 merupakan
04080
120160
pre post
121
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE14
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 136. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor naik menjadi 154. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE14 bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE14 cukup terbuka mengikuti pelatihan. Beberapa
kali terlihat KE14 mengikuti diskusi kelas dengan sungguh-sungguh. KE14
juga tidak ragu memberitahukan jawaban kepada temannya yang tidak bisa
menjawab ketika ditanya oleh fasilitator.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE14 menunjukkan
sikap yang lebih bersemangat dibandingkan pada hari pertama pelatihan. KE14
terlihat dapat dengan cepat memahami materi yang disampaikan oleh
fasilitator. Hal ini terbukti ketika fasilitator menanyakan makna dari beberapa
materi yang sudah disampaikan. KE14 juga terlihat selalu fokus ketika
fasilitator memberikan materi dan games Pelatihan Kecerdasan Adversitas.
o. Analisis Kualitatif pada Subyek KE15
Gambar 22
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE15
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
0306090
120150
pre post
122
Grafik pada gambar 22 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE15 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE15 merupakan
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi KE15
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 136. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor naik menjadi 141. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE15 dikarenakan ketika menjalani Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE15 terlihat percaya diri dan bersemangat dalam
mengikuti pelatihan. Hal ini diperkuat dengan data-data yang diperoleh selama
pelatihan. KE15 tampak memperhatikan dengan seksama ketika fasilitator
menyampaikan materi. KE15 juga rajin dalam mencatatkan hal-hal yang
dianggapnya penting. Beberapa kali KE15 menunjukkan sikap yang pro aktif
dengan menanyakan beberapa bagian kepada fasilitator ketika dia kurang
paham akan apa yang disampaikan oleh fasilitator.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE15 tampak lebih
fokus dalam mengikuti materi yang disampaikan oleh fasilitator. Beberapa kali
KE15 terlihat mencatat hal-hal yang dianggapnya penting. KE15 juga
mengikuti diskusi dengan menanyakan pendapatnya kepada teman yang ada
disebelahnya. Di akhir sesi Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE15 tampak
mencatat hal penting yang disampaikan oleh fasilitator.
123
p. Analisis Kualitatif pada Subyek KE16
Gambar 23
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE16
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 23 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE16 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE16 merupakan
subyek dengan jenis kelamin laki-laki. Skor motivasi berprestasi KE16
sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 137. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas skor naik menjadi 139. Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk
pada kategori sedang.
Peningkatan skor KE16 bisa dibilang tidak terlalu tinggi. Hal ini diperkuat
dengan data-data yang diperoleh selama pelatihan. Pada hari pertama Pelatihan
Kecerdasan Adversitas, KE16 terlihat hanya diam saja. Ketika fasilitator
menyampaikan materi, KE16 tampak terdiam dan membaca modul yang
diberikan oleh fasilitator. KE16 juga terlihat kurang aktif dalam diskusi. Di
beberapa kesempatan diskusi, KE16 masih menunjukkan sikap acuh dengan
tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh fasilitator.
Pada hari kedua Pelatihan Kecerdasan Adversitas, sikap KE16 sedikit
mengalami perubahan. Terkadang KE16 terlihat menanyakan hal-hal yang
0
30
60
90
120
150
pre post
124
dianggapnya kurang jelas kepada teman yang ada disebelahnya. Ketika
fasilitator menayangkan sebuah video, KE16 tampak dengan raut muka yang
serius memperhatikan setiap adegan yang ada di dalam video tersebut. Di akhir
sesi Pelatihan Kecerdasan Adversitas, KE16 tampak memperhatikan dengan
seksama pemaknaan yang disampaikan oleh fasilitator.
q. Analisis Kualitatif pada Subyek KE17
Gambar 24
Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE17
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Grafik pada gambar 24 menunjukkan bahwa skor motivasi berprestasi
KE17 mengalami kenaikan setelah diberikan pelatihan. KE17 merupakan
subyek dengan jenis kelamin perempuan. Skor motivasi berprestasi
KE17sebelum diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas adalah 140. Skor ini
masuk dalam kategori sedang. Setel
ah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas skor naik menjadi 145.
Dalam kategorisasi skor tersebut termasuk pada kategori tinggi.
Peningkatan skor KE17 dikarena ketika Pelatihan Kecerdasan Adversitas
baik pada hari pertama maupun hari kedua, KE17 terlihat aktif dalam
melakukan diskusi. Hal ini diperkuat dengan data-data yang diperoleh selama
pelatihan. Beberapa kali KE17 terlihat sering bertukar pendapat dengan teman
yang ada disebelahnya. KE17 juga rajin dalam mencatat hal-hal yang
0306090
120150
pre post
125
dianggapnya penting. KE17 merupakan sosok yang rajin dan tekun selama
mengikuti Pelatihan Kecerdasan Adversitas.
D. Pembahasan
Data screening yang diperoleh menginformasikan bahwa tingkat motivasi
berprestasi siswa kelas X-7 SMA Negeri 8 Surakarta di awal penelitian berada
pada kategori sedang dan tinggi. Subyek yang berada pada kategori sedang dipilih
sebagai subyek penelitian karena penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
motivasi berprestasi. Subyek yang telah dipilih dikelompokkan dalam kelompok
eksperimen dan kontrol melalui teknik matching.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji skor total postest antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, serta menguji perbedaan skor
motivasi berprestasi sebelum dan setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan
Adversitas. Hasil uji skor total postest dari kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dengan menggunakan uji statistik Independent Sample T Test yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan skor motivasi berprestasi antara kelompok
eksperimen dan kontrol. Sedangkan hasil uji perbedaan skor motivasi berprestasi
sebelum dan setelah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas diuji dengan
Paired Sample T Test yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara
skor motivasi berprestasi sebelum dan setelah diberikan pelatihan kecerdasan
adversitas.
Berdasarkan hasil uji statistik, maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh
pemberian pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada
126
siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta dapat diterima. Hal ini dapat dilihat
pada hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis uji Independent Sample T
Test yang menunjukkan bahwa nilai t hitung yaitu 3,447 dan P value 0,002. Pada
uji Independent Sample T Test, t hitung lebih besar daripada t tabel yang bernilai
3,447 > 2,035 dan P value kurang dari 0,05, yang artinya terdapat perbedaan skor
motivasi berprestasi sesudah pemberian Pelatihan Kecerdasan Adversitas antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pelatihan Kecerdasan Adversitas efektif dalam meningkatkan motivasi berprestasi
pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.
Hasil uji Paired Sample T Test Kelompok Eksperimen menunjukkan hasil t
hitung bernilai 3,241 dan P value 0,005. Nilai t hitung lebih besar daripada t tabel
yang bernilai 3,241 > 2,120, sedangkan P value kurang dari 0,05 , yang artinya
terdapat perbedaan yang signifikan antara skor motivasi berprestasi sebelum
pemberian Pelatihan Kecerdasan Adversitas dan setelah pemberian Pelatihan
Kecerdasan Adversitas. Sedangkan uji Paired Sample T Test Kelompok Kontrol
menunjukkan hasil t hitung bernilai 2,271 dan P value 0,037. Nilai t hitung lebih
besar daripada t tabel yang bernilai 2,271 > 2,120, sedangkan P value kurang dari
0,05 , yang artinya terdapat penurunan yang signifikan pada kelompok kontrol
yang tidak mendapatkan perlakuan berupa Pelatihan Kecerdasan Adversitas.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat kenaikan skor
motivasi berprestasi pada hampir seluruh subjek kelompok eksperimen setelah
diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Peningkatan skor motivasi berprestasi
pada kelompok eksperimen ini tidak terjadi pada kelompok kontrol, sebaliknya
127
pada kelompok kontrol terjadi penurunan skor motivasi berprestasi. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah
pengambilan data pada saat posttest dilakukan ketika jam istirahat sekolah dimana
subjek mengalami kelelahan. Menurut Suma’mur (2009) seseorang yang
kelelahan akan mengalami penurunan efisiensi, performans kerja, dan
berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan
kegiatan yang harus dilakukan. Kelelahan tersebut mengakibatkan terjadinya
pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, dan pelemahan fisik, sehingga dalam
keadaan lelah subjek menjadi susah berpikir, tidak dapat berkonsentrasi, tidak
mempunyai perhatian terhadap sesuatu yang menyebabkan subjek menjadi
tergesa-gesa dalam menjawab soal yang diberikan dan tidak fokus pada apa yang
ditanyakan.
Perbedaan rata-rata (mean) skor motivasi berprestasi sebelum dan sesudah
Pelatihan Kecerdasan Adversitas pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut :
Gambar 25
Grafik Perbedaan Rata-rata Skor Motivasi Berprestasi Pretest dan
Postest Pelatihan Pada Kelompok Eksperimen ( ) dan Kelompok Kontrol ( )
130,58 127,52130,52139,76
020406080
100120140160
pretes postes
128
Selisih skor rata-rata postest pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol adalah 12,24. Artinya pada kelompok eksperimen yang diberikan
Pelatihan Kecerdasan Adversitas terjadi peningkatan skor motivasi berprestasi
yang cukup tinggi antara sebelum dan setelah pelatihan yang diberikan.
Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pelatihan terjadi
penurunan motivasi berprestasi pada beberapa subyek. Hal ini terlihat dari rata-
rata posttest yang lebih kecil dari rata-rata pretest.
Hampir seluruh subyek dalam kelompok eksperimen menunjukkan perubahan
yang positif berupa peningkatan motivasi berprestasi. Beberapa perubahan yang
mencolok adalah pemahaman subyek mengenai kecerdasan adversitas. Hampir
sebagian besar subyek mampu mengembangkan kecerdasan adversitas yang
dimilikinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Stoltz (2000) yang
menyatakan bahwa kecerdasan adversitas adalah kecerdasan dalam menghadapi
kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup
serta tantangan yang dihadapi. Individu yang mampu mengubah kesulitan menjadi
peluang adalah individu yang terus berjuang dalam situasi apapun sehingga
mampu mencapai kesuksesan.
Dalam penelitian ini, setiap subyek mempunyai tingkat kecerdasan adversitas
yang berbeda-beda, oleh karena itu terdapat individu yang mampu bertahan
sementara individu yang lain gagal atau bahkan mengundurkan diri. Individu yang
memiliki kecerdasan adversitas tinggi adalah individu yang optimis, berpikir dan
bertindak secara tepat dan bijaksana, mampu memotivasi diri sendiri, berani
mengambil risiko, berorientasi pada masa depan, dan disiplin. Sementara itu,
129
individu yang memiliki kecerdasan adversitas rendah adalah individu yang
pesimis, berpikir dan bertindak cenderung tidak kreatif, tidak berani mengambil
risiko, menyalahkan orang lain, lari dari masalah yang dihadapi, tidak berorientasi
pada masa depan, dan menghindari tantangan (Stoltz, 2000).
Subyek dengan peningkatan skor motivasi berprestasi menunjukkan bahwa
individu tersebut dapat meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan adversitas
yang dimiliki. Hal ini terlihat dari hal-hal sederhana yang ditunjukkan subyek
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar subyek menjadi lebih optimis dalam
menghadapi suatu tantangan, mampu memompa diri untuk lebih maju dan
berpikir kreatif, berani mengambil suatu risiko, bertanggung jawab, dan lebih
meningkatkan kedisiplinan diri dalam segala hal. Selain itu, Pelatihan Kecerdasan
Adversitas memberikan kesadaran kepada subyek mengenai perlunya memahami
dan mengembangkan kecerdasan adversitas. Pelatihan Kecerdasan Adversitas
mampu memotivasi peserta untuk lebih berani dalam mengambil suatu keputusan,
lebih berani mengambil risiko, bertindak cepat dan benar, serta mendorong
subyek untuk tidak lari dari masalah yang dihadapi. Hal ini terjadi karena selama
Pelatihan Kecerdasan Adversitas subyek dikondisikan untuk belajar secara
aplikatif dalam memahami dan mengembangkan kecerdasan adversitas yang
dimiliki serta memotivasi diri untuk memecahkan suatu permasalahan yang
selama ini dialami subyek.
Hasil penelitian pengaruh pemberian Pelatihan Kecerdasan Adversitas
terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta ini
sesuai dengan pendapat Pasiak (2004) yang menyatakan pentingnya kecerdasan
130
adversitas (AQ) sebagai kunci-kunci kesuksesan manusia. Dengan memiliki
kecerdasan adversitas yang tinggi, siswa akan selalu termotivasi untuk berprestasi
di kelasnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Stoltz (2000) yang menyatakan
bahwa untuk sukses seseorang harus memiliki bakat dan motivasi dalam dirinya.
Definisi tersebut menjelaskan bahwa Pelatihan Kecerdasan Adversitas
memberikan keterampilan-keterampilan yang jika dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari maka dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
Dengan memiliki motivasi berprestasi, siswa akan yakin terhadap kemampuannya
dalam menyelesaikan tugas, memiliki minat dan respon positif terhadap tugas
yang dihadapi, serta mampu mengubah suatu tantangan menjadi sebuah peluang
untuk keberhasilan.
Peningkatan yang terjadi dalam penelitian ini dikarenakan Pelatihan
Kecerdasan Adversitas mengajarkan keterampilan-keterampilan yang mampu
mengembangkan motivasi berprestasi siswa. Hal tersebut yang memungkinkan
terjadinya peningkatan skor motivasi berprestasi pada kelompok eksperimen. Data
pada lapangan menunjukkan bahwa subyek pada kelompok eksperimen sebagian
besar sudah menunjukkan peningkatan dalam mengembangkan kecerdasan
adversitas. Hal ini sesuai dengan evaluasi hasil yang diberikan saat postest.
Berdasarkan data diatas maka dapat disimpulkan bahwa Pelatihan Kecerdasan
Adversitas merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta. Beberapa
subyek menyatakan bahwa dengan mengembangkan kecerdasan adversitas, maka
131
motivasi untuk berprestasi yang mereka miliki akan dapat meningkat sehingga
memacu mereka untuk bersaing dalam meraih kesuksesan.
Faktor yang mendukung keberhasilan pemberian Pelatihan Kecerdasan
Adversitas adalah modul materi yang diberikan kepada siswa disusun secara
sistematik dan menarik sehingga mempermudah subyek dalam memahami materi.
Disamping itu fasilitator dapat menyampaikan materi pelatihan dengan jelas,
lugas, dan dapat dimengerti oleh siswa. Games yang diberikan oleh fasilitator juga
mampu meningkatkan semangat dan dapat meningkatkan antusias siswa untuk
mengikuti jalannya pelatihan. Selain itu adanya tayangan video membuat siswa
lebih fokus dan perhatian disetiap sesi Pelatihan Kecerdasan Adversitas, serta
dukungan instansi terkait sehingga pelaksanaan Pelatihan Kecerdasan Adversitas
dapat berjalan dengan lancar.
Faktor lain yang menunjang keberhasilan Pelatihan Kecerdasan Adversitas ini
adalah fasilitator dan ko-fasilitator mampu menyajikan modul yang telah disusun
peneliti dalam pelatihan sehingga peran fasilitator sama pentingnya dalam
Pelatihan Kecerdasan Adversitas. Pengalaman, penguasaan materi, kualitas
interpersonal yang baik, dan kerjasama antara fasilitator dan ko-fasilitator
merupakan modal utama yang mendukung fasilitator dalam menjalankan
pelatihan dengan baik. Fasilitator mampu memimpin proses pelatihan dengan
baik, mampu menumbuhkan suasana keterbukaan dan keakraban diantara peserta,
mampu menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah dipahami peserta
sehingga menimbulkan rasa ketertarikan dan rasa butuh peserta terhadap Pelatihan
Kecerdasan Adversitas ini. Suasana keakraban yang sudah dibangun dari awal
132
Pelatihan Kecerdasan Adversitas dengan menggunakan ice breaking memberikan
dampak yang positif bagi peserta sehingga membuat suasana hangat dan
keakraban antara peserta dan fasilitator tumbuh. Ketertarikan peserta terhadap
materi yang disampaikan oleh fasilitator menimbulkan rasa ingin tahu sehingga
peserta sadar akan pentingnya Pelatihan Kecerdasan Adversitas.
Kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini adalah Pelatihan
Kecerdasan Adversitas dilakukan pada saat pulang sekolah. Hal ini menimbulkan
rasa kebosanan siswa dalam mengikuti pelatihan dikarenakan siswa sudah terlebih
dahulu mengikuti pelajaran selama satu hari penuh. Rasa jenuh, rasa malas, dan
ingin segera pulang membuat peserta menjadi kurang konsentrasi terhadap
Pelatihan Kecerdasan Adversitas ini. Selain itu, udara panas pada siang hari
membuat siswa banyak mengeluarkan energi untuk mengikuti Pelatihan
Kecerdasan Adversitas. Keterbatasan penelitian tidak hanya pada hal tersebut,
tetapi peneliti juga kurang mampu mengetahui atau memantau pengaplikasian
ilmu kecerdasan adversitas siswa pada setiap harinya karena peneliti tidak
memberikan buku harian atau agenda sebagai alat bantu memantau. Keterbatasan
penelitian lainnya adalah peneliti tidak mampu mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan adversitas seperti lingkungan non keluarga, faktor fisik
(dalam kondisi sehat atau tidak), dan berbagai faktor psikologis seperti
kecemasan, motivasi siswa dalam mengikuti pelatihan, dan lain sebagainya.
133
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitan analisis kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh,
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap peningkatan
motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta. Hal ini
dapat diketahui dari analisis kuantitatif yang menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan skor posttest pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan yang positif berupa peningkatan
motivasi berprestasi pada siswa setelah mengikuti Pelatihan Kecerdasan
Adversitas.
2. Pelatihan Kecerdasan Adversitas efektif dalam meningkatkan motivasi
berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta. Hal ini dapat
diketahui dari analisis kuantitatif dan kualitatif yang menyebutkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada skor motivasi berprestasi antara
sebelum dan sesudah diberikan Pelatihan Kecerdasan Adversitas pada
kelompok eksperimen.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka akan dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
133
134
1. Siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta
a. Bagi siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta yang mendapatkan Pelatihan
Kecerdasan Adversitas diharapkan dapat menerapkan keterampilan
mengembangkan kecerdasan adversitas untuk meningkatkan motivasi
berprestasi dalam kehidupan sehari-hari dan mendapatkan Pelatihan
Kecerdasan Adversitas secara periodik dan berkesinambungan sehingga
keterampilan dalam mengembangkan kecerdasan adversitas dapat
terinternalisasi dan teraplikasikan dikehidupan sehari-hari yang berguna
untuk membuka wawasan siswa dalam menghadapi suatu permasalahan
ataupun suatu tantangan.
b. Bagi siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta yang tidak mendapatkan
Pelatihan Kecerdasan Adversitas diharapkan mampu belajar
mengembangkan kecerdasan adversitas dengan mengikuti Pelatihan
Kecerdasan Adversitas yang diselenggarakan di sekolah maupun lembaga
lainnya.
2. Bagi Pihak Sekolah
Pihak sekolah diharapkan dapat memberikan pengarahan dan
pembekalan kepada siswa mengenai pentingnya memahami kecerdasan
adversitas untuk meningkatkan motivasi berprestasi baik siswa kelas X, siswa
kelas XI, maupun siswa kelas XII. Dalam hal ini pihak sekolah dapat
bekerjasam dengan lembaga psikologi yang ada di lingkungan Surakarta
maupun sekitarnya.
135
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan memberikan tugas rumah (misalnya buku
harian) untuk mengevaluasi dan memantau kemajuan atau peningkatan
yang terjadi pada subyek.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pemantauan pada kelompok
eksperimen setelah pelatihan berakhir sehingga dapat diketahui seberapa
pemahaman dan seberapa mampu subyek dalam mengaplikasikan
keterampilan yang diberikan.
c. Peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan waktu pelatihan, yaitu
dilakukan di luar jam pelajaran sekolah atau pada saat hari libur agar
subyek lebih bisa berkonsentrasi dan fokus kepada pelatihan.
136
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, K. 1992. Brain Power : Learn to Improve Your Thinking Skills. New
York: Prentice, Inc. Englewood Cliffs.
Altalib, H. Y. 1991. Training Guide for Islamic Workers. Herndon: The
International Institute of Islamic Thought.
Ancok, D. 1995. Psikologi Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
As’ad, M. 1991. Psikologi Industri Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.
Atkinson, R. 1996. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Averoes, M. 2011. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar
pada mahasiswa. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas
Psikologi UMS.
Azwar, S. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______ . 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bandura, A. 1982. Self-efficacy Mechanism in Human Agency. American
Psychologist, 37, 122-147.
Bernardin, H. John, & Russel, Joyce E. A. 2003. Human Resource Management :
An Experimental Approach. (International Edition). Singapore : Mc.
Graw-Hill Inc.
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Covey, S. 2000. Living The 7th Habits. Jakarta : Binarupa Aksara
Crow, L. 2000. Helen Keller: Rethinking the Problematic Icon. Disability and
Society, Volume 15, No. 6, 845-859.
Dalyono. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
136
137
Djaali. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, S. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional.
Eccles, J. S., & Wigfield, A. 2002. Motivational beliefs, values, and goals. Annual
Review of Psychology, 53, 109-132.
Elfiky, I. 2003. Dream Revolution, 10 Kunci sukses mengubah Khayalan Menjadi
Kenyataan. Jakarta: Mizan Publika.
_________. 2009. Terapi Berpikir Positif. Jakarta : Zaman
Finn, J.D., Gerber, S.B., Zaharias, J.B. 2005. Small Classes in The Early Grades,
Academic Achievement, and Graduating from High School. Journal of
Educational Psychology, 97, 2, 214-223.
Gage, N. L. dan Berliner, D. C. 1992. Educational Psychologi (5th
ed). Boston :
Houghton Mifflin Company.
Gardner, W.L., & Shah, J.Y. 2008. Handbook of Motivation Science. New York:
The Guilford Press.
Gellerman, W. S. 1984. Motivasi dan Produktivitas. Jakarta: Percetakan Djaya
Pirusa.
Haditono, S. 1984. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagian.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hamalik, O. 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Hertinjung, W. 2000. Hubungan antara Kualitas Interaksi Ibu-Anak yang Dinilai
Berdasarkan Konsep Mediated Learning Eksperience dengan Motif
Berprestasi Anak. Kognisi Majalah Ilmiah Psikologi. Vol.4. No.1.
Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.
Hollyforde, S. dan Whiddett, S. 2003. The Motivation Handbook. Mumbai: Jaico
Publishing House.
Imron, A. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
138
Iyer, U. J. & Kamalanabhan, T. J. 2006. Achievement Motivation And
Performance of Scientists in Research And Development Organizations.
Journal of Scientific & Industrial Research.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka.
Kusuma, I. H. 2004. Studi Korelasional Antara Kecerdasan Adversity dan
Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Kepala Sekolah di Lingkungan
Yayasan BPK PENABUR Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur. No.02 /
Th.III / Maret 2004.
Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Balai Pustaka.
Mahmud, M. D. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (PPLPTK).
Mangkunegara, A. P. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung: PT Refika Aditama.
Martin, D. A. 2008. Emotional Quality Management. Jakarta: Excellency.
Martin, B. L. dan Brigss, L. J. 1986. The Affective and Cognitive Domains:
Integration for Instruction and Research. New Jersey: Educational
Technology Publications.
Maxwell, J. C. 2004. Peta Jalan Menuju Sukses: Your Road Map For Success.
Batam: Interaksara.
McClelland, D. C. 1987. Human Motivation. New York: Cambridge University
Press.
Mortel. 2000. Berani Menghadapi Kegagalan. Jakarta: Mitra Utama
Muhibbin, S. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Mulyani. 2006. Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan, Motivasi Berprestasi, Dan
Kebiasaan Belajar Matematika Siswa Dengan Prestasi Belajar Matematika
Siswa Semester 1 Kelas XI IPA A SMA Negeri 6 Kota Bengkulu. Skripsi.
Tidak dipublikasikan. Bengkulu: FKIP Universitas Bengkulu.
139
Murray. 1990. Essentials of Psychology Testing. New York: The United States of
America.
Nashar. H. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal. Jakarta : Delia Press.
Nolker, H., dan Schoenfeldt, E. 1988. Pendidikan Kejuruan: Pengajaran,
Kurikulum, Perencanan. Jakarta: Gramedia.
Pasiak, T. 2004. Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains dan Al Qur’an. Bandung:
Mizan.
Pfeiffer, J. W. dan Ballew, A.C. 1988. Index for UA Training Technologies Series
1-7. California: University Associates Inc.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Rigio, R. E. 2003. Introduction to Industrial/Organizational Psychology. New
Jersey : Pearson Education Inc.
Rokeach, M. 1980. Beliefs, Attitudes and Values: A Theory of Organization and
Change. California: Jossey-Bass, Inc. Publishers.
Santrock, J. W. 2001. Adolescence (8th
ed). North America: McGraw-Hill.
Schwartz, D. J. 1996. Berfikir dan Berjiwa Besar. Jakarta: Binarupa Aksara.
Seniati, L., Yulianto A., dan Setiadi, B.N. 2005. Psikologi Eksperimen.
Jakarta, Penerbit Indeks
Sia, T. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 No.1.
Stoltz, P G. 2000. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.
Jakarta: Grasindo.
__________. 2005. Adversity Quotient. Jakarta : PT. Grasindo.
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).
Jakarta: Sagung Seto.
140
Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.
Suryabrata, S. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Sutrisno, E. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Perdana
Media Goup.
Syah, H. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Rosdakarya.
Thoha, M. 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Uno, H. B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisisi di Bidang
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Weihenmayer, E. dan Stoltz, P.G. 2008. Adversity Advantage, Mengubah
Masalah Menjadi Berkah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Weiner, B. 1985. Human Motivation. New York: Springer-Verlag.
Wentling, R. M. & Thomas, S. 2007. The Career Development of Women
Executives in Information Technology. Journal of Information Technology
Management Volume XVIII.
Widyaningrum, J., Rachmawati, M.A. 2007. Adversity Intelligence dan Prestasi
Belajar Siswa. Jurnal Psikologi Proyeksi, 2, 2, 47-56.
Wigfield, A., Tonks, S., dan Eccles, J.S. 2004. Expectancy-value theory in cross-
cultural perspective. In D. M. McInerney & S. Van Etten (Eds.), Research
on Sociocultural Influences on Motivation and Learning, Volume 4: Big
Theories Revisited (165-198). Greenwich: Information Age.
Woolfolk, A. 2004. Educational Psychology (9th
ed). Boston : Allyn & Bacon.
Zenzen, T.G. 2002. Achievement Motivation. Industrial / Technology Education:
University of Wisconsin-Stout