PENGARUH METODE PROBLEM-ORIENTED TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
RADEN NABILAH FAHRANI
NIM: 11150170000007
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M / 1441 H
i
ABSTRAK
RADEN NABILAH FAHRANI (11150170000007). “Pengaruh Metode
Problem-oriented terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Metode Problem-Oriented
terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Metode yang digunakan
adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomize Control Group Post
Test Only Design. Pemilihan kelas diperoleh dengan teknik cluster random
sampling pada siswa kelas VIII dengan pokok bahasan Pola Bilangan. Sampel
penelitian ini terdiri dari masing-masing 29 siswa pada kelas eksperimen (Metode
Problem-Oriented) dan kelas kontrol (Pembelajaran Konvensional) di SMP
Negeri 1 Citeureup pada tahun ajaran 2019/2020. Indikator kemampuan berpikir
kritis matematis yang diukur dalam penelitian ini adalah menganalisis solusi,
membangun keterampilan dasar, mengatur strategi dan taktik, dan mengevaluasi
solusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan Metode Problem-
Oriented lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional sehingga penerapan metode Problem-Oriented berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Kata kunci: Metode Problem-Oriented, Berpikir Kritis Matematis, Quasi
Eksperimen.
ii
ABSTRACT
RADEN NABILAH FAHRANI (11150170000007). "The Effect of Problem-
Oriented Method on Students' Mathematical Critical Thinking Ability". The
thesis of Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiya and Teaching
Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta, December 2019.
The aims of this research is to analyze the effect of the Problem-Oriented Method
on students' mathematical critical thinking abilities. The method used is a quasi-
experiment with Randomize Control Group Post Test Only Design. Class
selection was obtained by cluster random sampling technique on class VIII with
the subject about Number Patterns. The sample of this research are 29 students
each in the experiment class (Problem-Oriented Method) and the control class
(Conventional Learning) at SMP Negeri 1 Citeureup in the 2019/2020 academic
year. The indicators of mathematical critical thinking ability measuring in this
research are analyzing solution, basic support, managing strategies and tactics,
and evaluating solution. The results of this research showes that the mathematical
critical thinking ability of students who used Problem-Oriented method was
higher than students who used conventional learning so that the application of the
Problem-Oriented method significantly affected the students' mathematical
critical thinking ability.
Keywords: Problem-Oriented Method, Mathematical Critical Thinking, Quasi
Experiments.
ABSTRACT
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
merupakan tugas akademis penulis yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd).
Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan
kepada :
1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Matematika yang telah memberikan perhatian dan arahan kepada penulis dan
teman-teman agar tetap optimis dalam menyelesaikan studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Gusni Satriawati, S.Ag, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika sekaligus Dosen Penasihat Akademik kelas A Pendidikan
Matematika angkatan 2015 yang telah memberikan perhatian dan motivasi
kepada penulis dan teman-teman dalam menyelesaikan studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ph.D. dan Ibu Finola Marta Putri, M.Pd., selaku
Dosen Pembimbing I dan II yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing serta memberikan banyak pembelajaran kepada penulis selama
proses penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan
bantuan, dukungan, pengalaman, serta pembelajaran yang sangat berharga
kepada penulis dan teman-teman dalam menyelesaikan studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iv
6. Kepala Sekolah dan guru-guru SMP Negeri 1 Citeureup khususnya Bu Indarti
yang telah mengizinkan penulis menggunakan kelasnya untuk melaksanakan
penelitian, serta siswa/i kelas VIII-G dan VIII-I tahun ajaran 2019/2020 yang
telah membantu penulis dalam proses penelitian.
7. Teristimewa untuk keluarga tercinta, almarhum ayah Drs. H. R. Fahrul Islam
yang di akhir hayatnya selalu menanyakan kepada penulis kapan wisuda
karena ingin bisa menghadiri; maaf ya pa, Allah punya kehendak lain. Ibu Hj.
Ani Aprilani, S.Pd. yang selalu berusaha kuat dan menguatkan anak-anaknya
dalam keadaan apapun, serta kakak-kakak R. Ahmad Zaky El Islami & istri
dan R. Manzilah Mubarokah Fahra & suami, atas segala doa yang tiada
hentinya dipanjatkan, semangat dan kasih sayang, serta dukungan baik moril
maupun materi.
8. Sahabat tercinta selama perkuliahan, Asih Inpriawati Ningtias, S.Pd., Dyah
Ayu Maharani, Anita Amelia, Annisa Sholihah, Pudji Rahayu Ningsih,
Suciana Dewi, Zharotun Nisa, Anita Mutiara Zaki, Kiki Rizkiyah, Sriyati,
Abdul, S.Pd., dan Ivon. Terima kasih telah bersedia mendoakan, menjadi
penyemangat dan tempat berkeluh kesah, serta selalu membantu dan
membersamai penulis dalam setiap langkah meraih cita.
9. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2015
khususnya kelas A atas semangat dan bantuan selama proses perkuliahan baik
secara langsung maupun tidak langsung, kakak-kakak tingkat khususnya Ka
Kiki, Ka Hania, Ka Qoo’idah, Teh Imah, Ka Nazira, Ka Hani, Ka Suta, dan
Ka Yoga, serta adik-adik tingkat khususnya Bella, Yunita, dan Nur yang telah
memberikan banyak pembelajaran dan semangat, bantuan, serta menjadi
motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan studi ini dengan baik.
10. Teman satu organisasi LDK Syahid UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Ka Bibah, Ka Indah, Ahida, Ayu, dan Teni. Terima kasih telah
memberikan warna yang berbeda dalam perkuliahan ini.
11. Rekan KKN Pelita 2018 khususnya Hapsah, Ari Rahmawati, Rizky, Riza, dan
Mahessa atas doa, semangat, pengalaman, dan banyak bantuan dalam
menyusun skripsi ini.
v
Semoga Allah anugerahkan kebaikan serta pahala yang berlimpah sebagai balasan
dari segala bentuk dukungan yang senantiasa penulis terima.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang
membangun dari segala pihak demi perbaikan penulisan skripsi selanjutnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penulis maupun pembaca.
Jakarta, 17 November 2019
Penulis,
Raden Nabilah Fahrani
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
D. Perumusan Masalah.............................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian.................................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian................................................................................ 9
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ................................................................................ 11
A. Kajian Teoritik ................................................................................... 11
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ......................................... 11
a. Deskripsi Kemampuan Berpikir ................................................ 11
b. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis ...................................... 13
c. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .................... 17
d. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ..................... 18
2. Pembelajaran dengan Metode Problem-Oriented .......................... 22
a. Metode Pembelajaran Matematika ............................................ 22
b. Metode Problem-Oriented ......................................................... 24
c. Karakteristik Metode Problem-Oriented ................................... 28
d. Keunggulan Metode Problem-Oriented .................................... 31
e. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Problem-
Oriented .......................................................................................... 33
3. Pembelajaran Konvensional ........................................................... 38
B. Kajian Hasil Penelitian Relevan ......................................................... 40
vii
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 42
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 47
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 47
B. Metode Penelitian ............................................................................... 47
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 48
D. Variabel Penelitian ............................................................................. 48
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 49
F. Instrumen Penelitian ........................................................................... 49
G. Teknik Analisis Data .......................................................................... 61
H. Hipotesis Statistik ............................................................................... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 66
A. Deskripsi Data .................................................................................... 66
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen. 66
2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol ....... 68
3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol............................................. 69
4. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Per-Indikator ...................... 70
B. Hasil Uji Prasyarat Analisis ............................................................... 72
1. Uji Normalitas ................................................................................ 73
2. Uji Homogenitas ............................................................................. 73
C. Hasil Pengujian Hipotesis .................................................................. 74
D. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 75
1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen ......................................... 75
2. Proses Pembelajaran Kelas Kontrol ............................................... 83
3. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Per- Indikator .................................................................................. 84
4. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Secara Keseluruhan ........................................................................ 94
5. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 97
A. Kesimpulan......................................................................................... 97
viii
B. Saran ................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 99
LAMPIRAN ........................................................................................................ 104
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .............................. 20
Tabel 3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 47
Tabel 3.2 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis Siswa ... 49
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Berpikir Kritis Matematis Siswa ................. 50
Tabel 3.4 Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Isi Instrumen Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis.................................................................... 54
Tabel 3.5 Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Empiris Instrumen Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis.................................................................... 55
Tabel 3.6 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen ............................. 56
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis ............................................................................................ 57
Tabel 3.8 Kriteria Indeks Daya Pembeda Instrumen .......................................... 57
Tabel 3.9 Hasil Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Instrumen Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis.................................................................... 58
Tabel 3.10 Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen ................................................. 59
Tabel 3.11 Hasil Rekapitulasi Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis.................................................................... 59
Tabel 3.12 Hasil Rekapitulasi Analisis Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis ............................................................................................ 60
Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif Post Test Kelas Eksperimen ....................... 66
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif Post Test Kelas Kontrol .............................. 68
Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ........................................................... 69
Tabel 4.4 Perbandingan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 71
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 73
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 74
Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 74
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 46
Gambar 4.1 Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen ........................................................................... 67
Gambar 4.2 Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Kontrol.................................................................................. 69
Gambar 4.3 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................................... 72
Gambar 4.4 Contoh LKS pada Tahap Pemberian Masalah Kognitif ................. 77
Gambar 4.5 Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Menganalisis
dan Menyelesaikannya ................................................................... 78
Gambar 4.6 Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Meringkas Hasil
yang Diperoleh ............................................................................... 79
Gambar 4.7 Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Metode
Perluasan Masalah .......................................................................... 80
Gambar 4.8 Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Meringkas dan
Meningkatkan Kompetensi ............................................................. 81
Gambar 4.9 Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen ..................................... 82
Gambar 4.10 Proses Pembelajaran di Kelas Kontrol ........................................... 84
Gambar 4.11 Contoh Soal Posttest untuk Indikator Menganalisis Solusi ........... 85
Gambar 4.12 Jawaban Siswa untuk Indikator Menganalisis Solusi (a) Kelas
Eksperimen (b) Kelas Kontrol ........................................................ 86
Gambar 4.13 Contoh Soal Posttest untuk Indikator Membangun Keterampilan
Dasar ............................................................................................... 88
Gambar 4.14 Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Membangun
Keterampilan Dasar (a) Kelas Eksperimen (b) Kelas Kontrol ....... 88
Gambar 4.15 Contoh Soal Posttest untuk Indikator Mengatur Strategi dan
Taktik .............................................................................................. 90
Gambar 4.16 Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Mengatur Strategi dan
Taktik Kelas Eksperimen (b) Kelas Kontrol ................................. 90
Gambar 4.17 Contoh Soal Posttest untuk Indikator Mengevaluasi Solusi .......... 92
Gambar 4.18 Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Mengevaluasi Solusi (a)
Kelas Eksperimen (b) Kelas Kontrol .............................................. 93
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas
Eksperimen.............................................................................. 104
Lampiran 2 Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas
Kontrol.................................................................................... 124
Lampiran 3 Contoh Lembar Kerja Siswa................................................... 142
Lampiran 4 Kisi-Kisi Uji Coba Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis
Siswa....................................................................................... 153
Lampiran 5 Uji Coba Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis
Siswa....................................................................................... 154
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis...................................................................... 157
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Empiris Instrumen Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis...................................................................... 158
Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis................................................................................ 160
Lampiran 9 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis...................................................................... 161
Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis...................................................................... 163
Lampiran 11 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat
Kesukaran, dan Daya Pembeda............................................... 165
Lampiran 12 Kisi-Kisi Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis
Siswa....................................................................................... 166
Lampiran 13 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa....................................................................................... 167
Lampiran 14 Kunci Jawaban Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis...... 170
Lampiran 15 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis................................................................................ 175
Lampiran 16 Hasil Post Test Kelompok Eksperimen.................................. 177
Lampiran 17 Hasil Post Test Kelompok Kontrol......................................... 178
Lampiran 18 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Siswa..................................................................... 179
Lampiran 19 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Tes Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Siswa............................................. 180
Lampiran 20 Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Kemampuan Berpikir Kritis
xii
Matematis Siswa..................................................................... 181
Lampiran 21 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Tahap Pra Penelitian............................................. 182
Lampiran 22 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Tahap Pra Penelitian............................................................... 183
Lampiran 23 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Tahap Pra
Penelitian................................................................................. 184
Lampiran 24 Hasil Wawancara Tahap Pra Penelitian.................................. 185
Lampiran 25 Hasil Uji Referensi.................................................................. 187
Lampiran 26 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian....................... 195
Lampiran 27 Hasil Uji Plagiarisme.............................................................. 196
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk
pola pikir siswa. Matematika memiliki peran yang penting dalam pendidikan,
terbukti dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu mata pelajaran
wajib pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu tujuan pencapaian
kompetensi matematika pada kurikulum 2013 berdasarkan Permendiknas
Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah
adalah agar siswa memiliki sikap logis, kritis, analitis, cermat dan teliti,
bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam
memecahkan masalah.1 Berkaitan dengan sikap kritis, menurut Fatra dan
Maryati, materi matematika dan keterampilan berpikir kritis merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami melalui
berpikir kritis, dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika.2
Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang sangat erat kaitannya dengan proses pemecahan masalah matematika.
Kemampuan ini mencakup tindakan untuk mengevaluasi situasi, masalah,
atau argumen, dan memilih pola investigasi yang menghasilkan jawaban
terbaik yang bisa didapat3 dalam menghadapi sebuah permasalahan.
Kemampuan tersebut sangat berguna bagi siswa untuk dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya baik dalam konteks matematika maupun dalam
konteks kehidupan terutama pada abad ke-21 ini. Hal itu terlihat dari hasil
survey yang dilakukan oleh AMA (American Management Assosiation)
tentang kemampuan berpikir kritis bahwa salah satu kemampuan abad 21
yang sangat dibutuhkan dalam dunia pekerjaan yaitu kemampuan berpikir
1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 21 Tahun 2016 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. 2 Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati, Implementasi K13 pada Pembelajaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif, (Jakarta: Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2018), h.3. 3 Daniel A. Fieldman, Berpikir Kritis: Strategi Untuk Pengambilan Keputusan, (Jakarta:
Indeks, 2010), Cet. 1, h.4.
2
kritis dan pemecahan masalah. Kemampuan yang dimaksud dalam survey
tersebut ialah kemampuan mengambil keputusan, kemampuan memecahkan
masalah, serta kemampuan melakukan tindakan yang tepat.4 Sejalan dengan
itu, Ramdhani dan Patria juga memaparkan bahwa kemampuan berpikir kritis
menjadi salah satu kompetensi dasar yang diharapkan ada pada generasi abad
21.5
Berdasarkan Permendiknas Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah serta hasil survey AMA yang telah
dipaparkan, berpikir kritis merupakan kemampuan yang dapat menunjang
siswa dalam mencapai salah satu tujuan kompetensi matematika serta perlu
dimiliki oleh siswa sebagai bekal dalam menjalani kehidupan pada abad ke-
21. Jika siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik, maka ia akan
mampu memecahkan masalah dengan baik pula sehingga dapat membantunya
dalam proses pembelajaran matematika serta penerapannya dalam kehidupan.
Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis menjadi penting untuk
ditingkatkan terutama dalam konteks pemecahan masalah agar siswa
Indonesia mampu bersaing secara global pada abad ke-21 ini.
Menurut Fatra dan Maryati, berpikir kritis merupakan salah satu aspek
penting dalam proses pembelajaran, namun kemampuan ini belum dapat
dikembangkan secara optimal.6 Hasil PISA (Programme for International
Student Assessment) pada tahun 2015 yang berfokus untuk mengukur
kecakapan anak usia 15 tahun dalam bidang matematika menunjukkan
prestasi belajar siswa Indonesia berada pada peringkat ke-62 dari 72 negara
peserta dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata internasional
adalah 490.7 Jika dilihat lebih mendetail, perolehan siswa Indonesia pada
kategori science, reading and mathematics untuk share of top performers in
4 American Management Assosiation, AMA 2012 Critical Skills Survey,
(http://www.amanet.org/uploaded/2012-Critical-Skills-Survey.pdf), Diakses tanggal 10 November
2019 Jam 22.32 WIB. 5 Neila Ramdhani dan Bhina Patria, Psikologi untuk Indonesia Maju dan Beretika,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2018), h.28. 6 Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati, op.cit., h. 2.
7 PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education, PISA, OECD
Publishing, (OECD : Paris, 2016), (http://dx.doi.org/10.1787/9789264266490-en), p.44.
3
at least one subject (level 5 or 6) hanya mencapai 0,8% dari standar PISA
15,3%.8 Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia pada
level 5 dan 6 yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis matematis
masih di bawah rata-rata skor PISA. Kemampuan berpikir kritis matematis
yang dimaksud instrumen PISA pada level 5 ditunjukkan dengan kriteria
mampu mengembangkan model untuk situasi yang kompleks,
mengidentifikasi masalah, menentukan asumsi, dan mengevaluasi strategi
penyelesaian masalah menggunakan penalaran yang baik. Sedangkan pada
level 6, ditunjukkan dengan kriteria mampu membuat konsep, memanfaatkan
informasi berdasarkan investigasi dan pemodelan situasi masalah yang
kompleks, menggeneralisasi melalui representasi dan penalaran lebih lanjut,
mengembangkan strategi untuk mengkritisi situasi baru, serta merefleksikan
tindakan secara tepat mengenai temuan, interpretasi, argumen, dan
kesesuaiannya dengan situasi asli.9
Berdasarkan laporan TIMSS (Trends in International Mathematics and
Sciences Study) yang melakukan studi pencapaian negara pada bidang sains
dan matematika, pada tahun 2015 siswa Indonesia menduduki peringkat ke
45 dari 50 negara yang berpastisipasi dalam bidang matematika dengan
perolehan skor 397.10
Kerangka penilaian TIMSS 2015 terdiri atas dua
domain yakni domain konten dan domain kognitif. Domain kognitif terdiri
atas domain mengetahui (knowing), domain mengaplikasi (applying), dan
domain bernalar (reasoning). Dari ke tiga domain tersebut, siswa Indonesia
mencapai penguasaan terbaik pada domain mengetahui (knowing) yaitu
sebesar 57% benar, selanjutnya pada domain mengaplikasi (applying) yaitu
sebesar 4% benar, sedangkan pencapaian terburuk adalah pada domain
bernalar (reasoning) yang dinilai sangat minim.11
Menurut Krulik dan
Rudnick, berpikir kritis merupakan kategori penalaran pada tingkatan yang
8 Ibid.,
9 Ibid., p. 191.
10 Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan, Mengenai TIMSS,
(https://puspendik.kemdikbud.go.id/seminar/upload/Hasil%20Seminar%20Puspendik%202016/TI
MSS%20infographic.pdf). Diakses tanggal 27 Maret 2019 Jam 06.35 WIB. 11
Ibid.
4
lebih tinggi.12
Dari data-data tersebut, dapat diketahui bahwa kemampuan
berpikir kritis matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah.
Selain itu, berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti di SMP Negeri 1 Citeureup pada tahun ajaran 2018/2019 yang
bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, hasilnya
menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa hanya mencapai 18,75 dari skala 0
sampai 100 pada indikator menganalisis argumen, menarik kesimpulan,
mengidentifikasi asumsi, dan memutuskan suatu tindakan. Data tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih
tergolong sangat rendah dan perlu mendapatkan perhatian lebih untuk
ditingkatkan. Hasil penelitian pendahuluan tersebut didukung pula dengan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru matematika di SMP
Negeri 1 Citeureup. Berdasarkan hasil wawancara, guru tersebut mengatakan
bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat terlihat pada siswa
yang kemampuannya berada di atas rata-rata sekolah namun belum merata
pada semua siswa sehingga perlu ditingkatkan. Menurutnya, persentase
kemampuan siswa yang berada di atas rata-rata sekolah mencapai 50%, yang
menengah mencapai 30%, dan 20% lainnya tergolong sangat rendah.
Selanjutnya, hasil wawancara pada guru tersebut juga menunjukkan
bahwa soal-soal yang diberikan kepada siswa merupakan soal-soal rutin pada
umumnya dan siswa merasa kesulitan jika diberikan soal cerita serta soal-soal
pemecahan masalah. Guru tersebut juga menuturkan bahwa metode
pembelajaran yang paling dominan digunakan adalah metode ceramah dan
drill. Berkaitan dengan itu, Sanjaya telah lebih dulu mengemukakan bahwa
guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan
pembelajaran tidak melakukan ceramah.13
Metode ceramah merupakan
metode pembelajaran yang berpusat pada guru dan menjadikan siswa hanya
12
A.M.Irfan Taufan Asfar dan Syarif Nur, Model Pembelajaran Problem Posing &
Solving: Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, (Sukabumi: CV Jejak, 2018), Cet. 1,
h.24. 13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2011), Cet. 8, h. 147.
5
berperan sebagai penerima sehingga penerapan metode ini kurang
mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.
Berdasarkan penuturan ahli dan fakta-fakta pada penelitian pendahuluan
yang telah dilakukan, metode pembelajaran yang berpusat pada guru serta
soal-soal rutin yang diberikan oleh guru kurang menunjang siswa dalam
kegiatan pemecahan masalah dan tidak memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir matematisnya, salah satunya yaitu
kemampuan berpikir kritis matematis. Hal tersebut diduga menjadi salah satu
penyebab rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa.
Menurut Sudiyasa, kemampuan berpikir kritis matematika akan
berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang dalam
proses yang intens tentang pemecahan masalah.14
Hal ini didukung oleh Fatra
dan Maryati bahwa berpikir kritis bisa muncul apabila dalam pembelajaran
ada masalah yang menjadi pemicu dan diikuti dengan pertanyaan.15
Dengan
demikian, terlihat bahwa pembelajaran yang berorientasi masalah dapat
memfasilitasi siswa dalam memunculkan dan mengembangkan kemampuan
berpikir kritisnya.
Snyder dan Snyder mengemukakan bahwa lingkungan belajar yang
secara aktif melibatkan siswa dalam penyelidikan informasi dan penerapan
pengetahuan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.16
Oleh
sebab itu, siswa perlu dibiasakan untuk menyelesaikan soal-soal penerapan
dalam bentuk masalah kontekstual agar dapat menunjang kemampuan
berpikir kritis. Berkaitan dengan itu, Lambertus mengatakan bahwa melatih
kemampuan berpikir krtitis dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan
dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan
14
I Wayan Sudiyasa, “Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis dengan Pembelajaran
Berbasis Masalah”, dalam Harry Dwi Putra (eds.), Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2014, h. 160. 15
Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati, op.cit., h. 3. 16
Lisa Gueldenzoph Snyder dan Mark J. Snyder, Teaching Critical Thinking and Problem
Solving Skills, The Delta Pi Epsilon Journal, Vol. L (2), 2008, p. 97.
6
dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari.17
Dengan
mengerjakan soal-soal tidak rutin dalam proses pemecahan masalah, siswa
akan mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuannya.
Pemberian soal-soal tidak rutin juga dapat melatih kemampuan berpikir kritis
siswa karena melibatkan keterkaitan antar beberapa konsep yang harus
diterapkan. Artinya, siswa harus memiliki pengetahuan yang dalam agar
dapat menguraikan alasan terkait proses penyelesaiannya. Selain itu, masalah
yang berkaitan dengan dunia nyata akan menyadarkan siswa pada esensi
matematika dalam kehidupan sehingga dapat menambah motivasi untuk
mempelajari dan mengkritisi pembelajaran matematika yang dipelajarinya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penggunaan metode pembelajaran yang
berpusat pada siswa dengan berorientasi masalah yang mencakup soal-soal
tidak rutin dan berhubungan dengan dunia nyata dapat menjadi solusi yang
tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa adalah metode
Problem-Oriented. Metode Problem-Oriented merupakan salah satu metode
pembelajaran berorientasi masalah yang melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pemecahan masalah. Wang dkk. mengatakan bahwa literatur telah
menunjukan efek yang menjanjikan dari pembelajaran Problem-Oriented
dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah serta memperluas pengetahuan tentang
materi pelajaran.18
Menurut Weed, penerapan metode Problem-Oriented
membutuhkan seperangkat keterampilan, di antaranya: mendefiniskan
masalah, menetapkan tujuan, dan merancang rencana yang berfokus pada
pencapaian tujuan-tujuan tersebut.19
Dengan demikian, siswa dituntut untuk
17
Lambertus, Pentingnya Melatih Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran
Matematika di SD, Forum Kependidikan, Vol. 28 (2), 2009, h. 142. 18
Minhong Wang, Sharon Derry, and xun ge, Guest Editorial: Fostering Deep Learning in
Problem-Solving Contexts with the Support of Technology, Journal of Education Technology &
Society, Vol. 20, 4, 2017, p.162. 19
Barbara Lichner Ingram, Clinical Case Formulation: Matching the Integrative Treatment
Plan to the Client, (Canada: John Wiley & Sons, Inc., 2006), p.10.
7
berpikir secara fokus dan rasional dalam proses pemecahan masalah sehingga
dapat membantunya dalam mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis. Hal
tersebut didukung oleh Knudsen, bahwa berpikir kritis berperan dalam
pembelajaran dan refleksi yang menjadi inti dalam pembelajaran Problem-
Oriented pada setiap langkahnya.20
Menurut Hu et.al., peranan guru dalam
penerapan metode Problem-Oriented adalah sebagai promotor yang
membantu, mengingatkan, dan menuntun siswa dalam proses berpikir kritis.21
Metode Problem-Oriented dapat mengatasi rendahnya kemampuan berpikir
kritis matematis siswa karena dalam metode ini siswa dilatih untuk memiliki
kesadaran akan masalah. Menurut Si-Min, kesadaran masalah mengacu pada
memahami dunia dengan cara berpikir kritis, menemukan alasan, serta
memandang dunia secara subjektif dan objektif dengan sikap
mempertanyakan.22
Dalam metode ini, masalah yang disajikan adalah
masalah matematika yang berhubungan dengan dunia nyata. Berdasarkan
langkah pembelajaran yang terdapat pada metode Problem-Oriented, siswa
dituntut untuk menggunakan dan mengeksplorasi pengetahuannya secara
mandiri dalam menganalisis dan menyusun strategi pemecahan masalah.
Kemudian, siswa diarahkan untuk berpikir secara analitik dan analogik terkait
penggunaan konsep serta penerapan strategi pemecahan masalah yang
dipilihnya agar dapat benar-benar memahaminya. Dengan proses
pembelajaran tersebut, peneliti meyakini bahwa metode Problem-Oriented
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
Berdasarkan uraian masalah yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul : “Pengaruh Metode Problem-Oriented
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.
20
Anders Siig Andersen and Simon B. Heilesen, The Roskilde Model: Problem-Oriented
Learning and Project Work, Innovation and Change in Professional Education, Vol.12, 2015,
p.158. 21
Yu-Han Hu, Jun Xing, dan Liang-Ping Tu, The Effect of a Problem-oriented Teaching
Method on University Mathematics Learning, EURASIA Journal of Mathematics, Science and
Technology Education, Vol. 14, 5, 2018, p. 1696. 22
Xiyan Wang, Research on Application of “Problem-Oriented” Teaching Method in “An
Introduction to the Basic Principle of Marxism” Course, International Academic Workshop on
Social Science, 2013, p. 838.
8
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong rendah dan belum dapat
dikembangkan secara optimal.
2. Pembelajaran dengan metode ceramah yang masih berpusat pada guru
tidak memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis.
3. Soal-soal rutin yang biasa diberikan oleh guru kurang menunjang siswa
dalam kegiatan pemecahan masalah dan tidak menuntut siswa untuk
berpikir kritis.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah penelitian bertujuan agar penelitian yang dilakukan
lebih fokus dan terarah, maka peneliti memberikan batasan sebagai berikut :
1. Metode Problem-Oriented dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan
pada aktivitas siswa, dengan tahapan: a. Pemberian masalah kognitif;
b.Menganalisis masalah dan menyelesaikannya; c. Meringkas hasil yang
diperoleh; d. Metode perluasan masalah; dan e. Meringkas dan
meningkatkan kompetensi.
2. Indikator kemampuan berpikir kritis yang diukur dalam penelitian ini
meliputi: a. Menganalisis solusi, b. Membangun keterampilan dasar;
c.Mengatur strategi dan taktik, dan d. Mengevaluasi solusi.
3. Pada materi pola bilangan untuk tingkat SMP kelas VIII.
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan dibahas serta dijawab dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan metode Problem-Oriented?
2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
9
3. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan
metode Problem-Oriented lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibentuk, tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah
memperoleh pembelajaran dengan metode Problem-Oriented.
2. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah
memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Untuk menganalisis perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode Problem-Oriented
dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan informasi tentang pembelajaran menggunakan metode
Problem-Oriented berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa.
b. Sebagai referensi penelitian yang relevan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, metode Problem-Oriented dapat diterapkan untuk membantu
guru dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
b. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa melalui penerapan metode Problem-
Oriented dalam pembelajaran.
c. Bagi sekolah, penelitian ini menambah referensi metode pembelajaran
yang dapat digunakan sekolah dan diharapkan mampu meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika di sekolah melalui peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
10
d. Bagi peneliti, sebagai acuan dalam mendesain pembelajaran sehingga
dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis matematis.
11
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Kajian Teoritik
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
a. Deskripsi Kemampuan Berpikir
Kemampuan (skill) merupakan suatu hal yang dimiliki oleh seorang
individu untuk menunaikan kewajiban yang ditanggungkan kepadanya.1
Sebagai makhluk hidup yang terus berkembang, setiap individu pasti
memiliki kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Ada yang
kemampuannya dapat terlihat dengan kasat mata, ada pula yang
kemampuannya tidak dapat dilihat atau diukur tanpa bantuan media. Salah
satu kemampuan yang wujudnya tidak nampak namun memiliki fungsi yang
mendasar dalam kehidupan ialah kemampuan berpikir. Dalam proses
pembelajaran, kemampuan berpikir diperlukan siswa untuk memahami setiap
materi pelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang disuguhkan
kepadanya.
Susanto mengartikan berpikir sebagai aktivitas mental yang dapat
menghasilkan pengetahuan.2 Sebagai makhluk yang berakal, manusia pasti
tidak akan luput dari proses berpikir dalam setiap perilakunya, baik itu
sebelum atau pun sesudah tindakan tersebut dilakukan. Berpikir
melambangkan perbuatan yang kerap kali tersembunyi pada sebuah
gambaran, ide, atau konsep, yang diperbuat oleh seseorang.3 Dengan berpikir,
seseorang dapat memaknai kehidupannya dan membuatnya menjadi lebih
berarti. Menurut Wowo, aktivitas mental atau intelektual yang mencakup
kesadaran dan subjektivitas individu menjadi pondasi dalam proses berpikir.4
1 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan
Inovasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 12, h.39. 2 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana,
2016), Cet. 4, h. 121. 3 Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
Cet. 1, h. 2. 4 Ibid.
12
Fatra dan Maryati menerangkan bahwa berpikir memberikan efek
terhadap anggapan seseorang akan stimulus-stimulus yang ia terima dari otak
dengan melibatkan proses sensasi, persepsi, dan memori.5 Proses berpikir
merupakan kegiatan menggabungkan, menyatukan, menyesuaikan, menukar,
serta mengurutkan pengetahuan dalam bentuk konsep-konsep, pandangan-
pandangan, serta pengalaman yang telah dilakukan sebelumnya.6 Hasil
berpikir yang dipaparkan Wowo dapat berupa gagasan, ide, penemuan
alternatif pemecahan masalah, serta keputusan yang dapat diwujudkan dalam
bentuk perilaku individu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan dalam
bidang keilmuan tertentu maupun dalam kehidupan secara lebih luas.7
Dengan demikian, berpikir mencakup rangkaian proses sensasi, persepsi, dan
memori yang terjadi di dalam otak manusia yang menghasilkan ide,
pandangan, atau pengetahuan baru yang dapat diaktualisasi dalam bentuk
tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kemampuan berpikir seseorang akan bertambah sejalan dengan
bertambahnya pengalaman dalam hidupnya. Keterampilan berpikir berkaitan
dengan wacana peningkatan kualitas pendidikan melalui aktivitas belajar-
mengajar yang sesuai dengan tuntutan hasil belajar yang ada.8 Oleh sebab itu,
kemampuan berpikir memiliki peran yang mendasar dalam serangkaian
aktivitas belajar-mengajar.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kemampuan berpikir diartikan sebagai suatu proses mental
seorang individu yang melibatkan intelektual serta kesadaran dalam
menghasilkan sebuah pandangan maupun pengetahuan berupa ide, konsep,
gagasan, dan perencanaan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu terutama dalam proses pembelajaran.
5 Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati, Implementasi K13 pada Pembelajaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif, (Jakarta: Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2018), h. 7. 6 Wowo Sunaryo Kuswana, op.cit., h. 3.
7 Ibid.
8 Ibid., h.23.
13
b. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan kegiatan yang selalu melekat pada setiap sisi
kehidupan manusia. Menurut Susanto, terdapat dua kelompok keterampilan
berpikir yaitu keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.9 Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat dasar
meliputi kegiatan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan, sedangkan
berpikir tingkat tinggi meliputi kegiatan menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Salah satu bentuk kemampuan yang termasuk ke dalam berpikir
tingkat tinggi ialah kemampuan berpikir kritis.10
Angelo mengartikan berpikir
kritis sebagai bentuk pengaplikasian sebuah tindakan rasional serta aktivitas
berpikir tingkat tinggi yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis,
mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, serta
mengevaluasi.11
Dari uraian tersebut, terlihat bahwa berpikir kritis merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan proses menganalisis,
mengevaluasi, mencipta, termasuk di dalamnya kegiatan memecah sebuah
informasi menjadi ide-ide yang lebih jelas dan saling berkaitan, memadukan
kumpulan fakta-fakta menjadi satu kesatuan yang utuh, serta menentukan
sebuah metode penyelesaian masalah yang tepat.
Berpikir kritis dilambangkan sebagai seni menganalisis dan
mengevaluasi pemikiran dengan maksud untuk memperbaikinya.12
Dalam
perspektif deskriptif, aktivitas menganalisis situasi masalah melalui evaluasi
potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk memperoleh
sebuah keputusan menggambarkan sebuah aktivitas berpikir kritis.13
Berpikir
kritis merupakan interpretasi dan evaluasi yang terampil, aktif terhadap
observasi, komunikasi, informasi, serta argumentasi.14
Seventika dkk.
9 Ahmad Susanto, loc.cit.
10 Hana Makmun, Life Skill Personal Self Awarness (Kecakapan Mengenal Diri),
(Yogyakarta: Deepublish, 2017), h.118. 11
Ahmad Susanto, op.cit., h. 122. 12
Richard Paul and Linda Elder, The Miniature Guide to Critical Thinking: Concepts and
Tools, 2006, p. 4, (www.criticalthinking.org). Diakses tanggal 24 November 2018 jam 19.19 WIB. 13
Wowo Sunaryo Kuswana, op.cit., h. 19. 14
Alec Fisher, Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thinking: An
Introduction oleh Alec Fisher, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 10.
14
mendefinisikan berpikir kritis sebagai sebuah kemampuan untuk meninjau
dan menganalisis informasi yang pasti, mengidentifikasi bukti yang
mendukung, mengidentifikasi dan mengevaluasi sebuah pandangan, serta
menerapkan berbagai strategi dalam menyimpulkan suatu hal berdasarkan
standar-standar penilaian.15
Berdasarkan pemaparan tersebut, berpikir kritis
merupakan kemampuan mencerna informasi secara rinci dan teliti dalam
menghasilkan sebuah bukti untuk memenuhi tujuan pemecahan masalah
melalui strategi yang dinilai secara logis sebagai cara yang paling efektif
menghasilkan jawaban benar.
Berpikir kritis meliputi sebuah wujud usaha untuk mengevaluasi situasi,
masalah, atau argumen, serta menentukan pola investigasi dalam mencapai
jawaban terbaik yang bisa didapat.16
Wowo beranggapan bahwa proses
mengevaluasi argumen agar dinilai layak diterima berdasarkan pikirannya
dapat ditunjang melalui penerapan kemampuan berpikir kritis yang kuat.17
Oleh sebab itu, seorang pemikir kritis harus selektif dalam menyaring
informasi yang ia terima, mencari tahu apakah informasi tersebut tepat atau
tidak tepat, relevan atau tidak relevan, serta tidak akan mudah percaya dengan
sesuatu yang tidak mempunyai bukti atau alasan yang logis, sehingga ia akan
dapat menarik kesimpulan yang benar berdasarkan evaluasi yang telah
dilakukannya.
Ennis mengartikan berpikir kritis sebagai suatu aktivitas berpikir yang
beralasan serta reflektif dengan fokus tujuan berupa keputusan untuk
mempercayai atau melakukan sesuatu.18
Menurut Dewey dalam Fisher,
aktivitas pertimbangan yang aktif dilakukan secara terus menerus dan teliti
mengenai sebuah keyakinan yang dinilai berdasarkan alasan serta kesimpulan
15
S Y Seventika, Y L Sukestiyarno, dan Scolastika Mariani, Critical Thinking Analysis
Based On Facione (2015) – Angelo (1995) Logical Mathematics Material Of Vocational High
School (VHS), Journal of Physics: Conference Series, 2018, p. 2. 16
Daniel A. Fieldman, Berpikir Kritis: Strategi Untuk Pengambilan Keputusan, (Jakarta:
Indeks, 2010), h.4. 17
Wowo Sunaryo Kuswana, op.cit., h. 20. 18
Robert H. Ennis, “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking
Dispositions and Disabilities”, Makalah dipresentasikan pada Sixth International Conference on
Thinking at MIT, Cambridge: Mei 2011, (http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/
TheNatureofCriticalThinking_51711_000. pdf), p. 1.
15
yang relevan merupakan sebuah proses berpikir kritis.19
Berdasarkan definisi-
definisi tersebut, berpikir kritis meliputi proses penalaran serta
pengaplikasian pengalaman sebagai kegiatan yang reflektif sehingga seorang
pemikir kritis akan memiliki rasa berani dan percaya diri dalam
memunculkan sebuah hasil berpikir. Selain itu, seorang pemikir kritis juga
akan memiliki keyakinan atas validitas argumennya karena ia memiliki alasan
logis yang mendukung sebagai hasil dari proses berpikir secara rinci yang
mencakup pertimbangan dari berbagai sudut pandang untuk setiap
keputusannya.
Seseorang perlu membiasakan diri untuk melakukan kegiatan yang
mencakup bagian-bagian dari berpikir kritis agar dapat mempunyai
kemampuan berpikir kritis yang baik. Kegiatan tersebut dapat berupa
menelaah terlebih dahulu setiap informasi yang diterimanya, mencari tahu
dari mana asalnya, untuk apa gunanya, serta seberapa akurat informasi
tersebut dengan cara menganalisisnya dari sudut pandang yang berbeda pada
setiap proses kehidupan yang dihadapinya. Dalam kegiatan pendidikan
khususnya dalam pembelajaran matematika, siswa perlu dibiasakan untuk
mencari tahu asal mula munculnya sebuah formulasi atau rumus sebagai
upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya sehingga siswa
tersebut dapat menguasai konsep dari ilmu yang dipelajarinya dan bukan
hanya menghapal rumus.
Costa menggambarkan ciri-ciri seseorang yang berpikir kritis di
antaranya: cakap dalam mendeteksi keberagaman informasi, pandai
mendeteksi permasalahan, mampu mendata ide dan alternatif pemecahan
masalah, gemar mengumpulkan data untuk pembuktian faktual, mampu
membandingkan dan mempertentangkan secara kontras, terampil dalam
mengidentifikasi sifat atau wujud benda, cakap dalam membuat hubungan
yang berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan mampu
19
Alec Fisher, op.cit, h. 2.
16
membuat konklusi yang valid.20
Artinya, seorang pemikir kritis akan sangat
erat kaitannya dengan data dan fakta, baik itu yang tersurat maupun yang
tersirat melalui hasil analisisnya sendiri sebagai bekal dalam menentukan
solusi permasalahan dan membuat sebuah kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Pada prinsipnya, seseorang pemikir kritis tidak akan dengan mudahnya
menolak atau menerima sesuatu.21
Mereka akan mengamati terlebih dahulu
informasi yang mereka terima hingga mempunyai pemahaman yang memadai
sebelum menetapkan sebuah keputusan. Menurut Paul dan Elder, perilaku
yang akan muncul dari seorang pemikir kritis yang baik di antaranya mampu
mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan serta menggunakan ide-
ide abstrak untuk menafsirkannya secara efektif; bertindak sesuai kebutuhan,
berpikir secara terbuka, mengenali dan menilai, siap menerima konsekuensi
praktisnya; dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dalam
mencari solusi untuk masalah yang kompleks.22
Di samping itu, Ennis
menggambarkan seorang pemikir kritis ideal sebagai seseorang yang
cenderung “melakukan yang benar”, merasa percaya diri terhadap validitas
keputusan yang diyakininya, peduli terhadap lingkungannya, memperhatikan
perasaan orang lain dengan tidak memberi kesan mengintimidasi atau
membingungkan orang lain dengan pemikiran kritisnya.23
Dengan demikian,
berpikir kritis bukan hanya berbicara mengenai pemikiran tapi juga perasaan.
Seorang pemikir kritis yang ideal akan memiliki kepekaan yang baik terhadap
lingkungan sekitar serta pandai mengatur emosinya, tidak akan larut dalam
ambisi dengan memperhatikan esensi, serta berpikiran terbuka dengan
mempertimbangkan pendapat orang lain. Selain itu, pemikir kritis juga akan
memastikan bahwa ide dan pendapat mereka memang tepat dan sesuai
dengan yang dibutuhkan.
20
Dina Mayadiana Suwarma, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h. 11. 21
Ahmad Susanto, op.cit., h. 123. 22
Richard Paul and Linda Elder, op.cit, h. 4. 23
Robert H. Ennis, op.cit, p. 1-2.
17
Dari beberapa pendapat ahli yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan seseorang dalam
memanfaatkan logikanya untuk mengolah informasi secara rinci serta
menganalisisnya dari berbagai sudut pandang menjadi fakta-fakta yang dapat
dijadikan sebagai bukti dan alasan yang logis dalam menarik kesimpulan
yang valid sebagai solusi yang tepat dalam sebuah proses pemecahan
masalah.
c. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Kemampuan berpikir kritis yang diaplikasikan dalam proses belajar-
mengajar matematika disebut kemampuan berpikir kritis matematis. Menurut
Suwarma, elemen yang termasuk ke dalam berpikir kritis matematis meliputi
penalaran dan pembuktian matematika.24
Menurutnya, aktivitas penalaran
melibatkan proses penggabungan ide-ide dan informasi dalam
menggeneralisasi serta menyimpulkan sehingga dipandang sebagai bagian
dari berpikir kritis. Di samping itu, Paul beranggapan bahwa komponen lain
dari berpikir kritis ialah pemecahan masalah matematika.25
Pandangan
tersebut didukung oleh King dan Ktchener bahwa pemecahan masalah yang
membutuhkan perkiraan metode direkomendasikan pula sebagai cara berpikir
kritis sebagai refleksi.26
Menurut Maulana, proses berpikir kritis matematis dapat terjadi ketika
siswa disajikan situasi yang asing baginya, diberikan kesempatan untuk
mengeksplorasi pengetahuan awalnya, serta diberikan kesempatan untuk
melakukan generalisasi, pembuktian, serta evaluasi terhadap situasi
matematis yang disajikan.27
Selanjutnya, Glazer mengartikan berpikir kritis
matematis sebagai keterampilan dan disposisi untuk mengaplikasikan
pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, serta strategi kognitif dalam
menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi secara reflektif situasi-
24
Dina Mayadiana Suwarma, op.cit, h. 8. 25
Ibid., h. 9. 26
Ibid. 27
Maulana, Konsep Dasar Matematika dan Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis-
Kreatif, (Sumedang: UPI Sumedang Press, 2017), h.10.
18
situasi matematika yang tidak familiar.28
Berdasarkan definisi tersebut,
Glazer menguraikan kondisi yang harus termuat dalam berpikir kritis
matematis antara lain:29
1) Situasi tertentu yang dapat mengakibatkan individu merasa sukar dalam
menguasai konsep matematika secara cepat serta sukar dalam
menghasilkan solusi dari suatu masalah;
2) Aktivitas berpikir yang melibatkan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya, penalaran matematika, serta strategi kognitif;
3) Aktivitas yang memerlukan proses berpikir dalam menggeneralisasi serta
melakukan pembuktian, dan/atau evaluasi terhadap suatu kondisi;
4) Berpikir secara reflektif disertai penyampaian solusi yang diperoleh
dengan pertimbangan, memperoleh makna terkait jawaban atau argumen
yang rasional, memilih sebuah alternatif yang tepat dalam menjelaskan
konsep atau memecahkan persoalan, dan/atau memperluas keilmuan untuk
studi selanjutnya.
Dari pendapat-pendapat beberapa ahli yang telah diuraikan, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis merupakan
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan berupa konsep dan fakta-fakta,
baik yang telah diketahui secara reflektif maupun dengan penalaran terhadap
situasi, serta penggabungan fakta-fakta tersebut menjadi bukti dalam menarik
kesimpulan yang dapat dipertahankan dari hasil dari proses pemecahan
masalah matematika.
d. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Baron dan Strenberg mengajukan lima kunci dalam berpikir kritis, yaitu:
praktis, reflektif, masuk akal, keyakinan, dan tindakan.30
Di samping itu,
Ennis menyampaikan enam unsur dasar yang terdapat dalam berpikir kritis
yaitu Focus (fokus), Reason (alasan), Inference (menyimpulkan), Situation
(situasi), Clarity (kejelasan), dan Overview (pandangan menyeluruh), yang
28
Dina Mayadiana Suwarma, op.cit, h. 16. 29
Ibid., h. 16-17. 30
Ahmad Susanto, op.cit., h. 123.
19
disingkat dengan FRISCO.31
Menurut Ennis, indikator kemampuan berpikir
kritis antara lain:32
1) Memberikan penjelasan sederhana, meliputi: menganalisis pertanyaan,
memfokuskan pertanyaan, serta melakukan tanya-jawab tentang suatu
penjelasan atau tantangan;
2) Membangun keterampilan dasar, meliputi mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya serta mengamati dan mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi;
3) Menyimpulkan, meliputi: mendeduksi dan menginduksi beserta hasilnya
dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan;
4) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi: mendefinisikan istilah dan
pertimbangan definisi dalam tiga dimensi dan mengidentifikasi asumsi;
serta
5) Mengatur strategi dan taktik, meliputi: menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain;
Selanjutnya, Facione menyajikan enam kemampuan inti yang terdapat
dalam berpikir kritis, antara lain: interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan,
penjelasan, dan regulasi diri.33
Sejalan dengan itu, Angelo menyajikan
beberapa karakteristik yang harus termuat dalam berpikir kritis, di antaranya:
menganalisis, mensintesis, memperkenalkan dan memecahkan masalah, serta
menyimpulkan dan menilai.34
Berkaitan dengan pendapat tersebut, Seventika
dkk. merumuskan indikator kemampuan berpikir kritis matematis meliputi:
menafsirkan masalah, menganalisis solusi masalah, menerapkan solusi yang
didapat, mengevaluasi solusi yang didapat, serta menyimpulkan hasil dengan
melampirkan bukti yang mendukung. Berikut disajikan rincian lebih lanjut
mengenai indikator tersebut pada Tabel 2.1:35
31
Ibid., h. 121. 32
Ibid., h. 125. 33
Peter A. Facione, Critical Thinking: What It Is and Why It Counts, Insight assessment,
2013, p. 5. 34
S Y Seventika, Y L Sukestiyarno, dan Scolastika Mariani, loc.cit. 35
S Y Seventika, Y L Sukestiyarno, dan Scolastika Mariani, op.cit, p.3.
20
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Indikator Sub Indikator
Menafsirkan masalah 1) Memetakan informasi berdasarkan
masalah
2) Menentukan yang diketahui dan yang
tidak diketahui
3) Mengidentifikasi pola persamaan dan
perbedaan
4) Meninjau kembali informasi
Menganalisis solusi masalah 1) Mengorelasikan informasi yang
diperoleh berdasarkan konsep dan
strategi
2) Menemukan bukti yang relevan untuk
menemukan solusi
3) Menjelaskan atau mengilustrasikan
masalah melalui contoh atau pemodelan
Menerapkan solusi yang
didapat
1) Menerapkan solusi dan menggunakan
strategi yang diperoleh untuk
menyelesaikan masalah
2) Bekerja dengan hati-hati dan sistematis
Mengevaluasi solusi yang
didapat
1) Memeriksa kembali setiap langkah
pemecahan masalah
2) Meninjau kembali informasi yang
diidentifikasi
3) Memverifikasi bukti yang mendukung.
Menyimpulkan hasil dengan
melampirkan bukti yang
mendukung
1) Membuat kesimpulan yang benar
2) Melampirkan bukti yang mendukung
3) Menjelaskan alasan yang logis
21
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan, penulis akan
memfokuskan penelitian ini pada empat indikator kemampuan berpikir kritis.
Indikator tersebut ialah sebagai berikut:
1) Menganalisis solusi
Kemampuan siswa dalam mengilustrasikan masalah serta memberikan
bukti yang relevan berupa alasan yang logis sebagai hasil dari
mengorelasikan informasi berdasarkan konsep dan strategi yang telah
didapatkan. Kemampuan ini dapat dilatih ketika siswa melakukan identifikasi
masalah secara rinci untuk dicocokan dengan konsep dan strategi yang
dipilihnya. Kemudian, siswa diminta mempertanggungjawabkan setiap
argumen yang disampaikannya dengan alasan yang logis.
2) Membangun keterampilan dasar
Kemampuan siswa dalam memvalidasi suatu sumber. Kemampuan ini
dapat dilatih melalui kegiatan pemecahan masalah yang melibatkan proses
verifikasi. Siswa dibiasakan untuk melakukan kegiatan pengolahan informasi
yang diperoleh secara eksplisit dengan cara mengidentifikasi masalah yang
diberikan atau secara implisit dari sebuah hasil observasi terhadap
pembelajaran untuk memahami atau menambah pemahaman konsep dan
pengetahuannya.
3) Mengatur strategi dan taktik
Kemampuan siswa dalam menentukan sebuah tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain dalam menentukan langkah-langkah penyelesaian masalah.
Kemampuan ini dapat dilatih melalui diskusi kelompok yang memungkinkan
siswa bertukar pikiran dalam memahami dan mengidentifikasi masalah, serta
menentukan alternatif penyelesaiannya. Kemudian, siswa akan mendapatkan
beberapa ide cara penyelesaian dan menganalisisnya untuk menentukan cara
yang dirasa paling efektif dan masuk akal.
4) Mengevaluasi solusi
Kemampuan siswa dalam memeriksa kembali setiap langkah dari
alternatif pemecahan masalah yang digunakan, meninjau kembali informasi
dan poin-poin penting yang telah diidentifikasi, serta memverifikasi bukti
22
yang mendukung solusi melalui pertanyaan yang memerlukan perbandingan.
Kemampuan ini dapat dilatih melalui proses refleksi terhadap pencapaian
yang telah didapatkannya yang berguna untuk meningkatkan keyakinan siswa
terhadap jawabannya sendiri dengan memperhatikan kesesuaiannya dengan
informasi yang diberikan pada masalah.
2. Pembelajaran dengan Metode Problem-Oriented
a. Metode Pembelajaran Matematika
Metode diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.36
Metode diterapkan oleh
guru dalam kegiatan pembelajaran sebagai upaya mengkreasi lingkungan
belajar dan mengkhususkan aktivitas di mana guru dan siswa terlibat selama
proses pembelajaran berlangsung.37
Dengan kata lain, metode menjadi salah
satu bagian yang terdapat dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran dilambangkan sebagai cara kerja yang sistematis
dengan tujuan memudahkan pelaksanaan pembelajaran sehingga kompetensi
dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.38
Ikhtisar metode pembelajaran
meliputi hal-hal yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran di
antaranya prosedur dan rencana pembelajaran, termasuk di dalamnya proses
penilaian.39
Djamarah dan Zain beranggapan bahwa metode pembelajaran
mengambil peran sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi
pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan.40
Dengan demikian,
metode pembelajaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian cara sistematis
36
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2011), Cet. 8, h. 147. 37
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran: Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 1, h. 132. 38
Andi Prastowo, Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik Terpadu
Implementasi Kurikulum 2013 untuk SD/MI, (Jakarta: Predanamedia Group, 2015), Cet. 1, h. 240. 39
Suryono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017), Cet.7, h.22. 40
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2010), Cet.4, h. 72.
23
yang digunakan oleh guru untuk menciptakan suasana belajar yang dapat
memudahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pada dasarnya, makna metode pembelajaran mencakup ruang lingkup
yang cukup terbatas, berbeda dengan pendekatan, model, dan strategi
pembelajaran.41
Pendekatan merupakan sudut pandang terhadap proses
pembelajaran yang sifatnya masih sangat umum.42
Strategi merupakan
rangkaian kegiatan terkait pegelolaan siswa, lingkungan dan sumber belajar,
serta penilaian untuk mencapai tujuan pembelajaran.43
Model merupakan
acuan yang dilakukan berdasarkan pola pembelajaran yang sistematis.44
Oleh
karena itu, metode pembelajaran lebih erat kaitannya dengan tujuan
pembelajaran dibandingkan dengan pendekatan, model, atau strategi
pembelajaran. Ruang lingkup makna metode pembelajaran yang diusulkan
oleh Hamzah meliputi kegiatan menguraikan, memberi contoh, dan latihan
suatu materi pelajaran kepada siswa untuk mencapai kompetensi tertentu.45
Menurut Fathurrohman dan Sutikno, seorang guru tidak akan dapat
mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat.46
Barkaitan dengan itu, pengalaman telah membuktikan bahwa salah satu hal
yang dapat mengakibatkan kegagalan pengajaran disebabkan oleh kesalahan
guru dalam memilih metode yang sesuai.47
Hal tersebut menunjukkan bahwa
metode pembelajaran memiliki fungsi yang mendasar serta merupakan salah
satu komponen yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam memahami
pelajaran.
Metode pembelajaran dalam pelajaran matematika dapat digunakan
untuk membahas suatu bahan pelajaran yang dalam realisasinya diperlukan
41
Andi Prastowo, op.cit., h.238. 42
Andi Prastowo, ibid., h. 239. 43
Suryono dan Hariyanto, loc.cit. 44
Andi Prastowo, loc.cit. 45
M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), Cet. 1, h. 257. 46
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Melalui
Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h.15. 47
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Op.Cit., h. 76.
24
satu atau lebih teknik.48
Dengan demikian, guru matematika harus pandai
menggunakan berbagai metode pembelajaran. Pandangan tersebut
menegaskan betapa perlunya seorang guru memperhatikan pemilihan metode
pembelajaran yang sesuai agar siswa tidak merasa bosan dalam mempelajari
matematika. Metode pembelajaran matematika adalah cara untuk mencapai
tujuan pembelajaran matematika.49
Oleh karena itu, metode pembelajaran
matematika perlu diterapkan untuk mendukung peningkatan kemampuan
berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap matematika.50
Dari pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa metode pembelajaran matematika adalah serangkaian cara sistematis
yang digunakan oleh guru dalam menciptakan suasana belajar yang dapat
menunjang keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran,
meningkatkan pengetahuan, kemampuan berpikir, serta penguasaan yang baik
bagi siswa dalam pelajaran matematika.
b. Metode Problem-Oriented
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bilang pendidikan menghasilkan
inovasi dan berbagai macam pembaharuan pada hampir setiap komponen
pendidikan, termasuk di dalamnya metode pembelajaran. Penelitian mengenai
metode pembelajaran matematika terus dilakukan untuk mengembangkan
metode pembelajaran yang bervariasi, sesuai dengan kondisi dan fasilitas
yang tersedia, serta dapat mempermudah siswa dalam memahami dan
mencapai tujuan pembelajaran.
Gagasan mengajar dengan metode pengajaran Problem-Oriented pertama
kali diusulkan oleh pendidik Dewey, yaitu para guru menciptakan naluri
48
M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, op.cit, h. 258. 49
Anon, Metode Pembelajaran Matematika Bermain Sambil Belajar dan Penemuan dalam
Matematika, (http://file.upi.edu/direktori/dual-modes/model_pembelajaran_matematika/metode__
pembelajaran__matematika%2c_bermain__sambil__belajar.pdf), h. 177, Diakses tanggal 9 April
2019 jam 00.55 WIB. 50
Ahmad Susanto, op.cit., h. 186-187.
25
alami siswa dengan membimbing dan menginspirasi mereka untuk
mengeksplorasi serta menguasai pengetahuan mereka sendiri.51
Teori ini
muncul berdasarkan pada aturan kognitif siswa, guru yang mengenalkan
pengalaman mengajar serta mendesain dan menyesuaikan isi kurikulum
dengan proses pengajaran, untuk merangsang minat siswa dalam studi dan
untuk meningkatkan inisiatif belajar hingga tingkat tertinggi.52
Kemudian,
banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sebagian besar pemahaman
siswa tentang konsep matematika secara signifikan terkait dengan
kemampuan pemecahan masalah matematika.53
Teori pengajaran Problem-
Oriented menyatakan bahwa solusi penyelesaian masalah adalah tujuan
pembelajaran, yang mendasari, memilih jalur pembelajaran, membangun
basis pengetahuan, dan memilih metode pembelajaran yang sesuai.54
Pengembangan metode pengajaran Problem-Oriented bertujuan untuk
memperdalam pemahaman siswa tentang rumus matematika serta mengatasi
kesulitan dalam belajar matematika melalui proses pemecahan masalah
matematika.55
Kenyataannya, pada praktik mengajar ditemukan fakta bahwa cara
merancang dan mengimplementasikan rencana pemecahan masalah yang
efektif merupakan hal yang tidak mudah bagi siswa.56
Oleh karena itu, Hu
et.al. mengusulkan sebuah metode baru yang berorientasi pada teori yang
telah dilaporkan pada literatur yang ada, yang disebut "metode pengajaran
Problem-Oriented 6 langkah".57
Penerapan metode pengajaran Problem-
Oriented melibatkan proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah
51
LIU Yang, et.al., Research on Bilingual Teaching in Engineering Based on Problem-
oriented Teaching Method, Advances in Social Science, Education and Humanities Research
(ASSEHR), Vol.106, 2017, p. 475. 52
Ibid. 53
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, The Effect of a Problem-oriented Teaching
Method on University Mathematics Learning, EURASIA Journal of Mathematics, Science and
Technology Education, Vol. 14, 5, 2018, p. 1696. 54
LIU Yang, et.al., loc.cit. 55
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, loc.cit. 56
Ibid. 57
Ibid.
26
matematika melalui peranan guru.58
Dengan kata lain, metode Problem-
Oriented adalah sebuah metode yang dikembangkan berdasarkan studi dan
kajian-kajian yang telah dilakukan pada teori-teori pemecahan masalah yang
telah dirumuskan oleh ahli-ahli terdahulu yang dalam penerapannya
melibatkan proses berpikir kritis. Hal tersebut didukung oleh Knudsen bahwa
berpikir kritis berperan dalam pembelajaran dan refleksi yang menjadi inti
dalam pembelajaran Problem-Oriented pada setiap langkahnya.59
Lebih
lengkapnya, metode Problem-Oriented ini menambahkan langkah-langkah
kunci yang lebih rinci untuk memudahkan siswa dalam
mengimplementasikannya dan dapat memperdalam pemahaman siswa
tentang konsep sambil mengurangi kesulitan mereka dalam memecahkan
masalah matematika.60
Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa
penerapan metode Problem-Oriented memberikan manfaat bagi siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui langkah-langkah
pembelajaran dan pemecahan masalah yang mudah diterapkan.
Selanjutnya, Rowan dalam artikelnya menegaskan bahwa penggunaan
metode Problem-Oriented dan pengintegrasian beberapa hipotesis membuat
seorang terapis belajar cara berpikir secara cerdas, berpikir kritis, serta
berpikir kreatif dalam merencanakan solusi berupa perlakuan yang tepat.61
Hal tersebut sejalan dengan Wang et.al. bahwa literatur telah menunjukan
efek yang menjanjikan dari pembelajaran Problem-Oriented dalam membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah serta memperluas pengetahuan siswa tentang materi
pelajaran.62
Dengan demikian, penerapan metode Problem-Oriented dalam
58
Ibid. 59
Anders Siig Andersen and Simon B. Heilesen, The Roskilde Model: Problem-Oriented
Learning and Project Work, Innovation and Change in Professional Education, Vol.12, 2015,
p.158. 60
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, op.cit. p. 1697. 61
Mike Berry, Nick Totton, Els van Ooijen, John Rowan, Reviews, Self &Society: An
International Journal for Humanistic Psychology, 2015, p.56. 62
Minhong Wang, Sharon Derry, and xun ge, Guest Editorial: Fostering Deep Learning in
Problem-Solving Contexts with the Support of Technology, Journal of Education Technology &
Society, Vol. 20, 4, 2017, p.162.
27
pembelajaran dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kritisnya.
Menurut Monash University, metode Problem-Oriented merupakan
sebuah studi kasus yang berhasil menganalisis situasi kehidupan nyata di
mana masalah yang ada perlu dipecahkan.63
Studi kasus yang dimaksud
adalah sebuah proses analisis yang dilakukan guna mengidentifikasi masalah
utama dan menyarankan solusi untuk masalah tersebut.64
Lebih lengkapnya,
Kimberley menjelaskan bahwa penerapan metode ini mengharuskan siswa
untuk mengidentifikasi masalah yang ada, memahami apa yang menjadi
masalah dan apa penyebabnya, serta menyarankan solusi terbaik yang dapat
diimplementasikan.65
Proses analisis serta mencari solusi yang sistematis ini
termasuk ke dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang pemikir
kritis sehingga penerapan metode ini dapat menunjang siswa dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Berkaitan dengan itu, Weed
mengatakan bahwa penerapan metode Problem-Oriented membutuhkan
seperangkat keterampilan, di antaranya: mendefiniskan masalah, menetapkan
tujuan, dan merancang rencana yang berfokus pada pencapaian tujuan-tujuan
tersebut.66
Dengan demikian, siswa dituntut untuk berpikir secara fokus dan
rasional dalam proses pemecahan masalah sehingga dapat membantunya
dalam mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis.
Wang mengartikan metode pengajaran Problem-Oriented sebagai metode
pengajaran di mana yang guru ajarkan adalah seputar "masalah" pada setiap
bagian pembelajaran di kelas, sehingga metode ini dapat meningkatkan
kesadaran masalah bagi siswa dan mengembangkan kemampuan mereka
dalam menemukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.67
Lebih
63
Monash University, Writing a Case Study. (https://www.monash.edu/rlo/quick-study-
guides/writing-a-case-study), Diakses tanggal 2 Oktober 2019 Jam 12.43 WIB. 64
Ibid. 65
Nell Kimberley, Student Q Manual, (Australia: Faculty of Business and Economics
Monash University, 6th Edition, 2016), p.95. 66
Barbara Lichner Ingram, Clinical Case Formulation: Matching the Integrative Treatment
Plan to the Client, (Canada: John Wiley & Sons, Inc., 2006), p.10. 67
Xiyan Wang, Research on Application of “Problem-Oriented” Teaching Method in “An
Introduction to the Basic Principle of Marxism” Course, Atlantis Press, 2013, p. 838.
28
lengkapnya, Laudan memaparkan bahwa kesadaran masalah mengacu pada
memahami dunia dengan cara berpikir kritis dan menilai dunia secara
subyektif dan obyektif dengan sikap mempertanyakan.68
Artinya,
pembelajaran dengan metode Problem-Oriented menyajikan masalah untuk
siswa yang akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di dalam dirinya serta
melatih kemampuan menganalisis secara rasional dan berpikir kritis dalam
menyikapi masalah tersebut. Masalah dalam hal ini berarti kesulitan dan
kontradiksi yang harus dipecahkan siswa dalam latihan dan kognisi yang
berperan sebagai sumber untuk membangun penemuan dan keterampilan.69
Dalam proses tersebut, siswa dituntut untuk dapat mengidentifikasi
permasalahan yang disajikan, mencari serta mengolah informasi yang
didapatkannya untuk mendapatkan sebuah solusi. Kegiatan ini melibatkan
penalaran dan analisis yang mendalam sehingga dapat mendukung dan
memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis
matematis.
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Problem-Oriented ialah
pembelajaran berorientasi masalah yang mencakup kegiatan penalaran dan
analisis yang mendalam sebagai rangkaian dari proses berpikir kritis dalam
langkah-langkah penyelesaian masalah yang sistematis.
c. Karakteristik Metode Problem-Oriented
Menurut Wu et.al., metode pengajaran Problem-Oriented mengambil
masalah sebagai fondasi, siswa sebagai mata pelajaran utama, guru sebagai
pengarah, dan pengembangan kemampuan siswa sebagai tujuan pengajaran.
Esensinya terletak pada memainkan peran masalah penuntun dalam proses
pembelajaran, serta memobilisasi inisiatif dan antusiasme siswa.70
Menurut
Hu et.al., aspek terpenting dari metode pengajaran Problem-Oriented adalah
68
Ibid. 69
Ibid. 70
Peng Wu, Qi Liu, and Heng Shi, Research of the Application of PBL Teaching Mode to
Basic Computer Education in Colleges, Applied Mechanics and Materials, Vols. 44-47, 2011, p.
3374.
29
ketika siswa dapat mengajukan pertanyaan dan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini.71
Metode Problem-Oriented menyajikan
pembelajaran yang mandiri, siswa tidak akan langsung diberikan pemahaman
dan penjelasan oleh guru, melainkan ia harus mendapatkannya sendiri melalui
proses kognitif, identifikasi terhadap situasi, serta kegiatan lain yang
dilakukan selama proses pemecahan masalah. Siswa diberikan kesempatan
untuk mengeksplorasi kebenaran secara aktif dengan pertanyaan sehingga
dapat mendukungnya dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Di
samping itu, penting bagi guru untuk membimbing dan mengatur hubungan
pengajaran yang wajar, melengkapi pengajaran dengan pengetahuan,
meningkatkan antusiasme, serta meningkatkan pembelajaran dan keterkaitan
antar pembelajaran.72
Dengan demikian, siswa akan menerima pembelajaran
secara menyeluruh serta kaya akan informasi sebagai bekalnya dalam
melalukan pemikiran yang kritis.
Menurut Yang et.al., pembelajaran dengan metode Problem-Oriented
harus mempertimbangkan karakteristik profesional, yaitu menjadikan
masalah penerapan sebagai masalah penuntun. Sementara, guru membimbing
siswa untuk dapat memberikan pertimbangan yang komprehensif dan
mengusulkan solusi melalui pengambilan data, investigasi dan survei, diskusi
kelompok, dan kegiatan terbuka lainnya.73
Kegiatan ini akan melatih siswa
untuk melakukan proses berpikir kritis melalui pembelajaran berdasarkan
pertimbangan dari berbagai sudut pandang dalam proses pemecahan masalah.
Selain itu, Zhang et.al. mengemukakan bahwa metode pengajaran Problem-
Oriented didasarkan pada pendidikan yang berpusat pada siswa di dunia
nyata, yang memungkinkan siswa menguasai pembelajaran dengan
memecahkan masalah.74
Penyelesaian masalah dengan metode ini dilakukan
71
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, op.cit., p. 1702. 72
Guizhou LV and Guanhui Liang, Application and Practice of Problem-oriented Teaching
Mode, Artikel disampaikan pada International Conference on Industrial Technology and
Management Science (ITMS), 2015, p. 890. 73
LIU Yang, et.al., loc.cit. 74
Peng Zhang, Liang Ji, and Lei Shen, The Construction of Human Anatomy Library of
Open PBL Case, Advanced Materials Research, Vols. 926-930, 2014, p. 4004.
30
secara sistematis, dimulai dari penafsiran situasi masalah, perencanaan
strategi penyelesaian, pengajuan masalah yang serupa guna menentukan
solusi yang tepat, hingga evaluasi terhadap solusi yang didapatkan secara
logis berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Dengan
demikian, metode Problem-Oriented sangat mendukung siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematisnya. Dalam
pembelajaran ini, siswa membuat tujuan positif dengan situasi yang saling
ketergantungan, saling membantu satu sama lain, bekerja bersama untuk
mengevaluasi keberhasilan secara kolektif, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pengembangan strategi pembelajaran individu yang sehat.75
Sehingga, kemampuan berpikir kritis dan sikap pemikir kritis siswa dapat
dikembangkan.
Menurut Weiss, pembelajaran Problem-Oriented berarti memulai
pelajaran dengan domain masalah khusus yang harus diselesaikan oleh siswa
itu sendiri.76
Menurut Negnevitsky, segala kondisi yang diberikan dapat
dianggap sebagai situasi masalah ketika seorang siswa mengalami kesulitan
intelektual karena kekurangan informasi atau waktu dan tidak dapat mencapai
tujuan dengan menerapkan teknik yang sudah diketahui.77
Artinya,
karakteristik situasi yang disajikan dalam metode Problem-Oriented ialah
membuat siswa mengerahkan logikanya terkait penafsiran masalah
matematika yang tidak dapat dipecahkan dalam satu langkah, melainkan
memerlukan analisis dan penggabungan beberapa konsep dalam proses
pemecahannya.
Pembelajaran Problem-Oriented didasarkan pada pengalaman dan
persepsi individu.78
Hal tersebut berkaitan dengan kegiatan refleksi dan
berpikir kritis siswa terhadap pengetahuan dan pemahaman terhadap konsep
75
Ibid., p.4005. 76
Günther Weiss, Problem-Oriented Learning in Geography Education: Construction of
Motivating Problems, Journal of Geography, 2017, p. 1. 77
Michael Negnevitsky, Application of The Problem-Oriented Teaching Technique In a
Training Simulator, IEEE Multimedia Engineering Education, p. 225-226. 78
Christoph Reichard, Experiments with New Teaching Models and Methods,
International Public Management Network, Vol. 3, 1, 2002, p. 41.
31
yang telah dimilikinya dalam melakukan sebuah pertimbangan. Siswa harus
berada di posisi sentral dalam kegiatan mengajar di kelas dan guru berperan
sebagai fasilitator dalam mendorong dan mengarahkan siswa untuk
mengambil inisiatif, mengajukan pertanyaan, serta menganalisis dan
menyelesaikan masalah sebagai serangkaian proses berpikir kritis.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah dipaparkan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran dengan metode Problem-
Oriented mencakup proses kognitif berupa penalaran dan analisis yang rinci,
pemecahan masalah yang sistematis, serta kegiatan dan penerapan
pengetahuan yang bersifat reflektif, sehingga dapat memfasilitasi siswa dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.
d. Keunggulan Metode Problem-Oriented
Riechard mengemukakan bahwa pembelajaran dengan metode Problem-
Oriented memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional, di antaranya meningkatkan kemandirian, kemampuan berpikir
kritis, serta sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam pemecahan
masalah.79
Sejalan dengan itu, lulusan Roskille University yang memperoleh
program pembelajaran Problem-Oriented dikenal dapat beradaptasi dengan
baik dalam dunia pekerjaan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan pembelajaran
Problem-Oriented dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan pendidikan
yang fleksibel dan adaptif, menumbuhkan kemandirian, kemampuan berpikir
kritis serta kreatif pada lulusannya.80
Sehingga, metode Problem-Oriented
memiliki manfaat terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
yang dapat menunjang kemampuan siswa dalam menghadapi dunia pekerjaan
nantinya.
Menurut LV dan Liang, metode Problem-Oriented sangat penting bagi
pengajaran dan pembelajaran karena memiliki beberapa referensi dan nilai
lebih dalam setiap tingkat proses pengajaran.81
Metode pengajaran Problem-
79
Christoph Reichard, op.cit., p. 42. 80
Anders Siig Andersen and Simon B. Heilesen, op.cit., p.200. 81
Guizhou LV and Guanhui Liang, loc.cit.
32
Oriented berfokus pada melatih kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan, menganalisis, dan memecahkan masalah.82
Menurut Xu, kegiatan
ini tidak hanya dapat memperluas tingkat pengetahuan siswa tetapi juga
meningkatkan kemampuan berpikir logis dan kemampuan pengembangan diri
mereka secara berkelanjutan.83
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
serangkaian proses berpikir yang dilakukan seorang pemikir kritis. Dengan
demikian, penerapan metode Problem-Oriented dapat melatih kemampuan
berpikir kritis siswa serta menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Weiss memaparkan bahwa penerapan metode pengajaran Problem-
Oriented dapat mendukung siswa dalam menemukan solusi mereka sendiri
untuk masalah substansial dan relevan.84
Dengan kegiatan tersebut, siswa
dapat menunjukkan tingkat pemahaman yang lebih tinggi serta siap untuk
menghadapi masalah kehidupan nyata secara kritis. Pembelajaran Problem-
Oriented dinilai dapat meningkatkan sikap pemecahan masalah yang mandiri,
kritis, dan bertanggung jawab pada siswa.85
Lebih lengkapya, metode
pengajaran Problem-Oriented membantu siswa meletakkan dasar
pengetahuan yang kuat dan meningkatkan kemampuan mereka dalam
menganalisis dan memecahkan masalah tertentu. Siswa dapat menguasai
pengetahuan yang relevan dan profesional untuk meningkatkan kecakapan
kerja melalui pemikiran, penyortiran, dan aplikasi.86
Selain itu, hasil dari
pembelajaran ini akan lebih berkelanjutan karena melibatkan pengembangan
penalaran profesional yang efektif serta kemampuan untuk berpikir seperti
seorang praktisi yang terampil.87
Kegiatan tersebut memungkinkan siswa
untuk dapat menangani masalah yang tidak dikenal dengan menggunakan
metode penyelesaian masalah yang umum dan teruji sehingga dapat
menunjang siswa dalam mengeksplorasi kemampuan berpikir kritisnya.
82
Weishuang Xu, Research on Innovation of Financial Management Talents Training
Model Based on the Perspective of Professional Ability Supply and Demand, Advances in Social
Science, Education and Humanities Research, Vol.238, p. 538. 83
Ibid. 84
Günther Weiss, loc.cit. 85
Christoph Reichard, loc.cit. 86
LIU Yang, et.al., loc.cit. 87
Christoph Reichard, loc.cit.
33
Selanjutnya, menurut Wang, metode pengajaran Problem-Oriented dapat
meningkatkan kesadaran masalah siswa secara bertahap karena metode ini
mengarahkan siswa untuk mengeksplorasi kebenaran secara aktif dengan
pertanyaan dan tidak mengajarkan pengetahuan siswa secara langsung
sehingga membuat mereka hanya mendengarkan secara pasif.88
Kegiatan ini
dapat mengasah pola pikir siswa menjadi lebih kritis dan terbuka, membentuk
kepribadian yang mandiri dengan tidak disuapi materi pelajaran, serta
berpikir kritis dengan sikap tidak mudah menerima begitu saja pelajaran yang
diberikan.
e. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Problem-Oriented
Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran dengan metode
Problem-Oriented dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tahapan berdasarkan
aktivitas guru dan tahapan berdasarkan aktivitas siswa. Jika dilihat sebagai
langkah pembelajaran untuk guru, Wang berpendapat bahwa peran utama
guru dalam mewujudkan metode ini terbagi atas dua aspek yaitu: pertama,
guru mengajukan masalah dan mengarahkan siswa untuk menganalisis dan
menyelesaikannya, dan kedua, guru membimbing siswa untuk menemukan
masalah secara mandiri.89
Uraian lebih lanjut mengenai tahapan tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Guru mengajukan masalah
Guru mengajukan masalah untuk membuka pembelajaran yang
menggunakan metode Problem-Oriented. Masalah yang diajukan oleh guru
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu masalah utama dari setiap bab dan
masalah lain yang diajukan sesuai dengan poin pengetahuan utama.90
2) Guru membimbing siswa untuk menemukan masalah secara mandiri
Dalam tahapan ini, guru membiarkan siswa menemukan masalah secara
mandiri melalui bimbingan dan arahannya. Cara yang dapat digunakan guru
untuk membuat siswa menemukan masalah ialah dengan mengarahkan dan
88
Xiyan Wang, loc.cit. 89
Xiyan Wang, loc.cit. 90
Ibid.
34
membimbing siswa untuk membaca sumber belajar yang memuat materi
utama dan materi yang relevan dengan pelajaran. Selain itu, siswa juga dapat
diarahkan untuk mencari topik terkait materi tersebut dalam dunia nyata.
Siswa dibiarkan mengajukan masalah yang perlu dipecahkan melalui
membaca kemudian mereka dibiarkan menggunakan prinsip dan konsep-
konsep yang relevan untuk menganalisis masalahnya sendiri.91
Jika dilihat berdasarkan aktivitas siswa, Yang et.al. merangkum proses
akuisisi penerapan metode Problem-Oriented menjadi: ajukan masalah >
pikirkan masalah > buat analisis dan penelitian > selesaikan masalah > dan
ajukan masalah baru, kegiatan ini digunakan untuk mencapai tujuan
pemecahan masalah.92
Menurut Riechard, proses pembelajaran Problem-
Oriented kurang lebih setara dengan langkah-langkah proses penyelesaian
masalah dalam situasi dunia nyata, yaitu dimulai dengan analisis masalah,
penetapan tujuan, pengumpulan data, perbandingan alternatif penyelesaian,
lalu pengambilan keputusan.93
Dalam kegiatan ini, siswa harus mengetahui
dan menerapkan metode dan alat penyelesaian masalah, yaitu menganalisis
masalah, merumuskan dan menafsirkan tujuan yang relevan, mengumpulkan
dan menilai data yang relevan, lalu membandingkan berbagai alternatif
penyelesaian, dan akhirnya memilih alternatif penyelesaian yang dirasa
optimal.94
Langkah-langkah dalam pembelajaran ini sangat memfasilitasi
proses berpikir kritis siswa karena melibatkan analisis dan pengolahan data
yang mereka dapatkan sendiri.
Berkaitan dengan pendapat sebelumnya, Hu et.al. merumuskan langkah-
langkah metode pengajaran Problem-Oriented untuk siswa terdiri dari atas:95
1) Cognitive problem (pemberian masalah kognitif)
Pada langkah 1, siswa harus mulai mengidentifikasi masalah dan
memahami apa yang dianggap sebagai masalah. Mereka harus
91
Ibid. 92
LIU Yang, et.al., loc.cit. 93
Christoph Reichard, loc.cit. 94
Ibid. 95
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, op.cit., p. 1696-1697.
35
mengklarifikasi sifat masalah yang diberikan sebelum melanjutkan ke
langkah berikutnya.
Contoh pertanyaan pada langkah ini di antaranya:
“Apa artinya pertanyaan itu?”
“Apa yang kamu cari jawabannya?”
“Apakah kamu mengerti mereka?”
2) Analysis problems and solving it (menganalisis masalah dan
menyelesaikannya)
Pada langkah 2, siswa diarahkan untuk menganalisis masalah dan
menemukan cara untuk menyelesaikannya. Siswa dibimbing untuk mencari
solusi berdasarkan masalah yang sejenis atau pernah ditemui sebelumnya.
Siswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan guru dan teman sekelas
untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya, siswa perlu merancang solusi
untuk masalah tersebut.
Contoh pertanyaan pada langkah ini di antaranya:
“Jika jawabannya "Ya", apa masalahnya? Apa solusi dari masalah itu?”
“Jika jawabannya "Tidak", apa pendapat kamu tentang kondisi masalah saat
ini?”
3) Summary results (meringkas hasil)
Pada langkah 3 yaitu setelah melaksanakan rencana penyelesaian
masalah, siswa diarahkan untuk meninjau kembali poin pengetahuan yang
terlibat dalam masalah tersebut, mengkonsolidasikan, dan merangkum poin-
poin utama. Contoh pertanyaannya: “Apakah kamu akrab dengan konsep
yang digunakan dalam masalah ini? Jika tidak, tinjau lagi.”
4) Method extensions (metode perluasan)
Pada langkah 4, siswa diajak berpikir tentang bagaimana menyelesaikan
masalah dengan memperhatikan masalah lain yang dapat dipecahkan dengan
cara serupa. Dengan kata lain, kegiatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengetahuan siswa dengan memperluas masalah atau mencari tahu masalah
lain yang dapat diselesaikan dengan strategi pemecahan masalah yang
ditemukan.
36
Contoh pertanyaan pada langkah ini di antaranya:
“Apa masalah lain yang dapat diselesaikan dengan metode ini?”
“Dapatkah kamu memecahkan masalah yang serupa?”
5) Method comparisons (metode perbandingan)
Pada langkah 5, siswa diharuskan untuk merenungkan apakah ada cara
lain untuk menyelesaikan masalah, dengan mempertimbangkan kelebihan dan
kekurangan dari metode tersebut. Dalam kegiatan ini, siswa diminta untuk
membandingkan metode pemecahan masalah yang telah didapatkannya
dengan beberapa sudut pandang.
Contoh pertanyaan pada langkah ini di antaranya:
“Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini?”
“Apa kelebihan dan kekurangan dari metode ini?”
6) Sum-up and increasing (meringkas dan meningkatkan)
Pada langkah 6, siswa diharapkan untuk merefleksikan pencapaian
mereka dari proses pemecahan masalah selain dari solusi belaka. Dalam
kegiatan ini, siswa diarahkan untuk memperhatikan hal yang lebih detail
termasuk ide, poin pengetahuan, metode penyelesaian, fakta-fakta, serta bukti
dan alasan yang mendukung dalam membuat sebuah kesimpulan. Kegiatan
ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa
dalam penyelesaian masalah serta kegiatan refleksi siswa dalam membangun
kemampuan berpikir kritis matematis. Contoh pertanyaannya adalah: “Setelah
menyelesaikan masalah ini, apa yang kamu dapatkan? Termasuk
pengetahuan, metode dan aspek lainnya.”
Berdasarkan pendapat para ahli terkait kerakteristik dan langkah-langkah
pembelajaran dengan metode Problem-Oriented, berikut merupakan langkah-
langkah metode Problem-Oriented yang akan digunakan pada penelitian ini:
1) Pemberian masalah kognitif
Siswa diberikan masalah kognitif sebagai awal dari pembelajaran. Pada
tahap ini, guru mengarahkan siswa mengenali situasi yang diberikan dan
membimbing siswa untuk mengidentifikasi dan memahami apa yang
dianggap sebagai masalah. Siswa diajak berpikir untuk merinci sifat masalah
37
tersebut sebelum melanjutkan ke langkah berikutnya. Selain itu, siswa juga
diarahkan untuk mulai memikirkan alternatif penyelesaian yang dapat
digunakan. Tahap ini dapat dilakukan dengan cara membaca masalah
bersama-sama dan memfokuskan siswa pada masalah.
2) Menganalisis masalah dan menyelesaikannya
Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah secara lebih lanjut,
menganalisis masalah tersebut menjadi informasi-informasi yang terpisah,
lalu melengkapi jika informasi yang diberikan belum lengkap, kemudian
menyatukannya kembali untuk menemukan konsep dan cara
menyelesaikannya. Pada langkah ini, guru membimbing siswa untuk berpikir
secara rinci terkait solusi yang ingin dituju. Siswa diberi kesempatan untuk
berkonsultasi dengan guru dan teman sekelas untuk menyelesaikan masalah.
Dalam tahapan ini, guru dapat membentuk siswa menjadi kelompok kecil
yang terdiri atas 4 orang untuk memudahkan siswa dalam mengeksplorasi dan
berbagi pengetahuannya. Kemudian, siswa diminta untuk merancang solusi
untuk masalah tersebut.
3) Meringkas hasil yang diperoleh
Siswa meninjau kembali hasil diskusinya terkait poin pengetahuan yang
terlibat dalam masalah yang diberikan, mengkonsolidasikan, dan merangkum
poin-poin utama dalam proses pemecahan masalah. Kegiatan ini dapat
memperkuat ingatan dan pemahaman siswa akan konsep yang ditemukannya
sendiri serta membantu siswa dalam mengevaluasi pencapaiannya dan
mempertimbangkan sumber yang mereka gunakan.
4) Metode perluasan masalah
Siswa diajak berpikir secara reflektif dan analogik tentang bagaimana
menyelesaikan masalah dengan memperhatikan masalah lain yang dapat
dipecahkan dengan cara serupa. Dalam tahapan ini, siswa diarahkan untuk
membandingkan masalah yang ada dengan masalah sejenis yang mungkin
pernah ia temui sebelumnya atau masalah lain yang relevan yang mereka
temukan atau ajukan sendiri. Kegiatan ini dapat mengeksplorasi pengetahuan
siswa serta menyadarkan siswa bahwa strategi pemecahan masalah yang
38
ditemukan memang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan solusi yang
telah teruji pada masalah yang lain.
5) Meringkas dan meningkatkan kompetensi
Siswa dibimbing untuk merefleksikan pencapaian mereka dari proses
pemecahan masalah yang telah dilewatinya. Dalam langkah ini, siswa diminta
memperhatikan hal-hal secara mendetail selain dari solusi belaka, termasuk di
dalamnya fakta, konsep, poin pengetahuan, metode penyelesaian, serta
keterbatasan yang ditemuinya. Kegiatan ini dapat memfasilitasi siswa untuk
mendapatkan pembelajaran yang bermakna melalui proses evaluasi.
3. Pembelajaran Konvensional
Seiring dengan pesatnya perkembangan di bidang pendidikan,
pemerintah terus mengembangkan kurikulum agar pendidikan di Indonesia
turut berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Berkaitan dengan itu,
melalui Permendikbud No.65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah, pemerintah menetapkan kurikulum 2013
sebagai kurikulum yang digunakan di Indonesia. Kurikulum 2013
menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah.96
Berdasarkan uraian tersebut, dapat
diketahui bahwa pendekatan ilmiah menjadi pembelajaran konvensional yang
secara resmi diterapkan di Indonesia sehingga digunakan sebagai pembanding
dalam penelitian ini.
Menurut Majid, pendekatan ilmiah/pendekatan saintifik (scientific
approach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi beberapa
kegiatan yang meyangkut proses menggali informasi melalui pengamatan,
bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan
data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta.97
Berdasarkan Permendikbud No.81A Tahun
2013 Tentang Implementasi Kurikulum, proses pembelajaran pada
96
Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017),
Cet.3, h. 211 97
Ibid.,
39
pendekatan saintifik terdapat pada lima pengalaman belajar pokok dalam
proses pembelajaran, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.98
Dengan demikian, pendekatan
saintifik memiliki lima langkah pembelajaran yang harus terlihat dalam
pembelajaran kurikulum 2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan yang disingkat sebagai
5M. Berikut ini merupakan penjelasan lebih lanjut dari masing-masing
tahapannya.
a. Mengamati
Tahapan pertama pada pendekatan ini ialah mengamati. Kegiatan
mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningful
learning).99
Proses mengamati dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui
membaca, mendengar, menyimak, dan melihat secara langsung maupun
melalui pemaparan guru baik dengan bantuan media atau tidak.
b. Menanya
Proses menanya dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui pengajuan
pertanyaan baik dari siswa atau dari guru yang ditujukan guna merangsang
siswa untuk bertanya. Pertanyaan ini dapat mencakup informasi yang belum
dipahami siswa terkait proses mengamati yang telah dilalui atau pertanyaan
yang ditujukan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang
telah diamati. Pertanyaan yang dimaksud juga dapat berbentuk pertanyaan
faktual maupun pertanyaan hipotetik yang akan terjawab di akhir pelajaran.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan
juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan
tanggapan verbal.100
c. Mengumpulkan Informasi
Proses mengumpulkan informasi dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan cara: melakukan diskusi, eksperimen terkait pembelajaran, membaca
98
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia No. 81A Tahun 2013
Tentang Implementasi Kurikulum, Lampiran IV 99
Abdul Majid, loc.cit. 100
Abdul Majid, op.cit., h.216.
40
dari berbagai macam sumber, mengamati lebih lanjut sebuah objek/kejadian,
aktivitas, atau wawancara dengan narasumber.
d. Mengasosiasi
Proses mengasosiasi dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara
mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dari tahapan mengamati,
menanya, dan mengumpulkan informasi yang sudah dilakukan. Hasil dari
proses mengasosiasi ini dapat berupa perincian terkait solusi yang akan dituju
termasuk di dalamnya proses klarifikasi jika terdapat pendapat-pendapat yang
berbeda atau bertentangan.
e. Mengkomunikasikan
Proses mengkomunikasikan dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui
penyampaian hasil belajar yang telah dilalui secara lisan maupun tulisan
terkait kesimpulan atau solusi yang telah didapatkan. Pada kegiatan ini juga
guru dapat melakukan klarifikasi terkait jawaban siswa apakah sudah benar
atau masih ada yang perlu diperbaiki.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik merupakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga menuntut siswa untuk aktif
dalam pembelajaran. Pada penelitian ini, siswa diberikan pembelajaran secara
berkelompok. Oleh sebab itu, metode pembelajaran yang relevan serta
menunjang proses pembelajaran ini ialah metode diskusi dan tanya jawab.
B. Kajian Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis di antaranya:
1. Artikel yang ditulis Yu-Han Hu, Jun Xing, dan Liang-Ping Tu dengan
judul The Effect of a Problem-oriented Teaching Method on University
Mathematics Learning, tahun 2018. Artikel tersebut merupakan kajian
tentang pembelajaran matematsika berdasarkan pemecahan masalah yang
menjadi cikal bakal dalam mengembangkan metode Problem-Oriented.
Persamaan antara artikel tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan
metode Problem-Oriented dalam pembelajaran matematika.
41
Perbedaannya, pada artikel tersebut Hu et.al. tidak meneliti tentang
kemampuan berpikir kritis matematis. Dalam artikel tersebut, mereka
mengembangkan metode Problem-Oriented dengan 6 langkah, yaitu: 1)
Cognitive problem, 2) Analysis problems and solving it, 3) Summary
results, 4) Method extensions, 5) Method comparisons, dan 6) Sum-up and
increasing.101
2. Artikel yang ditulis oleh Xiyan Wang dengan judul Research on
Application of “Problem-Oriented” Teaching Method in “An Introduction
to the Basic Principle of Marxism” Course, tahun 2013. Artikel tersebut
merupakan sebuah bagian dari proyek penelitian dan reformasi pengajaran
di Universitas Northeastern di Qinhuangdao. Persamaan antara artikel
tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan metode Problem-
Oriented dalam pembelajaran. Perbedaannya, pada artikel tersebut Wang
tidak meneliti pada pelajaran matematka, melainkan pada pengantar
prinsip dasar pengajaran Marxisme. Dalam artikel tersebut, Wang
menerapkan metode Problem-Oriented sebagai tahapan untuk guru, yaitu:
pertama, guru mengajukan pertanyaan, dan ke dua, guru membimbing
siswa untuk menemukan masalah oleh diri sendiri.102
3. Skripsi yang ditulis oleh Aminatuzuhriah Rizki dengan judul Pengaruh
Model Concept-Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis pada tahun 2018. Penelitian tersebut dilaksanakan di MTs
Negeri 12 Jakarta pada tahun ajaran 2017/2018. Persamaan dalam
penelitian yang dilakukan penulis adalah masalah yang berkaitan dengan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Perbedaannya, solusi yang
digunakan untuk permasalahan pada penelitian ini yaitu menggunakan
metode Problem-Oriented. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan menggunakan Model
101
Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, op.cit., p. 1695-1697. 102
Xiyan Wang, op.cit., p. 838-840.
42
Concept-Based Learning lebih tinggi dibandingkan siswa yang
mengggunakan pembelajaran konvensional.103
C. Kerangka Berpikir
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan seseorang dalam
memanfaatkan logikanya untuk mengolah informasi secara rinci serta
menganalisisnya dari berbagai sudut pandang menjadi fakta-fakta yang dapat
dijadikan sebagai bukti dan alasan yang logis dalam menarik kesimpulan
yang valid sebagai solusi yang tepat dalam sebuah proses pemecahan
masalah. Berpikir kritis merupakan salah satu aspek penting dalam proses
pembelajaran, namun kemampuan ini belum dapat dikembangkan secara
optimal.104
Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa terlihat
dari capaian siswa Indonesia dalam PISA dan TIMSS yang masih berada di
bawah rata-rata internasional. Posisi Indonesia pada PISA 2015 berada pada
peringkat ke-62 dari 72, sedangkan pada TIMSS 2015 berada pada peringkat
ke-45 dari 50. Selain itu, hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan
oleh peneliti juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis
siswa masih tergolong rendah terlihat dari capaian nilai rata-ratanya.
Pembelajaran dengan metode Problem-Oriented dapat memfasilitasi
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis karena metode ini
mengorientasikan masalah dalam proses pembelajaran. Dari masalah yang
disajikan, siswa dilatih untuk mengidentifikasi dan menyelesaikannya secara
mandiri dengan menerapkan alat penyelesaian masalah berupa kegiatan
menganalisis, merumuskan dan menafsirkan solusi yang dituju,
mengumpulkan dan menilai data yang relevan, lalu menilai alternatif
penyelesaian dari berbagai sudut pandang ntuk mendapatkan alternatif
penyelesaian yang optimal. Hal tersebut sangat menunjang siswa dalam
103
Aminatuzuhriah Rizki, Pengaruh Model Concept-Based Learning Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018),
h.78, tidak dipublikasikan. 104
Maifalinda Fatra dan Tita Khalis Maryati, Implementasi K13 pada Pembelajaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif, (Jakarta: Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2018), h. 2.
43
mencapai indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menganalisis solusi masalah, membangun keterampilan dasar, mengatur
strategi dan taktik, serta mengevaluasi solusi.
Langkah pertama dalam metode Problem-Oriented ialah pemberian
masalah kognitif. Dalam langkah ini, siswa diberikan masalah kognitif
sebagai awal dari pembelajaran dan guru mengarahkannya untuk mengenali
situasi yang diberikan. Siswa diajak berpikir untuk merinci sifat masalah
tersebut dan dibimbing untuk memahami apa yang dianggap sebagai masalah.
Dengan kegiatan ini, siswa dilatih untuk mengolah informasi yang
didapatkannya serta mengaitkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya untuk dapat mengetahui solusi yang dituju dari
permasalahan yang diberikan. Dengan memahami masalahnya, siswa akan
mengilustrasikan masalah serta memiliki gambaran terkait solusinya.
Sehingga, kegiatan ini dapat membantu siswa dalam menganalisis solusi
masalah.
Selain itu, pada tahap ini siswa juga diajak berpikir secara menyeluruh
dan bertukar pikiran dengan temannya terkait alternatif penyelesaian yang
dapat digunakan. Dari hasil tukar pikiran tersebut siswa akan mendapatkan
identifikasi masalah dan penyusunan langkah-langkah pemecahan masalah
dari berbagai sudut pandang. Proses interaksi ini akan berujung pada sebuah
pengambilan keputusan sehingga dapat menunjang siswa dalam mengatur
strategi dan taktik.
Langkah ke dua yaitu menganalisis masalah dan menyelesaikannya. Pada
tahap ini, siswa diarahkan untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan
secara lebih lanjut dan mendetail, menganalisis masalah tersebut menjadi
informasi-informasi yang terpisah, melengkapinya jika informasi yang
diberikan belum memadai untuk mendapatkan solusi, kemudian menyatukan
kembali informasi-informasi tersebut untuk menemukan konsep dan alternatif
penyelesaiannya. Siswa dibimbing untuk dapat mengilustrasikan masalah
tersebut. Pada langkah ini, siswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi
dengan guru dan teman sekelas untuk menyelesaikan masalah. Dengan
44
demikian, kegiatan ini akan membantu siswa dalam mengorelasikan
informasi yang diperoleh berdasarkan konsep dan strategi yang didapatkan
secara reflektif dan evaluatif sehingga dapat membangun keterampilan dasar
siswa serta keterampilan siswa dalam menganalisis solusi masalah.
Selanjutnya, pada langkah ke dua ini juga siswa akan memperoleh hasil
dari konsultasi dan bertukar pikiran bersama teman sekelas. Siswa akan
mendapatkan ide dan gagasan dari berbagai sudut pandang untuk dapat
menilai kredibilitas sumber yang kemudian mengantarkannya untuk
menentukan sebuah tindakan. Dari interaksi dalam proses tersebut,
kemampuan siswa dalam mengatur strategi dan taktik dapat dikembangkan.
Langkah ke tiga yaitu meringkas hasil yang diperoleh. Siswa dibimbing
untuk meninjau kembali hasil diskusinya terkait poin pengetahuan yang
terlibat dalam masalah yang disajikan, mengkonsolidasikan, dan merangkum
poin-poin utama dalam proses pemecahan masalah. Dalam kegiatan ini, siswa
akan mengolah informasi yang diperolehnya secara eksplisit atau implisit dari
sebuah pembelajaran untuk memahami dan menambah pemahamannya, serta
untuk menentukan kredibilitas pernyataan, konsep, maupun ide yang terlibat
dalam proses pemecahan masalah sehingga dapat membantunya dalam
membangun keterampilan dasar
Selanjutnya, pada langkah ke tiga ini siswa dibimbing untuk meninjau
kembali informasi dan poin-poin penting yang telah diidentifikasi termasuk
langkah penyelesaian masalah yang direncanakan untuk mendukung solusi
dari pemecahan masalah tersebut. Kegiatan ini dapat berupa proses refleksi
terhadap hasil analisis yang telah diperoleh. Dengan demikian, tahap ini dapat
menunjang siswa dalam mengevaluasi solusi.
Langkah ke empat adalah metode perluasan masalah. Siswa diajak
berpikir secara reflektif dan analogik tentang bagaimana menyelesaikan
masalah dengan memperhatikan masalah lain yang dapat dipecahkan dengan
cara serupa. Dengan memperhatikan solusi dan hasil identifikasi terhadap
masalah tersebut, serta membuat kembali ilustrasi masalah yang serupa, siswa
dapat mempertimbangkan hasil yang didapatkan sebagai kegiatan refleksi
45
untuk mempermudah mereka dalam memilih konsep dan strategi
penyelesaian yang teruji untuk masalah yang disajikan. Kegiatan ini dapat
membantu siswa dalam menganalisis solusi masalah.
Kemudian, pada langkah ke empat ini, siswa juga dapat mengeksplorasi
pengetahuan dan mengembangkan kepercayaan dirinya dalam menentukan
solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan ini menunjang siswa
dalam mengatur strategi dan taktik karena akan mengarahkannya untuk
menentukan sebuah tindakan, memilih alternatif yang dirasa paling efektif
dan optimal dalam sebuah proses interaksi yang baik.
Langkah terakhir yaitu meringkas dan meningkatkan kompetensi. Pada
langkah ini, siswa dibimbing untuk merefleksikan pencapaian mereka dari
proses pemecahan masalah yang telah dilewati serta memperhatikan hasil
yang didapatkan berupa konsep dan ide yang dapat dijadikan acuan dalam
mempertimbangkan kredibilitasnya, serta untuk menambah dan memperkuat
pengetahuannya. Kegiatan tersebut dapat membantu siswa dalam membangun
keterampilan dasar.
Selain itu, langkah pembelajaran ini juga mengarahkan siswa untuk
meninjau kembali dan memperhatikan hal-hal secara mendetail selain dari
solusi belaka berupa fakta, poin pengetahuan, metode penyelesaian, ide-ide,
serta bukti dan alasan yang mendukung dalam menentukan solusi yang valid.
Kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengevaluasi
solusi dari masalah yang diberikan.
Hubungan dan peranan setiap langkah pada metode Problem-Oriented
terhadap kemampuan berpikir kritis matematis disajikan dalam bagan yang
terdapat pada Gambar 2.1 berikut ini.
46
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan teoretik yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini ialah kemampuan berpikir kritis matematis
siswa yang diajarkan dengan metode Problem-Oriented lebih tinggi daripada
kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan dengan
pembelajaran konvensional.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Citeureup yang beralamat di Jalan
Karanggan Gunung Putri No. 33, Desa Puspasari, Kecamatan Citeureup,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada semester
ganjil tahun ajaran 2019/2020.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen.
Metode ini dipilih karena keterbatasan penulis yang tidak dapat mengontrol
semua variabel dari luar yang dapat mempengaruhi eksperimen. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan dua kelompok untuk diteliti yaitu
kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan metode Problem-
Oriented dan kelompok kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional.
Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan Randomized post test
only control design yaitu pengontrolan secara acak yang dilakukan dengan
membandingkan kelompok yang diberi perlakuan (kelompok eksperimen)
dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Pada
desain penelitian ini, ke dua kelompok diberi tes akhir yang disebut post test
setelah selesai diberikan perlakuan. Tes yang dilakukan akan dianalisis untuk
mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Desain penelitian
Randomized post test only control design pada penelitian ini digambarkan
pada tabel berikut :1
Tabel 3.1
Desain Penelitian
A X O
A C O
1 Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, Penelitian Pendidikan
Matematika, (Bandung: PT Refika Aditama, 2017), Cet. 2, h. 127.
48
Keterangan :
A : Pengambilan sampel secara acak (random)
X : Perlakuan yang diterapkan pada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran
dengan metode Problem-Oriented
C : Perlakuan yang diterapkan pada kelompok kontrol yaitu pembelajaran
konvensional
O : Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Tes kemampuan berpikir kritis matematis diberikan setelah kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama telah selesai melalui proses
pembelajaran. Perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen adalah
metode Problem-Oriented, berbeda dengan perlakuan yang diberikan kepada
kelompok kontrol yaitu pembelajaran konvensional. Setelah melakukan tes,
peneliti menganalisis hasil tes tersebut untuk mengetahui nilai rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelompok eskperimen dan
kelompok kontrol.
C. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Citeureup Tahun Pelajaran 2019/2020 yang terdiri atas 10 kelas. Sedangkan
sampel pada penelitian ini merupakan dua kelas yaitu kelas VIII-G yang
merupakan kelas eksperimen dan kelas VIII-I yang merupakan kelas kontrol,
diambil dari sepuluh kelas VIII SMP Negeri 1 Citeureup Tahun Pelajaran
2019/2020 melalui teknik cluster random sampling. Teknik cluster random
sampling adalah teknik pengambilan sampel kelas secara acak yang diambil
dari populasi penenelitian untuk dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Penentuan kelas secara acak ini dilakukan melalui pengocokan.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas kemampuan berpikir kritis
matematis sebagai variabel terikat (dependent variable) dan metode Problem-
Oriented sebagai variabel bebas (independent variable).
49
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil post-test pada kedua
kelompok sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes tersebut
dilakukan pada akhir pembelajaran. Dari hasil post-test tersebut akan
diperoleh data nilai kemampuan berpikir kritis matematis siswa untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen tes pada penelitian ini berupa soal uraian sebanyak 8 butir soal
pada materi pola bilangan sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kritis
matematis yang digunakan pada penelitian ini. Indikator tersebut adalah
menganalisis solusi, membangun keterampilan dasar, mengatur strategi dan
taktik, dan mengevaluasi solusi. Penilaian pada tes kemampuan berpikir kritis
matematis untuk setiap indikator dimulai dari skala 0 sampai 4. Pemberian
skor tersebut diadopsi dari The Holistic Critical Thinking Scoring Rubric dan
disesuaikan dengan indikator yang digunakan pada penelitian ini.2
Berdasarkan HCTSR, terdapat tiga kategori kemampuan berpikir kritis siswa.
Skor 4 menunjukkan kategori “kuat”, skor 3 menunjukkan kategori “dapat
diterima”, sedangkan skor 2-1 menunjukkan kategori “lemah”. Adapun kisi-
kisi instrumen kemampuan berpikir kritis matematis yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan pedoman penskoran
kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis Siswa
Indikator
Kemampuan Indikator Kompetensi
Nomor
Soal
Menganalisis solusi Menganalisis solusi dari masalah terkait
pola bilangan dengan menyertakan alasan
dan mengilustrasikannya
1a, 3,
dan 4a
2 Peter A. Facione and Noren C. Facione, The Holistic Critical Thinking Scoring Rubric-
HCTSR, Insight Assessment, Hemosa Beach, CA USA, 2014.
50
Indikator
Kemampuan Indikator Kompetensi
Nomor
Soal
Membangun
keterampilan dasar
Membangun keterampilan dasar dengan
memeriksa kebenaran suatu sumber pada
masalah pola bilangan
1b, 3b
dan 6a
Mengatur strategi
dan taktik
Mengatur strategi dan taktik dalam
menentukan tindakan yang tepat dengan
menyertakan langkah-langkahnya terkait
penyelesaian masalah pola bilangan
2a, 3a,
dan 6b
Mengevaluasi
solusi
Mengevaluasi solusi yang didapatkan
terkait masalah pola bilangan melalui
pertanyaan yang membandingkan.
2b dan
5b
Tabel 3.3
Pedoman Penskoran Tes Berpikir Kritis Matematis Siswa
Indikator Kriteria Skor
Menganalisis solusi Mengidentifikasi dan mengilustrasikan
masalah dengan benar, melakukan
perhitungan dengan tepat, dan memberikan
alasan yang logis berdasarkan konsep yang
telah dipelajari.
4
Mengidentifikasi dan mengilustrasikan
masalah dengan benar, kurang tepat dalam
melakukan perhitungan, namun memberikan
alasan yang logis berdasarkan konsep yang
telah dipelajari.
3
Mengidentifikasi dan mengilustrasikan
masalah dengan benar, melakukan
perhitungan dengan tepat, namun tidak
memberikan alasan yang logis berdasarkan
konsep yang telah dipelajari.
2
51
Indikator Kriteria Skor
Hanya mengidentifikasi masalah dengan
benar.
1
Tidak memberi jawaban. 0
Membangun
keterampilan dasar
Mengidentifikasi masalah,
mempertimbangkan kebenaran suatu
pernyataan, dan memberikan alasan dengan
benar.
4
Mengidentifikasi masalah dan
mempertimbangkan kebenaran suatu
pernyataan dengan benar namun kurang tepat
dalam memberikan alasan.
3
Mengidentifikasi masalah dan memberikan
alasan dengan benar namun kurang tepat
dalam mempertimbangkan kebenaran suatu
pernyataan.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan
benar.
1
Tidak memberi jawaban. 0
Mengatur strategi
dan taktik
Mengidentifikasi masalah dengan benar,
melakukan perhitungan dengan menyertakan
langkah-langkah penyelesaian dan membuat
keputusan dengan tepat.
4
Mengidentifikasi masalah dengan benar, tepat
dalam melakukan perhitungan dengan
menyertakan langkah-langkah penyelesaian,
namun kurang tepat dalam membuat
keputusan.
3
Mengidentifikasi masalah dengan benar,
kurang tepat dalam melakukan perhitungan
2
52
Indikator Kriteria Skor
dengan menyertakan langkah-langkah
penyelesaian, namun membuat keputusan
dengan tepat.
Hanya mengidentifikasi masalah dengan
benar.
1
Tidak memberi jawaban. 0
Mengevaluasi
solusi
Mengidentifikasi masalah dengan benar,
melakukan perhitungan dan membuat
kesimpulan dengan tepat.
4
Mengidentifikasi masalah dan melakukan
perhitungan dengan benar, namun kurang
tepat dalam membuat kesimpulan.
3
Mengidentifikasi masalah dengan benar,
kurang tepat dalam melakukan perhitungan,
namun membuat kesimpulan dengan tepat.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan
benar.
1
Tidak memberi jawaban. 0
Sebelum instrumen tersebut digunakan, peneliti melakukan uji coba
terlebih dahulu agar dapat melakukan analisis pada setiap butir soal yang ada
pada instrumen ini. Uji coba tersebut berupa uji validitas, uji reliabilitas, serta
uji untuk mengetahui daya beda dan tingkat kesukaran soal.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan pada penelitian ini dapat mengukur kemampuan berpikir kritis
matematis siswa atau tidak. Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini
terdiri dari uji validitas isi dan uji validitas empiris.
53
a. Uji Validitas Isi
Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh
setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran atau pengujian terhadap isi
yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut.3 Uji validitas isi ini
menggunakan metode CVR (Content Validaty Ratio) dengan melibatkan 10
orang validator ahli yang merupakan 7 dosen dan 3 orang guru. Pada uji
validitas ini, para validator diberikan lembar validasi yang terdiri atas kolom
instrumen, penilaian, dan komentar untuk masing-masing butir soal. Adapun
penilaian terhadap intrumen ini terdiri atas tiga pilihan yaitu E (esensial), TE
(tidak esensial), dan TR (tidak relevan), yang didasarkan pada kriteria
validitas isi menurut Lawshe.
Butir soal dikatakan valid jika nilai CVR yang didapatkan memenuhi
signifikansi statistik yang ditentukan dari tabel nilai minimum CVR Lawshe
dan soal dikatakan tidak valid jika nilai CVR yang didapatkan tidak
memenuhi nilai minimum tersebut. Perhitungan validitas isi menggunakan
metode CVR dilakukan pada setiap butir soal. Nilai CVR dapat ditentukan
menggunakan rumus berikut ini:4
( ( ))
( )
Keterangan:
= Jumlah penilai yang menyatakan butir soal esensial
= Jumlah penilai
Instrumen yang diujikan oleh peneliti kepada ahli terdiri atas 11 butir
soal. Hasil uji validitas isi yang telah dilakukan oleh 10 orang ahli disajikan
pada Tabel 3.4 berikut ini.
3 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2013), Cet. 13, h.164. 4 C. H. Lawshe, A Quantitative Approach to Content Validity, Personel Psycology, INC,
1975, h. 567-568.
54
Tabel 3.4
Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Isi
Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No E TE TR N CVR Min.
Skor Kesimpulan Keterangan
1a 8 2 0 10 0,6 0,62 Tidak Valid Diperbaiki
1b 10 0 0 10 1 0,62 Valid Digunakan
2a 6 2 0 8 0,5 0,75 Tidak Valid Tidak
Digunakan
2b 8 1 0 9 0,78 0,78 Valid Digunakan
3a 9 1 0 10 0,8 0,62 Valid Digunakan
3b 9 1 0 10 0,8 0,62 Valid Digunakan
4 10 0 0 10 1 0,62 Valid Digunakan
5a 9 0 0 10 0,8 0,62 Valid Digunakan
5b 10 0 0 10 1 0,62 Valid Digunakan
6a 7 3 0 10 0,4 0,62 Tidak Valid Diperbaiki
6b 9 1 0 10 0,8 0,62 Valid Digunakan
Berdasarkan hasil rekapitulasi uji validitas isi pada Tabel 3.4, terdapat tiga
butir soal yang tidak valid yaitu no 1a, 2a, dan 6a. Namun, para validator
serta dosen pembimbing menyarankan agar soal nomor 1a dan 6a tetap
digunakan dengan melakukan sedikit perbaikan. Ke dua nomor tersebut
dinilai masih dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa sehingga
masih layak untuk digunakan. Sedangkan, soal no 2a disarankan untuk tidak
digunakan karena dinilai terlalu memakan banyak waktu jika dikerjakan oleh
siswa. Selain itu, validator juga menyarankan agar penomoran butir soal
sedikit diubah karena soal nomor 2 dirasa terlalu sulit untuk diletakan di
nomor awal.
55
b. Uji Validitas Empiris
Validitas empirik adalah validitas yang diperoleh atas dasar pengamatan
di lapangan.5 Tingkat validitas instrumen secara empirik dapat dilihat
berdasarkan koefisien korelasi product moment Perason, peneliti
menggunakan perangkat lunak SPSS. Hasil perhitungan koefisien korelasi
akan dibandingkan dengan dengan taraf signifikansi yang ada
pada SPSS. Soal dikatakan valid jika terdapat tanda bintang pada nilai
koefisien korelasi yang didapatkan. Jika terdapat satu buah tanda bintang
artinya soal valid pada taraf signifikansi 5% sedangkan jika terdapat dua buah
tanda bintang artinya soal valid pada taraf signifikansi 1%.
Berdasarkan hasil uji validitas isi yang telah dilakukan, terdapat 10 butir
soal yang diujikan pada uji validitas empiris. Berikut ini disajikan hasil
rekapitulasi uji validitas empiris.
Tabel 3.5
Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Empiris
Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No.
Soal
Indikator Kemampuan Berpikir
Kritis
Validitas Keterangan
(*)
1a Menganalisis solusi 0,630 ** Valid
1b Membangun keterampilan dasar 0,291 - Tidak Valid
2a Mengatur strategi dan taktik 0,442 ** Valid
2b Membangun keterampilan dasar 0,599 ** Valid
3 Menganalisis solusi 0,702 ** Valid
4a Menganalisis solusi 0,435 ** Valid
4b Mengevaluasi solusi 0,714 ** Valid
5a Membangun keterampilan dasar 0,791 ** Valid
5b Mengatur strategi dan taktik 0,489 ** Valid
6 Mengevaluasi solusi 0,513 ** Valid
5Anas Sudijono, op.cit, h.167.
56
Berdasarkan Tabel 3.5 terdapat satu butir soal yang tidak valid yaitu no
1b sehingga nomor tersebut tidak digunakan dalam tes kemampuan berpikir
kritis matematis. Selain itu, hasil uji coba di lapangan menunjukkan bahwa
waktu yang disediakan untuk tes kurang memadai. Dengan pertimbangan
tersebut, butir soal nomor 1a menjadi tidak digunakan.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji keabsahan instrumen yang
digunakan pada penelitian ini, tentang sejauh mana instrumen tersebut dapat
dipercaya. Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan atau kekonsistenan
instrumen tersebut bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh
orang yang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda.6 Tinggi
rendahnya derajat reliabilitas suatu instrumen ditentukan oleh koefisien
korelasi antar butir soal atau item pernyataan/pertanyaan dalam instrumen
tersebut yang dinotasikan dengan .7 Nilai (Cronbach’s Alpha) pada
penelitian ini ditentukan menggunakan perangkat lunak SPSS. Kemudian,
nilai yang telah dihitung akan diinterpretasikan berdasarkan kriteria
menurut Guilford yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.6
Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretasi Reliabilitas
Sangat Tinggi Sangat tetap/sangat baik
Tinggi Tetap/baik
Sedang Cukup tetap/cukup baik
Rendah Tidak tetap/buruk
Sangat Rendah Sangat tidak tetap/sangat
buruk
Hasil uji reliabilitas instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis
siswa pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.7.
6 Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, Op.Cit., h. 206.
7 Ibid.
57
Tabel 3.7
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Variabel Hasil Uji Keterangan
Kemampuan berpikir kritis
matematis 0,768
Derajat reliabilitas tinggi
(tetap/baik)
3. Daya Pembeda
Uji daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang
digunakan pada penelitian ini mampu membedakan kemampuan siswa. Daya
pembeda dari suatu butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut
membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, kemampuan
sedang, dengan siswa yang berkemampuan rendah.8 Berikut ini disajikan
kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks daya pembeda.9
Tabel 3.8
Kriteria Indeks Daya Pembeda Instrumen
Nilai Interpretasi Daya Pembeda
Sangat baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat buruk
Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung indeks daya pembeda:10
Keterangan:
DP = indeks daya pembeda butir soal
= rata-rata skor jawaban siswa kelompok atas
= rata-rata skor jawaban siswa kelompok bawah
= skor maksimum ideal (nilai sempurna jika jawaban tepat)
8 Ibid., h. 217.
9 Ibid., h. 217.
10 Ibid., h. 218.
58
Hasil uji daya pembeda instrumen tes kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Hasil Rekapitulasi Uji Daya Pembeda Instrumen
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No.
Soal Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Daya Pembeda
DP Kriteria
1a Menganalisis solusi 0,61 Baik
1b Membangun keterampilan dasar 0,28 Cukup
2a Mengatur strategi dan taktik 0,19 Buruk
2b Membangun keterampilan dasar 0,58 Baik
3 Menganalisis solusi 0,31 Cukup
4a Menganalisis solusi 0,14 Buruk
4b Mengevaluasi solusi 0,39 Cukup
5a Membangun keterampilan dasar 0,86 Sangat Baik
5b Mengatur strategi dan taktik 0,36 Cukup
6 Mengevaluasi solusi 0,17 Buruk
4. Taraf Kesukaran
Uji taraf kesukaran perlu digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran
instrumen yang digunakan pada penelitian ini, apakah soal-soal pada
instrumen tersebut tergolong sulit, sedang, atau mudah. Rumus yang
digunakan untuk mengetahui taraf kesukaran adalah sebagai berikut:11
Keterangan:
IK = indeks kesukaran
= rata-rata skor jawaban siswa pada suatu butir soal
= skor maksimum ideal (nilai sempurna jika jawaban tepat)
11
Ibid., h. 224.
59
Setelah melakukan uji taraf kesukaran, kriteria yang digunakan untuk
menginterpretasikan indeks kesukaran disajikan pada tabel berikut ini. 12
Tabel 3.10
Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen
Nilai Interpretasi Daya Pembeda
Terlalu sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Terlalu mudah
Hasil uji taraf kesukaran instrumen tes kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11
Hasil Rekapitulasi Uji Taraf Kesukaran Instrumen
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No.
Soal Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Taraf Kesukaran
IK Kriteria
1a Menganalisis solusi 0,37 Sedang
1b Membangun keterampilan dasar 0,58 Sedang
2a Mengatur strategi dan taktik 0,16 Sukar
2b Membangun keterampilan dasar 0,35 Sedang
3 Menganalisis solusi 0,15 Sukar
4a Menganalisis solusi 0,37 Sedang
4b Mengevaluasi solusi 0,10 Sukar
5a Membangun keterampilan dasar 0,46 Sedang
5b Mengatur strategi dan taktik 0,19 Sukar
6 Mengevaluasi solusi 0,07 Sukar
Berdasarkan hasil uji validitas, uji reliabilitas, uji daya pembeda, dan uji
taraf kesukaran yang telah dilakukan, instrumen yang digunakan peneliti
12
Ibid.
60
untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini
terdiri atas delapan butir soal uraian. Delapan soal tersebut terdiri dari
masing-masing dua butir soal untuk indikator menganalisis solusi,
membangun keterampilan dasar, mengatur strategi dan taktik, dan
mengevaluasi solusi. Hasil rekapitulasi analisis butir soal pada instrumen
yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa
tersaji dalam Tabel 3.12.
Tabel 3.12
Hasil Rekapitulasi Analisis Butir Soal
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No.
Soal Validitas
Daya
Pembeda
Taraf
Kesukaran Reliabilitas Keterangan
1a Valid Baik Sedang
Tinggi
(tetap/baik)
Tidak
Digunakan
1b Tidak
Valid Cukup Sedang
Tidak
Digunakan
2a Valid Buruk Sukar Digunakan
2b Valid Baik Sedang Digunakan
3 Valid Cukup Sukar Digunakan
4a Valid Buruk Sedang Digunakan
4b Valid Cukup Sukar Digunakan
5a Valid Sangat
Baik Sedang Digunakan
5b Valid Cukup Sukar Digunakan
6 Valid Buruk Sukar Digunakan
Tabel 3.12 menunjukkan bahwa soal nomor 1a dan 1b tidak digunakan.
Dengan demikian, terdapat perubahan penomoran butir soal pada instrumen
tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa yaitu nomor 2a dan 2b
menjadi 1a dan 1b, nomor 3 menjadi nomor 2, nomor 4a dan 4b menjadi 3a
dan 3b, nomor 5a dan 5b menjadi 4a dan 4b, dan soal nomor 6 menjadi 5.
61
Adapun kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis matematis siswa pada penelitian ini tersaji dalam Tabel 3.13.
Tabel 3.13
Kisi-kisi Instrumen Tes Berpikir Kritis Matematis Siswa
Indikator
Kemampuan Indikator Kompetensi
Nomor
Soal
Menganalisis solusi Menganalisis solusi dari masalah terkait
pola bilangan dengan menyertakan
alasan dan mengilustrasikannya
2 dan
3a
Membangun
keterampilan dasar
Membangun keterampilan dasar dengan
memeriksa kebenaran suatu sumber
pada masalah pola bilangan
1b dan
4a
Mengatur strategi dan
taktik
Mengatur strategi dan taktik dalam
menentukan tindakan yang tepat dengan
menyertakan langkah-langkahnya terkait
penyelesaian masalah pola bilangan
1a dan
4b
Mengevaluasi solusi Mengevaluasi solusi yang didapatkan
terkait masalah pola bilangan melalui
pertanyaan yang membandingkan.
3b dan
5
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data statistik inferensial.
Pengolahan dan analisis data statistik inferensial dimaksudkan untuk
menganalisis data dengan membuat generalisasi pada data sampel agar
hasilnya dapat diberlakukan pada populasi.13
Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan perangkat lunak SPSS. Sebelum melakukan analisis data, perlu
dilakukan uji prasyarat berupa uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah
melakukan kedua uji tersebut, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan
menggunakan uji-t. Uji prasyarat analisis yang dilakukan sebelum melakukan
uji-t yaitu sebagai berikut:
13
Ibid., h. 242.
62
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data
berdistribusi normal atau tidak.14
Data dikatakan berdistribusi normal jika
data tersebut memusat pada nilai rata-rata dan median sehingga data tersebut
dapat dianggap mewakili populasi. Berikut merupakan langkah-langkah yang
dilakukan untuk uji normalitas menggunakan perangkat lunak SPSS:15
a. Buka file SPSS yang berisi variabel data eksperimen dan kontrol.
b. Pada menu utama SPSS, pilin menu Analyze, kemudian pilih sub menu
Descriptive Statistics, kemudian klik Explore.
c. Masukan variabel yang akan diuji normalitasnya pada kotak Dependent
List, kemudian pilih Plots.
d. Pada Descriptive secara otomatis sudah terceklist, selanjutnya klik kembali
ceklist tersebut.
e. Pada Boxplots, Klik None, selanjutnya klik Normality plots with test, lalu
klik continue dan OK.
Hipotesis statistik yang dirumuskan yaitu:
H0 : sampel data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ini adalah 5%,
sehingga jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka H0 diterima, artinya sampel data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan jika probabilitas
(sig.) 0,05 maka H0 ditolak, artinya sampel data berasal dari populasi data
yang tidak berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan memperhatikan nilai variansi suatu
data. Data dikatakan homogen jika memiliki variansi atau keragaman nilai
yang sama secara statistik.16
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui
apakah variansi data dari sampel yang dianalisis homogen atau tidak.17
14
Ibid., h. 243. 15
Kadir, Statistika Terapan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016), Cet. 3, h. 156-157. 16
Karunia Eka Lestari dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, op.cit., h. 248. 17
Ibid.
63
Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk uji homogenitas
menggunakan perangkat lunak SPSS:18
a. Buka file SPSS yang berisi variabel data eksperimen dan kontrol dengan
value 1 yang mewakili data kelompok eksperimen dan value 2 yang
mewakili data kelompok kontrol.
b. Pada menu utama SPSS, pilih menu Analyze dan klik Compare Means,
kemudian klik One Way ANOVA.
c. Klik dan masukkan variabel yang berisi nilai hasil tes ke Dependent List.
d. Klik dan masukkan variabel yang bervalue 1 dan 2 ke kolom Factor.
e. Klik Option, kemudian pilih Homogenity of Variance Test kemudian klik
continue lalu OK.
Hipotesis statistik yang dirumuskan yaitu:
H0 : variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok
sama atau homogen
H1 : variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok
berbeda atau tidak homogen
Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ini adalah 5%,
sehingga jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka H0 diterima, artinya variansi
nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok sama atau
homogen. Sedangkan jika probabilitas (sig.) 0,05 maka H0 ditolak, artinya
variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok berbeda
atau tidak homogen.
3. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas
serta didapatkan hasil yang menunjukkan data berdistribusi normal dan
homogen, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis menggunakan uji t. Jika
hasil uji prasyarat tidak menunjukkan data berdistribusi normal dan homogen,
pengujian hipotesis dapat dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji t
(Independent Sample T Test) dan uji Mann Whitney merupakan uji
perbandingan dua rata-rata.
18
Kadir, op.cit., h. 167-168.
64
Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk uji t
menggunakan perangkat lunak SPSS:19
a. Buka file SPSS yang berisi variabel beserta data yang akan diuji kesamaan
rata-ratanya.
b. Pada menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih menu
Compare Means, kemudian klik Independent Samples T Test.
c. Klik dan masukkan variabel yang berisi nilai hasil tes ke kolom Test
Variable (s).
d. Klik dan masukkan variabel yang bervalue 1 dan 2 ke kolom Define
Groups.
e. Masukkan value data yang akan dibandingkan rata-ratanya pada masing-
masing kolom group 1 value 1 dan group 2 value 2, kemudian klik
continue lalu OK.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk uji Mann-Whitney
menggunakan perangkat lunak SPSS ialah sebagai berikut:20
a. Buka file SPSS yang berisi variabel beserta data yang akan diuji kesamaan
rata-ratanya.
b. Pada menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih menu
Nonparametric Test dan pilih Legacy Dialogs, kemudian klik 2
Independent Samples.
c. Klik dan masukkan variabel yang berisi nilai hasil tes ke kolom Test
Variable (s).
d. Klik dan masukkan variabel yang bervalue 1 dan 2 ke kolom Define
Groups.
e. Masukkan value data yang akan dibandingkan rata-ratanya pada masing-
masing kolom group 1 value 1 dan group 2 value 2, kemudian klik
continue dan pada Test Type pilih Mann-Whitney U, lalu OK.
19
Ibid., h. 300-301. 20
Ibid., h. 492-493.
65
Hipotesis statistik yang dirumuskan yaitu:
H0 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih kecil atau sama dengan rata-rata kemampuan
berpikir kritis matematis siswa pada kelas kontrol.
H1 : Rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada kelas kontrol.
Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ini adalah 5%,
sehingga jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka H0 diterima, artinya rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas eksperimen lebih kecil
atau sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada
kelas kontrol. Sedangkan jika probabilitas (sig.) 0,05 maka H0 ditolak,
artinya rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis
siswa pada kelas kontrol.
H. Hipotesis Statistik
Berdasarkan pemaparan di atas, hipotesis statistik yang akan diuji pada
penelitian ini yaitu:
Keterangan :
= rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih kecil sama dengan rata-rata kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas kontrol
= rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas kontrol.
66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian tentang pengaruh penggunakan metode Problem-Oriented
terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilaksanakan di kelas
VIII SMP Negeri 1 Citeureup. Penelitian ini dilakukan di dua kelas yaitu
kelas VIII-I sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-G sebagai kelas kontrol
yang terdiri atas 29 orang siswa pada masing-masing kelas. Kelas eksperimen
diberikan pembelajaran dengan metode Problem-Oriented sedangkan kelas
kontrol diberikan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Materi
yang diajarkan pada penelitian ini yaitu pola bilangan yang terdiri atas
delapan pertemuan, di mana tujuh pertemuan dilakukan untuk proses
pembelajaran dan satu pertemuan dilakukan untuk post test.
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen dapat
dilihat dari statistik deskriptif yang dihasilkan berdasarkan data hasil post test
kelas eksperimen. Hasil statistik deskriptif tersebut dihitung menggunakan
perangkat lunak SPSS dan disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif Post Test Kelas Eksperimen
Statistic
Kelas Eksperimen Mean 25,445
Median 25,00
Variance 88,373
Std. Deviation 9,401
Minimum 12,50
Maximum 46,90
Range 34,40
Skewness ,447
Kurtosis -,626
67
Tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata post test yang diperoleh siswa
kelas eksperimen ialah sebesar 25,445 dari skala 1-100. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas
eksperimen masih tergolong rendah. Rentang nilai yang didapatkan kelas ini
cukup besar yaitu sebesar 34,40 dengan perolehan nilai maksimun yaitu 46,90
dan nilai minimum sebesar 12,50. Rata-rata jarak nilai siswa terhadap nilai
rata-ratanya dapat dilihat dari nilai standar deviasi yaitu 9,401 dengan nilai
tengah 25,00. Data ini memiliki kemiringan distribusi data yang condong ke
kiri, terlihat dari nilai skewness yang positif yaitu sebesar 0,447. Selain itu,
nilai kurtosis yang didapatkan ialah negatif sebesar -0,626 yang menunjukan
bahwa distribusi data berbentuk tumpul (menyebar) dan data melebar ke
bawah. Besarnya ukuran sebaran data tersebut terlihat dari nilai varians yang
mencapai angka 88,373. Secara visual, data disajikan dalam bentuk histogram
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1
Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen
68
2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Kontrol
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol dapat dilihat
dari statistik deskriptif yang dihasilkan berdasarkan data hasil post test kelas
kontrol. Hasil statistik deskriptif tersebut dihitung menggunakan perangkat
lunak SPSS yang disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif Post Test Kelas Kontrol
Statistic
Kelas Kontrol Mean 16,066
Median 12,50
Variance 117,763
Std. Deviation 10,852
Minimum 3,10
Maximum 50,00
Range 46,90
Skewness 1,177
Kurtosis 1,861
Tabel 4.2 menunjukkan nilai rata-rata post test yang diperoleh siswa
kelas kontrol ialah sebesar 16,066 dari skala 1-100 yang menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol masih tergolong
sangat rendah. Rentang nilai kelas ini mencapai angka yang sangat tinggi
yaitu 46,90 dengan perolehan nilai maksimun sebesar 50,00 dan nilai
minimum sebesar 3,10. Rata-rata jarak nilai siswa terhadap nilai rata-ratanya
dapat dilihat dari nilai standar deviasi yaitu 10,852 dengan nilai tengah 12,50.
Data ini memiliki kemiringan distribusi data yang condong ke kiri, terlihat
dari nilai skewness yang positif yaitu sebesar 1,177. Nilai kurtosis yang
didapatkan ialah positif sebesar 1,861 yang artinya distribusi data berbentuk
runcing ke atas. Besarnya ukuran sebaran data dinilai cukup tinggi, terlihat
dari nilai varians yang mencapai angka 117,763. Secara visual, data disajikan
dalam bentuk histogram pada Gambar 4.2.
69
Gambar 4.2
Histogram Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Kontrol
3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Siswa pada kelas eksperimen memiliki jumlah yang sama dengan siswa
pada kelas kontrol yaitu 29 orang. Perbandingan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Jumlah Siswa 29 29
Nilai Maksimum 46,90 50,00
Nilai Minimum 12,50 3,10
Rata-rata 25,445 16,066
Standar Deviasi 9,401 10,852
Varians 88,373 117,763
70
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai maksimum yang diperoleh kelas
eksperimen yaitu 46,90 dan nilai minimumnya sebesar 12,50, sedangkan nilai
maksimum yang diperoleh kelas kontrol mencapai 50,00 dan nilai
minimumnya hanya mencapai 3,10. Dengan demikian, terlihat bahwa kelas
kontrol memperoleh nilai maksimum yang lebih besar daripada nilai
maksimum pada kelas eksperimen dengan selisih 3,10. Namun, untuk nilai
minimumnya, kelas eksperimen lebih unggul daripada kelas kontrol dengan
selisih nilai mencapai 9,40. Standar deviasi menunjukkan rata-rata jarak nilai
siswa terhadap nilai rata-ratanya. Berdasarkan Tabel 4.3, standar deviasi kelas
kontrol yaitu 10,852, lebih tinggi sebesar 1,451 dibandingkan dengan kelas
eksperimen yang memperoleh nilai 9,401.
Tabel tersebut juga memperlihatkan nilai rata-rata yang dicapai oleh
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan
selisih nilai mencapai 9,379. Berdasarkan tabel tersebut, kelas eksperimen
mencapai nilai rata-rata sebesar 25,445 sedangkan kelas kontrol hanya
mencapai nilai 16,066 dari skala 1-100. Hal ini sejalan dengan hipotesis
statistik yang diajukan pada penelitian ini yaitu rata-rata kemampuan berpikir
kritis matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol. Data pada tabel 4.3
juga menunjukkan bahwa skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa
pada kelas kontrol cenderung menyebar sedangkan pada kelas eksperimen
cenderung mengelompok pada rata-rata kelas.
4. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol Per-Indikator
Perbandingan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol per-indikator disajikan dalam Tabel 4.4. Tabel
tersebut menunjukkan persentase pencapaian siswa pada setiap indikator.
Hasil pencapaian siswa untuk masing-masing indikator kemampuan berpikir
kritis matematis dihitung menggunakan rumus percentages correction, yaitu:1
1 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 13, h. 112.
71
Keterangan:
S = nilai yang dicari
R = jumlah skor dari item yang dijawab benar
N = skor maksimum
Tabel 4.4
Perbandingan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Indikator Skor
Total
Kelas
Eksperimen
Kelas
Kontrol
% %
1. Menganalisis solusi 8 23,28 15,62
2. Membangun keterampilan
dasar 8 41,38 24,58
3. Mengatur strategi dan taktik 8 19,83 16,96
4. Mengevaluasi solusi 8 17,24 5,83
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa pencapaian siswa pada
setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis pada kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Selisih pencapaian siswa
pada indikator menganalisis solusi mencapai angka 7,66%, pada indikator
membangun keterampilan dasar mencapai angka 16,8%, pada indikator
mengatur strategi dan taktik mencapai angka 2,87%, dan pada indikator
mengavaluasi solusi mencapai angka 11,41%. Berdasarkan hasil tersebut,
selisih pencapaian kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang terbesar berada pada indikator
membangun keterampilan dasar yaitu 16,8%, hal itu disebabkan karena daya
pembeda pada soal dengan indikator tersebut tergolong pada kriteria “baik”
dan “sangat baik" sehingga mampu membedakan kemampuan siswa dengan
lebih baik dibandingkan dengan soal pada indikator lainnya. Sedangkan,
selisih yang terkecil berada pada indikator mengatur strategi dan taktik yaitu
72
2,87%. Perbedaan hasil post test kemampuan berpikir kritis matematis siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disebabkan karena perbedaan
metode pembelajaran yang digunakan. Selain itu, Tabel 4.4 juga
menunjukkan bahwa pencapaian terbaik siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol terletak pada indikator membangun keterampilan dasar. Hal ini
disebabkan karena indeks kesukaran soal pada indikator tersebut
menunjukkan kriteria sedang, sedangkan indeks kesukaran soal pada
indikator yang lain menunjukkan kriteria sukar.
Persentase kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol pada setiap indikator disajikan secara visual dalam bentuk
bagan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3
Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
B. Hasil Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis yang dilakukan ialah uji normalitas dan uji
homogenitas. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan statistik yang
digunakan untuk pengujian hipotesis, apakah statistik parametrik atau statistik
non parametrik. Berikut ini disajikan hasil uji prasyarat analisis berdasarkan
nilai post test kelas eksperimen dan kelas kontrol.
23,28%
41,38%
19,83% 17,24% 15,62%
24,58%
16,96%
5,83%
Menganalisis Solusi MembangunKeterampilan Dasar
Mengatur Strategidan Taktik
Mengevaluasi Solusi
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
73
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk yang ada
pada perangkat lunak SPSS untuk melakukan uji normalitas. Hipotesis
statistik yang dirumuskan pada pengujian ini yaitu:
H0 : sampel data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Hasil uji normalitas pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5
Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Faktor Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Kelas Eksperimen ,943 29 ,120
Kelas Kontrol ,902 29 ,011
Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ini adalah 5%,
sehingga jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka H0 diterima sedangkan jika
probabilitas (sig.) 0,05 maka H0 ditolak. Berdasarkan Tabel 4.5, nilai
probabilitas kelas eksperimen pada uji Shapiro-Wilk yaitu 0,120 > 0,05
sehingga H0 diterima yang berarti sampel data kelas eksperimen berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan, Tabel 4.5 menunjukkan nilai
probabilitas kelas kontrol pada uji Shapiro-Wilk yaitu 0,011 < 0,05 sehingga
H0 ditolak, artinya sampel data kelas kontrol berasal dari populasi data yang
tidak berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi data
bersifat homogen atau tidak. Pada penelitian ini, uji homogenitas dilakukan
menggunakan uji Levene Statistic yang ada pada perangkat lunak SPSS.
Adapun hipotesis statistik yang dirumuskan penelitian ini yaitu:
H0 : variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok
sama atau homogen
74
H1 : variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kedua kelompok
berbeda atau tidak homogen
Hasil uji homogenitas pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,126 1 56 ,724
Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ini adalah 5%,
sehingga jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika
probabilitas (sig.) 0,05 maka H0 ditolak. Tabel 4.6 menunjukkan nilai
probabilitas pada pengujian ini ialah 0,724 > 0,05 maka H0 diterima, artinya
variansi nilai kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen dan
kelas kontrol sama atau homogen.
C. Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil uji prasyarat analisis menunjukkan bahwa data kelas eksperimen
memiliki distribusi yang normal namun kelas kontrol tidak. Dengan
demikian, pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan statistik non
parametrik yaitu uji Mann Whitney yang ada pada perangkat lunak SPSS.
Hasil pengujian hipotesis disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Hasil Uji Hipotesis Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Nilai
Mann-Whitney U 194,500
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
Hipotesis statistik yang diujikan pada penelitian ini yaitu:
Keterangan :
= rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen.
75
= rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas kontrol.
Tabel 4.7 menunjukkan nilai probabilitas (sig.) yang dihasilkan sebesar
0,000/2 = 0,000 < 0,025. Berdasarkan taraf signifikansi yang digunakan yaitu
0,05/2 = 0,025, H0 diterima jika nilai probabilitas (sig.) > 0,025 sedangkan H0
ditolak jika nilai probabilitas (sig.) 0,025. Dengan demikian, pengujian
hipotesis ini menunjukkan bahwa H0 ditolak yang artinya rata-rata
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas eksperimen lebih
tinggi dari rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas
kontrol sehingga dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh positif dari
penerapan metode Problem-oriented terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis siswa.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen yang diajarkan dengan metode Problem-
Oriented lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran
konvensional. Artinya, terdapat pengaruh positif dari penerapan metode
Problem-oriented terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal
ini dibuktikan dengan hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai signifikansi
0,000. Selain itu, pencapaian siswa kelas eksperimen juga menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol pada setiap indikator
kemampuan berpikir kritis siswa yang digunakan pada penelitian ini. Berikut
ini diuraikan secara lebih rinci terkait proses pembelajaran serta analisis
jawaban post test per indikator antara siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen
Pembelajaran yang dilakukan di kelas eksperimen dilakukan sebanyak
delapan pertemuan dengan rincian tujuh kali tatap muka dan satu kali post
test pada materi pola bilangan. Proses pembelajaran di kelas ini dilakukan
menggunakan metode Problem-Oriented yang terdiri dari lima tahapan yaitu
pemberian masalah kognitif, menganalisis masalah dan menyelesaikannya,
76
meringkas hasil yang diperoleh, metode perluasan masalah, serta meringkas
dan meningkatkan kompetensi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut
diterapkan melalui LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dikerjakan oleh siswa
selama mempelajari materi pola bilangan. LKS ini juga dilengkapi dengan
soal latihan yang dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan
kemampuan yang akan diukur pada penelitian ini yaitu kemampuan berpikir
kritis matematis siswa.
Penerapan metode Problem-Oriented dalam pembelajaran menuntut
siswa untuk berpikir secara mandiri serta berpastisipasi secara aktif dalam
proses belajar melalui kegiatan pemecahan masalah. Siswa dilatih untuk
dapat menganalisis sebuah permasalahan serta menyelesaikannya sampai
tuntas berdasarkan langkah-langkah yang ada pada LKS. Guru berperan
sebagai promotor sekaligus fasilitator yang membimbing siswa dalam setiap
langkah pembelajaran serta membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami konsep yang dipelajari maupun dalam menyelesaikan
masalah yang disajikan di LKS. Permasalahan yang ada pada LKS
mendukung siswa untuk melakukan proses analisis dan evaluasi secara rinci
serta melakukan diskusi yang terjadi antar siswa maupun siswa dengan guru
dalam kemampuan strategi dan taktik. Selain itu, terdapat tahapan meringkas
hasil pencapaian sehingga siswa dilatih untuk dapat melakukan penilaian
terhadap pencapaiannya guna membangun keterampilan dasar.
Pada pertemuan pertama, siswa sangat antusias ketika diberikan
pembelajaran menggunakan metode Problem-Oriented karena mereka belum
pernah mendapatkan pembelajaran ini sebelumnya. Hampir setiap siswa
sangat aktif mengisi LKS yang disediakan sesuai dengan langkah-langkah
yang ada dan langsung bertanya apabila terdapat hal-hal yang belum mereka
pahami terkait langkah pembelajaran. Siswa belum pandai menganalisis
permasalahan namun mereka tetap semangat dan optimis dalam
menyelesaikan LKS yang diberikan. Pada pertemuan ke dua, siswa sudah
mulai memahami langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode
Problem-Oriented sehingga mereka sudah lebih fokus melakukan diskusi
77
dengan teman-teman sekelompoknya maupun dengan teman sekelas untuk
menyelesaikan LKS yang diberikan. Namun, pada pertemuan ini kondisi
siswa terlihat cukup bertolak belakang dibandingkan dengan pertemuan
pertama. Pelajaran yang dimulai pada jam terakhir membuat konsentrasi
siswa terpecah dan sulit dikondisikan sehingga pembelajaran tidak dapat
dilakukan secara optimal. Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah mulai
terbiasa dengan pembelajaran menggunakan metode Problem-Oriented
meskipun pada pertemuan selanjutnya tingkat semangat dan antusias siswa
terlihat menurun dibandingkan dengan pada saat pertemuan pertama. Berikut
diuraikan setiap tahapan pada metode Problem-Oriented yang diterapkan
melalui LKS pada kelas eksperimen
a. Tahap pemberian masalah kognitif
Pada tahap ini, siswa diberikan masalah kognitif sebagai awal dari
pembelajaran. Guru menyajikan masalah melalui LKS dan membimbing
siswa untuk mengidentifikasi dan memahami apa yang dianggap sebagai
masalah. Setelah itu, siswa diajak berpikir secara mandiri terkait alternatif
penyelesaian yang dapat digunakan. Contoh masalah yang diberikan pada
LKS disajikan dalam Gambar 4.4.
Gambar 4.4
Contoh LKS pada Tahap Pemberian Masalah Kognitif
78
Siswa kelas eksperimen terlihat cukup antusias pada tahapan ini karena
sebelumnya memang jarang diberikan soal jenis ini. Masalah yang disajikan
dinilai menarik oleh siswa sehingga mereka melakukan proses identifikasi
dengan semangat meskipun hasil identifikasinya belum tepat.
b. Tahap menganalisis masalah dan menyelesaikannya
Pada tahap ini, siswa secara berkelompok diarahkan untuk
mengidentifikasi masalah yang diberikan secara lebih lanjut untuk
menemukan konsep dan cara menyelesaikan masalah yang disajikan. LKS
yang digunakan membantu siswa untuk proses menganalisis melalui tiga poin
arahan. Contoh LKS dan pengerjaan siswa pada tahap menganalisis dan
menyelesaikannya disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5
Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Menganalisis dan
Menyelesaikannya
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa siswa masih belum bisa membedakan
informasi yang penting dan tidak untuk menyelesaikan masalah yang
disajikan. Hampir semua kelompok hanya menuliskan kembali kalimat dari
masalah yang disajikan pada poin pertama tanpa mengetahui maksudnya.
Jawaban seperti ini terus diulang oleh siswa pada setiap LKS yang diberikan
meskipun sudah dibimbing untuk lebih teliti dalam memilih informasi. Siswa
beranggapan bahwa akan lebih baik saat lebih banyak informasi yang ditulis
daripada salah melakukan identifikasi sehingga ada informasi penting yang
terlewat.
79
Arahan pada poin ke dua merupakan bagian terfavorit bagi siswa. Arahan
pada poin ini ditujukan untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami
informasi dengan cermat untuk mempertimbangkan kelengkapan informasi.
Semua siswa menjawab “cukup” pada poin ini baik dengan penuh keyakinan
maupun diselingi dengan keraguan. Selanjutnya, arahan pada poin ke tiga
membimbing siswa terkait alternatif penyelesaian yang dapat digunakan.
Beberapa kelompok sudah dapat memperkirakan alternatif penyelesaian
secara spesifik seperti pada Gambar 4.5 yaitu dengan cara membuat tabel
namun kelompok lainnya masih kebingungan dalam menentukan cara yang
dapat digunakan.
c. Tahap meringkas hasil yang diperoleh
Pada tahap ini, siswa secara berkelompok diminta meninjau kembali
hasil diskusi pada tahap sebelumnya lalu menuliskan hasilnya dalam bentuk
rangkuman pada kolom yang disediakan di LKS. Berikut contoh LKS dan
pengerjaan siswa pada tahap meringkas hasil yang diperoleh.
Gambar 4.6
Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Meringkas Hasil yang
Diperoleh
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa siswa sudah dapat menunjau kembali
dan menemukan poin yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah namun
belum bisa menjelaskannya secara detail dalam bentuk rangkuman. Seperti
contoh pada gambar di atas, siswa hanya menuliskan kata “ukuran” tapi tidak
menjelaskan ukuran apa yang dimaksud.
d. Tahap metode perluasan masalah
Pada tahap ini, setiap kelompok diminta untuk mengajukan atau
menemukan sebuah masalah yang sejenis dengan masalah yang ada pada
LKS dan menyelesaikannya. Setelah itu, siswa diajak mencermati solusi dari
80
masalah tersebut untuk menerapkannya pada masalah yang diberikan guru.
Berikut disajikan contoh LKS dan pengerjaan siswa pada tahap metode
perluasan masalah pada Gambar 4.7.
(a)
(b)
Gambar 4.7
Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Metode Perluasan
Masalah
81
Berdasarkan gambar (a), terlihat bahwa siswa sudah dapat mengajukan
masalah yang serupa dengan masalah yang ada pada LKS namun hanya
sedikit memodifikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah bisa diajak
beranalogi. Setelah itu, siswa diarahkan untuk mencari jawabannya sendiri
meskipun pada akhirnya mereka masih banyak bertanya terkait proses
penyelesaian tersebut. Lalu pada gambar (b), terlihat bahwa siswa sudah
dapat menerapkan cara yang digunakannya untuk menyelesaikan masalah
yang serupa pada masalah yang ada pada LKS namun tidak sampai selesai.
Mereka masih belum bisa mengakhiri jawabannya dengan membuat
kesimpulan.
e. Tahap meringkas dan meningkatkan kompetensi
Pada tahap ini, siswa dibimbing untuk merefleksikan pencapaian mereka
dari proses pemecahan masalah yang telah dilakukan. Selanjutnya, siswa
diminta untuk mengevaluasi pembelajaran tersebut terkait apa yang telah dia
dapatkan dan apa yang belum dia kuasai. Berikut disajikan contoh LKS dan
pengerjaan siswa pada tahap meringkas dan meningkatkan kompetensi pada
Gambar 4.8.
(a)
(b)
Gambar 4.8
Contoh LKS dan Pengerjaan Siswa pada Tahap Meringkas dan
Meningkatkan Kompetensi
82
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengevaluasi
pencapaiannya pada pembelajaran yang telah dilakukan. Mereka sudah
menyadari apa yang telah mereka pelajari dan apa yang belum mereka kuasai
sehingga dapat mendukung siswa dalam peningkatan kompetensi. Namun,
beberapa kelompok masih ada yang belum dapat melengkapi poin ini.
Esensi pembelajaran yang menggunakan metode Problem-Oriented
terletak pada memainkan peran masalah penuntun dalam proses
pembelajaran, serta memobilisasi inisiatif dan antusiasme siswa.2
Berdasarkan uraian setiap langkah kegiatan pembelajaran yang telah
dipaparkan sebelumnya, terlihat bahwa pembelajaran menggunakan metode
Problem-Oriented pada penelitian ini telah berlangsung secara sistematis.
Namun, semangat siswa yang cenderung menurun serta kemampuan
matematis siswa yang mayoritas kurang memadai membuat tujuan
pembelajaran belum dapat dicapai secara optimal. Berikut ini merupakan
kegiatan proses pembelajaran di kelas eksperimen yang menggunakan metode
Problem-Oriented.
Gambar 4.9
Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen
2 Peng Wu, Qi Liu, and Heng Shi, Research of the Application of PBL Teaching Mode to
Basic Computer Education in Colleges, Applied Mechanics and Materials, Vols. 44-47, 2011, p.
3374.
83
2. Proses Pembelajaran Kelas Kontrol
Pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol pada penelitian ini ialah
pembelajaran konvensional yaitu pendekatan saintifik sesuai dengan
Kurikulum 2013 yang terbagi menjadi lima tahapan, yaitu tahap mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Berikut diuraikan setiap tahapan pada pendekatan saintifik yang diterapkan di
kelas kontrol.
Pada tahap mengamati, siswa diminta untuk melakukan pengamatan
dengan cara mengamati objek secara langsung di sekitar ruangan kelas serta
mengamati contoh masalah yang ada pada buku paket terkait dengan tujuan
pembelajaran pada materi pola bilangan. Siswa diarahkan untuk dapat
mengidentifikasi masalah tersebut sebagai tahap awal memahami pelajaran
yang diberikan. Biasanya, pada tahap ini siswa masih belum menyadari
keterkaitan antara masalah yang diamatinya dengan tujuan pembelajaran yang
diberikan.
Pada tahap menanya, guru memberikan gambaran umum terlebih dahulu
terkait materi yang akan diajarkan guna merangsang siswa untuk mengajukan
pertanyaan. Beberapa siswa berani mengajukan pertanyaan namun
kebanyakan dari mereka masih malu untuk bertanya. Siswa tidak hanya
diberikan kesempatan untuk bertanya terkait proses mengamati, tetapi juga
pada saat mereka merasa kesulitan dalam proses pemecahan masalah.
Pada tahap mengumpulkan informasi, guru membantu siswa melalui
beberapa pertanyaan penuntun terkait masalah yang disajikan pada proses
mengamati. Setelah itu, siswa dipersilakan untuk membaca buku dan
berdiskusi dengan teman sekelompoknya untuk dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan. Proses ini menuntut siswa agar dapat memahami
konsep secara mandiri. Namun, siswa terlihat masih kebingungan terkait apa
yang harus mereka lakukan karena biasanya mereka hanya menerima begitu
saja informasi yang diberikan guru dengan metode ceramah sehingga mereka
merasa kesulitan ketika diarahkan untuk menemukan konsep secara mandiri.
Pada tahap mengasosiasi, siswa menerapkan konsep yang didapatkannya
84
pada proses mengumpulkan informasi dan diminta merinci jawaban yang
akan dituju, termasuk di dalamnya proses klarifikasi jika saat berdiskusi
terdapat pendapat yang berbeda atau bertentangan. Siswa terlihat lebih
antusias pada tahap ini dibandingkan pada saat mengumpulkan informasi
karena mereka merasa lebih memahami materi ketika mengerjakan soal,
meskipun pada tahap ini mereka masih banyak bertanya terkait penyelesaian
masalah yang diberikan.
Pada tahap mengkomunikasikan, beberapa perwakilan siswa diminta
untuk mempresentasikan hasil diskusi bersama teman sekelompoknya di
depan kelas. Pada tahap ini siswa masih terlihat malu-malu dan ragu-ragu atas
jawabannya. Guru beserta siswa lainnya menanggapi serta mengoreksi
jawaban siswa yang maju jika dirasa masih ada yang kurang tepat.
Berikut ini merupakan kegiatan proses pembelajaran di kelas kontrol
yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Gambar 4.10
Proses Pembelajaran di Kelas Kontrol
3. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Per-
Indikator
Berdasarkan hasil post test yang telah dilakukan, diketahui bahwa
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut disebabkan karena adanya
85
perbedaan pembelajaran yang diterapkan pada kedua kelas tersebut. Kelas
eksperimen diberikan pembelajaran menggunakan metode Problem-Oriented
sedangkan kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya, persentase kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen mencapai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol pada setiap indikatornya. Berikut ini disajikan
analisis jawaban post test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada
setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis.
a. Indikator Menganalisis Solusi
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada indikator menganalisis solusi berjumlah dua butir soal.
Pada penelitian ini, indikator menganalisis solusi dapat diukur dengan
kemampuan siswa dalam mengilustrasikan masalah serta memberikan alasan.
Salah satu soal untuk indikator ini memberikan permasalahan tentang Tias
yang akan membuat hiasan dinding dari benang rajut. Siswa diminta
mengilustrasikan permasalahan dengan cara membuat gambar untuk pola
yang disediakan, yaitu satu simpul untuk tiga cabang tali. Selanjutnya, siswa
dituntut untuk dapat mengaitkan soal tersebut dengan barisan geometri agar
dapat menentukan jumlah cabang yang diminta. Berikut ini disajikan contoh
soal post test siswa yang mewakili indikator menganalisis solusi pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11
Contoh Soal Posttest untuk Indikator Menganalisis Solusi
86
Contoh jawaban post test siswa yang mewakili indikator menganalisis solusi
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Gambar 4.12.
(a)
(b)
Gambar 4.12
Jawaban Siswa untuk Indikator Menganalisis Solusi (a) Kelas
Eksperimen (b) Kelas Kontrol
Berdasarkan Gambar 4.12, terdapat perbedaan jawaban antara siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk soal yang mewakili indikator
menganalisis solusi. Siswa kelas eksperimen terlihat menuliskan jawabannya
secara lebih lengkap dan sistematis dibandingkan dengan siswa kelas kontrol,
dimulai dari yang diketahui dan ditanyakan. Namun, kebiasaan siswa pada
saat mengerjakan LKS masih terbawa pada saat post test ini yaitu menuliskan
ulang kalimat pada soal di poin diketahui dan ditanyakan. Hal tersebut
menandakan siswa tersebut masih belum bisa mengidentifikasi permasalahan
secara spesifik. Sedangkan pada siswa kelas kontrol, jawaban pada gambar
(b) menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengerti permasalahan yang
diberikan walaupun tidak menuliskan yang diketahui dan ditanyakan. Siswa
87
tersebut juga menambahkan alasan pada jawabannya namun alasan tersebut
tidak logis. Jawaban siswa dari kelas eksperimen dan kelas kontrol masih
sama-sama belum tepat karena keduanya belum ada yang dapat mengaitkan
jumlah cabang dengan barisan geometri sehingga tidak dapat menentukan
solusi yang tepat. Dengan demikian, terlihat bahwa kemampuan siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol pada indikator menganalisis solusi masih sama-
sama tergolong rendah.
Pembelajaran menggunakan metode Problem-Oriented menyajikan
masalah kognitif sebagai awal dari pembelajaran sehingga siswa kelas
eksperimen terbiasa untuk mulai mengerjakan soal dengan mengidentifikasi
masalah terlebih dahulu. Selain itu, siswa juga dibiasakan untuk menganalisis
permasalahan secara lebih mendalam lewat tahap menganalisis masalah dan
menyelesaikannya yang ada pada LKS sehingga langkah tersebut
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen dalam indikator menganalisis solusi. Hal
ini terlihat dari pencapaian siswa kelas eksperimen yang mendapatkan nilai
23,28% dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya
mendapatkan nilai 15,62%.
b. Indikator Membangun Keterampilan Dasar
Terdapat dua butir soal kemampuan berpikir kritis matematis yang
digunakan untuk mengukur indikator membangun keterampilan dasar pada
penelitian ini. Indikator membangun keterampilan dasar ini ditujukan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam mempertimbangkan kebenaran suatu
pernyataan. Salah satu soal yang mewakili indikator ini berisi permasalahan
tentang jumlah bilangan pada dua barisan yang berbeda. Siswa diminta
mempertimbangkan kebenaran pendapat Selly tentang jumlah kedua bilangan
tersebut. Berikut ini contoh soal dan jawaban post test siswa yang mewakili
indikator membangun keterampilan dasar pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
88
Gambar 4.13
Contoh Soal Posttest untuk Indikator Membangun Keterampilan Dasar
(a)
(b)
Gambar 4.14
Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Membangun Keterampilan
Dasar (a) Kelas Eksperimen (b) Kelas Kontrol
89
Berdasarkan Gambar 4.14, terdapat perbedaan jawaban antara siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk soal yang mewakili indikator
membangun keterampilan dasar. Dari gambar (a), terlihat bahwa siswa kelas
eksperimen memberikan jawaban yang lebih lengkap dan bertanggung jawab
dibandingkan dengan siswa kelas kontrol yang ditandai dengan menuliskan
proses perhitungannya meskipun kurang tepat. Hal ini sejalan dengan
Riechard bahwa pembelajaran Problem-Oriented meningkatkan sikap
pemecahan masalah yang mandiri, kritis, dan bertanggung jawab pada siswa.3
Berdasarkan gambar (b), jawaban siswa kelas kontrol juga terlihat sudah
menunjukkan pemikiran yang cukup logis namun tidak dilengkapi dengan
pembuktiannya. Selanjutnya, siswa pada ke dua kelas tersebut dinilai sudah
dapat memahami permasalahan yang diberikan karena sudah dapat
memberikan jawaban yang sesuai meskipun tidak menuliskan informasi yang
diketahui dan ditanyakan.
Pembelajaran dengan metode Problem-Oriented membiasakan siswa
untuk memperhatikan poin-poin penting yang terdapat dalam permasalahan
dan pembelajaran melalui langkah meringkas hasil yang diperoleh serta
langkah meringkas dan meningkatkan kompetensi yang terdapat pada LKS.
Sehingga, siswa kelas eksperimen terbiasa untuk memberikan bukti yang
mendukung terkait solusi yang didapatkan berdasarkan poin penting yang
telah dipelajarinya tersebut. Proses tersebut memberikan pengaruh yang lebih
baik terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada indikator membangun
keterampilan dasar, terlihat dari nilai pencapaian kelas eksperimen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Pada indikator ini, kelas
eksperimen mendapatkan nilai pencapaian hingga 41,38% sedangkan kelas
kontrol hanya mencapai nilai 24,58%.
c. Indikator Mengatur Strategi dan Taktik
Penelitian ini menggunakan dua butir soal kemampuan berpikir kritis
matematis untuk mengukur indikator mengatur strategi dan taktik. Indikator
3 Christoph Reichard, Experiments with New Teaching Models and Methods, International
Public Management Network, Vol. 3 (1), 2002, p. 41.
90
mengatur strategi dan taktik pada penelitian ini mengukur kemampuan siswa
dalam menentukan sebuah tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Permasalahan yang ada pada salah satu soal ini ialah tentang Selly yang ingin
membuat susunan kotak berdasarkan barisan yang disediakan. Siswa diminta
menentukan barisan yang tepat untuk membuat susunan kotak agar jumlah
kotaknya tak bersisa. Contoh soal dan jawaban post test siswa yang mewakili
indikator mengatur strategi dan taktik pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol disajikan pada Gambar 4.15 dan 4.16.
Gambar 4.15
Contoh Soal Posttest untuk Indikator Mengatur Strategi dan Taktik
(a)
(b)
Gambar 4.16
Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Mengatur Strategi dan Taktik
Kelas Eksperimen (b) Kelas Kontrol
91
Berdasarkan jawaban siswa pada Gambar 4.16, siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol terlihat sama-sama telah menyertakan langkah-langkah
penyelesaian masalah untuk menentukan suatu tindakan pada soal yang
mewakili indikator mengatur strategi dan taktik. Pada soal tersebut,
perbedaan jawaban siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol terletak
pada cara berpikirnya. Siswa kelas eksperimen memilih langkah penyelesaian
masalah berdasarkan pembagian karena fokus pada sisa sedangkan siswa
kelas kontrol memilih menggunakan rumus. Ke dua cara tersebut bisa
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Selain itu, siswa
kelas eksperimen menunjukkan cara berpikir yang lebih tepat dan logis
dibandingkan siswa kelas kontrol. Hal ini sejalan dengan teori yang
disampaikan oleh Xu bahwa kegiatan yang terdapat pada metode Problem-
Oriented tidak hanya dapat memperluas tingkat pengetahuan siswa tetapi juga
meningkatkan kemampuan berpikir logis dan kemampuan pengembangan
berkelanjutan4 sehingga siswa kelas eksperimen dapat melakukan pemikiran
yang lebih logis dibandingkan dengan kelas kontrol. Namun, ke dua siswa
tersebut masih keliru dalam menerapkan informasi yang ada pada soal pada
alternatif penyelesaian yang mereka pilih. Dengan demikian, dapat diketahui
bahwa kemampuan siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator
mengatur strategi dan taktik masih sama-sama tergolong rendah.
Langkah pemberian masalah kognitif, menganalisis masalah dan
menyelesaikannya, serta langkah metode perluasan masalah yang diterapkan
pada pembelajaran dengan menggunakan metode Problem-Oriented
mengarahkan siswa untuk dapat menentukan tindakan yang tepat melalui
arahan yang ada pada LKS sehingga siswa kelas eksperimen terbiasa untuk
menentukan alternatif penyelesaian yang dirasa paling efektif. Dengan
demikian, terlihat bahwa metode Problem-Oriented memberikan pengaruh
yang lebih baik terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada
indikator mengatur strategi dan taktik. Hal ini dibuktikan dengan perolehan
4 Weishuang Xu, Research on Innovation of Financial Management Talents Training Model
Based on the Perspective of Professional Ability Supply and Demand, Advances in Social Science,
Education and Humanities Research, Vol.238, p. 538.
92
siswa pada indikator ini yaitu kelas eksperimen mendapatkan nilai capaian
yang lebih tinggi sebesar 19,83% dibandingkan dengan kelas kontrol yang
mendapatkan nilai capaian sebesar 16,96%.
d. Indikator Mengevaluasi Solusi
Instrumen yang digunakan untuk mengukur indikator mengevaluasi
solusi pada penelitian ini terdapat dua butir soal. Pada indikator ini, siswa
mengevaluasi sebuah solusi melalui pertanyaan yang membandingkan
sehingga saat menyelesaikan permasalahan itu ia melakukan proses
pengecekan kembali. Salah satu soal untuk mengukur ini berisi permasalahan
tentang jumlah tiket pertandingan sepak bola. Tiket ini dibagi menjadi empat
kelas dan setiap tiket diberi nomor dimulai dengan angka 1. Siswa diminta
mengevaluasi nomor tiket yang disediakan untuk dapat menentukan letak
kelas tiket tersebut. Berikut ini disajikan contoh soal post test siswa yang
mewakili indikator mengevaluasi solusi pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17
Contoh Soal Posttest untuk Indikator Mengevaluasi Solusi
Adapun contoh jawaban post test siswa kelas eksperimen dan siswa kelas
kontrol yang mewakili indikator mengevaluasi solusi disajikan pada Gambar
4.17.
93
(a)
(b)
Gambar 4.18
Contoh Jawaban Siswa untuk Indikator Mengevaluasi Solusi (a) Kelas
Eksperimen (b) Kelas Kontrol
Berdasarkan Gambar 4.18, terdapat perbedaan jawaban antara siswa
kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol untuk soal yang mewakili indikator
mengevaluasi solusi. Gambar 4.18 (a) menunjukkan bahwa siswa kelas
eksperimen sudah mampu memahami permasalah yang diberikan dengan baik
dan sudah mampu memberikan evaluasi yang tepat. Hal tersebut sejalan
dengan Gao bahwa metode pengajaran Problem-Oriented membantu siswa
meletakkan dasar pengetahuan yang kuat dan meningkatkan kemampuan
mereka dalam menganalisis dan memecahkan sebuah masalah5 sehingga
siswa kelas eksperimen mampu memahami permasalahan dengan baik dan
mampu melakukan proses evaluasi. Namun, pada jawaban ini siswa masih
keliru dalam melakukan perhitungannya. Sedangkan, gambar 4.18 (b)
menunjukkan bahwa siswa kelas kontrol belum bisa memahami
permasalahan, terlihat dari jawaban siswa yang bahkan tidak sesuai dengan
permasalahan yang diberikan. Ia masih keliru dalam mengidentifikasi jenis
barisan yang dimaksud sehingga tidak dapat memberikan evaluasi pada
jawabannya. Berdasarkan jawaban tersebut, terlihat bahwa kemampuan
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator mengevaluasi solusi
masih sama-sama tergolong rendah.
5 Rongfang Gao, Reforming to Improve the Teaching Quality of Computer Programming
Language, The 6th International Conference on Computer Science & Education (ICCSE), 2011, p.
1268.
94
Pembelajaran metode Problem-Oriented membiasakan siswa untuk
melalukan proses evaluasi dan peninjauan kembali terhadap sebuah
permasalahan melalui tahap meringkas hasil yang diperoleh serta tahap
meringkas dan meningkatkan kompetensi yang ada pada LKS. Proses tersebut
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis siswa pada indikator mengevaluasi solusi, terlihat dari pencapaian
kelas eksperimen yang memperoleh nilai 17,24%, lebih tinggi daripada kelas
kontrol yang hanya memperoleh nilai 5,83%.
4. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Secara
Keseluruhan
Hasil analisis per-indikator terhadap jawaban siswa pada tes kemampuan
berpikir kritis matematis menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis
matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol masih sama-sama
tergolong rendah dan siswa masih melakukan banyak kesalahan. Jika ditinjau
dari jenis kesalahannya, mayoritas siswa secara keseluruhan melakukan
kesalahan pada saat memanipulasi data. Jenis kesalahan tersebut berupa
kesalahan siswa dalam menerapkan aturan pada pola bilangan.6 Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Juliant dan Noviarti.
Dalam penelitiannya, persentase kesalahan siswa yang tertinggi terletak pada
kesalahan memanipulasi data.7 Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
kesalahan memanipulasi data disebabkan karena kurangnya siswa dalam
berlatih soal sehingga siswa merasa kesulitan dalam menyelesaikan
permasalahan baru yang belum pernah dikerjakan sebelumnya. Berkaitan
dengan itu, materi pola bilangan dinilai sebagai salah satu materi yang
tergolong sulit. Hasil penelitian Sulastri dkk. mengemukakan bahwa kesulitan
pada materi ini berkenaan dengan materi barisan dan deret yang memiliki
keberagaman jenis soal sehingga banyak pilihan cara yang dapat digunakan.8
6 Aditya Juliant dan Kurnia Noviarti, Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal
pada Materi Pola Bilangan Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa, Jurnal Riset Pendidikan,
Vol. 2 (2), 2016, h. 116. 7 Ibid.
8 Rini Sulastri, dkk., Identifikasi Kendala dan Masalah dalam Proses Pembelajaran
Matematika, Seminar Nasional II USM 2017, Vol.1, 2017, h.286.
95
Di samping itu, taraf kesukaran instrumen tes yang digunakan pada
penelitian ini mayoritas tergolong pada kriteria “sukar” dan sisanya
berkriteria “sedang” sehingga siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan tes
kemampuan berpikir kritis matematis sesuai dengan waktu yang disediakan.
Selain itu, siswa juga terlihat mudah menyerah dalam mengerjakan tes
tersebut dan sebagian siswa belum menguasai materi prasyarat yaitu materi
aljabar. Fakta-fakta yang telah dipaparkan terkait pelaksanaan tes ini menjadi
penyebab siswa tidak bisa mendapatkan hasil tes yang optimal.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa metode
Problem-Oriented memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa meskipun hasil yang
didapatkan belum optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji Mann
Whitney yang menunjukkan nilai signifikansi 0,000. Selain itu, persentase
pencapaian siswa kelas eksperimen menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari
kelas kontrol pada setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang
digunakan pada penelitian ini. Hal itu sejalan dengan teori yang
dikembangkan oleh Hu et.al. dan Knudsen dalam artikelnya. Menurut Hu
et.al, penerapan metode pengajaran Problem-Oriented melibatkan proses
berpikir kritis dalam pemecahan masalah matematika melalui peranan guru9
sehingga penerapan metode ini memberikan perngaruh yang positif terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sedangkan, menurut Knudsen
berpikir kritis berperan dalam pembelajaran dan refleksi yang menjadi inti
dalam pembelajaran Problem-Oriented pada setiap langkahnya.10
Dengan
demikian, penelitian ini telah membuktikan kebenaran teori-teori tersebut
bahwa penerapan metode Problem-Oriented memberikan pengaruh yang
positif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
9 Yu-Han Hu, Jun Xing, and Liang-Ping Tu, The Effect of a Problem-oriented Teaching
Method on University Mathematics Learning, EURASIA Journal of Mathematics, Science and
Technology Education, Vol. 14 (5), 2018, p. 1696. 10
Anders Siig Andersen and Simon B. Heilesen, The Roskilde Model: Problem-Oriented
Learning and Project Work, Innovation and Change in Professional Education, Vol.12, 2015,
p.158.
96
5. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini telah diupayakan semaksimal mungkin dengan
berbagai cara agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Namun, peneliti
menyadari bahwa pelaksanaan penelitian ini masih terdapat kekurangan.
Faktor-faktor yang sulit dikendalikan sehingga menjadi kendala dan
keterbatasan pada penelitian ini di antaranya:
a. Kontrol yang dilakukan dalam penelitian ini hanya mencakup variabel-
variabel yang diteliti yaitu metode Problem-Oriented dan kemampuan
berpikir kritis matematis. Sedangkan, variabel lain yang mungkin
memengaruhi penelitian ini seperti tingkat kecerdasan siswa, motivasi, dan
lain sebagainya di luar dari kontrol peneliti sehingga hasil dari penelitian
ini mungkin dapat dipengaruhi oleh variabel tersebut.
b. Pembelajaran menggunakan metode Problem-Oriented menuntut siswa
untuk dapat menganalisis dan mengeksplorasi pengetahuannya secara
mandiri melalui penyajian masalah matematika. Namun pada praktiknya,
kemampuan siswa yang tergolong rendah membuat siswa belum mampu
melakukan pembelajaran secara mandiri sehingga guru masih banyak
memberikan arahan pada siswa dalam pembelajaran tersebut.
c. Pembelajaran berlangsung pada jam terakhir membuat konsentrasi siswa
terpecah dan membuat siswa sulit dikondisikan sehingga pembelajaran
yang berlangsung menjadi kurang kondusif.
d. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi
sehingga cukup sulit dikembangkan terlebih pada siswa yang mempunyai
kemampuan matematis yang kurang memadai.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai
pengaruh metode Problem-Oriented terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Citeureup, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan metode Problem-Oriented masih tergolong rendah
berdasarkan nilai rata-ratanya baik secara keseluruhan maupun pada setiap
indikator. Persentase pencapaian siswa pada indikator menganalisis solusi,
mengatur strategi dan taktik, serta mengevaluasi solusi masih tergolong
rendah sedangkan pada indikator membangun keterampilan dasar sudah
tergolong cukup baik. Pencapaian siswa yang terbaik berada pada
indikator membangun keterampilan dasar sedangkan pencapaian terendah
berada pada indikator mengevaluasi solusi.
2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pembelajaran konvensional juga masih tergolong rendah
berdasarkan nilai rata-ratanya baik secara keseluruhan maupun pada setiap
indikator. Pencapaian pada semua indikator tergolong rendah. Perolehan
nilai pencapaian tertinggi pada indikator membangun keterampilan dasar
sedangkan yang terendah pada indikator mengevaluasi solusi.
3. Hasil uji hipotesis terhadap data hasil post test pada penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa pada kelas yang menggunakan
metode Problem-Oriented lebih tinggi daripada siswa pada kelas yang
menggunakan pembelajaran konvensional sehingga metode Problem-
Oriented memberikan pengaruh yang positif terhadap kemampuan berpikir
kritis matematis siswa. Hal tersebut juga terlihat dari pencapaian siswa
pada kelas yang menggunakan metode Problem-Oriented menunjukkan
nilai yang lebih tinggi daripada kelas yang menggunakan pembelajaran
98
konvensional pada setiap indikator kemampuan berpikir kritis matematis
yang digunakan pada penelitian ini.
B. Saran
Berdasarkan temuan dan hasil penelitian yang telah diperoleh, saran yang
dapat diberikan oleh peneliti di antaranya:
1. Bagi guru, hendaknya dapat menerapkan metode Problem-Oriented pada
pembelajaran matematika sebagai salah satu upaya dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
2. Bagi sekolah, hendaknya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini guna
menambah referensi metode pembelajaran yang diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah melalui
peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
3. Bagi peneliti, hendaknya dapat melakukan penelitian selanjutnya tentang
metode Problem-Oriented terhadap kemampuan matematika yang lain
serta pada pokok bahasan matematika yang lain. Selain itu, diperlukan
perhatian lebih besar terhadap kesesuaian tingkat kemampuan matematis
yang dimiliki siswa dengan tingkat kesukaran instrumen tes yang
digunakan.
99
DAFTAR PUSTAKA
American Management Assosiation. AMA 2012 Critical Skills Survey.
(http://www.amanet.org/uploaded/2012-Critical-Skills-Survey.pdf.) Diakses
tanggal 10 November 2019 Jam 22.32 WIB.
Andersen, Anders Siig and Simon B. Heilesen. The Roskilde Model: Problem-
Oriented Learning and Project Work. Innovation and Change in
Professional Education. Vol.12. 2015.
Anon. Metode Pembelajaran Matematika Bermain Sambil Belajar dan Penemuan
dalam Matematika. (http://file.upi.edu/direktori/dual-modes/model_
pembelajaran_matematika/metode__pembelajaran__matematika%2c_berma
in__sambil__belajar.pdf.) Diakses tanggal 9 April 2019 Jam 00.55 WIB.
Asfar. A.M.Irfan Taufan dan Syarif Nur. Model Pembelajaran Problem Posing &
Solving: Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Sukabumi: CV
Jejak, 2018.
Berry, Mike, Nick Totton, Els van Ooijen, and John Rowan. Reviews. Self
&Society: An International Journal for Humanistic Psychology. 2015.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010.
Ennis, Robert H. “The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical
Thinking Dispositions and Disabilities”. Makalah dipresentasikan pada
Sixth International Conference on Thinking at MIT. Cambridge: Mei 2011.
(http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritical
Thinking_51711_000. pdf)
Facione, Peter A. and Noren C. Facione. The Holistic Critical Thinking Scoring
Rubric-HCTSR. Insight Assessment. Hemosa Beach. CA USA. 2014.
Facione, Peter A. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Insight
assessment. 2013.
Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. Strategi Belajar Mengajar: Melalui
Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama,
2007.
100
Fatra, Maifalinda dan Tita Khalis Maryati. Implementasi K13 pada Pembelajaran
Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif.
Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
2018.
Fieldman, Daniel A. Berpikir Kritis: Strategi Untuk Pengambilan Keputusan.
Jakarta: Indeks. 2010. Cet. 1. h.4.
Fisher, Alec. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Terj. dari Critical Thinking: An
Introduction oleh Alec Fisher. Jakarta: Erlangga, 2009.
Gao, Rongfang. Reforming to Improve the Teaching Quality of Computer
Programming Language. The 6th International Conference on Computer
Science & Education ICCSE. 2011.
Hamzah, M. Ali dan Muhlisrarini. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Hu, Yu-Han, Jun Xing, and Liang-Ping Tu. The Effect of a Problem-oriented
Teaching Method on University Mathematics Learning. EURASIA Journal
of Mathematics. Science and Technology Education. Vol. 14 5. 2018.
Ingram, Barbara Lichner. Clinical Case Formulation: Matching the Integrative
Treatment Plan to the Client. Canada: John Wiley & Sons. Inc. 2006.
Juliant, Aditya dan Kurnia Noviarti. Analisis Kesalahan Siswa dalam
Menyelesaikan Soal pada Materi Pola Bilangan Ditinjau dari Kemampuan
Matematika Siswa. Jurnal Riset Pendidikan. Vol. 2 2. 2016.
Kadir. Statistika Terapan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2016.
Kimberley, Nell. Student Q Manual. Australia: Faculty of Business and
Economics Monash University. 6th Edition. 2016.
Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Lambertus. Pentingnya Melatih Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran
Matematika di SD. Forum Kependidikan. Vol. 28 2. 2009.
Lawshe, C. H. A Quantitative Approach to Content Validity. Personel Psycology.
INC. 1975.
101
Lestari, Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara. Penelitian
Pendidikan Matematika. Bandung: PT Refika Aditama, 2017.
LV, Guizhou and Guanhui Liang. Application and Practice of Problem-oriented
Teaching Mode. Artikel disampaikan pada International Conference on
Industrial Technology and Management Science ITMS. 2015.
Majid, Abdul Belajar dan Pembelajaran: Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012.
Majid, Abdul. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017.
Makmun, Hana. Life Skill Personal Self Awarness Kecakapan Mengenal Diri.
Yogyakarta: Deepublish, 2017.
Maulana. Konsep Dasar Matematika dan Pengembangan Kemampuan Berpikir
Kritis-Kreatif. Sumedang: UPI Sumedang Press, 2017.
Monash University. Writing a Case Study. (https://www.monash.edu/rlo/quick-
study-guides/writing-a-case-study.) Diakses tanggal 2 Oktober 2019 Jam
12.43 WIB.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep. Karakteristik.
Implementasi. dan Inovasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Negnevitsky, Michael. Application of The Problem-Oriented Teaching Technique
In a Training Simulator. IEEE Multimedia Engineering Education.
Paul, Richard and Linda Elder. The Miniature Guide to Critical Thinking:
Concepts and Tools. The Miniature Guide to Critical Thinking: Concepts
and Tools, 2006, p. 4, (www.criticalthinking.org). Diakses tanggal 24
November 2018 Jam 19.19 WIB.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia No. 81A Tahun
2013 Tentang Implementasi Kurikulum. Lampiran IV
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 21 Tahun 2016
tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
PISA 2015 Results Volume I : Excellence and Equity in Education. PISA. OECD
Publishing. OECD : Paris. 2016. (http://dx.doi.org/10.1787/
9789264266490-en.)
102
Prastowo, Andi. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP Tematik
Terpadu Implementasi Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta:
Predanamedia Group, 2015.
Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan. Mengenai
TIMSS.(https://puspendik.kemdikbud.go.id/seminar/upload/Hasil%20Semin
ar%20Puspendik%202016/TIMSS%20infographic.pdf.) Diakses tanggal 27
Maret 2019 Jam 06.35 WIB.
Ramdhani, Neila dan Bhina Patria. Psikologi untuk Indonesia Maju dan Beretika.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2018.
Reichard, Christoph. Experiments with New Teaching Models and Methods.
International Public Management Network. Vol. 3 1. 2002.
Rizki, Aminatuzuhriah. Pengaruh Model Concept-Based Learning Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. Jakarta: Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2018. h.78. tidak dipublikasikan.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana, 2011.
Seventika, S Y, Y L Sukestiyarno, and Scolastika Mariani. Critical Thinking
Analysis Based On Facione 2015 – Angelo 1995 Logical Mathematics
Material Of Vocational High School VHS. Journal of Physics: Conference
Series. 2018.
Snyder, Lisa Gueldenzoph dan Mark J. Snyder. Teaching Critical Thinking and
Problem Solving Skills. The Delta Pi Epsilon Journal. Vol. L 2. 2008.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2013.
Sudiyasa, I Wayan. “Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah”. dalam Harry Dwi Putra eds. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP
Siliwangi Bandung. Vol. 1. 2014.
103
Sulastri, Rini dkk. Identifikasi Kendala dan Masalah dalam Proses Pembelajaran
Matematika. Seminar Nasional II USM 2017. Vol.1. 2017.
Suryono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2017.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana, 2016.
Suwarma, Dina Mayadiana. Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. Jakarta: Cakrawala Maha Karya,
2009.
Wang, Minhong, Sharon Derry, and Xun Ge. Guest Editorial: Fostering Deep
Learning in Problem-Solving Contexts with the Support of Technology.
Journal of Education Technology & Society. Vol. 20. 4. 2017.
Wang, Xiyan. Research on Application of “Problem-Oriented” Teaching Method
in “An Introduction to the Basic Principle of Marxism” Course.
International Academic Workshop on Social Science. 2013.
Weiss, Günther. Problem-Oriented Learning in Geography Education:
Construction of Motivating Problems. Journal of Geography. 2017.
Wu, Peng, Qi Liu, and Heng Shi. Research of the Application of PBL Teaching
Mode to Basic Computer Education in Colleges. Applied Mechanics and
Materials. Vols. 44-47. 2011.
Xu, Weishuang. Research on Innovation of Financial Management Talents
Training Model Based on the Perspective of Professional Ability Supply
and Demand. Advances in Social Science. Education and Humanities
Research. Vol.238.
Yang, LIU et.al. Research on Bilingual Teaching in Engineering Based on
Problem-oriented Teaching Method. Advances in Social Science. Education
and Humanities Research ASSEHR. Vol.106. 2017. p.475.
Zhang, Peng, Liang Ji, and Lei Shen. The Construction of Human Anatomy
Library of Open PBL Case. Advanced Materials Research. Vols. 926-930.
2014.
104
LAMPIRAN
LAMPIRAN
104
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Kelas Eksperimen
Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Citeureup
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Mata Pelajaran : Matematika
Pokok Bahasan : Pola Bilangan
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 Pertemuan)
Pertemuan : 1
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
1.1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
105
2.1. Menunjukkan sikap jujur, tertib dan mengikuti aturan, konsisten, disiplin
waktu, ulet, cermat dan teliti, maju berkelanjutan, bertanggung jawab,
berpikir logis, kritis, dan, kreatif serta memiliki rasa senang, ingin tahu,
ketertarikan pada ilmu pengetahuan, sikap terbuka, percaya diri, santun,
objektif, dan menghargai.
3.1. Membuat generalisasi dari pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi
objek.
4.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan
dan barisan konfigurasi objek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
2.1.1. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
2.1.2. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
3.1.1. Mengidentifikasi pola dari suatu barisan bilangan.
4.1.1. Menganalisis solusi dari masalah yang berkaitan dengan data berpola.
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi dan pemberian tugas berorientasi masalah dalam pembelajaran
pola barisan bilangan siswa dapat:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada Tuhan.
3. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
4. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
5. Mengidentifikasi pola dari suatu barisan bilangan.
6. Menganalisis solusi dari masalah yang berkaitan dengan data berpola.
E. Materi Pembelajaran
Materi Pokok : Pola bilangan
106
F. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Approach
Metode : Problem-Oriented
G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Wkatu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam.
2. Guru meminta ketua kelas memimpin doa
sebelum memulai pembelajaran.
3. Guru mengecek kehadiran siswa.
4. Guru memberikan motivasi melalui sebuah
pantun.
“Jalan-jalan ke Jakarta
Jangan lupa ke Ragunan
Semangat terus belajar Matematika
Agar manfaat di kehidupan”
5. Siswa diberikan informasi tentang tujuan dan
proses pembelajaran yang akan dilakukan.
6. Siswa dibentuk kelompok yang terdiri atas 4
orang setiap kelompok.
7. Guru melakukan tanya jawab tentang pola dan
memberikan gambaran umum terkait materi pola
bilangan.
8 Menit
Inti Langkah 1 Pemberian masalah kognitif
1. Siswa diberikan masalah kognitif sebagai awal
dari pembelajaran. Contoh masalah:
“Pada peringatan ulang tahun yang pertama
Warung Seblak Teh Nisa, Teh Nisa memberikan
10 Menit
107
promo “beli 1 grartis 1” untuk 60 orang pembeli
pertama. Pada pukul 12.00 WIB sudah ada 6
orang pembeli. Pukul 12.10 WIB pembelinya
bertambah menjadi 12 orang. Pukul 12.20 WIB
pembelinya bertambah lagi menjadi 18 orang.
Jika pola seperti ini terus berlanjut, maka pukul
berapa promo “beli 1 grartis 1” Seblak Teh Nisa
akan berakhir?”
2. Guru mengarahkan siswa mengenali situasi yang
diberikan dan membimbing siswa untuk
mengidentifikasi dan memahami apa yang
dianggap sebagai masalah.
3. Siswa diajak berpikir untuk merinci sifat masalah
tersebut dan memikirkan secara mandiri alternatif
penyelesaian yang dapat digunakan.
Langkah 2 Menganalisis masalah dan
menyelesaikannya
1. Siswa secara berkelompok diarahkan untuk
mengidentifikasi masalah secara lebih lanjut
untuk menemukan konsep dan cara
menyelesaikan masalah yang disajikan.
2. Guru membimbing siswa untuk berpikir secara
terperinci terkait solusi yang ingin dituju.
3. Siswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi
dengan guru terkait penyelesaian masalah yang
diberikan.
15 Menit
Langkah 3 Meringkas hasil yang diperoleh
1. Siswa secara berkelompok diminta meninjau
kembali hasil diskusinya terkait poin
pengetahuan yang terlibat dalam masalah yang
10 Menit
108
diberikan lalu menuliskannya dalam bentuk
rangkuman pada kolom yang disediakan di LKS.
Langkah 4 Metode perluasan masalah
1. Setiap kelompok diminta untuk mengajukan atau
menemukan sebuah masalah yang sejenis dengan
masalah yang diberikan guru.
2. Guru membimbing siswa dalam mengamati
masalah yang diajukan oleh salah satu kelompok
guna memastikan siswa menemukan masalah
yang sejenis sehingga mendapatkan solusi yang
tepat.
3. Siswa diajak mencermati solusi masalah tersebut
untuk menerapkannya pada masalah yang
diberikan guru.
25 Menit
Langkah 5 Meringkas dan meningkatkan
kompetensi
1. Siswa dibimbing untuk merefleksikan pencapaian
mereka dari proses pemecahan masalah dan
mengevaluasinya.
2. Perwakilan kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil pembelajaran di depan
kelas.
7 Menit
Penutup 1. Guru memberikan penguatan dan melibatkan
siswa dalam menyimpulkan pembelajaran yang
dipelajari pada pertemuan ini.
2. Siswa diminta melanjutkan soal latihan pada LKS
yang belum dikerjakan sebagai PR (pekerjaan
rumah).
3. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucap
hamdallah.
5 Menit
109
H. Alat, Bahan, Media, dan Sumber Pembelajaran
Alat dan Bahan: Whiteboard, Power Point, dan alat tulis lainnya.
Media : Lembar Kerja Siswa (LKS)
Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Matematika SMP/MTs
Kelas VIII Semester 1, Karanganyar: CV. Bintang Timur, 2017.
I. Penilaian
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen Instrumen
1.1.1. Membaca doa sebelum dan
sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar
dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
Non Tes Obervasi Terlampir
2.1.1. Menunjukkan perilaku ingin tahu
dalam pembelajaran.
2.1.2. Menunjukkan perilaku
bekerjasama dalam kelompok
diskusi.
Non Tes Obervasi Terlampir
3.1.1. Mengidentifikasi pola dari suatu
barisan bilangan.
Tes Uraian Terlampir
4.1.1. Menganalisis solusi dari masalah
yang berkaitan dengan data
berpola.
Tes Uraian Terlampir
Tangerang Selatan, 9 September 2019
Peneliti,
Raden Nabilah Fahrani
NIM. 11150170000007
110
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Maifalinda Fatra, M.Pd., Ph.D. Finola Marta Putri, M.Pd.
NIP. 19700528 199603 2 002 NIDN. 2022028701
111
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap sosial ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar dan siswa yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan pada kegiatan pembelajaran, penilaian dilakukan
dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
skor 4 apabila Selalu melakukan perilaku yang diamati
skor 3 apabila Sering melakukan perilaku yang diamati
skor 2 apabila Kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati
skor 1 apabila Tidak Pernah melakukan perilaku yang diamati
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
TahunPelajaran : 2019/2010
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap
Spiritual
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
112
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
113
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL
(LEMBAR OBSERVASI)
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
2. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap Sosial
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
1. Kriteria penilaian pada perilaku ingin tahu
Skor 1 apabila tidak memperhatikan dan cenderung mengabaikan
pembelajaran.
Skor 2 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik tetapi tidak
mengajukan pertanyaan dan tidak antusias mencari jawaban.
Skor 3 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik dan
mengajukan pertanyaan tetapi tidak antusias dalam mencari jawaban.
Skor 4 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik,
mengajukan pertanyaan, dan antusias mencari jawaban.
114
2. Kriteria penilaian pada perilaku bekerja sama:
Skor 1 apabila menolak atau tidak membaur sama sekali dengan teman
sekelompok
Skor 2 apabila sudah berusaha membaur dengan teman sekelompok tetapi
belum konsisten
Skor 3 apabila sudah berusaha membantu teman sekelompok jika diminta
Skor 4 apabila sudah berusaha membantu teman sekelompok tanpa diminta
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
115
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Kelas Eksperimen
Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Citeureup
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Mata Pelajaran : Matematika
Pokok Bahasan : Pola Bilangan
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 Pertemuan)
Pertemuan : 2
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
1.1.Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
116
2.2. Menunjukkan sikap jujur, tertib dan mengikuti aturan, konsisten, disiplin
waktu, ulet, cermat dan teliti, maju berkelanjutan, bertanggung jawab,
berpikir logis, kritis, dan, kreatif serta memiliki rasa senang, ingin tahu,
ketertarikan pada ilmu pengetahuan, sikap terbuka, percaya diri, santun,
objektif, dan menghargai.
3.2. Membuat generalisasi dari pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi
objek.
4.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan
dan barisan konfigurasi objek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
3.2.1. Menentukan tiga buah bilangan genap atau ganjil berurutan dengan jumlah
tertentu menggunakan tabel.
4.1.1. Membangun keterampilan dasar dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pola bilangan berdasarkan angka satuan.
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi dan pemberian tugas berorientasi masalah dalam pembelajaran
pola bilangan terurut siswa dapat:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada Tuhan.
3. Menentukan tiga buah bilangan genap atau ganjil berurutan dengan jumlah
tertentu menggunakan tabel.
4. Membangun keterampilan dasar dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pola bilangan berdasarkan angka satuan.
E. Materi Pembelajaran
Materi Pokok : Pola bilangan
117
F. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Approach
Metode : Problem-Oriented
G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Wkatu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam.
2. Guru meminta ketua kelas memimpin doa
sebelum memulai pembelajaran.
3. Guru mengecek kehadiran siswa.
4. Guru memberikan motivasi melalui sebuah
pantun.
“Ada buah namanya semangka
Ada ikan namanya piranha
Tidak susah matematika
Asal mau berusaha”
5. Guru melakukan tanya jawab terkait materi pada
pertemuan sebelumnya dan membahas salah satu
soal latihan yang dijadikan sebagai PR jika
diperlukan.
6. Siswa diminta mengamati beberapa barisan
bilangan untuk mengidentifikasi ada tidaknya
pola pada barisan tersebut. Contoh barisan
bilangan:
2,3,5,7,11,13,17,23,...
7,14,21,28,35,42,49,...
1,2,4,8,16,32,64,...
7. Siswa diberikan informasi tentang tujuan dan
proses pembelajaran yang akan dilakukan.
8 Menit
118
8. Siswa dibentuk kelompok yang terdiri atas 4
orang setiap kelompok.
Inti Langkah 1 Pemberian masalah kognitif
1. Siswa diberikan masalah kognitif sebagai awal
dari pembelajaran. Contoh masalah:
“Pak Ivon adalah seorang penjual kambing. Saat
Idul Adha lalu, ia berhasil menjual 25 ekor
kambing untuk dikurbankan. Hasil penjualan
kambing milik Pak Ivon disimpan di sebuah peti
yang diamankan dengan gembok berkode. Jika
Pak Ivon mengatakan bahwa kode gemboknya
adalah “tiga angka ganjil berurutan yang
berjumlah 57”, berapakah kode gembok
tersebut?”
2. Guru mengarahkan siswa mengenali situasi yang
diberikan dan membimbing siswa untuk
mengidentifikasi dan memahami apa yang
dianggap sebagai masalah.
3. Siswa diajak berpikir untuk merinci sifat masalah
tersebut dan memikirkan secara mandiri alternatif
penyelesaian yang dapat digunakan.
10 Menit
Langkah 2 Menganalisis masalah dan
menyelesaikannya
1. Siswa secara berkelompok diarahkan untuk
mengidentifikasi masalah secara lebih lanjut
untuk menemukan konsep dan cara
menyelesaikan masalah yang disajikan.
2. Guru membimbing siswa untuk berpikir secara
terperinci terkait solusi yang ingin dituju.
3. Siswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi
15 Menit
119
dengan guru terkait penyelesaian masalah yang
diberikan.
Langkah 3 Meringkas hasil yang diperoleh
1. Siswa secara berkelompok diminta meninjau
kembali hasil diskusinya terkait poin pengetahuan
yang terlibat dalam masalah yang diberikan lalu
menuliskannya dalam bentuk rangkuman pada
kolom yang disediakan di LKS.
10 Menit
Langkah 4 Metode perluasan masalah
1. Setiap kelompok diminta untuk mengajukan atau
menemukan sebuah masalah yang sejenis dengan
masalah yang diberikan guru.
2. Guru membimbing siswa dalam mengamati
masalah yang diajukan oleh salah satu kelompok
guna memastikan siswa menemukan masalah
yang sejenis sehingga mendapatkan solusi yang
tepat.
3. Siswa diajak mencermati solusi masalah tersebut
untuk menerapkannya pada masalah yang
diberikan guru.
25 Menit
Langkah 5 Meringkas dan meningkatkan
kompetensi
1. Siswa dibimbing untuk merefleksikan pencapaian
mereka dari proses pemecahan masalah dan
mengevaluasinya.
2. Perwakilan kelompok diminta untuk
mempresentasikan hasil pembelajaran di depan
kelas.
7 Menit
Penutup 1. Guru memberikan penguatan dan melibatkan
siswa dalam menyimpulkan pembelajaran hari
5 Menit
120
ini.
2. Siswa diminta melanjutkan soal latihan pada LKS
yang belum dikerjakan sebagai PR (pekerjaan
rumah).
3. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucap
hamdallah.
H. Alat, Bahan, Media, dan Sumber Pembelajaran
Alat dan Bahan: Whiteboard, Power Point, dan alat tulis lainnya.
Media : Lembar Kerja Siswa (LKS)
Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Matematika SMP/MTs
Kelas VIII Semester 1, Karanganyar: CV. Bintang Timur, 2017.
I. Penilaian
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen Instrumen
1.1.1 Membaca doa sebelum dan
sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2 Melakukan usaha atau berikhtiar
dan berserah diri (tawakal)
kepada Tuhan.
Non Tes Obervasi Terlampir
3.1.1. Menentukan tiga buah bilangan
genap atau ganjil berurutan
dengan jumlah tertentu
menggunakan tabel.
Tes Uraian Terlampir
4.1.1. Membangun keterampilan dasar
dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan pola
bilangan berdasarkan angka
Tes Uraian Terlampir
121
satuan.
Tangerang Selatan, 9 September 2019
Peneliti,
Raden Nabilah Fahrani
NIM. 11150170000007
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Maifalinda Fatra, M.Pd., Ph.D. Finola Marta Putri, M.Pd.
NIP. 19700528 199603 2 002 NIDN. 2022028701
122
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap sosial ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar dan siswa yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan pada kegiatan pembelajaran, penilaian dilakukan
dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
skor 4 apabila Selalu melakukan perilaku yang diamati
skor 3 apabila Sering melakukan perilaku yang diamati
skor 2 apabila Kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati
skor 1 apabila Tidak Pernah melakukan perilaku yang diamati
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
TahunPelajaran : 2019/2010
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap
Spiritual
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
123
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
124
Lampiran 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Kelas Kontrol
Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Citeureup
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Mata Pelajaran : Matematika
Pokok Bahasan : Pola Bilangan
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 Pertemuan)
Pertemuan : 1
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
1.1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
125
2.1.Menunjukkan sikap jujur, tertib dan mengikuti aturan, konsisten, disiplin
waktu, ulet, cermat dan teliti, maju berkelanjutan, bertanggung jawab, berpikir
logis, kritis, dan, kreatif serta memiliki rasa senang, ingin tahu, ketertarikan
pada ilmu pengetahuan, sikap terbuka, percaya diri, santun, objektif, dan
menghargai.
3.1.Membuat generalisasi dari pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi
objek.
4.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan
dan barisan konfigurasi objek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
2.1.1. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
2.1.2. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
3.1.1. Mengidentifikasi pola dari suatu barisan bilangan.
4.1.1. Menganalisis solusi dari masalah yang berkaitan dengan data berpola.
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui tanya jawab dan diskusi dalam pembelajaran pola barisan bilangan siswa
dapat:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada Tuhan.
3. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
4. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
5. Mengidentifikasi pola dari suatu barisan bilangan.
6. Menganalisis solusi dari masalah yang berkaitan dengan data berpola.
E. Materi Pembelajaran
Materi Pokok : Pola bilangan
126
F. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Approach
Metode : Tanya Jawab dan Diskusi
G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Wkatu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam.
2. Guru meminta ketua kelas memimpin doa
sebelum memulai pembelajaran.
3. Guru mengecek kehadiran siswa.
4. Guru memberikan motivasi melalui sebuah
pantun.
“Jalan-jalan ke Jakarta
Jangan lupa ke Ragunan
Semangat terus belajar Matematika
Agar manfaat di kehidupan”
5. Siswa diberikan informasi tentang tujuan dan
proses pembelajaran yang akan dilakukan.
6. Siswa dibentuk kelompok yang terdiri atas 4
orang setiap kelompok.
7. Guru melakukan tanya jawab tentang pola.
8 Menit
Inti Langkah 1 Mengamati
4. Siswa diminta untuk mengamati dan mengenali
pola yang terdapat di sekitar ruangan kelas.
10 Menit
Langkah 2 Menanya
4. Guru merangsang siswa untuk bertanya melalui
pemaparan secara umum tentang materi pola
bilangan.
10 Menit
127
5. Siswa dipersilakan untuk mengajukan
pertanyaan.
Langkah 3 Mengumpulkan Informasi
1. Guru menyajikan beberapa pertanyaan mengenai
masalah yang terdapat pada contoh 1.2 halaman 7
buku paket siswa terkait pola barisan bilangan.
2. Siswa mengumpulkan informasi dengan cara
membaca buku dan berdiskusi dengan teman
sekelompoknya untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
10 Menit
Langkah 4 Mengasosiasi
1. Siswa diminta untuk mengasosiasi informasi
yang telah didapatkannya terkait masalah pola
barisan bilangan.
2. Guru membimbing siswa dalam merinci jawaban
yang akan dituju termasuk di dalamnya proses
klarifikasi jika saat berdiskusi terdapat pendapat
yang berbeda atau bertentangan.
15 Menit
Langkah 5 Mengkomunikasikan
1. Beberapa perwakilan siswa diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusi bersama teman
sekelompoknya di depan kelas.
2. Siswa lainnya diminta menanggapi hasil
presentasi dari siswa yang maju.
3. Guru mengoreksi siswa apabila ada penyampaian
yang kurang tepat.
4. Guru memberikan penguatan berupa soal latihan
dan membahasnya bersama dengan siswa.
32 Menit
Penutup 1. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran
yang dipelajari pada pertemuan ini.
5 Menit
128
2. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah).
3. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucap
hamdallah.
H. Alat, Bahan, Media, dan Sumber Pembelajaran
Alat dan Bahan: Whiteboard, Power Point, dan alat tulis lainnya.
Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Matematika SMP/MTs
Kelas VIII Semester 1, Karanganyar: CV. Bintang Timur, 2017.
I. Penilaian
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen Instrumen
1.1.1. Membaca doa sebelum dan
sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar
dan berserah diri (tawakal)
kepada Tuhan.
Non Tes Obervasi Terlampir
2.1.1. Menunjukkan perilaku ingin tahu
dalam pembelajaran.
2.1.2. Menunjukkan perilaku
bekerjasama dalam kelompok
diskusi.
Non Tes Obervasi Terlampir
3.1.1. Mengidentifikasi pola dari suatu
barisan bilangan.
Tes Uraian Terlampir
4.1.1. Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan data berpola.
Tes Uraian Terlampir
129
Tangerang Selatan, 9 September 2019
Peneliti,
Raden Nabilah Fahrani
NIM. 11150170000007
130
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap sosial ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar dan siswa yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan pada kegiatan pembelajaran, penilaian dilakukan
dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
skor 4 apabila Selalu melakukan perilaku yang diamati
skor 3 apabila Sering melakukan perilaku yang diamati
skor 2 apabila Kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati
skor 1 apabila Tidak Pernah melakukan perilaku yang diamati
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
TahunPelajaran : 2019/2010
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap
Spiritual
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
131
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
132
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SOSIAL
(LEMBAR OBSERVASI)
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Menunjukkan perilaku ingin tahu dalam pembelajaran.
2. Menunjukkan perilaku bekerjasama dalam kelompok diskusi.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap Sosial
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
1. Kriteria penilaian pada perilaku ingin tahu
Skor 1 apabila tidak memperhatikan dan cenderung mengabaikan
pembelajaran.
Skor 2 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik tetapi tidak
mengajukan pertanyaan dan tidak antusias mencari jawaban.
Skor 3 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik dan
mengajukan pertanyaan tetapi tidak antusias dalam mencari jawaban.
Skor 4 apabila sudah memperhatikan pembelajaran dengan baik,
mengajukan pertanyaan, dan antusias mencari jawaban.
133
2. Kriteria penilaian pada perilaku bekerja sama:
Skor 1 apabila menolak atau tidak membaur sama sekali dengan teman
sekelompok
Skor 2 apabila sudah berusaha membaur dengan teman sekelompok tetapi
belum konsisten
Skor 3 apabila sudah berusaha membantu teman sekelompok jika diminta
Skor 4 apabila sudah berusaha membantu teman sekelompok tanpa diminta
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
134
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Kelas Kontrol
Satuan Pendidikan : SMP Negeri 1 Citeureup
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Mata Pelajaran : Matematika
Pokok Bahasan : Pola Bilangan
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 Pertemuan)
Pertemuan : 2
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar
1.1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
135
2.1. Menunjukkan sikap jujur, tertib dan mengikuti aturan, konsisten, disiplin
waktu, ulet, cermat dan teliti, maju berkelanjutan, bertanggung jawab,
berpikir logis, kritis, dan, kreatif serta memiliki rasa senang, ingin tahu,
ketertarikan pada ilmu pengetahuan, sikap terbuka, percaya diri, santun,
objektif, dan menghargai.
3.1. Membuat generalisasi dari pola pada barisan bilangan dan barisan konfigurasi
objek.
4.1. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pola pada barisan bilangan
dan barisan konfigurasi objek.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1.1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
3.1.1. Menentukan tiga buah bilangan genap atau ganjil berurutan dengan jumlah
tertentu menggunakan tabel.
4.1.1. Membangun keterampilan dasar dalam menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan pola bilangan berdasarkan angka satuan.
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui tanya jawab dan diskusi dalam pembelajaran pola bilangan terurut siswa
dapat:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada Tuhan.
3. Menentukan tiga buah bilangan genap atau ganjil berurutan dengan jumlah
tertentu menggunakan tabel.
4. Membangun keterampilan dasar dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pola bilangan berdasarkan angka satuan.
E. Materi Pembelajaran
Materi Pokok : Pola bilangan
136
F. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientific Approach
Metode : Tanya Jawab dan Diskusi
G. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Wkatu
Pendahuluan 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan
salam.
2. Guru meminta ketua kelas memimpin doa
sebelum memulai pembelajaran.
3. Guru mengecek kehadiran siswa.
4. Guru memberikan motivasi melalui sebuah
pantun.
“Ada buah namanya semangka
Ada ikan namanya piranha
Tidak susah matematika
Asal mau berusaha”
5. Guru melakukan tanya jawab terkait materi pada
pertemuan sebelumnya dan membahas salah satu
soal yang dijadikan sebagai PR jika diperlukan.
6. Siswa diberikan informasi tentang tujuan dan
proses pembelajaran yang akan dilakukan.
7. Siswa dibentuk kelompok yang terdiri atas 4
orang setiap kelompok.
8 Menit
Inti Langkah 1 Mengamati
1. Siswa diminta mengamati beberapa barisan
bilangan untuk mengidentifikasi ada tidaknya
pola pada barisan tersebut.
10 Menit
137
Contoh barisan bilangan:
2,3,5,7,11,13,17,23,...
7,14,21,28,35,42,49,...
1,2,4,8,16,32,64,...
Langkah 2 Menanya
1. Guru merangsang siswa untuk bertanya melalui
pembahasan terkait contoh barisan bilangan yang
diberikan.
2. Siswa dipersilakan untuk mengajukan
pertanyaan.
10 Menit
Langkah 3 Mengumpulkan Informasi
1. Guru menyajikan beberapa pertanyaan mengenai
masalah yang terdapat pada contoh 1.5 halaman
11 buku paket siswa terkait barisan bilangan
terurut.
2. Siswa mengumpulkan informasi dengan cara
membaca buku dan berdiskusi dengan teman
sekelompoknya untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
10 Menit
Langkah 4 Mengasosiasi
1. Siswa diminta untuk mengasosiasi informasi
yang telah didapatkannya terkait masalah barisan
bilangan terurut.
2. Guru membimbing siswa dalam merinci jawaban
yang akan dituju termasuk di dalamnya proses
klarifikasi jika saat berdiskusi terdapat pendapat
yang berbeda atau bertentangan.
15 Menit
Langkah 5 Mengkomunikasikan
1. Beberapa perwakilan siswa diminta untuk
32 Menit
138
mempresentasikan hasil diskusi bersama teman
sekelompoknya di depan kelas.
2. Siswa lainnya diminta menanggapi hasil
presentasi dari siswa yang maju.
3. Guru mengoreksi siswa apabila ada penyampaian
yang kurang tepat.
4. Guru memberikan penguatan berupa soal latihan
dan membahasnya bersama dengan siswa.
Penutup 1. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran
yang dipelajari pada pertemuan ini.
2. Guru memberikan PR (pekerjaan rumah).
3. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucap
hamdallah.
5 Menit
H. Alat, Bahan, Media, dan Sumber Pembelajaran
Alat dan Bahan: Whiteboard, Power Point, dan alat tulis lainnya.
Sumber : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Matematika SMP/MTs
Kelas VIII Semester 1, Karanganyar: CV. Bintang Timur, 2017.
I. Penilaian
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen Instrumen
1.1.1. Membaca doa sebelum dan
sesudah menjalankan kegiatan.
1.1.2. Melakukan usaha atau berikhtiar
dan berserah diri (tawakal)
kepada Tuhan.
Non Tes Obervasi Terlampir
3.1.1. Menentukan tiga buah bilangan
genap atau ganjil berurutan
Tes Uraian Terlampir
139
dengan jumlah tertentu
menggunakan tabel.
4.1.1. Membangun keterampilan dasar
dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan pola
bilangan berdasarkan angka
satuan.
Tes Uraian Terlampir
Tangerang Selatan, 9 September 2019
Peneliti,
Raden Nabilah Fahrani
NIM. 11150170000007
140
INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP SPIRITUAL
(LEMBAR OBSERVASI)
A. Petunjuk Umum
1. Instrumen penilaian sikap sosial ini berupa Lembar Observasi.
2. Instrumen ini diisi oleh guru yang mengajar dan siswa yang dinilai.
B. Petunjuk Pengisian
Berdasarkan pengamatan pada kegiatan pembelajaran, penilaian dilakukan
dengan memberi skor 4, 3, 2, atau 1 pada Lembar Observasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
skor 4 apabila Selalu melakukan perilaku yang diamati
skor 3 apabila Sering melakukan perilaku yang diamati
skor 2 apabila Kadang-kadang melakukan perilaku yang diamati
skor 1 apabila Tidak Pernah melakukan perilaku yang diamati
C. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
TahunPelajaran : 2019/2010
Waktu Pengamatan :
Indikator Pengamatan Sikap:
1. Membaca doa sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan.
2. Melakukan usaha atau berikhtiar dan berserah diri (tawakal) kepada
Tuhan.
No. Nama Peserta Didik
Skor
Indikator
Sikap
Spiritual
(1-4)
Jumlah
Skor Nilai
1 2
1.
2.
3.
4.
141
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dst.
Keterangan:
Skor Maksimal: 2 indikator x 4 = 8
Perolehan Skor
Nilai = ------------------- x
Nilai Ideal (4) Skor
Maksimal
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
Lampiran 4
KISI-KISI UJI COBA INSTRUMEN TES BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS SISWA
Materi : Pola Bilangan
Kompetensi Dasar : Mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa pada materi pola bilangan
Indikator
Kemampuan Indikator Kompetensi
Nomor
Soal
Menganalisis solusi Menganalisis solusi dari masalah terkait pola
bilangan dengan menyertakan alasan dan
mengilustrasikannya
1a, 3,
4a
Membangun
keterampilan dasar
Membangun keterampilan dasar dengan
memeriksa kebenaran suatu sumber pada
masalah pola bilangan
1b, 2b,
5a
Mengatur strategi dan
taktik
Mengatur strategi dan taktik dalam
menentukan tindakan yang tepat dengan
menyertakan langkah-langkahnya terkait
penyelesaian masalah pola bilangan
2a, 5b
Mengevaluasi solusi Mengevaluasi solusi yang didapatkan terkait
masalah pola bilangan melalui pertanyaan
yang membandingkan.
4b, 6
154
Lampiran 5
UJI COBA INSTRUMEN TES BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
SISWA
1. Tari Saman adalah tarian khas dari Aceh. Salah satu bagian yang menarik
dalam tarian ini ialah gerakan gelombang yang membentuk pola seperti pada
gambar di bawah ini.
Pada bagian ini, penari Saman akan melakukan gerakan membentuk tiga posisi
berurutan yaitu posisi atas, tengah, dan bawah secara bergantian setiap satu
detik.
a. Jika Amel memulai gerakan pada posisi tengah, setelah 15 kali mengulangi
gerakan tersebut, maka pada detik ke berapa ia akan berada di posisi bawah?
Berikan alasanmu!
b. Amel berpendapat bahwa dengan durasi 50 detik ia dan teman-temannya
akan berhenti di posisi semula. Apakah pendapat tersebut benar? Jelaskan!
2. Perhatikan dua barisan dibawah ini!
Barisan 1: 1,8,15,22,...
Barisan 2: 10,14,18,22...
a. Selly diminta menyusun kotak berdasarkan pola dari salah satu barisan
bilangan di atas. Jika Selly hanya diberikan 650 kotak untuk membuat
susunan yang terakhir, barisan mana yang harus ia pilih agar kotaknya tidak
tersisa? Jelaskan dengan menyertakan langkah-langkah penyelesaiannya!
155
b. Menurut Selly, jumlah 500 bilangan pada pertama Barisan 1 lebih kecil dari
jumlah 500 bilangan pertama pada Barisan 2. Apakah pendapat Selly
benar? Jelaskan!
3. Tias akan membuat hiasan gantung dari benang rajut. Ia membuat hiasan
tersebut dimulai dari sebuah simpul, membentuk pola satu simpul untuk tiga
cabang tali. Setiap ujung cabang tersebut dibuat menjadi simpul baru dengan
pola yang sama, sehingga membentuk tingkatan. Berdasarkan pola tersebut,
berapa jumlah cabang yang terbentuk jika Tias membuat hiasan dengan 12
tingkatan? Buatlah gambarnya lalu berikan alasanmu!
4. Tiket pertandingan sepak bola yang akan diselenggarakan di stadion Gelora
Bung Karno terbagi menjadi 4 jenis kelas secara berurutan yaitu kelas VVIP,
kelas VIP, kelas 1, dan kelas 2. Pembagian kelas tersebut dibagi sesuai dengan
jarak tempat duduk dari lapangan mulai dari yang terdekat sampai yang
terjauh. Tiket yang dijual setiap kelas berjumlah dua kali lipat lebih banyak
dari kelas sebelumnya dengan jumlah seluruhnya yaitu 75.000 tiket.
a. Berapa jumlah tiket yang disediakan untuk kelas VIP? Berikan alasanmu!
b. Jika tiket yang jual diberi nomor berurutan mulai dari nomor 1 pada kelas
VVIP, apakah nomor tiket 23.456, 45.678, dan 56.789 berada pada kelas
yang sama? Jelaskan!
5. Sri mempunyai cita-cita menjadi seorang hafidzah. Ia membiasakan diri untuk
menghafalkan ayat Al Quran secara bertahap dengan cara menambah jumlah
ayat yang dihafal secara konstan setiap harinya.
a. Jika Sri ingin menghafal surat Al Qadr yang dimulai dengan 1 ayat pada
hari pertama dan selalu menambah 2 ayat yang dihafal pada hari
selanjutnya, maka ia akan selesai menghafal pada hari ke – 3. Apakah
pernyataan tersebut benar? Jelaskan!
156
b. Jika Sri ingin menyelesaikan hafalan surat An-Naba dalam waktu 5 hari
yang dimulai dengan 4 ayat pada hari pertama, tentukanlah pola yang harus
ia pakai! Jelaskan dengan menyertakan langkah-langkah penyelesaiannya.
6. Bu Dyah ingin membuat hiasan berbentuk
bunga menggunakan kertas berwarna seperti
pada gambar di samping. Setelah diperhatikan,
jumlah kelopak pada setiap lapisan bunga
membetuk pola: 8,11,16,23,...
Bu Dyah meminta bantuan dua anaknya untuk
membuat bunga dengan dua ukuran berbeda,
yaitu 4 lapis dan 6 lapis.
Anak pertama mampu membuat satu kelopak bunga dalam waktu 2 detik,
sedangkan anak ke dua dalam waktu 3 detik. Jika anak ke dua mulai membuat
bunga (ukuran 4 lapis) pada pukul 09.10 WIB, maka pada pukul berapa anak
pertama harus mulai membuat bunga (ukuran 6 lapis) agar selesai di waktu
yang sama? Jelaskan!
157
Lampiran 6
HASIL UJI VALIDITAS ISI INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS MATEMATIS
No
Soal Esensial
Tidak
Esensial
Tidak
Relevan N CVR
Skor
Minimal Kesimpulan
1a 8 2 0 10 0,6 0,62 TIDAK
VALID
1b 10 0 0 10 1 0,62 VALID
2a 6 2 0 8 0,5 0,75 TIDAK
VALID
2b 8 1 0 9 0,78 0,78 VALID
3a 9 1 0 10 0,8 0,62 VALID
3b 9 1 0 10 0,8 0,62 VALID
4 10 0 0 10 1 0,62 VALID
5a 9 0 0 10 0,8 0,62 VALID
5b 10 0 0 10 1 0,62 VALID
6a 7 3 0 10 0,4 0,62 TIDAK
VALID
6b 9 1 0 10 0,8 0,62 VALID
#Nomor 1a dan 6a diperbaiki
158
Lampiran 7
HASIL UJI VALIDITAS EMPIRIS INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
Correlations
s1a s1b s2a s2b s3 s4a s4b s5a s5b s6 jumlah
s1a Pearson Correlation 1 ,045 ,177 ,429** ,382
* ,194 ,265 ,545
** ,164 ,040 ,630
**
Sig. (2-tailed) ,793 ,301 ,009 ,021 ,258 ,118 ,001 ,340 ,817 ,000
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s1b Pearson Correlation ,045 1 ,015 -,205 ,021 ,010 ,275 ,169 ,186 ,118 ,291
Sig. (2-tailed) ,793 ,932 ,229 ,904 ,952 ,105 ,325 ,278 ,492 ,085
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s2a Pearson Correlation ,177 ,015 1 ,399* ,340
* -,134 ,113 ,274 ,343
* ,328 ,442
**
Sig. (2-tailed) ,301 ,932 ,016 ,043 ,437 ,513 ,106 ,040 ,051 ,007
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s2b Pearson Correlation ,429** -,205 ,399
* 1 ,339
* ,271 ,225 ,511
** ,045 ,051 ,599
**
Sig. (2-tailed) ,009 ,229 ,016 ,043 ,110 ,187 ,001 ,795 ,767 ,000
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s3 Pearson Correlation ,382* ,021 ,340
* ,339
* 1 ,508
** ,654
** ,432
** ,266 ,296 ,702
**
Sig. (2-tailed) ,021 ,904 ,043 ,043 ,002 ,000 ,009 ,117 ,079 ,000
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s4a Pearson Correlation ,194 ,010 -,134 ,271 ,508** 1 ,698
** ,095 -,057 ,106 ,435
**
Sig. (2-tailed) ,258 ,952 ,437 ,110 ,002 ,000 ,581 ,743 ,538 ,008
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
159
s4b Pearson Correlation ,265 ,275 ,113 ,225 ,654** ,698
** 1 ,364
* ,169 ,574
** ,714
**
Sig. (2-tailed) ,118 ,105 ,513 ,187 ,000 ,000 ,029 ,324 ,000 ,000
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s5a Pearson Correlation ,545** ,169 ,274 ,511
** ,432
** ,095 ,364
* 1 ,333
* ,287 ,791
**
Sig. (2-tailed) ,001 ,325 ,106 ,001 ,009 ,581 ,029 ,047 ,089 ,000
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s5b Pearson Correlation ,164 ,186 ,343* ,045 ,266 -,057 ,169 ,333
* 1 ,533
** ,489
**
Sig. (2-tailed) ,340 ,278 ,040 ,795 ,117 ,743 ,324 ,047 ,001 ,002
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
s6 Pearson Correlation ,040 ,118 ,328 ,051 ,296 ,106 ,574** ,287 ,533
** 1 ,513
**
Sig. (2-tailed) ,817 ,492 ,051 ,767 ,079 ,538 ,000 ,089 ,001 ,001
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
jumlah Pearson Correlation ,630** ,291 ,442
** ,599
** ,702
** ,435
** ,714
** ,791
** ,489
** ,513
** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,085 ,007 ,000 ,000 ,008 ,000 ,000 ,002 ,001
N 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36 36
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
160
Lampiran 8
HASIL UJI RELIABILITAS INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS MATEMATIS
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
,768 9
161
Lampiran 9
HASIL UJI DAYA PEMBEDA INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
Siswa Soal
Jumlah 1a 1b 2a 2b 3 4a 4b 5a 5b 6
s6 1 4 2 4 2 1 4 4 1 3 26
s24 3 4 0 3 2 4 4 3 1 0 24
s26 3 1 1 1 2 1 3 4 4 3 23
s2 3 3 1 3 2 0 0 4 4 0 20
s12 3 4 0 1 2 1 3 4 0 0 18
s8 3 3 1 4 0 0 0 4 1 0 16
s23 3 3 1 4 0 0 0 4 1 0 16
s25 3 1 1 3 1 0 0 4 1 0 14
s33 3 1 1 4 1 1 0 3 0 0 14
s19 1 1 1 4 1 0 0 4 1 0 13
s22 3 1 1 4 0 0 0 4 0 0 13
s4 3 1 1 3 2 1 0 1 0 0 12
2,67 2,25 0,92 3,17 1,25 0,75 1,17 3,58 1,17 0,50 17,42
s5 3 4 0 0 0 0 0 4 0 0 11
s35 1 3 1 0 0 0 0 1 4 1 11
s10 1 3 1 1 0 0 0 1 4 1 10
s31 1 3 0 0 0 0 0 4 1 1 10
s16 0 3 1 0 1 0 0 3 1 0 9
162
s18 0 3 1 0 1 0 0 3 1 0 9
s30 1 4 1 0 1 0 0 1 1 0 9
s27 1 3 1 0 1 0 0 1 1 0 8
s32 1 3 1 3 0 0 0 0 0 0 8
s1 1 3 0 0 0 0 0 1 1 1 7
s14 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7
s28 3 1 1 0 1 0 0 1 0 0 7
s15 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 6
s29 1 3 1 0 0 1 0 0 0 0 6
s7 0 3 1 1 0 0 0 0 0 0 5
s34 0 0 0 3 1 1 0 0 0 0 5
s9 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 4
s20 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 4
s36 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 4
s3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3
s11 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3
s17 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3
s21 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 3
s13 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2
0,58 1,92 0,25 0,58 0,08 0,33 0,00 0,25 0,00 0,00 4,00
DP 0,52 0,08 0,17 0,65 0,29 0,10 0,29 0,83 0,29 0,13 3,35
Kriteria Baik Cukup Buruk Baik Cukup Buruk Cukup Sangat Baik Cukup Buruk
163
Lampiran 10
HASIL UJI TARAF KESUKARAN INSTRUMEN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
No Siswa Soal
Jumlah Nilai 1a 1b 2a 2b 3 4a 4b 5a 5b 6
1 s1 1 3 0 0 0 0 0 1 1 1 7 17,5
2 s2 3 3 1 3 2 0 0 4 4 0 20 50
3 s3 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3 7,5
4 s4 3 1 1 3 2 1 0 1 0 0 12 30
5 s5 3 4 0 0 0 0 0 4 0 0 11 27,5
6 s6 1 4 2 4 2 1 4 4 1 3 26 65
7 s7 0 3 1 1 0 0 0 0 0 0 5 12,5
8 s8 3 3 1 4 0 0 0 4 1 0 16 40
9 s9 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 4 10
10 s10 1 3 1 1 0 0 0 1 4 1 10 25
11 s11 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 3 7,5
12 s12 3 4 0 1 2 1 3 4 0 0 18 45
13 s13 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5
14 s14 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 17,5
16 s15 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 6 15
17 s16 0 3 1 0 1 0 0 3 1 0 9 22,5
18 s17 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 3 7,5
19 s18 0 3 1 0 1 0 0 3 1 0 9 22,5
20 s19 1 1 1 4 1 0 0 4 1 0 13 32,5
164
21 s20 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 4 10
22 s21 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 3 7,5
23 s22 3 1 1 4 0 0 0 4 0 0 13 32,5
24 s23 3 3 1 4 0 0 0 4 1 0 16 40
25 s24 3 4 0 3 2 4 4 3 1 0 24 60
26 s25 3 1 1 3 1 0 0 4 1 0 14 35
27 s26 3 1 1 1 2 1 3 4 4 3 23 57,5
28 s27 1 3 1 0 1 0 0 1 1 0 8 20
29 s28 3 1 1 0 1 0 0 1 0 0 7 17,5
30 s29 1 3 1 0 0 1 0 0 0 0 6 15
31 s30 1 4 1 0 1 0 0 1 1 0 9 22,5
32 s31 1 3 0 0 0 0 0 4 1 1 10 25
33 s32 1 3 1 3 0 0 0 0 0 0 8 20
34 s33 3 1 1 4 1 1 0 3 0 0 14 35
35 s34 0 0 0 3 1 1 0 0 0 0 5 12,5
36 s35 1 3 1 0 0 0 0 1 4 1 11 27,5
37 s36 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 4 10
1,5 2,3 0,6 1,4 0,6 1,5 0,4 1,8 0,8 0,3
IK 0,37 0,58 0,16 0,35 0,15 0,37 0,10 0,46 0,19 0,07
Kriteria Sedang Sedang Sukar Sedang Sukar Sedang Sukar Sedang Sukar Sukar
165
Lampiran 11
REKAPITULASI HASIL UJI VALIDITAS, RELIABILITAS, TINGKAT
KESUKARAN, DAN DAYA PEMBEDA
No.
Soal Validitas
Daya
Pembeda
Taraf
Kesukaran Reliabilitas Keterangan
1a Valid Baik Sedang
Tinggi
(tetap/baik)
Tidak Digunakan
1b Tidak
Valid Cukup Sedang Tidak Digunakan
2a Valid Buruk Sukar Digunakan
2b Valid Baik Sedang Digunakan
3 Valid Cukup Sukar Digunakan
4a Valid Buruk Sedang Digunakan
4b Valid Cukup Sukar Digunakan
5a Valid Sangat
Baik Sedang Digunakan
5b Valid Cukup Sukar Digunakan
6 Valid Buruk Sukar Digunakan
166
Lampiran 12
KISI-KISI INSTRUMEN TES BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA
Materi : Pola Bilangan
Kompetensi Dasar : Mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa pada materi pola bilangan
Indikator
Kemampuan Indikator Kompetensi
Nomor
Soal
Menganalisis solusi Menganalisis solusi dari masalah terkait pola
bilangan dengan menyertakan alasan dan
mengilustrasikannya
2 dan
3a
Membangun
keterampilan dasar
Membangun keterampilan dasar dengan
memeriksa kebenaran suatu sumber pada
masalah pola bilangan
1b dan
4a
Mengatur strategi dan
taktik
Mengatur strategi dan taktik dalam menentukan
tindakan yang tepat dengan menyertakan
langkah-langkahnya terkait penyelesaian
masalah pola bilangan
1a dan
4b
Mengevaluasi solusi Mengevaluasi solusi yang didapatkan terkait
masalah pola bilangan melalui pertanyaan yang
membandingkan.
3b dan
5
167
Lampiran 13
INSTRUMEN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
SISWA
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VIII/Ganjil
Materi : Pola Bilangan
Waktu : 2 x 40 Menit
|| Awali dengan berdoa || Ingat! Allah melihat, malaikat mencatat ||
Selamat Mengerjakan ^^
1. Perhatikan dua barisan dibawah ini!
Barisan 1: 1,8,15,22,...
Barisan 2: 10,14,18,22...
a. Selly diminta menyusun kotak berdasarkan pola dari salah satu barisan
bilangan di atas. Jika Selly hanya diberikan 650 kotak untuk membuat
susunan yang terakhir, barisan mana yang harus ia pilih agar kotaknya tidak
tersisa? Jelaskan dengan menyertakan langkah-langkah penyelesaiannya!
b. Menurut Selly, jumlah 500 bilangan pada pertama Barisan 1 lebih kecil dari
jumlah 500 bilangan pertama pada Barisan 2. Apakah pendapat Selly
benar? Jelaskan!
2. Tias akan membuat hiasan gantung dari benang rajut. Ia membuat hiasan
tersebut dimulai dari sebuah simpul, membentuk pola satu simpul untuk tiga
cabang tali. Setiap ujung cabang tersebut dibuat menjadi simpul baru dengan
pola yang sama, sehingga membentuk tingkatan. Berdasarkan pola tersebut,
berapa jumlah cabang yang terbentuk jika Tias membuat hiasan dengan 12
tingkatan? Buatlah gambarnya, lalu berikan alasanmu!
168
3. Tiket pertandingan sepak bola yang akan diselenggarakan di stadion Gelora
Bung Karno terbagi menjadi 4 jenis kelas secara berurutan yaitu kelas VVIP,
kelas VIP, kelas 1, dan kelas 2. Pembagian kelas tersebut dibagi sesuai dengan
jarak tempat duduk dari lapangan mulai dari yang terdekat sampai yang
terjauh. Tiket yang dijual setiap kelas berjumlah dua kali lipat lebih banyak
dari kelas sebelumnya dengan jumlah seluruhnya yaitu 75.000 tiket.
c. Berapa jumlah tiket yang disediakan untuk kelas VIP? Berikan alasanmu!
d. Jika tiket yang jual diberi nomor berurutan mulai dari nomor 1 pada kelas
VVIP, apakah nomor tiket 23.456, 45.678, dan 56.789 berada pada kelas
yang sama? Jelaskan!
4. Sri mempunyai cita-cita menjadi seorang hafidzah. Ia membiasakan diri untuk
menghafalkan ayat Al Quran secara bertahap dengan cara menambah jumlah
ayat yang dihafal secara konstan setiap harinya.
c. Jika Sri ingin menghafal surat Al Qadr yang dimulai dengan 1 ayat pada
hari pertama dan selalu menambah 2 ayat yang dihafal pada hari
selanjutnya, maka ia akan selesai menghafal pada hari ke – 3. Apakah
pernyataan tersebut benar? Jelaskan!
d. Jika Sri ingin menyelesaikan hafalan surat An-Naba dalam waktu 5 hari
yang dimulai dengan 4 ayat pada hari pertama, tentukanlah pola yang harus
ia pakai! Jelaskan dengan menyertakan langkah-langkah penyelesaiannya.
5. Bu Dyah ingin membuat hiasan berbentuk
bunga menggunakan kertas berwarna seperti
pada gambar di samping. Setelah diperhatikan,
jumlah kelopak pada setiap lapisan bunga
membetuk pola: 8,11,16,23,...
Bu Dyah meminta bantuan dua anaknya untuk
membuat bunga dengan dua ukuran berbeda,
yaitu 4 lapis dan 6 lapis.
169
Anak pertama mampu membuat satu kelopak bunga dalam waktu 2 detik,
sedangkan anak ke dua dalam waktu 3 detik. Jika anak ke dua mulai membuat
bunga (ukuran 4 lapis) pada pukul 09.10 WIB, maka pada pukul berapa anak
pertama harus mulai membuat bunga (ukuran 6 lapis) agar selesai di waktu
yang sama? Jelaskan!
170
Lampiran 14
KUNCI JAWABAN INSTRUMEN TES BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
1. Diketahui:
Barisan 1: 1,8,15,22,...
Barisan 2: 10,14,18,22...
Jumlah kotak yang tersedia untuk susunan terakhir: 650
Jawab:
a. Membuat langkah-langkah penyelesaian agar kotak tidak tersisa
1) Mengidentifikasi pola
Ke dua barisan di atas membentuk pola barisan aritmatika sehingga dapat
menggunakan rumus dan
2) Menentukan nilai untuk masing-masing barisan untuk
Barisan 1:
Karena nilai harus bilangan bulat, maka nilai yang mungkin yaitu 93
Memeriksa kembali:
Barisan 2:
Memeriksa kembali:
3) Menentukan pola barisan yang tepat
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka Selly harus memilih pola
Barisan 2 untuk menyusun 650 kotak pada baris terakhir agar kotaknya tidak
tersisa.
b. Memeriksa jumlah 500 bilangan pertama
171
Untuk Barisan 1:
Untuk Barisan 2:
Berdasarkan perhitungan tersebut, diketahui bahwa jumlah 500 bilangan
pertama Barisan 1 lebih besar dari jumlah 500 bilangan pertama Barisan 2
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapat Selly tidak benar.
2. Diketahui:
Pola: Satu simpul untuk tiga cabang tali, membentuk tingkatan.
Jawab:
Mengilustrasikan masalah:
Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka pola yang terbentuk adalah
pola barisan geometri dengan rasio 3.
Memberikan alasan:
Berdasarkan pola tersebut maka banyaknya cabang dapat ditentukan dengan
persamaan:
Sehingga, banyaknya cabang yang terbentuk pada 12 gelombang rajutan yaitu
265.720
172
3. Diketahui:
Banyaknya kelas
Urutan kelas VVIP, VIP, Kelas 1, Kelas 2
Jumlah seluruh tiket
Jumlah tiket: 2 kali lebih banyak dari kelas sebelumnya
a. Menentukan jumlah tiket kelas VIP
Mengilustrasikan masalah
Misalkan jumlah tiket untuk kelas pertama adalah , maka barisan jumlah tiap
kelas yaitu
Dengan memperhatikan pola tersebut, maka pola yang terbentuk adalah pola
barisan geometri dengan rasio 2.
Memberikan alasan
Berdasarkan pola tersebut maka banyaknya tiket dapat ditentukan dengan
persamaan dan
Untuk dapat menentukan nilai , perlu ditentukan terlebih dahulu nilai
Kelas VIP berada pada urutan ke dua, maka
Sehingga jumlah tiket yang disediakan untuk kelas VIP sebanyak 10.000
b. Mengevaluasi
Berdasarkan nilai yang telah ditentukan, maka barisan jumlah tiket setiap
kelas menjadi
Jika diberi nomor, maka nomor tiket pada setiap kelas yaitu:
173
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tiket nomor 23.456 berada pada kelas
1, sedangkan nomor 45.678 dan 56.789 berada pada kelas 2 sehingga ke tiga
tiket tersebut tidak berada pada kelas yang sama.
4. Diketahui:
Sri menambah hafalan secara konstan setiap hari
Ia mulai menghafal 1 ayat Al Qodr dan menambah 2 setiap hari
Ia ingin menyelesaikan hafalan surat An Naba dalam waktu 5 hari dan mulai
menghafal 4 ayat
Jawab:
a. Memeriksa kebenaran
Barisan jumlah ayat yang dihafal Sri membentuk barisan aritmatika yaitu:
1,3,5,7,...
Karena jumlah surat Al Qodr adalah 5 ayat dan diketahui bahwa nilai ,
maka ia akan selesai menghafal pada hari ke-3 sehingga pendapat Sri benar.
b. Menentukan pola yang harus dipakai
1) Mengidentifikasi yang dimaksud
Surat An Naba berjumlah 40 ayat, maka
2) Menentukan jumlah hafalan yang ditambah setiap hari
3) Menentukan pola yang harus dipakai
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka pola yang perlu dipakai
oleh Sri adalah menambah 9 ayat yang dihafal setiap harinya (aritmatika
dengan nilai beda = 9)..
174
5. Diketahui:
Pola bunga: 8,11,16,23,...
Ukuran bunga: 4 lapis dan 6 lapis.
Waktu (anak pertama): 2 detik/kelopak
Waktu (anak ke dua): 3 detik/kelopak
Waktu mulai anak ke dua: 09.10 WIB
Jawab: Menentukan waktu agar selesai bersamaan
Waktu untuk membuat bunga 4 lapis : 3 detik x 58 = 174 detik = 2 menit 54
detik
Waktu untuk membuat bunga 6 lapis : 2 detik x 133 = 266 detik = 4 menit 26
detik
Jika anak ke dua mulai membuat pada pukul 09.10 WIB, maka ia akan selesai
pada pukul 09.12.54 WIB
Sehingga, untuk dapat menyelesaikan bunga pada pukul 09.12.54 WIB, maka
anak pertama harus memulainya pada pukul 09.08.28 WIB.
175
Lampiran 15
PEDOMAN PENSKORAN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS
Indikator Kriteria Skor
Menganalisis solusi Mengidentifikasi dan mengilustrasikan masalah
dengan benar, melakukan perhitungan dengan
tepat, dan memberikan alasan yang logis
berdasarkan konsep yang telah dipelajari.
4
Mengidentifikasi dan mengilustrasikan masalah
dengan benar, kurang tepat dalam melakukan
perhitungan, namun memberikan alasan yang
logis berdasarkan konsep yang telah dipelajari.
3
Mengidentifikasi dan mengilustrasikan masalah
dengan benar, melakukan perhitungan dengan
tepat, namun tidak memberikan alasan yang logis
berdasarkan konsep yang telah dipelajari.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan benar. 1
Tidak memberi jawaban. 0
Membangun
keterampilan dasar
Mengidentifikasi masalah, mempertimbangkan
kebenaran suatu pernyataan, dan memberikan
alasan dengan benar.
4
Mengidentifikasi masalah dan mempertimbangkan
kebenaran suatu pernyataan dengan benar namun
kurang tepat dalam memberikan alasan.
3
Mengidentifikasi masalah dan memberikan alasan
dengan benar namun kurang tepat dalam
mempertimbangkan kebenaran suatu pernyataan.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan benar. 1
Tidak memberi jawaban. 0
Mengatur strategi Mengidentifikasi masalah dengan benar, 4
176
dan taktik melakukan perhitungan dengan menyertakan
langkah-langkah penyelesaian dan membuat
keputusan dengan tepat.
Mengidentifikasi masalah dengan benar, tepat
dalam melakukan perhitungan dengan
menyertakan langkah-langkah penyelesaian,
namun kurang tepat dalam membuat keputusan.
3
Mengidentifikasi masalah dengan benar, kurang
tepat dalam melakukan perhitungan dengan
menyertakan langkah-langkah penyelesaian,
namun membuat keputusan dengan tepat.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan benar. 1
Tidak memberi jawaban. 0
Mengevaluasi solusi Mengidentifikasi masalah dengan benar,
melakukan perhitungan dan membuat kesimpulan
dengan tepat.
4
Mengidentifikasi masalah dan melakukan
perhitungan dengan benar, namun kurang tepat
dalam membuat kesimpulan.
3
Mengidentifikasi masalah dengan benar, kurang
tepat dalam melakukan perhitungan, namun
membuat kesimpulan dengan tepat.
2
Hanya mengidentifikasi masalah dengan benar. 1
Tidak memberi jawaban. 0
177
Lampiran 16
HASIL POST TEST KELOMPOK EKSPERIMEN
NO NAMA SISWA Nomor Soal
Jumlah Nilai 1a 1b 2 3a 3b 4a 4b 5
1 E1 2 1 2 0 0 1 0 0 6 18,8
2 E2 0 1 1 1 1 0 0 0 4 12,5
3 E3 1 1 1 1 2 3 0 1 10 31,3
4 E4 1 1 1 1 2 3 0 1 10 31,3
5 E5 0 0 1 1 2 1 0 1 6 18,8
6 E6 1 0 1 1 2 0 0 1 6 18,8
7 E7 1 0 1 1 1 0 0 0 4 12,5
8 E8 2 1 1 1 0 4 0 1 10 31,3
9 E9 1 1 1 1 1 1 1 0 7 21,9
10 E10 1 3 1 1 1 2 0 0 9 28,1
11 E11 1 1 1 1 1 0 0 0 5 15,6
12 E12 2 3 0 1 1 1 1 0 9 28,1
13 E13 2 3 1 1 1 4 1 0 13 40,6
14 E14 1 0 1 1 1 1 0 1 6 18,8
15 E15 1 0 1 1 0 1 0 0 4 12,5
16 E16 0 1 1 1 2 4 0 0 9 28,1
17 E17 0 1 1 1 2 4 3 0 12 37,5
18 E18 0 1 0 1 2 4 1 0 9 28,1
19 E19 1 1 1 1 2 1 4 0 11 34,4
20 E20 1 0 0 1 1 4 1 0 8 25,0
21 E21 1 3 0 1 1 0 0 0 6 18,8
22 E22 1 1 1 1 1 4 3 1 13 40,6
23 E23 1 1 1 1 2 1 0 0 7 21,9
24 E24 1 1 1 1 0 1 0 0 5 15,6
25 E25 1 3 1 1 2 4 3 0 15 46,9
26 E26 1 3 1 1 0 4 0 1 11 34,4
27 E27 1 3 1 1 0 4 0 0 10 31,3
28 E28 1 1 1 1 1 0 0 0 5 15,6
29 E29 1 3 1 1 0 0 0 0 6 18,8
Rata-rata 1 1,3 0,9 1 1,1 2 0,6 0,3 25,4
Per Indikator 24 34 22 24 28 49 16 6,9
178
Lampiran 17
HASIL POST TEST KELOMPOK KONTROL
NO NAMA
SISWA
Nomor Soal Jml Nilai
1a 1b 2 3a 3b 4a 4b 5
1 K1 1 3 0 1 2 1 0 0 8 25,0
2 K2 1 3 1 0 0 0 0 0 5 15,6
3 K3 1 3 1 0 0 0 0 0 5 15,6
4 K4 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3,1
5 K5 2 1 0 0 1 0 0 0 4 12,5
6 K6 1 1 1 0 0 4 0 0 7 21,9
7 K7 1 1 0 1 0 0 0 1 4 12,5
8 K8 1 3 0 0 0 4 1 0 9 28,1
9 K9 1 1 1 0 0 0 0 0 3 9,4
10 K10 0 1 0 0 0 0 0 0 1 3,1
11 K11 0 1 0 1 0 1 1 0 4 12,5
12 K12 0 0 1 1 0 0 0 0 2 6,3
13 K13 0 1 1 1 0 0 0 0 3 9,4
14 K14 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3,1
15 K15 1 1 1 1 0 1 1 0 6 18,8
16 K16 0 0 1 0 0 0 0 0 1 3,1
17 K17 1 1 1 1 1 0 1 0 6 18,8
18 K18 4 1 1 1 1 1 1 0 10 31,3
19 K19 1 1 1 0 0 0 0 0 3 9,4
20 K20 1 1 1 1 0 0 0 0 4 12,5
21 K21 1 1 1 1 1 3 1 1 10 31,3
22 K22 1 1 1 1 1 3 1 0 9 28,1
23 K23 1 0 1 1 1 3 0 0 7 21,9
24 K24 1 0 1 0 0 0 0 1 3 9,4
25 K25 4 4 1 1 1 4 0 1 16 50,0
26 K26 1 0 1 1 0 0 0 0 3 9,4
27 K27 2 3 1 1 1 0 0 0 8 25,0
28 K28 1 0 1 0 0 0 0 0 2 6,3
29 K29 1 1 0 1 1 0 0 0 4 12,5
Rata-rata 1,1 1,2 0,7 0,6 0,4 0,9 0,2 0,1 16,1
Per Indikator 28 29 17 14 9,5 22 6 3,4
179
Lampiran 18
HASIL UJI NORMALITAS TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS SISWA
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Kelas Eksperimen ,174 29 ,025 ,943 29 ,120
Kelas Kontrol ,180 29 ,017 ,902 29 ,011
a. Lilliefors Significance Correction
180
Lampiran 19
HASIL PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS TES KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA
Test of Homogeneity of Variances
Nilai
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,126 1 56 ,724
181
Lampiran 20
HASIL PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS KEMAMPUAN BERPIKIR
KRITIS MATEMATIS SISWA
Test Statisticsa
Nilai
Mann-Whitney U 194,500
Wilcoxon W 629,500
Z -3,531
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Grouping Variable: Faktor
182
Lampiran 21
KISI-KISI INSTRUMEN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
MATEMATIS TAHAP PRA PENELITIAN
Materi : Bangun Ruang Sisi Datar
Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan
bagian-bagiannya, serta menentuka ukurannya
Kompetensi Dasar Indikator Soal
Indikator
Kemampuan
Berpikir Kritis
Nomor
Soal
1. Mengidentifikasi
sifatsifat kubus,
balok, prisma dan
limas serta
bagianbagiannya
2. Membuat jaring-
jaring kubus, balok,
prisma dan limas
3. Menghitung luas
permukaan dan
volume kubus,
balok, prisma dan
limas
Membandingkan
volume dua limas
Menganalisis
argumen 1
Menentukan
perubahan volume
kubus
Menarik kesimpulan
2
Menentukan volume
kubus dan balok
Mengidentifikasi
asumsi 3
Menentukan volume
prisma
Memutuskan suatu
tindakan
4
183
Lampiran 22
INSTRUMEN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
TAHAP PRA PENELITIAN
1. Arya memiliki dua buah limas dengan ukuran tinggi yang sama yaitu 10 cm,
namun alas kedua limas tersebut memiliki bentuk alas yang berbeda. Limas
pertama alasnya berbentuk persegi dengan panjang sisi 21 cm, sedangkan
limas kedua memiliki alas lingkaran dengan ukuran jari-jari 21 cm. Apakah
perbandingan volume limas pertama dan limas kedua adalah 1:3? Jelaskan
alasanmu!
2. Sebuah kubus memiliki volume sebesar . Jika rusuk kubus dibuat
menjadi setengah panjang semula, apakah yang dapat kamu simpulkan dari
perubahan volume kubus tersebut?
3. Kamu diminta merancang sebuah kubus dan balok yang jumlah volume
keduanya , dengan syarat ukuran rusuk kubus dan balok merupakan
bilangan bulat yang lebih dari 1. Ada berapa rancangan yang dapat kamu
buat? Sebutkan!
4. Kamu ingin membuat sebuah kotak berbentuk prisma segiempat dengan alas
persegi dan tingginya lebih dari , pinggiran kotak tersebut akan dihiasi
menggunakan pita sepanjang . Tentukan ukuran-ukuran kotak
tersebut, dengan syarat ukuran sisi alas merupakan bilangan asli kurang dari
6! Ukuran kotak mana yang akan kamu pilih? Jelaskan alasannya!
184
Lampiran 23
HASIL TES KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS TAHAP
PRA PENELITIAN
Soal/ Siswa
1 2 3 4 Jumlah Nilai
S1 0 3 0 0 3 18,75
S2 2 3 0 0 5 31,25
S3 0 3 0 0 3 18,75
S4 0 3 0 0 3 18,75
S5 0 0 0 0 0 0,00
S6 0 3 0 0 3 18,75
S7 0 3 0 0 3 18,75
S8 0 3 0 0 3 18,75
S9 0 1 0 0 1 6,25
S10 0 2 0 0 2 12,50
S11 2 0 0 0 2 12,50
S12 2 2 0 0 4 25,00
S13 2 3 0 0 5 31,25
S14 2 2 0 0 4 25,00
S15 2 3 0 0 5 31,25
S16 2 0 0 0 2 12,50
S17 2 3 0 0 5 31,25
S18 2 3 0 0 5 31,25
S19 3 0 0 1 4 25,00
S20 2 3 0 0 5 31,25
S21 2 2 0 0 4 25,00
S22 0 0 0 0 0 0,00
S23 0 2 0 0 2 12,50
S24 0 2 0 0 2 12,50
S25 0 0 0 0 0 0,00
S26 0 3 0 0 3 18,75
S27 0 2 0 0 2 12,50
S28 2 3 2 1 8 50,00
S29 2 2 0 0 4 25,00
S30 0 0 0 0 0 0,00
S31 0 0 0 0 0 0,00
S32 2 3 0 0 5 31,25
S33 0 2 0 0 2 12,50
Rata-rata 18,75
185
Lampiran 24
HASIL WAWANCARA TAHAP PRA PENELITIAN
Nama Guru : Efendi
Tempat : SMP Negeri 1 Citeureup
Hari, tanggal : Senin, 15 April 2019
1. Peneliti : Sudah berapa lama Bapak mengajar Matematika?
Pak Fendi : Sudah 29 tahun
2. Peneliti : Kendala apa yang Bapak rasa paling menonjol selama mengajar
matematika? Khususnya pada tahun ini.
Pak Fendi : Semangat anak kurang, mungkin dasar dari bawahnya (kurang
baik) sehingga ke sininya kita (merasa) agak repot. Tapi hanya
beberapa persen lah, selebihnya bisa. Setiap tahun saya rasakan
seperti itu tapi dengan pesentase yang berbeda. Tahun ini saya
rasa lebih parah dari sebelumnya, mungkin terpengaruh dari
sistem zonasi sehingga sekolah-sekolah dari daerah lebih banyak
masuk.
3. Peneliti : Biasanya Bapak membuka pembelajaran dengan cara apa?
Pak Fendi : Seperti biasa, dibuka dengan salam, berdoa, dan mengabsen
siswa, lalu dilanjutkan seperti biasanya.
4. Peneliti : Metode apa yang Bapak gunakan dalam pembelajaran?
Pak Fendi : Macam-macam, tergantung materinya. Tapi yang paling
dominan itu metode ceramah dan drill.
5. Peneliti : Apakah Bapak pernah menggunakan metode pembelajaran yang
lain?
Pak Fendi : Pernah
6. Peneliti : Bagaimana respon dan antusias siswa terhadap metode
pembelajaran yang baru?
Pak Fendi : Kadang-kadang mereka bisa namun kadang-kadang mereka juga
merasa kesulitan, kalau mereka kesulitan kita juga (sebagai guru)
ikut terbawa menjadi pusing (bagaimana mengatasinya).
186
7. Peneliti : Soal-soal seperti apa yang diberikan kepada siswa dalam
pelajaran Matematika?
Pak Fendi : Seperti soal-soal pada umumnya, siswa merasa kesulitan saat
diberikan soal cerita.
8. Peneliti : Bagaimana nilai siswa dalam pelajaran Matematika?
Pak Fendi: Rata-rata pencapaian siswa itu sekitar 50% yang berada di atas,
30% menengah, dan 20% yang anjlok di bawah.
9. Peneliti : Menurut Bapak, apakah kemampuan berpikir kritis siswa
diperlukan dalam pembelajaran?
Pak Fendi : Perlu, (tapi kenyataannya) kemampuan berpikir kritis siswa
setiap tahunnya mengalami fluktuasi karena inputnya berbeda,
kita harus mempelajari setiap tahunnya.
10. Peneliti : Apakah siswa sudah menunjukan sikap yang kritis dalam
pembelajaran?
Pak Fendi : Bisa dilihat tapi belum bisa full dirubah (untuk siswa yang
belum menunjukkan sikap kritisnya).
11. Peneliti : Apa cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa?
Pak Fendi: Meningkatkan minat anak dalam belajar terlebih dahulu lalu
merangsang mereka untuk mau diajak berpikir kritis.
12. Peneliti : Bagaimana tanggapan Bapak jika ada penelitian terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa?
Pak Fendi : Bagus, karena hasil penelitian itu bisa dijadikan pembelajaran
untuk kita agar dapat menjadi solusi ke depannya.
187
Lampiran 25
188
189
190
191
192
193
194
195
Lampiran 26
196
Lampiran 27
HASIL UJI PLAGIARISME
Top Related