Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
292
PENGARUH KRIB TERHADAP KECEPATAN ALIRAN PADA SUNGAI
KRUENG ACEH
Sari Rezekia,*, Eldina Fatimahb, Masiminb aMagister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh bJurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author, email address: [email protected]
A R T I C L E I N F O A B S T R A C T
Article History: The Krueng Aceh River is one of the rivers that has a large discharge
that crosses two administrative areas, namely Banda Aceh City and
Aceh Besar District. One of the problems of the Krueng Aceh river in
the Pango flyover bridge area downstream is the high-speed distribution
at the bend in the river. The influence of the bridge pillars on the river
bend has resulted in changes in the river cross section and threatens
public facilities in front of it. Based on this analysis, it is necessary to
control and safeguard the river, namely by placing the groove. The aim
of this research is to get the distribution of velocity that occurs from the
laying of the crib construction. The methodology used in this study is a
hydrodynamic numerical modeling approach using the Surface Water
Modeling System (SMS 11.2) program. Performing the calibration with
the parameter n = 0.025, the absolute error value was 0.039 one and
0.051 two. Based on the results of analysis of 20 scenarios with
variations in the distance of 7 m and 9 m, variations in the number of
grooves 5 units and 3 units, variations in angles perpendicular, angles
10°, 30° (degrees) downstream and upstream. Based on the analysis of
the velocity of the same number of groves with variations in distance,
the results are (V7 m> V9 m 5 units) and (V7 m <V9 m 3 units).
The simulation results show that the greater the number of grout, the
more negative impact it has on the downstream grating, the denser the
groin distance the higher the velocity value. From the 20 scenarios, one
scenario obtained according to field conditions, namely the 7 m distance
scenario, 3 units in total, the angle of placing the groove 30 upstream
(GUb3L7). The results of the speed distribution observations obtained
the GUb3L7 <Existing (without pillar) scenario.
Received 06 May 2020
Accepted 28 December 2020
Online 30 December 2020
Keywords:
Krib
Speed Distribution
River
Turns
Distance
Amount
©2020 Magister Teknik Sipil Unsyiah. All rights reserved
1. PENDAHULUAN
Sungai Krueng Aceh dengan Panjang sungai ± 145 km yang bermeander (berbelok-belok) akan
menimbulkan adanya arus sekunder atau arus melintang, yang nilainya lebih kecil dari kecepatan pada
aliran utamanya. Kondisi morfologi sungai yang demikian cenderung mengakibatkan kecepatan yang
terjadi mengarah ke daerah tertentu di sisi luar belokan. Aliran akan berusaha bergerak keluar, sehingga
distribusi kecepatan air di sisi luar belokan akan lebih besar dibanding di sisi dalam belokan. Pada kondisi
sungai Krueng Aceh tepatnya dibelokkan sungai terdapat bangunan jembatan fly over di desa Pango,
kondisi ini menyebabkan distribusi kecepatan pada belokan dalam lebih besar dari belokan luar, pengaruh
adanya pilar jembatan pada belokan sungai sehingga aliran berubah.
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP)
Journal of Archive in Civil Engineering and Planning E-ISSN: 2615-1340; P-ISSN: 2620-7567
Journal homepage: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JARSP/index
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
293
Permasalahan yang terdapat pada lokasi Sungai Krueng Aceh mulai dari jembatan fly over Pango ke
arah hilir yaitu terjadi distribusi kecepatan pada belokan dalam sungai lebih besar dari belokan luar,
mengakibatkan perubahan pada penampang sungai, sehingga dapat mengancam fasilitas umum yang ada
di depannya, pada lokasi hanya ada tanggul sedangkan bangunan pengaman tebing atau krib pada lokasi
yang berfungsi untuk mengendalikan arus belum ada.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Krib
Konstruksi krib merupakan suatu bentuk pelindung secara tidak langsung yang digunakan untuk
melindungi tebing sungai secara tidak langsung dari bahaya gerusan lokal dan gejala meander karena arus,
memindahkan/mengarahkan arus sungai sesuai tujuannya dan memperdalam alur sungai dengan cara
mempersempit alur, yaitu dengan memasang serial krib (Sunaryo dan Daoed, 2010).
Berdasarkan tingkat permeabilitas, menurut Sosrodarsono dan Tominaga (1985:174), secara garis besar
krib diklasifikasikan menjadi 3 tipe konstruksi krib yaitu: krib permeabel, krib impermeabel dan krib semi
impermeabel. Formasi krib yang umumnya diterapkan yaitu tegak lurus aliran, condong kearah hulu,
condong kearah hilir dan kombinasi.
2.2 Peletakan Krib
Peletakan konstruksi krib disesuaikan dengan fungsinya baik untuk perbaikan arah, untuk perbaikan
alinyemen ataupun sebagai perkuatan tebing harus mempertimbangkan perencanaan sungai secara
keseluruhan, agar pengelolaan sungai dapat berjalan dengan baik. Peletakan krib pada belokan sungai dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peletakan Krib pada Tikungan Sungai
Hasil distribusi kecepatan yang terbentuk sangat berpengaruh terhadap sudut peletakan krib. peletakan
krib sepanjang daerah krib, diambil berdasarkan panjang tebing yang perlu dilindungi dengan
memperhitungkan kemungkinan perubahan arus pada keadaan krib terpasang.
2.3 Pengarah Arus (Krib) atau Pelindung Tebing Tidak Langsung
Krib merupakan suatu bentuk pelindung tebing yang digunakan untuk melindungi tebing sungai dari
bahaya gerusan lokal dan gejala meander karena arus, memindahkan/mengarahkan arus sungai sesuai
tujuannya dan memperdalam alur sungai dengan cara mempersempit alur, yaitu dengan memasang serial
krib.
2.4 Perilaku Aliran Pada Belokan Sungai
Mudjiatko (2000) menyatakan bahwa air yang mengalir melewati suatu belokan akan mengalami suatu
gaya sentrifugal yaitu gaya yang menyebabkan air bergerak keluar belokan. Gaya sentrifugal akan bekerja
jika tidak terjadi transfer massa air ke arah transversal. Akibat adanya distribusi kecepatan aliran terhadap
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
294
kedalaman dimana kecepatan pada permukaan lebih besar dari kecepatan di dekat dasar, maka akan
berpengaruh pada distribusi gaya sentrifugal tersebut. Gaya sentrifugal akan lebih besar di permukaan dari
pada di dekat dasar.
2.5 Surface Water Modelling System (SMS)
Surface water Modeling System (SMS) merupakan program yang dirancang untuk mengambarkan pola
aliran pada permukaan, dengan tampilan pemodelan 1D, 2D dan 3D dalam bentuk hidrodinamika. Dalam
penyelesaian masalah pemodelan ini melibatkan satu sub program RMA2. RMA2 merupakan sub program
penyelesaian persamaan dinamik aliran dua dimensi (Boss SMS, 1995).
2.6 Pola aliran (RMA2)
Salah satu modul perangkat lunak BOSS Surface water Modeling System (SMS 11.2) yaitu RMA2
(Resources Management Association Inc), dengan sub program RMA2 ini dapat diketahui elevasi
permukaan air dan kecepatan aliran setiap titik dengan jaring-jaring elemen hingga tampilan bentuk air
seperti sungai, pelabuhan dan muara. RMA2 mampu menyelesaikan permasalahan aliran permanen dan
tidak permanen, dengan bahasa lainnya kondisi batas (debit yang masuk, elevasi permukaan air) dapat
diubah-ubah menurut waktu. Program ini dibuat untuk menyelesaikan model dengan kondisi aliran dinamik
yang disebabkan oleh fluktuasi aliran permukaan atau siklus pasang surut. RMA2 tidak digunakan untuk
aliran super kritis.
Output dari RMA2 dituliskan dari binary solution file. File yang berisi penyelesaian dari satu atau
beberapa langkah waktu tergantung apakah analisa alirannya permanen atau sementara (tidak permanen)
yang ditentukan. File solution dapat dijadikan input bagi program SMS untuk menampilkan dalam bentuk
grafik. Persamaan umum pada air dangkal oleh RMA2 dipecahkan dengan mengikuti rumus 1, 2, dan 3
(Boss SMS, 1995).
Di mana:
h : kedalaman (m)
u,v : kecepatan pada arah sumbu x dan y (m/det)
x,y,t : koordinat Cartesian dan waktu
Ρ : rapat massa zat cair
g : percepatan gravitasi
E : koefisien Eddy Viscositas, untuk xx adarah arah normal pada sumbu x, untuk yy adalah
arah normal pada sumbu y, untuk xy dan yx adalah arah shear pada tiap-tiap permukaan.
a : elevasi dasar
n : nilai kekasaran Manning
(1)
(3)
(2)
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
295
1.486 : konversi dari unit metric ke English unit.
ς : koefisien gesekan angin, Va
ψ : kecepatan angin dan arah angin, ω
Ø : tingkat rotasi anguler bumi dan latitude lokal.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di wilayah Kota Banda Aceh yaitu di aliran sungai Krueng Aceh tepatnya di
jembatan fly over Pango Kecamatan Ulee Kareng.
Gambar 2. Lokasi Penelitian
3.2 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan yang terdiri dari data topografi,data debit banjir dan data elevasi muka air.
Beberapa peta di antaranya : Peta wilayah administrasi Provinsi Aceh, Peta topografi DAS, data tersebut
bersumber dari instansi terkait.
3.3 Pengolahan Data
Penelitian mengunakan program Surface Water Modeling System (SMS). Panjang krib ditetapkan
6,16 % lebar sungai (Pk), variasi interval jarak (2,8 dan 3,6) kali panjang krib (Jk), variasi jumlah krib 5
unit dan 3 unit (2 variasi jumlah krib). Peletakan krib terhadap aliran dengan 5 variasi sudut yaitu sudut
tegak lurus, sudut 10, 30 ke arah hilir dan ke arah hulu.
3.4 Pemodelan
Pemodelan dengan menggunakan software Surface Water Modeling System (SMS).
1. Dalam penggunaan program software SMS diperlukan peta kontur sungai dalam bentuk file
(*dwg/dxf).
2. Penetapan kondisi batas simulasi (boundary condition).
3. Membuat jaring elemen hingga (mesh).
4. Menginput data debit dan tinggi elevasi sungai Krueng Aceh.
5. Simulasi pola aliran dengan menggunakan RMA2
6. Kalibrasi model dilakukan untuk menyesuaikan hasil simulasi dengan kondisi di lapangan.
Lokasi
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
296
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kalibrasi
Pada penelitian ini nilai yang di kalibrasi adalah nilai koefisien manning (n). Berdasarkan hasil
kecepatan pengukuran pada pias satu sebesar 0,659 m/dtk dan pias dua 0,622 m/dtk. Hasil simulasi
didapatkan besar kecepatan pada pias satu 0,583 m/dtk dan pada pias dua 0,710 m/dtk. Diperoleh nilai
kesalahan absolut sebesar 0,039 pada pias satu dan 0,051 pada pias dua, dari nilai tersebut maka data disebut
valid karena besarnya nilai kesalahan absolut lebih kecil dari 1, dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 5
memperlihatkan titik pengamatan kecepatan secara melintang sungai dan memanjang sungai
Gambar 4. Grafik Kalibrasi
Gambar 5. Titik Pengamatan Kecepatan
4.2 Perbandingan Antar Variasi Jarak
Hasil simulasi RMA2 dengan variasi jarak 7 m dan 9 m, variasi jumlah krib 5 unit dan 3 unit, diperoleh
20 skenario, bentuk kontur kecepatan yang dihasilkan dari skenario sudut masing-masing : Tegak lurus,
10,30 kearah hulu dan hilir. Berikut dapat dilihat Grafik kecepatan secara melintang, pada jumlah krib 5
unit terdapat 44 titik pengamatan, sedangkan jumlah krib 3 unit terdapat 28 titik pengamatan kecepatan.
Berikut skenario jarak 7 m dan 9 m, jumlah krib sama yaitu 5 unit dengan 5 sudut peletakan krib yaitu tegak
lurus, 10,30 kearah hilir dan 10,30 kearah hulu dapat dilihat pada Gambar 6.
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
297
(a) (b)
Gambar 6. Grafik pengamatan kecepatan KC1, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 5 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 5 unit, pada titik KC1 dengan 4
garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik Pengamatan Kecepatan KC1
Jarak Krib Sudut Krib KC1 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 1,835 2,171 3,384 3,325
9 m Tegak lurus 2,091 2,243 3,295 3,236
Hasil Tabel 1 bahwa kecepatan maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus, KC1 = V7 m
> V9 m, berada pada (TS) sebesar 3,384 m/dtk. Grafik pengamatan kecepatan pada titik tengah (KC6) dapat
dilihat pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7. Grafik pengamatan kecepatan KC6, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 5 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 5 unit, pada titik KC6 dengan 4
garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Titik Pengamatan Kecepatan KC6
Jarak Krib Sudut Krib KC6 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 0 0,964 4,161 3,909
9 m Tegak lurus 0 0,726 3,977 3,617
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
298
Hasil Tabel 2 bahwa kecepatan maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus. KC6 = V7 m
> V9 m berada pada (TS) sebesar 4,161 m/dtk. Grafik pengamatan kecepatan pada titik KC11 dapat dilihat
pada Gambar 8.
(a) (b)
Gambar 8. Grafik pengamatan kecepatan KC11, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 5 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 5 unit, pada titik pengamatan
kecepatan KC11 dengan 4 garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Titik Pengamatan Kecepatan KC11
Jarak Krib Sudut Krib KC11 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 0,369 0,664 4,007 3,539
9 m Tegak lurus 0,378 0,602 3,663 3,052
Hasil Tabel 3 bahwa kecepatan maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus pada jarak 7
m. KC11 = V7 m > V9 m berada pada (TS) sebesar 4,007 m/dtk. Berikut skenario jarak 7 m dan 9 m, jumlah
krib sama yaitu 3 unit dengan 5 sudut peletakan krib yaitu tegak lurus, 10,30 kearah hilir dan 10,30
kearah hulu dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9. Grafik pengamatan kecepatan KC1, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 3 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 3 unit, pada titik KC1 dengan 4
garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kecepatan
maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus pada jarak 7 m dan pada jarak 9 m kecepatan
maksimum pada skenario sudut 30˚ kearah hilir, KC1 = V9 m > V7 m, berada pada (BL) sebesar 3,119
m/dtk. Grafik pengamatan kecepatan pada titik KC4 tertera pada Gambar 10.
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
299
Tabel 4. Titik Pengamatan Kecepatan KC1
Jarak Krib Sudut Krib KC1 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 1,879 2,092 3,093 2,977
9 m Hilir 30 2,128 2,262 3,106 3,119
(a) (b)
Gambar 10. Grafik pengamatan kecepatan KC4, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 3 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 3 unit, pada titik KC4 dengan 4
garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Titik Pengamatan Kecepatan KC4
Jarak Krib Sudut Krib KC4 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 0 0,916 3,573 3,230
9 m Hilir 30 0 1,112 3,717 3,477
Hasil Tabel 5 bahwa kecepatan maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus pada jarak
7 m dan pada jarak 9 m kecepatan maksimum pada skenario sudut 30 kearah hilir, KC4 = V9 m > V7 m,
berada pada (TS) sebesar 3,717 m/dtk. Berikut Grafik pengamatan kecepatan pada titik KC7.
(a) (b)
Gambar 11. Grafik pengamatan kecepatan KC7, (a) jarak krib 7 m dan (b) 9 m dengan jumlah krib 3 unit
Hasil analisis dari skenario jarak 7 m dan 9 m dengan jumlah krib 3 unit, pada titik KC7 dengan 4
garis memotong secara memanjang, dapat dilihat pada Tabel 6.
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
300
Tabel 6. Titik Pengamatan Kecepatan KC7
Jarak Krib Sudut Krib KC7 →Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
7 m Tegak lurus 0,328 0,771 3,803 3,415
9 m Hilir 30 0,430 0,858 3,819 3,429
Hasil Tabel 6 bahwa kecepatan maksimum yang terjadi pada skenario sudut tegak lurus pada jarak
7 m dan pada jarak 9 m kecepatan maksimum pada skenario sudut 30 kearah hilir, KC7 = V9 m > V7 m,
berada pada (TS) sebesar 3,819 m/dtk. Dari hasil kecepatan pada titik pengamatan kecepatan dapat
dikatakan bahwa jumlah krib mempengaruhi kecepatan. Untuk jarak 7 m jumlah krib 5 unit kecepatan lebih
besar dari jarak 9 m, jumlah 5 unit atau dikatakan (V7 m > V9) m dengan jumlah krib 5 unit. Sedangkan
untuk jumlah krib lebih sedikit 3 unit menghasilkan kecepatan jarak 9 m lebih besar dari jarak
7 m (V7 m < V9 m). Hasil simulasi dari ke 20 skenario, menghasilkan 1 skenario yang terpilih dimana
kecepatan aliran mengarah ke bagian tengah dan tidak berdampak negatif pada pias hilir dan belokan luar,
pada pias hulu jembatan terjadi pengurangan kecepatan. Skenario yang terpilih yaitu skenario Jarak 7 m,
jumlah krib 3 unit dengan sudut peletakan krib 30 kearah hulu. Skenario tanpa krib merupakan eksisting
pada penelitian ini.
Besarnya nilai kecepatan pada skenario tanpa krib (eksisting) yaitu pada pengamatan secara
memanjang sungai pada sisi (BD) sebesar 4,213 m/dtk, pada sisi (UK) 4,164 m/dtk, (TS) 3,782 m/dtk dan
(BL) 3,746 m/dtk. Pada skenario terpilih nilai kecepatan pada masing-masing pengamatan sebesar (BD)
1,306 m/dtk, (UK) 1,961 m/dtk, (TS) 3,461 m/dtk, (BL) 3,104 m/dtk. Dari hasil pengamatan kecepatan
didapatkan nilai (Vskenario < V eksisting).
4.3 Perbandingan Antar Variasi Jumlah
Hasil simulasi RMA2 perbandingan hasil kecepatan jarak krib yang sama, dengan variasi jumlah krib
5 unit dan 3 unit. Berikut skenario jarak yang sama 7 m, jumlah krib 5 dan 3 unit, dengan 5 sudut peletakan
krib yaitu tegak lurus, 10,30 kearah hilir dan 10,30 kearah hulu, dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Titik Pengamatan Kecepatan skenario jarak 7 m, jumlah krib 5 dan 3 unit
Hasil simulasi dari jarak yang sama 7 m dengan jumlah krib 5 dan 3 unit, maka didapatkan hasil dari
titik pengamatan kecepatan bahwa kecepatan V5 unit > V3 unit. Tabel 8 menunujukkan hasil titik pengamatan
kecepatan secara memanjang dari skenario jarak krib 9 m dengan jumlah krib 5 dan 3 unit.
Tabel 8. Titik Pengamatan Kecepatan skenario jarak 9 m, jumlah krib 5 dan 3 unit
Hasil simulasi dari jarak yang sama 9 m dengan jumlah krib 5 dan 3 unit, maka didapatkan hasil dari
titik pengamatan kecepatan bahwa kecepatan V5 unit > V3 unit. Dari hasil titik pengamatan kecepatan dapat
dikatakan jumlah krib 5 unit lebih tinggi nilai kecepatannya dari jumlah krib 3 unit.
Jumlah Krib Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
5 unit 1,835 3,025 4,188 3,909
3 unit 1,879 2,533 3,803 3,415
Jumlah Krib Vmaks (m/dtk)
BD UK TS BL
5 unit 2,091 2,943 3,977 3,625
3 unit 2,128 2,485 3,859 3,522
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3(4), 292-301 (2020)
https://doi.org/10.24815/jarsp.v3i4.16726
301
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Distribusi kecepatan hasil simulasi RMA2, pada skenario terpilih mengurangi kecepatan pada belokan
luar dan belokan dalam, kecepatan maksimum terjadi pada tengah sungai.
2. Besarnya kecepatan pada skenario yang terpilih yaitu (Vskenario < V eksisting).
3. Mengurangi kecepatan pada pias hulu jembatan.
4. Jumlah krib mempengaruhi pola aliran, semakin banyak jumlah krib maka semakin berdampak negatif
pada pias hilir.
5. Hasil perbandingan pengamatan kecepatan dari jarak 7 m dan 9 m, dengan jumlah krib yang sama,
maka diperoleh (V7 m > V9 m → 5 unit) dan (V7 m < V9 m → 3 unit)
6. Hasil perbandingan jarak yang sama dengan jumlah krib 5 dan 3 unit, maka diperoleh (V5 unit > V3
unit) untuk kedua jarak 7 m dan 9 m.
5.2 Saran
1. Perlu perencanaan lebih lanjut tentang perkuatan tebing dan pemeliharaan pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Krueng Aceh tepatnya pada belokan sungai di jembatan Pango.
2. Untuk penelitian lanjutan sebaiknya perlu melakukan kajian sedimentasi pada sungai Krueng Aceh
khususnya pada jembatan Pango.
DAFTAR PUSTAKA
Boss SMS. 1995. User’s Manual Surface water Modelling System, Version 5.02. Brigham Young
University, Madison.
Sosrodarsono dan Tominaga. 1984. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Pradnya Paramita, Jakarta.
Sunaryo, S. dan Daoed, D. 2010. Pengaruh pemasangan krib pada saluran di tikungan 120°. Jurnal
Rekayasa Sipil (JRS-Unand), 6(1), pp.45-54.
Mudjiatko. 2000. Pengaruh Meander Sungai Terhadap Perubahan Konfigurasi Dasar dan Seleksi Butiran
Sedimen. Tesis, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
Top Related