Download - Penerapan Akuntansi Lingkungan pada PT. Swasstisiddhi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5849/3/T1_232010028_Full... · Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan

Transcript
  • 1

    PENDAHULUAN

    Akhir-akhir ini masalah lingkungan semakin menarik untuk dipelajari seiring

    meningkatnya keterkaitan antara aktivitas bisnis dengan lingkungan. Lingkungan

    diakui atau tidak diakui memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mendukung

    aktivitas bisnis perusahaan, di sisi lain, aktivitas bisnis seringkali berdampak pada

    penurunan kualitas lingkungan. Hakikat perusahaan yang berorientasi pada laba

    menyebabkan penggunaan segala upaya oleh perusahaan untuk meningkatkan laba

    demi kelangsungan usahanya, masalah timbul ketika upaya perusahaan tersebut

    berdampak negatif terhadap lingkungan dan perusahaan tidak mempedulikannya.

    Terdapat dua pandangan terkait ukuran pencapaian kinerja perusahaan.

    Pertama, pandangan konvensional yang hanya menggunakan laba sebagai ukuran

    kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kinerja yang baik adalah perusahaan yang

    mampu memperoleh laba maksimal untuk kesejahteraan stockholder. Kedua,

    pandangan modern yang bertujuan agar perusahaan tidak hanya mencapai laba

    maksimal tetapi juga kesejahteraan sosial dan lingkungannya (Glueck dan Jauch,

    1984). Pandangan kedua tersebut muncul akibat timbulnya kesadaran masyarakat

    terkait pentingnya pelestarian lingkungan yang menjadi control atas dampak negatif

    operasi bisnis terhadap lingkungan (Yuniarti, 1999).

    Selama ini perusahaan dianggap sebagai salah satu sumber keuntungan bagi

    masyarakat pada umumnya. Keberadaan perusahaan dianggap mampu menyediakan

    kebutuhan masyarakat untuk konsumsi maupun penyedia lapangan pekerjaan.

    Dengan semakin banyaknya masyarakat bergantung pada perusahaan maka posisi

    perusahaan menjadi sangat penting. Dengan banyaknya perusahaan maka dampak

    yang ditimbulkan juga besar. Dampak negatif yang paling sering muncul ditemukan

    dalam setiap adanya penyelenggaraan operasional usaha perusahaan adalah polusi

    suara, limbah produksi, kesenjangan, dan lain sebagainya dan dampak semacam

    inilah yang dinamakan Eksternality (Harahap, 1999).

    Beberapa kasus kerusakan lingkungan akibat operasi bisnis misalnya PT.

    Lapindo Brantas yang aktivitas pengeborannya mengakibatkan semburan lumpur

  • 2

    tiada henti hingga timbul kerusakan alam dan menurunkan kualitas hidup masyarakat

    sekitar. Selanjutnya, menurut Bank Dunia, di Indonesia, sekitar 15-20% dari limbah

    dibuang secara baik dan sisanya dibuang di sungai. Diperkirakan 85% dari kota-kota

    kecil dan lebih dari 50% kota yang berukuran menengah secara resmi membuang

    limbah mereka di tempat yang terbuka. Sekitar 75% dari limbah perkotaan dapat

    terurai dan dapat digunakan sebagai kompos. Walaupun adanya pasar yang relatif

    besar untuk produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut

    yang dapat di daur ulang (Bank Dunia, 2003 dalam Ikhsan, 2008).

    Akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran perusahaan maupun

    organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan. Pada dasarnya

    konsep akuntansi lingkungan meliputi beberapa faktor antara lain biaya konservasi

    lingkungan (diukur dengan nilai satuan uang), keuntungan konservasi lingkungan

    (diukur dengan unit fisik), dan keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi

    lingkungan (diukur dalam satuan uang) (Ikhsan, 2008). Adapun, tujuan utama

    akuntansi lingkungan adalah dipatuhinya perundangan perlindungan lingkungan

    untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan

    (Helvegia, 2001).

    Penelitian ini merupakan studi kasus dengan objek PT Swastisiddhi Amagra,

    sebuah perusahaan kelapa sawit di Pekanbaru, Riau. Karakteristik usaha PT.

    Swastisiddhi Amagra, aktivitas operasi perusahaan tersebut banyak menghasilkan

    limbah. Adapun permasalahan utama yang dihadapi perusahaan adalah

    ketidakmampuan dalam pengolahan limbah cair. Sehingga sejak tahun 2011 PT.

    Swastisiddhi Amagra bekerja sama dengan perusahaan asal Korea yang bergerak di

    bidang energi dalam proses pengolahan limbah cair. Dengan adanya kerjasama ini,

    limbah cair perusahaan dapat dengan aman dibuang ke sungai, bahkan disamping itu,

    hasil pengolahan limbah juga dapat dimanfaatkan sebagai listrik yang dapat

    digunakan kembali untuk operasi perusahaan. Semakin meningkatnya aktivitas

    lingkungan yang dilakukan perusahaan membuat perusahaan memutuskan

  • 3

    menerapakan akuntansi lingkungan dalam penyusunan laporan keuangan sejak tahun

    2011.

    Berdasarkan paparan di atas, persoalan penelitian yang diangkat adalah

    identifikasi biaya lingkungan yang telah dilakukan oleh PT Swastisiddhi Amagra

    serta bagaimana penerapan akuntansi lingkungan pada PT. Swastisiddhi Amagra?

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menggambarkan

    penerapan akuntansi lingkungan yang dilakukan di PT. Swastisiddhi Amagra karena

    pada saat ini masih belum banyak penelitian akuntansi lingkungan di perusahaan

    kelapa sawit. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada

    peneliti dan akademisi berupa best practice untuk penerapan dan pengembangan

    penerapan akuntansi lingkungan pada suatu perusahaan. Bagi perusahaan diharapkan

    dapat menganalisis cost dalam penelitian ini serta dapat menjadi bahan evaluasi dan

    pertimbangan pelaksanaan kebijakan akuntansi lingkungan di masa mendatang.

    TINJAUAN TEORITIS

    Akuntansi Lingkungan

    Akuntansi Lingkungan adalah praktik akuntansi atas dampak, baik moneter

    maupun non moneter yang terjadi oleh hasil aktivitas perusahaan yang berpengaruh

    pada kualitas lingkungan (Irfan, 2009). Menurut Badan Perlindungan Lingkungan

    Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA)

    akuntansi lingkungan adalah:

    Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk

    menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para

    stakeholders perusahaan yang mampu mendorong dalam pengidentifikasian

    cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang

    bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan.

    Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi

    relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya

    (Ikhsan, 2008). Tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain adalah:

    1. Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan.

  • 4

    2. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.

    Biaya Lingkungan

    Hansen dan Mowen (2007) menyatakan biaya lingkungan adalah biaya-biaya

    yang terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas

    lingkungan yang buruk mungkin terjadi. Maka, biaya lingkungan berhubungan

    dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan

    definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori: biaya

    pencegahan (prevention cost), biaya deteksi (detection cost), biaya kegagalan internal

    (internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost).

    1. Biaya pencegahan (prevention costs)

    Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah atau

    sampah yang dapat merusak lingkungan.

    Contoh: perencanaan kualitas, tinjauan ulang produk baru, pengendalian proses,

    audit kualitas, pelatihan.

    2. Biaya deteksi (detection costs)

    Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan untuk menentukan bahwa produk, proses,

    dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku

    atau tidak.

    Contoh: inspeksi dan pengujian kedatangan material, inspeksi dan pengujian

    produk dalam proses, inspeksi dan pengujian produk akhir, audit kualitas produk,

    pemeliharaan akurasi, evaluasi stok.

    3. Biaya kegagalan internal (internal failure costs)

    Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah,

    tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar.

    Contoh: scrap, pengerjaan ulang, analisis kegagalan, pengujian ulang, down

    grading.

    4. Biaya kegagalan eksternal (external failure costs)

    Biaya-biaya aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke

    lingkungan.

  • 5

    Contoh: jaminan, penyelesaian keluhan, produk dikembalikan.

    Manfaat Environmental Accounting

    Environmental Accounting dikembangkan untuk berbagai keterbatasan dalam

    akuntansi tradisional. Beberapa poin berikut ini dapat menjadi alasan mengapa dan

    apa yang dapat diberikan oleh Environmental Accounting dibandingkan dengan

    akuntansi manajemen tradisional (Burrit et al. 2002):

    1. Meningkatnya tingkat kepentingan biaya terkait lingkungan. Seiring dengan

    meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi

    semakin ketat sehingga bisnis harus mengeluarkan investasi yang semakin besar

    untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan

    lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi

    perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk

    meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang harus

    ditanggung.

    2. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead).

    Ketidakmampuan akuntansi tradisional menelusuri dan menyeimbangkan

    akuntansi lingkungan dengan akuntansi keuangan menyebabkan semua biaya

    dari pengolahan limbah, perizinan dan lain-lain digabungkan dalam biaya

    overhead sebagi konsekuensinya biaya overhead menjadi membengkak.

    3. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara

    tradisional biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat

    diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri biaya sebenarnya dari proses,

    produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap tetap, biaya limbah

    sesungguhnya merupakan biaya variabel yang yang mengikuti volume limbah

    yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.

    4. Ketidaktepatan perhitungan atas volume dan biaya atas bahan baku yang

    terbuang. Beberapa sebenarnya biaya limbah, akuntansi tradisional akan

    menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan.

    Environmental Accounting akan menghitung biaya limbah sebagai biaya

  • 6

    pengolahan ditambah biaya pembelian bahan. Sehingga biaya dikeluarkan lebih

    besar daripada biaya yang selama ini diperhitungkan.

    5. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan

    dalam catatan akuntansi. Banyak sekali biaya yang terkait dengan pengelolaan

    lingkungan yang seharusnya diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi

    kesalahan pengambilan keputusan. Biaya tersebut umumnya meliputi biaya

    pengelolaan limbah, biaya material dan energi, biaya pengembalian material dan

    energi dan biaya proses. Penting untuk diketahui bahwa, ketika akuntansi

    lingkungan mendukung pengambilan keputusan internal, penerapan akuntansi

    lingkungan tidak menjamin setiap tingkat kinerja keuangan atau lingkungan

    tertentu.

    Pengungkapan Lingkungan Hidup

    Pengungkapan lingkungan hidup dibahas dalam tulisan ini karena salah satu

    tujuan dari dikembangkannya akuntansi lingkungan adalah sebagai alat komunikasi

    perusahaan dengan masyarakat (Ikhsan, 2008). Pengungkapan lingkungan merupakan

    salah satu aspek dalam akuntansi lingkungan yang berfungsi memberikan informasi

    terhadap publik tentang segala informasi terkait lingkungan yang berhubungan

    dengan perusahaan.

    Pengungkapan lingkungan atau environmental disclosure adalah pengungkapan

    informasi-informasi terkait manajemen dan kinerja lingkungan perusahaan di masa

    lalu, masa kini, dan masa datang termasuk dampak ekonomi dari tiap-tiap kebijakan

    lingkungan tersebut (Berthelot et al. 2003 dalam Ling 2007).

    Menurut Environmental Accounting Guidelines yang diterbitkan oleh Ministry

    of the Environment Japan (2005) dalam Ikhsan (2008) pengungkapan lingkungan

    meliputi 3 komponen besar:

    a) Proses dan Hasil Kegiatan Konservasi Lingkungan

    Mengenai pengumpulan hasil dari akuntansi lingkungan, perusahaan

    atau organisasi lainnya akan mempersiapkan suatu ringkasan dan keutamaaan

    hasil dari kegiatan konservasi lingkungan, suatu penjelasan dari kumpulan hasil

  • 7

    dari akuntansi lingkungan, dan kebijakan yang diaktifkan mengenai masa depan

    kegiatan konservasi lingkungan.

    b) Item-item yang Membentuk Dasar Akuntansi Lingkungan

    1. status

    2. Indeks dan standar perhitungan untuk biaya konservasi lingkungan

    3. Rincian dari kegiatan konservasi lingkungan dan standar perhitungan

    4. Rincian hubungan keuntungan ekonomi

    5. Standar Pengumpulan untuk memperkuat akuntansi lingkungan

    6. Revisi terhadap pentingnya kebijakan akuntansi lingkungan

    c) Hasil yang dikumpulkan dari Akuntansi Lingkungan

    1. Biaya konservasi lingkungan

    2. Keuntungan konservasi lingkungan

    3. Keuntungan ekonomi berhubungan dengan kegiatan konservasi lingkungan

    4. Jadwal pernyataan lingkungan

    Tujuan Pengungkapan Lingkungan

    Secara garis besar tujuan pengungkapan lingkungan atau environmental

    disclosure dapat dibedakan menjadi dua, yakni ditinjau dari segi ekonomi (cost-

    benefit analysis) dan dari segi sosial (alasan etis dan normatif). Tujuan dari segi

    ekonomi artinya perusahaan merasa bahwa pengungkapan lingkungan yang dilakukan

    akan memberikan economic benefit tertentu (biasanya diukur dari rasio di laporan

    keuangan atau pasar modal). Sementara dari sisi sosial, artinya pengungkapan

    lingkungan dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab etis perusahaan karena aktivitas

    operasi yang berkontribusi terhadap degradasi kualitas lingkungan, maka melalui

    pengungkapan lingkungan, perusahaan diharapkan tetap mendapatkan kepercayaan

    dari komunitas sekitarnya (Susi, 2009).

    Hasil Penelitian Sebelumnya

    Sampai Akhir tahun 1997,catatan-catatan hasil penelitian The Institute Survey

    of Australian mengindikasikan kurangnya respon pihak produsen terhadap tuntutan

    masyarakat. Hanya 4% dari 500 perusahaan besar dunia yang dijadikan sampel telah

  • 8

    memuat informasi yang cukup memadai di bidang lingkungan dalam laporan

    keuangan tahunannya. Sementara 19% lainnya hanya membuat laporan namun hanya

    dalam catatan-catatan kecil dalam lembaran-lembaran yang tentu saja tidak cukup

    memadai untuk dijadikan bahan analisis. Sedangkan 77% dari sampel perusahaan

    sama sekali tidak memberikan tempat laporan lingkungan dalam perhatiannya (Media

    Akuntansi No 31/Th V/ Desember 1998).

    Menurut Tim dalam Kartini (2008), Dari 474 pengguna laporan keuangan yang

    dijadikan sampel, 68,7% menyatakan mereka sangat membutuhkan informasi

    mengenai lingkungan dalam laporan keuangan. Pihak pemerintah menduduki posisi

    pertama yang membutuhkan laporan keuangan, disusul kalangan akademisi dan

    kalangan pemegang saham.

    Jadi, pengungkapan dan pelaporan akuntansi lingkungan dam bentuk laporan

    keuangan dianggap sangat penting. Menurut Saudagaran (2001), environmental

    disclosure dapat mempengaruhi pengambilan keputusan para investor.

    METODE PENELITIAN

    Objek pada penelitian ini adalah PT. Swastisiddhi Amagra. Perusahaan ini

    bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang terletak di Pekanbaru. Perusahaan

    ini menghasilkan minyak kelapa sawit. Dalam Penelitian ini data yang digunakan

    adalah data primer dan data sekunder. Tabel berikut akan menjelaskan mengenai data

    yang digunakan dalam penelitian:

    Jenis data Data / informasi Sumber

    Primer Wawancara Direktur PT. Swastisiddhi Amagra dan staff

    akuntan PT. Swatisiddhi Amagra.

    sekunder laporan keuangan Akuntan PT. Swastisiddhi Amagra.

    Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan

    data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan pengamatan laporan keuangan

    dan wawancara secara mendalam dengan pihak PT. Swatisiddhi Amagra. Langkah-

    langkah analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

  • 9

    1. Mengumpulkan data-data di perusahaan.

    Dari pengumpulan data tersebut peneliti akan melaksanakan penelitian di

    perusahaan untuk memperoleh gambaran umum dan meyeluruh tentang biaya-

    biaya lingkungan serta kinerja lingkungan perusahaan. Kemudian dilanjutkan

    dengan proses pengambilan data, wawancara apabila peneliti masih belum

    menemukan jawaban atas penelitian yang dilakukan atau belum paham atas

    data yang diperoleh.

    2. Mengidentifikasi setiap biaya-biaya lingkungan dalam laporan keuangan dari

    hasil wawancara.

    Dalam tahap ini, peneliti mengidentifikasi item-item biaya lingkungan yang

    dicatat dalam perusahaan. Ini dilakukan karena tidak semua biaya yang ada di

    perusahaan merupakan biaya lingkungan.

    3. Mengelompokan setiap item biaya-biaya lingkungan yang sudah diidentifikasi

    dari hasil wawancara.

    Setelah peneliti melakukan identifikasi biaya lingkungan di laporan keuangan,

    dengan hasil wawancara maka peneliti menganalisis biaya-biaya terkait

    dengan lingkungan.

    4. Menganalisis penyajian dan pengungkapan biaya-biaya lingkungan yang

    terjadi dalam perusahaan.

    Peneliti berusaha mencari tahu penyajian dan pengungkapan biaya-biaya

    lingkungan yang ada dalam perusahaan dengan membandingkan dari bukti-

    bukti yang ada seperti bukti laporan keuangan dengan metode analisis

    deskripsi yang diinterpretasikan atas dasar data yang ada.

    5. Menarik kesimpulan

    Penarikan kesimpulan harus disesuaikan dengan keseluruhan hasil dari proses

    pengumpulan data. Kemudian seluruh temuan penelitian disimpulkan

    sehingga diperoleh penjelasan tentang pencatatan biaya lingkungan serta

    kinerja lingkungan perusahaan.

  • 10

    Pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana yang ditentukan

    dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tersebut antara lain sebagai

    berikut (Murni, 2001):

    1. Identifikasi

    Pertama kali perusahaan hendak menentukan biaya untuk pengelolaan biaya

    penanggulangan eksternality yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional

    usahanya adalah dengan mengidentifikasi dampak dampak negatif tersebut.

    2. Pengakuan

    Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui

    sebagai rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat dari

    sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan tersebut.

    Pengakuan biaya-biaya dalam rekening ini dilakukan pada saat menerima

    manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada saat sebelum

    nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai biaya sehingga

    pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah nilai dibayarkan untuk

    pembiayaan pengelolaan lingkungan (PSAK, 2002).

    3. Pengukuran

    Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya-biaya yang

    dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter

    yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah biaya yang

    akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya

    yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh

    jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini,

    pengukuran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan pengalokasian

    pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan

    sebab masing-masing perusahaan memiliki standar pengukuran jumlah dan

    nilai yang berbeda-beda.

  • 11

    4. Penyajian

    Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama-sama

    dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya administrasi

    dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan keuangan dapat

    dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda, sebab tidak ada

    ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat alokasi pembiayaan

    lingkungan perusahaan tersebut.

    5. Pengungkapan

    Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam

    akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum dilakukan

    spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan.

    ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    Environmental Cost

    Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh PT. Swastisiddhi Amagra terkait

    dengan kinerja akuntansi lingkungan, maka ada beberapa penjelasan yang perlu

    diungkapkan terkait dengan cost atau biaya yang terkait dengan penerapan akuntansi

    lingkungan. Cost yag dimaksud adalah:

    1. Menyewa Eskafator senilai Rp150.000.000,00. Fungsi Eskafator untuk

    mengangkat limbah padat yang terdapat di dasar kolam penampungan limbah

    cair agar kolam mampu menampung limbah cair lebih banyak.

    2. Untuk menjalankan Eskafator perusahaan membutuhkan tenaga ahli yang

    mampu menjalankan Eskafator. Tenaga ahli Eskafator yang disewa

    perusahaan digaji sebesar Rp24.000.000,00 , dimana terdiri dari 4 tenaga ahli.

    Biaya ini dialokasikan ke beban lain-lain.

    3. Biaya untuk menguji pengukuran udara yang dihasilkan oleh pihak ke tiga

    yang dihasilkan oleh incenerator dan di bebankan pada beban lain-lain sebesar

    Rp6.000.000,00.

    4. Biaya untuk menguji kelayakan pemeriksaan limbah cair yang dilakukan oleh

    pihak ke tiga yang di bebankan pada beban lain-lain sebesar Rp6.000.000,00.

  • 12

    5. Biaya ganti rugi kepada masyarakat akibat kerusakan yang disebabkan oleh

    kebocoran limbah sebesar Rp250.000.000,00.

    6. Biaya Jamsostek sebesar Rp184.239.200,00.

    7. Biaya keselamatan tenaga kerja seperti helm keselamatan dan sepatu sebesar

    Rp45.000.000,00.

    8. Membeton lahan untuk mengolah jangkos sebesar Rp700.000.000,00.

    9. Biaya perbaikan jalan sebesar Rp100.000.000,00

    Biaya-biaya yang terkait dengan aktivitas lingkungan sudah diketahui, namun

    masing-masing aktivitas belum dikelompokkan sesuai dengan kategori biaya kualitas

    lingkungan yang ada. Dari data diatas, peneliti akan mengelompokkan biaya aktivitas

    lingkungan sesuai dengan kategori biaya kualitas lingkungan berdasarkan teori

    Hansen dan Mowen (2009) yaitu biaya pencegahan (Prevention Cost), biaya

    pendeteksian (Detection Cost), biaya kegagalan internal (Internal Failure Cost), dan

    biaya kegagalan eksternal (External Failure Cost). Berikut empat kategori biaya

    kualitas lingkungan yang terkait dengan aktivitas di PT. Swastisiddhi Amagra yaitu:

    1. Biaya Pencegahan Lingkungan (Enviromental Prevention Cost)

    Yaitu biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah

    diproduksinya limbah atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Biaya

    pencegahan lingkungan yang terdapat pada PT. Swastisiddhi Amagra terdiri

    dari biaya jamsostek sebesar Rp184.239.200,00, biaya keselamatan karyawan

    Rp45.000.000,00, biaya untuk membeton lahan Rp700.000.000,00, biaya

    untuk menyewa Eskafator sebesar Rp150.000.000,00 dan biaya perbaikan

    jalan sebesar Rp100.000.000,00

    2. Biaya Deteksi Lingkungan (Environmental Detection Cost)

    Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan bahwa

    produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar

    lingkungan yang berlaku atau tidak. Biaya deteksi lingkungan yang terdapat

    pada PT. Swatisiddhi Amagra terdiri dari biaya tenaga ahli Eskafator dengan

    biaya Rp24.000.000,00, biaya pemeriksaan kelayakan limbah cair dengan

  • 13

    biaya Rp6.000.000.000,00, dan biaya pemeriksaan pengukuran udara dengan

    biaya Rp6.000.000.000,00. Biaya-biaya ini dialokasikan ke beban lain-lain.

    3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)

    Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya

    limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke luar. Pada kasus yang terjadi di

    PT. Swastidihhi Amagra tidak ditemukan adanya biaya kegagalan yang

    menyebabkan kerugian bagi PT. Swastisiddhi Amagra dari aktivitas

    lingkungannya.

    4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost)

    Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah

    atau sampah ke lingkungan.. Biaya kegagalan eksternal yang terdapat pada

    PT. Swatisiddhi Amagra hanya terdiri dari ganti rugi kepada masyarakat

    akibat kerusakan yang disebabkan oleh kebocoran limbah sebesar

    Rp250.000.000,00.

    Berikut ini merupakan perbandingan antara biaya-biaya lingkungan yang

    dikeluarkan oleh PT. Swastisiddhi Amagra dengan teori yang ada (Hansen dan

    Mowen, 2005):

    Tabel 1. Perbandingan biaya antara Hansen dan Mowen dengan PT. Swastisiddhi

    Amagra

    No. Keterangan Hansen dan Mowen PT. Swastisiddhi

    Amagra

    1.

    Biaya

    Pencegahan

    a. Mengevaluasi dan memilih

    pemasok

    b. Mengevaluasi dan memilih alat

    untuk mengedalikan polusi

    Biaya sewa Eskafator

    c. Mendesain produk -

    d. Melaksanakan Studi lingkungan Biaya jamsostek dan

    keselamatan karyawan

    e. Mengaudit resiko lingkungan -

    f. Mengembangkan system

    manajemen lingkungan

    Perbaikan jalan

    g. Mendaur ulang produk Biaya beton

  • 14

    h. Memperolehs ertifikasi ISO

    14001

    -

    2. Biaya Deteksi a. Mengaudit aktifitas lingkungan

    b. Memeriksa produk dan proses Sewa tenaga ahli

    Eskafator

    c. Mengembangkan ukuran kinerja

    lingkungan

    d. Menguji pencemaran Biaya menguji kelayakan

    limbah cair

    Biaya pemerikasaan

    pengukuran udara

    e. Memverifikasi kinerja

    f. Mengukur tingkat pencemaran

    3. Biaya

    Kegagalan

    Internal

    a. Mengoperasikan peralatan

    pengendali polusi

    b. Mengolah dan membuang

    sampah beracun

    c. Memelihara peralatan polusi

    d. Mendapatkan lisensi fasilitas

    untuk memproduksi limbah

    e. Mendaur ulang sisa bahan

    4. Biaya

    Kegagalan

    Eksternal

    a. Membersihkan danau yang

    tercemar

    b. Membersihkan minyak yang

    tumpah

    c. Membersihkan tanah yang

    tercemar

    d. Menyelesaikan klaim kecelakaan

    pribadi yang berhubungan dengan

    lingkungan

    e. Merestorasi tanah kekeadaan

    alamiah

    f. Hilangnya penjualan karena

    reputasi lingkungan yang buruk

    g. Menggunakan bahan baku dan

    listrik secara tidak efisien

    h. Menerima perawatan medis

    karena polusi udara

  • 15

    i. Hilangnya lapangan pekerjaan

    karena pencemaran

    j. Hilangnya manfaat danau sebagai

    tempat rekreasi

    k. Rusaknya ekosistem karena

    pembuangan sampah padat dan

    cair

    Pertanggung jawaban

    pencemaran lingkungan

    Sumber: Internal PT. Swastisiddhi Amagra

    Dari hasil identifikasi biaya lingkungan yang telah dilakukan oleh PT.

    Swastisiddhi Amagra Laporan biaya lingkungan menurut penelitian Setyaningtyas

    dan Andono (2013), penting apabila perusahaan serius memperbaiki kinerja

    lingkungan dan mengendalikan biaya lingkungan.

    Menurut Setyaningtyas dan Andono (2013), langkah dalam membuat laporan biaya

    lingkungan adalah:

    1. Memberikan rincian biaya lingkungan menurut klasifikasi.

    2. Memasukan rincian biaya tersebut ke dalam laporan biaya lingkungan dan

    disertai dengan prosentase pada tiap klasifikasi.

    Tabel 2. Klasifikasi dan Laporan Biaya Lingkungan

    Persentase Biaya 2010

    Aktivitas Biaya

    Prosentase

    perkategori

    Persentase

    bedasarkan

    biaya

    produksi

    Biaya Pencegahan

    Biaya Jamsostek Rp184.239.200,00

    Biaya keselamatan karyawan Rp45.000.000,00

    Biaya sewa Eskafator Rp150.000.000,00

    Biaya perbaikan jalan Rp100.000.000,00

    TOTAL BIAYA PENCEGAHAN Rp479.239.200,00 93% 0,10%

    Biaya Pendeteksian

    sewa tenaga ahli Eskafator Rp24.000.000,00

    biaya menguji kelayakan limbah cair Rp6.000.000,00

    biaya pemeriksaan pengukuran udara Rp6.000.000,00

    TOTAL BIAYA PENDETEKSIAN Rp36.000.000,00 7% 0,01%

  • 16

    Biaya kegagalan Internal

    TOTAL BIAYA KEGAGALAN

    INTERNAL

    Biaya kegagalan Eksternal

    TOTAL BIAYA KEGAGALAN

    EKSTERNAL

    TOTAL BIAYA LINGKUNGAN Rp515.239.200,00 100% 0,11%

    Sumber: Diolah Peneliti

    Biaya terbesar ada pada biaya pencegahan yaitu sebesar 93%. Sedangkan

    untuk biaya pendeteksian sebesar 7%. Dari prosentase diatas dapat disimpulkan

    bahwa pengelolaan lingkungan pada tahun 2010 masih kurang karena kontribusi

    perusahaan terhadap kinerja lingkungan bila dilihat dari keseluruhan biaya

    lingkungan yang dibebankan ke biaya operasional. Hal ini berarti bahwa perusahaan

    telah berkontribusi dengan baik terhadap kinerja lingkungan yang ditunjukan dari

    hasil persentase biaya lingkungan yaitu biaya pencegahan yang jauh lebih besar dari

    biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal.

    Tabel 3. Klasifikasi dan Laporan Biaya Lingkungan

    Persentase Biaya 2011

    Aktivitas Biaya

    Persentase

    per

    kategori

    Persentase

    berdasarkan

    biaya produksi

    Biaya Pencegahan

    Biaya Jamsostek Rp184.239.200,00

    Biaya keselamatan karyawan Rp45.000.000,00

    Biaya sewa Eskafator Rp150.000.000,00

    Biaya beton Rp700.000.000,00

    Biaya perbaikan jalan Rp100.000.000,00

    TOTAL BIAYA

    PENCEGAHAN Rp1.179.239.200,00 81% 0,25%

    Biaya Pendeteksian

    sewa tenaga ahli Eskafator Rp24.000.000,00

    biaya menguji kelayakan limbah

    cair Rp6.000.000,00

    biaya pemeriksaan pengukuran

    udara Rp6.000.000,00

  • 17

    TOTAL BIAYA

    PENDETEKSIAN Rp36.000.000,00 2% 0,01%

    Biaya kegagalan Internal

    TOTAL BIAYA KEGAGALAN

    INTERNAL

    Biaya kegagalan Eksternal

    pertanggungjawaban pencemaran

    lingkungan Rp250.000.000,00

    TOTAL BIAYA KEGAGALAN

    EKSTERNAL Rp250.000.000,00 17% 0,05%

    TOTAL BIAYA

    LINGKUNGAN Rp1.215.239.200,00 100% 0,31%

    Sumber: Diolah Peneliti

    Biaya terbesar ada pada biaya pencegahan yaitu sebesar 81%. Sedangkan

    untuk biaya pendeteksian sebesar 2% dan biaya kegagalan internal sebesar 17%. Dari

    persentase di atas dapat disimpulkan bahwa biaya lingkungan yang terjadi pada tahun

    2011 sebesar 0,31% dari keseluruhan biaya operasional perusahaan. Hal ini berarti

    bahwa perusahaan telah berkontribusi dengan baik terhadap kinerja lingkungan akan

    tetapi perusahaan mengalami masalah kegagalan eksternal yaitu adanya pencemaran

    lingkungan dalam bentuk kebocoran limbah cair yang menyebabkan perusahaan

    harus mengeluarkan biaya untuk mengganti kerugian atas pencemaran tersebut

    sebesar Rp250.000.000,00. Tetapi secara keseluruhan kinerja lingkungan perusahaan

    sudah cukup baik jika ditunjukan dari hasil prosentase biaya lingkungan yaitu biaya

    pencegahan yang jauh lebih besar dari biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan

    eksternal.

    Dari tabel klasifikasi yang telah disajikan, pada kolom persentase

    berdasarkan biaya produksi dapat kita lihat, bahwa persentase total biaya lingkungan

    terhadap biaya operasional perusahaan adalah sebesar 0,31%. Hal ini menunjukkan

    bahwa kontribusi biaya lingkungan di dalam perusahaan masih terlalu kecil, yaitu

    sebesar 0,31%, dan sisanya sebesar 99,69% berasal dari aktivitas operasi perusahaan,

    dan persentase biaya lingkungan ini sangat kecil dan tidak terlalu signifikan didalam

    mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Akan tetapi, perusahaan harus lebih

    memperhatikan biaya lingkungan, dalam laporan biaya lingkungan yang memiliki

  • 18

    persentase paling besar adalah biaya pencegahan sebesar 0,25% dan kemudian biaya

    kegagalan eksternal sebesar 0,05% lalu disusul oleh biaya deteksi sebesar 0,01%.

    Dari hasil persentase ini dapat dijelaskan bahwa kinerja perusahaan masih kurang

    baik bagi lingkungan dalam perusahaan maupun lingkungan sekitar perusahaan.

    Menurut Setyaningtyas dan Andono (2013) apabila pencegahan dan pendeteksian

    terhadap limbah hasil produksi tidak diperbaiki maka lama kelamaan akan semakin

    berdampak buruk bagi lingkungan, reputasi perusahaan juga akan semakin turun dan

    biaya untuk perbaikan lingkungan yang ditanggung perusahaan juga akan semakin

    besar.

    Berikut merupakan gambaran biaya kinerja lingkungan oleh PT. Swastisiddhi

    Amagra pada tahun 2010 sebagai berikut:

    Gambar 1

    Klasifikasi Biaya Kualitas Lingkungan 2010

    Sumber: Data sekunder yang diolah tahun 2010.

    Pada tahun 2010, perusahaan melakukan kinerja yang terkait dengan

    lingkungan sebesar 0,11%. Hal ini menunjukkan bahwa masih sangat kecil kontribusi

    perusahaan terhadap kinerja lingkungan bila dilihat dari keseluruhan biaya

    lingkungan yang dibebankan ke biaya operasional. Penerapan akuntansi lingkungan

    di PT. Swastisiddhi Amagra pada tahun 2010 sudah dilakukan akan tetapi belum

    maksimal, dikarenakan perusahaan masih sebatas mengurangi dampak yang akan

  • 19

    menimbulkan kerugian biaya yang lebih besar lagi, khususnya yang terkait dengan

    aktivitas lingkungan.

    Gambar 2

    Klasifikasi Biaya Kualitas Lingkungan 2011

    Sumber: Data sekunder yang diolah 2011.

    Sedangkan diagram pada tahun 2011 menunjukan bahwa biaya terbesar ada

    pada biaya pencegahan yaitu sebesar 81%. Sedangkan untuk biaya kegagalan

    eksternal sebesar 17% dan biaya pendeteksian sebesar 2%. Dari persentase diatas

    dapat disimpulkan ternyata pengelolaan lingkungan pada tahun 2011 sudah cukup

    besar.

    Pada tahun 2011 juga menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan perusahaan

    yang terkait dengan lingkungan adalah sebesar 0,31%. Hal ini menunjukkan bahwa

    kontribusi perusahaan terhadap kinerja lingkungan bila dilihat dari keseluruhan biaya

    lingkungan yang dibebankan ke biaya operasional sudah cukup besar, akan tetapi

    pada tahun 2011 perusahaan mengalami masalah kegagalan eksternal yaitu adanya

    pencemaran lingkungan dalam bentuk kebocoran limbah cair yang menyebabkan

    perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk mengganti kerugian atas pencemaran

    tersebut sebesar Rp250.000.000,00.

  • 20

    Penerapan Akuntansi Lingkungan pada PT. Swastisiddhi Amagra

    Penerapan akuntansi lingkungan perlu dilakukan sebagai pertanggungjawaban

    perusahaan dengan masyarakat yang terkena dampak polusi lingkungan akibat sisa

    produksi yang dari perusahaan. PT Swastisiddhi Amagra merupakan salah satu

    contoh perusahaan yang menerapkan akuntansi lingkungan. Hal ini dikarenakan

    perusahaan PT. Swastisiddhi Amagra bergerak di bidang industri minyak kelapa

    sawit dimana proses produksinya menimbulkan limbah cair dan limbah padat yang

    dapat merugikan lingkungan sekitar. Untuk mengolah limbah cair dan padat dalam

    memproduksi minyak kelapa sawit, perusahaan diwajibkan memiliki insenerator dan

    kolam limbah guna menampung limbah cair yang merupakan dasar bagi perusahaan

    produksi kelapa sawit. Perusahaan PT. Swastisiddhi Amagra memiliki 7 kolam saat

    pertama berdiri yang kemudian pada tahun 2009 menambah jumlah kolamnya

    menjadi 9 kolam, dimana 9 kolam ini memiliki fungsi yang berbeda-

    beda,diantaranya:

    Kolam 1-3: Karena kolam 1-3 masih mengandung COD (Chemical Oxygen

    Demand) dengan kadar yang sangat tinggi (50000 mg/ppl) sehingga

    masih berbahaya jika langsung dibuang ke sungai.

    Kolam 4-6: Kolam 4-6 kandungan COD sudah sedang (

  • 21

    limbah cair tidak hanya ditampung ke dalam kolam tetapi juga berfungsi sebagai

    aliran listrik yang berguna bagi masyarakat sekitar dan membantu produksi

    pembuatan minyak kelapa sawit di PT. Swastisiddhi Amagra. Proses pembuatan

    aliran listrik oleh limbah cair dimulai dari Gas metana (CH4) yang terbentuk

    karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri pembangkit

    metana (methan) atau disebut juga bakteri anaerobik atau bakteri biogas. Hasil

    fermentasi oleh bakteri ini mampu mengurangi sampah, yang banyak mengandung

    bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4), yang apabila

    dibakar dapat menghasilkan energi panas. Gas metana sama dengan gas elpiji

    (Liquidified Petroleum Gas/LPG). Perbedaannya adalah gas metana mempunyai satu

    atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Metana (CH4) yang jika dialirkan ke genset

    bio elektrik akan menjadi energi bagi penerangan, penggerak mesin maupun daya

    listrik bagi perkakas rumah tangga. Setelah dibangkitkan gas metana (CH4), sisa

    proses fermentasinya adalah bahan pupuk dan penyubur tanaman dan tanah

    pertanian. Dengan menempatkan sampah organik secara terpisah, berdasarkan

    jenisnya, kemudian dibangkitkan gas metananya dalam digester kedap udara, dengan

    bakteri metana atau bakteri anaerob seperti Green Phoskko (GP-7) . Kemudian, gas

    (CO2 dan CH4) yang diproduksinya dapat ditampung dalam gas holder di bagian atas

    digester. Dengan dialirkan ke inlet genset (generator biogas), gas akan dikonversikan

    menjadi energi listrik, dan sisa akhir prosesnya, lumpur sisa hasil pencernaan (slurry)

    menjadi pupuk kompos yang baik bagi tanaman (facebook.com/notes/biogas-bio-

    elektrik-dan-pupuk). Di samping itu tidak hanya berfungsi sebagai aliran listrik saja

    tetapi juga membantu proses fermentasi pada limbah padat.

    http://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=26http://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=26http://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=48&sort=2a&language=IDhttp://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=48&sort=2a&language=IDhttp://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=26&sort=2a&language=IDhttp://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=48&sort=2a&language=IDhttp://www.kencanaonline.com/online/index.php?cPath=48&sort=2a&language=ID

  • 22

    Sumber gambar: Direktur PT. Swastisiddhi Amagra.

    Gambar A adalah gambar bola metan yang berguna utnuk menampung gas metan.

    Sedangkan, Gambar B adalah gambar kolam limbah cair.

    Selain limbah cair PT. Swastisiddhi Amagra juga menghasilkan limbah padat

    berupa Janjangan kosong (Jangkos). Untuk mengolah limbah padat tersebut

    perusahaan menggunakan Incenerator. Incenerator adalah penghancuran limbah

    organik melalui pembakaran. Dari hasil pembakaran janjangan kosong (jangkos)

    tersebut digunakan untuk pupuk.

    Akan tetapi penggunaan Incenerator sangat terbatas, karena terdapat peraturan

    pemerintah yang mengharuskan PT. Swastisiddhi Amagra untuk mengurangi

    pembakaran jankos agar tidak menimbulkan polusi udara yang besar yang dapat

    merugikan masyarakat.

    Karena penggunaan incenerator terbatas serta jangkos terus bertambah, maka

    untuk meningkatkan kinerja didalam pengolahan limbah padat, maka perusahaan

    membeli alat bernama Backhus, sehingga limbah tersebut menjadi pupuk untuk dijual

    kepada petani. Untuk mengolah jangkos menjadi pupuk yang baik, perusahaan harus

    memiliki lahan yang rata agar Backhus dapat mengolah jangkos dengan maksimal.

    Langkah yang dilakukan oleh PT. Swastisiddhi Amagra adalah dengan membeton

    sebagian lahannya yang bertujuan sebagai tempat mengolah jangkos menjadi pupuk

    serta tempat berjalannya Backhus agar dapat mengolah jangkos dengan maksimal.

    Tiap tahun PT. Swastisiddhi Amagra juga bertanggung jawab kepada masyarakat

    dengan melakukan perbaikan jalan dikarenakan aktivitas perusahaan di dalam

    mengangkut bahan baku menggunakan kendaraan berat yang mengakibatkan

    kerusakan jalan di lingkungan masyarakat sekitar.

    Pada tahun 2011 PT. Swastisiddhi Amagra mengadakan kerjasama dengan

    perusahaan EN3N yang berasal dari Korea. Dalam hal ini PT. Swastisiddhi Amagra

    menjadi alat uji coba bagi proyek pengolahan limbah yang dicanangkan oleh

    perusahaan Korea tersebut. Jika proyek tersebut berhasil maka EN3N akan

    menerapkan sistem pengolahan limbah dalam skala besar. Untuk melakukan uji coba

  • 23

    ini EN3N membuat alat pengepresan yang digunakan untuk mengolah limbah padat

    menjadi pelet, dengan kata lain pengolahan limbah PT. Swastisiddhi Amagra bisa

    teratasi terlebih lagi pelet hasil pengolahan limbah tersebut bisa dijual ke petani

    sekitarnya. Sebagai gantinya PT. Swastisiddhi Amagra menyediakan lahan untuk

    membangun asrama sekaligus tempat untuk menampung alat pengepresan tersebut.

    Bedasarkan perbandingan hasil wawancara tentang kinerja lingkungan dengan

    pengamatan laporan keuangan PT. Swastisiddhi Amagra, tampak bahwa biaya-biaya

    lingkungan yang timbul atas kinerja lingkungan yang dilakukan oleh PT.

    Swastisiddhi Amagra belum teridentifikasi dalam laporan keuangan. Disamping itu

    pendapatan lingkungan (listrik, pupuk, dan pelet) sebagai hasil dari kinerja

    lingkungan juga belum teridentifikasi.

    Fungsi lain dari akuntansi lingkungan adalah sebagai alat komunikasi dengan

    masyarakat tentang kinerja lingkungan perusahaan. PT. Swastisiddhi Amagra juga

    hanya mengungkapkan kinerja lingkungan yang sangat rendah. Hal ini tampak pada

    Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) yang hanya membahas investasi kebun dan

    pabrik biogas, mesin pabrik kompos, pengembangan pabrik. Dalam hal ini minimnya

    pengungkapan tersebut karena perusahaan berfokus pada kinerja lingkungan yang

    dilakukan dalam rangka menghindari biaya yang lebih besar. Dengan kata lain PT.

    Swastisiddhi Amagra tidak berfokus untuk mencari keuntungan ekonomi dari

    pemgungkapan lingkungan, maka PT. Swastisiddhi Amagra tidak melakukan banyak

    pengungkapan kinerja yang bersifat costly tersebut.

    Berikut ini adalah laporan biaya lingkungan tahun 2010 dan 2011.

    Tabel 4. Laporan Biaya Lingkungan 2010

    Laporan Biaya Lingkungan 2010

    Biaya Aktivitas

    Lingkungan

    Yang

    bertanggung

    jawab

    Pengukuran Disajikan Pengungk

    apan Pencatatan

    Biaya

    Pencegahan

    Biaya

    jamsostek

    bagian

    keuangan Rp184.239.200

    Beban

    Gaji

    beban

    usaha

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    keselamatan

    bagian

    keuangan Rp45.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    Laporan

    laba rugi

  • 24

    karyawan lain-lain

    Biaya

    menyewa

    Eskafator

    bagian

    keuangan Rp150.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    perbaikan

    jalan

    bagian

    keuangan Rp100.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya Deteksi

    Lingkungan

    Biaya tenaga

    ahli Eskafator

    bagian

    keuangan Rp24.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    pemeriksaan

    kelayakan

    limbah cair

    bagian

    keuangan Rp6.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    pemeriksaan

    kelayakan

    limbah udara

    bagian

    keuangan Rp6.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    Kegagalan

    Internal

    Biaya

    Kegagalan

    Eksternal

    Total Rp515.239.200

    Sumber: Diolah Peneliti

    Tabel 5. Laporan Biaya Lingkungan 2011

    Laporan Biaya Lingkungan 2011

    Biaya Aktivitas

    Lingkungan

    Yang

    bertanggung

    jawab

    Pengukuran Disajikan Pengungkapan Pencatatan

    Biaya

    Pencegahan

    Biaya

    jamsostek

    bagian

    keuangan Rp184.239.200

    Beban

    Gaji beban usaha

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    keselamatan

    karyawan

    bagian

    keuangan Rp45.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya beton

    lahan

    bagian

    keuangan Rp700.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    menyewa

    Eskafator

    bagian

    keuangan Rp150.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    perbaikan

    bagian

    keuangan Rp100.000.000

    Beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    Laporan

    laba rugi

  • 25

    jalan lain-lain

    Biaya Deteksi

    Lingkungan

    Biaya tenaga

    ahli Eskafator

    bagian

    keuangan Rp24.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    pemeriksaan

    kelayakan

    limbah cair

    bagian

    keuangan Rp6.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    pemeriksaan

    kelayakan

    limbah udara

    bagian

    keuangan Rp6.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    Biaya

    Kegagalan

    Internal

    Biaya

    Kegagalan

    Eksternal

    Biaya

    kebocoran

    limbah

    bagian

    keuangan Rp. 250.000.000

    beban

    lain-lain

    beban dan

    pendapatan

    lain-lain

    Laporan

    laba rugi

    total Rp1.215.239.200

    Sumber: Diolah Peneliti

    Analisis yang dilakukan ini akan memperbandingkan kembali tahap-tahap

    yang akan dilakukan oleh PT. Swastisiddhi Amagra dengan prinsip yang berlaku

    secara umum:

    1. Pengidentifikasian

    Identifikasi yang dilakukan oleh PT. Swastisiddhi Amagra dalam melakukan

    tahapan-tahapan perlakuan biaya lingkungan khususnya pengelolaan limbah

    diperlakukan sebagai biaya lain-lain. Biaya lain-lain artinya adalah biaya yang

    dikeluarkan oleh perusahaan dalam menangani pengelolaan lingkungan yang

    tidak diperlakukan secara khusus dalam rekening laporan keuangan.

    2. Pengakuan

    PT. Swastisiddhi Amagra mengakui elemen biaya tersebut sebagai biaya lain-

    lain pada laporan keuangan. Biaya tersebut digunakan untuk operasional

    lingkungan.

    3. Pengukuran

    PT. Swastisiddhi Amagra dalam mengukur nilai dan jumlah biaya yang

    dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan ini dengan acuan realisasi anggaran

  • 26

    periode sebelumnya. PT. Swastisiddhi Amagra mengasumsikan bahwa realisasi

    anggaran periode yang lalu merupakan pelajaran pengalaman yang valid untuk

    dijadikan sebagai acuan dalam menentukan nilai dan jumlah biaya yang

    dikeluarkan dalam pengelolaan lingkungan dalam satu periode tersebut.

    4. Penyajian

    PT. Swastisiddhi Amagra melakukan penyajian alokasi biaya lingkungan

    tersebut secara bersama-sama dengan biaya unit-unit lain yang serumpun.

    Penyajian tersebut dilakukan bersama sebagai sub-sub biaya dalam rekening

    biaya lain-lain. Hal ini dilakukan oleh PT. Swastisiddhi Amagra sebab biaya

    pengelolaan lingkungan tersebut dianggap sebagai bagian dari sarana

    penunjang produksi sehingga tidak perlu melakukan penyajian secara khusus.

    5. Pengungkapan

    PT. Swastisiddhi Amagra mengungkapkan pembiayaan akuntansi lingkungan

    di dalam laporan keuangan menganut model normatif, artinya pengungkapan

    biaya lingkungan tersebut seolah-olah diungkapkan sebagaimana biaya

    overhead dalam perusahaan manufaktur sehingga tidak memerlukan penyajian

    secara khusus dalam laporan keuangan. Penyajian dalam laporan keuangan

    dilakukan dengan menggabungkan biaya yang serumpun yakni beban dan

    pendapatan lain-lain.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    PT. Swastisiddhi Amagra adalah perusahaan yang bergerak di bidang

    penglolaan minyak kelapa sawit. Dalam mengelola biaya yang diakibatkan dari

    pengelolaan minyak kelapa sawit, PT. Swastisiddhi Amagra masih menyatukan

    biaya-biaya tersebut dalam satu akun. Oleh karenanya penulis mengidentifikasi

    biaya-biaya tersebut ke dalam 4 kategori biaya kualitas lingkungan yaitu biaya

    pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan internal, dan biaya kegagalan eksternal.

    Untuk biaya pencegahan meliputi biaya jamsostek, biaya keselamatan karyawan, dan

    biaya menyewa eskafator. Biaya detekesi meliputi biaya tenaga ahli eskafator, biaya

  • 27

    pemeriksaan kelayakan limbah cair, dan biaya pemeriksaan kelayakan limbah udara.

    Biaya kegagalan eksternal meliputi biaya kebocoran eskafator.

    Setelah melakukan penelitian, pada tahun 2010 penerapan akuntansi

    lingkungan di PT. Swastisiddhi Amagra sudah cukup baik hal ini terlihat bahwa biaya

    pencegahan lebih besar daripada biaya kegagalan interrnal dan eksternal yang ditinjau

    dari laporan biaya lingkungan. Sedangkan pada tahun 2011 penerapan akuntansi

    lingkungan sudah cukup baik akan tetapi PT. Swastisiddhi Amagra terlibat masalah

    pencemaan lingkungan yaitu matinya ikan yang dianggap Tuhan oleh masyarakat

    sekitar. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus ganti rugi sebesar

    Rp250.000.000,00. Lalu PT. Swastisiddhi Amagra diperiksa oleh pihak ketiga terkait

    dengan pengelolaan limbahnya dan ternyata pengelolaan limbah PT. Swastisiddhi

    Amagra sudah memenuhi standart kelayakan, hanya saja mungkin dalam pengelolaan

    limbah PT. Swastisiddhi Amagra kurang maksimal, sehingga masih terdapat

    kebocoran dan berdampak buruk untuk lingkungan dan perusahaan.

    Keterbatasan

    Di dalam memperoleh data peneliti masih memiliki keterbatasan yaitu

    minimnya informasi yang diberikan manajemen yang terkait dalam biaya lingkungan.

    Saran

    Bedasarkan hasil kesimpulan penelitian di atas maka peneliti memberikan

    saran kepada perusahaan agar perusahaan mengklasifikasikan aktivitas lingkungan ke

    dalam empat kategori biaya lingkungan yaitu biaya pencegahan, biaya deteksi, biaya

    kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Dari sini terlihat berapa besar biaya

    pencegahan, biaya deteksi, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal,

    sehingga dapat diketahui mana saja aktivitas yang belum maksimal dan mana yang

    perlu dimaksimalkan. Penerapan akuntansi lingkungan yang optimal akan mendorong

    perusahaan peduli akan lingkungan dan sosial.

  • 28

    DAFTAR PUSTAKA

    Belkaoi, A.1980. Industrial bond ratings: A new look, Financial Management,

    Autumn: 4451.

    Belkaoui, A. 2004. Accounting Theory. Salemba Empat, Jakarta.

    Brown, N. dan Deegan, C. 1999. The Public Disclosure of Environmental

    Performance Information A Dual Test of Media Agenda Setting Theory and

    Legitimacy Theory, Accounting and Business Research.

    Burritt, R., Hahn, T., dan Schaltegger, S. 2002. Towards a Comprehensive

    Framework for Environmental Management Accounting Links Between

    Business Actors and Environmental Management Accounting Tools. Australian

    Accounting Review. 12:39-50.

    Deegan, C.,dan Gordon, B. 1996.A study of the environmental disclosure practices of

    Australian corporations, Accounting and Business Research.

    Glueck, W.,dan Jauch, L. 1984. Manajemen Strategik dan Kebijaksanaan Perusahaan.

    Gray, R., Owen, D., dan Adams, C. 1996.Accounting and Accountability.

    Hansen, D. R. dan Mowen. M. M. 2007. Akuntansi Manajerial Jilid 1. Edisi ke tujuh.

    Salemba Empat, Jakarta

    Harahap, S. S. 1999. Teori Akuntansi. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

    Helvegia, T. 2001. Socio Accounting for Environmental. First Edition, Grammarica

    press, Journey. , Nixxon Offset. ,UK.

    Ikhsan, A. 2008. Akuntansi Lingkungan dan pengungkapannya, Jakarta.

    Media Akuntansi.1998.Ikatan Akuntan Indonesia.31(5).

    Murni, S. 2001. Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan Mengenai Pengakuan, Pengukuran,

    dan Pelaporan Eksternalities dalam Laporan Keuangan. Jurnal Penelitian

    Jurnal Akuntansi dan Investasi Jurusan Akuntansi FE UMY.

    Naibaho, P.M., 1998. Teknologi pengolahan kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa

    Sawit. Medan.

    Saudagaran, S. M. 2001. International Accounting: A User Perspective. Cincinnati

  • 29

    Setyaningtyas, I., dan Andono, F. A. 2013. Penerapan Enviromental Cost Accounting

    pada PG. Modjopanggoong di Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmiah

    Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(1): 1-16.

    Susi, 2009, Why Firms Disclose Environmental Information? A Literatur Review,

    Jurnal Akuntansi dan Keuangan volume 14, nomor 2, Juli 2009, Fakultas

    Ekonomi Universitas Lampung.

    Tampubulon, K. 2008, Hubungan Antara Kinerja Lingkungan, Pengungkapan

    Lingkungan dan Kinerja Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

    Yuniati, T. 1998. Akuntansi Lingkungan: Pengidentifikasian, Pengukuran dan

    pelaporan. Universitas Negeri Surakarta, Skripsi, tidak dipublikasikan.

  • 30

    LAMPIRAN 1

    Laporan Laba Rugi PT. Swastisiddhi Amagra

    Sumber: Laporan Keuangan PT. Swastisiddhi Amagra

  • 31

    LAMPIRAN 2

    Catatan Atas Laporan Keuangan PT. Swastisiddhi Amagra

  • 32

    Sumber: Laporan Keuangan PT. Swastisiddhi Amagra

    LAMPIRAN 3

    Foto Bakchus

    Sumber : Direktur PT. Swastisiddhi Amagra

    LAMPIRAN 4

    Foto Pelet

  • 33

    Sumber : Direktur PT. Swastisiddhi Amagra

    LAMPIRAN 5

    Foto Jangkos dan Incenerator

    Sumber : Direktur PT. Swastisiddhi Amagra

    LAMPIRAN 6

    Struktur Organisasi PT. Swastisiddhi Amagra

    Komisaris Utama

    Direktur Utama

    Komisaris

    Direktur Direktur

    Sumber: Internal PT. Swastisiddhi Amagra