PENDETEKSIAN BAHAYA TSUNAMI BAGI WILAYAH PADAT
PENDUDUK DI PULAU JAWA
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Dr. Endah Tri Priyatni, M.Pd., dan Muyassaroh, S.S., S.Pd.
Oleh
Ali Atul Rodiansyah
120722420605
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
Mei 2013
2
1. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Pulau Jawa merupakan sebuah pulau di Indonesia dengan luas yang
mencapai 126.700 km², dan merupakan pulau dengan penduduk terpadat di
Indonesia, yaitu dihuni oleh 60% total penduduk Indonesia, sekitar 136 juta
penduduk, dengan kepadatan 1.029 jiwa/km². Dan Ibu kota Indonesia, Jakarta,
terletak di Jawa bagian barat. Pulau ini merupakan pulau yang penting karena
merupakan pusat dari kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan sosial Indonesia.
Pulau Jawa berada pada wilayah jalur gempa aktif yang rentan akan
terjadinya tsunami, sebagian wilayah di pulau Jawa yang rawan terjadi tsunami
adalah di wilayah pesisir selatan dan pesisir barat pulau Jawa, secara geologis
pesisir selatan pulau jawa berada di jalur subduksi atau pertemuan dua lempeng
besar yang saling bertumbukan, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia.
Pergerakan lempeng tektonik di kawasan ini sering kali menyebabkan terjadinya
gempa besar yang dapat memicu terjadinya tsunami. Dalam kurun waktu 17 tahun
telah terjadi 2 kali tsunami yang cukup besar di selatan pulau Jawa, yaitu tsunami
Banyuwangi-Jawa timur pada tahun 1994 dan Pangandaran-Jawa barat pada tahun
2006. Lain halnya dengan di pesisir barat, di wilayah ini rawan terjadinya tsunami
karena keberadaan Gunung Krakatau, gunung ini merupakan gunung berapi aktif
dan jika gunung ini meletus maka kemungkinan terjadinya tsunami yang besar
dapat terjadi, seperti pada tahun 1883 letusan gunung ini menimbulkan tsunami
yang besar.
Morfologi pantai selatan dan barat Jawa berfariasi ada Cliff (tebing
curam), beach (pantai bergisik), kompleks, teluk, dan ada juga yang berupa rawa.
Secara umum, pantai bergisik dengan material pasir mendominasi kawasan ini.
Kawasan pantai selatan dan barat Jawa memiliki daya tarik tersendiri di tinjau dari
kacamata pariwisata. Banyak lokasi wisata pantai yang menarik di kawasan ini,
antara lain pantai Palabuhan ratu dan Pangandaran di Jawa barat, pantai Teluk
penyu, Karang bolong, dan Petanahan di Jawa Jengah, pantai Glagah, Parang tritis
dan Baron di DIY, serta pantai Teleng ria, Popoh, dan Pugar di Jawa timur.
Kawasan pantai selatan dan barat Jawa juga merupakan daerah yang padat
3
penduduk, di sepanjang pesisir ini banyak sekali kota-kota maupun pemukiman,
seperti kota Pangandaran, Cilacap, kebumen, Pacitan, dan Banyuwangi.
Dengan kondisi geologis di pantai selatan dan barat Jawa yang rawan
terjadi tsunami, maka dari itu pentingnya sebuah sistem untuk mengkaji bencana
ini sanggat di perlukan, seperti mitigasi bencana tsunami. Mitigasi bencana
tsunami meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak bahaya tsunami yang
tidak dapat dihindarkan. Dengan dilakukanya mitigasi bencana ini diharapkan
dapat mengurangi dan meminimalisir jumlah korban, kerugian material maupun
sosial yang banyak.
1.2 Rumusan masalah
1. Mengapa pulau Jawa rawan terkena tsunami?
2. Daerah-daerah mana yang rawan tsunami di pulau Jawa?
3. Bagaimana cara mengantisipasi bencana tsunami di pulau Jawa?
1.3 Tujuan penulisan
1. Mendeskripsikan penyebab pulau Jawa rawan terjadi tsunami.
2. Mendeskripsikan daerah-daerah yang rawan bencana tsunami di pulau
Jawa.
3. Mendeskripsikan cara mengantisipasi bencana tsunami di pulau Jawa.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu Tsu yang berarti pelabuhan, dan
nami yang berarti gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan"
adalah perpindahan air dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh
perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Tsunami dapat
akibatkan oleh beberapa pemicu seperti; gempa bumi, meletusnya gunung api,
tanah longsor dan jatuhnya asteroid (O’Neill, 2005). Penyebab tsunami yang
paling umum adalah gempa bumi, karena gempa bisa terjadi kapan saja dan paling
sering terjadi, tetapi pada dasarnya tidak semua gempa bumi dapat memicu
4
terjadinya tsunami, hanya gempa bumi dengan intensitas atau kekuatan tertentu
saja yang dapat menyebabkan tsunami. Tsunami juga dapat terjadi karena gunung
meletus, gunung api tersebut merupakan gunung api pulau, dimana saat letusan
terjadi material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air
laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar volume
material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat. Sebagai
contohnya adalah kasus letusan Gunung Krakatau tahun 1883. Pemicu tsunami
yang lainya seperti tanah longsor dan jatuhnya asteroid di wilayah laut jarang
terjadi, sehingga jarang di khawatirkan.
Gambar Proses terjadinya tsunami yang di sebabkan gempa tektonik
(sumber: Pusat informasi becana Aceh)
Tsunami terjadi akibat dislokasi dasar laut, pada proses ini permukaan
yang berpindah tempat secara mendadak menimbulkan pergerakan massa air yang
secara tiba-tiba, pada saat perpindahan lokasi dasar laut ini menimbulkan massa
air yang banyak mengisi wilayah dimana awalnya lokasi tersebut di tempati oleh
daratan dan daratan tersebut berpindah tempat, ketika daratan tersebut kembali
menempati wilayah asalnya maka air yang berada di tempat tersebut bergerak
karena dorongan massa daratan dengan pergerakan yang kuat dan mendadak
5
sehingga menimbulkan perpindahan massa air laut dengan skala yang besar, aliran
ini membentuk gelombang kuat menyebar ke berbagai arah. Secara singkat proses
terjadinya tsunami dapat dijelaskan sebagai berikut: Gempa bawah laut
merenggutkan massa besar air laut dalam satu hentakan kuat, Gelombang balik air
menerjang dengan kecepatan hingga 800 Km/jam, Mendekati pantai, gelombang
melambat namun mendesak ke atas, Gelombang menghempas ke daratan dan
menghancurkan apapun di belakang pantai (Pusat Informasi banda Aceh). Dengan
kecepatan dan kekuatan tsunami yang besar, tsunami bersifat merusak pada setiap
wilayah yang di terjangnya.
2.2 Gambaran Geologis Pulau Jawa
Jawa merupakan pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas
vulkanik, Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari
barat hingga timur pulau ini. Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah Laut Jawa
di sebelah utara, Selat Sunda di sebelah barat, Samudera Hindia di sebelah selatan,
serta Selat Bali dan Selat Madura di timur.
Gambar Pulau Jawa di zona pertemuan antara dua lempeng
(Sumber: Pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan)
Pulau Jawa berada di wilayah pertemaun antara dua lempeng dunia, yaitu
Lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia, juga di lewati oleh jalur
6
pegunungan muda dunia Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteran, deretan
pegunungan muda ini merupakan gugusan gunung-gunung aktif, yang
membentang dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan sampai Pegunungan
Alpen di Eropa, rangkaian sirkum ini bersifat vulkanis, Yang menyababkan
banyak Gunung api aktif di sekitar rangkaian Sirkum. Akibatnya di wilayah pulau
Jawa ini terdapat rangkaian pegunungan aktif yang tersebar di pulau ini sebagai
akibat dari di laluinya sirkum Mediteran maupun sirkum Pasifik tersebut,
gugnung-gunung ini seperti G. Krakatau di Selat Sunda, Pegunungan Dieng di
Jawa Tengah, G. Merapi di DIY, G. Semeru, G. Ijen di Jawa Timur dan masih
banyak lagi lainya. Gunung yang akan di bahas di sini adalah G. Krakatau, kerena
keberadaanya yang unik yaitu berada di tengah laut dan aktivitas vulkanismenya
yang tergolong sangat aktif sekali.
Akibat pergerakan relatif antar lempeng tektonik di sekitar Jawa dan
aktivitas sesar-sesar regional maupun lokal ribuan gempa terjadi setiap tahunnya,
namun sebagian besar dari gempa-gempa tersebut hanya terdeteksi oleh alat yakni
Seismograph (BMKG), sehingga menyebabkan wilayah Jawa rawan akan
terjadinya tsunami yang tidak terdeteksi. Pertemuan antar Lempeng Eurasia
dengan lempeng Indo-Australia di sebelah selatan pulau Jawa tersebut berjenis
subduksi konvergen, pergerakan lempeng mengarah pada satu pusat, dimana
lempeng Indo-Australia menujam ke bawah lempeng Eurasia dengan kecepatan
70 mm per tahun. Proses subduksi yang berlangsung lama dan lambat ini
menimbulkan penyimpanan energi yang besar, jika energi dari subduksi tersebut
di lepaskan, maka akan terjadi gempa yang berpotensi menimbulkan gelombang
tsunami. Selain itu zona pertemuan lempeng Eurasia dan Indo Australia punya
karakter curam, sangat dalam, dan ada sedimen lunak di bawah lempeng, karakter
ini memperbesar potensi tsunami senyap karena pergeseran lempeng dengan
dentuman besar berlangsung lambat akibat tertahan sedimen lunak. Inilah yang
menyebabkan getaran gempa tak begitu terasa di pesisir, seperti tsunami
Pangandaran pada 2006, (Mardiatno, 2013).
7
2.3 Wilayah rawan tsunami
Wilayah yang rawan tsunami ini berdasarkan berbagai aspek, mulai dari
jumlah penduduk, elevasi, kaberadaan fasilitas umum atau fasilitas-fasilitas yang
penting dan kedekatan wilayah tersebut dengan daerah pesisir pantai yang berada
di daerah rawan tsunami, entah itu karena gempa bumi maupun tsunami karena
gunung meletus.
Aspek kewilayahan daerah yang rawan akan tsunami dengan
mempertimbangkan beberapa kondisi yang ada di wilaya tersebut, di bawah ini
merupakan beberapa aspek yang dapat di gunakan untuk pekiraan dan
pertimbangan tentang suatu wilayah yang rawan tsunami, yaitu;
1. Elevasi atau ketinggian tempat.
2. Wilayah dengan jumlah penduduk yang padat, minimal tingkat kota
kecamatan.
3. Keberadaan wilayah tersebut dengan bibir pantai.
4. Kondisi daya lindung lingkungan, seperti keberadaan tanggul penghalang
alami atau buatan,atau tanaman penghalang tsunami.
5. Sejarah tsunami di tempat tersebut.
6. Keberadaan fenomena alam yang dapat menjadi pemicu tsunami, yaitu
keberadaan gunung api dan wilayah yang sering terjadi gempa bumi.
Dari berbagai aspek di atas dapat di ketahui sebenarnya semua wilayah
yang berada di pasisir pulau Jawa yang menghadap langsung dengan sumber
pemicu tsunami adalah rawan akan terkena dampak tsunami, wilayah pesisir
selatan Jawa yang menghadap ke wilayah pertemuan dua lempeng, dan wilayah
barat yang menghadap ke pulau Gunung Krakatau. Di bawah ini beberapa wilayah
yang rawan akan tsunami dapat di katakan daerah yang rawan akan tsunami,
yaitu;
Banten : Lebak, Pandeglang, Cilegon dan Serang
Jawa barat : Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi
Jawa tenggah : Purworejo, Kebumen dan Cilacap
Yogyakarta : Gunung kidul, Bantul dan Kulon progo
8
Jawa timur : Banyuwangi, Jember, Lukajang, Malang, Blitar, Tulungagug,
Trengalek dan Pacitan.
Terindikasinya wilayah yang rawan terhadap tsunami di atas
mengambarkan tentang kodisi wilayah Jawa yang hampir keseluruhan rawan
terhadap tsunami. Meskipun begitu level maupun tingkat bahaya dan resiko setiap
daerah berbeda-beda tergantung dari kondisi di wilayah tersebut.
2.4 Mitigasi Bencana
Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang
tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat.
Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan
resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia dan
harta-benda” (Fema dalam Shofi, 2000). Mitigasi merupakan usaha yang
dilakukan oleh semua pihak yang terkait, pada tingkat negara, masyarakat dan
individu.
Mitigasi bahaya tsunami maupun untuk bencana alam lainnya, sangat
memerlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam. Partisipasi
masyarakat merupakan salah satu faktor yang penting di dalam bersiap dalam
menghadapi resiko kejadian bencana. Ada beberapa langkah penting yang efektif
untuk mitigasi bahaya tsunami, yaitu:
2.4.1 Penilaian Bahaya (Hazard Assessment)
Unsur pertama untuk mitigasi yang efektif adalah penilaian bahaya.
Penilaian bahaya tsunami diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset
yang terancam, dan tingkat ancaman (level of risk). Penilaian ini membutuhkan
pengetahuan tentang karakteristik sumber tsunami, kemungkinan kejadian,
karakteristik tsunami dan karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai.
2.4.2 Peringatan (warning)
Unsur kunci kedua adalah suatu sistem peringatan untuk memberi
peringatan kepada masyarakat pesisir tentang bahaya tsunami yang tengah
mengancam. Sistem peringatan didasarkan kepada data gempa bumi, dan data
9
fluktuasi muka air laut untuk konfirmasi dan pengawasan tsunami. Sistem
peringatan ini mengandalkan berbagai alat saluran komunikasi untuk
memberikan peringatan terhadap semau pihak yang terlibat dalam mitigasi
bencana, pihak pemerintah maupun swasta dan masyarakat sebagai obyek yang
harus di selamatkan.
2.4.3 Persiapan
Kegiatan kategori ini tergantung pada penilaian bahaya dan peringatan.
Persiapan yang layak terhadap peringatan bahaya tsunami membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bahaya dan pengetahuan
tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus mengevakuasi dan
kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman. Jenis persiapan lainnya adalah
perencanaan tata ruang, Usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang
tahan terhadap tsunami, melindungi bangunan yang telah ada dan menciptakan
breakwater penghalang tsunami juga termasuk bagian dari persiapan.
2.4.3.1 Tata Ruang
Perencanaan ruang memiliki tujuan untuk menghasilkan penggunaan
ruang yang efisien, termasuk diantaranya menimimalisir resiko bencana.
Indonesia sebagai negara yang sering mengalami bencana, baik karena faktor
geografis atau peningkatan paparan terhadap bencana karena pembangunan atau
urbanisasi. Banyaknya bencana alam yang terjadi di wilayah Jawa mendorong
semakin pentingnya peran pengurangan resiko bencana. Peran perencanaan tata
ruang dalam pengurangan resiko bencana telah banyak diusulkan dalam praktik
perencanaan baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang.
(Burby dan French dalam Maraoks, 2011) menyebutkan bahwa peran perencanaan
tata ruang adalah untuk pembatasan pembangunan di daerah-daerah yang rawan
terhadap bahaya yang terkait dengan alam. Hal ini termasuk dengan pembatasan
pembangunan di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana gempa bumi dan
tsunami. Dampak dari pembatasan pembangunan di daerah-daerah yang
berbahaya akan meminimasi potensi paparan, pengurangan terhadap kerugian jiwa
serta kerusakan harta benda di daerah-daerah berbahaya. Pembangunan yang tidak
mengindahkan aspek kebencanaan akan dapat berakibat pada besarnya resiko
bencana yang timbul, seperti pembangunan permukiman dan lokasi pariwisata di
10
sepanjang pantai berpotensi terkena dampak tsunami. Sebagai contoh, dampak
sangat besar dari tsunami Jawa telah diketahui bersama pada kejadian tsunami di
Kawasan Pantai Pangandaran pada Juli 2006.
2.4.4 Penelitian
Meskipun tidak terkait langsung dengan aktivitas mitigasi, penelitian yang
terkait dengan tsunami sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas mitigasi.
Riset yang menyelidiki bukti-bukti kejadian tsunami pada masa lampau,
mengembangkan data tentang tsunami dan penghitungan dampak bahaya tsunami
dapat meningkatkan tingkat akurasi penilaian bahaya. Teknik sistem peringatan
untuk penilaian cepat dan akurat bahaya gempa bumi tsunami potensial dari data
seismik dan alat pengukur muka air laut dikembangkan melalui penelitian.
Penelitian juga mampu meningkatkan cara pendidikan publik sehingga tingkat
kepedulian masyarakat akan bahya tsunami meningkat. Membuat prosedur
pengamanan yang efektif juga membutuhkan penelitian tersendiri tentang bahaya
tsunami. Penelitian juga memberikan panduan perencanaan tataruang dalam
pembagian zona daerah yang potensial terkena tsunami. Demikian juga halnya
penelitian mengenai sifat tsunami untuk meningkatkan daya tahan struktur
bangunan dan infrastruktur dari ancaman tsunami
Dari pola dan langkah dari mitigasi bencaan tsunami di atas secara garis
besar dapat di simpulkan dengan kegiatan yamg sedarhana tetepi dapat mencakup
semua inti dari penanganan dan langkah-langkah mitigasi bencana.
Jenis Kegiatan Mitigasi Tujuan Mitigasi
Perencanaa tata guna lahan Pengaturan pola pembangunan
Buiding codes Penguatan terhadap tekanan bahaya
Pengaturan zonasi Pembatasan penggunaan area berbahaya
Pengaturan subdivisi Penguatan infrastruktur
Analisa bahaya atau Pemetaan Identifikasi resiko area berbahaya
Sistem iformasi bahaya Peningkatan kesadaran terhadap resiko
Edukasi publik Peningkatan pengetahuan terhadap bencana
11
Pemantauan Pemantauan terhadap aturan yang sudah di buat
Pengambil alihan lahan yang berbahaya Pengambilalihan fungsi lahan
Relokasi Pemindahan dari lokasi rentan ke lokasi yang
aman
Asuransi bencana Pemberian kompensasi terhadap korban bencana
Tabel Jenis dan tujuan mitigasi
Dari tebel di atas dapat di lihat bahwa mitigasi bencana terdiri dari
bermacam-macam langkah dan tindakan yang harus di lakukan demi
terlaksananya sistem mitigasi yang berhasil. Dalam proses mitigasi bencana
tsunami semua pihak harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, pemerintahan
sebagai pewadah kegiatan dan peraturan haruslah mempunyai motivasi dan
semangat dalam kegiatan mitigasi bencana tsunami ini, begitupun masyarakat,
masyarakat haruslah patuh pada sistem ini, dapat bekarja sama dan bahu-
membahu dalam proses mitigasi ini.
3. Penutup
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa tsunami merupakan
bencana yang dapat melanda wilayah pesisir pantai pulau jawa kapan saja, ada
beberapa penyebab tsunami yaitu; gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus,
dan jatuhnya meteor. Kerawanan pulau Jawa terlanda tsunami karena wilayahnya
yang terletak di daerah pertemuan antara lempeng Eurasia dengan Indo-Australia
dan juga di lewati jalir pegunungan muda dunia yaitu sirkum pasifik dan sirkum
mediteran sehingga di sepanjang pulau Jawa terbentang jalur pegunungan aktif,
salah satu gunung aktif yang dapat menjadi pemicu tsunami adalah Gunung
krakatau, yang terletak di tengah selat Sunda. Penyebab tsunami yang paling
umum adalah karena gempa bumi. Tsunami menjadi sanggat berdamak buruk jika
melanda daerah yang padat penduduknya dan banyak fasilitas publik yang
terdapat di daerah tersebut, karena di kahawatirkan dapat memakan korban jiwa
yang banyak dan kerugian material yang banyak. Untuk mengurangi dampak
12
negatif dari bencana tsunami di perlukan suatu tindakan atau sistem, salah satu
adalah mitigasi bencana, yaitu sistem yang meliputi dari Penilaian Bahaya,
Peringatan, Persiapan dan Penelitian. Serangkaian proses di atas merupakan satu
kesatuan untuk menangulangi bancana tsunami dan usaha unutk meminimalisir
dampaknya. Selain itu peran masyarakat dan pemerintah sangat menentukan
berhasil tidaknya upaya dalam penanganan bencana tsunami, masyarakat dengan
kesadaranya dan pemerintah sebagai lembaga pemerintahan berkewajiban untuk
sistem dan regulasi agar terlaksananya sistem yang berhasil.
3.2 Saran
Saran untuk mengatasi masalah sekitar tsunami adalah sebaiknya
pemerintah dalam tingkat lokal maupun nasional mempunyai struktur atau badan
pemerintahan tersendiri yang fokus dengan masalah kebencanaan, agar
terlaksananya mitigasi bencana tsunami yang berhasil. Kegiatan yang harus di
lakukan meliputi memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang tsunami,
pembuatan peraturan mengikat yang, pembangunan berwawasan lingkungan yang
memperhitungkan resiko bencana dll. Faktor kunci kedua dalam penanganan
tsunami adalaha pada masyarakar atau penduduk di daerah tersebut, mereka
seharusnya mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggal mereka, mentaati
peraturan pemerintah, dan menguasai pengetahuan tentang kebencanaan.
Peran pemerintah dan masyarakat sangat menentukan keberhasilan
mitigasi bencana tsunami ini, maka seharusnya dari kedua pihak mempunyai
tujuan, motivasi dan usaha yang besar agar terlaksananya sistim mitigasi bencana
tsunami yang berhasil.
13
Daftar Rujukan
Ash Shofi, Zakiyah. 2010, Mitigasi Tsunami yang efektif, (online),
(http://mitigasibencana.tumblr.com/),di akses 19 April 2013.
BMKG Indonesia. Indonesia Rawan Gempabumi & Tsunami. (Online).
(http://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=3). di akses 16
Mei 2013.
Fajriyah, Rahmah. 2012. Dampak Positif Dan Negatif Dari Bencana, (Online),
(http://rfajriyah.blogspot.com/2012/01/dampak-positif-dan-negatif-dari-
bencana.html), di akses 19 April 2013.
Guru Geografi SMAN 1 Sawon. 2010. Sirkum pasifik dan sirkum mediteranian.
(Online), (http://g3oearth.blogspot.com/2010/11/sirkum-pasifik-dan-
sirkum-mediteraniam.html), di akses 15 Mei 2013.
Longstreath, David. April 2005. Tsunami Triggers. National Geographic, hlm. 18-
19.
Maraoks. 2011. Penanggulangan Bencana Tsunami. (Online),
(http://maranugraha.wordpress.com/2011/01/01/penanggulangan-
bencana-tsunami/), di akses 19 April 2013.
Pemerintah Kabupaten Blitar. Letusan gunung berapi. (Online).
(http://www.blitarkab.go.id/?p=610). di akses 16 Mei 2013.
Pusat informasi banda Aceh. 2010. Proses Terjadinya Tsunami. (online).
(http://piba.tdmrc.org/content/prosesterjadi nya-tsunami#). di akses 16 Mei
2013.
Satria Nugraha. 2013. Penyebab Terjadinya Tsunami. (Online),
(http://satriacorn.wordpress.com/2013/01/04/penyebab-terjadinya-
tsunami/), di akses 19 April 2013.
Tempo. 2013. Tsunami Senyap Ancam Pesisir Selatan Jawa. (Online),
(http://www2.tempo.co/read/news/2012/08/29/206426253/Badan-
Antariksa-Jerman-sumbang-peta-rawan-tsunami), di akses 19 April 2013.
Top Related