Download - pendekatan Teologi

Transcript
Page 1: pendekatan Teologi

pendekatan Teologi,Normatif dan antropologi dalam studi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan umat atau topik dalam kitab suci umat beragama,namun secara konsepsional kehadiran agama semakin dituntut aktif untuk menunjukkan cara-cara paling efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.

Tuntutan yang demikian itu akan mudah dijawab oleh kita sebagai kalangan intelektual muslim dan siapa saja tatkala kita sebagai muslim memahami “agama kita sendiri”.bukan hanya sekedar pemahaman dengan pendekatan teologis normatif namun juga harus dilengkapi dengan pendekatan lain,yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan umat.

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.

Berdasarkan latar belakang persoalan diatas,maka dirasa penting untuk mengetahui berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama sekaligus menjawab permasalahan-permasalahan umat manusia.sehingga agama akan terasa lebih bermakna dan hadir kokoh dalam masyarakat tatkala kita paham akan agama kita.sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut,agama akan menjadi sulit untuk difahami oleh masyarakat,tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama (Naudzubillahi Min Dzalik)

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis sering disebut juga sebagai perpektif timur,Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri.dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif tuhan sendiri.realitas sejati dari agama adalah sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing agama.[1]pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.

Page 2: pendekatan Teologi

Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ulama-ulama,pendeta,rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab mereka,baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada.

Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[2]

Amin Abdullah dalam bukunya metodologi study islammengatakan, bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran-teologis.

Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat,kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru,sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling meng-kafir-kafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah 1ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwapendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkanmasalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Terlebih-lebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiranteologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Bercampur aduknya doktrin teologi dengan historisitas institusi sosial kemasyarakatan yang menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat beragama.[3]

Uraian di atas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologis, keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaannya.Proses pelembagaan perilaku keagamaan

Page 3: pendekatan Teologi

melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang terclapat dalam teologi jelas diperlukan. Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama. Tetapi, ketika tradisi agama secara sosiologis mengalami reifikasi atau pengentalan, maka bisa jadi spirit agama yang paling "hanif' lalu terkubur oleh simbol-simbol yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat mungkin orang lalu tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari.

Sikap eksklusifisme (ketertutupan) teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain,tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa

2. Pendekatan Antropologis

yaitu pendekatan kebudayaan; artinya, Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik dan sistemkeagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sebagai suatu sistem ide,wujud ataupun nilai dan norma yang dimiliki oleh anggota masyarakat yang mengikat seluruh anggota masyarakat.[4]

Sistem budaya agama itu memberikan pola kepada seluruh tingkah laku anggota masyarakat, dan melahirkan hasil karya keagamaan yang berupa karya fisik, dari bangunan tempat ibadah seperti mesjid, gereja, Pura & klenteng,sampai pada upacara yang sangat sederhana seperti tasbih.

Contoh Pendekatan Antropologis telah dilakukan diantaranya oleh EB.Taylor. Tylor mengadakan penelitian pada bangsa-bangsa primitif. ia meneliti suku bangsa yang palingsederhana di Afrika dan Asia.salah satunya suku Asmat.berdasarkan penelitiannya, ternyata suku bangsa yang paling sederhana (primitif) mempercayai roh animisme. Menurutnya,tahap awal agama adalah kepercayaan animisme;kepercayaan bahwa alam semesta ini mempunyai jiwa. Bentuk sekecil apa pun dari benda bagian alam semesta mempunyai roh yangmenggerakkan dan yang membuat ia hidup.

Kepercayaan ini fundamental dan universal.artinya, bisa berada di semua bangsa dan masyarakat serta bisa menerangkan pemujaan terhadap orang mati, pemujaan terhadap leluhur atau nenek moyang, juga menjelaskan asal mula para dewa. Dalam tahap berikutnya, animisme berkembang menjadi pemujaanterhadap

Page 4: pendekatan Teologi

dewa-dewa (politeisme), dan dalam perkernbanganselanjutnya, kemudian berkembang lagi menjadi pemujaanterhadap Tuhan Yang Esa (monoteisme).[5]

Dengan demikian,pendekatan antropologis sangatdibutuhkan dalam memahami ajaran agama serta menjelaskan hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia,karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan antropologi.

3. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif erat kaitannya dengan pendekatan teologis.pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannyayang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampilmenawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalildalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.[6]

BAB III

KESIMPULAN

1. Pendekatan Teologis

Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri. pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.

Sikap eksklusifisme (ketertutupan) teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain,tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnyamempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa

Page 5: pendekatan Teologi

2. Pendekatan Antropologis

yaitu pendekatan kebudayaan,pendekatan ini lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.Dengan demikian,pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama serta menjelaskan hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia.

4. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif erat kaitannya dengan pendekatan teologis.pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.

http://putracotkala.blogspot.com/2011/02/pendekatan-teologinormatif-dan.html

Barbagai Pendekatan di dalam memahami AgamaPosted by Machfud IlahiKamis, 07 Maret 20130 komentar

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

Tuntunan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang

selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normative dilengkapi dengan pemahaman

agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan

jawaban terhadap masalah yang timbul.

Berkenaan dengan pemikiran diatas, maka pada bab ini pembaca akan di ajak untuk mengkaji

berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan,

karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh

penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama

menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidaj fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari

pemecahan masalah kepada agama lain, dan hal ini tidak boleh terjadi.

Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan toelogis normative antropologis, sosiologis,

psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapaun yang dimaksud dengan

pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigm yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang

selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, jalaluddin rahmat mengatakan

Page 6: pendekatan Teologi

bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigm. Reailitas keagamaan yang

diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak

ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistic atau penelitian

filosofis.

Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikamukakan sebagai berikut:

A. Pendekatan Teologis Normatif

Pendekatan teologi normative dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya

memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu

keyakinan bahwa wujud empiric dari suatu kegamaan dianggap sebagai yang paling benar

dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagai mana kita

ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu pada agama tetentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri,

komitmen, dan dedikasi yang tinngi dan penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa

sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran

teoligis.

Dalam islam sendiri, secara tredisional, dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah, dan

Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah. Menurut

pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kotemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan

islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis mesianis, dan tradisionalis. Keempat

prototype pemikiran tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-

masing mempunyai keyakinan teologi yang seringkali sulit unutk didamaikan.

Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan

adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang

masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai

yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa pendektan teologis dalam memahami agama menggunakan cara

berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak

adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu

dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan

dalil-dalil dan argumentasi.

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitanya dengan pendekatan normative, yaitu pendekatan

yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan yang asli dari tuhan yang didalamnya

belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai

suatu kebenaran mutlak dari tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal.

B. Pendekatan Atropologis

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan bagai slah satu upaya memahami

agama dengan cara melihat wujud praktis keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang

dihadapi oleh manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Antropologi dalam

kaitan ini bagaimana dikatakan oleh Dawan Rahadjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung,

bahkan sifatnya partisipatif.

Page 7: pendekatan Teologi

Melalui pendekatan sntrolpologis sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama

dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan

fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.

Pendekatan antropologis seperti itu di perlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan

agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis.

C. Pendekatan Sosiologis

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan

antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup

bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta

pula kepercayaannya, keyakinan yang member sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam

setiap persekutuan hidup manusia.

Dari beberapa peryataan diatas terlihat bahwa sosiologi adalah Ilmu yang menggambarkan tentang

keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang

paling berkaitan. Dengan ilmu ini fenomena sosila dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang

mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari

terjadinya proses tersebut.

Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal

demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara

proporsial dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama islam

dapat dijumpai peristiwa nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir.

Mengapa dengan melaksanakan tugasnya nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, dan masih

banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat

ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut

sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu

alat dalam memahami ajaran agama.

Dalam bukunya berjudul “Islam Alternatif”, Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya

perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial dengan mengajukan lima alas an

sebagai berikut:

Pertama, dalam al_qur’an atau kitab-kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu

berkenaan dengan urusan muamalah.

Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialahn adanya kenyataan

bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah

boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap

dukerjakan sebagaimana mestinya.

Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari pada

ibadah yang bersifat perorangan.

Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal,

karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tebusannya) ialah melakukan sesuatu yang

berhubungan dengan masalah sosial.

Page 8: pendekatan Teologi

Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat

ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.

D. Pendekatan Filosofis

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan

hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab

dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat

atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formanya. Filsafat mencari sesuatu yang

mendasar, asas, dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriyah.

Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama,

dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami

secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh

para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul “Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” yang ditulis oleh

Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku tersebut AL-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang

terdapat dibalik ajaran-ajaran agama Islam.

Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengamalan agama yang bersifat

formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa,

kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan

formalistic.

Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya

E. PENDEKATAN HISTORIS

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan

memperhatikan unsur tempat, waktu obyek, latar belakang dan prilaku dan peristiwa tersebut.”

Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana,

apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri

turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.

Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan

dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar

dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang-orang yang

memahaminya. Seseorang yang ingin memahami alqur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan

harus mempelajari sejarah turunnya alQur’an atau sejarah-sejarah yang mengiringi turunnya alQuran

yang selanjutnya disebut sebagai ilmu asbabul nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat

alQuran. Dengan ilmu Asbabul nuzul ini seseoarang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung

dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat

dari kekeliruan memahaminya.

F. PENDEKATAN KEBUDAYAAN

Page 9: pendekatan Teologi

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kebudayaan di artikan sebagai hasil kegiaytan dan penciptaan

bathin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan

(usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu termasuk hasul kebudayaan.

Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan

kmengerahkan segenap potensi bathin yang dimilikinya.

Kebuadayaan yang demikian selanjutnya dapat dipergunakan untuk memahami agama yang terdapat

pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk foramal yang menggejala di

amsayarakat. Pengalam agama yang ada di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari

sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang

merupakan pelaksana dari nash al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan

kemampuan unsur manusia. Dengan demikian, agama menjadi kebudayaan atau membumi di tengah-

tengah masyarakat.

G. PENDEKATAN PSIKOLOGI

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang

dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi karena

dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.

Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap bathin seseorang.

Misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., sebagai orang yang shaleh, orang yang

berbuat baik, orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan

yang berkaitan dengan agama.

Dalam ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami

dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa

seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang

tepat dan cocok untuk menanamkannya.

Dari uraian tersebutkita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan.

Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seseorang teolog, sosiolog,

antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang

benar. Di sini kit melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normative belaka,

melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang

dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh

persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.

http://solafussholeh.blogspot.com/2013/03/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami.html

BERBAGAI PENDEKATAN DI DALAM MEMAHAMI AGAMA

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara di dalam

memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekadar

menjadi lambang kesalehan atau berhenti Sekedar disampaikan dalam kotbah, melainkan secara

konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

Page 10: pendekatan Teologi

Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama

yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teori normatif dilengkapi dengan pemahaman

agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat

memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.

Berkenaan dengan pemikiran di atas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk

mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam emahami agama. Hal demikian perlu

dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat

dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak

mustahil agama  menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya

masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.

Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis,

sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatar filosofis. Adapun yang dimaksud

dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang

ilmu yang se¬lanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddir

Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma.

Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka

paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu

sosial, penelitian legalistik atau penelitian filosofis.[1]

Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.

A.    PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF

Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai

upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu Ketuhanan yang bertolak dari

suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar

dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagaimana

kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok

sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif,

yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada

bentuk pemikiran teologis.[2]  Karena sifat dasarnya yang partikularistik, maka dengan mudah

kita dapat menemukan teologi Kristen-Katolik, teologi Kristen Protestan, dan begitu seterusnya.

Dan jika diteliti lebih mendalam lagi, dalam intern umat beragama tertentu pun masih dapat

dijumpai berbagai paham atau sekte keagamaan. Menurut informasi yang diberikan

Page 11: pendekatan Teologi

TheEncyclopaedia of American Religion, di Amerika Serikat saja terdapat 1200 sekte

keagamaan. Satu di ruaranya adalah sekte Davidian yang pada bulan April 1993 pemimpin sekte

Davidian bersama 80 orang pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri massal setelah berselisih

dengan kekuasaan pemerintah Amerika Serikat. Dalam Islam sendiri, secara tradisional, dapat

dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula

teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah.[3] Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr,

dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, vaitu pemikiran

keagamaan fundamentalis, modernis mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototipe pemikiran

keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-

masing mempunyai “keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan. Mungkin

kurang tepat menggunakan istilah “teologi” di sini, tetapi menunjuk pada gagasan pemikiran

keagamaan yang terinspirasi oleh paham ketuhanan dan pemahaman kitab suci serta penafsiran

ajaran agama tertentu adalah juga bentuk dari pemikiran teologi dalam bentuk dan wajah yang

baru.

Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman

keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol

keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut

mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran

teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham

lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan

seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada

lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling

meng-kafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dan

aliran lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan

(eksklusivisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan tertetak-kotak. Dalam kaitan ini

Amin Abdullah mengatakan, “yang menarik perhatian sekaligus perlu dikaji lebih lanjut adalah

mengapa ketika archetype atau form keberagamaan (religiosity) manusia telah terpecah dan

termanifestasikan dalam “wadah” formal teologi atau agama tertentu, lalu “wadah” tersebut

menuntut bahwa hanya “kebenaran” yang dimilikinyalah yang paling unggul dan paling benar.

Fenomena ini, sebenarnya, yang disebutkan di atas dengan mengklaim kebenaran (truth

claim) ,yang menjadi sifat dasar teologi, sudah barang tentu mengandung implikasi pembentukan

mode of thought yang bersifat partikularistik, eksklusif, dan seringkali intoleran. Oleh pengamat

agama, kecenderungan ini dianggap tidak atau kurang kondusif untuk melihat rumah tangga

Page 12: pendekatan Teologi

penganut agama lain secara bersahabat, sejuk, dan ramah. Mode of thought seperti ini lebih

menonjol-kan segi-segi “perbedaan” dengan menutup serapat-rapatnya segi-segi “persamaan”

yang mungkin teranyam di antara berbagai kelompok penganut teologi dan agama tertentu.

Adalah tugas mulia bagi para teolog dari berbagai agama untuk memperkecil kecenderungan

tersebut dengan cara memformulasikan kembali khazanah pemikiran teologi mereka untuk lebih

mengacu pada titik temu antar umat beragama.

B.     PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu

upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan

masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan

jawabannya, dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi

dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami Antropologi dalam kaitan ini

sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan

sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang

mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis.

Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada,

atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang

pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan.di bidang sosiologi dan lebih-lebih

ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan

kepada penelitian historis.[4]

C.    PENDEKATAN SOSIOLOGIS

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki

ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat

dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-

perserikatan hidup itu kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara

hidup bersama dalam tiap persekutuan hidup manusia.[5]

Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu menggambarkan tentang

keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang

saling berkaitan. Dengan ilmu suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang

mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan yang mendasari terjadinya

proses tersebut.

Page 13: pendekatan Teologi

D.    PENDEKATAN FILOSOFIS

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran,

ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha

menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman

manusia. DalamKamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarmin ta mengartikan filsafat sebagai

pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan

sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti

“adanya” sesuatu.  Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang

dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik,

radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai

segala sesuatu yang ada.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan

inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Filsafat

mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah.

E.     PENDEKATAN HISTORIS

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa

dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa

tersebut.[6]  Menurut ilmu ini, segala  dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,

di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

F.     PENDEKATAN KEBUDAYAAN

Dalam Kamus Utnum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai kegiatan dan

penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti

pula kegiatan (usaha) batin (akal dan :Akinya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk basil

kebudayaan.[7]

Kita misalnya menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat, dan

sebagainya. Dalam produk kebudayaan tersebut, unsur agama ikut berintegrasi. Pakaian model

jilbab, kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya, tanpa adanya

unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas. Di DKI Jakarta misalnya,

kita jumpai kaum prianya ketika menikah mengenakan baju ala Arab. Sedangkan kaum

wanitanya mengenakan baju ala Cina. Di situ terlihat produk budaya yang berbeda yang

dipengaruhi oleh pemahaman keagamaannya.

Page 14: pendekatan Teologi

G.    PENDEKATAN PSIKOLOGI

Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala

perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat,  perilaku seseorang yang tampak

lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa

saling mengucapkan salam, hormat pada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela

berkorban untuk kebenaran, dan sebagainya merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat

dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama, sebagaimana dikemukakan Zakiah

Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang,

melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya

dalam perilaku penganutnya.

Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin

seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, orang

yang berbuat baik, orang yang sadik (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala

kejiwaan yang berkaitan dengan agama.

            Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati,

dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama

kedalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu agama ini akan

menentukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.

misalnya dapat mengetahui pengaruh dari salat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainnya

dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru

yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran  agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak

digunakan sebagai alat menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.

Dari uraian tersebut kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai

pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada Seorang teolog, sosiolog,

antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama

yang benar. Di sini kita melihat  bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan

normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan -rmekatan dan

kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari

agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.http://khaidirsyafruddin.blogspot.com/2013/02/pendekatan-dalam-memahami-agama.html

BERBAGAI PENDEKATAN di DALAM MEMAHAMI AGAMAJumat, 2 April 2010 jam 06:56

Page 15: pendekatan Teologi

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampikan dalam kotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Untuk lebih jelasnya berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : A. Pendekatan Teologis Normatif Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis dan tradisionalis. Keempat prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai ”keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan. Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan lainnya sebagai salah. Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat

Page 16: pendekatan Teologi

memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini. Berkenaan dengan hal di atas, saat ini muncullah apa yang disebut dengan istilah teolgi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiranm atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub : teks dan situasi; masa lampau dan masa kini. 

B. Pendekatan Antropologis Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. 

C. Pendekatan Sosiologis Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Dari dua definisi terlihat bahwa sosiologi adalah ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dan ilmu sosiologi. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut : 1). Pertama, dalam Alquran atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus – untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial). 2). Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya. 3). Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang

Page 17: pendekatan Teologi

dilakukan secara berjemaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat. 4). Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya (tembusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. 5). Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. 

D. Pendekatan Filosofis Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu, filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha manutkan sebab dan akibat serta berusaha manafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam Kamus Umum Bahsa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurutnya filsafat adalah berpikir secara mendalam, sitemik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. 

E. Pendekatan Historis Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. 

F. Pendekatan Kebudayaan Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kacakapan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 

Page 18: pendekatan Teologi

Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. 

G. Pendekatan Psikologi Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.

http://id.netlog.com/syakir71/blog/blogid=17131

Makalah MSI (Penelitian Agama dan Keagamaan)

BAB I

PENDAHULUAN

            Secara garis besar, pembahasan penelitian agama dan model-

modelnya dibagi dua; pertama, penelitian agama; kedua, model-model

penelitian agama. Penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai

kedudukan penelitian agama dalam kompleks penelitian pada umumnya;

elaborasi mengenai penelitian agama (reseach on religios) dan penelitian

keagamaan (religius research); dan konstruksi teori penelitian keagamaan.

Adapun bagian akhir tentang model-model penelitian keagamaan yang

terdiri dari model penelitian Tafsir, model penelitian hadits, model penelitian

fiqh/hukum Islam, model penelitian filsafat Islam, model penelitian. Dari

ketiga model itu lah, yang membantu dalam memecahkan masalah-masalah

didalam penelitian.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Penelitian Agama dan Penelitian Keagamaan

Page 19: pendekatan Teologi

Penelitian agama (research on religion) lebih ditekankan pada aspek pemikiran (thought)

dan interaksi sosial. Pada aspek pemikiran, menggunakan metode filsafat dan ilmu-ilmu

chomaniora. Sedangkan pada aspek interaksi sosial, yakni penelitian keagamaan sebagai produk

interaksi sosial, menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, historia atau sejarah sosial

yang biasa berlaku dan sebagainya. Misalnya : penelitian tentang perilaku jama’ah haji di daerah

tertentu, hubungan ulama dengan keluarga berencana, penelitian tentang perilaku ekonomi dalam

masyarakat muslim.

Dalam pandangan Middleton : “Penelitian agama Islam adalah penelitian yang objeknya

adalah substansi agama Islam, seperti kalam, fikih, akhlak, dan tasawuf.” Sedangkan dala

pandangan Juhaya S. Praja : “Penelitian agama adalah penelitian tentang asal usul agama, dan

pemikiran serta pemahaman penganut ajaran agama tersebut terhadap ajaran yang terkandung di

dalamnya.

Dengan demikian ada dua hal bidang penelitian agama :

1.      Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan disiplin ilmu tafsir dan ilmu

hadits.

2.      Pemikiran dan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam sumber ajaran agama itu,

yakni ushul fiqh yang merupakan metodologi ilmu islam.

Sedangkan penelitian keagamaan (Religion research) lebih

mengutamakan pada agama sebagai system atau system keagamaan.

Penelitian agama yang sasarannya adalah agama sebagai gejala social,

maka digunakan metodologi penelitian social. Sedangkan penelitian

keagamaan yang objeknya adalah agama sebagai produksi interaksi social

yakni tindakan dan sikap manusia. Miaslnya : “Interaksi ulama dan umara

dalam kehidupan politik.”

Dengan demikian penelitian keagamaan adalah penelitian tentang

praktek-praktek agama yang dilakukan oleh manusia secara individual dan

kolektif. Dalam penelitian keagamaan terdapat 3 bidang penelitian :

1.      Perilaku individu dan hubungannya dengan masyarakatnya yang didasarkan atas agama yang

dianutnya.

2.      Perilaku masyarakat atau suatu komunitas, baik perilaku politik, budaya maupun yang

lainnya yang mendefinisikan dirinya sebagai penganut suatu agama.

3.      Ajaran agama yang membentuk pranata sosial, corak perilaku, dan budaya masyarakat

beragama.

Penelitian (research) adalah upaya sisitematis dan objektif untuk mempelajari suatu

masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penelitian juga berarti juga upaya

pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia

Page 20: pendekatan Teologi

tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan,

sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu mellui penemuan-penemuan baru.

Penelitian dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan

metode keilmuan, yakni gabungan antara pendekatan rasional memberikan

kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan pendekatan empiris

merupakan kerangka pengujian dalam memastikan kebenaran. Metode

ilmiah adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan

menggunakan kesangsian sisitematis. Metode ilmiah dalam penelitian telah

dijelaskan oleh Moh. Nasir.

Criteria metode ilmiah, sebagaimana dijelaskan Moh. Nazir, adalah

sebagai berikut:

1.      Berdasarkan fakta

2.      Berdasarkan dari prasangka

3.      Menggunakan prinsip-prinsip analisis

4.      Menggunakan hipotesis

5.      Menggunakan ukuran objektif

6.      Menggunakan teknik kuantitatif

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ilmiah adalah

sebagai berikut:

1.      Memilih dan mendefinisikan masalah

2.      Survey terhadap data yang tersedia

3.      Memformulasikan hipotesis

4.      Membangun kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipoteis

5.      Mengumpulkandata primer

6.      Mengelola, menganalisis, dan membuat interpretasi

7.      Membuat generalisasi atau kesimpulan

8.      Membuat laporan.

Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun

Nasution menunjukkan pendepat yang menyatakan bahwa agama, karena

merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu social, dan

kalaupun dapat dilakukan, harus menggunakan metode khusus yang

berbeda dengan metode ilmu social.

Namun, para ilmuan beranggapan bahwa agama merupakan objek

kajian atau penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan

social cultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama

Page 21: pendekatan Teologi

dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini,

dan memperoleh pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama

bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu

ada dalam kebudayaan dan system social berdasarkan fakta atau realitas

sosio-kultural. Jadi, kata Ahmad Syafi’i Mufid, kita tidak mempertentangkan

antara penelitian agama dengan penelitian social terhadap agama. Dengan

demikian, kedudukan penelitian agama adalah sejajar dengan penelitian-

penelitian lain; yang membedakannya hanyalah objek kajian yang ditelitinya.

M. Atho Mudzhar mengetakan bahwa perbedaan antara penelitian

agama dengan penelitian keagamaan perlu disadari karena perbedaan

tersebut membedakan jenis metode penelitian yang diperlukan. Untuk

penelitian agama sebagai doktrin, pintu bagi pengembangan suatu

metodologi penelitian tersendiri sudah terbuka, bahkan sudah ada yang

pernah merintisnya. Adanya ilmu ushul al-fiiqh sebagai metode untuk

istinbath hukum dalam agama islam dan ilmu mushthalah al-hadits sebagai

metode untuk menilai akurasi sabda Nabi Muhammad SAW merupakan bukti

bahwa keinginan untuk mengembangkan metdologi penelitian tersendiri

bagi bidang pengetahuan agama ini pernah muncul.

Untuk penelitian keagamaan yang sasarannya agama sebagai gejala

social, kita tidak perlu membuat metodologi penelitian tersendiri.

B.     Model-Model Penelitian Keagamaan

Adapun model penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan

perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan.

Djamari, dosen Pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskan bahwa kajian

sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan

metode yang digunakan antara lain:

1. Analisis sejarah

Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran

bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsure-unsur yang

mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertjuan untuk

menemukan inti karakter agama dengan meneliti sumber kliasik sebelum

dicampuri yang lain.

2. Analisis lintas budaya

Page 22: pendekatan Teologi

Dengan membandingkan pola-pola social keagamaan dibeberapa daerah

kebudayaan, sosiologi dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsure

budaya tertentu atau kondisi sosiokultural secra umum.

3. Eksperimen

Eksperimen dapat dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk

mengevakuasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan

agama.

4. Observasi partisipatif

Dengan partisipasi dalam kelompok, penelitian dapat mengobservasi

perilaku orang-orang dalam konteks religius. Orang yang diobservasi boleh

mengetahui bahwa dirinya sedang diobservasi atau secara diam-diam.

5. Riset survey dan analisis statistic

Penelitian survey dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan

sample dari suatu populasi. Sample dapat berupa organisasi keagamaan

atau penduduk suatu kota atau desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat

berguna untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan

tertentu dengan sikap social atau atribut keagamaan tertentu.

6. Analisis isi

Dengan metode ini, peneliti mencoba mencari keterangan dari teme-tema

agama, baik berupa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin maupun deklarasi

teks, danyang lainnya.

            Selain itu model-model penelitian agama juga terbagi beberapa

macam yaitu :

1.      Model Penelitian Tafsir

Yaitu suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penelitian secara

seksama terhadap penafsiran Al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi

terdahulu untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkait

dengannya.

objek pembahsasan tafsir adalah Al-Qur’an yang merupakan sumber-

sumber ajaran Islam. Pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui

penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan sangat besar bagi maju

mundurnya umat.

Sekaligus penafsiran itu dapat mencerminkan perkembangan serta corak

pemikiran mereka, misalnya :

a.       Model Quraish Shihab

Page 23: pendekatan Teologi

Model penelitian tafsir yang dikembangkan beliau lebih banyak bersifat

ekploratif, deskriptif, analitis, dan  perbandingan. Yaitu model penelitian

yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan

ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literature tafsir baik

yang bersifat primer (ditulis ulama tafsir yang bersangkutan) maupun ulaa

lainnya.

Menurut beliau corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini diantara lain :

1)      Corak sastra bahasa, yang timbul akibat kelemahan-kelemahan orang

Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk

menjelaskan kepada mereka tentang keistemewaan kedalaman arti

kandungan Al-Qur’an di bidang ini.

2)      Corak filsafat dan teologi, akibat penerjamahan kitab filsafat yang

mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama-

agama lain ke dalam Islam yang denga sadar atau tidak masih mempercayai

beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.

3)      Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha

penfsiran untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an sejalan dengan

perkembangan ilmu.

4)      Corak penafsiran fiqh dan hukum, akibat perkembangan ilmu fikih dan

terbentuknya mazhab fikih yang setiap golongan berusaha membuktikan

kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka

terhadap ayat-ayat hukum.

5)      Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan sufi sebagai reaksi

terhadap kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, sebagai

konpensasi terhadap kelemahan yang dirasakan.

6)      Corak sastra budaya kemasyarakatan, bermula pada Syaikh Muh. Abduh,

yaitu satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an

yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha

yang menanggulangi penyakit masyarakat berdasarkan pertunjuk-petunjuk

ayat, serta bahasa yang dimengerti dan indah didengar.

2.      Model Penelitian Hadits

      Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadist juga

telah menjadi bahasan kajian menarik, dan tiada henti-hentinya. Para ahli

sudah banyak melakukan penelitian terhadap hadits, baik dari segi

keotentikan kandungannya maknanya, maupun fungsinya dalam mejelaskan

Page 24: pendekatan Teologi

kandungan Al-Qur’an. Bagi kalangan akademis, adanya berbagai hasil

penelitian, hadits telah membuka peluang untuk diwujudkannya suatu

displin kajian Islam yaitu studi bidang hadits.

Penelitian yang bisa dilakukan adalah :

1.      Bersifat deskriptif analitis. Dala penelitian ini, maka bahan-bahan

penelitian dikaji adalah berupa bahan kepustakaan yang ditulis pakar hadits,

ditambah dengan bahan-bahan penunjang.

2.      Bersifat eksploratif dengan pendekatan historis, dan disajikan

secara deskriptif analitis. Yakni dalam system penyajiannya menggunakan

pendekatan kronologis waktu dala sejarah. Bahan-bahan penelitian diperoleh

dari berbagai literature hadits sepanjang perjalanan kurun waktu.

3.      Bersifat ekploratif dengan pendekatan fiqh. Yakni membahas, mengkaji

dan menyelami sedalam-dalamnya berbagai persoalan actual yang muncul

di masyarakat. Kemudian status hukumnya berpijak kepada konteks hadits

tersebut.

4.      Metode tematik. Masing-masing hadits dikelompokkan, misalnya tentang

hadits politik, wanita, dan sebagainya

5.      Penelitian isnad dan sanad. Mengambil beberapa hadits yang berkenaan

dengan suatu topic, kemudian diteliti tentang sanad tersebut. Kemudian

baru sisimpulkan status hadits tersebut.

3.      Model Penelitian Fiqh/Hukum Islam

Keberadaan fiqh/hukum Islam memang tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan manusia. Karena manusia memerlukan ketetapan hukum yang

dapat memandu dan membimbing perjalanan umat manusia. Untuk melihat

apakah produk hukum Islam masih sejalan dengan tuntutan zaman dan

bagaimana hukum Islam itu dikembangkan dalam rangka merespon dan

menjawab secara konkret berbagai masalah yang muncul di masyrakat,

maka perlu adanya penelitian.

Objek penelitian fiqh Islam :

1.      Kitab-kitab fiqh

2.      Keputusan-keputusan peradilan agama

3.      Perundang-undangan

4.      Kompilasi hukum Islam

5.      Fatwa

Page 25: pendekatan Teologi

Penelitian hukum Islam dapat dilakukan dengan penelitian ekploratif,

deskriptif dengan menggunakan pendekatan hisotris. Bisa pula dengan

penelitian uji teori atau uji asumsi (hipotesa),

1.      Apakah pakai ushul fiqh

2.      Ada tidaknya pengaruh social-politik

3.      Mengapa MUI inkonsisten

Selain itu juga diperkenalkan metode baru dalam penelitian yaitu dengan

menggunakan pendekatan social/hukum social. Yang dengan itu muncul

sosiologi hukum Islam. Dengan demikian sama sekali tidak mengganggu

kesucian dan kesakralan Al-Qur’an yang menjadi sumber hukum Islam.

Sebab yang dipersoalkan bukan mempertanyakan releva dan tidaknya Al-

Qur’an. Tetapi yang dipersoalkan adalah hasil pemahaman terhadap ayat-

ayat ahkam itu masih dengan tuntunan zaman atau tidak.

4.      Model Peneletian Filsafat Islam

      Filsafat Islam sebagai suatu disiplin ilmu dapat diketahui melalui 5

ciri ,yaitu :

1.      Dilihat dari segi sifat dan coraknya

Filsafat Islam bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena itu berbeda

dengan filsafat Yunani dan filasafat Barat.

2.      Dilihat dari segi ruang lingkup pembhasannya

Filsafat Islam mencakup bidang kosmologi (fisika atau alam raya), metafisika

(ketuhanan),kehidupan dunia dan akhirat, ilmu pengetahuan, dan

sebagainya.

3.      Dilihat dari segi datangnya.

Filsafat Islam sejalan dengan perkembangan ajaran Islam, hal ini manakala

ajaran Isla memerlukan penjelasan secara rasional dan filosofis.

4.      Dilihat dari segi yang mengembangkannya.

Filsafat Islam dikembangkan oleh orang-orang Islam itu sendiri terutama

berkaitan materi pemikiran filsafat, bukan kajian sejarah filsafat.

Filsafat sebagai suatu disiplin ilmu dengan ilmu keislaman dapat diteliti

dengan berbagai metode dan pendekatan pada umumnya penelitian yang

dilakukan bersifat penelitian kepustakaan , yaitu penelitian yang

menggunakan bahan-bahan bacaan sebagai sumber rujukannya.

Pendekatan yang sering digunakan adalah :

a.       Pendekatan historis

Page 26: pendekatan Teologi

Meneliti latar belakang munculnya pemikiran filsafat dalam Islam. Meneliti

tentang sejarah timbulnya pemikiran filsafat Islam yang dimulai kontak

pertama Islam dengan Yunani.

b.      Pendekatan substansi

Berusaha mengemukakan berbagai pemikiran filsafat yang dihasilkan dari

berbagai tokoh tersebut.

c.       Pendekatan komparatif studi..

Berusaha mengemukakan latar belakang pemikiran yang menyebabkan

mengapa kedua tokoh tersebut mengemukakan pendapatnya seperti itu.

d.      Pendekatan tokoh.

Berusaha mengemukakan hasil pemikiran filsafat Islami dari tokoh yang

diteliti.

e.       Pendekatan kawasan.

Berusaha mengelompokkan para filosof ke dalam kelompok Timur dan Barat.

Membagi tokoh-tokoh filosof menurut tempat tinggal mereka.

f.       Pendekatan campuran.

Menurut Amin Abdullah, bahwa selama ini, sebagian penelitian filsafat Islam

yang dilakukan para ahli berkisar pada masalah sejarah filsafat Islam bukan

materi filsafat Islam. Oleh karena itu sulit diharapkan dapat melahirkan para

filosof baru.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

      Penelitian agama (research on religion) lebih ditekankan pada aspek

pemikiran (thought) dan interaksi sosial. Pada aspek pemikiran,

menggunakan metode filsafat dan ilmu-ilmu chomaniora. Sedangkan pada

aspek interaksi sosial, yakni penelitian keagamaan sebagai produk interaksi

sosial, menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, historia atau sejarah

sosial yang biasa berlaku dan sebagainya.

            Adapun model penelitian yang ditampilkan di sini disesuaikan dengan

perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan.

Pengumpulan data dan metode yang digunakan antara lain:

1.      Analisis sejarah

2.      Analisis lintas budaya

Page 27: pendekatan Teologi

3.      Eksperimen

4.      Observasi partisipatif

5.      Riset survey dan analisis statistic

6.      Analisis isi.http://muhammadnurhadi.wordpress.com/2011/05/30/makalah-pendekatan-di-dalam-memahami-agama/

MAKALAH PENDEKATAN DI DALAM MEMAHAMI AGAMAPosted Mei 30, 2011 by admin in Uncategorized. 11 Komentar

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh sekedar menjadi lambang kesalahan atau terhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.Dalam bab ini akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, hal ini tidak boleh terjadi.Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dan dalam makalah ini dibahas tentang pendekatan-pendekatan sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan filosofis. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut akan dikemukakan dalam makalah berikut.B. Rumusan Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis?2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan filosofis?3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan historis?4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan psikologis?5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kebudayaan?BAB IIPEMBAHASANA. Pendekatan SosiologisSosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu, sosiologi mencoba memahami sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.Sementara itu Soerjono Soekarto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian. Dan sosiologi tidak menetapkan ke arah mana suatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai

Page 28: pendekatan Teologi

kehidupan bersama manusia.Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.Agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempunyai hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, masyarakat mempengaruhi agama, dan agama mempengaruhi masyarakat. Oleh karena itu sosiologi dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memahami agama. Karena banyak bidang agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat setelah menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Buku yang berjudul Islam Internatif oleh Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap masalah sosial dengan menggunakan lima alasan sebagai berikut:Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab Hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan mu’amalah.Kedua, ditekannya masalah mu’amalah atau sosial dalam Islam.Ketiga, ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah perseorangan.Keempat, memberi kifarat kepada orang-orang yang berhak.Kelima, amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah.B. Pendekatan FilosofisSecara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara umum digunakan adalah menurut Sdi Gazalba yaitu: filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat menjadi segala sesuatu yang ada.Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah menjadi suatu yang berada dibalik formalnya. Filsafat mencari suatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam. Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi merenunginya bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan universal.Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam. contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak dalam pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun iman yang kelima dan berhenti sampai di situ dan mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai

Page 29: pendekatan Teologi

spiritual yang terkandung di dalamnya.Namun demikian, hendaklah filosofis tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama yang bersifat formal. Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik. Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan R besar). Dan titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.Pandangan filsafat yang bercorak prinialis ini secara metodologis memberikan harapan segar terhadap dialog antar umat beragama. Karena dengan metode ini diharapkan tidak hanya sesama umat beragama menemukan transcendent unity of religion, melainkan dapat mendiskusikannya secara lebih mendalam. Sehingga terbukalah kebenaran yang betul-betul benar dan tersingkirlah kesesatan yang betul-betul sesat, meskipun tetap dalam lingkup langit kerelatifan dan kudus kebenaran dan kesesatan mungkin saja terjadi pada sikap kita atau suatu kelompok tertentu yang seakan berada diposisi paling atas sehingga yang lain diklaim sebagai yang di bawah.Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara teoretis memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima oleh sekelompok kecil saja. Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam filsafat prenial itu sendiri. Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini . study agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.C. Pendekatan HistorisSejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.Melalui pendekatan sejarah seorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antar yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di dalam alam empiris dan historis.Pendekatan kesejarahan dibutuhkan dalam memahami agama karena agama turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Kuntawijaya menyimpulkan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama berisi konsep-konsep dan yang kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena dapat menyesatkan orang yang memahaminya.D. Pendekatan KebudayaanKebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya. kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat dalam masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan seseorang dapat mengamalkan ajaran agama.E. Pendekatan PsikologisPsikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku seseorang yang

Page 30: pendekatan Teologi

nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk memahamkannya.Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarahwan, ahli ilmu jiwa dan budaya akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.DAFTAR PUSTAKAHamim, Drs. H. Nur, Pengantar Studi Islam. Surabaya. 2002.Nata, Dr. H. Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001.R. Al-Faruqi, Ismail. The Cultural Atlas of Islam. New York: Macmillan Publisher company. 1986.http://muhammadnurhadi.wordpress.com/2011/05/30/makalah-pendekatan-di-dalam-memahami-agama/

Makalah Berbagai Pendekatan Dalam Memahami AgamaWritten By Ahmad Multazam on Thursday, December 20, 2012 | 4:05 PM

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekear disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

Tuntutan terhaap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak mengunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi engan pemahaman agama yang menggunakan penekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.

Page 31: pendekatan Teologi

Berkenaan dengan pemikiran tersebut diatas, maka pada bab ini pembaca akan diajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian pendekatan dalam memahami agama

2. Macam-macam pendekatan didalam memahami agama

III. PEMBAHASAN

A. PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiyah dapat diartikan seagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu, loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat suyektif, yakni bahasa seagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis[1]. Karena sifat dasar nya yang partikularistik, maka mudah sekali kita temukan bermacam macam aliran teologi. Dalam islam, secara tradisional dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah dan maturidiyah. Dan sebelum nya terdapat pula teologi yang bernama khawarij dan murji’ah[2].Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lain nya adalah paham yang salah,sesat, bahkan memandandang penganut paham yang lain kafir. Fenomena ini ,yang disebut dengan mengklaim kebenaran (truth claim), yang menjadi sifat dasar teologi, dan tentu nya mengandung implikasi pembentukan cara berfikir yang bersifat partikularistik, eksklusif dan seringkali intoleran.

Akan tetapi, bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa pendekatan teologis,keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaan nya. Peredaan dalam bentuk forma telogis yang terjadi di antara berbagai madzhab dan aliran teologi keagamaan seharus nya tidak membawa mereka saling bermusuhan dan menonjolkan segi-segi perbedaan nya, sebalik nya dicarikan titik persamaan untuk menuju pada misi agama, di antara nya rahmatan lil alamin.Hendak nya, pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.

Pendekatan teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalam nya belum

Page 32: pendekatan Teologi

terdapat penalaran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersifat ideal.

B. PENDEKATAN ANTROPOLOGIS

Pendekatan Antropologisdalam memehami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagai sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologis dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis[3].

Pendekatan antropologis diatas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya.

Melalui pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Alqur’an Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus tahun lamanya. Dimana kira-kira bangkai kapal Nabi Nuh itu; dimana kira-kira gua itu dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu; ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktif. Tentu masih banyak lagi contoh yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.

Dengan demikian, pendekatan antropologis sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

C. PENDEKATAN SOSIOLOGIS

Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Pendidikan, menurut pendekatan ini, dipandang sebagai salah satu kontruksi sosial, atau diciptakan oleh interaksi sosial.

Page 33: pendekatan Teologi

Pendekatan sosiologi, dalam praktiknya,bukan saja digunakan dalam memahami masalah-masalah pendidikan, melaikan juga dalam memahami berbagai bidang lainnya, seperti hukum dan agama sehingga muncullah studi tetang sosiologi hukum dan sosiologi agama.

Pendidikan dengan pendekatan sosiologi ini menarik dan penting untuk dikaji dan diketahui karena beberapa alasan sebagai berikut.

Pertama, konsep pendidikan, selain didefinisikan melalui pendekatan individual sebagaimana pada aliran nativisme, juga dapat didekati melalui pendekatan masyarakat sebagaimana pada aliran behaviorisme. Melalui pendekatan masyarakat, pendidikan dapat diartikan sebagai pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara.

Kedua, pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Ia adalah suatu tindakan sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan ini bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan individu inilah yang membentuk watak pendidikan di suatu masyrakat.

Ketiga, di kalangan aliaran progresivisme, sebagaimana yang banyak diterapkan saat ini, dinyatakan bahwa setiap anak didik memiliki akal dan kecerdasan. Akal dan kecerdasan merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Dengan potensi yang bersifat kreatif dan dinamis tersebut, anak didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problemnya.

Keempat, program pendidikan saat ini, selain harus memuat mata pelajaran yang berkaitan dengan kepentingan nasional, juga mata pelajaran yang berkaitan dengan kepentingan lokal yang dikenal dengan istilah kurikulum lokal (Kurlok).

Kelima, program dan kegiatan pendidikan selain harus mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, juga harus melibatkan kepentingan masyarakat. Di saat ini, masyarakat bukan hanya dijadikan sebagai sasaran atau objek pendidikan, melainkan juga dijadikan sebagai subjek. Maka apa yang disebut dengan istilah Pendidikan Berbasis Masyarakat, yaitu pendidikan yang menjadikan masyarakat sebagai foktor yang ikut menentukan dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan.

Keenam, setiap bangsa di dunia menyelenggarakan pendidikan yang disesuaikan dengan kepantingan negaranya. Dari segi kebudayaan, berbagai negara tersebut, menurut Samuel Huntington, dapat dibagi ke dalam enam tepologi, yaitu negara yang terikat pada kebudayaa Cina, kebudayaan India, kebudayaan Jepang, kebudayaan Islam, kebudayaan Eropa dan kebudayaan Barat[4].

D. PENDEKATAN FILOSOFIS

Secara harfiah, kata filsafat bersal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat juga dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab

Page 34: pendekatan Teologi

dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa indonesia,Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum dan sebagai nya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu[5]. Pengertian filsafat yang umum nya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan Sidi gazalba. Menurut nya filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai sesuatu yang ada[6].

Dari difinisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriyah. Sebagai contoh, kita jumpai berbagai merek bulpoint dengan kualitas dengan harga yang berlain-lainan, namun inti dari semua bulpoint itu adalah sebagai alat tulis.

Melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun islam yang kelima dan berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.

Islam sebagai agama yang banyak menyuruh penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Namun demikian pendekatan seperti ini masih belum diterima secara merata terutama kaum tradisionalis formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketepatan melaksanakan aturan-aturan formalistik dari pengamalan agama.

E. PENDEKATAN HISTORIS

Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut[7].Menurut ilmu ini segalaperistiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa terebut.

Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur’an, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua yaitu konsep-konsep dan kisah-kisah sejarah peerumpamaan.

Pada bagiaan konsep-konsep, kita mendapat banyak sekali istilah al-Qu’ran yang merujuk pada pengertian-pengertian normatif yang khusus, atuarn-aturan legal dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Dalam hal ini kta mengenal banyak sekali konsep baikyang bersifat abstrak atau konkret. Konsep tentang Allah, tentang malaikat, tentang akhirat, tentang ma’ruf mungkar dan sebagainya adalah konsep-konsep yang abstrak. Sementara itu juga ditunjukan konsep-konsep yang lebih menunjuk

Page 35: pendekatan Teologi

kepada fenomena konkret , misalnya konsep orang fuqoro (orang-orang fakir), dhu’afa (orang-orang lemah), aghniya (orang-orang kaya) dan lain sebagainya.

Selanjutnya pada bagian yang berisi konsep-konsep, al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai islam, maka pada bagian kisah-kisah sejarah dan perumpaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukanya perenungan untuk memperoleh hikmah. Pada al-Qur’an banyak hikmah yang ada didalamnya, misalnya kisah raja Fir’aun , kisah nabi Yusuf dan lain sebagainya.

Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya yang berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Disini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan mempelajari sejarah turunya al-Qur’an yang disebut Ilmu Asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab-sebab turunya ayat al-Qur’an) yang pada intinya berisi sejarah turunyaayat al-Qur’an. Dengan ini orang akan mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditunjukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.

F. PENDEKATAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diterima sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan dapat dilihat dari segi agama, sosial, politik, hukum, teologi, filsafat dan lain sebagainya. Dan kebudayaan terkait erat dengan kehidupan manusia, kaarena kebudayaan pada hakikatnya merupakan refleksi kegiatan manusia yang diteorisasikan atau dikonsepsikan .

Jika diamati dengan seksama ternyata kebudayaan adalah pokok soal yang melekat pada manusia. Kebudayaan dapat pula disebut sebagai aktifitas pemikiran. Selanjutnya sungguh pun kebudayaan itu buatan manusia, namun ketika kebudayaan itu lahir ia memiliki jiwa dan karakternya sendiri. Ia tumbuh menjadi realitas tersendiri yang menjerat dan menentukan corak manusia. Manusia hidup dalam suatu kebudayaan dan pertumbuhannya dibentuk oleh kebudayaan itu sendiri. Pada waktu lahir manusia tidak bisa mengurusi dirinya sendiri. Ia dirawat melalui tangan-tangan kebudayaan. Perawatan yang teliti dan tepat akan menentukan kehidupannya. Kemudian ia hidup dalam lingkungan kebudayaan tertentu yang kelak akan mempengaruhi pandangan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia selalu hidup dalam alam serba budaya yang selanjutnya akan menjadi ciri khas manusia.

Dari paparan tersebut di atas terlihat bahwa kebudayaan membentuk semacam kultur yang mempengaruhi perilaku, pola pikir (mindset) manusia. Dengan demikian berbagai masalah akan timbul ketika tata nilai budaya yang dianutnya itu tidak sejalan dengan tata nilai yang berada dalam suatu daerah sebagai akibat perbedaan nilai budaya. Nilai budaya orang sunda misalnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi orang jawa. Demikian pula sebaliknya. Hal ini terjadi, karena nilai budaya orang sunda dengan orang jawa berbeda. Untuk itu, ketika orang sunda akan berkomunikasi dengan orang jawa secara intens, masing-masing harus memahami nilai budaya satu dan lainnya.

Page 36: pendekatan Teologi

Perbedaan terjadi dalam hal pengambilan keputusan, suasana lingkungan kerja, pelayanan dan lain sebagainya yang terjadi pada sebuah perusahaan dengan perusahaan lainnya terjadi karena perbedaan budaya yang dimilikinya. Setiap perusahaan (corporate) memiliki budayanya sendiri-sendiri.

Keseluruhannya menunjukkan bahwa orang yang hidup dalam budaya kota menjadi manusia yang berlari, risau, lelah, dan kurang kesempatan atau dukungan untuk merenung dengan mendalam.

G. PENDEKATAN PSIKOLOGI

Psikolgi atau Ilmu Jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Daradjat[8], bahwa prilaku seseorang yang Nampak lahiriyah terjdi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala agama yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu agama sebagaimana dikemukakan Zakiyah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingakan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam prilaku penganutnya.

Dalam ajaran agama kita banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai orang yang saleh, orang yang berbuat baik dan sebagainya. Semu itu gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.

Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasuakan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkanya. Misalkan kita mengetahui pengaruh dalam sholat , puasa, zakat dan ibadah lainya dengan ilmu jiwa. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itu sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunkan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.

Dari uraian tersebut diatas kita melihat ternyata agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Karenanya islam mengajar perdamaian, toleransi, terbuka, adil, mengutamakan pencegahan dari pada penyembuhan dalam bidang kesehatan dengan cara memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat tinggal dan sebagainya.

http://multazam-einstein.blogspot.com/2012/12/makalah-berbagai-pendekatan-dalam.html