P a g e | 1
PENATALAYANAN SEBAGAI MAJELISSebuah Tinjauan Alkitabiah Mengenai Peran
KemajelisanDalam Penatalayanan Gereja
Pendahuluan
Bila kita memahami sejarah atau asal-usul suatu
jabatan, maka kita akan bisa memahami fungsi atau peran
mendasar dari jabatan tersebut. Pemahaman mendasar soal
sejarah jabatan, bila dilengkapi dengan pemahaman
perkembangan fungsi atau peran jabatan tersebut, akan
memampukan kita melaksanakan jabatan tersebut secara
efektif (berhasil guna).
Pertanyaan Diskusi:
a. Sejauh yang anda tahu: apa tugas atau peran majelis dalam gereja?
b. Berikan contoh-contoh nyata dari majelis yang baik & majelis yang buruk, sejauh yang anda telah saksikan di dalam gereja!1
Sejarah Kemajelisan Gereja Dalam Kisah Para Rasul
(Baca: Kis. 6:1-7)
A. SEBAGAI RESPONS TERHADAP PERSOALAN YANG TIMBUL
DI TENGAH JEMAAT
Gereja mula-mula sebenarnya adalah sebuah
komunitas atau persekutuan orang-orang yang percaya
Kristus. Sampai Kis. 5, komunitas iman pada Kristus
(selanjutnya disebut: Kristen, bdk. Kis. 11:26) tidak diatur
dalam tata organisasi formal. Yang menjalankan
penatalayanan umat/komunitas iman itu adalah para rasul.
Seiring perkembangan jumlah umat yang percaya,
timbul persoalan yang sebenarnya bersifat teknis dalam
komunitas iman itu (6:1). Penatalayan “melayani meja” ini
adalah pengaturan tempat & makanan atau bantuan yang
1 Cara anda memberikan contoh sebenarnya menunjukkan tingkat kedewasaan maupun wawasan rohani anda sendiri. Ketidak tahuan dalam memberikan contoh-contoh menunjukkan anda kurang atau bahkan tidak memperhatikan peran/fungsi kemajelisan gereja anda.
P a g e | 2
dilakukan rutin sejak adanya komunitas orang percaya yang
terbentuk (Lihat. Kis. 2:41-47, 4:32-35).
Melihat persoalan tersebut, para rasul kemudian
mengumpulkan semua murid untuk mendiskusikannya (6:2).
Para rasul kemudian mengajukan solusi untuk memilih tujuh
orang dari kalangan murid untuk “melayani meja” (Yun.
Diakonos), tugas pelayanan yang tadinya diemban para rasul
tapi kemudian membuat para rasul kesulitan & berlebih
beban-tugas pelayanan—yang berdampak pada “melalaikan
Firman Allah” hanya karena disibukkan “melayani meja”.
Mengapa yang dipilih ‘hanya’ tujuh orang? Ini
berdasarkan tradisi pengorganisasian dalam Yahudi
berkenaan tugas-tugas khusus yang penting.2 Juga
tampaknya para “pelayan meja” yang kemudian terpilih itu
mewakili golongan-golongan yang ada di tengah umat secara
proporsional: jemaat asal Yahudi tradisional, jemaat asal
Yahudi yang berbahasa Yunani/Yahudi-Hellenist, kaum
Proselit (non-Yahudi yang kemudian menganut Yahudi, lalu
kini percaya dalam Kristus).3
Pertanyaan Diskusi:
a. Jelaskan dengan kalimat anda sendiri sesuai pemahaman anda: mengapa gereja memerlukan jabatan/peran majelis?
B. KEUNIKAN POSISI & KUALIFIKASI DIAKEN (MAJELIS) PADA
MASA PARA RASUL
Ketujuh “pelayan meja” (selanjutnya kita sebut saja:
Diaken) ini dipilih untuk mengambil alih tugas penatalayanan
para rasul dalam hal “melayani meja.” Jadi disini kita harus
melihat bahwa pelayanan meja (Yun. Diakonia) bukan
2 Perhatikan bahwa para rasul dan mayoritas umat mula-mula adalah berlatar belakang Yudaisme, sehingga yang mereka pahami soal tata-kelola organisasi adalah sistem Yudaisme. Dalam tafsirannya, Acts (The Tyndale NT Commentaries), I. Horward Marshall menjelaskan, “The choice of seven men correspondend with Jewish practice in setting up boards of seven men for particular duties ... [on criterias] We may recognize a parallel with the appoinment of Joshua (Nu. 27:16-20).” P. 126-127.3 “They had to be elected by the harmonious voice of people ... three were probably Hebrew Christians, three Grecian Christians or Hellenists, and one a representative of the proselytes, Nicolas of Antioch.” Expositor’ Bible Commentaries on Act 6, no page.Secara kontekstual, saya pribadi menyesuaikan golongan-golongan tersebut pada masa ini sebagai: jemaat berlatar tradisional (‘totok”) atau angkatan tua, jemaat yang lebih muda sebagai penerus tradisional, dan jemaat pindahan dari gereja/denominasi lain (atau bisa juga terjadi, jemaat yang “suka sambil jajan di gereja/denominasi lain”).
P a g e | 3
sebuah tugas yang inferior atau lebih rendah dari tugas
pelayanan Firman Allah dan doa. Sebab bukankah pelayanan
meja ini mulanya dikerjakan para rasul karena adanya tradisi
berjemaat yang secara bergiliran dalam tempat & tugas
untuk berkumpul, memecah roti (makan bersama, perjamuan
kasih) dan berdoa?
Sehingga, secara garis besar ada dua jenis
penatalayanan dalam berjemaat/bergereja: pelayanan
Firman & doa (yakni pewartaan Injil, pengajaran Firman Allah,
pengusiran roh jahat & doa syafaat rasuli—pemanjatan doa
yang secara khusus atas otoritas panggilan sebagai
rasul/hamba Tuhan secara khusus) serta pelayanan meja
(selanjutnya menjadi pelayanan yang berkaitan dengan hal-
hal teknis keseharian dalam pengaturan kegiatan gereja).
Bagaimana para pelayan meja dipilih? Kis. 6:3
memaparkan kriteria pemilihan Diaken: “pilihlah tujuh orang
dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan
hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu.”
“Dari antaramu” ialah memilih dari kalangan murid—umat
yang terbukti dalam hidup berjemaatnya “bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan” (Kis. 2:42).
Kualitas murid yang baik adalah tekun belajar dengan hati
terbuka. Allah menegaskan kualitas ini pada teladan jemaat
di Berea (Kis. 17:11 ), “... lebih baik hatinya ... karena mereka
menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap
hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah
semuanya itu benar demikian.”
“Terkenal baik” (Yun. marturoumenous = apa yang orang
lain berani bersaksi tentang dirinya) ialah memiliki reputasi
yang baik di masyarakat. Sederhananya: kesaksian hidupnya
baik.
Kualifikasi yang disebut juga dalam 1 Timotius 3:7 (dalam
konteks jabatan penilik jemaat/presbiter atau tua-tua)4,
“Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat,
agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis”;
4 Sampai peristiwa Kis. 6, jabatan yang baru muncul adalah Diaken. Presbiter sebagai jabatan muncul belakangan setelah satu demi satu rasul mati syahid & tak sanggup lagi menetap untuk mengajar jemaat setempat karena harus berkeliling untuk mewartakan Injil Kristus.
P a g e | 4
dan 3:8-9 (dalam konteks jabatan diaken), “Demikian juga
diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang
lidah, jangan penggemar anggur (atau bermakna: memiliki
kecanduan atau bergaya hidup suka bersenang-senang
berlebihan), jangan serakah, melainkan orang yang
memelihara rahasia iman [NIV: deep truths of the faith]
dalam hati nurani yang suci (bdk. Kis. 23:1).”
“Yang penuh Roh” ialah orang yang hati dan perkataannya
dituntun oleh Roh Kudus. Bdk. Kis 2:4 sebagai ayat pertama
yang menyebut dipenuhi Roh Kudus dalam konteks bergereja
—maksudnya, perhatikan apa yang disampaikan oleh orang-
orang yang penuh Roh Kudus!
Orang yang penuh Roh Kudus memiliki ketulusan dan
keberanian iman untuk menyatakan kebenaran Injil.
“Yang penuh hikmat” (Yun. sophias = bijaksana).
Pemahaman istilah “hikmat” dalam Perjanjian Baru lebih
bermakna praktis: berpikiran sehat, berpengalaman, terampil
dalam melakukan pekerjaan. Jadi bukan pada sekedar tahu
banyak soal iman, melainkan mampu mempraktekkan
pengetahuan iman itu dengan baik & benar dalam hidupnya.
Studi lebih lanjut soal penuh hikmat sebagai Kristen:
Hikmat dalam Kristus = 1 Korintus 1:18-2:16.
Praktek berhikmat yang dipimpin Roh Kudus = Roma 8:4-17.
Bagaimana beroleh hikmat Allah = 1 Korintus 1:30; Yakobus
1:6-8, Amsal 2:6.
Pertanyaan Diskusi:
Top Related