Download - Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Transcript
Page 1: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1/3 Tengah dengan

Compartment Syndrome

Frista Nathalia Hasugian

102012408

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

e mail: [email protected]

Pendahuluan

Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat; kadang-kadang trauma ringan saja

dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma terus

menerus dapat menimbulkan fraktur. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita temukan

kejadian-kejadian trauma berat yang menyebabkan frakturnya tulang anggota tubuh seperti

kecelakaan kendaraan, jatuh dari ketinggian, dan lain sebagainya. Sebagai seorang dokter,

tentunya kita harus mampu memberi penanganan sedini mungkin bagi pasien yang

mengalami fraktur ini. Seperti dalam kasus yang akan dibahas pada makalah ini, seorang laki-

laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada lengan kanannya setelah

terjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut keluarga pasien

membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke UGD, pasien mengeluh

lengan kanannya sangat nyeri dan tangannya terasa baal. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda

vital dalam batas normal, regio antebrachii dekstra 1/3 tengah tampak edema, hyperemia,

deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan (+), teraba krepitasi, pulsasi a. Radialis melemah, jari-

jari tangan kanan masih dapat digerakkan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila

diekstensikan. Berdasarkan pemaparan kasus di atas, diduga bahwa pasien mengalami fraktur

disertai dengan compartement syndrome yang ditandai dengan pulsasi a. Radialis yang

melemah.

Makalah ini diharapkan dapat menjadi sebuah refrensi bagi pembaca untuk lebih memahami

bagaimana penanganan kasus fraktur tertutup yang sering ditemukan sehari-hari. Makalah ini

akan membahas dimulai dari anamnesis lengkap sampai dengan bagaimana penatalaksanaan

kasus fraktur tertutup sesuai dengan disertai pembahasaan kasus.

1

Page 2: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah

dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan

patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh

bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.

Anamnesis

Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga

dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan

kesehatan. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke

diagnosis penyakit tertentu. Wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat

langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau

pengantarnya (alo-anamnesis). Pada pasien fraktur dengan kesadaran penuh anamnesis masih

bisa dilakukan terhadap pasien itu sendiri, apabaila pasien datang dengan kesadaran menurun,

anamnesis bisa dilakukan pada keluarga atau orang yang mengantar pasien tersebut.

Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan

anamnesis pribadi.

Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

nama orang tua atau suami isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku

bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan karena dengan data identitas, seorang dokter

dapat juga memperkuat diagnosis, kemungkinan terapi yang akan diberikan atau

kemungkinan akan terjadinya komplikasi yang dapat terjadi pada pasien tersebut.

Keluhan Utama. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien

pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai

dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Contoh dalam kasus

adalah nyeri pada lengan kanan setelah jatuh dari motor 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis,

terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai

pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis diusahakan mendapatkan data-data

sebagai berikut: 1) Waktu dan lamanya keluhan berlangsung; 2) Sifat dan beratnya serangan,

misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat

2

Page 3: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

atau berkurang dan sebagainya; 3) Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar,

berpindah-pindah, contohnya tangan kiri ikut merasakan nyeri atau tidak; 4) Hubungannya

dengan waktu, misalnya nyeri timbul setiap saat atau hanya pada saat tertentu; 5)

Hubungannya dengan aktivitas, misalnya tangan bertambah nyeri apabila melakukan gerakan

atau tangan tidak bisa digerakkan sama sekali; 6) Keluhan-keluhan yang menyertai serangan,

atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan seperti demam, penurunan berat badan

atau gejala sistemik lainnya; 7) Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali;

8) Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau

meringankan serangan; 9) Apakah ada saudara sedarah atau teman dekat yang menderita

keluhan yang sama; 10) Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu;

11) Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa; 12)

Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum

oleh pasien juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini

diderita. Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan

diagnosis diferensial. Bila mungkin, singkirkan diagnosis diferensial, dengan menanyakan

tanda-tanda positif dan tanda-tanda negatif dari diagnosis yang paling mungkin.

Riwayat Penyakit Dahulu. Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya

hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Di bagian ini,

tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang berat

dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah

sembuh sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus

ditanyakan, termasuk steroid, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi dan riwayat imunisasi.

Riwayat Penyakit Keluarga. Penting untuk mencari kemungkinan penyakit heredier, familial

atau penyakit infeksi.

Riwayat Pribadi. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan

kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan kehidupan sehari-hari

seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus

ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunnaan obat-

obatan terlarang (narkoba). Yang tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai

lingkungan tempat tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum,

ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.1

3

Page 4: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kita lakukan dengan primary survey dan secondery survey. Primary

survey dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien, sedangkan secondary survey

untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Kedua

pemeriksaan diatas dapat kita lakukan dengan look (inspeksi), feel (palpasi) dan

move(gerakan). Perlu untuk diketahui bahwa auskultasi tidak dapat dilakukan dalam

pemeriksaan fisik tulang karena keras. Melihat dan bandingkan cukup dengan deskripsi yang

terlihat. Misalnya dengan berpatokan pada sisi yang kontralateral, dimana kita menganggap

bahwa sisi kontralateral adalah normal. Pada inspeksi kita dapat melihat deformitas yaitu

angulasi (medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau

perpanjangan), bengkak atau kebiruan dan fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak). Berikutnya

kita meraba untuk mengukur selisih panjang ekstremitas kiri dan kanan serta juga untuk

mengetahui keadaan neurovaskular bagian distal pasien dengan meraba arteri paling distal

ekstremitas atas pasien yaitu arteri radialis. Terakhir dari pemeriksaan fisik yaitu dengan

gerakan sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah. Misalnya terjadi fraktur pada

antebrachii yaitu dengan melakukan gerakan aktif pada siku yang meliputi fleksi-

hiperekstensi dan supinasi-pronasi. Berikutnya kita move untuk melihat apakah ada krepitasi

bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul

oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau

tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Selanjutnya kita memeriksa seberapa jauh

gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan

kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak normal

atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi. Ini adalah

bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang

sesuai definisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas

pemeriksaan rontgen.2

Selain pemeriksaan fisik muskuloskeletal, perlu juga dilakukan pemeriksaan yang dilakukan

untuk mengetahui adanya compartement syndrome. Sindrom kompartemen merupakan suatu

kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni

kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan

oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi

jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.

4

Page 5: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom kompartemen

dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra-kompartemen dini

diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif seperti anak-

anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti

trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya

adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan meningkat

antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi yang efektif ketika

tekanannya sama dengan tekanan diastolik.

Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan Pulse oximetry sangat membantu dalam

mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas. Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa

sindrom kompartemen.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kecurigaan trauma skeletal dapat dilakukan dengan pemeriksaan

radiologi film polos. Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:

Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau

menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.

Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.

Iregularitas kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.

Jenis fraktur :

Greenstick : tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapt berupa bengkokan

tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya. Tulang juga dapat melengkung

tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur torus).

Comminuted : fraktur dengan fragmen multipel.

Avulsi : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen atau insersi tendon.

Patologis : fraktur yang terjadi pada tulang yang memang telah memiliki kelainan,

seringkali terjadi setelah trauma trivial, misalnya penyakit Paget, osteoporosis atau

tumor.

Fraktur stres atau lelah : akibat trauma minor berulang dan kronis. Daerah yang rentan

antara lain metatarsal kedua dan ketiga (fraktur march), batang tibia proksimal, fibula,

dan batang femoral (pada pelari jarak jauh dan penari balet).

5

Page 6: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Fraktur impaksi : fragmen-fragmen saling tertekan satu sama lain, tanpa adanya garis

fraktur yang jelas.

Fraktur lempeng epifisis pada anak di awah usia 16 tahun. Fraktur ini dapat

dikelompokkan menjadi tipe 1 sampai 5 berdasarkan klasifikasi Salter Harris.4

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang

bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini

tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi

yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada

kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya

proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal. Foto

sebaiknya juga memuat 2 sendi di bagian proksimal dan distal dari lokasi fraktur yaitu

articulatio cubitii dan articulatio radiocarpalis.

Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai

dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Rontgen :

Adakah fraktur, di mana lokasinya ?

Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen

Bagaimana struktur tulang (biasa atau patologik)

Bila dekat/pada persendian: adakah dislokasi ?fraktur epifisis ?

Pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi ?

Pemeriksaan radiologi selanjutnya adalah untuk kontrol :

Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi

terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular (kadang-kadang pen

menembus tulang), plate and screw (kadang-kadangscrew lepas).

Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur (pembentukan callus,

konsolidasi, remodeling)

Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto rontgen ialah:

Osteomielitis : terutama pada fraktur terbuka.

6

Page 7: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Nekrosis avaskular : hilangnya atau terputusnya supply darah pada suatu bgian

tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut.

Non-union : biasanya karena imobilisasi tidak sempurna. Juga bila ada interposisi

jaringan di antara fragmen-fragmen tulang. Radiologis terlihat adanya sklerosis pada

ujung-ujung fragmen sekitar fraktur dan garis patah menetap. Pementukan kalus dapat

terjadi sekitar fraktur, tetapi garis patah menetp.

Delayed union : umumnya terjadi pada orang tua karena aktivits osteobls menurun,

distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, defisiensi vitamin C

dan D, fraktur patologik, adanya infeksi.

Malunion : disebabkan oleh reposisi fraktur yang kurang baik, timbul deformitas

tulang.

Atrofi Sudeck : suatu komplikasi yang relatif jarang pada fraktur ektremitas, yaitu

adanya disuse osteoporosis yang berat pada tulang distal dan fraktur disertai

pembengkakan jaringan lunak dan rasa nyeri.5

Diagnosis

Working diagnosis. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu

radiologis yang dilakukan, diagnosis kerja yang dapat ditegakkan adalah fraktur tertutup

antebrachii 1/3 tengah dekstra dengan compartement syndrome. Dari hasil pemeriksaan fisik

ada beberapa tanda fraktur yang dapat dipastikan sebagai fraktur, antara lain :

Pemendekan

Rotasi

Angulasi

False movement6

Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif

terjadi ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada

perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik menunjukkan adanya

compartement syndrome pada kasus fraktur tertutup antebrachii yang dialami pemuda

tersebut. Pada palpasi, jika didapatkan c, dapat pula dipastikan bahwa hal tersebut mengarah

ke diagnosis compartement syndrome.3

Sedangkan dari hasil radiologis tanda-tanda pasti fraktur dapat dilihat dengan adanya garis

fraktur, bengkak jaringan lunak dan iregularitas kortikal.4

7

Page 8: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Etiologi

Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan

dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik. Beberapa

fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini

disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami

osteoporosis atu individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.

Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjngan

atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut dengan fraktur keletihan (fatigue fracture),

biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, tau permulaan aktivitas fisik

yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu

dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang

mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres paling sering terjadi

pada individu yang melakukan daya tahan seperti pelari jarak jauh. Faktor stres dapat terjadi

pada tulang yang lemah sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya

sedikit. Individu yang mengalami fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat

tulang dan diskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang.

, yaitu antara lain :

1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:

Penutupan defek fascia

Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman. Beberapa hal yang bisa

menyebabkan kondisi ini antara lain :

Pendarahan atau Trauma vaskuler

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penggunaan otot yang berlebihan

Luka bakar

Operasi

Gigitan ular

Obstruksi vena

3. Peningkatan tekanan eksternal

Balutan yang terlalu ketat

8

Page 9: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Berbaring di atas lengan

Gips

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,dimana 45

%kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti berenang, lari

ataupun bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome. Namun hal ini

bukan merupakan keadaan emergensi.

Patofisiologi

Patogenesis

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang

dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan

rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan

pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi

terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya.

Proses penyembuhan

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang

tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru

diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada

lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :

1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel

darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat

tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan

perdarahan berhenti sama sekali.

2. Inflamasi dan proliferasi seluler

9

Page 10: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi serta

differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,

endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang

mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan

disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa

hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang

patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung

frakturnya.

3. Pembentukan Kallus (tulang muda)

Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila

diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga

kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast

mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang

tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman

tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada

4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi

lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast

menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya

osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang

baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum

tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa

bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan

pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan

pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki

dibuang, rongga sumsumdibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip

dengan normalnya.7

Pentalaksanaan

10

Page 11: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

Kejadian fraktur tentu disertai rasa nyeri yang hebat. Terapi nyeri dengan pemberian morfin

dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat

yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar

dosis yang diperlukan. Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai : 1) infark

miokard; 2) neoplasma; 3) kolik renal atau kolik empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah

perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan; dan

6) nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah. Sebagai medikasi

praanastetik, morfin sebaiknya hanya diberikan pada pasien yang sedang menderita nyeri.

Bila tidak nyeri dan obat praanastetik hanya dimaksudkan untuk menimbulkan ketenangan

atau tidur, lebih baik digunakan penobarbital atau diazepam.8

Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gips di atas siku. Untuk

fraktur radius ulnar proksimal, lengan bawah diimobilisasi dalam gips pada posisi supinasi.

Posisi ini dimaksudkan untuk mengatasi rotasi radius dan mengendurkan otot supinator.

Fraktur bagian distal umumnya diimobilisasi dalam posisi pronasi dan patah tulang bagian

tengah dalam posisi netral.

Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit untuk dilakukan

reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi terbuka dan fiksasi intern.

Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasi sendi.

Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa mengenai saraf radialis,

ulnaris maupun medianus atau cabangnya dan menjadi faktor pemberat. Cedera saraf radialis

ditemukan pada fraktur Monteggia sedangkan cedera saraf medianus sering terjadi pada

fraktur radius distal.

Karena di lengan bawah terdapat banyak pembuluh darah kolateral, kerusakan pembuluh

darah jarang berakibat berat terhadap lengan bawah. Penyulit yang segera tampak berupa

sindrom kompartemen juga relatif jarang. Apabila terdapat sindrom ini, biasanya sulit

didiagnosa atau terlambat karena denyut nadi sering masih teraba. Jika terjadi sindrom

kompartemen, penanganan harus dilakukan.6

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis

dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.Walaupun

fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti penentuan

waktu masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular

11

Page 12: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum

meliputi :

1. Terapi non bedah

Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam bentuk dugaan

sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

Menempatkan tangan setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran

darah dan akan lebih memperberat iskemiae.

Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut

kontriksi dilepas.

Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat

perkembangan sindrom kompartemen.

Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.

Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapa

tmengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan

memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang

nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.

HBO ( Hyperbaric oxygen) merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen

sindrom berkaitan dengan ischemic injury . HBO memiliki banyak manfaat,

antara lain dapat mengurangi pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen

dan mendukung penyembuhan jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan

perfusi rendah, oksigen dapat diterima sehingga dapat terjadi penyembuhan

jaringan.

2. Terapi Bedah

Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan

dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya <30 mm Hg maka lengan bawah cukup diobservasi dengan cermat

dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan lengam bawah membaik,

evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk

maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi

adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan

insisi ganda. Insisi ganda pada lengan bawah paling sering digunakan karena lebih

12

Page 13: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas

dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.9

Prognosis

Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana dari tim

medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya

akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang

di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis

yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk. Bahkan jika

parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita

dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia

lanjut.

Pada sindrom kompartement, dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya

memberikan hasil yang baik. Namun umumnya prognosis ditentukan oleh trauma penyebab.

Diagnosis yang terlambat dapat menyebabkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi

dari otot yang terlibat. Hal ini sering terjadi pada penderita dengan penurunan kesadaran atau

dengan pemberian sedasi yang menyebabkan penderita tidak mengeluhkan nyeri. Umunya

kerusakan permanen dapat timbul setelah 12-24 jam setelah terjadi kompresi.10

Komplikasi

Komplikasi dapat berupa komplikasi umum, lokal atau sistemik meliputi komplikasi dini atau

lambat, oleh trauma atau akibat pengobatan. Komplikasi umum meliputi crush syndrome,deep

venous thrombosis, gas gangrene dan emboli lemak. Crush syndrome terjadi karena trauma

keras yang menyebabkan otot hancur. Penderita yang terkena crush syndrome dapat

menderita kontinensia urin akibat dari otot yang hancur mengeluarkan acid myohaetamin

yang akan menyebabkan kebuntuan pada tubulus sehingga penderita dapat menderita

acutetubular necrosis. Untuk terapi kita harus melakukan amputasi atau rena dialysis untuk

menyelamatkan nyawa penderita. Gas gangrene dapat terjadi karena infeksi dari

clostridiumperfringens yang terpaksa bagian tubuh orang yang terkena infeksi ini harus

diamputasi. Berikutnya emboli lemak yang timbul setelah patah tulang, terutama tulang

panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat

aktivas sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas

setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut

13

Page 14: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali

terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikut serertakan

lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Berikutnya, komplikasi lokal

yang meliputi komplikasi dini dan lambat. Komplikasi dini meliputi komplikasi dini tulang,

dini jaringan lunak dan dini sendi. Komplikasi dini tulang misalnya dapat terjadi infeksi pada

tulang. Komplikasi dini jaringan lunak misalnya adanya kelepuhan pada kulit, luka akibat

plester, terjadi robekan pada otot serta tendon dan sindrom kompartemen yang ditandai oleh

kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan

edema di daerah fraktur. Komplikasi dini sendi misalnya terjadi haemarthrosis dan infeksi.

Sedangkan komplikasi lambat meliputi lambat tulang, lambat jaringan lunak dan lambat

sendi. Komplikasi lambat tulang misalnya terjadi avaskular nekrosis, non-union,

delayedunion, atau mal-union yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.

Komplikasi lambat jaringan lunak misalnya terjadi bed sores karena tidur lama yang

menyebabkan luka ulkus pada bagian gluteus, myositis ossifikasi dimana otot mengalami

perkapuran, tendinitis(iritasi dan pembengkakan) serta juga ruptur tendon (tendon pecah),

penyempitan saraf misalnya nervus ulnaris akibat terjadi fraktur pada daerah siku dan juga

dapat terjadi volkman’s contracture yaitu terjadi pelisutan otot jari sehingga terjadi kontraktur

pada jari- jari. Terakhir dapat terjadi komplikasi lambat pada sendi misalnya ketidakstabilan

pada sendi,kekakuan pada sendi, dan algodistrofi (nyeri pada sendi).

Komplikasi lambat yang tersering adalah salah-taut dan apabila salah-tautnya berupa angulasi

disertai dengan ketidaksejajaran radius dan ulna, akan terjadi gangguan gerak pronasi dan

supinasi. Komplikasi lain adalah terbentuknya sinostosis atau jembatan kalus yaitu kalus

antara radius dan ulna sehingga kemungkinan supinasi dan pronasi hilang. Perlu diketahui

bahwa kalus merupakan hiperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kurang lebih

bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas penonjolan tulang dan

akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi dihentikan. Pada anak, dengan timbulnya kalus

ini akan disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan

pulih sampai derajat tertentu.4

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, laki-laki dalam

kasus mengalami fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 tengah dengan compartment

14

Page 15: Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1

syndrome. Kelainan tulang tersebut dapat ditangani dengan terapi bedah atau non bedah

tergantung kondisi pasien tersebut. Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan

pemasangan gips di atas siku. Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan

ulna sulit untuk dilakukan reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi

terbuka dan fiksasi intern. Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang

yang disertai dislokasi sendi.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna

Publishing; 2009. h.2861-8.

2. Gleadle J. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007.h.

16.

3. Amendola, Twaddle B. Compartment syndromes in skeletal trauma basic science,

management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003.p.268-92

4. Patel P R. Lecture notes radiology. Jakarta: Erlangga; 2007. h.222-3.

5. Rasad S, Ekayuda I. Radiologi diagnostic. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.31-3.

6. Sabiston D C. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2005.390-6.

7. Corwin E J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. h.336-8.

8. Gunawan S G, Nafrialdi R S, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2012.h.216.

9. Robert K L. Compartment syndrome evaluation in procedures for primary care.

Mosby. USA. 2003. p.1419-29

10. Rasjad C. Buku pengantar ilmu bedah ortopedi . Makassar: Yarsif Watampone;

2007.h.352-489.

15