Download - PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

Transcript
Page 1: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR

TENTANG EPISTEMOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang secara khusus diminati

semenjak abad ke 17, namun semenjak pertengahan abad ke 20 ini, ia mengalami

perkembangan yang sedemikian pesat dan begitu beragam ke arah berbagai

jurusan. Sebab utamanya adalah tumbuhnya cabang-cabang ilmu pengetahuan

secara terus menerus, tanpa henti.1

Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam perkembangan

epistemologi pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai

ilmu pengetahuan. Pandangan ini merupakan kritik terhadap pandangan

Aristoteles yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung,

namun harus bersipat kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu

pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat

kemampuan manusia di bumi ini. Pandangan itu dikemukakan oleh Francis Bacon

de Verulam (1561-1626) yang berdiri pada ambang pintu masuk zaman modern.

Menurutnya, dalam rangka itulah ilmu-ilmu pengetahuan betul-betul berkembang

menjadi nyata dalam sejarah Barat sejak abad ke-15. Menurut Bacon pula, ilmu

pengetahuan manusia hanya berarti jika tampak dalam kekuasaan manusia,

"human knowledge adalah human power2 . Pada abad-abad berikutnya, di dunia

Barat dan —mau tak mau juga di dunia luar Barat— dijumpai keyakinan dan

kepercayaan bahwa kemajuan yang dicapai oleh pengetahuan manusia, khususnya

ilmu-ilmu alam, akan membawa perkembangan manusia pada masa depan yang

semakin gemilang dan makmur.

Sebagai akibatnya, ilmu-ilmu pengetahuan selama masa modern sangat

mempengaruhi dan mengubah manusia dan dunia-nya. Terjadilah revolusi industri

1 . C. Verhaak, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gramedia, 1991, h. ix

Page 2: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

1

pertama (mulai sekitar tahun 1800 dengan pemakaian mesin-mesin mekanis), lalu

revolusi industri kedua (mulai sekitar tahun 1900 dengan pemakian listrik dan

titik awal pemakaian sinar-sinar), dan kemudian revolusi industri ketiga yang

ditandai dengan penggunaan kekuatan atom, dan penggunaan komputer yang

sedang kita saksikan dewasa ini. Dengan demikian, adanya perubahan pandangan

tentang ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam membentxik

peradaban dan kebudayaan manusia, dan dengan itu pula, tampaknya, muncul

semacam kecenderungan yang ter-jalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan —

dan juga para ilmuwan— untuk maju dan maju terujs tanpa henti dan tanpa batas.

Penemuan dan perumusan mutakhir menjadi langkah awal untuk penemuan dan

perumusan berikutnya. Setiap langkah merupakan suatu tantangan baru lagi

dengan tahap: pengamatan-hipotesa-hukum-teori yang tak ada hentinya, disusul

oleh perbaikan dan pembaharuan serta pengetatan tahap-tahap yang sudah

ditempuh3.

Kecenderungan kedua ialah hasrat untuk selalu menerap-kan apa yang

dihasilkan ilmu pengetahuan, balk dalam dunia teknik mikro maupun makro.

Dengan demikian, tampaklah bahwa semakin pengetahuan maju, semakin

keinginan itu meningkat sampai memaksa, merajalela, dan bahkan membabi buta.

Aki-batnya, ilmu pengetahuan dan hasilnya menjadi tidak manu-siawi lagi,

bahkan justru memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan

menghasilkannya. Kecendrungan yang kedua ini lebih mengerikan dari yang

pertama, namun tak dapat dilepaskan dari kecenderungan pertama.

Beberapa ciri dari epistemologi modern, yang dianggap menjadi penyebab

timbulnya kr.isis di atas, dapat ditelusuri dari unsur-unsurnya. Pertama, tujuan

ilmu pengetahuan ada-lah hanya untuk diterapkan. Ini, terutama adalah akibat dari

pengaruh pemikiran Francis Bacon yang menegaskan bahwa ilmu pengetahuan

dapat dikatakan bermakna bila ia dapat meningkatkan kekuasaan manusia, baik

atas alam maupun sesama4. Dengan demikian, ilmu pengetahuan harus bernilai

praktis bagi manusia, di antaranya dalam bentuk teknologi. Akibat-nya,

2 Ibid., hal. 139 3 Ibid., hal. 181-182

Page 3: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

2

menaklukkan alam dan mengeksploitasinya habis-habisan tidaklah dapat dianggap

sebagai kesalahan. Kedua, metode yang digunakan adalah deduksi-induksi

(logico-hypotetico-verifikasi)5, sebagai pengaruh dari pemikiran positivisme.

Selain Bateson, tokoh ilmuwan lainnya yang mengajukan kritik terhadap

epistemologi modern, dapat disebutkan di si-ni, seperti Max Horkheimer (1895-

1973), Theodor Wiesengrund Adorno (1903-1969), dan Erich Fromm (1900-

1980). Kritik mereka terarah kepada masyarakat yang merupakan hasil per-

kembangan ilmu-ilmu alam yang salah satu akibatnya ialah manusia diasingkan

(is alienated) dari dirinya sendiri. Alienasi di sini diartikan dari sudut sosio

budaya dan psikologi. Menurut mereka, keadaan keterasingan itu kurang dilihat

oleh para ahli ilmu yang masih condong ke positivisme6.

Tokoh lainnya yang banyak memberikan perhatian pada masalah manusia

modern ialah Seyyed Hossein Nasr, seorang di antara sedikit pemikir Muslim

kontemporer paling terkemu-ka pada tingkat internasional, yang banyak

memberikan perhatian pada masalah-masalah manuaia modern. Kritiknya

terhadap manusia modern cukup tajam, seperti terlihat dalam dua karyanya yang

menyangkut topik ini: Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man

(1968), dan Islam and the Plight of Modern Man (1975). Nasr mendasarkan

pembahasannya tentang problem manusia modern dengan melihat manusia Barat

modern, yang selanjutnya mempunyai banyak pengikut dan peniru, termasuk di

wilayah dunia Muslim.

Selanjutnya mengenai pandangan Nasr tentang kedudukan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam Islam, dan bidang inilah yang semula menjadi

keahlian profesionalnya, bahwa ilmu pengetahuan dan seni dalam Islam

berdasarkan atas gagasan tentang tawhid yang menjadi inti dari wahyu Islam.

Dengan demikian, menurut Nasr, seluruh seni Islam apakah dalam ben-tuk Al-

Hambra atau Masjid Paris, dalam berbagai keragamannya tidak terlepas dari

"keesaan Tuhan" (Divine unity). Dalam kerangka ini, ilmu pengetahuan yang

dapat disebut Islami adalah ilmu pengetahuan yang mengungkapkan "ketauhidan

4 Ibid 5 Yuyun S.Suryasumantri, Fisafat Ilmu, Jakarta, Sinar Harapan, 1990, hal. 120.

Page 4: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

3

alam".

Lebih lanjut, Nasr mengeritik ilmu pengetahuan modern Barat, bahwa ilmu

pengetahuan modern mereduksi seluruh kualitas kepada kuantitas, mereduksi

seluruh yang esensial —dalam pengertian metafisik— kepada material dan sub-

stansial. Dengan demikian, pandangan dunia metafisis nyaris sirna dalam ilmu

pengetahuan modern. Kalaupun ada, meta-fisika direduksi menjadi filsafat

rasional yang selanoutnya sekedar pelengkap Ilmu pengetahuan alam dan

matematika. Bahkan, kosmologi diturunkan derajatnya dengan memandangnya

hanya semacam superstisi. Dengan pandangannya itu, ilmu pengetahuan modern

menyingkirkan pengetahuan kosmologi dari wacananya. Padahal menurut Nasr,

kosmologi adalah "ilmu sakral" (scientia sacra.) yang menjelaskan kaitan materi

dengan wahyu dan doktrin metafisis7.

Di kalangan Barat, khususnya Amerika Serikat, Seyyed Hossein Nasr

adalah ilmuwan muslim yang amat disegani saat ini, terutama sepeninggal Ismail

Raj i Al-Farouqi dan Fazlurrahman, dalam kajian-kajian keislaman8. Dalam

mengo-mentari pemikiran Seyyed Hossein Nasr, Azyumardi Azra mengemukakan

bahwa pemikiran Seyyed Hossein Nasr sangat kompleks dan multidimensi. Hal

itu tercermin dari karya-karya tulisnya yang membahas berbagai topik meliputi

persoalan manusia modern, ilmu pengetahuan, seni, hingga sufisme. Namun

demikian, menurut Azyumardi, pemikirannya tentang ilmu pengetahuan

merupakan keahlian profesionalnya, karena semua gelar yang diperolehnya di

M.I.T (Massachusetts Institute of Technology ) dan Universitas Harvard

berkenaan dengan sejarah ilmu pengetahuan (Islam). Selanjutnya, dikemukakan

bahwa gagasan tentang "kesatuan" ( tawhid) tidak hanya merupakan anggapan

dasar ilmu pengetahuan dan seni Islam, tawhid juga mendominasi ekspresinya9.

B. Perumusan Masalah

6 Ibid. , hal. 92. 7 Ibid., hal. 22 8 16.Nur A. Fadil Lubis, "Kecenderungan Kajian Keislaman di Amerika", dalam Ulumul

Quran, Vol. IV, No. 4, 1993, h. 81. 9 Azyumardi Azra, "Memperkenalkan pemikiran Hossein Nasr", dalam Seminar Sehari

Spiritualitas, Krisis Dunia Modern, dan Agama Masa Depan, Jakarta: Yayasan Paramadina, h. 35.

Page 5: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

4

Perumusan masalah tersebut diperinci menjadi lima pertanyaan penelitian,

yaitu:

1. Bagaimana sejarah epistemologi menurut Seyyed Hussein Nasr?

2. Bagaimana pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang obyek pengetahuan?

3. Bagaimana pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang Sifat pengetahuan?

4. Bagaimana pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang jalan memperoleh

pengetahuan?

5. Bagaimana Seyyed Hussein Nasr tentang epistemologi tradisional sebagai

alternatif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara lebih terinci penelitian ini diarahkan untuk mengetahui tentang hal-

hal sebagai berikut:

1. sejarah epistemologi menurut Seyyed Hussein Nasr

2. pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang obyek pengetahuan

3. pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang Sifat pengetahuan

4. pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang jalan memperoleh pengetahuan

5. pemikiran Seyyed Hussein Nasr tentang epistemologi tradisional sebagai

alternatif

Manfaat yang diharapkan agar hasil penelitian ini nantinya, paling tidak,

akan turut memperkaya khazanah pengetahuan tentang epistemologi dengan

memperkenalkan salah seorang tokoh pemikir Islam. Lebih dari itu diharapkan

agar hasil penelitian ini juga dapat merangsang para peneliti lain untuk

mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap jenis penelitian serupa dengan tema

yang berbeda, sehingga bisa melengkapi dari kekurangan yang ada dalam

penelitian ini.

D. Metode Penelitian

Berdasar atas pokok masalah di atas, data yang relevan yang dihimpun

dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan cara menyelami dan menangkap arti

Page 6: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

5

serta merekonstruksi pemikiran Nasr. Upaya itu dimulai dengan mengumpulkan

dan mengkaji karya-karya Nasr pribadi yang menggambarkan pemikirannya

tentang epistemologi. Karya-karya langsung Nasr tersebut dalam penelitian ini

dikelompokkan sebagai bahan kepustakaan primer. Upaya selanjutnya adalah,

mengkaji mono-grafi dan karya-karya yang membahas pemikiran Nasr. Di

samping itu, dikaji pula buku-buku lainnya yang menyang-kut filsafat, terutama

filsafat pengetahuan, ensiklopedi, dan kamus filsafat. Di dalam penelitian ini,

buku-buku tersebut dikelompokkan sebagai bahan kepustakaan sekunder.

Page 7: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kehidupan Awal Seyyed Hossein Nasr

Seyyed Hossein Nasr, satu di antara sedikit pemikir Islam internasional

mutakhir, dilahirkan pada tahun 1933 di Teheran, Iran, negara tempat lahirnya

para sufi, filosof, ilmuwan dan penyair muslim terkemuka10. Ia dilahirkan dan

dibesarkan dalam lingkungan keluarga ulama dan dibesarkan dalam tradisi dan

locus ulama Syi'ah tradisional yang mencakup tokoh seperti Thabathaba’i,

Hazbini, dan Muthahhari.

Keahlian profesional Nasr dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu

pengetahuan, tampaknya tidak lepas dari pengaruh lingkungan intelektual Iran,

tempat ia dilahirkan dan dibesarkan, dan Amerika serikat, tempat ia melanjutkan

studi. Iran dapat dipandang sebagai tempat yang merepresentasikan kontinuitas

perkembangan pemikiran keagamaan, khususnya filsafat dan sufisme di dunia

Islam hingga abad-abad terakhir. Seperti yang diakui Nasr sendiri, bahwa filsafat

Islam memiliki kehidupan yang lebih panjang di bagian timur ketimbang di

bagian barat dunia Islam. Di Persia, filsafat Islam tetap bertahan hidup selama

beberapa abad terakhir. Satu bagian periode dari abad VII/XIII sampai X/XVI

diciri-kan oleh penyesuaian besar antar berbagai ajaran Islam.

Selama tiga abad berbagai ajaran pemikiran Islam mencapai puncaknya

dalam periode Safawid di Persia dengan ajaran Isfahan, yang dihubungkan dengan

ibu kota Safawid, sebagai pusatnya. Tokoh terpenting ajaran ini ialah Sadr al-Din

Shirazi, yang dikenal sebagai Mulla Sadra (lahir di Shiraz tahun 979 /1571). Ia

merupakan tokoh yang berpengaruh dalam kelanjutan tradisi Islam sampai hari

ini, yang dianggap sebagai metafisikawan muslim terbesar. Mulla Sadra menulis

sekitar limapuluh buku, sebagian besar dalam bahasa Arab, yang terpenting

adalah Al-Asfar al-Arba'ah (The Four Journeys), buku teks tingkat tinggi pada

10 Untuk menyebut beberapa nama, Mulla Sadra dan Sabziwari dalam bidang filsafat;

Jalaluddin Rumi, Hafidz, dan Sa'di dalam bidang tasawuf dan sya'ir; Umar Khayam dan Al-Biruni dan sebagainya. Secara lebih lengkap lihat Nasr, Sains dan Peradaban dalam Islam Bandung, Pustaka, 1986

Page 8: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

7

filsafat Islam tradisional di madrasah-madrasah Iran hingga hari ini.11

Selama periode Qajar, Teheran secara bertahap mening-kat menjadi pusat

studi filsafat Islam, dan kebanyakan guru-guru yang terkenal di akhir periode

Qajar dan Pahlevi se-perti Mirza Mahdi Asytiyani (w. 1373/1953), Sayyid

Muhammad Kazim 'Assar (w. 1394/1975), dan Sayyid Abu al-Hasan Qazwini (w.

1394/1975), mengajar di Teheran. Setelah Perang Dunia II, Qum Juga menjadi

suatu pusat pengajaran filsafat Islam yang penting, dengan salah seorang tokoh

utamanya 'Allamah Sayid Mohammad Hossain Thabathaba'i (w. 1402/1981) yang

menuli Ushul-i Falsafah wa Rawish-i Ri "alism (The Principles of Philosophy and

the Method of Realism)12.

Selain secara geografis-historis, tradisi keagamaan syi'ah juga merupakan

faktor pendukung berkembangnya pemi-kiran filsafat di Persia. Seperti apa yang

diakui Nasr, haruslah dibedakan antara tanggapan kaum Sunni dengan kaum

Syi'ah terhadap filsafat. Kalangan Sunni menolak hampir seluruhnya filsafat

setelah Ibn Rusyd, kecuali logika dan kesinambungan pengaruh filsafat dalam

metoda argumentasi, juga beberapa paham kosmologis yang masih ada dalam

formulasi teologi dan doktrin sufi tertentu.

Akan tetapi, di kalangan Syi'ah, filsafat aliran peripatetik dan illuminasi

terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman di sekolah-

sekolah agama Syi'ah13. Pernyataan Nasr tersebut sekaligus, merupakan

pengingkaran terhadap tuduhan yang dilancarkan beberapa orientalis bahwa

kegiatan intelektual ummat Islam, khususnya filsafat, telah mati.14

Apa yang dinyatakan para orientalis ini, bukan saja terkesan sangat obyektif,

tetapi juga memiliki dampak-dampak yang sangat serius, terutama dengan

11 Nasr, Theology, Philosophy and Spirituality, diterjemahkan dalam "Intelektual Islam:

Teologi, Filsafat dan Gnosis, Yogyakarta, CIIS Press, 1995 12 Ibid 13 Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban di Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1986, h.

271 14 Setidaknya ada tiga buah dalih yang digunakan kalangan orientalis untuk meyakinkan

ummat Islam, tentang kemandegan kegiatan intelektual ini. Pertama, isu tentang tertutupnya pintu ijtihad yang telah berlangsung selama seribu tahun. Kedua, serangan al-Ghazali terhadap filsafat, melalui karyanya yang monumental Tahafut al-Falasifah dan ketiga, meninggalnya Ibn Rushd, yang dianggap sebagai simbol rasionalisme Islam, lihat Suharsono, "Kata Pengantar", dalam Nasr, Intelektual Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis Yogyakarta, CIIS Press, 1995.

Page 9: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

8

perspektif dan penyikapan umat Islam belakangan terhadap dimensi-dimensi

intelektual. Pada satu sisi, gema tertutupnya pintu ijtihad dan serangan-serangan

Al-Ghazali terhadap filsafat, misalnya, terus menerus diresonansi, sehingga

mampu membungkam setiap potensi intelektual ummat Islam yang akan

berkembang. Pada sisi lain para orientalis, dengan rasa super, meyakinkan

terutama terhadap kalangan cendekiawan muslim, bahwa intelektualisme Barat

adalah "pisau analisis" yang paling tajam untuk membedah berbagai persoalan

ummat manusia. Sejauh kaitan dengan ini, Seyyed Hossein Nasr menunjukkan

bahwa tudingan para orientalis terhadap kegiatan intelektual ummat Islam, terlalu

banyak memiliki cacat dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Page 10: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

9

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam bab sebelumnya, terutama mengenai tinjauan karya Nasr, tidak

dijumpai karyanya yang secara langsung membahas epistemologi. Meskipun

demikian, beberapa pemikirannya dapat diidentifikasi sebagai anggapan pokok

mengenai epistemologi, hal itu dapat dilihat, secara tersebar, hampir dalam

seluruh karyanya. Pemikiran-pemikirannya itu dapat dikelompokkan, di sini, pada

pemikirannya tentang realitas, pra-anggapan pengetahuan, metodologi

pengetahuan, dan hierarki pengetahuan.

Selanjutnya, agar dapat diperoleh gambaran tentang posisi pemikiran

epistemologi Nasr dalam rentang sejarah dan ciri-ciri khusus yang dapat

dibedakan dari pemikiran epistemologi lainnya, terlebih dahulu dipaparkan

sejarah epistemologi secara umum.

A. Sejarah Epistemologi

Istilah epistemology pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier dalam

karyanya Institute of Metaphysics, di mana ia membagi filsafat menjadi dua

cabang: metafisika dan epistemologi.15 Epistemologi, atau filsafat pengetahuan,

adalah cabang filsafat yang mempelopori dan mencoba menentukan kodrat dan

skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta

pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Para

filosof pra Sokratik, yaitu filosof pertama di dalam tradisi Barat, tidak

memberikan perhatian kepada cabang filsafat ini sebab mereka memusatkan

perhatian, terutama, kepada alam dan kemungkinan perubahan-nya, sehingga

mereka kerap dijuluki filosof alam.

Dalam menguraikan pemikiran tentang epistemologi, Plato mengawalinya

dengan menegaskan bahwa realitas Itu tidak berubah. Menurut anggapannya, satu-

satunya pengetahuan sejati ialah apa yang disebutnya episteme, yaitu pengetahuan

yang tunggal dan tak berubah sesuai dengan idea-idea abadi. Apa yang tampak di

15 Dagobert D. Runes, Dictionary of Philosophy, New Jersey: Adams & Company, 1971, h.

Page 11: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

10

dunia ini hanyalah bayangan (copy) dari yang baka. Bayangan itu banyak,

bermacam-macam, dan selalu berubah.16 Dengan demikian, kebenaran menurut

Plato bersipat apriori (dari kata Latin prius: sebelum. Pandangan ini ingin

menentukan apa kiranya yang mendahului adanya segala kenyataan itu). Bagi

Plato, benda-benda inderawi bukanlah obyek pengetahuan, melainkan obyek

opini. Demikian pula, pencerapan inderawi bukanlah pengetahuan, melainkan

sekedar opini karena selalu dalam perubahan dan kemungkinan salah.17

Sistem epistemologi yang dibangun Descartes yang didasarkan atas

kebenaran apriori dan rasio ini mendapat sanggahan dari mazhab empirisme

dengan tokohnya John Locke. Bagi Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari

pengalaman, bukan dari ide-ide bawaan yang apriori. Gagasan berasal dari dua

sumber, yaitu sensasi dan persepsi jiwa. Menurutnya, persepsi adalah langkah dan

tingkatan pertama menuju pengetahuan. Dengan demikian, Locke lebih

mementingkan pengetahuan inderawi ketimbang pengetahuan lainnya.18

Pemikiran epistemologi post-Kantian diwarnai oleh munculnya positivisme

August Comte (1798-1857). Filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui,

yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di

luar yang ada, sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang

diketahui secara postif adalah segala yang tampak, segala gejala. Dengan

demikian, positivisms membatasi filsafat dan ilmu pengetahuan kepada bidang

gejala-gejala saja.

Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga

tahap: teologis, metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan

bahwa di balik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus (kekuatan

adikodrati, atau dewa-dewa); pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah

menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian

yang bersipat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal segala

gejala; pada tahap positif, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik 94

16 Ibid., h. 9 17 Ib i d. , h. 10. Lihat pula C. Verhaak, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah atas Cara Kerja

Ilmu-Ilmu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991, h. 9-11. 18 Ibid., h. 589

Page 12: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

11

pengetahuan teologis maupun metafisis dipandang tidak berguna. Menurutnya,

tidaklah berguna melacak asal dan tuouan akhir seluruh alam semesta ini atau

melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan

hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan

pengamatan dan dengan memakai akal.19

Pada abad ke 20, epistemologi mengalami perkembangan yang ditandai

dengan munculnya pemikiran-pemikiran baru. Satu di antaranya muncul dari

Lingkaran Wina Lingkaran Wina (Jerman: Wiener Kreis; Inggris: Vienna Circle),

suatu komunitas intelektual yang terdiri atas sarjana-sarjana ilmu pasti dan alam di

Wina, ibukota Austria. Komunitas ini didirikan oleh Moritz Schlick pada tahun

1924 sampai dengan tahun 1938. Pandangan yang dikemukakan oleh Lingkaran

Wina disebut neopositivisme, kerap juga dinamakan positivisme-logis atau

empirisme-logis.

Epistemologi mengalami perkembangan baru lagi dalam masa dua atau tiga

dasawarsa terakhir ini. Perkembangan itu ditandai dengan adanya perhatian besar

terhadap sedarah ilmu serta peranan yang dimainkan sejarah ilmu dalam

mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan

ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Perkembangan baru ini dinamakan

“pemberontakan terhadap positivisme”. Tokoh-tokoh epistemologi baru ini antara

lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter, Stephen

Toulmin, dan Imre Lakatos.20 Kajian singkat atas pemikiran tokoh-tokoh itu

dibatasi, di sini, hanya pada pemikiran Thomas Kuhn dan Paul Feyerabend.

Dalam pada itu, telah muncul pemikiran epistemologi paling mutakhir y4ang

menyoroti unsur-unsur pokok epistemologi modern dengan perspektif keagamaan

(tradisional) dari Seyyed Hossein Nasr. Ia mencoba melakukan rekonsiliasi

epistemologis antara agama dengan ilmu pengetahuan, setelah terjadi “perceraian”

di antara keduanya sejak masa renaisans di Eropa. Dalam hubungan ini,

epistemologi modern dapat dipandang sebagai produk dari suatu kesadaran .yang

memberontak dan menolak gagasan wahyu dan semua implikasinya.

19 Ibid., h. 111

Page 13: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

12

B. Pemikiran tentang Obyek Pengetahuan

Jika pemikiran modern memandang bahwa obyek ilmu pengetahuan

hanyalah realitas empirik, Nasr memandangnya keseluruhan realitas dari yang

eksternal hingga yang paling internal. Menurutnya. berbagai realitas itu dipadukan

dalam kalimat tauhid la ilaha ilia Allah (tiada tuhan selain Allah) sebagai konsep

dasar Islam.21 Makna terdalam dari kalimat tersebut adalah tidak ada wujud

(realitas) selain wujud Tuhan. Kandungan makna itu, menurut Nasr, tidak harus

menunjuk kepada panteisme yang memandang realitas lain selain Tuhan sebagai

tuhan, melainkan harus dipahami bahwa adanya realitas lain selain Tuhan tidak

lain hanyalah cermin dari sekian banyak “kehadiran Ilahiah” (al-hadharat al-

Ilahiyah).

Ia melanjutkan, bahwa banyaknya kehadiran Ilahi itu dapat disederhanakan

dengan membaginya ke dalam lima keberadaan (al-hadharat. al-Ilahiyah al-

Khamsah) untuk menggambarkan hierarki seluruh realitas dalam urutan menurun:

(1) kehadiran hakikat ilahiyah, esensi Tuhan (hahut); (2) keberadaan nama dan

sifat Tuhan (lahut); (3) kehadiran malaikat (jabarut); (4) keberadaan psikis dan

manifestasi halus, disebut juga dunia perantara (malakut); dan (5) keberadaan fana

atau dunia fisikal (nasut).22

Keberadaan hakikat Ilahiah, adalah wujud yang tidak dapat dikenal dan

tidak dapat dijangkau oleh apapun, kecuali Tuhan sendiri. Oleh karena itu, Ia

absolut murni.23 Keberadaan atau dunia hahut, lahut, dan jabarut berada di atas

bentuk-bentuk dan manifestasi formal. Sedang dunia malakut mempunyai bentuk

meskipun bukan materi dalam pengertian peripatetik biasa.

Nama Tuhan tidak dikenal di dunia ini. Ialu ia menyebutkan nama dan sifat-

sifat-Nya untuk dikenal. Dan, secara emanasi, lahirlah apa yang disebut lahut

yang dapat dipersamakan dengan prinsip kreatif atau wujud, yaitu prinsip

ontologis dari keseluruhan kosmos. Dengan demikian, ia absolut terhadap seluruh

20 C. Verhaak, op. cit., h. 163. 21 Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Krisis of Modern Man. London:

Mandala Books, h. 18. 22 Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1986, h. 74.

Lihat pula Knowledge and the Sacred, 1981. h. 199. 23 Hahut berasal dari huwa yang berarti Dia; jadi, dapat diterjemahkan sebagai quiddity

Page 14: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

13

ciptaan. Agar dapat sampai ke dunia, diciptakanlah dunia juga a'yan tsabitah,

dimana pola-pola dasar (archetype). Malakut adalah mediator antara Tuhan

dengan dunia psikis manusia. Malakut adalah keberadaan cahaya atau substansi

jiwa yang ada dalam diri manusia, salah satu bagiannya adalah intelek, sebagai

cahaya Ilahi yang mampu menghubungkan manusia dengan malakut. Intelek, bagi

manusia, merupakan ciri utama yang melampaui realitas lain. Karena intelek

itulah, manusia kerap disebut mikrokosmos, sebagai simbol dari makrokosmos.

Nasut adalah keberadaan alam fisik. Ia merupakan manifestasi yang paling akhir,

ia juga merupakan lambang ketuhanan. Oleh karena itu, intelek disebut juga ayat.

Ia bukan hanya bersifat material melainkan memiliki makna. Hierarki keberadaan

itulah yang disebut manifestasi Tuhan (tajalliyat).24

Doktrin keesaan (tawhid) adalah formulasi metafisikal yang paling

mendalam. Ia mempunyai berbagai aspek dan tingkat pengertian: pertama,

penekanan pada karakter kesementaraan dan ketaksubstansialan segala sesuatu

selain Allah (masiwa Allah) dan dengan mengikuti urutan ciptaan: yang material

adalah yang paling tidak permanen; Kedua, penekanan pada “sesuatu yang lain”

sehingga realitas tertinggi menekankan pada kebenaran bahwa Allah sepenuhnya

berada di atas seluruh pemikiran dan pengertian awam tentang makna istilah kata

“ilah” dalam formulasi di atas.

Dengan mengikuti terminologi Al-Qur'an, Nasr mengemukakan empat

kualitas dunia tertinggi: awal, akhir, zhahir, dan bathin,25 yang satu sama lain

bersifat komplementer. Dua sifat Ilahi pertama, yang Awal dan yang Akhir,

bersesuaian dengan kepercayaan waktu di dunia atas asal Ilahi. Tuhan Yang Awal

berarti bahwa seluruh realitas berasal dari-Nya, sedangkan Tuhan Yang Akhir

berarti semua realitas akan kembali kepada-Nya.26 Dengan kata lain, Ia adalah

asal sekaligus tujuan. Dan, dua sifat Ilahi berikutnya, Yang Zhahir dan Yang

Bathin, berhubungan dengan ruang. Tuhan Yang Zhahir dan Yang Bathin berarti

atau ipseity.

24 Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages, New York: Caravan Books, 1976, h. 111-112.

25 Lihat Al-Qur'an, Surat 37 : 3. 26 Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban dalam Islam, loc. cit.

Page 15: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

14

Yang mencakup segalanya.27

Metafisika, bagi Nasr, merupakan pengetahuan tentang yang real. Ia

menjelaskan asal-usul dan tujuan semua realitas, tentang yang absolut dan relatif.

Oleh karena itu, Nasr mengusulkan jika manusia ingin tinggal di dunia lebih lama,

prinsip-prinsip metafisis harus dihidupkan kembali.28

C. Pemikiran tentang Sifat Pengetahuan

Konsep sentral Nasr adalah unitas. Ia adalah paham kesatupaduan dan

interelasi dari segala yang ada, sehingga dengan merenungkan kesatupaduan

kosmos, seseorang dapat menuju ke arah kesatupaduan Ilahi yang dibayangkan

dalam kesatuan Alam. Ide unitas dalam ilmu pengetahuan ini merupakan ide

turunan dari syahadah: la ilaha ilia Allah. Lebih jauh, menurut Nasr, ide unitas

bukanlah hanya sebagai sifat ilmu pengetahuan dan seni Islam, ia juga

mendominasi pengungkapan ilmu pengetahuan dan seni tersebut.29 Dengan

konsep unitas itu pula memungkinkan terjadinya integrasi keaneka-ragaman

pengetahuan ke dalam keterpaduan. Dalam kata lain, ide unitas itu memungkinkan

integrasi pengetahuan dan tindakan manusia ke dalam sebuah kesatuan yang

harmo.

Sesungguhnya, menurut Nasr, ide unitas semacam ini tidak hanya khas

Islam tetapi lazim dalam semua peradaban tradisional, termasuk Kristen. Namun,

aplikasinya di dalam Islam mampu melahirkan sesuatti yang unik, yang tidak dite-

mukan dalam derajat yang sama pada peradaban dari tradisi lainnya.

Menurut Nasr, kosmologi mampu untuk menjadi “alat integrasi konseptual”

karena tujuannya “untuk mengadakan sebuah pengetahuan yang memperlihatkan

kesalingterkaitan segala sesuatu dan mengadakan hubungan dengan tingkat-

tingkat hierarki kosmik satu sama lain dan, akhirnya, dengan prinsip tertinggi.

Dengan demikian, ia menjadi sebuah pengetahuan yang memungkinkan terjadinya

integrasi keanekaragaman ke dalam keterpaduan”.30

27 Ibid., h. 75 28 Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature, op. cit., h. 81. 29 Lihat Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Pradaban dalam Islam, op. cit., h. 1-5. 30 Seyyed Hossein Nasr, ed.'The Cosmos and the Natural Order", dalam Islamic

Page 16: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

15

Menurut Nasr, adanya perbedaan pandangan dan lahirnya berbagai

pemikiran tentang ilmu pengetahuan, tak lain karena adanya perbedaan tingkat

fakultas yang dimiliki manusia. Fakultas-fakultas itu adalah intelek, imajinasi,

rasio, dan indera.31 Intelek di sini, digunakan dalam pengertian asal, intellectus

(Latin) atau nous (Yunani). Dalam bahasa Al-Qur'an disebut ‘aql yang berarti

mengikat manusia ke asalnya (origin). Secara etimologis, intellect atau ‘aql

mempunyai makna yang sama dengan agama karena agama mengikat manusia

kepada Tuhan. Pengertian itu, dalam paham modern, menurut Nasr, telah

mengalami reduksi menjadi hanya reason semata-mata.32

D. Pemikiran tentang Jalan Memperoleh Pengetahuan

Menurut Nasr ketika ia memaparkan perkembangan ilmu pengetahuan Islam

secara historis, para ilmuwan Muslim menggunakan metode yang majemuk dalam

menciptakan elemen ilmu pengetahuan Islam yang sesuai dengan makna term

“sains” saat ini. Ilmu pengetahuan Islam senantiasa berupaya menerapkan

metode-metode yang beragam sesuai dengan watak subyek yang dipelajari dan

cara-cara memahami subyek tersebut. Para ilmuwan Muslim, dalam

menumbuhkan dan mengembangkan beraneka ragam ilmu pengetahuan telah

menggunakan berbagai metodologi, dari rasionalisasi dan interpretasi Kitab Suci

hingga observasi dan eksperimentasi.33

Kendati dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern sendiri telah terjadi

pergeseran konsep metodologi yang ditandai dengan penyingkiran gagasan yang

menyatakan hanya ada satu metodologi yang bertanggung jawab atas terciptanya

ilmu pengetahuan, dan berlanjut dengan penerimaan pluralitas metodologi oleh

kalangan ilmuwan modern, perbedaannya dengan ilmu pengetahuan Islam tetap

tampak. Demikian itu, disebabkan metodologi ilmu pengetahuan dalam Islam

Spirituality: Foundation, dari World Spirituality: An Encyclopedic History of the fieligious Quest, London: Routledge & Kegan Paul, 1987, h.350.

31 Nasr, Sains dan Peradaban dalam Islam, loc. cit. , h.18. 32 Nasr, Knowledge and The Sacred, op. cit., h. 14. 33 Tentang pemaparan Nasr mengenai ilmu pengetahuan Islam sebagai sains yang memiliki

metodologinya sendiri, lihat berbagai karya Nasr tentang ilmu pengetahuan Islam, khususnya, Science and Civilization in Islam; An Introduction to Islamic Cosmological Doctrine, (Cambridge MA: Harvard University Press, 1964) dan (London: Thames & Hudson, 1978); Islamic Science,

Page 17: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

16

didasarkan atas sebuah epistemologi yang secara fundamental berbeda dengan

epistemologi yang dominan dalam ilmum pengetahuan modern.

Menurut Nasr, keimanan kepada wahyu Al-Qur'an akan menyingkap semua

kemungkinan yang terdapat . pada akal manusia. Ketundukan kepada wahyu ,pada

setiap tingkat membuat akal mampu untuk mengaktualisasikan kemungkinan-

kemungkinan ini. Pengembangan akal muslim didasarkan atas suatu kesadaran

yang utuh tentang prinsip ini. Dalam perspektif ini, dalam memecahkan masalah-

masalah filosofis dan ilmiahnya.34

Oleh karena itu, dapat dimengerti mengapa penyucian jiwa dipandang

sebagai bagian yang terpadu dari metodologi pengetahuan. Penyucian jiwa

menjadi perhatian utama, untuk proteksi dan penggunaan akal manusia dengan

benar. Suasana religius dan spiritual yang tercipta dari Al-Qur'an sekaligus

menghilangkan rintangan bagi pertumbuhan akal yang wajar dan optimal, dan

tentunya, dengan cara yang benar.

E. Epistemologi Tradisional sebagai Alternatif

Di dalam karya-karanya, Nasr menunjukkan signifikansi religius dari upaya

penegakan ilmu pengetahuan. Ia mengidentifikasi diri sebagai ilmuwan

tradisional. Terma tradisi, menurut Nasr, menyiratkan sesuatu yang sakral.35

Dengan penggunaan terma tradisi di sini, Nasr tampak menginginkan

adanya kejelasan alur dan posisi pemikirannya untuk dilihat secara berbeda dari

pemikiran “kontra tradisi”. Mereka itu diidentifikasi sebagai kelompok ilmuwan

modern, para pemikir Muslim modernis, dan fundamentalis. Pembedaan secara

kontras ini dilakukan Nasr mengingat masing-masing kelompok itu memiliki

karakteristik spesifik.

Dalam wacana ilmu pengetahuan, tradisi dihadapkan pada terma modern.

Dalam hubungan ini, terma modern bukan dimaksudkan sebagai kontemporer atau

“Reflection on Methodology in the Islamic Sciences” dalam Hamdard Islamicus, (1980), h. 3-13

34 Nasr, Islamic Cosmological Doctrine, op. cit. , h.181 35 Tentang makna tradisi, lihat Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah

Dunia Modern, Bandung: Pustaka, 1994, h. 1-13. Lihat pula Knowledge and The Sacred, New York: 1981, h. 65 dan seterusnya. Berkenaan dengan tradisi, Schuon menulis, “Tradisi bukanlah suatu mitologi yang kekanak-kanakan dan usang melainkan suatu sains yang benar-benar nyata.

Page 18: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

17

mengikuti zaman, melainkan sesuatu yang terpisah dari yang transenden. Dengan

demikian, modernisme dipertentangkan dengan al-din. Modernisme meng-

implikasikan semua yang semata-mata manusiawi dan semua yang tercerai dan

terpisah dari sumber yang Ilahi.

Sekurang-kurangnya ada tiga karakteristik utama yang dapat dijumpai

dalam ilmu pengetahuan modern (1) ilmu pengetahuan modern bersifat

antropomorfik. Ia menunjukkan kriteria instrumen-instrumen pengetahuan adalah

semata-mata manusia.36 Sebaliknya, ilmu pengetahuan tradisional benar-benar

non-antropomorfik, dalam pengertian bahwa locus dan wadah pengetahuan

bukanlah pikiran manusia melainkan, pada akhirnya, kecerdasan Ilahi. Ilmu

pengetahuan didasarkan atas kecerdasan yang dimiliki tingkat supra manusiawi,37

(2) Tidak adanya prinsip-prinsip yang menjadi ciri ilmu pengetahuan modern

karena empirisme, rasionalisme, dan rasionalisme-empirik tidak dapat bertindak

sebagai prinsip-prinsip dalam pengertian metafisika, (3) tidak memiliki kepekaan

terhadap yang sakral.38 Sementara itu Islam tidak mengenal konsep profan atau

sekuler karena dalam Islam, Yang Esa merasuk ke dalam kedalam dunia

multiplisitas dan tidak mengesampingkan domain apapun dari tradisi.39

Secara keseluruhan tampaknya, Nasr mengemukakan sebuah kebutuhan

untuk menghidupkan kembali kosmologi tradisional di dunia modern. Kosmologi

ini memiliki peran penting di dalam setiap usulan yang bertujuan membangkitkan

kesadaran akan kesatuan ilmu pengetahuan dan pengetahuan spiritual.

Dari “Kata Pengantar” untuk Understanding Islam.

36 Lihat A. Koestler dan J.R. Smythies (ed.), Beyond Reductionism, London: 1959. Lihat pula E.F. Schumacher, Keluar Dari emelut. Jakarta: LP3ES, 1981, terutama Bab I.

37 Lihat F. Bruner, Science et Realite, Paris, 1956. 38 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi, op. cit., h. 100 39 ini terbukti dengan tidak adanya terma seperti itu di dalam bahasa Arab klasik.

Page 19: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

18

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasar atas kajian terhadap Seyyed Hossein Nasr dan pemikirannya, dapat

disimpulkan di sini, bahwa Nasr adalah sosok ilmuwan yang sangat kritis terhadap

rasionalitas Barat dan keyakinan Barat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ia juga melakukan evaluasi kritis tentang kegagalan dan kesuksesan masa lalu di

dunia Muslim maupun Barat, di samping mengambil tindakan terhadap situasi

kontemporer , khususnya pada tingkat ide-ide.

Dalam kaitan ini, Nasr menawarkan suatu filsafat pengetahuan yang

didasarkan atas prinsip-prinsip agama, menurutnya, obyek pengetahuan adalah

segala realitas. Realitas itu abadi, universal, dan memiliki kesatuan dan hirarki.

Realitas tertinggi adalah hakikat Ilahi, kemudian realitas nama dan sifat-Nya,

realitas malaikat, realitas jiwa atau alam halus, dan realitas fisik yaitu manusia.

Adanya kesatuan dan hirarki realitas itu melahirkan hirarki pengetahuan, yaitu

pengetahuan intelektual, rasional, dan inderawi.

Mengenai sifat pengetahuan, Nasr mendasarkannya pada prinsip dasar

agama, tawhid. Dalam Islam, kesadaran religius terhadap tawhid merupakan

sumber dan semangat ilmiah dalam seluruh wilayah pengetahuan. Oleh karena itu,

tradisi intelektual Islam tidak menerima gagasan bahwa ilmu-ilmu kealaman lebih

ilmiah daripada ilmu atau pengetahuan lainnya. Demikian pula, gagasan

obyektivitas yang begitu esensial dalam kegiatan ilmiah tidak dapat dipisahkan

dari kesadaran religius dan spiritual. Dalam perspektif Islam, pencarian

obyektivitas dalam upaya intelektual bukan hanya sah dan dianjurkan, dan berakar

pada fitrah manusia, tetapi juga memiliki signifikansi religius yang besar.

Mengenai jalan memeperoleh pengetahuan, Nasr mendukung gagasan

kemajemukan metodologi. Lebih dari itu, epistemologi Nasr memiliki pandangan

yang menyatu tentang kemajemukan metodologi itu. Kendati Nasr juga mengakui

bahwa kini metodologi majemuk telah diterima oleh segmen-segmen tertentu

dalam masyarakat ilmiah modern, tetapi menurutnya, itu tidak mencakup totalitas

metodologi ilmu pengetahuan Islam. Hal itu karena sekalipun para filosof ilmu

Page 20: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

19

pengetahuan kontemporer berbicara tentang penggunaan Kitab Suci dalam

metodologi ilmu pengetahuan modern, mereka tidak memberikannya status

epistemologis yang sama seperti yang dilakukan oleh ilmu-ilmu pengetahuan

tradisional.

Dalam pandangan tradisional, persoalan metodologi secara konseptual tidak

dapat dipisahkan dengan tujuan akhir kognisi manusia yang ada kaitannya dengan

persoalan tujuan ruhaniah manusia. Nasr menegaskan bahwa terdapat hubungan

konseptual yang dalam antara dimensi batiniah Islam, dengan kedalam dan

keluasan pemikiran ilmiah Muslim, dan ilmu pengetahuan yang menyubur dalam

peradaban Islam. Upaya untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan Islam di

dunia modern menghendaki para ilmuwan Muslim agar mencurahkan perhatian

yang besar pada keterkaitan yang erat itu. Dalam hubungan ini, epistemologi

tradisional yang diajukan Nasr dapat menjadi alternatif bag! upaya tersebut.

Page 21: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

20

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir. Filsafat Umum. Bandung: Rosdakarya, 1990.

Alfons Taryadi. Epistemologi Pemecahan Masalah Menurut Karl R. Popper. Jakarta: Gramedia, 1989.

All Fauzi, Ihsan.* “Seyyed Hossein Nasr dan Perspektif Tradisionalisme Islam.” dalam Republika, 28 Juni 1993.

al-'Amili, Hasan Muhammad Makki. Nadhriyyah al-Ma*rifah. Qum: Al-Markaz al-Alami Li al-Dirasat al-Islamiyah, 1981.

Anshari, Endang Saefuddin. Ilmu, Filsafat dan agama. Surabaya: Bina Ilmu, 1985.

Azra, Azyumardi. “Tradisionalisme Nasr: Eksposisi dan Refleksi.” Ulumul Qur”an, no. 4, vol. IV, 1993.

_____. “Seminar Sehari tentang 'Spiritualitas, Krisis Dunia Modern, dan Agama Masa Depan”. Tanggal 28 Juni 1993, Jakarta: Yayasan PARAMADINA, 1993.

Bakar, Osman. Tauhid & Sains. Jakarta: Pustaka Hidayah, 1994.

Baqir, Haidar. “Filsafat Sains Islami: Khayalan atau Kenyataan.” dalam Mahdi Ghulsyani. Filsafat Sain menurut Al-Qur^an. Bandung:'Mizan, 1990.

Bateson, Gregory. Step to An Ecology of Mind. New York:

Paladin, 1971.

Capra, Frithjof. The Tao of Physics. Boulder: Sambala, 1975.

————. The Turning Point: Science, Societi and The Rising Culture. Bantan Editioona, Boulder: Sambala, 1983

Cassirer, Ernest. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia, 1992.

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, 1982.

Durant, Will. The Story of Philosophy. New York: Simon & Schuter, 1993.

Eaton, Hasan. “Knowledge and The Sacred: Reflections.” dalam Islamic Quarterly, vol. XXVI, no. 3, 1982.

Eaton, M. Ralph. “Knowledge and The Sacred: Reflection.” dalam Islamic Quarterly, no. 3, vol. XXVI, 1982.

————, ed. Descartes Selections. New York: Scribner's, 1927.

Edward, Paul, ed. The Encyclopedia of philosophy, vol. 3 London-New York: Macmillan Publishing Co., 1972.

Page 22: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

21

Fakhry, Mao id. Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, 1987.

Feyerabend, Paul. Against Method. Atlantik Nighlands: Humanities Press, 1975.

Gelsweik, Richard. The Way of Discovery. New York: Oxford University Press, 1977.

Hadiwiyono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Hadi, Hardono. P. “Epistemologi”. Disadur dari Kenneth T. Gallagher. The Philosophy of Knowledge. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Hidayat, Komaruddin. “Tinjauan Sufistik Terhadap Manusia Modern Menurut seyyed Hossein Nasr.” dalam M. Dawam Raharjo, peny.. Insan kamil. Jakarta: Graffitipress, 1987.

Huxley, Aldous. The Perenial Philosophy. London: Fontana Books, 1959.

Kuhn, Thomas, S. The Strukture of Scientific Revolution. London 1970.

Maarif, Ahmad Syafi'i. Islam: Kenapa Tidak. Yogyakarta: Sha-lahuddin Press, 1983.

Muhaqqiq, Mahdi. “Traditional Philosophy in Iran.” dalam A2-Tauhid. no. 3, vol. Ill, 1986.

Nasr, Seyyed Hossein. Falsafah, Kesusastraan dan Sen! Halus. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Nasr, Seyyed Hossein. “Filsafat Perenial: Perspektif Alternatif Untuk Studi Agama.” dalam Ulumul Qur^an, no. 3, vol. Ill, 1992.

Nasr, Seyyed Hossein. Ideals and Relities of Islam. London: George Alien & Unwin, 1975.

Nasr, Seyyed Hossein Islamic Life and Thought. London: George Alien & Un-in, 1981.

Nasr, Seyyed Hossein. Islam dan Nestapa Manusia modern. Bandung: Pustaka, 1983.

Nasr, Seyyed Hossein. Islam dalam Clta dan Fakta. Jakarta: Leppenas, 1981.

Nasr, Seyyed Hossein Knowledge and the Sacred. New York: Crossroad Publishing Co., 1981.

Nasr, Seyyed Hossein. Man and Nature. London: Mandala Books, 1976. .. Muhammad Kekasih Allah. Bandung: Mizan, 1992.

Nasr, Seyyed Hossein. “Mulla Sadra.” dalam M.M. Sharif. A History of Muslim Philosophy. Wisbaden: Ottohorrassoeitz, 1968.

Nasr, Seyyed Hossein. Pengenalan Doktrin Kosmologi Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992.

Nasr, Seyyed Hossein. “Pengantar”. dalam M.H. Thabathaba’i. Islam Syi’ah. Jakarta: Grafitipers, 1989.

Page 23: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

22

Nasr, Seyyed Hossein. “Preface”, dalam Frithjof Schoun. Islam and the Perenial Philosophy. London: World of Islam Festival Publishing Co., 1976.

Nasr, Seyyed Hossein. Sadr al-Din al-Shirazi and His Transcendent Theosophy. Teheran: Iranian Imperial Academy of Philosophy 1976.

Nasr, Seyyed Hossein. Sains dan Peradaban dalam Islam. Bandung: Pustaka, 1986.

Nasr, Seyyed Hossein. “Sang Alim dari Tabriz.” dalam M.H. Thabathaba’i. Menyingkap Rahasia Al-Quran. Bandung: Mizan, 1987.

Nasr, Seyyed Hossein. Spiritualitas dan Seni Islam. Bandung: Mizan, 1993.

Nasr, Seyyed Hossein. “Suhrawardi.” dalam M.M. Sharif. A. History of Muslim Philosopohy. Wisbaden: Ottohor-rasswitz, 1986.

Nasr, Seyyed Hossein. “The Meaning and Role of Philosophy in Islam.” dalam Studia Islamica, vol. XXXVII, Paris, 1973.

Nasr, Seyyed Hossein. “The Meanig of Nature In Various Intelectual Perspectives in Islam.” dalam Islamic Quarterly, vol. XVI, no. 4., 1972.

Nasr, Seyyed Hossein. Three Muslim Sages. New York: Karapan Books, 1976.

Nasr, Seyyed Hossein. Traditional Islam In The Modern World. London: KPI Limited, 1987.

Nasr, Seyyed Hossein. Islam and Plight of Modern Man. London: Longman, 1975.

Nasr, Seyyed Hossein. Islamic Science: An Illustrated Study. London: World of Islam Festival Publising Co., 1976.

Nasr, Seyyed Hossein. Intelektual Islam: Teologi, Filsafat dan Gnosis. Yogyakarta: CIIS Press., 1995.

Nasr, Seyyed Hossein. Tasawuf: Dulu dan Sekarang. Jakarta: Pustaka Firdaus 1991.

Nasr, Seyyed Hossein. Science and Civilization in Islam, An Introduction to Islamic Cosmological Doctrine. Cambridge: Harvard University Press, 1964.

Nasr, Seyyed Hossein “Intelect and Intuition.” dalam S. Azam, ed. Islam and Contemporary Society. Islamic Council of Europe, 1982.

Nasr, Seyyed Hossein. Theology, Philosophy and Spirituality. London: Crossroad Publishing Co., 1991

Nasr, Seyyed Hossein. “The Cosmos and the Natural Order.” dalam World Spirituality: An Encyclopedic History of The Religious Quest. London: Routledge & Kegan Paul, 1987.

Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern. Jakarta: P3M, 1986.

Page 24: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

23

Peursen, Van, C.A. Orientasi di Alam Filsafat. terjemahan dari Filosofische Orientatie. Jakarta: Gramedia, 1991.

Popper, Karl R. The Logic of Scientific Discovery. New York, London: Harper & Row, 1968.

Qara’i, Ali Qulli. “Post-Ibn Rushd Islamic Philosophy in Iran.” dalam Al-Tauhid. vol. III, No. 3, 1986.

Rachman, Budhy Munawar. “Perenialisme dan Kritik Terhadap Modernisme.” dalam Kompas, 22 Mei 1993.

Rakhmat, Jalaluddin. “Kearifan Perenial: Paradigma Baru sains.” dalam Republika, 14 dan 16 Desember 1993.

Ravertz, J.J. Scientific Knowledge and its Social Problems. London: Oxford University Press, 1973.

Roberston, James. Alternatif yang Sehat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990.

Runes, Dagobert D. Dictionary of Philosophy. New Jersey: Adams and Co., 1971.

Russel, Bertrand. Dampak Ilmu Pengetahuan atas Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1992.

Russel, Bertrand. History of Western Philosophy. London: George Alien & Unwin, 1945.

Sardar, Ziauddin. Masa Depan Islam. Bandung: Mizan, 1987.

Sardar, Ziauddin. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Bandung: Mizan 1991.

Schuon, Frithjof. Islam and the Perenial Philosophy. London: World of Islam Festival Publishing Co., 1978.

Schuon, Frithjof. Understanding Islam. London: Mandala Books, 1976.

Schuon, Frithjof. Esoterism as Principle and as way Middlesex: Perenial Books, 1981

Schrodinger, E. My View of The World. Cambridge, 1964. Schumacher, E.F. Keluar dari Kemelut. Jakarta: LP3ES, 1989.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Harap-an, 1990.

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor, 1989. Thabathaba’i, M.H. Islam Syi^ah. Jakarta: Grafitipers, 1989

Tibawi, A.L. “Scince and Civilization In Islam: Review.” dalam Islamic Quarterly, vol. XIV, no. 1, 1970.

Verhaak, C. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gramedia, 1989.

Wahid, Abdurrahman. “Pengantar.” dalam S.H. Nasr. Islam dalam Cita dan Fakta. Jakarta: Leppenas, 1981.

Page 25: PEMIKIRAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG · PDF filestudi filsafat Islam, ... filsafat aliran peripatetik dan illuminasi terus di ajarkan dan merupakan tradisi yang hidup sepanjang zaman

24

Whitehead, Alfred, N. Science and The Modern World. New York: New American Library, 1957.