Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-35
PEMETAAN TINGKAT KEKERASAN BATUAN
MENGGUNAKAN METODA SEISMIK REFRAKSI
Syamsu Rosid dan Budi Setiawan
Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia Kampus UI Depok, Depok 16424
email: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK Kondisi lapisan batuan bawah permukaan memiliki sifat fisis yang beragam. Tingkat kekerasan batuan bawah permukaan bumi merupakan salah satu sifat fisika yang dapat diketahui melalui pengukuran di permukaan bumi. Seismik refraksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan. Telah dilakukan pengukuran seismik refraksi di dua tempat yang berbeda, BW17 dan BW27 di daerah Nannup, Western Australia. Adapun hubungan antara VP dan tingkat kekerasan batuan dilihat dari buku pedoman teknik Amerika. Di wilayah BW17 didapatkan empat lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 405 – 734 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 1172 – 1721 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock. Lapisan ketiga dengan kecepatan 1721 – 1954 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock – moderately soft rock dan lapisan keempat dengan kecepatan lebih dari 2764 m/s memiliki tingkat kekerasan hard rock. Sementara di wilayah BW27 didapatkan tiga lapisan batuan. Lapisan pertama dengan kecepatan 480 – 536 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan kedua dengan kecepatan 647 – 924 m/s memiliki tingkat kekerasan stiff cohesive soil hingga very soft rock dan lapisan ketiga dengan kecepatan lebih dari 1258 m/s memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately soft rock. Kata kunci: seismic refraksi, kekerasan batuan, Western Australia. 1. PENDAHULUAN
Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang variatif. Salah satu
sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan adalah tingkat kekerasan batuan. Tingkat
kekerasan batuan merupakan istilah geologi yang digunakan untuk menandakan kekompakan
(cohesiveness) suatu batuan dan biasanya dinyatakan dalam bentuk compressive fracture
strength. Compressive fracture strenght merupakan tekanan maksimum yang mampu ditahan
oleh batuan untuk mempertahankan diri dari terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture
strength dipengaruhi oleh densitas dan kekompakan batuan. Sedangkan besarnya densitas dan
kekompakan batuan juga dipengaruhi oleh elastisitas batuan. Salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk mengetahui elastisitas batuan adalah metode seismik refraksi. Metode ini
memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat kedalam bumi. Gelombang
seismik tersebut berasal dari sumber seismik yang ada di permukaan dan gelombang tersebut
akan diterima oleh receiver yang ada di permukaan juga. Dengan menggunakan metode ini
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-36
akan didapatkan kecepatan rambat gelombang P (longitudinal) dari setiap lapisan
batuan.
( ) ( ) )1....(..........2 21
22
212
VVVVh
Vxt −+=
Besarnya cepat rambat gelombang P dalam lapisan batuan dipengaruhi oleh elastisitas dan
densitas batuan (Susilawati, 2004). Sehingga dengan mengetahui cepat rambat gelombang P
pada lapisan batuan maka akan diketahui tingkat kekerasan lapisan batuan tersebut. Untuk
mendapatkan hubungan kecepatan gelombang P dan tingkat kekerasan batuan secara
eksperimen digunakan buku pedoman teknik dari Departemen Pertanian Amerika Serikat
(USDA, 2002).
2. DATA DAN METODE PENELITIAN
Data seismik refraksi yang digunakan adalah data yang digunakan untuk melakukan
penelitian seismoelektrik. Pengukuran seismik refraksi ini menggunakan sumber seismik berupa
palu dan penerima gelombang berupa geophone 24-channel. Pengukuran dilakukan di dua
lokasi yang berbeda yaitu lokasi BW17 dan BW27 di daerah Nannup. Setiap lokasi terdiri atas
satu line, dengan jumlah shot point tiap line ada lima buah dalam konfigurasi forward, reverse
dan split spread. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software ReflexW yang
dapat memberikan gambaran tomografi 2 dimensi dengan nilai kecepatan gelombang P yang
kontinu (Sandmeier, 2006). Tahapan pengolahan data diawali dengan mengkonversi format data
seismik di lapangan menjadi format data seismik yang dibutuhkan oleh software. Kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan data untuk membedakan antara sinyal dengan noise. Setelah
dapat dibedakan antara sinyal dan noise, sehingga dapat diketahui sinyal yang berasal dari
gelombang refraksi, refleksi ataupun gelombang langsung, maka tahapan dilanjutkan dengan
melakukan picking first arrival time untuk setiap shot point yang berbeda. Data hasil picking
first arrival time yang berasal dari shot point yang berbeda tetapi masih dalam line yang sama
ditempatkan secara bersama-sama dan dilakukan analisa data traveltime untuk mendapatkan
model lapisan bawah permukaan dua dimensi. Pemodelan dua dimensi ini terdiri dari
pemodelan inversi, pemodelan forward dan tomografi. Pemodelan inversi didapatkan dari hasil
picking first arrival time dari shot point yang berbeda dalam satu line. Dari hasil picking first
arrival time, kita peroleh waktu datang gelombang P (t) pada setiap geophone terhadap offset x
(jarak setiap geophone ke shot point). Karena kurva hubungan antara offset dan waktu tiba
gelombang berbentuk linear maka nilai kecepatan pada lapisan pertama (v1), kecepatan pada
lapisan kedua (v2) dan kedalaman dari refraktor dapat dihitung dengan menggunakan formula
(1) diatas (Sheriff and Geldart, 1995; Telford et al., 1990). Pemodelan seperti ini disebut
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-37
pemodelan inversi. Pemodelan forward identik dengan metode delay time. Pada pemodelan ini
dapat dilakukan pengubahan kedalaman refraktor yang didapatkan dari hasil inversi yang
dibandingkan dengan data sumur. Tujuan dari pengubahan kedalaman refraktor adalah untuk
menyesuaikan antara data riil dengan data kalkulasi komputer. Pemodelan inversi maupun
pemodelan forward akan menghasilkan model perlapisan bawah permukaan dengan nilai
kecepatan yang diskrit. Model perlapisan batuan bawah permukaan yang memiliki nilai
kecepatan yang diskrit dapat diubah menjadi model yang dapat memberikan gambaran nilai
kecepatan yang kontinu melalui pemodelan tomografi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian seismik refraksi di wilayah BW17 dengan menggunakan jarak antar geophone 3
meter di dapatkan 3 lapisan batuan dengan tingkat kekerasan yang berbeda seperti nampak pada
Gambar 1. Dan dengan menggunakan jarak antar geophone 5 meter didapatkan 3 lapisan batuan
dengan tingkat kekerasan batuan yang berbeda seperti Nampak pada Gambar 2. Hasil penelitian
seismik refraksi di wilayah BW27 dengan menggunakan jarak antar geophone 5 meter
didapatkan 3 lapisan batuan dengan tingkat kekerasan yang berbeda.
Gambar 2. Tomografi BW17 (5 meter)
Gambar 1. Tomografi BW17 (3 meter)
Gambar 3. Tomografi BW27 (5 meter)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-38
Tabel 1 Kecepatan gelombang P pada beberapa medium
(Burger, 1992)
Berdasarkan Tabel kecepatan gelombang P (Tabel 1) dan pemodelan tomografi BW17 dengan
memadukan model yang berasal dari penelitian dengan menggunakan jarak antar geophone 3
meter dan 5 meter didapatkan empat lapisan batuan dengan tingkat kekerasan yang berbeda.
Lapisan pertama dengan kedalaman hingga 2 meter dan kecepatan 405 – 734 m/s
diinterpretasikan sebagai top soil. Lapisan kedua dengan kedalaman 2 hingga 6 meter dan
kecepatan 1172 – 1721 m/s diinterpreta-sikan sebagai clay yang mengandung laterite berbutir
kasar. Lapisan ketiga dengan kedalaman 6 hingga 10 meter dan kecepatan 1721 – 1954 m/s
diinterpretasikan sebagai clay yang mengandung laterite berbutir halus. Lapisan keempat
dengan kedalaman lebih dari 10 meter dan kecepatan lebih dari 2764 m/s diinterpretasikan
sebagai clay pasiran tersaturasi. Hasil ini tidak terlalu berbeda dengan data sumur BW17.
Berdasarkan Tabel hubungan kecepatan gelombang P dengan tingkat kekerasan batuan (USDA,
2002) daerah BW17 diinterpretasikan memiliki empat lapisan yaitu lapisan pertama dengan
lithologi top soil memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil, lapisan
kedua dengan lithologi clay yang mengandung laterite berbutir kasar memiliki tingkat kekerasan
stiff cohesive soil hingga very soft rock. Lapisan ketiga dengan lithologi clay yang mengandung
laterite berbutir memiliki tingkat kekerasan very soft rock – moderately soft rock dan lapisan
keempat dengan lithologi clay pasiran yang tersaturasi memiliki tingkat kekerasan hard rock.
Material Kecepatan gelombang P (m/s)
Weathered layered 300 – 900 Soil 250 – 600 Clay 1000 – 2500 Sand (unsaturated) 200 – 1000 Sand (saturated) 800 – 2200 Sand and gravel unsaturated
400 – 500
Tabel 2
Lithologi BW17 (Rosid & Kepic, 2005) Kedalaman
(m) Keterangan
0 - 3 Clay mengandung laterite dengan butiran kasar.
3 – 9 Clay mengandung laterite dengan butiran halus.
9 – 12 Clay mengandung pasir.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-39
Tabel 3
Lithologi BW27 (Rosid, 2005) Kedalaman
(m) Keterangan
0 – 2 Gravel mengandung laterate 2 – 5 Clay mengandung siltstone.
5 – 13 Clay, plastisitas rendah, sangat kaku
13 - 14 Batubara
14 – 17,5 Clay, plastisitas rendah, dan sangat kaku
Berdasarkan tabel kecepatan gelombang P (Tabel 1) dan pemodelan tomografi BW27
yang berasal dari penelitian dengan menggunakan jarak antar geophone 5 meter didapatkan 3
lapisan batuan dengan tingkat kekerasan yang berbeda. Lapisan pertama dengan kedalaman
kurang dari 2 meter dan kecepatan 480 – 536 m/s diinterpretasikan sebagai gravel yang
mengandung laterite. Lapisan kedua dengan kedalaman 2 hingga 14 meter dan kecepatan 647 –
924 m/s diinterpretasikan sebagai clay yang mengandung siltstone. Lapisan ketiga dengan
kedalaman lebih dari 14 meter dan kecepatan lebih dari 1258 m/s diinterpretasikan sebagai clay
dengan plastisitas rendah dan sangat kaku. Berdasarkan Tabel 3 diatas, wilayah BW27
diinterpretasikan memiliki tiga lapisan yaitu lapisan pertama dengan lithologi gravel yang
mengandung laterite memiliki tingkat kekerasan very soft soil hingga firm cohesive soil. Lapisan
kedua dengan lithologi clay yang mengandung siltstone memiliki tingkat kekerasan stiff
cohesive soil hingga very soft rock dan lapisan ketiga dengan lithologi clay yang memiliki
plastisitas rendah dan sangat kaku memiliki tingkat kekerasan very soft rock hingga moderately
soft rock.
4. KESIMPULAN
Metode seismik refraksi dapat digunakan untuk memetakan tingkat kekerasan batuan dengan
menggunakan pemodelan inversi, forward maupun tomografi. Dari hasil pemodelan didapatkan
bahwa tingkat kekerasan batuan di lokasi BW17 adalah very soft soil hingga hard rock of clay.
Sedangkan di lokasi BW27 tingkat kekerasan batuannya adalah very soft soil of gravel hingga
very soft rock of clay.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008
ISBN : 978-979-1165-74-7 V-40
DAFTAR PUSTAKA
Burger, H. R.,1992, Exploration geophysics of the Shallow Subsurface, Prentice Hall P T R. Rosid, M. S. dan Kepic, A. W., 2005, Hydrogeological Mapping Using The Seismo Electric
Method, Exploration Geophysics, 36, 245-249. Rosid, M. S., 2005, Groundwater Investigation Using The Seismoelectric Method. Curtin
University Sandmeier, K. J., 2006, Reflexw 4.0 , Program for The Processing of Seismic, Acoustic or
Electromagnetic Reflection, Refraction and Transmission Data, Germany, Sandmeier, Inc.
Sheriff, R. E. dan Geldart, L. P., 1995, Exploration Seismology, New York, Cambridge
University Press. Susilawati, 2004. Seismik Refraksi (Dasar Teori dan Akuisisi Data), USU Digital Library. Telford, W. M., Geldart, L. P., and Sheriff, R. E., 1990, Applied Geophysics, 2nd ed, Cambridge
University Press. United States Department Of Agriculture (USDA), 2002, Rock Material Field, Chapter 12 of
Part 631 of The National Engineering Handbook, Washington, DC, Natural Resources Conservation Service.
Top Related