Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 1
PEMETAAN KOROSI (CORROSION MAPPING) PADA UNIT 93 AREA 90 SULFUR RECOVERY UNIT (SRU) BERDASARKAN STANDAR API 581 DI PERTAMINA RU
IV CILACAP
Dimas Prayudi Suhendro (2707100019)
Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Sulistijono, DEA; Budi Agung K. ST, MSc
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK In designing the corrosion mapping at Unit 93 on Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) RU IV
PERTAMINA Cilacap uses a standard of API 581. Firstly, the data and document of the entire mill equipment at
Unit 93 were collected in the form of corrosion mapping data table. Then, a study of literature related to the
mode of failure due to corrosion and other damage that occur in the Sulfur Recovery Unit, were done. After that,
the identification and evaluation of corrosion damage mode and damage that may occur, in this case is limited
to Thinning and Stress Corrosion Cracking in the entire system of piping and equipment 93 units, were done.
And last, make a map of corrosion in the form of color symbols on the Process Flow Diagram (PFD) equipment
unit 93 along with the provision of advice / recommendations on the assessment of corrosion mapping.
Corrosion Map of Unit 93 Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) RU IV PERTAMINA Cilacap showed
that most of the process equipment located at this unit are in danger condition, in the mean of very prone to
corrosion. Generally, corrosion of process equipment in unit 93 follow the mechanism of Thinning (general
corrosion and localized corrosion) that is a High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid Corrosion, High
Temperature H2S / H2 Corrosion, Sour Water Corrosion and High Temperature Oxidation caused by impurities
in the flow process of the content of sulfur compound and acid naphthenat. In addition, most of the process
equipment in unit 93 is prone (in the category High susceptibility) against the Stress Corrosion Cracking of
Sulfide Stress Cracking and HIC/SOHIC-H2S
Keywords : Sulfur Recovery Unit (SRU), Corrosion Mapping, API Standard 581, Thinning, Stress Corrosion
Cracking.
PENDAHULUAN Korosi adalah permasalahan utama yang
terjadi pada peralatan-peralatan logam yang ada di perusahaan-perusahaan manapun. Pemetaan korosi (Corrosion Mapping) adalah suatu metode yang bertujuan untuk mencari, mengungkap, memetakan dan melakukan
pengukuran potensi korosi, erosi, atau pemetaan seluruh ketebalan dinding dari tiap-tiap equipment yang terdapat pada suatu unit kerja. Metode ini sangat efektif untuk menggambarkan persebaran permasalahan korosi pada suatu unit kerja yang dapat memberikan informasi untuk menetapkan laju korosi, panjang umur sisa,
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 2
pemeliharaan, dan siklus perbaikan dari peralatan.
PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap memiliki unit yang sangat rentan akan permasalahan korosi yaitu Sulfur Recovery Unit (SRU) dimana unit ini berfungsi sebagai pengubah sulfur yang berbentuk acid gas menjadi produk yang berupa sulfur liquid. Selain itu pada unit SRU belum pernah dilakukan Total Maintenance dan Corrosion Mapping sebelumnya. Oleh karena itu, salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui persebaran korosi yang terjadi pada unit ini adalah melakukan perancangan pemetaan korosi (Corrosion Mapping). Pemetaan korosi ini digambarkan dalam bentuk pemberian simbol warna pada Process Flow Diagram (PFD) peralatan Unit 93 pada Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) serta penentuan jenis dan mekanisme korosinya menggunakan API standard 581.
METODOLOGI
Perancangan Corrosion Mapping ini dimulai dengan menentukan jumlah dan jenis peralatan yang terdapat pada Unit 93 SRU serta melakukan pengamatan langsung di lapangan baik peninjauan tempat, alat konstruksi maupun proses produksi secara keseluruhan, kemudian, mengumpulkan data dan dokumen seluruh peralatan kilang di Unit 93 pada Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap antara lain sistem perpipaan, kolom, bejana tekan (pressure vessel), peralatan penukar panas (heat exchanger, cooler, condensor) dan sejenisnya dalam bentuk tabel pemetaan korosi. Setelah itu, melakukan studi literatur yang berhubungan dengan kegagalan
akibat modus korosi dan modus kerusakan lainnya yang terjadi di Sulfur Recovery Unit. Kemudian melakukan identifikasi dan evaluasi kerusakan akibat modus korosi dan modus lainnya yang mungkin terjadi pada seluruh sistem perpipaan dan peralatan unit 93 berdasarkan Standar API 581. Langkah selanjutnya adalah membuat peta korosi dalam bentuk diagram alir proses (PFD) yang dikodekan dalam simbol warna untuk masing-masing tingkat kerawanan korosi. Dan terakhir membuat kesimpulan dan saran/rekomendasi terhadap hasil pengkajian pemetaan korosi.
Gambar 1. Diagram Alir Perancangan
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Laju Korosi pada Thinning
Setelah melalui diketahui jenis korosi dan
kerusakan yang terjadi, kemudian ditentukan laju
korosi sesuai dengan standar API 581. Penentuan
laju korosi pada High Temperature Sulfidic /
Naphthenic Acid Corrosion dilakukan sesuai
dengan diagram alir pada G3 API Standard 581
kemudian disesuaikan dengan nilai laju korosi
pada tabel G21-25 API Standard 581. Penentuan
laju korosi pada High Temperature H2S / H2
Corrosion dilakukan sesuai dengan diagram alir
pada G4 API Standard 581 kemudian di sesuiakan
dengan nilai laju korosi pada tabel G27-32 API
Standard 581. Penentuan laju korosi pada Sour
Water Corrosion dilakukan sesuai dengan diagram
alir pada G7 API Standard 581 kemudian di
sesuiakan dengan nilai laju korosi pada tabel G45
API Standard 581. Penentuan laju korosi pada
High Temperature Oxidation dilakukan sesuai
dengan diagram alir pada G9 API Standard 581
kemudian di sesuiakan dengan nilai laju korosi
pada tabel G52A-B API Standard.
Laju korosi terhitung, Rc (calculated corrosion rate, mmpy) ditentukan berdasarkan data ketebalan yang diperoleh dari hasil inspeksi peralatan. Apabila data inspeksi tidak tersedia, maka laju korosi diperkirakan berdasarkan tabel-tabel yang tersedia dalam Appendix G, API 581, untuk setiap senyawa korosif yang dapat menyebabkan resiko Thinning, baik General Thinning maupun Localized Thinning. Estimasi laju korosi yang terdapat dalam setiap tabel adalah hasil perkiraan yang paling konservatif (laju korosi maksimum) untuk setiap kondisi (pada komposisi dan temperatur aktual maksimum, jika tidak tersedia maka menggunakan data
rancangan), dan diasumsikan sebagai
pendekatan terhadap laju korosi terhitung, RC.
High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid
Corrosion
Tabel 1 Data Requirements Perhitungan Laju Korosi High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid Corrosion
Contoh Perhitungan : Material = Carbon Steel Wt% Sulfur= (32.23/332.26) x 100% = 9.7% TAN = 1.0 mg/g Temperatur= Shell : 217oC (422oF) Tube : 300oC (572oF)
A B C D
Tag
No.
Deskrip
si Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Rancan
gan Operasi
Rancanga
n Operasi
93-E
-401
Waste
Heat
Exchan
ger
Shell :
22
Tube :
3.5
Shell :
20.23
Tube :
0.58
Shell :
370
Tube :
343
Shell :
217
Tube :
300
E F G H
Fluida Kerja
Material
Corrosion
Allowanc
e [mm]
Korosi
Jenis Komposisi
[kg-mol/hr] Mekanisme
Laju
[mmpy]
Shell :
MP
Steam
Tube :
Gas
5.71 H2,
170 N2,
2.99 CO2,
20 H2S, 10
SO2, 32.23
Sulphur
Vapor, TAN
1.0 mg/g
Shell : SA
516 - 70
Tube : SA
179
Shell :
1.5 Tube :
3
Thinning : -
HT
Sulfidic/Na
phtenic
Corr
(Localized)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 4
Tabel 2 Penentuan laju korosi untuk Carbon Steel (mpy) - (tabel G-17, API 581) Ra = CA/ 20
= 1.5/20 = 0.075 mmpy
Rc = 8 mpy *0.0254 = 0.2032 mmpy
Ra/Rc = 0.075/0.2032 = 0.37
Jadi, karena Ra/Rc < 1 maka Tingkat
Kerawanannya berada dalam kategori “Bahaya”
High Temperature H2S / H2 Corrosion Tabel 3 Data Requirements Perhitungan Laju Korosi High Temperature H2S / H2 Corrosion
Contoh Perhitungan : Material = Carbon Steel %mole H2S= (20/1.065) * 100% (%volume)= 0.187% Type Hydrocarbon = Gas Oil Temperatur= Shell : 175oC (347oF) Tabel 4 Penentuan laju korosi untuk Carbon Steel,
11/4 Cr, dan 21/4 Cr Steel (mpy) (tabel G-27, API
581) Ra = CA/ 20 = 3.175/20 = 0.1587 mmpy Rc = 3 mpy *0.0254 = 0.0762 mmpy Ra/Rc = 0.1587/0.0762 = 2.0833 Jadi, karena Ra/Rc > 2 maka Tingkat Kerawanannya berada dalam kategori “Aman”
E F G H
Fluida Kerja
Material
Corrosion
Allowanc
e [mm]
Korosi
Jenis Komposisi
[kg-mol/hr]
Mekanis
me
Laju
[mmpy]
ACID
GAS
5.71 H2, 170
N2, 2.99
CO2, 20 H2S,
10 SO2, 0.19
Sulphur
Vapor, 0.65
Sulphur
Liquid
Carbon
Steel
ASTM
A106
Gr.B
Seamles
s Pipes 3,175
Thinning
: - HT
H2S/H2
Corr(Ge
neral)
A B C D
Tag
No.
Deskripsi
Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Rancan
gan Operasi
Rancan
gan Operasi
93-PL-
90701-
AK-14
-lh
Pipe from
93-E-402
A TUBE
SIDE to
93-E-403 3,5 0,49 210
175/17
3
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 5
Sour Water Corrosion Tabel 5 Data Requirements Perhitungan Laju Korosi Sour Water Corrosion
Contoh Perhitungan : Material = Carbon Steel Kp(%mole H2S) = (95.11/0.37)*100% (%volume) = 2.57% Velocity = 116.32 m/hr(0.11 fps) Tabel 6 Penentuan laju korosi untuk Carbon Steel,
11/4 Cr, dan 21/4 Cr Steel (mpy) (tabel G-45, API
581)
Ra = CA/ 20 = 3/20 = 0.15 mmpy Rc =300 mpy *0.0254 = 7.62 mmpy Ra/Rc = 0.15/7.62 = 0.0197 Jadi, karena Ra/Rc < 1 maka Tingkat Kerawanannya berada dalam kategori “Bahaya”
High Temperature Oxidation Tabel 7 Data Requirements Perhitungan Laju Korosi High Temperature Oxidation
A B C D
Tag
No.
Deskripsi
Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Rancan
gan Operasi
Rancan
gan Operasi
93-F
-401
Reaction
Furnace
Burner 3,5 0,65 343 138
E F G H I
Fluida Kerja
Mate
rial
Corrosi
on
Allowa
nce
[mm]
Veloc
ity
Flow
[m/hr
]
Korosi
Jenis
Kompo
sisi
[kg-mo
l/hr]
Mekani
sme
Laju
[mm
py]
FUEL
GAS
3.32
CO2,
0.05
H2,
95.11
H2S
pH :
1-2
Carb
on
Steel 3
116,3
2
Thinnin
g : -
Sour
Water
Corr
(Gener
al)
A B C D
Tag No. Deskripsi
Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Rancan
gan Operasi
Rancan
gan Operasi
93-HPC-
90803-U
-1.5-lh
Pipe from
93-E-403
SHELL
SIDE to
STEAM
TRAP
66,0
19,50
482,0
460,0
E F G H
Fluida Kerja
Material
Corrosion
Allowanc
e [mm]
Korosi
Jenis
Komposis
i
[kg-mol/h
r]
Mekani
sme Laju [mmpy]
HP
COND
Steam (02
&N2)
1 1/4%
Cr 1/2%
Mo A335
( Seamles
s Ferritic
Alloy
Steel
Pipe) 1.651
Thinnin
g : -
High
Temper
ature
Oxidati
on
(Gener
al)
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 6
Contoh Perhitungan : Material = 1 1/4% Cr 1/2% Mo A335 (Seamless Ferritic Alloy Steel Pipe) Temperatur = 460oC (860oF)
Tabel 8 Penentuan laju korosi untuk High Temperature Oxidation (Tabel G-52A, API 581) Ra = CA/ 20 = 1.651/20 = 0.0825 mmpy
Rc =2 mpy *0.0254 = 0.0508 mmpy
Ra/Rc =0.0825/0.0508 = 1.625
Jadi, karena Ra/Rc = 1-2 maka Tingkat
Kerawanannya berada dalam kategori “Waspada”
Penentuan Tingkat Kerawanan terhadap
Thinning
Setelah didapatkan nilai laju korosi
masing-masing jenis Thinning dari tiap-tiap
equipment, kemudian dilakukan penentuan tingkat
kerawanan dalam setiap equipment dengan
membandingkan laju korosi yang dibolehkan, Ra
(allowable corrosion rate, mmpy) yang dihitung
dari corrosion allowance (CA) perancangan
dibagi 20 tahun kerja, dengan laju korosi terhitung,
Rc (calculated corrosion rate, mmpy) sesuai
dengan Tabel 9 di bawah ini. Asumsi yang
diambil adalah umur teknis peralatan 20 tahun
dan laju penipisan (corrosion rates) konstan
selama umur pakai (20 tahun).
Tabel 9 Penentuan Tingkat Kerawanan terhadap Thinning
Laju Korosi
Terhitung
Berdasarkan
Data Operasi,
Rc
(Calculated
Corrosion
Rates)
Laju Korosi
Yang
Dibolehkan,
Ra, =
Corrosion
Allowance /
20
(Allowable
Corrosion
Rate)
Tingkat
Kerawanan
(Ra / Rc )
Laju korosi
terhitung,
Rc (mm/y)
Allowable
Corrosion
Rate,
Ra = CA/20
(mm/y)
Ra / Rc < 1
Bahaya
Ra / Rc =
1–2
Waspada
Ra / Rc > 2
Aman
(Based on API Standard 581)
Pemberian Simbol Warna Untuk Thinning
pada Process Flow Diagram (PFD) Unit 93
SRU Pemetaan korosi untuk Unit 93 pada Area 90
Sulfur Recovery Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap dibuat berdasarkan perkiraan laju korosi dan penentuan tingkat kerawanan untuk masing-masing peralatan proses dan dinyatakan bahwa : a. Bila kondisi alat dinyatakan “bahaya”, maka
pada PFD diberi warna merah.
b. Bila kondisi alat dinyatakan “waspada”,
maka pada PFD diberi warna kuning.
c. Bila kondisi alat dinyatakan “aman”, maka
pada PFD diberi warna hijau.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 7
Penentuan Tingkat Kerawanan terhadap Stress
Corrosion Cracking (SCC)
Sulfide Stress Cracking
Tabel 10 Data Requirements Tingkat Kerawanan
terhadap Sulfide Stress Cracking
Contoh Penentuan :
H2S Content = 250 ppm (T>100oC)
pH = 1-2
PWHT = No
Max Brinnell Hardness = 430
Tabel 11 Environmental Severity - (tabel H-9, API 581) Tabel 12 Kerawanan terhadap SSC - (tabel H-10, API 581)
Jadi, Tingkat Kerawanan terhadap SSC berada dalam kategori “High Susceptibility” Hydrogen-Induced Cracking dan
Stress-Oriented Hydrogen Induced Cracking
dalam Hydrogen Sulfide Service
(HIC/SOHIC-H2S) Tabel 13 Data Requirements Tingkat Kerawanan
terhadap HIC/SOHIC-H2S
A B C D E
Tag
No.
Deskrip
si Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Fluida
Kerja
Rancan
gan
Oper
asi
Rancan
gan
Oper
asi Jenis
93-E
-401
Waste
Heat
Exchan
ger
Shell :
22
Tube :
3.5
Shell
:
20.23
Tube
: 0.58
Shell :
370
Tube :
343
Shell
: 217
Tube
: 300
Shell :
MP
Steam
Tube :
Gas
F G H I J I
Fluida
Kerja
Material
Max
Brinnel
Hardne
ss
PWHT Enviro
nment
al
Severit
y
Suscept
ibility
to SSC Komposisi
[kg-mol/hr]
Yes/No
5.71 H2,
170 N2,
2.99 CO2,
20 H2S, 10
SO2, 32.23
Sulphur
Vapor, H2S
250ppm,
pH 1-2
Shell :
SA 516
- 70
Tube :
SA 179 430 No
A B C D E
Tag
No.
Deskripsi
Alat
Tekanan, kg/cm2
(mmHg a) Temperatur, [oC]
Fluida
Kerja
Rancan
gan
Oper
asi
Rancan
gan
Oper
asi Jenis
93-E
-401
Waste Heat
Exchanger
Shell :
22
Tube :
3.5
Shell
:
20.23
Tube
: 0.58
Shell :
370
Tube :
343
Shell
: 217
Tube
: 300
Shell :
MP
Steam
Tube :
Gas
F G H I J I
Fluida
Kerja
Material
Max
Brinnel
Hardne
ss
PWHT Enviro
nment
al
Severit
y
Suscept
ibility
to SSC Komposisi
[kg-mol/hr]
Yes/No
5.71 H2,
170 N2,
2.99 CO2,
20 H2S, 10
SO2, 32.23
Sulphur
Vapor, H2S
250ppm,
pH 1-2
Shell :
SA 516
- 70
Tube :
SA 179 430 No
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 8
Contoh Penentuan : H2S Content =250 ppm (T>100oC) pH = 1-2 PWHT = No %mole/volume H2S=(20/1.065)*100% =0.54 % Tabel 14 Environmental Severity - (tabel H-12, API 581) Tabel 15 Kerawanan terhadap HIC/SOHIC - (tabel H-13, API 581) Jadi, Tingkat Kerawanan terhadap HIC/SOHIC berada dalam kategori “High Susceptibility”
Pemberian Simbol Warna Untuk Stress
Corrosion Cracking pada Process Flow
Diagram (PFD) Unit 93 SRU
Pemetaan korosi untuk Unit 93 pada Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap dibuat berdasarkan perkiraan laju korosi dan penentuan tingkat kerawanan untuk masing-masing peralatan proses dan dinyatakan bahwa :
a. Bila kondisi alat dinyatakan “high
susceptibility”, maka pada PFD diberi
warna merah.
b. Bila kondisi alat dinyatakan “medium
susceptibility”, maka pada PFD diberi
warna kuning..
c. Bila kondisi alat dinyatakan “low
susceptibility”, maka pada PFD diberi
warna hijau.
d. Bila kondisi alat dinyatakan “not
susceptibility”, maka pada PFD diberi
warna biru.
F G H I J I
Fluida
Kerja
Material
Max
Brinnel
Hardne
ss
PWHT Enviro
nment
al
Severit
y
Suscept
ibility
to SSC Komposisi
[kg-mol/hr]
Yes/No
5.71 H2,
170 N2,
2.99 CO2,
20 H2S, 10
SO2, 32.23
Sulphur
Vapor, H2S
250ppm,
pH 1-2
Shell :
SA 516
- 70
Tube :
SA 179 430 No
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 9
Peta korosi Unit 93 Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) Pertamina RU IV Cilacap
Gambar 2 Tingkat Kerawanan terhadap Thinning pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Thermal Stage
Gambar 3 Tingkat Kerawanan terhadap Stress Corrosion Cracking (SCC) pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Thermal Stage
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 10
Gambar 4 Tingkat Kerawanan terhadap Thinning pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Claus Stage
Gambar 5 Tingkat Kerawanan terhadap Stress Corrosion Cracking (SCC) pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Claus Stage
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 11
Gambar 6 Tingkat Kerawanan terhadap Thinning pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Sulfur Storage And Degassing Stage Gambar 7 Tingkat Kerawanan terhadap Stress Corrosion Cracking (SCC) pada Sulfur Recovery Unit (SRU) Unit 93 Sulfur Storage And Degassing Stage
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 12
Analisa Tingkat Kerawanan Terhadap Korosi
pada Tiap Equipment Unit 93 Sulfur Recovery
Unit (SRU)
Korosi yang diperkirakan terjadi pada peralatan proses Unit 93 pada Area 90 Sulfur Recovery Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap sebagian besar masih tergolong sebagai Korosi Temperatur Tinggi karena sebagian besar peralatan masih bekerja pada temperatur
operasi di atas 400F/ 204oC, dengan mekanisme yang berbeda-beda dan dapat digolongkan menjadi Thinning (general corrosion atau localized corrosion) dan Stress Corrosion Cracking (SCC). Sebagian besar peralatan di unit 93 terbuat dari material Carbon steel yang tidak tahan terhadap serangan korosi ini, mengingat fluida yang mengalir memiliki kandungan sulfur yang tinggi dan bersifat korosif. Hal ini mengakibatkan sebagian besar peralatan unit 93 berada dalam kategori tingkat kerawanan yang Bahaya untuk Thinning. Selain itu, sebagian besar peralatan di unit 93 tidak mengalami perlakuan PWHT setelah proses welding sehingga meningkatkan kerawanan terhadap SCC ke dalam kategori High Susceptibility. Senyawa korosif yang dapat menjadi penyebab utama korosi pada peralatan unit 93 adalah :
1. Sulfur (S), pada temperatur tinggi (T>200oC/400oF) dapat menyebabkan peralatan dari Baja mengalami Sulfidasi (High Temperature Sulfidic Corrosion) membentuk lapisan FeS yang tidak protektif dan pada lingkungan akuatik sebagai H2S yang dapat mengkorosikan hampir seluruh material.
2. Asam Naphtenat, pada temperatur
tinggi (T>200oC/400o) bersama-sama dengan
senyawa sulfur dapat menyebabkan korosi
setempat terutama pada baja (Localized
Corrosion).
KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan
Peta Korosi Unit 93 Area 90 Sulfur Recovery
Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap
menunjukkan bahwa sebagian besar peralatan
proses yang terdapat di Unit 93 berada dalam
kondisi Bahaya, dalam arti sangat rawan terhadap
korosi. Pada umumnya korosi pada peralatan
proses Unit 93 mengikuti mekanisme Thinning
(general corrosion dan localized corrosion) yaitu
High Temperature Sulfidic / Naphthenic Acid
Corrosion, High Temperature H2S / H2 Corrosion,
Sour Water Corrosion dan High Temperature
Oxidation yang disebabkan impurities pada aliran
proses berupa kandungan senyawa sulfur dan
naphthenic acid. Selain itu, sebagian besar
peralatan proses Unit 93 ini rawan (dalam
kategori High Susceptibility) terhadap Stress
Corrosion Cracking yaitu Sulfide Stress Cracking
dan HIC/SOHIC-H2S. Peralatan pada Unit 93
yang memiliki tingkat kerawanan dalam kategori
Bahaya berjumlah 6 buah pada Thermal Stage, 29
buah pada Claus Stage, dan 17 buah pada Sulfur
Storage and Degassing Stage. Sedangkan
peralatan pada Unit 93 yang memiliki tingkat
kerawanan dalam kategori Waspada berjumlah 19
buah dan peralatan pada Unit 93 yang memiliki
tingkat kerawanan terhadap SCC dalam kategori
High Susceptibility berjumlah 44 buah.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 13
Saran dan Rekomendasi 1. Pemetaan korosi Unit 93 Sulfur Recovery
Unit (SRU) PERTAMINA RU IV Cilacap memberikan indikasi peralatan yang berada pada kondisi Bahaya, Waspada dan Aman. Peralatan dengan kondisi Bahaya perlu diinspeksi dengan intensitas lebih sering daripada inspeksi rutin, yaitu dilakukan pada setiap shutdown dan turnaround. Peralatan dengan kondisi Waspada perlu diinspeksi dengan intensitas lebih sering daripada inspeksi rutin, namun tidak sekerap pada peralatan dengan kondisi Bahaya, yaitu pada shutdown/turnaround besar.
2. Untuk peralatan pada kondisi BAHAYA maka tingkat kategori inspeksi harus dinaikkan menjadi kategori Highly Effective yang berarti harus mencakup 50 - 100% coverage. Bila diperlukan maka disarankan untuk mengganti material peralatan dengan material yang immune terhadap modus kerusakan yang berkaitan. Untuk peralatan pada kondisi WASPADA maka tingkat kategori inspeksi juga harus dinaikkan menjadi kategori Highly Effective yang berarti harus mencakup 50 - 100% coverage. Untuk peralatan pada kondisi AMAN maka tingkat kategori inspeksi masih cukup dengan Fairly Effective yang berarti mencakup 20 -30 % coverage.
3. Perlu dilakukan pemeriksaan ketebalan alat (remaining wall thickness) pada seluruh peralatan proses di Unit 93, untuk mengetahui kondisi masing-masing peralatan proses dan menentukan sisa umur pakai peralatan proses. Selain itu, juga
perlu dilakukan Hardness Test untuk mengetahui tingkat kekerasan material yang nantinya berpengaruh dalam menentukan kerawanan terhadap cracking.
4. Metoda pengendalian korosi dan monitoring yang disarankan adalah sebagai berikut :
Intensifikasi sampling pada inlet dan outlet peralatan yang rawan korosi
Pengujian skala laboratorium dengan mensimulasikan kondisi operasi proses yang sesuai dengan kondisi operasi peralatan yang rawan korosi.
5. Untuk peralatan yang rawan terhadap Stress Corrosion Cracking maka perlu segera dilakukan Post Weld Heat Treatment (PWHT) agar menghilangkan tegangan sisa pada saat setelah pengelasan sehingga mengurangi tingkat kerawanan terhadap SCC.
6. Dalam program pemetaan korosi yang
merupakan bagian dari program Risk Based Inspection (RBI), keberadaan dan akurasi data (terutama data fluida proses, data operasi, data peralatan dan data inspeksi) menjadi parameter yang sangat penting. Oleh karena itu kompilasi data yang rapi dan akurat dan keterlibatan seluruh pihak yang berkepentingan dengan operasi kilang PERTAMINA RU IV Cilacap sangat perlu dilakukan agar program pemetaan korosi dapat menghasilkan suatu analisa yang handal.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS 14
DAFTAR PUSTAKA Garcia, L. A. C. J., Joia, C. J. B. M., Cardoso, E.
M. and Mattos, O. R. ( 2001). Electrochemical methods in corrosion on petroleum industry: Laboratory and field results. Electrochimica Acta
Qu, D.R., Zheng, Y.G., Jing H.M., Yao, Z.M., and Ke, W. (2005). High temperature naphthenic acid corrosion and sulphidic corrosion of Q235 and 5Cr1/2Mo steels in synthetic refining media. Corrosion Science
Ye´pez, Omar. (2004). Influence of different sulfur compounds on corrosion due to naphthenic acid. Fuel 84 (2005) 97–104
Vagapov, R. K., Frolova, L. V., & Kuznetsov, Y. I. (2002). Inhibition effect of Schiff bases on steel hydrogenation in H2S-containing media. Protection of Metals, 38(1), 27–31
Lins, V.F.C., Guimaraes, E.M. (2006). Failure of a heat exchanger generated by an excess of SO2 and H2S in the Sulfur Recovery Unit of a petroleum refinery. Journal of Loss Prevention in the Process Industries 20 (2007) 91–97
Zhao, Ming-Chun., Liu, Ming., Atrens, Andrej., Shan, Yi-Yin., Yang, Ke. (2007). Effect of applied stress and microstructure on sulfide stress cracking resistance of pipeline steels subject to hydrogen sulfide. Materials Science and Engineering A 478 (2008) 43–47
Domizzi, G., Anteri, G., J. Garcia, Ovejero. (2000). Influence of sulphur content and inclusion distribution on the hydrogen induced blister cracking in pressure
vessel and pipeline steels. Corrosion Science 43 (2001) 325±339
Carneiro, Roge rio Augusto., Ratnapuli, Rajindra Clement., Lins, V.F.C. (2003). The influence of chemical composition and microstructure of API linepipe steels on hydrogen induced cracking and sulfide stress corrosion cracking. Materials Science and Engineering A357 (2003) 104_/110
Bahan Bacaan American Petroleum Institute, Risk Based
Inspection Base Resource Document, API Publication 581, Edisi ke-1, May 2000.
ASM Handbook, Corrosion, Volume 13, ASM International Publication, Edisi ke-9, 1987
NACE, Corrosion Data Survey, NACE Publication, Metal Section, Edisi ke-6, 1985.
Nalco Chemical Company, “Desalting Study Guide, Section 1 : Desalting Overview”, 1997.
ASM Handbook, Properties and Selection: Iron, Steels, and High Performance Alloys, Volume 1, ASM International Publication, Edisi ke-10, 1990.
Top Related