PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK
MENURUT AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh :
KHOIRUL UMAM
NIM : 083111076
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Khoirul Umam
Nim : 083111076
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagiam tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 16 April 2012
Saya yang menyatakan,
Khoirul Umam
NIM: 083111076
iii
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang
Telp 7601295 Fax 7615387 Semarang 50185
PENGESAHAN
Naskah skripsi dengan:
Judul : Pembentukan Akhlak Anak Menurut Al-Qur’an surat
Luqman ayat 12-19
Nama : Khoirul Umam
Nim : 083111076
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
telah diujikan dalam sidang munaqasah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Semarang, 22 Juni 2012
DEWAN PENGUJI
Ketua, Sekretaris,
Dr. Abdul Wahib, M.Ag Nadhifah S.Th.I M.S.I
NIP:196006151991031004 NIP:19750827200312203
Penguji I, Penguji II,
Dr. H. Fatah Syukur M.Ag Drs. Shodiq M.Ag
NIP:196812121994031003 NIP: 196812051994031003
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. H. Mat Solikhin M.Ag Ridwan M.Ag
NIP: 19550206 197903 2001 NIP: 19630106 199703 1001
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 26 April 2012
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Pembentukan Akhlak Anak Menurut Al-Qur’an surat
Luqman ayat 12-19
Nama : Khoirul Umam
Nim : 083111076
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing I,
Drs. H. Mat Solikhin M.Ag.
v
NOTA PEMBIMBING Semarang, 30 April 2012
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Pembentukan Akhlak Anak menurut Al-Qur’an surat
Luqman ayat 12-19
Nama : Khoirul Umam
Nim : 083111076
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing II,
vi
ABSTRAK
Judul : Pembentukan Akhlak Anak Menurut Al-Qur’an Surat Luqman
ayat 12-19
Penulis : Khoirul Umam
NIM : 083111076
Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mengetahui pembentukan
akhlak anak menurut Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), yakni
berusaha untuk menguak secara konseptual tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan pembentukan akhlak anak menurut al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19.
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data-data yang diperoleh dari, penafsiran
ahli tafsir yang didukung dengan hadits-hadits yang relevan dan sumber data yang
dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis masalah yang muncul, yaitu
buku-buku yang ada relevansinya dengan pembahasan. Adapun metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tahlili dan metode
analisis isi (content analisis), metode tahlili yaitu metode yang menjelaskan ayat
al-Qur’an dengan meneliti berbagai aspeknya dan meyikapi seluruh maksud yang
dikandung, sedangkan analisis isi (content analisis) yaitu suatu teknik
penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematik dan
kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi . Selain itu juga
menggunakan metode pemaknaan kontekstual, yaitu mendudukan keterkaitan
antara yang sentral dengan yang perifer adalah terapannya. Yang sentral adalah
studi tentang ayatayat Qur’aniyah dan yang perifer adalah studi ayat-ayat
kauniyah (bukti-bukti dalam kehidupan manusia dan alam). Ketiga metode ini
digunakan dalam mengumpulkan data-data dari al-Qur’an, buku-buku atau
tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan pembentukan akhlak anak yang
bersifat umum untuk dianalisis dengan tujuan mengambil kesimpulan yang
bersifat khusus.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pembentukan akhlak anak
menurut surat Luqman ayat 12-19 yang meliputi : tujuan pembentukan akhlak
anak agar anak mempunyai akhlaqul karimah yang tinggi. Materi pendidikannya
terdiri dari pendidikan aqidah, pendidikan birrul walidain, pendidikan salat,
pendidikan amar ma’ruf nahi mungkar, dan pendidikan budi pekerti. Metode yang
digunakan adalah metode pembiasaan dan keteladanan.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
bagi khazanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas
akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang.
vii
TRANSLITERASI
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih-hurufan dari abjad yang satu
ke abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin di sini ialah penyalinan huruf-huruf
Arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Pedoman transliterasi dalam
skripsi ini meliputi :
a. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf latin
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ال
م
ن
و
اه
ء
ي
Alif
ba
ta
sa
jim
ha
kha
dal
zal
ra
za
sin
syin
sa
dad
ta
za
‘ain
gain
fa
qaf
kaf
lam
mim
nun
wau
ha
hamzah
ya
Tidak didefinisikan
b
t
s}
j
h
kh
d
dz
r
z
s
sy
s
d}
t}
z}
….. ‘
g
f
q
k
l
m
n
w
h
….’
Y
viii
b. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf /
transliterasinya berupa huruf dan tanda, contoh:
dibaca qala
dibaca qila
dibaca yaqulu
c. Ta Marbuthah
Translitrasinya menggunakan :
1. Ta marbuthah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya h.
Contoh : dibaca talhah
2. sedangkan pada kata yang terakhir dengan ta marbuthah diikuti oleh kata
yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka ta marbuthah itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh : dibaca raudah al-atfal
d. Kata Sandang
Transliterasi kata sandang dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kata sandang diikuti huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang langsung
mengikuti kata sandang itu.
Contoh : dibaca ar-Rahimu
2. Kata sandang diikuti huruf qamariah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya.
Contoh : dibaca al-Maliku
ix
Namun demikian, dalam penulisan skripsi penulis menggunakan model kedua,
yaitu baik kata sandang diikuti oleh huruf syamsiah ataupun huruf al-Qamariah
tetap menggunakan al-Qamariah.
e. Penulisan kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun hurf, ditulis terpisah, hanya
kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazimnya
dirangkaikan dengan kata lain. Karena ada huruf atau harakat yang
dihilangkan, maka dalam translitarasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan
juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh :
dibaca Man istata’a ilaihi sabila
dibaca Wa innallaha lahuwa khair al-raziqin
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Syukur Alhamdulillah, atas limpahan rahmat, taufiq, hidayah, serta
inayahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Pembentukan Akhlak Anak Menurut Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19”.
Hanya dengan pertolonganNya lah penulis dapat melewati segala kesulitan,
hambatan, rintangan dan godaan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, sang inspirator sejati menuju kebahagian dunia
akhirat.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa, bimbingan,
dukungan dan saran pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu dengan setulus hati
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga penyusunan skripsi ini selesai. Penulis sampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Dr. Suja’i M.Ag.
2. Pembimbing I, Drs. H. Mat Solikhin M.Ag., dan pembimbing II, Ridwan
M.Ag., yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya
ditengah-tengah kesibukannya, beliau selalu memberikan bimbingan sampai
penulisan skripsi ini selesai.
3. Segenap dosen pengajar di lingkungan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang, terkhusus Segenap dosen PAI yang tidak bosan-
bosannya memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.
4. Bapak dan Ibu karyawan Perpustakaan baik di Institut maupun di Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang juga perpustakaan
umum, yang telah memberikan pelayanan kepustakaan dengan yang
diperlukan penulis untuk menyusun skripsi ini.
5. Sahabat-sahabatku Pendidikan Agama Islam angkatan 2008, keluargaku IMPP
Walisongo Semarang, sahabat spesialku yang selalu memberikan dukungan,
xi
waktu, tenaga, materi, dan selalu menemani penulis hingga tersusunlah skripsi
ini.
6. Semua pihak yang pernah melintas dan menghiasi hidupku dan membantuku
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semarang, 30 April 2012
Penulis,
Khoirul Umam
NIM. 083111076
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
NOTA PEMBIMBING I ............................................................................... iv
NOTA PEMBIMBING II ............................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
TRANSLITERASI........................................................................................vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 5
D. Kajian Pustaka.....................................................................5
E. Kerangka Teori....................................................................8
F. Metode Penulisan................................................................11
G. Sisitematika Pembahasan....................................................14
BAB II : DESKRIPSI DAN ASBAB AL-NUZUL SURAT LUQMAN
AYAT 12-19.............................................................................16
A. Deskripsi Surat Luqman ayat 12-19...................................16
B. Arti Kosa Kata .................................................................. 17
C. Asbab Al-Nuzul..................................................................19
D. Munasabah Ayat.................................................................21
BAB III : TAFSIR SURAT LUQMAN AYAT 12-19...........................25
A. Profil Luqman Al-Hakim ................................................ .25
B. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19................. .................. .26
xiii
BAB IV : ANALISIS PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK
MENURUT AL-QUR’AN
SURAT LUQMAN AYAT 12-19...........................................33
A. Pengertian Akhlak.............................................................33
B. Nilai Pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-19 .......... .37
C. Pembentukan Akhlak Menurut Surat Luqman
ayat 12-19.........................................................................47
BAB V : PENUTUP............................................................................... 53
A. Kesimpulan ..................................................................... .53
B. Saran-saran ...................................................................... .55
C. Penutup ............................................................................ .56
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awalnya orang tua dan keluarga adalah “sekolah” pertama bagi anak.
Anak yang lahir bersih seperti kertas putih itu akan mendapat celupan warna dari
orang tua dan orang-orang dekat atau keluarga. Dalam perkembangannya anak
membutuhkan peran orang tua antara lain sebagai pemelihara kesehatan mental
dan fisik, peletak dasar kepribadian yang baik, pembimbing, pemberi fasilitas dan
motifator untuk mengembangkan diri, menciptakan suasana nyaman dan kondusif
bagi pengembangan diri anak.1
Dalam pandangan syari’at Islam, anak merupakan amanat yang
dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, maka dari itu orang tua
berkewajiban untuk menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanat itu
kepada yang berhak yaitu anak. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka
harus mengantarkan anaknya melalui pendidikan untuk mengenal dan
menghadapkan diri kepada Allah.2 Pendidikan itu berlangsung seumur hidup,
maka prosesnya dapat dilakukan dalam keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga
formal dan non formal.3
Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga harus memperhatikan dalam
memberikan kasih sayangnya, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang.
Oleh karena itu orang tua harus pandai dan tepat dalam memberikan kasih sayang
yang dibutuhkan oleh anaknya. Kalau pendidik dalam hal ini adalah orang tua
tidak mendidik dan memelihara anak akhirnya anak akan terjerumus ke dalam
kenistaan, maka orang tua juga akan menerima akibatnya baik kehidupan di dunia
maupun akhirat.
1 Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini, (Yogyakarta; Grafindo Litera media; 2010),
hlm. 55
2 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1996), hlm. 103
3 Zainudin et.,all., Pendidikan Islam dari Paradigama Klasik hingga Kontemporer,
(Malang: UIN Malang Press, 2009), hlm. 59
2
Pendidikan di dalam keluarga yang baik adalah yang mau memberikan
dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama.
Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang positif di mana lingkungan
keluarga memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan
kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran
Islam.4
Tanggung jawab itu terletak di atas pundak para orang tua sehingga anak-anak
terhindar dari kerugian, keburukan, dan api neraka yang senantiasa menantikan manusia
yang jauh dari Allah swt. Allah swt. telah mengisyaratkan hal itu dalam firmannya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.(Q.S. At-Tahrim/66 : 6)5
Dari ayat di atas jelas bahwa semata-mata mengakui beriman saja
belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan
dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga
janganlah esok masuk kedalam neraka yang sangat panas dan siksa yang sangat
besar itu, disertai jadi penyala dari api neraka.6
Oleh karena itu, maka seseorang yang beriman tidak boleh pasif, artinya
berdiam diri menunggu-nunggu saja, yaitu supaya memelihara diri sendiri lebih
dulu agar jangan masuk neraka, setelah itu memelihara keluarganya yang terdiri
dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki untuk taat
kepada Allah. Dan kamu larang dirimu beserta semua orang yang berada di bawah
tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari
4Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar; 2009), hlm.
318-319
5Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta; CV. Karya Insan Indonesia; 2002),
hlm.820
6 Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 10, (Singapura: Pustaka Nasional, 1990), hlm. 7508.
3
dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan
mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam
merealisasikannya. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah,
maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim yaitu
mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya segala
sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta‟ala kepada mereka.7
Anak adalah merupakan amanat dari Allah SWT kepada orang tua agar
dibimbing, dididik supaya menjadi anak yang berbakti dan menjadi anak yang
sholeh, sehingga orang tua dalam memberikan bimbingan atau pendidikan kepada
anak-anaknya harus hati-hati, karena mereka cenderung meniru perbuatan orang
tuanya. Dengan kata lain, kewajiban bagi keluarga lebih-lebih bapak dan ibu
untuk selalu membimbing dan mengarahkan anak agar memiliki wawasan yang
luas dan menjadikan anak yang bermoral. Dalam hal ini sesuai dengan hadits
Rasulullah SAW yang berbunyi sebagai berikut :
“Hajib bin Walid menceritakan kepadaku, Muhammad bin Harb‟ dari
Zubaidi dari Zuhri, Sa‟id bin Musayab dari Abi Hurairoh mengatakan
kepadaku bahwa Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang
Nasrani maupun seorang Majusi. Sebagaimana seekor binatang yang
melahirkan seekor anak tanpa cacat, apakah kamu merasakan terdapat
yang terpotong hidungnya? kemudian Abu hurairoh berkata “bacalah jika
kalian berkehendak”: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah
7 Muhammad Nasib Arrifa‟i, Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), hlm. 751.
8 Imam Abi Al-Husaini Muslim bin Al-Hajjaji Al-Qusyairy An-Naisabury, Shahih Muslim,
Juz IV,(Beirut Libanon: Dar-Ahya‟ Al-Turatsi Al-„Arabi, t.th.), hlm. 2047
4
Rasuluulah bersabda Tidaklah seorang bayi itu dilahirkan melainkan
dalam keadaan fitroh.(H.R.,Muslim )
Keluarga atau orang tualah yang pertama dan utama memberikan dasar-
dasar pendidikan seperti pendidikan agama , budi pekerti, sopan santun, estetika,
kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar mematuhi peraturan-peraturan, menanamkan
kebiasaan-kebiasaan, dan lain-lain sebagainya.9
Dalam pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga, anak akan
memperoleh pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam
perkembangan pribadi anak selanjutnya. Dari penyelidikan para ahli, pengalaman
pada masa anak-anak dapat mempengaruhi perkembangan individu dalam
hidupnya. Kehidupan emosional atau kebutuhan rasa kasih sayang anak dapat
terjamin dengan baik, hal ini disebabkan karena adanya hubungan darah antara
pendidik dan anak didik, karena orang tua hanya menghadapi sedikit anak didik
dan karena hubungan tadi atas rasa kasih sayang yang murni.10
Dari uraian di atas, maka pendidikan dalam keluarga itu sangat penting.
Dewasa ini banyak orang tua, bahkan tidak tahu akan kewajibannya terhadap
anak-anak dalam keluarga, mereka lebih condong untuk sibuk dengan dirinya
sendiri dan pekerja‟annya tanpa meluangkan waktu dalam hal pendidikan dan
perkembangan kepribadian untuk anak-anaknya, padahal penanaman nilai-nilai
budi pekerti itu lahir dari keluarga yakni orang tua sebagai pendidik tunggal
dalam lingkungan keluarga. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi
“PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK DALAM AL-QUR‟AN SURAT
LUQMAN AYAT 12-19.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut : Bagaimana pembentukan akhlak anak dalam Q.S. Luqman ayat
12-19?
9 Sahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, (Padang; Ankasa raya;1987), hlm. 36
10 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hlm.75
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka tujuan
penelitian ini adalah: Untuk mengetahui konsep pembentukan akhlak anak dalam
surat Luqman ayat 12-19.
Dari tujuan dinatas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai
bagi ;
1. Peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap
pemahaman konsep pembentukan akhlak anak menurut Q.S. Luqman ayat
12-19 dari berbagai sudut pandang para ulama tafsir.
2. Orang tua, dapat diaplikasikan dalam sikap dan perilaku yang islami di dalam
kehidupan nyata.
3. Masyarakat, sebagai i’tibar bagi manusia agar tetap berpegang teguh pada
ajaran agama Islam yaitu Al-Qur‟an.
D. Kajian Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini peneliti menggali informasi dari penelitian-
penelitian sebelumnya sebagai bahan perbandingan, baik mengenai kekurangan
atau kelebihan yang sudah ada. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari
buku-buku maupun skripsi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada
sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk
memperoleh landasan teori ilmiah.
Dalam skripsi yang dituliskan oleh mahasiswa jurusan PAI Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Ahmad Zainudin yang berjudul “Tanggung
Jawab Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak ; Kajian Terhadap
Surat at-Tahrim ayat 06, menyimpulkan bahwa :
1. Keberhasilan proses pendidikan anak dalam keluarga sangat tergantung pada
peran dan tanggung jawab keluarga itu sendiri. Di mana orang tua sebagai inti
dari keluarga memiliki peranan yang sangat penting, dialah yang bertanggung
jawab penuh terhadap proses pendidikan anak dalam keluarga, sehingga dapat
dikatakan bahwa keberhasilan proses pendidikan anak dalam keluarga sangat
6
tergantung pada bagaimana orang tua melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya tersebut.
Pendidikan anak dalam keluarga sebagai terkandung dalam surat al-
Tahrim ayat 6 adalah pendidikan yang dilakukan oleh orang tua (bapak, ibu)
dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi (fitrah)
anak-anaknya, menuju terbentuknya kepribadian yang utama, yaitu pribadi
yang mampu menentukan masa depan dirinya, masyarakat, bangsa dan
agamanya. Karena anak merupakan amanah Allah kepada orang tua yang harus
dirawat, dipelihara dan dididik dengan penuh kasih sayang.11
2. Tanggung jawab orang tua dalam keluarga yang diperoleh dari al-Qur‟an surat
at-Tahrim ayat 6 mempunyai implikasi pada pendidikan anak yang meliputi:
perkembangan jasmani dan rohani anak, rasa kasih sayang anak serta perhatian
anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sebagaimana
yang diharapkan oleh orang tua selaku pendidik dalam keluarga.
Orang tua harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya dengan
mengacu dan berdasarkan kepada syari‟at Islam dalam menerapkan pendidikan
bagi anaknya. Adapun materi yang terkandung di dalamnya secara garis besar
meliputi akidah, syari‟ah dan akhlak. Dalam hal ini orang tua bisa
menggunakan beberapa metode di antaranya adalah metode
keteladanan/contoh, pembiasaan, nasehat, perhatian/pengawasan dan hukuman.
Adapun penerapan metode ini disesuaikan dengan materi yang akan
diberikan serta tingkatan perkembangan anak itu sendiri. Untuk mendapatkan
tanggapan positif dari anak, pendidik (orang tua) harus memiliki sifat-sifat
antara lain ikhlas, takwa, ilmu, penyabar, dan rasa tanggung jawab dalam
mendidik anak. Selain itu, prinsip-prinsip dasar dalam mendidik anak yang
meliputi prinsip ikatan dan peringatan, di mana kedua itu akan saling
memperkuat satu sama lain.
11
Ahmad Zainuddin, “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Keluarga dan Iplikasinya
Terhadap Pendidikan Anak: Kajian Tehadap Surat At-Tahrim ayat 06”, Skripsi, (Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2006), hlm. 60
7
Dalam skripsi yang ditulis oleh Yusrina, Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Agama Islam
Terhadap Pemebentukan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro”,
menyimpulkan bahwa adanya pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap
pembentukan akhlak siswa SMP YPI Cempaka Putih Bintaro dan tidak adanya
pengaruh nilai mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang didapatnya di
sekolah terhadap pembentukan akhlak siswa SMP Ypi Bintaro, baik yang
mendapatkan nilai tertinggi maupun yang mendapatkan nilai terendah. Semua
pengaruh ini tidak terlepas dari peran aktif sekolah atau guru Pendidikan Agama
Islam yang menanamkan nilai-nilai agama di dalam diri siswanya, dengan
harapan agar terbentuknya akhlak dan tingkah laku yang baik sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.12
Skripsi yang ditulis oleh Baha‟udin, Mahasiswa jurusan PAI IAIN
Walisongo Semarang, dengan judul “Konsepsi Abdulloh Nashih Ulwan tentang
Metode Pendidikan Moral Anak Dalam Keluarga” (Telaah Kitab Tarbiyatul
Aulad fil Islam) menyimpulkan bahwa pendidikan moral harus menggunakan
teknik yang sesuai agar mencapai keberhasilan yang optimal. Untuk itu
dibutuhkan dukungan faktor seperti pendidik, anak didik, metode dan tujuan.
Menurut Ulwan, metode yang harus digunakan oleh para pendidik termasuk orang
tua sebagaimana yang diterapkan oleh Nabi Muhamad SAW, dalam mendidik
putra-putri dan para sahabatnya, adalah:
1. Pendidikan dengan keteladanan
2. Pendidikan dengan adat kebiasaan
3. Pendidikan dengan nasihat
4. Pendidikan dengan memberi perhatian
5. Pendidikan dengan memberikan hukuman
Metode-metode yang ditawarkan Ulwan itu efektif, hal ini dapat ditinjau
dari kajian psikologis, sosiologis, dan religius.
12
Yusrina, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di
SMP YPI Cempaka Putih Bintaro, Skripsi, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah,
2006), hlm. 69
8
1. Secara psikologis yaitu anak mempunyai rasa imitasi yang tinggi, untuk itu
bagi orang tua (pendidik) agar dapat memberikan keteladanan, nasehat dan
hukuman yang mendidik.
2. Dari perspektif sosiologis, bahwa manusia merupakan manusia yang mendidik
dan harus di didik, anak harus di didik agar perkembangannya berjalan lancar.
3. Tinjauan religius yaitu orang tua harus menjaga amanat dari Allah SWT sebaik
mungkin, karena keselamatan keluarganya berada dalam tanggung jawabnya.13
E. Kerangka Teori
Dalam Al-Qur‟an juga telah dijelaskan bahwa Allah telah memberikan
i’tibar melalui Luqman al-Hakim sebagai sosok seorang pendidik dalam
memberikan pendidikan kepada anaknya. Dalam ayat 12 diterangkan bahwa Allah
telah memberikan hikmah, akal, paham dan memberikan petunjuk untuk
memperoleh ma‟rifat yang benar kepada Luqman. Oleh karena itu, Luqman
menjadi seorang yang hakim (mempunyai hikmah). Ini memberikan pengertian
bahwa anjuran Luqman yang disampaikan kepada anaknya berupa ajaran-ajaran
hikmah, bukan dari wahyu. Hal ini didasarkan pada pendapat yang benar bahwa
Luqman adalah seorang hakim (orang bijak, filosof) dan bukan Nabi. Orang yang
mensyukuri nikmat Allah maka sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan
dirinya sendiri, sebab Allah akan memberikan pahala yang banyak dan
melepaskan dari siksa.14
Pada ayat 13 ada kata ya’izhuhu ( ) yang terambil dari kata wa’zd( )
yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati.
Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik sekaligus
mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa.15
13
Baha‟udin, “Konsepsi Abdulloh Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan Moral Anak
Dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil Islam”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo), hlm. 62
14 M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Lubaabut Tafsir
Min Ibni Katsiir, (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2008), hlm. 3260
15 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 127
9
Dalam ayat 14 ini, digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah
bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah
tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan.
Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar, kemudia mengasuh,
menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Dalam ujung
ayat ini, dianjurkan untuk bersyukur, syukur yang pertama ialah kepada Allah.
Karena semua itu berkat rahmat Allah belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada
kedua orang tuamu, ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi
ibu dan melindungi anak-anaknya, ayah yang berusaha mencari sandang dan
pangan setiap hari.16
Pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu, seorang
anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya untuk
menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah
mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang
pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri,
manusia harus mengesakan Tuhan.17
Pada ayat 16 Luqman melanjutkan wasiatnya dengan memberikan
perumpamaan, yaitu walaupun perbuatan baik dan perbuatan buruk itu sekalipun
beratnya hanya sebiji sawi dan berada di tempat yang tersembunyi, niscaya
perbuatan itu akan dikemukakan oleh Allah SWT kelak di hari kiamat, yaitu pada
hari ketika Allah meletakan timbangan amal perbuatan yang tepat, kemudian
pelakunya akan menerima pembalasan amal perbuatannya, apabila amalnya itu
baik maka balasannya akan baik pula dan apabila amalnya buruk maka balasannya
pun akan buruk pula.18
Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut :
a. Selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridai Allah. Jika
sholat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar
16 Hamka, Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: P.T. Pustaka Panjimas, 1998), hlm. 129.
17 Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), hlm. 552-554
18 Ahmad Mustafa Al-Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra,
1992), hlm. 157-158
10
dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang
itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa
dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
b. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang
diridai Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan, serta
mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
c. Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa,
akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang
mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun
dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.19
Pada ayat 18 dari surat Luqman terdapat kata Ash-Sha’ru, artinya penyakit
yang menimpa onta sehingga membengkokan lehernya. Pengguna‟an gaya bahasa
seperti ini dalam Al-Qur‟an bertujuan agar manusia tidak meniru gerakan Ash-
sha’ru ini yang berarti gerakan sombong seperti berjalan dengan membusungka
dada, dan memalingkan muka dari manusia karena sombong dan merasa tinggi
hati. Pada ayat yang selanjutnya kata Al-Qosdu yang mempunyai makna maksud
dan tujuan, jadi berjalan itu harus selalu tertuju kepada maksud dan tujuan yang
ditargetkan pencapaianya. Sehingga, gaya berjalan itu tidak menyimpang,
sombong, dan mengada-ada. Namun harus ditujukan guna meraih maksudnya
dengan sederhana dan bebas. 20
Ayat di atas menjelaskan tentang nasihat Luqman al-Hakim yang
mencakup pokok-pokok pendidikan. Di sana ada akidah, syari‟at dan akhlak, tiga
unsur ajaran al-Qur‟an. Di sana ada akhlak terhadap Allah, terhadap pihak lain,
dan terhadap diri sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari
segala macam kebajikan serta perintah bersabar, yang merupakan syarat mutlak
meraih sukses, duniawi dan ukhrowi. Demikian Luqman al-Hakim mendidik
19
Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), hlm. 555
20 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, Hlm.
177
11
anaknya bahkan memberi tuntunan kepada siapapun yang ingin menulusuri jalan
kebajikan.21
F. Metode Penulisan
Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan
dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan ,dll., secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
ilmiah.22
Jadi dalam penelitian ini mencari konsep tentang pembentukan akhlak
anak dalam surat Luqman ayat 12-19 dari berbagai kitab tafsir yang merupakan
interpretasi para mufasir dalam memahami maksud, isi dan kandungan yang
ada dalam surat Luqman ayat 12-19 sehingga akan dapat mempermudah dalam
kajian ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat
tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang
ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku,
baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan
dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, yaitu tafsir al-Qur‟an surat Luqman
ayat 12-19 seperti: Tafsir Fi zhilalil Qur’an karangan Sayyid Quthb, Tafsir Al
Bayan karya tengku Muhamad Hasby Ashiediqy, Tafsir Ibnu Katsiir karya
Abil Fida‟ Ismail bin Katsiir Addamasyqiy, Tafsir al Kabir karya Imam
Fakhrudin, Tafsir Al-Qur’anul majid An-Nur karya Tengku muhamad Hasby
21
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
(Jakarta;Lentera Hati, 2002), Hlm. 312-313.
22 Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Remaja Offset Rosda
Karya, 2011), hlm. 6
12
Ashiediqy, Tafsir Al Mishbah karya M. Quraish Shihab dan Tafsir al Maraghi
karya Ahmad Musthafa al Maraghi. Kemudian dilengkapi dengan buku-buku
lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan
skripsi ini. Antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan Keluarga Dalam
Perspektif Islam” karya Dr. Nur Ahid, M.Ag., “Pendidikan Keluarga Berbasis
Pesantren” karya Mahfud Junaedi, “Pendidikan Agama Dalam Keluarga”
karya Ahmad Tafsir, buku yang berjudul “Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Islaml” karya Dr. Mansur, M.A., dan buku–buku lain yang bersangkutan
dengan pembahasan skripsi ini.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan
kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yang
perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat
Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayat-ayat Kauniah (bukti-
bukti dalam kehidupan manusia dan alam)”.23
Dengan pendekatan kontekstual
ini diharapkan makna konsep pendidikan keluarga yang ada dalam surat
Luqman ayat 12-19 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, sehingga dengan konsep pendidikan
keluarga pendidikan yang dalam hal ini adalah orang tua benar-benar dapat
menjalankan fungsi edukatifnya dalam keluarga.
4. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menganalisis data dengan menggunakan :
a. Metode tahlili
adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan
menguraikan arti kosakata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti
ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-
ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain
dilanjutkan dengan membahas asbab al-nuzul (latar belakang turunnya ayat)
23
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
hlm.178.
13
dan dalil-dalil yang berasal Rasul, atau sahabat, atau para tabi‟in yang
kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri
dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur
baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat
membantu memahami nash al-Qur‟an tersebut.24
Menurut Nashrudin
Baidan, bahwa metode tafsir tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-
ayat tersebut.25
Sesuai dengan analisis yang penulis gunakan, penulis dalam
penelitian ini menggunakan berbagai referensi berusaha menjelaskan makna
yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 secara menyeluruh dan
berurutan dari ayat ke ayat berikutnya, dan juga mengungkapkan arti kosa
katanya, sebab turunnya, serta munasabah (korelasi) surat Luqman dengan
surat atau ayat sebelum atau sesudahnya. Setelah itu, selanjutnya penulis
berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari pada anak. Dengan
memiliki konsep pendidikan keluarga sebagaimana yang terkandung dalam
surat Luqman ayat 12-19 tersebut, diharapkan para orang tua mampu
memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai pendidikan yang pertama
dan utama.
Metode ini juga berperan untuk mencari makna yang tersurat,
selain itu juga mencari makna yang tersirat serta mengkaitkan hal-hal yang
terkait yang sifatnya logik teoritik, etik dan transendental.26
Metode ini
digunakan dalam rangka mencari kandungan surat Luqman ayat 12-19
tentang konsep pendidikan keluarga dalam pembentukan akhlak anak.
24
Abdul al Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 12
25 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000), hlm. 31.
26 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 65
14
b. Analisis Isi (Content Analisis)
Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas, penulis
menggunakan metode Analisis Isi (Content Analisis) dalam penelitian ini.
Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan Sadily, metode
Analisis Isi (Content Analisis) adalah suatu teknik penyelidikan yang
berusaha untuk menguraikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif isi
yang termanifestasikan dalam suatu komunikasi27
.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka
skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu
sama lain saling berkesinambungan.
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran
yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masing-
masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfa‟at penelitian, kajian
pustaka, metode penulisan penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab II : DESKRIPSI DAN ASBAB AL-NUZUL SURAT LUQMAN
AYAT 12-19
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil penelitian
yang berupa telaah Al – Quran surat Luqman ayat 12-19 dengan
metode tahlili yang meliputi : deskripsi surat Luqman ayat 12-19
yang meliputi mufradat, asbab an-nuzul, munasabah ayat.
27
Hasan Sadily, Ensiklopedia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeva, 1980) hlm. 207
15
Bab III : TAFSIR SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Pada bab ini, peneliti akan menguraikan tentang tema
penelitian yang meliputi Profil Luqman al Hakim, Tafsir surat
Luqman ayat 12-19
Bab IV : ANALISIS PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK MENURUT
AL-QUR‟AN SURAT LUQMAN AYAT 12-19
Pada bab ini peneliti akan menjelaskan hasil analisis
penelitian tentang pengertian akhlak, nilai pendidikan dalam
surat Luqman ayat 12-19, pembentukan akhlak anak menurut
surat Luqman ayat 12-19.
Bab V : PENUTUP
Pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang terdiri
dari kesimpulan, saran dan penutup.
16
BAB II
DESKRIPSI DAN ASBAB AL-NUZUL SURAT LUQMAN
AYAT 12-19
A. Deskripsi surat Luqman ayat 12-19
Surat Luqman ayat 12-19 berbunyi sebagai berikut :
12. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji". 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". 14. Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata):
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan
17
berada dalamnbatunataundi langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui. 17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19. Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.(Q.S. Luqman/31:12-19)1
B. Arti Kosa kata (Mufrodat)
Menurut Mustafa Al-Maraghi dalam kitabnya Tafsir Al-
Maraghi, tafsir mufrodat-nya adalah sebagai berikut :
: dia adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk
diantara penduduk mesir yang berkulit hitam, serta dia adalah
orang yang hidup sederhana, Allah telah memberinya hikmah
dan menganugerahkan kenabian kepadanya.
: artinya kebijaksanaan dan kecerdikan. Dalam tafsir Al- Bayan,
hikmah adalah penyempurnaan diri dengan ilmu dan
mempunyai malakah tenaga untuk mengerjakan perbuatan-
perbuatan yang utama menurut kesanggupan manusia, Allah
memberikan hikmah kepada Lukman dengan jalan ilham.2
: memuji kepada Allah, menjurus kepada perkara yang hak,
cinta kebaikan untuk manusia, dan mengarahkan seluruh
anggota tubuh serta semua nikmat yang diperoleh kepada
keta‟atan kepada-Nya.
: mengingatkan dengan cara yang baik, hingga hati orang
yang diingatkan lunak karenanya.
1 Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta; CV. Karya Insan Indonesia;
2002), hlm. 582.
2 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Bayan, (Semarang; Pustaka Rizki putra,
2002), hlm. 928
18
: lemah
: menyapih
: keduanya menginginkan sekali kamu mengikuti keduanya
dalam kekafiran
: kembali (bertaubat)
: sesuatu yang dijadikan sebagai standar timbangan. Dan
lafaz Misqalu Habbatil Khardal merupakan suatu
peribahasa yang menunjukan arti sesuatu yang bentuknya
sangat kecil.
: ilmu Allah meliputi semua yang samar dan yang tidak
kelihatan
: maha mengetahui eksistensi segala sesuatu hakikat-
hakikatnya.
: termasuk diantara perkara-perkara yang telah diwajibkan
oleh Allah untuk dilaksanakan.
: memalingkan muka dan menampakan bagian samping
muka (pipi), perbuatan seperti ini merupakan sikap yang
biasa dilakukan oleh orang-orang yang sombong.
: gembira yang dibarengi dengan rasa sombong
: orang yang bersikap angkuh dalam berjalan
: berasal dari masdar Al-Fakhr, artinya orang yang
membangga-banggakan harta dan kedudukan yang di
milikinya, serta membanggakan hal-hal lainya
: bersikap pertengahkanlah atau bersikap sederhana
: rendahkanlah dan kurangilah kekerasan suaramu.
: suara yang paling buruk dan tidak enak didengar oleh
19
telinga. Ia berasal dari lafaz Nukr, Nukarah, artinya sulit.3
C. Asbab al-Nuzul
Secara etimologi, kata asbab al-nuzul berarti turunnya ayat-ayat Al-
Qur‟an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur-
angsur bertujuan untuk memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan pergaulan
manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu dapat dikatakan
bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan manusia
merupakan sebab turunnya Al-Qur‟an. Asbab al-nuzul (sebab turun ayat) di
sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya
ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut Subhi al-Salih, asbab an-nuzul adalah
sesuatu yang dengan sebabnya turun ayat atau beberapa ayat yang
mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu atau
menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.4
Adapun sebab turunnya ayat 12-19 dari surat Luqman sejauh
penulusuran yang penulis lakukan tidak ditemukan adanya sebab yang
melatarbelakangi turunnya ayat tersebut, hanya saja dalam ayat 13 dalam
tafsir Al-Misbakh, diriwayatkan bahwa Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika
datang ke mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan
masyarakatnya. Lalu rasulullah mengajaknya untuk memeluk agama Islam.
Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama
dengan yang ada padaku.” Rasulullah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia
menjawab, “Kumpulan hikmah Lukman.” Kemudian Rasulullah berkata,
“Sungguh perkataan yang amat baik! Tetapi apa yang ada padaku lebih baik
dari itu. Itulah al-Qur‟an yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi
petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan al-Qur‟an kepadanya dan
3 Ahmad Mustafa Al-maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, (Semarang :
Toha Putra, 1992), Juz XXI, Hlm. 152
4 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟i, Ulumul Qur’an I, (Bandung; Pustaka Setia, 2000),
Hlm. 89-90
20
mengajaknya memeluk Islam.5 Kemudian menurut Sayid Qutb bahwa ayat
13 yang menjelaskan tentang tauhid, inilah hakikat yang ditawarkan oleh nabi
Muhammad saw kepada kaumnya. Namun, mereka menentangnya dalam
perkara itu, dan meragukan maksud baiknya di balik tawarannya. Mereka
takut dan khawatir bahwa di balik tawaran itu terdapat ambisi Muhammad
saw untuk merampas kekuasaan dan kepemimpinan atas mereka.
Kemudian ayat 14 dan 15 penulis menemukan riwayat bahwa ayat ini
menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung nan dahsyat. Seorang ibu
yang dengan tabiat-nya harus menanggung beban yang lebih berat dan lebih
kompleks. Namun, luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang hati
dan cinta yang lebih dalam, lembut, dan halus. Diriwayatkan oleh Hafidz Abu
Bakar al-Bazzar dalam musnadnya dengan sanadnya dari Buraid dari ayahnya
bahwa seseorang sedang berada dalam barisan tawaf menggendong ibunya
untuk membawanya bertawaf. Kemudian dia bertanya kepada Nabi
Muhammad saw., “Apakah aku telah menunaikan haknya?”Rasulullah
menjawab, “Tidak, walaupun satu tarikan nafas.”6
Diriwayatkan bahwa ayat 15 ini diturunkan berhubungan dengan
Sa‟ad bin Abi Waqqas, ia berkata, “Tatakala aku masuk Islam, ibuku
bersumpah bahwa beliau tidak akan makan da minum sebelum aku
meninggalkan agama Islam itu. Untuk itu pada hari pertama aku mohon agar
beliau mau makan dan minum, tetapi beliau menolaknya dan tetap bertahan
pada pendiriannya. Pada hari kedua, aku juga mohon agar beliau mau makan
dan minum, tetapi beliau masih tetap pada pendiriannya. Pada hari ketiga, aku
mohon kepada beliau agar mau makan dan minum, tetapi tetap menolaknya.
Oleh karena itu, aku berkata kepadanya, „Demi Allah, seandaianya ibu
mempunyai seratus jiwa dan keluar satu persatu di hadapan saya sampai ibu
5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.
11, (Jakarta: Lentera Hati‟ 2002), Hlm. 125
6 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, Hlm.
174
21
mati, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku peluk ini. „Setelah ibuku
melihat keyakinan dan kekuatan pendirianku, maka beliaupun mau makan.”7
D. Munasabah Ayat
Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau
relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan
ayat atau surat yang sebelum dan sesudahnya. Secara terminologi, munasabah
adalah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-baagian
Al-qur‟an yang mulia.8
Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para
mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seseorang
dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa Al-Qur‟an serta korelasi antar
ayat.9
1. Munasabah surat Luqman dengan surat sebelum dan sesudahnya
a. Surat sebelumnya (ar-Ruum)
1). Dalam surat Luqman, Allah menerangkan bahwa barang siapa yang
bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
kemaslahatan dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak merugikan
Allah, sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya,
karena sesungguhnya Allah maha kaya tidak butuh kepada apapun,
lagi maha terpuji oleh makhluk di langit dan di bumi.10
2). Dalam ayat-ayat yang lalu (Ar-Rum), dijelaskan bahwa angin yang
memberikan manfa‟at yang besar bagi kehidupan manusia
7 Ahsin Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), Hlm. 553
8 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an I, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 154
9 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peranan dalam Kehidupan,
(Bandung; Mizan, 1998), hlm. 135
10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, hlm.
120
22
menunjukan adanya Maha Pencipta, manusia harus mengimani-
Nya dan bersyukur kepada-Nya.11
b. Surat sesudahnya (as-Sajdah)
Munasabah surat Luqman dengan surat sesudahnya (as-Sajdah) adalah :
1) Dalam surat Luqman dijelaskan bahwa Ash-Sha’ru adalah sebuah
penyakit yang menimpa onta sehingga membengkokan lehernya.
Gaya bahasa Al-Qur‟an dalam memilih peribahasa ini bertujuan
agar manusia lari dari gerakan yang mirip Ash-Sha’ru ini. Yaitu
gerakan sombong dan palsu, dan memalingkan muka dari manusia
karena sombong dan merasa tinggi hati.12
2) Dalam surat as-Sajdah, Allah menerangkan tanda-tanda orang
beriman yaitu jika disebut nama Allah, mereka bersujud memuji
Tuhannya dan mereka bukanlah orang yang sombong. Mereka
bangun di malam hari untuk salat dan berdoa kepada Allah agar
diberi rezeki yang halal untuk mereka infakkan, mereka selalu
mengharapkan karunia yang besar.13
2. Munasabah dengan Ayat
Surat Luqman ayat 12-19 juga memiliki munasabah (korelasi)
dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Dalam surat Luqman ayat 1-11
dijelaskan bahwa Al-Qur‟an juga disebut “al-kitab al-hakim” yang berarti
sebuah kitab yang seluruh kandungannya adalah hikmah belaka, Al-
Qur‟an merupakan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat
kebajikan, perintah untuk mendirikan salat karena salat hubungan utama
dengan Allah dan sebagai bukti keimanan kepada Allah, petunjuk yang
telah disebutkan dalam al-kitab al-Hakim dituntunkan oleh Rasul utusan
Allah, apabila petunjuk Tuhan dituruti pastilah bahagia yang akan
diterima, dan setengah dari manusia adalah orang yang membeli
11
Ahsin Sakho Muhammad, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
Hlm. 523
12 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’an jilid IX, Hlm.
177
13 Ahsin Sakho Muhammad, et.,all., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Hlm. 590
23
permainan kata-kata untuk menyesatkan dari jalan Allah, tidak dengan
ilmu, menurut Al-Hasan al-Bashri bahwa yang dimaksud dengan
permainan kata-kata itu ialah nyanyi-nyanyian dan peralatan pancaragam
yang akan membawa orang lalai dari agama. Dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat kami, merekapun berpaling dalam keadaan
menyombong, maka beri khabar gembiralah mereka dengan adzab yang
pedih sebagai sambutan yang sepadan atas kesombongan, berpaling
muka, berolok-olok dan bersikap menyumbat telinga mendengar seruan
Tuhan. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal yang
shalih-shalih, untuk mereka syurga-syurga yang bernikmat dan kekal di
dalamnya. Allah telah menciptakan semua langit dengan tidak bertiang
dan Allah menurunkan air dari langit maka tumbuhlah tumbuhan yang
indah, namun mereka menganiaya diri sendiri karena tidak menggunakan
fikiran untuk berfikir, hanya beramal turut-turutan, tidak berpendirian
yang teguh sehingga kesengsaraan jualah yang akan mereka tangguhkan
kelak.14
Kemudian dilanjutkan ayat 12 sampai 19 dijelaskan bahwa
Allah telah memberikan hikmah dan kearifan kepada Luqman, ia
bersyukur dan memanjatkan puji kepada-Nya, bersyukur kepada Allah
bukan untuk kepentingan-Nya tetapi faedahnya akan diperoleh orang
yang bersyukur itu sendiri, krena Allah akan menambah nikmat kepada
setiap orang yang bersyukur kepada-Nya. Luqman mewasiatkan kepada
anaknya untuk mengesakan Allah dan tidak memepersekutukan-Nya,
berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak menyuruh berbuat
maksiat kepada Allah, beramal saleh, selalu mendirikan salat, mengajak
manusia berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar, tidak
sombong dan angkuh.15
14
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XXI, (Jakarta: PT. Pustaka Pajin Mas, 1998), Hlm. 118-
124
15 Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya ,hlm. 557
24
Dilanjutkan ayat 20 sampai 34 dijelaskan bahwa Allah
menghadapkan kembali pembicaraan-Nya kepada orang-orang musyrik
dan menegur mereka karena sikapnya yang dapat menyaksikan berbagai
dalil di jagat raya yang menunjuk kepada keesaan Allah, tetapi mereka
tetap saja mengingkarinya. Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang
menyerahkan diri kepada Allah dan akibat apa yang akan mereka
peroleh. Sesudah itu, Allah menenangkan Nabi-Nya karena penderitaan
yang beliau alami dengan menjelaskan bahwa tugas Rasul hanyalah
menyampaikan risalah Allah. Selanjutnya, Allahlah yang membuat
perhitungan dan pembalasan. Allah menjelaskan bahwa orang-orang
musyrik mengakui bahwa yang menjadikan langit dan bumi adalah
Allah. Konsekuensinya, segala puji haruslah dikembalikan kepada Allah.
Setelah itu, Allah menjelaskan bahwa tidak ada yang mampu menghitung
nikmat-Nya selain Dia dan memelihara semua itu sama dengan
memelihara orang seorang. Pada akhirnya Allah menjelaskan sebagian
dari tanda-tanda yang ada di langit dan sebagian tanda-tanda yang ada di
bumi. Allah menyuruh kita untuk bertakwa dengan mengingatkan kita
kepada hari kiamat.16
16
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 3216-3225
25
BAB III
TAFSIR SURAT LUQMAN AYAT 12-19
A. Profil Luqman al-Hakim
Sebelum mengetahui lebih jauh tentang bagaimana proses pendidikan yang
dilakukan oleh seorang Luqman al-Hakim terhadap anaknya, maka terlebih
dahulu dikenalkan sosok seorang Luqman al- Hakim terlebih dahulu. Ada
beberapa pendapat mengenai siapakah sosok Luqman al-Hakim dalam surat
Luqman ini, apakah dia seorang Nabi atau seorang hamba yang shalih yang bukan
Nabi?, para ulama Salaf berbeda pendapat tentang siapakah Luqman ini, dalam
hal ini terdapat dua pendapat dan mayoritas berpendapat dengan pendapat kedua.
Ibnu Jarir berkata bahwa Khalid ar-Rib‟i berkata: “Luqman adalah seorang hamba
(budak) dari Habsyi (Ethiopia) dan tukang kayu.1
Dalam buku karangan Umar Hasyim terdapat berbagai pendapat tentang
siapakah Luqman al-Hakim, diantaranya :
1. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah anak Ba‟ura anak Nahur anak Tarikh.
Tarikh adalah „Azar ayah Ibrahim alaihissalam.
2. Ada yang mengatakan dia orang Mesir, dan ada yang mengatakan dia budak
hitam dari Habasyiyah (bangsa Negro) yang buruk rupa dan terseok-seok
jalannya, karena kedua belah kakinya cacat.
3. Ada lagi yang berpendapat bahwa dia adalah bangsa Isra‟il yang hidup pada
zaman Nabi Daud, dan orang Yunani yang hidup kira-kira tahun 550 sebelum
Masehi.
4. Bila berpegang kepada pendapat Ibnu „Abbas r.a., yang mengatakan bahwa
Luqman itu seorang hamba sahaya dari Habasyiyah (Ethiopia), kemungkinan
besar dia itu adalah Aesopus, karena kata-kata hikmat Aesopus mirip dengan
kata-kata hikmat Luqman. Dan Aesopus ini adalah seorang hamba sahaya
hitam pula, yang menurut Wingker Prins Encyclopaedie hidup pada tahun 550
seb. Masehi.
1Abdul Ghofar et.,all., Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir, terj. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid VII,
(Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i, 2008), hlm. 31
26
5. Para ahli itu bersepakat bahwa Luqman adalah orang alim, bukan Nabi. Dan
tentang ajarannya, bisa dilihat contohnya dalam Al-Qur‟an itu, yakni
nasehatnya kepada anaknya.2
Menurut Sayyid Qutb Luqman al Hakim adalah seorang yang berasal dari
Habasyah (Etiopia), ada pula yang mengatakan bahwa Luqman adalah seorang
Namibia, ada juga yang mengatakan bahwa dia seorang hakim di antara hakim-
hakim yang ada dalam bangsa Bani Israel.3
Dalam tafsir al-Maraghi disebutkan bahwa Luqman al-Hakim adalah
seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk di antara penduduk Mesir
yang berkulit hitam, serta dia adalah seorang yang hidup sederhana, Allah telah
memberinya hikmah dan menganugerahkan kenabian kepadanya.4
B. Tafsir Surat Luqman ayat 12-19
Dalam ayat 12 diterangkan bahwa Allah telah memberikan hikmah, akal,
paham dan memberikan petunjuk untuk memperoleh ma‟rifat yang benar kepada
Luqman. Oleh karena itu, Luqman menjadi seorang yang hakim (mempunyai
hikmah). Ini memberikan pengertian bahwa anjuran Luqman yang disampaikan
kepada anaknya berupa ajaran-ajaran hikmah, bukan dari wahyu. Hal ini
didasarkan pada pendapat yang benar bahwa Luqman adalah seorang hakim
(orang bijak, filosof) dan bukan Nabi. Orang yang mensyukuri nikmat Allah maka
sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri, sebab Allah akan
memberikan pahala yang banyak dan melepaskan dari siksa.5
Dalam ayat ini ada cerita menarik yang telah diriwayatkan oleh Sa‟id bin
Abi „Arubah, dari Qatadah tentang firman Allah : “Dan sesungguhnya telah kami
2 Umar Hasyim, Anak Saleh 2, Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1983), hlm. 131-132
3 Sayyid Qutb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI hlm.
173
4 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, (Semarang :
Toha Putra, 1992), Juz XXI, hlm. 145
5 M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir, Terj. Lubaabut Tafsir
Min Ibni Katsiir, (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi‟i, 2008), hlm. 3260
27
berikan kepada Luqman, “yaitu pemahaman, pengetahuan dan ta‟bir mimpi.
Yaitu, bersyukurlah kepada Allah, “kami memerintahkan kepadanya untuk
bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang diberikan, dianugerahkan dan
dihadiahkan oleh-Nya berupa keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya,
tidak kepada orang lain yang sejenis di masanya. Kemudian Allah Ta‟ala
berfirman : “Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka ia bersyukur
untuk dirinya sendiri, “yaitu manfa‟at dan pahalannya hanya akan kembali kepada
orang-orang yang bersyukur itu sendiri, dan firman Allah : “Dan barang siapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya Lagi Mahaterpuji,
“yaitu Mahakaya dari hamba-hamba-Nya, dimana hal itu (ketidakbersyukurannya)
tidak dapat membahayakan-Nya, sekalipun seluruh penghuni bumi mengkufuri-
Nya. Karena sesungguhnya Allah Mahakaya dari selain-Nya. Tidak ada ilah (yang
berhak diibadahi) kecuali Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya.6
Pada ayat 13 ada kata ya’izhuhu ( ) yang terambil dari kata wa’zd
( )
yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati.
Luqman memulai nasihatnya dengan seruan menghindari syirik sekaligus
mengandung pengajaran tentang wujud Allah yang Esa.7 Dalam Tafsir Munir juga
ayat itu disebutkan wa huwa ya‘izhuh. Kata ya‘izh berasal dari al-wa‘zh atau al-
‘izhah yang berarti mengingatkan kebaikan dengan ungkapan halus yang bisa
melunakkan hati.8 Karena itu, dalam mendidik anaknya, Luqman menempuh cara
yang amat baik, yang bisa meluluhkan hati anaknya sehingga mau mengikuti
nasihat-nasihat yang diberikan.
Allah menjelaskan bahwa Luqman telah diberi hikmat, karena itu Luqman
bersyukur kepada Tuhannya atas semua nikmat yang telah dilimpahkan Nya
kepada dirinya.Allah SWT mewasiatkan kepada mereka supaya memperlakukan
6 M. Abdul Ghofar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir ibnu Katsir, Terj. Lubaabut Tafsir Min
Ibni Katsir, (Jakarta: Pustaka imam Syafi‟i, 2008), hlm 32-33
7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 127
8 Wahbah az-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, XI/143, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991). hlm. 564,
28
orang-orang tua mereka dengan cara yang baik dan selalu memelihara hak-haknya
sebagai orang tua. Luqman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik
itu merupakan kezaliman yang besar.Imam bukhori telah meriwayatkan sebuah
hadist yang bersumber dari Ibnu Mas‟ud ,Ia telah menceritakan, bahwa ketika ayat
ini diturunkan ,yaitu firmannya surat al-an‟am ayat 82 :
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S. Al-An‟am/6
: 82)9
Sesudah Allah menurunkan apa yang telah diwariskan oleh luqman terhadap
anaknya,yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan semua
nikmat,yang tiada seorangpun bersekutu denganNya, didalam menciptakan
sesuatu. Kemudian luqman menegaskan bahwasanya syirik itu adalah perbuatan
yang buruk.Kemudian Alla SWT mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya
kepada semua anak ,supaya mereka berbuat baik kepada kedua orang
tuanya,karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi
keberadaan kita di muka bumi ini.10
Dalam ayat 14 ini, digambarkan bagaimana payah ibu mengandung, payah
bertambah payah. Payah sejak dari mengandung bulan pertama, bertambah payah
tiap bertambah bulan dan sampai di puncak kepayahan di waktu anak dilahirkan.
Lemah sekujur badan ketika menghajan anak keluar, kemudia mengasuh,
menyusukan, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya. Dalam ujung
ayat ini, dianjurkan untuk bersyukur, syukur yang pertama ialah kepada Allah.
Karena semua itu berkat rahmat Allah belaka. Setelah itu bersyukurlah kepada
9 Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta; CV. Karya Insan Indonesia;
2002), hlm. 185
10 Tafsir Al-Maragi, Ahmad Mustafa Al Maragi, (Semarang: CV Toha putra, 1993), hlm
152-154.
29
kedua orang tuamu, ibu yang mengasuh dan ayah yang membela dan melindungi
ibu dan melindungi anak-anaknya, ayah yang berusaha mencari sandang dan
pangan setiap hari.11
Dalam ayat ini, Allah hanya menyebutkan seba-sebab manusia harus taat
dan berbuat baik kepada ibunya. Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang
anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya daripada kepada bapaknya,
sebagaimana diterangkan dalam hadits :
Dari Abi Hurairoh, ia berkata, “Aku bertanya ya Rasulullah, kepada siapakah
aku wajib berbakti? “Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu. “Aku bertanya,
“Kemudian kepada siapa?”Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu.” Aku
bertanya, “Kemudian kepada siapa lagi?”Rasulullah menjawab.” Kepada
ibumu. “Aku bertanya, “Kemudian kepada siapalagi?”Rasulullah menawab,
“Kepada bapakmu, Kemudian kepada kerabat yang lebih dekat, kemudia
kerabat yang lebih dekat.” (Riwayat Ibnu Majah)
Ibu-bapak dalam ayat ini disebut secara umum, tidak dibedakan antara ibu
bapak yang muslim dengan yang kafir. Oleh Karena itu, dapat dipahami bahwa
anak wajib berbuat baik kepada ibu bapaknya, apakah ibu bapaknya itu muslim
atau kafir, jadi pada ayat yang ke-15 ini menerangkan bahwa dalam hal tertentu,
seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya jika mereka memerintahkannya
untuk menyukutukan Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa
Allah mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Sepanjang
pengetahuan manusia, Allah tidak mempunyai sekutu. Karena menurut naluri,
manusia harus mengesakan Tuhan.13
Ikatan antara kedua orang tua dengan anaknya walaupun terikat dengan
segala kasih sayang dan segala kemuliaan, ia tetap dalam urutan setelah aqidah.
11 Hamka, Tafsir Al-Azhar, ( Jakarta: P.T. Pustaka Panjimas, 1998), hlm. 129.
12 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Darul Fikr,tt), hlm. 1207
13 Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), hlm. 552-554
30
Jadi, dalam hal ini jika orang tua menyentuh titik syirik maka jatuhlah kewajiban
taat kepadanya, ini menandakan bahwa ikata aqidah ini harus mengalahkan dan
mendominasi segala ikatan lainnya. Meskipun kedua orang tua telah
mengeluarkan segala upaya, usaha, tenaga dan pandangan yang memuaskan untuk
menggoda anaknya agar menyekutukan Allah dimana ia tidak mengetahui tentang
ketuhanannya maka pada saat itu anak diperintahkan agar tidak taat.14
Dalam
tafsir al-Bayan juga dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah mengharuska anak
untuk melayani orang tua yang kafir secara baik walaupun tidak boleh si anak
mengikuti orang tua dalam kekafiran.15
Pada ayat 16 Luqman melanjutkan wasiatnya dengan memberikan
perumpamaan, yaitu walaupun perbuatan baik dan perbuatan buruk itu sekalipun
beratnya hanya sebiji sawi dan berada di tempat yang tersembunyi, niscaya
perbuatan itu akan dikemukakan oleh Allah SWT kelak di hari kiamat, yaitu pada
hari ketika Allah meletakan timbangan amal perbuatan yang tepat, kemudian
pelakunya akan menerima pembalasan amal perbuatannya, apabila amalnya itu
baik maka balasannya akan baik pula dan apabila amalnya buruk maka balasannya
pun akan buruk pula.16
Pada ayat 17 ini, Lukman mewasiatkan kepada anaknya hal-hal berikut :
a. Selalu mendirikan sholat dengan sebaik-baiknya, sehingga diridai Allah. Jika
sholat yang dikerjakan itu diridai Allah, perbuatan keji dan perbuatan mungkar
dapat dicegah, jiwa menjadi bersih, tidak ada kekhawatiran terhadap diri orang
itu, dan mereka tidak akan bersedih hati jika ditimpa cobaan, dan merasa
dirinya semakin dekat dengan Tuhannya.
b. Berusaha mengajak manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang
diridai Allah, berusaha membersihkan jiwa, dan mencapai keberuntungan, serta
mencegah mereka agar tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa.
14
Sayyid Qutb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI hlm.
175 15
Teungku Muhammad hasby Ash Shiddieqy, Al Bayan, Tafsir Penjelas Al Qur’anil
Karim, (Semarang: Pustaka rizki Putra, 2002), hlm. 929
16 Ahmad Mustafa Al-Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra,
1992), hlm. 157-158
31
c. Selalu bersabar dan tabah terhadap segala macam cobaan yang menimpa,
akibat dari mengajak manusia berbuat baik dan meninggalkan perbuatan yang
mungkar, baik cobaan itu dalam bentuk kesenangan dan kemegahan, maupun
dalam bentuk kesengsaraan dan penderitaan.17
Pada ayat 18 dari surat Luqman terdapat kata Ash-Sha’ru, artinya penyakit
yang menimpa onta sehingga membengkokan lehernya. Pengguna‟an gaya bahasa
seperti ini dalam Al-Qur‟an bertujuan agar manusia tidak meniru gerakan Ash-
sha’ru ini yang berarti gerakan sombong seperti berjalan dengan membusungka
dada, dan memalingkan muka dari manusia karena sombong dan merasa tinggi
hati. Pada ayat yang selanjutnya kata Al-Qosdu yang mempunyai makna maksud
dan tujuan, jadi berjalan itu harus selalu tertuju kepada maksud dan tujuan yang
ditargetkan pencapaianya. Sehingga, gaya berjalan itu tidak menyimpang,
sombong, dan mengada-ada. Namun harus ditujukan guna meraih maksudnya
dengan sederhana dan bebas. 18
Ayat 19 dari surat luqman menjelaskan, pertama tentang cara berjalan
dengan langkah yang sederhana, yakni tidak terlalu lambat dan juga tidak terlalu
cepat, akan tetapi berjalanlah dengan wajar tanpa dibuat-buat dan juga tanpa
pamer menonjolkan sikap rendah hati atau sikap tawadu’. Kedua, tentang cara
berbicara yakni dengan mengurangi tingkat kekerasan suara, jangan mengangkat
suara jika tidak diperlukan sekali. Karena sesungguhnya sikap yang demikian itu
lebih berwibawa bagi yang melakukannya, dan mudah diterima oleh jiwa
pendengarnya serta lebih gampang untuk dimengerti. Ketiga, tentang ilat atau
alasan yang melarang hal diatas yakni sesungguhnya suara yang paling buruk dan
paling jelek, karena ia dikeraskan lebih daripada apa yang diperlukan tanpa
penyebab adalah suara keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan
suaranya itu berarti suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada
dan kekerasan suara, dan suara yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT.
17
Ahsin Sakho Muhammad, et al., Al-qur’an dan Tafsirnya , (Jakarta: Lentera Abadi,
2010), hlm. 555
18 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), Jilid XXI, Hlm.
177
32
Di dalam ungkapan ini jelas menunjukan nada celaka dan kecaman
terhadap orang yang mngeraskan suaranya, serta anjuran untuk membenci
perbuatan tersebut. Di dalam ungkapan ini yaitu menjadikan orang yang
mengeraskan suaranya diserupakan dengan suara keledai, terkandung pengertian
mubalagah untuk menanamkan rasa antipati dari perbuatan tersebut. Hal ini
merupakan pendidikan dari Allah untuk hamba-hamba-nya supaya mereka tidak
mengeraskan suaranya di hadapan orang-orang karena meremehkan mereka, atau
yang dimaksud ialah agar mereka meninggalkan perbuatan ini secara menyeluruh
(dalam kondisi apapun).19
19
Ahmad Mustafa Al-Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: Toha Putra,
1992), hlm. 162-163
33
BAB IV
ANALISIS PEMBENTUKAN AKHLAK ANAK
MENURUT SURAT LUQMAN AYAT 12-19
A. Pengertian Akhlak
Pada prinsipnya, setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi
anak yang mempunyai kemuliaan akhlak, berketrampilan sebagai bekal kehidupan
dimasa depan anaknya. Dalam hal ini tujuan pembentukan akhlak anak adalah
agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi aspek
perkembangan jasmani, akal dan rokhani, ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Roger A. Kaufman, bahwa “education itself may be viewed as
a process for providing learners with (at least minimal) skills, knowledge, and
attitudes so that they may live and produce in our society when they legally exit
from our educational agencies”,1 artinya pendidikan itu sendiri dapat dipandang
sebagai suatu proses untuk memberikan peserta didik dengan (setidaknya
minimal) keterampilan, pengetahuan, dan sikap sehingga mereka dapat hidup dan
menghasilkan dalam masyarakatnya ketika mereka secara sah telah lulus dari
lembaga pendidikannya.
Ada beberapa pendapat para ahli ayang mengemukakan pengertian
akhlak sebagai berikut :
1. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al din mengatakan bahwa akhlak
adalah :
Akhlak yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-
macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.
1 Roger F. Kauman, Educational System Planing, (New Jersey: Englewood Cliffs, 1972),
hlm. 10
2 Imam Al Ghozali, Ihya Ulum al Din, jilid III, (Indonesia: Dar Ihya al Kotob al Arabi,tt),
hlm. 52
34
2. Ibrahim Anas mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya membahas nilai-
nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan dengan baik
dan buruknya.3
3. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk.
Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut
akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlaqul
madzmumah.4
Akhlak yang tidak baik serta rendahnya kualitas pendidikan pada anak
akan mengantarkan anak pada posisi dasar dalam tatanan masyarakat sosial dan
akan menyebabkan timbulnya kriminalitas, oleh karena itu tujuan pendidikan
nasional adalah tidak hanya mencerdaskan kehidupan bangsa saja melainkan
membentukan manusia-manuisa yang berbudi pekerti luhur.
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan akhlak
untuk anak-anak sebagai institusi yang pertama kali berinteraksi dengannya. Oleh
sebab itu, haruslah pimpinan keluarga mengambil posisi tentang pendidikan ini
yakni dengan mengajarkan kepada anak tentang akhlak mulia yang diajarkan
Islam seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan,
pemurah, pemberani dan lain sebagainya. Allah mengajarkan kepada Nabi
Muhamad tentang nilai-nilai dan faedahnya berpegang teguh pada akhlak di
dalam hidup, membiasakan mereka berpegang kepada aturan atau norma yang
berlaku semenjak kecil.
Dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah
atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan marga. Keluarga sangat berperan
dalam mengembangkan kepribadian anak dan membentuk akhlak sejak dini
melalui kasih sayang dan pendidikan dari orang tua, ini merupakan faktor yang
fundamental bagi anak dalam membentuk pribadi yang beraakhlak mulia.
Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
keberlangsungan pendidikan dan perkembangan akhlak anak, kebahagiaan ini
dapat terwujud apabila keluarga dapat memerankan fungsi edukatifnya secara
3 Ibrahim Anis, Al mu’jam Al Wasith, (Mesir: Darul Ma‟arif, 1972), hlm. 202
4 Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, (Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, tt), hlm. 15
35
baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih
sayang dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga.
Keluarga juga bisa disebut sebagai lembaga pendidikan yang pertama bagi anak
dalam mempelajari akhlak dimana alam lingkungan yang akrab ini orang tua
sebagai pendidik dalam keluarga dapat memberikan kepada anak-anaknya untuk
membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia baik di dalam keluarga maupun
dalam hidup bermasyarakat.
Kalau diperhatikan ayat-ayat dalam surat Luqman, ini mengandung
wasiat yang harus diajarkan kepada anak sebagai bekal seorang anak menjadi
manusia yang berakhlak mulia, karena ayat-ayat yang terdapat dalam surat
Luqman ini mengandung dasar-dasar pendidikan budi pekerti kepada orang tua
maupun kepada orang lain dalam hidup bermasyarkat kelak dan wasiat-wasiat itu
bisa dijadikan sebagai inspirasi untuk mengatur cara berprilaku dalam tatanan
hidup di masyarakat.
Dalam konteks pendidikan sebagi proses, maka Luqman al Hakim telah
memberikan contoh bagaimana menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Contoh
ini memang di dalam keluarga, namun demikian dapat dijadikan contoh dan
model dalam menyelenggarakan pendidikan di era sekarang. Konsep pendidikan
yang dilakukan oleh Luqman al Hakim memang tidak secara langsung
memberikan pengertian seperti konsep pendidikan yang berkembang dewasa ini.
Tetapi setidaknya kalau dilihat secara menyeluruh dan kedalaman makna yang
terkandung di dalam surat Luqman ayat 12-19 telah memberikan lukisan
mengenai konsep pendidikan. Dalam hal ini Luqman al hakim sebagai seorang
ayah yang memberikan nasihat-nasihat kepada anaknya dapat dilukiskan sebagai
konsep pendidikan yang berlangsung antara pendidik (Luqman) dengan peserta
didik (anaknya).
Konsep pendidikan yang dilakukan Luqman al hakim merupakan salah
satu upaya untuk memajukan kepercayaan atau keyakinan serta budi pekerti
anaknya. Apa yang dilakukan Luqman al Hakim pada hakekatnya mengarahkan
anaknya pada pembentukan suatu keperibadian atau budi pekerti. Dalam hal ini
jelas terlihat adanya tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya. Konsep
36
pembentukan akhlak anak yang termuat dalam ajaran luqman al Hakim yaitu
meliputi tiga hal, diantaranya :
1) Keyakinan keagamaan
Aspek ini diperlihatkan dalam ajarannya tentang aqidah yang menimbulkan
kesadaran akan kemakhlukan atau penghambaan diri kepada Allah yang
kemudian berimplikasi mensyukuri karunia Allah, kesadaran bahwa segala
perbuatan manusia tidak lepas dari pengawasan Allah.
2) Kesadaran moral
Aspek ini diperlihatkan dalam ajarannya untuk menegakan hal-hal yang
ma‟ruf dan mencegah hal-hal yang mungkar, dan keberanian untuk
menanggung resiko dalam usahanya menegakan amar ma’ruf nahi mungkar.
3) Tanggung jawab sosial
Aspek ini terlihat dalam ajaranya untuk berbuat baik kepada orang tua, orang
lain, bergaul secara baik walaupun orang yang berbeda keyakinan, dan tidak
berprilaku sombong dan angkuh kepada orang lain.
Dengan memperhatikan pokok-pokok ajaran Luqman al Hakim di atas,
bisa dijadikan sebagai perbandingan bagi proses pendidikan dewasa ini. Secara
umum sekalipun ajaran Luqman berlangsung antara dirinya dengan anaknya, tidak
berarti model pendidikan Luqman ini hanya berlangsung untuk keluarga saja,
tetapi berlaku untuk umum. Artinya proses pendidikan yang demikian harus
dilakukan di semua lembaga pendidikan, terutama dalam lingkungan keluarga
yang menjadi dasarnya.
Dalam konteks pembentukan kepribadian, maka harus ditumbuh
kembangkan kesadaran adanya tangggung jawab dalam diri orang tua terhadap
pendidikan anak-anaknya, karena keluarga merupakan penopang tata nilai dan
pelestari standar moral. Pendidikan di sini menyangkut proses transmisi nilai-nilai
dan berbagai interaksi, karena keluarga berperan sebagai suri tauladan atau model,
sikap perilaku orang tua pada hakekatnya merupakan manifestasi norma-norma
yang dianut, dan akan menjadi kerangka referensi bagi anak.
37
B. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat Luqman Ayat 12-19
Dalam Al–Qur'an surat Luqman ayat 12-19, ada sebuah kisah yang
menarik mengenai proses interaksi pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan
seorang ayah kepada anaknya. Dalam kisah ini jika di perhatikan dari Al-Qur'an
surat Luqman ayat 12-19 Allah memberi penghargaan kepada sang ayah dengan
mengabadikan namanya sebagai nama kisah Al-Qur'an karena usahanya yang
gigih memberikan nasihat kepada anaknya dengan pelajaran yang mulia.
Proses pendidikan yang dilakukan oleh Luqman terhadap anaknya di
sebabkan hikmah yang di berikan Allah kepadanya, dalam tafsir Al-Azhar yang di
kutip Prof, Hamka Ar Razi mendefinisikan hikmah sebagai persesuaian di antara
perbuatan dengan pengetahuan. Dan puncak dari hikmah yang di terima Luqman
adalah rasa syukur kepada Allah swt karena ilmu yang milikinya.5 Nilai-nilai yang
terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19 sebagai berikut :
1. Syukur
Kata syukur (الشكر) secara bahasa mempunyai arti pujian (المدح), secara
istilah yaitu mentasarufkan segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah
sesuai dengan fungsinya6. Syukur manusia kepada Allah di mulai dengan
menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-
Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan
apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahannya itu. Syukur didenifisikan
oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai
dengan tujuan penganugerahannya. Ia adalah menggunakan nikmat
sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugerahannya, sehingga
penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk penganugerah. tentu saja
untuk maksud ini, yang bersyukur perlu mengenal siapa penganugerah (dalam
hal ini Allah swt). Mengetahui nikmat yang di anugerahkan kepadanya, serta
fungsi dan cara menggunakan nikmat itu sebagaimana dikehendaki-Nya,
5 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XXI, (Jakarta: PT. Pustaka Pajin Mas, 1998), hlm. 127
6 Ahmad Ad Damanhuri, Idohul Mubham, (Semarang: Toha Putra, tt), hlm. 2
38
sehingga ini yang di anugerahi nikmat itu benar-benar menggunakannya sesuai
dengan apa yang di kehendaki oleh Penganugerah.7
Dalam Tafsir An-Nur dijelaskan bahwa seseorang yang mensyukuri
nikmat Allah, maka dia sebenarnya dia bersyukur untuk kepentingan dirinya
sendiri. Sebab, Allah akan memberi pahala yang banyak atas kesyukurannya
dan melepaskannya dari siksa. Orang yang menyangkal nikmat Allah, tidak
mau mensyukuri-Nya, berarti membuat keburukan terhadap dirinya sendiri;
Allah akan menyiksa karena penyangkalannya itu.8
2. aqidah
Kata „aqidah ( ) menurut bahasa arab berasal dari kata „al-aqdu
( ) yang berarti ikatan, sedangkan menurut istilah yang umum, bahwa
aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun
bagi orang yang menyakininya.9 Menurut Muhamad Alim, aqidah berarti
perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yang
paling dalam. Secara terminologis berarti credo, creed, keyakinan hidup iman
arti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Dengan demikian akidah
adalah urusan yang wajib diyakini kebenaranya oleh hati, menentramkan jiwa,
dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan.10
Pendidikan Islam sangat memperhatikan pendidikan aqidah, karena
pendidikan aqidah merupakan inti dasar keimanan seseorang yang harus
ditanamkan kepada anak sejak dini. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT :
7 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Vol.11, (Jakarta: Lentera Hati‟ 2002), hlm. 122
8 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000) hlm. 3207
9 Yazid bin Abdul Qodir Jawas, Syarah Aqidah Ahlussunah Waljama’ah, (Bogor: Pustaka
Imam Syafi‟i, 2006), hlm. 27
10 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 124
39
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamunmempersekutukann(Allah)nsesungguhnyanmempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman/31:12-19)11
Pendidikan aqidah serta meliputi pengertia, kemudian hakekatnya,
dalam hal ini adalah mengenai sifat-sifat Allah baik wajib, mustakhil maupun
sifat ja’iz Allah serta tanda-tanda kekuasaan Allah harus ditanamkan pada
keluarga Muslim sehingga akan muncul kesadaran bahwa Allah Maha kuasa,
dan karena ke-Mahakuasaan Allah itu maka hanya Allah-lah yang patut
disembah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah makhluk ciptaan
Allah yang menyiratkan tanda-tanda kebesaran Allah, dengan demikian
dengan pendidikan aqidah ini akan tumbuh generasi yang sadar akan sifat-
sifat Ilahiah.12
Luqman al Hakim memulai nasihatnya dengan menekankan
perlunya menghindari syirik atau mempersekutukan Allah. Larangan ini
sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan.
3. Berbuat baik kepada orang tua
Dalam ayat 14 menjelaskan bahwa anak diharuskan untuk berbakti,
memuliakan, menghormati kepada orang tuanya, karena merekalah yang
memelihara, merawat sejak kecil. Bila anak telah berani berbuat dosa kepada
orang tuanya, ini berarti telah terjadi penyimpangan dengan mental anak.
Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari pada membalas budi.
Membalas budi adalah perbuatan yang paling sukar karena budi oarng tua
kepada kita sangat tak terhingga.13
Seorang anak tidak mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu
membalas budi kedua orang tuanya, walaupun anak tersebut mewaqafkan
seluruh umurnya bagi keduanya. Inilah ayat yang mengisyaratkan itu :
11
Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 581
12 Ibnu Musthafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 21, (Bandung: Al-Bayan, 1993),
hlm. 92-93
13 Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, hlm. 137-138
40
....
“....Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun....” (Q.S.
Luqman/31:12-19)14
Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat.
Seorang Ibu dengan tabiat-nya harus menanggung beban yang lebih berat dan
lebih kompleks. Namun luar biasa, ia tetap menanggungnya dengan senang
hati dan cinta yang lebih dalam, lembut dan halus.15
Allah memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua, tetapi disini
Allah hanya menjelaskan penyebab mengapa harus berbakti kepada ibu saja.
Hal yang demikian itu karena kesukaran yang diterima oleh ibu adalah lebih
besar daripada kesukaran yang dialami oleh seorang ayah. Derita ibu adalah
sejak bayi masih dalam kandungan, waktu melahirkan dan masa menyusui
sampai bayinya berumur sekitar dua tahun. Karenanya, Nabi menandaskan
kepada orang yang bertanya: “Siapakah yang lebih berhak menerima
baktiku?” Jawab Nabi: “yang lebih berhak menerima baktimu adalah ibumu.”
Tiga kali Nabi menekankan yang demikian itu, dan barulah pada kali yang
keempat Nabi mengatakan “Kepada ayahmu.”16
Dalam ayat 15 dijelaskan bahwa berbakti terhadap orang tua adalah
wajib apabila kebaktian itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
melanggar syari‟at Islam, jadi apabila tidak menuruti perintah orang tua untuk
berbuat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai syari‟at Islam seperti berbuat
kemusyrikan maka ini tidak tergolong ke dalam golongan anak yang
14
Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta; CV. Karya Insan Indonesia;
2002), hlm. 581
15 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As’ad Yasin dan Abdul Aziz Salim
basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur’an, hlm. 174
16 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, hlm. 3208
41
durhaka.17
Ayat ini juga menjelaskan untuk mengharuskan si anak melayani
orang tua yang kafir secara baik walaupun tidak boleh si anak mengikuti
orang tua dalam kekafiran.18
4. Salat.
Salat dalam arti etimologi adalah do‟a (الدعاء), sedangkan secara
terminologi salat adalah perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan yang
diawali, takbir dan di akihiri dengan salam dengan sarat-sarat tertentu.19
Salat merupakan amalan yang pertama yang akan di hisab di yaumul hisab
sebagaimana dalam hadits nabi yang berbunyi :
Dikisahkan oleh Ali bin Nashr bin Ali Aljhima Diriwayatkan Sahl bin
Hammad, Hammam menceritakan : Qatada mengatakan dari hasan dari
huraits bin Qabisoh mengatakan kota membuat saya senang, saya berkata:
ya Allah mudahkanlah aku duduk dengan orang saleh, kemudian saya
duduk dengan Abu Hurairah, kemudia aku berdoa, aku meminta Tuhan
untuk memberikan rizki berupa orang yang saleh, kemudian AbiHurairah
menceritakan hadis yang telah didengar dari Rasulullah, semoga Allah
memberikan manfa‟at kepadaku lewat hadis ini, kemudian Abi Hurairah
17 Umar Hasyim, Anak Shaleh II :Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1983), hlm. 138
18 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Qur’anul Karim,
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. 929
19 Abu Bakar Ibnu Sayid Muhamad Shatha ad-Dimyati, I’anatutholibin, (Libanon: Darul
Fikr, 2005), Jilid I, hlm. 29
20 Muhamad Isa at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, (Lebanon: Dar al Kotob al-Ilmiyah,
2008), hlm. 126
42
berkata : aku telah mendengar dari Rasulullah, Beliau bersabda : bahwa hal
pertama yang dihisab oleh hari kiamat adalah salatnya, apabila salatnya baik
maka dia akan selamat, apabila salatnya rusak maka dia akan merugi, bila
salat fardlunya berkurang, Allah berkata: apakah hambaKu melakukan salat
sunah, maka solat sunah itu bisa menyempurnakan salat fardlu. (HR.
Tirmidzi)
Luqman al Hakim melanjutkan nasihatnya kepada anakny, nasihat
yang dapat menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Ilahi dalam
buku kalbu sang anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan
panggilan mesra: wahai anakku sayang, laksanakan salat dengan sempurna
syarat, rukun dan sunnah-sunnahnya. Dan disamping engkau
memperhatikan dirimu dan membentenginya dari kekejian dan
kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa.21
5. Amar ma’ruf nahi mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah suatu amalan yang konstruktif
dalam masyarakat, ajaran membangun masyarakat dan sebagai manifestasi
dari rasa tangggung jawab dalam masyarakat. Bagi yang melaksanakan
ajaran amar ma‟ruf nahi mungkar dalam keluarga maupun dalam
masyarakat adalah sebagai pelopor perbuatan yang membangun. Juga
termasuk salah satu dari kerangka demokrasi dan ketertiban menyeluruh.22
6. Akhlak
Akhlakul karimah merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam pendidikan keluarga. Yang paling utama ditekankan
dalam pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak dengan jalan melatih
anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua,
bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian maupun bertutur
kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan
disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya, dicontohkan
bagaimana kesusahan ibu yang mengandung serta jeleknya suara khimar
bukan sekedar untuk diketahui, melainkan untuk dihayati apa yang ada
21
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al mishbah, hlm. 137
22 Umar Hasyim, Anak Shaleh: Cara Mendidik Anak dalam Islam, hlm 140-141
43
dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan
kejiwaannya.23
Dengan demikian dalam ayat 18-19 ada nilai-nilai moral yang bisa
diambil, yaitu:
a) Sabar
Kata shabr terambil dari kata yang terdiri dari huruf-huruf shad
,ba' dan ra'.maknanya berkisar pada tiga hal : 1.) menahan, 2) ketinggian
sesuatu. 3). sejenis batu. Dari makna menahan, lahir makna konsisten
atau bertahan, karena yang bersabar bertahan menahan diri pada satu
sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya, di namai bersabar yang
ditahan di penjara sampai mati dinamai mashburah. Dari makna kedua,
lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu. Dan dari makna ketiga,
muncul kata ash-shubrah, yakni batu yang kukuh lagi kasar, atau
potongan besi. Nasehat beliau di atas juga menyangkut hal-hal yang
berkaitan dengan amal shaleh yang intinya adalah shalat, serta amal-amal
kebajikan yang tercermin dalam amar ma'ruf nahi mungkar, juga nasehat
berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar
dan tabah. Banyak diantara kita mengajari anak untuk taat beribadah, tapi
sayang kadang kita mengintrepretasikan "ibadah" sebagai hal yang
terlalu sempit dan terbatas hanya pelaksanaan "ritual" belaka padahal
kalau kita lihat jauh lebih luas dari sekedar menjalani ritual, ibadah
adalah juga menyangkut soal prilaku moral dan sosial seseorang dalam
kehidupannya.24
b) Jangan memalingkan muka saat di ajak berbicara
ketika saat berbicara dengan orang lain sebaiknya tidak
memalingkan muka karena meremehkannya, hal ini juga dapat
menyinggung perasaan orang yang diajak bicara, akan tetapi hadapilah
23
Mahfud Junaedi, Kiai Bisri Musthafa, Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren,
(Bandung: Walisongo Press, 2009), hlm. 39
24 M. Quraisy Shihab, Tafsir Al mishbah, hlm.136-138
44
dengan muka yang berseri-seri dan gembira, tanpa rasa sombong dan
tinggi diri.25
c) Tidak bersikap takabur
Akhlak itu meliputi seluruh perilaku manusia termasuk cara
berjalan, disini Luqman al-hakim memberikan nasihat untuk tidak
berjalan di muka bumi ini dengan angkuh dan menyombongkan diri,
karena hali itu adalah cara jalan orang-orang yang angkara murka dan
sombong, yaitu mereka yang gemar melakukan kekejaman di muka bumi
dan suka berbuat zalim terhadap orang lain. Akan tetapi berjalanlah
dengan sikap sederhana karena sesungguhnya cara jalan yang demikian
mencerminkan rasa rendah diri, sehingga pelakunya akan sampai kepada
semua kebaikan.26
Dan di dalam sebuah hadits Nabi telah disebutkan
pula :
Abdullah diriwayatkan mengatakan kepada saya ayah saya
mengatakan kepada kami, Ismail mengatakan kepada Ayyub dari
Nafi dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda : Sesungguhnya
orang yang menyeret pakaiannya karena sombong niscaya Allah
tidak akan melihatnya (tidak memberi rahmat kepadanya kelak) di
hari kiamat, Nafie berkata: aku memberikan kabar bahwa Ummu
Salamah berkata, bagaimana kita, Nafie‟ menjawab: satu jengkal,
Ummu Salamah bertanya: ketika aku mengawali dengan kakiku,
Nafie‟ menjawab: satu dzira‟ maka kamu jangan
menambahkannya. (H.R. Ahmad bin Hanbal)
25
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1992), hlm.
160
26 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, hlm. 161
27 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Lebanon: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah, 2008),
hlm.14
45
d) Berjalan dengan sederhana
dalam berjalan hendaknya dengan cara yang sederhana, janganlah
berjalan dengan cara tergesa-gesa dan janganlah berjalan dengan terlalu
lamban.28
Dalam Tafsir Al-Misbakh dijelaskan bahwa cara melangkah,
janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah
dengan lemah lembut penuh wibawa.sesungguhnya Allah tidak menyukai
yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri, bersikaplah sederhana
dalam berjalan, yakni jangan membusungkan dada jangan juga merunduk
bagaikan orang sakit. jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat
perlahan menghabiskan waktu.dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak
terdengar kasar bagaikan teriakan keledai.sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai karena awalnya siulan yang tidak menarik
akhirnya tarikan nafas yang buruk.
e) Jangan terlalu keras ketika berbicara
Kata ughdudh ( اغضض ) terambil dari kata غض (ghadbdh dalam
arti penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Mata
dapat memandang ke kiri dan ke kanan secara bebas.perintah ghabdh jika
ditujukan kepada mata maka kemampuan itu hendaknya di batasi dan
tidak digunakan secara maksimal.demikian juga suara.dengan perintah di
atas,seorang diminta untuk tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi
dengan suara perlahan namun tidak harus berbisik.29
Ketika berbicara sebaiknya mengurangi tingkat kekerasan
suaranya, dan pendekanlah cara bicaranya, janganlah meninggikan suara
bilamana tidak diperlukan sekali. Kemudia Luqman al-Hakim
menjelaskan illat (penyebab) mengapa hal itu dilarang, sebagaimana
yang disitir oleh firman-Nya :
........
28
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, hlm, 3211
29M. Quraisy Shihab, Tafsir Al mishbah, hlm. 139-140
46
Sesungguhnya suara yang paling buruk adalah suara keledai.(Q.S.
Luqman/31: 19)30
Sesungguhnya suara yang paling yang buruk dan paling jelek, karena ia
dikeraskan lebih daripada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah
suara keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan
suaranya itu berarti suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini
ketinggian nada dan kekerasan suara, dan suara yang seperti itu sangat
dibenci oleh Allah SWT.
Didalam ungkapan ini jelas menunjukan nada celaka dan kecaman
terhadap orang yang mengeraskan suaranya, serta anjuran untuk
membenci perbuatan tersebut. Di dalam ungkapan ini yaitu menjadikan
orang yang mengeraskan suaranya diserupakan dengan suara keledai,
terkandung pengertian mubalaghah untuk menanamkan rasa antipati dari
perbuatan tersebut. Hal ini merupakan pendidikan dari Allah untuk
hamba-hamba-Nya agar mereka tidak mengeraskan suaranya dihadapan
orang-orang karena meremehkan mereka, atau yang dimaksud ialah agar
mereka meninggalkan perbuatan ini secara menyeluruh (dalam kondisi
apapun).31
Pendidikan yang di ambil dari ayat tersebut rendah hati, rendah hati
adalah suatu sikap atau kepribadian di mana seseorang tidak sombong
ataupun tinggi hati, meskipun orang tersebut mempunyai keunggulan,
kelebihan dan prestasi tertentu di bandingkan dengan yang lainnya. Sifat
ini perlu kita ajarkan agar tidak menimbulkan sifat sombong, perlu di
ketahui rendah hati berbeda dengan " rendah diri " rendah diri adalah
sikap yang kurang baik, bahkan negative, dimana seseorang merasakan
kekhawatiran, takut, tidak mampu tidak percaya diri, dan minder anak
yang rendah diri biasanya cenderung menyendiri dan sulit bergaul
dengan teman-temannya, seorang anak yang rendah diri sudah barang
tentu sulit untuk berkembang dan prestasi secara baik.
30
Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 581
31 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, hlm. 163
47
C. Pembentukan Akhlak Anak Menurut Surat Luqman ayat 12-19
Sebagaimana kita ketahui pendidikan merupakan suatu yang sangat
penting bagi manusia. Dan Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang
sangat penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan
merupakan sebuah kewajiban, sebagaimana dalam hadits Nabi yang berbunyi :
Diceritakan oleh Hisyam bin ammar, Hafs bin Sulaiman menceritakan
kepadaku, Katsir bin syindhir dari Muhamad bin Siirin dari anas bin Malik
berkata: Rasulullah bersabda “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim,
dan menyandarkan ilmu pada orang yang bukan ahlinya itu seperti
mengikuti babi untuk berlian, intan, dan emas (H.R. Ibnu Majah)
Bila melihat dalam Al Quran banyak ide atau gagasan kegiatan atau
usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat Luqman ayat 12-19.
Dalam Al Quran surat Luqman tidak menjelaskan banyak tentang kehidupan
Luqman hanya menjelaskan tentang wasiatnyankepadanputranya yang merupakan
konsep pendidikan bagi anak untuk dikembangkan dalam kehidupan di era
sekarang.
Adapun pokok-pokok pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-19 ,
dalam garis besarnya terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan Aqidah, pendidikan
berbakti (ubudiyah), dan pendidikan akhlak ( budi pekerti ). Isi nasihat itu adalah
pesan-pesan pendidikan yang seharusnya dicontoh oleh setiap orang tua muslim
yang memikul tanggung jawab pendidikan terhadap anak-anaknya. Ini adalah
sebagai isyarat dari Allah SWT supaya setiap orang tua dapat melaksanakan
konsep pendidikan terhadap anak-anaknya sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Luqman. Dan pada ayat 13 sampai 19 terdapat beberapa beberapa nasihat Luqman
32
Al Hafid Abi Abdillah Muhamad bin Yazid al Qazwiny, Sunan Ibnu Majah, Jilid I
(Indonesia: Darul Fikr, tt), hlm. 80
48
al-Hakim kepada anaknya yang sarat akan nilai-nilai sebagai konsep pendidikan
yang harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya.
Sebagaimana Allah SWT telah menjadikan Luqman dan anaknya sebagai
contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anaknya dan contoh tersebut
dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAWnuntukndisampaikannkepadansegenapnumatnya. Proses pendidikan yang
diajarkan oleh Luqman al Hakim diantaranya sebagai berikut :
1.nPendidikannAqidah
Pokok pikiran yang sangat fundamental yang diajarkan Luqman al-hakim
kepada anaknya adalah mengenai masalah aqidah yang merupakan sumber
pokok keimanan seorang hamba Allah. Aqidah merupakan keyakinan untuk
hanya mengabdi kepada Allah, atau ajaran yang mengesakan Allah. Pendidikan
ini terlihat dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi :
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Q.S. Luqman/31:13)33
Pembelajaran yang digunakan Luqman al Hakim dalam mendidik
anaknya yaitu dengan bahasa dan nada yang lembut sebagai ungkapan kasih
sayang kepada anaknya yakni “Hai Anakku”, disitu menandakan ada
“mahabbah”34
dari orang tua ke anak, inilah yang patut diterapkan di era
keluarga sekarang agar anak tidak terbiasa mendengar perintah yang bermotif
kasar. Oleh karena itu ia menyatakan tentang pendidikan aqidah dengan bahasa
yang lembut dengan harapan agar pendidikan ini mudah diterima, dicerna dan
dilaksanakan oleh anak. Luqman menyadari bahwa keimanan kepada Allah
Yang Maha Esa merupakan fondasi yang utama dalam kehidupan seorang anak
dalam melakukan berbagai ibadah, ibadah yang benar adalah apabila dilandasi
33
Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 582.
34 Muhamad Nawawi Al-Jawi, Tafsir An-Nawawi, Jilid 2, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al Islami,
tt), hlm. 171
49
oleh keyakinan yang benar, dan keyakinan yang benar dalam keyakinannya
adalah keimanan kepada Allah Yang maha Esa.
Bertolak pada uraian di atas, maka jelas bahwa permasalahan tauhid yang
diprofilkan melalui pesan Luqman kepada anaknya, dan sekaligus
memerintahkannya. Pesan mulia orang tua kepada anak ini terjadi karena sikap
tulus orang tua yang bijaksana terhadap nasib masa
depannanaknya.nInilahnpesannsecaranemosionalnyangnsangatnmenonjolnsehi
ngganperlundilakukan adanya sebuah pendidikan di tengah keluarga.
Persoalan jangan menyerikatkan Allah SWT ( Syirik) itu, yang dalam
ajaran Islam masuk dalam bidang tauhid, aqidah, adalah merupakan landasan
pokok dalam kehidupan manusia. Tidak heran apabila soal itu diletakkan pada
nomor satu dalam urutan rangkaian nasihat itu. Syirik adalah penyakit berat
dan sangat berbahaya. Syirik disebut kezhaliman yang besar karena seorang
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, Seseorang tidak pantas melakukan
ibadah kepada selain Allah SWT.
2. Pendidikan “Birrul Walidain"
Salah satu ajaran Islam yang termasuk dalam bidang kebaktian dan
akhlak, yang diperintahkan kepada manusia melaksanakannya, ialah berbuat
baik dengan ibu dan bapak atau yang lebih dikenal dengan “birrul walidain”,
yakni dengan menghormati dan taat terhadap kedua orang tua itu wajib dengan
ketentuan tidak melanggar atau melenceng dari perintah Allah.35
Ini
memberikan isyarat bahwa kedua orang tua wajib dimulyakan karena jasa-
jasanya kepada anak yang tak terhingga. Dalam hal ini penghargaan secara
khusus diberikan kepada ibu, karena ia telah mengandung anaknya selama
sembilan bulan dilanjutkan dengan menyusukannya selama dua tahun. Pada
periode yang demikian terkandung masyaqat yang sangat berat bagi seorang
ibu sehingga dalam bahasa al-Qur‟annya adalah artinya dalam
keadaan susah yang sesusah-susahnya ini dialami seorang ibu.
35
Imam Fahrudin, At Tafsir Al Kabir, Jilid 13, (Lebanon: Dar al Kotob al Alamiyah, 1990),
hlm. 129
50
Yang dimaksud dengan "berbuat baik kepada orang tua" adalah agar
manusia selalu bersyukur setiap saat menerima nikmat yang dilimpahkan
kepada mereka, dan berterima kasih serta menghormati kepada orang tua
karena mereka telah membesarkan, memelihara, mendidik dan
bertanggungjawab atas kehidupan anak-anaknya. Sejak mereka dalam
kandungan sampai pada suatu saat ketika anak-anaknya sanggup berdiri
sendiri.
3. pendidikan tentang Salat
Setelah Luqman menegaskan rnasalah keimanan hanya kepada Allah,
berbuat baik kepada kedua orang tua dan kesadaran seseorang bahwa tiap
perbuatan akan mendapatkan balasan dari Allah, kemudian Luqman al Hakim
mengajarkan tentang mendirikan salat yang mencakup semua syarat dan rukun-
rukunya.
Karena pentingnya perbuatan salat ini rnaka Luqman mengajarkan
kepada anaknya untuk mendirikan salat. Pendidikan salat harus mendapatkan
perhatian sejak awal dalam kehidupan seorang anak untuk menunjukkan bahwa
sangat pentingnya ibadah salat ini. Hal ini senada dengan ajaran Islam, bahwa
kewajiban bagi para orang tua untuk mendidik anaknya rnelakukan salat,
kewajiban ini dimulai sejak si anak umur 7 tahun, sebagaimana dalam hadits
yang berbunyi :
Diriwayatkan oleh Abdullah, ayahku menceritakan kepadaku,
mengatakan kepada kami, diceritakan oleh Waqi, diceritakan oleh sawar
bin Daud dari Amr‟ bin Syu‟eb, dari bapaknya, dari kakeknya berkata
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Perintahkanlah anak-anakmu
untuknmengerjakannshalatnketikantelahnberumurn7ntahun,ndannapabila
telahnberumurn10ntahun,nmakanpukullahndiankarenanmeninggalkannya
36
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Lebanon: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah, 2008), hlm. 583
51
dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya, bapaku berkata: At-
Tufawii Muhamad bin Abdurahman berkata: dalam hadis ini Sawar Abu
Hamzah telah lupa ”(HrnAhmad bin Hambal).
Dari hadits di atas dapat dipahamkan, bahwa setelah seseorang anak
mempunyai landasan aqidah yang kuat untuk menjalankan ibadah, kemudian
anak harus sedini mungkin diajari tentang bagaimana cara melakukan salat
sebagai bentuk latihan beribadah bagi anak. maka Rasulullah mewajibkan
kepada orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan salat setelah berumur
7 tahun.
Halninindipertegasndalamnhadits tadi yang telah disebutkan
diatas,nyangnmenyatakannmengapandituntut untuk memerintahkan anak yang
masih kecil untuk melakukan shalat?. Maksudnya, agar anak itu terbiasa
melakukan salat, sehingga ketika kelak sudah baligh, salat itu menjadi
kebiasaannyangnsulitnditinggalkan. Usaha untuk membina dan membimbing
rumah tangga haruslah ditingkatkan kerja sama secara terus menerus antara Ibu
dengan Bapak serta anggota keluarga lainnya, dengan membiasakan salat
berjamaah di rumah, inilah cara yang efektif untuk memberikan pendidikan
salat kepada anak agar tidak mudah meninggalkan salat yang telah menjadi
kewajiban setiap muslim.
4. Pendidikan “Amar Ma’ruf Nahi mungkar”
Dalam sebuah keluarga kedua orang tua menjadi figur bagi anak-anaknya
dalam berprilaku dalam kehidupan nyata sehingga disini kedua orang tua harus
benar-benar bertindak sesuai nilai syari‟at, aturan normatif yang benar, karena
jika anaknya masih belum taklif dan melakukan kesalahan maka kedua orang
tuanyalah yang menanggung dosanya, maka dari itu pembelajaran amar ma’ruf
nahi mungkar itu perlu ditanamkan sedini mungkin dalam lingkungan
keluarga.
Anak akan memiliki kepribadian yang kuat jika penanaman amar ma’ruf
nahi mungkar sejak dini dalam keluarga sehingga anak mempunyai sebuah
kemampuan untuk menjaga diri dari segala perbuatan keji dan mungkar dalam
perkembangannya.
52
5. Pendidikan Budi Pekerti atau Akhlak
Pendidikan yang terakhir yang diajarkan oleh Luqman al Hakim kepada
anaknya adalah pendidikan budi pekerti, atau akhlak dalam hidup
bermasyarakat, diantaranya:
a). Ketika berhadapan dengan orang lain, ketika berbicara maka hadapkanlah
dengan muka yang sempurna karena rendah hati dan sebagai rasa hormat,
jangan menghadapkan muka dengan orang lain dengan sebagian muka
atau hanya menampakan bagian samping muka (pipi) saja karena semacam
ini adalah kebiasaan orang-orang yang sombong.37
Termasuk dalam budi
pekerti, sopan santun dan akhlaq al karimah adalah apabila seseorang
sedang berbicara dengan orang lain, hendaklah ia menghadapkan muka
kepada orang tersebut. Menghadapkan muka adalah sebagai isyarat
menghadapkan hati, apabila seseorang sedang bebicara dengan orang lain,
dan mukanya dihadapkan ke arah yang lain, tentu perbuatan yang
semacam ini akan menyinggung perasaan.
b). Pengertian al mukhtal dalam ayat 18 ini yaitu seseorang yang berjalan
karena mempunyai kebanggaan dan congkak yang tidak ada
kemaslahatannya sama sekali dengan urusan agama dan urusan dunia.38
Hendaklah sederhana ketika berjalan dan lemah lembut dalam berbicara,
sehingga orang yang melihat dan mendengar merasa senang dan tenteram
hatinya. Berbicara dengan suara yang keras, angkuh, dan sombong
dilarang Allah, karena pembicaraan yang demikian itu tidak enak didengar
dan menyakitkan hati. Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan
dan berbicara bukanlah berjalan itu harus menunduk dan berbicara dengan
lunak, tetapi berbicara dengan sopan dan lemah lembut sehingga orang
lain senang mendengarnya.
37
Nidzomudin Hasan, Tafsir Ghoro’ibul Qur’an, Jilid V, (Lebanon: Dar al Kotob al
Alamiyah, 1996), hlm. 426
38 Nidzomudin Hasan, Tafsir Ghoro’ibul Qur’an, Jilid V, hlm. 426
53
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini penulis sajikan mengenai ringkasan dari beberapa
pembahasan yang telah penulis paparkan diatas dengan judul “Pembentukan
Akhlak Anak dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19, serta sekaligus
merupakan jawaban dari rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan ini.
Begitu juga penulis sajikan saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
kedepan bagi pendidik, lembaga pendidikan, serta bagi peneliti yang selanjutnya.
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya bahwa pembentukan
akhlak anak menurut Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19 dapat disimpulkan :
a. Tujuan
Pembentukan akhlak anak agar anak mempunyai kepribadian yang selalu
condong untuk melaksanakan perbuatan yang baik (akhlaqul karimah) dan
menjauhi perbutan-perbuatan yang jahat (akhlaqul madzmumah), karena inti
dasar taqwa adalah berakhlak mulia, berbuat baik dan berbudi luhur.
b. Materi
Materi pendidikan yang terkandung dalam surat Luqman ayat 12-19,
diantaranya :
1) Pendidikan aqidah
Pendidikan aqidah dalam hal ini maksudnya berkaitan dengan ajaran
tauhid atau ajaran mengesakan Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya,
dan mensyukuri segala nikmat-Nya. Kewajiban orang tua muslim adalah
memelihara aqidah anak-anaknya agar tidak sampai dikotori oleh
kepercayaan atau keyakinan yang salah.
2) Pendidikan birrul walidain
Menghormati dan taat terhadap kedua orang tua itu wajib dengan
ketentuan tidak melanggar atau melenceng dari perintah Allah. Ini
memberikan isyarat bahwa kedua orang tua wajib dimulyakan karena
jasa-jasanya kepada anak yang tak terhingga. Dalam hal ini penghargaan
54
secara khusus diberikan kepada ibu, karena ia telah mengandung anaknya
selama sembilan bulan dilanjutkan dengan menyusuinnya selama dua
tahun.
3) Pendidikan salat
Pendidikan salat harus mendapatkan perhatian sejak awal dalam
kehidupan seorang anak untuk menunjukkan bahwa sangat pentingnya
ibadah salat ini. Hal ini senada dengan ajaran Islam, bahwa kewajiban
bagi para orang tua untuk mendidik anaknya rnelakukan salat, kewajiban
ini dimulai sejak si anak umur 7 tahun.
4) Pendidikan amar ma’ruf nahi mungkar
Anak akan memiliki kepribadian yang kuat jika penanaman amar ma’ruf
nahi mungkar sejak dini dalam keluarga sehingga anak mempunyai
sebuah kemampuan untuk menjaga diri dari segala perbuatan keji dan
mungkar dalam perkembangannya.
5) Pendidikan budi pekerti atau akhlak
Keluarga memegang peranan penting sekali dalam pendidikan akhlak
untuk anak-anak sebagai institusi yang pertama berinteraksi dengan anak.
Oleh sebab itu, haruslah keluarga mengambil posisi tentang pendidikan
ini, mengajar mereka akhlak yang mulia yang diajarkan Islam seperti
kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah,
pemberani dan lain sebagainya.
c. Metode
Metode yang digunakan dalam pembentukan akhlak anak menurut a-
Qur’an surat Luqman ayat 12-19, yaitu :
1. Metode pembiasaan
Dalam membentuk akhlak anak dengan pembiasaan-pembiasaan akan
dapat memasukan unsur-unsur positif dalam diri anak yang sedang
tumbuh, karena kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah terbentuk pada diri
seorang anak akan merasa ringan untuk mengerjakan apa-apa yang telah
menjadi kebiasaanya.
55
2. Metode keteladanan (figurisasi)
Metode pembiasaan tidak akan sempurna jika tidak tidak diiringi dengan
metode keteladanan, karena anak mempunyai rasa imitatif yang tinggi,
jadi perlu adanya seorang figur yang dijadikan contoh untuk ditiru.
Secara psikologis anak senang meniru, tidak saja yang baik-baik yang
jelek pun ditirunya, dan secara psikologis pula manusia membutuhkan
tokoh teladan dalam hidupnya. Disinilah letak relevansi dan keterkaitan
antara metode keteladanan dengan metode pembiasaan, artinya pendidik
tidak hanya bisa bicara (memerintah) tetapi juga harus mampu menjadi
teladan yang baik bagi anak
B. Saran-saran
Dari pemaparan diatas, maka peneliti akan memberikan saran bagi :
1. Bagi pendidik
Dari konsep pembentukan akhlak anak dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat
12-19 diharapkan menjadi wahana yang konstruktif bagi peningkatan guru
Pendidikan Agama Islam kedepan.
2. Bagi lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara
pendidik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka dalam hal
ini lembaga pendidikan dituntut untuk bersikap terbuka terhadap lingkungan
sekitarnya, baik dari perkembangan zaman maupun dari tuntutan
masyarakat, karena lembaga sekolah disebut sebagai lembaga investasi
manusia.
3. Bagi peneliti
Bahwa hasil dari analisis tentang pembentukan akhlak anak menurut al-
qur’an surat luqman ayat 12-19 ini masih banyak kekurangannya, maka dari
itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penulisan
ini.
56
C. Penutup
Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan kekuatan, rakhmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Penulis menyadari
meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu semata-
mata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari
berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang untuk mencapai
kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi
sumbangsih kepada penulis, baik berupa tenaga maupun do’a. Semoga
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Ghofar et.,all., Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir, terj. Tafsir Ibnu
Katsir, Jilid VII, Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i, 2008.
Abdul Wahid, Ramli, Ulumul Qur’an I, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002.
Ad-Damanhuri, Ahmad, Idohul Mubham, Semarang: Toha Putra, tt.
Ahid, Nur, Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Bin Hanbal, Ahmad Musnad Ahmad, Lebanon: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah,
2008.
Al-Farmawi, Abdul al Hayy, Metode Tafsir Mawdhu’iy Sebuah Pengantar,
Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 1996
Al Ghozali, Imam, Ihya Ulum al Din, jilid III, Indonesia: Dar Ihya al Kotob
al Arabi, tt.
A. Kaufman, Roger, Educational System Planing, New Jersey: Englewood
Cliffs, 1972
Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006.
Al-Jawi, Muhamad Nawawi, Tafsir An-Nawawi, Lebanon: Dar Al-Kotob Al
Islami, tt.
Anis, Ibrahim, Al mu’jam Al Wasith, Mesir: Darul Ma‟arif, 1972
Amin, Ahmad, Kitab Al-Akhlak, Kairo: Darul Kutub Al-Mishriyah, tt
Baha‟udin, “Konsepsi Abdulloh Nashih Ulwan tentang Metode Pendidikan
Moral Anak Dalam Keluarga: Telaah Kitab Tarbiyatul Aulad fil
Islam”, Skripsi, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an I, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.
Fahrudin, Imam, At Tafsir Al Kabir, Lebanon: Dar al Kotob al Alamiyah,
1990.
Ghoffar, M. Abdul dan al-Atsari, Abu Ihsan, Tafsir ibnu Katsir, Terj.
Lubaabut tafsir Min ibni katsir, Jakarta: Pustaka Imam Asyafi‟i, 2008.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz XX, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998.
Hanbal, Ahmad bin, Musnad Ahmad, Lebanon: Dar Al-kotob Al-Ilmiyah,
2008.
Hasan, Nidzomudin, Tafsir Ghoro’ibul Qur’an, Jilid V, Lebanon: Dar al
Kotob al Alamiyah, 1996.
Hasbi Ash Shiddieqy, Muhammad, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Qur’anul
Karim, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
............................................................., Tengku, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-
Nuur, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000.
Hasyim, Umar, Cara Mendidik Anak dalam Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu,
1983.
Isa at-Tirmidzi, Muhamad, Sunan at-Tirmidzi, Lebanon: Dar al Kotob al-
Ilmiyah, 2008.
Jawas, Yazid bin Abdul Qodir, Syarah Aqidah Ahlussunah Waljama’ah,
Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2006.
Junaedi, Mahfud, Kiai Bisri Musthafa, Pendidikan Keluarga Berbasis
Pesantren, Bandung: Walisongo Press, 2009.
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta; Pustaka
Pelajar, 2009.
Moleong, Lexy j. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Offset
Rosda Karya, 2011
Muhadjir , Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin,
1996.
Muhamad, Abu Bakar Sayid, I’anatutholibin, Jilid I, Libanon: Darul Fikr,
2005.
Muhamad bin Yazid Al Qazwiny, Al Hafid Abi Abdillah, Sunan Ibnu Majah,
Jilid I Indonesia: Maktabah Dahlan, tt.
Muslim, Imam Abi Al-Husaini, Shahih Muslim, Juz IV, Beirut Libanon: Dar-
Ahya‟ Al-Turatsi Al-„Arabi, t.th.
Mustafa Al-maraghi, Ahmad, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, Juz
XXI, Semarang : Toha Putra, 1992.
Nasution, Metode Reseach Penelitian Ilmiah, Edisi I, Jakarta : Bumi Aksara,
2001.
Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini, Yogyakarta; Grafindo Litera media;
2010.
Quthb, Sayyid, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, Terj. As‟ad Yasin dan Abdul Aziz
Salim basyarahil, Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, Jilid XXI, Jakarta :
Gema Insani Press, 2002.
Sakho Muhammad, Ahsin, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Edisi yang
Disempurnakan, Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an, Vol. 11, Jakarta: Lentera Hati‟ 2002.
Soegeng, A.Y. Filsafat Pendidikan; Latar Belakang dan Penerapannnya,
Semarang; IKIP PGRI Semarang Press, 2007.
Soenarjo, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta; CV. Karya Insan
Indonesia; 2002.
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta; Aksara Baru, 1982.
Syadali, Ahmad dan Rofi‟i, Ahmad, Ulumul Qur’an I, Bandung; Pustaka
Setia, 2000.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, bandung, 1997
Yusrina, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak
Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro, Skripsi, Jakarta: Fakultas
Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah, 2006
Zainuddin, Ahmad, “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Keluarga dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak: Kajian Tehadap Surat At-
Tahrim ayat 06”, Skripsi, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2006.
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Khoirul Umam
2. Tempat &Tgl. Lahir : Pemalang, 02 November 1983
3. NIM : 083111076
4. Alamat Rumah : Ds. Karangmoncol RT.11, RW.03
Randudongkal-Pemalang
Hp : 085 726 808 310
Email : [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD N 01 Karangmoncol (Lulus Tahun 1996)
b. SMP N 01 Randudongkal (Lulus Tahun 1999)
c. SMA N 03 Pemalang (Lulus Tahun 2002)
d. Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
2. Pendidikan Non-Formal
a. Pondok Pesantren SALAFIYAH Kauman Pemalang (1999-2004)
b. Pondok Pesantren APIK Kauman Kaliwungu (Lulus Tahun 2008)
Top Related