i
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DENGAN PENDEKATAN CTL
DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS & MAHA>RAT AL-KALA>M
(STUDY PTK DI MA PEMBANGUNAN UIN JAKARTA)
Tesis
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Dalam Bidang Pendidikan Islam
Oleh:
Leo Satria
21171200000039
Promotor:
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
Konsentrasi Pendidikan Islam
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2020
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur disampaikan ke hadirat Allah SWT,
karena dengan segala rahmat, taufik, inayah dan hidayahnya-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Pembelajaran Bahasa Arab Dengan
Pendekatan CTL Dalam Meningkatkan Kreativitas & Maharat Al-Kalam (Study
PTK Di MA Pembangunan UIN JAKAR)”. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya. Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Magister Kajian Islam dalam bidang Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran, motivasi, bantuan dan kritikan kepada
penulis sehingga tesis ini dapat diwujudkan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, dan kepada Prof. Dr.
Phil. Asep Saepudin Jahar, MA dan Arif Zamhari, M.Ag, Ph.D selaku Direktur dan
Ketua Program Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta dan para staf akademik yang telah banyak membantu
selama proses pembelajaran penulis tempuh.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ahmad
Thib Raya, MA selaku promotor yang telah membimbing, mengarahkan dan
memberikan kritik serta saran dalam penulisan penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada guru-guru penulis Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Prof.
Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA., Prof. Dr. Didin Saepudin, MA, Prof. DR. Zaenun
Kamal Fakih, MA, Dr. JM Muslimin, MA, Dr. Usep Abdul Matin., MA, Dr. Yuli
Yasin, MA, Arif Zamhari, MA, Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA, Dr, Muhbib Abdul
Wahab, MA, yang telah banyak membimbing dan memberikan kritik serta saran
dalam penulisan penelitian ini yang lebih baik.
Kepada para dosen atau para ahli di bidang pendidikan Islam dan terutama
pada bidang pendidikan bahasa Arab yang belum bisa penulis sebut satu persatu
yang telah memberikan masukan dan ilmu, bagaimana meramu bahan mentah
akademik menjadi sajian akademik yang bisa dinikmati banyak orang.
Selanjutnya penulis ucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya teruntuk
kedua orang tuaku tercinta tanpa mereka diri ini tidak ada apa-apanya. Penelitian ini
terselesaikan tentu berkat dukungan penuh baik moril maupun materil serta doa dari
v
kedua orang tua tercinta bapak Muhammad Zahri, S. Hum dan ibu Erna Dewi, SE
dan ayundaku tercinta Irza Zulaiha, S.kep beserta suami Fitra Windra, S. Hum,
adekku tersayang Tika Zahhara, SE, dan adik sulungku Agnes Intan Perira, dan
terkhusus ponakanku tersayang Adam Azka Al Akhtar di Muaradua Oku Selatan.
Beserta keluargaku tercinta yang berada di kota Tangerang Selatan, yaitu
wak Dr. Abu Yazid Bustomi, SE, MM, yang telah memberikan masukan dan arahan
serta motivasi selama penulis berada di Tangerang Selatan, dan wak Amrullah Uzir,
S.Ag yang sudah memberikan kontribusi positif untuk kemajuan berpikir penulis,
selanjutnya kepada om Qomarudin, SE, MM, om Aminudin, SH, om Fahrul, SE yang
telah mengajarkan arti hidup, terkhusus penulis ucakpan banyak terima kasih kepada
bibikku yang tersayang Hj. Siti Rohmah SE, dan Hj. Nurul Masjidah, SE, yang
sangat berpengaruh dalam suksesi perkuliahan, serta selalu memberikan motivasi,
support baik moril maupun materil yang tidak ternilai selama ini. Do’a penulis
semoga semua kebaikan dan keikhlasan keluarga besar di Tangerang Selatan dicatat
sebagai amal kebaikan dan dibalas dengan balasan yang paling sempurna oleh Allah,
Swt. dan tidak lupa kepada om H. Dr. Hepi Andi Bastoni yang telah memberikan
motivasi dan arahan dalam hal menulis, baik mengenai kesusatraan maupun karya
ilmiah. Dan terakhir kepada keluarga besar di dusun Komering Banton akas Zainudin
dan Umbay Samsiyah serta keluarga besar Alm. Kakek Ahmad Zumaidi, S.Ag dan
nenek Hj. Mayuroh yang selalu mendoakan di manapun penulis berada.
Tak terlupakan ucapan terima kasih kepada sahabat-sahabat selama kuliah,
angkatan Ganjil 2017, kepada Suci Eryzka Marza, S.Psi, MA, terimakasih yang
sedalam-dalamnya karena telah memberikan kontribusi positif dalam menyelesaikan
tahapan demi tahapan karya tulis ini. Kepada keluarga Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu penulis ucapakan
terimakasih sudah menjadi bagian cerita menarik dalam proses perkuliahan dan
pertemanan di masa studi terimaksih juga penulis haturkan karena sudah bersedia
menjadi sahabat selama menempu masa studi.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap civitas
akademik dari Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah bersedia memberi kesempatan dan kemudahan kepada penulis dalam
penyelesaian penelitian ini, terutama kepada kepala sekolah MA Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah beserta para staf dan dewan guru utamanya kepada guru bahasa
Arab di kelas XI yang telah sedikit banyak membantu kelancaran selama proses
penelitian berlangsung. Tidak terkecuali ucapan terima kasih kepada para Siswa/i
dari Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
bersedia mengisi angket serta berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran
berlangsung selama penelitian serta bersedia juga untu diwawancara guna
vi
memberikan informasi dan pengetahuan yang diperlukan penulis selama melakukan
penelitian ini.
Akhir kata, tidak ada kata sempurna dalam setiap langkah dan pemikiran
manusia, demikian juga penelitian ini tentunya memiliki banyak kekurangan dan
kesalahan. Maka sebagai insan akademik, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstuktif dari semua pihak demi terwujudnya karya yang lebih baik
di masa yang akan datang.
Atas berbagai bantuan tersebut, saya mohon kepada Allah Swt. agar
membalas kepada semua pihak yang telah membantu saya dengan balasan yang
paling sempurna.
Jakarta, Juni 2020
Leo Satria, S.Pd.I
vii
PEDOMAN TRANLITERASI
ARAB-LATIN
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ
r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص
d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
h = ه
w = و
y = ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fath}ah A A
Kasrah I I
D}ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
ى ... Fath}ah dan ya Ai a dan i
و ... Fath}ah dan wau Au a dan w
Contoh:
viii
h}aul : حول H}usain : حسي
C. Maddah
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah dan alif a> a dan garis di atas ــ ــا
Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ــــي
D}ammah dan wau u> u dan garis di atas ــــو
D. Ta’ Marbu>t}ah ( ة)
Transliterasi ta’ marbu>t}ah ditulis dengan “h” baik dirangkai dengan kata
sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah (مرأة) madrasah ( )مدرسة
Contoh:
al-Madi>nat al-Munawwarah : المدينةالمنورة
E . Shaddah
Shaddah/tashdi>d pada transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu.
Contoh:
nazzala : نزل
F. Kata Sandang
Kata sandang “ال ـ” dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika
diikuti huruf shamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis
“al” jika diikuti dengan huruf qamariyah. Selanjutnyaلا ditulis lengkap baik
menghadapi al-Qamariyah, contoh kata al-Qamar (القمر) maupun al-Shamsiyah
seperti kata al-Rajulu (الرجل) Contoh:
al-Qalam : القلم al-Shams : الشمس
ix
ABSTRAK
Berbicara menggunakan bahasa Arab baik lisan maupun tulisan bukanlah
suatu hal yan mudah utamanya pada siswa, berdasarkan hasil study lapangan melalui
wawancara kepada siswa diperoleh bahwa kesulitan tersebut dikarenakan banyak
hal, seperti sulit memahami kalimat berbahasa Arab, sulit menghafal kosa katanya,
siswa kurang minat terhadap mata pelajaran tersebut, media yang digunakan oleh
guru membuat mengantuk, strategi yang digunakan kurang kreatif & efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang pembelajaran pada mata pelajaran
bahasa Arab dengan menggunakan strategi pembelajaran CTL, menerapkan strategi
pembelajaran CTL pada materi Maharat al-kalam, meningkatkan kreativitas dan
kemampuan kalam siswa menggunakan strategi pembelajaran CTL. Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas, pada proses pembelajarannya menerapkan
strategi pembelajaran CTL.
Penelitian ini mendukung teori dari Berns & Erickson (2001) yang kemudian
dikembangkan oleh Elaine B. Johnson (2014), menekankan perlu adanya keterkaitan
materi atau konten yang telah dipelajari, dengan kehidupan nyata. Tesis ini juga
mendukung hasil penelitian Muzdalifah (2009) bahwa CTL dapat diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Arab dengan beberapa upaya. Senada juga dengan hasil
penelitian Tito Dimas Atmawijaya (2008), bahwa CTL dapat diterapkan untuk
pembelajaran bahasa Arab dengan tidak asal campur antara strategi CTL dengan
metodologi pengajaran bahasa Arab.
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif, adapun
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif-analitik. Dengan
menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK), dengan 4 tahap, yaitu yaitu
planning, acting, observing, dan reflecting. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas
XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan jumlah 77 siswa.
Teknik yang digunakan untuk menentukan subjek dalam penelitian ini adalah teknik
random sampling atau yang sering dikenal dengan pengembilan sampel secara acak.
Berdasarkan hasil penilaian observasi dan beberapa data yang bersumber
dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan kreativitas dan
kemampuan kalam bahasa Arab melalui Contextual Teaching and Learning
menunjukkan hasil yang baik. Hal itu dapat dilihat dari beberapa tahapan penelitian
(Planning, Acting, Observing, Reflecting) di siklus I dan Siklus II mengacu pada
teori dari Suharsimi Arikunto. Analisis peneliti pada siklus I sebagai (pre-test) yaitu
dengan nilai rata-rata siswa 6
20 , jika dikategorisasi maka hasil yang tidak mendekati
1 mengarah ke atas disebut kurang baik. Adapun hasil analisis peneliti pada siklus II
sebagai (post-test), mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata siswa 16
20 , yang
jika itu dikategorisasikan maka hasilnya sudah mendekati 1 mengarah ke atas
disebut baik.
Adapun faktor-faktor yang mendukung dalam pelaksaan penelitian adalah
metode/strategi yang digunakan, materi yang diajarkan, faktor guru, media,
kurikulum yang digunakan dan manajemen madrasah itu sendiri. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah rendahnya minat dan motivasi peserta didik dalam pelajaran
x
bahasa Arab, kurangnya pembendaharaan kosa kata bahasa Arab yang dimiliki
siswa, belum ada lingkungan/manajemen waktu untuk berbahasa, kemudian waktu
untuk memperdalam bahasa Arab itu sendiri, serta sarana dan prasarana yang
mendukung.
Kata kunci : PTK, strategi pembelajaran CTL, kreativitas dan kemampuan kalam
siswa.
xi
ABSTRACT
Speaking in Arabic both oral and written is not an easy thing in the students,
based on the results of the study field through interviews to students that the
difficulties are due to many things, such as difficult to understand the Arabic
sentences, difficult to memorize the vocabulary, students less interest in the
subjects, the media used by the teacher makes drowsiness, strategies used less
creative & effective.
The study aims to design learning in Arabic subjects using the CTL Learning
Strategy, Implementing CTL learning strategies on the Maharat al-Kalam material,
enhancing the creativity and ability of the students using the CTL learning strategy.
This research is a class action study, in the process of learning the CTL strategy.
The study supported the theory of Berns & Erickson (2001) which was later
developed by Elaine B. Johnson (2014), emphasizing the need for the association of
Materials or content that has been studied, with real life. This thesis also supported
the research results of Muzdalifah (2009) that the CTL can be applied in Arabic
language learning with some efforts. Similarly, the research results Tito Dimas
Atmawijaya (2008), that the CTL can be applied to the learning of Arabic language
with no origin mix between the CTL strategy and the Arabic language teaching
methodology.
This type of research is categorized as qualitative research, as the approach
is a descriptive-analytic approach. By using class Action research method (PTK),
with 4 stages, namely planning, acting, are, and reflecting. The target of this research
is the student of XI MA development of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta with 77
students. The technique used to determine the subject in this study is a random
sampling technique or that is often known as random sample updating.
Based on the results of the observation assessment and some data sourced
from the results of the research, it can be concluded that the efforts to improve the
creativity and ability of the Arabic language through Contextual Teaching and
Learning shows good results. It can be seen from several stages of research
(Planning, Acting, are, Reflecting) in cycle I and cycle II refers to the theory of
Suharsimi Arikunto. Analysis of researchers on cycle I as (pre-Test) is with the
average value of students 6/(20), if categorized then a result that is not close to 1
point upwards is called less good. As for the results of the analysis of researchers on
cycle II as (post-Test), experienced an increase with the average value of students
16/(20), which if it is categorized then the result is approaching 1 point upward is
called good.
The supporting factors in the research implementation are the
methods/strategies used, the material being taught, the teacher factor, the media,
the curriculum used and management of the Madrasah itself. While the inhibiting
factor is the low interest and motivation of learners in the Arabic language lesson,
the lack of your vocabulary of the Arabic language students have, there is no
environment/time management to speak, then time to deepen the Arabic language
itself, as well as supporting facilities and infrastructure.
xii
Keywords: PTK, CTL Learning strategy, creativity and ability Kalam
students.
xiii
خلاصة البحث
التحدث باللغة العربية سواء الشفهية أو المكتوبة ليس بالأمر السهل في الطلاب، استنادا إلى نتائج مقابلات مع الطلاب أن الصعوبات ترجع إلى أشياء كثيرة، مثل صعوبة فهم الجمل مجال الدراسة من خلال
العربية، وصعوبة حفظ المفردات، وقلة اهتمام الطلاب بالمواد، ووسائل الإعلام التي يستخدمها المعلم تجعل .النعاس، والاستراتيجيات المستخدمة أقل إبداعا وفعالية
تصميم تعلم اللغة العربية باستخدام إستراتيجية التعليم و التعلم أهداف: عدة يهدف هذا البحث إلى والتكلم باللغة العربية الإبداعي مهارت في مادة مهارة الكلام. تحسين CTL. تنفيذ إستراتيجية CTLالسياقي
لذي يركز ا(PTK) الصفي البحث الإجرائي هذه الدراسة عبارة عن .CTLلدى الطلاب باستخدام إستراتيجية
. CTLبشكل خاص على تنفيذ استراتيجية
.Elaine B( التي طورها لاحقا 2001) Berns & Ericksonدعمت هذه الدراسة نظرية
Johnson (2014،) داخل الفصل بالحياة الواقعية. ودعمت التي تمت دراستهوالذي أكد على أهمية ربط الموادفي تعلم اللغة العربية يعمل بشكل أفضل CTLتطبيق ( القائلة بأن2009هذه الدراسة وجهة نظر مزدلفة )
CTLتطبيق (، القائلة بأن2008عندما يتم مع بعض التعديلات، كما دعمت وجهة نظر تيتو ديماس أتماويجايا )
ومنهجية تعليم اللغة CTLشكل فعال عندما يتم ذلك دون الخلط بين استراتيجية في تعلم اللغة العربية يكون ب العربية. تستخدم هذه الدراسة طريقة البحث النوعي والمنهج الوصفي التحليلي كما تستخدم منهج البحث العملي
77البحث في الفصول الدراسية بمراحله الأربع وهي التخطيط والتصرف والمراقبة والتفكير. ويأخذ هذا
جامعة شريف هداية الله بجاكرتا. والتقنية مشاركا من الصف الحادي عشر مدرسة فمبانجونان الثانوية الإسلامية المستخدمة لتحديد الكائن المبحوث في هذه الدراسة هي تقنية أخذ العينات العشوائية.
ة العربية لدى الطلاب. يحسن الإبداع وقدرة اللغ CTLيلخص هذا البحث إلى أن استخدام استراتيجية وهي التخطيط والتصرف والمراقبة والتفكير، والتي صنفت إلى دورتين من خلال المراحل الأربع ويمكن رؤيته
وهما الدورة الأولى والدورة الثانية. من تحليل الدورة الأولى وهي اختبار تمهيدي، تظهر النتيجة أن الطلاب (، والتي إذا تم تصنيفها، فالنتيجة لن تكون قريبة من وصفها 20/ ) 6متوسط المعدل التراكمي يحصلون على
بأنها جيدة. وفي الوقت نفسه، تظهر نتيجة تحليل الدورة الثانية )اختبار نهائي( زيادة في متوسط المعدل التراكمي ة. (، والتي إذا تم تصنيفها، فالنتيجة تزيد بمقدار نقطة واحدة ويمكن وصفها بأنها جيد20/ ) 16
العوامل الداعمة لنجاح هذا التطبيق هي طرق التدريس، المواد التعليمية، المعلم، وسيلة التدريس العوامل الحاجزة هي نقص الإهتمام والدافع لدى والتعلم، المناهج الدراسية، وإدارة المدرسة نفسها. في حين أن
ى الطلاب، عدم وجود بيئة أو الوقت الكافي الطلاب في درس اللغة العربية، نقص معرفة المفردات العربية لد للتحدث وتعميق اللغة العربية نفسها، فضلا عن البنية التحتية والمرافق كافية لدعم المنفذ التعلم.
، (PTK) البحث الإجرائي الصفي ، CTLإستراتيجية التعليم و التعلم السياقي : الكلمات المفتاحية ة قدرة الإبداع والتكلم باللغة العربي
xiv
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN i
SURAT PERSETUJUAN PROMOTOR ii
KATA PENGANTAR iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN vi
ABSTRAK INDONESIA ix
ABSTRAK INGGRIS xi
ABSTRAK ARAB xii
DAFTAR ISI xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 12
C. Tujuan Penelitian 13
D. Manfaat Penelitian 13
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan 14
F. Metodologi Penelitian 27
G. Sistematika Penulisan 31
BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
(CTL) MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
A. Contextual Teaching and Learning
1. Konsep Contextual Teaching and Learning 33
2. Komponen Contextual Teaching and Learning 40
B. Kreativitas
1. Definisi Kreativitas dalam Pembelajaran 48
2. Ciri-Ciri Kreativitas 50
C. Maharat al-kalam
1. Definisi Maharat al-kalam 51
2. Prinsip-Prinsip Pengajaran Maharat al-kalam 54
3. Fungsi Bahasa Arab 55
4. Aplikasi CTL dalam Pembelajaran Bahasa Arab untuk 55
Meningkatkan Kreativitas dan Maharat al-kalam
D. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas 57
2. Model Penelitian Tindakan Kelas 59
3. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
60
xv
BAB III
PEMBELAJARAN BERBASIS STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI MADRASAH PEMBANGUNAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta 61
1. Profil Madrasah 66
2. Kurikulum Madrasah Aliyah Pembangunan 65
B. Hasil Observasi Awal di Madrasah Aliyah Pembangunan 67
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas di Madrasah Aliyah Pembangunan 68
1. Siklus I (Planning, Acting, Observing, Reflecting) 71
a. Perencanaan (Planning) 71
b. Pelaksanaan (Acting) 73
c. Pengamatan (Observing) 78
d. Refleksi (Reflecting) 79
2. Siklus II (Planning, Acting, Observing, Reflecting) 81
a. Perencanaan (Planning) 81
b. Pelaksanaan (Acting) 83
c. Pengamatan (Observing) 87
d. Refleksi (Reflecting) 88
BAB IV
ANALISIS HASIL PELAKSANAAN PENELITIAN
IMPLEMENTASI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
DI MADRASAH ALIYAH PEMBANGUNAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA 91
A. Hasil Penelitian 91
1. Hasil penilaiaan kreativitas siswa Madrasah Aliyah Pembangunan 91
2. Hasil penilaian maharat al-kalam siswa Madrasah Aliyah
Pembangunan 98
3. Hasil Penilaian Pembelajaran Contextual Teaching and Learning 101
B. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pengimplementasian
Strategi Contextual Teaching and Learning pada Pembelajaran
bahasa Arab di Madrasah Aliyah Pembangunan 112
1. Faktor Pendukung 115
2. Faktor Penghambat 122
BAB V
PENUTUP 129
A. Kesimpulan 129
B. Saran 130
DAFTAR PUSTAKA 134
xvi
GLOSARIUM 157
INDEKS 163
LAMPIRAN 165
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan sebuah proses pengalihan dan pengembangan
kemampuan individu dengan aneka ragam media yang menyertainya.1 Tidak hanya
sebagai proses pengalihan dan pengembangan semata, pembelajaran juga merupakan
sejumlah rangkaian proses yang dapat mengubah perilaku dan konsep perkembangan
mental. Hal yang kerap kali terjadi dalam proses pendidikan di era sekarang adalah
kurangnya perhatian terhadap sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
biasanya siswa diarahkan oleh guru untuk menghafal saja, yang akhirnya dapat
melumpuhkan kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran tersebut. Selain itu
juga informasi-informasi hanya mengendap tanpa dituntut untuk memahami konsep
dan konteks dari suatu materi.
Proses pembelajaran dengan berbagai harapan terhadapnya, sangat penting
untuk diperhatikan terutama bagi regenerasi suatu bangsa yang harus siap menjalani
tantangan dan persaingan di era mendatang, baik secara individu maupun didalam
bermasyarakat.2 Namun dalam mewujudkan tujuan pembelajaran tersebut, tentu
banyak persoalan yang menghadang, sehingga sasaran yang hendak dicapai dalam
proses pembelajaran seringkali tidak memberikan output yang sesuai dengan apa
yang diharapkan. Proses pembelajaran itu sendiri dapat diartikan ke dalam dua
aktivitas, yaitu proses belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologi
biasanya lebih diterapkan dan dilakukan oleh siswa, sementara mengajar secara
instruksional lebih dilakukan oleh guru.3
Sepanjang hidup di dunia manusia akan mengalami dan melalui dari
serangkai proses pembelajaran, mulai dari masa kecil ketika bayi hingga lansia,
manusia tidak akan luput dari proses belajar.4 Mengapa demikian, karena hampir
dari semua keterampilan yang dimiliki manusia sejak lahir merupakan proses dari
belajar, yaitu cara bagaimana manusia mendalami pengetahuan, cara bagaimana
1Lebih lanjut Ernes ER. Hilgard, mendefinisikan sebagai berikut: learning is thes
process by which an activity originates or is charged throught training procedures (whetever in the laboratory on in the natural environments) as distinguished froms changes by factor not attributable to training. Lihat Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2009), 4. 2Pembelajaran merupakan sususan d\ari berbagai unsur, seperti unsur fasilitas yang
ada di lingkungan sekitar unsur prosedur-prosedur pembelajaran yang ada, kemudian unsur
perlengkapan sarana prasarana yang ada di sekolah, unsur materi yang menjadi bahan ajar.
Unsur-unsur inilah yang dapat mempengaruhi sistem pembelajaran dan melalui unsur ini
dapat mencapai tujuan yang diingkan, yang tidak kalah penting juga adalah peran guru, staf,
dan siswa yang dapat terlibat dalam proses pengembangan pendidikan. Oemar Hamalik,
Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 57. 3Ahmad Susanto, Teori Belajar & Pembelajaran (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), 18. 4Margaret E. Bell Gredler, Learning and Instruction: Theory into Practice, Terjemah
Munandir, Belajar dan Membelajarkan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 1.
2
manusia dapat bersikap, hingga dapat memodifikasi prilaku diri sendiri,
mengembangkan keterampilan dan kecakapan, menumbuhkan minat serta
mengembangkan sikap positif adalah merupakan bagian dari rangkaian belajar
tersebut.5 Gegne memberikan definisi mengenai belajar yaitu sebagai suatu tindakan
perubahan yang dilakukan manusia dalam karakteristik dan kemampuan manusia, di
mana proses perubahan tersebut tidak akan berhenti dan akan terus berlanjut sampai
pada batas waktu yang tidak dapat ditentukan.6 Pendapat di atas juga ditekankan
oleh Sudirman bahwa belajar merupakan proses perubahan prilaku yang dapat dilihat
dari berbagai aspek, yaitu perubahan dalam penguasaan, pemahaman, keterampilan
dan aspek sikap.7
Di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan dengan tegas
mengenai Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, dalam undang-udang tersebut
dijelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara terstruktur
dan juga disusun serta direncanakan secara sistematis secara tepat yang dilakukan
oleh warga di sekolah maupun instansi yang berkaitan langsung dengan pendidikan
nasional yang ada di Indonesia, agar dapat terciptanya suatu lingkungan
pembelajaran yang kondusif serta aktif, hal tersebut dimaksudkan dapat
mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam diri siswa, baik itu
mengembangkan nilai-nilai spritual keagamaan siswa, pengembangan kreativitas,
bakat, pengembangan pengendalian diri, pengembangan kepribadian,
mengembangkan kecerdasan, serta mengembangkan keterampilan dan lainnya yang
dapat diperlukan baik untuk dirinya, bangsa maupun Negara. 8
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa belajar merupakan hakikat yang
sangat penting dan tidak dapat diabaikan, bahkan proses belajar sangat perlu untuk
diperhatikan secara mendalam sebagai bentuk aktualisasi diri seseorang, akan tetapi
seseorang tidak dapat meningkatkan kualitas dirinya jika tidak dimulai dari diri
sendiri yang berupaya untuk merubahnya. Hal tersebut diterangkan berdasarkan
Firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’ad ayat 11, sebagai berikut:
Artinya:
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
5Nyayu Khadijah, Psikologi Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), 47. 6Gagne Robery M, Essential of Learning For Istruction (Illiones: The Drayden Press,
1974), 5. 7Sudirman, Ilmu Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987), 9. 8Wina Senjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 2.
3
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Ar-
Ra’d: 11).
Firman Allah Swt di atas mengisyaratkan kepada seluruh manusia sebagai
makhluk yang dianggap pembuat kerusakan di muka bumi ini, untuk senantiasa
mengembangkan serta meningkatkan kualitas pribadi dengan seluruh daya upaya
yang dimiliki yaitu dengan senantiasa belajar mengenai sesuatu apapun. Melalui
proses belajar yang baik dan benar akan mendorong seseorang untuk bisa
mengaktualisasikan diri dan menjadi pribadi yang penuh tanggung jawab terhadap
diri sendiri, masyarakat, alam dan terhadap Tuhan sang Pencipta.9
Dalam pembelajaran, bahasa merupakan salah satu unsur utama dalam
proses pengembangan keterampilan pribadi seseorang. Manusia dengan segala
bahasa yang dimiliki merupakan suatu unsur yang sangat menakjubkan dan hal
tersebut hanya dapat dilakukan oleh makhluk bernama manusia. Disebutkan bahwa
manusia satu-satunya makhluk yang mempunyai bahasa dan bahasa manusia
memiliki ribuan yang tidak dapat dihitung jumlahnya.10 Oleh karena itu penting bagi
setiap individu untuk mempelajari bahasa dan melestarikan bahasa yang ada,
terutama dalam hal belajar bahasa Arab, mengingat bahwa masyarakat Indonesia
pada umumnya merupakan mayoritas muslim serta pada kenyataanya mayoritas
umat Islam di Indonesia hanya mampu mengimplementasikan bahasa Arab ke dalam
bacaan dan hafalan Al-Qur’an, namun belum sampai pada tahapan memahami serta
mempelajari bahasa tersebut secara khusus.11
Ada beberapa alasan mengapa bahasa Arab sangat penting untuk dipelajari.
Pertama, sebagai alat bantu berkomunikasi. Kedua, sebagai bahasa agama, terutama
bagi umat Islam yang diharuskan untuk mempelajarinya agar dapat memahami serta
mengaplikasikan ke dalam Ibadah atau ritual keagamaan lainnya.12 Bahasa Arab juga
dianggap penting karena keterkaitannya dengan sumber pengambilan hukum dalam
agama Islam yaitu dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw termasuk seluruh aspek
yang berkaitan dengannya yang keduanya tidak berbahasa lain selain bahasa Arab.13
Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhbib Abdul Wahab bahwa studi
bahasa Arab memang tidak dapat dipisahkan dari semangat memahami ajaran agama
Islam itu sendiri, mengingat sumber ajaran agama berbahasa Arab. Karena itu
9 Syaiful Sagala, Etika & Moralitas Pendidikan: Peluang dan Tantangan (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013), 215. 10C. George Boeree, Metode Pembelajaran & Pengajaran: Krtik dan Sugesti
Terhadap Dunia Pendidikan, Pembelajara, dan Pengajaran, terjemah Abdul Qadir Shaleh
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 107. 11Mustafa Muhammad Nuri dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyah al-Muyassarah
(Ciputat: Pustaka Arif, Cet I, 2008), 1. 12 Abdul Mun’in, Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Tela’ah
terhadap Fonetik dan Morfologi (Jakarta: Pustaka Al-Husna, Cet I, 2004), vvi. 13Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XVI (Jakarta: Pustaka Panjimas, Cet Oktober, 1999),
224.
4
“motivasi religius” merupakan elemen vital yang menggerakkan ummat Islam atau
lembaga pendidikan untuk lebih mengkaji secara mendalam dan tuntas mengenai
bahasa Arab.14 Dan dipertegas kembali dengan Dalam Surat Thaaha ayat 113, di
bawah ini:
Artinya:
“Dan Demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka”. (Thaaha: 113).
Dari keterangan dalil di atas jelaslah sudah betapa penting dan wajibnya bagi
manusia utamanya umat muslim untuk mendalami bahasa Arab karena di dalam Al-
Qur’an yang berbahasa Arab tersebut terdapat berbagai ancaman dan kenikmatan
sebagai suatu pengajaran agar manusia bertakwa.15
Akan tetapi pada praktiknya, mempelajari bahasa Arab bukanlah suatu
perkara yang mudah, sama halnya ketika seseorang mempelajari bahasa asing
lainnya. Karena setiap bahasa memiliki karakteristik dan dialektika serta tingkat
kesulitan yang berbeda.16 Di era modern saat ini, banyak dari kalangan para ahli yang
mengembangkan bahasa agar dapat dipelajari serta difahami dengan praktis dan
menarik, baik itu dengan mengembangkan metodologi, teori, alat atau sarana
pendidikan lainnya. Namun hal itu tidak semerta memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap hasil pembelajaran bahasa asing itu sediri. Sebagai contoh yang
terjadi pada banyak kasus siswa/i sekolah, baik sekolah berlatar belakang madrasah
atau non madrasah yang menerapkan pembelajaran bahasa asing. Di antaranya siswa
kerapkali mengeluhkan tentang pelajaran yang terasa berat, dan sulit difahami.
Peneliti melakukan studi pendahuluan di Madrasah Aliyah Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang pembelajaran bahasa Arab. Peneliti
mendapati ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan
dalam mempelajari bahasa Arab di sekolah. Sebagai contoh salah seorang siswi yang
mengatakan terbiasa dengan pola belajar dan sistem Luar Negeri sejak Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama, tentu pelajaran bahasa Arab merupakan
14 Muhbib Abdul Wahab, Epistimologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
(Jakarta: LP.UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 7. 15Umi Machmudah & Abdul Wahab Rosyidi, Active Learniing dalam Pembelajaran
bahasa Arab (Malang: UIN Malang Press, 2008), 7. 16Dalam bahasa Arab tentu memiliki ruang lingkup yang tidak dapat terpisahkan,
ruang lingkup tersebut mencakup qowaid, mufradat, aswat, istima’, muhadatsah, qira’ah, dan
kitabah, dan juga tidak terlepas dari unsur budaya. Faisal Hendra et al, Kemampuan Berbahasa Arab Siswa Madrasah Aliya (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 1.
5
hal yang baru dan terkesan sedikit asing. Informan tersebut mengatakan bahwa perlu
waktu yang cukup untuk menyesuaikan diri terhadap pelajaran bahasa Arab.17
Wawancara berikutnya peneliti lakukan pada salah satu siswa yang juga
duduk di kelas kelas sebelas di MA Pembangunan, mengatakan bahwa pelajaran
Bahasa Arab terasa begitu sulit, terutama dalam memahami kalimat berbahasa Arab.
Ditambah banyaknya beban hafalan kosa kata dan materi percakapan yang meskipun
selalu diulang oleh guru tetap saja terasa berat untuk dimengerti. Seperti contoh
ketika informan diminta oleh guru untuk memperaktekkan atau menyebutkan materi
yang sudah diajarkan minggu sebelumnya, maka hal yang sama terjadi yaitu
kesulitan dalam memahami pembelajaran.18
Keterangan di atas dikuatkan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan
kepada guru bahasa Arab kelas XI, yang membenarkan adanya kesulitan dalam
menyesuaikan metode pembelajaran bahasa Arab terutama berbasis contextual, karena minimnya minat siswa terhadap pembelajaran bahasa Arab.19 Dan langkah
selanjutnya yang peneliti lakukan adalah dengan memberikan soal materi bahasa
Arab tentang Maharat al-kalam. Berdasarkan hasil wawancara dan uji soal materi tersebut,20 peneliti
mengidentifikasi adanya permasalahan di dalam penerapan Metode/Strategi
Contextual Teaching & Learning dalam proses pembelajaran bahasa Arab terutama
dalam hal kemampuan berbicara (maharat al-kalam)21 pada siswa kelas sebelas di
sekolah MA Pembangunan.
Kemampuan berbicara sangat penting, karena kemampuan berbicara dalam
bahasa asing merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Menurut H.
M. Abdul Hamid et al mangatakan bahwa maharat al-kalam merupakan suatu
keterampilan seseorang dalam berbahasa menggunakan berbagai kata, bunyi dengan
baik dan tepat. Dalam berbahasa tentu memiliki dampak secara nyata bagi
kehidupan seperti dapat dengan baik mengutarakan pikiran atau memenuhi
17Wawancara langsung dengan seorang siswi kelas XI MIA 1 di MA Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 24 September 2018. 18Wawancara langsung dengan seorang siswa kelas XI MIA 1 di MA Pembangunan,
tanggal 24 September 2018. 19Wawancara langsung dengan guru mata pelajaran bahasa Arab kelas X dan kelas
XI MA Pembangunan, tanggal 21 September 2018. 20Wawancara langsung dengan guru mata pelajaran bahasa Arab kelas X dan kelas
XI MA, tanggal 21 September 2018. 21Maharat al-kalam adalah kemampuan seseorang dalam mengungkpakan sejumlah
kata, sejumlah bunyi untuk mengekspresikan suatu pemikiran yang bersumber dari dalam
otak, kemudian mengungkapkan suatu keinginan, suatu perasaan yang terpendam kepada
seseorang yang di ajak berbicara. Bahkan menurut Tarigan berbicara adalah suatu kombinasi
yang meliputi berbagai macam aspek, seperti aspek psikologis, fisik, neurologis, semanti,
dank linguistik. Melalui berbagai aspek dan faktor tersebut bahasa dianggap sebagai alat
manusia yang mampu mengontorl segala hal penting, seperti kontrol terhadap sosial
masyarakat. Dalam pengertian umum dengan keterampilan berbahasa diharapkan siswa
dapat berkomunikasi secara lisan ataupun secara tulisan dengan baik dan benar dengan lawan
bicara lain, dari pembelajaran yang telah dilewati. Asep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), 135-136.
6
kebutuhan-kebutuhannya.22 Kemampuan dalam berbicara dengan mengungkapan
pikiran yang terpendam, dan dengan kemampuan berbicara juga dapat memberikan
pemahanan kepada orang lain mengenai apa-apa yang dipikirkan. Satu hal yang unik
dalam kemahiran berbicara (maharat al-kalam) adalah jika kemahiran lain bisa
dilakukan sendiri, sementara pada kemahiran berbicara harus membutuhkan orang
lain berbicara. Menurut Matsna tujuan utama kemampuan berbicara adalah agar
peserta didik fasih dan bisa difahami oleh pendengar atau lawan bicara.23
Selain itu, berbicara adalah suatu bentuk yang tercipta dari berbagai aspek
seperti aspek psikologis, di mana seseorang mengungkapkan berdasarkan kondisi
dan perasaan, adapun dari aspek fisik di mana seseorang mengungkapkan suatu
bahasa sesuai dengan keadaan fisik, dan berbagai aspek lainnya yang sedemikian
ekstensif secara luas, sehingga bahasa dapat menjadi kontrol dalam segala hal.24
Bahasa Arab dari keterampilan berbicara adalah maharatal-kalam, selain maharat al-kalam juga ada istilah lain yaitu ta’bir. Akan tetapi keduanya memiliki perbedaan, maharat al-kalam lebih pada menekankan kemampuan dalam berbicara, sedangkan Ta’bir disamping juga merupakan kemampuan berbicara secara lisan juga dapat
dilakukan dalam bentuk tulisan.25 Menurut Hastang Nur untuk meneningkatkan
maharat al-kalam dapat melalui metode muhadatsah dengan menggunakan mufradat
baru.26
Memang menurut Ahmad Fuad Effendi kemampuan berbicara merupakan
salah satu aspek penting yang tidak dapat di-abaikan begitu saja utamanya dalam
pembelajaran di sekolah mengingat kemampuan berbicara merupakan alat untuk
mencapai keharmonisan di dalam kelas. Pada pembelajaran bahasa Arab biasanya
merupakan pembelajaran yang sangat ramai karena siswa diminta untuk
mengaplikasikan bahasa dengan berbicara satu sama lain menggunakan bahasa Arab,
sehingga pembelajaran menjadi suatu hal yang menarik. Namun fakta dilapangan
sangat berbeda dengan apa yang diperkirakan, di mana pembelajaran bahasa Arab
menjadi suatu hal yang tidak menarik dan cenderung kaku yang disebabkan oleh
berbagai hal seperti aktivitas pembicaraan yang kurang aktif atau ativitas bahasa
Arab yang masih rendah.
Dan pada akhirnya aktivitas yang tidak aktif dan cenderung rendah
berdampak pada prestasi belajar siswa, di mana siswa menjadi tidak minat dan tidak
merangsang partisipasi dalam belajar dan juga ketika siswa diberi pelungan untuk
mengajukan pertanyaan, siswa juga tidak mampu mengajukan pertanyaan meskipun
22H.M Abdul Hamid et al, Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode,
Strategi, Materi, dan Media (Malang: UIN Malang Press, 2008), 42. 23Moh. Matsna & Raswan, Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab (Ciputat: UIN Press,
2014), 175-176 24Siti Jubaidah, “Efektivitas Peembelajaran Bahasa Arab Maharat al-kalam dengan
Media Komik di Madsarah Aliyah Nasruddin Dampit, Jurnal Review Pendidikan Islam, Vol.
01, No. 02, 2014: 245. 25Kuswoyo,” Konsep Dasar Pembelajaran Mahara al-Kalam”, An-Nuha, Vol. 4, No.
1, 2017: 2. 26Hastang Nur, “Penerapan Metode Muhadatsah dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Maharah Al-Kalam Peserta Didik”, Lentera Pendidikan, Vol. 20, No. 1, 2017: 177.
7
guru telah menerangkan sedemikian jelas, hal ini dikarenakan penguasaan kosa kata
yang masih sedikit, penguasaan pola kalimat terbatas, tidak ada keberanian untuk
mengajukan pertanyaan, ataupun siswa merasa takut salah dalam pengucapan
bahasa Arab, bisa jadi juga dikarenakan siswa malu untuk berbicara menggunakan
bahasa Arab dengan temannya, sehingga faktot-faktor tersebut dapat mempengaruhi
performa dalam proses belajar siswa.27
Lebih kongkritnya, bisa dilihat dari output rekapitulasi nilai siswa kelas
sebelas di MA Pembangunan, rekapitulasi data nilai dibawah memberikan
penekanan sekaligus pembuktikan rendahnya prestasi belajar siswa pada mata
pelajaran bahasa Arab, sebagai berikut:28
Tabel 1
Data Hasil Rekapitulasi Nilai Mata Pelajaran Bahasa Arab
Kelas XI MIA dan XI IIS 1 Tahun Pelajaran 2019/2020
No Kelas Jumlah Siswa Nilai di atas 7 Nilai di bawah 7
1 XI MIA I 28 19 8
2 XI MIA II 28 11 17
3 XI IIS I 27 9 18
4 XI IIS II 28 1 27
Tabel di atas dengan jelas menunjukkan bahwa siswa memiliki nilai yang
rendah pada mata pelajaran bahasa Arab. Dibuktikan oleh nilai siswa banyak yang
tidak mencapai ketuntasan. Bahkan di dalam satu kelas tepatnya kelas XI IIS II
hanya ada satu siswa yang memiliki nilai yang maksimal ataupun yang memenuhi
standard kriteria penilaian. Begitupun di kelas lainnya seperti kelas XI IIS I yang
siswanya hanya ada sembilan orang yang tuntas, delapan belas lainnya tidak tuntas.
Sedangkan di kelas XI MIA II ada sebelas siswa yang memiliki nilai di atas 70,
sedangkan ada tujuh belas siswa lain yang memiliki nilai di bawah tujuh puluh.
Adapun kelas XI MIA I nilai siswa yang tuntas lebih banyak dari kelas lainnya yaitu
sebanyak sembilan belas siswa, dan hanya sedikit siswa saja yang tidak tuntas.
Berdasarkan keterangan tabel di atas, memperjelas bahwasannya
pembelajaran bahasa Arab di kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terindikasi masalah. Begitu juga dengan para siswa yang terindikasi
kesulitan dalam mempelajari bahasa Arab di kelas ataupun terdapat permasalahan
dalam belajar.29 Permasalahan dalam belajar menurut Abdurrahman dipengaruhi
beberapa faktor seperti kurangnya sarana pendukung penunjang pembelajaran
27Ahmad Fuad Effendy, Pendekatan, Metode, Teknik, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab (Malang: Misykat Malang, 2005), 113. 28Data hasil rekapitulasi nilai kelas XI MIA dan kelas XI IIS Semester ganjil, di
ambil pada tanggal 24 September 2018. 29Siswa diduga mengalami beberapa kesulitan dalam belajar jikalau siswa tersebut
tidak berhasil mencapai standar yang telah di berlakukan berdasarkan pengukuran kriteria
keberhasilan dalam belajar ataupun dalam program pembelejaran dan atau tingkatan yang
telah ditetapkan. Abin Syamsyuddin Makmun Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), 308.
8
seperti alat-alat ataupun sumber lainnya, dan juga faktor lingkungan yang tidak
kondusif bagi proses pembelejaran baik di dalam kelas maupun dilingkungan sekolah
itu sendiri. Adapun faktor internal seperti siswa tidak minat dengan mata pelajaran
tersebut, tidak memperhatikan kondisi jiwa siswa, atau bisa jadi karena strategi
pengajaran guru yang kurang merangsang motivasi siswa, faktor lain juga seperti
kurang kreatifnya guru dalam memberi materi, bisa jadi juga karena kurangnya
kreativitas siswa dalam pembelajaran, tidak adanya inisiatif siswa untuk belajar dan
lain sebagainya.30
Salah satu kemampuan utama yang harus dimiliki setiap manusia, dan
memegang peranan yang vital dalam segala aspek kehidupan manusia dan
perkembangan manusia adalah aspek kreativitas. Di mana kreativitas ini merupakan
kemampuan yang biasanya banyak dilandasi oleh faktor kemampuan intelektual
yang dimiliki manusia seperti kemampuan kecerdasan, bakat, dan intelegensi.
Manusia adalah salah satu makhluk yang dikaruniai oleh Allah Swt. potensi kreatif
yang ada di dalam dirinya, yang mana potensi tersebut tidak Allah berikan pada
makhluk ciptaan lainnya. Potensi kreativitas dapat memberikan banyak manfaat
yang berharga bagi aspek kehidupan manusia selama potensi yang telah diberikan
tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan oleh manusia dengan baik secara
maksimal.31 Begitu juga yang diharapkan kepada siswa dalam konteks pembelajaran
bahasa Arab, bahwa perlu adanya semangat yang tinggi serta kreativitas yang
mempuni dalam mengembangkan kemampuan biacara (maharat al-kalam), sehingga
mampu memahami dan menguasai materi pembelajaran.
Kreativitas memiliki perbedaan makna sesuai sudut pandang para ahli
masing-masing. Ausabel misalnya mengatakan bahwa “Creatvity achievemet...reflect a rare capacity for depeloving insight sensitivities, and appreciations in a circumscribed content area of intellectual or artictic activity”.32
Ausabel mengartikan kreativitas sebagai kemampuan kapasitas seseorang dalam hal
pemahaman, sensitifitas, dan apresiasi, yang dapat melebihi kemampuan seseorang
yang tergolong cerdas. Dan menggunakan kemampuan tersebut untuk memecahkan
suatu masalah yang sedang dihadapi (problem solving). Kemudian menurut Gallagher, “Creativity is a mental process by wich individuals create new ideas and products or recombine existing ideas and product”.33 Menurut Gallagher kreativitas adalah proses mental seseorang. Dan
melalui proses tersebut manusia dapat memunculkan suatu ide yang baru dengan
produk yang telah ada jauh dari sebelumnya, sehingga dapat menemukan suatu
model produk terbaru.
30Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), 12. 31Rusdi, Implementasi Toeri Kreativitas Graham Wallas dalam Sekolah
Kepenulisan di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari Cabeyan Yogyakarta, Muslim Heritage, Vol. 2, No. 2, November 2017 – April 2018., 259.
32Lihat Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 179.
33James Gallagher, Samuel Kirk, Mary Ruth Coleman, Educating Exceptional Childern (Stanford USA: Chengage Learning, 2014 ), 457.
9
Adapun kreativitas menurut Bincy Mathew & William Dharma adalah
penerapan kemampuan mental seseorang untuk menemukan sesuatu yang baru,
kemampuan untuk menghubungkan, dan kapasitas untuk mengembangkan ide baru,
konsep dan proses baru. 34 Dengan kata lain kreativitas adalah kualitas yang dapat
dibawa seseorang kedalam aktivitas yang sedang dilakukan seseorang. Hal ini
mengacu pada sikap, pendekatan batin dan mengacu pada bagaimana seseorang
dapat menemukan suatu yang baru yang nantinya akan berguna bagi dirinya sendiri
maupun masyarakat di sekitar.35 Slameto menekankan bahwa untuk menjadi kreatif
bukanlah suatu hal yang mudah, utamanya bagi siswa, namun kreativitas dapat
dipelajari siswa melalui proses belajar mengajar, sehingga siswa mampu mengasah
kreativitas melalui informasi baik verbal maupu non verbal, melalui fakta-fakta di
sekitar, melalui konsep dan prinsip yang dipegang siswa maupun sekolah, dan
tentunya melalui pemecahan masalah yang dihadapi.36
Sedangkan menurut Heru Kurniawan kreativitas adalah kecerdasan dan
karakteristik siswa dalam menyelesaikan suatu tugas. Dengan kata lain kreativitas
merupakan kecerdasan dan karekter yang didayagunakan oleh siswa untuk
mengatasi setiap permasalahan. Untuk itu, siswa yang kreatif pasti siswa yang
cerdas dan berkarakter, tapi siswa yang cerdas dan berkarakter belum tentu kreatif.
Dalam kurikulum 2013 disebutkan, kreativitas menjadi kompetensi inti yang harus
dicapai oleh siswa, dan kreativitas terkait dengan kemampuan siswa menggunakan,
memperaktikkan serta menerapkan ilmu pengetahuan (kecerdasan) siswa dalam
kehidupan di sekitar (bersikap berkarakter).37 Oleh karena itu kreativitas menjadi
elemen penting dalam kompetensi inti. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Heru
Kurniawan tentang kreativitas sebagai tujuan pembelajaran yang kreatif, berwujud
dalam tiga hal, yaitu: 1. Karya Intelektual,38 2. Performa aksi-kreasi,39 3. Proyek
edukasi.40
34Binci Methew & William Dharma Raja B, Creative thinking of visually challenged
adolescents: A case study, International Journal of Academic Research and Development, Vol. 1, Issue 9, (2016), 45-49. Diakses tanggal 27 September 2018.
35Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009), 104. 36Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), 138. 37Heru Kurniawan, Pembelajaran Kreatif: Belajar Bahasa Indonesia Kurikulum
2013 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 28. 38Kreativitas yang berwujud karya intelektual ini merupakan karya hasil
kreativitassiswa yang berwujud pemikiran dan perasaan siswa. Karya intelektual ini bisa
berwujud: hasil temuan, karya sastra, esai, artikel, dan semua hasil pemikiran dan perasaan
yang dituliskan. 39Hasil kreativitas yang berupa aksi-raaksi atau tindakakan, performas kreasi ini
berwujud gerak, tindakan, dan aktivitas khusus yang didasarkan pada fondasi keilmuan
tertentu. 40Proyek edukasi ini terkait dengan kegiatan-kegiatan kolektif yang bersifat
mendidik. Dalam materi pembelajaran, sering melahirkan tindakan yang harus dilakukan
secara kelompok untuk mengatasi suatu persoalan tertentu. Untuk itu, orientasi
pembelajaran kreatif tidak hanya siswa paham terhadap materi, tetapi juga mau
10
Menurut Dean Simonton orang yang kreatif adalah orang yang menerapkan
logika, metode, atau serangkaian teknik ke domain keahlian tertentu.41 Lebih lanjut
Runso & Jaeger mengatakan bahwa kreativitas mencakup dua fitur penting yakni
Novelty (kebaruan) and utility (utilitas). Kreativitas merupakan kekuatan batin yang
dimiliki oleh setiap individu dan merupakan bagian penting dari pengembangan
individu. Winnicott & Beck-Dvorzak mengatakan bahwa kreativitas mewakili
persepsi kreatif dari dunia luar yakni memberi penghargaan dengan perasaan kepada
seseorang di sekitar. Kreativitas ditentukan oleh banyak faktor, beberapa di
antaranya adalah tingkatan pendidikan, pengetahuan yang diperoleh dari luar
sekolah, motivasi eksternal dan internal, serta faktor budaya dan keluarga.42
Dari banyaknya uraian para ahli mengenai kreativitas dapat menunjukkan
kreativiats memiliki peran penting dan krusial dalam struktur kehidupan di setiap
tingkatan elemen pendidikan manusia, terutama bagi siswa di Madrasah.
Mengingat banyaknya kendala yang dialami oleh siswa pada mata pelajaran
bahasa Arab dilihat dari berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhinya serta
nilai yang diperoleh masing-masing siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan
minimum, maka diperlukan adanya suatu solusi dalam belajar ataupun strategi
pembelajaran43 yang khusus agar bahasa Arab tidak sulit dan mudah untuk di
pelajari, ditekuni, di dalami oleh seluruh siswa baik siswa dalam tiap tingkatan.
Salah satu strategi pembelajaran yang saat ini terus mengalami perkembangan dan
mulai diperhatikan oleh berbagai elemen pendidikan untuk kebutuhan pembelajaran
adalah pendekatan atau strategi kontekstual yang lebih fokus terhadap kecakapan
individual yang dimiliki oleh siswa.
Pembelajaran kontesktual atau Contextual Teaching and Learning dapat
digambarkan sebagai berikut:
“...and educational process that aims to help students see meaning in the academic material thay are studiying by connecting academic subjects with
menindaklanjuti materi menjadi aksi nyata. Heru Kurniawan, Pembelajaran Kreatif: Belajar Bahasa Indonesia Kurikulum 2013, 29-30.
41Pada awalnya kreativitas dipandang sebagai sesuatu yang misterius. Menurut
orang Yunani Kuno, kreativitas benar-benar merupakan karunia yang diberikan oleh Muses,
dewi-dewi yang memimpin semua bentuk krativitas manusia. Ide dasar ini bertahan dalam
berbagai bentuk dengan baik samapai Renaissance di Italia. Namun, secara bertahap, mereka
mempelajari kreativitas dan mengakui bahwa kreativias melibatkan unsure pemikiran sadar
yang kuat, bahwa kreativitas setidaknya sama rasionalnya dengan fenomena alam. Wendy
Bishop & David Starkey, Creativity (University Press of Colorado: Utah State University
Press, 2006), 71. https://www.jstor.org/stable/j.ctt4cgr61.19. diakses tanggal 27 September
2018. 42Minaj Spasic, Creativity and Anxiety in Roma and Serbian Adolescents, Original
Scientific Paper, 2015, 77. Diakses tanggal 27 September 2018. 43Strategi pembelajaran menurut Hamzah adalah cara-cara yang terapkan dan
implentasikan oleh guru untuk di transfer ke siswa, agar diharapkan siswa dapat mengerti
dengan jelas dan komprehensif mengenai suatu mater yang telah diberikan oleh guru, dan
tentunya dapat dikuasi oleh siswa di akhir kegiatan belajar, dengan ditunjukkan oleh nilai
yang diperolehnya. Hamzaj, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 2.
11
the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, an cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components: making meaningfull connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thingking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment”.44
Kutipan di atas menegaskan bahwa proses pendidikan bertujuan untuk
menolong siswa mengeni kebermaknaan di suatu materi yang dipelajari secara
bertahap, dengan cara menghubungkan proses belajar yang dilalui siswa tersebut
dengan pembelajaran kontekstual ke dunia yang digeluti setiap hari. Dan dalam
mencapai target dan tujuan yang akan di capai, terdapat delapan aspek yang
mempengaruhinya, yaitu; membuat hubungan bermakna, mengerjakan suatu
pekerjaan secara signifikan, dapat mengatur regulas diri belajar, kolaborasi, kritis
dan berpikir kreatif dan lain-lain.
Contextual Teaching and Learning merupakan suatu strategi yang mampu
membantu para pendidik untuk menghubungkan untuk menkolaborasikan antara
suatu materi yang sedang diajarkan ataupun suatu materi yang akan diajarkan
kepada siswa dengan kehidupan nyata secara langsung, dengan begitu diharapkan
siswa dapat menerapakan apa yang telah diajarkan di sekolah ke dapan situasi-
situasi nyata lainnya seperti di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lain-lain yang
hal tersebut berguna kedepannya bagi siswa dalam enghadapi berbagai halangan
rintangan, utamanya di dalam situasi belajar. Dengan adanya strategi yang efektif
dan efesien diharapkan siswa dapat pengetahuan ang lebih bermakna dan tentunya
diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan maharat al-kalam bagi siswa.45
Lebih lanjut menurut Sanjaya (2011) ada beberapa konsep jika berbicara
mengenai contextual teaching and learning, Pertama, strategi ini menekankan pada
bagaimana siswa dapat terlibat langsung dalam menemukan suatu materi. Kedua,
strategi ini mendorong siswa agar dapat menghubungkan antara meteri yang telah
dipelejari dengan situasi di luar lingkungan sekolah atau di kehidupan nyata di mana
siswa berinteraksi. Ketiga, strategi ini lebih menekankan kepada bagaimana
menodorong siswa untuk dapat menerapkan apa-apa yang telah dipelajari ke dalam
kehidupan .46 Oleh karena itu startegi CTL dianggap cocok untuk menjadi solusi
dalam menangani permasalahan dalam pembelajaran siswa kelas XI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya pada mata pelajaran bahasa Arab, dan juga
diharapkan dapat meningkatkan kreativitas siswa.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan di atas sebelumnya, peneliti
ingin menggali lebih mendalam mengenai “Pembelajaran Bahasa Arab Dengan
44Elaine B. Johnson, Contextual Teaching Learning; Menjadikan Kegiatan Belajar-
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terjemah Ibnu Setiawan (Bandung: Mizan Media
Utama, 2011), 19. 45Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Prenadamedia Group,
2009), 159. 46Sanjaya, Wina, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), 20-21.
12
Pendekatan CTL dalam Meningkatkan Kreativitas & Maharat Al-Kalam (Study PTK
Di MA Pembangunan UIN Jakarta)”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Ada beberapa identifikasi permasalahan yang peneliti temukan ketika
wawancara dan observasi langsung ke sekolah yaitu:
a. Siswa memiliki permasalahan dalam mempelajari bahasa Arab, seperti
permasalahan dalam menghafal kosa kata baru karena metode menghafalnya
tidak efektif, siswa juga lemah dalam menghafal kosa kata bahasa Arab itu
sendiri dan siswa juga kesulitan dalam penyesuain pada materi
pembelajaran.
b. Siswa tidak memiliki strategi ataupun cara untuk lebih bisa memahami
bahasa Arab secara khusus.
c. Siswa menganggap mata pelajaran bahasa Arab merupakan mata pelajaran
yang tidak menarik untuk dipelajari karena ke depannya tidak terlalu
digunakan seperti bahasa asing lainnya.
d. Siswa sulit memahami percakapan dalam bahasa Arab karena kurangnya
kosa kata yang dimiliki (dihafalkan).
e. Siswa tidak mampu ketika diminta untuk berbicara/percakapan dalam
bahasa Arab.
f. Siswa kurang mampu berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan
bahasa yang telah mereka pelajari selama di kelas.
g. Metode yang digunakan guru dalam mengajar bahasa Arab dinilai kurang
efektif sehingga berpengaruh pada keaktifan belajar siswa.
h. Bahasa Arab dinilai oleh siswa sebagai mata pelajaran yang sulit,
dibandingkan mata pelajaran yang lain, utamanya di banding mata pelajaran
agama.
i. Siswa cenderung mengabaikan tugas bahasa Arab yang diberikan oleh guru.
j. Bahasa Arab asing di telinga siswa.
k. Media yang digunakan guru ketika mengajar membuat siswa mengantuk di
kelas.
l. Siswa tidak memiliki kekreatifan dalam mengembangkan pelajaran bahasa
Arab.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan yang teridentifikasi oleh peneliti, maka
perlu adanya fokus dalam penelitian agar lebih terarah. Oleh karena itu perlu
dilakukannya pembatasan masalah, yaitu:
1. Strategi Contextual Teaching and Learning dibatasi pada dimensi-dimensi
yang ada di dalamnya yaitu, dimensi konstruktivisme, dimensi menemukan,
dimensi bertanya, dimensi pemodelan, dimensi reflkesi, dan dimensi
masyarakat belajar.
2. Kemampuan berbicara (maharat al-kalam) adalah kemampuan siswa dalam
mengungkapkan bahasa menggunakan bahasa Arab dengan fasih dan benar.
13
3. Kreativitas dalam penelitian ini dibatasi pada dimensi-dimensi Persiapan,
pematangan, pemahaman, pengetesan.
4. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas XI MA Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pembelajaran
bahasa Arab dengan pendekatan CTL dapat Meningkatkan Kreativitas dan Maharat al-Kalam pada siswa kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu
untuk merancang pembelajaran pada mata pelajaran bahasa Arab dengan
menggunakan strategi pembelajaran CTL, menerapkan strategi pembelajaran CTL
pada materi maharat al-kalam, meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam
siswa menggunakan strategi pembelajaran CTL.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan ilmiah
dalam disiplin pembelajaran, khususnya dalam disiplin ilmu pendidikan bahasa
Arab.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi bagi pembelajaran di sekolah
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, utamanya bagi
pengembangan keilmuan bahasa Arab, dan juga dapat memberikan sumbangan
mengenai strategi yang efektif dalam meningkatkan kreativitas dan kemahiran
bicara bahasa Arab pada siswa.
3. Penelitian ini juga tentu diharapkan dapat memberikan pengembangan khazana
keilmuan di Madrasah Pembangunan.
4. Penelitian ini juga nantinya dapat memberikan motivasi kepada siswa mengenai
strategi untuk memahami bahasa Arab lebih mendalam dan luas, agar dapat
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini akan tetapi tidak
terlalu banyak, yaitu sebagai berikut:
Penelitian mengenai pembelajaran kontekstual sebelumnya pernah
dilakukan oleh salah satu mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibawa bimbingan Aziz Fachrurozi, yaitu Ibnu Ubaidillah mahasiswa angkatan 2008
dengan judul tesis “Pembelajaran Kontekstual: Analisis Pembelajaran Bahasa Arab
di Madrasah Aliyah”.47 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
47Ibnu Ubaidillah, Pembelajaran Kontekstual: Analisis Pembelajaran Bahasa Arab
di Madrasah Aliyah (Jakarta: Pascasarjan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
14
pendekatan libarary Research atau kepustakaan, sumber data dalam tesis ini adalah
standar isi kurikulum bahasa Arab pada Model KTSP Madrasah Aliyah yang disusun
oleh Departemen Agama pada tahun 2007, kemudian kurikulum tersebut dianalisa
menggunakan analisis dokumen guna mengetahui orientasi, ruang lingkup kajian,
standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran bahasa Arab di Madrasah
Aliyah. Hasil analisis tersebut dijabarkan dalam bentuk pengembangan silabus dan
penyusunan rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Ubaidillah tersebut, tentu berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, perbedaan kajian penelitian
dari aspek variabel, di mana pada penelitian penulis, variabel yang digunakaan jauh
lebih kompleks yaitu upaya meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam
bahasa Arab melalui strategi Contextual Teaching and Learning pada siswa kelas XI
MA, sedangkan pada penelitian Ibnu Ubaidillah hanya mengungkapkan bahwa
strategi pembelajaran kontekstual dapat diterapkan pada pembelajaran bahasa Arab.
Hasil analisa tersebut dijabarkan dalam bentuk pengembangan silabus dan
penyusunan rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual yang
kemudian dijelaskan bagaimana langkah-langkah pembelajaran bahasa Arab
meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan menggunakan strategi
pembelajaran kontekstual. Kedua, perbedaan dari metodologi penelitian, pada
penelitian Ibnu Ubaidillah metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
pendekatan kepustakaan dan analisis dokumen kurikulm bahasa Arab model KTSP
2007, adapun pada penelitian penulis menggunakan metode kualitatif juga akan
tatapi dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK), dengan
menggunakan analisis deskriptif. Ketiga, perbedaan waktu penelitian, penelitian
Ibnu Ubaidillah dilakukan pada tahun 2008 sedangkan penelitian penulis dilakukan
pada tahun 2019, terdapat rentang waktu yang begitu lama yaitu sekitar 11 tahun
yang lalu, hal ini tentu teori contextual teaching and learning terus berkembang dan
kurikulum juga berubah bahkan kurikulum KTSP 2007 sudah tidak digunakan lagi
dan sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada tahun 2020 ini. Keempat, dari
aspek subjek atau objek penelitian, pada penelitian Ibnu objek penelitian yang
digunakan adalah dokumen-dokumen dan buku-buku, adapun objek penelitian ini
adalah siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kelima, tentu berbeda hasilnya, dan sangat jauh berbeda. Hasil penelitian penulis
terdapat upaya bagaimana meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam bahasa
Arab melalui strategi Contextual Teaching and Learning pada siswa madrasah.
Adapun hasil penelitian Ibnu Ubaidillah hanya menjelaskan langkah-langkah
penyusunan RPP dan Silabus menggunakan strategi pembelajaran kontekstual pada
kurikulum KTSP 2007.
Menurut penulis penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Ubaidillah cukup
komprehensif menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan, akan tetapi
penelitian Ibnu Ubaidillah tersebut hanya menjelaskan ataupun mendeskripsikan
langkah-langkah penyusunan RPP dan Silabus menggunakan strategi pembelajaran
kontekstual saja, penelitian tersebut tidak ditindak lanjuti lagi dengan
mengimplementasikan langkah-langkah tersebut ke dalam kenyataan, akan tetapi
walaupun langkah-langkah tersebut diimplementasikan di masa sekarang juga sudah
15
tidak relevan lagi mengingkat Indonesia sudah mengganti kurikulm menggunakan
kurikulum 2013.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Muzdalifah,
tahun 2009 yang berjudul “Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan
Pendekatan CTL (Studi Kasus di Madrasah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur).
Penelitian tersebut dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur.48
Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas X MAN 8 sebanyak 8 siswa, yang
mencakup kelas yang peserta didiknya memilih program pengembangan potensi
akademik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode analisi
dekriptif. Data dan infromasi mengenai upaya membelajarkan siswa berbahasa Arab
dengan pendekatan CTL di MAN 8 diperoleh melalui berbagai dokumen. Dokumen
tersebut berupa pengamatan dan pelaksanaan interiew dengan kepala bidang
kurikulum, guru yang bersangkutan dan penyebaran angket terhadap siswa serta
melakukan eksperimen tentang penerapan pendekatan CTL di kelas. Hasil penelitian
ditemukan bahwa pendekatan CTL dapan diterapkan dalam pembelajaran bahasa
Arab dengan beberap uapaya, yaitu : pembaharuan kurikulum, menambah alokasi
waktu, menyediakan sarana prasarana dan lain sebagainya.
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Muzdalifah tersebut, tentu
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, perbedaan dalam
kajian penelitian dari aspek variabel, di mana penelitian penulis variabel yang
digunakan lebih kompleks dan lebih komprehensif yaitu Upaya Meningkatkan
Kreativitas dan Kemampuan Kalam Bahasa Arab melalui Strategi Contextual Teaching and Learning pada Siswa Madrasah Aliyah Pembangunan, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Muzdalifah hanya upaya membelajarkan siswa
behasa Arab dengan Pendekatan CTL, artinya teori yang digunakan hanya terfokus
pada teori CTL saja. Kedua, perbedaan dari metodologi penelitian, pada penelitian
Muzdalifah menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif, adapun
dalam penelitian penulis menggunakan metode kualitatif juga akan tetapi
menggunakan teori penelitian tindakan kelas (PTK) dengan analisis deskriptif,
dalam pendekatan ini menggunakan metode wawancara, observasi, dokumentasi.
Ketiga, perbedaan waktu penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Muzdalifah
dilakukan 10 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2009, jarak penelitian yang sangat
jauh. Keempat, tempat penelitian, subjek penelitian yang sama sekali tidak serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Kelima, konsep, pola yang sama
sekali tidak sama tentu akan memiliki hasil yang berbeda juga mengingat waktu juga
yang terpaut sangat jauh, yang artinya perubahan pola, kepribadian, budaya,
kurikulum juga ikut berubah.
Selain itu menurut penulis penelitian yang dilakukan oleh Muzdalifah masih
sangat sederhana hanya mendeskripsikan bagaimana upaya membelajarkan bahasa
Arab pada siswa melalui CTL. Dari latar belakang masalah juga tidak memuat
deskripsi mengenai alasan ilmiah mengapa penelitian itu layak untuk dikaji.
48Muzdalifah, Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan Pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) (Studi Kasus di Madrasah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hdayatullah Jakarta, 2009).
16
Seharusnya di dalam latar belakang juga perlu disajikan referensi yang relevan untuk
memperkuat alasan pemilihan judul, juga perlu dipaparkan argumen hipotesis, teori-
teori yang akan dijadikan kerangka kerja dalam penelitiannya.49 Seorang peneliti
juga harus dapat memosisikan penelitiannya dalam kajian yang lebih luas dan
mampu menunjukkan adanya kekosongan yang perlu untuk diisi dengan melakukan
pendalaman terhadap topik yang akan diteliti.50 Menurut penulis penelitian
Muzdalifah belum mencerminkan apa yang diterangkan di atas. Kemudian penelitian
ini juga menurut penulis kurang komprehensif, hanya berputar dalam putaran teori
CTL. Kemudian menurut penulis penelitian ini juga minim sekali referensi baik dari
jurnal-jurnal internasional khususnya dan jurnal nasional umumnya. Yang lebih
mendasar lagi adalah penelitian ini hanya teori, teori dan teori tidak ada
pengaplikasian secara riil apa-apa yang menjadi komponen dari strategi
pembelajaran CTL, dalam artian hanya sebagai ujaran tanpa adanya tindakan. Penelitian yang dilakukan oleh Sampiril Taurus Tamaji tahun 2019 yang
berjudul “Pembelajaran Bahasa Arab dengan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning”. Metode pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan
kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa Arab
dengan pendekatan kontekstual akan lebih menarik untuk dipelajari karena isi
materinya menghubungkan peserta didik dengan dunia nyata atau pengalaman
masing-masing. Belajar percakapan lebih menarik jika materi yang diangkat
berkaitan dengan lingkungan sekitar pembelajar bahasa itu sendiri, misalnya seperti
berinteraksi langsung dengan pantai.51
Penelitian yang dilakukan oleh Sampiril Taurus Tamaji berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, pada ruang lingkup kajian yang
diteli, di mana Sampiril mengkaji pembelajaran bahasa Arab menggunakan
pendekatan CTL, lebih mengarah ke teori-teori kontekstual untuk diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Adapun penelitian yang penulis lakukan telah
mengaplikasikan ataupun mengimplementasikan pendekatan tersebut ke dalam
pembelajaran bahasa Arab itu sendiri, dengan ada arah dan tujuan yang jelas yaitu
untuk meningkatkan kretaivitas dan maharat al-kalam pada siswa. Kedua, dalam
aspek metodologi penelitian, di mana terdapat perbedaan yang sangat jauh dengan
penelitian yang penulis kaji, penelitian Sampiril Taurus menggunakan pendekatan
kepustakaan dengan menggabungkan teori-teori yang berkaitan dengan
pembelajaran bahasa Arab, hanya sebats teori. Adapun pada penelitian penulis
mengaplikasikan dan mengimplementasikan teori tersebut secara riil dalam
pembelajaran bahasa Arab dehngan menggunakan metode penelitian tindakan kelas.
Ketiga, perbedaan pada objek ataupun subjek penelitian, di mana pada penelitian
49Tim Penyusun Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Pengkajian Islam 2011-2015
(Jakarta: UIN Jakarta, 2011), 68. 50D. Evans, et al., How to write a better thesis (Dordrecht: Springer, 2014), 18. 51Sampiril Taurus Tamaj, ““Pembelajaran Bahasa Arab dengan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning”, Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab V,
Kreativitas dan Inovasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia, Malang 5 Oktober
2019.
17
Sampiril Taurus tidak menggunakan subjek penelitian karena hanya mengkaji CTL
saja. Kemudian tentu pada penelitian Sampiril tidak terdapat tempat penelitian.
Keempat, perbedaan juga terdapat pada hasil penelitian, di mana hasil penelitian
Sampiril lebih kepada kajian teoritis ataupun langkah dan saran dalam pembelajaran
bahasa Arab menggunakan teori CTL. Sedangkan hasil penelitian penulis lebih
kepada pengimplementasian teori tersebut apakah berjalan dengan baik atau tidak,
bagaimana proses dan bagaimana hasil yang diperoleh menggunakan strategi CTL. Penelitian yang dilakukan oleh Sampiril Taurus Tamaji sudah cukup bagus
dengan mengkaji teori-teori teori CTL untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa
Arab, hanya saja hal tersebut hanya teori tanpa ada aksi untuk menerapkan langsung
pada proses pembelajaran, akan lebih bagus teori-teori yang telah di kaji untuk
diterapkan ke dalam kehidupan nyata. Selain itu juga penelitian harus dilengkapi
dengan jurnal internasional maupun jurnal nasional akan menjadi penelitian yang
berkualitas dan bermanfaat bagi khalayak umu.
Tesis yang ditulis oleh Rumiyati pada tahun 2017 dengan judul “Pengaruh
Pembelajaran Contextual Teaching and learning terhadap Kemampuan Memahami
Warahan Siswa Kelas VII SMPN 1 Kotabumi Lampung Utara Semester Ganjil
Tahun Pelajaran 2016/2017”.52 Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen dengan populasi sebanyak 314 siswa yang tersebar di sepuluh kelas.
Adapun untuk memeroleh data menggunakan tes tertulis yang berbentuk pilihan
ganda berisi empat alternatif jawaban berjumlah 25 butir. Kemudian dianalisis
menggunakan komputer program Anates. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor
rata-rata pembelajaran menggunakan CTL lebih tinggi dari pada skor rata-rata
kemampuan memahami Warahan menggunakan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Adapun skor rata-rata menggunakan CTL = 36,37,
sedangkan menggunakan CIRC = 14.88. Hal ini menunjukkan bahwa metode
pembelajaran Contextual Teaching and Learning dalam memahami Warahan lebih
efektif dari pada menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Rumiyati tersebut, terdapat
perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, perbedaan dalam
aspek metode penelitian, di mana Rumiyati menggunakan metode eksperimen
dengan populasi sebanyak 314 siswa yang tersebar di sepuluh kelas. Adapun peneliti
menggunakan metode kualitatif dengan observasi dan wawancara mendalam.
Kedua, perbedaan kajian penelitian dari aspek variabel, di mana Rumiyati menguji
apakah metode pembelajaran contextual teaching and learning dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) berpengaruh terhadap kemampuan
memahami Warahan pada siswa kelas VII SMPN 1 Kotabumi Lampung Utara.
Adapun kesamaan kajiannya hanya pada kajian pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Warahan merupakan salah satu jenis sastra Lampung berbentuk prosa
52Rumiyati, Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap Kemampuan Memahami Warahan Siswa Kelas VII SMPN I Kotabumi Lampung Utara Semester Ganjil Tahun Pembelajarn 2016/2017 (Bandar Lampung: Universitas
Lampung, 2017).
18
yang memiliki tema tertentu, diartikan juga sebagai suatu kisah atau dongeng, yakni
sebuah yang melukiskan suatu proses terjadinya peristiwa secara panjang,
menyajikan jalannya kejadian-kejadian atau lakon yang diwujudkan dalam
pertunjukkan. Penelitian yang dilakukan Rumiyati ini lebih kepada bagaimana siswa
memahami sastra daerah melalui strategi Contextual Teaching and Learning dan
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Ketiga, perbedaan pada
tempat penelitian, subjek penelitian, tahun penelitian yang sama sekali tidak serupa
dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti. Keempat, tentu berbeda hasilnya, sangat
jauh berbeda, bahkan bisa dibilang bahwa penelitian peneliti dengan penelitian
Rumiyati sama sekali tidak sama, baik dari segi kajian, metodologi dan lain
sebagainta.
Kemudian menurut penulis penelitian yang dilakukan oleh Rumiyati sudah
cukup bagus akan tetapi ada beberapa yang perlu diperhatikan oleh penulis seperti
tidak adanya identifikasi masalah yang jelas dan runtut penulis tidak memaparkan
identifikasi masalah yang ditemukan ketika melakukan studi pendahuluan, jadi
menurut peneliti apa masalah yang ingin diangkat tidak muncul kepermukaan hal ini
tentu akan berdampak pada solusi apa yang akan ditawarkan sesuai dengan
permasalahan yang telah ditemukan sebelumnya. Dari latar belakang masalah juga
tidak memuat deskripsi mengenai alasan ilmiah mengapa penelitian itu layak untuk
dikaji. Seharusnya di dalam latar belakang juga perlu disajikan referensi yang relevan
untuk memperkuat alasan pemilihan judul, juga perlu dipaparkan argumen hipotesis,
teori-teori yang akan dijadikan kerangka kerja dalam penelitiannya.53 Seorang
peneliti juga harus dapat memosisikan penelitiannya dalam kajian yang lebih luas
dan mampu menunjukkan adanya kekosongan yang perlu untuk diisi dengan
melakukan pendalaman terhadap topik yang akan diteliti.54 Menurut peneliti
penelitian Rumiyati tersebut belum mencerminkan apa yang diterangkan di atas.
Selain itu Rumiyati menggunakan penelitian eksperimen dalam artian
penulis ingin melihat apakah ada peningkatan skor kamampuan memahami warahan
ketika menggunakan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan
ketika Menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Berdasarkan hasil penelitian Rumiyati menyarankan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk memahami warahan tidak
menggunakan metode pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), akan tetapi penelitian tersebut hanya sebatas disitu saja,
peneliti tidak mengkaji lebih mendalam mengapa hal tersebut bisa terjadi, apa faktor
yang memicu dan bagaimana alasannya dengan menggunakan wawancara mendalam
kepada siswa secara langsung.
Penelitian yang dilakukan oleh Asep Muhammad Saepul Islam, Tesis
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015 yang berjudul “Faktor
53Tim Penyusun Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik..., 69. 54D. Evans, et al., How to write a better thesis (Dordrecht: Springer, 2014), 18.
19
Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah”. 55 Penelitian ini
dilakukan di salah satu Madrasah Aliyah Negeri yang berada di Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method dengan strategi triangulasi konkuren yang mengumpulkan data kuantitatif
dan kualitatif secara bersamaan. Sumber data diperoleh dari hasil survei, wawancara
dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya demotivasi
dalam pembelajaran bahasa Arab di kalangan siswa madrasah disebabkan beberapa
faktor, faktornya lebih didominasi oleh faktor eksternal ketimbang faktor internal.
Faktor eksternal tersebut seperti karakteristik bahasa Arab, metodologi dan bahan
ajar, lingkungan dan fasilitas.
Penelitian yang dilakukan oleh Asep Muhammad Saepul berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pertama, dari aspek kajian penelitian, di
mana memang yang dikaji ruang lingkup bahasa Arab, akan tetapi objek penelitian
yang dibahas berbeda, Asep Muhammad membahas mengenai faktor-faktor apa saja
yang membuat siswa kurang memiliki motivasi untuk mempelajari bahasa Arab,
baik itu faktor eksternal maupun faktor internal. Adapun kajian peneliti lebih ke
bagaimana siswa dapat menumbuhkan kreativitas dan dapat meningkatkan maharat al-kalam melalui strategi contextual teaching and learning melalui metode
penelitian tindakan kelas. Kedua, perbedaan dari teori, tentu teori yang digunakan
penulis dengan penelitian Asep Muhammad berbeda, di mana Asep Muhammad
mengkaji teori motivasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, sedangkan teori
yang penulis gunakan sangat komprehensif, baik dari teori mengenai contextual teaching and learning, ruang lingkup bahasa Arab, kreatvitas, bahkan teori-teori
mengenai penelitian tindakan kelas. Ketiga, perbedaan dari segi metodologi
penelitian, penulis menggunakan metodi penelitian tindakan kelas, dengan
pendekatan kualitatif analisi deskriptif, sedangkan Asep Muhammad mixed method
dengan strategi triangulasi konkuren yang mengumpulkan data kuantitatif dan
kualitatif secara bersamaan. Keempat, perbedaan dari hasil penelitian, tentu sangat
berbeda, hasil penelitian Asep Muhammad mengkaji faktor-faktor demotivasi siswa
terhadap pembelajaran bahasa Arab saja, sedangkan hasil penelitian penulis jauh
lebih kompleks mengkaji faktor-faktor yang dapat membantu dan menghambat
pembelajaran, selain itu tentu hasilnya mengenai tupaya bagaimana meningkatkan
kreativitas dan kemampuan kalam bahasa Arab melalui strategi CTL pada siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiyawan, Tesis tahun 2010 di Program
Magister Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo yang berjudul
“Pembelajaran Kitab Kuning dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
di MTs Manhijul Huda Ngagel-Dukuhseti-Pati”. 56 Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan klaim studi lapangan (field research). Sumber data
melitiputi data primer dan skunder seperti wawancara kepala sekolah, wakil kepala
55Asep Muhammad Saepul Islam, Faktor Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa
Arab di Madrasah (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). 56Eko Setiyawan, Pembelajaran Kitab Kuning dengan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning di MTs Manhijul Huda Ngagel-Dukuhseti-Pati, (Semarang: Magister
UIN Walisongo, 2010).
20
sekolah, guru, siswa, serta TU MTs Manhijul Huda Ngagel. Hasil penelitian
ditemukan bahwa perencanaan pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan
suatu pendekatan dalam pembelajaran yang bertujuan membantu guru dalam
mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiyawan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis sangat jauh berbeda. Baik dari aspek variabel penelitian,
fokus penelitian sebagaimana yang disebutkan pada pembatasan masalah, kemudian
juga berbeda dari aspek metodologi penelitian, tempat penelitian, subjek penelitian,
tahun penelitian, dan tentu berbeda hasil penelitian. Yang sama dengan penelitian
penulis membahas teori tentang CTL. Penelitian yang dilakukan oleh Eko Setiyawan menurut penulis kurang jelas
apa yang hendak dikaji dan diteliti, apakah penelitian tersebut hanya memberikan
saran bahwa metode CTL cocok digunakan dalam pembelajaran kitab kuning.
Kemudian dari latar belakang masalah juga tidak memuat deskripsi mengenai alasan
ilmiah mengapa penelitian itu layak untuk dikaji. Seharusnya di dalam latar
belakang juga perlu disajikan referensi yang relevan untuk memperkuat alasan
pemilihan judul, juga perlu dipaparkan argumen hipotesis, teori-teori yang akan
dijadikan kerangka kerja dalam penelitiannya.57 Seorang peneliti juga harus dapat
memosisikan penelitiannya dalam kajian yang lebih luas dan mampu menunjukkan
adanya kekosongan yang perlu untuk diisi dengan melakukan pendalaman terhadap
topik yang akan diteliti.58 Menurut peneliti penelitian Eko Setiyawan tersebut belum
mencerminkan apa yang diterangkan di atas. Selain itu Eko juga tidak merinci apa
yang menjadi identifikasi masalah yang ditemukan di lapangan dengan jelas.
Kemudian ketika kita melihat abstrak dari tesis tersebut juga kurang sistematis, di
mana di dalam pembuatan abstrak terdiri dari beberapa unsur seperti tujuan dari
penelitian, mendukung hasil penelitian siapa, menggunakan metodologi yang
bagaimana, dan terakhir hasil dari penelitian tersebut, sedangkan abstrak dari tesi
Eko Setiyawan tidak mencerminkan akan hal tersebut, hanya menjelaskan hal-hal
yang menurut penilit tidak jelas dan kurang penting untuk dimasukkan ke dalam
asbtrak, kemudian menurut penulis hasil dari penelitian tersebut juga harus jelas apa
yang ingin tawarkan ke depannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Suaeba, tesis tahun 2012 di Program
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang berjudul
“Implementasi Contextual Teaching and Learning pada Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SMP Negeri 1 Parangloe Kabupaten Gowa Makassar”.59 Penelitian
ini dilakuan di SMP Negeri 1 Parangloe Gowa dengan metode penelitian lapangan
(field research) yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan
pendekatan pedagogis, sosiologis dan psikikolog. Adapun nara sumbernya yaitu
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, siswa dan staff. Adapun teknik
57Tim Peyusun Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik..., 69. 58D. Evans, et al., How to write a better thesis (Dordrecht: Springer, 2014), 18. 59Suaeba, “Implementasi Contextual Teaching and Learning pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 1 Parangloe Kabupaten Gowa Makassar”,
(Makassar: Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2012).
21
pengumpulan datanya adalah observasi, wawancara dan dokumentasi yang
kemudian dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Adapun hasil penelitian menunjukkab bahwa implemntasi pendekatan
contextual teaching and learning pada pembelajaran agama Islam (PAI) di SMP
Negeri 1 Parangloe Kabupaten Gowa terlaksana dengan baik walaupun belum
maksimal. Kemudian pelaksanaan contextual teaching and learning mengalami
beberapa kendala yang dihadapi oleh guru. Yang terakhr adalah bahwa pendekatan
CTL berdampak sangat baik terhadap pembelajaran Agama Islam.
Penelitian yang dilakukan oleh Suaeba berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Pertama, dari aspek kajian penelitian, penelitian penulis
lebih kompleks ketimbang penelitian Suaeba, kemudian objek penelitian penulis
bahasa Arab sedangkan objek penelitian Suaeba pendidikan agama Islam, ruang
lingkup pada penelitian Suaeba masih terlalu sedikit yaitu hanya melihat bagaimana
implementasi CTL di sekolah tersebut. Adapun persamaannya dengan penelitian
penulis hanya pada teori contextual teaching and learning. Kedua, perbedaan dari
aspek metodologi, pada penelitian Suaeba hanya melihat bagaimana implementasi
CTL apakah berjalan dengan baik ataupun tidak di sekolah tersebut, bukan terjun
langsung menerapkan strategi pembelajaran CTL itu sendiri, sedangkan penelitian
penulis selain melihat implementasi contextual teaching and learning di sekolah,
peneliti pun terjun langung melalui metode penelitian tindakan kelas guna
mengaplikasian strategi tersebut pada Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ketiga, perbedaan subjek, objek, tahun, tempat penelitian.
Keempat, tentu perbedaan dalam aspek hasil dari penelitian yang dilakukan. Hasil
penelitian yang ditemukan oleh Suaeba hanya melihat apakah implementasi
contextual teaching and learning yang dilakukan oleh guru berjalan dengan baik atau
tidak, kemudian kendala-kendala guru ketika menggunakan pendekatan tersebut.
Adapun hasil penelitian penulis jelas bahwa terdapat upaya bagaimana
meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam bahasa Arab melalui strategi
Contextual Teaching and Learning pada siswa madrasah.
Penelitian yang dilakukan oleh Tito Dimas Atmawijaya tahun 2018 yang
berjudul “Pengaruh Penerapan Metode Contextual Teaching and Learning dalam
Pengajaran Kosakata Bahasa Inggris Siswa kelas 11 di SMA Negeri 33 Jakarta”. 60
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis post-test only. Data
penelitian ini diambil dengan menggunakan Post-Test yang diberikan sehari dan tiga
minggu setelah perlakukan kepada kedua kelas partisipan. Analisis hasil peneltian
menggunakan rerata dan uji-t dependen dan independen menggunaka SPSS 22. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan hasil yang signifikan pada kelas XI IPS
1 yang menerapkan metode CTL. Hasil tersebut memberikan pengaruh positif dalam
pembelajaran kosa kata bahasa Inggris seperti meningkatnya partisipasi siswa,
kemampuan kosakata reseptif dan produktif, dan kolaborasi di antara pembelajar.
60Tito Dimas Atmawijaya, Pengaruh Penerapan Metode Contextual Teaching and
Learning dalam Pengajaran Kosakata Bahasa Inggris siswa kelas 11 di SMA Negeri 33
Jakarta, A Journal of Language, Literature, Culture and Education, Polygot, Vol. 14, No 2,
2018: 180. (Tangerang, Banten: Universitas Pamulang, 2018).
22
Penelitian Tito Dimas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis berbeda. Pertama, perbedaan pada aspek variabel penelitian di mana Tito
Dimas meneliti mengenai pengaruh penerapan metode contextual teaching and learning dalam pengejaran kosakata bahasa Inggris pada siswa. Adapun pada
penelitian penulis lebih komprehensif meneliti tentang upaya bagaimana
meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam bahasa Arab melalui strategi
Contextual Teaching and Learning pada siswa madrasah, dalam segi kajian saja
sudah berbeda. Kedua, perbedaan dalam metodologi penelitian, di mana Tito Dimas
menggunakan metode kuantitatif sedangkan penulis menggunakan metode
kualitatif. Ketiga, tentu berbeda dalam aspek subjek, objek, tahun penelitian, tempat
penelitian. Keempat, perbedaan juga terlihat dari hasil penelitian, di mana hasil
penelitian Tito Dimas mengarah ke angka, sedangkan hasil penelitian penulis dalam
bentuk deskriptif analisis.
` penelitian Tito Dimas menurut penulis cukup bagus di mana Tito
menyajikan angka-angka yang kongkrit untuk melihat pengaruh metode contextual teaching and learning terhadap pengajaran kosakata bahasa Inggris. Akan tetapi
menurut penulis penelitian Tito tersebut kurang akan penjelasan mendalam mengapa
hal tersebut bisa terjadi, Tito perlu mengkaji lebih mendalam mengenai apa,
bagaimana, mengapa, perbedaan tersebut bisa terjadi antara yang menggunakan
metode contextual teaching and learning dan yang tidak menggunakan metode
contextual teaching and learning dengan wawancara lebih mendalam ke seluruh
unsur civitas akademik di sekolah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhbib Abdul Wahab tahun 2015 dengan
judul “Pembelajaran Bahasa Arab di Era Postmetode”.61 Penelitan ini mengandalkan
sumber-sumber bibliografis dari berbagai buku dan artikel di jurnal ilmiah tentang
linguistik dan pembelajaran bahasa Arab, pembacaan data-data pemikiran para
kademisi dilakukan dengan pendekatan historis-kritis dan pemaknaan subtansinya
dengan analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru bahasa memainkan
tiga peran kunci: sebagai teknisi pasif, paktisi reflektif, dan intelektual transformatif
sangat dibutuhkan dalam pembelajaran bahasa Arab posmetode. Kaidah bahwa
metode itu lebih penting dari pada materi dapat dikembangkan menjadi prinsip
bahwa “spirit, profesionalitas dan peran strategis pendidik jauh lebih penting dalam
pembelajaran bahasa Arab itu sendiri di era posmetode”
Penelitian Muhbib Abdul Wahab di atas berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Pertama, dalam ruang lingkup kajian, kajian yang diteliti
oleh Muhbib lebih kepada bagaimana pembelajaran bahasa Arab secara umum di era
posmetode. Dianalisis menggunakan pendekatan historis-kritis dari pada ahli
lingusitik dan pembelajaran bahasa Arab seperti menilik konsep dari B.
Kumaravadivelu dalam Beyond Methods: Macrostategies for Language Teaching
(2003). Adapun dalam kajian penulis lebih kepada praktik bagaimana bisa
meningkatkan kemampuan bahasa Arab siswa dan kreativitas melalui strategi
contextual teaching and learning, di mana bahasa Arab sampai sekarang masih
61Muhbib Abdul Wahab, “Pembelajaran Bahasa Arab di Era Posmetode”, Arabiyat:
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 2, No. 1, 2015: 59-74.
23
menjadi momok bagi para siswa. Kedua, perbedaan dalam metodologi, di mana
Muhbib menggunakan pendekatan historis-kritis atau bisa juga disebut dengan
menganalisis isi dari berbagai buku dan jurnal. Adapun penelitian penulis
menggunakan metode kualitatif menggunakan penelitian tindakan kelas dengan
analisis deskriptif. Ketiga, perbedaan dari subjek, objek, tahun penelitian. Keempat, tentu berbeda juga dalam hasil penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh Try Indiastuti Kurniasih, tesis tahun 2016
yang berjudul “Pengembangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Menggunakan Media Pembelajaran Movie Maker untuk Meningkatkan
Berpikir Kritis Geografi Siswa Kelas XI MA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2015/2016”. 62 Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
pengembangan (Research & Depelovement) pada prosesnya mencakup
pengembangan dan validasi produk pendidikan. Studi penelitian dan pengembang
dilaksanakan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung, adapun subjek penelitian secara
keseluruhan berjumal 72 peserat didik, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelas XI IPS 1 menjadi kelas eksperimen dan kelas XI IPS 2 jadi kelas kontrol. Hasil
penelitian menunjukka bahwa media pembelajaran Movie Maker dikembangan
menggunakan model desain pembelajaran contextual teaching and learning (CTL),
kemudian selanjutnya di ujikan, hasil pengembangan tersebut dikatakan sangat baik
dan sangat sesuai sehingga layak digunakan dalam pembelajaran Geografi di SMA
Negerei 10 Bandar Lampung. Kemudian media pembelajaran Movie Maker efektif
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Penelitian Try Indiastuti Kurniasih tentu berbeda dengan penelitian yang
dilakukan. Baik dari aspek variabel penelitian, fokus penelitian sebagaimana yang
disebutkan pada pembatasan masalah, kemudian juga berbeda dari aspek metodologi
penelitian, tempat penelitian, subjek penelitian, tahun penelitian, dan tentu berbeda
hasil penelitian. Penelitian Try Indiastuti lebih kepada pengembangan contextual teaching and learning melalui media Movie Maker. Adapun penelitian yang
dilakukan penulis lebih kepada mengimplementasikan contextual teaching and learning itu sendiri menggunakan berbagai media. Selanjutnya menurut peneliti tesis
Try Indiastuti sudah cukup bagus tinggal dikembangan dan diaplikasikan di dalam
pelajaran lainnya. Akan tetapi menurut penulis dari latar belakang masalah yang
diangkat oleh Try Idiastuti tidak memuat deskripsi mengenai alasan ilmiah mengapa
penelitian itu layak untuk dikaji. Seharusnya di dalam latar belakang juga perlu
disajikan referensi yang relevan untuk memperkuat alasan pemilihan judul, juga
perlu dipaparkan argumen hipotesis, teori-teori yang akan dijadikan kerangka kerja
dalam penelitiannya.63 Seorang peneliti juga harus dapat memosisikan penelitiannya
62Try Indiastuti Kurniasih, Pengembangan Model Pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) Menggunakan Media Pembelajaran Movie Maker untuk Meningkatkan Berfikir Kritis Geografi Siswa kelas XI SMA Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2016).
63Tim Penyusun Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik..., 69.
24
dalam kajian yang lebih luas dan mampu menunjukkan adanya kekosongan yang
perlu untuk diisi dengan melakukan pendalaman terhadap topik yang akan diteliti.64
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Liza Minelli, tesis tahun 2016
dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan dengan judul “Pengaruh CTL
dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Matera Al-
Qur’an SMA Swasta Al-Ulum Medan”. Penelitian menggunakan metode kuantitatif.
Adapun populasinya berjumlah 160 siswa di SMA Al-Ulum Medan, sedangkan
sampel dari penelitian ini berjumlah 80 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: Pertama, rata-rata hasil belajar Al-Qur’an yang diajarkan dengan strategi
kontekstual learning (X=22,625) lebih tingggi daripada hasil belajar Al-Qur’an yang
diajarkan dengan pembelajaran Ekspositori (X=20,475). Hasil ini menunjukkan
bahwa Strategi CTL terbukti efektif dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi
Al-Qur’an. Kedua, rata-rata hasil belajar materi Al-Qur’an yang diajarkan dengan
strategi Kontekstual Learning motivasi belajar tinggi (X=74,412) lebih tinggi
daripada hasil belajar Al-Qur’an uang diajarkan dengan strategi ekspositori dengan
motivasi belajar tinggi (X=69,4). Ketiga, terdapat pengaruh yang positif dan
signifikann antara strategi kontekstual learning dan motivasi secara bersama-sama
dengan hasil belajar PAI materi Al-Qur’an SMA Al-Ulum Medan yang ditunjukkan
dengan koefisien korelasi sebesar 0.404.65
Penelitian yang dilakukan oleh Liza Minelli sangat berbeda dengan
penelitian penulis. Pertama, dalam kajian litearur, di mana Liza Minelli
menggunakan teori kontekstual learning dan motivasi belajar untuk meningkatkan
hasil belajar siswa, sedangkan penelitian penulis adalah implemntasi contextual
teaching and learning untuk meningkatkan kreativitas dan maharat al-kalam siswa.
Kedua, perbedaan dalam segi metodologi, di mana Liza Minelli menggunakan
metode kuantitatif dengan analisis dara korelasi sederhana dan teknik statistik
regresi. Adapun penelitian penulis menggunakan metode kualitatif menggunakan
penelitian tindakan kelas dengan analisis deskriptif. Ketiga, subjek, objek, tahun
penelitian, tempat penelitian juga berbeda. Keempat, hasil penelitian juga berbeda,
di mana hasil penelitian Liza Minelli sesuai dengan metode yang ia gunakan yaitu
berupa angka, adapun penelitian penulis hasilnya dalam bentuk deskriptif.
Menurut penulis tesis yang ditulis oleh Liza Minelli tersebut kurang muncul
ruh keislamannya. Kemudian menurut penulis penelitian ini juga minim sekali
referensi baik dari jurnal-jurnal internasional khususnya dan jurnal nasional
umumnya, juga kurang referensi dari kitab-kitab turats sebagai pedoman intelektual
muslim. Dari analisi data juga kurang mendalam, peneliti tidak meneliti lebih luas
mengenai informasi motivasi siswa dan hasil belajar siswa, selain itu penelitian ini
juga terbatas sekali pendekatan kuantitatifnya, ditambah lagi minim akan analisis
mendalan terkait hal tersebut mengapa bisa terjadi.
64D. Evans, et al., How to write a better thesis (Dordrecht: Springer, 2014), 18. 65Liza Minelli, Pengaruh Strategi Konstekstual Learning (CTL) dan Motivasi
Belajara terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Matera Al-Qur’an SMA Swasta
Al-Ulum Medan (Medan: Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan, 2016).
25
Selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Indah Kusuma Astuti,
Tesis tahun 2015 di Program Magister Pendidikan Guru Madrasah Ibitadiyah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan judul
“Model Pembelajaran CTL pada Pembelajaran IPA (Studi Multisitus di MI Negeri
Druju Sumbermanjin Wetan dan SD Alam Generasi Rabbani di Gondanglegi
Kabupaten Malang)”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi, adapun pengumpulan datamya menggunakan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan.
Pertama, di MI Negeri Druju, penyususnan silabus dan RPP berdasarkan tujuh asas
CTL, sedangkan di SD Alam Generasi Rabbi, penyusuan RPP melalui kegiatan
lesson to plan dan plan to lesson. Kedua, Proses pembelajaran IPA berdasarkan
prinsip center student melaluli tujuh tahapan pembelajaran CTL, beserta
pengaruhnya baik dari faktor eksternal maupun internal. Ketiga, Penilai terhadap
siswa: MI Negeri Druju meliputi penilaian proses dan penilaian hasil, sedangkan SD
Generasi Rabbani meliputi penilaian ranah afektif, penilaian ranah psikomotor dan
penilaian ranah kognitif.66
Penelitian yang dilakukan oleh Indah Kusuma Astuti Berbeda dengan
penelitian penulis. Pertama, perbedaan dari aspek variabel penelitian, di mana
penelitian Indah Kusuma Astuti hanya terfokus pada teori CTL di mana ia
membandingkan metode CTL di dua sekolah yaitu sekolah MI Negeri Druju dan SD
Alam Generasi Rabbani. Sedangkan pada penelitian tentu jauh lebih kompleks dan
komprehensif, di mana meneliti tentang bagaimana strategi CTL dapat
mempengaruhi kreativitas dan kemampuan berbicara bahasa Arab pada siswa.
Kedua, perbedaan dalam aspek metodologi, penelitian Indah Kusuma menggunakan
metode kualitatif dengan jenis fenomenoligi di mana hanya melihat fenomena CTL di ke dua sekolah tersebut, sedangkan penulis menguji dan mempraktekkan langsung
strategi CTL di dalam kelas dengan metode penelitian tindakan kelas. Ketiga, tentu
berbeda dalam aspek subjek, objek, tahun, dan tempat penelitian. Keempat, hasil
penelitian juga tentu sangat berbeda.
Menurut penulis penelitian yang dilakukan oleh Indah Kusuma sudah cukup
bagus akan tetapi menurut penulis masih sangat sederhana hanya melihat perbedaan
bagaimana implementasi CTL di MI Negeri Druju dan SD Alam Generasi Rabbani.
Apakah di antara kedua sekolah tersebut memiliki perbedaan atau tidak. Kemudian
menurut peneliti tesis ini masih minim referensi utamanya referensi dari jurnal-
jurnal internasional ataupun jurnal nasional, belum lagi referensi dari buku-buku
induk seperti dari kitab turats dan lain sebagainya. Selain itu dari latar belakang
masalah juga tidak memuat deskripsi mengenai alasan ilmiah mengapa penelitian itu
layak untuk dikaji. Seharusnya di dalam latar belakang juga perlu disajikan referensi
yang relevan untuk memperkuat alasan pemilihan judul, juga perlu dipaparkan
argumen hipotesis, teori-teori yang akan dijadikan kerangka kerja dalam
66Indah Kusuma Astuti, dengan judul “Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) pada Pembelajaran IPA (Studi Multisitus di MI Negeri Druju Sumbermanjing Wetan dan SD Alam Generasi Rabbani di Gondanglegi Kabupaten Malang), (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2015).
26
penelitiannya.67 Seorang peneliti juga harus dapat memosisikan penelitiannya dalam
kajian yang lebih luas dan mampu menunjukkan adanya kekosongan yang perlu
untuk diisi dengan melakukan pendalaman terhadap topik yang akan diteliti.68
Penelitian yang dilakukan oleh Amatullah Faaizalu Maghfirah yang berjudul
“Kreativitas Dosen dalam Meningkatkan Minat Belajar Bahasa Arab Mahasiswa di
IAIN Surakarta”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dan
hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kreativitas yang dapat meningkatkan
minat belajar mahaiswa ialah dengan menginovasi metode, media, sumber belajar,
maupu teknik evaluasinya. Bisa dengan mendatangkan native speaker, atau
melakukan kunjungan ke lembaga-lembaga masyhur atau mahasiswanya fasih dalam
berbahasa Arab.69
Penelitian ini berbeda dengan penelitian penulis. Pertama, perbedaan dari
aspek kajian penelitian, di mana pada penelitian Amatullah lebih mengarah ke
bagaimana dapat meningkatkan minat belajar bahasa Arab siswa di IAIN Surakarta
melalui kreativitas seorang dosen, dosen harus memiliki kreativitas yang tinggi agar
mampu membangkitkan semangat siswa dalam belajar dengan berbagai cara.
Adapun pada penelitian penulis bagimana dengan strategi contextual teaching and learning dapat meningkatkan kreativitas siswa. Kedua, tentu berbeda dalam segi
metode penelitian , di mana metode penelitian penulis terjun langsung ke lapangan
untuk mengimplementasikan startegi contextual teaching and learning. Ketiga, perbedaan pada aspek objek penelitian, subjek, tahun, dan tempat penelitian.
Keempat, perbedaan pada hasil penelitian.
F. Metodologi Penelitian
Metodologi dalam suatu penelitian merupakan bagian yang sangat integral,
oleh karena itu perlu diterangkan mengenai suatu metode yang akan dipakai dalam
penelitian, utamanya dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kualitatif,70 adapun
pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif-analitik. Penelitian
67Tim Penyusun Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Akademik..., 69. 68D. Evans, et al., How to write a better thesis (Dordrecht: Springer, 2014), 18. 69Amatullah Faaizatul Maghfirah, Kreativitas Dosen dalam Meningkatkan Minat
Belajar Bahasa Arab Mahasiswa di IAIN Surakarta, Academica, Journal of Multidisipliner Studies, Vol. 1, No. 1, 2017: 19.
70Anselm Starauss & Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedure and Techniques, Terjemah Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015), 4-5. Denzin and Lincoln berpendapat bahwa “Qualitative research is a situated activity that locates the observer in the world”, Van Maanen berpendapat bahwa
“Qualitative is “an umbrella term covering an array of interpretative techniques wich seek to descrive, decode, translate, and otherwise come to term with the meaning, not the frequency, of certain more or less naturally occurring phenomena in the social world”. Sharan
27
deskriptif memiliki tujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian atau
menggambarkan secara rinci mengenai apa-apa yang diperoleh dari hasil observasi
dan wawancara di lapangan, kemudian hasil tersebut akan dianalisis kembali.
Menurut Nana Syaodih penelitian deskriptif merupakan salah satu metode yang
sangat penting utamanya dalam bidang pendidikan karena analisis kualitatif
deskriptif lebih memperhatikan karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan.71
2. Subjek dan Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta kelas XI MIA dan kelas XI IIS, yang terletak di daerah Ciputat
Timur, Tangerang Selatan, tepatnya di Jalan Ibnu Taimia IV, Pisangan, Ciputat
Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Penelitian ini melibatkan sejumlah siswa di MA Pembangunan UIN. Namun
subjek yang peneliti ambil terkhusus kelas XI MIA dan kelas XI IIS, yang seluruh
siswa kelas XI tersebut berjumlah 77 siswa. Dari keselurahan jumlah tersebut yang
dijadikan peneliti sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 20 siswa. Teknik yang
digunakan untuk menentukan subjek dalam penelitian ini adalah teknik random sampling atau yang sering dikenal dengan pengembilan sampel secara acak.72
3. Sumber Data
Data dan informasi mengenai Contextual Teaching and Learning,
kreativitas siswa dalam mata pelajaran bahasa Arab, kemampuan berbahasa Arab
siswa diperoleh oleh peneliti melalui berbagai hasil dokumentasi. Adapun dokumen
ini berupa hasil pengamatan dan pelaksanaan interview dengan kepala sekolah, guru
yang mengampu mata pelajaran bahasa Arab, kepala bidang kurikulum, dan tidak
lupa penyebaran angket kepada siswa, serta melakukan eksperimen tentang
penerapan Strategi CTL di dalam kelas.
Sumber data dalam penelitian ini adalah merupakan sebagian dari ungkapan dan
tindakan orang-orang yang diobservasi dan diinterview. Selain dari sumber data
tersebut juga terdapat argumen-argumen yang mendukung dalam pembahasan ini
dengan mamaparkan teori mengenai kajian penggunaan pendekatan pembelajaran
konstekstual dalam pengajaran bahasa Arab adalah buku-bulu karya para tokoh
linguistik edukasional dari berbagai aliran.
Untuk merencanakan penulisan yang terarah dan sistematis, penulis
mengklasifikasikan sumber data pada dua bagian;
B. Merriam, Qualitative Research: A Guide to Design and Implementatiton, (San Fransisco, Jossey-Bass A Wiley Imprint, 2009), 13.
71Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), 72-73. 72Dalam metode ini unit sampling dalam kerangka sampling adalah juga merupakan
unsure sampling. Dengan lan kata, anggota polulasi merupakan unsure sampling. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan; 1. Cara Undian, 2. Cara Ordinal, 3. Cara undian dengan
pengembalian, 4. Cara random. Suskandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula (Yogyakarta: Gadjah Mad University Press, 2012), 57-60.
28
a. Sumber data primer
Yaitu yang menjadi dasar penelitian berupa data-data mengenai
pembelajaran bahasa Arab di sekolah Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, serta bagaimana penguasaan siswa terhadap bahasa tersebut,
diperkaya dengan karya-karya yang menerangkan metode CTL dan teknik-teknik
penerapannya dalam pembelajaran.
b. Sumber data sekunder
Yaitu data-data pendukung di seputar pembahasan mengenai: 1). Metode
pembelajaran: 2). Pengajaran bahasa Arab: 3). Teknik-tenik mengajar pelajaran
bahasa Arab. Dan tentunya tidak lupa memanfaatkan dokumen-dokumen sekolah,
rapot siswa, kemudan tidak lupa juga jurnal-jurnal, artikel, buku yang bisa peneliti
akses baik secara langsung maupun tidak di sosial media.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memahami suatu konteks penelitian secara luas dan mendalam
terhadap hasil yang akan diperolah dalam penelitian, maka teknik dalam
pengumpulan data sangat penting untuk dilakukan. Dalam penelitian ini ada
beberapa teknik pengambilan data yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana
dijelaskan berikut ini:
a. Metode Wawancara
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak pertama sebagai
pewawancara yang akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak kedua
sebagai orang yang akan ditanya dan akan memberikan jawaban secara langsung
kepada pihak pewawancara. Adapun tujuan wawancara dilakukan untuk menemukan
permasalahan apa saja yang tengah dihadapi oleh sekolah, baik itu guru, siswa,
maupun staf administrasi, dan tentunya hal ini juga berguna untuk mengkonfirmasi
hasil temuan dari data kuantitaif yang telah dilakukan sebelumnya.73
Wawancara dilakukan kepada yang berkaitan dengan sekolah seperti, kepala
sekolah, guru, dan siswa untuk mendapatkan informasi, baik informasi mengenai
seluruh kegiatan di sekolah, informasi tentang kebijakan-kebijakan di sekolah,
informasi tentang pengembangan kurikulum, informasi mengenai bagaimana proses
kegiatan belajar-mengajar baik itu di sekolah secara langsung, ataupun di luar
lingkungan sekolah. Wawancara mendalam juga peneliti lakukan terhadap beberapa
siswa, yang akan mewakili siswa-siswa yang lain, mengenai implementasi contextual teaching and learning secara khusus, dan bagaimana persepsi mereka
mengenai kreativitas siswa di sekolah.
b. Metode Observasi
Observasi dilakukan peneliti secara langsung dengan jenis observasi
terkendali, di mana pengamatan terhadap sasaran penelitian yang ditempatkan
dalam lingkungan terbatas yang akan peneliti amati setiap gerak gerik yang ada di
73Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosda, 1991), 135.
29
lingkungan sekolah. Dan tentunya tidak lupa akan mengobservasi mengenai
interaksi sesama siswa di sekolah, interaksi guru bersama siswa, prose belajar
mengaja, dan lain-lain.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi juga peneliti gunakan dalam penelitian ini. Mengingat
metode dokumentasi sangat penting untuk dilakukan, sebagai pendukung dan
penguat data yang diperoleh di lapangan. Peneliti akan mendokumentasikan yang
berkaitan dengan pengajara dan pembelajaran. Tidak lupa juga peneliti
mendokumentasikan mengenai hasil ulangan siswa, silabus pendidika, majalah-
majalah, dan dokumen-dokumen lain yang peneliti anggap penting untuk
mendukung temuan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan
rumus atau dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian.74
Menurut J.R Raco analisis data adalah mengatur secara sistematis bahan hasil
wawancara dan observasi, menafsirkannya dan menghasilkan suatu pemikiran,
pendapat, teori atau gagasan yang baru. Inilah yang disebut dengan hasil temuan
atau findings.75 Kata tidak akan ada artinya kalau jika hanya diletakkan saja, tetapi
akan besar/bermakna apabila telah dianalisis. Menurut Suyitno, betapa pentingnya
analisi data, khususnya dalam penelitian kualitatif yang serat dengan pemaknaan.
Penelitian kualitatif analisis datanya dapat dilakukan semenjak awal di lapangan,76
tidak hanya dilakukan pada akhir penelitian, ketika semua data telah terkumpul.77
Begitupun menurut Michael D. Myers yang mengatakan bahwa fokus pada analisis
data kualitatif adalah untuk mengubah data menjadi sesuatu yang berarti, baik bagi
peneliti maupun bagi audiens yang diteliti.78
Adapun teknik analisa data yang digunanakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kualitatif,79 sedangkan dalam operasional menggunakan metode80
74Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 199. 75J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), 121. 76Suyitno, Metode Penelitian Kualiatif: Konsep, Prinsip dan Operasionalnya
(Tulungagung, Akademia Pustaka, 2018), 121. 77Nusa Putra, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi (Jakarta: PT. Indeks, 2012),
203. 78Michael D. Myers, Qualitative Research in Business & Management, Terjemah
M.S Idrus & Priyono, Penelitian Kualitatif di Manajemen dan Bisnis (Sidoarjo, Zifatama
Publisher, 2014), 185. 79Tujuan analisis kualitatif adalah menemukan maknda dari data yang dianalisis,
menjelaskan fakta objek penelitian yang diperoleh di lapangan. Lihat Burhan Bungin,
Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 67). 80 Metodologi secara umum didefinisikan sebagai “a body of methods and rules
followed in science or discipline”. Sedangkan metode sendiri adalah “a regular systematic plan for or way of doing something”. Kata metode berasal dari istilah Yunani Methodos
(Meta+Bodos) yang artinya cara. (Lihat Webster’s New Encyclopedic Dictionary, (New
30
deskriptif-analisis.81 Dengan ungkapan lain, bahwa dalam penelitian ini mencoba
menggambarkan objek pembahasan dengan penyertaan analisis kualitatif tentang
pembelajaran contextual teaching and learning pada mata pelajaran bahasa Arab,
kreativitas siswa, serta bagaimana penguasaan siswa terhadap bahasa tersebut.
Ada beberapa langkah yang harus digunakan dalam metode deskriptif-
analisis, yaitu dengan mengumpulkan data sebagai langkah pertama yang
berhubungan dengan kajian pembahasan, kemudian dianalisis, setelah itu data
diintegrasikan, dan sebagai langkah terakhir adalah langkah menarik kesimpulan.
Deskripsi diseimbangkan oleh analisis dan interpretasi. Tujuan analisis adalah untuk
mengorganisasi deskripsi dengan cara membuatnya dapat dikendalikan.82
Menurut Miles & Huberman dalam (Farida Nugrahani, 2014) analisis data
memiliki tiga komponen, yaitu: 1). Reduksi data,83 2). Sajian data,84 3). Penarikan
kesimpulan/verifikasi.85 Menurut Miles dan Huberman ketiga komponen utama yang
terdapat dalam analisis data kualitatif harus ada dalam analisis data kualitatif, sebab
York: Black Dog and Leventhan Publ. Inc, 1994), 631. Menurut Gumilar metode penelitian
adalah cara sistematik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan
dalam proses identifikasi dan penjelasan fenomenas masalah yang tengah ditelisik. Gumilar
Rusliwa Soemantri, “Memahami Metode Kualitatif”, Jurnal Makara, Sosial Humaniora,
Vol. 9, No. 2, 2005: 57. 81Metode penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang dilihat. Lihat, M. Ainin, Metodologi Penelitian Bahasa Arab, (Malang: Hilal
Pustaka, 2007), 67. 82Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), 175. 83Reduksi data dengan jalan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan data, pengabstrakan dari transformasi data besar yang muncul dari catatan-
catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi, yaitu
usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga
sehingga tetap berada dalam tema. Heni Voni Rerey et al, Metode Penelitian Kualitatif Saja
(Jayapura, Nulisbuku.com, 2016), 243-244. 84Tahap penyajian data adalah sebuah tahap lanjutan analisi di mana peneliti
menyajikan temuan peneltian berupa kategori atau pengelompokan. Miles dan Huberman
menganjurkan untuk menggunakan matrik dan diagram untuk menyajikan hasil penelitian,
yang merupakan temuan penelitian. Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif Berbagai Disiplin Ilmu (Jakart: PT. Raja
Grafindo Persada, 2016),179. 85Menarik kesimpulan dari interpretasi yang telah dilakukan, berupa jawaban atas
masalah atau pertanyaan penelitian. Ada 12 siasat untuk menarik kesimpulan menurut Miles
dan Huberman dalam Neong Muhadjir, 1. Menghitung, 2. Temukan pola atau tema, 3.
Nampak cukup beralasan, 3. Mengklasterkan, 5. Memembuat metafor, 6. Memecah variabel,
7. Mencari ide generalisasi, 8. Memfaktorkan, 9. Cari relasi antar variabel, 10. Cari
intervening variables, 11. Konstruksikan mata rantai logic antara berbagai evidensi, 12.
Menyusun konsep atau teori yang koheren. Neong Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 51-53.
31
hubungan dan keterkaitan antara ketiga komponen tersebut perlu dikomparasikan
untuk menentukan arahan isi simpulan sebagai hasil akhir penelitian.86
G. Sistematika Penulisan Tesis
Dalam penulisan suatu penelitian, maka penulisan penelitian harus tersusun
secara sistematis, agar mudah dimengerti. Dari data-data yang peneliti peroleh
dilapangan kemudan setelah dianalisis akan peneliti tuangkan dalam beberapa bab
secara rapi dan sistematis.
Bab I, membahas tentang pendahuluan yang di dalamnya terdiri beberapa
sub bab, seperti: membahas megenai latar belakang masalah, kemudan sub bab
selanjutnya mengenai permasalan. Selanjutnya membahasa mengeni apa tujuan dari
penelitian ini, apa saja manfaat yang bisa didapat dari hasil penelitian, kemudian
juga membahasa mengenai penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian,
dan sub bab terakhir mengenai sistematika penulisan.
Bab II, membahas mengenai teori yang berkaitan dengan CTL dan teori-
teori mengenai kreativitas, dan tentunya teori mengenai Maharat al-kalam dalam
bahasa Arab.
Bab III, membahas ketiga membahas tentang profil madrasah di mana
penelitian dilakukan yaitu di MA Pembangunan.
Bab IV, membahas mengenai hasil penelitian yang peneliti peroleh dari
penelitian dilapangan yang sebelumnya telah peneliti lakukan, meliputi seluruh hasil
penelitian seperti, karakteristik sampel penelitian, deskripsi mengenai seluruh hasil
penelitian, dan uji hipotesis penelitian.
Bab V, bab yang mengakhiri bab sebelumnya, dan bab penutup, yang
didalamnya terdapat kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran peneliti untuk
penelitian selanjutnya.
86Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Penelitian Pendidikan
Bahasa (Surakarta: 2014), 173 .
33
BAB II
KONSEP PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
Di dalam bab ini peneliti membahas tentang konsepsi teori Strategi CTL serta
implementasinya terhadap upaya meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam
siswa dalam pembelajaran Bahasa Arab. Adapun berbagai perspektif di dalamnya,
peneliti berusaha menampilkan rangkaian perdebatan teori di antara para ahli untuk
bertujuan memberikan informasi dan gambaran tentang bagaimana teori itu
diterapkan dan sejauh apa perkembangannya di dalam sejarah keilmuan. Tujuan
lainnya yang peneliti harapkan yaitu untuk menghubungkan antara teori satu dan
lainnya sehingga dapat dianalisis oleh pembaca sebagai stimulasi penerapan sebuah
teori, yang dalam hal ini strategi CTL. Lalu dilanjutkan dengan bagaimana konsep
teori tersebut digunakan dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi selama proses penelitian
itu berlangsung.
A. Contextual Teaching and Learning 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning Di abad ke-21 kini dapat ditemukan bahwa dunia pendidikan semakin
mengalami perkembangan, hal itupun berpengaruh pada kualitas serta karakter
manusia. David Snedden and Charles Prosser mengatakan, bahwa sekolah sebagai
salah satu lembaga yang mengatur di dalamnya aspek pendidikan, pada umumnya
adalah lengan dari sistem sosial masyarakat, dengan demikian sekolah harus
memiliki misi yang melekat untuk memajukan kebaikan di dalam masyarakat,
dengan cara memberikan kontribusi positif terhadap nilai kebaikan terutama di
dalam lingkungan masyarakat sosial. Sejak saat itu muncullah sekolah kejuruan,
atau yang disebut dalam istilah lain Career and Technical Education (CTE), di mana
sekolah kejuruan menawarkan sarana persiapan siswa yang siap bekerja di masa
mendatang. Dan pada waktu yang sama , E. L Thorndike menawarkan pengajaran
behaviorisme, yang mengatakan bahwa pembelajaran dihasilkan antara rangsangan
dan tanggapan melalui penerapan hadiah (reward). Behaviorisme juga berfungsi
sebagai model pembelajaran dasar untuk sistem sekolah kejuruan.87
Pada waktu yang bersamaan juga terdapat teori yang lain yaitu teori
konstruktivisme. Teori konstruktivisme berkembang dalam model pembelajaran di
mana siswa berusaha membangun pengetahuan mereka sendiri, membangun ide-ide
yang diperoleh dari berbagai pengalaman di sekolah, dan menerapkan ide-ide yang
telah didapat pada situasi yang baru dan tentunya siswa dapat mengintegrasikan
pengetahuan yang baru dengan kontruksi intelektual yang ada. Hal ini berakar pada
teori yang dikemukan oleh John Dewey (1990), di mana siswa mampu berpartisiasi
87Robert G. Berners & Patricla M. Erickson, “Contextual Teaching and Learning:
Preparing Student For the New Economy”, The Highlight Zone: Research @Work, 2001: 1.
Diakses di www.nccte.com, 4 April 2019.
34
secara aktif dan baik dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi, dan
berpikir kritis terhadap sesuatu yang menarik dan relevan.
Namun menurut Berns dan Erickson, meskipun kedua teori melibatkan
partisipasi siswa, teori CTE cenderung belum memasukkan pendekatan
konstruktivis sejauh ia menganut behaviorisme. Sebagai instruksi langsung diikuti
dengan mempraktikkan keterempilan khusus, behaviorisme menawarkan CTL
sebagai model konstruktivisme. CTL menyediakan sarana untuk menggapai
serangkaian tujuan yang telah ditetapkan yang tentunya membutuhkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi.88
Dan di dalam Strategi CTL memberikan kontribusi yang berbeda yaitu
menurut Berns dan Erickson adalah sebagai salah satu konsep pembelajaran yang
inovatif guna membantu siswa menghubungkan konten materi yang telah dipelajari
sebelumnya dengan kehidupan nyata, di mana konten tersebut dapat digunakan
dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Oleh karena itu siswa kemudian
diharapkan dapat menemukan makna dalam proses belajar di dalam kelas.
Ketika siswa berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah yang
telah diajarkan sebelumnya, siswa tentunya dapat memanfaatkan pengalaman
mereka tersebut dan membangun pengetahuan yang ada. Dengan siswa mempelajari
mata pelajaran secara terpadu dan berkelanjutan, multidisiplin dan dalam konteks
yang tepat, siswa dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperoleh ke dalam situasi yang baru dan ke dalam konteks yang berlaku.89
Asumsi dan praktik strategi CTL menurut Smith (2010)90 sebagai berikut:
Asumsi & Praktik Strategi Contextual Teaching and Learning
Asumsi & Praktik Pengajaran
Tradisional
Siswa secara aktif terlibat dalam proses
belajar-mengajar
Siswa tidak terlalu aktif terlibat dalam
proses belajar-mengajar/ siswa pasif
Siswa melihat suatu pembelajaran di
sekolah sebagai hal yang relevan
Siswa mengaggap konten tidak
memiliki aplikasi yang relevan
Siswa belajar dari siswa lain melalui
kerjasama, wacana, kerja tim, refleksi
diri
Siswa bekerja secara terpisah. Ulasan
dan atau diskusi dengan teman tidak
ada
Siswa belajar secara langsung terkait
dengan dunia nyata dan/atau belajar
mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan masalah simulasi dan masalah
yang bermakna
Pembelajaran bersifat abstrak dan
teoritis,
88Robert G. Berners & Patricla M. Erickson, “Contextual Teaching and Learning:
Preparing Student For the New Economy”, 2. 89Robert G. Berners & Patricla M. Erickson, “Contextual Teaching and Learning:
Preparing Student For the New Economy”, 2. 90Bettye P. Smith, “Instructional Strategies in Family and Consumer Science:
Implementating the Contextual Teaching and Learning Pedagogical Model”, Journal of Family & Consumer Sciences Education, Vol. 28, No. 1, 2010: 23-28.
35
Siswa diminta untuk mandiri dan
bertanggung jawab terhadap proses
belajar mereka sendiri, siswa didorong
untuk memantau dan mengembangakan
pembelajaran
Guru dianggap sebagai penentu tunggal
untuk pembelajaran siswa
Menghargai konteks kehidupan siswa
yang beragam dan pengalaman
sebelumnya merupakan pembelajaran
yang mendasar
Sedikit atau tidak ada pertimbangan,
diberikan pada pengalaman dan latar
belakang siswa
Siswa didorong untuk menjadi peserta
aktif dalam lingkungan masayarakat
Siswa tidak didorong untuk terlibat
dalam peningkatan social
Hasil pembelajaran siswa dinilai secara
langsung oleh guru dengan berbagai
metode dari berbagai aspek penilaian
Hasil pembelajaran siswa dinilai oleh
guru dalam format yang tunggal, dan
mengacu pada standar yang berlaku
Pendapat siswa, perspektif siswa,
masukan dari siswa dihargai dan
dihormati oleh guru
Perspektif siswa tidak diminta atau
diremehkan
Tindakan guru sebagi fasilitator
pembelajaran siswa
Guru mengendalikan dan menentukan
aspek dari motode pengajaran
Dalam implementasi strategi CTL diharapkan dapat membantu siswa agar
dapat membangun pengetahuan mereka sendiri dari hasil pembelajaran dengan guru
pembimbing mereka secera lebih aktif dalam mengeksplorasi berbagai konten materi
untuk mencapai suatu tujuan, menyelesaikan masalah, pelaksanaan proyek, serta
memecahkan suatu masalah. Menurut Hudson dan Wishler, Strategi CTL awalnya
merupakan pergeseran dari kelas yang bercorak tradisional atau klasik, di mana guru
memberikan berbagai ilmu pengetahuan secara berkelanjutan kepada siswa dan
siswa hanya menerima apa yang diberikan guru tanpa ada keterlibatan siswa lebih
mendalam. Dan Strategi CTL juga dalam perjalanannya terus mengalami
perkembangan yang sangat pesat di mana strategi CTL berusaha mengarahkan pada
proses pembelajaran yang berpusat pada siswa khususnya dan tidak terlalu fokus
terhadap apa yang diberikan oleh guru, serta siswa dituntut untuk dapat belajar
secara mandiri baik di sekolah ataupun di rumah dengan tidak mengesampingkan
arahan dan bimbingan dari guru, hal tersebut merupakan penggabungan konsep CTL
di kelas.91 Winarti juga menekankan bahwa ketika siswa mampu menerapkan materi
pada kehidupan sehari-hari melalui CTL maka diharapkan dapat menghantarkan
proses pembelajaran pada kegiatan student center serta pemberdayaan terhadap
siswa.92
91Clemente Charles Hudson & Vesta R. Whisler, “Contextual Teaching and
Learning for Practitioners”, Systematic, Cybernetic and Informatic, Vol. 6, No. 4: 56. 92Winarti, “Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreartif Siswa”, JPFK, Vol. 1, No. 1, Maret 2015: 1-8.
36
Adapun menurut Chrisant Florence Lotulung et al93, ada tujuh startegi
dalam melaksanakan pembelajaran CTL, yaitu di antaranya adalah pengajaran
berbasis masalah. Pendidikan memunculkan suatu masalah dari kegiatan
pembelajaran, kemudian pendidik memberikan sebuah tantang kepada siswa untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan berpikir secara kritis. Masalah tersebut akan
memberikan makna tersendiri terhadap diri siswa dan terhadap sosial siswa.
Selanjutnya menggunakan beragam konteks. Pendidik membuat berbagai
konsteks (Sekolah, keluarga, makna kemonikasi (pengetahuan) yang lebih
berkualitas. Lalu mempertimbangkan keragaman siswa. Pendidik memberi arahan
kepada siswa, bahwa siswa dengan sosial yang berbeda harus digunakan sebagai
kekuatan pendorong untuk saling menghormati dan toleran terhadap sesama. Lalu
memberdayakan siswa untuk belajar sendiri. Pendidik harus memberikan suatu
arahan kepada siswa agar berupaya untuk belajar sendiri, dan mencari suatu metode
atau cara untuk menguasai suatu materi dengan cara belajar mereka sendiri, untuk
itu siswa harus dilatih oleh guru agar berusaha untuk berpikir kritis terhadap proses
belajar, dan berpikir kreatif dengan tidak terlepas dari arahan dan bantuan guru, atau
bisa juga dengan cara mandiri.
Setelah siswa mampu belajar secara mandiri, barulah guru menekankan pada
tahapan berikutnya yaitu belajar melalui kolaborasi. Di mana peserta didik
dibiasakan oleh guru untuk mengkolaborasi masing-masing pengetahuan yang telah
diajarkan sebelumnya guna meningkatkan kualitas diri siswa. Proses berikutnya
yaitu menggunakan penilaian yang autentik. Penilaian yang autentik diberikan oleh
guru sangatlah penting. setelah guru memberikan nilai secara autentik hal tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran telah dilakukan dengan maksimal dan
kontekstual, dan tentunya memberikan peluang bagi siswa untuk bergerak ke masa
depan yang lebih baik dan potensial. Dan yang terakhir mengejar standar tinggi.
Sekolah menentukan standar yang tinggi bagi instansi, dan sekolah juga menentukan
kompentensi terhadap siswa dengan kompetensi lulusan yang baik dari waktu ke
waktu, dan standar tersebut terus ditingkatan secara terus menerus seiring
berjalannya waktu.
Strategi CTL menjadi metode pengajaran yang baru dan modern untuk
mengatasi kebutuhan pendidikan saat ini.94 Hal itu senada yang dikatakan oleh
Susan Jones Sears, bahwa CTL menuntut guru untuk berperan secara aktif agar
dapat menghubungkan materi yang akan diajarkan kepada siswa terhadap dunia
nyata siswa tersebut. CTL juga disebut sebagai salah satu strategi yang dapat
mengacu motivasi siswa karena langsung terhubung dengan kehidupan nyata siswa,
sehingga siswa dapat lebih bertanggung jawab terhadap pembelajaran mereka
93Chirsant Florence Lotulung et al, “Effectiveness of Learning Method Contextual
Teaching and Learing for Increasing Learning Outcomes of Enterpreneurship Educatuon”,
TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology, Vol. 17, Issues. 3, July
2018: 41. 94Abu Nawas, “Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach Through React
Strategies on Improving the Studens’ Critical Thingking in Writing”, International Journal of Management and Applied Science, Vol. 7, Issue. 7, July, 2018: 47.
37
sendiri, dan siswa mampu membuat koneksi ke berbagai konteks kehidupannya, baik
itu sebagai warga negara, sebagai siswa di sekolah, ataupun sebagai anak di rumah.95
Adapun menurut Jamaluddin & Asto, CTL merupakan serangkaian proses
pembelajaran yang dilalui siswa guna membantu siswa menghasilkan suatu karya,
siswa juga mampu mengaplikasikan berbagai pengetahuan dengan menghubungkan
dan mengaplikasikan semua pengalaman ke dalam kehidupannya sehari-hari
sehingga siswa terus berpikir aktif dan kritis dalam menghadapi berbagai
persoalan.96
Ada lima strategi pengajaran kontekstual menurut Michael L. Crawford97,
yaitu yang pertama, Menghubungkan belajar ke dalam konteks kehidupan nyata
seseorang atau menghubungkan pengetahuan yang sudah dipelajari dalam konteks
tertentu. Kedua, Belajar dengan melakukan suatu hal, atau melalui berbagai
eksplorasi terhadap berbagai pengetahuan, dan mendapatkan banyak penemuan-
penemuan. Ketiga, Menerapkan pembelajaran dengan menerapkan konsep yang
telah ditetapkan dan didiskusikan sebelumnya. Keempat, Belajar bekerjasama antara
satu dengan yang lainnya dengan berbagi konteks, dan merespon hal-hal baru dengan
cepat, dan melakukan komunikasi dengan peserta didik lainnya. Kelima, Mentransfer pengetahuan yang telah diperoleh dalam konteks yang baru atau situasi
dan kondisi baru yang tidak tercakup di lingkungan kelas semata.
Sedangkan menurut Alan Blanchard strategi CTL dapat membantu
memenuhi kebutuhan peserta didik yang meliputi berbagai macam konsep, yaitu:98
pertama, ditekankan pada bagaimana siswa mampu menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi. Kedua, menggali berbagai sumber bahan untuk
kebutuhan pengajaran dan pembelajaran yang diambil dari berbagai konteks seperti
dari rumah, dari lingkungan masyarakat sekitar, ataupun dari sumber lainnya seperti
dari lembag/instansi lain. Ketiga, menekankan kepada siswa agar mandiri dalam
belajar, seperti siswa memantau proses pembelajaran dan mengarahkan belajar
dengan cara sendiri yang lebih mudah ditangkap. Keempat, siswa diajarkan tentang
berbagai konteks dari keragaman. Kelima, guru mengarahkan siswa bahwa belajar
tidak hanya terbatas pada buku dan guru, siswa dapat belajar dari siswa lain dan
belajar bersama-sama dengan peserta didik lainnya. Keenam, memberikan nilai yang
akurat dan autentik terhadap hasil pembelajaran.
95Susan Jones Sears, Introduction Contextual Teaching and Learning,
(Bloomington, Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation, 2003), 9. 96M. Iqbal Jamluddin S. & I Gusti Putu Asto B., “Pengaruh Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Dasar
Menerapkan Macam-Macam Gerbang Dasar Rangkaian Logika di SMK Negeri 7 Surabaya”, Jurnal Pendidikan Elektro, Vol. 4, No. 1, 2015: 75-39.
97Michael L. Craford, Teaching Contextually: Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science (Texas,
CCI Publishing, Inc. 2001), iii. 98Alan Blanchard, Contextual Teaching and Learning, Educational Services, 2001.
http://faculty.csusb.edu/faculty/scarcella/siu463/Contextual%20Learning.htm. Di akses, 5
April 2019.
38
Teori mengenai CTL terus mengalami perkembangan dan inovasi yang
signifikan di kalangan pendidik. Dalam dua puluh tahun terakhir terdapat akumulasi
penelitian yang mengembangkan dan menggunakan teori tersebut dari berbagai
disiplin ilmu, seperti dalam bidang Matematika,99 Bahasa Inggris,100 Kimia,101
Fisika,102 telekomunikasi,103 Biology,104 Ilmu Pengetahuan Sosial,105 dan lain
sebagainya.
Ada beberapa karakteristik CTL menurut Sears & Hers106 yaitu di antaranya,
pembelajaran berbasis masalah. Pembelajar berbasis masalah menjadi pokok penting
dalam proses pembelajara, di mana siswa diberi simulasi suatu masalah ataupun
diberi masalah nyata dari kehidupan sehari-hari secara langsung. Ketika siswa
terbiasa bergulat dengan suatu masalah, maka siswa mulai akan menyadari bahwa
permasalahn tersebut dapat dilihat dari berbagai persepketif dan sudut padang yang
berbeda-beda, dan bahwa untuk menyelesaikan suatu permasalahan, siswa perlu
mengintegrasikan berbagai informasi dari. Saat siswa mengambil peran sebagai
pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah, maka siswa tersebut akan
terlibat dalam pemikirin tingkat tinggi dan pemecahan masalah.
Berikutnya adalah pembelajaran berbagai konteks. Pembelajaran dalam
berbagai konteks didasarkan pada teori-teori kognitif dan pembelajaran yang
menunjukkan bahwa pengetahuan dan pembelajaran dianggap berada dalam konteks
fisik dan sosial tertentu. Bahkan teori-teori kognisi juga menegaskan bahwasannya
99Maneerat Pinwanna, “Using the Contextual Teaching and Learning Method in
Mathematics to Enhance Learning Efficiency on Basic Statistics for High School Students”,
The International Conference in Language, Education, Humanities & Innovation, March,
2015: 58-63 100Murti Bandung, “The Effectivenes of Contextual Teaching and Learning Method
in Teaching Speaking”, The 1st Educational and Language International Confrence Proceedings Center for International Language Development of Unissula, May 2017: 516-
532 101Annisa Fadillah et al, “ The Effect of Application of Contextual Teaching and
Learning (CTL) Model-Based on Lesson Study with Mind Mapping Media to Asses Student
Learning Outcomes on Chemistry on Colloid Systems”, International Journal of Science and Applied Science: Conference Series, Vol. 1, No. 2, 2017: 101-108.
102Fadhilah et al, “Analysis of Contextual Teaching and Learning (CTL) in the
Course of Applied Psysics at the Mining Engineering Department”, International Journal of Science and Applied Science: Conference Series, Vol. 1, No. 2, 2017: 25-32.
103Firdaus & Fatma Dewi, “Application of Contextual Teaching and Learning”
(CTL) Components in Telecommunication Network Design and Optimization Course”,
International Journal of Chemistry Education Research, Vol. 2, Iss. 1, February 2018: 24-33. 104Y. Bustanmi et al, “The Implementation of Contextual Teaching and Learning to
Enhance Biology Students’ Critical Thinking Skilss”, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol.
7 No. 4, 2018: 452-457. 105Farida, “Penggunaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”, e-ISSN S579-3403, Vol. 1, No.1, 2017: 78-86. 106Susan Jones Sears & Susan B. Hers, Contextual Teaching and Learning:
Preparing Teacher to Enhance Student Succes in the Workplace and Beyond School Information Series No. 376 (Washington DC: Eric Publication, 1900), 7-8.
39
pengetahuan tidak dapak dipisahkan dari konteksnya dan kegiatan di mana ia terus
berkembang. Siswa harus belajar pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang
bermakna. Contoh konteks bermakna, seperti keluarga, komunitas, perkumpulan
sejarah, perpestukaan, dan lain-lain.
Dilanjutkan dengan Self-Regulated Learning (SRL) atau regulasi diri
belajar. Dalam SRL terdpat tiga komponen yang sangat sentral, yaitu kesadaran
berpikir, Penggunaan strategi, Motivasi. Individu bisa belajar bagaimana caranya
terlibat dalam pengamatan diri, evaluasi diri, dan reaksi diri untuk memacu membuat
rencana-rencana di masa yang akan dating, dan memilih strategi yang tepat untuk
mencapai suatu tujuan, kemudian mengevaluasi dari apa-apa yang telah dikerjakan.
Aspek kedua mencakup kemampuan strategi individu dalam belajar, mengontrol
emosi. Ketiga, motivasi siswa mempengaruhi pilihan yang mereka buat dan usaha
yang mereka lakukan.
Siswa adalah bagian konteks di mana guru mengajar. Siswa masa kini
mencerminkan nilai-nilai dan adat istiadat dari budaya yang berbeda-beda. Konteks
budaya dan social siswa merupakan tautan penting untuk pencapaian mereka.
Karena itu adalah konteks struktural yang melekat dan mendalam, secara otomatis
menginformasikan dan menghubungkan ke pembelajaran.
Penilaian yang autentik. CTL termasuk penilaian yang berasal dari berbagai
sumber dan terus berlangsung dan dicampur dengan instruksi. Asesmen autentik
seperti mengenai pengetahuan actual, keterampilan, dan perbedaan yang diinginkan
dalam proses pembelajaran. Kelompok belajar yang saling tergantung. Kegiatan
belajar yang terjadi dalam berbagai konteks biasanya sosial yang mereka melibatkan
orang lain. Interaksi antara pelajar di lingkungan dapat menjadi penentu utama dari
apa yang dipelajari dan bagaimana pembelajaran terjadi. Terlibat dalam kerja sama
struktur pembelajaram seperti kelompok belajar, tampaknya menjadi sarana yang
ideal untuk mendorong pembelajaran yang saling tergantung.
Akan tetapi untuk menetapkan strategi pembelajaran kontekstual juga tidak
bisa dilakukan dengan serampangan dan bersandar pada prosedur yang sudah
ditetapkan saja, misalnya seperti menerapkan pembelajaran kontekstual apa aja,
memberikan materi kepada siapa saja, dan di mana saja, atau menggunakan metode
apa saja, apakah metode ceramah atau tanya jawab. Melainkan sebaliknya, di mana
untuk menerapkan pembelajaran kontekstual harus memenuhi serentetan persyarata
yang telah diputusukan para ahli, baik pada tahap perencanaan, maupun sementara
interaksi pembelajaran sedang berlangsung.107
2. Komponen Contextual Teaching and Learning Menurut Elaine B. Johnson, ada delapan komponen CTL, yaitu antara lain;
pertama, Membuat Keterkaitan yang bermakna. Jantung dari pembelajaran
kontekstual adalah keterkaitan yang mengarahkan pada suatu makna yang dialami
107T. Raka Joni, “Pembelajaran yang Mendidik: Artikulasi Konseptual, Terapan
Kontekstual dan Verifikasi Empirik”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 12, No. 2, Juni 2005: 18.
40
oleh siswa.108 Siswa yang mampu mengaitkan berbagai macam ilmu pengetahuan,
baik itu ilmu bahasa Arab, ilmu Pengetahuan Alam, ilmu sosial, ilmu matematika,
dan ilmu-ilmu lainnya dengan pengalaman mereka sendiri dalam kehidupan sehari-
hari, maka secara otomatis mereka akan menemukan makna itu sendiri, dan dengan
makna tersebut akan memberikan mereka alasan untuk belajar. Banyak cara efektif
untuk mengaitkan pengajaran dan pembelajaran dengan konteks situasi sehari-hari
siswa, seperti:
a. Desain ruangan kelas tradisional yang bisa mengaitkan materi secara
langsung dengan konteks kehidupan siswa. b. Guru memberikan materi dari bidang lain yang multidisipiln dalam
pengajaran di dalam kelas. c. Memberikan materi pelajaran yang terpisah-pisah kepada siswa, akan
tetapi materi tersebut tetap mencakup topik-topik yang saling
berhubungan satu sama lain. d. Memberikan materi pelajaran yang menggabungkan atau menyatukan
antara dua atau lebih displin ilmu. e. Menggabungkan sekolah dan pekerjaan f. Model kuliah kerja nyata atau penerapan terhadap hal-hal yang dipelajari
di sekolah ke masyarakat.109 Kedua, melakukan pekerjaan yang berarti. Pekerjaan yang memiliki tujuan,
berguna untuk orang lain, yang melibatkan proses menentukan pilihan,
menghasilkan prodik, nyata atau tidak nyata. 110 ketiga, melakukan pembelajaran
yang diatur sendiri. Pembelajaran mandiri merupakan antithesis dari apa yang
tengah berlangsung di sekolah-sekolah era industri yang dibangun mirip pabrik. Di
sekolah-sekolah industri, tugas seorang siswa adalah memathui aturan-aturan yang
ditujukan untuk mengatur dan mengendalikan. Pembelajaran mandiri adalah suatu
proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan
terkadang satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang
untuk mengubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari
secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin
menghasilkan hasil nyata maupun yang tidak nyata.111 Keempat, bekerjasama. Kerjasama adalah komponen penting dalam sistem
CTL. Para siswa dengan pembelajaran mandiri biasanya bekerjasama dengan
kelompok-kelompok kecil dan otonom. Melalui kerja sama, dan bukannya
108Murtiani, Ahmad Fauzan, Ratwa Eulan, “Penerapan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Berbasis Lesson Study dalam Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Fisika di SMP Negeri Kota Padang”, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol. 1, Februari 2012: 3.
109Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2014), cet 1, 99.
110Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning... 94.
111Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning...., 152.
41
persaingan atau kompetisi, anak-anak menyerap kebijaksanaan orang lain. Melalui
kerja sama, siswa dapat menyemai toleransi dan perasaan mengasihi. Berbagai
strategi untuk kerja kelompok telah di tulis secara luas. Pengalaman bekerja sama
tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi pembelajaran tetapi juga
menyelesaikan suatu tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bersama-sama,
atau kerja sama dalam bentuk tim kerja.112 Aturan-aturan kerja kelompok berikut
ini, yang perlu dilakukan di dalam kelas, menyarankan beberapa pilihan dan
tanggung jawab dalam menghadapi anggota kelompok: a. Tetap fokus pada tugas kelompok
b. Bekerja secara kooperatif dengan para anggota kelompok lainnya.
c. Mencapai keputusan kelompok untuk setiap masalah.
d. Meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompok memahami setiap
solusi yang ada sebelum langkah lebih jauh.
e. Mendengarkan orang lain dengan seksama dan mencoba memanfaatkan
ide-ide mereka.
f. Berbagi kepemimpinan dalam kelompok.
g. Memastikan setiap orang ikut berpartisipasi dan tidak ada salah
seseorang yang mendominasi kelompok.
h. Bergiliran mencatat hasil-hasil yang telah dicapai kelompok.
Seperti yang ditunjukkan oleh peraturan-peraturan ini, kerja sama menuntut
adanya rasa hormat, kesabaran, dan pernghargaan. Para guru CTL membantu
kelompok untuk menemukan bahwa setiap anggota adalah berharga dan bahwa
setiap orang dapat menyumbangkan sesuatu bagi kelompok.113
Kelima, berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis merupakan sebuah proses
yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan
masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan
penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara
yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi
secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Ada delapan
langkah untuk menjadi pemikir kritis yang dibuat dalam bentuk pertanyaan, yaitu: a. Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan? b. Apa sudut pandangnya?
c. Apa alasan yang diajukan?
d. Asumsi-asumsi apa yang dapat dibuat?
e. Apakah bahasannya jelas?
f. Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan?
g. Kesimpulan apa yang ditawarkan?
h. Apakah implikasi-implikasi dari kesimpulan yang sudah diambil?
112Abdul Gafur, “Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran
dan Bahan Ajar”, Cakrawala Pendidikan, No. 2, Nopember 2003: 278. 113Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, 169-170.
42
Kedelapan pertanyaan tersebut dapat dijawab serta dijelaskan sebagai suatu
konsep pembelajaran, sehingga diharapkan mampu membuat siswa dapat berpikir
dengan baik mengenai semua subjek dan situasi.114 Berpikir kreatif adalah kegiatan
mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman baru. Berpikir
kreatif, membutuhkan ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, meliputi
aktivitas mental seperti:
a. Mengajukan pertanyaan.
b. Mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dalam
pikiran terbuka.
c. Membangun keterkaitan, khusunya di antara hal-hal yang berbeda.
d. Menghubungkan berbagai hal dengan bebas.
e. Menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru
dan berbeda.
f. Mendengarkan intuisi.115
Adapun upaya untuk membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang, ada
beberapa langkah, yaitu dengan cara mengenal siswa: sebuah sumber harapan.
Ketika guru mengenal para siswa, guru bisa menolong siswanya menemukan
pelajaran, gagasan, dan keterampilan yang benar-benar menarik dan menyenangkan
mereka. Dengan menolong siswa mengenali minat dan bakat meraka, para guru
secara tidak langsung membantu murid-murid merasakan ke mana arah pekerjaan
yang cocok untuk mereka. Guru yang perhatian dapat menolong para siswa
mendengarkan suata hati.116 Dan selanjutnya memahami pengaruh kehidupan di
rumah, latar belakang ekonomi, ras dan suku. Seperti halnya para guru perlu
mengathui apa yang dialami para siswa di sekolah, mereka juga perlu mengetahui
bagaimana wajah-wajah siswanya di luar sekolah. Seperti apa mereka di rumah?
apakah mereka hidup dengan orang-orang dewasa yang mendukung? apakah
kepercayaan agama dan nilai-nilai mereka? apakah mereka hidup di bawah garis
kemiskinan?. 117
Keenam, Mencapai standar yang tinggi. Yang paling penting bagi orang tua,
menyangkut masalah Pendidikan, adalah kesuksesan akademik anak. Yang paling
penting dalam sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah membantu
siswa untuk mencapai standar akademik yang tinggi. Salah satunya dengan
menciptakan tujuan-tujuan yang tinggi.
Ketujuh, Siswa harus memiliki keterampilan dan kompetensi jika ingin
sukses. Keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki antara lain; Keterampilan
dasar yaitu meliputi keterampilan membaca, menulis, aritmetika, matematika,
mendengarkan, berbicara. Selanjutnya keterampilan berpikir: belajar, memberi
114Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning...., 183-200. 115Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning...., 215. 116Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning....,237 117Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning....,241.
43
alasan, berpikir kreatif, membuat keputusan, memecakan masalah. Dan terakhir
yaitu kualitas pribadi meliputi tanggung jawab, harga diri, manajemen diri.
Keterampilan bersosialisasi dan integritas. Adapun kompetensi yang harus dimiliki,
yaitu:
a. Sumber daya: mengalokasikan waktu, uang, bahan, ruang dan orang.
b. Interpersonal: bekerja baik dalam tim, mengajar orang lain, melayani
konsumen, memimpin, bernegosiasi, dan bekerja sama dengan orang-
orang berlatar belakang yang berbeda-beda budaya dan macam.
c. Informasi: mengumpulkan, mengevaluasi, dan menerjemahkan
informasi, mengorganisasi, dan menyiman data, mengkomunikasikan
informasi, dan mengelola informasi.
d. Teknologi memiliki perlengkapan dan peralatan yang tepat, menerapkan
teknologi pada tugas-tugas tertentu.118
Kedelapan, menggunakan penilaian autentik. Tahapan terakhir penilaian
yang dilakukan oleh guru melalui serangkaian tees untuk melihat kemampuan siswa
dalam pembelajaran.119 Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan
informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan
tertentu. Sebagai bagian kecil dari keseluruhan sistem CTL, penilaian autentik
berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan
membangun keterkaitan dan bekerja sama, dan menanamkan tingkat berpikir yang
lebih tinggi.120
Selain dari komponen tersebut, Strategi CTL memiliki tujuh komponen
menurut beberapa ahli lainnya seperti Wina Sanjaya, yaitu:
1. Konstruktivisme.
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi
(bentukan) diri kita sendiri oleh karena itu Suparno (1997), menyatakan
pengetahuan ataupun pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya
diterima secara pasif dari guru. Pengetahuan tidak bisa dipindahkan begitu saja dari
otak seorang guru ke kepala orang lain, karena pengetahuan bukanlah barang yang
dapat ditransfer dengan mudah, subyek belajarlah yang mengartikan apa yang telah
disampaikan dengan penyesuaian terhadap pengalam-pengalaman yang
dimiliknya.121
118Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, 265-267.
119Dedy Juliandri Panjaitan, “Peningkatan Pemahaman dan Aplikasi Konsep
Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Jurnal Math Education Nusantara,
Vol. 1, No. 1, 2018: 55.s 120Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, 288.
121Umi Machmudah & Abdul Wahab Rasyidi, Active Learing dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 25.
44
Konstruktivisme memandang sangat kecil kemungkinan adanya transfer
pengetahuan dari seseorang ke orang lain. Setiap orang membangun pengetahuannya
sendiri. Sehingga transfer pengetahuan seperti menumpahkan ke dalam ember
kosong adalah sangat mustahil terjadi.122 Konstruktivisme adalah filosopi
pembelajaran yang menyarankan siswa untuk membangun pemahaman mereka
sendiri tentang ide baru. Ada banyak penjelasan tertulis tentang konstruktivisme
baik di bidang teori maupun kognisi. Misalnya Jean Piaget, Eleanor Duckworth,
George Hein, dan Howard Gardner.123
Konstruktivisme telah lama dikenal sebagai teori pembelajaran yang
berguna pada saat pelajar membangun representasi mental dengan terlibat dalam
berbagai jenis proses kognitif selama pembelajaran. Mayer mengusulkan untuk
memandang konstruktivisme sebagai resep untuk instruksi, di mana peserta didik
harus lebih aktif selama pembelajaran.124 Lebih lanjut menurut Bada Steve Olusegun
konstruktivisme meyakini bahwa belajar dipengaruhi oleh konsep seperti keyakinan
dan sikap siswa. Konstruktivisme adalah pembelajaran tentang bagaimana orang
dapat memperoleh pengetahuan dan belajar.125 Menurut paradigma konstruktivistik,
pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep,
konstruksi solusi dan lagoritma ketimbang menghafal prosedur dan
menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban yang benar.126
2. Menemukan (Inquiry) Menemukan atau inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada
proses pencarian penemuan melalui proses berpikir secara sistematis, yaitu proses
pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar
mengunakan keteramplian berpikir kritis.127 Menurut inkuiri merupakan suatu cara
mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan,
proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional.128 Siklus inkuiri menurut Teguh
122Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problame Based Learning untuk
Meningkatkan Profesionalitas Guru (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 12. 123Fadhilah et al, “Analysis of Contextual Teaching and Learning (CTL) in the
Course of Applied Psysics at the Mining Engineering Department”, International Journal of Science and Applied Science: Conference Series, Vol. 1, No. 2, 2017: 29.
124Sigmun Tobias & Thomas M. Duffy, Constructivist Instruction: Succes or Failure?, Chapter 10, Richars E. Mayer, “Constructivism as a Theory of Learning Versus Constructism a Prescription for Instruction”, (New York: Routledge,2009), 184.
125Bada Steve Olusegun, “Constructivisme Learning Theory: A Paradigma for
Teaching and Learning”, IOSR Journal of Research & Method in Education, Vol. 5, Iss. 6
Ver. 1, Desember 2015: 66. 126I Wayan Santyasa, “Model-Model Pembelajaran Inovatif”, disajikan dalam
pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa
Pemida. 29 juni s.d 1 Juli 2007. 127Idrus Hasibuan, “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning)”, Logaritma, Vol. II, No. 1, Januari 2014: 5. 128Zuhratuddin, “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran
Matematika Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model
45
Sihono: Observasi (observing), bertanya (questioning), mengajukan dugaan
(hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (Conclusion). Langkah-lakang kegiatan menemukan :
a. Merumuskan masalah.
b. Mengamati atau melakukan observasi.
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, guru, atau audiens lainnya. 129
3. Bertanya (Questioning) Elemen lain yang merupakan karakteristik utama Contextual Teaching and Learning adalah kemampuan dan kebiasaan bertanya. Dalam mengimplementasikan
pertanyaan yang diajukan oleh guru harus digunakan sebagai alat atau pendekatan
untuk mengeksplorasi sumber belajar yang berhubungan dengan kehidupan nyata.
Dengan kata lain, tugas guru adalah membimbing melalui pertanyaan yang diajukan
untuk mencari dan menemukan hubungan antar konsep yang dipelajari. Melalui
penerapan pertanyaan, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses
belajar lebih luas dan mendalam. Ada delapan fungsi dari bertanya menurut Chirsant
Florence Lotulung, yaitu :130
a. Dapat mengeksplorasi infromasi, baik administrasi maupun pemahaman
siswa.
b. Mengetahui pemahaman siswa.
c. Menghasilkan respon siswa.
d. Mengetahui sejauh mana siswa mengetahui apa yang telah dipeajari.
e. Mengetahui apa yang siswa ketahui.
f. Memfokuskan perhatian siswa.
g. Menghasilkan banyak pertanyaan dari siswa.
h. Menyegarkan pengetahuan siswa dari meteri yang telah dipelajari.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari hasil kerja sama dengan orang lain. Guru selalu disarankan melaksanakn
Inkuiri di Kelas VII/A SMP Negeri 1 Darul Kamal Aceh Besar Semester I Tahun 2010/2011”,
Jurnal Serambi PTK, Vol. 1, No. 1, Juni 2014: 14. 129Teguh Sihono, “Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai Model
Pembelajaran Ekonomi dalam KKB”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 1, No. 1, February
2004, 76-77. 130Chirsant Florence Lotulung et al, “Effectiveness of Learning Method Contextual
Teaching and Learing for Increasing Learning Outcomes of Enterpreneurship Educatuon”,
TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology, Vol. 17, Issues. 3, July
2018: 42.
46
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.131 Menurut Agus Retnanto
masyarakat belajar dimaksudkan dengan: a). Sekelompok orang yang terkait dalam
kegiatan belajar, b). Bekerjasama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar
sendiri, c). Saling bertukar pengalaman, d). Berbagi ide.132 Menurut Mustaghfirin
masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Jika setiap
orang belajar dari orang lain, maka setiap oran lain bisa menjadi sumber belajar,
artinya setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.
Praktiknya dalam pembelajaran dapat terwujud alam pemebentukan kelompok,
mendatangkan ahli ke kelas, bekerja kelompok dengan kelas sederajat, dengan kelas
di atasnya, atau dengan masyarakat di lingkungan sekitar.133
5. Pemodelan (Modelling) Pemodelan memberi peluang besar bagi guru untuk memberikan contoh
bagaimana mengerjakan sesuatu sebelum siswa mengerjakan tugasnya.134
Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat,
atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing. Proses modelling tidak
terbatas pada guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap
memiliki kemampuan.135 Misalnya siswa yang pernah menjadi juara pidato
berbahasa Arab dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-
temannya, dengan demikian siswa dapat dianngap menjadi model. Modelling
merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui
modelling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat
memungkinkan terjadinya verbalisme.136
131Kartini Hutagaol, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan
Representasi Matematis Siswa Sekolah Mengah Pertama”, Jurnal Ilmiah Program Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2, No. 1, Februari 2013: 94.
132Agus Retnanto, “Aktualisasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) pada Pembelajaran Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan di STAIN Kudus
Tahun 2016”, Quality, Vol. 4, No. 1, 2016: 147. 133Mustaghfirin, “Implementasi Contextual Teachingn and Learning (CTL) dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Al-Azhar Syifa Budi
Solomanahan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta”, (Tesis Program Pascasarjana Magister
Pendidikan Islam: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013). 134D. Selvianiresa & Prabawanto, “Contextual Teaching and Learning Approach of
Mathematics in Primary Schools”, International Confrence on Mathematic and Science Educayion (ICMSCE): Journal of Physics: Conf. Series 895, 2017: 3.
135Mohammad Faizal Amir, “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Pemcahan Masalah Matematika siswa Sekolah Dasar”, Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan: Tema “Peningkatan Kualitas Peserta Didik melalui Implementasi
Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo 24 Oktober 2015: 37.s 136Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), cet ke-12, 268.
47
6. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis,
mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.137 Menurut Wina
Sanjaya fefleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelejaran yang telah dilalunya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu
akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi
bagian dari pengetahuan yang dimiliki siswa. Dalam proses pembelajar dengan
menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah
dipelajari.138 Menurut Abdul Kadir ada 3 kriteria refleksi, yaitu: 1. Cara berpikir
tentang apa yang telah dipelajari, 2. Mencatat apa yang telah dipelajari, 3. Membuat
jurnal, karya senin, dan diskusi kelompok.139
7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment) Asesmen autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif
berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk
belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapatkan
penghargaan.140 Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada
saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat
evaluasi yang digunakan terbatas pada alat tes. Dalam CTL, keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual
saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan
tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti alat tes, akan tetapi juga
proses belajar melalui penilaian nyata.141
B. Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu aspek dari kualitas manusia yang saat ini
sangat berperan penting di dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara
Indonesia yang sedang mengalami permasahalan-permasalahan yang kompleks, oleh
karena itu menurut Setyabudi dengan kreativitas manusia akan memiliki kemamuan
adaptasi kreatif dan kepiawaian yang imajinatif, sehingga manusia akan mampu
137M. Idrus Hasibuan, “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning), Logaritma, Vol. II, No. 1, Januari 2014: 7. 138Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), cet ke-12, 268. 139Abdul Kadir, “Konsep Pembelajaran Kontekstual di Sekolah”, Dinamika Ilmu,
Vol. 13, No. 3, Desember 2013: 26. 140H. Herman Suherman, “Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Matematika”, Educare, Vol. 2, No. 1, Agustus 203: 56. 141Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), cet ke-12, 268-269.
48
mencari penyelesaian masalah dengan cara yang baru dalam mengikuti perubahan-
perubahan yang terjadi.142
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melihat atau memikirkan
hal-hal yang luar biasa, yang tidak lazim, memadukan informasi yang tampaknya
tidak berhubungan dan mencetuskan solusi ataupun gagasan baru yang dicerminkan
dari kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir.143 Adapun kreativitas
menurut Supriadi dalam (Fitria Lestari) adalah kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif
berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.144
Lebih lanjut kreativitas diartikan sebagai kemampuan menghasilkan
sejumlah besar gagasan, berubah dari satu pendekatan ke pendekatan lainnya, dari
satu cara berpikir ke cara lainnya dan menyediakan gagasan atau penyelesaian
masalah yang tidak jelas dan tidak umum. Kreativitas yang sangat tinggi disertai
dengan rasa ingin tahu yang besar dan haus akan tentang berpikir membuat
seseorang gemar melakukan eksplorasi. Kreativitas merpukan bakat yang secara
potensial dimiki oleh setiap orang yang dapat diidentifikasi dan dipupuk melalui
pendidikan yang tepat.145
Munandar dalam Sari (2013) mendefinisikan kreativitas sebagai
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan,
informasi, datau atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumya menjadi hal-hal
yang bermakna dan bermanfaat. Sesuatu yang baru tidak perlu baru sama sekali
tetapi dapat merupakan kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan infromasi, data atau elemen-elemen yang sudah
ada adalah semua pengalaman yang terlah diperolah semasa hidupnya baik di
lingkungan pendidikan maupun masyarakat.146 Hal ini juga ditekankan oleh Diana
(2006) bahwa setiap anak cerdas, dan setiap anak kreatif, namun menjadi pribadi
kretif tidaklah didapat dengan tiba-tiba. Kreativitas memerlukan proses, kreativitas
perlu dipupuk, disiram, dan dirawat agar bisa tumbuh subur.147
142Imam Setyabudi, “Hubungan antara Adverisi dan Inteligensi dengan
Kreativitas”, Jurnal Psikologi, Vol 9, No. 1, Juni 2011: 2. 143Siwi Febriani & Novisita Ratu, “Profil Proses Berpikir Kreatif Matematis Siswa
dalam Pemecahan Masalah Open-Ended Berdasarkan Teori Wallas”, Jurnal Moshrafa, Vol.
7, No. 1, Januari 2018: 40. 144Firia Lestari, “Pengaruh Kewirausahaan dan Kreativitas terhadap Keberhasilan
Usaha pada Sentra Industri Rjutan Binong Jati Bandung”. 145Hepy Hapsari Kisti & Nur Ainy Fardana N, “Hubungan antara Self-Efficacy
dengan Kreativitas Siswa SMK”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 1,
No.2, Agustus 2012: 53. 146Dyana Wahyu Perwita Sari, “Pengaruh Bermain Plastisin terhadap Kreativitas
Anak Usia 5-6 Tahun ditinjau dari Bermain Secara Individu dan Kelompok”, Jurnal Psikologi Pnedidikan dan Perkembangan, Vol. 2, No. 3, Desember 2013: 220.
147R. Rachmy Diana, “Setiap Anak Cerdas! Setiap Anak Kreatif!: Menghidupkan
Keberbakatan dan Kreativitas Anak”, Jurnal Psikologi Universita Diponegoro, Vol. 3, No. 2,
Desember 2006: 126.
49
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk membuat kombinasi baru
berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada.148 Dalam kamus Webster’s
Creativity is the ability to transcend traditional ides, rules, patterns, relationship, or the like, and to create meaningful new ideas, forms, methods, progressiveness or imagination.149 Kreativitas merupakan “kekayaan pribadi” yang diwujdukan dalam
sikap atau karakter seperti flaksibel, terbuka, otonom, lapang dada, keinginan
mencoba sesuatu (perasaan), kemampuan menjabarkan gagasan, kemampuan
menilai diri sendiri secara realistis, yang kesemuanya sangat diperlukan dalam
mengembangkan kreativitas.150
Banyak sekali upaya para ahli untuk meningkatkan kreativitas anak, seperti
dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah,151 kemudian melalui
pembelajaran open ended,152 dan tentunya juga dapat melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning.153 Menurut Guilford dalam Hapsah & Sapira (2015) bahwa
orang-orang kreatif lebih banyak memiliki cara-cara berpikir divergen di mana
mengggunakan banyak alternatif jawaban dalam pemecahan masalah.154
Kreativitas meliputi kreativitas berpikir maupun krativitas dalam
melakukan sesuatu. Kreativitas berpikir merupakan kemampuan imajinatif, tetapi
rasional. Berpikir kreatif berawal dari berpikir kritis, yaitu menemukan dan
melahirkan sesuatu yang sebelumnya belum ada atau memperbaiki sesuatu yang
sebelumnya tidak baik.155 Secara umum kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki
individu untuk menghasilkan suatu hal yang baru, orisinal.156
148Novi Mulyani, “Development of Early Childhood’s Creativity Through Play and
Song at TK Negeri Pembina Kabupaten Purbalingga”, As-Sibyan Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, Vol. 4, No.1, Juni 2019: 19. 149Webster’s Dicttionary. https.//www.dictionary.com diakses 28 Oktober 2019. 150Helda Jolanda Pentury, “Pengembangan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran
Kreatif Pelajaran Bahasa Inggris”, Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 4, No. 2,
november 2017: 226. 151Rini Utami, “Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Langkah
Penyelesaiann Berdasarkan Polya dan Krulik-Rudnick ditinjau dari Kreativitas Siswa”,
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 1, Januari 2013: 96. 152Firdaus, Abdur Rahman As’ari, Abd. Qohar, “Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Open Ended pada Materi
SPLDV”, Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 2, Februaru 2016: 227-236. 153Ali Syahbana, “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP
Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Edumactica, Vol. 2, No. 1, April
2012: 45-57. 154Rifqi Hapsah & Siti Ina Savira, “Hubungan antara Self-Efficacy dan Kreativitas
dengan minta Berwirausaha”, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 5, No. 2, 2015: 83. 155Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2005), Cet I, 158. 156Dominikus David Biondi Situmorang, “Hubungan antara Potensi Kretaivitas dan
Motivasi Berprestasi Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2010
FKIP Unika Atma Jaya”, Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, Vol. 1, No.1, Maret 2016:
1.
50
Kreativitas sebagai suatu proses mental, sebenarnya ada pada diri setiap
individu. Namun potensi tersebut seringkali kurang atau tidak muncul karena kurang
atau tidak adanya kesempatan. Menurut Torrance dalam Aliyati & Yunanto (2014),
kreativitas dapat dipelajari dan dikembangkan karena adanya kesempatan.
Kesempatan uang tepat untuk mempelajari kreativitas adalah dengan Pendidikan
atau pelatihan.157
Proses berpikir kreatif melibatkan Curiosity (mempertanyakan,
eksperimentasi, eksplorasi, ekspedisi); Opennes to experience (mencari informasi
dan pengalaman, berfantasi, pengalaman positif dan negative, menghargai karya seni
dan budaya, dan menerima pendapat orang lain); Risk tolerance (kesediaan
mengambil resiko material, fisik, psikis dan social, dan; Energy (pengunaan energi
fisik dan mental).158
Berpikir kreatif menurut Trefingger terdiri dari berpikir secara lancar, berpikir luwes
dan berpikir secara orisinil serta berpikir elaboratif.159 Berpikir lancar mencakup di
mana siswa dapat mencetuskan banyak gagasa, jawaban, menyelesaikan masalah
atau pertanyaan, kemudia memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan
berbagai hal, bisa juga dengan memikirkan lebih dari satu jawaban. Selanjutnya
yaitu berpikir luwes mencakup di mana siswa dapat menghasilkan gagasan, jawaban
atau pertanyaan yang bervariasi, kemudian dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda, siswa juga dapat mencari banyak alternatif atau arah
yang berbeda-beda, selian itu juga dapat mengubah cara pendekatan atau pemikiran.
Adapun berpikir orisinil mencakup di mana siswa mampu melahirkan ungkapan yang
baru dan unik, bisa juga dengan memikirkan cara-cara yang tak lazim untuk
mengungkapkan diri, selain itu juga mampu membuat kombinasi-kombinasi yang
tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Selanjutnya yaitu berpikir
elaboratif mencakup di mana siswa mampu memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan atau produk, selain itu menambah atau merinci detail-detail dari suatu
obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.160
Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang dilakukan di dalam maupun
di luar kelas dengan cara memanfaatkan segenap potensi dan luti kecerdasan yang
dimiliki peserta didik secara maksimal. Secara implisit, pembelajaran ini
mengandung muatan baru yang disesuaikan dengan keadaan, terutama dalam
penyajiannya yang lebih inovatif. Bila dalam ruangan kelas tidak tersedia fasilitas
157Putri Dwi Aliyati & Nonon Hery Yoenanto, “Hubungan Antara Peceived
Autonomy Support Siswa terhadap Guru dengan Kreativitas Siswa Kelas XI SMA Insan
Mulia Surabaya”, Jurnal Psikologi & Perkembangan, Vol. 3, No. 1, April 2014: 23. 158M. As’ad Djalali, “Pola Asuh Orangtua Demokratis, Efikasi-Diri dan Kreativitas
Remaja”, Jurnal Persona, Vol.1, No.1, Juni 2012:16. 159Susriyati Mahanal & Siti Zubaidah, “Model Pembelajaran Riscosre yang
Berpotensi Memberdayakan Keterempilan Bepikir Kreatif”, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengebangan, Vol. 2, No. 5, Mei 2017: 677.
160Zemmy Indra Kumala Dewi, “Upaya Meningkatkan Berpikir Kreatif melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI berdasarkan Teori Beban Kognitif”, Cakrawala Pendidikan : Forum Komunikasi Ilmiah dan Ekspresi Krwatif Ilmu Pendidikan, Vol. 15, No.
2, Oktober 2013: 248.
51
pembelajaran yang ada, termasuk mengeksploitasi secara maksimal alam lingkungan
sekitarnya. Dengan demikian, pembelajaran ini mampu beradaptasi dengan berbagai
macam situasi dan keadaan sehingga bisa dilakukan di mana dan kapan saja.161
Teres M. Amabile berpendapat bahwa proses pembelajaran kratif itu melalui
lima tahap dan diibaratkan seperti orang membuat sop. Kelima tahap tersebut
adalah:162
a. Tahap presentasi masalah (pembelajar menyadari adanya suatu masalah
yang harus dipelajari dan dicarikan solusinya.
b. Tahap persiapan (menyiapkan diri untuk belajar, menelaah bacaan yang
relevan dengan masalah).
c. Tahap penyimpulan gagasan (hasil pembacaan biasa melaharian gagasan,
sehingga ada titik simpul yang dapat dijadikan sebagai inspirasi dan media
pemecahan masalah.
d. Tahap validasi (aktualisasi gagasan dalam bentuk tindakan dan karya
kreatif).
e. Tahap pengukuran hasil (evaluasi)
2. Ciri-Ciri Kreativitas
Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek menurut Yesi Budiarti,
yaitu:
a. Aspek Kognitif. Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan
berpikir kreatif/divergen ciri-cirinya yaitu: (1). Keterampilan berpikir
lancar, (2). Keterempilan berpikir luwes/fleksibel, (3). Keterempilan berpikir
orisinal, (4). Keterampilan memperinci, (5). Keterampilan menilai. Makin
kreatif seseorang, ciri-ciri tersebut makin dimiliki.
b. Aspek afektif. Ciri-ciri kreativitas yang lebih berkaitan dengan sikap dan
perasaan seseorang ciri-cirnya yaitu: (1). Rasa ingin tahun, (2) Bersifat
imajinatif, (3) merasa tertantang oleh kemajemukan, (4) sifat berani
mengambil resiko, (5) sifat menghargai, (6) percaya diri, (7) keterbukaan
terhadap pengalaman baru, (8) menonjol dalam salah satu bidang seni.163
Adapun menurut Sund dalam Silaban (2014) ciri-ciri individu yang memiliki
potensi kreatif adalah sebagai berikut, yaitu : memiliki ras ingin tahu, Panjang akal,
bekeinginan untuk menemukan atau meneliti, lebih suka melakukan tugas-tugas
yang beras, senang menyelesaikan masalah, bergerak dan penuh dedikasi dalam
melakukan pekerjaan, bersifat fleksibel, cepat menanggapi atau menjawab
pertanyaan dan memiliki kebiasaan memberikan yang lebih banyak disbanding
dengan orang lain, dan lain sebagainya.164
161Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
(Jakarta: UIN Jakarta Press 2008), 236. 162Lihat Teresa M. Amabile, Growing up Creative (New York: Pinguin, 1998). 163Yesi Budiati, “Pengembangan Kemampuan Kreativitas dalam Pembelajaran
IPS”, Jurnal Pendidikan Ekonomi, Vol. 2, No. 1, 2015: 68. 164Bojingga Silaban, “Hubungan antara Penguasaan Konsep Fisika dan Kreativitas
dengan Kemmapuan Memecahkan Masalah pada Materi Pokok Listrik Statis”, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan, Vol. 20, No. 1, 2014: 67.
52
Adapun menurut Trefingger ada lima aspek dalam berpikir kreatif, yaitu:
Pertama, Fluency (kelancaran), meliputi kemampuan mengeluarkan ide, cara, saran,
pertanyaan, gagasan atau alternatif jawaban dengan lancer dalam waktu tertentu.
Kedua, Flexibility (keluwesan), meliputi kemampuan mengeluarkan gagasan,
jawaban, pertanyaan yang bervariasi di mana gagasan atau jawaban tersebut
diperoleh dari sudur pandang yang berbeda-beda dengan mengubah cara pendekatan
atau pemikiran. Ketiga, originality (keaslian), merupakan kemampuan
mengungkapkan, cara, gagasam, atau ide untuk menyelesaikan masalah ayau
membuat kombinasi bagian atau unsur-unsur secara tidak lazim, unik, baru, yang
tidak terpikirkan orang lain. Keempat, elaboration (merinci), merupakan
kemampuan untuk memperkaya, mengembangkan, menambah, menguraikan atau
merinci detail-detail dari objek, gagasan, ide, produk, atau situasi sehingag lebih
menarik. Kelima, Metaphorical thingking (berpikir metafora), merupakan
kemampuan untuk menggunakan perbandingan atau analogi untuk membuat
keterkaitan baru.165
C. Maharat al-kalam 1. Pengertian Maharat al-kalam
Ada banyak definisi mengenai bahasa. Dalam perbincangan mengenai
Bahasa pada khazanah literatur Arab, didapati dua jenis definisi. Pertama, definisi
yang berasal dari khazanah literatur klasik. Kedua, definisi yang berasal dari literatur
modern, yang merupakan panjangan tangan dari definisi yang ditemukan pada
khazanah literatur Barat. Jinni (W. 932 H) mendefinisikan bahwa bahasa adalah
bunyi yang dipergunakan komunitas untuk mengungkapkan maksud dan tujuan. Ibnu
Khaldun mengatakan bahwa Bahasa itu adalah ekspresi dari penutur atas apa yang
diinginkannya.166 Dari definisi bahasa di atas maka bahasa Arab adalah ekspresi dari
penutur apa yang dinginkannya dengan menggunakan bahasa Arab.
Bahasa Arab mempunyai peran yang sentral dalam pergaulan manusia
dewasa ini. bahasa Arab telah diakui PBB secara resmi sebagai bahasa Internasional
pada tahun 1973. Ini membuktikan bahwa bahasa Arab berperan penting sebagai alat
komunikasi di tingkat internasional.167 bahasa Arab semakin menarik untuk
dipelajari bukan dari dorongan keagamaan semata tetapi juga dilatarbelakangi oleh
perdagangan, politik, dan Pendidikan.168
Dalam belajar bahasa Asing, terutama bahasa Arab, keterlibatan penuh
siswa dalam proses pembelajaran sangat penting karena dalam belajar bahasa,
165Susriyati Mahanal & Siti Zubaidah, “Model Pembelajaran Riscosre yang
Berpotensi Memberdayakan Keterempilan Bepikir Kreatif”, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengebangan, Vol. 2, No. 5, Mei 2017: 677.
166Syarif Hidayatullah & Abdullah, Pengantar Linguistik Arab Klasik-Modern
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), 1-2. 167Muspika Hendri, “Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui
Pendekatan Komunikatif”, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3, No, 2, Juli-
Desember 2017: 196. 168Abdullah Mu’in, Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Al-Husna Bary, 2004), 40.
53
interaksi timbal balik antara instruktur dan siswa harus dilakukan. Jika guru bahasa
Arab hanya berfokus pada penyampaian materi atau tidak melibatkan siswa
sepenuhnya, misalnya dengan meminta siswa menghafal kosakata (mufradat) dan
tata bahasa Arab (Nahwu), hasilnya juga tidak optimal. Sepeti diketahui, para ahli
dalam metodologi pengajaran bahasa Arab ke non-Arab mengkategorikan
kemampuan berbahasa Arab menjadi empat keterampilan, yaitu : 1) Maharah al-Istima’ (listening skill), 2) Maharah al-Qira’ah (reading comprehension), #3) Maharah al-Hiwar/al-Kalam (proficiency in conversation) and 4) Maharah al-Kitabah (writing proficiency).169
Sasaran Pendidikan bahasa Arab terhadap penguasaan bahasa Arab dalam
proses pembelajaran dikenal dua macam tujuan pengajaran, yaitu tujuan
instruksional dan tujuan iringan. Tujuan instruksional dinyatakan secara eksplisit
dalm GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) sedangka tujuan iringan
bergantung pada pengajar dalam merancang strategi pengajaran.170 Sementara
sasaran Pendidikan bahasa Arab di Indonesia dapat langsung diihat berdasarkan
peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Strandar Isi Pendidikan Agama dan Bahasa Arab di
Madrasah.171
Maharah dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan kemahiran,
keterampilan, atau kecakapan. Sedangkan dalam bahasa Inggris maharah disebut
dengan skill. Sehingga maharah bahasa Arab adalah keterampilan-keterampilan yng
harus dikuasi oleh pembelajar bahasa Arab baik dari segi reseptif (memperoleh
bahasa) maupun segi produktif (menghasilkan bahasa).172
Maharat al-kalam adalah salah satu aspek terpenting dalam pembelajaran
Bahasa.173 Sebab berbicara adalah bagian dari keterampilan yang dipelajari oleh
pengajar, sehingga keterampilan berbicara dianggap sebagai bagian yang sangat
mendasar dalam mempelajari bahasa asing.174 Semua indikator kemahiran dalam
berbahasa Arab dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan CTL.
169Achmad Mulis, “Pengembangan Pembelajaran Maharah Al-Kalam Berbasis
Media Bithaqah Jaybiyah di MTS Negeri Sumber Bungur Pamekasan”, OKARA, Vol. 2, No.
14, November 2014: 121. 170Iskandarwassid & Dadang Suhendra, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), 23. 171Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi Lulusan dan Strandar Isi Pendidikan Agama dan Bahasa Arab di Madrasah. 172Abdul Chaqil Harimi, “Pembelajaran Maharah Bahasa Arab Berbasis Inklusif
(Analisi Kebutuhan Peserta Didik Tunanetra dalam Pembelajaran Berbahasa Arab)”, Tarlin, Vol. 1, No. 2, 2017: 22.
173Mainizar et al, “Penerapan Strategi Pembelajaran Learning Cell dalam
Pembelajaran Bahasa Arab untuk Meningkatkan Mahaaroh al-Kalam pada Siswa Madrasah
Tsanawiyagh di Provinsi Riau”, Kutubkhanah: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 17,
No. 2, Juli-Desember 2014: 241. 174Abd. Whab Rosyidi & Mamlu’atul Ni’mah, Memahami Konsep Dasar
Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), 88.
54
Maharat al-kalam adalah kemampuan siswa untuk mengekspresikan apa
yang dia pikirkan kepada orang lain, secara lisan. Keterampilana ini penting untuk
diajarkan karena ini adalah langkah pertama menuju keterampilan membaca dan
menulis. Di samping itu, hal ini memungkinkan komunikasi dua arah antara
pembicara dan pendengar secar timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara
harus terlebih dahulu didasari oleh: 1. Kemampuan mendengarkan, 2. Kemampuan
mengucapkan, dan 3. Penguasaan kosakata dan ungkapan yang memungkinkan siswa
dapat mengkomunikasikan maksud dan pikirannya.175
Secara spesifik, menurut Jaudat ar-Rukabi dalam Achmad Muhlis (2014)
tingkat kemampuan itu mencakup performative, functional, informational dan epistemic. Pada tingkat performative, orang mampu membaca (fahm al-maqru’), menulis (kafa’ah al-kitabah), mendengarkan (fahm al-masmu’), dan berbica dengan
simbol-simbol (al-kalam bi ramus al-shauti) yang digunakan. Pada tingkat
functional, orang mampu menggunakan bahasa Arab untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar (qiro’ah al-jaridah), manual atau
petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan
kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam Bahasa sasaran.176
Berkenaan dengan kecakapan berbicara, guru bahasa Arab harus dapat
mengusai Teknik dan metode penyajian keterampilan berbicara dengan baik, melalui
metode percakapan atau menggunakan alat bantu seperti gambar ataupun
sejenisnya, yang siswa dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui gambar yang
dia lihat.177 Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara adalah
keberanian murid dan perasan tidak takut bersalah. Oleh karena itu guru harus dapat
memberikan dorongan kepada siswa agar berani berbicara kendatipun dengan resiko
salah. Kepada siswa hendaknya ditekankan bahwa takut salah ada kesalahan yang
paling besar.178
Tidak hanya sampai di situ menurut Wahab di eraposmetode ini
pembelajaran bahasa Arab juga harus di ramu dengan ICT yang efesien dan efektif.
Kemudian harus juga melakukan riset multidisiplin ilmu (Psikologi, linguistik,
antropologi, ekonomi bahasa, sosiologi, politik, pendidian dan lain sebagainya).179
Menurut Saepul Islam (2015) motivasi juga berperan penting dalam memperlajari
bahasa. Motivasi memiliki kontribusi dalam menumbuhkan minat pebelajar untuk
175Ahmad Fuad Effency, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat.
2005), 113. 176Achmad Muhlis, “Pengembangan Pembelajaran Maharah al-Kalam Berbasis
Media Bithaqah Jaybiyah di MTSN Sumber Bungur Pamekasan”, OKARA, Vol. 2,
Nopember 2014: 48. 177M. Ilham Muchtar, “Contextual Teaching and Learning Method in Studying
Arabic”, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 14, No. 1, Juni 2017: 184-185. 178Ahmad Fuad Effency, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. 113. 179Muhbib Abdul Wahab, “Pembelajaran Bahasa Arab di Era Posmetode”, Arabiyat:
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 2, No. 1, 2015: 72.
55
mempelajari suatu bahasa utamanya bahasa Arab. 180 Suharmon juga
mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa penerapan pembelajaran bahasa dengan
Teknik komunikatif dapat meningkatkan aktivitas berbicara siswa dalam bahasa
Arab. Pembelajaran dengan teknik komunikatif juga sangat relevan dengan
pembelajaran kontekstual.181
2. Prinsip-Prinsip Pengajaran Maharat al-kalam
Agar pembelajaran kalam baik bagi non Arab, menurut Rasyidi & Ni’mah
maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Hendaknya guru memiliki kemampuan yang tinggi tentang keterampilan
berbahasa Arab.
b. Memulai dengan suara-suara yang serupa antara dua bahasa.
c. Memulai dengan kosakata mudah.
d. Memfokuskan pada bagian keterampilan bagi keterampilan berbicara, yaitu:
1. Cara mengucapkan bunyi dan makhrajnya dengan baik dan benar.
2. Membedakan pengucapan harakat panjang dan pendek.
3. Mengungkapkan ide-ide dengan cara yang benar dengan memperhatikan
kaidah tata bahasa yang ada.
4. Melatih siswa bagaimana cara memulai dan mengakhiri pembicaran
dengan benar.
e. Memperbanyak latihan-latihan, seperti latihan membedakan pengucapan
bunyi, latihan mengungkapkan ide-ide. 182
3. Fungsi Bahasa Arab
Kemampuan berbicara harus disesuaikan dengan pendekatan dalam
memahami fungsi Bahasa, sebagaimana yang dikemukan oleh Ibrahim 1427 H)
dalam Moh Matsna & Raswan, yaitu:
a. Bahasa berfungsi instrumental, seperti apa ungkapan yang akan
disampaikan ketika meminjam pulpen dari teman dekat, teman kerja atau
dari orang yang sama sekali belum dikenal.
b. Fungsi mengatur, seperti ketika diminta seseorang untuk mengunjungi
rumah orang tersebut dengan beberapa kondisi; orang yang meminta teman
akrab, teman kerja atau orang yang tidak dikenal, sebagaimana
meresponnya.
c. Fungsi interaksi, misalnya jika ada kabar baik yang datang dari sahabat,
teman biasa dan orang yang tidak dikenal, bagaimana meresponnya dengan
golput.
180Asep Muhammad Saepul Islam, “Faktor Demotivasi Pembelajaran Bahasa Arab
dalam Perspektif Siswa Madrasah”, Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban,
Vol. 2, No. 1, 2015: 1-16. 181Suharmon, “Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa pada Mata
Pelajaran Bahasa Arab Melalui Latihan Komunikatif di MTSN Paninjauan Kabupaten Tanah
Datar”, Ta’dib. Vol. 12, No. 1, Juni 2009: 71. 182Abd. Wahab Rasyidi & Mamlu’atul Ni’mah, Memahami Konsep Dasar
Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), 90.
56
d. Fungsi personal, jika ada orang berbicara tentang tema yang tidak disukai,
apa beda respon yang ditunjukkan, jika orang tersebut adalah teman dekat
atau sahabat, teman biasa atau orang asing, bagaiman memulai, berhenti dan
mengakhiri pembicaraan.
e. Fungsi heuristik/eksplorasi.
f. Fungsi imajinasi. 183
4. Aplikasi CTL dalam Pembelajaran Bahasa Arab untuk Meningkatkan Kreativitas
dan Maharat al-kalam
Strategi aplikasi model CTL dalam pembelajaran bahasa Arab dapat
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: tahap ta’aruf (pengenalan), tahap isti’ab
(pemahaman), dan istimta’ (apresiasi dan penikmatan). Akan dijelaskan secara rinci
berikut ini. Pada tahap pertama, pembelajaran bahasa Arab baru merupakan
pengenalan unsur-unsur bahasa Arab, seperti simbol bunyi, morfem, kosa kata, frase,
dan struktur dasar bahasa Arab. Pada tahap kedua, pembelajaran bahasa Arab
diorientasikan kepada pemahaman terhadap hubungan antara berbagai unsur bahasa
Arab, perbedaan penggunaan unsur-unsur itu dalam struktur kalimat, sehingga
pembelajar bahasa Arab dapat membedakan berbagai bentuk kalimat. Dan di tahap
ketiga, pembelajaran bahasa Arab diarahan untuk bisa mengapresiasi dan menikmati
struktur dan sistem bahasa Arab.
Selain itu, menurut Muhbib Abdul Wahab model CTL dapat diaplikasikan
dalam bentuk bahasa Arab itu sendiri. Misalnya saja, fungsi bahasa Arab sebagai
Instrumental Function (al-wazhifah al-naf’iyyah) dan interactional function (al-wahzifah al-tafa’uliyyah) dalam kehidupan sehari-hari siswa. Ada beberapa langkah
yang perlu dilakukan, yaitu:184 pertama, guru bahasa Arab perlu mendesain materi
pelajarannya, membuat para siswa dapat menggunakan Bahasa itu untuk memenuhi
kebutuhannya, seperti: berkenalan, menanyakan alamat, membeli seseuatu, sehingga
proses pembelajaran harus komunikatif.
Kedua, bahasa Arab itu lughat al-I’rab wa al-isytiqaq (Bahasa I’rab dan
derivasi). Jika guru memiliki visi bahwa pembelajaran bahasa Arab itu tidak identic
dengan pembelajaran nahwu, lebih-lebih I’rab, maka bahasa Arab yang diajarkan
semestinya tidak sekadar membaca dan mengi’rab. I’rab hanyalah salah satu
fenomena kebahasaan yang harus dikaitkan dengan proses pemaknaan struktur
kalimat. Jadi, konteks pembelajaran nahwu bukan untuk menjelaskan mawaqi’ I’rab itu sendiri, melainkan untuk memahami dan memaknai struktur kalimat. bahasa
Arab sebagai bahasa yang sangat kaya derivasi menuntut guru untuk kreatif dalam
memperkenalkan bentuk-bentuk dan perbuahan kata berikut implikasi sementiknya.
Tentu yang dilakukan di beberapa pesantren, tetapi lebih produktif dan konstruktif
jika dilakukan melalui intensifikasi tadribat (latihatn-latihan), terutama latihan
berpola, terstruktur, dan kontekstual (diletakkan dalam konteks yang tepat).
183Moh Matsna & Raswan, Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: UIN Press,
2014). 184Muhib Abdul Wahab, Epistemologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab
(Jakarta: UIN Jakarta Press 2008), 241-244.
57
Misalnya, ketika guru memperkenalkan bentuk mashdar yang berwazan mufa’alah dan fi’al, maka sebaiknya dikenalkan bentuk kata yang familiar dan fungsional
dalam kalimat yang tepat.
Ketiga, mendekatkan siswa dengan penggunaan bahasa Arab yang lengkap
dengan konteksnya, tidak berupa realitas bahasa Arab buatan. Hal ini dimaksudkan
agar siswa langsung dapat memahami penggunaan bahwa Arab itu sebagaimana
mestinya dan sekaligus dapat mengetahui konteksnya. Sebagai contoh ketika
mengajarkan ungkapan-ungkapan tertentu dalam menulis (insya’), guru perlu
langsunf merujuk kepada apa yang familiar digunakan oleh orang Arab. Dalam hal
ini, koran, majalah, dan buku-buku bahasa Arab standar (fushah) dapat dijadikan
sumber dan media pembelajaran. Misalnya saja, tenaga pendidik membelajaran
informasi dan istilah tentang keadaan cuaca, maka gambar cuaca dalam bahasa Arab
dapat langsung menjadi sumber belajar yang kontekstual.
CTL dalam proses pembelajaran juga menghendaki adanya proses dan
produk belajar yang baik dan berguna bagi semua, baik dalam bentuk kompetensi
berbahasa Arab aktif maupun karya-karya mulai dari “kamus mini”, kumpulan
ungkapan, suart-surat dalam bahasa Arab, dan sebagainya. Porsi praktik dan latihan
dalam proses pembelajaran bahasa Arab harus lebih ditingatkan. Latihan yang
dikembangkan juga sebaiknya variative dan mengandung unsur games. Desain
latihan, media, dan games ini masih menjadi tantangan dan PR.
Sejak dini tenaga pendidik harus mulai mengasah kepekaannya terhadap
masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dalam mempelajari bahasa Arab.
Penentuan masalah sebagai proses pembelajaran bahasa Arab, misalnya adanya
kesulitas dalam membedakan antara Jumlah fi’liyah dan jumlah ismiyah yang
khabarnya berupa fi’il, perlu mendapat perhatian tersendiri diri tenaga pendidik
dalam mengaplikasikan CTL. Jika tenaga pendidik dapat mengetahui akar
masalahnya, misalnya mubtada’ (subyek) yang berupa jamak khabar yang berupa
fi’il itu harus jamak, sementara pada Jumlah fi’liyah tidak jamak, maka yang
diperlukan tadribaat penggunaan dua jenis kalimat itu secara bergradasi, sambil
memperkenalkan kaidahnya secara sederhana.
D. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan pengembangan penelitian
action research. Action research sering pula disebut sebagai Participatory Action Research (PAR), community-based study, co-operative, action inquiry, action science, dan action learning. Action jenis itu adalah pendekatan yang umummnya
digunakan untuk meningkatkan kondisi dan praktik-praktik di suatu lingkungan
kegiatan tertentu. Misalnya peningkatan kegiatan pembelajaran di kelas,
peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan, dan lain sebagainya.185
Penelitian ini merupakan perkembangan baru yang mancul pada 1940 an,
yang digagas oleh psikologi social Amerika bernama Kurt Lewin pada tahun 1946,
185Agus Yuliantoro, Penelitian Tindakan Kelas dengan Metode Mutakhir untuk
Pengembangan Profesi Guru (Yogyakarta: Andi, 2015), xi.
58
Lwin mendirikan Lembaga riset Tge Research Center for Group Dynamics di
Masschusset Institute of Technology. Gagasan Kurt Lewin dikembangkan oleh ahli
lainnya seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot dan Dave Ebbut dan
sebagainya.186 Penelitian tindakan kelas ini dikembangkan sebagai salah satu model
penelitian di tempat kerja di mana peneliti malakukan pekerjaan pokok sehari-
hari.187 Untuk di Indonesia, penelitian tindakan kelas baru dikenal pada akhir decade
80-an, dan terus mengalami perkembangan hingga saat ini.188
Dewasa ini penelitian tindakan kelas menjadi penting di kalangan pada guru
dan dosen sebagai upaya untuk memecahkan masalah, memperbaiki situasi,
meminimalkan terjadinya miskonsepsi, dan atau meningkatkan kualitas proses
pembelajaran. Penelitian tindakan kelas dapay dikategorikan sebagai penelitian
kualitatif-eksperimen; karena analisis datanya menggunakan pendekatan kualitatif,
dan tindakan yang dikenakan terhadap subjek penelitian, serta dilakukan analisis dan
evaluasi terhadap hasil yang dicapai setelah dilakukan tindakan.189
Pengertian penelitian tindakan kelas adalah untuk mengidentifikasi
permasalah di kelas sekaligus memberi pemecahan masalahnya.190 Menurut Hopkins
penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur
penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin
inkuiri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi, sambil terlibat
dalam proses perbaikan dan perubahan.191
Menurut Rochiati Wiwiaatmadja penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru mengorgnisasikan kondisi praktek pembelajaran, dan
belejar dari pengalaman sendiri. Guru dapat mencoba sesuatu gagasan perbaikan
dalam praktek pembelajaran, dan dapat melihat pengaruh nyata dari apa yang telah
diupayakan.192 Lebih singkat Aqib dalam Endang Fadli (2017) mendefinisikan PTK
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan
terjadi dalam sebuah kelas.193 Ditambahkan oleh Kunandar dalam Nofyta Arlianti
(2015) bahwa PTK merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru ata bersama-
186Rusydi Ananda, et al., Penelitian Tindakan Kelas (Bandung: Citapustaka Media,
2015), 1. 187Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan
Pengembangannya (Jakartta: Bumi Aksara, 2013), 2. 188Gayatri & Wirakusuma, “Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan
Keterampilan Pembuatan Proposal Penelitian Mahasiswa”, E-Jurnal Akutansi Universitas
Udayana, ISSN: 2302-8559: 3. 189Triyono, “Penelitian Tindakan Kelas: Apa dan Bagaimana Melaksanakannya?”,
Seminar Guru-Guru se UPTD Sumpiuh, Banyumas, 24 Agustus 2008, 1. 190Zetty Azizatun Ni’mah, “Urgensi Penelitian Tindakan Kelas bagi Peningkatakan
Profesionalitas Guru antara Cita dan Fakta”, Realita, Vol. 15, No. 2, 2017: 3. 191David Hopkins, A Teacher’s Guide to Classrom Research (Piladhelpia: Open
University Press, 1993), 44. 192Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan
Kinerja Guru dan Dosen (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2006), cet-3, 13. 193Endang Fadli, “Peningkatan Kompetensi Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas
(PTL) Melalui Diklat Model In On IN”, Edukasi: Jurnal Penelitan Pneidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 15, No. 3, 2017: 374.
59
sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelas.194
Madya dalam Afandi (2014) mengnugkapankan bahwa penelitian tindakan
kelas berurusan langsung dengan praktik dalam situasi alami, penelitiannya adalah
pelaku praktik itu sendiri dan pengguna langsung hasil penelitiannya lingkup ajanya
terbatas, yang paling menonjol adalah bahwa penelitian tindakan ditunjukukkan
utnuk melakukan perubahan sutuasi tempat penelitian dilakukan guna mencapai
perbaikan praktik secara berkelanjutan.195
Kunci utama PTK yakni adanya tindakan pembelajaran yang dilakukan
secara berulang (bersiklus) dalam rangka mencapai perbaikan yang diinginkan.
Beberapa sasaran yang ditempuh melalui PTK meliputi upaya-upaya perbaikan pola
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan stragei pembelajara, perubahan perilaku siswa menjadi lebih baik,
peningkatan partisipasi siswa dalam proses belajar dan sebagainya.196
2. Model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa hal mengemukakan model penelitian tindakan kelas dengan
bagan yang berbeda-beda, namun secara garis besar terdapat empat tahapan lazim
yang dilalui, menurut Suharsimi Arikunto yaitu: a. perencanaan, b. pelaksanaan, c.
pengamatan, d. refleksi. Dan akan dijelaskan secara rinci berikut ini:197
a. Menyusun Rancangan Tindakan (Planning) Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang, apa, mengapa, kapan, di mana
oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap
menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau focus peristiwa yang
perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati. Kemudian membuat
instrument pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang
terjadi selama tindakan berlangsung.
b. Pelaksanaan tindakan (Acting) Tehap pelaksanaan tindakan adalah implementasi hasil perencanaan yang
telah dilakukan pada tahap plan pada pembelajar di kelas. Tindakan
dilakukan sejalan dengan laju perkembangan pelaksanaan pembelajaran.198
194Nofyta Arlianti, “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Menngunakan
Model Pembelajarn Jigsaw Diiringi dengan Media Domino Kelas VII MTsN Pendung
Tengah Penawar”, Vol. 17, Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains, No. 1, Juni 2015:
67. 195Muhamad Afandi, “Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru daam
Pembelajaran di Sekolah Dasar”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Vol. 1, No. 1, Januari 2014:
6 . 196A. Wahab Jufri, “Penelitian Tindakan Kelas: Antara Teori dan Praktek”, J. Pijar
MIPA, Vol. V, No. 2, September 2018: 49. 197Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012),
cet-11: 16-20. 198Baskoro Adi Prayitno, “Penelitian Tindakan Kelas (Kajian Filosofi, Metodologis,
dan Tindak Lanjutnya dalam Pembelajaran”, Seminar Nasional Pendidikan Sains UKSW 2015: 12.
60
Tahap ke dua dari penelitian tindakan kelas adalah pelaksanaan yang
merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan
tindakan kelas. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan
perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maskud
semula. Pada saat pelaksanaan (acting), guru harus mengambil peras dalam
pemberdayaan siswa sehingga siswa menjadi agen of change bagi diri dan
kelas. Kelas diciptakan sebagai komunitas belajar daripada laboratorium,
tindakan. Pengamat dapat menggunakan angket atau ceklis guna merekam
kejadian yang muncul pada waktu tindakan intervensi dilaksanakan.199
c. Pengamatan (Observing) Tahap ke tiga yaitu kegiatan pengataman yang dilakukan pengamat.
Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi,
keduanya berlangsung dalam waktu yang sama.
d. Refleksi (Reflection) Tahap ke empat merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Istilah reflaksi berasal dari bahasa Inggris reflection,
yang artinya pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika
guru pelaksanaan sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadap
dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.
Refleksi hendaknya mengungkapkan kendala pada tahap pertama dan
kekurangannya sehingga pada tahap berikutnya bisa memperbaiki penelitian
tindakan.200
3. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik penelitian tindakan kelas menurut Djunaidi Ghony201, yaitu:\
a. Suatu fokus yang praktis.
b. Praktik kegiatan pendidik atau peneliti sendiri
c. Kolaborasi
d. Suatu proses dinamis
e. Suatu perencanaan tindakan
f. Berbagi pengalaman penelitian.
Demikian berbagai rangkain teori yang berkaitan secara langsung dengan
strategi CTL dan bagaimana impelementasinya di dalam upaya meningkatkan
kreativitas dan kemampuan kalam siswa. Adapun di dalam praktiknya penelitian ini
menggunakan jenis PTK, sehingga diharapkan mampu lebih mendalam serta dapat
mengeksplorasi segala aspek pembelajaran dalam upaya menghasilkan kesimpulan
penelitian yang signifikan.
199Dwi Susilowati, “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Solusi Alternatif
Probelamtika Pembelajaran”, Edunomika, Vol. 2, No. 1, Februari 2018: 42. 200Mualimin & Rahmat Arofah Hari Cahyadi, Penelitian Tindakan Kelas Teori dan
Praktik (Yogyakarta: Ganding Pustaka, 2014), 21. 201Djunaidi Ghony, Penelitian Tindakan Kelas (Malang: UIN-Malang Press, 2008),
cet-1: 20.
61
BAB III
PEMBELAJARAN BERBASIS STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI MADRASAH PEMBANGUNAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Secara garis besar, di dalam bab ini peneliti membahas mengenai latar belakang
madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dari mulai profil
madrasah, aspek sejarah, serta segala aspek yang berkaitan dengan managemen
madarasah. Dan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti selama proses penelitian berlangsung di sekolah tersebut.
Lalu setelah itu peneliti menambahkan langkah-langkah pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas, dari mulai penerapan Siklus I terdiri dari (Planing, Acting Observing and Reflecting) dan dilanjutkan pada siklus II, hal ini mengacu pada teori
dari Suharsimi Arikuntos. Tahap perencanaan adalah tahap di mana peneliti
melakukan serangkaian persiapan penelitian, sekaligus membuat kesepakatan
dengan pengamat mengenai apa-apa yang akan diungkapkan dalam penelitian.202
Mulai dari perencanaan, persiapan teknis pra-simulasi, simulasi penjajakan,
pelaksanaan analisis dan diagnosa awal (sementara), penyusunan hipotesa, dan
diakhiri dengan perisiapan teknis akhir pelaksanaan.
A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
1. Profil dan Sejarah Madrasah
Berdirinya Madrasah Pembangunan UIN Jakarta berawal dari keinginan
adanya lembaga pendidikan Islam refresentatif dari tokoh di Departemen Agama dan
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tepatnya yaitu pada awal tahun 1872, panitia
Pembangunan Gedung Madrasah Komprehensif dibentuk oleh Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. H.M Toha Yahya Omar (alm). Dan di bulan Juni 1972,
bertepatan dengan Lustrum III IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimulai
pembangunan gedung madrasah yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh
menteri Agama RI pada masa itu, yaitu Prof. H.A. Mukti Ali dan rektor IAIN Syarif
Hidayatullah. Lalu pada tanggal 17 November 1973, gedung madrasah
diserahterimakan dari Pimpinan Bagian Proyek Pembinaan Bantuan Untuk
Madrasah Swasta Pemda DKI Jakarya kepada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun 1974, pertama kali Madrasah Pembangunan membuka tingkat
ibtidaiyah atau sekolah dasar. Dengan jumlah murid saat itu baru 58 orang, yang
terdiri dari kelas I:43 orang, kelas II:8 orang, dan kelas III:7 orang. Permulaan
kegiatan belajar mengajar dimulai pada tanggal 7 Januari 1974. Tanggal inilah yang
kemudian ditetapkan sebagai “Hari Kelahiran” Madrasah Pembangunan. Tepatnya
pada awal tahun 1977, Madrasah Pembangunan membuka tingkat Tsanawiyah atau
Sekolah Menengah Pertama. Peserta didik angkatan pertama berjumlah 19 orang.
Bulan Juli 1991, dibuka kelas jauh tingkat Ibtidaiyah di Pamulang, bekerja sama
dengan Yayasan Al-Hidayah sebagai penyedia lahan.
202Tim Redaksi, “Konsep dan Prosedur PTK”, Jurnal Kependidikan Al-Qalam, Vol.
Ix, No. 1, 2012, 35.
62
Dan sesuai dengan dikeluarkannya keputusan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, sejak awal September tahun 1974 pembinaan Madrasah
Pembangunan dilaksanakan oleh Tim Pembinaan yang dipimpin oleh Dekan
Fakultas Tarbiyah. Tugas tim ini di antaranya adalah menyiapkan Madrasah
Pembangunan sebagai “madrasah laboratorium” Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun 1978, Madrasah Pembangunan ditetapkan sebagai Madrasah
Pilot Proyek Percontohan (yakni madrasah dengan kurikulum yang bermuatan
pendidikan umum dan agama sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolah umum sederajat) oleh Depatemen Agama RI melalui Surat Keputusan Dirjen
Bimsa Islam Depag RI Nomor. Kep/D/03/1978. Berdasarkan keputusan tersebut,
kemudian diselenggarakan kegiatan penataran penulisan modul dan uji coba
pembelajaran dengan sistem modul. Empat modul bidang studi Al-Qur’an Hadits,
Bahasa Arab, Bahasa Indonesia dan Matematika telah diujikan sampai dengan tahun
1985. Dan mulai pada tahun 1988, berdasarkan Surat Keputusan Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor: 06 tahun 2008, wewenang pembinaan dan pengelolaan
Madrasah Pembangunan dilimpahkan kepada pihak Yayasan Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pengembangan sebagai Madrasah Laboratorium dilaksanakan bersaman-
sama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tepatnya pada tahun pelajaran 1991/1992 Madrasah Pembangunan
membuka tingkat madrasah Aliyah atau Sekolah Menengah Atas. Peserta didik yang
diterima pertama kali sebanyak 32 orang terdiri dari 10 lak-laki dan 22 perempuan,
setelah empat tahun berjalan, berkenaan dengan kebijakan pemerintah dalam hal
pendidikan (khusunya Madrasah Aliyah), Pada Tahun Pelajaran 1995/1996 MA
Pembangunan tidak menerima pendafataran peserta didik baru lagi. Tahun
1996/1997, sebanyak 31 orang peserta didik terakhir lulus dari Madrasah Aliyah
Pembangunan IAIN Jakarta.
Seiring dengan perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak tahun 2002
Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti perubahan nama menjadi
Madrasah Pembangunan UIN Jakarta. Dan di tahun pelajaran 2006/2007 atas
dorongan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan banyaknya permintaan
masyarakat. Madrasah Pembangunan UIN Jakarta kembali membuka tingkat
Aliyah. Jumlah peserta didik pertama yang diterima adalah 47 peserta didik dalam
2 rombongan belajar. Setelah tiga tahun berjalan, akhir tahun 2009 Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta telah diakreditasi dengan hasil Grade A kategori
memuaskan, sama dengan peroleh akreditasi MI dan MTs.
Pada tahun 2008 Madrasah Ibtidiyah dan Madrasah Tsanawiyah
Pembangunan UIN Jakarta ditetapkan sebagai Madrasah Standar Nasional (MSN)
di lingkunagn Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta dengan SK
Nomor: kw/09.4/4/5/HK.005/2081/2008 dan Madrasah Aliyah pun telah diverifikasi
MSN pada 25 Desember 2010. Tahun 2011 Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta
kembali mengukuhkan status MSN melalui Surat Keputusan Nomor:
kw.09.2/4/1/HK.005/2293/2011. Serta pada Tahun Pelajaran 2010/2011 Telah
63
dimulai rintisan program bilingual di tingkat tsanawiyah yang secara intens
dievaluasi dan disempurnakan.
Pada tahun Pelajaran 2015/2016 MA Pembangunan UIN Jakarta membuka
kelasa Bahasa dengan program utamanya penguasaan TOEFL (peserta didik kelas
X) dan IELTS (peserta didik kelas XI). Dan pada tahun pelajaran 2016/2017 MA
Pembangunan UIN Jakarta telah direncakan sebagai Madrasah Riset. Pada aspek
manajemen Madrasah Pembangunan UIN Jakarta mengimplementasikan Sistem
Manajemen Mutu (SMM) dan telah memperoleh sertifikat ISO 9001:2008
No.QSC:00863 untuk pelayanan pendidikan pasa seluruh satuan pendidikan.203
2. Tokoh Pendiri Madrasah
Berdirinya Madrasah Pembangunan UIN Jakarta tidak lepas dari jasa-jasa
para tokoh yang peduli terhadap pentingnya pendidikan Islam yang berkualitas di
Indonesia, yakni yokoh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Departemen Agama
pada masa itu, antara lain adalah:
a. Drs. H. Kafrawi Ridwan, M.A (Wakil Rektor III IAIN Syarif Hidayatullah
dan Direktur Perguruan Tinggi Depag. RI).
b. Prof. Dr. H. A. Rahman Partosentono (Wakil Rektor I IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta).
c. Drs. H. Husen Segaf, M.A (Wakil Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
d. Drs. H. Bakran Yakob (Ketua Jurusan Bahasa Indonesia, FITK, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta).
e. Dr. H. Agustiar, M.A (Ketua jurusan Pedagogik, PITK, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta).
f. Drs. H. A. Muzakir ( Kasubid II Direktorat Pendidikan Departemen Agama
RI).
g. Drs. H. M Ali Hasan (Kepala Seksi Pembina Tenaga Guru dan Pengawasan
Subdit V Direktoran Pendidikan Agama, Departemen Agama RU).
3. Visi
Menjadi lembaga pendidikan terkemuka dalam pembinaan keislaman,
keilmuan, dan keindonesiaan, dengan mengapresiasi potensi peserta didik.204
4. Misi
Misi Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatulla Jakarta:
a. Menyelenggarakan pendidikan usia dini, dasar, dan menengah yang
menghasilkan lulusan berakhlakul karimah, cerdas, dan terampil;
b. Melakukan inovasi kurikulum untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas dalam bidang keislaman, keilmuan, dan keindonesiaan;
c. Melaksanakan pembelajaran aktif dan menyenangkan dalam rangka
meningkatkan potensi peserta didik;
203Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id. 204Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id.
64
d. Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan
potensi peserta didik;
a. Meningkatkan kompetensi pendidikan dan tenaga kependikakan dalam
rangka penjaminan mutu layanan dan pendidikan;
b. Menciptakan partisipasi aktif stakeholders madrasah untuk
meningkatkan kualitas pendidkan.205
5. Tujuan Didirikan Madrasah
Madrasah Pembangunan UIN Jakarta mempunyai beberapa tujuan di
antaranya yaitu :
a. Terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang akan melahirkan
lulusan beriman dan bertaqwa serta memiliki kemampuan kompetitif dan
keunggulan komparatif;
b. Terwujudnya peserta didik yang memiliki keseimbangan antara kekuatan
jasmani dan rohani serta kepekaan dan kepedulian sosial;
c. Terwujudnya kurikulum yang memiliki kekuatan pada pembinaan
keislaman, sains dan teknologi serta apresiatif terhadap kecenderungan
globalisasi dengan tetap berpijak pada kepribadian Indonesia dan
kemampuan potensi anak;
d. Tersedianya pendidikan sebagai tenaga professional yang mengusai bidang
keilmuan yang diasuhnya secara luas, mendalam dan komprehensif serta
memiliki kemampuan untuk mengajarkannya (teaching skill),
berkepribadian pedagogis, dan berakhlak mulia;
e. Tersedianya sarana prasarana dan fasilitas sumber belajar yang dapat
memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk dapat belajar
seluas-luasnya, sehingga madrasah benar-benar berfungsi sebagai pusat
pembelajar;
f. Terwujudnya peserta didik yang mandiri yang mampu melakukan team work
melalui berbagai aktivitas belajar baik intra maupun ekstrakurikuler.
6. Pilar Keunggulan
Akhlak Karimah, Bahasa, dan Sains
7. Motto
Cerdas-Terampil-Unggul
8. Slogan Mutu
More than just an Islamic School
9. Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu :
a. Pembiasaan “Islamic School Culture”;
b. Peningkatan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan;
205Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id.
65
c. Perbaikan “Teaching Learning Process”;
d. Pencapaian Layanan Prima;
e. Pencapaian Standar Sarana Prasarana.
2. Kurikulum Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perkembangan dan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara perlu segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam bentuk
penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta telah menetapkan pilar keunggulan sebagai landasan
berpijak dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada basic sains,
bahasa, dan akhlaqul karimah. Dengan penetapan tersebut membawa
konsekuensi logis pada perubahan kurikulum. Hal ini menjadi motivasi dan spirit
untuk lebih meningkatkan lagi prestasi dan reputasi lembaga ini dalam
melahirkan lulusan atau output yang handal sesuai mottonya.206
1. Ruang Lingkup KBM Madrasah Aliyah (MA)
a. Program Pembinaan Kepesertadidikan
Habitual curriculum atau kurikulum pembiasaan adalah kegiatan yang
dilakukan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai dengan materi pembinaan
akhlak dan kepribadian serta pembiasaan ibadah. Program pembinaan kepeserta
didikan (30 menit pada awal pembelajaran) berisi bahan-bahan kajian yang
diambil sebagai pengembangan dari beberapa mata pelajaran dan cakupan
materinya meliputi:
1) Al-Quran – Hadits
Materi Al-Quran – Hadits disusun mengacu kepada kaidah-kaidah serta
tujuan kurikuler seba-gaimana yang terdapat dalam Kurikulum sesuai
dengan tingkatannya, dengan penekanan pada:
a) Mempraktikkan kemampuan membaca Al-Quran dengan tartil.
b) Mempraktikkan kemampuan membaca Al-Quran sesuai dengan
bacaan yang telah ditentukan.
2) Aqidah Akhlak
Materi Aqidah Akhlak mengacu kepada kaidah-kaidah serta tujuan kurikuler
sebagaimana yang dikehendaki oleh kurikulum sesuai dengan tingkatannya,
dengan penekanan pada:
a) Kemampuan menunjukkan akhlaq yang baik dalam pergaulan antar
sesama manusia.
b) Kemampuan menunjukkan akhlaq yang baik terhadap orang tua dan
guru.
206Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id.
66
3) Fiqih
Materi Fiqih disusun mengacu kepada nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta
tujuan kurikuler sebagai-mana terdapat dalam kurikulum sesuai dengan
tingkatannya, dengan penekanan pada:
a) Kemampuan melaksanakan shalat Dhuha dengan benar dan baik.
b) Menghayati pentingnya melaksanakan shalat.
c) Kemampuan menjadi imam shalat, memimpin dzikir dan do’a.
4) PKn dan Bahasa Indonesia
Materi PKn disusun mengacu kepada nilai-nilai dan kaidah-kaidah serta
tujuan kurikuler sebagai-mana terdapat dalam kurikulum sesuai dengan
tingkatannya, dengan penekanan pada:
a) Kemampuan menghormati dan menghargai pendapat orang lain
sesuai norma bangsa Indonesia.
b) Kemampuan untuk berani berbicara dan mengemukakan pendapat
di muka umum.
c) Memberikan masukan/kritik atas penampilan teman sekelas.207
b. Tahsin dan Hafalan/Tahfiz
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta memberikan penekanan sangat
serius pada kemampuan membaca Al-Qur’an, karenanya kepada setiap peserta
didik diharuskan memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik.
Peserta didik yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik diharuskan
mengikuti kegiatan tahsin atau Bina Baca Al-Qur’an (BBQ). Kegiatan ini
dilaksanakan usai kegiatan belajar mengajar dibawah koordinasi kelompok guru
mata pelajaran/konsorsium agama. Di samping itu peserta didik juga
diharuskan dan didorong untuk menghafal Al-Qur’an dengan materi hafalan
Juz 28, 29 dan 30 ditambah hafalan bacaan shalat, zikir dan doa harian. Hafalan
disetorkan melalui wali kelas atau guru pendamping dengan alokasi waktu
khusus208.
c. Program I Can Speak dan Apresiasi Seni Peserta Didik
MA Pembangunan UIN Jakarta membuat program I Can Speak (ICS). Program
tersebut dibuat untuk memberikan kesempatan peserta didik untuk
meningkatkan dan mengembangkanbakat peserta didik dalam ber-komunikasi
dan berbicara di hadapan publik dengan menggunakan beberapa bahasa asing.
Kegiatan tersebut dilaksanakan sebulan sekali. Selain itu, untuk memberikan
kesempatan dan mewadahi bakat siswa dalam bidang seni, MA Pembangunan
UIN Jakarta membuat program Apresiasi Seni Siswa dengan menampilkan
207Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id. 208Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id.
67
perwakilan tiap kelas. Kegiatan ini dilaksanakan sebulan sekali secara
bergantian dengan program I Can Speak.209
d. Kelas Bahasa
MA Pembangunan UIN Jakarta, sejak tahun pelajaran 2015/2016 sudah dibuka
kelas Bahasa di kelas X. Mulai tahun 2016/2017 sudah ada 4 kelas Bahasa,
yang terdiri dari 2 kelas di kelas X dan 2 kelas di kelas XI. Tujuan dibentuknya
kelas Bahasa tersebut adalah untuk membiasakan atmosfir berkomunikasi baik
secara lisan maupun tulisan pada Bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris,
Bahasa Arab dan Bahasa asing lainnya. Program utama adalah kelas Bahasa di
kelas X adalah program utama yaitu pembelajaran regular TOEFL. Dan kelas
XI adalah pembelajaran regular IELTS. Selain itu ada program-program
tambahan lain yang mendukung program kelas Bahasa tersebut.210
e. Muatan Lokal Riset
Mulai tahun pelajaran 2016/2017, MA Pembangunan sudah dirintis dan
dilaksanakan Muatan lokal di bidang Riset. Hal tersebut bertujuan untuk
melatih, membiasakan, dan melatih budaya penelitian sederhana untuk siswa di
tingkat SMA/MA dan sebagai persiapan siswa-siswi untuk menghadapi
pembelajaran di perguruan Tinggi yang pada umumnya adalah meneliti, dan
menulis karya Ilmiah.211
B. Hasil Observasi Awal di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pembelajaran adalah serangkain kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Pembelajaran merupakan suatu
upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Pembelajaran
tidak harus diberikan oleh seorang guru, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh
perancang dan pengembang sumber belajar, seperti seorang teknologi pembelajaran
atau suatu tim yang terdiri atas ahli media dan ahli materi suatu pelajaran.212
Dalam proses pembelajaran yang perlu diperhatikan pertama kali adalah
proses perencanaan yang dilakukan oleh guru sebelum akhirnya memutuskan
bagaimana pembelajaran itu berlangsung dan dengan metode apa kegiatan
pembelajaran itu dilaksanakan. Begitu juga dengan tahapan penelitian, sebelum
proses penelitian tindakan kelas dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu melakukan
berbagai rangkaian proses perencanaan penelitian yang meliputi tahapan observasi,
wawancara, dokumentasi serta koordinasi langsung dengan guru mata pelajaran
209Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id. 210Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id. 211Diakses pada situs resmi MA Pembangunan yaitu: ma.mpuin-jkt.sch.id. 212Rusmono, Stretgi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu untuk
Meningkatkan Profesionalitas Guru (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 6.
68
bahasa Arab kelas XI Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Selanjutnya peneliti mendiskusikan bagaimana proses pembelajaran yang
berbasis CTL dilaksanakan di dalam kelas oleh guru mata pelajaran Bahasa Arab,
tentang masalah-masalah apa saja yang dihadapi oleh guru serta bagaimana problem solving yang diberikan kepada siswa. Adapun dalam kaitannya pelaksanaana
pembelajaran tindakan kelas, peneliti memastikan di mana ruangan kelas yang akan
menjadi tempat dilakukannya penelitian tindakan kelas tersebut, dikarenakan
peneliti harus memastikan efektivitas serta efisiensi selama proses penelitian
nantinya berlangsung.
Setelah semuanya dirasa telah memenuhi ketentuan standarisasi penelitian
tindakan kelas, peneliti terlebih dahulu mendata seluruh siswa kelas XI MA
Pembangunan sebelum akhirnya merandom siswa di masing-masing kelas yang
nantinya akan menjadi peserta di kelas eksperimen. Dan peneliti juga mendiskusikan
kepada guru mata pelajaran tersebut, dan siswa yang telah dipilih berdasarkan hasil
random tentang waktu pelaksanaan tindakan kelas tersebut dilaksanakan. Setelah
beberapa rangkaian proses persiapan tersebut dilakukan, peneliti mendapati bahwa
masing-masing kelas diwakilkan oleh lima sampai enam orang siswa di setiap kelas.
Setelah tahapan seleksi dilaksanakan dan telah menghasilkan 20 orang terpilih
sebagai siswa kelas eksperimen, selanjutnya peneliti melakukan tahapan observasi
dan wawancara kembali untuk memberikan informasi langsung kepada guru terkait
rancangan dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti sampai dengan
bagaimana proses yang akan peneliti lakukan selama penelitian berlangsung.
C. Pelaksanaan Tindakan Kelas di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif213 dengan jenis penelitian
tindakan kelas yang biasanya disingkat dengan PTK sedangkan dalam bahasa Inggris
disebut Classroom Action Research, disingkat CAR, penelitian tindakan kelas
adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk
memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas secara khusus dan mutu pendidikan
secara umum.214 Penelitian tindakan menghadirkan suatu perkembangan bidang
pendidikan yang mengarahkan pengidentifikasian karakteristik kebutuhan
pragmatis dari praktisi bidang pendidikan untuk mengorganisir penyelidikan
reflektif ke dalam pengajaran di kelas. Penelitian tindakan secara spesifik
213Penelitian kualitatif adalah bentukan metode pembaruan dalam dunia penelitian.
Disebut-sebut sebagai metode baru karena merupakan metode pascametode kuantitatif
dimunculkan. Metode kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang sering
disebut dengan paradigma interpretatif da kontruk, yang memandang realitas sosial sebagai
suatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat
interaktif (reciprocal). Barnawi & Jajat Darojat, Penelitian Fenomenologi Pendidikan: Teori
dan Praktik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2018), 22. 214Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi. Penelitian Tindakan Kelas Edisi
Revisi (Jakarta: Bumi Aksara: 2017), 124.
69
memusatkan perhatian pada ciri unik populasi/subjek penelitian yang menjadi ojek
pelaksana/sarana sebuah pabrik atau yang menjadi mitra wajib bagi tindakan
tertentu.215 Penelitian ini lebih ke arah memberdayakan semua partisipan dalam
proses pembelajaran yang akan diselenggarakan.216
Munculnya istilah “classroom action research” atau penelitian tindakan
kelas sebenarnya diawali dari istilah “action research” atau penelitian tindakan.
Secara umum, “action research” digunakan untuk menemukan pemecahan
permasalahan yang dihadapi seseorang dalam tugasnua sehari-hari di manapun
tempatnya, baik di kantor, di rumah sakit, di kelas maupun di tempat-tempat
lainnya. Dengan demikian, para penelitia “action research” tidak berasumsi bahwa
hasil penelitiannya akan menghasilkan teroi yang dapat digunakan secara umum
atau general. Hasil “action research” hanya terbatas pada kepentingan penelitian
sendiri, yaitu agar dapat melaksanakan tugas di tempat kerjanya sehari-hari dengan
baik. Dari sini menurut Muslich (2016) jelas bahwa dilihat dari ruang lingkup,
tujuan, metode, dan praktiknya, “action research” dapat dianggap sebagai penelitian
ilmiah mikro yang bersifat partisipatif dan kolaboratid. Dikatakan bersifat
partisipatif “action research” dilakukan sendiri oleh peneliti mulai dari penetuan
topik, perumusan masalah, perencanaa, pelaksanaan, analisis dan pelaporannua.
Dikatakan kolaboratif karena pelaksanaan “action research” (khususnya dalam
pengamatannya) juga dapat melibatkan teman sejawat. Walaupun bersifat mikro,
“action research” berbeda dengan dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasus
yang terdapat pada “action research” tidaklah unik sebagaimana keunikan yang
terdapat pada studi kasus. Namun, keduanya mempunyai kesamaan, yaitu peneliti
tidak berharap hasil penelitiannya akan dapat digeneralisasikan atau berlaku secara
umum. Sebab, sejak awal kedua penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi.217
Istilah penelitian tindakan kelas yang dipakai dalam wacana adalah
penelitian tindakan emansipatoris. Emansipasi dalam pemahaman bahasa Indonesia
sehari-hari mempunyai makna perbaikan nasib, peningkatan status, atau perjuangan
kesetaraan (seperti dalam kaitan gerakan perempuan). Penelitian tindakan kelas
bersifat emsipatoris dan membebaskan karena penelitian ini mendorong kebebasan
berpikir dan berargumen pada pihak siswa, dan mendorong guru untuk bebas
bereksperimen, meneliti, menggunakan kearifan dalam mengambil keputusan ataun
judgment.218
Menurut Sanjaya (2014) ada beberapa hakikat penelitian tindakan kelas.
Pertama, penelitian tindakan kelas adalah proses, artinya PTK merupakan rangkaian
215Yalvema Miaz, Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru dan Dosen (Padang: UNP
Press, 2017), 1. 216Fitriliza & Ari Khairurrijal Fahmi, “Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa
Arab Melalui Metode Contoh Morfologi (Penelitian Tindakan Kelas di Fakultas Agama
Islam)”, Jurnal Uhamka, Vol. 8, No. 2, November 2017: 186. 217Masnur Muslich, Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2016), 7. 218Rochiati Wiraatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan
Kinerja Guru dan Dosen (Bandiung: Remaja Rosdakarya, 2006), 25.
70
kegiatan dari mulai menyadari adanya suatu malasah, kemudian merencanakan
tindakan untuk memecahkan masalah, mengimplemntasikan dan merefleksikan
terhadap tindakan yang telah dilakukan. Kedua, masalah yang dikaji adalah masalah
pembelajaran yang terjadi secara nyata di dalam kelas. Ketiga, PTK dimulai dan
diakhiri dengan kegiatan refleksi diri oleh guru. Keempat, dalam PTK dilakukan
berbagai tindakan, artinya PTK bukan hanya sekadar ingin mengetahui seseuatu
akan tetapi adanya aksi dari guru untuk proses perbaikan. Kelima, PTK dilakukan
dalam situasi nyata, artinya aksi yang dilakukan guru dilaksanakan dalam setting
pembelajaran yang sebenarnya dan tidak menganggu sistem pembelajaran yang
sudah direncanakan. Adapun tiga tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah
untuk memperbaiki kinerja guru, menumbuhkan sikap profesional guru, dan
pengingkatan situasi tempat praktik berlangsung.219
Adapun prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas adalah: tugas utama
pendidik adalah membelajarkan peserta didik, sehingga dalam melakukan penelitian
tindakan kelas tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas, kemudian dalam
penelitian tindakan kelas tidak dijumpai terminologi populasi dan samperl serta
varibael, namun diasumsikan sebagi konsep seperti motivasi dan/atau proposisi,
yaitu gabungan dari beberapa konsep. Selanjutnya metodologi penelitian yang
digunakan harus andal untuk memungkinkan pendidik dapat mengembangkan
pembelajaran yang diterapkan di kelas. Prinsip selanjutnya bahwa masalah
penelitian yang diambil harus dapat dipecahkan oleh pendidik, tidak terlalu
kompeks, dan sesuai dengan kebutuhan pendidik. Kemudian kegiatan meneliti
merupakan bagian integral dari pembelajaran, analisis penelitian tindakan kelas
dengan startistik deskriptif, tidak harus inferensial dan model peth analysis. Dan
masih banyak lagi prinsip-prinsip lainnya dalam penelitian tindakan kelas.220
Ada empat jenis-jenis penelitian tindakan kelas 1). PTK diagnostik,221 2). PTK
Partisipan,222 3). PTK empiris,223 4). PTK eksperimental.224 Adapun penelitian
tindakan kelas kali ini peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas
eksperimental di mana peneliti menerapkan berbagai teknik dan strategi efektif dan
efesien dalam kegiatan belajar mengajar terkait penerapan strategi CTL untuk
meningkatkan kreativitas dan maharat al-kalam siswa pada pembelajaran bahasa
219Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur (Jakarta,
Prenadamedia Group, 2014), 150-151. 220Saur Tampubolon, Penelitian Tindakan Kelas: Sebagai Pengembangan Profesi
Pendidik dan Keilmuan (Jakarta: Erlangga, 20014), 22. 221Penelitian yang dirancang untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan.
Dalam hal ini, peneliti mendiagnosa dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar
penelitian. 222Peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan
pembuatan laporan. 223Peneliti melaksanakan tindakan, kemudian membukukannya. 224Peneliti menerapkan berbagai teknik dan strategi efektif dan efesian dalam
kegiatan belajar mengajar. Yeti Nurizzati, “Ketertolakan Laporan Hasil Penelitian Tindakan
Kelas”, Jurnal Eduaksos, Vol. 3, No. 1, 2014: 114.
71
Arab dilaksanakan ke dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklusnya
terdiri dari dua kali pertemuan, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berikut ini.
1. Siklus I (Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan, Refleksi)
a. Perencanaan (Planning) Tahap perencanaan adalah tahap di mana peneliti melakukan serangkaian
persiapan penelitian, sekaligus membuat kesepakatan dengan pengamat mengenai
apa-apa yang akan diungkapkan dalam penelitian.225 Mulai dari perencanaan,
persiapan teknis pra-simulasi, simulasi penjajakan, pelaksanaan analisis dan
diagnosa awal (sementara), penyusunan hipotesa, dan diakhiri dengan perisiapan
teknis akhir pelaksanaan. Berikutnya tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanaan disebut
juga dengan tahap aplikasi. Tahap ini dimulai dari aksi koordinasi yang dilakukan
peneliti dengan pihak-pihak terkait. Tujuannya disamping mempermudah pelaksaan
penelitian juga untuk tujuan formal legalitas birokrasi. Khususnya untuk jenis
penelitian yang melibatkan institusi, badan hukum, dan atau lembaga pemerintah.
Langkah selanjutnya adalah penelitian dilapangan.226
Ada kemungkinan tak terbatas untuk mencapai tujuan pelajaran. Ada
ungkapan keliru yang populer di dalam istilah pemblejaran, “semakin baik Anda,
semakin sedikit catatan yang Anda butuhkan”, guru yang paling kompeten
merencanakan dengan baik, dan biasanya membuat dan menggunakan banyak
catatan. Ada ungkapan : “If I fail to plan, I am Planning to fail”. (Jika saya gagal
membuat rencana, saya sedang merencanakan kegagalan). Pada hakikatnya, proses
perencanaan itu lebih penting daripada perencanaan itu sendiri. Proses memastikan
menetapkan tujuan, berpikir tentang pokok-pokok utama, dan mengembangkan peta
jalan bagi perjalanan itu, dan bila memungkinkan membuat perencanaan menjadi
kolaboratif.227
Perencanaan merupakan proses dan penentuan keputusan secara matang
tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa mendatang untuk mencapai suatu
tujuan.228 Perencanaan pembelajaran harus disusun dengan mempertimbangkan
berbagai hal, yakni bahwa perencanaan tersebut harus tersusun secara sistematis
sehingga dapat dilaksanakan dalam aktivitas siswa agar tidak bertabrakan dengan
aktivitas lainnya.229 Islam sangat mengajarkan adanya perencanaan yang baik dalam
225Tim Redaksi, “Konsep dan Prosedur PTK”, Jurnal Kependidikan Al-Qalam, Vol.
Ix, No. 1, 2012, 35. 226Jasa Ungguh Muliawan, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
(Yogyakarta: Gava Media, 2018), 9. 227Eric Jensen, Guru Super & Super Teaching, terjemah Benyamin Molan (Jakarta:
Indeks, 2010), 38. 228M. Yacoeb, “Konsep Manajemen dalam Persepktif Al-Qur’an: Suatu Analisis
dalam Bidang Administrasi Pendidikan”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. XIV, No. 1, Agustus
2013: 76. 229Suwadi, “Pembelajaran Menulis Eksposisi dengan Metode Contextual Teaching
and Learning pada Siswa Kelas VIII”, Stilistika, Vol. 4, No. 1, 2018: 98.
72
diri manusia atas segala tindakannya di dunia yang bisa menghantar dirinya pada
kebaikan akhirat.230 Dalam surat Al-Hasyr ayat 18 Allah Swt. berfirman:
نظرت ولت ٱللذ ٱتذقوا ين ءامنوا ها ٱلذ يأ بما ي خبي إنذ ٱللذ ٱللذ متت لغد وٱتذقوا ا قدذ س مذ نفت
ملون تعت
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr: 18)231
Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia harus memperhatikan apa-
apa yang telah diperbuatnya hari ini untuk perbaikan diri hari esok (akhirat), secara
implisit ayat ini mengajarkan perencanaan untuk menjadikan hidup lebih terarah dan
jelas.232
Pada tahap perencanaan untuk melakukan penelitian tindakan ini tepatnya
pada bulan Maret 2019, peneliti sudah merencanakan dan mempersiapkan berbagai
hal, diawali dengan koordinasi terlebih dahulu kepada pihak sekolah terutama
kepada kepala sekolah dan guru mata pelajaran bahasa Arab, terkait jadwal
penelitian, di mana dilakukan penelitian, kemudian peneliti juga memperisapkan
bahan yang akan diajarkan kepada siswa, mempersiapkan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran),233 dan mempersiapkan berbagai instrumen penelitian
lainnya untuk digunakaan pada saat proses pembelajaran di dalam kelas.
230Syahidah Rena, Mengatasi Stres Melalui Spiritualitas dan Regulasi Diri Belajar
(Studi pada Mahasiswa Kedokteran di DKI Jakarta (Jawa Barat: Nusa Litera Inspirasi, 2018),
120. 231Al-Qur’an, 59:18. 232Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok dipahami oleh
Thabathab’i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah
dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang menyelesaikan pekerjaannya. Ia dituntut untuk
memperhatikannya kembali agar menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya
bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi
kekurangan dan barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntut untuk melalukan
hal itu. Kalau baik ia akan mendapat ganjaran, dan kalau amalnya buruk, dia hendaknya
segera bertaubat. Atas dasar ini pula ulama aliran Syi’ah bahwa perintah takwa dimaksudkan
untu k perbaikan dan penyempurnaan amal-amal yang telah dilakukan. M. Quraish Shihab,
Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Ciputat: Lentera Hati, 2009),
552-553. 233Berdasarkan PP Nomor 19 tahun 2005 pasa; 20 dinyatakan bahwa perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Sesuai
dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa RPP
dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya
mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
73
Pada siklus I, peneliti merencanakan pembelajaran bahasa Arab dengan
hanya menggunakan satu materi pembelajaran yaitu Hiwaar atau percakapan,234 di
mana peneliti membuatkan tema percakapan untuk masing-masing kelompok, pada
tahap ini peneliti mengambil sampel dari masing-masing kelas dengan menggunakan
teknik nonprobability sampling di mana teknik nonprobability sampling adalah
teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini
meliputi, sampling sistemtis, kuota, aksidental, purposive, jenuh dan snowball. Adapun teknik sampling yang peneliti gunakan adalah sampling sistematis, di mana sampling sistematis ini adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang
terdiri dari 100 orang. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil
saja, atau nomor genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya
kelipatan dari bilang 3 atau 5.235 Adapun pada penelitian ini populasi dari empat
kelas pada kelas XI MA Pembangunan berjumlah 77 siswa artinya populasi
keseluruhan berjumlah 77, adapun sampel yang didapatkan berjumlah 20 siswa
dengan mengambil dari nomor ganjil saja atau kelipatan tiga.
Kemudian setelah itu peneliti mengumumkan atau memberikan informasi
nama-nama siswa yang akan mengikuti kelas eksperimen pada pelajaran bahasa Arab
kepada sekolah. Baru kemudian pihak sekolah mengumumkan nama-nama tersebut.
b. Pelaksanaan (Acting) Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu
tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi
apa yang diajarkan atau dibahas dan sebagainya. Penelitian tindakan kelas bersifat
emansipatoris dan membebaskan, kerena mendorong kebebasan guru dalam berpikir
dan berargumentasi dalam bereksperimen, meneliti, dan mengambil keputusan atau
judgment.236 Kegiatan inti dalam pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan di
mana siswa melaksanakan proses pembelajaran secara nyata, berinteraksi baik siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan sumber belajar lainnya.
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, lreativitas, dan kemandirian siswa. Faizuz
Sa’bani, “Peningkatan Kompetensi Guru dalam Menyusun RPP Melalui Kegiatan Pelatihan
pada MTs Muhammadiyah Wonosari”, Jurnal Pendidikan Madrasah, Vol.2, No, 1, Mei 2017:
15. 234Hiwar adalah percakapan yang dilakukan secara silih berganti antara dua aspek
atau lebih mengenai suatu topik dan sengaja diarahkan pada satu tujuan yang dikehendaki
oleh seorang pendidik. Dimas Ahmad Sarbani, “Metode Pengajaran dalam Pendidikan
Agama Islam”, Jurnal Al-Fatih, Januari-Juni 2015: 48. 235Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013), 84. 236Wijaya Kusuma & Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas
(Jakarta: Indeks, 2012), 39.
74
Pada kegiatan ini terdapat tiga aktivitas yang dilakukan yang meliputi
ekplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan eksplorasi merupakan aktivitas siswa
dalam melakukan penjelajahan lapangan dengan tujuan mendapatkan pengetahuan
sebanyak-banyaknya. Pengetahuan-pengetahuan yang didapatkan tentunya
dikaitkan dengan materi pembelajaran yang diberikan. Kemudian kegiatan elaborasi
merupakan kegiatan dalam proses pembelajaran yang dititikberatkan pada aktivitas
siswa untuk menyelesaikan tugas yang ada secara tekun dan cermat. Sedangkan
kegiatan konfirmasi merupakan kegiatan penegasan, pengesahan dan pembenaran
yang dilakukan dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan suatu konsep dasar.
Dalam hal ini peranan guru dalam menfasilitasi pemahaman dan cara berpikir siswa.
Oleh karena itu pada tahap konfirmasi, interaksi guru dengan siswa menjadi penting
untuk diperhatikan.237
Tahap pelaksanaan siklus I ini terdiri dari 2 kali pertemuan. Satu kali
pertemuan dilakukan selama 1 jam pelajaran (45 menit). Pelaksanaan siklus I
dilakukan pada Hari kamis tanggal 19 September 2019 dan pada hari senin tanggal
7 Oktober 2019, pada tahap ini peneliti didampingi oleh seorang observer untuk
membantu peneliti mengamati aktivitas siswa di dalam kelas selama proses
pembelajaran berlangsung,238 adapun uraian proses pembelajaran sebagai berikut :
1) Pertemuan I pada hari kamis, tanggal 19 September 2019
Kegiatan diawali dengan peneliti masuk ke setiap kelas didampingi oleh guru
bahasa Arab untuk menjelaskan tujuan dan maksud dilaksanakan penelitian tersebut.
Kemudian peneliti memanggil nama-nama yang termasuk dalam daftar penelitian
untuk di kumpulkan dalam satu ruangan, pada saat itu pihak sekolah memberikan
ruangan satu kelas untuk dilakukan penelitian.
Proses pembelajaran diawali dengan membaca doa bersama-sama sebelum
kegiatan belajar dimulai. Langkah selanjutnya peneliti memperkenalkan diri terlebih
dahulu, dari nama, asal, tempat kuliah, dan lain sebagainya, tidak lupa peneliti juga
meminta siswa untuk memperkenalkan diri masing-masing sekaligus melakukan
absensi. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan mengapa mereka
dikumpulkan dalam satu ruang dari masing kelas yang berbeda, dan menjelaskan apa
yang perlu dilakukan. Peneliti tentu menjelaskan juga tentang Implementasi strategi Contextual Teaching and Learning kepada siswa. Peneliti mempersilahkan siswa
237Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Berbasis Riset (Jakarta: Akademia, 2013),
23-24. 238Untuk dapat mendekati fenomena sosial, seorang observer atau pengamatan perlu
memiliki kedekatan akses dengan setting dan subjek penelitian. Melakukan teknik observasi
harus memperhatikan prinsip etis, yaitu menghormati harkat dan martabat kemanusiaan,
perivasi dan kerahasiaan subjek, keadilan dan inklusivitas, memperhitungkan manfaat dan
kerugian yang ditimbulkan. Metode observasi, apabila diposisikan sebagai satu bagian
spectrum metodologis yang mencakup teknik dan strategi pengumpulan data secara
proporsional, maka akan mencapai tingkat keandalan yang tinggi, sehingga menjadi landasan
fundamental bagi semua metode yang ada, untuk menemukan kebijakan-kebijakan strategi
pembangunan. Hasyim Hasanah, “Teknik-Teknik Observasi”, Jurnal At-Taqaddum Vol. 8,
No.1, Juli 2017.
75
untuk bertanya terkait dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya. Proses
pembelajaran pertemuan pertama diikuti oleh 20 orang siswa yang mewakili kelas
masing-masing.
Selanjutnya peneliti memberikan apersepsi dan pendekatan secara emosi
kepada siswa yang tentunya berhubungan dengan materi yang akan diberikan yaitu
materi bahasa Arab, hal itu bertujuan untuk membangun motivasi dan semangat
siswa dalam mempelajari bahasa Arab.239 Kemudian peneliti membuat suasana kelas
menjadi nyaman, yang dikenal dengan istilah ice breaking,240 agar siswa tidak cepat
bosan dan tidak kaku. Selain itu juga tujuan ice breaking ditengah proses
pembelajaran adalah untuk mengembalikan konsentrasi siswa yang sudah menurun.
Selanjutnya peneliti mengetes kemampuan bahasa Arab siswa satu persatu, dengan
bertanya secara langsung kepada beberapa siswa,241 ada yang bisa menjawab, ada
juga siswa yang tidak bisa menjawab, kemudian peneliti juga menanyakan terkait
pendapat mereka tentang pelajaran bahasa Arab, kebanyakan siswa mengatakan
bahwa tidak terlalu semangat ketika pelajaran bahasa Arab, karena berbagai faktor,
seperti faktor guru ada siswa mengatakan bahwa gurunya tidak terlalu serius, sering
mengajak bercanda siswa, hal ini membuat siswa kurang nyaman, dan akhirnya
menganggap pelajaran tersebut tidak terlalu serius, dan lain sebagainya.242
239Ketika selesai membaca doa, selanjutnya guru bisa memberikan aperspesi kepada
siswa, menciptakan prakondisi yang menarik bagis siswa dengan berbagai macam cara
alternatif. Misalnya guru mengarang sebuah cerita di mana dari cerita tersebut guru
menggiring kepada pokok pembelajaran. Berkenaan dengan apersepsi yang islami guru dapat
melakukan dengan cara mengaitkan meteri pelajaran dengan contoh yang mengandung nilai
islami, misalnya ketika guru memberikan materi tentang rumah, guru bisa mengawalinya
dengan cerita bagaimana kondisi rumah Nabi Muhammad Saw. Dan mencari ayat-ayat yang
berkaitan dengan rumah. Hasby Wahy, “Manajemen Pembelajaran Secara Islami” Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 13, No. 1, Agustus 2012: 102.
240Ice Breaker adalah sebuah kegiatan belajar dinamis, penuh semangat yang
berfungsi untuk memecah kebekuan dan membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga
terciptanya suatu kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. Ayu Novia Kurniasih &
Dedy Hidayatullah Alarifin, “Penerapan Ice Breaking (Penyegar Pembelajaran) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII A MTs An-Nur Pelopor Bandarjaya Tahun
Pelajaran 2013/2014, JPF: Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Metro, Vol.
3, No. 1, Maret 2015: 28. 241Dalam kegiatan pembelajaran di kelas kegiatan bertanya sangat penting agar
tercapainya kualitas yang maksimal. Tujuan adanya tanya jawab antara guru dengan siswa
untuk memperoleh suatu informasi secara mendalam, selain itu dengan adanya kegiatan
bertanya akan meningkatkan interaksi antara guru dan siswa, sehingga siswa dapat
berpastisipasi secara aktif. Hesma Nur Jaya, “Keterampilan Dasar Guru untuk Menciptakan
Suasana Belajar yang Menyenangkan”, Didaktis: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Vol. 17, No. 1, 2017: 28.
242Menurut Yuslam Sungkat & Partini sense of humor adalah sebagai langkah
meningkatkan kepercayaan diri guru PPL dalam proses belajar mengajar, semakin tinggi
sence of humor guru semakin tinggi juga kepercayaan diri guru tersebut. Yuslam Sungkar
dan Partini, “Sense of Humor sebagai Langkah Meningkatkan Kepercayaan Diri Guru PPL
dalam Proses Belajar Mengajara”, Jurnal Indigenous, Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 100.
76
Kemudian peneliti melanjutkan kegiatan inti, yaitu dengan membagi ke 20
siswa tersebut ke dalam beberapa kelompok, akhirnya didapati satu kelompok
masing-masing 5 orang, dan memiliki ketua dan wakil masing-masing, hal ini tentu
berguna untuk mengorganisir proses pembelajaran selanjutnya. Setelah itu peneliti
memberikan sedikit materi bahasa Arab sambil peneliti memberikan waktu untuk
mencatat apa-apa saja aktivitas siswa kepada observer.
Setelah kegiatan ini dilakukan peneliti malanjutkan kegiatan penutup.
Kegiatan penutup antara lain melakukan refleksi dengan menyatakan kembali materi
materi yang telah disampaikan. Selanjutnya peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menanyakan apa-apa yang tidak mereka mengerti selama proses
pembelajaran, peneliti menyarankan kepada siswa untuk pertemuan selanjutnya
membawa kamus bahasa Arab, minimal 1 kelompok 1 kamus, peneliti kemudian
menutup proses pembelajaran dengan doa bersama.
2) Pertemuan II pada hari Senin, tanggal 7 Oktober 2019.
Pertemuan ke dua diawali dengan memanggil nama-nama siswa yang
mengikuti kelas eksperimen untuk berkumpul di dalam ruangan khusus untuk
melaksanakan proses pembelajaran bahasa Arab. Penelitian ini dilakukan pada hari
senin, tanggal 7 Oktober 2019, diikuti dengan 18 siswa dari 20 peserta. Kegiatan
diawali dengan memberi salam dan berdoa bersama. Setelah itu peneliti melanjutkan
mengabsen siswa, kemudian peneliti memberikan apersepsi, motivasi, dorongan
kepada siswa yang bertujuan untuk meningkatkan semangat belajar mereka.243 Tidak
lupa peneliti menanyakan kabar mereka satu persatu.
Setelah itu peneliti memberikan lembar penilaian siklus I kepada siswa untuk
mengisi lembaran tersebut berdasarkan persepsi masing-masing. Setelah itu peneliti
menjelaskan sedikit terkait tentang materi yang akan dipelajari yaitu materi
bagaimana membuat percakapan. Peneliti memanggil masing-masing kelompok
untuk maju ke depan mengambil gulungan kertas berisi judul atau tema percakapan
bahasa Arab terkait percakapan yang akan mereka buat lengkap dengan isinya yaitu
kosakata (mufradat)244 bahasa Arab pertema dengan sepuluh isim (kata benda) dan
sepuluhan fi’il (kata kerja)245 dalam bentuk kosakata berbahasa Arab atau bisa
243Motivasi merupakan kekuatan (power), daya pendorong (driving force) atau alat
pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara
aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik aspke
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kurnia Nuzul Sia, Y. Ason, Aprima Tirsa,
“Penggunaan Media Nyata untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa
Kelas VI Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 3, No. 2, Desember 2015: 168. 244Mufradat dalam bahasa Inggris dinamakan Vocabulary dan dalam bahasa
Indonesia disebut dengan kosa kata. Mufradat secar istilah didefinisikan sebagai kumpulan
kata-kata yang dapat dimengerti oleh seseorang, dan kata-kata tersebut dapat digunakan
seseorang dalam bidang tertentu dan bisa disiapkan untuk tujuan tertentu. Abdul Mutholib,
“Lu’batul Qamus: Cara Unik Memperkaya Mufradat”, Arabia, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni
2015: 7.1 245Pola struktur kalimat dalam bahasa Arab memiliki dua bentuk: pertama, Jumlah
Ismiyah. Kedua, jumlah fi’liyah. Jumlah Ismiyah (disebut juga dengan kalimat nominal)
77
disebut dengan mufradat.246 Kemahiran berbahasa tentu dipengaruhi oleh
pengetahuan kosa kata yang kaya, produktif, dan aktual.247 Penambahan kosa kata
jadi hal penting dalam mengembangkan kemampuan siswa untuk mengasah
keteampilan, meskipun terkadang banyak sekali perbedang pendapat di kalang ahli
mengenai apa tujuan dan makna bahasanya.248 Setalah semua kelompok
mendapatkan tema masing-masing, peneliti memberikan penjelasan kepada siswa
untuk membuat percakapan berbahasa Indonesia berdasarkan tema yang didapat,
misalkan kelompok tersebut mendapatkan tema di kebun, maka kelompok tersebut
membuat percakapan di kebun dalam bahasa Indonesia. Peneliti memberikan waktu
untuk masing-masing kelompok bekerjasama membuat percakapan tersebut.249
Sambil peneliti mempersilakan observer untuk mencatat setiap aktivitas yang
dilakukan oleh siswa di dalam kelas.
Setelah itu peneliti memberikan contoh percakapan bahasa Arab kepada
siswa agar siswa mengerti apa yang harus dikerjakan, setelah siswa selesai
mengerjakan tugas tersebut, peneliti meminta seorang siswa dari masing-masing
kelompok untuk maju ke depan membacakan percakapan yang telah dibuat, dan
adalah menunjukkan arti subut (tetap) dan istimrar (terus-menerus), sedangkan Jumlah Fi’liyah (disebut juga dengan kalimat verbal) adalah menunjukkan arti tajaddud (timbulnya
sesuatu) dan hudus (temporal). Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu Qur’an, terjemah
Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2015), 291. Dalam kaidah bahasa Arab
Ism difahami sebagai kalimat yang digunakan untuk menamai sesuatu, apapun sesuatu
tersebut baik abstrak maupun kongkret. Biasanya untuk menyederhanakan pemahaman kata
Ism diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai kata benda. Sedangkan Fi’il adalah
kata yang menunjukkan terjadinya sesuatu pekerjaaan dalam waktu tertentu, atau biasa
disebut dengan kata kerja. Agustian, “Kaidah Bahasa Arab dan Urgensinya terhadap
Penafsiran Al-Qur’an”, An-Nur, Vol. 4, No. 2, 2015: 190. 246Kosa kata bahasa Arab adalah perbendaharaan kata yang diketahui dan dimiliki
sekolompok orang/etnis dalam bahasa Arab. Zahratun Fajriah, “Peningkatan Penguasaan
Kosakata Bahasa Arab (Mufradat) Melalui Penggunaan Media Karti Kata Bergambar:
Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas I MI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat Tahun
2015”, Jurnal Pendidikan Usia Dini, Vol. 9, No. 1, April 2015: 111. 247Dini Latifah, “Pengembangan Media Diaroma untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Bahasa Arab di Kelas VII MTsN Yogyakarta I”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab,
Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 258. 248Syaiful Mustafa, Startegi Pembelajaran Basaha Arab Inovatif (Malang: UIN
Maliki Press, 2001), 10. 249Metode kerja kelompok merupakan metode tepat untuk digunakan sebagai salah
satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Ada beberapa keunggulan metode
kerja kelompok yaitu menciptakan peluang strategi pencapain suatu tujuan tertentu terutama
membangkitkan dan meningkatkan kemauan dan kemampuan kerjasama siswa. Sikap gotong
royong sebagai perwujudan kemauan dan kemampuan kerjasama siswa akan dipupuk dari
kerja kelompok sehingga akhirnya siswa akan memiliki kepekaan cepat tanggap pada
persoalan yang ada, yang sangat berguna bagi kehidupan kelak. Sri Wahyuni, et al,
“Penerapan Metode Kerja Kelompok untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa
Kelas III di SDN 15 Biau”, Jurnal Kreatif Tadulako Online, Vol. 5, No. 3, 2017: 21.
78
kelompok lain mendengarkan apa yang dipresentasikan, lalu peneliti mempersilakan
siswa mencatat hal-hal yang dianggap penting.250
Menurut Khaliq (2014) dalam pengajaran bahasa Arab memang hendaknya
dimulai dengan percakapan, meskipun dengan kata-kata yang sederhana dan sedikit
yang percakapan tersebut dapat dimengerti dan dipahami oleh peserta didik. Selain
itu guru diharapkan untuk mengaktifkan semua panca indra anak didik, seperti lidah
harus dilatih dengan percakapan yang terus menerus, mata dan pendengaran terlatih
untuk membaca teks bahasa Arab, dan yang harus dilatih untuk menulis dan
mengarang, serta mementingkan kalimat yang mengandung pengertian dan
bermakna.251
Kegiatan penutup, setelah siswa mencatat dan mengerjakan tugas, peneliti
melanjutkan kegiatan refleksi dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya tekait hal-hal yang kurang jelas. Tidak lupa peneliti memberikan pekerjaan
rumah (PR) kepada siswa untuk menterjemahkan percakapan yang telah dibuat dari
bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab. Setelah semua selesai peneliti menutup
kegiatan dengan doa bersama dan siswa kembali ke kelas masing-masing.
c. Pengamatan (Observing) Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti
atau berkolaborasi dengan orang yang diberi tugas dalam hal ini sering disebut
dengan observer. Pada saat monitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa
atau hal yang terjadi di dalam kelas penelitian. Misalnya seperti mengenai kinerja
guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi,
penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan dan sebagainya.252
Berdasarkan hasil laporan pengamatan pada siklus I pada pertemuan pertama,
diperoleh bahwa suasana kelas kurang mendukung untuk terciptanya proses
pembelajaran. Pertama, karena masih banyak siswa yang telat masuk ke dalam
ruangan kelas, sehingga tentu ini akan menganggu proses pembalajaran, dan guru
akan menjelaskan lagi apa yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, sebagian siswa
masih membuat keributan ketika peneliti menjelaskan, ada juga siswa yang kurang
memperhatikan penjelasan peneliti.253 Ketiga, proses interaksi siswa berjalan sedikit
250Metode diskusi dan presentasi digunakan untuk mentransfer ilmu secra efektif
dan efesiesn, selain itu juga dapat menumbuhkan atau menyalurkan motivasi kepada siswa
lain, menumbuhkan atmosfir kerja sama, dan dapat juga tercipta suana yang lebih
menyenangkan bagi siswa. Dortiana Marpaung, “Penerapan Metode Diskusi dan Presentasi
untuk Meningkatkan Minat dan hasil Belajar Siswa Di Kelas XI IPS SMA Negerei Bagan
Sinembah”, School Educational Journal, Vol. 8, No. 4, Desember 2018: 364. 251Ilham Nur Kholiq, “Penerapan Metode Muhadatsah dalam Pembelajaran Bahasa
Arab Guna Meningkatkan Keberhasilan Siswa Kelas XI MA Hidayatullah Mubtadiin
Tasikmadu Lowokwaru Malang”, Darussalam: Jurnal Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran Hukum Islam, Vol. 6, No. 1, September 2017: 127.
252Wijaya Kusuma & Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Indeks, 2012), 40.
253Kemampuan menciptakan suasana kondusif di dalam kelas adalah tuntutan bagi
seorang guru agar dapat mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Guru
79
baik, mengingat masih butuh perkenalan terhadap guru dan siswa, akan tetapi guru
berusaha membangun komunikasi dengan siswa dan guru bisa membuat suasana
kelas menjadi lebih hangat.
Pada petemuan kedua dari siklus I ini, berdasarkan hasil pengamatan diperoleh
bahwa siswa sangat antusias memasuki ruangan kelas terbukti dengan siswa datang
tepat waktu. Kedekatan emosi guru dan siswa mulai terbangun, komunikasi guru
dan murid terjalin dengan sangat baik. Kemudian guru juga menjelaskan dengan baik
terkait materi yang diajarkan sehingga mudah ditangkap oleh siswa, dan siswa
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh guru. Siswa duduk dengan kelompok
masing-masing di dalam kelas. Ketika guru menjelaskan siswa dengan baik
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru, siswa bertanya kepada guru
ketika ada yang kurang jelas seperti siswa bertanya ketika di dalam lembaran tema
yang diberikan guru hanya terdapat sembilan mufradat saja, guru menjelaskan untuk
menambahkan sendiri mufradat tersebut.
Dalam bekerjasama antar kelompok siswa melakukan hal yang terbaik apa
yang bisa dilakukan, berdasarkan hasil observasi diperoleh bahwa di dalam
kelompok dari semuanya mengerjakan tugas tersebut, meskipun ada beberapa di
antara anggota kelompok yang hanya memberikan saran serta pendapat. Setelah itu
guru memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakannya di rumah sebagai
gambaran materi yang akan dipelajari dipertemuan selanjutnya.
d. Refleksi (Reflecting) Hasil observasi yang telah dilakukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
dasarnya merupakan data penelitian tindakan. Data penelitian tindakan dapat
difungsikan sebagai landasan refleksi. Datapun dapat dipandang sebagai wakil
tindakan yang telah dilakukan, sebab lewat data tersebut peneliti dapat
merekonstruksi dengan cermat tindakan terkait, bukan hanya sekadar mengingat
kembali.254
Refleksi berasal dari bahasa Inggris reflection, yang artinya bayangan,
pemantulan (in water, miror). Bayangan atau pemantulan dari diri sendiri, seperti
orang yang sedang bercermin di depan kaca. Refleksi berarti melihat kembali apa
yang telah dilakukan, guru melihat kembali pembelajaran yang telah dilakukan.
Dengan refleksi, guru bisa mengevaluasi segala sesuatu yang telah dilakukan ketika
dirinya melakukan pembelajaran.255
Refleksi pada siklus I dilakukan dengan mengkaji hasil dan permasalahan yang
dihadapi. Hasil refleksi pada siklus I diperoleh data bahwa siswa antusias dalam
harus memiliki kemampuan untuk bekerjsama dengan siswa harus memiliki kedisipilan
dalam belajar, dan tidak menganggu proses pembelajaran. M. Hasbi & Yusman, “Kinerja
Guru Aqidah Akhlak, SKI, Al-Qur’an Hadits, Fiqih, di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-
ikhlas Keban II Kec. Sanga Des, Kab. MUBA”, Journal of Islamic Education Management, Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 72.
254Masnur Muslich, Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah (Jakarta:
Bumi Aksara, 2016), 90. 255Agus Yuliantoro, Penelitian Tindakan Kelas dengan Merode Mutakhir : untuk
Mengembangkan Prosi Guru (Yogyakarta: Andi, 2015), 11.
80
pembelajaran walaupun belum optimal. Pertama, disebabkan perspesi siswa ataupun
minat siswa terhadap mata pelajaran ini kurang.256 Kedua, ketika diminta
mengerjakan tugas, ada siswa yang tidak mengerjakan tugas dengan
kelompoknya.257 Ketiga, siswa sibuk dengan kesibukannya sendiri, seperti
mengobrol dengan teman lain. Berdasarkan hasil analisis dan refleksi siklus I,
selanjutnya pada sikulus II rancangan pembelajaran harus dapat dilasanakan dengan
baik, menarik, menyenangkan bagi siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai
dengan baik.
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti mendapati dari 20 orang siswa di siklus I
yaitu nilai rata-rata dengan jumlah 26
20 =
6
20 atau buruk. Nilai tersebut dapat
diketahui dengan menggunakan metode penghitungan jumlah nilai rata-rata respon
siswa (angket) terhadap pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada mata
pelajaran bahasa Arab di kelas adalah sebagai berikut.
Diketahui :
Tabel 3.1
Siklus I
256Minat sangat erat kaitannya dengan perasaan, minat seseorang terhadap suatu
obyek akan membawa kecenderungan untuk bergaul secara lebih dekat dengan obyek yang
diminati. Minat belajar merupakan aspek psikis manusia yang mendorongnya untuk
mempelajari, memperoleh suatu tujuan tertentu. M. Rezki Andhika, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Konstruktivisme dan Minat Belajat terhadap Hasil Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhoksumawe”, (Tesis
Pascasarjana UIN Sumatera Utara: Sumatera Utara: 2014), xxix. 257Karakter mandiri belajar adalah sikap penting yang harus dimiliki siswa, jika
ingin antusiasme belajar tetap terjaga. Antusiasme adalah kondisi konstan spirit belajar yang
terus menyala-nyala dalam diri siswa. Jika siswa memiliki antusiasme yang tinggi dalam
belajar maka ia akan terus memiliki semangat belajar yang tinggi dan rasa keingintahuan
yang tinggii. Hasrat belajar dan keingintahuan abadi adalah roh dan jiwa yang tumbuh dan
terpelihara dalam diri siswa yang memiliki etos belajar yang tinggi. S. Bayu Wahyono et al,
“Etos Belajat Siswa Sekolah Di Daerah Pinggiran”, Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, Vol.
8, No. 1, Maret 2016: 9.
No Kolom Jumlah yang
diceklis
Dibagi 15 baris
pernyatan angket Hasil
1 Kolom 1 38 15 2
2 Kolom 2 99 15 6
3 Kolom 3 124 15 8
4 Kolom 4 39 15 2
TOTAL BARIS
PERNYATAN 300
81
R = Jumlah Nilai Angket = Jumlah Nilai Angket x Kolom Angka
Jumlah Pernyataan Jumlah Siswa
Ditanya nilai rata-rata siswa ?
Maka berdasarkan hasil penjumlahan dengan menggunakan rumus PTK, yaitu:
R = (2x4) + (8x3) + (6x2) + (2x1)
= 8 + 24 + 12 + 2
= 46
= 46
20
= 26
20 =
6
20
Berdasarkan hasil pada tabel di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ratas-rata penilaian siswa pada pembelajaran contextual teaching and learning di
siklus I berada pada kategori kurang baik, karena 6
20 tidak mendekati 1 mengarah
ke atas.
2. Siklus II (Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan, Refleksi)
a. Perencanaan (Planning) Perencanaan sebagai upaya mempersiapkan kegiatan dan kemungkinan
perlakuan yang dapat diterapkan untuk memperbaiki kinerja dalam kegiatan belajar
mengajar. Untuk itu seorang guru harus mampu memformulasikan kemungkinan
solusi yang dapat diterapkan. Tentu saja, dengan mempertimbangkan kajian
teoritisnya, hasil penelitian yang relevan, diskusi ataupun dengan refleksi diri.258
Perencanaan oleh guru merupakan penentu utama apa yang dikerjakan di
sekolah. Kurikulum yang telah dipublikasikan diubah dan diadaptasi dalam proses
perencanaan dengan cara penambahan, pengurangan, interpretasi, dan melalui
keputusan-keputusan guru mengenai kecepatan, urutan, dan penekanan. Dan dalam
kelas-kelas dasar, di mana guru bertanggung jawab terhadap semua bidang studi,
merencanakan keputusan-keputusan mengenai apa yang akan diajarkan, berapa lama
waktu yang akan dicurahkan untuk tiap topik, dan berapa banyak praktik yang harus
dosediakan mengambil makna dan kompleksitas tambahan. Oleh karena itu
perencanaan merupakan suatu hal yang penting bagi pengajaran.259
Dalam perencanaan, satu hal yang integral adalah apa yang harus dilakukan
dan siapa yang akan melakukan, sehingga daoat dipahami bahwa perencanaan berarti
memilih sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan,
kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan
258Zetty Azizatun Ni’mah, “Urgensi Penelitian Tindakan Kelas bagi Peningkatakan
Profesionalitas Guru antara Cita dan Fakta”, Realita, Vol. 15, No. 2, Tahun 2017, 12. 259Richard I. Arends, Belajar untuk Mengajar, terjemah Made Frida Yulia (Jakarta,
Salemba Humanika, 2013), 101.
82
mempertimbangkan berbagai hal, seperti watu dan kondisi tempat yang akan
dilakukan tindakan.260
Sedangkan menudur Abdul Majid dalam konteks pengajaran, perencanaan
dapat diartikan sebagai proses rangkaian yang meliputi unsur penyusunan bahan
ajar, media, metode, pendekatan dan penilaian dalam durasi waktu yang sudah
ditentukan dari awal agar dapat mencapai target yang diingankan.261 Oleh karena
itu, perencanaan pembelajaran menjadi amat penting dilakukan agar komponen-
komponen pembelajaran dapat terorganisir dengan baik.262
Selain itu pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori
untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat
memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Untuk itu, pembelajaran sebagaimana
disebutkan oleh Degeng & Reigeluth dalam Uno (2014), sebagai suatu disiplin ilmu
menaruh perhatian pada perbaikan kualitas pembelajaran dengan mnggunakan teori
pembelajaran deskriptif, sedangkan rancangan pembelajaran mendekati tujuan yang
sama dengan berpijak pada teori pembelajaran preskriptif.263
Perencanaan tindakan kelas pada dasarnya secara teknis pelaksaan
pembelajaran pada siklus II ini sama dengan siklus I. Perencanaan tindakan
dilakukan dengan mempersiapkan meteri lanjutan dari siklus I. Instrumen penelitian
yang dipersiapkan oleh peneliti sama dengan siklus I yaitu meliputi rencana
pelaksaan pembelajaran, lembar obserbasi kegiatan siswa dan guru.
b. Pelaksanaan (Acting) Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu
tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi
apa yang di ajarkan atau dibahasa dan sebagainya. Pekerjaan utama seorang guru
adalah mengajar, sehingga dalam melakukan penelitian tindakan kelas seyogyanya
tidak berpengaruh pada komitmennya sebagai pengajar. Adanya kebebasan dalam
penelitian tindakan kelas di sekolah justru harus menyulut guru melakukan inovasi
dalam proses pembelajarannya untuk meningkatkan mutu pendidikan.264
Pertemuan siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan. Satu kali
pertemuan dilakukan selama 1 jam pelajaran (45 menit). Pelaksanaan siklus II
dilakukan pada Hari jumat tanggal 11 Oktober 2019 dan pada hari senin tanggal 21
Oktober 2019, pada tahap ini peneliti didampingi oleh seorang observer untuk
260M. Yacoeb, “Konsep Manajemen dalam Perspektif Al-Qur’an: Suatu Analisis
dalam Bidang Administrasi Pendidikan”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 14, No. 1, Agustus
2013:76. 261Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengambangkan Standar Kompetensi
Guru (Bandung: Remaja Rodakarya, 2011), 7. 262Euis Ernawati, “Perencanaan Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi
Pariwisata”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 1,
Juni 2018: 16. 263Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Pembelajaran yang
Kreatif dan Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 84. 264Wijayah Kusumah & Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas
(Jakarta: Indeks, 2012), 39.
83
membantu peneliti mengamati aktivitas siswa di dalam kelas selama proses
pembelajaran berlangsung, adapun urain proses pembelajaran sebagai berikut :
1) Pertemuan I pada hari jum’at tanggal 11 Oktober 2019
Kegiatan awal, proses pembelajaran diawali peneliti dengan membaca doa
bersama-sama sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Langkah selanjutnya
peneliti melakukan absensi kepada siswa dan jumlah siswa yang hadir sebanyak 20
siswa, pada pertemuan pertama di siklus ke dua ini semua siswa hadir, tidak ada
satupun siswa yang absen. Langkah berikutnya peneliti membuka pembelajaran
dengan menanyakan kabar masing-masing siswa. Peneliti tidak lupa me-review
kembali atau mengingatkan kembali tentang materi yang dipelajari di pertemuan
sebelumnya, peneliti menanyakan kepada siswa apakah ada pertanyaan terkait
dengan materi yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya, dan semua siswa
tidak ada yang bertanya. Selanjutnya peneliti memberikan motivasi265 dan apersepsi
kepada siswa dan memberikan pertanyaan-pertanyaan agar siswa lebih aktif dalam
mengikuti pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran berlangsung,266 peneliti
sudah mempersiapkan alat rekam berupa kamera untuk recording aktivitas
pembelajaran.267
Kegiatan inti dimulai dengan peneliti menunjukkan papan simulasi kepada
masing-masing kelompok meliputi gambar sekolah, rumah, kebun, dan tempat
265Motivasi merujuk pada semua gejala yang terkandung dalam stimulasi tindakan
ke sutau arah tujuan. Motivasi dapat berupa dorongan-dorongan dasar dalam diri maupun
dari luar diri. Dalam pembelajaran guru memtoivasi siswa agar memiliki semangat yang
tinggi untuk belajar. Terdapat cara untuk memberikan motivasi kepada orang lain utamanya
kepada siswa: menjadi pendengar yang baik, mengakui bahwa mereka melakukannya dengan
benar. Kemudian menunjukkan kepercayaan kepada seseorang utamanya pada siswa,
sampaikan pesan yang positi, kemudian bisa juga dengan menciptakan tantangan yang dapat
memotivasi siswa, berhati-hati dengan tantangan yang negatif, dan yang tearkhir
menghindari sindiran tajam. Hamzah B. Uno & Ninan Matenggo, Tugas Guru dalam Pembelajaran Aspek yang Mmempengaruhi (Jakarta: Bumi Aksaram 2016), 117-118.
266Menurut Syamsuddin Asyrofi guru harus membangkitkan dan menumbuhkan
minat-minat peserta didik untuk lebih giat belajar bahasa Arab. Banyak cara yang bisa
diterapkan misalany dengan guru memberikan reward atau insentif kepada siswa yang
semangat dan tekun dalam meplejari bahasa Arab, bisa juga dengan memberikan informasi
tentang sejarah, teknologi yang berkaitan dengan bahasa Arab dan lain sebagainya.
Syamsuddin Asyrofi, “Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah dan Sekolah: Tela’ah Kritis
dalam Perspektif Metodologis”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 13, No. 1,
Juni 2017: 29. 267Media dalam proses belajar mengajar memiliki kedudukan yang sangat krusial,
media dapat dijadikan sebagai alat bantu mengajar dalam komponen metodologi
pembelajaran di dalam kelas. Melalui penggunaan media dalam pengajaran diharapkan dapat
sedikit memberikan pengaruh dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang tentu akan
berdampak pada hasil pembelajaran. Nana Sudjana & Ahmad Rivai’i, Media Pengajaran
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013), 1-2.
84
bermain.268 Setelah itu peneliti menjelaskan materi tersebut berdasarkan tema dari
masing-masing kelompok. Setelah siswa paham, maka langkah berikutnya peneliti
meminta siswa untuk mempresentasikan hasil terjemahan percakapan bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Arab yang telah dikerjakan pada minggu sebelumnya dari
masing-masing kelompok. Setelah siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok
mereka, peneliti mengoreksi serta memperbaiki percakapan yang telah mereka buat
sebelumnya. Setelah semua usai di koreksi, peneliti meminta siswa untuk simulasi
mempraktekan percakapan ke depan kelas dengan tema masing-masing.269
Setelah semua siswa selesai mempraktekkan hasil kerja kelompok yaitu
dengan simulasi berlatih berbicara dengan menggunakan bahasa Arab sambil
melihat buku catatan, setelah selesai praktek bicara, peneliti meminta siswa untuk
menguasi materi percakapan tersebut.270 Kemudian peneliti juga mengetes dengan
bertanya sejauh mana pengetahuan mufradat siswa kepada masing-masing
kelompok. Dan siswa menjawab setiap peneliti bertanya.271 Tidak lupa di sela-sela
proses pembelajaran peneliti mengajak siswa untuk rileksasi sejenak dengan tujuan
membuat suasana kelas menjadi nyaman, yang dikenal dengan istilah ice breaker,272
268Berkaitan dengan kecakapan berbicara, pengajar bahasa Arab harus mampu
menguasai teknik dan metode penyajian kemahiran berbicara dengan baik. Menurut Muchtar
metode contextual teaching and learning dalam pembelajaran bahasa Arab bisa
menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar sehingga peserta didik dapat berkomunikasi
dengan yang lain menggunakan bantuan gambar tersebut. M. Ilham Muchtar,”Metode
Contextual Teaching adn Learning dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Al-Maraji’ Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 1, No. 1, 2017: 22.
269Menurut Abdul Mu’in waktu belajar untuk pembelajaran bahasa yang ada
seharusnya banyak digunak untuk praktek tidak hanya untuk komentar dan keterangan. Hal
ini juga dijelaskan oleh Charles C. Fries, seorang guru bahasa Inggris dan ahli dalam
pengajaran bahasa Inggris merekomendasikan agar waktu di dalam kelas digunakan 85%
praktek, 15% untuk komenat. Abdul Mu’in, Analisis Kontastif Bahasa Arab & Bahasa
Indonesia: Tela’ah terhadap Fonetik dan Morfologi (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004),
147. 270Menurut Yazid Hadi, seorang guru memang ketika mengajarkan kemahiran
berbicara hendaknya memberikan kesempatan yang banyak kepada siswa untuk berlatih dan
mempraktekkan kegiatan berbicara, bukan hanya mendengarkan apa yang dibicarkan orang
lain, atau hanya mendengarkan penjelasan dari guru bicara. Ketika berkomunikasi harus
menimbulkan komunikasi dua arah bukan komunikasi satu arah, seperti siswa yang hanya
berbicara di depan dan yang lain hanya diam menyimak di bangkunya. Yazid Hadi,
“Pembelajaran Maharat al-kalam Menurut Rusydi Ahmad Thu’aimah dan Mahmud Kamil
al-Naqah”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan bahasa Arab, Vol. 5, No. 1, Juni 2019: 67. 271Keterampilan berbicara menurut Alinis Ilyas dapat dicapai melalui beberapa
latihan (praktek) dari apa yang didengat secara pasif dalam latihan mendengar. Tanpa laithan
lisan secara intensif, maka sangat sulit bagi pelajarn untuk mencapai penguasaan bahasa Arab
secara sempurna. Alinis Ilyas, “Dosen Bahasa Arab dan Kompetensinya dalam
Mengaktualisasikan Teknik Pembelajaran Iteraktif”, Jurnal Al Bayan, Vol. 10, No. 1, Juni
2018: 99. 272Ice Breaker adalah sebuah kegiatan belajar dinamis, penuh semangat yang
berfungsi untuk memecah kebekuan dan membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga
terciptanya suatu kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa. Ayu Novia Kurniasih &
85
agar siswa tidak cepat bosan dan tidak kaku. Ice breaking ditengah-tengah
pembelajaran bertujuan untuk mengembalikan konsentrasi siswa yang sudah
menurun. Hal ini dilakukan karena siswa pada pertengah pembelajaran terlihat
sedikit bosan, mengantuk dan malas-malasan. Konsentrasi terwujud dengan
pengaturan lingkungan belajar, supaya siswa merasa nyaman dan rileks saat
mengikuti pembelajaran.273
Kegiatan penutup, setelah siswa mencatat apa yang perlu dicatat, peneliti
melakukan refleksi dengan memberikan siswa kesempatan untuk bertanya terkait
mufradat yang tidak mereka ketahui.274 Tidak lupa peneliti mengingatkan kembali
tugas mereka untuk menghafalkan dan menguasai percakapan tersebut untuk
pertemuan di minggu berikutnya.275 Setelah semua selesai dan mengerti apa yang
telah dijelaskan, peneliti menutup kegiatan dengan doa bersama dan siswa kembali
ke kelas masing-masing.
2) Pertemuan II pada hari jumat 18 Oktober 2019
Kegiatan awal, proses pembelajaran diawali dengan peneliti masuk ke dalam
kelas, dan meminta siswa untuk siap mengikuti pembelajaran. Peneliti meminta
salah seorang siswa untuk memimpin doa bersama sebelum pembelajaran dimulai.
Setelah itu peneliti menanyakan kabar masing-masing siswa dengan mengabsennya
satu per satu. Pada pertemuan ini semua siswa hadir yang berjumlah 20 orang.
Kemudian peneliti menanyakan apakah masing-masing siswa sudah siap untuk
berdialog berbahasa Arab yang telah mereka siapkan jauh-jauh hari sebelumnya, ke
depan kelas. Pada saat itu semua siswa menyatakan siap untuk berdialog di depan
kelas. Tidak lupa peneliti memberikan apersepsi dan memberikan sedikit dorongan
atau motivasi, dan acuan kepada mereka untuk tidak terlalu tegang ketika diminta
Dedy Hidayatullah Alarifin, “Penerapan Ice Breaking (Penyegar Pembelajaran) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VII A MTs An-Nur Pelopor Bandarjaya Tahun
Pelajaran 2013/2014, JPF: Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Metro, Vol.
3, No. 1, Maret 2015: 28. 273Ayu Novita Kurniasih & Dedy Hidyatullah Alarifin, “Penerapan Ice Breaking
(Penyegar Pembelajaran) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII A MTs
An-nur Pelopor Bandarajaya Tahun Pelajarran 2013/2014”, JPF: Jurnal Pendidikan Fisika,
Vo. 3, No. 1, Januari 2015: 34. 274Kegiatan belajar mengajar yang maksimal bukan hanya saat penyampaian materi
oleh guru saja, melainkan dapat dmulai dari membuka pelajaran hingga menutup pelajaran
karena kesiapan dan hasil dari pembelajaran juga perlu diperhatikan. Uluul Khakiim et al,
“Pelaksanaan Membuka dan Menutup Pelajaran Oleh Guru Kelas 1 Sekolah Dasar”, Jurnal
Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, Vol. 1, No. 9, September 2016: 1730. 275Al-Hifz ‘ala al-hiwar merupakan teknik latihan meniru dan menghafalkan dialog-
dialog mengenai berbagai macam situasi atau kesempatan. Melalui latihan ini diharapkan
pelajar dapat mencapai kemahiran yang baik dalam percakapan yang dilakukan secara wajar
dan tidak di buat-buat. Walaupun awalnya memang dipola berdasarkan hafalan, namun jika
dilakukan latihan terus menerus lama kelamaan akan menjadi kemampuan berkomunikasi
secar wajar. Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), 137.
86
untuk maju ke muka umum.276 Saat itu siswa terlihat sedikit tenang dan antusias
mendengarkan arahan dari peneliti. Peneliti tentu tidak lupa mempersiapkan alat-
alat yang diperlukan seperti kamera untuk merekam setiap kegiatan siswa. Tidak
lupa peneliti meminta bantuan dari observer untuk mencatat setiap kegiatan siswa
selama proses pembelajaran di kelas berlangsung.
Kegiatan inti, peneliti mulai memberikan contoh kepada siswa terlebih dahulu
bagaimana berdialog bahasa Arab dengan baik dan benar dengan menayangkan
sebuah video menggunakan alat bantu laptop dan proyektor. Setelah penayangan
video berdialog menggunakan bahasa Arab. Peneliti meminta siswa untuk
mempersiapkan kelompok masing-masing untuk maju ke depan. Setelah dirasa
peneliti semua siswa siap, peneliti meminta siswa dengan masing masing kelompok
maju ke depan untuk berdialog menggunakan bahasa Arab berdasarkan tema
masing-masing kelompok yang telah disiapkan pada minggu sebelumnya tanpa
melihat buku catatan. Siswa terlihat sangat antusias ketika maju ke depan terbukti
dengan mereka tertib dalam berdialog, masing-masing siswa tahu bagian mana yang
harus ia ucapkan, adapun siswa lainnya mendengarkan dengan seksama. Kemudian
setiap kelompok maju hingga masing-masing kelompok telah usai berdialog di depan
kelas. Berdasarkan presentasi masing-masing kelompok tersebut peneliti tentu dapat
menilai mana siswa yang bisa berdialog dengan lancar atau terbata-bata. Akan tetapi
secara keseluruhan peneliti menyimpulkan bahwa rata-rata siswa mampu berdialog
dengan baik dan benar menggunakan bahasa Arab menggunakan Strategi Contextual Teaching and Learning.
Kegiatan penutup, peneliti isi dengan mengumumkan kelompok mana yang
paling bagus menurut peneliti, yang layak mendapat reward. Kemudian setelah itu
peneliti tidak lupa mengucapkan terimakasih banyak kepada siswa-siswa yang telah
begitu antusias mengikuti jalannya penelitian. Dan peneliti memberikan sedikit
wejangan kepada siswa untuk selalu semangat mempelajari bahasa Arab. Kemudian
setelah semua dianggap selesai, peneliti menutup kegiatan pembelajaran dengan doa
bersama dan siswa kembali ke kelas masing-masing.
c. Pengamatan (Observing) Observasi pada penelitian tindakan kelas kali ini dinilai mempunyai fungsi
yang jauh lebih baik, dengan adanya dokumentasi implikasi tindakan yang diberikan
kepada subjek. Oleh karena itu observasi harus mempunyai beberapa macam
unggulan superti: memilih orientasi prospektif, memiliki dasar-dasar reflektif waktu
sekarang dan masa yang akan datang. Observasi yang hati-hati dalam hal ini sangat
276Memotivasi siswa satu dari berbagai kritisisme yang sama dari intruksi adalah
kurang tertarik dan keinginan murid. Seroang percang instruksional yang berupaya untuk
menyesuaikan dengan permasalahan ini dalam sebuah cara sistematik adalah John Keller
(1987) dengan mengembangkan model ARCS yang didasarkan atas pengkajian dari literatur
psikologikal atas motvasi. Emapat bagian dari modelnya adalah perhatian, relebansi,
kepercayaan diri dan kepuasan. Oleh karena itu dalam hal ini guru harus meminta perhatian
dari murid dan mempertankan perhatian tersebut lewat intruksi. Untuk lebih lanjut baca
Rusmono, Stretgi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 33-34
87
diperlukan untuk mengatasi keterbatasan tindakan yang diambil peneliti, yang
disebabkan oleh adanya keterbatasan menembus rintangan yang ada di lapangan.
Seperti dalam perencaan, observasi yang baik adalah observasi yang fleksibel dan
terbuka untuk dapat mencatat gejala yang muncul baik yang diharapkan atau yang
tidak diharapkan.277
Observasi merupakan cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku,
peristiwa, atau mencatat karakteristik fisik dalam pengaturan alamiah. Observasi
bisa terbuka (semua orang tahu bahwa mereka sedang diamati) atau terselubung
(tidak ada yang tahu mereka sedang diamati dan pengamat yang tersembunyi.
Manfaat dari observasi tertutup bahwa orang lebih cenderung untuk berperilaku
secara almiah jika mereka tidak tahu bhwa mereka sedeang diamati. Namun dapat
melakukan observasi terbuka karena masalah etika yang terkait dengan pengamatan
terselubung.278
Berdasarkan hasil laporan pengamatan pada siklus II pertemuan pertama,
diperoleh bahwa suasana kelas sangat kondusif dan sangat mendukung untuk
terciptanya proses pembelajaran. Pertama, karena siswa sudah memiliki hubungan
yang dekat secara emosional. Kedua, siswa bersemangat dan sangat mengikuti
pembelajaran karena peneliti merekam kegiatan mereka menggunakan kamera.
Ketiga, siswa menjawab dengan antusias ketika menjawab pertanyaan dari guru.
Keempat, di antara siswa sudah terjalin interaksi sosial yang lebih erat pada
kelompok masing-masing ataupun pada satu sama lainnya.
d. Refleksi (Reflecting) Refleksi merupakan tahapan mengevaluasi atas tindakan dan hasilnya
dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai. Refleksi membawa implikasi tindakan
lanjut pada siklus berikutnya jika tujuan belum tercapai atau menghentikan
penelitian untuk kemudian dibuat laporan. Dalam melakukan refleksi peran teman
sejawat diperlukan untuk melakukan kajian atas efek tindakan serta memberikan
saran tentang perbaikan/modifikasi tindakan yang diperlukan jika siklus berikutnya
akan dilaikaukan. Refleksi pada dasarnya menghadap-hadapkan antara tujuan
penelitian tindakan dengan temuan hasil observasi, jika ada masalah artinya temuan
belum sesuai atau mencapai tujuan penelitian maka langkah selanjutnya adalah
menulis laporan penelitian.279
Kegiatan pada langkah ini adalah mencermati, mengkaji, dan menganalisis
secara mendalam dan menyeluruh tindakan yang telah dilaksanakan yang didasarkan
data yang terlah terkumpul pada langkah observasi. Berdasarkan data yang ada baik
data kuantitatif ataupun data kualitatif, guru sebagai peneliti melakukan evaluasi
untuk menemukan keberhasilan dari dampk tindakan yang telah dilakukan terhadap
perbaikan atau peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
277Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta:
Bumi Aksara, 2017), 213. 278Muhammad Yaumi & Muljono Damopolii, Action Research: Teori, Model dan
Aplikasi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 112. 279Uhar Suharsaputra, Metode Peneitian Kualitatif, Kuantitafi dan Tindakan
(Bandung: Refika Adotama, 2014), 260.
88
R = Jumlah Nilai Angket = Jumlah Nilai Angket x Kolom Angka
Jumlah Pernyataan Jumlah Siswa
Selain itu melalui evaluasi dalam refleksi ini juga akan ditemukan kelemahan-
kelemahan yang masih ada pada tindakan yang telah dilaksanakan untuk kemudian
dijadikan dasar menyempurnakan rencana tindakan di masa mendatang.280
Hasil penelitian keseluruhan menunjukkan adanya peningkatan terhadap
proses pembelajaran dengan menggunakan penerapan strategi pembelajaran
Contextual Teaching and Learning, dengan kata lain hasil penelitian mengalami
perubahan ke arah yang jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Kreativitas belajar
siswa pada siklus II mengalami peningkatan dari pada siklus I. Siswa sudah mulai
dapat mengikuti pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Hal tersebut
dapat dilihat dari semangat dan antusias siswa dalam mengikuti tahap demi tahap
pembelajaran baik dalam materi, diskusi, dan presentasi. Siswa berpartisipasi
dengan aktif baik sesama teman ataupun dengan guru, siswa mengerjakan dengan
baik apa yang diminta oleh guru.
Hasil kreativitas dan maharat al-kalam siswa pada siklus II mengalami
perubahan ke arah yang lebih baik bila dibandingkan dengan siklus I.
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti mendapati dari 20 orang siswa di siklus I
yaitu nilai rata-rata dengan jumlah 2 16
20 =
16
20 atau baik. Nilai tersebut dapat diketahui
dengan menggunakan metode penghitungan jumlah nilai rata-rata respon siswa
(angket) terhadap pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada mata
pelajaran bahasa Arab di kelas adalah sebagai berikut.
Diketahui :
Tabel 3.2
Siklus II
Ditanya nilai rata-rata siswa ?
Maka berdasarkan hasil penjumlahan dengan menggunakan rumus PTK, yaitu:
R = (7x4) + (6x3) + (4x2) + (2x1)
= 28 + 18 + 8 + 2
= 54
280Mohammad Ali & Muhammad Asrori, Metodologi & Aplikasi Riset Pendidikan
(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 206).
No Kolom Jumlah yang
diceklis
Dibagi 15 baris
pertanyaan angket
Hasil
1 Kolom 1 30 15 2
2 Kolom 2 63 15 4
3 Kolom 3 97 15 6
4 Kolom 4 110 15 7
TOTAL BARIS
PERNYATAN
300
89
= 56
20
= 2 16
20 =
16
20
Berdasarkan hasil pada tabel di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
rata-rata penilaian siswa pada pembelajaran Contextual Teaching and Learning di
siklus II berada pada kategori baik, karena 16
20 mendekati 1 mengarah ke atas.
Demikian penjelasan terperinci tentang sejarah dan gambaran umum
manajemen madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta
tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang bekerjasama dengan
observer dalam proses penyelesaian serta analisis akhir mengenai penerapan Strategi
Contextual Teaching and Learning pada pelajaran bahasa Arab di kelas XI madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta.
90
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN TENTANG UPAYA MENINGKATKAN
KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN KALAM SISWA MELALUI STRATEGI
CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
Di tahapan inti kali ini, peneliti lebih menitik beratkan pada pembahasan tentang
analisis hasil penelitian dengan tetap fokus pada masalah penelitian yaitu bagaimana
upaya meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam bahsa Arab melalui strategi
Contextual Teaching and Learning pada Siswa kelas XI madrasah Aliyah
pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun metode analisis yang
peneliti gunakan yaitu analisis deskriptif dengan tanpa meninggalkan aspek empiris
secara faktual dan terukur.
A. Hasil Penelitian
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran
berlangsung pada tiap siklus mengenai strategi Contextual Teaching and Learning (CTL), kreativitas dan maharat al-kalam siswa, akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Hasil Penilaiaan Kreativitas Siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Kreativitas bersifat alamiah dari diri seseorang.281 Manusia adalah makhluk
yang dikaruniai potensi kreatif di dalam dirinya. Potensi itu dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia selama keberadaanya mampu dikembangkan
dengan baik dan maksimal.282 Penjelasan tentang manusia itu sendiri khusunya
dalam perspektif Islam, banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Menurut Quraish
Shibab, ayat-ayat Al-Qur’an ketika membicarkan prihal manusia, yang paling
banyak disorot adalah mengenai sifat-sifat dan potensi yang ada dalam dirinya.283
Kreativitas seseorang yang perlu dikembangkan dan digali hingga mencapai
potensi maksimal yang diinginkan dapat diperoleh melalui berbagai tindakan seperti
dapat melalui dunia imajinasi. Ranah imajinasi menjadi begitu penting karena
seluruh penciptaan yang dilakukan oleh manusia bermula dari sini. Merupakan hal
yang sangat dibutuhkan untuk mendorong anak mengelola imajinasi melalui pola
pikir anak sejak dini.284 Kreativitas juga dapat dipupuk dengan kreasi anak dapat
mewujudkan dirinya, kemudian dengan kemampuan berpikir anak yang dapat
melihat berbagai macam penyelesaian suatu masalah, dan bersibuk diri secara
281Sutipyo, “Kreativitas, Pemacu dan Penghambatn dalam Kehidupan Manusia”,
Al-Misbah, Vol. 2, No. 2, Juli 2014. 282Rusdi, “Implementasi Teori Kreativitas Graham Wallas dalam Sekolah
Kepenulisan di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari Cabeyan Yogyakarta”, Muslim Haritage, Vol. 2, No. 2, November 2018: 259.
283M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), 282.
284Dessy Wahyuni, “Kreativitas Berbahasa dalam Sastra Anak Indonesi”, Madah, Vol. 7, No. 2, Oktober 2017: 129-130.
91
kreatif.285 Apabila kemampuan imajinasi anak kurang, maka kemampuannya untuk
mencetuskan ide-ide orisinalnya untuk mencipta atau meniru bentuk-bentuk yang
ada untuk dikreasikan dalam berbagai media juga mengalami hambatan. Namun
sebaliknya juga daya imajinasi anak tinggi, maka sangat memudahkan bagi anak
untuk menghasilkan karya-karya yang kreatif dan inovatif.286 Adapun menurut
Whardani et al kreativitas dapat dikembangkan melalui tindakan dari orang tua di
rumah, tindakan guru di sekolah, dan lingkungan sekitar sehingga kreativitas tidak
terbenam dimakan usia.287
Selain itu komunikasi dengan diri sendiri juga berfungsi untuk
mengembangkan kreativitas dan imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta
meningkatkan kematangan berpikir sebelum mengambil keputusan.
Mengembangkan kreativitas imajinasi berarti menciptakan sesuatu lewat daya nalar
melalui komunikasi dengan diri sendiri, dengan cara seperti ini seseorang dapat
mengetahui keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, sehingga tahu menempatkan
diri dalam segala kondisi.288 Orang yang mempunyai intelektual tinggi pasti
mempunyai kreativitas yang tinggi.289
Pada penelitian kali ini penulis ingin mendeskripsikan hasil pengamatan
kreativitas siswa kelas XI Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta menggunakan analisis deskriptif sebagai berikut:
Lembar Observasi Kreativitas Siswa
No Objek Yang Diamati Ya Tidak Keterangan
1 Siswa mengajukan pertanyaan ketika
tidak mengerti penjelasan guru.
√
2
Siswa dapat menjawab pertanyaan
dari guru ketika meteri telah selesai
diterangkan.
√
3 Siswa mengajukan asumsi terkait
materi yang dipelajari.
√
285Ita Wahyuni, Khutobah, Nanik Yuliati, “Peningkatan Kreativitas dalam
Membuat Bentuk pada Anak Kelompok B2 Melalui Bermain Play Dough di TK Plus Al-
Hujjah Keranjingan Sumbersari Jember Tahun Pelajaran 2015/2016”, Jurnal Edukasi Unej, Vol. 3, No. 2, 2016: 1.
286Ida Ayu Sri Widhiani, A.A.I.N Marhenu, I Nyoman Dantes, “Penerapan
Penggunaan Media Permainan Fantasi dan Imajinasi Kreatif untuk Meningkatkan
Kemampuan Otak Kanan Dan Mengembangkan Kemampuan Berbahasa”, e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, 2014: 2.
287Lita Kusuma Wardhani, Robbinson Situmorang, Cecep Rustand, “Pengembangan
Kit Media untuk Merangsang Kreativitas Anak Kelas 4 SD”, Jurnal Pembelajaran Inovatif, Vol. 1, No. 1, 2018: 27.
288Abdul Malik, “Fungsi Komunikasi Antara Guru dan Siswa dalam Meningkatkan
Kualitas Pendidikan (Studi Kasus Proses Belajar Mengajar pada SMP Negeri 3 Sindue)”,
Jurnal Interaksi, Vol. 3, No. 2, Juli 2014: 170. 289Saharuddin & Soehardi, “Pengaruh Kreativitas dan Promosi Jabatan terhadap
Peningkatan Produktivitas”, Jurnal Ilmiah Manajemen Ubhara, Vol. 6, No. 1, April 2019: 4.
92
4
Siswa menerapkan imajinasi pada
setiap situasi untuk menghasilkan hal
baru dan berbeda.
√
5 Siswa dapat menyimpulkan materi
yang telah dipelajari.
√
7
Siswa dapat menjawab pertanyaan
dari guru ketika meteri telah selesai
diterangkan.
√
8 Siswa bertanya kepada temannya
ketika tidak mengerti.
√
9 Siswa mengerti apa yang dijelaskan
oleh guru.
√
10 Siswa mengemukakan ide terkait
pembelajaran.
√
11 Siswa memiliki rasa ingin tahu yang
besar pada mata pelajaran bahasa
Arab.
√
12 Siswa memiliki kepercayaan diri
ketika berbahasa Arab.
√
13 Siswa berani maju ke depan untuk
berdialog bahasa Arab di depan
teman-teman.
√
Menurut Suharsimi Arikunto analisis data yang memiliki dua alternatif
jawaban seperti di atas tinggal menjumlahkan berapa banyak centangan yang pada
kolom “ya” yaitu sebanyak 12 buah centangan dan berapa centang pada kolom
“tidak”. Peneliti atau observer dapat menyebutkan yang dicentang “tidak” pada
baris apa saja. Untuk pembahasan data, peneliti memberi argumentasi untuk
centangan pada kolom “tidak”, apa sebab yang diisi kolom “tidak”.290
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dapat
disimpulkan bahwa centangan pada kolom “ya” yaitu 12 buah centang, dan pada
kolom “tidak” hanya 1 buah centangan. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa krativitas siswa berada pada kategori tinggi. Di mana terlihat
siswa mengajukan pertanyaan ketika siswa tidak mengerti penjelasan guru, siswa
dapat menjawab pertanyaan dari guru ketika meteri telah selesai diterangkan, siswa
menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru dan berbeda.
Hal ini terlihat dari kreativitas siswa mengembangkan bentuk percakapan
disertai gerakan badan dan tangan sesuai dengan alur, siswa dapat menyimpulkan
materi yang telah dipelajari, siswa bertanya kepada temannya ketika tidak mengerti,
siswa mengerti apa yang dijelaskan oleh guru, siswa mengemukakan ide terkait
pembelajaran terbukti dari siswa memikirkan ide masing-masing untuk
290Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, Penelitian Tindakan Kelas Edisi
Revisi (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), 96.
93
menampilkan yang terbaik bagi kelompoknya seperti ide membawa alat bantu
seperti membawa alat-alat rumah ketika memperagakan percakapan dan lain
sebagainya, siswa memiliki kepercayaan diri ketika berbahasa Arab terlihat dari
kesigapan dan kesiapan siswa ketika maju tidak ada rasa malu dan takut, siswa
berani maju ke depan untuk berdialog bahasa Arab di depan teman-teman, dan siswa
kreatif juga dapat memecahkan permasalahan selama proses pembelajaran yang
cenderung bersifat konkret hal ini terlihat dari siswa memecahkan masalah yang
dihadapi bersama masing-masing kelompok seperti menghafal percakapan bahasa
Arab bersama-sama sebelum maju ke depan kelas untuk ditampilkan.291
Hal ini selaras dengan pendapat bahwa siswa yang kreatif dapat dilihat dari
beberapa ciri atau krakteristik yang melakat dalam diri siswa. Seperti rasa ingin tahu
yang besar, memiliki kepercayaan diri yang tinggi memiliki keterbukaan akan
pengelaman yang belum pernah dialami, fleksibel dalam melakukan suatu tindakan
dan dalam memikirkan suatu hal, kemudian terlihat juga dari tidak menerima secara
saklek pendapat orang lain, dan sebagainya. Menurut kemampuan siswa dapat
dikembangkan melalui beberapa hal seperti melakukan pendekatan “inquiry”,
menggunakan teknik-teknik sumbang saran, memberikan penghargaan bagi prestasi
yang kreatif, meningkatkan berpikir kreatif melalui berbagai media, bisa juga
melalui pengembangan lingkungan yang kondusif.292
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran menggunakan
strategi contextual teaching and learning di dalam kelas didapati bahwa siswa
memiliki rasa ingin tahu yang besar pada bahasa Arab terlihat dari antusias siswa
mengikuti dan mendengarkan penjelasan dari guru, kemudian siswa juga memiliki
kepercayaan yang tinggi ketika guru mengajak berkomunikasi menggunakan bahasa
Arab, siswa juga tidak menerima secara mentah apa yang dijelaskan oleh guru, hal
ini terlihat dari siswa menanyakan kembali apa yang guru jelaskan, dan
memverifikasi apakah yang dijelaskan oleh guru benar atau tidak.
Aktivitas dan kreativitas dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi
contextual teaching and learning tidak terlepas dari peran seorang guru,293 baik dari
gaya guru mengajar atau menyampaikan materi kepada sisiwa, atau guru
menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan penggunaan media secara
efektif untuk meningkatkan gairah siswa memperlajari bahasa Arab. Selain itu guru
yang kreatif juga dapat memanfaatkan segala yang ada agar interaksi belajar
mengajar dapat berlangsung dengan menyenangkan dan dapat memberikan motivasi
kepada siswa agar tertarik dalam suatu materi. Guru dapat meningkatkan
291U.A. Deta, Suparmi, S. Widha, “Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek
Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains terhadap Prestasi Belajar Siswa”, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesian, Vol. 9, No. 1, 2019: 32.
292Kenedi, “Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran di Kelas
II SMP Negeri 3 Rokan IV Koto”, Suara Guru : Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial, Sains, dan Humanira, Vol. 3, No. 2, Juni 2017: 329.
293Nurhayati Simatupang, “Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga”, Jurnal Pedagogik Keolahragaan, Vol. 2, No. 1,
Desember 2016: 58.
94
kreativitasnya dengan memiliki kedekatan secara emosional terhadap peserta
didik.294
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas seorang guru,
yaitu faktor internal seperti psikologis guru, kondisi kejiwaan guru ketika hendak
mengajar. Kemudian faktor eksternal seperti lingkungan sosial dan kebudayaan.
Selain itu faktor yang tidak kalah penting adalah latar belakang pendidikan guru,
pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh guru, pengalaman guru dalam dunia
pendidikan, dan kesejahteraan guru juga dapat mempengaruhi kreativitas dalam
proses pembelajaran, selain yang tidak kala mempengaruhi adalah guru yang
melibatkan siswa secara aktif tentu akan berpengaruh terhadap pengembangan
kreativitas siswa.295 Konsekuensi dari cara mengajar guru yang cenderung tidak
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif maka tidak dapat
membantuk siswa menjadi pribadi yang kreatif dan mandiri, padahal siswa kreatif
akan mencari jalan keluar bagaimana agar dia bisa menyelesaikan suatu masalah
atau mencari solusi ketika dalam keadaan kesulitan.296
Berdasarkan hasil pengamatan di sekolah diperoleh bahwa guru berusaha
meningkatkan kreativitas melalui pemberian reward atau dalam arti memberikan
penghargaan kepada siswa yang memiliki kreativitas, hal ini bertujuan untuk
memberikan motivasi kepada siswa lain agar terpacu dan mencontoh prestasi dari
siswa lain. Bentuk penghargaan guru kepada siswa biasanya bisa berbentuk verbal
seperti pujian, ataupun non verbal seperti memberikan hadiah kecil.
Selain guru orang tua juga memiliki peran dalam meningkatkan kreativitas
anak, orang tua harus menyadari bahwa kreativitas sangat penting bagi anak dengan
menemukenali kreativitas dan membina mereka mengembangkan keberanian untuk
mewujudkan kreativitas.297 Orang tua dapat memupuk kreativitas anak dengan
berbagai macam cara menurut bisa dengan menghargai pendapat anak ketika tidak
memiliki pendapat yang sama dengan orang tua, memberikan ruang untuk anak
berpikir, merenung dan berkhayal, membiarkan anak mengambil keputusan sendiri
untuk hal-hal yang krusial, kemudian bisa juga dengan mendorong anak untuk
menjajaki dan mempertanyakan banyak hal, mengarjak hal-hal baik, menasehati
anak dengan mendorong anak melakukan hal-hal yang dapat menghasilkan suatu
produk, dan lain sebagainya.
Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil penelitian Usman yang mengatakan
bahwa kreativitas dan motivasi belajar secara bersama-sama berpengaruh terhadap
prestasi belajar pada mata pelajaran bahasa Arab, kreativitas berpengaruh positif
294Ifni Oktiani, “Kreativitas Guru dalam Memotivasi Belajar Peserta Didik”, Jurnal
Kependidikan, Vol. 5, No. 2, 2017: 218. 295Helda Jolanda Pentury, “Pengembangan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran
Kreatif Pelajaran Bahasa Inggris”, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 4, No. 3, November
2017: 269. 296Yesi Buadiarti, “Pengembangan Kemampuan Kreativitas dalam Pembelajaran
IPS”, Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro, Vol. 3, No. 1, 2015: 62. 297Qurrata A’yuna, “Kontribusi Peran Orangtua dan Guru Mata Pelajaran terhadap
Pengembangan Kreativitas Siswa”, Jurnal Ilmiah Edukasi, Vol. 1, No. 1, Juni 2015: 11-16.
95
terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran bahasa Arab.298 Kreativitas
mencerminkan pemikir yang divergen yaitu kemampuan yang dapat memberikan
bermacam-macam alternatif jawaban. Kreativitas dapat digunakan untuk
memprediksi keberhasilan belajar.299
Begitupun dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraini (2018) yang
mendapati bahwa daya kreativitas memberikan pengaruh positif terhadap
peningkatan keterampilan berbicara bahasa Asing, utamanya bahasa Inggris,
semakin tinggi kreativitas siswa maka semakin tinggi juga keterampilan bahasa
Asing mereka.300 Kreativitas berbahasa seseorang tidak muncul dengan sendirinya.
Kemampuan itu harus dibina, dimunculkan, dilatih, dan dibina. Memang sebenarnya
manusia memiliki kemampuan berbahasa lisan, namun untuk memiliki kemampuan
bahasa asing lain harus melalui pendidikan.301 Kreativitas berbahasa seseorang
terlihat dari penggunaan kata, kalimat, maupun wacana dalam pola pengembangan
gagasan terhadap teks yang dihasilkannya. Untuk dapat digunakan sebagai alat
komunikasi atau media menciptakan kreativitas, bahasa harus dipelajari terlabih
dahulu, utamanya bahasa asing.302
Kreativitas dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi menurut Munandar
(1988) dalam Judiani (2011) yaitu: dimensi pribadi, proses, pendorong, dan produk.
Dimensi pribadi tidak terbatas pada tingkat usia, jenis kelamin, suku, bangsa dan
kebudayaan tertentu. Setiap orang memiliki kemampuan kreatif, karena kreativitas
atribut dari semua orang. Dari segi pribadi menurut Munandar kreativitas
merupakan unkapan unik dari keseluruhan kepribadian sebagai hasil interaksi
individu dengan linkungan yang tercermin dalam pikiran, perasaan, sikap atau
perilaku. Adapun kreativitas sebagai dimensi proses, bahwa setiap manusia untuk
menemukan hubungan-hubungan yang baru, untuk mendapatkan jawaban, metode,
atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu persoalaan tidak selalu dilakukan
secara spontan tetapi memerlukan proses berpikir. Sedangkan kreativitas sebagai
dimensi pendorong adalah kreativitas dapat berkembang karena adanya dorongan
dari dalam diri individu dan dorongan eksternal berupa sosiokultural. Yang terakhir
kreativitas sebagai dimensi produk mengacu pada hasil perbuatan, kinerja, atau
298Muhammad Idris Usman, “Pengaruh Kreativitas dan Motivasi Belajar Siswa
terhadap Prestasi Belajar Bahasa Arab di MA DDI Al-Badar”, Lentera Pendidikan, Vol. 19,
No. 1, Juni 2016: 76-89. 299Wahyudi, “Pengaruh Kreativitas Belajar dan Efikasi Diri terhadap Prestasi
Afektif Melalui Motivasi Berprestasi (Studi Kasus pada Madrasah MTs Pembangunan UIN
Jakarta”, Kreatif: Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang, Vol. 2, No. 2, April
2015: 89. 300Irma Nuraini, “Pengaruh Sikap Berbahasa dan Daya Kreativitas terhadap
Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris (Survei pada Siswa SMK Negeri di Kabupaten
Purwakarta)”, Inference: Journal of English Language Teaching, Vol. 1, No. 1, April 2018:
88. 301Siti Maryam, “Pengembangan Kreativitas Berbahasa dalam Menulis Esai”,
Educationist, Vol. 1, No. 2, Juli 2017: 104. 302Dessy Wahyuini, “Kreativitas Berbahasa dalam Sastra Anak Indonesia”, Madah,
Vol. 7, No. 2, Oktober 2016: 129.
96
karya individu dalam bentuk barang atau gagasan.303 Yang tidak kalah penting juga
adalah peran guru untuk mengembangkan dan menggali kreativitas seorang siswa
agar siswa siswa memiliki kesempatan untuk berkreasi.304
Kreatif merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh seorang yang memiliki
kreativitas. Hal ini dikarenakan hanya orang kreatif yang mempunyai ide gagasan
kreatif dan original. Orang akan menjadi kreatif apabila distimulasi sejak dini.305
Individu yang kratif memiliki kebebasan dalam berpikir maupun dalam bertindak.
Kebebasan tersebut berasal dari diri sendiri, termasuk di dalamnya kemampuan
untuk mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang memungkinkan untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi kreatif yang ada di dalam dirinya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sutipyo R yang mengatakan bahwa orang yang kreatif
adalah orang yang mampu membuat kombinasi sesuatu yang baru dihasilkan dari
proses kognitif manusia, hasil kombinasi yang bersifat baru itu mempunyai nilai
guna yang tinggi dan dapat dibuat kembali pada waktu yang lain.306
2. Hasil Penilaian Maharat al-kalam Siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Maharat al-kalam merupakan kemampuan manusia untuk menyampaikan rasa
emosionalitasnya dengan ungkapan fungsional melalui ujaran yang benar dan
penyampaian yang efektif. Dengan keterampilan ini dapat membantu manusia
merealisasikan keinginan dan dengan karakterisik pemikiran yang disampaikan ia
dapat mempenaruhi kehidupan.307 Aktivitas berbicara tidak bisa terpisah juga
dengan kompetensi mendengar. Karena suatu komunikasi akan terjalin dengan baik
jika pembicara bisa memahamkan pendengar dan pendengar juga bisa memahami
apa yang dikatakan oleh pembicara.308
Keterempilan berbicara merupakan kemahiran lingustik yang rumit, karena
hal ini menyangkut masalah berpikir atau memikirkan apa yang harus dikatakan. Hal
ini memerlukan ketersedian kosa kata yang banyak dan kalimat tertentu yang cocok
dengan situasi yang dikehandaki. Dengan demikian keterampilan berbicara
memerlukan banyak latihan pengucapan dan banyak latihan pengucapan dan latihan
303Sri Judiani, “Kreativitas dan Kompetensi Guru Sekolah Dasar”, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011: 56-69. 304R. Mekar Ismayani. “Kreativitas dalam Pembelajaran Literasi Teks Sastra”,
Jurnal Ilmua Program Studi Pendidikan dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2016: 72. 305Rohani, “Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini melalui Media Bahan
Bekas”, Rhaudah : Program Studi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, Vol. 5, No. 2,
Desember 2017: 11. 306Sutipyo R, “Kreativitas, Pemacu dan Penghambatnya dalam Kehidupan
Manusia”, Al-Misbah, Vol. 2, No. 2, Juli 2014: 206. 307Asep Maulana, “Kurikulum Maharah Al-kalam Bahasa Arab Berasis Kompetensi
Komunikatif (Penelitian Deskriptif Kualitatif di Jurusuan Pendidikan Bahasa Arab IAIC
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2015/2016)”, Pecinta Ilmu: Jurnal Pendidikan Cipasung Tasikmalaya Ilmiah Bermutu, Vol. 1, No. 1, Juni 2016: 4.
308Silfiyah Rohmawati, “Penerapan Hasil Modifikasi Permainan Monopoli Sebagai
Media Pembelajaran Bahasa Arab”, Al-Mi’yar, Vol. 2, No. 2, Oktober 2019: 166.
97
praktek, latihan ekspresi atau menyatakan kalimat-kalimat sederhana yang dapat
dimengerti oleh lawan bicara.309
Adapun menurut (Wahidah, 2016) dalam Aflisia & Yasmar pada pembelajaran
kalam dapat dikuasi melalui pendekatan aural-oral karena pendekatan ini
menekankan pada kegiatan latihan seperti menghafal menghafal kosa kata dan
berdialog dengan menguataman keshahihan dan keakurasian bahasa. Hal ini selaras
dengan penelitian ini yang sangat menekankan pada percakapan atau dialog
menggunakan bahasa Arab.310
Pada hakikatnya, dalam pembelajaran kompetensi berbicara, guru tidak perlu
untuk terlalu banyak berbicara, sebaiknya guru berbicara secukupnya dan lebih
banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, sebab kemampuan
berbicara itu merupakan salah satau kompetensi bahasa yang membutuhkan
pembiasaan, semakin siswa sering berbicara, makan akan leih lancar juga
berbicaranya menggunakan bahasa Arab.311 Akan tetapi tentu keberhasilan dari
kegiatan berbicara dengan bahasa Arab tidak terlepas dari guru pembina bahasa Arab
itu sendiri, guru lebih berperan pada pemberian kosa kata atau mufradat sesuai
dengan kebutuhan para siswa, guru juga berperan untuk memilihkan topik
pembicaraan sesuai dengan kebutuhan, dan terus mendampingi serta melatih siswa
agar terbiasa berbicara menggunakan bahasa Arab.312
Pembelajaran maharat al-kalam membutuhkan latihan secara terus menerus,
tidak hanya melatih pengucapannya tetapi siswa juga dilatih dalam menjabarkan dan
mengungkapkan ide mereka dengan penyampaiannya secara lisan, sehingga pengajar
tidak lagi memaksa siswa untuk melafalkan dialog yang sudah mereka hafal dalam
pembelajarannya. Agar terciptanya pembelajaran yang komunikatif guru harus
terampil menggunakan metode yang ia gunakan di dalam kelas. Dan seorang
pengajar tidak mengukur maharat al-kalam apabila siswa sudah mampu dalam
menirukan apa yang ia ungkapkan, tetapi mampu membuat mereka itu berpikir dan
berbicara dengan bahasa Arab dengan berani dan peercaya diri.313
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran contextual teaching and learning berlangsung maharat al-kalam siswa meningkat terlihat dari
309H. Fathul Maujud, “Pembinaan Keterampilan Berbicara Bahasa Arab (Maharat
al-kalam) Santri dan Satriwati di Pondok Pesantren Darul Hikmah Pagutan Karang Genteng
Kota Mataram” , El-Tsaqafah, Vol. 14, No. 2, Desember 2017: 128. 310Noza Aflisia & Rensi Yasmar, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Bahasa Arab
Dosen Non Pendidikan Bahasa Arab (PBA)”, Ihya’ al-‘Arabiyyah, Vol. 4, No. 2, Desember
2018: 161. 311Silfiyah Rohmawati, “Penerapan Hasil Modifikasi Permainan Monopoli Sebagai
Media Pembelejaran Berbicara Bahasa Arab”, Jurnal Al-Mi’yar, Vol. 2, No. 2, Oktober 2019:
167. 312H. Fathul Maujud, “Pembinaan Keterampilan Berbicara Bahasa Arab (Maharat
al-kalam) Santri dan Santriwati di Pondok Pesantren Darul Hikmah Pagutan Karang Genteng
Kota Mataram”, el-Tsafaqah, Vol. 16, No. 2, Juli-Desember 2017: 129. 313Yazid Hady, “Pembelajaran Maharat Kalam menurut Rusdy Ahmad Thu’aimah
dan Mahmud Kamil al-Naqah”, al-Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 5, No. 1,
Juni 2019: 82.
98
penguasaan kosa kata yang bertambah pada siswa, kemudian terlihat juga dari siswa
yang bisa mengucapkan bahasa Arab dengan baik dan benar, selain itu siswa juga
terlihat memiliki kepercayaan diri dan keberanian diri untuk berbicara menggunakan
bahasa Arab dengan teman-teman di kelas meski masih terbata-bata, begitupun
dengan guru, siswa terlihat berusaha menerapkan apa yang telah mereka pelajari di
kelas dalam kehidupan nyata mereka utamanya di dalam kelas.
Pada usia 10-19 tahun masuk pada kategori usia remaja (WHO). Pertumbuhan
dan perkembangan selama masa remaja dibagi dalam tiga tahap, yaitu: remaja awal
(usia 11-14 tahu), remaja pertengahan (usia 14-17 tahun), remaja akhir (usia 17-20
tahun).314 Menurut ahli lainnya berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dari kanak-kanak ke dewasa, rentang usia remaja adalah 13-18 tahun dan
dibagi menjadi dua kategori, yakni: pra pubertas (usia 12-14 tahun) dan pubertas
(usia 14-18 tahun).315 Anak remaja sebetulnya menurut Monk tidak mempunyai
tempat yang jelas, apakah termasuk dalam golongan dewasa, atau golongan anak-
anak. Remaja berada di antara keduanya.316 Tubuhnya nampak sudah dewasa, akan
tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa remaja gagal menunjukkan
kedewasaannya. Pengalamannya mengenai alam dewasa masih belum banyak.317 Pada fase ini, seorang siswa atau remaja berada di tingkat intelektual yang
tinggi, cerdas dan kritis ketika berpikir serta memiliki perencanaan dan cepat ketika
betindak. Pada fase ini juga remaja sebagai siswa mulai memupuk kepercayaan
dirinya (self-confidence) dalam mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan kepada
sekitarnya. Bagi siswa yang belum memiliki rasa percay diri, maka peran seorang
guru memberikan perhatian dengan mengingatkan kepada sisiwa bahwa rasa percaya
diri hanya akan tumbuh dari dalam dirinya sendiri dan hanya siswa itu sendiri yang
dapat mengatasinya, karena kepercayaan diri seseroang akan berpengaruh pada
tingkat prestasinya.318
Remaja yang memiliki self-confidence, dapat diketahui melalui beberapa
karakter yang muncul, seperti memiliki keyakinan pada diri sendiri bahwa diri
mampu melakukan suatu hal apalagi hal tersebut merupakan suatu yang sulit untuk
dilakukan, kemudian memiliki rasa optimis bahwa diri mampu melakukannya,
314Ade Wulandari, “Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja dan
Implikasinya terhadap Masalah Kesehatan dan Keperawatannya”, Jurnal Keperawatan Anak, Vol 2, No. 2, Mei 2014: 40.
315Azizah, “Kebahagiaan dan Permasalahan di Usia Remaja (Penggunaan Informasi
dalam Pelayanan Bimbingan Individual)”, Konseling Religi: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 4, No. 2, Desember 2013: 300.
316F. J Monks & A.M.P Knoers, Ontwikkelings Psychology: Inleiding Tot De Verschillende Deelgebieden, terjemah Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai Bagian (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), cet-
15, 259. 317Khamim Zarkasih Putro, “Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja”, APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol 17, No. 1, 2017: 25-32. 318Siti Nur Deva Rahman, Hubungan Tingkat Rasa Pede dengan Hasil Belajar
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). 13.
99
mandiri tanpa membebani orang lain, mencintai dan menghargai diri sendiri,
bertanggung jawab dan suka berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.319
Selain kreteria penilaian di atas, peneliti juga melakukan uji materi dengan
memberikan beberapa soal kepada siswa kelas eksperimen, Adapun hasil penilaian
maharat al-kalam siswa bisa dilihat pada tabel di bawah ini;
No Kelas Jumlah Siswa Nilai di atas 7 Nilai di bawah 7
1 XI MIA I 5 5 0
2 XI MIA II 5 5 0
3 XI IIS I 5 4 1
4 XI IIS II 5 3 2
Berdasarkan keterangan tabel hasil penilaian materi soal tentang maharat al-kalam di atas, dapat disimpulkan bahwasanya Impelementasi strategi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya dalam
meningkatkan kemampuan kalam siswa dinilai efektif atau mempunyai pengaruh
yang cukup signifikan.
3. Hasil Penilaian Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Penyelenggaraan pendidikan didasari dengan tujuan untuk memberikan bekal
kepada siswa agar dapat hidup bermasyarakat dan dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi yang tentu melalui proses pembelajaran.320
Pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari
komponen-komponen yang berintelerasi dan saling berinteraksi, yaitu pengajar,
pelajar, metode pengajaran, media pengajaran, sarana prasarana antara satu dengan
yang lainnya.321
Proses pembelajaran atau pengajaran menurut Dunkin dan Biddle dalam
Komara (2016) berada pada empat variabel interaksi yaitu: 1. Variabel pertanda
berupa pendidi; 2. Variabel konteks berupa peserta didik, sekolah dan masyarakat;
3. Variabel proses proses berupa interaksi peserta didik dengan pendidik, dan 4.
Variabel produk berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dunkin & Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama, yaitu 1.
Kompetensi subtansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan 2.
Kompetensi metodologi pembelajaran. Artinya menurut Komara (2016) jika guru
319Halimatus Sa’diyah, “Upaya Menumbuhkan Self-Confodence Berbicara Bahasa
Arab Mahasiswa Melalui Group Whatsapp”, Al-Mi’yar, Vol. 2, No. 2, Oktober 2019: 150. 320Sri Dadi, “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Pemanfaatn Model
Kelas di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 38 Kota Bengkulu”, Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 9, No. 2, 2016: 225.
321Imam Asrofi & Jeni Sri Gantini, “Penggunaan Media Audio Visual Smartphone
dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Muhadatsah) untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa”,
BASIS: Jurnal Pendidikan Basis Bahasa Arab dan Studi Islam, Vol. 1, No. 1, Maret 2017:
25.
100
menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasi metode pengajar sesuai
kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagodik, yaitu memahami
karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasi, maka
penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai
strategi yang dapat memudahkan siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan yang
diberikan oleh guru.322
Perspektif pembelajaran bahasa era modern telah menjadikan peran peserta
didik dan pendidik memiliki peran keaktifan dan kreativitas yang sama dalam sebuah
pembelajaran.323 Keputusan penting tentang semua aspek pengajaran bahasa dibuat
mengacu pada variabel yang berasal dari peserta didik oleh karena itu penting sekali
untuk memudahkan siswa dalam proses belajar mengajar, selain adanya guru yang
profesional yang benar-benar memumpuni bahasa Arab dalam segala aspek. Selain
itu juga yang perlu diperhatikan guru adalah unsur kreatif dan inovatif dalam proes
pembelajaran.324 Yang tidak kalah penting adalah model pembelajaran yang
memainkan peran besar untuk keberhasilan suatu program pendidikan. Model
menjadi payung utama untuk spesifikasi dan interelasi antara teori dan praktik. Apa
yang dipahami siswa merupakan korpus dari model yang digunakan, meskipun
terdapat model-model lain yang berbeda dalam belajar bahasa. Teori bahasa tetap
diasumsikan sebagai alat komunikasi dalam sebuah sistem.325
Pembelajaran kontekstual adalah konsep yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kontekstual hanya sebuah
strategi pembelajaran.326 Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktid dan
322Endang Koswara, Belajar dan Pembelajaran Interaktif (Bandung: Refika
Aditama, 2016), 68. 323Erfan Gazali & Hasan Sefuloh, “Kebutuhan Peserta Didik dan Rancang Bangun
Media Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliya”, Arabi: Journal of Arabic Studies, Vol.
4, No. 1, 2019: 88. 324Naili Vidya Yulistyani Sri Sumarni, “Pengembangan Media Pembelajaran
Wayang Cucok untuk Meningkatkan Kemahiran Kalam”, Al Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 179.
325Mahyudin Ritonga, Alwis Nazir, Sri Wahyuni, “Pembelajaran Bahasa Arab
Berbasi Teknologi Informasi dan Komunikasi di Kota Padang”, Arabiyat : Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 3, No. 1, 2016: 2.
326Straeti pembelajaran adalah teknik, prinsip dan aturan yang memungkinkan guru
ataupun siswa untuk belajar memecahkan masalah. Strategi pembelajaran menyerupai
keterampilan beajar yang tidak hanya menekankan langkah-langkah yang diperlukan untuk
melakukan suatu strategi (misalnya langkah-langkah yang harus diikuti saat membaca buku
teks) namun juga fokus pada a;asan dan waktu untuk menggunakan strategi dan cara
memantau penggunaannya. Marilyn Frien & William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi: Panduan Praktis untuk Mengajar Edisi ketujuh, Terjemahan Annisa Nuriowandari
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 639.
101
bermakna. Strategi kontekstual dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang ada. 327
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yang isinya berupa skenario tahap
demi tahap mengenai kegiatan apa yang akan dilakukan di dalam kelas bersama
siswanya yang berhubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Secara umum
tidak ada perbedaan mendasar mengenai format antara program pembelajaran
konvensional dengan program pembelajaran kontekstual, yang membedakan hanya
pada penekananya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk
pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.328
Melalui pembelajaran kontekstual siswa diharapkan dapat belajar melalui
“mengalami” bukan “menghafal”.329 Akan tetapi untuk merubah kebiasan praktik
pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat
kepada siswa memang bukan merupakan suatu hal yang mudah, bahkan merupakan
suatu pekerjaan yang cenderung sulit terutama di kalangan guru yang tergolong pada
kelompok laggard330 (penolak perubahan/inovasi).331
Lembar Observasi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Siswa
No Objek Yang Diamati Ya Tidak Keterangan
1 Siswa menerapkan bahasa Arab di
lingkungan kelas. √
2
Siswa mengaitkan pelajaran bahasa
Arab yang telah dipelajari dengan
kehidupan sehari-hari di sekolah.
√
3 Siswa mengamati dengan serius
penjelasan guru. √
327Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, Sri Harmianto, Model-Model
Pembelajaran Inovatif dan Efektif (Bandung: Alfabeta, 2013: 49-50. 328Siti Zulaiha, “Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan
Implementasinya dalam Pembelajaran PAI MI”, Balajea: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1,
No. 1, 2016: 56-57. 329Nurdalilah, “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching adn Learning
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika”, Prosiding Seminar Nasional Hasil
Penelitian 2018. 330Kelompok laggard merupakan kelompok yang melakukan adopsi terakhir, dan
biasanya adopsi dilakukan bukan karena keyakinan tetapi akibat terbawa arus. Misal, sebuah
keluarga pengrajin perak, tidak akan pernah terjadi gagasan dan keinginan lain untuk anak-
anaknya kecuali mereka nantinya mewarisi dan meneruskan keahlian orang tua mereka
sebagai pengrajin perak. Keluarga dari kelompok langgard biasanya tidak pernah memiliki
semangat bersaing atau berjuang. Lihat dalam Tony Setiabudhi, Anak Unggul Berotak Prima (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 208.
331Rifqi Muntaqo & Devi Masruroh, “Lesson Study dalam Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Kejiwan Wonosobo”, Balajea: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2, 2016: 127.
102
4 Siswa fokus mengikuti arahan guru. √
5
Siswa bekerjasama mengerjakan tugas
yang diberikan guru bersama
kelompok masing-masing.
√
6 Siswa fokus mengikuti arahan guru. √
7
Siswa menghafal kosa kata bahasa
Arab dengan baik ketika diperintah
guru untuk menghafal.
√
8 Siswa berdiskusi dengan baik di kelas. √
9 Siswa dapat menghubungkan materi
yang dipelajari dengan berbagai hal. √
10
Siswa mampu mengalokasikan waktu
dengan baik ketika pelajaran bahasa
Arab.
√
11 Siswa dapat membaca kalimat
berbahasa Arab dengan baik. √
12 Siswa dapat menulis kalimat
berbahasa Arab dengan baik. √
13
Siswa dapat menyelesaikan masalah
berkaitan dengan bahasa Arab secara
baik.
√
14
Guru dengan baik dan objektif dalam
memberi penilaian terhadap
kemampuan siswa.
√
15 Siswa mampu berdialog menggunakan
bahasa Arab. √
16 Siswa memiliki kosa kata bahasa Arab
yang cukup banyak. √
17 Siswa antusias mengikuti pelajaran
bahasa Arab. √
18 Baiknya siswa mengikuti siklus ke-1
dan ke-2. √
19 Siswa bertanya kepada guru ketika
tidak mengerti. √
Menurut Suharsimi Arikunto analisis data yang memiliki dua alternatif
jawaban seperti di atas tinggal menjumlahkan berapa banyak centangan yang pada
kolom “ya” yaitu sebanyak 17 buah centangan dan 2 centang pada kolom “tidak”.
Peneliti atau observer dapat menyebutkan yang dicentang “tidak” pada baris apa
103
saja. Untuk pembahasan data, peneliti memberi argumentasi untuk centangan pada
kolom “tidak”, apa sebab yang diisi kolom “tidak”.332
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dapat
disimpulkan bahwa centangan pada kolom “ya” yaitu 17 buah centang, dan pada
kolom “tidak” hanya 2 buah centangan. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran contextual teaching and learning pada siswa
berada pada kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya akan peneliti uraikan satu persatu
berikut ini :
a. Membuat keterkaitan yang bermakna
Jantung dari pembelajaran kontekstual adalah keterkaitan yang
mengarahkan pada suatu makna atau yang dikenal dengan konstruktivisme.333
Konstruktivisme adalah aliran pembelajaran yang menuntut siswa untuk mampu
mengaitkan berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu ilmu Bahasa Arab, ilmu
Pengetahuan Alam, ilmu sosial, ilmu matematika, dan ilmu-ilmu lainnya dengan
pengalaman mereka sendiri dalam kehidupan sehari-hari, maka secara otomatis
mereka akan menemukan makna itu sendiri, dan dengan makna tersebut akan
memberikan mereka alasan untuk belajar. Menurut Asani konstruktivisme adalah
pembelajaran di mana siswa dituntut untuk menyusun dan membangun makna atas
pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu yang dikuasi
sebelumnya. Pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh
dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan
seseorang untuk menginteroretasi objek yang diamati tersebut. Pada aspek ini siswa
harus mampu mengaitkan apa yang telah dipelajari dengan realita kehidupan.
Dengan demikian pengetahuan yang telah diperoleh tidak bersifat statis akan tetapi
bersifat dinamis, tergantung setiap individu dalam hal ini siswa yang melihat,
mengamati dan mengkonstruksikanya.334
Selain itu prinsip dasar konstruktivisme semua pengetahuan dibangun dan
dipersepsi secara langsung oleh Indera (penciuman, perabaan, pendengaran dan lian
sebagainya) sebagaimana asumi pada realis pada umumnya. Menurutu Bruning,
Scraw, Norby, & Ronning sebagaimana dikutip Gazali & Saepuloh (2019) bahwa
tidak ada teori konstruktivisme yang tunggal, tetapi sebagian besar para konstruktis
memiliki setidaknya dua ide utama yang sama yaitu, pembelajaran secara aktif
dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kemudian interaksi sosial
332Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, Penelitian Tindakan Kelas Edisi
Revisi (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), 96. 333Murtiani, Ahmad Fauzan, Ratwa Eulan, “Penerapan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Berbasis Lesson Study dalam Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran Fisika di SMP Negeri Kota Padang”, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol. 1, Februari 2012: 3.
334Asani, “Implementasi Contextual Teaching and Learning pada Balai Diklat
Keagamaan Ambon: Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal Diskursus Islam, Vol. 2, No. 3,
Desember 2014: 425.
104
merupakan aspek yang integral dalam mengkonstruksikan pengetahuan.335 Dalam
proses pembelajaran, otak menyimpan informasi, mengelolahnya, dan mengubah
konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya. Pembelajaran bukan hanya sekadar
menyerap informasi, gagasan,, dan keterampilan, karena materi baru akan
dikonstruksi oleh otak. 336
Oleh karena itu pembelajaran sangat tergantung pada kualitas proses
kolaboratif dalam komunitas pendidikan, yang merupakan situasi spesifik dan
terkait konteks yang dalam hal ini komunitas pendidikan yaitu dati sekolah MA
Pembangunan. Kepala Sekolah, Pimpinan ataupun guru berkewajiban untuk
memfasilitasi pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada para siswa
untuk menemukan dan menerapkan apa yang menjadi idenya, dan memberikan
kebebasan untuk menggunakan berbagai cara agar dapat menemukan makna dari
proses pembelajaran. Untuk itu sekolah harus memberikan peluang bagi siswa agara
dapat mengimplementasikan dan mengkonstruksikan pengetahuan sendiri
berdasarkan hasil pengamatan di lingkungan sekitar ke dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi di sekolah didapati bahwa siswa berusaha
dengan baik untuk mengimplementasikan dan mengkonstruksi pembelajaran bahasa
Arab melalui strategi contextual teaching and learning ke dalam kehidupan sehari-
hari seperti siswa berusaha berdialog bersama guru bahasa Arab di luar jam pelajaran
bahasa Arab. Kemudian terlihat juga siswa berusaha menggali kembali ingatan
mufradat bahasa Arab dengan siswa lainnya di dalam satu kelompok, selain itu siswa
juga terlihat menanyakan kabar kepada siswa lainnya menggunakan bahasa Arab.
Hal ini tentu bukan merupakan suatu hal yang mudah yang tentunya belandaskan
asas kepercayaan dari dalam diri siswa, ketika siswa tidak percaya diri maka ia akan
sulit dalam mengimplementasikan bahasa Arab di depan orang lain. remaja dalam
hal ini adalah siswa yang memiliki self-confidence, dapat diketahui melalui beberapa
karakter yang muncul yaitu memiliki keyakinan pada diri sendiri, optimis, madiri,
mempunyai sikap yang tenang, positive thinking, tidak takut gagal, berani mencoba,
mencintai dan menghargai diri sendiri, bertanggung jawab dan suka berkomunikasi
dengan orang lain. Ketika siswa memiliki kepercayaan diri yang tinggi maka ia tidak
akan takut salah ketika mencoba berinteraksi dengan guru atau teman menggunakan
bahawa Arab, kepercayaan diri dapat ditumbuhkan dengan guru selalu memberikan
motivasi kepada siswa agar siswa dapat berupaya menerima kelebihan dan
kekurangan yang ada di dalam diri siswa tersebut agar tetap memiliki semangat yang
tinggi untuk mecapai cita-cita, selain itu guru juga bisa memberikan reward kepada
siswa yang berani menggunakan bahasa Arab ketika berdialog.337
335Erfan Gazali 7 Hasan Sefuloh, “Kebutuhan Peserta Didik dan Rancang Bangun
Media Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah”, IMLA, Arabi: Journal of Arabic Studies, Vol. 4, No. 1, 2019: 96-99.
336Bruce Joyce, Marsha Weil. Emily Calhoun, Models of Teaching-Model-Model Pengajaran, terjemah Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza (Yogyakarta: Pustaka Pelajarm
2011), 14. 337Halimatus Sa’diyah, “Upaya Menumbuhkan Self-Confidence Berbicara bahasa
Arab Mahasiswa Melalui Group Whatsapp”, Jurnal Al-Mi’yar, Vol. 2, No. 2, 2019: 150.
105
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausabel dalam Rachmawati & Daryanto (2015) adalah struktur kognitif yang ada,
stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu pada waktu
tertentu. Seorang belajar dengan mengaososiasikan fenomena baru ke dalam skema
yang telah ia punya. Dalam prosesnya peserta didik mengkonstruksi apa yang ia
pelajari dan ditekankan pelajar mengaosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-
fakta baru dalam siswa pengertian yang ia punya. Ausabel berpendapat bahwa guru
harus mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar
bermakna. Siswa yang berada pada tingkat kelas yang tinggi akan lebih efektif jika
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.338
b. Melakukan pekerjaan yang berarti
Siswa dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berarti dan berguna bagi
orang lain, berproses dalam menentukan pilihan belajar, siswa juga dapat
menghasilkan suatu produk yang dapat dimanfaat oleh orang banyak, baik sedikit
ataupun banyak.339 Untuk melakukan pekerjaan yang berarti siswa juga dapat
menggunakan media dengan baik, di mana media merupakan satu kestuan yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses pembelejaran. Melalui media siswa dapat
termotivasi untuk terus melakukan pekerjaan yang berarti, misalnya menggunakan
media elektronik handphone untuk mengakses kosa kata bahasa Arab, sambil
menghafal mufradatnya.340 Siswa dapat juga menggunakan kamus aplikasi bahasa
Arab yang mempunyai berbagai fasilitas di dalamnya, yang dapat memudahkan
siswa dalam memahami bahasa Arab.341 Berdasarkan hasil pengamatan selama
proses pembelajaran contextual teaching and learning berlangsung didapi bahwa
siswa melakukan pekerjaan yang berarti seperti mencari kamus342 bahasa Arab di
perpusatkaan dan mencari kosa kata yang tidak diketahui sebelumnya, akan tetapi
tidak bisa dipungkiri juga bahwa tidak semua siswa melakukan pekerjaan berarti
tersebut. Kemudian siswa menerjemahkan percakapan bersama dengan masing-
masing kelompok, siswa mencatat kosa kata baru di dalam buku catatan, siswa
338Tutik Rachmawati & Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang
Mendidik (Yogyakarta: Gava Media, 2015), 309. 339Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: What It Is and Why It’s
Here to Stay, terjemahan Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, 94.
340Talizaro Tafanao, “Peranan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat
Belajar Mahasiswa”, Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol. 2, No. 2, Juli 2018: 103. 341Majidatun Ahmala, “Kamus Aplikasi Sebagai Media Pendamping Buku ‘Al-
Arabiyah Al-Mu’asiroh”, Jurnal Alfazuna, Vol. 3, No. 1, Desember 2019: 49. 342Kamus diartikan sebagai sebuah buku yang memuat sejumlah kat-kata disertai
penjelasan tentang pelafalan, arti, asal-usul, dan contoh penggunaannya secara kontekstual
dalam kalimat tertentu, bahkan kadang kala disertai juga ilustrasi atau gambar untuk
memperjelas suatu makna dari kata-kata tertentu. Pengertian ini merupakan definisi kamus
secara lengkap, sebab secara faktual sebuah kamus umumnya hanya memuat daftar kata-kata
dan penjelasan artinya saja. Oleh karena itu kamus memiliki fungsi untuk membantu
seseorang memahami dan mengenal mufradat dari sebuah bahasa. Abdul Mutholib, “Lu’batul
Qamus: Cara untuk Memperkaya Mufradat”, Arabiya, Vol. 7, No. 1, Januari 2015: 68.
106
mendengarkan percakapan bahasa Arab menggunakan media internet seperti youtub,
web, dll.
c. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
Pembelajaran yang diatur sendiri oleh siswa merupakan sebuah antithesis
dari apa yang tengah berlangsung di sekolah-sekolah dewasa ini utamanya di
sekolah-sekolah yang dibangun mirip seperti pabrik. Di mana siswa memiliki
tanggung jawab lebih terhadap kepatuhan pada aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh sekolah yang memiliki tujuan untuk mengendalikan dan mengontrol proses
pembelajaran. Kontrol belajar terkait dengan kebebasan siswa untuk melakukan
pilihan pada bagian isi yang dipelajari, kecepatan belajar, komponen strategi
pembelajaran yang dipakai dan strategi kognitif yang digunakan. Agar siswa dalam
kegiatan pembelajaran dapat melakukan pilihan-pilihan tersebut, maka seroang guru
harus mampu merancang kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan berbagai
alternatif pilihan belajar bagi siswa. Jika guru mampu merancang pembelajaran yang
demikian maka sistem pembelajaran yang bersifat individual dapat dilakukan.343
Berdasarkan hasil pengamatan didapati bahwa siswa berusaha untuk melakukan
pembelajaran yang diatur sendiri, terbukti dengan siswa mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru, dan mengumpulkan tugas tersebut tepat waktu. Selain itu siswa
juga mempelajari bahasa Arab di luar jam pelajaran.
d. Bekerjasama
Kerjasama juga merupakan salah satu komponen penting dalam strategi contextual teaching and learning. Para siswa dapat bekerja satu sama lain dalam
menyelesaikan tugas, siswa dapat membuat kelompok-kelompok untuk belajar
bersama setelah selesai sesi pembelajaran atau guru juga bisa menentukan kelompok,
membagi kelompok tersendiri untuk siswa secara acak guna menyelesaikan suatu
tugas. Melalui kerjasama atau bisa juga disebut dengan masyarakat belajar peserta
didik dapat lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan kelompok masing-masing.344 Namun
learning comunity tidak terbatas pada pembentukan kelompok belajar yang terdiri
dari empat hingga lima orang saja, akan tetapi dapat pula dilaksanakan dengan
teman sebangku. Penelitian menyatakan bahwa, di luar materi subjek sekolahnya
pembelajar yang bekerja dalam kelompok kerja cenderung untuk belajar lebih
banyak dan menampilkan daya ingat yang lebih baik dibandingkan pembelajar yang
diajar dengan bentuk pengajaran lainnya. Pembelajar yag bekerjsama dalam
kelompok juga tampak lebih puas dengan kelasntta, dan kerja kelompok memberikan
rasa kepemilikan tujuan bersama yang dapat meningkatkan moral dan motivasi.
Sebagai tambahan, kerja kelompok memperkenalkan pembelajar terhadap
343Meda Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 13. 344Erik Santoso, “Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 3, No. 1, Januari 2017: 21.
107
pemahaman akan makna, nilai, dan pandangan dari teman-temannya tentang dunia,
serta menyiampak pembelajar untuk kehidupan setelah sekolah ketika banyak orang
akan bekerja dalam tim.345 Kegiatan kelompok kecil memungkinkan guru
memberikan perhatian terhadap kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Selain itu juga
dapat dianalisis melalui hasil presentasi yang dilakukan oleh siswa kemudian diikuti
dengan tanya jawab terbuka untuk siswa, dalam hal ini guru juga ikut berperan untuk
mengarahkan siswa-siswa tersebut. 346
Tidak bisa dipungkiri bahwa tentu bekerjasama dalam kelompok tidak
terlepas dari permasalahan, seperti kurangnya kekompakan dalam kelompok.
Kurangnya kekompakan peserta didik akan terlihat ketika muncul suatu konflik.
Konflik tersebut dapat muncul, baik sesama jenis atau berbeda jenis pada siswa.
Konflik juga dapat muncul akibat perbedaan suku, budaya, dan agama. Adanya
konflik tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan sehingga kondisi kelas
kurang kondusif. Kemudian kesulitan mengikuti peraturan kelompok, kesulitan ini
biasanya disebabkan oleh peserta yang tidak menunjukkan kepatuhan terhadap
aturan-aturan dalam kelompok, atau ketidakpatuhan akan aturan, aturan kelas
ataupun sekolah. Biasanya aturan dalam berkelompok ditetapkan terlebih dahulu
melalui kesepakatan bersama. Selanjutnya permasalahan lain yang sering timbul
ketika bekerjasama dalam kelompok adalah kurangnya semangat, tidak mau bekerja,
dan bertingkah laku agresif atau protes, permasalahan ini adalah permasalahan yang
paling rumit di mana siswa tidak mau bekerjasama dengan teman lainnya untuk
mengerjakan tugas. Kurangnya koordinasi, siswa bertingkah laku agresif atau sering
protes terhadap semua proses pembelajaran. Dan masih banyak lagi permasalahan
yang sering dihadapi ketika bekerjasama dalam suatu kelompok.347
Berdasarkan hasil pengamatan didapati bahwa siswa bekerjasama saling
bantu membantu untuk mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru,
berdasarkan hasil pengamatan selama masa penelitian didapati bahwa siswa sangat
antusias ketika mengerjakan setiap tugas yang diberikan, setiap ketua dari masing-
masing kelompok memberikan tugas masing-masing bagi anggota kelompoknya
untuk menyelesaikan tugas, mereka bekerjasama dengan baik, walaupun tetap
ditemukan ada beberapa siswa yang tidak bekerjasama secara kooperatif. Akan
tetapi sejauh ini, selama proses pembelajaran contextual teaching and learning
berlangsung kerjasama antar siswa berlangung dengan lancar. Dalam diskusi
kelompok, baik diskusi kelompok dalam skala kecil maupun sekala besar merupakan
suatu tindakan yang amat bagus untuk dilakukan utamanya bagi siswa sekolah di
mana dalam kelompok mengeratkan hubungan emosional selian itu juga setiap
anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk berbicara mengemukakan
345Barbara Gross Davis, Perangkat Pembelajaran: Taknik Mempersiapkan dan
Melaksanakn Perkuliahan yang Efektif Edisi kedua, Terjemahan Elok Dianike (Jakarta,
RajaGrafindo Persada, 2013), 202. 346Siti Zulaiha, “Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan
Implementasinya dalam Rencana Pembelajaran PAI MI”, Balajea: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, 2016: 50,
347Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas (Yogyakarta: Diva Press, 2018),
175-182.
108
pendapat masing-masing sehingga siswa merasa dihargai, sekalian membangun rasa
percaya diri untuk bericara di muka umum, hal ini tentu dapat menumbuhkan minat
belajara siswa pada pelajaran bahasa Arab khsusunya dan pelajaran umum lainnya.348
e. Berpikir kritis dan kreatif
Berpikir kritis dipahami sebagai berpikir yang akurat, relevan, wajar dan
juga teliti dalam konteks menganalisis masalah, mensintesis, generalisasi,
menerakan konsap, dan lain sebagainya.349 Sedangkan makna berpikir kreatif adalah
kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman baru.
Menurut McGregor dalam Putri et al (2017) berpikir kreatif adalah kemampuan
seseorang dalam memperolah wawasan baru dari berbagai sumber, kemampuan
seseorang dalam menemukan suatu pendekatan baru dalam berpikir, menemukan
perspektif baru, atau menemukan suatu cara yang baru atau juga menemukan solusi
baru dalam memahami suatu hal.350 Selama proses pembelajaran berlangsung
didapati bahwa siswa sangat kritis di mana siswa selalu bertanya kepada guru ketika
mereka tidak mengerti bahkan menanyakan hal-hal kecil, seperti siswa bertanya
mufradat yang susah mereka dapatkan di dalam kamus. Menanyakan bagaimana
kaidah atau cara membuat percakapan dalam bahasa Arab atau menanyakan
rumusnya. Bertanya merupakan strategi yang berbasis kontekstual. Kegiatan
bertanya dipandang dalam kegiatan pembelajaran untuk mendorong, membimbing
siswa agar lebih aktif dalam kegiatan, selain itu bertanya juga dana menilai
kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya memiliki banyak kegunaan seperti
mengecek pemahaman siswa, menggali informasi baik administrasi maupun
akademis, memfokuskan perhatian siswa, dan lain sebagainya. Selain itu juga
berdasarkan hasil pengamatan didapati bahwa siswa MA Pembangunan memiliki
pola pikir yang kreatif di mana siswa memiliki ide kreatif tersendiri menggunakan
peralatan sesuai dengan tema masing-masing kelompok.
f. Mencapai standar yang tinggi
Yang paling penting bagi orang tua, menyangkut masalah Pendidikan,
adalah kesuksesan akademik anak. Dan yang tidak kalah krusial dari proses belajar
dan pengajaran menggunakan pendekatan kontekstual adalah di mana guru
memastikan siswa agar dapat mencapai nilai yang tinggi. Salah satunya dengan
menciptakan tujuan-tujuan yang tinggi. Berdasarkan hasil observasi didapati bahwa
guru menetapkan tujuan yang tinggi terlihat dari guru menetapkan strategi contextual teaching and learning dengan pendekatan hiwar untuk meningkatkan
348Pritta Yunitasari, “Pengaruh Pembentukan Kelompok dalam Team Based
Learning terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Akademi Kesehatan
Karya Husaya Yogyakarta”, Jurnal Medika Respati, Vol. 12, No. 2, April 2017: 60. 349Syutaridhi, “Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa dengna Memunculkan
Soal Berpikir Kritis”, Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA, Vol. 2, No. 1, September
2016: 34. 350Inge Wiliandani Setya Putri, Saddam Hussesn, Robiatul Adawiyah,
“Kemampuan berpikir Kreatif dalam Menyelesaikan Masalaha Kesebangunana di SMPN 11
Jember”, Jurnal Edukasi, Vol. 4, No. 3, 2017: 59>.
109
maharat al-kalam dan kreativitas siswa. Selain iitu guru juga Kemudian siswa juga
berusaha untuk mencapai tager nilai yang telah ditentukan/ mencapai target KKM.
g. Menggunakan penilaian autentik.
Tahapan terakhir penilaian yang dilakukan oleh guru melalui serangkaian
tes untuk melihat kemampuan siswa dalam pembelajaran.351 Penilaian yang
sebenarnya yaitu prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
keterampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian autentik adalah pada
pembelajaran yang seharusnya dapat membantu siswa mampu mempelajari sesuatu,
bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak
hanya pada hasil semata tetapi lebih pada proses yang dilalui dengan berbagai cara,
untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.352 Penilaian
autentik sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana performa siswa setelah
melalui masa-masa belajar.
Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, yang
berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat menentukan kualitas siswa bahkan
kualitas guru itu sendiri melalui proses pembelajaran contextual teaching and learning. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang
dapat memberikan petunjuk terhadap pengalaman seseorang utamanya pengelaman
siswa yang telah melewati proses pembelajaran.353 Berdasarkan hasil pengamatan
selama penelitian di sekolah diperoleh bawa guru sangat autentik dan ketat dalam
memberikan penelian terhadap hasil belajar siswa, terlihat di mana banyak siswa
yang memiliki nilai di bawah KKM, akan tetapi ketika nilai siswa tidak mencapai
standar maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengikuti her
kembali guna memperbaiki nilai yang tidak mencapai standar.
B. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pengimplementasian Strategi
Contextual Teaching and Learning pada Pembelajaran bahasa Arab di MA
Pembangunan UIN Jakarta
Dalam kehidupan di dunia ini terdapat ungkapan “Tiada hari tanpa bahasa dan
tiada kehidupan tanpa bahasa.”354 Bahasa merupakan ciri utama yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya yang ada di bumi, dengan bahasa, manusia dapat
beinteraksi satu sama lain, dan dapat berkomunikasi satu sama lain tidak
351Dedy Juliandri Panjaitan, “Peningkatan Pemahaman dan Aplikasi Konsep
Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Jurnal Math Education Nusantara,
Vol. 1, No. 1, 2018: 55. 352Nurhaedah, “Contextual Approach (Contextual Teaching and Learning/CTL in
Learning for Teacher”, Publikasi, Vol. 2, No. 2, September 2012: 157. 353Husnul Laili, “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dalam Meningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika SiSWA MTs
Nurul Hakim Kediri ditinjau dari Segi Gender”, Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan, Vol.5, No. 2, Novemver 2016: 39.
354Meilan Arsanti, “Pemerolehan Bahasa pada Anak (Kajian Psikolinguistik), Jurnal PBSI, Vol. 3, No. 2, 2014: 24.
110
terkecuali.355 Bahasa selain fungsinya sebagai komunikasi bahasa juga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan individu dan sosial yaitu sebai alat ekspresi manusia,
alat dalam mengadakan integrasi dan memberikan cara adaptasi sosial kepada
masyarakat sosial, dan juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial.356
Manusia sebagai makhluk humanis meletakkan sesuatu dari cara pandang
keberagaman, dan secara otomatis setiap individu melibatkan dirinya dalam
menyusun kemanusiannya. Argumen ini kemudian akan membawa seseorang kepada
suatu titik kesadaran bahwa betapa pentignya bahasa bila terangkai untuk
kemaslahatan manusia. Bahasa diciptakan untuk manusia dan kemanusiaan. Bahasa
tidak terlepas dari pikiran, dan bukan hanya sebagai wadah semata, utamanya bahasa
Arab. Bahasa Arab sebagai sarana ekspresif tentang manusia dan konsepnya
terhadap semeseta yang mampu mendialektikan dan menginteraksikan antara
bahasa dan manusia. Bahasa mampu mengungkpakan sejumlah ilmu kemanusiaan
yang sifatnya teoriti dan terapan. Hal ini dipengaruhi oleh bagaimana suatu bahasa
beradaptasi dengan suatu ilmu. Yang pada gilirannya melahirkan pengetahuan yang
belum ada, menjadi ada.357
Bahasa Arab merupakan bahasa kedua bagi orang Indonesia. Bahasa kedua
atau bahasa asing berarti bahasa yang diperoleh/dipelajari seseorang setelah bahasa
ibu.358 Bahasa Arab telah lama dipelajari oleh orang indonesia, jauh lebih lama
dibanding bahasa Inggris dan Perancis.359 Bahasa Arab sudah di pelajari di sekolah-
sekolah agama dan pesantren oleh orang Indonesia yang belajar di timur tengah.
Bahasa Arab adalah salah satu bahasa dunia yang memiliki kedudukan tinggi sebagai
bahasa internasional. 360
تمبين قلون ١الر تلتك ءايت ٱلتكتب ٱل ءنا عربي ا لذعلذكمت تعت نزلتنه قرت ٢إنذا أ
Artinya:
355Nurul Khasanah, “Desain Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab
Bebasis Pendekatan Potensi/Fitrah”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan Bhasa Arab, Vol. 4, No.
2, Desember 2018: 159. 356Ahmad Nurcholis, Muhammad Asngad Rudisunhaji, Syaikhuna Ihsan
Hidayatullah, “Tantangan Bahasa Arab sebagai Alat Komunikasi di Era Rovulasi Industri
4.0 pada Pascasarjana IAIN Tulungagung”, Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, Vol. 3, No. 2,
November 2019: 288. 357Abd Aziz & Saihu, “Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya
Kontekstualisasi Kaidah Bahasa Arab”, Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, Vol. 3, No. 2,
November 2019: 309. 358Nurul Mufidah et al, “ICT for Learning: A Blendeng Learning in Istima’ II”,
lisanuna, Vol. 8, No. 2, 2018: 174. 359Bagus Andrian Permata, “Teori Genaratif-Transformatif Noam Chomsky dan
Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Empirisma, Vol. 24, No. 2, Juli 2015: 184. 360Marni & M. Yusuf, “Penggunaan Metode Talking Stick untuk Meningkatkan
Maharat al-kalam dalam Mata Pelajaran Bahasa Arab”, Auladuna, Vol. 2, No. 1, Juni 2015:
88.
111
“Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah).
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf: 1-2).
Oleh karena itu bahasa Arab menjadi pilihan utama di samping bahasa Inggris
untuk diajarkan di sekolah-sekolah utamanya di Madrasah Aliyah Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengajaran bahasa Arab adalah suatu aktivitas
yang menyeluruh dengan tiga tujuan : mampu menumbuhkan kemampuan berpikir,
mampu menumbuhkan perasaan atau emosi yang aktif terhadap bahasa Arab dan
kebudayaannya, memperoleh kemahiran bahasa tertentu.361
Mata pelajaran bahasa Arab merupakan suatu mata pelajaran yang diarahkan
untuk mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta
menumbuhkan sikak positif terhadap bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif.
Kemampuan reseptif adalah kemampuan seseorang untuk bisa memahami
pembicaraan dengan orang lain mampun juga memahami isi teks bacaan bahasa
Arab. Adapun kemampuan produktif adalah kemampuan seseorang dalam
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi yang aktif baik secara lisan maupun
secara tulisan.362
Bahasa tersusun dari jumlah unsur yang menyangkut banyak komponen,
seperti menyangkut unsur bentuk dan makna. Adapun struktur bahasa meliputi
aspek fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Adapun dalam bahasa Arab
fonologi disebut dengan ashwat, morfologi disebut dengan sharf, sintaksi disebut
dengan nahwu, dan semantik disebut dengan dalalah.363 Berkaitan dengan struktur
bahasa, kaidah-kadha morfologi bahasa Arab mudah dicerna dan mudah dihafal bagi
individu karena setiap kata memiliki wazan (Pola) tersendiri, dengan jumlah wajan
hanya 30 wazan. Namun aplikasinya memerlukan dukungan dan kaitan sintaksis
serta makna leksikal.364 Ahli-ahli bahasa serta lembaga-lembaga bahasa Arab selalu
mempertahankan supaya semua kosa kata bahasa Arab selalu sesuai dengan wazan-
wazan yang telah ada.365
Menurut Chomsky dalam Aufa (2018) bahasa memiliki sturktur luar dan
struktur dalam. Jika melihat kepada struktur dalam bahasa, bahasa yang ada di dunia
361Faisal Hendra, “Persepsi Mahasiswa terhadap Proses Pembelajaran Kemahiran
Bahasa (Mata Kuliah Kemhairan Bahasa Arab di Program Studi Sastra Arab, Fakultas
Sastra, Universitas Al-Azhar Indonesia)”, Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol.
2, No. 1, Maret 2013: 69. 362Muhammad Jafar Shodiq, “Metode Pembelajaran Bahasa Arab Aktif-Inovatif
Berbasis Multiple Intelligences”, Al-Mahara: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 4, No. 1,
Juni 2018: 138. 363Hasan, “Keterampilan Mengajar Bahasa Arab Materi Istima’ Menggunakan
Media Lagu”, Jurnal Ilmiah Al-Qalam, Vol. 10, No. 19, 2017: 129. 364Wagino Hamid Hamdani & Maman Abdurrahman, “Fenomena Polisemik Bahasa
Arab dalam Al-Qur’an dan Implikasi Pembelajarannya”, Bahasa & Sastra, Vol. 14, No. 1,
April 2014: 25. 365Syamsul Hadi, “Pembentukan Kata dan Istilah Baru dalam Bahasa Arab
Modern”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 4, No. 2,
Desember 2017: 154.
112
adalah sama, sedangkan struktur luar semua bahasa berbeda. Pada struktur dalam
terdapat rumus-rumus tata bahasa yang mengatur proses-proses yang
memungkinkan kreativitas berbahasa bekerja, sturktur itulah yang berperan sebagai
alat semantik untuk menciptakan kalimat-kalimat baru yang tidak terbatas
jumlahanya. Struktur dalam bahasa merupakan bawaan atau kodrat. Sejak lahir
manusia sudah dibekali suatu alat konsep yang disebut dengan Language Acqusition Advise (LAD).366
Bahasa yang dipakai di bidang pendidikan dan kebudayaan serta teknik
disebut dengan bahasa pendidikan/pengantar atau bahasa budaya atau bahasa teknik.
Bahasa resmi ini sering digunakan sebagai alat komunikasi untuk bidang ini.367
Bahasa apapun yang ada di dunia ini memiliki kakarteristik yang sama. Di antaranya
menurut Suajrno adalah arbitrer, kreatif, dan dinamis. Dalam istilah lain arbiter
dikenal pula dengan sebutan sewanang-wenang, artinya tidak ada suatu keharusan
bahwa sesuatu baik benda, keadaan, maupun peristiwa tertentu harus harus dinami
dengan sesuatu yang tertentu pula. Dinamis mengindikasinya adanya suatu
perkembangan atau perubahan. Kreatif memberikan arti bahwa bahasa memberikan
peluang kepada para penggunanya untuk berkreasi. Kreasi tersebut berkaitan dengan
material bahasa.368
Dewasa ini bahasa Arab terus berkembang, oleh karena itu guru dituntut
untuk menentukan model pembelajaran yang tepat bagi siswa. Metode tersebut bisa
menarik dan menyenangkan bagis siswa. Kreativitas guru sangat diperlukan, jangan
hanya menggunakan metode ceramah yang dapat membuat pembelajaran menjadi
kaku dan kurang menyenangkan bagi siswa.369 Aktivitas belajar bagi setiap individu
tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar atau sesuai keinginan. Kadang-
kadang proses yang dilalui lancar, terkadang tidak lancar, kadang-kadang siswa
dapat menangkap dengan cepat apa yang dipelajari, kadang-kadang tidak, bahkan
bisa jadi terasa sulit.
Dalam hal semangat terkadang siswa memiliki semangat yang tinggi,
terkadang sulit untuk mengendalikan konsentrasi dan emosi. Dalam hal peserta
didik, terkadang siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang
disebut dengan kesulitan dalam belajar.370 Masalah paling krusial menurut adal
model pembelajaran bahasa Arab yang masih menggunakan metode campur-campur,
366Faiz Maddha Aufa, “Al-Madkhal Al-Makrify dan Pembelajaran Bahasa Arab”,
Lisanan Arabiya, Vol. 2, No. 2, 2018: 176. 367Hasanudi, “Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab”, Afaq
‘Arabiyyah, Vol. 8, No.2 Desember 2013: 10. 368Sujarno, “Bahasa Artifisial sebagai Salah Satu Ragam Wujud dan Kreativitas
Berbahasa”, Jurnal Buana Sastra, Vol. 2, No. 2, Agustus 2019: 188-189. 369Peningkatan Prestasi Belajar Al-Kitabah dengan Model Accelereted Learning
Menngunakan Pendekatan Savi pada Siswa Kelas VIII A MTs Negeri Sleman Kota”, Al Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 307.
370Agung Setiawan, “Probelamtika Keragaman Latar Belakang Pendidikan
Mahasiswa dan Kebijakan Program Pembelajaran Bahasa Arab”, Arabiyat : Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 2, Desemer 2018: 202.
113
tentu bukan campuran/elektif artinya pengajar membacakan satu sumber bahan ajar
untuk empat maharat: istima’, kalam, qira’at, kitabah.371
Berdasarkan hasil wawancara langsung yang peneliti lakukan372 beberapa
waktu lalu dengan melibatkan beberapa Staff guru dan kantor sekaligus kepala
Madrasah MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang apa saja
faktor-faktor pendorong atau pendukung dan faktor penghambat di dalam hal
pelaksanaan pembelajaran madrasah, dan pengamatan langsung di sekolah selama
proses pembelajaran antara lain yaitu:
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang dapat mendorong atau
mempengaruhi seseorang dalam meningkatkan kemampyan pembelajaran untuk
menjadi lebih baik.373 Dalam proses pembentukan karakter suatu madrasah yang
dikenal lebih dominan pada aspek agama serta membangun trend madrasah yang
dinamis, tentunya memerlukan upaya sinergitas baik dari kalangan atas selaku
pimpinan serta pengelola madrasah maupun tenaga ahli di masing-masing bidang
sebagai suporter (pendukung) proses terbentuknya citra madrasah yang dapat
diterima baik dari kalangan agamis maupun non agamis. Dalam hal ini kita
kelompokkan kedalam dua hal yang sangat mempengaruhi yaitu faktor ekternal dan
faktor internal sekolah.
a. Metode/ Strategi Pembelajaran
Staregi berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani.
Berdasarkan kata benda, strategi merupakan gabungan dari kata stratos (militer)
dengan ego (memimpin), adapun strategi dalam bentuk kata kerja, stratego berarti
merencanakan (to plan). Menurut Mainizar et al strategi adalah suatu pola yang
direncanakan dan telah ditetapkan secara sengaja untu melakukan suatu kegiatan
atau suatu tindakan. Di dalam strategi mencakup tujuan kegiatan, seluruh elemen
yang bersangkutan, seperti siapa yang terlibat dalam kegiatan, apa isi dari kegiatan
tersebut, bagaimana kegiatan tersebut dilakukan, dan menggunakan sarana apa
untuk menunjang kegiatan atau tindakan tersebut.374 Adapun metode adalah rencana
371Mustamin Fattah & H.M. Yamin, “Efektivitas Model Kooperatif untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Bahasa Arab Mahasiswa Peskam Stain
Samarinda”, Fenomena, Vol. 6, No. 1, 2014: 66. 372Wawancara langsung dengan guru Staff dan Kepala sekolah MA Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 12 Oktober 2019. 373Faisal Hendra, “Peran Organisasi Mahasiswa dalam Meningkatkan Mutu
Pembelajaran Keterampilan Berbahasa”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 1, Juni 2018: 106.
374Mainizar et al, “Penerapan Strategi Pembelajaran Learning Cell dalam
Pembelajaran Bahasa Arab untuk Meningkatkan Maharoh Al-Kalam pada Siswa Madrasah
Tsanawiyah di Provinsi Riau”, Kutubkhanah: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol 17,
No. 2, Desember 2015: 241.
114
menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang
ditentukan.375
Dalam pembelajaran metode mempunyai andil yang cukup besar untuk
membawa pembelajaran bahasa Arab ke arah yang lebih baik agara tercapainya
tujuan yang dinginkan. Namun pemilihan metode untuk pembelajaran bahasa Arab,
tentu sangatlah tidak mudah, guru perlu melakukan perubahan paradigma dalam
pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan perlu
dianalisi secara mendalam materi apa yang hendak diajarkan terlebih dahulu kepada
siswa yang materi tersebut dapat diterima dengan mudah oleh siswa.376 Salah satu
metode yang dapat menarik perhatian siswa menimbulkan rasa senang terhadap
pelajaran bahasa Arab. Menurut Rahmawati Metode Musabaqah Bithaqah Mukhtalithul Kalimah “MBMK” merupakan salah satu metode yang dapat
meningkatkan keterampilan berbahasa Arab.377 Adapun menurut Maspalah metode
audiolingual dalam pembelajaran bahasa Arab dapat meningkatkan kemampuan
berbicara terbukti dengan meningkatkan nilai rata-rata maupun peningkatan
persentase ketegori kemampuan dan ketuntasan belajar.378 Berdasarkan hasil
observasi selama pengataman didapati bahwa metode yang digunakan oleh guru
cuku baik dak efektif diterapkan kepada siswa di sekolah.
b. Materi
Menurut Syarifuddin materi ajar merupakan faktor dominan dalam
menentukan keberhasilan belajar bahasa Arab bagi siswa ataupun mahasiswa.
Materi ajar yang diperlukan untuk memperoleh skill berbicara adalah materi tentang
greetings, tanya jawab (muhadatsah) sehari-hari, kalam dengan tema-tema
sederhana dan kontekstual.379 Guru dapat menentukan atau memilih materi atau
bahasa pelajaran yang tepat sehingga siswa dapat membentuk pemahaman akan
konsep yang benar, dan dengan guru dapat memilih materi yang benar siswa juga
dapat menghubungkannya dengan pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya
serta dapat membuka peluang untuk mencari dan menentukan pemahaman terhadap
375Ahmad Fuad Effendi, Metodologi Pendidikan Bahasa Arab (Malang: Misykat,
2017), 8. 376Amatullah Faaizatul Maghfirah, “Kreativitas Dosen dalam Meningkatkan Minat
Belajar Bahasa Arab Mahasiswa IAIN Surakarta”, Academica: Jurnal of Multidiciplinary
Studies, Vol. 1, No. 1, 2017: 27. 377Latifah Rahmawati, “Metode Musabaqah Bithaqah Mukhtalithul Kalimah
“MBMK” untuk Meningkatkan Hasil Belajar Maharah Al-Kitabah Siswa Kelas X D MAN I
Yogyakarta”, al-Maharah Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 4, No. 2, Desember 2018:
289. 378Maspalah, “Metode Audiolingual dalam Pembelajaran Bahasa Arab untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara”, Bahasa & Sastra, Vol. 15, No. 1, April 2015: 12. 379Achmad Syarifuddin, “Analisis Kebutuhan Materi Ajar “Berbicara Bahasa Arab”
Berbasis Pendekatan Komunikatif bagi Pembelajar Non-Bahasa Arab”, Intizar, Vol. 23, No.
2, 2017: 268.
115
konsep tersebut, dengan penciptaan pemahaman yang demikian, maka guru telah
memberdayakan siswa.380
Selain itu menurut Samho (2013) meteri yang diajarkan juga harus jelas,
tidak terlalu banyak akan tetapi dapat memberikan pembelajaran yang bermakna
bagi siswa. Pembelajaran yang banyak jelas berpengaruh terhadap proses
pendidikan. Selain sibuk menyusun modul pengajaran yang tidak jarang
berubah0ubah mengikuti perubahan peraturan dalam lembaga pendidikan, para guru
juga sibuk mengajar materi yang begitu banyak, sementara siswa megikutinya secara
pasif: duduk, diam, dengar, catat, tapi belum tentu memahami apa yang dijelaskan
oleh gurunya. Materi yang banyak itu tentu membebani siswa sehingga energi
mereka terkuras untuk mengikuti prosesnya secara formal saja.381 Berdasarkan hasil
penelitian di sekolah didapati bahwa materi yang diajarkan guru mengikuti materi
yang ada di buku ajar bahasa Arab, hanya saja perlu bagi guru untuk
mengembangkan materi agar tidak terlalu terpaku di buku ajar.
c. Guru
Dalan membangun peradaban bangsa, guru mempunyi peran yang sangat
strategis. Guru harus menunjukkan keperibadinannya secara efektif agar menjadi
teladan bagi bangsa secara umum dan teladan bagi murid secara khusus.382 Guru
merupakan kunci dari pelaksanaan pemebelajaran, guru memegang peran dan
strategi dalam komunitas pendidikan. Tidak peduli seberapa lengkapnya fasilitas
pendidikan, seberapa modernnya kurikulum dan seberapa canggihnya media
pembelajaran, hasil pendidikan berada ditangan seorang guru. Oleh karena itu gurus
harus memiliki kemampuan lebih untuk mencetak genera penerus bangsa yang
berkemajuan.383
Guru bahasa Arab sama halnya dengan guru mata pelajaran lainnya di
sekolah, guru harus memiliki kompetensi pedagogik seperti penguasaan guru
terhadap teori dan prinsip-prinsip pembelajaran, maupun pengembangan kurikulum
yang berkaitan dengan pembelajaran, maupun pengembangan kurikulum berakitan
dengan mata pelajaran yang diasuh, selain itu guru juga harus mengikuti
perkembangan zaman agar tidak ketinggalan zaman.384 Efektivitas mengajar guru
terkait dengan sejauh mana profesionalitas dan kompetensi guru serta konsep dan
tujuan dari kegiatan mengajar yang direncakan dapat dilaksanakan dengan baik.
Guru dalam menyampaikan materi pelajaran tentunya harus memilik tujuan yang
380Asmadawati, “Efektivitas Pembelajaran”, Forum Peadagogik, Vol. 6, No. 2, Juli
2014: 30. 381Bartolomeus Samho, Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta:
Kanisius, 2013), 102. 382Achmad Junrika Nurihsan, Membangun Peradaban melalui Pendidikan dan
Bimbingan (Bandung: Refika Aditama, 2016), 36. 383Hasbi Wahy, “Manajemen Pembelajaran Secara Islami”, Jurnal Ilmiah Didaktika,
Vol. 13, No. 1, Agustus 2012: 98. 384Muspika Hendri, “Pembelajaran Kterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui
Pendekatan Komunikatif”, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3, No.2, Desember
2017: 198.
116
jelas, yaitu tujuan menjadikan siswa bisa membuat siswa mengerti dan memahami
suatu materi dengan cara yang mudah.385
Selain itu guru juga harus memiliki teknik komunikasi yang baik terhadap
siswa. Teknik komunikasi adalah kepandaian seeseorang dalam menyampaikan
pesan, gagasan, pemikiran, ide, untuk dapat mudah dipahami dan dimengerti oleh
orang lain. Ada beberapa teknik dalam berkomunikasi adalah komunikasi informatif,
persuasif, dan instruktif.
Berdasarkan hasil pengamatan di sekolah didapati bahwa guru pengampu
mata pelajaran bahasa Arab sudah secara maksimal dalam memberikan penjalasan
materi serta mengimplemntasikan strategi contextual teaching and learning, hanya
saja disisi lain peneliti melihat adanya kekurangan dalam hal kreativitas di mana
kreativitas tersebut tidak terlalu ditekankan oleh guru sehingga menyebabkan
kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran bahasa Arab. Oleh karena itu peneliti
menyimpulakn bahwa perlu adanya formulasi dalam membangun kreativitas siswa
dan itu peneliti dapati dalam teori yang digunakan oleh Elaine B. Johnson.
d. Media
Media merupakan alat untuk digunakan dalam suatu program pembelajar
untuk meyampaikan pesan dalam pembelajaran,386 media mempunyai peranan yang
tidak dapat dikesampingkan akan keberadaannya, dengan adanya perantara media
maka kegiatan pendidikan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.387 Menurut
Sulastri guru dan siswa membutuhkan media pembelajaran seperi vidio yang
memuat percakapan, pengantar materi, perkenalan kosakata, dan evaluasi.388 Video
telah banyak memberikan pengaruh positif terhadp manusia dan kebudayaan bangsa.
Dengan kehadiran video akses ke seluruh dunia semakin meluas, bagian akses untuk
pendidikan, informasi bahkan hiburan. Peristiwa dan kejadian penting di seluruh
pelosok dunia pun bisa disaksikan secara cepat dan mudah.389
Selain itu juga kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat tentu
mempengaruhi penyelenggaraan dalam segala bidang. Peran teknologi saat ini
sangat memberikan kemudahan pada setiap pengguna misalnya seperti internet,
385Batmang, “Direct Method dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Jurnal Al-Ta’dib,
Vol. 6, No. 2, Desember 2013: 175. 386Nisaul Jamilah, Guntur, dan Amirudin, “Pengembangan Media Pembelajaran
Power Point Ispring Presenter pada Materi Kosakata Bahasa Arab Peserta Didik kelas V MI
Tarbiyatul Athfal Lampung Timur”, al-Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 5, No.
1, Juni 2019: 143. 387Nur Diyah Yuliani, Marijono, Niswatul Imsiyah, “Hubungan antara Pelatihan
Kaligrafi dengan Kreativitas Santri di Pondok Pesantren Manbaul Ulum Kabupaten
Bondowoso”, Learning Comunity: Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, Vol. 1, No. 2, 2017: 35. 388Sulastri, “Pengembangan Media Pembelajaran Arabic Thematic Vidio pada
Keterampilan Berbicara bagi Siswa Kelas VIII MTs”, Journal of Arabic Learning and Teaching, Vol. 5, No. 1, 2016: 25.
389Akhmad Busyaeri, Tamsik Udin, A. Zaenudin, “Pengaruh Peggunaan Vidio
Pembelajaran terhadap Peningkatkan Hasil Belajar Mapel IPA di MIN Kroya Cirebon”, Al-Ibtida, Vol. 3, No. 1, Juni 2016: 117.
117
sosial media, aplikasi-aplikasi bahasa Arab dapat digunakan untuk mengembangkan
pembelajaran bahasa Arab.390 Menurut Rahmawati (2018) salah satu cara untuk
mencipatkan suasana nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajaran di
kelas bisa melalui media bermain, dengan mengembangkan alat permainan edukatif
seperti balok dalam pembelajaran bahasa Arab.391
Berdasarkan hasil temuan penelitian di sekolah MA Pembangunan didapati
bahwa kelengkapan media berada pada kategori baik, di mana sekolah sudah
memiliki proyektor tersendiri ketika guru ingin menggunakan walaupun kadang
masih sering bergantian antara guru satu dengan guru lainnya, adapun laptop dan
speaker juga cukup memadai untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan wawancara dan pengataman di sekolah didapati bahwa guru terkadang
juga memakai video pada tema-tema tertentu untuk memudahkan proses
pembelajaran di kelas. Akan tetapi Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa
didapati juga walaupun guru sudah menggunakan media dengan maksimal, tatapi
masih ada juga siswa yang mengatakan bahwa ketika guru bahasa Arab
menampilkan semacam video berbahasa Arab, siswa tersebut menjadi mengantuk
dan akhirnya tertidur saat penayangan video tersebut berlangsung.392
Adapun alasan siswa karena siswa bosan, dan tidak mengerti apa yang
dikatakan dalam video tersebut, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya
peran media memang penting, akan tetapi konten atau isi dari video yang merupakan
bagian media juga tidak kala pentingnya, artinya guru juga harus bisa mencari materi
atau konten yang dapat menarik minat siswa sehingga siswa tidak merasa bosan
ketika menonton video tersebut dan diharapkan siswa dapat menarik kesimpulan.
Selian itu media lainnya seperti referensi bahasa Arab juga belum cukup memadai,
misalnya referensi mengenai gambar-gambar, atau alat-alat yang dapat ditulis dan
dipajang di dalam ruangan kelas untuk memudahkan siswa dalam mengingat kosa
kata belum terlalu di kembangkan. Begitupun dengan akses internet menurut
peneliti perlu untuk diperhatikan mengingat semua siswa sudah tidak bisa terlepas
dari media elektronik di era ini.
e. Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani curir yang artinya pelari, kurikulum
yang berartu jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Jadi kurikulum dalam
pendidikan adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuhdan diselesakan
oleh siswa untuk memeperoleh ijazah.393 Kurikulum dalam bahasa Arab diartikan
dengan manhaj, yakni jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia
390Muhandis Azzuhri, “Metode dan Media Pembelajaran Bahasa Arab Berbasi
Internet di Era Teknologi Informasi”, Instanta, Vol. 14, No. 3, Desember 2010. 391Nailur Rahmawati, “Pengembangan Alat Permainan Edukatif dalam
Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta”,
Lisanul Arab: Journal of Arabic Learning dan Teaching, Vol. 7, No. 1, 2018. 392Wawancara langsung dengan seorang siswi kelas XI MIA 1 di MA Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 7 Oktober 2019. 393Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung:
Sinar Baru, Algesindo, 2008), 4.
118
pada kehidupannya.394 Kurikulum mempunyai peran sentral dalam proses
pendidikan, menetukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.395 Sekaligus
merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang
pendidikan. Tanpa kurikulm yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan yang diinginkan.396
Menurut Albantani kurikulum seharusnya bersifat antisipatif dan adaptif
terhadap perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini
guru harus memahami dan mengimplementasikannya dengan baik agar sesuai
dengan yang diharapkan.397 Selain itu yang tidak kalah penting adalah
mengembangkan kurikulum bahasa Arab sesuai dengan perkembangan zaman untuk
mendapatkan hasil yang diingkan. Menurut Ruysdi Thu’aimah, setidaknya ada
empat landasan yang menjadi landasan dasar pengembangan kurikulum bahasa Arab,
yaitu landasan linguistik, landasan edukatif, landasan psikologus, dan landasan
sosial.
Landasan kebahasaan berkaitan dengan perlunya dipertimbangkan konsep,
perspektif, filsafat dan karakterristik bahasa Arab. Aspek-aspek mendasar yang
baerkaitan dengan bahasa, seperti: bahasa sebagai simbol, bahasa itu bunyi, bahasa
sebagai sistem, bahasa sebagai kebiasaan, bahasa sebagai komunikasi, bahasa itu
konteks, dan bahasa itu budaya, sangat menentukan corak pengembangan
kurikulum bahasa Arab itu sendiri.398 Landasan edukatif terkait dengan sistem dan
strategi pembelajaran, seperti mempertimbangkan penyusuan silabus, materi ajar,
perencanaan dan strategi pembelajaran.
Adapun landasan psikologis yang berkaitan dengan semangat, minta,
motivasi, kecenderungan, perasaan, emosi, yang berkaitan dengan jiwa peserta didik.
Selian itu, landasan sosial budaya dalam pengembangan kurikulum juga
menghendaki pentingnya mempertimbangkan perubahan karakter budaya Arab dan
Barat, realitas budaya, sosial ekonomi, sosial politik, adat istiadat Islam dan lain
sebaginya. Dengan demikian, kurikulum bahasa Arab di era milenial ini harus
dilandasi oleh berbagai pertimbangan dan argumen linguistik, edukatif, psikologis
394Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendiidkan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta, RajaGarfindo Persada, 2005), 1. 395Mochamad Syaifudin, “Strategi Pengembangan Komponen Kurikulum Bahasa
Arab”, Jurnal Alfazuna, Vol. 2, No. 1, Desember 2017: 77. 396Ahmad Nurcholis, Basmah Salaeh, “Epistimologi Kurikulum Bahasa Arab di
Sekolah Menengah Mutawasitah Piriya Nawin Klonghin Wittaya Patani Thailad Selatan”,
IMLA: Journal of Arabic Studies, Vol. 4, No. 1, 2019: 76-78. 397Azkia Muharom Albantani, “Implementasi Kurikulum 2013 pada Pembelajaran
Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah”, IMLA : Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 2, No. 2, 2015: 179.
398Rusdy Ahmad Thu’aimah, Manahij Tadris al-Lugha al-‘Aarbiyyah bi at-Ta’lim al-Asasi, (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 2001), 27-29.
119
dan sosial budaya, dan teknologi, dan manajmen pendidikan, sehingga kualitas
pembelajaran bahasa Arab menjadi lebih efektif dan efisien.399
f. Manajemen madrasah
Manajemen berasal dari bahasa Inggris Management, dari akar kata manage
yang berarti to conduct or to carry on, to direct (mengurus, mengatur, melaksanakan,
mengelola). Dalam manajemen, terkandung dua makna yaitu, mind (pikiran) dan
action (tindakan).400 Manajemen merupakan suatua kegiatan yang menggunakan
atau memnafaatkan pihak-pihak lain, kegiatan manajemen diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.401 Fungsi-fungsi manajemen mencakup
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Manajemen juga
berarti ilmu sekaligus seni mengelola sumber daya manusia dan sumber daya yang
lain untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.402
Pada aspek manajemen madrasah terdapat faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor Internal yaitu kerjasama yang baik antar pihak pengelola madrasah,
dinas dan pengawas madrasah (supervisor), di mana di antara tugas pokok superisor yaitu: Pembinaan Kepala Sekolah dan Guru, Pemantauan 8 (delapan) Standar
Nasional Pendidikan, Penilaian Kinerja Kepala Sekolah dan Guru. Adapun kaitannya
dengan fungsi pengawas sekolah tersebut, dilaksanakannya kegiatan supervisi secara
teratur, terprogram dan berkesinambungan atau secara terus menerus. Kegiatan
supervisi yang dimaksudkan meliputi supervisi akademik dan supervisi managerial.
Sebagaimana tugas pokoknya sebagai pengawas manajerial, pengawas
sekolah, memilik fungsi sebagai: Fasilitator dalam proses perencanaan, kordinasi,
pengembangan manajemen sekolah, Asesor dalam mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan serta menganalisis potensi sekolah, Informan pengembangan mutu
sekolah Evaluator terhadap hasil pengawasan. Dengan demikian, apabila hal itu
dapat berjalan dengan semestinya, maka proses manajerial madrasah/sekolah tentu
akan sesuai dengan Visi dan Misi madrasah itu sendiri.403 Faktor Ekternal yaitu
kerjasama yang baik yang dibangun oleh Staff dewan guru madrasah dengan
orangtua siswa sebagai upaya komunikasi yang relevan antar guru dan murid sesuai
tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Agar tercapainya tujuan pembelajaran
yang diinginkan bersama. Selebihnya adalah bagaimana upaya sekolah dalam
menciptakan kondusifitas sekolah serta efektivitas pembelajaran yang baik serta
bersifat kondisional.
399Muhbib Abdul Wahab et al, “Standarisasi Kompetensi Bahasa Arab Bagi Calon
Sarjana Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 1, Juni 2018: 41-42. 400Ali Imron, Proses Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), 4. 401Ahmad Susasnto, Konsep, Stretgei, dan Implementasi Manajemen Peningkatn
Kinerja Guru (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 2-3. 402Barnawi M. Arifin, Sistem Pnejamin Mutu Pendidikan Teori dan Praktik
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2017), 145. 403Kepala Sekolah MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
120
2. Faktor Penghambat
Dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan yang profesional adalah suatu
keharusan untuk dilaksanakan agar tidak tertinggal dengan kemajuan tekhnologi
informasi dan arus globalisasi serta dapat menjawab tantangan zaman yang semakin
kompleks. Ketertinggalan selama ini yang terjadi bagi pendidikan Islam hendaknya
menjadi fokus pemikiran banyak pihak, untuk kembali menumbuhkan optimisme
dalam proses pengembangan madrasah sebagai citra lembaga pendidikan berbasis
agama. Dari semua hal itu, proses pembelajaran utamanya pembelajaran bahasa
Arab tentu memiliki faktor penghambat baik secara langsung maupun tidak
langsung, atau probelamatika sendiri, menurut Hidayat (2012), problematika
pembelajaran bahasa Arab adalah unsur-unsur yang menjadi pengambat
terlaksananya keberhasilan pembelajaran bahasa Arab. Probelmatika ini di
antaranya : Problematika Linguistik seperti: fonologi, morofologi, sintaksis,
semantik, adapun prolematika non linguitik seperti unsur motivasi siswa, guru,
pendidikan, materi, media, metode dan lain sebagainya.404 Adapun faktor
penghambat yang peneliti temui di MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta antara lain:
a. Rendahnya Minat dan Motivasi Peserta didik
Proses pembelajaran tidak terlepas dari output atau hasil evaluasi
pembelajaran dalam setiap tahunnya, hal-hal yang mempengaruhi dalam
pembelajaran seperti metodologi pembelajaran, media, serta alat dan profesionalitas
guru terkadang tidak menutup kemungkinan adanya kendala dalam prestasi belajar
siswa baik yang bersifat formal maupun non formal. Mengingat peredaan yang
terdapat pada diri siswa tidak dapat disamaratakan dalam hal pembelajaran.
Sehingga perbedaan tersebut memberikan efek tersendiri bagi perkembangan dalam
dunia pendidikan. Minat dan motivasi merupakan suatu gejala jiwa yang selalu
bertalian, tidak terpisah satu sama lain.405
Minat dan motivasi berpengaruh besar terhadap aktivitas belajar. Apalagi
dalam mempelajari bahasa asing seperti bahasa Arab. Peserta didik yang tidak
memiliki minat dan motivasi tidak akan mempelajari bahasa Arab, atau mereka akan
mempelajari tetapi hanya karena sebuah tuntutan di sekolah atau hanya ikut-ikutan
saja.406 Menurut Max Darsono dalam sucia (2016) menyatakan bahwa motif
merupakan suatu upaya atau daya penggerak yang ada dalam diri manusia untuk
melakukan sesuatu, jadi dapat dikatakan bahwa motif marupakan kesiapsiagaan
seseorang untuk menghadapi segala situasi.
Sedangkan motivasi dapat diartikan sebagai motif yang telah menjadi aktif
ketika melakukan suatu perbuatan, sedangkan motif tersebut telah ada di dalam diri
404Nandang Sarip Hidayat, “Prolematika Pembelajaran Bahasa Arab”, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 37, No. 1, 2012: 87. 405Muh. Zein, “Peran Guru dalam Pengembangan Pembelajaran”, Lisanan Arabiya,
Vol . 5, No. 2, Desember: 277. 406Luthfatul Qibtiyah, “Probelamatika Tutor Bahasa Arab LPBA Nurul Islam
Karangcempaka Bluto Sumenep”, Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab V, Malang, 5
Oktober 2019. 570.
121
individu. Dengan motivasi individu akan tergerak melakukan suatu perbuatan, akan
tetapi baik motif ataupun motivasi tidak dapat secara langsung dilihat oleh mata.
Yang dapat dilihat secara langsung adalah sesuatu yang timbil dari motivasi itu
dalam bentuk tingkah laku dan sikap. Keinginan atau dorongan untuk melalukan
suatu perbuatan seperti belajar itulah yang disebut denga motivasi.407 Oleh karena
itu ketika siswa tergerak untuk belajar dengan melihatkan sikap ingin belajar,
dorongan untuk semangat belajar ketika pembelajaran berlangsung, maka siswa
telah mengimplementasikan motivasi tersebut dengan baik. Akan tetapi pada
kenyataannya didapati bahwa banyak siswa mengalami demotivasi terhadap
pembelajaran bahasa Arab. Demotivasi adalah sejumlah pengaruh negatif yang dapat
menggagalkan motivasi yang sedang tumbuh.408
Menurut Asep Muhammad Saepul Islam munculnya demotivasi dalam
pembelajaran bahasa Arab di kalangan siswa madrasah disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asep Muhammad didapati
bahwa faktor demotivasi pembelajaran bahasa Arab lebih didominasi oleh faktor
eksternal dibandingkan dengan faktor internal pembelajar. Adapun faktor eksternal
seperti karakteristik bahasa Arab, Metodologi dan bahan pembelajaran, kemudian
lingkungan dan fasilitas belajar. Sedangkan faktor internal seperti kemampuan dasar
dan pengalaman berajar sebelumnya.409
Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang mendapati bahwa motivasi dan
minat siswa pada mata pelajaran bahasa Arab sangat kurang. Peneliti mendapati ada
beberapa alasan yang menyebabkan mereka kurang minat terhadap mata pelajaran
bahasa Arab. Sebagai contoh salah seorang siswi yang mengatakan bahwa siswa
tersebut tidak minat dikarenakan tidak suka sehingga menyebabkan materi yang
diberikan oleh guru tidak masuk ke dalam otak siswa.410
Wawancara berikutnya peneliti lakukan pada salah satu siswa yang juga
duduk di kelas kelas sebelas di MA Pembangunan, mengatakan bahwa pelajaran
Bahasa Arab terasa begitu sulit, terutama dalam memahami kalimat berbahasa Arab.
Ditambah banyaknya beban hafalan kosa kata dan materi percakapan yang meskipun
selalu diulang oleh guru tetap saja terasa berat untuk dimengerti. Seperti contoh
ketika informan diminta oleh guru untuk memperaktekkan atau menyebutkan materi
yang sudah diajarkan minggu sebelumnya, maka hal yang sama terjadi yaitu
kesulitan dalam memahami pembelajaran.411 Ada juga alasan lain seperti siswa
kurang minat karena tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh guru, sehingga ia
mengikuti pelajaran bahasa Arab hanya karena formalitas sekolah saja.
407Vianesa Sucia, “Pengaruh Gaya Komunikasi Guru terhadap Motivasi Belajar
Siswa”, Komuniti, Vol 8, No. 2, September 2016: 114. 408Zoltan Dorney dan Ema Suhioda, Teaching and Researching Motivation (2nd ed.)
(Harlow,England: New York, Longman, 2011), 139. 409Asep Muhammad Saepul Islam, Faktor Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa
Arab di Madrasah, Tesis Pascasarja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2015, 107. 410Wawancara langsung dengan seorang siswi kelas XI MIA 1 di MA Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 7 Oktober 2019. 411Wawancara langsung dengan seorang siswa kelas XI MIA 1 di MA Pembangunan,
tanggal 24 September 2019.
122
Gambaran situasi tersebut tentu menjadi masalah tersendiri bagi guru
khususnya, dan bagi sekolah umumnya. Oleh karena itu dalam hal memotivasi, para
guru harus lebih meningkatkan, dan berupaya terus menurus sehingga siswa dapat
menjalain proses pembelajaran bahasa Arab dengan mendapatkan hasil yang
maksimal.412 Untuk mendorong siswa menjadi pembelajar yang dapat memotivasi
dirinya sendiri, guru dapat menggunakan strategi : memberikan umpan balik yang
sering, segera, positif, yang mendukung keyakinan pembelajara bahwa mereka dapat
melakukan dengan baik.
Kemudian dengan memastikan adanya kesempatan untuk keberhasilan yang
bermakna bagi pembelajar dengan memberikan tugas-tugas yang tidak terlalu mudah
dan gagal menantang mereka, maupun terlalu sukar dan membebani mereka.
Selanjtunya dapat mengemukakan ketertarikan pribadi pada pembelajar dengan
memanggil mereka menggunakan namanya, memulai perbincangan dengan mereka
sebelum atau sesudah kelas, mengajukan pertanyaan dalam kelas, dan mengacu
menggunakan kata kelas dengan “kita”. Kemudia selanjtunya menggunakan
strategi-strategi pengajaran yang mengikat dan melibatkan pembelajar secara aktif.
Membantu siswa untuk menemukan makna pribadi dan manfaat dalam materinya.
Kemudian menciptakan lingkuang kelas yang menghargiai keberhasil dan menerima
rintangan dan kegagalan yang mendampingi pembelajaran. Dan yang terakhir
dengan membantu siswa merasakan bahwa mereka adalah anggota yang berharga
dari komunitas pembelajar yang bertanggung jawab.413
b. Kurangnya Pembendaharaan Kosa Kata Bahasa Arab Siswa
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran contextual teaching and learning berlangsung didapati bahwa kosa kata bahasa Arab yang
dimiliki oleh siswa sangat sedikit, ketika peneliti meminta siswa untuk membuat
percakapan berbahasa Arab, siswa sedikit kesulitan sehingga memiliki inisiatif
bersama kelompoknya untuk menggunakan kamus berbahasa Arab sebagai alat
bantu untuk memudahkan membuat percakapan. Hal ini selaras dengan hasil temuan
penelitian Tamimi et al (2018) yang mendapati bahwa kendala yang sering dihadapi
ketika mempelajari maharaul istima’ dan maharat al-kalam adalah kurangnya
pembendahraan kosa kata, oleh karena itu menurtu Tamimi et al solusi dari
permasalahn tersebut adalah mengilustrasikan mufrodat, memasukkan mufradat
dalam konteks, dan menghafal dengan cara kartu saku.414
412Nur Hizbullah & Zaqiatu Mardiah, “Masalah Pengajaran Bahasa Arab di
Madrasah Aliyah di Jakarta”, Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humanioara, Vol. 2, No. 3,
Maret 2014: 193. 413Barbara Gross Davis, Perangkat Pembelajaran: Taknik Mempersiapkan dan
Melaksanakn Perkuliahan yang Efektif Edisi kedua, Terjemahan Elok Dianike (Jakarta,
RajaGrafindo Persada, 2013), 294. 414Moh. Tamimi, Ach, Khoironi, Abd. Syakur, “Optimalisasi Pembelajaran Bahasa
Arab (Analisis Kendala-Kendala dan Solusi Kreatif Pembelajaran Maharatul Istima’ dan
Maharotul Kalam terhadap Mahassiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab Institut Ilmu
Keislaman Annuqayah, Sumeneo”, Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa II Tahun 2018, HMJ Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang”, 2018: 789-790.
123
c. Belum ada lingkungan berbahasa
Untuk mencapai keberhasilan dalam belajar diperlukan suasana belajar
mengajar yang tepat, sehingga siswa dapat meningkatkan semangat belajarnya.
Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain, utamanya suasana yang mendukung
lingkungan untuk berbahasa.415 proses pembelajaran yang menarik akan
meningkatkan motivasi, keaktifan dan keterampilan berpikir kritis siswa sehingga
hasil belajar meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara selama
proses penelitian didapati bahwa di sekolah MA Pembangunan UIN Jakarta belum
ada lingkungan berbahasa khusunya bahasa Arab.
Hal ini juga tentu memberikan masukan kepada sekolah untuk menciptakan
lingkungan berbahasa, misalnya di dalam kelas atau di sekolah secara menyeluruh
untuk siswa menerapkan hasil pembelajaran di kelas ke dalam kehidupan nyata.
Sekolah juga bisa menerapkan jadwal kepada para siswa untuk berbahasa pada hari
tertentu atau jam tertantu. Hal ini tentu memerlukan dukungan, kerjasama, motivasi
dari seluruh elemen di sekolah. Lingkungan bahasa adalah segala sesuatu yang
dilihat dan didengar oleh pembelajar bahasa yang berkaitan dengan sesuatu yang ia
pelajari. Keberadaan lingkungan bahasa sanagt penting, karena hal tersebut selalu
hadir, melingkupi, memberikan nuansa dan konteks pembelajaran bahasa khususnya
bahasa Arab itu sendiri.416
Jika lingkungan berbahasa kondusif dan nyaman maka orang yang
mempeljarinya akan terbawa dengan sendirinya, hal ini tentu tidak terlepas dari
sarana dan prasarana dari sekolah untuk terus mendukung para siswa bahkan guru,
staf untuk mengembangkan lingkungan berbahasa dengan baik. Menurut Qudsi
(2016) pengelolan bahasa Arab dapat melalui berbagai pendekatan sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan kelas, seperti pendekatan kekuasaan, ancaman, kebebasam,
resep, pengajaran, perubahan tingkah laku, suasana emosi dan hubungan sosial,
elektis atau pluralistic.417 Adapun menurut Unsi (2015) untuk menerapkan
lingkungan berbahasa Arab diperlukan suatu strategi yang matang agar berjalan
secara maksimal, seperti perumusan visi, misi dan orientasi pembelajaran bahasa
terlebih dahulu, kemudian perlunya peninjauan kurikulm bahasa Arab secara
menyeluruh, yang tidak kalah penting adalah kebijakan dari pimpinan terkait
415Umi Suswati, “Strategi Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis dan Hasil
Belajar Melalui Model Problem Based Learning (PBL)”, Didaktika: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas, Vol. 19, No. 3, Desember 2019: 2.
416Agus Sholeh, “Lingkungan Behavioristik dalam Berkomunikasi Bahasa Arab di
STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan”, Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa I Tahun 2017, HMJ Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Semarang, 2017:
387. 417Ubaidillah Qudsi, “Bagiamanakah Pengelolaan Kelas untuk Membentuk
Lingkunag Bahasa Arab (Bi’ah Arobiyah”, Prosiding Konfrensi Nasional Bahasa Arab II, Malang 15 Oktober 2016: 477.
124
penjadwalan lingkuang berbahasa, kemudian juga bisa melalui strategi kegiatan
yang bernuansa kebahasa Araban seperti diskusi, ceramah, dan lain sebagainya418.
d. Waktu yang tersedia
Waktu di sini adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang
ditentukan, bukan lamanya siswa mengerjakan tugas di lapangan atau dalam
kehidupan sehari-hari kelas. Alokasi waktu perlu diperhatikan pada tahap
pengembangan silabus dan perencanaan pembelajaran. Hal ini untuk
memperikarakan jumlah jam tetap muka yang diperlukan. Alokasi waktu pada setiap
kompetensi dasar dilakukan dengan memperhatikan jumlah minggu efektid dan
alokasi waktu mata pelajaran per minggu, dengan mempertimbangkan jumlah
kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan dan tingkat
kepentingannya.419
Alokasi waktu dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu yang
dibutuhkan oleh rata-rata peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar. Waktu
yang tersedia tentu menjadi faktor penting dalam proses pembelajaran contextual teaching leaning. Berdasarakan hasil pengamatan di dapati bahwa waktu untuk
mempelajari bahasa Arab kurang maksimal di mana mata pelajaran bahasa Arab di
setiap kelas hanya dua kali pertemuan setiap minggunya di setiap kelas, menurut
peneliti hal tersebut tentu mempengaruhi kualitas bahasa Arab siswa, selain itu
waktu di sekolah berbeda dengan waktu di pondok pesantren, itulah mengapa
kualitas bahasa Arab siswa di madrasah dengan siswa di pesantren sedikit berbeda,
di mana ketika di pesantren siswa memiliki waktu yang banyak untuk
mengimplemntasikan dan mempelajari bahasa Arab sedangkan di sekolah madrasah
mempunyai waktu yang amat sedikit. Akan tetapi di madrasah Aliyah Pembangunan
tetap berusaha memaksimalkan waktu untuk meningkatkan maharat al-kalam siswa
secara khusus dan pembelajaran bahasa Arab secara umum.
e. Pendidik
Dalam pengertian sederhana guru adalah orang yang mentransfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik. Salah satu komptensi yang harus dimiliki oleh
guru adalah kemampuan guru dalam menguasi bidang pembelajaran atau seluruh
komponen bahasa Arab, selain itu guru juga haru mampu mengembangkannya,
karena faktor pendidik menjadi penting dalam hal penentuan kualitas serta
perkembangan sekolah maupun siswa. Pelaksanaan tugas guru, iklim sosial
psikologis yang tidak tentram, kesehatan keluarga, ekonomi terkadang menjadi
problem dalam menyesuaian pelaksanan program pendidikan di sekolah.
Keterampilan lain juga yang perlu dimiliki oleh guru adalah kemampuan untuk selalu
418Baiq Tuhfatul Unsi, “Kemahiran Berbicara Bahasa Arab Melalui Pengciptaan
Lingkungan Bahasa”, Tafaqquh: Jurnal Penelitian dan Kajian Keislaman, Vol. 3, No. 1, Juni
2015: 138. 419Mulyadi, Classroom Management Mewujudkan Suasana Kelas yang
Menyenangkan bagi Siswa (Surabaya: UIN-Malang Press, 20019), 82-83.
125
memberikan apersepsi kepada siswa malalui pendekatan psikologis.420 Selain itu
komunikasi antara guru dengan murid harus juga diperhatikan. Proses belajar
mengajar akan semakin memiliki bobot yang bagus apabila ada komunikasi yang
baik antara ke duanya, hal ini kegiatan mentransfer imu pengetahuan terhadap anak
didik.421
Selain itu, setiap anak didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
karakteristik siswa tersebut masuk dalam kondisi pembelajaran, yang dapat
diartikan sebagai aspek atau kualitas individu setiap siswa.422 Karakteristik siswa
adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil
pembawaan dan interaksi sosialnya, oleh karena itu guru harus memahami masing-
masing karaktersitik siswa, hal ini bisa dilihat dari gaya belajar siswa itu sendiri
serta penerapannya dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi selama penelitian di lapangan diperoleh bahwa
guru bahasa Arab sudah memiliki kualitas yang mamumpuni dalam bidang bahasa
Arab. Selain itu guru juga memiliki komunikasi yang baik pada setiap siswa.
Berdasarkan hasil wawancara kepada salah seorang siswa yang mengatakan bahwa
sebenarnya pelajaran bahasa Arab itu menyenangkan, akan tetapi ada beberapa
materi yang sulit di mengerti dan dipahami oleh siswa. Oleh karena ini siswa
meminta untuk setiap pembelajaran terdapat kreativitas guru, untuk meingkatkan
kreativitas dan maharat al-kalam siswa.423
g. Dana dan Sarana Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan pengelolaan sarana dan
prasarana yang dilakukan oleh sekolah dalam upaya menunjang seluruh kegiatan
baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan lain sehingga seluruh kegiatan berjalan
dengan lancar. Manajemen sarana dan prasarana meliputi: perencanaan/analisis
kebutuhan, pengadaan, inventarisasi, pendistribusian dan pemanfaatan,
pemeliharaan dan pemusnahan terhadap barang-barang bergerak dan tidak bergerak,
peArabot sekolah, alat-alat belajar, dan lain-lain. manajemen keuangan adalan
kegiatan pengelolaan dana untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan
efisien. Ruang lingkup manajmen keuangan adalah kegiatan merencanakan
420Zulkifli & Najmuddin Royes, “Profesionalisme Guru dalam Mengembangkan
Materi Ajar Bahasa Arab di MIN 1 Palembang”, JIP: Jurnal Ilmiah PGMI, Vol. 3, No. 2,
Desember 2017: 120. 421Abdul Malik, “Fungsi Komunikasi Antara Guru dan Siswa dalam Meningkatkan
Kualitas Pendidikan (Studi Kasus Proses Belajar Mengajar pada SMP Negeri 3 Sindue)”,
Jurnal Interaksi, Vol. 3, No. 2, Juli 2014: 172. 422M. Darkun, “Pentingnya Memahami Karakteristik Siswa dalam Pembelajaran
Bahasa Arab”, An-nabighoh, Vol 21, No. 1, 2019: 91. 423Zulkifli & Najmuddin Royes, “Profesionalisme Guru dalam Mengembangkan
Materi Ajar Bahasa Arab di MIN 1 Palembang”, JIP: Jurnal Ilmiah PGMI, Vol. 3, No. 2,
Desember 2017: 120.
126
kebutuhan dana penggalian, pemanfaatan atau penditribusian dan pelaporan atau
pertanggungjawaban.424
Kurangnya manajemen pendanaan dan sarana prasarana sekolah merupakan
permasalahan yang kompleks dalam pelaksanaan pendidikan. Hampir semua elemen
pendidikan setuju, bahwa jika mengharapkan hasil yang baik dalam proses
pembelajaran maka dibutuhkan dana serta sarana prasarana yang tidak sedikit dan
memadai. Hal ini juga yang akan mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan
di sekolah tersebut, khususnya di MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dana dan prasarana dapat dengan mempersiapkan tempat dan alat-alat yang
akan digunakan dalam pelaksanaan dan pengembangan. Penyediaan tempat dan alat-
alat harus didasarkan pada prinsip ekonomi serta berpedoman pada sasaran
pengembangan yang ingin dicapai. Misalnya tempat pengembangan hendaknya
strategis, tenang, nyaman dan tidak menganggu lingkungan.425 Berdasarkan hasil
pengamatan di sekolah sarana prasana didapati belum mencapai taraf maksimal.
h. Partisipasi Masyarakat
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif manap berkat latihan dan
pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang
membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan
bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, di mana saja, baik di
sekilah maupyn di kelas, di masyarakat, di jalanan, dalam waktu yang tidak dapat
ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satu hal sudah pasti bahwa belahar yang
dilakukan oleh manusia berlandsakan itikad dan maksud tertentu. Oleh karena itu
setiap manusia berperan untuk menuju kesuksesan dalam belajar.426 Peran serta
masyarakat sangatlah mempengaruhi dalam jalannya pengelolaan lembaga
pendidikan. Kesadaran masyarakat atau orangtua murid makin tinggilah yang akan
menunjang kelestarian hidup pedidikan swasta, bantuan yang bersifat material,
moral perlengkapan infentaris, tenaga pendidikan dan sekolah tentu sangat
mempengaruhi semua hal itu.
424Rugaiyah & Atiek Sismiati, Profesi Kependidikan (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011), 61-67. 425Supriyati, “Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Tenaga
Kependidikan di Madrasah”, Jurnal Kependidikan, Vol. 5, No. 2, 2017: 194. 426Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 154.
127
BAB V
PENUTUP
Upaya meningkatkan kreativitas dan kemampuan kalam siswa melalui
strategi contextual teaching and learning dalam seluruh bidang keilmuan
belakangan ini menjadi kajian penting dalam khazanah ilmu pendidikan. Di mana
strategi contextual teaching and learning merupakan suatu upaya untuk mencapai
ataupun meningkatakan maharat al-kalam (kemampuan berbicara) baik secara
kuantitatif ataupun kualitatif, mengingat sejatinya untuk berbicara menggunakan
bahasa Arab bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Begitupun dalam
pengelolan kreativitas siswa sebagai elemen pelengkap dalam strategi contextual teaching and learning. Ketika guru ataupun siswa mampu menerapkan strategi
contextual teaching and learning secara efektif dan efisien maka hambatan-
hambatan dalam pembelajaran mudah untuk dilewati.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilaian observasi dan beberapa data yang bersumber
dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan kreativitas dan
kemampuan kalam bahasa Arab melalui Contextual Teaching and Learning
menunjukkan hasil yang baik. Hal itu dapat dilihat dari beberapa tahapan penelitian
(Planning, Acting, Observing, Reflecting) di siklus I dan Siklus II. Di mana analisis
peneliti pada siklus I sebagai (pre-test) yaitu dengan nilai rata-rata siswa 6
20 , jika
dikategorisasi maka hasil yang tidak mendekati 1 mengarah ke atas disebut kurang
baik. Adapun hasil analisis peneliti pada siklus II sebagai (post-test), mengalami
peningkatan dengan nilai rata-rata siswa 16
20 , yang jika itu dikategorisasikan maka
hasilnya sudah mendekati 1 mengarah ke atas disebut baik.
Adapun faktor-faktor yang mendukung dalam pelaksaan penelitian adalah
metode/strategi yang digunakan, materi yang diajarkan, faktor guru, media,
kurikulum yang digunakan dan manajemen madrasah itu sendiri. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah rendahnya minat dan motivasi peserta didik dalam pelajaran
bahasa Arab, kurangnya pembendaharaan kosa kata bahasa Arab yang dimiliki
siswa, belum ada lingkungan/manajemen waktu untuk berbahasa, kemudian waktu
untuk memperdalam bahasa Arab itu sendiri, serta sarana dan prasarana yang
mendukung.
B. Saran dan Rekomendasi
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentu memiliki kelemahan dan
kekurangan yang akan menjadi rekomendasi pengembangan penelitian selanjutnya
utamanya dalam kajian pendidikan Islam. Oleh karena itu dengan memperhatikan
beberapa kekurangan dan tentunya kelemahan dalam penelitian ini, penulis
memberikan sarann ataupun rekomendasi untuk kemajuan. Pertama, penulis memberikan saran kepada guru Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk meningkatkan penerapan
strategi contextual teaching and learning dengan baik secara kualitas maupun
128
kuantitas, karena berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa penerapan strategi
contextual teaching learning dapat meningkatkan kreativitas dan maharat al-kalam
siswa. Pada aspek pembelajaran bermakan siswa harus menerapkan apa yang telah
dipelajari dan diperolah di dalam kelas ke dalam kehidupan sehari-hari siswa itu
sendiri, atau siswa dapat menerapkannya di lingkungan sekolah, seperti ketika siswa
bertemu dengan guru, siswa berusaha berdialog menggunakan bahasa Arab,
utamanya guru mata pelajaran bahasa Arab, dalam hal ini tentu guru harus berperan
aktif dalam menanggapi dan merespon apa yang menjadi usaha siswa. Tak pelak
guru juga harus mengajari siswa di dalam kelas dengan baik bagaimana cara
merespon dan bercakap menggunakan bahasa Arab sebelum siswa menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian dalam aspek melakukan pekerjaan yang berarti peneliti memberi
saran kepada siswa ketika jam pelajaran istirahat ataupun ketika jam pelajaran
kosong hendaknya siswa menggunakan waktu sebaik mungkin, misalnya dengan
pergi ke perpustakaan untuk meningkatkan khazanah keilmuan utamanya
mendalami bahasa Arab. Kemudian ketika jam pelajaran berlangsung hendaknya
siswa tidak sibuk dengan diri sendiri, akan lebih baiknya siswa melakukan pekerjaan
yang berarti seperti mendengarkan penjelasan guru dengan baik, bisa juga dengan
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kreativitas siswa seperti membuat
produk yang berkaitan dengan bahasa Arab atau bisa juga berkreasi dengan membuat
mading menggunakan bahasa Arab dan lain sebagainya.
Selanjutnya pada aspek melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, siswa
dapat mendalami pelajaran bahasa Arab dengan meluangkan waktu di sela kesibukan
di rumah, artinya siswa harus mengatur dan merencakan dengan baik untuk
mempelajari bahasa Arab di rumah agar tidak bertabrakan dengan aktivitas lainnya.
Pada aspek bekerjasama dalam kelompok sebaiknya siswa berkersajama secara
kooperatif dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru agar mendapatkan
nilai secara maksimal. Dalam bekerjsama tidak ada siswa yang hanya diam dan
hanya melihat, semua siswa memiliki porsi masing-masing untuk mengerjakan
bagian yang diberikan, dan sebaiknya pada setiap kelompok ada ketua agar ada yang
mengorgnisir kegiatan dengan baik, kegiatan bekerjasama dengan kelompok dapat
dimplemntasikan tidak hanya pada mata pelajaran bahasa Arab saja akan tetapi baik
juga digunakan di semua mata pelajaran, mengingat bekersama bersama teman-
teman merupakan suatu hal yang menyenangkan bagi siswa.
Selanjutnya dalam aspek berpikir kritis dan kreatif siswa hendaknya
meningkatkan pada aspek berpikir kritis di mana siswa tidak serta merta menerima
semua yang diberikan oleh guru, siswa harus berperan aktif dengan memberikan
banyak pertanyaan kepada guru agar proses pembelajaran utamanya menggunakan
strategi contextual teaching and leraning berjalan secara maksimal. Adapun pada
aspek berpikir kreatif siswa dapat memberikan ide ataupun masukan kepada guru
terkait apa saja yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dalam pembelajaran.
Kemudian pada aspek mencapai standar yang tinggi guru memang
seharusya menetapkan standar yang tinggi untuk meningktakan kualitas
pembelajara sekaligus kualitas peserta diidk itu sendiri, akan tetapi guru juga harus
memperhatikan banyak hal, tidak semerta-merta membuat standar yang tinggi akan
129
tetapi pada kenyataannya siswa belum mampu mencapai standar tersebut, oleh
karena itu guru juga harus mempertimbangkan karakteristik dari siswa-siswanya.
Aspek terakhir dari pembelejaran contextual teaching and learning adalah
aspek penilaian yang autentik. Pada aspek ini hendaknya guru benar-benar memiliki
standar penilaian yang akurat dan sistematis, di mana guru bisa menilai dengan benar
mana siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan rendah. Setelah guru
menilai secara autentik seluruh aspek pembelajaran guru juga harus mengevaluasi
mengenai apa yang harus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kedua, dalam aspek motivasi, guru harus berperan aktif untuk selalu
memberikan motivasi kepada siswa bisa dengan mendekati siswa satu persatu atau
perkelompok melalui pendekatan psikologis atau pendekatan secara emosi sehingga
siswa merasa diberi dukungan dan semangat untuk mempelajari suatu materi
utamanya materi pada mata pelajaran bahasa Arab. Ketiga dalam aspek lingkungan berbahasa, pada aspek ini tentu kepala
sekolah, pimpinan, guru, staff utamanya kepala sekolah harus membuat peraturan
yang ketat di mana siswa diwajibkan untuk berbahasa misalnya pada hari apa, jam
berapa, ketika apa, sehingga siswa terbiasa menggunakan bahasa Arab di sekolah,
tidak dipungkuri bahwa waktu di pesantren dan di sekolah madrasah sangatlah jauh
berbeda, di pesantren siswa-siswa memiliki waktu yang full untuk
mengimplementasikan bahasa dengan teman sebaya, akan tetapi jika di sekolah
madrasah siswa-siswa yang mempunyai waktu ketika pembelejaran di sekolah
sedang berlangsung saja, setelah pembelajaran selesai siswa pulang ke rumah
masing-masing, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk menerapkan
pembelajaran bahasa, oleh karena itu sekolah harus memiliki kebijakan yang jelas
agar siswa bisa menerapkan lingkungan berbahasa dengan baik.
Keempat, penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian pengembangan
kajian keislaman melalui pendekatan pendidikan Islam, namun secara teoritis belum
banyak menggunakan teori yang betul-betul berlandaskan sumber Islam sepeti Al-
Qur’an dan Sunnah. Pada penelitian selanjutnya hal ini dapat menjadi perhatian bagi
para peneliti kajian keislaman yang tidak hanya menggunakan dua landasan Al-
Qur’an dan Sunnah saja namun juga menggunakan teori-teori dasar yang bersumber
dari berbagai pemikirian tokoh baik klasik maupun modern yang telah memberikan
kontribusinya dalam perkembangan kajian Pendidikan Islam itu sendiri.
Kelima, untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti siswa yang
mempelajari bahasa Arab secar mendalam sebaiknya tidak terfokus pada pendekatan
pendidikan saja, hendaknya juga melakukan dibidang lainnya seperti bidang
psikologi, sosiologi, atau dibidang lainnya seperti bidang eksperimen antara negara
yang menggunakan bahasa Arab sebagai mata pelajaran. Dari hasil eskperimen
tersebut dapat dilihat bagaimana perbedaan bahasa Arab di dua negara seperti di
negara Malaysia atau negara lainnya, disitu dapat dikaji dari seluruh sistem
pendidikan mualai dari kurikulum, pelakasanaan, hasil, hingga evaluasinya.
Keenam, fokus penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup siswa yang
di sekolahnya ada mata pelajaran bahasa Arab bukan benar-benar sekolah khusus
mempelajari bahasa Arab. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melibatkan siswa
yang concern dalam mempelajai bahasa Arab atau bisa juga diteliti ke jenjang yang
130
lebih tinggi seperti mahasiswa di perguruan tinggi negeri yang secara intens
mempelejari bahasa Arab di instansi tersebut.
Ketujuh, memperhatikan kreativitas dan maharat al-kalam siswa khususnya
pada mata pelajaran bahasa Arab sebagai kajian di mana indikasinya tidak terfokus
pada dimensi pendidikan saja, maka peneliti selanjutnya secara komprehensif dapat
menjelaskan lebih detail terkait faktor-faktor yang mempengaruhi dari berbagai
aspek di luar aspek pendidikan, seperti aspek psikologis yang terkait dengan faktor
usia, kognifit, perkembangan, dan lain sebagainya.
Kedelapan, selain dari aspek yang dibatasi dalam penelitian ini terkait
dengan aspek pendidikan, oleh karena itu peneliti selanjutnya dapat melakukan
pengembangan riset dengan aspek pendidikan lainnya untuk membuktikan seberapa
kuat aspek yang digunakan pada penelitian ini dapat menjelaskan aspek lain yang
tidak menjadi fokus kajiannya.
Kesembilan, penulis memberikan saran kepada siswa aliyah dalam menjaga
kualitas bahasa Arab dan upaya dalam meningkatkan kreativitas dan maharat al-kalam untuk terus berusaha semaksimal mungkin memperbaiki dan mengembangkan
serta meningkatkan kepercayaan diri untuk berbahasa, dan tidak hanya dipelajari di
dalam kelas saja melainkan pengimplemntasian dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Kemudian penulis juga memberikan saran kepada siswa untuk meningkatkan
kreativitas dengan membuat suatu produk yang berkaitan dengan bahasa Arab,
seperti siswa dapat membuat mading dengan tema bahasa Arab, atau juga bisa
dengan membuat alat kemudian diartikan dalam bahasa Arab, dan lain sebagainya.
Dalam aspek maharat al-kalam, prestasi tidak didapati dengan mudah utamanya
prestasi untuk bisa bedialog menggunakan bahasa Arab, oleh karena itu siswa harus
memiliki motivasi untuk mendalami hal tersebut, baru kemudia siswa melakukan
upaya-upaya seperti menghafal kosa kata bahasa Arab di luar jam sekolah, di luar
jam pelajaran bahasa Arab, siswa harus mampu mengatur pembelajan sendiri untuk
materi bahasa Arab, siswa juga harus menyisihkan waktu untuk mendali bahasa ke
dua tersebut, bisa dengan mengikuti program les bahasa Arab dan lain sebagainya.
Kesepuluh, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis
baik lembaga terkait. Dengan demikian penelitian ini memberikan rekomendasi pada
lembaga-lembaga pelaksanaan pendidikan khusunya yang terfokus dalam
meningkatkan kualitas bahasa Arab siswa untuk memperhatikan bebrbagai aspek,
baik dari aspek psikologis, saran pra sarana, peraturan yang tersistematis dan
lingkungan berbahasa khusus untuk meningkatkan maharat al-kalam dan kreativitas
siswa dalam pembelajaran bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
JURNAL
Abdullah, In Hi. “Berpikir Kritis Matematik”, Delta-Pi: Jurnal Matematika dan
Pendidikan Matematika, Vol. 2, No. 1, April 2013: 73.
131
Abdurrozak, Rizal. Asep Kurnia Jayadinata & Isrok’atun, “Pengaruh Model Problem
Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”, Jurnal Pena
Ilmiah: Vol. 1, No. 1, 2016: 874.
Abdul Mutholib, “Lu’batul Qamus: Cara Unik Memperkaya Mufradat”, Arabia, Vol.
7, No. 1, Januari-Juni 2015: 7.
Abdul Malik, “Fungsi Komunikasi Antara Guru dan Siswa dalam Meningkatkan
Kualitas Pendidikan (Studi Kasus Proses Belajar Mengajar pada SMP
Negeri 3 Sindue)”, Jurnal Interaksi, Vol. 3, No. 2, Juli 2014: 170.
Abd Aziz & Saihu, “Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya Kontekstualisasi
Kaidah Bahasa Arab”, Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, Vol. 3, No. 2,
November 2019: 309.
Achmad Syarifusdin, “Analisis Kebutuhan Materi Ajar “Berbicara Bahasa Arab”
Berbasis Pendekatan Komunikatif bagi Pembelajar Non-Bahasa Arab”,
Intizar, Vol. 23, No. 2, 2017: 268.
Afandi, Muhamad. “Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru dalam
Pembelajaran di Sekolah Dasar”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, Vol. 1,
No. 1, Januari 2014: 6.
Agustian, “Kaidah Bahasa Arab dan Urgensinya terhadap Penafsiran Al-Qur’an”,
An-Nur, Vol. 4, No. 2, 2015: 190.
Agustina & Kamid, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan
Menggunakan Strategi PQ4R Materi Bentuk Aljabar di SMP Negeri 8 Kota
Jambi”, Edumatica, Vol. 7, No. 2, Oktober 2017: 63.
Agung Setiawan, “Probelamtika Keragaman Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa
dan Kebijakan Program Pembelajaran Bahasa Arab”, Arabiyat : Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 2, Desemer 2018:
202.
Ahmad Nurcholis, Muhammad Asngad Rudisunhaji, Syaikhuna Ihsan Hidayatullah,
“Tantangan Bahasa Arab sebagai Alat Komunikasi di Era Rovulasi Industri
4.0 pada Pascasarjana IAIN Tulungagung”, Arabiyatuna: Jurnal Bahasa
Arab, Vol. 3, No. 2, November 2019: 288.
Akhmad Busyaeri, Tamsik Udin, A. Zaenudin, “Pengaruh Peggunaan Vidio
Pembelajaran terhadap Peningkatkan Hasil Belajar Mapel IPA di MIN
Kroya Cirebon”, Al-Ibtida, Vol. 3, No. 1, Juni 2016: 117.
Aliyati, Putri Dwi & Nonon Hery Yoenanto, “Hubungan Antara Peceived Autonomy
Support Siswa terhadap Guru dengan Kreativitas Siswa Kelas XI SMA
Insan Mulia Surabaya”, Jurnal Psikologi & Perkembangan, Vol. 3, No. 1,
April 2014: 23.
132
Alinis Ilyas, “Dosen Bahasa Arab dan Kompetensinya dalam Mengaktualisasikan
Teknik Pembelajaran Iteraktif”, Jurnal Al Bayan, Vol. 10, No. 1, Juni 2018:
99.
Amatullah Faaizatul Maghfirah, “Kreativitas Dosen dalam Meningkatkan Minat
Belajar Bahasa Arab Mahasiswa IAIN Surakarta”, Academica: Jurnal of
Multidiciplinary Studies, Vol. 1, No. 1, 2017: 27.
Asmadawati, “Efektivitas Pembelajaran”, Forum Peadagogik, Vol. 6, No. 2, Juli
2014: 30.
Arlianti, Nofyta. “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Menngunakan
Model Pembelajarn Jigsaw Diiringi dengan Media Domino Kelas VII MTsN
Pendung Tengah Penawar”, Vol. 17, Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains, No. 1, Juni 2015: 67.
Asani, “Implementasi Contextual Teaching and Learning pada Balai Diklat
Keagamaan Ambon: Tinjauan Pendidikan Islam”, Jurnal Diskursus Islam,
Vol. 2, No. 3, Desember 2014: 425.
Asep Maulana, “Kurikulum Maharah Al-kalam Bahasa Arab Berasis Kompetensi
Komunikatif (Penelitian Deskriptif Kualitatif di Jurusuan Pendidikan
Bahasa Arab IAIC Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2015/2016)”, Pecinta Ilmu:
Jurnal Pendidikan Cipasung Tasikmalaya Ilmiah Bermutu, Vol. 1, No. 1,
Juni 2016: 4.
Ayu Novia Kurniasih & Dedy Hidayatullah Alarifin, “Penerapan Ice Breaking
(Penyegar Pembelajaran) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas VII A MTs AN-NUR Pel[or Bandarjaya Tahun Pelajaran 2013/2014,
JPF: Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah Metro, Vol. 3,
No. 1, Maret 2015: 28.
Azhari, “Peningkatan Kemampuan Bepikir Kratif Matematik Siswa Melalui
Pendekatan Konstruktivisme di Kleas VII Sekolah Menengah Pertama
(SMP) Negeri 2 Banyuasi III”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 7, No,
2, Juli 2013: 2.
Azkia Muharom Albantani, “Implementasi Kurikulum 2013 pada Pembelajaran
Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah”, IMLA : Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab dan KebahasaAraban, Vol. 2, No. 2, 2015: 179.
Bagus Andrian Permata, “Teori Genaratif-Transformatif Noam Chomsky dan
Relevansinya dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Empirisma, Vol. 24, No.
2, Juli 2015: 184.
Bandung, Murti. “The Effectivenes of Contextual Teaching and Learning Method
in Teaching Speaking”, The 1st Educational and Language International
Confrence Proceedings Center for International Language Development of
Unissula, May 2017: 516-532
133
Batmang, “Direct Method dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, Jurnal Al-Ta’dib,
Vol. 6, No. 2, Desember 2013: 175.
Budiati, Yesi. “Pengembangan Kemampuan Kreativitas dalam Pembelajaran IPS”,
Jurnal Pendidikan Ekonomi, Vol. 2, No. 1, 2015: 68.
Bustanmi, Y. et al “The Implementation of Contextual Teaching and Learning to
Enhance Biology Students’ Critical Thinking Skilss”, Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, Vol. 7 No. 4, 2018: 452-457.
Blanchard, Alan. Contextual Teaching and Learning, Educational Services, 2001.
http://faculty.csusb.edu/faculty/scarcella/siu463/Contextual%20Learning.h
tm. Di akses, 5 April 2019.
Dedy Juliandri Panjaitan, “Peningkatan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Jurnal Math Education
Nusantara, Vol. 1, No. 1, 2018: 55.
Dessy Wahyuni, “Kreativitas Berbahasa dalam Sastra Anak Indonesi”, Madah, Vol.
7, No. 2, Oktober 2017: 129-130.
Dortiana Marpaung, “Penerapan Metode Diskusi dan Presentasi untuk
Meningkatkan Minat dan hasil Belajar Siswa Di Kelas XI IPS SMA Negerei
Bagan Sinembah”, School Educational Journal, Vol. 8, No. 4, Desember
2018: 364.
Djalali, M. As’ad. “Pola Asuh Orangtua Demokratis, Efikasi-Diri dan Kreativitas
Remaja”, Jurnal Persona, Vol.1, No.1, Juni 2012:16.
Diana, R. Rachmy. “Setiap Anak Cerdas! Setiap Anak Kreatif!: Menghidupkan
Keberbakatan dan Kreativitas Anak”, Jurnal Psikologi Universita
Diponegoro, Vol. 3, No. 2, Desember 2006: 126.
Dimas Ahmad Sarbani, “Metode Pengajaran dalam Pendidikan Agama Islam”,
Jurnal Al-Fatih, Januari-Juni 2015: 48.
Dini Latifah, “Pengembangan Media Diaroma untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Bahasa Arab di Kelas VII MTsN Yogyakarta I”, Al-Mahara Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 258.
Euis Ernawati, “Perencanaan Pembelajaran Bahasa Arab di Perguruan Tinggi
Pariwisata”, Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan
KebahasaAraban, Vol. 5, No. 1, Juni 2018: 16.
Erfan Gazali 7 Hasan Sefuloh, “Kebutuhan Peserta Didik dan Rancang Bangun
Media Pembelajaran Bahasa Arab di Madrasah Aliyah”, IMLA, Arabi:
Journal of Arabic Studies, Vol. 4, No. 1, 2019: 96-99.
Erik Santoso, “Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal
Cakrawala Pendas, Vol. 3, No. 1, Januari 2017: 21.
134
Fadhilah et al. “Analysis of Contextual Teaching and Learning (CTL) in the Course
of Applied Psysics at the Mining Engineering Department”, International
Journal of Science and Applied Science: Conference Series, Vol. 1, No. 2,
2017: 25-32.
Fadillah, Annisa et al. “ The Effect of Application of Contextual Teaching and
Learning (CTL) Model-Based on Lesson Study with Mind Mapping Media
to Asses Student Learning Outcomes on Chemistry on Colloid Systems”,
International Journal of Science and Applied Science: Conference Series,
Vol. 1, No. 2, 2017: 101-108.
Fadli, Endang. “Peningkatan Kompetensi Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas
(PTL) Melalui Diklat Model In On IN”, Edukasi: Jurnal Penelitan Pneidikan
Agama dan Keagamaan, Vol. 15, No. 3, 2017: 374.
Farida, “Penggunaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada
Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”, e-ISSN S579-3403, Vol. 1, No.1, 2017:
78-86.
Faisal Hendra, “Persepsi Mahasiswa terhadap Proses Pembelajaran Kemahiran
Bahasa (Mata Kuliah Kemhairan Bahasa Arab di Program Studi Sastra
Arab, Fakultas Sastra, Universitas Al-Azhar Indonesia)”, Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Humaniora, Vol. 2, No. 1, Maret 2013: 69.
Faiz Maddha Aufa, “Al-Madkhal Al-Makrify dan Pembelajaran Bahasa Arab”,
Lisanan Arabiya, Vol. 2, No. 2, 2018: 176.
Faizuz Sa’bani, “Peningkatan Kompetensi Guru dalam Menyusun RPP Melalui
Kegiatan Pelatihan pada MTs Muhammadiyah Wonosari”, Jurnal
Pendidikan Madrasah, Vol.2, No, 1, Mei 2017: 15.
Febriani, Siwi. & Novisita Ratu, “Profil Proses Berpikir Kreatif Matematis Siswa
dalam Pemecahan Masalah Open-Ended Berdasarkan Teori Wallas”, Jurnal
Moshrafa, Vol. 7, No. 1, Januari 2018: 40.
Firdaus & Fatma Dewi, “Application of Contextual Teaching and Learning” (CTL)
Components in Telecommunication Network Design and Optimization
Course”, International Journal of Chemistry Education Research, Vol. 2, Iss.
1, February 2018: 24-33.
Firdaus, Abdur Rahman As’ari, Abd. Qohar, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Open Ended pada
Materi SPLDV”, Jurnal Pendidikan, Vol. 1, No. 2, Februaru 2016: 227-236.
Fitriliza & Ari Khairurrijal Fahmi, “Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Arab
Melalui Metode Contoh Morfologi (Penelitian Tindakan Kelas di Fakultas
Agama Islam)”, Jurnal Uhamka, Vol. 8, No. 2, November 2017: 186.
Gafur, Abdul. “Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) dan Desain Pesan dalam
135
Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar”, Cakrawala Pendidikan, No.
2, Nopember 2003: 278.
Gayatri & Wirakusuma, “Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan
Keterampilan Pembuatan Proposal Penelitian Mahasiswa”, E-Jurnal
Akutansi Universitas Udayana, ISSN: 2302-8559: 3.
H. Fathul Maujud, “Pembinaan Keterampilan Berbicara Bahasa Arab (Maharat al-
kalam) Santri dan Satriwati di Pondok Pesantren Darul Hikmah Pagutan
Karang Genteng Kota Mataram” , El-Tsaqafah, Vol. 14, No. 2, Desember
2017: 128.
Halimatus Sa’diyah, “Upaya Menumbuhkan Self-Confidence Berbicara bahasa Arab
Mahasiswa Melalui Group Whatsapp”, Jurnal Al-Mi’yar, Vol. 2, No. 2,
2019: 150.
Hapsah, Rifqi & Siti Ina Savira, “Hubungan antara Self-Efficacy dan Kreativitas
dengan minta Berwirausaha”, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol. 5,
No. 2, 2015: 83.
Harimi, Abdul Chaqil. “Pembelajaran Maharah Bahasa Arab Berbasis Inklusif
(Analisi Kebutuhan Peserta Didik Tunanetra dalam Pembelajaran Berbahasa
Arab)”, Tarlin, Vol. 1, No. 2, 2017: 22.
Hasan, “Keterampilan Mengajar Bahasa Arab Materi Istima’ Menggunakan Media
Lagu”, Jurnal Ilmiah Al-Qalam, Vol. 10, No. 19, 2017: 129
Hasby Wahy, “Manajemen Pembelajaran Secara Islami” Jurnal Ilmiah Didaktika,
Vol. 13, No. 1, Agustus 2012: 102.
Hasanudi, “Penggunaan Ragam Bahasa dan Perilaku Berbahasa Arab”, Afaq
‘Arabiyyah, Vol. 8, No.2 Desember 2013: 10.
Hasibuan, Idrus. “Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)”,
Logaritma, Vol. II, No. 1, Januari 2014: 5.
Hasyim Hasanah, “Teknik-Teknik Observasi”, Jurnal At-Taqaddum Vol. 8, No.1,
Juli 2017.
Haviz, Muhammad. “Berpikir dalam Pendidikan: Suatu Tinjauan Filsafat Tentang
Pendidikan untuk Berpikir Kritis”, Ta’dib, Vol. 2, No. 1, Juni 2009: 82.
Helda Jolanda Pentury, “Pengembangan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran
Kreatif Pelajaran Bahasa Inggris”, Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. 4, No.
3, November 2017: 269.
Hendri, Muspika. “Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui
Pendekatan Komunikatif”, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3, No,
2, Juli-Desember 2017: 196.
136
Hesma Nur Jaya, “Keterampilan Dasar Guru untuk Menciptakan Suasana Belajar
yang Menyenangkan”, Didaktis: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan,
Vol. 17, No. 1, 2017: 28.
Helda Jolanda Pentury, “Pengembangan Kreativitas Guru dalam Pembelajaran
Kreatif Pelajaran Bahasa Inggris”, Faktor Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol.
4, No. 2, november 2017: 226.
Hudson, Clemente Charles & Vesta R. Whisler, “Contextual Teaching and Learning
for Practitioners”, Systematic, Cybernetic and Informatic, Vol. 6, No. 4: 56.
Husnul Laili, “Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dalam Meningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
SiSWA MTs Nurul Hakim Kediri ditinjau dari Segi Gender”, Palapa: Jurnal
Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan, Vol.5, No. 2, Novemver 2016: 39.
Hutagaol, Kartini. “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan
Representasi Matematis Siswa Sekolah Mengah Pertama”, Jurnal Ilmiah
Program Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 2, No. 1, Februari
2013: 94.
Ida Ayu Sri Widhiani, A.A.I.N Marhenu, I Nyoman Dantes, “Penerapan Penggunaan
Media Permainan Fantasi dan Imajinasi Kreatif untuk Meningkatkan
Kemampuan Otak Kanan Dan Mengembangkan Kemampuan Berbahasa”,
e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4,
2014: 2.
Ifni Oktiani, “Kreativitas Guru dalam Memotivasi Belajar Peserta Didik”, Jurnal
Kependidikan, Vol. 5, No. 2, 2017: 218.
Ilham Nur Kholiq, “Penerapan Metode Muhadatsah dalam Pembelajaran Bahasa
Arab Guna Meningkatkan Keberhasilan Siswa Kelas XI MA Hidayatullah
Mubtadiin Tasikmadu Lowokwaru Malang”, Darussalam: Jurnal
Pendidikan, Komunikasi, dan Pemikiran Hukum Islam, Vol. 6, No. 1,
September 2017: 127.
Imam Asrofi & Jeni Sri Gantini, “Penggunaan Media Audio Visual Smartphone
dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Muhadatsah) untuk Meningkatkan Minat
Belajar Siswa”, BASIS: Jurnal Pendidikan Basis Bahasa Arab dan Studi
Islam, Vol. 1, No. 1, Maret 2017: 25.
Inge Wiliandani Setya Putri, Saddam Hussesn, Robiatul Adawiyah, “Kemampuan
berpikir Kreatif dalam Menyelesaikan Masalaha Kesebangunana di SMPN
11 Jember”, Jurnal Edukasi, Vol. 4, No. 3, 2017: 59>.
Irma Nuraini, “Pengaruh Sikap Berbahasa dan Daya Kreativitas terhadap
Keterampilan Berbicara Bahasa Inggris (Survei pada Siswa SMK Negeri di
Kabupaten Purwakarta)”, Inference: Journal of English Language Teaching,
Vol. 1, No. 1, April 2018: 88.
137
Islam, Asep Muhammad Saepul. Faktor Demotivasi dalam Pembelajaran Bahasa
Arab di Madrasah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2015.
Ita Wahyuni, Khutobah, Nanik Yuliati, “Peningkatan Kreativitas dalam Membuat
Bentuk pada Anak Kelompok B2 Melalui Bermain Play Dough di TK Plus
Al-Hujjah Keranjingan Sumbersari Jember Tahun Pelajaran 2015/2016”,
Jurnal Edukasi Unej, Vol. 3, No. 2, 2016: 1.
Jaya, Hasma Nur. “Keterampilan Dasar Guru untuk Menciptakan Suasana Belajar
yang Menyenangkan”, Didaktis: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan,
Vol. 17, No. 1, 2017: 23.
Joni, T. Raka. “Pembelajaran yang Mendidik: Artikulasi Konseptual, Terapan
Kontekstual dan Verifikasi Empirik”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 12, No.
2, Juni 2005: 18.
Jubaidah, Siti. “Efektivitas Peembelajaran Bahasa Arab Maharat al-kalam dengan
Media Komik di Madsarah Aliyah Nasruddin Dampit, Jurnal Review
Pendidikan Islam, Vol. 01, No. 02, 2014: 245.
Jufri, A. Wahab. “Penelitian Tindakan Kelas: Antara Teori dan Praktek”, J. Pijar
MIPA, Vol. V, No. 2, September 2018: 49.
Kenedi, “Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran di Kelas II
SMP Negeri 3 Rokan IV Koto”, Suara Guru : Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial,
Sains, dan Humanira, Vol. 3, No. 2, Juni 2017: 329.
Kisti, Hepy Hapsari & Nur Ainy Fardana N, “Hubungan antara Self-Efficacy dengan
Kreativitas Siswa SMK”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental,
Vol. 1, No.2, Agustus 2012: 53.
Kuswoyo, “Konsep Dasar Pembelajaran Mahara al-Kalam”, An-Nuha, Vol. 4, No. 1,
2017: 2.
Latifah Rahmawati, “Metode Musabaqah Bithaqah Mukhtalithul Kalimah
“MBMK” untuk Meningkatkan Hasil Belajar Maharah Al-Kitabah Siswa
Kelas X D MAN I Yogyakarta”, al-Maharah Jurnal Pendidikan Bahasa Arab,
Vol. 4, No. 2, Desember 2018: 289
Lestari, Firia. “Pengaruh Kewirausahaan dan Kreativitas terhadap Keberhasilan
Usaha pada Sentra Industri Rjutan Binong Jati Bandung”.
Lotulung, Chirsant Florence et al. “Effectiveness of Learning Method Contextual
Teaching and Learing for Increasing Learning Outcomes of
Enterpreneurship Educatuon”, TOJET: The Turkish Online Journal of
Educational Technology, Vol. 17, Issues. 3, July 2018: 41.
Lita Kusuma Wardhani, Robbinson Situmorang, Cecep Rustand, “Pengembangan
Kit Media untuk Merangsang Kreativitas Anak Kelas 4 SD”, Jurnal
Pembelajaran Inovatif, Vol. 1, No. 1, 2018: 27.
138
M. Hasbi & Yusman, “Kinerja Guru Aqidah Akhlak, SKI, Al-Qur’an Hadits, Fiqih,
di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-ikhlas Keban II Kec. Sanga Des, Kab.
MUBA”, Journal of Islamic Education Management, Vol. 2, No. 2,
Desember 2016: 72.
M. Yacoeb, “Konsep Manajemen dalam Persepktif Al-Qur’an: Suatu Analisis dalam
Bidang Administrasi Pendidikan”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. XIV, No.
1, Agustus 2013: 76.
M. Rezki Andhika, “Pengaruh Strategi Pembelajaran Konstruktivisme dan Minat
Belajat terhadap Hasil Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas VIII Madrasah
Tsanawiyah Ulumuddin Uteunkot Cunda Lhoksumawe”, (Tesis
Pascasarjana UIN Sumatera Utara: Sumatera Utara: 2014), xxix.
M. Ilham Muchtar,”Metode Contextual Teaching adn Learning dalam Pembelajaran
Bahasa Arab”, Al-Maraji’ Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 1, No. 1,
2017: 22.
M. Nasor, “Teknik Komunikasi Guru dan Siswa dalam Peningkatakan Prestasi
Siswa”, Ijimatiyya, Vol. 7, No. 1, Februari 2014: 151-152.
Machmudah, Umi & Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning dalam Pembelajaran
bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Maghfirah, Amatullah Faizatul. Kreativitas Dosen dalam Meningkatkan Minat
Belajar Bahasa Arab Mahasiswa di IAIN Surakarta, Academica, Journal of
Multidisipliner Studies, Vol. 1, No. 1, 2017: 19.
Mahyudin Ritonga, Alwis Nazir, Sri Wahyuni, “Pembelajaran Bahasa Arab Berbasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi di Kota Padang”, Arabiyat : Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 3, No. 1, 2016: 2.
Majidatun Ahmala, “Kamus Aplikasi Sebagai Media Pendamping Buku ‘Al-
Arabiyah Al-Mu’asiroh”, Jurnal Alfazuna, Vol. 3, No. 1, Desember 2019:
49.
Mainizar et al, “Penerapan Strategi Pembelajaran Learning Cell dalam Pembelajaran
Bahasa Arab untuk Meningkatkan Mahaaroh al-Kalam pada Siswa
Madrasah Tsanawiyagh di Provinsi Riau”, Kutubkhanah: Jurnal Penelitian
Sosial Keagamaan, Vol. 17, No. 2, Juli-Desember 2014: 241.
Marni & M. Yusuf, “Penggunaan Metode Talking Stick untuk Meningkatkan
Maharat al-kalam dalam Mata Pelajaran Bahasa Arab”, Auladuna, Vol. 2,
No. 1, Juni 2015: 88.
Maspalah, “Metode Audiolingual dalam Pembelajaran Bahasa Arab untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbicara”, Bahasa & Sastra, Vol. 15, No. 1,
April 2015: 12.
139
Methew, Binci & William Dharma Raja B. Creative thinking of visually challenged
adolescents: A case study, International Journal of Academic Research and
Development, Vol. 1, Issue 9, (2016), 45-49.
Meilan Arsanti, “Pemerolehan Bahasa pada Anak (Kajian Psikolinguistik), Jurnal
PBSI, Vol. 3, No. 2, 2014: 24.
Mochamad Syaifudin, “Strategi Pengembangan Komponen Kurikulum Bahasa
Arab”, Jurnal Alfazuna, Vol. 2, No. 1, Desember 2017: 77.
Muchtar, M. Ilham “Contextual Teaching and Learning Method in Studying
Arabic”, Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 14, No. 1, Juni 2017: 184-185.
Muhbib Abdul Wahab et al, “Standarisasi Kompetensi Bahasa Arab Bagi Calon
Sarjana Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri”, Arabiyat: Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 5, No. 1, Juni 2018: 41-
42.
Muhandis Azzuhri, “Metode dan Media Pembelajaran Bahasa Arab Berbasi Internet
di Era Teknologi Informasi”, Instanta, Vol. 14, No. 3, Desember 2010
Mulis, Achmad. “Pengembangan Pembelajaran Maharah Al-Kalam Berbasis Media
Bithaqah Jaybiyah di MTS Negeri Sumber Bungur Pamekasan”, OKARA,
Vol. 2, No. 14, November 2014: 121.
Mulyaningsih, “Peningkatan Perilaku Caring Melalui Kemampuan Berpikir Kritis
Perawat”, Jurnal Management Keperawatan, Vol. 1, No. 2, November 2013:
103. Mun’in, Abdul. Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia,
Tela’ah terhadap Fonetik dan Morfologi. Jakarta: Pustaka Al-Husna, Cet I,
2004.
Murtiani, Ahmad Fauzan, Ratwa Eulan, “Penerapan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) Berbasis Lesson Study dalam Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran Fisika di SMP Negeri Kota Padang”, Jurnal
Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol. 1, Februari 2012: 3.
Muspika Hendri, “Pembelajaran Kterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui
Pendekatan Komunikatif”, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 3,
No.2, Desember 2017: 198.
Muzdalifah, Upaya Membelajarkan Siswa Berbahasa Arab dengan Pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) (Studi Kasus di Madrasah Negeri 8
Cakung Jakarta Timur. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hdayatullah Jakarta, 2009.
Muhammad Idris Usman, “Pengaruh Kreativitas dan Motivasi Belajar Siswa
terhadap Prestasi Belajar Bahasa Arab di MA DDI Al-Badar”, Lentera
Pendidikan, Vol. 19, No. 1, Juni 2016: 76-89.
140
Mustamin Fattah & H.M. Yamin, “Efektivitas Model Kooperatif untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Bahasa Arab Mahasiswa
Peskam Stain Samarinda”, Fenomena, Vol. 6, No. 1, 2014: 66.
Muhammad Jafar Shodiq, “Metode Pembelajaran Bahasa Arab Aktif-Inovatif
Berbasis Multiple Intelligences”, Al-Mahara: Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab, Vol. 4, No. 1, Juni 2018: 138.
Nandang Sarip Hidayat, “Prolematika Pembelajaran Bahasa Arab”, Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 37, No. 1, 2012: 87.
Nawas, Abu. “Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach Through React
Strategies on Improving the Studens’ Critical Thingking in Writing”,
International Journal of Management and Applied Science, Vol. 7, Issue. 7,
July, 2018: 47.
Naili Vidya Yulistyani Sri Sumarni, “Pengembangan Media Pembelajaran Wayang
Cucok untuk Meningkatkan Kemahiran Kalam”, Al Mahara Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 2, No. 2, Desember 2016: 179.
Nailur Rahmawati, “Pengembangan Alat Permainan Edukatif dalam Pembelajaran
Bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta”,
Lisanul Arab: Journal of Arabic Learning dan Teaching, Vol. 7, No. 1, 2018.
Novi Mulyani, “Development of Early Childhood’s Creativity Through Play and
Song at TK Negeri Pembina Kabupaten Purbalingga”, As-Sibyan Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 4, No.1, Juni 2019: 19.
Noza Aflisia & Rensi Yasmar, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Bahasa Arab
Dosen Non Pendidikan Bahasa Arab (PBA)”, Ihya’ al-‘Arabiyyah, Vol. 4,
No. 2, Desember 2018: 161.
Ni’mah, Zetty Azizatun. “Urgensi Penelitian Tindakan Kelas bagi Peningkatakan
Profesionalitas Guru antara Cita dan Fakta”, Realita, Vol. 15, No. 2, 2017:
3.
Nisaul Jamilah, Guntur, dan Amirudin, “Pengembangan Media Pembelajaran Power
Point Ispring Presenter pada Materi Kosakata Bahasa Arab Peserta Didik
kelas V MI Tarbiyatul Athfal Lampung Timur”, al-Mahara Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 5, No. 1, Juni 2019: 143.
Nur Diyah Yuliani, Marijono, Niswatul Imsiyah, “Hubungan antara Pelatihan
Kaligrafi dengan Kreativitas Santri di Pondok Pesantren Manbaul Ulum
Kabupaten Bondowoso”, Learning Comunity: Jurnal Pendidikan Luar
Sekolah, Vol. 1, No. 2, 2017: 35.
Nur, Hastang. “Penerapan Metode Muhadatsah dalam Meningkatkan Hasil Belajar
Maharah Al-Kalam Peserta Didik”, Lentera Pendidikan, Vol. 20, No. 1,
2017: 177.
141
Nurhayati Simatupang, “Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga”, Jurnal Pedagogik Keolahragaan,
Vol. 2, No. 1, Desember 2016: 58.
Nurhaedah, “Contextual Approach (Contextual Teaching and Learning/CTL in
Learning for Teacher”, Publikasi, Vol. 2, No. 2, September 2012: 157.
Nurul Khasanah, “Desain Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab
Bebasis Pendekatan Potensi/Fitrah”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan Bhasa
Arab, Vol. 4, No. 2, Desember 2018: 159.
Nurul Mufidah et al, “ICT for Learning: A Blendeng Learning in Istima’ II”,
lisanuna, Vol. 8, No. 2, 2018: 174.
Olusegun, Bada Steve. “Constructivisme Learning Theory: A Paradigma for
Teaching and Learning”, IOSR Journal of Research & Method in Education,
Vol. 5, Iss. 6 Ver. 1, Desember 2015: 66.
Panjaitan, Dedy Juliandri. “Peningkatan Pemahaman dan Aplikasi Konsep Melalui
Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Jurnal Math Education
Nusantara, Vol. 1, No. 1, 2018: 55.
Pinwanna, Maneerat. “Using the Contextual Teaching and Learning Method in
Mathematics to Enhance Learning Efficiency on Basic Statistics for High
School Students”, The International Conference in Language, Education,
Humanities & Innovation, March, 2015: 58-63.
Pintrich, Paul R. et all,. Beyond Cold Conceptual Change: The Role of Motivational
Beliefs and Classroom Contextual Factors in the Process of Conceptual
Change, Review of Educational Research, Vol. 63, No. 2. (Summer, 1993),
167-199.
Putra, Nusa. Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2012).
Putri, Inge Wiliandani Setya. Saddam Hussesn, Robiatul Adawiyah, “Kemampuan
berpikir Kreatif dalam Menyelesaikan Masalaha Kesebangunana di SMPN
11 Jember”, Jurnal Edukasi, Vol. 4, No. 3, 2017: 59>.
Prayitno, Baskoro Adi. “Penelitian Tindakan Kelas (Kajian Filosofi, Metodologis,
dan Tindak Lanjutnya dalam Pembelajaran”, Seminar Nasional Pendidikan
Sains UKSW 2015: 12.
Prianto, Agus. Subanji, I Made Sulandra, “Berpikir Kreatif dalam Pembelajaran
RME”, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, Vol 1, No.
7, Jul 2016: 1442.
Qurrata A’yuna, “Kontribusi Peran Orangtua dan Guru Mata Pelajaran terhadap
Pengembangan Kreativitas Siswa”, Jurnal Ilmiah Edukasi, Vol. 1, No. 1,
Juni 2015: 11-16.
142
R. Mekar Ismayani. “Kreativitas dalam Pembelajaran Literasi Teks Sastra”, Jurnal
Ilmua Program Studi Pendidikan dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2016:
72.
Rahmazatullaili, Cut Morina Zubainur, Said Munzir, “Kemampuan Berpikir Kreatif
dan Pemcahan Masalah Siswa Melalui Model Project Based Learning”,
BETA: Jrunal Tadir Matematika, Vol. 10, No. 2, Nopember, 2017: 168.
Retnanto, Agus. “Aktualisasi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
pada Pembelajaran Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan di
STAIN Kudus Tahun 2016”, Quality, Vol. 4, No. 1, 2016: 147.
Rohani, “Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini melalui Media Bahan Bekas”,
Rhaudah : Program Studi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, Vol. 5, No. 2,
Desember 2017: 11.
Rohmadi, Syamsul Huda. “Pengembangan Berpikir Kritis (Critical Thingking)
dalam Al-Qur’an: Perspektif Psikologi Pnedidikan”, Jurnal Psikologi Islam,
Vol. 5, No. 1, 2018: 34.
Rudyanto, Hendra Erik. “Model Discovery Learning dengan Pendekatan Saintifik
Bermuatan Karakter untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif”,
Premiere Educadnum, Vol. 4, No. 1, Juni 2014: 43
Rumiyati, Pengaruh Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap Kemampuan Memahami Warahan Siswa Kelas VII SMPN I
Kotabumi Lampung Utara Semester Ganjil Tahun Pembelajarn 2016/2017.
Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2017.
Rusdi. Implementasi Toeri Kreativitas Graham Wallas dalam Sekolah Kepenulisan
di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari Cabeyan Yogyakarta, Muslim
Heritage, Vol. 2, No. 2, November 2017 – April 2018, 259.
Rusdy Ahmad Thu’aimah, Manahij Tadris al-Lugha al-‘Aarbiyyah bi at-Ta’lim al-
Asasi,, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 2001.
S. M. Iqbal Jamluddin & I Gusti Putu Asto B., “Pengaruh Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching and Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Kompetensi Dasar Menerapkan Macam-Macam Gerbang Dasar Rangkaian
Logika di SMK Negeri 7 Surabaya”, Jurnal Pendidikan Elektro, Vol. 4, No.
1, 2015: 75-39.
S. Bayu Wahyono et al, “Etos Belajat Siswa Sekolah Di Daerah Pinggiran”, Jurnal
Penelitian Ilmu Pendidikan, Vol. 8, No. 1, Maret 2016: 9.
Sabil, Husni. Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) Pada
Materi Ruang Dimensi Tiga menggunakan Model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah (MPBM) Mahasiswa Program Studi Pendidikan
143
Matematika FKIP UNJA, Edumatica, Volume 01 Nomor 01, Jambi:
Universitas Jambi, 2011.
Saharuddin & Soehardi, “Pengaruh Kreativitas dan Promosi Jabatan terhadap
Peningkatan Produktivitas”, Jurnal Ilmiah Manajemen Ubhara, Vol. 6, No.
1, April 2019: 4.
Santyasa, I Wayan. “Model-Model Pembelajaran Inovatif”, disajikan dalam
pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA
di Nusa Pemida. 29 juni s.d 1 Juli 2007.
Sari, Dyana Wahyu Perwita. “Pengaruh Bermain Plastisin terhadap Kreativitas
Anak Usia 5-6 Tahun ditinjau dari Bermain Secara Individu dan Kelompok”,
Jurnal Psikologi Pnedidikan dan Perkembangan, Vol. 2, No. 3, Desember
2013: 220.
Selvianiresa, D. & Prabawanto, “Contextual Teaching and Learning Approach of
Mathematics in Primary Schools”, International Confrence on Mathematic
and Science Educayion (ICMSCE): Journal of Physics: Conf. Series 895,
2017: 3.
Setiyawan, Eko. Pembelajaran Kitab Kuning dengan Pendekatan Contextual
Teaching and Learning di MTs Manhijul Huda Ngagel-Dukuhseti-Pati,
Semarang: Magister UIN Walisongo, 2010.
Setyabudi, Imam. “Hubungan antara Adverisi dan Inteligensi dengan Kreativitas”,
Jurnal Psikologi, Vol 9, No. 1, Juni 2011: 2.
Soemantri, Gumilar Rusliwa. “Memahami Metode Kualitatif”, Jurnal Makara,
Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, 2005: 57.
Sihono, Teguh. “Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai Model
Pembelajaran Ekonomi dalam KKB”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 1,
No. 1, February 2004, 76-77.
Silaban, Bojingga. “Hubungan antara Penguasaan Konsep Fisika dan Kreativitas
dengan Kemmapuan Memecahkan Masalah pada Materi Pokok Listrik
Statis”, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan, Vol. 20, No. 1, 2014: 67.
Situmorang, Dominikus David Biondi. “Hubungan antara Potensi Kretaivitas dan
Motivasi Berprestasi Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Angkatan 2010 FKIP Unika Atma Jaya”, Jurnal Bimbingan Konseling
Indonesia, Vol. 1, No.1, Maret 2016: 1.
Siti Maryam, “Pengembangan Kreativitas Berbahasa dalam Menulis Esai”,
Educationist, Vol. 1, No. 2, Juli 2017: 104.
Silfiyah Rohmawati, “Penerapan Hasil Modifikasi Permainan Monopoli Sebagai
Media Pembelejaran Berbicara Bahasa Arab”, Jurnal Al-Mi’yar, Vol. 2, No.
2, Oktober 2019: 167.
144
Siti Zulaiha, “Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan
Implementasinya dalam Rencana Pembelajaran PAI MI”, Balajea: Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, 2016: 50.
Smith, Bettye P. “Instructional Strategies in Family and Consumer Science:
Implementating the Contextual Teaching and Learning Pedagogical
Model”, Journal of Family & Consumer Sciences Education, Vol. 28, No. 1,
2010: 23-28.
Spasic, Minaj. Creativity and Anxiety in Roma and Serbian Adolescents, Original
Scientific Paper, 2015, 77.
Suherman, H. Herman. “Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika”,
Educare, Vol. 2, No. 1, Agustus 203: 56.
Suharmon, “Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa pada Mata Pelajaran
Bahasa Arab Melalui Latihan Komunikatif di MTSN Paninjauan Kabupaten
Tanah Datar”, Ta’dib. Vol. 12, No. 1, Juni 2009: 71.
Sujarno, “Bahasa Artifisial sebagai Salah Satu Ragam Wujud dan Kreativitas
Berbahasa”, Jurnal Buana Sastra, Vol. 2, No. 2, Agustus 2019: 188-189.
Sulastri, “Pengembangan Media Pembelajaran Arabic Thematic Vidio pada
Keterampilan Berbicara bagi Siswa Kelas VIII MTs”, Journal of Arabic
Learning and Teaching, Vol. 5, No. 1, 2016: 25.
Sundari, Faulina. “Peran Guru Sebagai Pembelajar dalam Memotivasi Peserta Didik
Usia SD”, Prosiding Diskusi Panel Pendidikan “Menjadi Guru Pembelajar”
Keluarga Alumni Univeristas Indraprasta PGRI, Jakarta, 8 April 2017: 75.
Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar: 2016.
Supardi U.S, “Peran Berpikir Kreatif dalam Proses Pembelajaran Matematika”,
Jurnal Formatif, Vol. 2, No. 3, 255.
Susilonigsih,Wahyu. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa PGSD pada Matakuliah
Konsep IPS Dasar, Jurnal Pedagogi, Vol. 5, No. 1, 2016: 57.
Susilowati, Dwi. “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Solusi Alternatif Probelamtika
Pembelajaran”, Edunomika, Vol. 2, No. 1, Februari 2018: 42.
Suskandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula, Yogyakarta: Gadjah Mad University Press, 2012.
Sutipyo, “Kreativitas, Pemacu dan Penghambatn dalam Kehidupan Manusia”, Al-
Misbah, Vol. 2, No. 2, Juli 2014.
Syahbana, Ali. “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP
Melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning”, Edumactica, Vol.
2, No. 1, April 2012: 45-57.
145
Syamsuddin Asyrofi, “Pengajaran Bahasa Arab di Madrasah dan Sekolah: Tela’ah
Kritis dalam Perspektif Metodologis”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan Bahasa
Arab, Vol. 13, No. 1, Juni 2017: 29.
Syamsul Hadi, “Pembentukan Kata dan Istilah Baru dalam Bahasa Arab Modern”,
Arabiyat: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 4, No.
2, Desember 2017: 154.
Syutaridhi, “Mengontrol Aktivitas Berpikir Kritis Siswa dengna Memunculkan Soal
Berpikir Kritis”, Jurnal Pendidikan Matematika JPM RAFA, Vol. 2, No. 1,
September 2016: 34.
Sri Wahyuni, et al, “Penerapan Metode Kerja Kelompok untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPS Pada Siswa Kelas III di SDN 15 Biau”, Jurnal Kreatif Tadulako
Online, Vol. 5, No. 3, 2017: 21.
Sri Judiani, “Kreativitas dan Kompetensi Guru Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011: 56-69.
Sri Dadi, “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Pemanfaatn Model Kelas
di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 38 Kota Bengkulu”, Jurnal PGSD: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. 9, No. 2, 2016: 225.
Talizaro Tafanao, “Peranan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat
Belajar Mahasiswa”, Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol. 2, No. 2, Juli
2018: 103.
Tobias, Sigmun & Thomas M. Duffy, Constructivist Instruction: Succes or Failure?,
Chapter 10, Richars E. Mayer, “Constructivism as a Theory of Learning
Versus Constructism a Prescription for Instruction”, (New York:
Routledge,2009), 184.
Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, Sri Harmianto, Model-Model Pembelajaran
Inovatif dan Efektif (Bandung: Alfabeta, 2013: 49-50.
U.A. Deta, Suparmi, S. Widha, “Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek
Kreativitas, Serta Keterampilan Proses Sains terhadap Prestasi Belajar
Siswa”, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesian, Vol. 9, No. 1, 2019: 32.
Ubaidillah, Ibnu. Pembelajaran Kontekstual: Analisis Pembelajaran Bahasa Arab di
Madrasah Aliyah. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008.
Uluul Khakiim et al, “Pelaksanaan Membuka dan Menutup Pelajaran Oleh Guru
Kelas 1 Sekolah Dasar”, Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan
Pengembangan, Vol. 1, No. 9, September 2016: 1730.
Utami, Rini. “Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Langkah
Penyelesaiann Berdasarkan Polya dan Krulik-Rudnick ditinjau dari
Kreativitas Siswa”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 1,
Januari 2013: 96.
146
Wagino Hamid Hamdani & Maman Abdurrahman, “Fenomena Polisemik Bahasa
Arab dalam Al-Qur’an dan Implikasi Pembelajarannya”, Bahasa & Sastra,
Vol. 14, No. 1, April 2014: 25.
Wahab, Muhbib Abdul. “Pembelajaran Bahasa Arab di Era Posmetode”, Arabiyat:
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan KebahasaAraban, Vol. 2, No. 1, 2015:
72.
Wahyudi, “Pengaruh Kreativitas Belajar dan Efikasi Diri terhadap Prestasi Afektif
Melalui Motivasi Berprestasi (Studi Kasus pada Madrasah MTs
Pembangunan UIN Jakarta”, Kreatif: Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen
Universitas Pamulang, Vol. 2, No. 2, April 2015: 89.
Winarti, “Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreartif Siswa”, JPFK, Vol. 1, No. 1, Maret 2015: 1-
8.
Yazid Hadi, “Pembelajaran Maharat al-kalam Menurut Rusydi Ahmad Thu’aimah
dan Mahmud Kamil al-Naqah”, Al-Mahara Jurnal Pendidikan bahasa Arab,
Vol. 5, No. 1, Juni 2019: 67.
Yeti Nurizzati, “Ketertolakan Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas”, Jurnal
Eduaksos, Vol. 3, No. 1, 2014: 114
Yunita, Selly. Salastri Rohiat & Hermansya Amir, “Analisis Kemampuan Berpikir
Kritis Mata Pelajaran Kimia pada Siswa Kelas XI IPA SMAN 1
Kepahiang”, ALOTROP: Jurnla Pendidikan dan Ilmu Kimia, Vol. 2, No. 1,
2018: 34.
Yesi Buadiarti, “Pengembangan Kemampuan Kreativitas dalam Pembelajaran IPS”,
Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro, Vol. 3, No. 1, 2015: 62.
Yuliantoro, Agus. Penelitian Tindakan Kelas dengan Metode Mutakhir untuk
Pengembangan Profesi Guru (Yogyakarta: Andi, 2015), xi.
Yuslam Sungkar dan Partini, “Sense of Humor sebagai Langkah Meningkatkan
Kepercayaan Diri Guru PPL dalam Proses Belajar Mengajara”, Jurnal
Indigenous, Vol. 13, No. 1, Mei 2015: 100.
Zein, Muh. “Peran Guru dalam Pengembangan Pembelajaran”, Jurnal Edukasi, Vol.
V, No. 2, Juli-Desember 2016: 274-285.
Zahratun Fajriah, “Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Arab (Mufradat)
Melalui Penggunaan Media Karti Kata Bergambar: Penelitian Tindakan
pada Siswa Kelas I MI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat Tahun 2015”,
Jurnal Pendidikan Usia Dini, Vol. 9, No. 1, April 2015: 111.
Zetty Azizatun Ni’mah, “Urgensi Penelitian Tindakan Kelas bagi Peningkatakan
Profesionalitas Guru antara Cita dan Fakta”, Realita, Vol. 15, No. 2, Tahun
2017, 12.
147
Zuhratuddin, “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran
Matematika Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Metode Pembelajaran
Kooperatif Model Inkuiri di Kelas VII/A SMP Negeri 1 Darul Kamal Aceh
Besar Semester I Tahun 2010/2011”, Jurnal Serambi PTK, Vol. 1, No. 1,
Juni 2014: 14.
Zulaiha, Siti. “Pendekatan Contextual Teaching and Leaning (CTL) dan
Implmentasinya dalam Rencana Pembelajaran PAI MI”, Jurnal Pendidikan
Islam, Vol. 1, No. 1, 2-16: 51.
BUKU
Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Adami, Pembelajaran Bahasa Arab Pasca Penerapan Syari’at Islam Nanggroe Aceh
Darussalam. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2009.
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif Berbagai Disiplin Ilmu, Jakart: PT. Raja Grafindo
Persada, 2016.
Ainin, M. Metodologi Penelitian Bahasa Arab, Malang: Hilal Pustaka, 2007.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu Qur’an, terjemah Mudzakir AS, Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2015.
Amabile, Teresa M. Growing up Creative (New York: Pinguin, 1998).
Amir, Mohammad Faizal. “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Pemcahan Masalah Matematika siswa Sekolah Dasar”,
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Tema “Peningkatan Kualitas
Peserta Didik melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 24
Oktober 2015: 37.
Ananda, Rusydi et al. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Citapustaka Media,
2015.
Astuti, Indah Kusuma. judul “Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) pada Pembelajaran IPA (Studi Multisitus di MI Negeri
Druju Sumbermanjing Wetan dan SD Alam Generasi Rabbani di
Gondanglegi Kabupaten Malang). Malang: Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, 2015.
Atmawijaya, Tito Dimas. Pengaruh Penerapan Metode Contextual Teaching and
Learning dalam Pengajaran Kosakata Bahasa Inggris siswa kelas 11 di SMA
Negeri 33 Jakarta, A Journal of Language, Literature, Culture and
148
Education, Polygot, Vol. 14, No 2, 2018: 180. (Tangerang, Banten:
Universitas Pamulang, 2018).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Arikunto, Suharsimi. Suhardjono. Supardi. Penelitian Tindakan Kelas Edisi Revisi,
Jakarta: Bumi Aksara: 2017.
Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Berners, Robert G. & Patricla M. Erickson, “Contextual Teaching and Learning:
Preparing Student For the New Economy”, The Highlight Zone: Research
Work, 2001: 1. Diakses di www.nccte.com, 4 April 2019.
Boeree, C. George. Metode Pembelajaran & Pengajaran: Krtik dan Sugesti Terhadap
Dunia Pendidikan, Pembelajaran, dan Pengajaran, terjemah Abdul Qadir
Shaleh. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Bishop, Wendy & David Starkey, Creativity, (University Press of Colorado: Utah
State University Press, 2006), 71.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001.
Craford, Michael L. Teaching Contextually: Research, Rationale, and Techniques
for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and
Science, Texas, CCI Publishing, Inc. 2001.
Creswell, John W. Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research, Fourth Edition. USA: Pearson,
2012.
Davis, Barbara Gross. Perangkat Pembelajaran: Taknik Mempersiapkan dan
Melaksanakn Perkuliahan yang Efektif Edisi kedua, Terjemahan Elok
Dianike (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2013).
Effendy, Ahmad Fuad. Pendekatan, Metode, Teknik, Metodologi Pengajaran Bahasa
Arab, Malang: Misykat Malang, 2005.
Effendi, Ahmad Fuad. Metodologi Pendidikan Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2017.
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008.
Frien, Marilyn & William D. Bursuck, Menuju Pendidikan Inklusi: Panduan Praktis
untuk Mengajar Edisi ketujuh, Terjemahan Annisa Nuriowandari,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Gallagher, James. Samuel Kirk, Mary Ruth Coleman. Educating Exceptional
Childern. Stanford USA: Chengage Learning, 2014.
Ghony, Djunaidi. Penelitian Tindakan Kelas, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Gillespie, Kirsy. Creativity and Preservation. ANU: ANU Press, 2010.
149
Gredler, Margaret E. Bell Learning and Instruction: Theory into Practice, Terjemah
Munandir, Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994.
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:
Bumi Aksara, 2005.
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XVI. Jakarta: Pustaka Panjimas, Cet Oktober, 1999.
Hamid, H. M Abdul et al. Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode, Strategi,
Materi, dan Media, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Hamzaj. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Hendra, Faisal et al. Kemampuan Berbahasa Arab Siswa Madrasah Aliya, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2007.
Hopkins, David. A Teacher’s Guide to Classrom Research, Piladhelpia: Open
University Press, 1993.
Hermawan, Asep. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014.
Hidayatullah, Syarif & Abdullah, Pengantar Linguistik Arab Klasik-Modern,
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial-Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga, 2009.
Intan, Mustafa Muhammad Nuri dan Hafsah. al-‘Arabiyah al-Muyassarah. Ciputat:
Pustaka Arif, Cet I, 2008.
Iskandarwassid & Dadang Suhendra, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.
Johnson, Elaine B. Contextual Teaching Learning; Menjadikan Kegiatan Belajar
Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, terjemah Ibnu Setiawan. Bandung:
Mizan Media Utama, 2011.
Khadijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014.
Kurniawan, Heru. Pembelajaran Kreatif: Belajar Bahasa Indonesia Kurikulum 2013.
Jakarta: Prenadamedia Group, 2015.
Kurniasih, Try Indiastuti. Pengembangan Model Pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) Menggunakan Media Pembelajaran Movie Maker
untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Geografi Siswa kelas XI SMA Negeri
10 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016. Bandar Lampung:
Universitas Lampung, 2016.
Kusuma, Wijaya & Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta:
Indeks, 2012.
M. Gagne Robery. Essential of Learning For Istruction. Illiones: The Drayden Press,
1974.
150
Matsna, Moh. & Raswan. et al, Pembelajaran Bahasa Arab: Pendekatan, Metode,
Strategi, Materi, dan Media, Malang: UIN Malang Press, 2008.
Makmun, Abin Syamsyuddin. Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem
Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran: Mengambangkan Standar Kompetensi
Guru, Bandung: Remaja Rodakarya, 2011.
Merriam, B. Shara. Qualitative Research: A Guide to Design and Implementatiton,
(San Fransisco, Jossey-Bass A Wiley Imprint, 2009.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda, 1991.
Mualimin & Rahmat Arofah Hari Cahyadi, Penelitian Tindakan Kelas Teori dan
Praktik, Yogyakarta: Ganding Pustaka, 2014.
Muhadjir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin,
2000.
Mu’in, Abdul. Analisis Kontastif Bahasa Arab & Bahasa Indonesia: Tela’ah
terhadap Fonetik dan Morfologi, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
Mulyasa, H.E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja
Posdakarya, 2008.
Mulyana, Dedi. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013.
Mustafa, Syaiful. Startegi Pembelajaran Basaha Arab Inovatif, Malang: UIN Maliki
Press.
Muslich, Masnur. Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas itu Mudah, Jakarta:
Bumi Aksara, 2016.
Mustaghfirin, “Implementasi Contextual Teachingn and Learning (CTL) dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Al-
Azhar Syifa Budi Solomanahan Kecamatan Laweyan Kota Surakarta”,
(Tesis Program Pascasarjana Magister Pendidikan Islam: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2013).
Mu’in, Abdullah. Analisis Kontrasif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, Jakarta: Al-
Husna Bary, 2004.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendiidkan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta, RajaGarfindo Persada, 2005.
Miaz, Yalvema. Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru dan Dosen, Padang: UNP
Press, 2017.
Minelli, Liza. Pengaruh Strategi Konstekstual Learning (CTL) dan Motivasi
Belajara terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Matera Al-Qur’an
SMA Swasta Al-Ulum Medan, (Medan: Pascasarjana UIN Sumatera Utara
Medan, 2016).
151
Myers, Mcihael D. , Qualitative Research in Business & Management, Terjemah
M.S Idrus & Priyono, Penelitian Kualitatif di Manajemen dan Bisnis,
Sidoarjo, Zifatama Publisher, 2014.
Nugrahani, Farida. Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Penelitian Pendidikan
Bahasa, Surakarta: 2014.
Nuri, Mustafa Muhammad & Hafsah Intan, al-‘Arabiyah al-Muyassarah, Ciputat:
Pustaka Arif, Cet I, 2008.
Nurihsan, Achmad Junrika. Membangun Peradaban melalui Pendidikan dan
Bimbingan, Bandung: Refika Aditama, 2016.
Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010.
Rachmawati, Tutik & Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang
Mendidik, Yogyakarta: Gava Media, 2015.
Rerey, Heni Voni et al. Metode Penelitian Kualitatif Saja, Jayapura, Nulisbuku.com,
2016.
Rena, Syahidah. Mengatasi Stres Melalui Spiritualitas dan Regulasi Diri Belajar
(Studi pada Mahasiswa Kedokteran di DKI Jakarta, Jawa Barat: Nusa Litera
Inspirasi, 2018.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group, 2009.
Rosyidi, Abd. Whab & Mamlu’atul Ni’mah, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran
Bahasa Arab, Malang: UIN Maliki Press, 2011.
Rusman. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012.
Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problame Based Learning untuk
Meningkatkan Profesionalitas Guru, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.
Sagala, Syaiful. Etika & Moralitas Pendidikan: Peluang dan Tantangan. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013.
Samho, Bartolomeus.Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta: Kanisius,
2013.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Schmitt, Norbert. Language Teaching Reasearch. UK: SAGE, 2008.
Schmitt, Norbert. Language Teaching Reasearch: Instructed Second Language
Vocabulary Learning. UK: Universityy of Nottingham, 2008.
Sears, Susan Jones. Introduction Contextual Teaching and Learning, Bloomington,
Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation, 2003.
Sears, Susan Jones & Susan B. Hers, Contextual Teaching and Learning: Preparing
Teacher to Enhance Student Succes in the Workplace and Beyond School
Information Series No. 376, Washington DC: Eric Publication, 1900.
152
Shaleh, Abdul Rahman. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa,
Jakarta: Rajawali Pers, 2005.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Ciputat: Lentera Hati, 2009.
Shihab, M. Quraish.Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Senjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Skipper, Charles E. & Jack A. Develis. Developing Creative Abilites in Adolescence,
November 1969.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta,
2010.
Sanjaya, Wina, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Starauss, Anselm & Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research: Grounded Theory
Procedure and Techniques, Terjemah Muhammad Shodiq & Imam
Muttaqien, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-
Teknik Teoritisasi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 201.5
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2013.
Sudirman. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987.
Sudjana. Metoda Statistika. Bandung: Tarsitom Edisi ke 5, 1992.
Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung:
Sinar Baru, Algesindo, 2008.
Suhana, Cucu. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama, 2014.
Sudjana, Nana, & Ahmad Rivai’i, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2013.
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Tindakan Kelas Implementasi dan
Pengembangannya (Jakartta: Bumi Aksara, 2013), 2.
Sukmadinata, Nana Syaodih & Erliana Syaodih. Kurikulum & Pembelajaran
Kompetensi. Bandung: Refika Aditama, 2012.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group,
2013.
Suyitno, Metode Penelitian Kualiatif: Konsep, Prinsip dan Operasionalnya,
Tulungagung, Akademia Pustaka, 2018.
153
Tim Penyusunan Pedoman Penulisan. Pedoman Penulisan: Bahasa Indonesia,
Transliterasi,dan Pembuatan Notes Dalam Karya Ilmiah. Jakarta:Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014.
Triyono, “Penelitian Tindakan Kelas: Apa dan Bagaimana Melaksanakannya?”,
Seminar Guru-Guru se UPTD Sumpiuh, Banyumas, 24 Agustus 2008, 1.
Usman, Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Ciputat: Ciputat
Press, 2002.
Wahab, Muhbib Abdul. Epistimologi & Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.
Jakarta: LP.UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Wiriaatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan
Kinerja Guru dan Dosen, Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2006.
GLOSARIUM
154
A
Afektif Mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan
perasaan (tentang gaya bahasa atau makna).
Aktif giar (bekerja, berusaha).
Autthentic Assesment Penilaian yang dilakukan secara komprehensif
berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran,
meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh
usaha siswa yang telah dilakukan mendapatkan
penghargaan
B
Berpikir kritis Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang
terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan
mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan
melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah
kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang
terorganisasi.
Behaviorisme Teori perkembangan perilaku yang dapat diukur,
diamati dan dihasilkan oleh respon pelajar terhadap
rangsangan.
Bekerjasama Mengerjakan tugas bersama-sama dengan membuat
kelompok-kelompok kecil dan otonom.
C
Critical Thingking Mengacu pada sejauh mana laporan siswa
menerapkan pengetahuan sebelumnya pada situasi
baru untuk menyelesaikan masalah, mengambil
keputusan atau membuat evaluasi kritis.
CTL Contextual Teaching and Learning adalah
serangkaian proses pembelajaran yang dilalui siswa
guna membantu siswa menghasilkan suatu karya,
siswa juga mampu mengaplikasikan berbagai
pengetahuan dengan menghubungkan dan
mengaplikasikan semua pengalaman ke dalam
kehidupannya sehari-hari. sehingga siswa terus
berpikir aktif dan kritis dalam menghadapi berbagai
persoalan.
CTE Career and Technical Education adalah serangkaian
kursus yang mengintegrasikan pengetahuan
akademis inti dengan pengetahuan teknis, yang bisa
disebut dengan sekolah kejuruan.
E
155
Ekstrinsik Berasal dari luar (tentang nilai mata uang, sifat
manusia, atau nilai suatu peristiwa); bukan
merupakan bagian yang tidaj terpisahkan dari
sesuatu; tidak termasuk intinya.
Elaboration Strategi elaborasi termasuk, merangkum, membuat
analogi, membuat catatan secara generatif.
Emosi Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam
waktu singkat; keadaan dan reaksi psikologis dan
fisiologi (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan,
kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif.
F
Fleksibel Luwes; mudah dan cepat menyesuaikan diri.
G
Gender Suatu konsep kultural, berupaya membuat
perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-
laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
H
Harapan Sesuatu yang diharapkan; keinginan supaya
menjadi kenyataan.
Holistik Sebuah cara pandang terhadap sesuatu yang
dilakukan dengan konsep pengakuan bahwa hal
keseluruhan adalah sebuah kesatuan yang lebih
penting daripada bagian-bagian yang
membentuknya.
Hiwar Percakapan yang dilakukan secara silih berganti
antara dua aspek atau lebih mengenai suatu topik
dan sengaja diarahkan pada satu tujuan yang
dikehendaki oleh seorang pendidik.
I
Ice Breaking Sebuah kegiatan belajar dinamis, penuh semangat
yang berfungsi untuk memecah kebekuan dan
membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga
terciptanya suatu kondisi belajar yang
menyenangkan bagi siswa.
Implementasi pelaksanaan; penerapan; pengembangan versi kerja
sistem dari desain yang diberikan.
Intrinsik Terkandung di dalamnya (tentang harkat seseorang,
atau suatu peristiwa; harkat seseorang, harkat yang
dimiliki oleh seseorang seperti kehormatan atau
keberanian.
156
Intstrumen Alat yang memenuhi persyaratan akademik,
sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan
data mengenai suatu variabel.
Integrasi Pembaruan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau
bulat; penggabungan aktivitas, program, atau
komponen perangkat keras yang berada di dalam
satu unit fungsional.
Inquiry (menemukan) Proses pembelajaran yang didasarkan pada proses
pencarian penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis, yaitu proses pemindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa
belajar mengunakan keteramplian berpikir kritis.
J
Jumlah Ismiyah Disebut dengan kalimat nominal yang
menunjukkan arti tetap dan terus menerus.
Jumlah Fi’liyah Disebut dengan kalimat verbal menunjukkan arti
timbulnya sesuatu dan temporal.
K
Kreativitas Kemampuan seseorang untuk melihat atau
memikirkan hal-hal yang luar biasa, yang tidak
lazim, memadukan informasi yang tampaknya tidak
berhubungan dan mencetuskan solusi ataupun
gagasan baru yang dicerminkan dari kelancaran,
keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir.
Kognitif Kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional (akal).
Kolaborasi Perbuatan kerjasama untuk membuat sesuatu.
Konstruktivisme Filosopi pembelajaran yang menyarankan siswa
untuk membangun pemahaman mereka sendiri
tentang ide baru. Konstruktivisme memandang
sangat kecil kemungkinan adanya transfer
pengetahuan dari seseorang ke orang lain. Setiap
orang membangun pengetahuannya sendiri.
Kuesioner Suatu teknik pengumpulan informasi yang
memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap,
keyakinan, perilaku dan karakteristik beberapa
orang utama di dalam organisasi yang bisa
terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh
sistem yang sudah ada.
L
Learning Community Masyarakat belajar merupakan konsep
pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan
oang lain.
157
LAD Language Acquisition Device adalah suatu alat
pemerolehan bahasa dan data-data lain yang
bekaitan, dengan melalui pancaindra sebagai
masukan dan membentuk rumus-rumus linguistik.
Otak manusia dipersiapkan secara genetik untuk
berbahasa . untuk itu otak manusia telah dilengkapi
dengan struktur bahasa universal.
M
Maharah Kemahiran, kecakapan, keterampilan.
Maharat al-kalam Kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
yang dipikirkan kepada orang lain secara lisan
dalam konteks bahasa Arab.
Motivasi Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu; usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang
tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau
mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Memori Kesadaran akan pengalaman masa lampau yang
hidup kembali; ingatan; catatan yang berisi
penjelasan; peringatan; keterangan.
Modelling (Pemodelan) memberikan contoh bagaimana mengerjakan
sesuatu sebelum siswa mengerjakan tugasnya. Guru
memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan alat atau bagaimana cara
melafalkan sebuah kalimat asing.
Mufradat Kumpulan kata-kata yang dapat dimengerti oleh
seseorang, dan kata-kata tersebut dapat digunakan
seseorang dalam bidang tertentu dan bisa disiapkan
untuk tujuan tertentu. Mufrdat dalam bahasa Arab
diartikan sebagai kosa kata dalam konteks bahasa
Arab.
Minat Kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu;
gairah; keinginan.
O
Observing (pengamatan) Melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data
dengan mengamati perilaku, peristiwa atau
mencatat karakteristik fisik dalam pengaturan
ilmiah.
Organization Pengorganisasian seperti mengelompokkan,
menguraikan, memilih ide utama dalam membaca
bagian-bagian.
158
P
Psikologis Psikis; keadaan jiwa atau metal.
Prestasi Hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan dan sebagainya).
Planning (perencanaan) Melakukan serangkaian persiapan
penelitian, membuat kesepatakan
mengenai apa yang akan diungkap
dalam penelitian.
Punishment (hukuman) Sebuah cara untuk mengarahkan suatu tingkah laku
agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku secara
umum.
PTK Penelitian tindakan kelas, merupakan tindakan
kelas yang berurusan langsung dengan praktik
dalam situasi alami.
Q
Questioning (Bertanya) Kemampuan atau kebiasaan seseorang untuk
bertanya mengenai suatu hal yang tidak dimengerti.
R
Reflecting (refleksi) Pemantulan; tahapan mengevaluasi atas tindakan
dan hasilnya dikaitkan dengan tujuan yang ingin
dicapai.
Reliability Kehandalan dan keajegan suatu alat ukur.
Rendom Tidak teratur; acak.
Reward (Penghargaan) sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi
tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari
perorangan ataupun lembaga yang biasanya
diberikan dalam bentuk material atau ucapan.
S
Self-Regulated Learning Pengaturan diri dalam belajar yang dilakukan oleh
individu untuk memantau, mengarahkan, mengatur
tindakakan, mengatur tujuan untuk memperoleh
informasi, memperluas keahlian dan perbaikan diri.
Strategi rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai suatu sasaran yang khusus.
Student Center Prose pembelajaran yang berpusat pada siswa
sehungga siswa memperoleh kesempatan dan
fasilitas untuk dapat membangun sendiri
pengetahuannya.
U
Upaya Usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan
sebagainya), daya upaya.
159
Utilitas Faedah, kegunaan, manfaat.
V
Validitas Kevalidan suatu item dalam mengukur.
160
INDEKS
A
Abd Aziz · 111
Abdul Chaqil Harimi · 53
Abdul Gafur · 41
Abdul Majid · 82
Abdul Mun’in, · 3
Abdul Rahman Shaleh, · 49
Abdul Wahab Rasyidi · 44
Abdullah Mu’in · 52
Achmad Junrika Nurihsan · 116
Achmad Muhlis · 53
Achmad Mulis · 52
Achmad Syarifusdin · 115
Acting · 59, 61, 73, 82, 128
Agung Setiawan · 113
Agus Yuliantoro · 57, 80
Ahmad Fauzan · 40, 104
Ahmad Fuad Effendi · 6, 114
Ahmad Nurcholis · 110, 118
Ahmad Susanto · 1
Ahmad Susasnto · 120
Ali Syahbana · 49
Al-Qur’an · 90
Al-Qur’an · 2, 3, 4, 24, 25, 62, 66, 71,
72, 77, 79, 82, 90, 112, 130
Amatullah Faaizalu Maghfirah · 27
Amirudin · 117
Annisa Fadillah · 38
apersepsi · 75, 76, 83, 86, 125
Ari Khairurrijal Fahmi · 69
Asani · 104
Asep Muhammad Saepul Islam · 19,
54, 122
Asmadawati · 115
Asto · 37
Azkia Muharom Albantani · 119
B
Bagus Andrian Permata · 111
bahasa Arab · 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22, 23,
26, 27, 28, 29, 31, 32, 52, 53, 56,
67, 70, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78,
80, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 92,
93, 94, 95, 98, 100, 101, 102, 103,
105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,
112, 113, 114, 115, 116, 117, 118,
119, 120, 121, 122, 123, 124, 125,
126, 128, 129, 130, 131
Barbara Gross Davis · 107, 123
Bartolomeus Samho · 116
Batmang · 116
belajar · 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12,
13, 24, 25, 26, 27, 30, 34, 35, 36,
37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46,
47, 50, 52, 56, 58, 59, 61, 62, 64,
65, 66, 67, 70, 72, 74, 75, 76, 77,
79, 80, 81, 83, 84, 85, 88, 94, 95,
101, 102, 104, 105, 106, 107, 109,
110, 111, 113, 115, 121, 122, 123,
125, 126, 127, 128
Berns dan Erickson · 34
berpikir kreatif · 11, 36, 43, 50, 51,
109, 129
Berpikir kritis · 23, 41, 49, 108, 109,
123
Bincy Mathew · 9
Bojingga Silaban, · 51
Bruce Joyce · 104
161
C
C. George Boeree, · 3
Chomsky · 111, 112
Chrisant Florence Lotulung · 36
classroom action research · 69
contextual teaching and learning · 5,
11, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21,
22, 23, 24, 25, 26, 27, 30, 31, 32,
81, 84, 93, 94, 98, 103, 105, 106,
107, 108, 109, 110, 116, 123, 127,
129, 130
Contextual Teaching and Learning ·
10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 20,
21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 33, 34,
36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45,
46, 47, 49, 53, 54, 60, 67, 70, 71,
75, 80, 86, 88, 89, 90, 100, 102,
104, 106, 107, 109, 110, 128
Cooperative Integrated Reading and
Composition · 17, 18, 19
CTL · 5, 10, 13, 15, 17, 18, 21, 22,
23, 24, 25, 26, 27, 29, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44,
45, 46, 47, 48, 55, 56, 57, 61, 90,
100, 104, 107, 110
D
David Hopkins · 58
Dean Simonton · 10
Dedy Juliandri Panjaitan · 43, 109
Devi Masruroh · 102
E
Eko Setiyawan · 20
Elaine B. Johnson · 11, 40, 41, 42, 43,
44, 106, 117
Emzir · 31
Endang Fadli · 58
Endang Koswara · 100
Erfan Gazali · 101, 104
Ernes ER. Hilgard · 1
F
Fachruddin · 17
Fadhilah · 38, 44
Faisal Hendra · 4, 111, 114
Faiz Maddha Aufa · 112
Farida · 31, 32, 38
Fatma Dewi · 38
Firdaus · 38, 49
Firia Lestari · 48
Fitriliza · 69
G
Gallagher · 8
Gegne · 2
Guntur · 117
H
Halimatus Sa’diyah · 99, 105
Hapsah · 49
Hasan Sefuloh · 101, 104
Hasanudin · 113
Hasbi Wahy · 116
Hepy Hapsari Kisti · 48
Hiwar · 52, 73
Husni Sabil · 26, 27
I
Ibnu Ubaidillah · 13, 14
Imam Asrofi · 100
162
Imam Setyabudi · 48
Indah Kusuma Astuti · 25, 26
Inge · 109
Inquiry · 45
Iskandarwassid · 52
Islam · 3, 4, 6, 15, 16, 18, 19, 20, 21,
24, 25, 26, 46, 52, 54, 61, 62, 63,
69, 71, 73, 78, 90, 99, 100, 102,
104, 107, 116, 118, 119, 120, 121,
122, 128, 130
J
Jamaluddin · 37
Jeni Sri Gantini · 100
John Dewey · 34
K
Kemampuan Kalam · 12
kognitif · 25, 39, 44, 47, 76, 96, 105,
106
kolaboratif · 69, 71, 104
konstruktivisme · 12, 34, 44, 104
Konstruktivisme · 44, 80, 104
kontekstual · 10, 11, 13, 14, 16, 24,
25, 36, 37, 39, 40, 43, 54, 56, 101,
102, 104, 106, 109, 115
kreativitas · 2, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 19, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28,
30, 31, 32, 33, 48, 49, 50, 51, 60,
70, 88, 90, 91, 93, 94, 95, 96, 109,
112, 117, 126, 127, 128, 129, 131
Kreativitas · 8, 9, 10, 11, 14, 15, 27,
48, 49, 50, 51, 55, 88, 90, 91, 92,
93, 94, 95, 96, 113, 115, 117, 127
L
Liza Minelli · 24, 25
M
Maharah · 6, 52, 53, 97, 115
maharat al-kalam · 5, 6, 11, 13, 16,
19, 21, 25, 70, 88, 90, 98, 99, 100,
109, 123, 125, 126, 128, 129, 131
Maharat al-kalam · 5, 13, 97
Mainizar · 53, 114
Majidatun Ahmala · 106
manajemen madrasah · 120, 128
Maneerat Pinwanna · 38
Mardianto · 17
Margaret E. Bell Gredler, · 1
Marni · 111
Marsha Weil · 104
Masnur Muslich · 69, 79
Maspalah · 115
Masyarakat Belajar · 46
Meilan Arsanti · 110
Michael D. Myers · 30, 31
Miles & Huberman · 31
Minat · 27, 78, 80, 100, 106, 115, 121
Mochamad Syaifudin · 118
Modelling · 46
Moh. Tamimi · 123
Mohammad Faizal Amir · 47
Motivasi · 17, 24, 25, 39, 49, 54, 76,
83, 95, 108, 121
Muhaimin · 118
Muhamad Afandi, · 58
Muhammad Jafar Shodiq · 112
Muhandis Azzuhri · 117
Muhbib Abdul Wahab · 3, 4, 22, 23,
54, 55, 119
Munandar · 48, 95
163
Murti Bandung · 38
Murtiani · 40, 104
Muspika Hendri · 52, 116
Mustafa Muhammad Nuri · 3
Mustaghfirin, · 46
Mustamin Fattah · 113
Muzdalifah · 15
N
Nana Syaodih · 9, 28
Nisaul Jamilah · 117
Novisita Ratu · 48
Nurdalilah · 102
Nurul Khasanah · 110
Nurul Mufidah · 111
O
Observing · 59, 61, 78, 87, 128
Oemar Hamalik · 1, 8, 127
autentik · 36, 38, 39, 47
P
penelitian tindakan kelas · 14, 15, 16,
19, 21, 23, 25, 26, 57, 58, 59, 60,
67, 68, 69, 70, 83, 87
Penilaian autentik · 43, 110
Planning · 59, 71, 81, 128
Pritta Yunitasari · 108
PTK · 14, 15, 33, 45, 57, 58, 59, 60,
61, 68, 69, 70, 71, 81, 89
Putri Dwi Aliyati · 50
R
Rahmawati · 115, 117
Ratwa Eulan · 40, 104
Refleksi · 47, 59, 71, 79, 80, 81, 87
Rifqi Muntaqo · 102
Rini Utami · 49
Rumiyati · 17, 18
Rusdy Ahmad Thu’aimah · 98, 119
Rusmono · 44, 67, 86
S
Sampiril Taurus Tamaji · 16, 17
self-confidence · 99, 105
Siti Zulaiha · 102, 107
Siwi Febriani · 48
Sri Dadi · 100
Suaeba · 21
Suharsimi Arikunto · 30, 59, 68, 81,
89, 92, 103
Sulastri · 117
Suparno · 44
Supriyati · 127
Susan B. Hers · 38
Susan Jones Sears · 37, 38
Susriyati Mahanal · 51, 96
Suwadi · 71
Suyitno · 30
Syahruddin · 17
Syaiful Sagala · 3
Syamsul Hadi · 112
Syutaridhi · 109
T
Talizaro Tafanao · 106
Tito Dimas Atmawijaya · 21, 22
Tony Setiabudhi · 102
Try Indiastuti Kurniasih · 23, 24
Tutik Rachmawati · 105
164
U
Umi Machmudah · 4, 44
W
William Dharma · 9
Wina Sanjaya · 44, 47, 48, 70
Y
Y. Bustanmi · 38
Yalvema Miaz · 69
166
Notulasi Ujian Proposal Tesis
Senin, 18 Maret 2019
Nama : Leo Satria
NIM : 21171200000039
Judul Tesis : Impelentasi Contextual Teaching and Learning dalam
Meningkatkan Kreativitas dan Kemampuan Kalam Bahasa Arab
pada Siswa Kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Penguji : Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
Dr. JM Muslimin, MA
Dr. Yuli Yasin, MA
Pertanyaan dan saran
Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
1. Mana abstrak : kunci untuk memenuhi karya ilmiah.
2. Typo measih bertebaran.
3. Cek plagiat masih tinggi, mohon dikoreksi kembali.
Dr. JM Muslimin, MA
1. Tolong tambah lagi referensinya.
2. Perhatikan cara penulisan pedoman Pascasarjana UIN.
Dr. Yuli Yasin, MA
1. Yang hendak diteliti apa sesungguhnya ?
2. Sama tidak implementasi dengan penerapan ?
3. Outlinenya tidak ada, tolong untuk dilengkapi.
4. Tolong perhatikan cara pembuatan abstrak.
167
Notulasi Ujian Work In Progres I Tesis
Jum’at, 9 Agustus 2019
Nama : Leo Satria
NIM : 21171200000039
Judul Tesis : Impelentasi Contextual Teaching and Learning dalam
Meningkatkan Kreativitas dan Kemampuan Kalam Bahasa Arab
pada Siswa Kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Penguji : Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
Dr. JM Muslimin, MA
Dr. Usep Abdul Matin, MA
Pertanyaan dan saran
Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
1. Teliti lagi penggunaan istilah ataupun kalimat asing.
2. Sendirikan artikel jurnal di daftar pustaka supaya jelas updatenya.
3. Tulis paragraf penjelasan pada awal bab II, dijelaskan apa yang ingin
dibahasa pada bab tersebut.
4. Lengkapi bab II dengan diagram atau tabel, dkk untuk memfasilitasi
diskursus pemahaman.
Dr. JM Muslimin, MA
1. Perhatikan kode etik penelitian.
2. Silahkan buat pengukuran untuk penelitian selanjutnya.
3. Dirubah judul jangan ditulis Bab II Pembahasan, tetapi buat judul apa yang
ingin dibahas.
4. Masih sebatas definisi teori saja.
5. Perhatikan cara penulisan footnote yang berulang di satu halaman.
6. Diramu menjadi satu kerangka.
Dr. Usep Abdul Matin, MA
1. Literatur review harus memuan dari 15 artikel baik nasioanal maupun
internasional.
2. Wajib ada dokumen-dokumen tentang implementasi contextual teaching
and learning dari MP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Harus ada questionare.
4. Di latarbelakang sebutkan temuan temuan terdahulu.
5. Harus ada tenggapan siswa MP mengenai kondisi belajar di lungkungan
Madrasah Pembangunan UIN.
168
Notulasi Ujian Work In Progres II Tesis
Selasa, 17 Maret 2020
Nama : Leo Satria
NIM : 21171200000039
Judul Tesis : Impelentasi Contextual Teaching and Learning dalam
Meningkatkan Kreativitas dan Kemampuan Kalam Bahasa Arab
pada Siswa Kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Penguji : Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA
Arif Zamhari, M.Ag, Ph. D
Pertanyaan dan saran
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
1. Penelitian ini penelitian menggunakan metode kualitatif atau metode
kuantitatif ?. Judulnya lebih mengarah pada metode positivisme, Aliran
penelitiannya menggunakan metode kualitatif menggunakan pendekatan
PTK, kemudian kesimpulannya juga berbasis positivisme, karena kata-kata
“efektif” itu lebih kepada hasil angka-angka.
2. Pilih metode apa yang digunakan, jika memilih metode kualitatif maka judul
redaksinya, arahnya dan kesimpulannya di rubah.
3. Penelitian terdahulu dalam bidang bahasa Arab.
Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA
1. Bab I dan Bab II terlalu panjang, diminta untuk memadatkan lagi, utamanya
pada bab I di bagian penelitian terdahulu yang relevan, yang mencapai 15
halaman, sekiranya diambil yang relevan saja sesuai pedoman penulisan
Pascasarjana UIN Jakarta sekitar 7 sampai 10 penelitin terdahulu yang
relevan.
2. Pastikaan ejaan/penulisan istilah utamanya yang berbahasa Inggris dan
bahasa Arab, seperti pada halaman 17.
3. Masukkan rujukan jurnal berbahasa Arab.
Arif Zamhari, M.Ag, Ph. D
1. Jenis kelamin penelitian anda apakah kualitaif atau kuantitatif ?
2. Yang dimaksud kreatif itu seperti apa ?
3. Perhatikan penulisan abstrak.
169
Notulasi Ujian Komprehensif
Senin, 4 November 2019
Nama : Leo Satria
NIM : 21171200000039
Judul Tesis : Impelentasi Contextual Teaching and Learning dalam
Meningkatkan Kreativitas dan Kemampuan Kalam Bahasa Arab
pada Siswa Kelas XI MA Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Penguji : Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
Arif Zamhari, M.Ag, Ph. D
Pertanyaan dan saran
Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
1. Bagaimana perbedaan dan persamaan pendidikan bahasa Arab di Madrasah
Aliyah dan di pondok pesantren ?
2. Bagaimana pembelajaran bahasa Arab bisa efektif di sekolah umum seperti
di Madrasah Aliyah Pembangunan ?
Arif Zamhari, M.Ag, Ph. D
1. Sebutkan apa saja teori dari al-Zarnujy ?
2. Bagaimana teori al-Zarnujy dalam pembelajaran bahasa Arab, apakah masih
relevan di era sekarang ?
3. Bagaimana praktek teori dari al-Zarnuji dalam pembelajaran bahasa Arab ?
170
Notulasi Ujian Pendahuluan Tesis
Jum’at, 1 Mei 2019
Nama : Leo Satria
NIM : 21171200000039
Judul Tesis : Pembelajaran Bahasa Arab Dengan Pendekatan CTL dalam
Meningkatkan Kreativitas & Maharat Al-Kalam (Study PTK Di
MA Pembangunan UIN JAKARTA).
Penguji : Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor
Dr. JM Muslimin, MA
Dr. Usep Abdul Matin, MA
Pertanyaan dan saran
Prof. Dr Ahmad Thib Raya, MA
1. Referensi dari jurnal masih perlu ditambah.
2. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar masih perlu dilakukan.
3. Bab I – V sudah lengkap dan memenuhi syarat.
Prof. Dr. Aziz Fahrurrozi, MA
1. Judulnya terlalu panjang cukup “Pembelajaran Bahasa Arab dengan
Pendekatan CTL dalam meningkatkan kreativitas & kemahiran kalam
(study PTK di MA Pembangunan).
2. Teknik penulisan abstrak di perbaiki kembali.
3. Tulisan abstrak bahasa Arab yang diperbaiki kembali.
4. Urutan setelah identifikasi adalah pembatasan terlebih dahulu bukan
perumasan masalah.
5. Yang diteliti apakah proses pembelajaran atau hasil pembelajara, sebaiknya
perumusan masalah diperbaiki kembali.
Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA
1. Memperbaiki tata bahasa Indonesia & bahasa Arab.
2. Menghapus kata-kata yang berlebihan.
3. Perhatikan penggunakan kata sambung.
4. Perhatikan konsistensi penulisan.
5. Gelar akademik tidak perlu ditulis.
6. Perhatikaan EYD.
7. Perhatikan penulisan tanda baca.
8. Untuk siklus PTK menggunakan teori siapa.
9. Cantumkan sumber sitasi data sekolah MA Pembangunan dari mana.
10. Saran untuk dipersingkat saja.
171
Arif Zamhari, M.Ag, Ph.D
1. Perbaiki abstrak.
2. Perhatikan EYD.
3. Tidak perlu membahas teori tentang kreativitas di bab IV langsung fokus ke
temuan penelitian.
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
Top Related