Pembangunan Pendidikan
Untuk Bonus Demografi Indonesia 2020-2040
Oleh : M. Andi. K
Anggota Kelompok Penulis Tirtaaksara Buku
Kuningan Jabar
Pada umumnya pertambahan jumlah penduduk adalah persoalan bagi perjalanan
pemerintahan. Sebab, setiap pertambahan kuantitas manusia, sama artinya dengan harus
bertambahnya berbagai pelayanan Negara yang harus disediakan untuk rakyatnya. Yang
artinya adalah Negara harus lebih banyak menghabiskan uang, tenaga, dan waktu lebih
besar lagi.
Tapi, tidaklah demikian bagi Indonesia 2020 s/d 2035. Pertambahan penduduk yang terjadi
pada rentang waktu tersebut justru menyediakan komposisi penduduk yang sangat
menguntungkan. Karena pada waktu itu, jumlah penduduk usia muda atau usia produktif
jauh lebih besar disbanding jumlah penduduk usia tua dan anak-anak. Kalau seluruh
penduduk usia muda itu bekerja atau berpenghasilan, akan sangat menguntungkan Negara,
sebab penghasilan mereka adalah surplus atau jauh lebih besar dari kebutuhan membiayai
penduduk tidak produktif anak-anak dan manula. Dalam istilah demografi, komposisi
penduduk yang menguntungkan ini disebut dengan istilah Bonus Demografi.
Di Indonesia, tahun 2025, akan ada lebih dari 100 juta penduduk usia produktif. Kalau saja
mereka bergaji atau berpenghasilan rata-rata 2 juta rupiah perbulan, sama artinya bahwa
saat itu penghasilan bersama pemuda Indonesia adalah lebih dari 200 triliun rupiah
perbulan, atau pertahun lebih dari 2400 triliun rupiah. Angka ini belum termasuk yang
bersumber dari berbagai pajak lain seperti pajak kendaraa bermotor, pajak pendapatan
perusahaan besar, importer, atau exporter, dan berbagai hasil bumi Negara lainnya. Dan
angka potensi besar dari penghasilan ini akan terus bertambah besar sepanjang tahun 2025
s/d 2035.
Di tengah masyarakat, jumlah besar penduduk yang punya penghasilan ini akan pula sangat
menyuburkan kehidupan ekonomi. Sebab, semakin besar penduduk yang punya daya beli,
akan semakin besar pula kesempatan munculnya berbagai jenis lapangan kerja. Yang
artinya juga adalah akan semakin banyak penduduk yang berpenghasilan tetap secara
formal maupun informal.
Di sebuah pemukiman kawasan industri, kita tahu persis bahwa bersama daya beli dari para
pekerja yang ada disana telah tumbuh pula berbagai pekerjaan informal yang memberi
penghasilan besar bagi banyak manusia dan keluarga lain. Di samping-samping pabrik, atau
di jalan-jalan pemukiman karyawan pabrik, telah berdiri berbagai warung, toko, atau
pedagang kaki lima ketoprak, mie ayam, teh botol , gorengan da lainnya. Yang tentu saja,
para pedagang informal ini tidak akan mungkin tumbuh subur jika saja disana hanya ada
sedikit saja orang yang berpenghasilan tetap.
Bagaimana Cara Mengolah Bonus Demografi ?
Bonus demografi bukanlah cek atau koin emas yang bisa begitu saja ditukar menjadi
pembeli barang atau jasa pemenuh kebutuhan. Ia hanyalah kesempatan besar, yang kalau
tidak di olah atau dimanfaatkan dengan baik hanya akan menjadi cerita kosong belaka.
Bahkan, bisa saja kesempatan ini menjadi bahaya besar atau demographic dissaster, yaitu
ketika penduduk besar itu adalah penduduk-penduduk yang nakal, tidak beragama, dan
terpuruk secara ekonomi.
Cara mengolah yang paling umum adalah melalui pembangunan pendidikan yang langsung
berorientasi produktifitas ekonomi. Agar, ketika kohort usia mereka kelak hadir sebagagai
warga usia produktif, mereka adalah benar-benar menjadi pekerja produktif yang memberi
kontribusi besar bagi pembiayaan Negara bersama.
Menteri Pendidikan Indonesia, M. Nuh., memilih moda pengolahan bonus demografi melalui
penyiapan mereka kepada tenaga kerja menengah dan pasca menengah yang trampil.
Sebab, menurut beliau, di Indonesia yang berpenduduk besar ini sangat tidak mungkin kalau
kita menyiapkan terlalu banyak orang untuk posisi direktur atau manager bagian. Yang
paling mungkin dan realistis adalah menyiapkan mereka untuk menjati tenaga-tenaga
trampil yang meskipun tidak berposisi tinggi, tapi bisa berpenghasilan baik untuk mencukupi
keluarga, bisa membayar pajak bagi Negara, dan melalui daya beli mereka bisa turut
menyuburkan berbagai pekerjaan sektor informal di sekitar perumahan atau lokasi kerja (M.
Nuh :2013, “Pemikiran Pendidikan M.Nuh”).
Namun, sekalipun kebanyakan dari mereka dalam proses pendidikannya lebih difasilitasi
kepada pendidikan ketrampilan, mereka tetap diberi kesempatan untuk melanjutka
pendidikan hingga tingkat yang setinggi mungkin, ke S1, S2 atau ke S3. Sehingga, Menurut
M. Nuh, adalah tidak benar kalau kita saat ini sedang menyiapkan bangsa kuli atau bangsa
tenaga kerja pabrik saja.
Pelajaran penting yang bisa menjadi contoh sukses, dan bekal optimis strategi Mendikbud
itu adalah apa yang sudah berhasil dijalani oleh China dan India. Kedua Negara yang
sangat over populasi itu secara tepat telah mengarahkan penduduk usia mudanya untuk
menjadi tenaga kerja trampil, yang siap mengisi berbagai industri besar di negerinya. Hasil
kerja China dan India dalam jurus demikian adalah seperti yang dapat disaksikan saat ini
dalam arena perdagangan dunia. China dan India adalah dua industri besar yang sangat
berhasil membanjiri berbagai belahan dunia dengan produk mereka. Khusus di Indonesia,
kita dapat menyaksikan dengan matakepala sendiri betapa disetiap sudut pasar seluruh
Indonesia saat ini telah di banjiri oleh produk China.
Tiga target pasar kerja menengah yang harus segera disiapkan manpower-nya adalah ; (i)
pasar kerja industri, (ii) permintaan tenaga kerja trampil di luar negeri (iii) olahan baru dari
berbagai potensi lokal yang asli Indonesia.
Di dalam negeri, pasar kerja industri nasional pasti akan terus menaik dan membutuhkan
lebih banyak lagi para tenaga trampil menengah. Master plan, percepata pembangunan
ekonomi Indonesia saat ini telah menyiapkan tiga koridor pembangunan nasional. Yang
kesemuanya pasti akan menyediakan berbagai pasar kerja menengah baru dalam bidang
industry.
Di luar negeri, banyak Negara maju saat ini yang kebingungan karena jumlah penduduk
mereka terus berkurang. Sebab kebanyakan rakyat mereka lebih memilih hidup bebas tanpa
anak, atau cukup dengan anak satu atau dua orang saja. Akibatnya, banyak posisi tenaga
kerja menengah yang tidak mungkin mereka isi dengan tenaga asli lokal. Dan ini tentunya
akan sangat jadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk turut mengisi secara lebih bernilai.
Di berbagai pelosok daerah, Indonesia yang luas ini pasti memiliki banyak potensi-potensi
yang belum tergarap sempurna. Yang pasti bisa menjadi kesempatan untuk para tenaga
kerja trampil yang punya nilai plus, yaitu plus dari sisi kemampuan mengobservasi dan
memanfaatkan berbagai potensi yang mereka temukan.
Untuk, itu semua, Jalan yang paling baik adalah dengan memuluskan jalan tol pendidikan
yang tidak boleh ada hambatan apapun sampai dengan tingkat pendidikan menengah dan
paska menengah trampil (SMU/SMK/ D2/D3). Melalui Program Pendidikan Menengah
Universal, Indonesia mentargetkan bisa menebar pendidikan merata dan meluluskan
seluruh pelajar di Indonesia minimal pada tingkat SMU/SMK.
Sayangnya, menurut kabar terakhir, Dikmen Kemdikbud, tampaknya sedikit menggeser
program jalan tol ini menjadi tidak lagi gratis murni. Dari yang awalnya di programkan untuk
membebaskan murni seluruh biaya pendidikan, kepada ‘masih boleh menarik biaya’ dari
beberapa pelajar kecuali dari mereka yang latar belakang keluarganya kurang mampu saja.
Dalam soal pengelolaan keuangan, sebuah peluang kurang baik biasanya akan lebih mudah
dan cepat berlanjut menjadi efek negatif, dibandingkan dengan sebuah peluang baik yang
berkembang menjadi baik.
Sebagai rakyat, yang bisa kita lakukan hanyalah berdo’a lebih banyak agar pemerintah lebih
konsisten dengan sumpahnya, bahwa rakyat Indonesia tahun 2020-2023 harus minimal
lulusan SMU/SMK.
M. Andi. KwData pribadi : Nama : M. Andi. KTirta aksara writing club, Kuningan-JabarJalan veteran 145 (belakang 105) Kuningan 45511No. KTP : 3208090909650001
Top Related