Download - Pembahasan Sch.paranoid

Transcript
Page 1: Pembahasan Sch.paranoid

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis dari berbagai keadaan

psikopatologis yang sangat mengganggu yang melibatkan proses pikir, emosi,

persepsi dan tingkah laku. Skizofrenia merupakan golongan psikosa yang ditandai

dengan tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai

realitas (RTA). Terdapat lima subtipe skizofrenia, yaitu skizofrenia paranoid,

disorganized schizophrenia, catatonic schizophrenia, undifferentiated

schizophrenia, dan residual schizophrenia.

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif

tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Skizofrenia paranoid

adalah tipe yang paling sering terjadi. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham

primer, disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Pasien skizofrenia datang

ke rumah sakit karena adanya gejala waham, halusinasi dan gejala-gejala yang

tidak bisa ditoleransi oleh masyarakat. Halusinasi dapat mempengaruhi kehidupan

seseorang. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa gejala halusinasi yang paling

sering adalah halusinasi pendengaran yaitu sebesar 70%.3 Setelah dilakukan

pemeriksaan yang teliti ternyata didapatkan adanya gangguan proses berfikir,

gangguan afek, emosi dan kemauan.

Studi Bank Dunia pada tahun 1995 di beberapa Negara menunjukkan

bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years

(DALY's) sebesar 8.1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh masalah

kesehatan jiwa. Status jiwa yang buruk akan menurunkan produktifitas sehingga

menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Berdasarkan riskesdas 2007 disebutkan prevalensi gangguan jiwa berat

seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat adalah 0.5 %

(berdasarkan keluhan responden atau observasi pewawancara). Sebanyak 7

provinsi mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat sebesar diatas prevalensi

nasional yaitu NAD, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bangka Belitung,

Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Prevalensi

nasional gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun

adalah 11.6 %.

Page 2: Pembahasan Sch.paranoid

2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Kata skizofrenia pertama kali diidentifikasi pada 1908 oleh ahli psikiatri

Swiss, Eugen Bleuer, untuk mendeskripsikan sekumpulan gangguan mental yang

dikarakteristikkan sebagai pikiran (phrenia) yang pecah (schizo). Konsep

skizofrenia Bleuer didasarkan pada gambaran sekumpulan gangguan jiwa yang

disebut demensia prekoks oleh ahli psikiatri Jerman, Emil Kraepelin, pada 1896.

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

III) menempatkan skizofrenia pada kode F20.

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima

dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan

berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai

dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).

Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya

tetap terpelihara. Walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang

kemudian.

Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil

terapi yang optimal, klinikus perlu memperhatikan beberapa fase gangguan

skizofrenia yaitu fase prodromal, fase aktif, dan fase residual. Hasil akhir yang

ingin dicapai adalah penderita skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang

pekerjaan, sosial, dan keluarga.

Pada fase prodromal biasanya timbul gejala – gejala yang nonspesifik

yang lamanya bisa minggu, bulan, ataupun labih dari satu tahun sebelum onset

psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi hendaya fungsi pekerjaan, fungsi

sosial, fungsi penggunaan waktu luang, dan fungsi perawatan diri. Perubahan –

Page 3: Pembahasan Sch.paranoid

3

perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan

teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti dulu”. Semakin lama fase

prodromal, semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif/psikotik

menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi

disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang pada fase ini, bila tidak

mendapat pengobatan gejala – gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat

mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase

residual dimana gejala – gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala

positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala – gejala yang terjadi pada

ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif

berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan, dan

eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).

Seseorang dikatakan memasuki fase prodromal atau fase residual jika

memenuhi minimal dua dari kriteria berikut (1) isolasi sosial atau penarikan diri;

(2) perburukan fungsi sebagai pekerja, siswa, atau fungsi dalam rumah; (3)

bertingkah laku aneh (misalnya mengumpulkan sampah, berbicara sendiri di

depan umum, atau menimbun makanan); (4) perburukan dalam hal kebersihan dan

perawatan diri; (5) afek tumpul, datar atau tidak wajar; (6) bicara tidak agresif,

tidak jelas, sangat rumit, berputar – putar, atau metafora; (7) memunculkan ide

yang aneh, berpikiran gaib (seperti tembus pandang, telepati, “indera keenam”,

“orang lain dapat merasakan pikiran saya”), pemikiran sangat ingin dihargai,

waham referensi; (8) persepsi pengalaman yang tidak biasa, seperti merasakan

kehadiran keuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada.

2.1.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III

2.2.1 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya

dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. - “thought echo”= isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isnya

sama namun kualitasnya berbeda

- “thought insertion or withdrawl” yaitu isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya

Page 4: Pembahasan Sch.paranoid

4

- “thought broadcasting” yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya.

b. - “delusion of control” yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh

sesuatu kekuatan tertentu dari luar

- “ delusion of influence yaitu waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekutan tertentudari luar atau

- “ delusion of passivity” yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya” secara jelas

merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau

pengindraan khusus)

- “delusional perception” yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjizat)

c. Halusinasi Pendengaran

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien atau;

- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara) atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan

diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

2.2.2 Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

(over-value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu atau berbulan- bulan terus menerus

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme.

Page 5: Pembahasan Sch.paranoid

5

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme

dan stupor

h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan mennurunnya

kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan

depresi atau neuroleptika

2.2.3 Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap

fase nonpsikotik prodromal)

2.2.4 Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan

tidak berbuat sesuatu, sikap larut dan dalam diri sendiri (self-absorbed

attitude), dan penarikan diri secara sosial.

2.1.3 Klasifikasi skizofrenia

2.1.3.1 Skizofrenia paranoid : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,

adanya waham dan atau halusinasi yang menonjol, adanya gangguan

afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

2.1.3.2 Skizofrenia hebrefenik : memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,

onset biasanya mulai 15-24 tahun, adanya gejala yang mencolok yaitu

bicara kacau, gangguan kebiasaan, afek yang datar dan tidak sesuai,

kriteria tidak ditemukan pada tipe katatonik

2.1.3.3 Skizofrenia katatonik : memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia,

terdapat satu atau lebih yang mendoinasi gambaran klinisnya yaitu stupor,

gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu , negativisme, rigiditas,

flexibilitas cerea/ waxy flexibility, dan gejala lain seperti command

automatism.

2.1.3.4 Skizofrenia undifferented: tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis

skizofrenia paranoid, hebrefenik, atau katatonik

Page 6: Pembahasan Sch.paranoid

6

2.1.3.5 Skizofrenia residual: Tidak adanya waham menetap, halusinasi,gangguan

bicara, gangguan yang nyata atau perilaku katatonik, adanya gejala

negativ atau adanya dua atau lebih gejala yang ada pada kriteria umum

skizofrenia.

2.1.3.6 Skizofrenia Simplek: Diagnosis skizofrenia simplek sulit dibuat secara

meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang

berjalan perlahan dan progresif dari gejala negatif yang khas dari

skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham atau

manifestasi lain dari episode psikotik dan disertai dengan perubahan -

perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai

kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan

hidup dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala

psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.

2.1.4 Epidemiologi Skizofrenia

Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi

skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2 % hingga 2 % tergantung di daerah

atau negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime

prevalensi skizofrenia diperkirakan antara 0,5 % dan 1 %. Karena skizofrenia

cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis) maka angka insidensi

penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi dan diperkirakan

mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia sendiri angka penderita

skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25

tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk.

Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan

menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2 %. Di Indonesia angka yang

tercatat di departemen kesehatan berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983)

adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %.

Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan

perempuan, tetapi laki-laki memiliki onset lebih awal daripada perempuan.

Puncak insidensi antara usia 15-24 tahun pada laki-laki dan pada perempuan lebih

terlambat. Antara 100000-200000 kasus skizofrenia baru diobati di Amerika

setiap tahunnya. Diperkirakan 2 juta orang Amerika didiagnosis skizofrenia dan

lebih dari 1 juta mendapatkan terapi psikiatrik setiap tahunnya. Pada saat ini mulai

Page 7: Pembahasan Sch.paranoid

7

dikenal skizofrenia anak (sekitar 8 tahun bahkan ada yang 6 tahun) dan late

onset skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa

meningkatkan seseorang mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan

skizofrenia, terajangkit virus dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam

kandungan, stressor lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan psikoaktif saat

remaja dan lain-lain.

Sementara menurut Kaplan, Sadock dan Grebb; davison & neale, onset

untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya

adalah lebih buruk pada laki-laki daripada pada wanita. Beberapa penelitian

menunjukkan beberapa pria lebih mungkin memunculkan gejala negatif

dibandingkan wanita, dan wanita memiliki fungsi sosial yang baik daripada pria.

Pada kesimpulannya individu pada umur berapapun rawan menderita skizofrenia

bila faktor biologis berinteraksi dengan faktor psikologis dan sosial.

2.1.5 Etiologi skizofrenia

Penyebab pasti dari skizofrenia sebenarnya belum diketahui. Berikut ini

adalah beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia.

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:

2.1.5.1 Faktor Genetik

Dalam studi terhadap keluarga menyebutkan pada orangtua 5.6%; saudara

kandung 10.1 %; anak-anak 12.8 %; dan penduduk secara keseluruhan 0.9 %.

Dalam studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik

(monozygote) 59.2 %, sedangkan kembar non identik atau fraternal (dizygote)

adalah 15.2 %.

Risiko berkembang menjadi skizofrenia pada masyarakat umum1%, pada

orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15%-20% apabila

salah satu orang tua menderita skizofrenia walaupun anak telah dipisahkan dari

orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30%-40%, pada

kembar monozigot 40%-50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10%.

Dari penelitian epidemiologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan

adalah 3%, masih lebih tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga

dari penelitian anak yang diadopsi dikatakan, anak penderita skizofrenia yang

diadopsi orang tua normal, tetap mempunyai resiko 16.6%, sebaliknya anak sehat

Page 8: Pembahasan Sch.paranoid

8

yang diadopsi penderita skizofrenia resiko 1.6%, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin tinggi

resiko terkena skizofrenia.

2.1.5.2 Faktor Biokimia

Ada beberapa neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap

timbulnya skizofrenia. Dua diantaranya yang paling jelas adalah neurotransmitter

dopamin dan serotonin. Berdasarkan penelitian, pada pasien-pasien dengan

skizofrenia ditemukan adanya aktivitas berlebihan dari dopamin atau peningkatan

jumlah hipersensitivitas reseptor dopamine dalam otak. Peningkatan kadar

dopamin ini ternyata mempengaruhi fungsi kognitif (alam fikir), afektif (alam

perasaan) dan psikomotor (perilaku) yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala

positif maupun negatif skizofrenia.

Menurut Mesholam gately et.al dalam jurnal neurocognition infirst

episode schizophrenia: meta analytic review (2009), gangguan

neurokognisi adalah fitur utama episode pertama penderita skizofrenia. Gangguan

tersebut membuat sistem kognisi tidak dapat bekerja seperti kondisi normal.

Penelitian juga menyebutkan bahwa serotoin, norepinefrin, glutamat dan GABA

juga berperan dalam menimbulkan gejala-gejala skizofrenia.

Pada study fMRI dimana efek glutamat dalam fungsi kognitif telah

diinvestigasi oleh manipulasi level dari transmisi glutamatergik selama

penggunaaan memantine. Memantine mengurangi aksi glutamate pada reseptor

NMDA dan sering digunakan untuk mengobati penyakit alzheimer, karena itu

menguurangi efek exsisitotoxik. Memantine mempunyai efek menurunkan

aktivasi neuron di regio peri-Sylvian, terutama di sisi kiri. Menurut cf. Bartha et

al. (1999) dan Tritsch et al. (2007) diperkirakan bahwa defisiensi transmisi

glutametergik pada halusinasi pendengaran yang akan memicu pengalaman

mendengar suara.

2.1.5.3 Faktor Biologis

Pada pasien skizofrenia ditemukan beberapa perubahan diantaranya

perubahan morfologi, imunologi, enzimatik, dan farmakologi. Adanya pelebaran

ventrikel pada pasien skizofrenia dihubungkan dengan kegagalan kognitif yang

hebat, adanya gejala negatif seperti anhedonia dan apatis, resisten terhadap

pengobatan.

Page 9: Pembahasan Sch.paranoid

9

2.1.5.4 Abnormalitas perkembangan otak janin

Faktor-faktor yang dapat mengganggu perkembangan otak janin antara

lain adanya infeksi virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya

autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan, adanya berbagai

macam komplikasi kandungan, dan malnutrisi pada trimester pertama.

Apabila terdapat gangguan pada perkembangan otak janin selama

kehamilan (epigenetic factor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang

sudah ada dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala

skizofrenia.

2.1.5.5 Abnormalitas struktur dan aktivitas otak

Pada beberapa subkelompok penderita skizofrenia, tekhnik pencitraan otak

(CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada struktur otak

yang meliputi pelebaran ventrikel, penurunan aliran darah ventrikel, terutama di

korteks prefrontal penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu,

atrofi serebri. Para penderita skizofrenia diketahui bahwa sel-sel dalam otak yang

berfungsi sebagai penukar informasi mengenai lingkungan dan bentuk impresi

mental jauh lebih tidak aktif dibanding orang normal.

2.1.5.6 Proses psikososial dan lingkungan

Stressor psikososial dalah setiap keadaan atau peristiwa yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut

terpaksa mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stressor

yang timbul. Namun tidak semua oang mampu melakukan adaptasi sehingga

timbullah keluhan kejiwaan. Stressor psikososial dapat digolongkan sebagai

berikut:

a. Perkawinan

Permasalahan perkawinan menjadi sumber stress bagi seseorang misalnya

pertengkaran, perceraian dan kematian salah satu pasangan.

b. Problem orang tua

Permasalahan yang dihadapi orang tua misalnya tidak memiliki anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak baik

antara anggota keluarga. Permasalahan tersebut diatas bila tidak dapat diatasi

oleh yang bersangkutan maka seseorang akan jatuh sakit.

c. Hubungan interpersonal

Page 10: Pembahasan Sch.paranoid

10

Adanya konflik antarpribadi merupakan sumber stress bagi seseorang yang

bila tidak dapat diperbaiki maka seseorang akan jatuh sakit.

d. Pekerjaan

Stress pekerjaan misalnya seseorang yang kehilangan pekerjaan, pensiun,

pekerjaan yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi dan jabatan.

e. Lingkungan hidup

Kondisi lingkungan sosial dimana seseorang itu hidup. Stressor

lingkungan hidup antara lain masalah perumahan, pindah tempat tinggal,

penggusuran dan hidup dalam lingkungan yang rawan kriminalitas. Rasa tidak

aman dan tidak terlindungi membuat jiwa seseorang tercekam sehingga

mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup yang lama-kelamaan daya

tahan tubuh seseorang akan turun dan pada akhirnya akan jatuh sakit.

f. Keuangan

Kondisi sosial ekonomi yang tidak sehat mislanya pendapatan jauh lebih

rendah daripada pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan usaha, warisan dan

lain sebagainya merupakan sumber stress.

g. Hukum

Keterlibatan seseorang terhadap hukum menjadi sumber stress bagi

seseorang.

h. Perkembangan

Perkembangan fisik maupun perkembangan mental seseorang. Kondisi

setiap perubahan fase-fase perkembangan tidak selamanya dapat dilampaui

dengan baik, jadi dapat menjadi sumber stress.

i. Penyakit fisik atau cidera

Penyakit dapat menjadi sumber stress yang dapat mempengaruhi kondisi

kejiwaan seseorang terutama penyakit kronis.

j. Faktor keluarga

Sumber stres bagi anak remaja yaitu hubungan kedua orangtua yang kurang

baik, orang tua yang jarng dirumah, komunikasi antara naka dan orang tua tidak

baik, perceraian kedua orang ua, salah satuorang tua menderita gangguan

kejiwaan dan orang tua yang pemarah.

2.1.5.7 Sosioekonomi dan faktor kebudayaan

Prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada kelompok dengan sosio ekonomi

rendah dan anak dari imigran generasi pertama.

Page 11: Pembahasan Sch.paranoid

11

2.1.5.8 Rokok dan Penyalahgunaan NAPZA

Gangguan skizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh pengguanaan

kanabis (ganja, gelek, marijuana). Hasil penelitian terhadap 152 subjek episode

pertama skizofrenia di West London didapatkan bahwa 60% subjek adalah

perokok, 27% ada riwayat penggunaan alkohol, 35% sedang terlibat NAPZA

(tidak termasuk alkohol), dan 68% adalah pengguna NAPZA selama hidupnya.

2.2 Skizofrenia Paranoid

2.2.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai

di negara manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham-waham yang secara

relatif stabil, seringkali bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi-

halusinasi terutama halusinasi pendengaran dan gangguan persepsi (gejala positif).

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif tetapi

individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Namun bagaimanapun juga,

pada fase aktif dari kelainan ini, penderita mengalami gangguan jiwa berat dan

gejala-gejala tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain. Awitan

subtipe ini biasanya terjadi lebih belakangan dibandingkan dengan bentuk-bentuk

skizofrenia yang lain. Gejala yang terlihat sangat konsisten, sering paranoid,

pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering tak

kooperatif dan sulit untk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif,marah atau

ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren atau

disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan

hampir tidak terpengaruh.

2.2.2 Pedoman Diagnostik:

2.2.2.1 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2.2.2.2 Sebagai tambahan

a. Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol;

a1. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau member perintah, atau

halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing)

a2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau lain-

lain, perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tapi jarang menonjol

Page 12: Pembahasan Sch.paranoid

12

a3. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control) dipengaruhi (delusion of influence), atau

passivity (delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang

beranekaragam adalah yang paling khas.

b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik

secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol.

2.3 Halusinasi dalam Skizofrenia

2.3.1 Pengertian Halusinasi

Persepsi adalah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan

antara hal melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca

inderanya mendapat rangsang. Persepsi dapat terganggu oleh gangguan otak

(kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik), gangguan jiwa (emosi tertentu

dapat mengakibatkan ilusi, psikosa dapat menimbulkan halusinasi) atau oleh

pengaruh lingkungan sosiobudaya (mempengaruhi persepsi karena penilaian yang

berbeda dan orang lain dari lingkungan sosiobudaya yang berbeda pula).

Halusinasi adalah persepsi sensori yang timbul tanpa adanya rangsang apapun

pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun,

dasarnya mungkin organik, fungsional psikotik ataupun histerik dan tidak

berdasarkan kenyataan serta merupakan gejala yang paling umum dari

skizofrenia. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi dalam keadaan sadar tanpa

adanya stimulus eksternal yang mana memiliki kualitas persepsi yang nyata.

2.3.2 Jenis-jenis Halusinasi:

2.3.2.1 Halusinasi pendengaran (auditorik)

Halusinasi pendengaran adalah persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara

tetapi dapat juga bunyi-bunyi lain seperti musik. Karakteristik ditandai

dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya pasien

mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang

dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. Merupakan

halusinasi yang paling sering pada gangguan psikiatrik.

2.3.2.2 Halusinasi penglihatan (visual) : persepsi palsu tentang penglihatan yang

berupa citra yang berbentuk (sebagai contohnya orang) dan citra yang

Page 13: Pembahasan Sch.paranoid

13

tidak berbentuk (misalnya kilatan cahaya) paling sering pada gangguan

organik.. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

2.3.2.3 Halusinasi penghidu (olfaktorius) yaitu persepsi membau yang palsu,

paling sering pada gangguan organik.

2.3.2.4 Halusinasi peraba (taktil;heptik) yaitu persepsi palsu tentang perabaan atau

sensasi permukaan, seperti sensasi dari suatu tungkai yang teramputasi

(phantom limb), sensasi adanya gerakan pada kulit atau dibawah kulit

(fornication).

2.3.2.5 Halusinasi kecap (gustatorik) yaitu persepsi tentang rasa kecap yang palsu,

seperti rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang;

paling sering pada gangguan organik.

2.3.3 Prevalensi Halusinasi pada Skizofrenia

Pasien mendengar suara berderu, bersenandung, berderik-derik, tembakan,

musik, tangisan dan tertawa, bisikan, perbincangan, panggilan, melihat

pemandangan, hewan, orang-orang yang semuanya adalah figure yang tidak

mungkin; mereka mencium bau dan merasakan semua hal yang menyenangkan

dan tidak menyenangkan; mereka dapat menyentuh sesuatu, binatang dan orang-

orang dengan tetesan air hujan, api,peluru, mereka merasakan penderitaan dan

mungkin semua hal yang menyenangkan. Persepsi yang bisa menyebabkan orang

merasakan penderitaan dan mungkin hal yang menyenangkan akan mempengaruhi

perilaku.

Adanya Halusinasi dipertimbangkan untuk membuat diagnosis skizofrenia

jika tidak ada kelainan otak yang teridentifikasi. Pada faktanya, halusinasi sering

pada penyakit psikiatrik dan gejala yang pertama yang ditemukan dari minoritas

pasien sampai rata-rata yang sangat tinggi pada skizofrenia dan gangguan

psikiatrik lain, bergantung pada populasi yang diteliti. Gejala halusinasi yang

paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan

(visual) dan halusinasi taktil (haptic), halusinasi olfaktori dan halusinasi

pengecapan lebih jarang. Halusinasi viseral dan halusinasi cenestetik lebih

jarang dibandingkan halusinasi olfaktori dan halusinasi gustatori.

2.3.3.1 Halusinasi Pendengaran

Pada skizofrenia, halusinasi pendengaran adalah tipe halusinasi yang

paling sering. Namun tidak selalu dalam kasus, pada beberapa abad yang lalu

Page 14: Pembahasan Sch.paranoid

14

halusinasi penglihatan lebih sering dibandingkan halusinasi auditorik di

London, namun kemudian frekuensi halusinasi penglihatan menjadi menurun dan

frekuensi halusinasi pendengaran menjadi meningkat pada abad berikutnya di

Vienna. Ada juga yang melaporkan bahwa halusinasi auditorik relatif lebih

jarang sedangkan halusinasi penglihatan lebih sering di afrika, near Eastern

dan beberapa populasi asia dibandingkan di wilayah barat (Western

Societies). Meskipun demikian dari WHO dan sumber lain mengatakan bahwa

prevalensi tipe halusinasi dan gejala yang paling sering pada skizofrenia adalah

halusinasi pendengaran (auditory).

Halusinasi pendengaran adalah karakter yang paling banyak dari gejala

psikotik. Penelitian IPSS mengatakan bahwa secara internasional lebih dari 70 %

orang dengan skizofrenia memiliki halusinasi pendengaran dan presentasenya

mungkin lebih tinggi di Negara industri. Pada kasus dengan banyak gejala,

dilaporkan bahwa halusinasi auditory prevalensinya bisa mencapai 98 %.

2.3.3.2 Halusinasi Penglihatan

Halusinasi penglihatan lebih jarang dibandingkan dengan halusinasi

pendengaran. Prediksi prevalensi halusinasi penglihatan umumnya tidak lebih dari

55% dan sekitar sepertiga pasien dengan skizofrenia memiliki halusinasi

penglihatan. Sekitar setengah dari pasien skizofrenia yang memiliki halusinasi

pendengaran (auditory) akan memiliki halusinasi penglihatan. Namun tidak umum

jika seseorang dengan skizofrenia memiliki halusinasi penglihatan (visual) tanpa

halusinasi pendengaran (auditory).

Halusinasi penglihatan diperkirakan ada dalam beberapa penyakit dan ada

data yang mendukung pernyataan tersebut. Pasien dengan predominan gejala

psikotik kurang memiliki halusinasi penglihatan dibandingkan pasien dengan

gejala negatif primer atau gejala disorganisasi. Ada beberapa pengalaman visual

yang dialami penderita skizofrenia. Yang paling sering adalah objek yang hidup,

orang, bagian dari orang (khususnya muka dan kepala), gambar religi, makhluk

fastastik yang mungkin hamper sama seperti di televisi dan binatang. Objek yang

tidak bernyawa lebih jarang. Halusinasi visual umumnya memiliki ciri-ciri

tersendiri dan lebih terbatas daripada halusinasi auditory tetapi ada pasien yang

memiliki halusinasi visual rangkaian hari. Isi dari halusinasi visual dan auditory

bergantung pada kebudayaan seseorang.

Page 15: Pembahasan Sch.paranoid

15

2.3.3.3 Halusinasi penciuman (Olfactory), pengecapan (Gustatory), and Taktile

Presentase dari halusinasi taktil penderita skizofrenia sekitar 15%-25%

dengan pola yang tidak jelas. Contoh halusinasi taktil, seperti ada hama yang

merayap diatas kulit (fornikasi), ditemukan dalam berbagai gangguan mental.

Halusinasi taktil pada skizofrenia berbagai macam bentuk. Perasaan disentuh,

terbakar dan terpotong yang paling umum. Pasien dengan halusinasi taktil bisa

juga memiliki perasaan fisik yang mana dia merasa orang lain secara magic bisa

masuk dan keluar dari tubuhnya dan bias berkomunikasi.

Halusinasi olfaktori dan gustatori dilaporkan oleh sebagian kecil pasien,

halusinasi olfaktori yang lebih sering adalah dua tipe yaitu perasaan yang tidak

menyenangkan karena pasien mencium bau busuk dan tinja, rasa darah dan logam

yang bisa diuraikan. Seringkali rasa dan bau tersebut hilang bersama dengan

kombinasi hal yang tidak menyenangkan.

2.4 Pengobatan Skizofrenia

Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau

menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relatif lama berbulan

bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin

kekambuhan (relaps). Terapi yang komperehensif dan holistik telah

dikembangkan sehingga penderita skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi

dan lebih manusiawi dibandingkan dengan pengobatan sebelumnya. Adapun

terapi yang dimaksud adalah:

a. Psikofarmaka

Obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan ditujukan untuk

menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang sering

digunakan di Indonesia (2001) terbagi dua: golongan generasi pertama (typical)

dan generasi kedua (atypical). yang termasuk golongan typical antara lain

chlorpromazine HCl , trifluoperazine, dan Haloperidol. Sedangkan golongan

atypical antara lain: risperidone, clozapine, quetiapine, olanzapine, zotetine dan

aripriprazmidol. Menurut Nemeroff (2001) dan Sharma (2001) obat atypical

memiliki kelebihan antara lain: Dapat menghilangkan gejala positif dan negatif,

Efek samping Extra Piramidal Symptoms (EPS) sangat minimal atau boleh

dikatakan tidak ada, dan Memulihkan fungsi kognitif.

Page 16: Pembahasan Sch.paranoid

16

Sedangkan Nasrallah (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

pemakaian obat golongan typical 30% penderita tidak memperlihatkan

perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa golongan obat typical hanya mampu

mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk mengatasi gejala negative.

b. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy (ECT) diberikan pada penderita skizofrenia

kronik. Tujuannya adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah

kontak dengan penderita, namun tidak dapat mencegah serangan ulang.

c. Psikoterapi

Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila

penderita dengan terapi psikofarmaka diatas sudah mencapai tahapan dimana

kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.

Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi

psikofarmaka. Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan

dan latar belakang penderita sebelum sakit. Contohnya adalah: psikoterapi

suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar

penderita tidak merasa putus asa. Psikoterapi suportif dimaksudkan untuk

memberikan pendidikan ulang yang mekasudnya memperbaiki kesalahan

pendidikan di waktu yang lalu. Psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk

memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi

kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit. Psikoterapi kognitif

diamksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif rasional sehingga

penderita mampu membedakan nilai – nilai moral etika mana yang baik dan

buruk, mana yang boleh dan tidak dan sebagainya. Psikoterapi perilaku

dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi

perilaku yang mampu menyesuaikan diri. Psikoterapi keluarga dimaksudkan

untuk memulihkan penderita dan keluarganya.

d. Psikososial

Dengan terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu kembali

beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,

mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain. Selama menjalani terapi

psikososial penderita hendaknya masih menkonsumsi obat psikofarmaka.

Page 17: Pembahasan Sch.paranoid

17

Penderita diusahakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan

dan kesibukan, dan banyak bergaul.

e. Psikoreligius

Dari penelitian yang dilakukan, secara umum memang menunjukkan

bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik

(religius commitment is assosiated with clinical benefit). Dari hasil

penelitian Larson, dkk (1982) didapatkan bahwa terapi keagamaan mempercepat

penyembuhan. Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut

berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-

pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab suci.

f. Rehabilitasi

Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan

kembali penderita ke keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di

lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di rumah sakit jiwa. Dalam program

rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok, menjalankan

ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik seperti olah raga,

keterampilan khusus/kursus, bercocok tanam, rekreasi dan lain – lain. Pada

umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala

dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program

rehabilitasi atau sebelum penderita dikembalikan ke keluarga dan masyarakat.

2.5 Prognosis

Gejala premorbid merupakan gejala awal dari penyakit dan mulai pada

masa remaja diikuti dengan perkembangan gejala prodromal dalam beberapa hari

sampai beberapa bulan. Onset gejala yang mengganggu terlihat setelah tercetus

oleh perubahan sosial atau lingkungan. Sindrom prodromal dapat berlangsung

selama satu tahun atau lebih sebelum onset gejala psikotik yang jelas. Setelah

episode psikotik yang pertama, pasien memiliki periode pemulihan yang bertahap

diikuti periode fungsi yang relatif normal. Tetapi relaps biasanya terjadi dalam

lima tahun pertama setelah diagnosis, diikuti oleh pemburukan lebih lanjut pada

fungsi dasar pasien. Perjalanan klasik skizofrenia adalah suatu eksaserbasi dan

remisi. Gejala positif dari skizofrenia cenderung lebih baik dibanding dengan

gejala negatif yang dapat menimbulkan ketidakmampuan secara sosial.

Page 18: Pembahasan Sch.paranoid

18

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis, pasien secara

berangsur – angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama

bertahun – tahun. Beberapa penelitian telah menemukan lebih dari periode waktu

5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit jiwa,

hanya 10%-20% memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk

dengan perawatan berulang di rumah sakit, eksaserbasi gejala, gangguan mood

berat dan ada usaha bunuh diri. Rentang angka pemulihan berkisar 10%-60%, kira

– kira 20%-30% dari penderita terus mengalami gejala yang sedang dan 40%-60%

dari penderita terus mengalami gangguan secara bermakna seumur hidup.

BAB 3

KESIMPULAN

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

berbagai area, fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima

dan menginterpretasikan realita, merasakan dan menunjukkan emosi dan

berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya.

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif

tetapi individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Skizofrenia paranoid

adalah tipe yang paling sering terjadi. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham

primer, disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Pasien skizofrenia datang

ke rumah sakit karena adanya gejala waham, halusinasi dan gejala-gejala yang

tidak bisa ditoleransi oleh masyarakat.

Skizofrenia merupakan penyakit yang cenderung berlanjut (kronis atau

menahun) maka terapi yang diberikan memerlukan waktu relatif lama berbulan

bahkan sampai bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin

kekambuhan (relaps).

Page 19: Pembahasan Sch.paranoid

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Hawari, Dadang: Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Balai

Penerbit FKUI. Jakarta, 2006.

2. Kaplan and Saddock. Comprehensive Textbook Of Psychiatry. 7th Ed.

Lippincott Wiliams And Wilkins. Philadelphia, 2004.

3. King, Lucy J, et al: Psychiatry In Primary Care. The CV Mosby Company.

Toronto London, 1983.

4. Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's). Available from:

http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/estimates_country/en/i

ndex.html

5. The Bare Facts. Updated 2002. Available from :

http://www.who.int/mental_health/who_urges_investment/en/.

6. Djatmiko, Prianto. Rekapan : Grafik 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan dan

Rawat Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Tahun 2009.

7. Maslim, Rusdi, editor. PPDGJ III. PT Nuh Jaya. Jakarta, 1998

8. Rose, DB. Nicholas. Essential Psychiatry. Blackwell science, USA; 1995.

9. Mardjono, Mahar. Empat Permasalahan Kesehatan Utama dalam Negara

Modern dan Industri. LIPI Bidang Kesehatan; 1992.

10. M. David, John et.al. A lange Clinical Manual Psychiatry Diagnoseand

Therapy 88189. Practice-Hall International Inc. USA; 1989

11. Kaplan and Saddock. Synopsis of Psychiatry. 7th ed. Vol 1. Sans Tache. New

York, 1994.

12. O, Guillin et.al. Neurobiology of Dopamine in Schizophrenia. Department of

psychiatry, columbia of Physicians and surgeons, new york State Psychiatric

Page 20: Pembahasan Sch.paranoid

20

Institute, Columbia University, New York 10032, USA. 2007; 78:1-39 diakses

dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17349856

13. I, Raquelle et.al. Neurocognition in First-Episode Schizophrenia: A Meta

Analytic Review. American Psycological Association. 2009; Vol 23. No. 3,

315-336; diakses dari

http://www.apa.org/pubs/journals/release/neu233315.pdf

14. Agus, Dharmady. Psikopatologi: Dasar di Dalam Memahami

tanda dan Gejala dari Suatu Gangguan Jiwa. Ed 1. Bagian ilmu

Kedokteran Jiwa dan Perilaku FK Ukrida. Jakarta. 2003