Download - Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Transcript
Page 1: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERINOMOR : 050-187/Kep/Bangda/2007

TENTANGPEDOMAN

PENILAIAN DAN EVALUASI PELAKSANAANPENYELENGGARAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)MENTERI DALAM NEGERI

Menimbang

        a.            bahwa dalam rangka pembinaan dan fasilitasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan

penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), dalam

penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Rencana Kerja Pemerintahan Daerah

(RKPD), yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih dan

sebagai strategi pembangunan daerah, serta kebijakan umum yang akan menjadi satu kesatuan

sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

        b.            bahwa hasil pelaksanaan penyelenggaraan MUSRENBANG tersebut, dipandang perlu

untuk dinilai dan dievaluasi, agar dalam penyelengaraan MUSRENBANG tersebut dapat

mencerminkan perencanaan yang partisipatif, demokratis, transparansi, akuntabel,dan

komprehensif;

bahwa untuk keberhasilan pelaksanaan kegiatan penilaian dan evaluasi penyelengaraan

MUSRENBANG sebagaimana pada butir a dan b, maka perlu disusun Pedoman Penilaian dan

Evaluasi Penyelenggaraan MUSRENBANG, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam

Negeri.

Page 2: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Daerah-daerah telah mengesahkan prosedur Musrenbang dalam bentuk Perda tentang

Musrenbang atau Perda Partisipasi dan Transparansi demi memastikan keterwakilan yang lebih

baik dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dalam Musrenbang tentang alokasi sumberdaya anggaran.

menimbang1.      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional

Ditetapkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana

pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal

2ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun)

maupunjangka pendek atau tahunan (1 tahun), serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah bab VII pasal 150 bahwa daerah wajib memiliki dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Undang-Undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

melembagakan Musrenbang di semua peringkat pemerintahan dan perencanaan jangka panjang,

jangka menengah dan tahunan. Menekankan tentang perlunya sinkronisasi lima pendekatan

perencanaan yaitu pendekatan politik, partisipatif,teknokratis, ’bottom-up’ dan ’top down’ dalam

perencanaan pembangunan daerah

2.      Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

Page 3: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Di tetapkan dalam undang-undang 27 tahun 2003 tentang keuangan Negara yang di mana

dalam hal ini sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan.Keuangan daerah perlu di

perhatikan mana kala dana yang di miliki Negara tidak mencukupi atau dengan kata lain tidak

bisa melaksanakan pembangunan.

3.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 ini dibuat/di gunakan dengan maksud untuk menilai dan

mengevaluasi secara cepat, praktis dan sistematis pelaksanaan penyelenggaraan Musrenbang

Provinsi dan Kabupaten/ Kota sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja

Pemerintahan Daerah (RKPD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN)

Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah ini juga; meletakkan

partisipasi masyarakat sebagai elemen penting untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat;

menciptakan rasa memiliki masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan daerah; menjamin

terdapatnya transparansi, akuntabililitas dan kepentingan umum;perumusan program dan

pelayanan umum yang memenuhi aspirasi masyarakat.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menciptakan kerangka

bagi Musrenbang untuk dapat mensinkronisasikan perencanaan ‘bottom-up’ dengan ‘top down’

dan merekonsiliasikan berbagai kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah dan non

pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan daerah.

A.    Histori musrenbang

Page 4: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Musrenbang adalah hasil assesmen paling penting terhadap usulan program yang prioritas dari

masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.

Dijelaskan, mengacu pada aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini UU No 25 Tahun 2004

tentang Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, maka partisipasi masyarakat harus

menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses

demokrasi.

Untuk itu, agar Musrenbang lebih bermakna serta kelanjutan pembangunan,Kita berharap kepada

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mensinkronkan kegiatan yang ada di unit kerjanya

dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dana yang ada di SKPD pemanfataannya lebih

maksimal untuk kepentingan masyarakat. Wildan menambahkan bila suatu perencanaan sudah

disusun dengan rapi dan matang diyakini sistem penyelenggaraan pemerintahan akan

berlangsung baik sesuai dengan harapan masyarakat serta visi dan misi pemerintah

daerah.Musrenbang kita tahu adalah proses musyawarah masyarakat tentang pembangunan

daerah yang di laksanakan guna untuk mendapatkan suatu kesepakatan di antara masyarakat di

setiap daerah yang akan di adakan pembangunan.Musrenbang adalah forum di mana masyarakat

dapat menyampaikan aspirasi meraka,dalam proses pembangunan yang akan di laksanakan

tentang bagaiman yang seharusnya di lakukan pemerintah serta sebaliknya yang harus di lakukan

masyarakat dalam pembnguna yang akan di laksanakan.musrenbang adalah proses memajukan

setiap daerah mulai dari desa/kelurahan,kecamatan,kabupaten/kota ,provinsi hingga pusat.

B.    Peranan dan Kedudukan Musrenbang

Musrenbang RKPD merupakan wahana publik (‘public event’) yang penting untuk membawa

para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan pembangunan

daerah mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan consensus untuk pemecahan

Page 5: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

berbagai masalah pembangunan daerah.Musrenbang lazimnya dilaksanakan setelah selesainya

‘tahap persiapan’ penyusunan rencana (analisis situasi dan rancangan rencana) dari keseluruhan

proses perencanaan partisipatif. Musrenbang RKPD bertujuan menstrukturkan

permasalahan,mencapai kesepakatan prioritas issu dan permasalahan daerah, serta mekanisme

penanganannya.Musrenbang RKPD merupakan wahana untuk mensinkronisasikan dan

merekonsiliasikan pendekatan “top-down” dengan “bottom-up”,pendekatan penilaian kebutuhan

masyarakat (community need assessment) dengan penilaian yang bersifat teknis (technical

assessment); resolusi konflik atas berbagai kepentingan pemerintah daerah dan non government

stakeholders untuk pembangunan daerah, antara kebutuhan program pembangunan dengan

kemampuan dan kendala pendanaan, dan wahana untuk mensinergikan berbagai sumber

pendanaan pembangunan.Musrenbang RKPD disebut juga Musrenbangda, untuk tingkat

kabupaten/kota disebut juga Musrenbang Kabupaten/Kota dan untuk tingkat provinsi disebut

Musrenbang Provinsi. Musrenbang kabupaten/ kota merupakan puncak kegiatan musyawarah

pembangunan yang diawali dari kegiatan Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Kecamatan,

dan Forum SKPD, sedangkan Musrenbang Provinsi dilaksanakan setelah pelaksanaan

Musrenbang Kabupaten/Kota diwilayahnya, Forum SKPD Provinsi dan Rakornas RKP.

 Filosofi ( Tujuan dari musrenbang )

Peran dan fungsi Musrenbang ialah untuk mencapai

konsensus dan kesepakatan mengenai:

       a.            prioritas program dan kegiatan SKPD untuk dibahas dalam Forum SKPD

      b.            penentuan perwakilan dari kecamatan yang akan menghadiri Musrenbang kabupaten.

Pada tinggkat kabupaten kota Musrenbang bertujuan untuk mencapai consensus dan kesepakatan

tentang draft final RKPD (Rencana Kerja Pemerintah

Page 6: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Daerah). Dokumen ini berisikan

1.      arah kebijakan pembangunan daerah.

2.      Arah program dan kegiatan prioritas SKPD berikut perkiraan anggarannya atauRenja (Rencana

Kerja) SKPD.

3.      kerangka ekonomi makro dan keuangan.

4.      prioritas program dan kegiatan yang akan dibiayai oleh APBD, APBD Provinsi,dan sumber-

sumber biaya lainnya

5.      rekomendasi dukungan peraturan dari Pemerintah Provinsi dan Pusat.

6.      Alokasi anggaran untuk ADD.

Selain itu pada tingkat kecamatan dan kabupaten/kota terdapat pula kegiatan serupa yang disebut

Forum SKPD, yang membahas sektor-sektor spesifik seperti kesehatan dan pendidikan. Kegiatan

ini memungkinkan setiap SKPD memadukan program-program mereka dengan perspektif dan

prioritas masyarakat. Hasil dari Musrenbang kecamatan menjadi bahan diskusi pada Forum

SKPD, dan hasilnya kemudian dibawa ke Musrenbang kabupaten/kota untuk dibahas lebih

lanjut. Didalam kaitannya dengan proses pembangunan nasional untuk perencanaan

pembangunan yang dituangkan didalam tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana kerja Pembangunan (RKP) dan

APBN/D merupakan bagian dari sebuah kebijakan publik yang dikuatkan dengan Undang-

Undang atau Perda. Produk-produk dokumen perencanaan tersebut merupakan bagian dari

kebijakan publik sebab implikasi dari produk-produk perencanaan tersebut adalah masyarakat

karena pada hakekatnya pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyakat.  Hal tersebut sesuai dengan intisari dari kebijakan publik yang telah disebutkan diatas,

bahwa Dokumen-dokumen perencanaan pembangunan menetapkan tindakan-tindakan

Page 7: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

pemerintah dimasa datang, mempunyai visi, misi dan tujuan yang jelas serta senantiasa ditujukan

untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat.  Perencanaan pembangunan yang ditujukan

untuk kepentingan masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran serta masyarakat didalam

pembuatan perencanaan tersebut. Menyadari akan pentingnya peran serta masyarakarakat,

pemerintah mengharuskan didalam pembuatan perencanaan pembangunan baik pusat maupun

daerah dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat bawah. Proses tersebut diawali

dengan Musrenbang desa, Musrenbang kecamatan, Musrenbang Kabupaten dan Musrenbang

Provinsi dengan tujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat sesuai dengan amanat

undang-undang.Jika ditinjau dari proses kebijakan publik proses perencanaan pembangunan

meliputi empat kegiatan yaitu perumusan masalah, perumusan agenda, perumusan usulan dan

pengesahan usulan. Proses tersebut dimulai dari tingkat musrenbang desa dimana masyarakat

desa dapat berpartisipasi untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang dihadapi

mereka beserta alternatif pemecahannya di tingkat desa untuk dibawa ditingkat musrenbang

kecamatan dan selanjutnya dibawa ke musrenbang kabupaten maupun provinsi. Namun,

ditingkat kabupaten, provinsi ataupun negara ini terjadi proses selanjutnya yaitu penyusunan

agenda pemerintah, didadalam proses inilah terjadi penyaringan usulan-usulan untuk disesuaikan

dengan kepentingan-kepentingan politik atau pemerintah yang dapat menyebabkan bias terhadap

kepentingan publik terutama yang diusulkan masyarakat melalui musrenbang. Selanjutnya,

setelah melalui tahapan agenda setting selanjutnya usulkan untuk proses legislasi yang dilakukan

oleh pemerintah beserta DPR/D untuk ditetapkan sebagai Peraturan / Undang-Undang.

Didalam penentuan kebijakan pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dapat dilakukan melalui

tiga jalur yaitu :

Page 8: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

1.      Jalur Musrenbang dimana masyarakat dapat menayulurkan aspirasinya secara langsung sesuai

dengan tingkatannnya.

2.      Jalur Politik atau melalui partai politik yang dilakukan oleh anggota dewan dalam masa reses.

3.      Jalur birokrasi yang dapat langsung disampaikan melalui SKPD maupun kepala daerah.     

Jalur musrenbang dapat dikatakan sebagai jalur utama didalam menyalurkan aspirasi dan peran

serta masyarakat didalam penentuan perencanaan pembangunan. Melalui jalur inilah mayoritas

aspirasi masyarakat disalurkan sebagai masukkan bagi proses perencanaan pembangunan

selanjutnya.Walaupun dikatakan sebagai jalur utama aspirasi masyarakat, aspirasi yang

disampaikan dijalur ini juga dapat dikatakan sebagai jalur yang paling lemah pada proses

perumusan agenda dan usulan kegiatan. Masyarakat tidak banyak tahu seberapa besar peluang

usulannya yang ditampung dan ditindaklanjuti dalam proses pembangunan atau seberapa besar

persentase kegiata-kegiatan yang tertuang didalam dokumen perencanaan yang berasal dari

aspirasi musrenbang. Inilah problem utama partisipasi masyarakat yang dihadapi didalam proses

kebijakan penentuan perencanaan pembangunan di Indonesia.Jika dilihat lebih lanjut maka

penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu

1. Eksternal, yang dimaksud adalah kondisi diluar sistem birokrasi pemerintah yaitu

masyarakat umum.

2. Internal, yang dimaksud adalah kondisi didalam sistem birokrasi pemerintah.    

Penyebab utama kelemahan dari sisi ekternal atau masyarakat termasuk didalamnya LSM,

Kelompok-kelompok masyarakat dan civil society lainnya untuk lebih berperan serta dalam

proses perencanaan   pembangunan adalah kapasitas dan kapabilitas mereka yang tidak

mencukupi untuk mengikuti proses perencanaan pembangunan tersebut. Pada berbagai

Page 9: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

kesempatan musrenbang tingkat kabupaten yang kami ikuti dapat simpulkan bahwa usulan-

usalan mereka terlalu mikro dan lebih banyak pada pembangunan fisik saja misal dalam

musrenbang tingkat kabupaten masyarakat masih mengusulkan perbaikan selokan desa, tembok

makam rehab balai desa dan lain sebagainya. Disamping itu, didalam masyarakat sendiri terdapat

hambatan kultur yang membuat iklim dan lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadi

partisipasi. Didalam banyak kesempatan kami sering menemui dari sekian banyak masyarakat

yang diundang dalam sebuah forum yang berani mengutarkan pendapat hanya segelitir orang,

sebagian besar yang lain hanya diam tidak berpendapat bahkan menginginkan forum tersebut

segara disudahi.Dari tahun ke tahun kapasitas mereka kami amati tidak banyak berkembang, lalu

Apa penyebabnya ? karena mereka tidak atau kurang diberdayakan (dikembangkan). Dalam

kasus ini terdapat dua pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kasus tersebut yaitu

pemerintah dan partai politik.

Pertama, Pemerintah selama ini memandang bahwa untuk berpartisipasi dalam penyusunan

perencanaan pembangunan cukup dengan menyampaikan permasalahan dan usulan saja. Namun,

pemerintah tidak menyadari bahwa masyarakat sipil kita tidak mempunyai informasi yang cukup

tentang Visi, Misi dan tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut menyebabkan usulan-usulan

yang disampaikan oleh masyarakat tidak sesuai dengan program-program pemerintah

Kedua, Partai politik yang merupakan bagian dari stuktur politik bangsa ini mempunyai lima

fungsi yaitu :

1.      Pendidikan politik.

2.      Mempertemukan kepentingan.

3.      Agregasi kepentingan.

4.      Komunikasi politik.

Page 10: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

5.      Seleksi kepemimpinan.

Kenyataan yang terjadi, seringkali masyarakat dikecewakan oleh partai politik yang

disebabkan fungsi-fungsi tersebut diatas tidak berjalan sebagaiman mestinya. Parpol lebih

banyak memperjuangkan kepentingannya daripada kepentingan masyarakat luas. Seharusnya

parpol melalui wakil-wakilnya di DPRD memberikan pendidikan politik yang baik kepada

masyarakat paling tidak dengan memberikan contoh yang baik, mendengarkan keluhan

masyarakat dan mengawal aspirasi masyarakat. Namun, dalam banya kesempatan kami temui

para anggota dewan yang terhormat sering tidak hadir dalam acara musrenbang tingkat desa dan

kecamatan, ataupun mereka hadir tetapi kurang interest dengan forum tersebut. Hal tersebut

menyebabkan Masyarakat pesimis terhadap fungsi anggota dewan sebagai argregator  dan

artikulator kepentingan masyarakat, mereka menilai bahwa kehadiran wakil rakyat tidak banyak

manfaatnya bagi forum tersebut.Seperti yang sudah dijelaskan diatas selain faktor internal juga

terdapat faktor internal pemerintah yang menyebabkan partisipasi masyarakat belum efektif di

dalam sistem perencanaan pembangun.Sistem Perencanaan Pembangunan yang disusun dengan

jadual yang ketat mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai cukup waktu untuk

menyampaikan seluruh aspirasinya. Sebagai contoh musrenbang provinsi yang menghadirkan

pemangku kepentingan yang berjumlah ratusan orang hanya dilaksanakan dalam satu hari.

Kondisi tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan

seluruh aspirasinya.

2.      Aparat birokrasi yang paling bawah ditingkat desa / kelurahan maupun kecamatan tidak

memperoleh informasi yang cukup tentang program-program kabupaten / kota. Ada dua

kemungkinan penyebab hal tersebut terjadi yaitu karena mereka tidak memperoleh informasi

yang cukup dari kabupaten / kota atau mereka sendiri tidak ingin tahu  perencanaan

Page 11: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

pembangunan daerah yang tertuang didalam dokumen-dokumen perancanaan pembangunan. Hal

tersebut dapat dilihat dengan minimnya kecamatan atau kelurahan yang mempunyai buku atau

dokumen RPJP daerah atau RPJM daerah.

3.      Masih besarnya dominasi program-program pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah

pusat didalam menentukan kebijakan, program dan kegiatan didalam perencanaan

pembangunan. Besarnya dominasi tersebut menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom

up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebjakan.

4.      Terpisahnya jalur perencanaan kegiatan dan keuangan menyebabkan akses masyarakat untuk

menentukan anggaran menjadi sangat terbatas. Masyarakat selama ini hanya mempunyai peran

didalam perencanaan kegiatan melalui jalur musrenbang namun tidak mempunyai akses yang

cukup dalam perencanaan keuangan melalui jalur KUA dan PPAS.

5.      Masyarakat tidak mempunyai mekanisme untuk memantau aspirasi mereka untuk sampai pada

usulan rencana  penganggaran. Selama ini tidak pernah ada prosentase yang jelas tentang jumlah

program atau kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat, program pemerintah maupun

aspirasi melalui dewan. Masyarakat hanya pasrah menerima nasib mereka tanpa tahu alasannya

mengapa usulan mereka tidak sampai pada penganggaran.Dengan tidak adanya penjelasan yang

cukup kepada masyarakat tentang tidak jelasnya ”nasib” aspirasi  mereka dapat mengakibatkan

hal-hal yang kontra produktif didalam pelaksanaan pembangunan selajutnya. Gejala tersebut

dapat dilihat dengan banyaknya gejolak di lingkungan masyarakat ketika saluran-saluran

komunikasi baik dengan pemerintah maupun politisi tersumbat.

Dari factor-faktor itu masyarakat menjadi jeli dan tidak menyetujui adanya kegiatan musrenbang

lagi.dalam konteks musrenbang yang seharusnya adalah:

Page 12: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

1.      Berorientasi pada masyarakat. Masyarakat didaerah adalah pelaku sekaligus pihak yang

mendapatkan manfaat dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Sehingga program

pembangunan diarahkan untuk kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan

strategis masyarakat yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh

masyarakat Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan,

pelaksanaan sampai kepada pengawasan melibatkan masyarakat. Sehingga aspirasi, kebutuhan

daerah dan masyarakat terakomodir dan hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara

langsung serta dapat memberdayakan masarakat;

          Sesuai dengan Adat dan Budaya masyarakat. Pengembangan kegiatan dilaksanakan dengan

memperhatikan adat, budaya dan norma-norma yang terpelihara dan berkembang dalam

masyarakat sebagai sebuah kerifan lokal yang memperkaya kasanah budaya bangsa dalam

kerangka orientasi lokal, nasional, regional, dan global.

 Berwawasan Lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya daerah harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat didaerah dalam jangka pendek, menengah danpanjangTidak diskriminatif. Pelaksanan pembangunan tersebar keseluruh wilayah kecamatan,

kampung/kelurahan sesuai pengembangan 6 klaster wilayah kepulaun serta tidak diskriminatif

sara. Sehingga tidak akan bias pada kepentingan tertentu.

            Kemitraan. Pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip kemitraan antara masyarakat, swasta

dan pemerintah.

Berbasis Pemerintahan yang bersih. Penyelenggaraan pemerintahan berbasis pada clean

governments dan good governance;

Anggaran berbasis kinerja. Pengelolaan anggarandilaksanakan berdasarkan sistim anggaran

berbasis kinerja.

 Prinsip- Prinsip Penyelenggaraan Musrenbang

Page 13: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, maka musrenbang perlu

memiliki karakter sebagai berikut:

1.      Merupakan ‘demand driven process’ artinya aspirasi dan kebutuhan peserta musrenbang

berperanan besar dalam menentukan keluaran hasil musrenbang.

2.      Bersifat inkusif artinya musrenbang melibatkan dan memberikan kesempatan yang seluas-

luasnya kepada semua stakeholders untuk menyampaikan masalahnya, mengidentifikasi

posisinya, mengemukakan.

3.      pandangannya, menentukan peranan dan kontribusinya dalam pencapaian hasil musrenbang.

4.      Merupakan proses berkelanjutan artinya merupakan bagian integral dari proses penyusunan

rencana daerah (RKPD).

5.      Bersifat ‘strategic thinking process’ artinya proses pembahasan dalam musrenbang

distrukturkan, dipandu, dan difasilitasi mengikuti alur pemikiran strategis untuk menghasilkan

keluaran nyata; menstimulasi diskusi yang bebas dan fokus, dimana solusi terhadap

permasalahan dihasilkan dari proses diskusi dan negosiasi.

6.      Bersifat partisipatif dimana hasil merupakan kesepakatan kolektif peserta musrenbang

7.      Mengutamakan kerjasama dan menguatkan pemahaman atas issu dan permasalahan

pembangunan daerah dan mengembangkan consensus.

8.      Bersifat resolusi konflik artinya mendorong pemahaman lebih baik dari peserta tentang

perspektif dan toleransi atas kepentingan yang berbeda; menfasilitasi landasan bersama dan

mengembangkan kemauan untuk menemukan solusi permasalahan yang menguntungkan semua

pihak (mutually acceptable solutions)

E.     Syarat Keberhasilan Musrenbang

Page 14: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Sebagai bagian penting dari proses perencanaan partisipatif, keberhasilan musrenbang

sangat ditentukan oleh pelaku, materi, dan proses yang terkait musrenbang itu sendiri.

Secara lebih terinci faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

                               a.            Adanya komitmen politik yang tinggi dari Pimpinan Daerah dan alokasi anggaran

APBD yang memadai untuk penyelenggaraan musrenbang merupakan faktor yang terpenting

untuk keberhasilan musrenbang.

                              b.            Penyelenggara musrenbang harus lembaga pemerintah daerah yang kredibel dan

mempunyai kewenangan dan otoritas untuk mengambil keputusan.

                               c.            Fasilitator yang ditugaskan untuk menfasilitasi musrenbang ini harus memiliki

keterampilan organisasi, analisis, dan berwawasan luas serta supel.

                              d.            Kriteria umum fasilitator mesti mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang

kerangka berfikir strategis, pengalaman menfasilitasi perencanaan strategis; menge-tahui metoda

dan teknik partisipatif; memahami karakter daerah; memiliki kesabaran, sikap berorientasi pada

hasil, kejujuran dan punya integritas; terbuka, percaya diri dan mampu menangani penolakan;

berani mengambil resiko; akomodatif, bertanggung jawab, luwes dan responsif serta terpenting

mempunyai kepercayaan bahwa perencanaan partisipatif (keterlibatan aktif stakeholders dalam

pengambilan keputusan perencanaan) dapat membawa perubahan yang mendasar pada

kesejahteraan masyarakat.

Sasaran yang perlu dicapai dalam pelaksanaan musrenbang adalah;

Page 15: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

1.      kelengkapan dan kualitas informasi yang disampaikan kepada peserta, terutama tentang

kejelasan isu dan permasalahan strategis yang dihadapi,prioritas program, kegiatan dan

ketersediaan pendanaan;

2.      Adanya instrumen (format, checklist dsb) yang memudahkan peserta untuk terlibat dalam proses

pengambilan keputusan;

3.      Kesesuaian pembahagian diskusi kelompok dengan pembahagian fungsi pemerintahan daerah,

tematik isu strategis yang dihadapi;

4.      Ketersediaan fasilitator yang independen dan kompeten untuk memandu jalannya diskusi untuk

mencapai kesepakatan;

5.      Kualitas demokratisasi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan; keterwakilan

stakeholders;

6.      Keterlibatan aktif DPRD;

7.      Nara sumber menguasai materi yang disampaikan.

Persiapan yang baik akan meningkatkan kualitas pelaksanaan dan hasil musrenbang. Sasaran

yang harus dicapai dalam persiapan musrenbang adalah:

         a.            peserta telah diberitahu lebih awal akan adanya musrenbang;

        b.            peserta telah menerima bahan yang akan dibahas sehingga memungkinkan peserta

mempunyai cukup waktu untuk memahami tentang maksud dan tujuan musrenbang, kemudian

mengkaji,menyiapkan komentar, saran dan usulan yang terarah;

         c.            informasi yang disajikan sesederhana mungkin sehingga mudah dipahami oleh peserta

yang terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan, pengalaman danstatus social.

Masalah-masalah dalam musrenbang

Page 16: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

Beberapa masalah yang sering kali terjadi dalam musrenbang adalah pencapayan tujuan yang

tidak terlaksana dengan baik.Hal ini terjadi Karena dana atau anggaran yang di anggarkan untuk

pembangunan itu tidak mencukupi untuk proses pembangunan.Dalam hal ini memang dapat kita

katakana bahwa dana atau anggaran merupakan hal utama yg perlu di perhatikan selain

persyaratan-persyaratan lainnya.kesepakatan yang di hasilkan dalam porum musrenbang kadang

kala tidak mendapatkan hasil yang maksimal hal ini di sebapkan oleh ketidak samaan pendapat

antara berbagai pihak dalam porum tersebut.

Permasalahan yang sering muncul dalam Musrenbang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

masalah yang berkaitan dengan input, proses dan output.

         Pertama, masalah yang berkaitan dengan input terutama menyangkut keterlibatan masyarakat

yang rendah sebagai dampak dari ketidaktahuan akan peran masyarakat dalam pembuatan

keputusan, dan kurangnya informasi yang dimiliki serta masih kuatnya budaya yang didominasi

oleh yang di”tua”kan (ketokohan).

         Kedua, masalah yang berkaitan dengan proses, yaitu masih besarnya pengaruh top down,

sehingga tidak dilakukan secara partisipatif, namun hanya untuk memenuhi kepentingan pihak

tertentu dan formalitas saja.

         Ketiga, masalah dalam output berkaitan dengan masih kuatnya paradigma lama yang berlomba

untuk menyusun “shoping list” dan “daftar belanja” yang sebanyak-banyaknya tanpa

memperhatikan kebutuhan.

Dengan memperhatikan maksud dan tujuan Musrenbang, serta mekanisme pelaksanaan

Musrenbang yang sangat singkat, dan adanya beberapa permasalahan dalam pelaksanaan

Musrenbang (mulai dari input – proses – output) muncul beberapa isu penting yang perlu diatasi.

Page 17: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

  Hasil Musrenbang desa/kelurahan dan kecamatan kurang dimanfaatkan sebagai masukan dalam

Musrenbang kota/kabupaten berdasarkan kebutuhan riil masyarakat.

  Hasil dari usulan masyarakat tidak terdokumentasi dengan baik dan terdistribusi ke instansi-

instansi teknis.

  Tidak adanya feed-back kepada masyarakat tentang hasil-hasil Musrenbang,berdampak pada

menurunnya kepercayaan masyarakat akan kemungkinan berperan-serta dalam membuat

keputusan.

  Musrenbang terkesan hanya sebagai alat untuk melegitimasi bahwa penyusunan dokumen rencana

telah dilaksanakan secara partisipatif dengan suasana pelaksanaan musrenbang kurang kondusif

bagi pembahasan usulan program secara berkualitas.

  Program masih didominasi kepentingan pemerintah, politis dan egoisme sektoral terbukti dengan

kecilnya alokasi anggaran untuk sektor-sektor ekonomi kerakyatan, pengentasan kemiskinan,dan

lingkungan hidup.

Solusi dan rekomendasi

Paradigma pembangunan yang sekarang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama

pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai provider dan pelaksana, melainkan lebih

berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai

perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan

masukan dan mengabil keputusan, dalam rangka memenuhi hak-hak dasarnya, salah satunya

melalui proses musrenbang. Musrenbang adalah forum publik perencanaan (program) yang

diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, pemerintah

kota/kabupaten bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan

musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah untuk menyelenggarakan urusan

Page 18: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pembangunan tidak akan bergerak maju

apabila salah satu saja dari tiga komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta)

tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga

agar menjadi bagian aktif dari tata pemerintahan dan pembangunan.Dengan cara yang berbeda

Musrenbang sebenarnya secara tidak langsung akan memberikan pembelajaran kepada

masyarakat untuk mengelola program dan dana yang terkumpul dari diri mereka yang telah

diserahkan kepada negara dengan membayar pajak,retribusi dan pungutan lain yang sah,

sehingga masyarakat mampu untuk merencanakan dan melaksanakan program kegiatan

berdasarkan kebutuhan riil

Melalui tiga pendekatan utama pembangunan daerah yang dilakukan secara simultan dan

didukung dengan komitmen pembiayaan serta konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan diharapkan sejumlah masalah jangka pendek dan menengah yang sedang dihadapi

oleh daerah dapat dipecahkan. Sudah tentu, konsistensi dan komitmen pemerintah daerah untuk

mewujudkan seluruh program dan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam jangka waktu yang lama.

Adapun sejumlah aspek penting pendekatan-pendekatan pembangunan tersebut di atas

berlandaskan pada prinsip berikut:

       a.            Berorientasi pada masyarakat,Masyarakat didaerah adalah pelaku sekaligus pihak yang

mendapatkan manfaat dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Sehingga program

pembangunan diarahkan untuk kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan

strategis masyarakat yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat;

Page 19: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

      b.            Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan

sampai kepada pengawasan melibatkan masyarakat. Sehingga aspirasi, kebutuhan daerah dan

masyarakat terakomodir dan hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara langsung serta

dapat memberdayakan masarakat;

       c.            Sesuai dengan Adat dan Budaya masyarakat. Pengembangan kegiatan dilaksanakan

dengan memperhatikan adat, budaya dan norma-norma yang terpelihara dan berkembang dalam

masyarakat sebagai sebuah kerifan lokal yang memperkaya kasanah budaya bangsa dalam

kerangka orientasi lokal, nasional, regional, dan global;

      d.            Berwawasan Lingkungan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya daerah harus

berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Prinsip ini mempertimbangkan dampak kegiatan

terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat didaerah dalam jangka

pendek, menengah dan panjang;

       e.            Tidak diskriminatif. Pelaksanan pembangunan tersebar keseluruh wilayah kecamatan,

kampung/kelurahan sesuai pengembangan 6 klaster wilayah kepulaun serta tidak diskriminatif

sara. Sehingga tidak akan bias pada kepentingan tertentu.

       f.            Kemitraan. Pelaksanaan pembangunan berdasarkan prinsip kemitraan antara masyarakat,

swasta dan pemerintah.

      g.          Berbasis Pemerintahan yang bersih. Penyelenggaraan pemerintahan berbasis pada clean

governments dan good governance;

Page 20: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

      h.       Anggaran berbasis kinerja. Pengelolaan anggaran dilaksanakan berdasarkan sistim anggaran

berbasis kinerja.

Jika pertanyaan mengapa tidak semua aspirasi masyarakat dalam proses pra maupun

pasca musrenbang banyak yang tidak terakomodir setelah menjadi dokumen APBD kemudian

dijawab dengan keterbatasan anggaran, maka zero, yakni terjadi perencanaan versus

penganggaran. Dalam konteks ini, diskursus tentang makna musrenbang perlu diketengahkan

yakni bagaimana membangun sinkronisasi politik perencanaan dengan politik penganggaran.

Memang, pasca keluarnya UU 25/2004 ada beberapa fungsi yang dahulunya dimiliki oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sedikit berkurang, namun hal ini menjadi fatal.

Fungsi arahan alokasi anggaran program yang dahulu menempel dalam fungsi BAPPEDA

bersamaan dengan fungsi perencanaan program saat ini hilang. Hal ini berakibat pada lemahnya

fungsi BAPPEDA dalam konteks menyelaraskan program dan ketersediaan anggaran sehingga

penetapan prioritas dan alokasi menjadi sesuatu yang tidak bisa disepakati dan dihasilkan dalam

musrenbang.Karena kepastian prioritas dan penyepakatan anggaran itu tidak selesai di

musrenbang,maka agenda pasca musrenbang yang notabene tidak bisa dipantau oleh banyak

orang menjadi forum yang lebih menentukan, dan sarat dengan kepentingan. Selain itu, fungsi

penganggaran kemudian juga bukan kewenangan BAPPEDA melainkan kewenangan

bagian/biro/dinas pengelolaan keuangan sehingga sinergisitas antara perencanaan dan

penganggaran tidak bisa dijamin. Isu yang sangat ’ramai’ diperdebatkan dalam musrenbang yang

dikomandani BAPPEDA, tak jarang hilang manakala masuk ke arena penganggaran yang

dikomandani satuan kerja lain. Mengapa hilang? karena satuan kerja penentu anggaran tidak ikut

Page 21: Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang

atau tidak terlibat secara langsung dalam ramainya perdebatan dalam musrenbang sehingga tidak

memahami substansi mengapa usulan program itu menjadi prioritas untuk dianggarkan. Selain

itu, meski sistem penganggaran kita sudah menganut performance budget, yakni konsep yang

menggeser politik pembiayaan dari anggaran hanya sebagai instrument pengendalian kepada

anggaran kinerja yang mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, namun

nampaknya hak ini belum banyak berubah. Padahal, dalam model performance budget ini,

seharusnya penyusunan anggaran didasarkan atas kebutuhan local yang tersusun dalam standar

pelayanan minimal (SPM) yang berbeda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Ironisnya,

substansi SPM pun masih dikendalikan oleh pusat, sehingga meski program yang disusun telah

menganut asas minimal-pun ternyata masih menjadi maksimal bagi sebagian besar daerah karena

kapasitas keuangan daerah untuk membiayai program dalam standar minimal itu masih jauh dari

cukup. Oleh karena itu, wacana merevisi UU 25/2004 dalam konteks membangun sinergisitas

politik perencanaan dan politik penganggaran oleh satu lembaga dan membangun SPM yang

didasarkan atas potensi lokalitas menjadi PR yang penting untuk diperjuangkan daerah.

Musrenbang kemudian tidak hanya sebagai rutinitas dan kewajiban tahunan yang

’membosankan’ tetapi menjadi forum bertemunya stakeholders untuk membangun daerahnya

atas dasar kewenangan dan kemampuan yang dimiliknya.