ii
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
DAFTAR TABEL...................................................................................
iv
DAFTAR BAGAN..................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... A. Latar Belakang................................................................ B. Maksud dan Tujuan.........................................................
1 1 2
BAB II DEFINISI............................................................................... 3
BAB III PENANAMAN MODAL.............................................................. A. Penanaman Modal Dalam Negeri/Penanaman Modal
Asing.............................................................................. B. Jenis Izin Penanaman Modal............................................. C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah..................................... D. Kemitraan........................................................................
7 7 7 8 9
BAB IV FASILITAS PENANAMAN MODAL.............................................. A. Kriteria Penanaman Modal.................................................. B. Jenis Fasilitas Penanaman Modal........................................
1. Fasilitas Kepabeanan.................................................... 2. Fasilitas Pajak Penghasilan............................................ 3. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)......................... 4. Fasilitas Perpajakan di Wilayah Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET)............................................
11 11 11 11 13 17
19
BAB V PERSYARATAN DAN PROSEDUR PENANAMAN MODAL................ A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)............................
1. Surat Persetujuan PMDN/SP-PMDN................................ 2. Surat Persetujuan Penggabungan Perusahaan/Merger. 3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMA menjadi
PMDN..........................................................................
25 25 25 26
27
iii
4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri...................................................
5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMDN dan PMA.................................................
6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)...............................................................
7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam Rangka PMDN.................................
8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal.........................
B. Penanaman Modal Asing (PMA).......................................... 1. Surat Persetujuan PMA/SP-PMA..................................... 2. Surat Persetujuan pendirian kantor perwakilan di
Indonesia..................................................................... 3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMDN atau Non
PMDN/PMA menjadi PMA.............................................. 4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman
Modal Asing................................................................. 5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian
Proyek PMA.................................................................. 6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja
Asing (IMTA)................................................................ 7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin
Usaha Tetap Dalam Rangka PMA................................... 8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal.........................
27
28
28
29 30
31 31
33
33
35
35
36
37 38
BAB VI TATA CARA PERIZINAN USAHA SEKTOR KEHUTANAN................. A. Mekanisme Pengajuan Perizinan......................................... B. Tata Cara Perizinan...........................................................
1. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)........................................ 2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
(IUPHHBK).................................................................. 3. Izin Pengusahaan Pariwisata Alam................................
4. Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL)........
5. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.................................
41 41 43 43
52 55
58
63
LAMPIRAN............................................................................................ 74
iv
Halaman
Bidang-Bidang Usaha Tertentu............................................................. 13 Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Daerah-Daerah Tertentu..................
13
Penyusutan dan Amortisasi yang dipercepat..........................................
15
Barang Hasil Pertanian Bidang Kehutanan Yang Bersifat Strategis Yang Atas Impor Dan/Atau Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai...............................................................................
18
Nama dan Alamat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).............................................................................................
20
v
Halaman
Bagan Alir Perizinan di Kementerian Kehutanan.................................. 42
Bagan Alir Perizinan Online di Kementerian Kehutanan........................ 42
Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam.....................................................................................
48
Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri ..................................................................
50
Prosedur Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem ......................................................................
52
Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi.......................................................................................
69
Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Operasi Produksi..........................................................................................
71
Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Survei atau Eksplorasi.........................................................................................
73
vi
1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 147 Tahun 2000 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan
Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah Daerah Tertentu.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-daerah Tertentu.
9. Pemerintah Menteri Kehutanan5HSXEOLN,QGRQHVLDNomor P.01/Menhut-II/2007
tentang PerubahanPeraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang LembagaKonservasi.
10. Peraturan Menteri Kehutanan5HSXEOLN,QGRQHVLDNomor P.37/Menhut-II/2007
tentangHutanKemasyarakatan. 11. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.35/Menhut-II/2008 tentang
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.
vii
12. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.36/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHBK-HA) atau dalam Hutan Tanaman (IUPHHBK-HT) pada Hutan Produksi.
13. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang
Hutan Desa. 14. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
15. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.
16. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
17. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi.
18. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu.
19. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.17/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.
20. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
21. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Nomor P.24/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2009 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem.
22. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.31/Menhut-II/2011 tentang Lembaga Konservasi.
23. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.44/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi.
24. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.53/Menhut-II/2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.
viii
25. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Rakyat dalam Hutan Tanaman.
26. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.3/Menhut-II/2012 tentang Rencana Kerja pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Hutan Kayu, Hutan Tanaman Rakyat.
27. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.36/Menhut-II/2012 tentang
Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
28. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/KMK.05/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa.
29. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 200/KMK.04/200 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
1
A. Latar Belakang
Indonesia dengan hutan tropik kedua terluas di dunia memiliki keanekaragaman
hayati dan nilai ekonomis tinggi bagi negara maupun masyarakat. Kontribusi sektor
kehutanan terhadap perekonomian nasional (PDB nasional) pada tahun 2012 masih
relatif kecil yaitu sekitar 2%. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun PDB sektor
kehutanan menunjukkan peningkatan sebesar 5% dari Rp.16.543,3 milyar (2008)
menjadi Rp.17.423 milyar (2012). Hal ini mengindikasikan bahwa produk kehutanan
masih digemari oleh pangsa pasar dan berpeluang untuk dikembangkan di
Indonesia.
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi
kehidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun
ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola,
dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan
masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Kegiatan ekonomi suatu negara sangat tergantung dengan investasi atau
penanaman modal baik oleh pihak asing maupun masyarakat dalam negara itu
sendiri. Oleh karena itu pemerintah akan berusaha semaksimal mungkin menarik
minat investor untuk menanamkan modalnya demi meningkatkan nilai ekonomi
serta pendapatan per kapita.
Investasi merupakan bagian penting dalam pembangunan ekonomi nasional, dalam
perspektif jangka panjang ekonomi makro dipengaruhi investasi dari sektor swasta
yang meningkatkan kapasitas produksi masyarakat sehingga mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi nasional.
Untuk itu perlu upaya pemerintah dalam memfasilitasi dan menggerakkan
masyarakat agar dapat memanfaatkan potensi dan peluang-peluang usaha sektor
2
kehutanan serta meningkatkan minat calon penanam modal baik dalam maupun
luar negeri untuk berinvestasi di sektor kehutanan di Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya informasi kepada berbagai pihak
mengenai hal-hal terkait pengembangan investasi sektor kehutanan baik dalam hal
bidang usaha, peraturan perundangan yang mengatur kebijakan pengusahaan
sektor kehutanan dan prosedur perijinan usaha sektor kehutanan.
B. Maksud dan Tujuan Maksud pedoman investasi usaha sektor kehutanan adalah menyajikan informasi
dan pedoman kepada masyarakat terutama calon penanam modal baik dalam
negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya pada sektor kehutanan.
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai bahan pegangan bagi calon
investor dalam menanamkan modalnya di usaha sektor kehutanan.
3
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha
sektor pertanian di wilayah negara Republik Indonesia.
2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam
modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan
penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing.
5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,
badan usaha milik negara Republik Indonesia atau daerah yang melakukan
penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing atau badan usaha
asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
negara Republik Indonesia.
7. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,
perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan
hukum atau tidak berbadan hukum.
8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing perseorangan warga
negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum
Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
9. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)
adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari penebangan,
4
pengangkutan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran
hasil hutan kayu.
10. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HTI) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan
lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
11. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-
RE) adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam
pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan
fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan
pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan,
penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati
(flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu
kawasan kepada jenis asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
12. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat
(IUPHHK-HTR) adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan
berupa kayu pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
13. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Alam
(IUPHHBK-HA) adalah izin usaha yang diberikan untuk pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan,
pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
14. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Tanaman
(IUPHHBK-HT) adalah izin usaha yang diberikan untuk pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penanaman,
pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil.
15. Izin Usaha Pemanfaatan Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUI-PHHK)
adalah izin untuk mengolah kayu bulat dan/atau kayu bulat kecil menjadi satu atau
beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu
pemegang izin oleh pejabat yang berwenang.
5
16. Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah industri pengolahan kayu bulat
dan atau kayu bulat kecil menjadi barang setengah jadi atau barang jadi berupa kayu
gergajian, serpih kayu, veneer, kayu lapis dan Laminated Veneer Lumber (LVL).
17. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Hutan Bukan Kayu (IUI-PHHBK)
adalah pengolahan bahan baku bukan kayu yang dipungut dari hutan, meliputi antara
lain rotan, sagu, nipah, bambu, kulit kayu, daun, buah atau biji, dan getah, serta hasil
hutan ikutan antara lain berupa arang kayu.
18. Pengusahaan Pariwisata Alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan
usaha pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan
taman wisata alam berdasarkan rencana pengelolaan.
19. Usaha Pariwisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk
menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam
pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik, penyediaan
jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam.
20. Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakkan atau
pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian
jenisnya.
21. Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar adalah kegiatan mengedarkan spesimen
tumbuhan dan satwa liar berupa mengumpulkan, membawa, mengangkut, atau
memelihara spesimen tumbuhan dan satwa liar yang ditangkap atau diambil dari
habitat alam atau yang berasal dari penangkaran, termasuk dari hasil pengembangan
populasi berbasis alam, untuk kepentingan pemanfaatan.
22. Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi
tumbuhan dan atau satwa di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga
pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
23. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
24. Hutan Desa (HD) adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
25. Kebun Bibit Rakyat (KBR) adalah kebun bibit yang dikelola oleh masyarakat
melalui penyediaan bibit yang meliputi pembuatan dan/atau pengadaan bibit jenis
tanaman hutan dan/atau jenis tanaman serbaguna (MPTS), yang pembiayaannya
6
dapat bersumber dari dana APBN atau Non APBN yaitu APBD atau BUMN/BUMD/BUMS
atau perorangan atau swadaya.
26. Izin Pinjam Pakai Kawasan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa
mengubah fungsi dan peruntukan kawasan.
27. Izin Pelepasan Kawasan Hutan adalah perubahan peruntukan kawasan HPK
menjadi bukan kawasan hutan.
7
A. Penanaman Modal Dalam Negeri/Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan kegiatan menanam modal oleh investor
asing yang menggunakan modal asing baik secara keseluruhan maupun hanya
sebagian (dengan cara berpatungan bersama investor dalam negeri). Sementara
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal oleh
penanam modal dalam negeri dengan modal keseluruhannya dari dalam negeri.
Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing
sampai saat ini kewenangan perizinannya masih berada di pemerintah pusat. Hal
tersebut meliputi penanaman modal asing yang dilakukan oleh pemerintah negara
lain maupun penanaman modal asing yang dilakukan oleh warga negara asing atau
badan usaha asing termasuk penanaman modal yang menggunakan modal asing
yang berasal dari pemerintah negara lain. Keterlibatan pemerintah dalam
kewenangan perizinan tersebut bisa karena aliran modal yang masuk adalah akibat
perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dan pemerintah negara lain.
B. Jenis Izin Penanaman Modal
Legalitas badan usaha PMA harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang
berlokasi di Indonesia. Berbeda dengan PMDN yang badan usahanya boleh tidak
berbadan hukum atau usaha perseorangan, maupun berbadan hukum berdasarkan
hukum yang berlaku. Jika sudah memenuhi persyaratan di atas, investor akan
memperoleh layanan berupa;
1. pelayanan perizinan;
2. pelayanan non-perizinan.
Perizinan adalah bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal.
Pelayanan persetujuan ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah sesuai kewenangannya yang diatur oleh peraturan yang berlaku. Jenis
pelayanan perizinan penanaman modal meliputi :
8
1. Pendaftaran Penanaman Modal;
2. Izin Prinsip Penanaman Modal;
3. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal;
4. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal
5. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Merger (Penggabungan
Perusahaan) Penanaman Modal dan Izin Usaha Perubahan;
6. Izin lokasi;
7. Persetujuan Pemanfaatan Ruang;
8. Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
9. Izin Gangguan (UUG/HO);
10. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah;
11. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
12. Hak Atas Tanah;
13. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal;
Non-perizinan adalah bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi
mengenai penanaman modal sesuai aturan yang berlaku. Jenis pelayanan non-
perizinan meliputi :
1. fasilitas bea masuk atas impor mesin;
2. fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;
3. usulan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan;
4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P); Rencana Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA); Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01);
5. Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA);
6. insentif daerah;
7. layanan informasi dan layanan pengaduan;
C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. memiliki kekayaan bersih paling banyak antara Rp.50 juta sampai dengan Rp.10
milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak antara Rp.300 juta sampai
dengan Rp. 50 milyar;
9
3. pelaku kegiatan berdomisili di Indonesia;
4. usaha ekonomi yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perorangan;
5. berbentuk badan usaha perorangan yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan.
D. Kemitraan
Kementerian Kehutanan melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
melalui pola kemitraan sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui
Kemitraan Kehutanan.
Kemitraan ini dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas dan memberikan
akses masyarakat setempat dalam rangka kerjasama dengan pemegang izin
pemanfaatan hutan atau pengelola hutan, pemegang izin usaha industri primer
hasil hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan wilayah tertentu untuk
meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan yaitu agar masyarakat
mendapatkan manfaat secara langsung penguatan kapasitas dan pemberian akses,
ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat
berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab
dan profesional.
Pelaku kemitraan kehutanan yaitu :
1. Pengelola hutan (BUMN, BUMD, KHDTK);
2. Izin usaha pemanfaatan kawasan (perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD,
dan BUMS);
3. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (perorangan, koperasi, BUMN atau
BUMD, dan BUMS);
4. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam (perorangan,
koperasi, BUMS Indonesia, BUMN, atau BUMD);
5. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman (perorangan,
koperasi, BUMS Indonesia, BUMN, atau BUMD);
10
6. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam
(perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD, dan BUMS);
7. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman
(perorangan, koperasi, BUMN atau BUMD, dan BUMS);
8. Izin pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam (perorangan atau
koperasi);
9. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam (perorangan atau
koperasi);
10. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman (perorangan
atau koperasi).
11
A. Kriteria Penanaman Modal
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur
fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal yang
melakukan penanaman modal baru atau melakukan perluasan usaha dengan
memenuhi salah satu kriteria berikut :
1. menyerap banyak tenaga kerja;
2. memiliki skala prioritas tinggi;
3. termasuk pembangunan infrastruktur;
4. melakukan alih teknologi;
5. melakukan industri pionir (memiliki keterkaitan luas, memberi nilai tambah
dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki
nilai strategis bagi perekonomian nasional);
6. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah
lain yang dianggap perlu;
7. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
8. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
9. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
10. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.
B. Jenis Fasilitas Penanaman Modal
Beberapa fasilitas yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal di
Indonesia yaitu :
1. Fasilitas Kepabeanan
Fasilitas kepabeanan yang diberikan kepada penanam modal diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 jo. Nomor
28/KMK.05/2001 jo. Nomor 456/KMK.04/2002 tentang Perpanjangan Jangka
Waktu Impor Mesin, Barang, dan Bahan Yang Mendapatkan Fasilitas
12
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 tentang
Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka
Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa, meliputi :
a. Keringanan bea masuk atas impor mesin
1) bea masuk atas impor mesin dalam rangka pembangunan/
pengembangan industri/industri jasa, diberikan keringanan sehingga
tarif akhir bea masuk menjadi 5%.
2) apabila tarif bea masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia sebesar 5% atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif
bea masuk sesuai dalam Buku Tarif Bea Masuk.
3) keringanan bea masuk atas impor mesin diberikan untuk jangka waktu
2 tahun terhitung tanggal Keputusan Keringanan bea masuk.
b. Keringanan bea masuk bahan baku/penolong
1) bea masuk bahan baku/penolong dalam rangka pembangunan
diberikan keringanan tarif akhir bea masuk menjadi 5% dengan
jangka waktu pengimporan selama 2 tahun sejak tanggal Keputusan
Keringanan bea masuk atas bahan baku/penolong. Fasilitas bahan
baku diperlukan untuk keperluan produksi 2 tahun sesuai kapasitas
terpasang.
2) perusahaan yang melakukan pengembangan termasuk restrukturisasi
dengan penambahan investasi sekurang-kurangnya 30% dari
besarnya investasi untuk mesin/peralatan yang tercantum dalam Izin
Usaha Tetap yang pertama, diberikan keringanan bea masuk atas
bahan baku/penolong untuk keperluan produksi 2 tahun dengan tarif
akhir bea masuk menjadi 5% dengan jangka waktu pengimporan 2
tahun terhitung sejak tanggal Keputusan Keringanan bea masuk atas
bahan baku/penolong.
3) industri yang melakukan pengembangan atau pembangunan dengan
menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri, diberikan
keringanan bea masuk atas impor bahan baku/penolong untuk
keperluan produksi/keperluan tambahan produksi 4 tahun, dengan
13
jangka waktu pengimporan selama 4 tahun terhitung sejak tanggal
Keputusan Keringanan bea masuk atas bahan baku/penolong.
2. Fasilitas Pajak Penghasilan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak
Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu
dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, kepada wajib pajak badan dalam negeri
berbentuk perseroan terbatas dan koperasi yang melakukan penanaman
modal dapat diberikan Pajak Penghasilan pada :
a. Bidang-Bidang Usaha Tertentu; atau No. Bidang Usaha KBLI Cakupan Produk Persyaratan
1.
KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU Pengusahaan Kayu Jati
02111
Penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran produk hutan jati
5000 Ha
b. Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan Daerah-Daerah Tertentu. No. Bidang Usaha KBLI Cakupan Produk Daerah/Provinsi Persyaratan
1.
2.
KEHUTANAN DAN PENEBANGAN KAYU Pengusahaan Hutan Pinus Pengusahaan Hutan Mahoni
02112
02113
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman pinus Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman mahoni
Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha
14
3.
4.
5.
6.
Pengusahaan Hutan Sonokeling Pengusahaan Hutan Albisia/Jeunjing Pengusahaan Hutan Cendana Pengusahaan Hutan Akasia
02114 02115 02116 02117
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman sonokeling Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman albisia/jeunjing Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman cendana Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman akasia
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha
15
7.
8.
Pengusahaan Hutan Ekaliptus Pengusahaan Hutan Lainnya
02118 02119
Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman ekaliptus Kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran produk tanaman sungkai, kayu karet, gmelina, dan/atau meranti
Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Papua, Papua Barat
Minimal 5000 Ha Minimal 5000 Ha
Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk penanaman modal meliputi :
a. Pengurangan Penghasilan Netto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-
masing sebesar 5% (lima persen) per tahun.
b. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat sebagai berikut :
Kelompok Aktiva Tetap Berwujud
Masa Manfaat Menjadi
Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
2 tahun
4 tahun
8 tahun
50 %
25 %
12,5 %
100 % (dibebankan sekaligus)
50 %
25 %
16
Kelompok IV
10 tahun
10 %
20 %
II. Bangunan
- Permanen
- Tidak Permanen
10 tahun
5 tahun
10 %
20 %
-
-
c. Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada
Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang
lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang
berlaku; dan
d. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih
dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan :
1) tambahan 1 tahun, jika penanaman modal baru pada bidang usaha
yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan
industri dan kawasan berikat;
2) tambahan 1 tahun, jika mempekerjakan sekurang-kurangnya 500
(lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 tahun berturut-
turut;
3) tambahan 1 tahun, jika penanaman modal baru memerlukan
investasi/pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi
usaha paling sedikit sebesar Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah);
4) tambahan 1 tahun, jika mengeluarkan biaya penelitian dan
pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk
atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan /atau
5) tambahan 1 tahun, jika menggunakan bahan baku dan/atau
komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh
persen) sejak tahun ke 4 (empat).
17
Fasilitas Pajak Penghasilan diberikan oleh Menteri Keuangan melalui Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal. Wajib Pajak yang mendapat fasilitas
PPh, sebelum berakhirnya jangka waktu 6 (enam) tahun sejak tanggal
pemberian fasilitas tidak boleh :
a. menggunakan aktiva tetap yang mendapat fasilitas untuk tujuan lain
selain yang diberikan; atau
b. mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan
fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva
tetap baru.
Apabila wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas tidak memenuhi
ketentuan di atas, maka :
a. fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah akan
dicabut;
b. pemberlakuan sanksi kepada wajib pajak yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; dan
c. tidak dapat lagi diberikan fasilitas.
Wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha
di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka kegiatan usaha tersebut
tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan.
3. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, mengatur tentang
Pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap :
a. Impor Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, meliputi :
18
1) Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
2) Barang hasil pertanian, yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang
kehutanan yang temasuk perburuan atau penangkapan, maupun
penangkaran;
3) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
b. Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis meliputi :
1) Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
2) Barang hasil pertanian, yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang
kehutanan yang temasuk perburuan atau penangkapan, maupun
penangkaran.
3) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan
BARANG HASIL PERTANIAN BIDANG KEHUTANAN YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai)
NO KOMODITI PROSES JENIS BARANG
A. Hasil Hutan Kayu
1. Kayu - Bagian dari pohon yang dipotong, dikuliti dengan tangan ataupun tidak, diberi bahan pengawet maupun tidak, dihilangkan getahnya atau tidak, menjadi batang dengan ukuran diameter 30 (tiga puluh) cm atau lebih.
Kayu bulat besar
- Bagian dari pohon yang dipotong, dikuliti dengan tangan ataupun tidak, diberi bahan pengawet maupun tidak, dihilangkan getahnya atau tidak, menjadi batang dengan ukuran diameter kurang dari 30 (tiga puluh) cm.
Kayu bulat kecil
19
NO KOMODITI PROSES JENIS BARANG
2. Kelapa sawit
- Kayu
Bagian dari pohon yang dipotong, diberi bahan pengawet atau tidak.
Kayu bulat kelapa sawit
3. Karet
- Kayu
Bagian dari pohon yang dipotong, diambil getahnya atau tidak, diberi bahan pengawet atau tidak.
Kayu bulat karet
4. Bambu
- Batang
Bagian dari pohon yang dipotong, diawetkan atau tidak, dikeringkan
Bambu bulat kering
B. Hasil Hutan Bukan Kayu
1. Rotan - Batang rotan yang total mengalami pembersihan dan peruntian tetapi belum mengalami pencucian dan dikeringkan
- Batangan rotan yang telah dibersihkan, penggosokkan dan pengeringan dan pengawetan dengan asap belerang (Washed dan Sulphurized)
- Rotan asalan
- Rotan bundar WS (Washed dan Sulphurized)
2. Gaharu Dicincang, dipilah, diambil bagian gaharunya, dikeringkan
Gubal gaharu dan kemedangan
3. Agathis
- Kopal
Pembersihan kulit, dikoak, ditampung getahnya sampai mengeras.
Kopal
4. Shorea
- Damar mata kucing
Pembersihan kulit, dikoak, ditampung getahnya sampai mengeras.
Damar
5. Kemiri
- Biji
Buah dikupas kulitnya, biji dipecah atau tidak, daging biji dikeringkan.
Biji kemiri kering, daging biji kering
6. Tengkawang
- Biji
Buah dikupas kulitnya, biji dipecah daging biji dikeringkan.
Biji tengkawang
4. Fasilitas Perpajakan di Wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET)
Dalam rangka mendorong keberhasilan sektor-sektor kegiatan ekonomi yang
memiliki prioritas tinggi dalam skala nasional serta lebih memberikan
20
kepastian hukum bagi pengusaha, pemerintah menerapkan perlakuan
perpajakan (fasilitas) bagi pengusaha di kawasan berikat (PDKB) dalam
wilayah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 147
Tahun 2000.
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) merupakan wilayah
geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki persyaratan sebagai
berikut :
a. memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan atau;
b. mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan
ekonomi di wilayah sekitarnya dan atau;
c. memiliki potensi pengembalian investasi yang besar.
Terdapat 13 KAPET di Indonesia yang umumnya tersebar di Kawasan
Indonesia Tengah dan Timur, kecuali KAPET Nanggroe Aceh Darussalam.
Nama dan Alamat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
No. Nama Instansi Alamat, telpon, fax
1 KAPET Nanggroe Aceh Darussalam
Jl. Perdagangan No. 20 Sabang 98989; Telp. 62-652-22143,22144; Fax. 62-652-22009
2 KAPET Bima (NTB) Jl. Gajah Mada No.76 Raba,Bima, NTB; Tlp/fax : 62-374-43204
3 KAPET Mbay (NTT) Jl. Soekarno-Hatta, Bajawa-Ngada, NTT; Tlp/fax : 62-384-21071
4 KAPET Katulistiwa (Kalimantan Barat)
Jl. Merdeka No.78 Singkawang; Tlp. 62-562-635100; Fax : 62-562-633994
5 KAPET DAS KAKAB (Kalimantan Tengah)
Jl. Cilik Riwut No. 2 Palangkaraya, Tlp. 62-536-21145, 38723, 28518,28626,286688; Fax :62-536-21145
6 KAPET Sasamba (Kalimantan Timur)
Jl. Basuki Rahmat II No. 5 Samarinda, Tlp.62-541-748025; Fax : 62-541-748025
7 KAPET Batulicin (Kalimantan Selatan)
Jl. P. Samudra No. 40 Banjarmasin, Telp.62-511-54154,366413,366222; Fax : 62-511-68012, 366222
8 KAPET Manado-Bitung (Sulawesi Utara)
Jl. Diponegoro No. 51 Manado 95112, Tlp.62-431-846685; Fax : 62-431-846687
21
No. Nama Instansi Alamat, telpon, fax
9 KAPET Bukari (Sulawesi Tenggara)
Jl. S. Parman No. 2 Kendari, Tlp/fax : 62-401-323366
10 KAPET Batui (Sulawesi Tengah) Jl. Urip Sumoharjo, Luwuk; Tlp/fax : 62-461-324172
11 KAPET Pare-pare (Sulawesi Selatan)
Jl. Panorama No. 1 Parepare; Tlp/fax : 62-421-21453
12 KAPET Seram (Maluku) Jl. Pattimura No. 1 seram, Maluku; Tlp.fax : 62-911-355020, 352043
13 KAPET Biak (Papua) Jl. Batu Karang Swapodibo, Biak 98152, Irian Jaya Barat; Tlp. 62-981-24514, 25371; Fax : 62-981-24515
Sumber : Nama dan Alamat Pengelola KAPET yang masih beroperasi saat ini (www.google.com)
Fasilitas yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan kegiatan
penanaman modal di KAPET adalah :
a. Pajak Penghasilan, yaitu :
1) Pengurangan penghasilan neto 30% (tiga puluh persen) dari jumlah
penanaman modal yang dilakukan;
2) Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan atau amortisasi yang
dipercepat, sebagai berikut :
Kelompok Harta Masa Manfaat Menjadi
Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode
Garis Lurus Saldo Menurun
III. Bukan Bangunan
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
Kelompok IV
2 tahun
4 tahun
8 tahun
10 tahun
50 %
25 %
12,5 %
10 %
100 % (dibebankan sekaligus)
50 %
25 %
20 %
22
IV. Bangunan
- Permanen
- Tidak Permanen 10 tahun
5 tahun
10 %
20 %
-
-
Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 147 Tahun 2000
3) Kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturut-
turut sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun;
4) Pengenaan Pajak penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada
Subyek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif
yang lebih rendah menurut Persetujuan Pajak Berganda yang berlaku.
Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 200/KMK.04/2000, kepada
Pengusaha Kawasan Berikat di dalam wilayah KAPET dapat diberikan
pembebasan PPh Pasal 22 atas :
impor barang modal atau peralatan untuk
pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan
perkantoran yang semata-mata dipakai oleh Pengusaha Kawasan
Berikat (PKB);
impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diberikan kepada pengusaha di wilayah KAPET (PDKB)
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang
Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu,
dimana tidak dipungut atas :
Impor barang modal atau peralatan lain oleh Pengusaha di Kawasan
Berikat (PDKB) yang berhubungan langsung dengan kegiatan
produksi;
Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
Pemasukan barang kena pajak dari daerah pabean Indonesia Lainnya,
untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
23
Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah
lebih lanjut;
Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri
di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;
Penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak
oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada
Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
Peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka
subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB
lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.
b. Fasilitas Kepabeanan
1) Kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha sebagai PKB
(Perusahaan Kawasan Berikat) atau PKB merangkap PDKB
(Perusahaan Dalam Kawasan Berikat) di dalam wilayah KAPET
diberikan fasilitas kepabeanan berupa penangguhan bea masuk atas
impor :
barang modal atau peralatan untuk pembangunan/
konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran
yang semata-mata dipakai oleh PKB;
barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di
PDKB; serta
barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.
2) Kepada pengusaha industri dan pengusaha industri jasa tertentu yang
melakukan kegiatan usaha dalam rangka pembangunan/
pengembangan industri/industri jasa di dalam wilayah KAPET tetapi
berada di luar Kawasan Berikat diberikan fasilitas yang meliputi :
keringanan bea masuk atas impor mesin yang terkait langsung
dengan kegiatan industri/industri jasa sehingga tarif akhir bea
masuknya menjadi 5%.
24
dalam hal tarif bea masuk atas mesin yang tercantum dalam Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% atau kurang, maka yang
berlaku adalah tarif-tarif bea masuk dalam BTBMI;
keringanan bea masuk 5% diberikan untuk jangka waktu
pengimporan selama 2 tahun terhitung sejak tanggal keputusan
keringanan bea masuk;
atas impor suku cadang dan impor mesin tidak diberikan
keringanan bea masuk.
3) Kepada pengusaha industri yang telah mendapatkan keringanan bea
masuk kecuali pengusaha industri jasa diberikan fasilitas yang
meliputi :
dalam rangka pembangunan industri diberikan keringanan bea
masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi 4
tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir bea
masuknya menjadi 5% dengan jangka waktu pengimporan selama
4 tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan bea masuk
atas barang dan bahan;
dalam rangka pengembangan industri diberikan keringanan bea
masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan
produksi 4 tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir
bea masuknya menjadi 5%, apabila pengembangan dengan
menambah kapasitas sekurang-kurangnya 30% dari besarnya
kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 4
tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan bea masuk
atas barang dan bahan;
dalam hal tarif bea masuk atas barang dan bahan yang tercantum
dalam BTBMI 5% atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif
bea masuk dalam BTBMI.
25
Persyaratan dan prosedur investasi kehutanan secara umum (berlaku untuk semua
bidang usaha) dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
1. Surat Persetujuan PMDN/SP-PMDN (formulir Model I PMDN)
SP-PMDN berlaku sebagai izin prinsip, yaitu sebagai dasar pengurusan
persetujuan/perizinan pelaksanaan lainnya.
a. Permohonan SP-PMDN baru diajukan kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) atau Ketua Badan Koordinasi Penanaman
Modal Daerah (BKPMD). Dalam hal permohonan penanaman modal yang
berlokasi di 2 (dua) propinsi atau lebih diajukan kepada kepala BKPM.
b. Permohonan diajukan dalam 2 (dua) rangkap dengan menggunakan
formulir model I/PMDN dengan dilengkapi lampiran sebagai berikut :
1) Bukti Diri pemohon, terdiri dari :
a) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya untuk
perusahaan yang berbentuk PT, BUMN/BUMD, CV, Fa; atau
b) Rekaman anggaran dasar bagi badan usaha Koperasi; atau
c) Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk perorangan.
2) Surat Kuasa dari yang berhak apabila penandatangan permohonan
bukan dilakukan oleh pemohon sendiri,
3) Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemohon,
4) Uraian Kegiatan penanaman modal :
a) Proses Produksi yang dilengkapi dengan bagan alir proses, serta
mencantumkan jenis bahan baku/bahan penolong, bagi industri
pengolahan; atau
b) Uraian kegiatan usaha, bagi kegiatan di bidang jasa.
5) Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan
oleh pemerintah seperti yang tercantum antara lain dalam Buku
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal.
26
6) Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan :
a) Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai
kesepakatan bermitra dengan usaha kecil, yang antara lain
memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan
yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak,
dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada usaha kecil.
b) Akte pendirian atau perubahan atau risalah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) mengenai penyertaan usaha kecil
sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk
penyertaan saham.
c) Surat pernyataan di atas materai dari usaha kecil yang
menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria
usaha kecil sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2008.
d) Bagi permohonan yang memenuhi persyaratan, Kepala BKPM
atau Ketua BKPMD Propinsi akan menerbitkan Surat Persetujuan
Penanaman Modal Dalam Negeri (SP-PMDN).
2. Surat Persetujuan Penggabungan Perusahaan/Merger (Formulir model
III/D)
Persyaratan untuk mendapatkan persetujuan penggabungan
perusahaan/Merger :
a. Rekaman Izin Usaha Tetap (IUT) atau Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
bagi yang telah berproduksi komersial tetapi belum memiliki IUT dari
masing-masing perusahaan (PMDN) atau surat izin usaha bagi Non
PMDN.
b. Rekaman surat persetujuan dan perubahannya untuk masing-masing
perusahaan PMDN.
c. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya dengan
pengesahannya dari Kementerian Hukum dan HAM untuk masing-masing
perusahaan.
d. Rekaman risalah RUPS yang diketahui oleh Notaris atau Pernyataan
Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, tentang
27
persetujuan penggabungan dari pemegang saham masing-masing
perusahaan.
e. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) terakhir bagi
perusahaan yang akan meneruskan kegiatan usaha.
f. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMA menjadi PMDN (Formulir Model
III/A)
a. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan
Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani oleh
seluruh pemegang saham yang diketahui oleh notaris atau Pernyataan
Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta Notaris, yang
memuat perjanjian kesepakatan perubahan modal perseroan.
b. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir.
c. Surat Persetujuan/Izin Usaha Tetap (IUT) yang telah dimiliki perusahaan.
d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri
(Formulir model II/PMDN)
a. Rekaman IUT atau BAP, kecuali jika proyek perluasan yang dimohonkan
berbeda lokasi, atau berbeda bidang usaha dan/atau jenis produksi
dengan proyek sebelumnya.
b. Uraian proses produksi/kegiatan untuk bidang usaha yang tidak sejenis
dengan bidang usaha yang disebut dalam IUT/BAP dalam proyek
sebelumnya, dilengkapi :
1) Diagram alur proses dan uraian proses produksi serta jenis bahan
baku/penolong bagi industri pengolahan, atau
2) Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan bidang usaha jasa.
c. Rekaman LKPM periode terakhir dan surat persetujuan BKPM.
d. Surat kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
28
5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMDN dan PMA
(Formulir model III/C)
a. Rekaman Surat Persetujuan Pabean bagi perusahaan yang sudah
dimiliki.
b. Rekaman Surat Persetujuan PMDN atau Surat Persetujuan PMA
beserta perubahannya.
c. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir.
d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan
Rekomendasi TA-01 Dalam Rangka PMDN/PMA baru, Perpanjangan dan
Pindah Jabatan (Formulir IMTA).
a. Lampiran Bagi Permohonan Rekomendasi TA.01
1) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku dari TKWNAP yang
bersangkutan.
2) Riwayat hidup terakhir (asli) yang ditandatangani oleh yang
bersangkutan.
3) Rekaman ijazah dan/atau sertifikat serta bukti pengalaman kerja
dalam bahasa Inggris atau terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh
penerjemah tersumpah.
4) Rekaman akta atau risalah RUPS tentang penunjukan/ pengangkatan
untuk jabatan direksi.
5) Rekaman SK RPTK yang berlaku.
6) Rekaman Surat Keputusan perusahaan tentang pengangkatan
sebagai karyawan dan penunjukan sebagai TKI pendamping.
7) Rekaman KTP TKI pendamping yang masih berlaku.
8) Bukti Exit Permit Only (EPO)/copy IMTA untuk TKWNAP yang pernah
bekerja di Indonesia sebelumnya.
9) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
29
b. Lampiran Bagi Permohonan IMTA Baru
1) Pas Photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,
2) Rekaman SP PMDN/PMA dan perubahannya,
3) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,
4) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan
(DPKK) dari Nota Kredit,
5) Program pendidikan dan pelatihan TKI pendamping,
6) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatanganan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
c. Lampiran Bagi Permohonan Perpanjangan IMTA
1) Surat Keputusan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA),
2) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,
3) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan
(DPKK) dari Nota Kredit,
4) Rekaman RPTK yang masih berlaku,
5) Pas Photo 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar,
6) Laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan latihan
dan/atau program pengindonesiaan tenaga kerja,
7) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam
Rangka PMDN (formulir IUT)
a. Rekaman akta pendirian dan perubahan serta pengesahan/
persetujuan/tanda penerimaan laporan dari Kementerian Hukum dan
HAM.
b. Bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama perusahaan :
1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah (HGB atau HGU atau Hak
Pakai) atau akta jual beli tanah oleh PPAT, atau
2) Rekaman perjanjian sewa menyewa tanah.
c. Bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan :
1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau
30
2) Rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/
bangunan, atau
3) Bukti sah lainnya.
d. Rekaman NPWP.
e. Rekaman izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi bidang usaha
selain perdagangan dan jasa konsultasi, kecuali yang diwajibkan AMDAL.
f. Rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi jasa perdagangan dan
jasa konsultasi.
g. Rekaman persetujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi perusahaan yang kegiatan
usahanya wajib analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL)
bagi perusahaan yang kegiatan usahanya tidak wajib AMDAL.
h. Rekaman Surat Persetujuan PMA/PMDN yang dimiliki.
i. Rekaman Izin Usaha Tetap yang dimiliki (untuk permohonan IUT
perluasan/Merger/Alih Status).
j. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
k. Rekaman LKPM-LI semester akhir.
l. Persyaratan lain sebagaimana tercantum di dalam Surat Persetujuan
dan/atau Daftar Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan
(Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 atau perubahannya).
8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal
a. Diperoleh di Pusat (BKPM atas nama Menteri Teknis)
1) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT),
2) Rencana Penempatan Tenaga Kerja (RPTK),
3) TA.01,
4) Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA),
5) SP Pabean barang modal/bahan baku,
31
b. Diperoleh di Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)
1) Izin Lokasi,
2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
3) Izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/Hinder Odoratie (HO),
4) Hak Atas Tanah,
5) Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
6) Izin usaha sektor kehutanan :
a) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK),
b) Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),
c) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK),
d) Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam,
e) Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).
Izin-izin yang diperoleh di Pusat dan Daerah dilampirkan sebagai persyaratan
permohonan Izin Usaha Tetap (IUT).
B. Penanaman Modal Asing (PMA)
Permohonan Penanaman Modal baru dalam rangka PMA dapat diajukan oleh :
WNA dan/atau,
Badan Hukum Asing dan/atau,
Perusahaan PMA dan/atau,
Warga Negara Asing dan/atau Badan Hukum Asing dan/atau perusahaan
PMA bersama dengan WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia (dalam
bentuk Joint Venture).
Persyaratan dan prosedur investasi yang harus dimiliki oleh Penanam Modal
Asing (PMA) sebagai berikut :
1. Surat Persetujuan PMA/SP-PMA (formulir model I/PMA)
a. Bagi Peserta Asing :
1) Akta pendirian perusahaan dalam bahasa Inggris atau bahasa
Indonesia; atau
2) Fotocopy Paspor bagi perorangan.
32
b. Bagi perusahaan PMA yang sedang berjalan :
1) Akta pendirian perusahaan dan perubahan apa saja,
2) Pengesahan dari Menkumham,
3) NPWP,
4) Foto copy Pengesahan Penanaman Modal (SP/IUT BKPM).
c. Bagi Peserta Indonesia :
1) Akta pendirian perusahaan dan perubahan apa saja dan pengesahan
dari Menkumham; atau,
2) KTP bagi perorangan,
3) NPWP.
d. Bagi perusahaan PMA yang baru bergabung (PT. PMA)
1) Akta pendirian perusahaan,
2) Pengesahan dari Menkumham.
e. Bagan arus dan uraian proses produksi serta perlengkapan bahan baku
bagi industri pengolahan atau uraian/penjelasan kegiatan usaha bagi
sektor pelayanan.
f. Surat rekomendasi dari menteri teknis atau badan-badan lain yang
terkait, bila diperlukan.
g. Bila rekomendasi tersebut belum ada, perusahaan boleh menyerahkan
permohonan penanaman modal kepada BKPM dengan melampirkan
fotocopy surat rekomendasi dari menteri teknis atau bahan-bahan yang
terkait termasuk bukti penerimaan dari instansi terkait. BKPM akan
mengirim sepucuk surat ke instansi terkait mengenai permohonan
rekomendasi dari perusahaan, dan bila dalam 17 (tujuh belas) hari kerja
tidak ada respon atau rekomendasi, BKPM akan menerbitkan surat
Pengesahan Penanaman Modal.
h. Surat Kuasa kepada yang menandatangani dan/atau menyerahkan
permohonan tersebut jika peserta diwakilkan oleh pihak lain.
33
2. Surat Persetujuan pendirian kantor perwakilan di Indonesia (formulir model
KPPA)
a. Surat penunjukan dari perusahaan induk.
b. Surat kuasa untuk menandatangani permohonan jika peserta diwakilkan
kepada pihak lain.
c. Akta pendirian perusahaan dari perusahaan induk dan perubahan apa
saja.
d. Fotocopy paspor yang sah (bagi orang asing) atau fotocopy KTP (bagi
orang Indonesia) yang akan diusulkan menjadi seorang eksekutif
perwakilan.
e. Surat pernyataan mengenai keinginan tinggal, dan hanya bekerja
sebagai jabatan eksekutif kantor perwakilan tanpa melakukan bisnis lain
di Indonesia.
3. Surat Persetujuan Perubahan Status PMDN atau Non PMDN/PMA menjadi
PMA (Formulir model III/B)
a. Dokumen Perusahaan PMDN yang menjual saham, meliputi :
1) Rekaman Surat Persetujuan PMDN beserta perubahannya atau
Rekaman Izin Usaha/Izin Usaha Tetap bagi perusahaan yang telah
berproduksi,
2) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya yang
telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM,
3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan
Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani
oleh seluruh pemegang saham yang diketahui oleh Notaris atau
pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta
Notaris, yang memuat perjanjian kesepakatan penjualan saham dan
perubahan status perusahaan menjadi PMA,
4) Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode
terakhir.
34
b. Dokumen perusahaan Non PMDN/PMA yang menjual saham, meliputi:
1) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya yang telah
disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM,
2) Rekaman Persetujuan Prinsip dari Kementerian Teknis bagi
perusahaan yang belum berproduksi atau Izin Usaha/Izin Usaha
Tetap bagi perusahaan yang telah berproduksi,
3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan
Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani
oleh seluruh pemegang saham dan diketahui oleh Notaris atau
Pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta
Notaris, serta memuat perjanjian kesepakatan penjualan saham dan
perubahan status perusahaan menjadi PMA,
4) Rekaman NPWP.
c. Dokumen Perusahaan PMA yang membeli saham, meliputi :
1) Rekaman Surat Persetujuan dan/atau Izin Usaha/Izin Usaha Tetap,
2) Rekaman LKPM periode terakhir,
3) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)/Keputusan
Sirkular/Kesepakatan Para Pemegang Saham, yang ditandatangani
oleh seluruh pemegang saham dan diketahui oleh Notaris atau
Pernyataan Keputusan Rapat/Berita Acara Rapat dalam bentuk Akta
Notaris, serta memuat perjanjian kesepakatan pembeli saham,
4) Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya yang telah
disahkan Kementerian Hukum dan HAM.
d. Dokumen Warga Negara Asing dan/atau Badan hukum asing yang
membeli saham, meliputi :
1) Rekaman paspor yang masih berlaku bagi perorangan Warga Negara
Asing,
2) Rekaman Akta Pendirian dan perubahannya serta terjemahannya
dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
e. Surat rekomendasi dari instansi terkait, jika dipersyaratkan. Dalam hal
surat rekomendasi belum ada, perusahaan dapat mengajukan
permohonan penanaman modal ke BKPM dengan melampirkan surat
permohonan rekomendasi kepada instasi teknis disertai dengan tanda
35
terima surat permohonan tersebut. Selanjutnya BKPM akan mengirim
surat kepada instansi teknis tentang rekomendasi tersebut dan apabila
dalam jangka waktu paling lama 17 (tujuh belas) hari kerja rekomendasi
tersebut belum dikeluarkan atau tidak ada tanggapan, maka BKPM akan
mengeluarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal yang bersangkutan.
f. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
4. Surat Persetujuan Perluasan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing
(formulir model II/PMA)
a. Rekaman IUT atau BAP, kecuali jika proyek perluasan yang dimohonkan
berbeda lokasi, atau berbeda bidang usaha dan/atau jenis produksi
dengan proyek sebelumnya.
b. Uraian proses produksi/kegiatan untuk bidang usaha yang tidak sejenis
dengan bidang usaha yang disebut dalam IUT/BAP dalam proyek
sebelumnya, dilengkapi :
1) Diagram alur proses dan uraian proses produksi serta jenis bahan
baku/penolong bagi industri pengolahan, atau
2) Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan bidang usaha jasa.
c. Rekaman LKPM periode terakhir dan surat persetujuan BKPM.
d. Surat kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
5. Surat Persetujuan Perpanjangan Waktu Penyelesaian Proyek PMA (formulir
model III/C)
a. Rekaman Surat Persetujuan Pabean bagi perusahaan yang sudah
dimiliki;
b. Rekaman Surat Persetujuan PMDN atau Surat Persetujuan PMA beserta
perubahannya;
c. Rekaman Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode terakhir;
d. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
36
6. Surat Permohonan Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) dan
Rekomendasi TA-01 Dalam Rangka PMA baru, Perpanjangan dan Pindah
Jabatan (Formulir IMTA)
a. Lampiran bagi Permohonan Rekomendasi TA.01
1) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku dari TKWNAP yang
bersangkutan,
2) Riwayat hidup terakhir (asli) yang ditandatangani oleh yang
bersangkutan,
3) Rekaman ijazah dan/atau sertifikat serta bukti pengalaman kerja
dalam Bahasa Inggris atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
oleh penerjemah tersumpah,
4) Rekaman akta atau risalah RUPS tentang penunjukan/ pengangkatan
untuk jabatan Direksi,
5) Rekaman SK RPTK yang berlaku,
6) Rekaman Surat Keputusan perusahaan tentang pengangkatan
sebagai karyawan dan penunjukan sebagai TKI pendamping,
7) Rekaman KTP TKI pendamping yang masih berlaku,
8) Bukti Exit Permit Only (EPO)/copy IMTA untuk TKWNAP yang pernah
bekerja di Indonesia sebelumnya,
9) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
b. Lampiran bagi Permohonan IMTA Baru
1) Pas photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,
2) Rekaman SP PMDN/PMA dan perubahannya,
3) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,
4) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Keterampilan
(DPKK) dari Nota Kredit,
5) Program pendidikan dan pelatihan TKI pendamping,
6) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
c. Lampiran bagi Permohonan Perpanjangan IMTA
1) Surat Keputusan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA),
2) Rekaman paspor lengkap yang masih berlaku,
37
3) Bukti pembayaran Dana Pengembangan Keahlian dan Ketrampilan
(DPKK) dari Nota Kredit,
4) Rekaman RPTK yang masih berlaku,
5) Pas photo 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar,
6) Laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan latihan
dan/atau program pengindonesiaan tenaga kerja,
7) Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
7. Surat Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Usaha/Izin Usaha Tetap Dalam
Rangka PMA (formulir IUT)
a. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan serta
pengesahan/persetujuan/tanda penerimaan laporan dari Kementerian
Hukum dan HAM.
b. Bukti penguasaan/penggunaan tanah atas nama perusahaan :
1) Rekaman sertifikat Hak Atas Tanah (HGB atau HGU atau Hak Pakai
atau akta jual beli tanah oleh PPAT), atau
2) Rekaman perjanjian sewa menyewa tanah.
c. Bukti penguasaan/penggunaan gedung/bangunan :
1) Rekaman Izin Mendirikan Bangunan (IMB), atau
2) Rekaman akta jual beli/perjanjian sewa menyewa gedung/
bangunan, atau
3) Bukti sah lainnya.
d. Rekaman NPWP.
e. Rekaman izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi bidang usaha
selain perdagangan dan jasa konsultasi, kecuali yang diwajibkan AMDAL.
Rekaman Surat Izin Tempat Usaha (SITU) bagi jasa perdagangan dan
jasa konsultasi.
f. Rekaman persetujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) bagi perusahaan yang kegiatan
usahanya wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
38
Lingkungan (UPL) atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL)
bagi perusahaan yang kegiatan usahanya tidak wajib AMDAL.
g. Rekaman Surat Persetujuan PMA yang dimiliki.
h. Rekaman Izin Usaha Tetap yang dimiliki (untuk permohonan IUT
perluasan/Merger/Alih Status).
i. Surat Kuasa bermaterai cukup, bila penandatangan dan/atau yang
mengurus permohonan tidak dilakukan oleh pemohon sendiri.
j. Rekaman LKPM-LI semester akhir.
k. Persyaratan lain sebagaimana tercantum di dalam Surat Persetujuan
dan/atau Daftar Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan
(Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 atau perubahannya).
8. Izin-izin Pelaksanaan Penanaman Modal
Perizinan/persetujuan yang diperlukan dalam rangka PMA adalah :
Surat Persetujuan PMA/SP-PMA (formulir Model I PMA)
a. SP-PMA dipergunakan sebagai dasar pengurusan persetujuan/perizinan
pelaksanaan lain baik di pusat maupun di daerah.
b. Permohonan PMA baru diajukan kepada Kepala BKPM dengan lampiran
bukti diri (paspor).
c. Bagi permohonan yang memenuhi persyaratan maka Kepala BKPM
selambat-lambatnya dalam 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan
diterima dengan lengkap dan benar akan menerbitkan Surat Persetujuan
Penanaman Modal Asing (SP-PMA). SP-PMA digunakan untuk melengkapi
izin-izin pelaksanaan penanaman modal.
Izin izin Pelaksanaan dalam rangka PMA ada yang diurus di Pusat dan ada
yang diurus di daerah. Izin pelaksanaan tersebut meliputi :
a. Diperoleh di Pusat (BKPM atas nama Menteri Teknis)
Perizinan/persetujuan PMA yang diurus/dikeluarkan di BKPM atas nama
Menteri Teknis terkait adalah :
1) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), 2) Rencana Penempatan Tenaga Kerja (RPTK), 3) TA.01, 4) Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), 5) Surat Persetujuan Pabean Barang Modal/Bahan Baku.
39
b. Diperoleh di Pusat (Instansi selain BKPM)
1) Akte Pendirian Perusahaan (Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia),
2) NPWP (Kementerian Keuangan),
3) Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) untuk tenaga asing
(Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia).
c. Diperoleh di Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)
Perizinan/persetujuan PMA yang diurus/dikeluarkan di daerah adalah :
1) Izin Lokasi,
2) Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
3) UUG/HO,
4) Hak Atas Tanah,
5) Izin Amdal,
6) Izin usaha sektor kehutanan :
a) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK),
b) Izin Pemanfaatan Kayu (IPK),
c) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK),
d) Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam,
e) Izin Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).
Izin-izin yang diperoleh di Pusat dan Daerah dilampirkan sebagai persyaratan
permohonan Izin Usaha Tetap (IUT).
40
41
Dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi sektor kehutanan dan peningkatan
perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, Undang-undang Nomor 41 tahun
1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2008 mengatur secara garis besar bentuk pemanfaatan hutan yang wajib disertai
izin usaha pemanfatan hutan meliputi:
Pemanfaatan Kawasan (IUPK)
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL);
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu (IUPHHK dan IUPHHBK); dan
Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu (IPHHK dan IPHHBK).
Bidang usaha potensial kehutanan selama ini telah diupayakan peningkatannya melalui
pelayanan perijinan usaha oleh Kementerian Kehutanan yang seyogyanya juga didukung
oleh iklim usaha yang kondusif bagi investor guna menghindari permasalahan yang
menghambat perkembangan investasi pada sektor kehutanan, seperti:
Aspek legal, tumpang tindih kewenangan terkait otonomi.
Aspek land, klaim masyarakat setempat (tenurial).
Aspek labour, UU tenaga kerja yang disempurnakan.
Aspek infrastruktur.
Pemberian pinjaman/kredit.
Tekanan dunia internasional.
Kementerian Kehutanan telah mengatur mekanisme dan tata cara perizinan usaha sektor
kehutanan sebagai berikut :
A. Mekanisme Pengajuan Perizinan
Mekanisme/bagan alir pelayanan perizinan dibuat sesederhana mungkin, sehingga
masyarakat cepat bisa memahami dalam mengurus perizinan dibutuhkan. Adapun
bagan alir/mekanisme perizinan di Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :
42
Pemohon pertama-tama mengakses situs web pelayanan perizinan online dan
melakukan registrasi/pendaftaran online.
Pemohon setelah melakukan registrasi, admin perizinan akan mengecek berkas
yang diberikan oleh pemohon.
Jika persyaratan yang diberikan lengkap/memenuhi syarat maka pemohon akan di
kirimkan USER ID dan Password melalui E-mail.
Jika persyaratan tidak lengkap/tidak memenuhi syarat maka pemohon akan
dikirimkan pemberitahuan ketidakvalidan persyaratan melalui E-mail.
Mekanisme Perizinan Online
Mekanisme/bagan alir pelayanan perizinan dibuat sesederhana mungkin, sehingga
masyarakat cepat bisa memahami dalam mengurus perizinan dibutuhkan. Adapun
bagan alir/mekanisme perizinan di Kementerian Kehutanan adalah sebagai berikut :
43
Pemohon pertama-tama mengakses situs web portal perizinan dan melakukan
permohonan izin.
Pemohon mengirimkan persyaratan-persyaratan terkait perizinan yang dipilih secara
online melalui situs web portal perizinan.
Selanjutnya admin system akan menerima berkas dari pemohon dan cek
kelengkapan persyaratan.
Jika persyaratan tidak lengkap/tidak memenuhi syarat maka pemohon akan
dikirimkan pemberitahuan ketidaklengkapan data persyaratan melalui E-mail oleh
admin system
Jika persyaratan pemohon lengkap, admin system akan mengirimkan berkas
pemohon kepada admin perizinan yang dipilih.
Admin perizinan akan melakukan validasi sesuai dengan peraturan yang sudah
ditetapkan terkait perizinan yang dipilih.
Jika data persyaratan pemohon tidak valid maka admin perizinan akan memberikan
informasi kepada pemohon.
Jika data pemohon valid maka admin perizinan akan memberikan informasi kepada
pemohon dan memberikan surat izin.
B. Tata Cara Perizinan
1. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu merupakan izin untuk
memanfaatkan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dapat
dikonversi dan telah dilepas, dengan cara tukar menukar kawasan hutan,
penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi atau hutan lindung dengan izin
pinjam pakai, dan dari Areal Penggunaan Lain yang telah diberikan izin peruntukan.
a. Kegiatan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
Kegiatan IPK dibedakan menjadi :
1) IPK pada APL yang telah dibebani izin peruntukan;
2) IPK pada HPK yang telah dikonversi atau tukar menukar kawasan hutan;
3) Kayu tidak ekonomis untuk IPK.
44
b. Pelaku Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dapat dilakukan oleh :
1) Perorangan;
2) Koperasi;
3) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
4) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).
c. Persyaratan Permohonan Pengajuan IPK
Pengajuan permohonan IPK harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut :
1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan atau Akte
Pendirian perusahaan pemohon beserta perubahannya;
2) Fotokopi izin peruntukan penggunaan lahan seperti izin bidang pertanian,
perkebunan, pemukiman, pembangunan transportasi, sarana prasarana
wilayah, pembangunan sarana komunikasi dan informasi, kuasa
pertambangan, PKP2B yang diterbitkan dan dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang;
3) Peta lokasi yang dimohon.
d. Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Permohonan
Tata cara permohonan pengajuan IPK terbagi menjadi :
1) IPK pada APL yang telah dibebani izin peruntukan dilakukan dengan cara :
a) Pengajuan permohonan IPK pada areal yang telah ditentukan kepada
pejabat penerbit IPK dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi,
Kepala Balai, dan Kepala BPKH.
b) Permohonan IPK yang tidak memenuhi persyaratan, permohonan akan
ditolak oleh penerbit IPK dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari
kerja sejak permohonan diterima, apabila permohonan IPK memenuhi
persyaratan, maka pejabat penerbit IPK meminta pertimbangan teknis
kepada Kepala Dinas Provinsi dengan tembusan Kepala Balai dengan
melampirkan persyaratan permohonan.
45
c) Kepala Dinas Provinsi menerbitkan pertimbangan teknis atau penolakan
kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Bupati/Walikota, dan Kepala Balai dalam jangka
waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan pertimbangan
teknis.
d) Berdasarkan pertimbangan teknis, Pejabat Penerbit IPK mewajibkan
kepada pemohon untuk :
Melakukan timber cruising pada areal yang dimohon dengan
intensitas 5% untuk seluruh pohon dalam jangka waktu paling
lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak diterimanya surat
perintah, dan membuat Rekapitulasi Laporan Hasil Cruising (RLHC);
dan
Menuangkan RLHC dalam Berita Acara dan ditandatangani oleh
pengurus perusahaan dilengkapi Pakta Integritas yang berisi nama,
jabatan, alamat, dan pernyataan kebenaran pelaksanaan timber
cruising.
e) Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Pejabat
Penerbit IPK memberikan surat persetujuan IPK sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan yang akan diteruskan dengan
penerbitan Keputusan Pemberian IPK.
f) Apabila pemohon tidak melaksanakan kewajibannya, dalam waktu 50
(lima puluh) hari kerja, surat persetujuan IPK dibatalkan dengan
tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Balai.
2) IPK pada HPK yang telah dikonversi atau tukar menukar kawasan hutan
dilakukan dengan cara :
a) Mengajukan permohonan kepada pejabat penerbit IPK dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Balai, dan Kepala
BPKH.
46
b) Permohonan IPK yang tidak memenuhi persyaratan, maka Pejabat
Penerbit IPK menolak permohonan dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja sejak permohonan diterima.
c) Apabila permohonan IPK memenuhi persyaratan, maka Pejabat
Penerbit IPK meminta pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal,
dengan tembusan kepada Kepala Balai yang dilampiri dengan
persyaratan permohonan.
d) Kepala Balai menyampaikan hasil penelaahan kegiatan fisik lapangan
kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal diterimanya tembusan permintaan pertimbangan teknis.
e) Penerbitan pertimbangan teknis atau penolakan oleh Direktur Jenderal
kepada Pejabat Penerbit IPK dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak tanggal diterimanya hasil penelaahan kegiatan fisik
lapangan yang ditembuskan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota,
Kepala Balai, dan Kepala BPKH.
f) Pada areal yang telah diberikan dispensasi pada proses permohonan
pelepasan kawasan hutan pada HPK, dapat diberikan IPK dengan
mengacu pada ketentuan IPK pada HPK yang dikonversi sesuai
peraturan.
3) Kayu Tidak Ekonomis Untuk IPK
Permohonan kayu tidak ekonomis untuk IPK yaitu :
a) Untuk potensi kayu tidak ekonomis tidak memerlukan IPK dan dapat
melakukan kegiatan termasuk pembukaan lahan dan penebangan
pohon.
b) Potensi kayu tidak ekonomis apabila volume tegakan diameter30cm
dan paling banyak 50 m dalam satu calon IPK.
c) Potensi kayu tetap dikenakan kewajiban membayar penggantian nilai
tegakan yang didasarkan hasil timber cruising dengan intensitas 100%
untuk kayu berdiameter 30cm oleh Dinas Kabupaten/Kota dengan
penerbitan surat dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota.
47
d) Kayu hasil tebangan apabila telah dilunasi kewajiban terhadap negara
(penggantian nilai tegakan, PSDH dan DR) dapat diangkut dengan
dilengkapi dokumen angkutan sesuai peraturan perundangan.
e) Dokumen pengangkutan kayu hasil penebangan kayu tidak ekonomis
menggunakan dok
Top Related