Download - PBL smstr 8.sknario 3

Transcript
Page 1: PBL smstr 8.sknario 3

Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat) empat kaidah dasar etika dalam praktik kedokteran dengan prima facie sebagai judge penentu kaidah dasar mana yang dipilih ketika berada dalam konteks tertentu (lsquoilat) yang relevan a Menghormati martabat manusia (respect for personautonomy) Menghormati martabat

manusia Pertama setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri) dan kedua setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan Pandangan Kant otonomi kehendak = otonomi moral yakni kebebasan bertindak

memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi) suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia

Pandangan J Stuart Mill otonomi tindakanpemikiran = otonomi individu yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya) hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi

Menghendaki menyetujui membenarkan mendukung membela membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat)

Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi Kaidah ikutannya ialah Tell the truth hormatilah hak privasi liyan lindungi informasi

konfidensial mintalah consent untuk intervensi diri pasien bila ditanya bantulah membuat keputusan penting

Erat terkait dengan doktrin informed-consent kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan) penggunaan teknologi baru dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects) letting die

b Berbuat baik (beneficence) Selain menghormati martabat manusia dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare) Pengertian rdquoberbuat baikrdquo diartikan bersikap ramah atau menolong lebih dari sekedar memenuhi kewajibanTindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence

o melindungi amp mempertahankan hak yang laino mencegah terjadi kerugian pada yang lain o menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

Specific beneficence o menolong orang cacat o menyelamatkan orang dari bahaya

Mengutamakan kepentingan pasien Memandang pasienkeluargasesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokterrumah

sakitpihak lain Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya gt akibat-buruk) Menjamin nilai pokok ldquoapa saja yang ada pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnyardquo

(apalagi ada yg hidup)

c Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence) Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya Pernyataan kuno first do no harm tetap berlaku dan harus diikuti Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien seperti

Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal - Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - Manfaat bagi pasien gt kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)

Norma tunggal isinya larangan

d Keadilan (justice) Perbedaan kedudukan sosial tingkat ekonomi pandangan politik agama dan faham kepercayaan kebangsaan dan kewarganegaraan status perkawinan serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter Treat similar cases in a similar way = justice within morality Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni

a Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukanmembahagiakannya)

b Menuntut pengorbanan relatif sama diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien)

Tujuan Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat) khususnya yang-hak dan yang-baik

Jenis keadilan a Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)b Distributif (membagi sumber) kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan

dan beban bersama dengan cara ratamerata sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani secara material kepada Setiap orang andil yang sama Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya Setiap orang sesuai upayanya Setiap orang sesuai kontribusinya Setiap orang sesuai jasanya Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

c Sosial kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama

Utilitarian memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmatkeuntungan bagi pasien

Libertarian menekankan hak kemerdekaan social ndash ekonomi (mementingkan prosedur adil gt hasil substantifmateriil)

Komunitarian mementingkan tradisi komunitas tertentu

Egalitarian kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan)

d Hukum (umum) Tukar menukar kebajikan memberikan mengembalikan hak-hak kepada yang

berhak pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)

mencapai kesejahteraan umumPrima Facie dalam kondisi atau konteks tertentu seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-rdquoabsahrdquo sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh rsquoilat yang sesuai) Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie

Norma dalam etika kedokteran (EK) Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan

santun (pergaulan) Fakta fundamental hidup bersusila

Etika mewajibkan dokter secara mutlak namun sekaligus tidak memaksa Jadi dokter tetap bebas Bisa menaati atau masa bodoh Bila melanggar insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah menyesal tidak tenang

Sifat Etika Kedokteran 1 Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)2 Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain pasien)3 Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed zelfoplegging)4 Etika normatif (mengacu ke deontologis kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali

mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri umum teman sejawat dan pasienklien amp masyarakat khusus lainnya)

5 Etika profesi (biasa) bagian etika sosial tentang kewajiban amp tanggungjawab profesi bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai norma-normakewajiban-

kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral Sebagian isinya dilindungi hukum misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia

pasienrahasia jabatan (verschoningsrecht) Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan amp pengalaman profesi kedokteran Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori) karena telah berabad-

abad yang-baik amp yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)

Isi 2 norma pokok sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang

lain bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM)

6 Etika profesi luhurmulia Isi 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter lt style=gt Ada idealisme tekad untuk mempertahankan cita-cita luhuretos profesi = lrsquoesprit

de corpse pour officium nobile

7 Ruang lingkup kesadaran etis prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran

httpyusufalamromadhonblogspotcom200711kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteranhtm

1Etika Gawat-Darurat

Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darrat yang kalau ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulususunannya menjadi sebagai berikut Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaankecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannnya

untuk kepentingan penderita Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatanmaka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang empunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatandan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senatiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia

Setiap dokter harus memelihara kesehatannyasupaya dapat bekerja dengan baik Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani yang berarti rdquoyang baikrdquo atau rdquoyang layakrdquo Ini merupakan norma-norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat Yang dimaksud pekerjaan profesi (profesio berarti pengakuan) antara lain adalah pekerjaan dokter apoteker dll

Menurut kamus kedokteran ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku profesionalisme dokter

Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran yang merupakan prinsip-prinsip moral atau asas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungan dengan pasien teman sejawatnya dan masyarakat umumnyaLandasan etik kedokteran adalah 1 Sumpah Hipokrates2 Deklarasi Geneva3 International Codes of Medical Ethics4 Lafal Sumpah Dokter Indonesia5 Kode Etik Kedokteran Indonesia6 Deklarasi Ikatan Dokter SeduniaMedical Ethics adalah Code of behaviour tata prilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis dokter

Studi tentang nilai-nilai moral dan akhlak prilaku dokterSesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter Hubungan dokter-pasien = gt hubungan antar sesama manusiaHubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien Sehingga perlu dibina hubungan

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 2: PBL smstr 8.sknario 3

c Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence) Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya Pernyataan kuno first do no harm tetap berlaku dan harus diikuti Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien seperti

Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien Minimalisasi akibat buruk

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal - Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - Manfaat bagi pasien gt kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)

Norma tunggal isinya larangan

d Keadilan (justice) Perbedaan kedudukan sosial tingkat ekonomi pandangan politik agama dan faham kepercayaan kebangsaan dan kewarganegaraan status perkawinan serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter Treat similar cases in a similar way = justice within morality Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni

a Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukanmembahagiakannya)

b Menuntut pengorbanan relatif sama diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien)

Tujuan Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat) khususnya yang-hak dan yang-baik

Jenis keadilan a Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)b Distributif (membagi sumber) kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan

dan beban bersama dengan cara ratamerata sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani secara material kepada Setiap orang andil yang sama Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya Setiap orang sesuai upayanya Setiap orang sesuai kontribusinya Setiap orang sesuai jasanya Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

c Sosial kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama

Utilitarian memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmatkeuntungan bagi pasien

Libertarian menekankan hak kemerdekaan social ndash ekonomi (mementingkan prosedur adil gt hasil substantifmateriil)

Komunitarian mementingkan tradisi komunitas tertentu

Egalitarian kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan)

d Hukum (umum) Tukar menukar kebajikan memberikan mengembalikan hak-hak kepada yang

berhak pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)

mencapai kesejahteraan umumPrima Facie dalam kondisi atau konteks tertentu seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-rdquoabsahrdquo sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh rsquoilat yang sesuai) Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie

Norma dalam etika kedokteran (EK) Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan

santun (pergaulan) Fakta fundamental hidup bersusila

Etika mewajibkan dokter secara mutlak namun sekaligus tidak memaksa Jadi dokter tetap bebas Bisa menaati atau masa bodoh Bila melanggar insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah menyesal tidak tenang

Sifat Etika Kedokteran 1 Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)2 Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain pasien)3 Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed zelfoplegging)4 Etika normatif (mengacu ke deontologis kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali

mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri umum teman sejawat dan pasienklien amp masyarakat khusus lainnya)

5 Etika profesi (biasa) bagian etika sosial tentang kewajiban amp tanggungjawab profesi bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai norma-normakewajiban-

kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral Sebagian isinya dilindungi hukum misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia

pasienrahasia jabatan (verschoningsrecht) Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan amp pengalaman profesi kedokteran Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori) karena telah berabad-

abad yang-baik amp yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)

Isi 2 norma pokok sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang

lain bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM)

6 Etika profesi luhurmulia Isi 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter lt style=gt Ada idealisme tekad untuk mempertahankan cita-cita luhuretos profesi = lrsquoesprit

de corpse pour officium nobile

7 Ruang lingkup kesadaran etis prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran

httpyusufalamromadhonblogspotcom200711kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteranhtm

1Etika Gawat-Darurat

Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darrat yang kalau ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulususunannya menjadi sebagai berikut Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaankecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannnya

untuk kepentingan penderita Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatanmaka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang empunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatandan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senatiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia

Setiap dokter harus memelihara kesehatannyasupaya dapat bekerja dengan baik Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani yang berarti rdquoyang baikrdquo atau rdquoyang layakrdquo Ini merupakan norma-norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat Yang dimaksud pekerjaan profesi (profesio berarti pengakuan) antara lain adalah pekerjaan dokter apoteker dll

Menurut kamus kedokteran ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku profesionalisme dokter

Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran yang merupakan prinsip-prinsip moral atau asas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungan dengan pasien teman sejawatnya dan masyarakat umumnyaLandasan etik kedokteran adalah 1 Sumpah Hipokrates2 Deklarasi Geneva3 International Codes of Medical Ethics4 Lafal Sumpah Dokter Indonesia5 Kode Etik Kedokteran Indonesia6 Deklarasi Ikatan Dokter SeduniaMedical Ethics adalah Code of behaviour tata prilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis dokter

Studi tentang nilai-nilai moral dan akhlak prilaku dokterSesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter Hubungan dokter-pasien = gt hubungan antar sesama manusiaHubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien Sehingga perlu dibina hubungan

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 3: PBL smstr 8.sknario 3

Egalitarian kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan)

d Hukum (umum) Tukar menukar kebajikan memberikan mengembalikan hak-hak kepada yang

berhak pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama)

mencapai kesejahteraan umumPrima Facie dalam kondisi atau konteks tertentu seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-rdquoabsahrdquo sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh rsquoilat yang sesuai) Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie

Norma dalam etika kedokteran (EK) Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan

santun (pergaulan) Fakta fundamental hidup bersusila

Etika mewajibkan dokter secara mutlak namun sekaligus tidak memaksa Jadi dokter tetap bebas Bisa menaati atau masa bodoh Bila melanggar insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah menyesal tidak tenang

Sifat Etika Kedokteran 1 Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)2 Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain pasien)3 Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed zelfoplegging)4 Etika normatif (mengacu ke deontologis kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali

mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri umum teman sejawat dan pasienklien amp masyarakat khusus lainnya)

5 Etika profesi (biasa) bagian etika sosial tentang kewajiban amp tanggungjawab profesi bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai norma-normakewajiban-

kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral Sebagian isinya dilindungi hukum misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia

pasienrahasia jabatan (verschoningsrecht) Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan amp pengalaman profesi kedokteran Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori) karena telah berabad-

abad yang-baik amp yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)

Isi 2 norma pokok sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang

lain bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM)

6 Etika profesi luhurmulia Isi 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter lt style=gt Ada idealisme tekad untuk mempertahankan cita-cita luhuretos profesi = lrsquoesprit

de corpse pour officium nobile

7 Ruang lingkup kesadaran etis prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran

httpyusufalamromadhonblogspotcom200711kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteranhtm

1Etika Gawat-Darurat

Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darrat yang kalau ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulususunannya menjadi sebagai berikut Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaankecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannnya

untuk kepentingan penderita Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatanmaka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang empunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatandan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senatiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia

Setiap dokter harus memelihara kesehatannyasupaya dapat bekerja dengan baik Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani yang berarti rdquoyang baikrdquo atau rdquoyang layakrdquo Ini merupakan norma-norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat Yang dimaksud pekerjaan profesi (profesio berarti pengakuan) antara lain adalah pekerjaan dokter apoteker dll

Menurut kamus kedokteran ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku profesionalisme dokter

Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran yang merupakan prinsip-prinsip moral atau asas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungan dengan pasien teman sejawatnya dan masyarakat umumnyaLandasan etik kedokteran adalah 1 Sumpah Hipokrates2 Deklarasi Geneva3 International Codes of Medical Ethics4 Lafal Sumpah Dokter Indonesia5 Kode Etik Kedokteran Indonesia6 Deklarasi Ikatan Dokter SeduniaMedical Ethics adalah Code of behaviour tata prilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis dokter

Studi tentang nilai-nilai moral dan akhlak prilaku dokterSesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter Hubungan dokter-pasien = gt hubungan antar sesama manusiaHubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien Sehingga perlu dibina hubungan

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 4: PBL smstr 8.sknario 3

7 Ruang lingkup kesadaran etis prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran

httpyusufalamromadhonblogspotcom200711kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteranhtm

1Etika Gawat-Darurat

Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darrat yang kalau ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulususunannya menjadi sebagai berikut Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaankecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannnya

untuk kepentingan penderita Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatanmaka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang empunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatandan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senatiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia

Setiap dokter harus memelihara kesehatannyasupaya dapat bekerja dengan baik Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani yang berarti rdquoyang baikrdquo atau rdquoyang layakrdquo Ini merupakan norma-norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat Yang dimaksud pekerjaan profesi (profesio berarti pengakuan) antara lain adalah pekerjaan dokter apoteker dll

Menurut kamus kedokteran ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku profesionalisme dokter

Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran yang merupakan prinsip-prinsip moral atau asas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungan dengan pasien teman sejawatnya dan masyarakat umumnyaLandasan etik kedokteran adalah 1 Sumpah Hipokrates2 Deklarasi Geneva3 International Codes of Medical Ethics4 Lafal Sumpah Dokter Indonesia5 Kode Etik Kedokteran Indonesia6 Deklarasi Ikatan Dokter SeduniaMedical Ethics adalah Code of behaviour tata prilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis dokter

Studi tentang nilai-nilai moral dan akhlak prilaku dokterSesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter Hubungan dokter-pasien = gt hubungan antar sesama manusiaHubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien Sehingga perlu dibina hubungan

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 5: PBL smstr 8.sknario 3

Dalam KODEKI terdapat butir-butir yang berkaitan dengan kasus-kasus gawat darrat yang kalau ditempatkan menurut urutan yang relevan lebih dahulususunannya menjadi sebagai berikut Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

kemanusiaankecuali bila yakin ada orang lain bersedia dan mampu melakukannya Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannnya

untuk kepentingan penderita Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatanmaka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang empunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatandan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senatiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia

Setiap dokter harus memelihara kesehatannyasupaya dapat bekerja dengan baik Etika Kedokteran

Etik berasal dari kata Yunani yang berarti rdquoyang baikrdquo atau rdquoyang layakrdquo Ini merupakan norma-norma nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat Yang dimaksud pekerjaan profesi (profesio berarti pengakuan) antara lain adalah pekerjaan dokter apoteker dll

Menurut kamus kedokteran ketentuan-ketentuan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku profesionalisme dokter

Etik profesi yang tertua adalah etik kedokteran yang merupakan prinsip-prinsip moral atau asas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungan dengan pasien teman sejawatnya dan masyarakat umumnyaLandasan etik kedokteran adalah 1 Sumpah Hipokrates2 Deklarasi Geneva3 International Codes of Medical Ethics4 Lafal Sumpah Dokter Indonesia5 Kode Etik Kedokteran Indonesia6 Deklarasi Ikatan Dokter SeduniaMedical Ethics adalah Code of behaviour tata prilaku kelompok professional para pelaku dibidang medis dokter

Studi tentang nilai-nilai moral dan akhlak prilaku dokterSesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter Hubungan dokter-pasien = gt hubungan antar sesama manusiaHubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar sesama manusia Oleh karena itu mungkin saja terjadi perselisihan antara dokter-pasien Sehingga perlu dibina hubungan

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 6: PBL smstr 8.sknario 3

dokter dan pasien Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban antara mereka sendiri Landasannya terdapat pada UU KedokteranHak dan kewajiban dokter 1 Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standard prosedur dan SOP serta kebutuhan

medis pasien2 Merujuk pasien ke dokter dan orang yang dianggap lebih ahli3 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan setelah pasien

meninggal4 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaanHak dan kewajiban pasien1 Meminta pendapat dokter dan orang lain2 Menolak tindakan medis 3 Mendapatkan isi rekam medis4 Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisHubungan dokter-pasien yang baik Etika Gawat-Darurat

Gawat Darurat yang sebenarnya adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medik yang cepat tepat bermutu dan terjangkauDalam pelayanan medik itulah para petugas kesehatan dituntut untuk benar-benar menghayati dan mengamalkan etik profesinya karena dalam kondisigawat darurat aspek psiko-emosional memegang peranan penting baik bagi penerima pelayanan medik maupun bagi petugas kesehatan terkait

2 Kaidah Dasar BioetikKaidah dasar bioetik adalah landasan pertimbangan dalam mengambil keputusan oleh dokter dalam bekerja Kaidah dasar dasar bioetik juga merupakan kaidah dasar yang harus dimiliki dokter sebelum melakukan tindakan medisASPEK KAIDAH DASAR BIOETIKANon-Maleficence (darurat)adalah tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya bagi pasien dan memberikan yang paling banyak manfaatnya bagi pasien sendiriCiri-cirinya

aMenolong pasien emergency (darurat)bMencegah pasien dari bahaya lebih lanjutcManfaat pasienlebih besar dari kerugian dokter

BAutonomy (Kemandirian)Adalah menghormati hak pasien terutama dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya serta menghormati martabat manusiaCiri-cirinya aMenghargai hak menentukan nasib sendiribBerterus terangcMenghargai privasi pasiendMenjaga rahasiaeMelaksanakan informed concern

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 7: PBL smstr 8.sknario 3

C Beneficence (berbuat baik)Ciri-cirinyaa Altruisme terjaga (rela berkorban)bMenghormati martabat manusiac Mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannyad bersikap ramah

General Beneficence = bersifat umumBeneficence

Special Beneficence = contohnya menolong orang cacatD Justice (Keadilan)Ciri-cirinyaa Tidak tergantung SARA social ekonomi budaya dllbHanya mementingkan kesehatan pasienE Primafacie yaitu memilih antar satu dari keempat kaidah dasar bioetik diatas apabila ada dua kondisi atau lebih

3 Perbedaan Kaidah Dasar BioetikDalam hal ini dilihat pada saat dokter berada dalam kasus yang menyangkut dua kaidah dasar atau lebih sehingga dokter harus melakukan prima-facieBeneficence

- Keadaan pasien wajar- Pada saat pasien banyak- Keuntungan pasien lebih besar dari kerugian dokter

Nonmaleficence -Pada saat keadaan gawat darurat-Terdapat pasien yang rentan uzur dll

Autonomy - Apabila pasien dianggap kompeten (Mengerti penyakitnya berkepribadian

matang)Justice

- Memberikan pelayanan yang sama4 Latar belakang dan tujuan mempelajari Kaidah Dasar Bioetik

- Memahami dan mengerti agar mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik sehingga dapat membela diri dalam masalah hukum karena telah sesuai prosedur

- Menghasilkan dokter yang beretika sopan santun- Agar reputasi dokter tidak jatuh- Agar pelayanan kesehatan meningkat

5 Pelanggaran Kaidah EtikContoh ndash Contoh Pelanggaran Kaedah Dasar Bioetik

a Pelanggaran kaidah BeneficenceContoh pelanggaran beneficence yang terdapat pada kasus adalah ketika menangani sang pasien gawat darurat perawat yang tengah bertugas menangani dengan tidak acuh dan terkesan biasa ndash biasa saja Padahal sesuai dengan aturan beneficence bahwa pelaku tindakan m edis harus bertindak ramah dan menolong bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban saja Contoh pelanggaran lainnya antara lain menarik honorarium diluar

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 8: PBL smstr 8.sknario 3

kepantasan tidak bertanggung jawab terhadap pasien dan memandang pasien hanya sebagai objek

a Pelanggaran kaidah non-maleficenceContoh pelanggaran non-maleficence yang terdapat pada kasus ini adalah bahwa dokter yang menangani pasien gawat darurat dating terlambat hingga tiga jam Hal ini membahayakan pasien Contoh lainnya antara lain mencaci maki pasien melakukan euthanasia atau melakukan kelalaian yang visa membahayakan pasien

a Pelanggaran kaidah autonomyContoh pelanggaran autonomy antara lain merahasiakan diagnosa penyakit pasien dari pasien itu sendiri membocorkan rahasia pasien tidak melaksanakan inform consent atau menyuruh pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan

a Pelanggaran kaidah justiceContoh pelanggaran justice antara lain membeda ndash bedakan pasien atas dasar SARA atau memberi pelayanan yang berbeda pada pasien dengan kasus yang samaDalam kasus 2 rdquoDokter yang Lamban Menangani Pasienrdquo terjadi kaitan antara etika kedokteran hubungan dokter-pasien dan gawat-darurat Penanganan dokter dan kesehatan yang terkesan biasa-biasa sajaLamban dan tidak mengacuhkan menjelaskan bahwa dokter tidak memiliki dan mengamalkan etika kedokteran sesuai dengan landasan-landasannya Dokter pun tidak membina hubungan yang baik dengan pasien (dalam hal ini keluarga pasien karena pasien dalam kondisi kurang kompeten untuk menerima informasi) sehingga tidak terjadi penyelesaian masalah dalam kasus ini dan pasien pun tidak mendapat perlakuan baik sebagai akibatnya pasien mengalami kematian Seharusnya dalam keadaan darurat pasien harus menerima pertolongan secara cepat tepat bermutu dan terjangkau sesuai dengan kaidah bioetik nonmaleficencePelanggaran Etika Kedokteran1Pelanggaran etik murnimenarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari kelurga sejawat dokter

dan dokter gigimengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya Memuji diri sendiri di depan pasienTidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran bekesinambunganDokter mengabaikan kesehatannya sendiri2Pelanggaran Etikolegalpelayanan kedokteran di bawah standarmenerbitkan surat keterangan palsumembukan rahasia abortus provakatuspelecehan seksual

6 Kompetensi Good DoctorsKompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter yang baik (good doctor) yaitu

1Good doctors make the care of their patients their first concern Dokter yang baik menjadikan perawatan terhadap pasiennya itu yang utama (patientrsquos first)

2Good doctors are competent Dokter yang baik itu benar-benar ahli dan menguasai bidangnya

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 9: PBL smstr 8.sknario 3

3Good doctors keep their knowledge and skills up to date Dokter yang baik menjaga pengetahuan dan keahliannya agar selalu up to date dan selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya itu agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi

4Good doctors establish and maintain good relationships with patients and colleagues Dokter yang baik itu membuat dan mempertahankan hubungan yang baik terhadap pasien dan teman sejawatnya

5Good doctors are honest and trustworthyDokter yang baik adalah dokter yang jujur dan dapat dipercaya

6Good doctors act with integrityDokter yang baik itu melakukan sesuatu dengan integritas (dengan ketulusan hati )

Sumber wwwgmc-ukorg7Pelanggaran kasus 2

- Nonmaleficence Karena dokter tidak mengutamakan pasien UGD (lamban)- Beneficence Karena dokter tidak melakukan yang baikNamun dalam kasus ini dokter dan pihak rumah sakit melanggar kaidah dasar bioetik nonmaleficence karena sesuai dengan contoh kasus pada buku Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan karangan M Jusuf Hanafiah dan Amri Amir yaitu Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-nunda rawat inap penderita gawat darurat atau menunda-nunda tindakan medik terhadap penderitanya atas alasan belum membayar uang muka berarti telah melanggar etik dan hukum sehingga dapat digugat di pengadilan

Agar tidak terjadi kasus seperti ini lagi maka-Pihak rumah sakit harus mempunyai SOP SOP (Standar Operasional Prosedur) adalah

tata cara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan secara efektif dan efisien (Depkes RI 1995)

-Tenaga medis harus mengetahui memahami mampu menerapkan Kaidah Dasar Bioetik-Dokter harus mengetahui kriteria Good Dokter-Dokter harus mengetahui Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien-Dokter sebaiknya wajib mengetahui Etika Kedokteran-Dokter diharuskan mengetahui Etika Dokter-Pasien bagaimana berhubungan dengan

pasien-Dan mengetahui sanksi apa saja yang didapat apabila melanggar Kaidah Dasar Bioetik

danHukum Sehingga dokter dapat lebih hati-hati dalam bekerjaApabila kasus seperti ini terjadi maka pihak korban dapat melaporkan dokter dan rumah sakit kepada yang berwenang Jika dokter adalah dokter tetap dan dirumah sakit ada SOP maka dokter berhubungan dengan MKEK Jika tidak ada SOP maka rumah sakit melanggar hukum Dan jika dokter tidak tetap maka dokter tidak melanggar peraturan hanya rumah sakit yang dituntuthttpblogfriendstercom200810humaniora-2-2

Eutanasiaadalah masalah penting dalam etika kedokteran dewasa ini Perdebatannya punseolah tiada ujung Sebab perbedaan perspektif golongan yang satu dengan yang

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 10: PBL smstr 8.sknario 3

lain pun dalam memandang masalah ini kerap kali dangkal terburu-buru dalammemberikan judge secara hitam-putih Misalnya antara golongan etikawandan agamawan yang seolah niscaya untuk selalu berbeda dan bertentanganTentang bagaimana kita harus hidup dan menyikapi persoalan-persoalan hidup Jangankangolongan etikawan dan agamawan antar golongan etikawan sendiri rupanya tak jarang terjadi pertentanganTentunya antara yang mendukung dan tidak mendukung misalnya dalam kasuseutanasia iniDi kalangan etikawan rupanya tidak sedikit juga yangmendukung diberlakukannya eutanasia Argumentasi yang paling banyak didengaradalah hak pasien terminal the right to die Menurut mereka jikapasien sudah sampai akhir hidupnya ia berhak meminta agar penderitaannyasegera diakhiri Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan Eutanasiahanya sekadar mempercepat kematiannya sekaligus memungkinkan ldquokematian yangbaikrdquo tanpa penderitaan yang tidak perluDan yang tidak mendukung juga memiliki argumentasi yang tak kalah kuatnya yakni denganmenekankan pada bahaya penyalahgunaan eutanasia Jika kita mengizinkanpengecualian dalam larangan membunuhndashmereka tegaskanndashsebentar lagi cara inibisa dipakai juga terhadap orang cacat lanjut usia atau orang lain yangdianggap tidak berguna lagi Akhirnya kita akan sampai pada keadaan yangterwujud waktu nasional-sosialisme Hitler[2] atau lebih jelek lagiPerlu kita sadaribahwa kita tidak sekedar berhadapan dengan pelbagai pendapat dan perasaanmelainkan bahwa kita mencari norma-norma etis yang objektif jadi yang tidakhanya berdasarkan perasaan atau tradisi seseorang melainkan dapat dipertanggungjawabkan Menghubungkan penolakan terhadap eutanasia aktif denganldquonilai-nilai agama dan adat-istiadatrdquo bernada tendensius karena memberikankesan seakan-akan penolakan itu hanyaberdasarkan paham-paham kolot saja semacam tabu tradisional belaka sedangkanorang yang ldquomajurdquo tentu akan menyetujuinya[3]Sampai saat ini kematianmerupakan misteri yang paling besar dan ilmu pengetahuan belum berhasilmenguaknya Satu-satunya jawaban tersedia di dalam ajaran agama Kematiansebagai akhir dari rangkaian kehidupan di dunia ini merupakan hak dari TuhanTidak ada seorangpun yang berhak untuk menunda sedetikpun waktu kematiannyatermasuk mempercepat waktu kematiannya[4]Namunseiring dengan majunya teknologi medis dan perkembangan ilmu kedokteran dewasaini dalil agama yang berbicara tentang kematian tersebut di atas Pun menjadipatut dipertanyakan Sebab proses kematian manusia sendiri Seolah bisadiperpanjang dengan menggunakan bantuan alat medis dan perkembangan ilmukedokteranMasihseputar buah simalakama bernama eutanasia Pada sub judul berikut Saya akan menguraiseluk beluk eutanasia dengan rincian sebagai berikut ldquoPengertian Eutanasiardquo ldquoJenis-jenis

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 11: PBL smstr 8.sknario 3

Eutanasiardquo ldquoBeberapa Aspek Dalam Eutanasiardquo ldquoPraktek Eutanasia di Negara YangMelegalkannyardquo kemudian ldquoSemacam Kesimpulanrdquo sebagai penutup Pengertian EutanasiaIstilah ldquoeutanasiardquo berasal dari bahasaYunani ldquoeurdquo (baik) dan ldquothanatosrdquo (kematian) sehingga dari segi asalnyaberarti ldquokematian yang baikrdquo atau ldquomati dengan baikrdquo[5] Istilah lain yang hampir semakna denganitu dalam bahasa arab adalah qatlar-rahmah (pembunuhan dengan kasih sayang) atau taisir al-maut (memudahkankematian)[6] Eutanasia sendiri sering diartikansebagai tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakansakit karena kasih sayang dengan tujuan meringankan penderitaan si sakitbaik dengan cara positif maupun negatif[7]Kemudian jika jauhmerujuk ke belakang Menurut Philo (50-20 SM) eutanasia berarti mati dengantenang dan baik sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudulVita Ceasarum mengatakan bahwa euthanasia berarti ldquomati cepat tanpa deritardquo (dikutipdari 5) Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasasakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian denganpertolongan dokter[8]KodeEtik Kedokteran Indonesia menggunakan eutanasia dalam tiga arti yaitu

1 Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan buat yang beriman dengan nama Allah di bibir

2 Waktu hidup akan berakhir diringankan penderitaan sisakit dengan memberikan obat penenang

3 Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya[9]

Dari pengertianpengertian di atas maka eutanasia mengandung unsur-unsur sebagai berikut

1 Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

2 Mengakhiri hidup mempercepat kematian atau tidak memperpanjang hidup pasien

3 Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan

4 Atas atau tanpa permintaan pasien dan atau keluarganya

5 Demi kepentingan pasien dan atau keluarganya[10]

Jadi sebenarnya secaraharafiah eutanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upayamenghilangkan nyawa seseorang[11] Jenis-jenis Eutanasia

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 12: PBL smstr 8.sknario 3

Mengikuti J Wunderli yangmembedakan tiga arti etunasia

1 Eutanasia Tidak semua kemungkinan teknik kedokteran yang sebetulnya tersedia untuk memperpanjang kehidupan seorang pasien dipergunakan

2 Eutanasia tidak langsung Usaha untuk memperingan kematian dengan efek sampingan bahwa pasien barangkali meninggal dengan lebih cepat Di sini termasuk pemberian segala macam obat narkotika hipnotika dan analgetika yang barangkali de facto dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja

3 Eutanasia aktif (mercy killing) Proses kematian diperingan dengan memperpendek kehidupan secara terarah dan langsung Dalam eutanasia aktif masih perlu dibedakan apakah pasien menginginkannya tidak menginginkannya atau tidak berada dalam keadaan di mana keinginannya dapat di ketahui[12]

BeberapaAspek Dalam Eutanasia

1 Aspek HukumUndangundang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelakuutama euthanasia khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhanberencana atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang Sehingga dalamaspek hukum dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakaneuthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebutTidak perduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri ataukeluarganya untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya Di lain pihakhakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yangtentunya masih ingin hidup dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasienyang sangat menderita tersebut tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undangundang yang terdapat dalam KUHP Pidana

2 Aspek Hak AsasiHak asasimanusia selalu dikaitkan dengan hak hidup damai dan sebagainya Tapitidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati Mati sepertinyajustru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia Hal ini terbukti dariaspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalameuthanasia Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan sebagainyasecara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati apabiladipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih tegaslagi dari segala penderitaan yang hebat

3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 13: PBL smstr 8.sknario 3

Pengetahuankedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medisuntuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien Apabila secarailmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhanataupun pengurangan penderitaan apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknyauntuk tidak diperpanjang lagi hidupnya Segala upaya yang dilakukan akan siasia bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan karena di sampingtidak membawa kepada kesembuhan keluarga yang lain akan terseret dalampengurasan dana

4 Aspek AgamaKelahirandan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di duniaini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiriPernyataan ini menurut ahli ahli agama secara tegas melarang tindakaneuthanasia apapun alasannya Dokter bisa dikategorikan melakukan dosa besardan melawan kehendak Tuhan yaitu memperpendek umur Orang yang menghendakieuthanasia walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalamkeadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa dan putus asa tidak berkenandihadapan Tuhan Tapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segarbugar dan tentunya sangat tidak ingin mati dan tidak dalam penderitaanapalagi sekarat tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu iniAspek lain dari pernyataan memperpanjang umur sebenarnya bila dikaitkan denganusaha medis bisa menimbulkan masalah lain Mengapa orang harus kedokter danberobat untuk mengatasi penyakitnya kalau memang umur mutlak di tangan Tuhankalau belum waktunya tidak akan mati Kalau seseorang berupaya mengobatipenyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya memperpanjang umur ataumenunda proses kematian Jadi upaya medispun dapat dipermasalahkan sebagaimelawan kehendak Tuhan Dalam hal hal seperti ini manusia sering menggunakanstandar ganda Hal hal yang menurutnya baik tidak perlu melihat pada hukumhukum yang ada atau bahkan mencarikan dalil lain yang bisa mendukungpendapatnya tapi pada saat manusia merasa bahwa hal tersebut kurang cocokdengan hatinya maka dikeluarkanlah berbagai dalil untuk menopangnya[13] httpsufi-kiriblogfriendstercom200711Authanasia dlm hokum islam

EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ETIKA KEDOKTERAN (SEBUAH STUDI KOMPARATIF) SkripsiUndergraduate Theses from digilib-uinsuka 2009-04-16 095922By ARIS WIDADA - NIM 03360195 Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga YogyakartaCreated 2009-04-16 with 1 files

Keyword teknologi kedokteran diagnosa penyakit euthanasia Etika Kedokteran Hukum Islam

ABSTRAK

dipungkiri bahwa kemajuan di bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang lebih pesat dibanding yang lain ini terbukti dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat dalam masalah

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 14: PBL smstr 8.sknario 3

kehidupan sosial budaya manusia Dengan sebab perkembangan teknologi di bidang kedokteran diagnosa mengenai penyakit dapat lebih sempurna dilakukan Pencegahan penyakitpun dapat berlangsung lebih efektif Dari sinilah kemudian banyak pasien yang karena penyakitnya sudah akut (parah) dengan dukungan keluarga memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan jalan euthanasia Secara umum euthanasia dibedakan menjadi dua yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif yakni suatu tindakan yang berupa terapi atau sejenisnya dengan harapan dapat mempercepat kematian seorang pasien Euthanasia pasif yakni perbuatan yang menyebabkan pasien meninggal biasanya dilakukan penghentian terapi atau pengobatan yang memperpanjang hidupnya

Dalam ajaran Islam menghilangkan nyawa seseorang itu sangat dilarang keras oleh Allah terlebih bila dilakukan secara sengaja walaupun itu atas sebab permintaan si pasien sendiri yang sudah sakit parah Euthanasia adalah sebagai bentuk dari pembunuhan yang disengaja apapun bentuknya Akan tetapi di sisi lain ada saatnya dokter menilai bahwa penyakit si pasien adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan mengalami penderitaan yang terus-menerus Pada saat itulah timbul perasaan kasihan mana yang lebih baik membiarkan pasien terus tersiksa oleh penyakitnya ataukah menmpercepat kematiannya Di sini dokter melaksanakan euthanasia dengan niat baik untuk penyembuhan dan pelaksanaannya sesuai dengan syarat-syarat dasar etika kedokteran dan mendapat izin kerelaan dari si pasien maupun keluarganya

Mengingat pentingnya permasalahan di atas maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode yang bersifat deskriptif-analitik-komparatif berusaha menggambarkan dengan jelas dan sistematis mengenai euthanasia dalam pandangan Hukum Islam dan Etika Kedokteran kemudian dilakukan analisis bersama dalam setiap pembahasan dan berbagai aspek yang terkait dengan materi yang diteliti untuk memperoleh suatu kesimpulan dan setelah didapatkan sebuah kesimpulan kemudian dikomparasikan Dengan menggunakan pendekatan normatif penyusun akan mengkaji tentang bagaimana euthanasia di mata Hukum Islam dan Etika Kedokteran apakah ada persamaan dan perbedaan di antara keduanya

Akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan di antara keduanya dalam masalah euthanasia yakni keduanya sama-sama mengedepankan unsur kemashlahatan bahwa mencegah suatu penyakit adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu Sedangkan sisi perbedaannya lebih tertekan pada cara mengaplikasikan euthanasia tersebut yakni pada cara mengakhiri penderitaan pasien Dalam Islam dikenal penyembuhan yang bersifat ilmiah dan ilahiyah sedangkan dalam Ilmu Kedokteran hanya penyembuhan yang bersifat aqliyah semata dan juga atas dasar unsur darurathttpdigilibuin-sukaacidgdlphpmod=browseampop=readampid=digilib-uinsuka--ariswidada-1566

Euthanasia Menurut Hukum Islam Posted by Farid Maruf pada 26 Januari 2007Soal Apakah euthanasia dibolehkan dalam Islam Jawab EUTHANASIA MENURUT HUKUM ISLAM

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 15: PBL smstr 8.sknario 3

Pengertian EuthanasiaEuthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti ldquobaikrdquo dan thanatos yang berarti ldquokematianrdquo (Utomo 2003177) Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut Menurut istilah kedokteran euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan 1995145)Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo 2003176)Contoh euthanasia aktif misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan Dalam hal ini dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo 2003178)Adapun euthanasia pasif adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo 2003176)Contoh euthanasia pasif misalkan penderita kanker yang sudah kritis orang sakit yang sudah dalam keadaan koma disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita Dalam kondisi demikian jika pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo 2003177)Menurut Deklarasi Lisabon 1981 euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia karena ada dua kendala Pertama dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri Kedua tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun (Utomo 2003178)Pandangan Syariah IslamSyariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 16: PBL smstr 8.sknario 3

A Euthanasia AktifSyariah Islam mengharamkan euthanasia aktif karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien Hukumnya tetap haram walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganyaDalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan Baik pembunuhan jiwa orang lain maupun membunuh diri sendiri Misalnya firman Allah SWT ldquoDan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benarrdquo (QS Al-Anrsquoaam 151)ldquoDan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak sengaja)helliprdquo (QS An-Nisaa` 92)ldquoDan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamurdquo (QS An-Nisaa` 29)Dari dalil-dalil di atas jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-lsquoamad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besarDokter yang melakukan euthanasia aktif misalnya dengan memberikan suntikan mematikan menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh) oleh pemerintahan Islam (Khilafah) sesuai firman Allah ldquoTelah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuhrdquo (QS Al-Baqarah 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan) qishash tidak dilaksanakan Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi meminta diyat (tebusan) atau memaafkanmenyedekahkanFirman Allah SWT ldquoMaka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)rdquo (QS Al-Baqarah 178)Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki 1990 111) Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak) maka diyatnya adalah 1000 dinar atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 425 gram emas) atau 12000 dirham atau senilai 35700 gram perak (1 dirham = 2975 gram perak) (Al-Maliki 1990 113)Tidak dapat diterima alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris) padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya yaitu pengampunan dosa Rasulullah SAW bersabdardquoTidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah baik kesulitan sakit kesedihan kesusahan maupun penyakit bahkan duri yang menusuknya kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya iturdquo (HR Bukhari dan Muslim)B Euthanasia PasifAdapun hukum euthanasia pasif sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien Karena

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 17: PBL smstr 8.sknario 3

itu dokter menghentikan pengobatan kepada pasien misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah IslamJawaban untuk pertanyaan itu bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri Yakni apakah berobat itu wajib mandubmubah atau makruh Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Menurut jumhur ulama mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah) tidak wajib Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo 2003180)Menurut Abdul Qadim Zallum (199868) hukum berobat adalah mandub Tidak wajib Hal ini berdasarkan berbagai hadits di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat sedangkan di sisi lain ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib) tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah)Di antara hadits-hadits tersebut adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda ldquoSesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit Dia ciptakan pula obatnya Maka berobatlah kalianrdquo (HR Ahmad dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat Menurut ilmu Ushul Fiqih perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab) bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub) Ini sesuai kaidah ushul Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalabldquoPerintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutanrdquo (An-Nabhani 1953)Jadi hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib Bahkan qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobatDi antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkatardquoSesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh] Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhankurdquo Nabi SAW berkatardquoJika kamu mau kamu bersabar dan akan mendapat surga Jika tidak mau aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmurdquo Perempuan itu berkatardquoBaiklah aku akan bersabarrdquo lalu dia berkata lagirdquoSesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh] maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkaprdquo Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya (HR Bukhari)Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah) bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah bukan perintah wajib Kesimpulannya hukum berobat adalah sunnah (mandub) bukan wajib (Zallum 199869)Dengan demikian jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannyaAbdul Qadim Zallum (199869) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah bukan wajib Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien karena organ-organ ini pun akan segera tidak

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 18: PBL smstr 8.sknario 3

berfungsiBerdasarkan penjelasan di atas maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah Karena itu hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien ndashsetelah matinyarusaknya organ otakmdashhukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum 199869 Zuhaili 1996500 Utomo 2003182)Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter disyaratkan adanya izin dari pasien walinya atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien) Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-HakimUlil Amri) (Audah 1992 522-523)Wallahu arsquolamhttpkonsultasiwordpresscom20070126euthanasia-menurut-hukum-islam

Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien

Tidak kurang mulai dari ahli hukum sampai guru besar ilmu kedokteran mengkhususkan diri untuk belajar mengenai hal ini dengan tujuan yang sama yaitu membela kepentingan masyarakat dengan tidak mendeskreditkan profesi kedokteran itu sendiri Namun banyaknya kejadian

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 19: PBL smstr 8.sknario 3

laporan malpraktik yang sampai ke pengadilan dan akhirnya membatalkan gugatan pasien menjadi salah satu indikasi banyak pihak yang masih belum benar-benar mengerti apa itu malpraktik bahkan ahli hukum sekalipun Cukup memprihatinkan mengingat sepertinya -menurut saya- banyak pihak yang terlalu memaksakan sehingga asal ada kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan pasien lalu dianggap malpraktik dan selanjutnya dengan bantuan orang yang -katanya- ahli hukum memperkarakan dan membawa ke meja pengadilan

Malpraktik adalah seorang petugas medis (dalam hal ini dokter) yang sejak awal sudah mempunyai niat yaitu dengan sengaja melakukan tindakan yang sebenarnya tidak perlu atau tidak boleh dilakukan

Ada pula istilah lain yang lebih institusional yaitu malpraktik medikMalpraktik medik adalah kelalaian dokter dalam mempergunakan keterampilan dan ilmu yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasienPerbedaan kedua istilah di atas sangat jelas Kelalaian yang dimaksud dalam definisi ke-2 dapat diartikan sebagai melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik Jadi apabila seorang dokter melakukan sebuan tindakan medik berdasarkan standar yang ada tetapi ternyata pasien tidak sembuh atau bahkan meninggal apakah dokter tersebut dikatakan lalai Kemudian apabila dokter yang bersangkutan tidak masuk dalam kategori lalai apakah dokter tersebut dapat dikategorikan melakukan malpraktikKelemahan sistem hukum kesehatan di indonesia menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia dr Marius Widjajarta SE yang disampaian disini adalah bahwa Indonesia belum memiliki standar pelayanan medik dan standar profesi kedokteran Menurut beliau yang dianggap sebagai standar profesi oleh IDI (Ikatan Dokter Indonesia) adalah standar 100 penyakit Keadaan ini membuat kesulitan tersendiri untuk membedakan mana yang malpraktik mana yang kelalaian bahkan mana yang masuk dalam kategori kecelakaan Apalagi diketahui bahwa masing-masing rumah sakit mengembangkan standar pelayanan yang berbeda-beda meski tetap mengacu kepada standar yang diakui di IndonesiaPermasalahan lain yang ada juga adalah kesediaan dokter yang dijadikan saksi ahli dalam suatu kasus dugaan malpraktik karena diantara dokter itu sendiri terdapat perlindungan korps dan saling berusaha untuk tidak membeberkan kesalahan dokter lainnya Namun tidak berarti upaya-upaya hukum untuk menuntut hak pasien berkaitan dengan kasus malpraktik selamanya akan gagal Pasien dengan bekal amunisi yang kuat dan apabila dokter benar-benar melakukan malpraktik pasti hak pasien akan diterima kembali Oleh karena itu pasien yang merasa memiliki keluhan atas pelayanan yang diterimanya di institusi kesehatan sebaiknya benar-benar mengumpulkan segenap informasi sebanyak mungkin agar upaya menuntut keadilan atas haknya tidak lalu berubah menjadi sesuatu yang hanya buang-buang waktu tenaga dan materihttpsehatuntuksemuawordpresscom20080722malpraktik-medis-kesenjangan-makna-antara-dokter-dan-pasien

Budi SampurnaDepartemen Ilmu Kedokteran Forensik dan MedikolegalFakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJl Salemba Raya No 6 Jakarta Pusat

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien
Page 20: PBL smstr 8.sknario 3

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World Medical Association (1992) yaitu ldquomedical malpractice involves the physicianrsquos failure to conform to the standard of care for treatment of the patientrsquos condition or lack of skill or negligence in providing care to the patient which is the direct cause of an injury to the patientrdquo WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktek medis Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek ldquoAn injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward result for which the physician should not bear any liabilityrdquohttpwwwfreewebscomkelalaianmedik

  • Kaidah Dasar EtikaBioetika (Kedokteran Barat)
  • Euthanasia Menurut Hukum Islam
  • Malpraktik medis kesenjangan makna antara dokter dan pasien