Download - Pbl BLOK 7

Transcript

Struktur dan Mekanisme Pernapasan,Pembentukan Suara, Batuk dan MenelanAyu NataliaNIM: 102011302

PendahuluanSemua mahkluk hidup pada umumnya memerlukan oksigen untuk mempertahankan metabolismenya. Dimana sistem pernapasannya memasukkan oksigen dari udara yang dihirup masuk dan mengeluarkan karbondioksida yang dihasilkan metabolisme sel-sel di seluruh tubuh. Sistem pernapasan juga dibentuk oeh beberapa struktur, seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses respirasi yaitu suatu proses pertukaran oksigen antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida antara darah dan atmosfer, struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama dan struktur pelengkap. Bagian ini mencakup tinjauan ringkas tentang makroskopis dan mikroskopis saluran pernapasan. Pada sistem pernapasan tidak hanya sistem pernapasan yang normal yang sering diketahui tetapi pada sisetm pernapasan juga sering ditemukan adanya gangguan yang menghambat prsoses terjadinya sistem pernapasan, gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu tujuan dari makalah ini ialah ingin mengetahui lebih dalam tentang mekanisme kerja sistem respirasi secara makro maupun mikroskopik serta gangguan yang terjadi pada sistem respirasi. Hipotesis yang dibuat ialah batuk, serak, dan sakit saat menelan merupakan gangguan pernapasan.

Email: [email protected] KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta BaratPemicu masalah (Skenario 5) Seorang anak berusia 10 tahun dating berobat dengan keluhan batuk, serak dan sakit saat menelan, setelah dilakukan pemeriksaan, anak tersebut didagnosa menderita radang pada pharynx (pharyngitis).

PembahasanIstilah pernapasan, yang lazim digunakan, mencakup dua; pernapasan luar (eksterna), yaitu penyerapan O2 dan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ; serta pernapasan dalam (interna), yaitu penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas-gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya. Sistem pernapasan terdiri dari organ pertukaran gas (paru) dan sebuah pompa ventilasi paru. Pompa ventilasi ini terdiri atas dinding dada; otot-otot pernapasan, yang memperbesar dan memperkecil ukuran rongga dada; pusat pernapasan di otak yang mengendalikan otot-otot pernapasan; serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat pernapasan dengan otot pernapasan. 1Sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian, bagian konduksi yang menyalurkan udara/gas terdiri dari cavum nasi, faring, laring, trakea dan bronkus terminalis. Sedangkan bagian respirasi atau bagian paru yang berhubungan dengan proses pertukaran gas terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.

1. Rongga hidung (cavum nasi) Hidung merupakan organ pertama yang dilalui udara. Didalam rongga hidung terdapat rambut dan selaput lendir, yang berfungsi sebagai penyaring, penghangat, dan pengatur kelembaban udara yang akan masuk ke paru-paru. 2Hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri dari os nasale, processus frontalis os maxillaris dan bagian nasal os frontalis. Rangka tulang rawan hialinnya terdiri dari cartilago septum nasi, cartilago lateralis nasi dan cartilago ala nasi major et minor. Hidung terbagi oleh septum nasi yang dibentuk oleh lamina perpendicular ossis ethmoidalis, os vomer, dan cartilago septi nasi. 3Pada dinding lateral hidung terdapat tiga elevasi yaitu concha nasalis superior (terdiri dari sel epitel khusus), concha nasalis medius dan concha nasalis inferior (epitel bertingkat thorak bersilia bersel goblet). Pada chonca nasalis inferior terdapat banyak plexus venosus yang disebut swell bodies, yang berfungsi untuk menghangatkan udara pernapasan melalui hidung. Bagian atapnya terdiri atas tiga region yaitu region sphenoidalis, region ethmoidalis, dan region fronto-nasale. Dasar hidung dibentuk oleh processus palatines ossis maxilla dan lamina horizontalis ossis palatum. Hidung berhubungan dengan rongga mulut melalui foramen incisivus. Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari musculus nasalis dan musculus depressor septum nasi. 3

Gambar1. Dinding lateral hidung

Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang arteri facialis, arteri dorsalis nasi cabang arteri opthalmika dan arteri infraorbitalis cabang arteri maxillris interna. Pembuluh baliknya menuju vena facialis dan vena opthalmica. Sedangkan pendarahan untuk rongga hidung terdiri dari arteri ethmoidalis anterior dan posterior, arteri sphenopalatina cabang maxillaris interna, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Dan vena-vena pada rongga hidung akan membentuk plexus cavernosus yang terdiri dari vena sphenopalatina, vena facialis dan vena ethmoidalis anterior dan berakhir di vena opthalmica.4Persarafan otot-otot hidung oleh nervus facialis pada bagian motoriknya. Kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasalis externus nervus opthalmicus/ Nervus V.1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis nervus maxillaris/ Nervus V. 2. Sedangkan untuk rongga hidung dipersarafi oleh nervus I, nervus V, nervus ethmoidalis anterior, nervus infraorbitalis dan nervus canalis pterygoidei.4Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius/ N. 1 yaitu suatu daerah khusus dari membran mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada permukaan chonca nasalis superior. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat torak bersilia yang terdiri atas 3 jenis sel yaitu sel ofaktorius, sel penyokong dan sel basal. Dari nervus olfaktorius ini akan membentuk bulbus olfaktorius dengan bersinaps pada dendrit-dendrit sel mitral membentuk glomerulus olfaktorius dan akson sel mitral membentuk traktus olfaktorius. Dari traktus olfaktorius impuls penghidu dihantarkan kepusat penghidu dikorteks serebri yaitu uncus dan bagian anterior gyrus hipokampus dan terakhir kehipotalamus dan sistem limbik.5

2. FaringFaring atau tekak merupakan persimpangan antara kerongkongan dan tenggorokan.2 Pada faring terdapat katup yang disebut epiglotis (anak tekak) yang berfungsi sebagai pengatur jalan masuk ke kerongkongan dan tenggorokan. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Sesuai dengan letaknya maka faring terbagi menjadi tiga, di belakang hidung nasofaring (epitel bertingkat bersilia bersel goblet), di belakang mulut orofaring (epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk), dan di belakang laring laringofaring epitel bervariasi sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Nares posterior adalah muara rongga-rongga hidung ke nasofaring. 6Faring memiliki tiga otot melingkar yaitu; M. konstriktor faringeus superior keluar dari ligamentum pterigomandibulare (yang terbentang antara hamulus pterigoideus dan mandibula tepat di belakang gigi molar ketiga), M. konstriktor faringeus media keluar dari ligamentum stilohioideum serta kornu minus dan majus os hyoid, dan M. konstriktor faringeus inferior keluar dari kartilago tiroid dan krikoid.Otot-otot konstriktor ini mengelilingi faring dan interdigitatum di posterior. Celah antara otot-otot Ini diisi oleh fasia. Terdapat pula lapisan otot longitudinal di sibelah dalam. Nasofaring dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia dan pada dinding posteriornya terdapat massa jaringan limfatik, tonsila faringealis atau adenoid. Tuba auditorius (Eustachii) membuka ke nasofaring setinggi dasar hidung, kartilago tuba sedikit mencuat ke belakang orifisium. Selain tiga otot konstriktor terdapat pula tiga otot membujur yang masing masing turun dari processus styloideus, torus tubarius cartilaginis tubae auditiva dan palatum molle, yakni musculus stylopharingeus, musculus salpingopharingeus dan musculus palatopharingeus.

Gambar 2. Struktur Faring

Pendarahan pada pharinx berasal dari arteri pharingea ascendens, arteri palatina ascendens dan ramus ronsillaris cabang arteri facialis, arteri palatina major dan arteri canalis ptrygoidea cabang arteri maxillaris interna dan rami dorsales linguae cabang arteri lingualis. Pembulih balik membentuk sebuah plexus yang keatas berhubungan dengan plexus pterygoidea dan kearah bawah bermuara kedalam vena jugularis interna dan vena facialis.Persarafan pada pharinx berasal dari plexus pharingeus yang terdiri dari nervus palatina minor dan nervus glossopharingeus.3

3. Laring Laring adalah pangkal tenggorokan yang terdiri atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Pada laring terdapat celah menuju batang tenggorok (trakea) yang disebut glotis, pita suara, dan beberapa otot yang mengatur ketegangan pita suara sehingga menimbulkan bunyi.2 Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Terdapat cartilago threoidea, cartilago cricoidea dan cartilago arytaenoid yang merupakan tulang rawan hialin dan cartilago epiglotis, cartilago cuneiformis dan cartilago corniculata yang merupakan tulang rawan elastis.Yang terbesar di antaranya ialah tulang rawan tiroid, dan di sebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang di kenal sebagai jakun, yaitu di sebelah depan leher.6Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambungan di garis tengah. Di tepi atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak di bawah tiroid, bentuknya seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan aritenoid yang menjulang di sebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform, dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.

Gambar 3 dan 4. Struktur LaringTerkaid di puncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan membantu menutup laring sewaktu menelan. Epiglotis mempunyai 2 permukaan. Permukaan lingual menghadap kelidah, tersusun dari epitel selapis gepeng tanpa lapisan tanduk, merupakan bagian anterior yang selalu berkontak dengan akar lidah pada waktu proses penelanan makanan. Permukaan laringeal menghadap kelaring tersusun dari eptel betingkat thorak bersilia bersel goblet yang akan melanjutkan ketrakea dan bronkus dan merupakan bagian posterior yang sering berkontak dengan makanan. Pada waktu menelan makanan, epiglotis melipat ke bawah menutupi laring sehingga makanan tidak dapat masuk dalam laring. Sementara itu, ketika bernapas epiglotis akan membuka.6Pita suara terletak di sebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan tiroid di sebelah depan sampai di kedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau di kendurkan. Dengan demikian lebar sela-sela antara pita-pita atau rima glotidis berubah-rubah sewaktu bernapas dan berbicara. Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara yang melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring mengendalikan suara, dan juga menutup lubang atas laring sewaktu menelan.6Otot pada laring terbagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok intrinsik dan kelompok ekstrinsik. Musculus intrinsik laring berperan untuk fonasi. Otot yang termasuk dalam musculus intrinsik laring adalah musculus cricoarytaenoid posterior, musculus cricoarytaenoid lateral, musculus arytaenoid obliquus, musculus arytaenoid transversus, musculus thyreoarytaenoid, musculus aryepigloticcus dan sekitarnya. Sedangkan otot-otot ekstrinsik menghubungkan laring dengan sekitarnya dan berperan dalam proses menelan; termasuk otot-otot tersebut adalah musculus sternothyreoideus, musculus thyreohyoid dan musculus constrictor pharingis inferior.Pendarahan utama laring berasal dari cabang-cabang artery thyreodea superior dan arteri thyroidea inferior. Persarafan berasal dari cabang-cabang internus dan externus nervus laringeus superior dan nervus reccuren dan saraf simpatis.3

4. TrakeaTrakea terletak dileher bagian depan kerongkongan, berupa pipa yang berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus (bronki). Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea. Selain itu juga memuat beberapa jaringan otot. Dindingnya terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan luar terdiri atas jaringan ikat, lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan, dan lapisan dalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia.2Trakea di lapisi selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir-butir halus lainnya yang turur masuk bersama dengan pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi mempertahankan agar trakea tetap terbuka, karena itu, di sebelah belakangnya tidak tersambung, yaitu di tempat trakea menempel pada esofagus, yang memisahkannya dari tulang belakang.6Trakea diperdarahai oleh arteri thyreodea inferior sedangkan ujung thoracalnya ddidarahi oleh cabang arteri bronchiales. Persarafan trakea berasal dari cabang tracheal nervus vagi, nervus recurrens dan truncus symphaticus.3

Gambar 5. Trakea dan percabangannya5. Bronkus Bronkus merupakan percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan kiri. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya dindingnya lebih halus, kedudukan bronkus kiri lebih mendatar dibandingkan bronkus kanan sehingga bronkus kanan lebih mudah terserang penyakit.2Kedua bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan di lapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut bronkus pulmonaris. Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama. Bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding fibrosa berotot yahng mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk ke dalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya, lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan di dalam dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi. 26. Bronkiolus Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus. Saluran ini lebih halus dan dindingnya lebih tipis. Bronkiolus kiri berjumlah dua. Sedangkan bronkiolus kanan berjumlah tiga. Percabangan ini membentuk cabang yang lebih halus seperti pembuluh.

Gambar 6. Histologi Bronkus dan bronkiolus

7. AlveolusAlveolus berupa saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung udara, dindingnya tipis setebal selapis sel, lembap, dan berlekatan dengan kapiler darah. Alveolus berfungsi sebagai permukaan respirasi, luas total mencapai 100 m, cukup untuk melakukan pertukaran gas ke seluruh tubuh.2Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan mengandung banyak badan inklusi lamellar. Sel-sel ini mensekresi surfaktan. Kemungkinan terdapat pula sel epitel jenis khusus lain, dan paru juga memiliki makrofag alveolus paru (PAMs= Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel plasma, sel APUD serta sel Mas. Sel mast mengandung heparin, berbagai lipid, histamine dan berbagai protease yang ikut ambil bagian dalam reaksi alergi.1

8. Paru-paruParu-paru berjumlah sepasang. Terletak di dalam rongga dada kiri dan kanan. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus (gelambir). Sedangkan paru-paru kiri memiliki dua lobus. Di dalam paru-paru terdapat tiga ratus juta buah alveolus. Bagian luar paru-paru dibungkus oleh selaput pleura untuk melindungi paru-paru dari gesekan ketika bernapas. Setiap paru-paru di lapisi membran serosa rangkap dua, yaitu pleura.2 Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk ke dalam fisura, dan dengan demikian memisahkan lobus saru dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali di sebelah tampak paru-paru dan membentuk pleura parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher ialah pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membran suprapleuralis (fasia sibson) dan di atas membran ini terletak arteri subklavia.6Di antara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan sehat, kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan memisahkan kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas. Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan sendiri proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O) di hilangkan. Pernapasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan atau pernapasan dalam dan di dalam paru-paru atau pernapasan luar. Udara ditarik ke dalam paru-paru pada waktu menarik napas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan napas. Udara masuk melalui jalan pernapasan. 6

Mekanisme pernapasanTujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama: (1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru; (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; (3) pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan (4) pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.

Inspirasi-ekspirasiParu dan dinding dada adalah struktur elastic. Pada keadaan normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya 2 lepengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam ruang antar paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya recoil dinding dada kearah yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shapped).1Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg (relative terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan paru semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negative, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif. Dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal. Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30mmHg, menimbulkan pengembangan jaringan paru yang lebih besar. Apabila ventilasi meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi otot-otot ekpirasi ya kecil ng menurunkan volume intratorakal.1

Volume ParuJumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang keluar dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas ( tidal volume / TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maximal, setelah inspirasi biasa disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume / IRV). Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontrkasi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan ekspirasi (ekspiratory reserve volume / ERV), dan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volme residu (residual volume / RV). Nilai normal berbagai volume dan istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume paru tersebut. Ruang didalam saluran napas yang tidak ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan. Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru paru setelah inspirasi maximal, seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot otot pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa dapat memberikan informasi tambahan, mungkin diperoleh nilai kapasitas vital yang normal pada nilai FEV menurun pada penderita penyakit seperti asma, yang mengalamai peningkatan tahanan saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada keadaan normal, jumlah udara yang dinspirasikan selama 1 menit sekitar 6L. Ventilasi volunteer maximal atau yang dahulu disebut kapasitas pernapasan maximum adalah volume gas terbsesar yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan selama 1 menit volunter. Pada keadaan normal, MVV berkisarkan antara 125 170 L/menit.7

Gambar 7. Grafik volume gas di paru-paru per waktu.

Otot-otot pernapasan Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratorakal sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, membentuk kubah di atas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam.Diafragma terdiri atas tiga bagian: bagian kostal, dibentuk oleh serat otot yang melekat pada iga-iga sekeliling bagian dasar rongga torak; bagian krural, dibentuk oleh serat otot yang melekat pada ligamentum sepanjang tulang belakang; dan tendon sentral, tempat bergabungnya serat-serat kostal dan krural. Tendon sentral juga merupakan bagian inferior pericardium. Serat-serat krural berjalan melewati kedua sisi esofagusdan dapat menekan esophagus pada waktu berkontraksi. Bagian kostal dan krural diafragma dipersarafi oleh bagian nervus frenikus yang berbeda dan dapat berkontraksi secara terpisah. Sebagai contoh pada waktu muntah dan bersendawa, tekanan intrabdominal meningkat akibat kontraksi serat kostal diafragma, sedangkan serat-serat krural tetap lemas, sehingga memungkinkan bergeraknya berbagai bahan dari lambung ke dalam esophagus. Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara miring kea rah bawah dan ke depan. Iga-iga berputar seolah-olah bersendi di bagian punggung, sehingga ketika otot interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini mendorong sternum keluar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga membesar, tetapi dalam derajat yang lebih kecil. Setiap otot interkostalis eksternus ataupun diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat. Pemotongan pada medulla spinalis diatas segmen servikalis ketiga dapat berakibat fatal bila tidak diberikan pernapasan buatan, tetapi tidak demikian halnya bila dilakukan pemotongan di bawah segmen servikalis ke-lima, karena nervus frenikus yang mempersarafi diafragma tetap utuh; nervus frenikus keluar dari medulla spinalis setinggi segmen servikal 3-5. Sebaliknya, pada penderita dengan paralisis bilateral nervus frenikus tetapi persarafan otot interkostal utuh, pernapasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk pertahankan hidup. Muskulus scalenus dan sternocleidomastoideus di leher merupakan otot-otot inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.

Gambar 8. Otot-otot pernapasanApabila otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks menurun dan terjadi ekspirasi paksa. Kemampuan ini dimiliki oleh otot-otot interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga, sehingga pada waktu berkontraksi akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdominal yang akan mendorong diafragma ke atas.

Pertukaran GasTujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasuk O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Darah bekerja sebagai sistem trnaspor untuk O2 dan CO2 antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstraksi O2 dari darah dan mengeliminasi CO2 ke dalamnya. Gas Mengalir Menuruni Gradient Tekanan ParsialPertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradient tekanan parsial. Tekanan ParsialUdara atmosfer adalah campuran gas : udara kering tipikal mengandung 79% nitrogen (N2) dan 21% O2 , dengan presentasi CO2, uap H2O, gas gas lain dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara keseluruhan, gas gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sebesar 760 mmHg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing masing gas dalam campuran. Tekanan yang ditimbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan presentasi gas tersebut dalam campuran udara total. Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang sama; sebagai contoh, sebuah molekul N2 menimbulkan tekanan yang sama dengan sebuah molekul O2. Karena 79% udara terdiri dari N2, maka 79% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau 600 mmHg, ditimbulkan oleh molekul molekul N2 , demikian juga, karena O2 membentuk 21% atmosfer, maka 21% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau 160 mmHg, ditimbulkan oleh O2. Tekanan ayng ditimbulkan secara independen oleh masing - masing gas dalam suatu campuran gas yang disebut gas parsial, yang dilambangkan oleh Pgas, Karena itu, tekanan parsial O2 dalam udara atmosfer , PO2 , normalnya 160 mmHg. Tekanan parsial CO2 atmosfer, PCO2, hampir dapat diabaikan (0.23 mmHg). Gas gas yang larut dalam cairan misalnya darah / cairan tubuh lain juga menimbulkan tekanan parsial. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak gas tersebut terlarut. Gradien Tekanan ParsialPerbedaan tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal dengan nama gradient tekanan parsial. Terdapat gradient tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga terdapat gradient tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial rendah, serupa dengan difusi menuruni gradient konsentrasi.

PO2 dan PCO2 AlveolusKomposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara atmosfer karena dua alasan. Pertama, segere setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajanan ke saluran napas yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial H2O adalah 47 mmHg. Humidifikasi udara yang dihirup ini pada hakekatnya mengencerkan tekanan parsial gas gas inspirasi sebesar 47 mmHg. Karena jumlah tekanan tekanan parsial harus sama dengan 760 mmHg. Dalam udara lembab, PH2O = 47 mmHg, PN2 = 53 mmHg dan PO2 = 150 mmHg.Kedua PO2 alveolus juga lebih rendah daripada PO2 atmosfer karena udara segar yang masuk bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa dalam paru dan dalam ruang rugi pada akhir ekspirasi sebelumnya. Pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di alveolus adalah udara segar. Akibatnya pelembapan dan logis jika kita berpikir bahwa PO2 akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segarb dan menurun selama ekspirasi. Namun fluktuasi yang terjadi kecil saja karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang dipertukarkan setiap kali bernapas. Volume udara inpirasi kaya O2 yang relative lebih kecil cepat bercampur dengan volume udara alveolus yang tersisa dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit meningkatkan kadar PO2 alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berkurang oleh sebab lain. Oksigen secara terus menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam udara yang baru diinpirasikan hanya mengganti O2 yang berdifusi keluar alveolus masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus relative konstan pada setiap 100 mmHg sepanjang siklus pernapasan. Karena PO2 darah paru seimbang dengan PO2 alveolus, maka PO2 darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi sedikit selama siklus pernapasan. Situasi serupa namun terbalik terjadi pada CO2. Karbon dioksida yang secara . secara tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO2 berdifusi menuruni gradient tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudia dikeluarkan dari tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, PCO2 alveolus relative tetap konstan sepanjang siklus pernapasan tetapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mmHg.

Gradien PO2 dan PCO2 Menembus kapiler paruSewaktu melewati paru, darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 hanya dengan difusi menuruni gradient tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus menerus menggantikan O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradient tekanan parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri arteri paru. Darah ini yang beru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dengan PO2 40 mmHg dan relative kaya CO2 dengan PCO2 46 mmHg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus. Karena PO2 alveolus 100 mmHg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mmHg di darah yang masuk paru, maka O2 berdifusi menuruni gradient tekanan parsialnnya dari alveolus ke dalam darah sampai tidak lagi terdapat gradien. Sewaktu meninggalkan kapiler paru, darah memiliki Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke , dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus sampai PCO2 darah seimbang dengan PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan paru memiliki PCO2 40 mmHg. Setelah meninggalkan paru, darah yang kini memiliki PO2 100 mmHg dan PCO2 40 mmHg kembali ke jantung, kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik.Perhatikan bahwa darah yang kembali ke paru dari jaringan tetap mengandung O2 dan bahwa darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2. Tambahan O2 yang dibawa oleh darah melebihi jumlah normal yang diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh sel sel jaringan seandainya kebutuhan O2 meningkat. CO2 yang tersisa di darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting menjaga keseimbangan asam basa tubuh, karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri penting untuk merangsang pernapasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian. Jumlah O2 yang diserap paru menyamai jumlah yang diekstraksi dan digunakan dalam jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolism secara lebih aktif, maka jaringan mengesktrak lebih banyak O2 dari darah, mengurangi PO2 vena sistemik lebih rendah daripada 40 mmHg sebagai contoh, ke PO2 30 mmHg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbentuk gradien PO2 yang lebih besar daripada normal antara darah yang bru datang dan udara alveolus. Perbedaan PO2 antara alveolus dan darah kini mencapai 70 mmHg, dibandingkan gradient PO2 normal yaitu 60 mmHg. Karena itu lebih banyak O2 berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradient tekanan parsial yang lebih besar sebelum PO2 darah sama dengan PCO2 alveolus. Penambahan transfer O2 ke dalam darah ini menggantikan peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga penyerapan O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Pada saat yang sama ketika lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena peningkatan gradient tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih cepat masuk ke dalam alveolus dari udara atmosfer untuk menggantikan O2 yang berdifusi ke dalam darah. Demikian juga, jumlah CO2 yang dipindahkan ke alveolus dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan. Faktor di luar gradient tekanan parsial mempengaruhi kecepatan pemindahan gas1. Efek Luas Permukaan Gas Selama Pertukaran UdaraSelama olah raga, luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran dapat ditingkatkan secara fisiologis untuk meningkatkan pemindahan gas. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagaian dari kapiler paru biasanya tertutup, akrena tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya tidak dapat menjaga semua kapiler tetap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah jantung, banyak dari kapiler paru yang semula terttutup menjadi terbuka. Hal ini meningkatkan luas permukaan darah yang tersedia untuk pertukaran. Selain itu, membrane alveolus lebih teregang daripada normalnya selama olahraga karena volume alun napas yang lebih besar. Peregangan ini menambah luas permukaan alveolus dan mengurangi ketebalan membrane alveolus. Secara kolektif, perubahan perubahan ini mempercepat pertukaran gas selama olah raga. 2. Efek Ketebalan Pada Pertukaran GasKurang adekuatnya pertukaran gas juga dapat terjadi akibat ketebalan sawar yang memisahkan udara dan darah bertambah secara patologis. Dengan bertambahnya ketebalan, kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas memerlukan waktu waktu lebih lama untuk berdifusi menembus ketebalan yang lebih besar. Ketebalan meingkat pada edema paru, akumulasi berlebihan cairan interstitium antara alveolus dan kapiler paru akibat peradangan paru atau gagal jantung kiri fibrosis paru yaoti penggantian jaringan paru oleh jaringan ikat tebal sebagai respons terhadap iritasi kronik tertentu dan pneumonia yang ditandai oleh akumulasi cairan peradangan di dalam atau sekitar alveolus. Pneumonia umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus pada paru, tetapi hal ini juga dapat disebabkan oleh aspirasi tak sengaja (tersedak) makanan, muntahan, atau bahan kimia. 3. Efek Koefisien Difusi Pada Pertukaran GasKecepatan pemindahan gas berbanding lurus dengan koefisien difusi (D), suatu konstanta yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan paru dengan berat molekulnya. Koefisien CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubuh dibandingkan O2. Karena itu, kecepatan difusi CO2 menembus membrane pernapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan O2 untuk gradien tekanan parsiel yang sama. Perbedaan dalam koefisien difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi perbedaan dalam gradient tekanan parsial yang terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membran kapiler alveolus. Gradien tekanan parsial CO2 adalah 6 mmHg, dibandingkan dengan gradient O2 sebesar 60 mmHg.Dalam keadaan normal, jumlah O2 dan CO2 yang dipertukarkan hampir sama senilai respiratory quotient. Meskipun darah dalam volume tertentu menghabiskan waktu tiga perempat detik melewati jaringan kapiler paru, namun PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan tekanan parsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru, namun PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan tekanan parsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru. Hal ini berarti bahwa paru dalam keadaan normal memiliki cadangan difusi yang besar, suatu kenyataan yang menjadi sangat penting ketika olahraga berat. Waktu yang dihabiskan oleh darah dalam transit di kapiler paru berkurang seiring dengan meningkatnya aliran darah paru akibat peningkatan curah jantung yang menyertai olahraga. Bahkan dengan waktu yang lebih sedikit untuk pertukaran, PO2 dan PCO2 darah normalnya dapat seimbang dengan kadar di alveolus karena cadangan difusi paru meningkat.1

Surfaktan Tegangan Permukaan dan Pengempisan ParuDasar-dasar tegangan permukaan. Ketika air membentuk suatu permukaan dengan udara, maka molekul air pada permukaan air tersebut memiliki daya tark yang sangat kuat satu sama lain. Sebagai akibatnya, permukaan air selalu berusaha untuk berkontraksi. Keadaan inilah yang menjaga agar air dapat menetes bersama-sama; artinya, terdapat membrane kontraktil yang rapat pada molekul air yang mengelilingi seluruh permukaan tetesannya sekaran, mari kita balikkan prinsip-prinsip ini dan melihat apa yang terjadi pada permukaan bagian dalam albeoli. Disini, permukaan air juga berusaha untuk berkontraksi. Usaha tersebut akan mendorong udara keluar dari alveoli melalui bronki, dan dalam melakukan hal ini, juga menyebabkan alveoli (dan ruang udara lainnya dalam paru) berusaha untuk mengempis. Karena hal ini terjadi pada semua ruang udara paru, maka efek akhirnya akan menyebabkan daya kontraksi elastis di seluruh paru, yang disebut daya elastis tegangan permukaan.Surfaktan merupakan bahan akatif permukaan, yang berarti bahwa ketika bahan ini meliputi seluruh permukaan cairan, maka surfaktan akan sangat menurunkan tegangan permukaan, surfaktan disekresikan oleh sel-sel epitel khusus yang menykrsei surfaktan, dan kita-kira merupakan 10 persen dari sleuruh daerah permukaan alveoli. Sel-sel ini berbentuk granular, mengandung inti lipid, disebut sel epitel alveolus tipe II.Surfaktan merupakan campuran kompleks dari beberapa fisgolipd , preotein, dan ion-ion. Komponen yang paling penting adalah fosfolipid dipalmitoilfofatidilkolim, surfaktan apoprotein, dan ion kalsium. Dipalmiyoilfosfatidilkolin, bersama dengan beberapa fosfolipid yang kurang penting lainnya, bertanggung jawab untuk menurunkan tegangan permukaan, zat-zat ini tidak terlarut dalam carian; sebaliknya, malah menyebar ke seluruh permukaan alveoli, karena salah satu bagian dari setiap molekul fosfolipid bersifat hirdofilik dan terlarut dalam air yang melapisi alveoli, sedangkan bagian lemak dari molekul ini bersifat hidrofobik dan lebih mengarah ke udara, sehingga membentuk permukaan hidrofobik lipid yang berkontak dengan udara. Permukaan ini memiliki besar tegangan permukaan pada permukaan air murni; jumlah tepatnya bergantung pada konsentrasi dan oreientasi molekul surfaktan pada permukaan. Arti penting dari apoprotein surfaktan dan ion kalsium adalah bahwa bila kedua zat ini tidak ada, maka dipalmitoilfosfatidilkolim akan menyebar secara lambat ke seluruh permukaan carian sheingga tidak dapat berfungsi secara efektif.Dari segi kuantitatif, tegangan permukaan pada berbagi carian yang berbeda kurang lebih adalh sebagai berikut: air murni, 72 dyne/cm; cairan normal yang melapisi alveoli tetapi tanpa surfaktan, 50 dyne/cm; cairan yang melapisi alveoli dengan diliputi oleh surfaktan, antara 5 sampai 30 dyne/cm.Tekanan pengempisan yang timbul di albeoli secara nerlawanan diperngaruhi oleh radius albeolus, yang berarti bahwa semakin kecil alveolus, maka semakin besar tekanan pengempisan yang terjadi. Jadi, bila alveoli memiliki radius setengah dari normal, hanya 50 bahkan 100 mirkometer, maka tekanan pengempisan yang tercart diatas menjadi dua kali lipat. Hal ini secara khusus memiliki arti penting bagi bayi-bayi premature yang kecil, karena banyak dari mereka memiliki alveoli dengan radius kurang dari seperempat normal. Selanjutanya, surgaktan secara normal mulai disekresikan ke dalam alveoli sampai antara buan keenam dan ketujuh kehamilan dan, pada beberapa bayi, bahkan lebih dari itu, sehingga banyak bayi premature hanya memiiki sedikit atau todak memiliki sama sekali surfaktan dalam alveolinya. Oleh karena itu, paru-paru pada bayi-bayi ini memiliki kecendrungan kolaps yang ekstrem, kadang-kadang sebesar 30mmHg atau lebih, dan al ini menyebabkan kondisi yang dikenal dengan sindrom gawat pernapasan pada bayi baru lahir. Kedaan ini bersifat fatal jika tidak diobati dengan cara-cara yang sesuai, terutama dengan terus menerus melakukan pemberian pernafasan tekanan positif.Peran surfaktan, saling ketergantungan, dan jaringan fibrosa paru dalam menstabilkan ukuran alveoli. Sekarnag, mari kita liat apa yang akan terjadi hika banyak albeoli dalam paru menjadi sangat kecil dan yang lainnya menjadi sangat besar. Kecenderungan olaps dari alveoli yang berukuran lebih kecil akan lebih besar daripada yang terjadi pada alveoli dengan ukrudan lebih besar. Oleh karena itu, alveoli yang lebih kecil secara teoretis akan cenderung kolaps, lalu volumenya dalam paru akan menurun, dan hilangnya volume ini dalam bagian paru akan menyebabkan pengembangan alveoli yang lebih besar. Ketika alveoli yang lebih kecil menjadi semakin kecil maka kecenderungan kolapsnya akan menjadi lebih besar menjadi lebih kecil. Oleh karena itu, secara teoretis, semua alveoli yang lebih kecil akan kolaps secara total, dan hal ini akan mendorong alveoli yang lebih besar untuk tetap berukuran lebih besar. Fenomena ini disebut ketidakstabilan alveoli.Pada prakteknya, fenomena ketidakstabilan alveoli ini tidak terjadi pada paru-paru normal, walaupun hal tersebut dapat terjadi pada keadaan-keadaan khusus, seperti ketika surfaktan dalam cairan alveolus jumlahnya sedikit sekali, dan pada waktu yang bersamaan volume paru juga menurun. Terdapat beberapa alasan mengapa ketidakstabilan ini tidak terjadi pada paru paru yang normal. Salah satunya adalah fenomena yang disebut saling ketergantungan antara alveoli, duktus alveolus, dan ruang udara ain yang berdekatan. Artinya, setiap ruangan ini saling berhubungan dengan ruang yang lain sedemikian rupa sehingga alveolus besar biasanya tidak dapat berada berdekatan dengan alveolus kecil karena mereka memiliki dinding septal yang sama. Ini adalah fenomena saling ketergantungan.Alasan kedua mengapa ketidak stabilan ini tidak terjadi adalah, bahwa karena paru dibangun oleh sekita 50.000 unit fungsional, yang masing-masing mengandung satu atau beberapa duktus alveolus dan alveolinya yang berkaitan. Semua ini dikelilingi oleh septa fibrosa yang menembus dari permukaan paru ke dalam parenkim paru. Jaringan fibrosa ini bekerja sebagai penyangga tambahan.Akhirnya, kita tidak boleh melupakan peran surfaktan dalam melawan ketidakstabilan ini. Hal tersebut terjadi melalui dua cara: pertama, surfaktan menurunkan jumlah total tegangan permukaan, dan hal ini memungkinkan fenomena saling ketergantungan dari jaringan fibrosa untuk mengatasi efek tegangan permukaan. Kedua, ketika ukuran alveolus menjadi terperas bersama-sama, sehingaa konsentrasinya meningkat, dan hal ini menurunkan tegangan permukaan selanjutnya. jadi, semakin kecil ukuran alveolus, semakin rendah pula tegangan permukaan, berlawanan dengan kecendrungan ekstra dari alveoli yang lebih kecil untuk menajdi kolaps. Sebaliknya semakin besar ukuran alveoli, maka konsentrasi surfaktan pada permukaan juga menjadi semakin rendah, sehingga tegangan permukanan menjadi semuakin besar, dan hal ini selanjutnya akan melawan pembersaran alveoli yang sebelumnya telah membesar.9

Komponen Kontrol Saraf Pada RespirasiKontrol saraf atas respirasi melibatkan tiga komponen berbeda : faktor yang menghasilkan irama inpirasi atau ekspirasi bergantian, faktor yang megatur besar ventilasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan faktor yang memodifikasi aktifitas pernapasan untuk tujuan lain. Modifikasi yang terkahir ini mungkin bersifat volunteer, misalnya dalam mengontrol napas untuk berbicara atau involunter, misalnya maneuver pernapasan yang berkaitan dengan batuk atau bersin.Pusat kontrol pernapasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola napas yang berirama. Pusat control pernapasan primer, pusat respirasi medulla, tridiri dari beberapa agregat badan saraf ke otot otot pernapasan. Selain itu, dua pusat pernapasan lain terletak lebih tinggi di batang otak di pons pusat pneumostatik dan pusat apneustik. Kedua pusat di pons ini mempengaruhi sinyal kluar dari pusat pernapasan di medulla. Di sini dijelaskan bagaimana berbagai region ini berinterkasi untuk menghasilkan irama pernapasan.Neuron Inspirasi Dan Ekspirasi Di Pusat MedulaKita menghirup dan menghembuskan napas secara ritmis karena kontrkasi dan relaksasi bergantian otot otot inspirasi yaitu diafragma dan otot interkostal eksternal, yang masing masing disarafi oleh saraf frenikus dan saraf interkostal. Badan badansel dari serat serat saraf yang membentuk saraf ini terletak di medulla spinalis. Impuls yang berasal dari pusat di medulla berakhir di badan badan sel neuron motorik ini. Ketika neuron motorik diaktifkan maka neuron tersebut sebaliknya mengaktifkan otot otot pernapasan, menyebabkan inspirasi; ketika neuron neuron ini tidak menghasilkan impuls maka otot inspirasi melemas dan berlangsunglah ekspirasi.Pusat pernapasan medulla terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok repiratorik dorsal dan kelompok repiratorik ventral. Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inpiratorik yang serat serat desendens berakhir di neuron motorik yang menyarafi otot inspirasi. Ketika neuron neuron KRD ini melepas muatan maka terjadi inspirasi, ketika mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi. Ekspirasi diakhiri karena neuron neuron inpiratorik kembali mencapai ambang dan melepaskan muatan. KRD memiliki hubungan penting dengan kelompok respiratorik ventral. Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron respiratorik yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal tenang. Bagian ini diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat selama periode periode saat kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini terutama penting pada ekspirasi aktif. Selama bernapas tenang tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh neuron ekspiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekspiratorik merangsang neuron motorik yang menyarafi otot otot ekspirasi. Selain itu, neuron neuron inspiratorik KRV, ketika dirangsang KRD, memacu aktivitas inspirasi ketika kebutuhan akan ventilasi tinggi.

Pembentukan Irama PernapasanSelama itu KRD umumnya dianggap menghasilkan irama dasar ventilasi. Namun pembentukan irama pernapasan sekarang secara luas dipercayai terletak di kompleks prebotzinger, suatu rgio yang terletak dekat dengan ujung atas (kepala) pusat respiratorik medulla. Sesuatu anyaman neuron di region ini memperlihatkan aktivitas pemacu, mengalami potensial aksi spontan serupa dengan yang terjadi di nodus SA jantung. Para ilmuan percaya bahwa kecepatan neuron inspiratorik KRD melepaskan muatan secara beirama didorong oleh masukan sinaptik dari kompleks ini.

Pengaruh dari Pusat Pneumostatik dan ApneustikPusat pernapasan di pons melakukan penyesuain halus terhadap pusat di medula untuk membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancer dan mulus. Pusat pneumostatik mengirim impuls ke KRD yang membantu memadamkan neuron neuron inpiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apneustik mencegah neuron neuron inspiratorik dipadamkan, sehingga dorongan inspirasi meningkat. Dengan sistem check and balance ini, pusat pneumostatik mendominasi pusat upneustik, membantu menghentikan inspirasi dan membiarkan ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem pneumostatik ini, pola bernapas akan berupa tarikan napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh ekspirasi. Pola bernapas yang abnormal ini dikenal sebagai upnuapnustik. Apnusis, karena itu, pusat yang mendorong tipe bernapas ini disebut pusat apnustik. Apnusis terjadi pada jenis tertentu kerusakan otak berat.

Refleks Hearing BreuerKetika volume alun napas besar (lebih dari 1 liter), misalnya sewaktu olahraga, reflex hearing breuer terpicu untuk mencegah inflasi paru berlebihan. Reseptor regang paru di lapisan otot polos saluran napas yang besar. Potensial aksi dari reseptor reseptor regang ini merambat melalui serat saraf aferen ke pusat medulla dan menghambat neuron inpiratorik. Umpan balik negative dari paru yang sangat teregang ini membantu menghentikan inspirasi tepat sebelum paru mengalami pengembangan berlebihan.1

Faktor yang Mempengaruhi Pernapasan Pengaruh Aktivitas FisikBerbagai mekanisme kardiovaskular dan pernapasan harus bekerja secara terpadu untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan aktif dan mengeluarkan CO2 beserta panas saat melakukan aktivitas fisik. Perubahan sirkulasi meningkatkan aliran darah ke otot, sambil mempertahankan sirkulasi yang adekuat di bagian tubuh lain. Selain itu, ambilan O2 dari darah di otot yang bekerja akan meningkat, dan ventilasi jugaa meningkat sehingga sejumlah O2 tambahan akan tersedia, dan sebagian panas serta kelebihan CO2 dapat dikeluarkan. Perubahan VentilasiSaat beraktivitas, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru meningkat karena adanya kenaikan jumlah O2 yang ditambahkan pada tiap satuan darah dan bertambahnya aliran darah paru per menit. PO2 darah yang mengalir ke dalam kapiler paru menurun dari 40 menjadi 25 mm Hg atau kurang sehingga gradient PO2 alveolus-kapiler meningkat dan lebih banyak O2 yang masuk ke dalam darah.Aliran darah per menit meningkat dari 5,5 L/menit menjadi 20-35 L/menit. Dengan demikian, jumlah O2 total yang memasuki darah juga bertambah, dari 250 L/menit saat istirahat menjadi 4000 L/menit. Jumlah CO2 yang dikeluarkan dari tiap satuan darah meningkat dan ekskresi CO2 meningkat dari 200 mL/menit menjadi 8000 mL/menit. Peningkatan ambilan O2 sebanding dengan beban kerja yang dilakukan, sampai tercapainya batas maksimum. Di atas batas maksimum, konsumsi O2 menetap dan kadar asam laktat darah terus meningkat. Laktat berasal dari otot dengan resistensis aerobic cadangan energi yang tidak dapat mencukupi penggunaannya sehingga terjadi utang oksigen.Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai dilakukan, dan setelah suatu periode jeda singkat, akan diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada aktivitas fisik sedang, kenaikan ventilasi terutama disebabkan oleh peningkatan kedalaman pernapasan, dan diikuti oleh peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda singkat akan diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari proprioseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral, walaupun selama aktivitas fisik sedang, pH, PCO2, dan PO2 darah arteri tetap tidak berubah.Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningkatan konsumsi O2, namun mekanisme yang mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi perdebatan. Adanya peningkatan suhu tubuh juga dapat memainkan peranan. Aktivitas fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan peningkatan ini dapat merangsang kemoreseptor perifer. Selain itu, kepekaan neuron-neuron yang mengontrol respons terhadap CO2 dapat meningkat. Fluktuasi respiratorik PCO2 darah arteri juga dapat meningkat sehingga, meskipun PCO2 rata-rata darah arteri tidak meningkat, CO2-lah yang berperan pada peningkatan ventilasi. O2 tampaknya juga berperan, meskipun tidak terdapat penurunan PO2 darah arteri karena ketika suatu beban kerja tertentu dilakukan sambil bernapas dengan 100% O2, peningkatan ventilasi yang terjadi lebih rendah 10-20% dibandingkan peningkatan ventilasi saat bernapas dengan udara biasa. Jadi, tampaknya kombinasi berbagai faktor berperan pada terjadinya peningkatan ventilasi saat melakukan aktivitas fisik sedang.Jika aktivitas fisik diperberat, pendaparan jumlah asam laktat yang semakin banyak terbentuk menghasilkan lebih banyak CO2, dan ini selanjutnya menyebabkan peningkatan ventilasi. Dengan bertambahnya produksi asam laktat, peningkatan ventilasi dan pembentukan CO2 tetap berimbang sehingga CO2 alveolus dan darah arteri hampir tidak berubah (pendaparan isokapnia). Oleh adanya hiperventilasi, PO2 alveolus akan meningkat. Dengan bertambahnya akumulasi asam laktat, peningkatan ventilasi melampaui pembentukan CO2 sehingga PCO2 alveolus dan PCO2 darah arteri berkurang. Penurunan PCO2 darah arteri merupakan kompensasi pernapasan pada asidosis metabolic yang terjadi akibat kelebihan asam laktat. Peningkatan ventilasi tambahan akibat asidosis bergantung pada glomus karotikus dan hal ini tidak terjadi bila glomus karotikus diangkat.Frekuensi pernapasan setelah aktivitas fisik dihentikan tidak akan mencapai nilai basal sampai utang O2 dilunasi. Keadaan ini dapat berlangsung hingga 90 menit. Rangsangan untuk ventilasi setelah beraktivitas fisik bukanlah PCO2 darah arteri, yang biasanya normal atau rendah, maupun PO2 darah arteri, yang umumnya normal atau tinggi, namun melalui peningkatan konsentrasi H+ akibat asidemia laktat. Besar utang O2, setara dengan jumlah konsumsi O2 di atas konsumsi basal mulai dari saat berhentinya aktivitas fisik sampai kembalinya tingkat konsumsi O2 ke nilai sebelum beraktivitas. Sewaktu utang O2 dilunasi, konsentrasi O2 di mioglobin otot sedikit meningkat. ATP dan fosforilkreatin disintesis kembali, dan asam laktat berkurang. Sekitar 80% asam laktat diubah menjadi glikogen dan 20% sisanya dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O. Perubahan di JaringanPenyerapan O2 maksimum saat beraktivitas fisik dibatasi oleh kecepatan maksimum pengangkutan O2 menuju mitokondria di otot yang sedang bekerja. Namun, pada keadaan normal keterbatasan ini bukan disebabkan oleh kekurangan ambilan O2 di paru, dan hemoglobin dalam darah arteri tetap tersaturasi meskipun sedang melakukan aktivitas fisik berat.Saat beraktivitas fisik, otot yang bekerja menggunakan lebih banyak O2 sehingga PO2 jaringan dan PO2 darah vena dari otot yang aktif turun sampai mendekati nol. Difusi O2 dari darah ke jaringan bertambah sehingga PO2 darah di otot berkurang, dan dilatasi jalinan kapiler yang terbuka, jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat berkurang. Hal ini memudahkan pergerakan O2 dari darah ke sel. Pada kisaran PO2 di bawah 60 mmHg, kurva disosiasi hemoglobin-oksigen berada pada bagian curam sehingga untuk setiap penurunan 1 mmHg pada PO2 akan tersedia relatif banyak O2.Sejumlah O2 akan bertambah pula karena adanya akumulasi CO2 dan peningkatan suhu di jaringan yang aktif-dan mungkin pula karena terdapat peningkatan 2,3-BPG di dalam sel darah merahkurva disosiasi bergeser ke kanan. Hasil akhirnya adalah peningkatan ekstraksi O2 tiga kali dari setiap satuan darah. Karena peningkatan ini disertai dengan 30 kali peningkatan aliran darah atau lebih, laju metabolism di otot dapat bertambah 100 kali lipat saat beraktivitas fisik.

Toleransi Olahraga dan KelelahanApa yang menentukan jumlah maksimal olahraga yang dapat dilakukan oleh seseorang ? Toleransi olahraga memiliki dimensi waktu dan intensitas. Contohnya, seorang pria muda bugar dapat menghasilkan daya listrik pada sebuah sepeda sekitar 700 watt untuk 1 menit, 300 watt untuk 5 menit, dan 200 watt untuk 40 menit. Selama ini dikatakan bahwa faktor-faktor yang membatasi kinerja dalam berolahraga adalah kecepatan penyaluran O2 ke jaringan atau kecepatan masuknya O2 ke dalam tubuh melalui paru. Faktor-faktor ini berperan, tetapi faktor lain juga berperan dan olahraga akan berhenti jika perasaan lelah (fatigue) berkembang menjadi perasaan payah (exhaustion). Kelelahan terjadi sebagian akibat terbombardirnya otak oleh impuls saraf dari otot, dan penurunan pH darah akibat asidosis laktat juga menyebabkan orang merasa lelah. HipoksiaHipoksia adalah kekurangan O2 di tingkat jaringan. Istilah ini lebih tepat bila dibandingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang dijumpai. Secara umum, hipoksia dibagi dalam empat jenis. Berbagai klasifikasi lain telah digunakan, tetapi sistem empat-jenis ini tetap sangat berguna bila definisi tiap-tiap istilah tetap diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :1. Hipoksia hipoksis (anoksia anoksis), yaitu bila PO2 darah arteri berkurang.2. Hipoksia anemik, yaitu bila PO2 darah arteri normal namun jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut O2 berkurang.3. Hipoksia stagnan atau iskemik, yaitu bila aliran darah ke jaringan tidak cukup, meskipun PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal, dan4. Hipoksia histotoksik, yaitu bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan memadai, namun oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tak mampu menggunakan O2 yang diberikan. Pengaruh Hipoksia Terhadap SelHipoksia menyebabkan pembentukan faktor transkripsi. Faktor ini terdiri atas subunit alfa dan beta. Pada jaringan yang mendapat oksigenasi normal, subunit alfa cepat mengalami ubikuitinisasi dan dihancurkan. Namun, disel yang hipoksik, faktor alfa mengalami dimerisasi bersama faktor beta, dan dimer ini mengaktifkan gen yang menghasilkan faktor angiogenik dan eritropoietin. Banyak sel kanker yang mengalami hipoksia, dan perhatian banyak ditujukan pada cara agar dapat memanipulasi HIF untuk mematikan sel kanker. Pengaruh Hipoksia Terhadap OtakPengaruh hipoksia stagnan bergantung pada jaringan yang terkena. Pada hipoksia hipoksik dan bentuk hipoksia umum lain, otaklah yang pertama kali terpengaruh. Contoh, penurunan mendadak PO2 udara inspirasi sampai lebih rendah dari 20 mmHg, saat tekanan hilang mendadak di dalam kabin pesawat terbang pada ketinggian di atas 16.000 m, menyebabkan hilangnya kesadaran dalam 10-20 detik disusul dengan kematian dalam waktu 4-5 menit. Hipoksia yang tidak terlalu berat menimbulkan berbagai gangguan mental yang tidak berbeda dengan kelainan akibat alcohol, gangguan dalam mengambil keputusan, mengantuk, berkurangnya kepekaan terhadap nyeri, rasa gembira, disorientasi, hilangnya orientasi waktu dan sakit kepala. Gejala lain mencakup anoreksia, mual, muntah, takikardia dan, pada hipoksia berat, dijumpai hipertensi. Kecepatan ventilasi meningkat setara dengan derajat keparahan hipoksia di sel kemoreseptor karotis. Rangsangan PernapasanDispnea didefinisikan sebagai proses pernapasan yang sulit atau berat pada subjek secara sadar merasakan sesak napas. Hiperpnea adalah istilah umum untuk peningkatan frekuensi atau kedalaman pernapasan, tanpa memperhatikan sensasi subjektif penderia. Takipnea adalah pernapasan cepat dan dangkal. Pada umumnya, individu normal tidak menyadari perubahan pernapasannya meskipun besar ventilasi meningkat dua kali, dan bernapas masih dirasakan nyaman sampai ventilasi bertambah 3-4 kali lipat. Ada tidaknya rasa tidak nyaman pada suatu tingkatan ventilasi nampaknya juga bergantung pada berbagai faktor lain. Hiperkapnia dan hipoksia (walaupun lebih jarang) menyebabkan dispnea. Faktor lain adalah usaha yang terlibat dalam pergerakan udara ke dalam dan keluar paru (kerja pernapasan). SianosisHemoglobin tereduksi mempunyai warna gelap, dan bila konsentrasi hemoglobin tereduksi di dalam darah kapiler lebih besari dari 5 g/dL, jaringan akan terlihat biru kehitaman yang disebut sianosis. Timbulnya hal ini bergantung pada jumlah total hemoglobin dalam darah, derajat hemoglobin yang tak tersaturasi, dan keadaan sirkulasi kapiler. Sianosis paling mudah di lihat di kuku dan membrane mukosa serta di cuping telinga, bibir dan jari-jari, yaitu di bagian yang berkulit tipis.Sianosis tidak tampak pada hipoksia anemik karena kandungan hemoglobin total yang rendah pada keracunan karbon monoksida, karena warna hemoglobin tereduksi tertutup oleh warna merah-ceri dari karbonmonoksihemoglobin atau pada hipoksia histotoksik, karena kandungan gas darah masih normal. Perubahan warna kulit dan membrane mukosa yang serupa dengan sianosis ditimbulkan oleh tingginya kadar methemoglobin dalam sirkulasi.1Mekanisme pembentukan suaraTerdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan, laring dan traktus vokalis supraglotis. Sistem respirasi berperan sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara konstan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut dan diafragma yang berperan dalam pernapasan. Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks terdiri dari tulang dan beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakkan pita suara. Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum, dan dinding faring), hidung dan sinus.1Organ tersebut berfungsi sebagai artikulator dan resonator. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk : Teori Myoelastik Aerodinamik. Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali. Teori Neuromuskular.Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral). 7

Mekanisme menelanFaring berfungsi untuk membantu proses menelan dan pernapasan. Pada orofaring dan laringofaring terdapat persilangan jalan yaitu persilangan jalan udara pernapan dan jalan makanan dan minuman/minuman. Udara pernapasan dari hidung akan menyilang masuk ke trakea yang letaknya di depan esophagus, sedangkan makanan dari mulut akan menyilang masuk ke esophagus yang letaknya di belakang trakea. Dengan demikian, agar tidak terjadi salah jalan, yaitu udara pernapasan masuk ke jalan makanan atau sebaliknya, pada persilangan jalan ini, udara pernapasan dan makanan harus bergantian lewat. Dalam hal ini epiglotis akan mengatur giliran bagi udara dan makanan/minuman dalam mempergunakan persilangan tersebut, dengan cara, jika udara pernapasan akan masuk trakea, epiglotis akan menutup rima glotis sehingga tidak akan terjadi salah jalan. Karena itu, tidak mungkin seseorang menelan sambil menarik napas, atau sebaliknya menarik napas sambil menelan. 8Saraf glosofaringeus (saraf cranial IX) dan saraf vagus (saraf cranial X) secara anatomi dan fisiologi berhubungan erat. Saraf glosofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi faring, yang memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Saaf ini memersarafi otot stilofaringeus yang merupakan levator dari faring. Proses menelan dapat dibagi menjadi tiga fase:1. Fase oral, dapat dikendalikan (voluntary).2. Fase faringeal, tidak dapat dikendalikan (involuntary).3. Fase esophageal, tidak dapat dikendalikan (involuntary).Proses menelan dimulai dengan persiapan makanan untuk bisa ditelan, yaitu dikunyah (saraf trigeminus). Makanan dipindahkan oleh lidah yang dipersarafi saraf hipoglosus (bersama dengan kontraksi otot arkus faringeus, otot stilofaringeus) melaksanakan tugas memindahkan makanan dari mulut ke faring kemudian dipecahkan dan digiling oleh gigi geligi kedua sisi, lalu makanan didorongke orofarings. Perpindahan makanan dan minuman dari rongga mulut ke faring disebut juga fase oral. Adanya tekanan diruang mulut meningkatkan kontraksi otot-otot pipi (saaf fasialis). Agar tekanan meninggi ini mampu mendorong makanan ke orofaring, palatum mole menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring (saraf vagus). Agar makanan yang dipindahkan dari ruang mulut ke orofaring tidak tiba di laring, pintu laring ditutup oleh epiglottis (saraf vagus). Setelah makanan tiba di orofaring, makanan melalui faring diatur oleh glosofaringeus dan vagus (fase faringeal). 9Pada awal fase oral tadi, laring telah diangkat dan ditarik ke anterior sehingga laring akan tertutup oleh epiglotis. Pada saat yang sama dengan kontraksi dari M.tensor palatine dan M.levator veli palatine, palatum mole bergerak ke atas dan menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring. Dengan demikian, hanya tinggal satu jalan yang terbuka, yaitu ke esophagus. Melalui sfingter hipofaringeus, makanan dimasukkan kedalam esophagus. Setelah makanan itu berada di dalam esophagus, dengan gerakan peristaltikdari esophagus makanan itu akan di bawa massuk ke dalam lambung (fase esophageal). Kesulitan untuk menelan yang berat disebabkan oleh gangguan saraf glosofaringeus dan vagus. Makanan sulit ditelan karena palatum mole tidak bekerja dan apa yang hendak ditelan keluar lagi melalui hidung. Epiglottis tidak bekerja, sehingga makanan tiba di laring dan menimbulkan refleks batuk. 9

Refleks BatukBronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan reflex batuk. Laring dan karina (tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitive terhadap rangsangan bahan kimia yang korosif seperti gas sulfur dioksida dan klorin. Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus vagus ke medulla, disana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakan oleh lintasan neuronal medulla yang menyebabkan efek.Pertama, kira-kira 2.5 liter udara diinspirasi. Kedua epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan oot otot ekspirasi lainnya, seperti interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Akibatnya tekanan dalam paru meningkat sampai 100mmHg atau lebih. Keempat, pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar. Tentu saja, udara ini kadang kadang dikeluarkan dengan kecepatan 75-100 mil per jam. Selanjutnya dan penting, adalah penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah celah bronkus dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing apapun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.

Gambar 9. Refleks batukPada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :Fase iritasi. Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luardirangsang. Fase inspirasi. Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.Fase kompresi. Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea,glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glottis terbuka. Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.Fase ekspirasi/ ekspulsi. Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.Penyebab batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut. Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak. Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner. Rangsang suhu seperti asap rokok (merupakan oksidan), udara panas/ dingin, dan inhalasi gas.10

KesimpulanDalam sistem pernapasan terdapat bagian yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius yaitu melalui faring. Bagian faring yang berhubungan traktus digetivus yaitu oropharing. faring merupakan pintu menuju laring yang berperan untuk vokalisasi dan pernapasan. Jika terjadi peradangan faring tentunya akan menimbulkan keluhan seperti batuk, serak dan sakit saat menelan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2003.h.669-708.2. Suryo J. Herbal sistem pernapasan. Yogyakarta: B First; 2010.h.4-13.3. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Grays anatomy for students. 1st ed. Philadelpia: Elsevier Churchill Livingstone; 2005.h.102-52.4. Singh I. Teks dan atlas histologi manusia. Jakarta: Binarupa Aksara; 2006.h.115-20.5. Woodburne RT. Essential of human anatomy. 6th ed. New York: Oxford Universty; 2007.h.181-200.6. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.2009.h.253-70.7. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins. 2005.p.479-86.8. Herwati S, Rukmini S. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.9. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika; 2011.h.4910. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.h.498-9.

35