Download - PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Transcript
Page 1: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Program puskesmas dalam

menanggulangi Penyakit Diare

Shannaz

10 2008 038

Kelompok 5

email : [email protected]

Program Sarjana Pendidikan Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian diare yang cukup tinggi.

Tahun 2006 angka kesakitan meningkat sebesar 423/1.000 penduduk pada semua umur. Dari

keseluruhan angka morbiditas hampir 60 persen didominasi anak anak. Berdasarkan hasil

penelitian terbaru dari riset kesehatan dasar tahun 2008, diare merupakan penyumbang kematian

terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 31,4 persen dari total kematian bayi. Diare juga penyebab

kematian terbesar balita. Tercatat 25,2 persen kematian balita di tanah air disebabkan oleh

penyakit diare. Hal ini tentu patut menjadi perhatian utama karena terdapat peningkatan angka

morbiditas dan mortalitas diare di Indonesia dari tahun ke tahun

1

Page 2: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Epidemiologi

Angka kematian diare pada semua umur selama dasawarsa terakhir dapat diturunkan dari 110,1

per 100.000 penduduk (1985) rnenjadi 56 per 100.000 penduduk( 1995). Sedangkan kematian

karena diare pada kelompok balita diturunkan dari 5,7 per seribu balita menjadi 2,5 per seribu

balita pada episode yang sama. (Dep. Kes.RI,1998)

Bedasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang ditetapkan bahwa

pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

hidup sehat bagi seiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan

dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan.

Diare dapat timbul dalam bentuk KLB dengan jumlah penderita dan kematian yang besar.

Fasilitas kasus (CFR) terjadi penurunan yang cukup bermakna dari 35 %(awal Repelita I)

menjadi dibawah 3 % pada akhir Repelita VI. Penurunan CFR yang nyata dikarenakan makin

meningkatnya manajemen penanggulangan KLB. (Dep.Kes. RI, 1998).

Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 proporsi penyakit

infeksi dan parasit sebagai penyebab kematian adalah 22,7%. Kematian bayi dibawah umur 1

tahun 33,5% disebabkan oleh gangguan prenatal dan 32,1% oleh penyakit sistem pernapasan.

Diare sebagai bagian dari kelompok penyakit infeksi dan parasit, proporsinya sebesar 9,6 %

sebagai penyebab kematian pada bayi dibawah 1 tahun.

Pada kematian anak balita golongan umur 1-4 tahun, proporsi penyebab kematian paling

tinggi adalah penyakit sistem pernapasan yaitu sebesar 38,8%, kemudian penyakit diare serta

infeksi/parasit lain masing-masing sebesar 14,3%.

Kematian anak pada kelompok umur 1-4 tahun terutama disebabkan oleh penyakit infeksi

dan parasit dengan proporsi sebesar 44,7%, pernapasan 13%. Sedangkan pada kelompok umur

15-34 tahun, penyakit infeksi dan parasit menduduki peringkat pertama sebagai penyebab

kematian yaitu sebesar 36,5%, berturut-turut infeksi dan parasit lain 16,8%, kemudian TBC

13,9%.

Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare disebabkan oleh beberapa faktor

yaitu antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan,

pendidikan, faktor musim dan geografi daerah, keadaan sosial pencegahan pemberantasan

2

Page 3: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

penyakit diare tidak akan berhasil baik tanpa adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat

untuk ikut berpartisipasi didalamnya serta kesiapan petugas kesehatan dilapangan. yang ditandai

oleh penduduknya hidup

dalam lingkungan perilaku

skenario

program puskesmas

wilayah kerja puskesmas kedondong terletak di pedalaman , populasi 300 KK dengan 1550 jiwa.

Pada laporan surveillance bulan juli terjadi peningkatan kasus diare yang signifikan dari periode

yang lalu. Kejadian ini selalu terulang setiap tahun terutama pada musim kemarau. Puskesmas

sedang menyusun suatu program terpadu untuk menangani hal tersebut. Uraikanlah bagaimana

seharusnya program ini berjalan.

Perumusan Masalah

Peningkatan kasus diare yang signifikan yang terulang pada setiap tahun

Tujuan

Tujuan Umum

Dipahaminya program pencegahan dan penanggulangan Diare di puskesmas secara menyeluruh.

Tujuan khusus

1. Diketahuinya pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan Diare di Puskesmas

Kedondong

2. Diketahuinya masalah dalam pelaksanaan Program Pencegahan dan Penanggulangan

Diare di Puskesmas Kedondong

3. Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dalam pelaksanaan Program Pencegahan

dan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kedondong

4. Dirumuskannya alternatif penyelesaian masalah bagi pelaksanaan Program Pencegahan

dan Penanggulangan Diare di Puskesmas Kedondong

3

Page 4: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diare

Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi dan atau

frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air dalam feses,

yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari2 (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari1 (pada dewasa).

Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih

mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari.3 keadaan ini tidak

dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.

Klasifikasi Diare 4

Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) diare akut, apabila

berlangsung kurang dari 14 hari, (2) diare persisten, yaitu diare akut yang melanjut menjadi lebih

dari 14 hari hingga 30 hari, dan (3) diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30

hari.1,3 Pada literatur lain, diare persisten disamakan dengan diare kronik, yaitu diare yang

berlangsung lebih dari 14 hari. Pengertian ini juga berlaku di Indonesia agar para tenaga

kesehatan tidak lengah dan dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.

Berdasarkan mekanisme patofisiologis yang terjadi, diare diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

(1) diare sekretorik, yang biasanya disebabkan oleh infeksi, misalnya infeksi Rotavirus, dan

(2) diare osmotik, yang biasanya disebabkan oleh malabsorbsi laktosa.

Berdasarkan penyebab, diare diklasifikasikan menjadi

(1) diare organik, yaitu bila ditemukan penyebab yang bersifat anatomik, bakteriologik,

hormonal, atau toksikologik, dan

(2) diare fungsional, yaitu bila tidak ditemukan penyebab organik. Di dalam kelompok diare

organik juga terdapat diare infektif, yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi.

4

Page 5: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Selain itu, dikenal pula istilah disentri, yaitu kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari

diare disertai darah, lendir, dan tenesmus ani.

Epidemiologi

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di negara berkembang. Pada

tahun 2003, diperkirakan 1,87 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal karena diare. Hal ini

menempatkan diare pada peringkat kedua penyebab kematian kedua tersering setelah infeksi

pernapasan. Delapan dari sepuluh kematian akibat diare berlangsung pada dua tahun pertama

kehidupan. Rata-rata anak berusia dibawah 3 tahun di negara berkembang mengalami 3 episode

diare setiap tahunnya. Angka kejadian diare di Indonesia hingga saat ini masih tinggi, yaitu 423

per 1000 penduduk untuk semua umur pada tahun 2006 (hasil Subdit Diare, Ditjen PP-PL,

Depkes RI), dimana angka ini meningkat dari tahun ke tahun.1,4,6

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fekal – oral, yaitu melalui makanan atau

minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa

perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya

diare. Perilaku tersebut antara lain:

- Tidak memberikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada 4 hingga 6 bulan pertama

kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI terjadi peningkatan risiko menderita diare

dan kemungkinan menderita dehidrasi yang lebih berat.

- Menggunakan botol susu yang higienenya kurang terjaga.

- Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, sehingga dalam beberapa jam

akan tercemar oleh kuman yang mudah berkembang biak.

- Menggunakan air minum yang tercemar.

- Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak,

sebelum makan, dan sebelum menyuapi anak.

- Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi dan tinja binatang) dengan benar.

Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

5

Page 6: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Faktor-faktor tersebut adalah:

- Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun, sehingga anak kekurangan antibodi yang

penting untuk melindungi tubuh dari berbagai bakteri, misalnya Shigella sp. atau V.

cholera.

- Status gizi kurang dan gizi buruk.

- Campak, di mana terjadi penurunan imunitas tubuh sehingga lebih rentan

terhadap diare dan disentri.

- Kondisi imunodefisiensi atau imunosupresi, misalnya pada pasien dengan AIDS

(Acquired Immunodeficiency Syndrome).

- Secara proporsional, diare lebih banyak (55%) terjadi pada golongan balita.

Faktor lingkungan

Dua faktor yang dominan adalah tidak cukup tersedianya sarana air bersih dan tidak

ada/kurangnya sarana MCK (mandi,cuci,kakus). Kedua faktor ini saling berinteraksi dengan

perilaku manusia.1

Etiopatogenesis

Penggolongan penyebab diare : Infeksi Enteral dan Parenteral

Enteral

Dari golongan bakteri dapat disebabkan oleh Shigella sp, E. coli patogen, Salmonella sp,

Klebsiella, Proteus sp, Pseudomonas aeruginosa. Dari golongan virus dapat disebabkan oleh

Rotavirus, Norwalk virus, HIV, Cytomegalovirus, dll. Parasit yang dapat menyebabkan diare

adalah Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Ballantidium coli, Cryptosporum parvum.

Cacing seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Tricuris trichiura, S. Stercoralis. Jamur

yang dapat menyebabkan diare adalah Candida sp.Tabel 1 . Jasad patogen yang paling sering ditemukan pada anak diare di negara berkembang

Jenis Patogen Spesies Patogen Persentase

Kasus

Virus Rotavirus 15-25

Bakteri Eschericia coli enterotoksigenik 10-20

Shigella 5-15

6

Page 7: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Campylobacter jejuni 10-15

Vibrio cholerae 01 5-10

Salmonella (non-typhi) 1-5

Escherichia coli enteropatogenik 1-5

Protozoa Cryptosporidium 5-15

Tidak terdapat patogen 20-30

(Sumber: Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman.

1999)

Parenteral

Disebabkan oleh Otitis media akut, pneumonia, traveler’s diarrhea, E. coli, Giardia lamblia,

Shigella sp, Entamoeba hystolitica, dan intoksikasi makanan. Intoksikasi tersebut dapat berupa

makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung toksin Clostridium

perfringens, Bacillus cereus, dll. Dapat pula karena intleransi laktosa, malabsorbsi atau

maldigesti karbohidrat, lemak trigliserida rantai panjang, asam amino tertentu, malabsorbsi

gluten.

Secara umum diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi seperti dibawah ini.

1. Peningkatan osmolaritas intra lumen usus. Hal ini menyebabkan masa intra lumen

menarik atau menahan cairan intra lumen dan terjadi diare. Penyebab diare osmotik di

antaranya adalah MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan defek absorbsi mukosa usus

seperti defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa.

2. Sekresi cairan dan elektrolit terganggu. Pada keadaan ini sekresi air dan elektrolit

meningkat, reabsorbsi menurun. Sehingga masa dalam lumen akan menjadi lebih cair,

dan terjadi diare. Ciri dari diare tipe ini adalah jumlahnya yang banyak sekali. Diare tipe

ini tetap berlangsung walaupun pasien puasa. Penyebabnya umumnya toksin bakteri

seperti Vibrio cholerae, E. coli, reseksi ileum.

3. Malabsorbsi asam empedu dan lemak. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan

gangguan fungsi hepatobilier. Lemak yang tetap berada dalam lumen usus akan

meningkatkan tekanan osmotik intra lumen.

7

Page 8: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

4. Defek pertukaran atau transport ion elektrolit aktif pada enterosit. Terganggunya

pomapa Na+ K+ATP-ase di enterosit menyebabkan absorbsi Na+ abnormal. Na+ tetap

berada dalam lumen usus dan menahan cairan.

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal. Terlalu tingginya motilitas usus,

motilitas iregular, dan singkatnya waktu transit dalam usus menyebabkan pencernaan

belum sempurna dan banyak cairan yang tidak sempat direabsorbsi. Kondisi ini

ditemukan pada pasien diabetes melitus, hipertiroid, dan pasien pasca vagotomi.

6. Gangguan permeabilitas usus. Terdapat kelainan morfologi sel enterosit. Hal ini

menyebabkan penyerapan zat makanan teganggu.

7. Inflamasi dinding usus. Terdapat kerusakan mukosa usus sehingga terjadi proses

inflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan produksi mukus berlebihan dan eksudasi air

dan elektrolit ke dalam lumen usus, disertai gangguan absorbsi. Keadaan ini

menyebabkan diare inflamatorik, seperti pada diare Shigella, kolitis ulseratif, dan

penyakit Crohn.

8. Infeksi dinding usus. Merupakan keadaan yang mendasari diare infektif. Tipe

diere ini adalah tipe yang paling sering terjadi. Infeksi mikroorganisme tersebut secara

garis besar dibedakan menjadi dua, non invasif dan invasif. Pada tipe non invasif,

mikroorganisme tersebut mngeluarkan toksin yang menyebabkan diare, sehingga diare

yang timbul disebut diare toksikogenik. Contohnya pada diare yang disebabkan Vibrio

cholerae, kuman meproduksi toksin yang meningkatkan produksi cAMP. Tingginya

cAMP akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida yang diikuti air, Na+, K+, dan

bikarbonat. Toksin kolera ini tidak mempengaruhi absorbsi natrium.2,5,9

Patogenesis diare akibat infeksi bakteri atau parasit.

1. Diare karena bakteri non invasif (enterotoksikogenik)

Bakteri yang tidak merusak mukosa usus seperti V. Cholerae eltor, Enterotoksigenik

E.colli (ETEC), dan E. perfringen, V. cholerae eltor mengeluarkan toksin kolera dengan

efek yang telah dijelaskan sebelumnya.

2. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enteroinvasif)

Contoh bakteri golongan ini adalah Enteroinvasif E. colli (EIEC), Salmonella, Shigella,

Yersinia, dan Clostridium perfringens tipe C. Parasit yang sering menyebabkan diare tipe

8

Page 9: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

ini adalah E. hystolitica dan Giardia lamblia. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding

usus, nekrosis dan ulserasi. Diare bersifat eksudatif, dapat bercampur lendir maupun

darah.

Patogenesis diare akibat virus adalah seperti di bawah ini.

1. Virus merusak vili usus secara langsung, menurunkan luas permukaan usus

sehingga sekresi cairan tidak dapat terimbangi.

2. Rotavirus kemudian memperoduksi enterotoxin yang meningkatkan sekresi cairan

usus. Kedua mekanisme ini menyebabkan terjadinya diare pada infeksi virus.2,5

Tanda dan Gejala Klinis Diare

Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada diare terjadi perubahan konsistensi tinja menjadi lebih

cair dan terjadi peningkatan frekuensi buang air. Pada bayi dan neonatus, diare didefinisikan

sebagai keluarnya massa tinja lebih dari 10 ml/kgBB/24 jam dan pada anak dan dewasa berarti

keluarnya massa tinja lebih dari 200 g. Karakteristik dari diare, meliputi konsistensi, warna,

volume dan frekuensi buang air, dapat menjadi petunjuk berharga dalam menentukan sumber

diare. Secara ringkas, karakteristik ini diperlihatkan pada Tabel 2 :Tabel 2. Hubungan Karakteristik Tinja dengan Sumber Diare

Karakter Feses Usus Halus Usus Besar

Keadaan umum Cair Berdarah/ mukoid

Volume Besar Kecil

Darah Biasanya positif tapi

tak kasat mata

Biasanya terlihat secara kasat

mata

Keasaman <5,5 >5,5

Tes reduksi Dapat positif Negatif

Sel darah putih <5/lapang pandang

besar

>10/ lapang pandang besar

Sel darah putih

Serum

Normal Dapat leukositosis

Organisme Virus:

Rotavirus

Bakteri Invasif:

E.Coli(enteroinvasif,enterohemo

9

Page 10: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Adenovirus

Calicivirus

Astrovirus

Norwalk virus

Bakteri Enterotoksik:

E.coli

Clostridium

perfringens

Cholera

Vibrio

Parasit:

Giardia

Cryptosporidium

rrhagic)

Shigella species

Salmonella species

Campylobacter species

Yersinia species

Aeromonas species

Bakteri Toksik:

Clostridium difficile

Parasit:

Entamoeba organisms

(Sumber : Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Diunduh dari : http://www.emedicine.com pada 6

September 2009)

Pemeriksaan fisik harus memperhatikan : keadaan umum dan aktivitas pasien, tanda -tanda

vital (nadi, pernapasan, suhu, tekanan darah), berat badan aktual, tanda-tanda dehidrasi, terutama

pada anak: rewel (restlessness or irritability), letargi/penurunan kesadaran, Sunken eyes (mata

cekung secara mendadak), ubun-ubun besar cekung (sunken fontanel), mukosa bibir dan

orofaring kering, penurunan turgor kulit , terlihat kehausan atau sulit minum atau tidak bisa

minum, anoreksia, takikardia (fast weak pulse), oliguria, darah dalam tinja, tanda-tanda

malnutrisi berat, massa abdominal, distensi abdomen.

Pemeriksaan Penunjang

Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan dehidrasi perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.

1. Pameriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung leukosit, hitung

diferensial leukosit. Penting untuk mengetahui berat ringannya hemokonsentrasi darah,

10

Page 11: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

dan respon leukosit. Contohnya pada diare karena Salmonella dapat terjadi neutropenia.

Pada diare karena kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the left leukosit.

2. Elektrolit darah. Diperlukan untuk mengobservasi dampak diare terhadap kadar

elektrolit darah.

3. Ureum dan kreatinin. Diperlukan untuk memonitor adanya gagal ginjal akut.

4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi bakteri, ditemukan

leukosit pada tinja. Dapat pula ditemukan telur cacing maupun parasit dewasa. Dapat

pula dilakukan pengukuran toksin Closstridium difficile pada pasien yang telah

mendapatkan terapi antibiotik dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH

≤5,5 menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder akibat

infeksi virus. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang ditemukan

umumnya berupa neutrofil. Tidak ditemukannya netrofil tidak mengeliminasi

kemungkinan infeksi enteroinvasif, tetapi ditemukannya neutrofil feses mengeliminasi

kemungkinan infeksi organisme enterotoksin dan virus.

5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk menentukan

apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Yersenia.

6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.

7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat membantu

diagnosis.

8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare

berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi dipertimbangkan

karena ada kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma di area kolon kanan.

Biopsy mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada

mukosa.

9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari etiologi diare pada

AIDS.

11

Page 12: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah dehidrasi (dengan berbagai

derajat dari ringan hingga berat / syok), asidosis metabolik, hipokalemia, hiponatermia, dan

hipoglikemia.

Derajat dehidrasi dapat dinilai berdasarkan beberapa tanda dan gejala, seperti ditampilkan pada

Tabel 3 :

Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO (1980)

Tanda dan

Gejala

Dehidrasi

Ringan

Dehidrasi

Sedang

Dehidrasi Berat

Keadaan umum

dan kondisi: bayi

dan anak kecil

Anak lebih besar

dan dewasa

Haus, sadar,

gelisah

Haus, sadar,

gelisah

Haus, gelisah,

atau letargi

tetapi iritabel

Haus, sadar,

merasa pusing

pada perubahan

posisi

Mengantuk, lemas,

ekstremitas dingin,

berkeringat, sianotik,

mungkin koma

Biasanya sadar, gelisah,

ekstremitas dingin,

berkeringat dan sianotik

kulit dan jari tangan dan

kaki keriput, kejang otot.

Nadi radialis (1) Frekuensi dan isi

nadi normal

Cepat dan

lemah

Cepat, halus, kadang-

kadang tak teraba

Pernafasan Normal Dalam,

mungkin cepat

Dalam dan cepat

Ubun-ubun besar*

(2)

Normal Cekung Sangat cekung

Elastisitas kulit*

(3)

Kembali segera

pada pencubitan

Lambat Sangat lambat (>2 detik)

Mata* Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Kering Sangat kering

Selaput lendir (4) Lembab Kering Sangat kering

Pengeluaran urin Normal Berkurang dan Tidak ada urin untuk

12

Page 13: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

(5) warna tua beberapa jam, kandung

kencing kosong.

Tekanan darah

sistolik (6)

Normal Normal-rendah <80 mmHg, mungkin tak

terukur

Persentase

kehilangan BB

4-5% 6-9% 10% atau lebih

Perkiraan

kehilangan cairan

40-50mL/kg 60-90mL/kg 100-110mL/kg

(World Health Organization dan United Nations Children Foundation. Clinical management

on acute diarrhoea. Geneva : World Health Organization and United Nations joint statement;

2007. Diunduh dari : http://whqlibdoc.who.int/hq/2004/WHO_FCH_CAH_04.7.pdf pada 14

Novemeber 2009)

Keterangan tabel 3 :

* terutama berguna pada bayi-bayi untuk menilai dehidrasi dan memantau rehidrasi

1. Bila nadi radialis tidak teraba, dicatat frekuensi denyut jantung dengan stetoskop

2. Berguna pada bayi-bayi sampai ubun-ubun menutup pada 6-18 bulan. Setelah penutupan,

pada beberapa anak terdapat sedikit penekanan.

3. Tidak berguna pada malnutrisi marasmik atau obesitas.

4. Kekeringan mulut dapat diraba dengan jari yang bersih. Mulut dapat kering pada anak

yang bernafas dengan mulut. Mulut dapat basah pada pasien rehidrasi karena muntah atau

minum.

5. Bayi yang marasmik atau mendapat cairan hipotonik mengeluarkan jumlah urin yang

cukup pada keadaan dehidrasi

6. Sukar dinilai pada bayi-bayi

Untuk dehidrasi ringan atau sedang biasanya anak kehilangan cairan 50-100mL/kgBB2,4,6,12

Prinsip Tatalaksana Diare

13

Page 14: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Prinsip tatalaksana diare akut terdiri atas 4 hal, yaitu:

Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan lebih banyak cairan

(minum). Macam cairan yang diberikan tergantung pada kebiasaan setempat dalam mengobati

diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, jangkauan pelayanan kesehatan, dan

tersedianya oralit.2

Mengatasi dehidrasi

Pengobatan diare dilakukan melalui beberapa langkah yang disebutkan satu persatu

dibawah ini.

a. Tetapkan derajat dehidrasi penderita, apakah tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi

sedang, atau dehidrasi berat. Klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 4

b. Tetapkan rencana pengobatan sesuai derajat dehidrasi penderita :

i. Rencana terapi A untuk pasien tanpa dehidrasi

ii. Rencana terapi B untuk pasien dengan dehidrasi ringan dan dehidrasi sedang

iii. Rencana terapi C untuk pasien dengan dehidrasi berat.

Tabel 4 Penentuan Derajat Dehidrasi berdasarkan Tanda dan Gejala

(Sumber : Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal

14

Klasifikasi Gejala/Tanda

Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut:

▪ Letargi/tidak sadar

▪ Sunken eyes

▪ Tidak dapat minum atau sulit minum

▪ Skin pinch sangat lambat kembali (>2 detik)

Dehidrasi sedang Dua atau lebih tanda-tanda berikut:

▪ Rewel

▪ Sunken eyes

▪ Terlihat kehausan

Skin pinch lambat kembali

Dehidrasi ringan Tidak cukup tanda-tanda untuk mengklasifikasikannya

sebagai dehidrasi sedang atau berat

Page 15: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999)

Pada rencana terapi A, pemberian oralit hanya pada saat setiap kali pasien buang air besar

saja. Banyaknya pemberian cairan setiap buang air besar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rencana Terapi A untuk Diare Tanpa Dehidrasi

Usia Jumlah Cairan yang Diberikan Setiap Buang

Air Besar

< 1 tahun 50-100 ml

1-5 tahun 100-200 ml

> 5 tahun 200-300 ml

Dewasa 300-400 ml

(Sumber : Standar penanggulangan penyakit diare. Volume 7 Edisi 1, Jakarta: Depkes RI;1999)

Pada rencana terapi B, jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama disesuaikan dengan

berat badan. Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan pasien (kg) dengan

75 ml. Bila berat badan tidak diketahui dan atau memudahkan penggunaan di lapangan, maka

banyaknya pemberian oralit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rencana Terapi B untuk Penderita Diare Ringan dan Diare Sedang

Usia Jumlah Oralit

< 1 tahun 300 ml

1-5 tahun 600 ml

> 5 tahun 1200 ml

Dewasa 2400 ml

Sumber : Standar penanggulangan penyakit diare. Volume 7 Edisi 1, Jakarta: Depkes RI;1999

Untuk rencana terapi C, hal paling pertama yang harus dilakukan adalah menentukan

bagaimana cairan akan diberikan, yaitu dengan jalur oral atau dengan jalur intravena. Jalur

pilihan pada pasien dengan dehidrasi berat sebenarnya adalah jalur intravena, karena

membutuhkan waktu rehidrasi yang cepat. Cairan yang paling baik adalah Ringer Laktat

(Hartmann’s Solution for Injection). Jika tidak ada, maka dapat digantikan dengan NaCl 0,9%.

15

Page 16: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Larutan dekstrosa 5% tunggal tidak efektif dan tidak boleh digunakan. Bila pada pasien tidak

bisa diberikan cairan secara intravena, segera berikan per oral dengan pipa nasogastrik sejumlah

20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Jumlah dan lama cairan yang diberikan pada pasien dengan

dehidrasi berat dapat dilihat pada Tabel 7.1,5

Tabel 7 Rencana Terapi C untuk Penderita Diare dengan Dehidrasi Berat.

Umur Pemberian 30 ml/kgBB

dalam

Pemberian 70 ml/kg BB

dalam

Bayi < 12 bulan 1 jam 5 jam

Anak > 1 tahun 1 jam 3 jam

(Sumber : Standar penanggulangan penyakit diare. Volume 7 Edisi 1, Jakarta: Depkes RI;1999)

Jika pasien bisa minum, boleh diberikan cairan rehidrasi oral (CRO) sebanyak 5 ml/kgBB/

jam sambil diberikan cairan secara intravena selama 3-4 jam. Setelah 6 jam, pasang pipa

nasogastrik dan berikan cairan sebanyak 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam. Setelah itu dilakukan

penilaian ulang derajat dehidrasi.1

Cairan rehidrasi oral yang tersedia di pasaran tersedia dalam bentuk oralit dan dikemas

dalam bentuk serbuk. Terdapat dua jenis kemasan serbuk oralit, yaitu serbuk yang membutuhkan

pengenceran dengan larutan 200 cc dan yang lainnya dengan 1 liter. Apabila cairan oralit tidak

tersedia, dapat diberikan pengganti oralit yang dikenal dengan nama cairan rumah tangga. Cairan

rumah tangga dapat berupa air tajin, sup, dan larutan gula dan garam. Namun, takaran yang

diberikan harus sesuai agar tidak menyebabkan keadaan hiperosmolar plasma yang

memperburuk dehidrasi.1

Prinsip pemberian CRO.7

a. Untuk rehidrasi: mengoreksi kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang terjadi.

b. Untuk maintenance: menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit yang masih terjadi.

c. Menyediakan kebutuhan cairan elektrolit selama fase rehidrasi dan maintenance.

d. Melanjutkan pemberian nutrisi yang sesuai selama terapi rehidrasi.

WHO mengeluarkan jenis CRO terbaru yang komposisinya berbeda dengan oralit yang

selama ini dikenal. CRO ini memiliki kandungan glukosa dan garam yang lebih rendah dari

oralit biasa. Gabungan antara CRO baru ini dan suplementasi zinc yang adekuat terbukti

menurunkan mortalitas bayi akibat diare, dan komposisinya dapat dilihat di Tabel 8 .7

16

Page 17: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Tabel 8. Komposisi CRO WHO 2006 7

Kandungan Gram/ liter % Kandungan Mmol/liter

Sodium Klorida 2,6 12,683 Sodium 75

Glukosa 13,5 65,854 Klorida 65

Potasium Klorida 1,5 7,317 Glukosa 75

Trisodium sitrat

dihidrat

2,9 14,146 Potasium 20

Sitrat 10

Total 20,5 100,00 Osmolaritas

total

245

(Sumber : WHO and Unicef. . Clinical management on acute diarrhoea; 2007. Diunduh dari :

http://whqlibdoc.who.int/hq/2004/WHO_FCH_CAH_04.7.pdf pada 7 September 2009).

Program pemberian oralit pada pasien diare . Pemerintah menyediakan dua macam kemasan

oralit yaitu:

a. bungkusan 1 liter (20% dari sediaan) digunakan untuk rumah-sakit atau kejadian luar

biasa (KLB) dan diberikan atau dilarutkan di sarana kesehatan

b. bungkusan 200 ml (80% dari sediaan) tersedia di Posyandu yang dapat diberikan atau

dibawa pulang oleh masyarakat

Dosis oralit disesuaikan dengan umur dan keadaan diare atau dehidrasinya. Dosis acuan yang

harus diingat oleh petugas kesehatan dapat dilihat di Tabel 9.

Tabel 9. Dosis acuan oralit sesuai umur

No. Umur Dosis Acuan

1. Di bawah 1 tahun 3 jam pertama 1,5 gelas kemudian 0,5 gelas setiap mencret

2. Antara 1-5 tahun 3 jam pertama 3 gelas kemudian 1 gelas setiap mencret

3. Antara 5-12 tahun 3 jam pertama 6 gelas kemudian 1,5 gelas setiap mencret

4. Di atas 12 tahun 3 jam pertama 12 gelas kemudian 2 gelas setiap mencret

Sumber : Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan Medik Pemberantasan

Diare (PMPD). Jakarta:Depkes RI Direktorat Jenderal PPM&PL, 1999. h.3-14

17

Page 18: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Memberi makanan atau ASI

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan nutrisi yang cukup pada

penderita sehingga status gizi dapat dipertahankan baik, menstimulasi perbaikan usus, serta

mengurangi derajat dan lamanya penyakit. Pada bayi dan anak, rekomendasi ini dikenal sebagai

pemberian makanan secepatnya (early refeeding) dan terutama menekankan pada meneruskan

pemberian ASI dan makanan sehari-hari. Pemberian ASI dilakukan sejak awal terapi dan

diberikan sesuai keinginan bayi.9

Mengobati penyebab atau masalah lain yang menyertai

Pemberian obat yang rasional pada penderita diare meliputi pengobatan simptomatik dan kausal.

Pengobatan simptomatik yang biasa diberikan adalah anti diare, anti emetik, dan anti piretik.

Penggunaanya masing-masing harus mempertimbangkan risk and benefit secara matang, karena

penggunaan obat simtomatik seringkali mempengaruhi lama dan perjalanan penyakit. Bahkan,

saat ini pengobatan simtomatik seringkali tidak digunakan karena manfaatnya diragukan. Obat-

obat ini tidak boleh diberikan pada anak dibawah 5 tahun.

Obat simtomatik anti diare yang masih dianjurkan pada orang dewasa adalah derifat opioid

berupa loperamid, difenoksilat-atropin, dan tinktur atropine. Loperamid dipilih karena tidak

menyebabkan adiksi dan efek samping minimal. Bismuth subsalisilat dapat dipilih, tetapi pada

pasien AIDS penggunaannya dapat menyebabkan ensefalopati bismuth. Pemberian obat anti

diare pada pasien yang panas harus berhati-hati, karena bila tidak diikuti pemberian anti mikroba

maka penyembuhan penyakit menjadi terlambat. Selain derifat opioid, obat yang mengeraskan

konsistensi tinja dapat dipilih. Attapulgite diberikan 4 kali sehari, masing-masing dua tablet.

Smectite diberikan tiga kali sehari, masing-masing satu sachet setiap pasien diare sampai diare

berhenti.

Pengobatan kausal dapat diberikan dengan pertimbangan 50-70% pasien diare di Indonesia

diakibatkan oleh infeksi. Pemeriksaan leukosit tinja secara praktis dapat digunakan untuk melihat

kemungkinan infeksi enteral sebagai penyebab diare. Jika pemeriksaan leukosit tinja

menunjukkan jumlah leukosit > 10 / lapang pandang, dapat dianggap penyebab diare adalah

infeksi enteral. Untuk itu, terapi antibiotika dapat dilakukan. Mempertimbangkan hal ini, maka

antibiotik hanya dapat diberikan apabila : ditemukan darah pada tinja, secara klinis terdapat

tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral, pada pasien di daerah endemik kolera, serta

pada pasien neonatus dengan dugaan terjadi infeksi nosokomial.

18

Page 19: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Siprofloksasin sangat efektif untuk mengatasi infeksi Campilobacter, Shigella, Salmonella,

Yersinia, dan Aeromonas. Siprofloksasin 500 mg diberikan dua kali sehari selama lima sampai

tujuh hariSebagai alternatif dapat diberikan kotrimoksazol (trimetoprim 160 mg dan

sulfametoksazol 800 mg) dua kali sehari. Dapat pula diberikan eritromisin 250-500mg empat

kali sehari. Pemberian metronidazol 250mg tiga kali sehari selama tujuh hari dilakukan bila ada

kecurigaan infeksi Giardia. Patogen spesifik yang harus diterapi dengan antibiotik adalah Vibrio

cholerae dan Clostridium difficile. Untuk mengobati Clostridium difficile diberikan metronidazol

per oral 250-500 mg empat kali sehari selama tujuh sampai sepuluh hari. Sebagai alternatif dapat

diberikan vankomisin, tetapi lebih mahal.1,2,6

Diare Bermasalah

Disentri Berat

Disentri adalah suatu sindrom yang terdiri atas diare dengan feses bercampur darah dan lendir

mukopurulen, serta adanya kram usus, demam, tenesmus ani.2 Sindrom ini dapat disebabkan oleh

berbagai penyebab, seperti infeksi (tersering) baik oleh virus, bakteri, maupun parasit, intoleransi

laktosa, dan alergi protein susu sapi. Penularannya terjadi secara fekal – oral, kontak dari orang

ke orang, atau kontak dengan alat rumah tangga. Infeksi menyebar melalui makanan dan air yang

terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang

buruk. Di Indonesia, disentri terutama disebabkan oleh Shigella, Salmonella, Campylobacter

jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh

Shigella dysenteriae, dan kadang disebabkan pula oleh Shigella flexneri, Salmonella, dan

Esherichia coli yang enteroinvasif (EIEC).2

Angka kejadian disentri di Indonesia berdasarkan hasil survei evaluasi tahun 1989 – 1990

adalah sebesar 15%. Dari laporan surveilans terpadu tahun 1989 didapatkan jumlah kasus

disentri di Puskesmas sebesar 13,3%, di bagian rawat inap rumah sakit sebesar 0,45%, dan

bagian rawat jalan rumah sakit sebesar 0,05%. Proporsi penderita diare dengan disentri di

seluruh Indonesia yang dilaporkan berkisar antara 5 – 15%. Proporsi disentri yang menjadi

disentri berat belum jelas.10

Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi beratnya disentri, antara lain (1) faktor pejamu, yaitu

kurangnya imunitas akibat gizi kurang, usia sangat muda, tidak mendapat ASI, menderita

19

Page 20: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami dehidrasi, atau kelompok sosial ekonomi rendah, (2)

faktor agen, yaitu infeksi bakteri, misalnya Shigella, dan (3) faktor lingkungan, yaitu lingkungan

dengan higiene yang buruk.2

Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, lalu pada hari kedua dan ketiga muncul

darah, dengan atau tanpa lendir, sakit perut, tenesmus ani, hilangnya nafsu makan, dan badan

terasa lemah. Sebagian besar penderita mengalami penurunan volume diare saat timbul

tenesmus. Gejala infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri.

Komplikasi yang dapat timbul dari disentri dapat bersifat lokal atau sistemik. Komplikasi lokal,

antara lain perforasi, prolaps rektum, dan megakolon toksik. Komplikasi sistemik dapat berupa

hipoglikemia, hiponatremia, sepsis, kejang, ensefalopati, sindrom uremik hemolitik, pneumonia,

dan kurang energi protein (KEP).4

Secara umum, penatalaksanaan disentri hampir sama dengan kasus diare lain sesuai dengan

acuan tatalaksana diare akut. Aspek khusus dari tatalaksana disentri adalah:2

Semua kasus disentri pada tahap awal diberi antibiotik.

Penderita dipesan untuk kontrol kembali jika:

- Tidak membaik atau bertambah berat pada hari ketiga setelah pengobatan.

- Tidak sembuh pada hari kelima setelah pengobatan.

- Muncul tanda-tanda komplikasi yang mencakup panas tinggi, kejang, penurunan

kesadaran, tidak mau makan, dan menjadi lemah.

Pada kunjungan ulang, penderita yang tidak membaik pada hari ketiga atau belum sembuh

pada hari kelima setelah pengobatan awal, dinilai kembali apakah disentri betul-betul disebabkan

oleh Shigella atau bakteri sejenis yang invasif.7

Pencegahan Diare

Tujuan pencegahan adalah tercapainya penurunan angka kesakitan. Hasil penelitian terakhir

menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan meliputi

tujuh langkah yaitu (1) pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 4 hingga 6 bulan, (2)

memperbaiki makanan pendamping ASI, (3) menggunakan air bersih yang cukup, (4) kebiasaan

20

Page 21: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

mencuci tangan, (5) menggunakan jamban, (6) membuang tinja bayi dengan benar, dan (7)

memberikan imunisasi campak.2

PUSKESMAS

Pengertian

Suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara

menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Dengan lain perkataan Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung-jawab atas pemeliharaan

kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

1. Wilayah Puskesmas

Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Faktor

kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan infrastruktur lainnya

merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas

merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II sehingga pembagian wilayah kerja

Puskesmas ditetapkan oleh Bupati KDH, dengan saran teknis dari Kepala Kantor

Departemen Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah

Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan

pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan

yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.

Khusus untuk Kota Besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja

Puskesmas bisa meliputi satu Kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah

penduduk 150 000 jiwa atau lebih, merupakan "Puskesmas Pembina" yang berfungsi

sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.

2. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh Pelayanan Kesehatan yang diberikan di Puskesmas

ialah pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan:

- kuratif (pengobatan)

21

Page 22: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

- preventif (upaya pencegahan)

- promotif (peningkatan kesehatan)

- rehabilitatif (pemulihan kesehatan) yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak

dibedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai

tutup usia.

3. Pelayanan Kesehatan Integrasi (terpadu)Sebelum ada Puskesmas, pelayanan kesehatan di

dalam satu Kecamatan terdiri dari Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak,

Usaha Hygiene Sanitasi Lingkungan,Pemberantasan Penyakit Menular dan lain

sebagainya. Usaha-usaha tersebut masing-masing bekerja sendiri dan langsung melapor

kepadaKepali Dinas Kesehatan Dati II. Petugas Balai Pengobatan tidak tahu menahu apa

yang terjadi di BKIA, begitu juga petuga BKIA tidak mengetahui apa yang dilakukan

oleh Petugas Hygiene Sanitasi dan sebaliknya. Dengan adanya sistem pelayanan

kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat(Puska mas), maka berbagai kegiatan

pokok Puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu koordina dan satu pimpinan.

Kegiatan Pokok Puskesmas

Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, makakegiatan pokok

yang dapat dilaksanakan oleh sebuah Puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian kegiatan

pokok Puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut

1. KIA

2. Keluarga Berencana

3. Usaha Peningkatan Gizi

4. Kesehatan Lingkungan

5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6. Pengobatan termasuk Pelayanan Darurat Karena Kecelakaan

7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

22

Page 23: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

8. Kesehatan Sekolah

9. Kesehatan Olah Raga

10. Perawatan Kesehatan Masyarakat

11. Kesehatan Kerja

12. Kesehatan Gigi dan Mulut

13. Kesehatan Jiwa

14.Kesehatan Mata

15. Laboratorium Sederhana

16. Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan

17. Kesehatan Usia Lanjut

18. Pembinaan Pengobatan Tradisional

Pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat

terkecil dengan lain perkataan kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan kesehatan

keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok Puskesmas

dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan KesehatanMasyarakat Desa.

Fungsi Puskesmas

1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkankemampuan

untuk hidup sehat.

3.Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepadamasyarakat wilayah

kerjanya

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:

a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka

menolong dirinya sendiri.

23

Page 24: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan

sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.

c. Memberi bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan

kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan

ketergantungan.

d. Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

e. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program

Puskesmas.

Azaz Penyelenggaraan Puskesmas

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harusmenerapkan

azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut

dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan

prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakansetiap upaya puskesmas,

baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan

puskesmas yang dimaksud adalah:

Azas Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat

tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakankegiatan, antara lain

sebagai berikut:

• Menggerakan pembangunan berbagai sector tingkat kecamatan sehingga berwawasan

kesehatan.

• Memantau dampak berbagai uapaya pembangunan terhadap kesehatanmasyarakat di

wilayah kerjanya.

• Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan olehmasyarakat

dan dunia usaha di wilayah kerjanya

24

Page 25: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

• Menyelengarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata danterjangkau

di wilayah kerjanya

Azas Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga masyarakat, agar berperanaktif dalam

penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk itu berbagai potensimasyarakat perlu dihimpun

melalui Pembentukan Badan Penyatuan Puskesmas(BPP). Beberapa kegiatan yang dilaksanakan

oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

• Upaya kesehatan ibu dan anaka: Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita(BKB)

• Upaya Pengobatan : Posyandu, Posa Obat Desa (POD)

• Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi(Kadarzi).

• Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter Kecil, Penyetaraan guru dan orangtua/wali murid,

Sakti Bakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren

• Upaya Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), DesaPercontohan

Kesehatan Lingkungan (DPKL)

• Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wedra

• Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja ( Pos UKK)

• Upaya Kesehatan Jiwa : Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan JiwaMasyarakat (TPKJM)

• Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA),Pembinaan

Pengobatan Tradisional (Battra)

• Upaya Pembinaan dan Jasmanan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, TabunganIbu Bersalin

(Tabulin), mobilisasi dana kegamaan

Azas Keterpaduan

Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal,

penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin

sejak tahap perencanaan, ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni:

25

Page 26: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

a. Keterpaduan Lintas Program Upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya

kesehatan yang menjadi tanggung jawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program

antara lain:

• Manajemen Terpad Balita Sakit (MTBS) : ketrpaduan KIA dengan P2M,Gizi, Promosi

Kesehatan Pengobatan.

• Upaya Kesehatan Sekolah : ketrpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan,

pengobatan, kesehatan gizi, kesehatan reproduksiremaja dan kesehatan jiwa.

• Puskesma keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan,

kesehatan gizi. Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi,P2M, kesehatan jiwa, promosi

kesehatan.

b. Keterpaduan lintas sektoralUpaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib,

pengembangandan inovasi) dengan berbagai program dari sector terkait tingkat

kecamatan,termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh ketrpaduan

lintassektoral antara lain:

• Upaya kesehatan sekolah : keterpadua sector kesehatan dengan camat,lurah/kepala desa,

pendidikan, agama.

• Upaya promosi kesehatan: keterpadua sector kesehatan dengan camat,lurah/kepala desa,

pendidikan, agama dan kesehatan.

• Upaya kesehatan ibu dan anak : keterpaduan sector kesehatan dengancamat, lurah/kepala

desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan,PKK,PLKB.

• Upaya perbaikan gizi : keterpaduan sector kesehatan dengan camat,lurah/kepala desa,

pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha,PKK, PLKB.

• Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan : keterpaduan sector kesehatandengan camat,

lurah/kepala desa. Tenaga kerja, koperasi, dunia usahaorganisasi masyarakat.

• Upaya kesehatan kerja : keterpaduan sector kesehatan dengan camat/lurahkepala desa,

tenaga kerja, dunia usaha

Azas Rujukan

26

Page 27: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas

terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai

permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmasmenyelesaikan masalah dan juga untuk

meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas harus ditopang oleh azas

rujukan.Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit

ataumasalah kesehatan yang diselenggarakan timbale balik, baik secara vertical dalamarti dari

satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata pelayanan kesehatan lainnya,maupun secara

horizontal dalam arti antara strata sarana pelayanan kesehatan yangsama. Sesuai dengan jenis

upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmasada dua macam rujukan yang dikenal

yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan :Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan

adalah kasus penyakit.Apabila puskesmas tidak mampu mananggulangi suatu kasusu

penyakit tertentu,maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan

kesehatan yanglebih mampu. Sabaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya

memerlukan rawat jalan sederhan dirujuk ke puskesmas.

Rujukan upaya kesehatn perorangandibedakan menjadi tiga macam:

• Rujukan kasus untuk keperluan diagnostic, pengobatan, tindakan medic(misal: operasi)

• Rujukan bahan pemeriksaan (specimen) untuk pemeriksaan laboratorium

• Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebihkompoten untuk

melakukan bimbingan tentang puskesmas dan atau punmenyelenggarakan pelayanan

medic di puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat

adalah masalah kesehatanmisalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan

bencana.Rjukan pelayan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas

tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan wajib dan pengembangan, padahal

upaya kesehatan masyarakat telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila puskesmas

tidak ,mampu menyelenggarakan upaya kesehatan, puskesmas wajib merujuknya ke

dinas kesehatan kabupaten/kota.Rujukan upaya kesehatan dibagi menjadi tiga macam:

• Rujukan sarana dan logistic : peminjaman alat laboratorium, peminjamanalat audiovisual,

bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahanmakanan.

27

Page 28: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

• Rujukan tenaga : dukungan ahli untuk penyelidikan KLB, bantuan penyelesaian masalah

hukum kesehatan, penanggulangan masalahkesehatan karena bancana alam.

• Rujukan operasional : menyerahkan sepenuhnya kewenangan dantanggung jawab

penyelesaian masalah kesehatan masyarakat atau penyelenggara upaya kesehatan

masyarakat ( antara lain : UKS, UKK,UKJ, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas

KesehatanKabupatan/Kota.13,14,15

Peranan dokter puskesmas

1. Dokter Kepala Puskesmas sebagai seorang dokter

Pendapat umum mengenai seorang dokter biasanya ialah seorang yang berilmu untuk

menyembuhkan orang sakit. Demikian pula masyarakat mengharapkan seorang dokter Kepala

Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan orang sakit. Namun demikian, dalam

kenyataan tanggung-jawab seorang dokter Kepala Puskesmas tidak hanya mengobati orang sakit

saja akan tetapi jauh lebih besar, yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan dari masyarakat

di dalam wilayah kerjanya. Disamping itu ia berfungsi juga sebagai seorang pemimpin dan

seorang manager pula.Oleh karenanya dalam kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita

sehari-hari pada waktu- waktu tertentu, dimana dokter Puskesmas sedang melakukan tugas-

tugasmanajemen Puskesmas dan tugas-tugas kemasyarakatannya, ia dapat mendelegasikan

wewenangnya kepada seorang Perawat dan seorang Bidan. Dokter Puskesmas memeriksa dan

mengobati penderita rujukan (referral dari Perawat atau Bidan) saja Akan tetapi masyarakat

biasanya kurang puas bila hanya diperiksa dan diobati seorang Perawat bila di Puskesmas

adaseorang Dokter. Oleh karena itu kiranya waktunya diatur sedemikian rupa sehingga

masyarakat puas dan pekerjaan lain dapat terlaksana dengan baik. Misalnya pemeriksaan

olehdokter dilakukan pada hari-hari tertentu saja dalam satu minggu, sedangkan pada hari-

harilain dokter hanya memeriksa rujukan, sehingga masih ada waktu untuk melakukan tugas-

tugas lain. Hal ini perlu diumumkan kepada masyarakat secara jelas sehingga tidak terjadi salah

faham.Penting kiranya seorang dokter Puskesmas dalam melakukan pemeriksaan dan

pengobatan penderita, pandangan dan cara berfikir dalam menentukan diagnosa dan

28

Page 29: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

pengobatan tidak semata-mata ditujukan kepada penderita sebagai individu, akan tetapi

pandangan ditujukan kepada keluarga penderita dan dihubungkan pula dengan masyarakat

lingkungan penderita tersebut. Dalam melaksanakan pemeriksaan dan tindakan pengobatan

pergunakanlah semuanfasilitas yang ada dan kemampuan yang dimiliki sebaik-baiknya. Hal ini

sangat penting untuk memupuk kepercayaan masyarakat dan para pejabat di lingkungan

kecamatan kepada dokter Puskesmas yang bersangkutan. Bilamana ada penderita yang tidak

dapat diatasi dengan fasilitas dan kemampuan yang ada, maka penderita perlu dikirim kepada

Rumah Sakit yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk mengatasi penderita tersebut,

tentunya dengan persetujuan penderitasetelah cukup diberi motivasi.Ilmu pengetahuan terus

berkembang, maka perlu kiranya diusahakan kesempatanuntuk mengikuti ceramah klinik yang

diselenggarakan oleh I.D.I. bila ada, atau membacamajalah-majalah bidang klinik maupun dalam

bidang kesehatan masyarakat. Bila masih adakesempatan untuk melakukan praktek di luar jam

kerja tentunya bisa dilakukan tanpamengabaikan tugas.

2. Dokter kepala puskesmas sebagai seorang manager

a. Organisasi dan tatalaksana Puskesmas mempunyai wilayah kerja satu kecamatan atau sebagian

dari kecamatan yang langsung bertanggung-jawab dalam bidang tehnis kesehatan maupun

administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II (Dokabu). Puskesmas Pembantu dan

Bidan di Desa di dalam wilayah kerja Puskesmas merupakan bagian integral dari Puskesmas.

Puskesmas Pembantu melaksanakan sebagian tugas-tugas Puskesmas sesuai dengan kemampuan

tenaga dan fasilitas yang ada dalam wilayah kerja tertentu yang merupakan sebagian dari

wilayah kerja Puskesmas. Jenis dan jumlah tenaga Puskesmas yang sebenarnya tidak perlu sama

untuk setiap Puskesmas, tetapidisesuaikan dengan jumlah penduduk dan luas daerah yang

dicakup serta keadaan geografis dan perhubungan di wilayah kerjanya. Namun demikian jumlah

tenaga yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan pada waktu sekarang, maka untuk

sementara diadakan pola tenaga yang seragam bagi setiap Puskesmas INPRES. Yang penting

tenaga tersebut bekerja dalam suatu Team, berarti pekerjaan tenaga yang satu mengisi

kekurangan dari tenaga yang lain dan sebaliknya.Walaupun pekerjaan yang dilakukan berbeda-

beda akan tetapi semuanya dengan satu tujuan,

29

Page 30: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

ialah meningkatkan kesehatan dari masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dan di bawah satu

pimpinan, ialah Kepala Puskesmas. Tidak ada pengkotakan struktur dalam Puskesmas.Kepala

Puskesmas perlu melakukan pembagian tugas bersama-sama stafnya disesuaikan dengan jenis

dan jumlah tenaga serta kegiatan yang perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan

pula lokasi pekerjaan dan waktu pekerjaan, sehingga bisa diadakan pembagian tugas dan giliran

kerja yang merata di antara tenaga-tenaga Puskesmas yang adadan pekerjaan dapat dilaksanakan

dengan baik. Pertemuan berkala antara Kepala Puskesmas dengan segenap stafnya (termasuk

Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa) perlu dilakukan secara teratur paling sedikitsebulan

sekali. Buku Pedoman Mini Lokakarya Puskesmas dengan lampirannya merupakan pedoman

untuk penyelenggaraan pertemuan berkala tersebut.

Tujuan pertemuan berkala itu antara lain adalah:

• Menampung masalah/hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari

untuk dipecahkan bersama.

• Merencanakan bersama kegiatan yang perlu dilakukan dalam bulan berikutnya

atauminggu yang akan datang.

• Menilai hasil-hasil pekerjaan yang telah dilakukan dalam bulan yang lalu.

• Meneruskan Informasi/instruksi/petunjuk dari atasan untuk diketahui dan dilaksanakan

bersama.

b. Bimbingan teknis dan supervisi Selain pertemuan berkala dengan segenap staf Puskesmas

yang dilakukan di Puskesmas,Kepala Puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi

bimbingan kepada staf Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja, di Puskesmas, di

Puskesmas Pembantu, dilapangan maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan rumah.

Hal ini penting sekali dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf Puskesmas

Dalam kunjungan ini dimanfaatkan pula untuk meningkatkan sistem rujukan (referral

system)dimana konsultasi dari staf Puskesmas dapat dilakukan di tempat mereka bekerja,

disamping melimpahkan pengetahuan dan ketrampilan kepada staf Puskesmas yang

bersangkutan.

30

Page 31: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

c. Hubungan kerja antara instansi kecamatan Camat merupakan koordinator dari semua

instansi/dinas tingkat Kecamatan. Kepala Puskesmas bertanggung-jawab secara tehnis kesehatan

dan administratif kepada Dokabu. Hubungan dengan Camat merupakan hubungan koordinasi,

namun demikian tanggung-jawabsecara moril dari Kepala Puskesmas terhadap Camat tetap ada.

Hubungan kerjasama yang baik perlu dipupuk antara Puskesmas dengan semua instansi di

tingkat kecamatan. Kepala Puskesmas harus secara aktif mencari hubungan kerjasama dengan

instansi-instansi di tingkat kecamatan. Usaha kesehatan tidak dapat berjalan sendiri dan perlu

kerjasama dengan instansi-instansi lain. Pertemuan berkala antar instansi tingkat Kecamatan

perlu diadakan di bawah koordinasi pak Camat.

d. Dokter kepala puskesmas sebagai penggerak pembangunan di wilayah kerjanya Disamping

hubungan langsung antara dokter Kepala Puskesmas dan staf dengananggota masyarakat sebagai

pengunjung Puskesmas dalam rangka pemeriksaan, pengobatandan penyuluhan kesehatan, perlu

pula dilakukan hubungan kerjasama dengan masyarakatdalam rangka membantu masyarakat

menolong mereka sendiri dalam bidang kesehatan Khususnya dengan para pemuka masyarakat

dalam rangka memperbaiki nasib mereka baik dalam mang lingkup kesehatan maupun dalam

hal-hal yang berhubungan dengan kesehatansesuai dengan kebutuhan masyarakat.Seringkali

masyarakat belum dapat mengenal masalâh yang mereka hadapi, dan belum bisamenentukan

prioritas masalah yang perlu ditanggulangi. Kepala Puskesmas beserta segenapstafnya

bekerjasama dengan instansi-instansi lain di tingkat kecamatan, perlu memberi bimbingan

kepada masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan priorita smasalah yang perlu

ditanggulangi sesuai dengan kemampuan swadaya mereka sendiri.Untuk itu perlu dilakukan

pertemuan-pertemuan baik secara individu dengan pemuka masyarakat, maupun secara

kelompok. Pertemuan ini biasanya dilakukan di luar jam kerja,sore atau malam. Bilamana

diperlukan latihan, maka Kepala Puskesmas dan segenap stafnyaharus dapat melayaninya.

Dokter Kepala Puskesmas sebagai tenaga ahli dan pendamping Camat

Program pemerintah pada saat ini baru bisa menempatkan dokter Puskesmas sebagaiseorang

sarjana secara merata di kecamatan-kecamatan. Dengan sendirinya harapan dariseluruh

31

Page 32: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

masyarakat kecamatan adalah untuk mendapatkan manfaat dari keahliannya dalam bidang

kesehatan masyarakat maupun pandangan dan cara berfikir yang luas dan kreatif dariseorang

sarjana. Maka peranan dokter Puskesmas di kecamatan disamping sebagai pemimpinPuskesmas,

juga merupakan tenaga ahli dan pendamping Camat14

Pelatihan kader puskesmas

Tujuan diadakan pelatihan ini adalah untuk mengembangkan keterampilan kader dalam rangka

melaksanakan tugasnya baik di posyandu maupun di lingkungan masyarakat dengan misi

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara umum serta kesehatan Ibu dan Anak secara

khusus.

Materi yang disampaikan meliputi program pokok posyandu secara umum dan Informasi terbaru

dari masing-masing program seperti :

1. Program Perbaikan Gizi Masyarakat dengan Materi, Posgiat dan 12 pesan Gizi Masyarakat

2. Program KIA, cara menggunakan Buku KIA di posyandu

3. P2P, semua program tentang penanggulangan pnyakit seperti TB-Paru, Diare, Malaria/DBD

dan lain-lain

4. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) tentang hasil mukernas VII di Pokja IV

5. Promosi Kesehatan tentang Desa Siaga dan Teknik penyuluhan

6. Praktek Administrasi Posyandu seperti, Pengisian KMS Terbaru yang membadakan Jenis

Kelamin,penentuan usia balita, dan lain-lain.

Tugas dokter puskesmas dalam program diare:

• Memberikan bimbingan dan supervisi kepada petugas paramedis, baik pada saat bertugas

memberikan pelayanan di puskesmas maupun pada saat memberikan bimbingan dan

supervisi kader posyandu serta saat melakukan kunjungan keluarga.

Materi diare untuk pembinaan kader adalah:

• mengenal tanda bahaya diare

• memberi penyuluhan kepada ibu tentang pengobatan diare di rumah dan upaya rujukan

32

Page 33: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

• jumlah oralit yang harus diberikan sesuai umur

• cara membuat larutan oralit

• cara memberikan larutan oralit

• cara melakukan pencatatan penderita

• penanganan bila tidak ada oralit

• segera melapor bila terjadi peningkatan penderita diare di masyarakat linkungannya

• cara melakukan pencegahan diare

kunjungan keluarga penderita diare dilakukan oleh tenaga paramedis puskesmas khususnya

perawat kesehatan masyarakat yang berperan dalam kegiatan penemuan dan penyuluhan pada

kunjungan keluarga.

Program Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)

Program Pemberantasan Penyakit Diare adalah salah satu usaha pokok di Puskesmas.

Kebijaksanaan Program P2D ini adalah menurunkan angka kesakitan, kematian, dan

penanggulangan KLB karena diare yang akan terus dilaksanakan dengan mengintensifkan

peningkatan mutu pelayanan (quality assurance), meningkatkan kerja sama lintas program dan

sektoral terkait serta mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat secara luas, antara lain

dengan organisasi profesi dan LSM di pusat maupun daerah.1

Target atau cakupan yang ditetapkan sebagai indikator keberhasilan dalam pemberantasan

penyakit diare di propinsi DKI Jakarta meliputi:

100% Rumah Sakit, Puskesmas, dan swasta melaporkan kasus diare tepat waktu (tanggal 10

setiap bulannya),

Angka kematian 0%,

Kejadian luar biasa (KLB) diare 0%,

100% masyarakat terlayani air bersih,

100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mampu melakukan rehidrasi

intravena,

Angka kesakitan < 1% (50 / 1000 penduduk tahun 2005),

100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare,

100% penderita diare tertangani,

33

Page 34: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

100% oralit tersedia di kader minimal 10 sacchet (@ 200 ml),

100% tenaga medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS),

100% ketepatan diagnosis,

100% cakupan imunisasi campak,

100% Puskesmas mempunyai protap tatalaksana diare,

100% penderita diare diobati dan mendapat oralit,

100% PDAM bebas kuman,

100% Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan mempunyai pojok oralit,

100% Puskesmas Kecamatan mempunyai klinik sanitasi, dan

100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh.

Program P2D dilakukan dengan berfokus pada pelanggan, yaitu menjalankan segala kegiatan

yang dapat memuaskan pelanggan dengan pelayanan yang profesional, sarana dan prasaran yang

memadai, dan informasi yang mudah didapat. Hal ini meliputi:

Semua penderita diare didiagnosis dan diberikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana atau

dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Pengambilan anal swab dilakukan bila penderita dicurigai kolera dan bila terjadi kejadian

luar biasa.

Pengobatan penderita dengan memberikan oralit tanpa obat anti diare atau antibiotik, kecuali

pada kasus disentri atau kolera.

Pelayanan prima bagi penderita diare meliputi:

- Waktu tunggu 5 menit

- Waktu tunggu gawat darurat 1 menit

- Petugas harus ramah

- Petugas menguasai standar operasional prosedur pelayanan

Lokasi pelayanan mudah dijangkau.

Informasi tentang diare mudah dimengerti oleh masyarakat.

Penderita diare mendapatkan pelayanan yang sama di semua unit pelayanan kesehatan, baik

Puskesmas maupun Rumah Sakit.

Masyarakat menginginkan pelayanan cepat, tepat / akurat, murah, mudah dijangkau, dilayani

secara manusiawi dengan pengobatan sesuai standar dan mendapat informasi yang jelas

tentang cara-cara penanggulangan diare.

34

Page 35: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Pelatihan bagi kader untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dilengkapi buku

pedoman penanggulangan diare.

Pelatihan bagi petugas kesehatan untuk peningkatan ketrampilan.

Petugas kesehatan menginginkan prosedur kerja sederhana, tersedianya sarana pengobatan

yang memadai, serta website diare.

Pengorganisasian program P2D di Puskesmas kelurahan meliputi (1) penyediaan pelayanan

pemeriksaan, pengobatan, dan rujukan ke Puskesmas kecamatan dan rumah sakit serta (2)

koordinasi dengan Puskesmas kecamatan bila terjadi peningkatan kasus di wilayah kerjanya.

Sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program P2D di Puskesmas kelurahan

adalah dokter umum sebagai pemeriksa dan perawat sebagai wasor program diare dan petugas

perawatan kesehatan masyarakat. Dokter umum harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan

penanggulangan diare sesuai dengan standar. Perawat / wasor harus mampu menganalisis data

dalam rangka sistem kewaspadaan dini serta mampu memberikan penyuluhan (KIE –

komunikasi, informasi, dan edukasi) dan pemeriksaan di Posyandu. Selain itu, pada kegiatan

Posyandu diperlukan kader / toma yang membantu perawat atau bidan dalam memberikan

penyuluhan. Untuk memperlengkapi petugas dengan kompetensi dan ketrampilan tersebut,

dibutuhkan beberapa pelatihan tentang

(1) program pemberantasan diare (P2D) yang meliputi aspek manajemen, aspek klinik, aspek

epidemiologi, dan aspek laboratorium,

(2) peningkatan peran serta masyarakat bagi kader kesehatan di Posyandu,

(3) tatalaksana diare bagi petugas Puskesmas, dan

(4) tatalaksana diare dengan pendekatan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi petugas

kesehatan di Puskesmas.

Selain kompetensi tersebut, petugas juga perlu memiliki sikap dan perilaku tertentu, yaitu dokter

umum harus memiliki sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam menangani penderita diare,

perawat / wasor harus mempunyai sikap peduli, cepat, dan tanggap dalam melaksanakan

perawatan kesehatan masyarakat, dan kader harus mampu memotivasi dan menggerakkan

masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

Secara umum, pembiayaan program P2D bersumber dari APBN, APBD tingkat I dan II,

BLN, LSM, dan swadana masyarakat. Pembiayaan ini digunakan untuk pengadaan sarana dan

prasarana, dan menunjang kegiatan operasional. Ketentuan yang berlaku adalah (1) 100%

35

Page 36: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

sumber anggaran pengadaan obat dan oralit bersifat swadaya Puskesmas, (2) 100% pembiayaan

operasional manajemen P2D di Sudinkesmas berasal dari anggaran APBD tingkat II, dan (3)

biaya operasional pengobatan berasal swadana Puskesmas.

Sarana dan prasarana yang diperlukan di Puskesmas kelurahan untuk mendukung

terlaksananya program P2D adalah (1) ruang periksa dengan ukuran 4 x 5 m2, cukup

pencahayaan dan ventilasi, dan bertemperatur maksimum 23o Celcius, (2) ruang tunggu pasien

yang terbuka dan cukup pencahayaan, serta (3) pojok oralit sebagai tempat konsultasi tentang

diare.

Pada Posyandu, sarana dan prasarana yang diperlukan adalah (1) oralit untuk rehidrasi oral bagi

penderita diare dan (2) lembar penyuluhan.

Secara umum, program P2D meliputi:

Penemuan kasus dini

Proses inti dari program pemberantasan diare adalah penemuan kasus diare secara dini baik oleh

petugas ataupun masyarakat. Penemuan kasus ini dilakukan secara pasif, yaitu kasus ditemukan

saat penderita datang berobat ke Puskesmas, Posyandu, atau rumah sakit. Tujuan dari penemuan

kasus dini adalah untuk mengobati penderita diare sedini mungkin untuk mencegah penularan,

menurunkan angka kesakitan dan kematian terutama pada balita, serta mencegah terjadinya

KLB.

Diagnosis

Penemuan kasus diare dilanjutkan dengan diagnosis yang tepat kemudian tatalaksana yang cepat

dan akurat. Diagnosis diare dan penilaian tingkat dehidrasi penderita dapat dilakukan oleh

dokter, paramedis, dan kader yang sudah terlatih tentang diare.

Pengobatan

Pengobatan yang dimaksud adalah statu proses penanganan penderita diare sedini mungkin dari

masyarakat sampai sarana kesehatan sesuai dengan tatalaksana penderita dan sistem rujukan

sejak diagnosis ditegakkan.

Tatalaksana pasien diare di sarana kesehatan

a. rehidrasi oral dengan oralit

36

Page 37: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

b. pemberian cairan intravena dengan ringer laktat untuk pasien diare dehidrasi berat dan

tidak bisa minum

c. penggunaan antibiotika secara rasional

d. nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, rujukan, dan pencegahan

Surveilans

Surveilans adalah suatu proses pengamatan penyakit diare dalam rangka kewaspadaan terhadap

timbulnya KLB dan penyebaran penyakit diare serta faktor-faktor yang mempengaruhi pada

masyarakat yang kegiatannya dilakukan secara terus menerus, cepat dan tepat, melalui pemetaan

data epidemiologi. Penerapan dari hal ini adalah dilakukannya pengumpulan data epidemiologi

diare secara terus menerus dan analisis secara langsung untuk menemukan cara penyelesaian

secara tepat dan cepat. Puskesmas harus membuat laporan rutin mingguan (W2) yang berisi

pencatatan harian penderita diare yang datang ke saran kesehatan, posyandu, atau kader. Selain

itu, terdapat pula laporan KLB / wabah (W1) yang harus dibuat dalam periode 24 jam.

Penyediaan air bersih

Penyediaan air bersih yang dimaksud adalah proses penyediaan air yang memenuhi syarat

kesehatan baik fisik, nimia, bakteriologis, maupun radioaktif di masyarakat. Penerapan dari hal

ini adalah inspeksi sarana penyediaan air bersih, pemeriksaan contoh air dan analisis

laboratorium (bakteri dan kimia), rehabilitasi sarana yang telah rusak, dan pemberian bahan

kimia (kaporisasi).

Distribusi logistik

Distribusi logistik adalah suatu rangkaian kegiatan pendistribusian oralit dan ringer laktat (RL)

dalam rangka penyediaan cairan rehidrasi di unit pelayanan kesehatan. Penerapan dari hal ini

adalah tersedianya oralit di kader-kader kesehatan, Posyandu, dan Puskesmas, serta tersedianya

antibiotik dan ringer laktat (RL) di Puskesmas. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencegah

kematian pada balita dan dehidrasi berat pada semua golongan umur penderita diare. Ketentuan

yang ditetapkan adalah terpenuhinya kebutuhan oralit pada setiap penderita sebanyak 6 bungkus

37

Page 38: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

oralit 200 ml serta pengadaan oralit / RL oleh Puskesmas dan didistribusikan ke Puskesmas

kelurahan dan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)

KIE meliputi serangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai

suatu keadaan di mana individu, keluarga, dan masyarakat mendapat informasi dengan cepat dan

benar tentang penanggulangan penyakit diare. Penerapan dari hal ini adalah penyuluhan baik

perorangan maupun kelompok yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dan

pelatihan petugas serta kader. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan,

ketrampilan, kesadaran, kemauan, dan praktik mengenai penanggulangan penyakit diare.

Sasaran utama KIE adalah masyarakat.

e. Tatalaksana pasien diare di rumah

i. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti kuah sayur, air tajin,

larutan gula garam, atau oralit terutama untuk dehidrasi

ii. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta

makanan ekstra sesudah diare

iii. Membawa pasien diare ke sarana kesehatan, bila dalam 3 hari tidak membaik

atau ada salah-satu tanda berikut: berak cair berkali-kali, muntah berulang-ulang,

rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, tinja berdarah

f. Pencegahan penyakit

i. Meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI)

ii. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI

iii. Menggunakan air bersih yang cukup

iv. Mencuci tangan dengan sabun

v. Menggunakan jamban dan membuang tinja bayi dengan benar

vi. Imunisasi campak

Laboratorium

38

Page 39: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui jenis diare yang terjadi di masyarakat

dan hanya dilakukan pada kasus-kasus diare yang dicurigai kolera atau apabila terjadi

peningkatan kasus 3 kali lebih besar daripada waktu sebelumnya.

Kemitraan

Kemitraan yang dimaksud adalah proses kerjasama yang melibatkan berbagai pihak dan sektor

dalam masyarakat, termasuk kalangan swasta, organisasi profesi, dan organisasi sosial

masyarakat, serta LSM, dalam rangka sosialisasi dan advokasi program untuk memperoleh

dukungan dalam rangka penanggulangan penyakit diare. Kemitraan dilaksanakan secara setara,

sukarela, terbuka, dan saling menguntungkan. Tujuan dari hal ini adalah meningkatkan

kesadaran masyarakat dan atau instansi / sektor lain bahwa penanggulangan penyakit, khususnya

diare, tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja serta meningkatkan kinerja,

efisiensi, dan efektivitas pemberantasan diare.

Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan elemen yang sangat penting dalam sistem pemberantasan

diare. Pencatatan dan pelaporan dilakukan berdasarkan golongan umur dan dilakukan berjenjang

dalam kurun waktu harian, bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan. Tujuan dari kegiatan

ini adalah untuk mencatat, menilai, dan melaporkan hasil kegiatan penanggulangan diare yang

telah dilakukan serta sebagai acuan dalam penyusunan rencana kegiatan tahun berikutnya.

Form laporan program P2D adalah formulir pencatatan pelaporan diare yang diisi oleh

koordinator diare di Puskesmas dan direkapitulasi di Sudinkesmas dan kemudian dilaporkan ke

Dinas Kesehatan Propinsi. Form ini meliputi jumlah penderita di Puskesmas dan Posyandu

menurut kelompok umur, jumlah penderita yang diberi oralit, jumlah oralit yang diberikan, dan

pemeriksaan laboratorium bagi yang tersangka kolera.

Form laporan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas adalah formulir pencatatan

dan pelaporan yang diisi oleh satuan kerja Puskesmas yang mencatat seluruh jenis penyakit yang

diobati di Puskesmas.14-16

a) Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita Diare

menggunakan formulir:

• W1/laporan KLB (wabah)

39

Page 40: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

• W2/laporan mingguan wabah

• SP2TP: LB Viaporan bulanan data kesakitan

LB2/laporan bulanan data kematian.

Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan kegiatan

Puskesmas (SP2TP).

b) Penderita penyakit Diare perlu diambil specimen darahnya(akut dan konvalesens)auntuk

pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan

(BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.15

BAB III

kesimpulan dan saran

Simpulan

1) Penyebab masalah yang mungkin antara lain:

a. Kurangnya tenaga pelaksana program sehingga program P2D kurang dapat berjalan

dengan baik.

b. Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk membantu program

P2D.

c. Tidak adanya pelatihan kader setempat dan penyuluhan mengenai program P2D

dimasyarakat maupun puskesmas

2) Prioritas pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan adalah :

a. menambah tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain

(kader/petugas kesehatan)

b. Pelatihan para kader untuk melakukan penyuluhan kelompok pada masyarakat

c. Melakukan pencatatan dan pelaporan yang lengkap termasuk data kasus dari

kesehatan lain di luar Puskesmas

d. melakukan evaluasi program P2D secara berkala

Saran

Bagi Puskesmas Kedondong

1. Melakukan pelatihan bagi para kader sehingga program pelaksanaan P2D dapat

terlaksana dan kegiatan-kegiatan penyuluhan dapat dilakukan lebih baik

40

Page 41: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

2. Membuat pencatatan dan pelaporan yang baik dan lengkap, sehingga program yang

diusulkan dapat terlaksana dengan baik dan memungkinkan evaluasi setiap tahun.

3. Dengan dilakukannya evaluasi tiap tahun, data tersebut dapat jadikan dasar

keberhasilan suatu program dan digabungkan dengan instasi kesehatan lainnya.

4. Peningkatan pelatihan penyuluhan kader secara berkala yang terintegrasi agar dapat

dilakukan penyampaian informasi secara menarik dan efektif kepada masyarakat.

5. Menambah jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga seluruh programnya

dapat berjalan dengan baik.

Bagi Kader dan Masyarakat

1. Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan Puskesmas

termasuk penyuluhan diare sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat diare.

2. Lebih aktif dalam melaporkan kasus diare kepada kader setempat ataupun petugas

Puskesmas.

3. Fasilitas kesehatan diluar Puskesmas sebaiknya melakukan pelaporan dan pencatatan

kasus diare yang ditangani ke Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare. Jakarta :

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999.

2. Diare akut. Dalam : Sudoyo AW, dkk (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI;

2006.

3. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson textbook of

pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.

4. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children, guidelines for the management of

common illnesses with limited resources. Geneva: World Health Organization; 2005.

5. Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Diunduh dari : http://www.emedicine.com pada 13 Novemeber 2009

41

Page 42: PBL BLOK 26 SP. PROGRAM PUSKESMAS DALAM PENANGGULANGAN DIARE . SHANNAZ.doc

6. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Angka kejadian diare masih tinggi.

Diunduh dari :http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 13 November 2009.

7. World Health Organization dan United Nations Children Foundation. Clinical management on acute diarrhoea.

Geneva : World Health Organization and United Nations joint statement; 2007. Diunduh dari :

http://whqlibdoc.who.int/hq/2004/WHO_FCH_CAH_04.7.pdf pada 14 Novemeber 2009

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Program pedoman kerja puskesmas jilid II. 1999

9. Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan Medik Pemberantasan Diare (PMPD). Jakarta:Depkes

RI Direktorat Jenderal PPM&PL, 1999. h.3-14

10. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulangan Penyakit Diare. Volume 7 Edisi 1,

Jakarta:Depkes RI,1999. h.1-88.

11. Azwar A. Sistem Kesehatan. Dalam: Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi 3. Jakarta:Bina Rupa Aksara,

1998. h30-34.

12. Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes RI No. 1216/ MENKES/ SK/ XI/ 2001 Tentang Pedoman

Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke-4, Jakarta:Depkes RI,2005.

13. Kanwil Departemen Kesehatan DKI Jakarta. Stratafikasi Puskesmas 2003.Jakarta : 2003

14. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Kesehatan Lingkungan Pemukiman.Pedoman Kerja Puskesmas.

Jilid 3. Jakarta: Departeman Kesehatan RI, 1991.h.G1-807

15. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Puskesmas. Pedoman Kerja Puskesmas.Jilid I. Jakarta:

Departeman Kesehatan RI, 1991.h.G1-80

16. Azwar Azrul. Management Puskesmas. Keputusan Mentri Kesehatan Repuplik Indonesia tantang Kebijakan

Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: DepartemanKesehatan RI, 2004.h. 20-3

42