Download - PBL Blok 26 1

Transcript

Penelitian terhadap Kunjungan Follow Up Pasien Tuberkulosis Paru yang Tidak KembaliAdi Baskoro102012095Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. [email protected] BelakangTuberkulosis (TB) merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini umumnya menyerang paru dan sebagian menyerang di luar paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya. Organisme ini disebut pula sebagai basil tahan asam. Tuberkulosisparu merupakan penyakit menular yang menyebar melalui udara yang berasal dari batuk dan berdahak. Penularan terjadi melalui udara (airborne spreading) ataupun melalui droplet infeksi. Sumber infeksi adalah penderita tuberkulosisparu yang membatukkan dahaknya, dimana pada pemeriksaan hapusan dahaknyaumumnya ditemukan BTA positif. Batuk akan menghasilkan droplet infeksi.Laporan WHO pada tahun 2010, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisilima dengan estimasi jumlah penderita tuberkulosis parusebesar 430.000 kasus baru per tahun.Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2010 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Negeria dan Indonesia.Totalseluruh kasus tuberkulosisparudi Indonesia tahun 2010 sebanyak 296.272 kasus, dimana 183.366 adalahkasus baru tuberkulosis BTA positif, 101.297 kasus BTA negatif, 11.659 kasus ektra paru, 5.100 kasus kambuh, dan 1.100 kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh. Estimasi prevalensi tuberkulosis parusemua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi tuberkulosis paruberjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematianakibat tuberkulosis parudiperkirakan 61.000 kematian pertahunnya.

SkenarioPuskesmas K pada pelaksanaan Mikro planning bulan lalu didapatkan data bahwa banyak pasien yang telah didiagnosis TB paru dan diobati dengan sistem DOTS tidak kembali lagi mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistnce (MDR) semakin meningkat. Kepala puskesmas ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak kembali. Berdasarkan beberapa literature diduga faktor-faktor yang berhubungan dnegan keteraturan berobat antara lain: usia pasien, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan puskesmas, efek samping obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya.PembahasanDefinisiTuberkulosis Penyebab tuberculosi sadalah kuman Mycobacterium tuberculosa,yang merupakan kuman tahan asam. Dikenal ada 2 type kuman Mycobacterium tuberculosa, yaitu type humanus dantype bovinus. Hampir semua kasus tuberkulosis disebabkan oleh type humanus, walaupun type bovinus dapat juga menyebabkan terjadinya tuberkulosis paru, namun hal itu sangat jarang sekali terjadi. Kuman tersebut biasanya masukke dalam tubuh manusia melalui pernafasan kedalam paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya. Kasus tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering ditemukan.PenyebabPenyebab tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosa, yang merupakan kuman tahan asam. Dikenal ada 2 type kuman Mycobacterium tuberculosa, yaitu type humanus dan type bovinus.Hampir semua kasus tuberkulosis disebabkan oleh type humanus, walaupun type bovinus dapat juga menyebabkan terjadinya tuberkulosis paru. Kuman ini berbentuk batang tipis atau agak bengkok bersifat aerob, ukuran 0,5 4 mikron x 0,3 -0,6 mikron, tunggal, berpasangan atau berkelompok, mudah mati pada air mendidih (5menit pada suhu 80o Celsius, 20menit pada suhu 60o Celsius) mudah mati dengan sinar matahari, tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar yang lembab, tidak berspora, tidak mempunyai selubung tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat) dapat bertahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol (basil tahan asam = BTA). Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.PatogenesisLebih dari 98% kasus infeksi tuberkulosis masuk melalui paru, karena ukurannya sangat kecil, kuman TB dalam yang terhirup dapat mencapai alveolus. Mycobacterium tuberculosis yang terhirup dan masuk ke paru akan ditelan oleh makrofag alveolar, selanjutnya makrofag akan melakukan 3 fungsipenting, yaitu : 1) menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek mikobakterisidal; 2) menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap M. tuberculosis berupa IL-1, IL-6, TNF (Tumor Necrosis Factor alfa), TGF (Transforming Growth Factor bet) dan 3) memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T. Kuman tersebut masuk tubuh melalui saluran pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh yang lain.Selanjutnya, saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer.Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang terpapar dengan kuman tuberkulosis untuk pertama kali, sedangkan tuberkulosis reaktivasi terjadi karena reaktivasi infeksi tuberkulosis yang terjadi beberapa tahun lalu. Reaksi imunologi yang berperan terhadap M. tuberculosis adalah reaksi hipersensitivitas dan respon seluler, karena respon humoral kurang berpengaruh. Akibat klinis infeksi M.tuberculosis lebih banyak dipengaruhi oleh sistem imunitas seluler.Orang yang menderita kerusakan imunitas seluler seperti terinfeksi HIV dan gagal ginjal kronik mempunyai risiko tuberkulosis paruyang lebih tinggi. Sebaliknya orang yang menderita kerusakan imunitas humoral dan mieloma mutipel tidak menunjukkan peningkatan predisposisi terhadap tuberkulosis paru.Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau klasifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Proses infeksi tuberkulosis tidak langsung memberikan gejala.1Gejala KlinisGejala klinis pada penderita tuberkulosisbervariasi atau dapat tanpa keluhan sama sekali.Gejala utama pasien tuberkulosis berupa, batuk terus menerus dan berdahak selama 3minggu atau lebih sedangkan gejala tambahannya yang sering dijumpai berupa dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, malaise, berkeringatmalam hari walaupun tanpa kegiatan, serta adanya riwayat demam yang lama.Gejala-gejala tersebut diatas, biasanya dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain tuberkulosis, oleh sebab itu setiap orang yang datangdengan gejala tersebut diatas, harus dianggap sebagai seorang yang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita tuberkulosisparudan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.Cara PenularanPenularan Mycobacterium tuberculosis terjadi melalui udara pada waktu percikan dahak yang mengandung kuman tuberkulosis paru dibatukkan keluar, dihirup oleh orang sehat melalui jalan napas dan selanjutnya berkembangbiak melalui paru-paru. Cara lain adalah dahak yang dibatukkan mengandung kuman tuberkulosis jatuh dulu ke tanah, mengering dan debu yang mengandung kuman beterbangan kemudian dihirup oleh orang sehat dan masuk ke dalam paru-paru(airborne disease).Daya penularan ditentukan oleh banyaknya kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang terdapat dalam paru-paru penderita serta penyebarannya. Pada perjalanan kuman ini banyak mengalami hambatan, antara lain di hidung (bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong alveoli.Sebagian besar manusia yang terinfeksi (8090 %) belum tentumenjadi sakit tuberkulosis, hal ini disebabkan karena adanya kekebalan tubuh.Faktor ResikoPada kasus tuberkulosis, faktor resiko tuberkulosis berkaitan dengan interaksi antara manusia, kuman Mycobacterium tuberculosisdan lingkungan. Selain mencakup distribusi penyakit, perkembangan dan penyebaran serta mencakup persentasi dan insiden penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresi kuman tuberkulosis dalam jumlah besar, terutama dari saluran pernapasan. Kontak yang erat misalnya dalam keluarga ada sumber penularan akan menginfeksi anggota keluarganya. Kepekaan terhadap tuberkulosis adalah suatu akibat dari dua kemungkinan yaitu risiko memperoleh infeksi dan risiko menimbulkan penyakit setelah terjadi infeksi. Bagi orang dengan tes tuberkulin positif, kemungkinan memperoleh kuman tuberkulosis tergantung pada kontak dengan sumber kuman yang dapat menimbulkan infeksi terutama dari penderita dengan dahak positif. Risiko ini sebanding dengan tingkat penularan pada masyarakat, keadaan ekonomi yang rendah dan pemeliharaan kesehatan yang kurang. Risiko kedua yaitu berkembangnya penyakit secara klinik dipengaruhi oleh umur (risiko tinggi ada pada bayi baru lahir dan usia 16-21 tahun), jenis kelamin (risiko wanita lebih tinggi dari pada pria), keadaan sosial ekonomi yang rendah,rendahnya tingkat pendidikan, kekurangan gizi dan keadaan status imunologi serta penyakit yang menyertainya.1DiagnosisMycobacterium tuberculosasebagian besar terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam (asam alhohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan juga tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant sehingga dapat timbul kembali menjadi tuberkulosis paru aktif.Dalam upaya menegakkan diagnosis dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lanjutan yaitu pemeriksaan bakteri, radiologi dan tes tuberkulin.A. AnamnesisBeberapa hal yang harus diketahui dalam anamnesis adalah: gejala umum dan spesifik paru; adakah kontak dengan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga,atau tetangga dekat.B. Pemeriksaan FisikTanda dan gejala tuberkulosis parudidapatkan pada 90% penderita dengan BTA positif. Penderita dengan BTA negatif hanya 50 % menunjukkan gejala. Kadang-kadang demam yang tidak diketahui sebabnya merupakan satu-satunya tanda atau gejala tuberculosis paru. Pada tuberkulosis primer tidak ditemukan gejala yang spesifik, hanya memperlihatkan gejala seperti flu. Pada tuberkulosis milier tidak juga terdapat gejala yang spesifik karena perjalanan penyakit yang gradual.Secara umum gejala penderita tuberkulosis paruadalah batuk berdahak dan kadang-kadang batuk berdarah, lesu, dan sesak nafas, berkeringat dingin pada waktu malam hari tanpa ada kegiatan, demam lebih dari 1 bulan, nafsu makan dan berat badan menurun.C. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan BakteriologisPemeriksaan secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Nelsen dari dahak dilakukan pada setiap penderita tersangka tuberkulosis paru yang datang ke unit pelayanan kesehatan. Pemeriksaan dahak BTA merupakan pemeriksaan yang terpenting, bukan saja untuk memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi untuk mengidentifikasi sumber penularan, karena hanya penderita yang dahaknya ditemukan BTA yang mempunyai potensi menular.Walaupun pemeriksaan ini sangat spesifik, tetapi tidak cukup sensitif, karena hanya 30-70 % saja penderita tuberculosis paruyang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan bakteriologis. Hal ini sangat tergantung dari kualitas laboratorium danpemeriksa. Pada anak pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil bakteriologi sebagian besar negatif. Sedangkan hasil biakan memerlukan waktu sekitar 6-8 minggu. Pemeriksaan bakteriologis selain untuk diagnosis penemuan kasus juga untuk evaluasi pengobatan. Dewasa ini evaluasi pengobatan diutamakan hasil pemeriksaan bakteriologik, karena bila dilihat berdasarkan ketepatan, pemeriksaan ini menempati urutan pertama dibandingkan dengan radiologis dan klinis.b. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan ini berguna pada penderita suspek yang belum pernah diobati sebelumnya dengan hasil pemeriksaan dahaknya negatif. Namun hal tersebut harus dibaca oleh seorang dokter yang berpengalaman supaya hasilnya dapat dipercaya.Sedangkan gambaran radiologi tuberkulosistidak selalu khas khususnya 1pada kasus anak.Tatalaksana Penemuan Penderita TuberkulosisPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa kategori:1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA positif Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit berat Penderita TB Ekstra Paru Berat 2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di Unit Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat. Obat ini diberikan untuk: Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)3) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan Penderita ekstra paru ringan4) OAT SisipanBila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.Evaluasi Pengobatan1. Evaluasi Klinis Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama, pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik. 2. Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis: Sebelum pengobatan dimulai Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) Pada akhir pengobatan Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 3. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: Sebelum pengobatan Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) Pada akhir pengobatan. 4. Evaluasi efek samping secara klinisBila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.5. Evaluasi keteraturan berobat Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum/tidaknya obat tersebut. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.Program Penanggulangan TuberkulosisKegiatan Program TuberkulosisKegiatan pada program penanggulangan tuberkulosisyaitu kegiatan pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding) pengamatan dan monitoring penemuanpenderita didahului dengan penemuan tersangka tuberkulosis dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberkulosis atau tersangka tuberkulosis paru dengan pasive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).Petugas pengelolaPetugas pengelola program tuberkulosis adalah petugas yangbertangungjawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program tuberkulosisdipuskesmas.Petugas kesehatan yang dimaksud mempunyai kompetensi; mampu memberikan pengobatan, penyuluhan, pencatatan dan pelaporan pemberantasan penyakit tuberkulosis. Mampu menjaring tersangka, menetapkan klasifikasi dan diagnosa penderita, monitoring dan evaluasi, mampu melaksanakan survailans (R/R), mampu merencanakan dan menilai kebutuhan logistik kesehatan, mampu membuat sediaan apus dan membaca dibawah mikroskop serta pencatatan yang relevan.2Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program Tuberkulosisdi Puskesmas:1. Menemukan Penderita Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC Mengumpulkandahak dan mengisi buku daftar suspek Form Tb Membuat sediaan hapus dahak Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB Menegakkan diagnosis TB Membuat klasifikasi penderita Mengisi kartu penderita dan kartu identitas penderita Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TBC BTA (+) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBCyang ditemukan.2. Memberikan Pengobatan Menetapkan jenis paduan obat Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita Menentukan PMO (bersama penderita) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO Memantau keteraturan berobat Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-uppengobatan Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penangganannya Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita.3. Penanganan Logistik Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens, dll)4. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatanProgram DOTS di Indonesia DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah nama untuk strategi yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB. Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu:1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.2. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka TB.3. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya.4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar.5. Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang tepat.

Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, Perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB menular. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.Pengawas Minum Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.1. Persyaratan PMOa. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela. d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.2. Siapa yang bisa jadi PMOSebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.3. Tugas seorang PMOa. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.c. Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya:a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya. d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke unit pelayanan kesehatan.Follow UpPenderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir pengobatan dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat diberikan obat anti-TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang ketat. Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Walau telah ada cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka sembuh lebih rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya. Kelemahan itu dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan atau menghentikan pengobatan karena berbagai alasan. Peranan PMO sangat mempengaruhi kedisiplinan penderita TB paru dan keberhasilan pengobatan. Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan pengobatan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi angka kesembuhan TB paru:A. Faktor sarana ditentukan oleh:1. Pelayanan kesehatan : sikap petugas kesehatan terhadap pola penyakit TB paru2. Ketersediaan obatB. Faktor penderita ditentukan oleh:1. Pengetahuan penderita mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan, dan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat berobat tidak adekuat2. Menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur, dan tidak mengkonsumsi alkohol atau merokok3. Menjaga kebersihan diri dengan tidak membuang dahak sembarangan dan bila batuk menutup mulut dengan saputangan. C. Faktor keluarga dan lingkungan ditentukan oleh:1. Dukungan keluarga, ventilasi yang tidak baik, lantai rumah yang lembab, dan sirkulasi udara.3Metode PenelitianAnalisis DataAnalisis datamerupakan upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristikatau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawabmasalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat induksi, atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan data yang diperoleh dari sampel (statistik).Tujuan dari analisis data antara lain sebagai media dalam mendeskripsikan data, biasanya dalam bentuk frekuensi, ukuran tendensi sentral maupun ukuran dispersi, sehingga dapat dipahami karakteristik datanya. Dalam statistika, kegiatan mendeskripsikan data ini dibahas pada statistika deskriptif.Selain itu, analisis data juga dapat digunakan untuk membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi, atau karakteristik populasi berdasarkan data yang diperoleh dari sampel (statistik). Kesimpulan yang diambil ini bisanya dibuat berdasarkan pendugaan (estimasi) dan pengujian hipotesis. Dalam statistika, kegiatan membuat induksi atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi atau sampel ini dibahas pada statistika inferensial.Langkah dan Prosedur Analisis Data1. Tahap mengumpulkan data, dilakukan melalui instrumen pengumpulan data.2. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian instrumen pengumpulan data.3. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap pertanyaan yang terdapat dalam instrumen pengumpulan data menurut variabel-variabel yang diteliti.4. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel induk penelitian.5. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realiabilitas instrumen pengumpulan data.6. Tahap mendeskripsikan data, yaitu tabel frekuensi dan/atau diagram, serta berbagai ukuran tendensi sentral, maupun ukuran dispersi. tujuannya memahami karakteristik data sampel penelitian.7. Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi-proposisi yang dibuat apakah proposisi tersebut ditolak atau diterima, serta bermakna atau tidak. Atas dasar Pengujian hipotesis inilah selanjutnya keputusan dibuat.4Macam Analisis DataTeknik analisis data dalam penelitian, dibagi menjadi dua, yaitu teknik analisis data diskriptif dan teknik analisis data inferensial. Teknik analisis data penelitian secara deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian. Temasuk dalam teknik analisis data statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram, persentase, frekuensi, perhitungan, mean, median atau modus.Sementara itu teknik analisis data inferensial dilakukan dengan statistik inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Ciri analisis data inferensial adalah digunakannya rumus statistik tertentu (misalnya uji T, uji Z, Chi-square dan lain sebagainya). Hasil dari perhitungan rumus statistik inilah yang menjadi dasar pembuatan generalisasi dari sampel bagi populasi. Dengan demikian, statistik inferensial berfungsi untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi. Sesuai dengan fungsi tersebut maka statistik inferensial cocok untuk penelitian sampel.Desain PenelitianDesain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan suatu riset/penelitian. Desian penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian serta merupakan dasar dalam melakukan penelitian.Macam macam desain penelitian antara lain:STUDY CROSS SECTIONALStudy cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Tujuan penelitian ini untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yg terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).Kelebihan penelitian Cross Sectional: Mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu, dan hasil dapat diperoleh dengan cepat dan dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko maupun variabel efek.Kekurangan penelitian Cross Sectional: Diperlukan subjek penelitian yang besar Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan faktor efek paling lemah bila dibandingkan dengan dua rancangan epidemiologi yang lain.Contoh: Ingin mengetahui hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan multi drugs resistance (MDR), dengan menggunakan rancangan/pendekatan cross sectional.Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-masing. Variabel dependen (efek) : MDR Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi pasien.Tahap kedua: menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya.Subjek penelitian : pasien TB, namun perlu dibatasi daerah mana mereka akan diambil contohnya lingkup rumah sakit atau puskesmas. Demikian pula batas waktu dan cara pengambilan sampel, apakah berdasarkan tekhnik random atau non-random.Tahap ketiga: Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel dependen-independen dan variabel-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu yang sama).Tahap keempat : Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan.Bandingkan kepatuhan berobat dengan kasus MDR. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya hubungan antara kepatuhan berobat dengan kasus MDR.STUDY CASE CONTROLStudycase control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pandekatan retrospective. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.Studycase control ini didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus yangg menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat. Intinya, penelitian case control ini adalah diketahui penyakitnya kemudian ditelusuri penyebabnya.Kelebihan penelitian Case Control Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding hasil rancangan cross sectional Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort) Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis )Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya. Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat dikendalikan. Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok kasusu karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.Contoh: Penelitian ingin membuktikan hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan multi drugs resistance (MDR).Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel dependen (efek) dan variabel- variabel independen (faktor resiko) Variabel dependen (efek) : MDR Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi pasien.Tahap kedua: Menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek penelitian disini adalah pasien TB. Namun demikian perlu dibatasi pasien TB daerah mana yang dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.Tahap ketiga: Mengidentifikasi kasus, yaitu pasien TB dengan kepatuhan berobat yang menurun. Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.Tahap keempat: Pemilihan subjek sebagai kontrol, yaitu pasien TB. Pemilihan kontrol hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya ciri-ciri masyarakatnya, sosial ekonominya dan sebagainya.Tahap kelima: Melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus (tingkat kepatuhannya diukur atau ditanyakan kepada pasien/anggota keluarga dengan menggunakan metode recall mengenai perilaku minum obat pasien).Tahap keenam: Melakukan pengolahan dan analisis data. Dengan membandingkan proporsi pasien TB yang baik dan yang kurang baik dalam hal meminum obat pada kelompok kasus, dengan proporsi perilaku pasien TB yang sama pada kelompok kontrol. Dari sini akan diperoleh bukti ada tidaknya hubungan perilaku meminum obat dengan MDR pada pasien TB.STUDY COHORTStudy cohort adalah penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan atau yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian cohort adalah kebalikan dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati secar terus menerus akibat yang akan ditimbulkannya.Kelebihan Penelitian Cohort : Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan kelompok kontrol) sejak awal penelitian. Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke waktu yang lain. Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari waktu ke waktu.Kekurangan Penelitian Cohort Memerlukan waktu yang cukup lama Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis hasil Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek (mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.Contoh: Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru (efek) dengan merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.Tahap pertama: Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol). Variabel dependen : Ca. Paru Variabel independen : merokok Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.Tahap kedua: Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengnan umur antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.Tahap ketiga: Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan juga mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih sama dengan kelompok merokok.Tahap keempat: Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok (resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu, misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.Tahap kelima: Mengolah dan menganalisis data. Analisis dilakukan dengan membandingkan proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita Ca paru, diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.4Variabel PenelitianVariabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan mmeperoleh lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah seudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting (menghitung) atau menentuakan suatu bilangan. Dalam penelitian sains, variable adalah bagian penting yang tidak bisa dihilangkan. Variabel juga dapat berarti sarana untuk memperoleh pemahaman terhadap masalah (problem) yang sedang diteliti secara benar. Dengan menggunakan variabel-variabel tertentu, peneliti menguji benar atau tidaknya asumsi dan rumusan masalah yang sebelumnya sudah dibuat. Macam-macam variabel, yaitu:a. Variabel IndependenVariable ini sering disebut sebagai variabel predictor, variabel pengaruh, kausa, variabel perlakuan, treatment, variabel risiko, stimulus, dan juga dikenal sebagai variabel bebas dan variabel predictor.Variabel ini merupakan variabel yang menjadi sebab terjadinya perubahan atau mempengaruhi timbulnya variabel terikat (dependen). Oleh karena itu, variabel ini disebut variabel bebas (independent). Variabel bebas juga sering tuliskan dalam Structural Equation Modelling sebagai variabel eksogen.b. Variabel DependenVariabel ini sering disebut sebagai variabel konsekuen, variabel kriteria, variabel pengaruh, terikat, tergantung, dan variabel output.Berbeda dengan variabel independet, variabel dependen dalam SEM atau permodelan persamaan struktural, variabel independen juga dikenal sebagai variabel indogen.Alasan variabel dependen disebut variabel terikat adalah karena setiap variabel independen akan mempengaruhi variabel terikat / independenc. Variabel kontrolVariabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar yang tidak diteliti.Variabel kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat membandingkan, melalui penelitian eksperimental.Teknik SamplingTeknik sampling adalah teknik atau metode untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau anggota-anggota dari populasi untuk digunakan sebagai sampel secara representatif. Teknik sampling banyak menggunakan teori probabilitas sehingga berdasarkan tekniknya dikategorikan menjadi dua disebut probability sampling dan non-probability sampling.PROBABILITY SAMPLINGProbability sampling adalah teknik sampling dimana setiap anggota populasi memiliki peluang sama dipilih menjadi sampel. Dengan kata lain, semua anggota tunggal dari populasi memiliki peluang tidak nol. Teknik ini melibatkan pengambilan acak (dikocok) dari suatu populasi. Ada bermacam-macam metode probability sampling dengan turunan dan variasi masing-masing, namun paling populer sebagai berikut:1. Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling)Random sampling adalah metode paling dekat dengan definisi probability sampling. Pengambilan sampel dari populiasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua anggota populasi.2. Sampling Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)Pengambilan sampel melibatkan aturan populasi dalam urutan sistematika tertentu. Probabilitas pengambilan sampel tidak sama terlepas dari kesamaan frekuensi setiap anggota populasi.3. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)Populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan kemudian mengambil sampel dari tiap kelompok tergantung kriteria yang ditetapkan. Misalnya, populasi dibagi ke dalam anak-anak dan orang tua kemudian memilih masing-masing wakil dari keduanya.4. Sampling Rumpun (Cluster Sampling)Populasi dibagi ke dalam kelompok kewilayahan kemudian memilih wakil tiap-tiap kelompok. Misalnya, populasi adalah Jawa Tengah kemudian sampel diambil dari tiap-tiap kabupaten. Bisa juga batas-batas gunung, pulau dan sebagainya.5. Sampling Bertahap (Multistage Sampling)Pengambilan sampel menggunakan lebih dari satu teknik probability sampling. Misalnya, menggunakan metode stratified sampling pada tahap pertama kemudian metode simple random sampling di tahap kedua dan seterusnya sampai mencapai sampel yang diinginkan.6. Probabilitas Proporsional Ukuran Sampling (Probability Proportional to Size Sampling)Probabilitas pengambilan sampel sebanding dengan ukuran sampling bahwa sampel dipilih secara proporsional dengan ukuran total populasi. Ini adalah bentuk multistage sampling di tahap pertama dan kemudian random sampling di tahap kedua, tapi jumlah sampel sebanding dengan ukuran populasi.NON-PROBABILITY SAMPLINGTeknik non-probability sampling bahwa setiap anggota populasi memiliki peluang nol. Artinya, pengambilan sampel didasarkan kriteria tertentu seperti judgment, status, kuantitas, kesukarelaan dan sebagainya. Ada bermacam-macam metode non-probability sampling dengan turunan dan variasinya, tapi paling populer sebagai berikut: 1. Sampling Kuota (Quota Sampling)Mirip stratified sampling yaitu berdasarkan proporsi ciri-ciri tertentu untuk menghindari bias. Misalnya, jumlah sampel laki-laki 50 orang maka sampel perempuan juga 50 orang.2. Sampling Kebetulan (Accidental Sampling)Pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul. Misalnya, populasi adalah setiap pegguna jalan tol, maka peneliti mengambil sampel dari orang-orang yang kebetulan melintas di jalan tersebut pada waktu pengamatan.3. Sampling Purposive (Purposive or Judgemental Sampling)Pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat kriteria tertentu siapa yang dijadikan sebagai informan. Misalnya, Anda meneliti kriminalitas di Kota Semarang, maka Anda mengambil informan yaitu Kapolresta Semarang, seorang pelaku kriminal dan seorang korban kriminal.4. Sampling Sukarela (Voluntary Sampling)Pengambilan sampel berdasarkan kerelaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Metode ini paling umum digunakan dalam jajak pendapat.5. Sampling Snowball (Snowball Sampling)Pengambilan sampel berdasarkan penelusuran sampel sebelumnya. Misalnya, penelitian tentang korupsi bahwa sumber informan pertama mengarah kepada informan kedua lalu informan ke tiga dan seterusnya.5

Daftar Pustaka1. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.2. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ; editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. Jakarta : EGC, 2009.3. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ; editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. Jakarta : EGC, 2009.4. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.5. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

13