PARTISIPASI MAHASISWA MUSLIM SEBAGAI
AGEN RESOLUSI KONFLIK KEAGAMAAN
(Studi Kasus Pada Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Di Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh :
Muhammad Eddy Prasetyono
NIM. 11540006
PRODI STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
ii
iii
iv
v
HALAMAN MOTTO
Life is our choice
(Hidup adalah pilihan kita)
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
Karena Allah, Tuhan seluruh alam.
Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakanya .
Dan bahwasanya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). An-Najm 39-40
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah, Skripsi ini saya
Persembahkan untuk :
Kedua Orang Tua : Sutarno, S.Pd. SD dan Mutiara, serta Adikku
Muhammad Ocky Setiadi.
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Puji Syukur kehadirat Allah swt Tuhan
Semesta Alam Yang Telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta
Slam kepada Nabi Muhammad saw atas segala suri tauladannya kepada kita
semua, yang kita nanti-nantikan syafaatnya kelak. Dengan usaha, dan ridha-Nya,
serta tak lupa pula doa dari kedua orang tua, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari akan adanya kekurangan
dan keterbatasan dalam penelitian dan penulisan. Oleh karena itu, dengan penuh
harap, pintu bagi kritikan dan saran yang membangun dibuka seluas-luasnya
untuk kebaikan di masa yang akan datang. Karya ini tentu tidak dapat terwujud
tanpa adanya bantuan dari orang-orang hebat di sekitar penulis. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs KH Yudian Wahyudi Phdselaku Rektor Univesitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2. Bapak Dr. Alim Roswantoro, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
3. Ibu Dr. Adib Sofia, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Univesitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
viii
4. Bapak Dr. Moh. Soehadha, S.Sos.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, serta pikiran demi
selesainya penyusunan karya ilmiah ini dengan baik.
5. Bapak Dr. Muhammad Amin, Lc,MA, selaku Dosen Penasehat Akademik.
6. Bapak Dr. Masroer, S. Ag. M.Si. dan Ibu Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag.,
M.A., selaku Dosen penguji sidang skripsi/munaqosyah.
7. Seluruh Jajaran civitas Akademika fakultas Ushuludin dan Pemikiran
Islam, baik dosen, pegawai TU, office boy, dan satpam yang telah
memberikan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan selama
masa perkuliahan
8. Bapak Sutarno dan Ibu Mutiara selaku “guru kehidupan” yang senantiasa
sabar dalam memberikan arahan dan mendidik hingga sampai saat ini
kepada penulis, serta memberikan ketulusan do’a dan motovasi penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Adikku M.Ocky Setiadi dan keluarga besar penulis yang selalu
memberidukungan semangat dalam memberikan harapan hingga mampu
menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-Teman seperjuangan Sosiologi Agama angkatan 2011 yang telah
berjuang dalam ruang dialektika bersama-bersama.
11. Teman-teman HMI Komisariat Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
(Hanif Irwansyah, Regenovia C.T, Rohman, Fian Israhmat, Dawam
Praktiknyo, Ajib Pudin, Mushab Dimiaty, Zulkifli, Risky, Ela dkk). Yang
ix
telah memberikan ruang kekeluargaan dan pembelajaran serta motivasi
kepada penulis.
12. Teman-teman sedaerah (Kamrol Effendi, Stpanus Tri Joko, Fornestor
Mindaw, dkk) yang telah memberikan ruang bantuan Informasi dalam
PSBDK-Sekalimantan.
13. Teman-teman Ikatan Pelajar Mahasiswa Seruyan yang telah menjadikan
pengobat rindu atas kerinduan terhadap kearifan lokal daerah kelahiran.
14. Teman-teman kos Gapura Naga yang selalu memberi kearifan akan
kebersamaan anak-anak rantau berbeda daerah (Dedi, Arif, Tope, Wildan,
Iful, Kristo, Rian dkk) serta inspirasi-inspirasinya dan memberikan
dukungan semangat motivasi pada penulis.
Akhirnya dengan bangga penulis mempersembahkan skripsi ini kepada pihak-
pihak yang telah banyak membantu dalam wujud apapun. Semoga kebaikab dan
keikhlasan selalu menyertai kita semua. Besar harapan penulis, bahwa skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 19 September 2016
x
ABSTRAKSI
Dewasa ini konflik antar golongan dalam masyarakat semakin banyak terjadi dan berpotensi terulang di masa yang akan datang. Salah satu daerah yang rawan konflik adalah Kalimantan. Meskipun Islam sudah lama memiliki pengaruh di tanah Kalimantan, namun bukan berarti proses budaya Dayak telah mengalami proses akulturasi ataupun asimilasi yang baik. Populasi muslim di Kalimantan sejak zaman dulu hanya bertempat tinggal di kawasan pusat ekonomi. Sedangkan kaum Dayak memilih untuk membuka lahan baru di tengah hutan Kalimantan dan melahirkan serta mengembangkan budayanya di sana. Perbedaan tersebut tidak mengahalangi partisipan muslim untuk turut memeriahkan acara kedaerahan, namun beberapa golongan Dayak masih sering terlibat konflik dengan golongan muslim.
Salah satu kasus yang terjadi, pada pertengahan 2012 bahwa telah terjadi konflik antara pemuda Dayak dengan pemuda muslim di Kalimantan Barat yang dipicu oleh spanduk penolakan terhadap salah satu organisasi masyarakat (ormas) Islam yang diyakini mengganggu ketenteraman wilayah Pontianak, dibentangkan di depan asrama. Salah satu dampak dari konflik tersebut yang paling terasa tidak semata berupa kerugian materi, akan tetapi termasuk kerugian mental masyarakat yang terlibat konflik. Melihat fenomena tersebut, penulis tergugah untuk melakukan penelitian tentang Partisipasi Mahasiswa Muslim sebagai Agen Resolusi Konflik Keagamaan (Studi Kasus Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Yogyakarta). Pokok permasalahan dalam penelitian ini terkait bagaimana partisipasi mahasiswa dalam menanggapi konflik keagamaan yang terjadi di Kalimantan dan bagaimana pengaruh partisipasi mahasiswa muslim terhadap resolusi konflik keagamaan daerah.
Lahirnya stereotype dari golongan luar menjadi ciri umum yang tersebar merata di semua tingkat generasi. Bahkan termasuk generasi muda yang merantau seperti mahasiswa. Seringkali antar mahasiswa dalam satu daerah terlibat konflik bermotif yang dilatarbelakangi seperti pengkleman antar suku, ras ataupun golongan tertentu. Berbagai macam proses resolusi konflik pernah dilakukan seperti model negosiasi ataupun mediasi politik antar golongan berkonflik. Beruntung bagi mahasiswa Kalimantan telah terdapat forum yang mampu mempertemukan berbagai macam golongan sedaerah asal, yaitu Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan (PSBDK).
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian lapangan (field research), karena data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Teknik observasi yang digunakan adalah observasi partisipan pasif, yakni peneliti datang, melihat, dan memperhatikan kegiatan yang dilakukan serta yang terjadi pada informan dalam waktu tertentu tetapi tidak turut serta sebagai partisipan dalam kegiatan tersebut. Sedangkan teknik wawancara menggunakan pedoman wawancara semi terstruktur. Wawancara menggunakan tiga cara yaitu pencatatan langsung, pencatatan dari ingatan, dan merekam (recording). Selain itu juga diperkuat dengan menggunakan dokumentasi. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik data analisis deskriptif dengan pendekatan sosiologis di dalamnya. Teori yang digunakan sebagai landasan analisis adalah kombinasi antara teori konflik, resolusi konflik, dan partisipasi sosial dengan focus subjek pada salah satu golongan yaitu mahasiswa muslim asal Kalimantan.
Bentuk partisipasi mahasiswa sebagai resolusi konflik keagamaan daerah adalah dengan menggunakan pola- pola pengembangan partisipasi dalam kegiatan pelestarian kebudayaan lokal melalui PSBDK. Cara yang ditempuh oleh PSBDK seperti pengkolaborasian antara budaya tradisional Dayak dengan kebudayaan dari luar Dayak. Berkat partisipasi dari mahasiswa muslim, tingkat interaksi dengan budaya luar menjadi pembelajaran penting bagi mahasiswa muslim maupun merekatkan kembali prinsip saling menghargai antar golongan, agama, atau etnik dalam kehidupan sosial yang nyata. Hal tersebut sangatlah penting untuk mengembalikan Kalimantan sebagai tempat nyaman dan bebas konflik SARA.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ..................................................................... iii
SURAT PENGESAHAN ............................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah dan Tujuan ....................................................... 6
C. Kegunaan Penelitan ........................................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
E. Kerangka Teori............................................................................... 11
1. Partisipasi ................................................................................. 12
2. Teori Konflik dan Resolusi Konflik ......................................... 13
F. Metodologi Penelitian .................................................................... 30
1. Jenis Penelitian ......................................................................... 30
2. Sumber Data ............................................................................. 31
3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 31
a. Observasi ............................................................................ 32
b. Wawancara ......................................................................... 32
c. Dokumentasi ...................................................................... 34
d. Teknik Pengolahan Data .................................................... 34
e. Pendekatan Sosiologis ........................................................ 34
G. Sistematika Pembahasan ................................................................ 35
xii
BAB II KONFLIK KEAGAMAAN DI KALIMANTAN ......................... 37
A. Kalimantan Pra-Konflik ................................................................. 37
B. Konflik Keagamaan di Kalimantan ................................................ 43
C. Kalimantan Pasca-Konflik ............................................................. 48
BAB III PESTA SENI BUDAYA DAYAK KALIMANTAN .................... 50
A. Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan ........................................... 50
1. Latar Belakang ........................................................................ 50
2. Penyelenggaraan PSBDK dari I-XII ....................................... 53
3. Agenda Rutin........................................................................... 56
4. Prestasi yang Pernah Tercapai................................................. 57
5. Peserta Kegiatan ...................................................................... 59
6. Standar Umum Pelaksanaan Kegiatan .................................... 61
BAB IV PARTISIPASI MAHASISWA MUSLIM DAN PSBDK
SEBAGAI MEDIA RESOLUSI KONFLIK ............................... 63
A. Partisipasi Mahasiswa Muslim ...................................................... 63
B. PSBDK Sebagai Media Resolusi Konflik ..................................... 73
C. Dampak Partisipasi Mahasiswa Muslim ....................................... 77
1. Faktor Pendukung ................................................................... 73
2. Faktor Penghambat .................................................................. 74
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 76
A. Kesimpulan.................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 82
CURICULUM VITAE ................................................................................... 89
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I : Luas Wilayah Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RT/RW/P) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2003 ............ 39
Tabel II : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir Provinsi
Kalimantan Tengah 2012-2014 ................................................ 41
Tabel III : Data Penduduk Berdasarkan Etnis Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2003 ............................................................................... 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan ragam budaya
dan tradisi. Setiap provinsi memiliki ciri khas yang berbeda, akan tetapi
terangkum dalam satu kesatuan dengan semboyan negara Bhineka Tunggal
Ika, yang artinya walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua.
Keanekaragaman ini menjadi ciri khas bangsa yang patut dilestarikan dan hal
tersebut terdapat pada penjelasaan pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945, yang
merumuskan bahwa kebudayaan timbul sebagai buah usaha budi rakyat
Indonesia seluruhnya.1
Kebudayaan lama dan otentik di segenap penjuru nusantara tidak lain
merupakan puncak kebudayaan dan kejayaan peradaban bangsa di masa lalu.
Untuk mewarisi hal tersebut, maka diperlukan upaya-upaya sehingga
kebudayaan yang dimaksud tetap terarah pada proses kemajuan dan terhindar
dari proses stagnan dan kemunduran. Terutama dalam peranannya
menghadapi budaya, pengetahuan, serta nilai-nilai lain dari peradaban asing
(baru), atau yang lebih sering dikenal dengan istilah modernisasi. Hal tersebut
1 Jimmy Oentoro , Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa; Membangun
Bhineka Tunggal Ika di Bumi Nusantara,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 38-39.
2
tidak lain merupakan inovasi kebudayaan yang bertujuan semata-mata untuk
mempertinggi derajat bangsa Indonesia di kancah dunia.2
Secara perlahan perkembangan zaman menuntun generasi muda
khususnya pada era baru yang harus dipahami sebagai tantangan kemandirian
tradisi. Untuk itu dibutuhkan suatu daya dan kreativitas di kalangan mudanya
dalam hal berproses, berdaya saing, dan yang terpenting tetap menjaga tradisi
dan identitas budaya tidak tercerabut dari akarnya.
Dalam tulisan yang bertajuk ―Perubahan Sosiokultural‖, Kuntowijoyo
berpendapat, bahwasanya seringkali sistem sosial maupun budaya mengalami
pembaharuan di kalangan muda-terpelajar yang hidup merantau di kota. Hal
ini dikarenakan golongan tersebut terus bersosialisasi dengan entitas-entitas
kebudayaan dominan yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi sekaligus
menggeser budaya asal golongan tersebut secara paradigmatis.3
Sebagai bagian dari generasi muda yang merantau, pelajar dan
mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia telah berhasil menghimpun diri
dalam bentuk organisasi berlatar belakang kedaerahan, atau suku dan etnik
tertentu. Tujuannya tidak lain sebagai wadah untuk mengakrabkan diri antar
sesama perantau se-daerah asal, tempat bersosialisasi sekaligus mendalami
nilai-nilai ataupun pengetahuan bersumber dari kebudayaan asal dan
memperkenalkan budaya asal ke tanah rantau melalui ragam media.
2 Jimmy Oentoro , Indonesia Satu,…..,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010),
hlm. 85. 3 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm.
35.
3
Bentuk organisasi pun sangatlah beragam. Baik berupa organisasi yang
memiliki keterikatan dengan pemerintah daerah seperti Ikatan Pelajar dan
Mahasiswa Daerah (IKPMD), maupun sejenis paguyuban ataupun sanggar
untuk bidang kesenian tertentu. Kerja-sama dan keterkaitan antar perkumpulan
seringkali terlihat dalam ragam agenda yang dilaksanakan. Keragaman dan
keterkaitan tersebut adalah upaya untuk menghindari dari pandangan
stereotype tentang organisasi daerah yang seringkali dituduh sebagai wadah
pemicu fanatisme kedaerahan, dll.
Salah satunya cerminan keragaman dan keterkaitan tersebut terdapat
pada agenda organisasi pelajar dan mahasiswa yang berasal dari daerah
Kalimantan. Melalui perkumpulan beragam organisasi kedaerahan se-
Kalimantan, budaya Kalimantan diperkenalkan di tanah rantau melalui acara
Pentas Seni Budaya Dayak Kalimantan (PSBDK) atau yang sering disebut
festival Gawai Dayak. Dalam kegiatan ini, berbagai macam kegiatan kesenian
dan kebudayaan dari berbagai wilayah se-Kalimantan ditampilkan di hadapan
khalayak ramai dengan sangat harmonis. Pun ditambah dengan penampilan
produk kesenian dan budaya se-Indonesia yang sangat beragam sebagai tamu
undangannya.
Kegiatan ini mendapat apresiasi yang sangat baik di kalangan pelajar
dan mahasiswa (terutama kalangan mahasiswa Kalimantan sebagai
penyelenggara) yang berdomisili di Yogyakarta. Hal ini berimplikasi pada
mahasiswa Kalimantan yang ada di Yogyakarta untuk menyelenggarakan
kegiatan ini sebagai agenda rutin tahunan. Tercatat PSBDK telah dilaksanakan
4
sejak tahun 2002 hingga 2015 lalu dan pada 3 tahun belakangan ini, telah
diikuti oleh lebih dari 40 organisasi serta sanggar kebudayaan daerah se-Pulau
Jawa setiap tahunnya.
Diantara para pelajar dan mahasiswa, baik pihak penyelenggara
maupun pengunjung acara tersebut, terdapat sejumlah mahasiswa muslim
yang berasal dari Kalimantan. Menjadi menarik dikarenakan golongan ini
menjadi partisipan aktif dalam kegiatan tersebut. Padahal jika ditilik dari akar
budaya Dayak sendiri, sangatlah bertolak belakang dengan kebudayaan Islam.
Hal ini dikarenakan akar budaya Dayak bukanlah bersumber dari ajaran Islam,
akan tetapi, bersumber dari kepercayaan lokal Dayak, Kaharingan4.
Walaupun Islam sudah lama memiliki pengaruh di tanah Kalimantan,
tidak berarti proses budaya Dayak telah mengalami proses akulturasi ataupun
asimilasi yang baik sebagaimana beberapa daerah di Indonesia. Hal ini
terbukti dengan jumlah populasi muslim di Kalimantan sejak zaman dulu
hanya bertempat tinggal di daerah pusat ekonomi. Sedangkan kaum Dayak,
memilih membuka lahan baru di tengah hutan Kalimantan dan melahirkan
budayanya di sana.5
Kenyataan perbedaan tersebut ternyata tidak menghalangi para
partisipan muslim untuk turut memeriahkan acara daerah tersebut. Sedangkan
ditempat asal, beberapa golongan Dayak masih sering terlibat konflik dengan
golongan muslim.
4 Syamsir Salam, Agama Kaharingan:Akar-akar Budaya Dayak Kalimantan Tengah.
(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009), hlm. 15-17. 5 Victor T. King, Kalimantan Tempo Doeloe, terj. The Best of Borneo Travel,
(Depok: Komunitas Bambu, 2013), hlm. 97.
5
Hal ini tergambarkan dengan jelas pada pertengahan tahun 2012, telah
terjadi konflik antara pemuda dayak dengan golongan muslim di Kalimantan
Barat. Konflik ini bermula ketika sekumpulan mahasiswa dayak di Pontianak
membentangkan spanduk penolakan terhadap salah satu organisasi masyarakat
(ormas) islam di depan asrama mereka. Menurut mereka, keberadaan ormas
tersebut hanya akan mengganggu ketentraman di wilayah Pontianak tersebut6.
Ummat Islam Pontianak, terutama yang menjadi simpatisan ormas
tersebut merasa tersinggung dengan perlakuan para mahasiswa dayak tersebut.
Oleh pimpinannya, telah diserukan untuk melakukan ―jihad‖ melawan pemuda
dayak yang telah diberi label ―kafir‖. Walaupun kedua belah pihak
menyatakan tujuannya untuk menjaga ketentraman, pada kenyataannya, yang
dilakukan tidak lain adalah merusak ketentraman itu sendiri.7
Pada tahun yang sama, secara keseluruhan mahasiswa Kalimantan
menyelenggarakan acara PSBDK ke 10 yang bertempatan di Forum Pelajar
dan Mahasiswa Kabupaten Bangkayang, Yogyakarta. Tanpa menghiraukan
memanasnya konflik yang terjadi di daerah asal, mahasiswa dayak di
Yogyakarta mampu merangkul golongan mahasiswa muslim asal Kalimantan
untuk turut aktif sebagai partisipan acara. Penyelenggaraan PSDBK yang ke
10 saat itu, secara tidak langsung menunjukkan cara menjaga keragaman dan
6 Shoddiq Ramadhan, Sultan Pontianak Pimpin Ummat Islam berhadapan dengan
Dayak Kafir di Kalbar . (http://www.suara-islam.com/read/index/4328/Sultan-Pontianak-Pimpin-Umat-Islam-Berhadapan-dengan-Dayak-Kafir-di-Kalbar), diakses pada tanggal 10/02/2016. Pukul 14:46 WIB.
7 Siraaj Mujahid, Kafir Dayak Menolak FPI, Ummat Muslim Kalbar Mengepung
Asrama Dayak, (http://www.arrahmah.com/read/2012/03/15/18793-kafir-dayak-menolak-fpi-umat-muslim-kalbar-mengepung-asrama-dayak.html) diakses pada tanggal 10/02/2016. Pukul 14:46 WIB.
6
perbedaan dalam sebuah ikatan sajian kebudayaan yang indah dan minim
konflik.
Dengan keharmonisan antara partisipan golongan mahasiswa dayak
dan muslim asal Kalimantan dalam kegiatan PSBDK tersebut, telah menjadi
contoh proses resolusi konflik antar-etnik maupun agama di daerah asalnya.
Selain itu, adanya PSDBK sebagai wadah dialog antar mahasiswa Kalimantan
semakin berpengaruh bagi para partisipannya, baik dalam tindakan sosial
keagamaan ataupun kebudayaan, maupun sebagai wadah pembentuk resolusi
konflik yang terjadi di daerah asal.
Melihat fenomena diatas penulis tergugah untuk melakukan penelitian
tentang Partisipasi Mahasiswa Muslim Sebagai Agen Resolusi Konflik
Keagamaan (Studi Kasus Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Yogyakarta).
B. Rumusan Masalah dan Tujuan
Berdasarkan pemaparan umum dan ruang lingkup penelitian untuk
menghindari interpretasi yang berbeda, maka penulis perlu membatasi pokok
permasalahan dalam pembahasan penelitian ini. Adapun batasan penelitian
yang dimaksud penulis adalah Partisipasi Mahasiswa Muslim Sebagai
Resolusi Konflik Keagamaan Daerah (Studi Kasus Pesta Seni Budaya Dayak
Kalimantan Yogyakarta).
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka ada beberapa
yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
7
1. Bagaimanakah Partisipasi Mahasiswa Dalam Menanggapi Konflik
Keagamaan Yang Terjadi Dikalimantan?
2. Bagaimanakah pengaruh Partisipasi Mahasiswa Muslim dalam Pesta Seni
Budaya Dayak Kalimantan terhadap resolusi konflik keagamaan daerah?
Merujuk pada rumusan masalah penelitian tersebut di atas maka
adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses partisipasi mahasiswa muslim asal Kalimantan
dalam kegiatan Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan di Yogyakarta
2. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan Pesta Seni Budaya Dayak
Kalimantan terhadap konflik keagamaan di daerah asal.
C. Manfaat Penelitian
Penulis berharap kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat semaksimal mungkin, antara lain:
1. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu sumbangan dan informasi
terhadap masyarakat luas mengenai proses perubahan tindakan sosial dan
perubahan budaya, terutama terhadap tindakan sosial agama di kalangan
kaum muda perantau.
2. Manfaat teoritis
Sebagai bahan kajian dalam memahami penelitian ini sehingga dapat
menyumbang dan memperkaya pengetahuan sosiologi terutama dalam
kajian proses perubahan tindakan sosial dan budaya di kalangan generasi
8
muda perantau. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan
sumbangan terhadap pengayaan khasanah bagi pengembangan
pengetahuan. Terutama dalam proses interaksi antar sosial-budaya di
Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mendapatkan penelitian yang otentik maka penulis melakukan
tinjauan pustaka sebagai pedoman perbandingan untuk penelitian lebih lanjut
dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pertama, skripsi Murniati mahasiswa Fakultas ISIP Universitas
Sebelas Maret Surakarta tahun 2008 berjudul, Partisipasi Masyarakat dalam
Pengembangan Desa Wisata (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Partisipasi
Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata di Desa Wirun Kecamatan
Mojolaban Kabupaten Sukoharjo). Setelah dilakukan analisis teori partisipasi
dari Roothman, telah dilakukan ketiga tahapan partisipasi yakni pembangunan
lokalitas, perencanaan sosial serta aksi sosial. Walau dari ketiga tahap tersebut
telah dilaksanakan mulai dari sosialisasi, promosi, pembentukan Kelompok
Sadar Wisata, kerjasama dengan hotel-hotel yang ada di Solo, namun di masa
tertentu hasil yang diinginkan tidak dapat tercapai.
Skripsi ini memberi sumbangan penting terhadap konsep partisipasi
yang dimaksud oleh penulis. Baik berupa definisi dan teori partisipasi itu
sendiri, maupun dampak dari pengaplikasiannya di kehidupan sosial
masyarakat. Selain itu, skripsi ini juga memberikan gambaran tentang
9
tantangan dan peluang yang akan dihadapi penulis ketika membedah problem
masyarakat dalam teori partisipasi itu sendiri.
Kedua, Artikel ilmiah yang ditulis oleh Pujiwiyana dalam Jurnal Seni
dan Budaya berjudul, ―Perubahan Perilaku Masyarakat Ditinjau Dari Sudut
Budaya‖.8 Fokus penelitian ini adalah pola-pola pengembangan pendidikan
kebudayaan Prinsip keanekaragaman (diversity) dan keharusan untuk
mempertahankan hal tersebut. Dari penelitian ini, penulis menemukan
gambaran terkait pentas budaya dalam masyarakat urban (perkotaan) sangat
berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat begitu pun sebaliknya.
Terkadang, dari pentas kebudayaan, dialog antar sub budaya yang terdapat
pada masyarakat bisa diselesaikan dengan baik.
Menurut Pujiwiyana hal ini dikarenakn kebudayaanlah yang
memberikan kepada warga masyarakat (people) rasa memiliki dan identitas,
sehingga pembangunan kebudayaan yang terpenting bagi masyarakat. dengan
cara mengkolaborasikan antara sub budaya, diharapkan mampu
mengantisipasi perubahan perilaku masyarakat.
Satu cara untuk mendorong masyarakat yang sehat adalah mendorong
partisipasi luas dalam aktivitas-aktivitas kebudayaan, sehingga kesenian,
musik, teater, dan tari menjadi sesuatu yang dilakukan dan bukan hanya
ditonton oleh masyarakat. Aktivitas-aktivitas ini sendiri punya potensi untuk
pembangunan masyarakat progresif, karena mempunyai kekuatan untuk
mengilhami, menginformasikan dan menyatukan suatu masyarakat. Maka dari
8 Pujiwiyana, ―Perubahan Perilaku Masyarakat Ditinjau Dari Sudut Budaya‖. Jurnal
Seni dan Budaya vol. 01. No. 01. November 2010. hlm. 23-34.
10
itu mendorong partisipasi di dalam aktivitas-aktivitas kebudayaan merupakan
bagian penting dari pembangunan masyarakat.
Ketiga, tulisan Juariyah dalam Jurnal Ilmu Komunikasi dengan judul,
―Miskomunikasi Antarbudaya Mahasiswa Pendatang Di Kabupaten Jember‖.9
Dalam penelitian ini digambarkan bahwasanya mahasiswa luar daerah yang
datang ke Jember seringkali mengalami kesulitan dalam proses adaptasi ketika
mereka kos di tempat yang baru dan asing bagi mereka karena perbedaan latar
belakang budaya.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perbedaan budaya yang
melatarbelakangi konflik yang terjadi antara para penghuni kos, dan
bagaimana solusi yang ditempuh agar tidak terjadi kesalahpahaman
berkomunikasi akibat perbedaan budaya di kalangan mahasiswa. Cara
menyesuaikan diri mahasiswa pendatang di Kota Jember dilakukan dengan
proses yang relatif lama dan sarat pertentangan. Pertentangan (konflik)
tersebut pada akhirnya menjadi dasar bagi perubahan diwilayah tindakan
sosial, dan nilai-nilai baru yang lahir di Kota Jember sendiri.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesalahpahaman antarbudaya
mahasiswa luar daerah yang terjadi memiliki banyak dampak terhadap tata
nilai sosial yang berlaku. Baik bagi warga Jember maupun mahasiswa
pendatang tersebut.
Karya-karya ilmiah sebelumnya memiliki keterkaitan tertentu dengan
bagian-bagian yang akan diteliti oleh penulis, namun, tidak merata secara
9 Juariyah, ―Miskomunikasi Antarbudaya Mahasiswa Pendatang Di Kabupaten
Jember‖. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012. hlm. 251-261.
11
keseluruhan. Hal tersebut mendorong penulis untuk mencermati secara
spesifik mengenai, Dampak Partisipasi Mahasiswa Muslim Kalimantan dalam
Kegiatan Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Yogyakarta, ditinjau dari
sudut pandang sosiologi dan resolusi konflik.
E. Kerangka Teoritis
1. Partisipasi Sosial
Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi.
Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa
Inggris “participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikut-
sertaan.10
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat
dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam
bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu,
keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati
hasil-hasil kegiatannya.11
Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan
Dedi Supriadi, adalah pembuat keputusan menyarankan kelompok atau
masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat,
barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa
10 John M. Echos and Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 2009) hlm. 419. 11 I Nyoman Sumaryadi, Efektifitas Implementasi Otonomi Daerah, (Jakarta: Citra
Utama, 2007) hlm. 46.
12
kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka,
membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.12
H.A.R.Tilaar mengungkapkan partisipasi adalah sebagai wujud dari
keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi
dimana diupayakan antara lain perlunya perencanaan dari bawah (bottom-
up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan
pembangunan masyarakatnya.13
Menurut Sundariningrum partisipasi diklasifikasikan menjadi 2
(dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :
a. Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu
dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang
dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan,
mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap
ucapannya.
b. Partisipasi tidak langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak
partisipasinya.14 Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat
disimpulkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau
kelompok dalam pencapaian tujuan dan adanya pembagian
12 Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), hlm. 201-202. 13 H.A.R Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional
dalam Pusaran Kekuasaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hlm. 287. 14 Sundariningrum, Partisipasi Masyarakat, (Yogyakarta: Pelajar Yogyakarta, 2001),
hlm. 34-36.
13
kewenangan atau tanggung jawab bersama. Dalam keseharian, teori
partisipasi lebih banyak digunakan untuk urusan pendidikan komunal
dan kegiatan publik lainnya.
2. Teori Konflik dan Resolusi Konflik
a. Pengertian Konflik
Konflik secara etimologi berasal dari bahasa Latin configure,
yang berarti saling memukul. Konflik menurut Antonius merupakan
suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi,
menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi
antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi.15
Konflik merupakan elemen yang turut membangun
perkembangan masyarakat. Banyak diantara para sosiolog
mendefinisikan konflik sebagai proses pertentangan yang
diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung
mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi
konflik yang menghasilkan keluaran konflik.16
Secara sosiologis, konflik lahir karena adanya perbedaan-
perbedaan yang tidak atau belum dapat diterima oleh satu individu
dengan individu lain atauantara suatu kelompok dengan kelompok
tertentu. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan antara individu-
individu (ciri-ciri badaniah), perbedaan unsur-unsur kebudayaan,
15 Antonius, dkk. Empowerment, stress, dan konflik. (Jakarta: Ghalian Indonesia,
2002) hlm. 175 16 Den G. Pruit dan Jeffry Z. Rubbin, Teori konflik Sosial, (cet. III; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 4-6.
14
emosi, perubahan sosial yang terlalu cepat, perbedaan pola-pola
perilaku, dan perbedaan kepentingan.17
Konflik pada hakikatnya terbagi atas dua jenis yaitu:
1) konflik vertikal atau konflik antara kelas atas (penguasa) dan kelas
bawah (yang dikuasai).
2) konflik horizontal atau konflik yang terjadi di antara kelas yang
sama.
Coser membedakan konflik menjadi dua tipologi, yakni
konflik realistis dan konflik non-realistis yaitu:
1) Konflik realistis adalah konflik yang berasal dari kekecewaan
terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan
dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan
yang ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan.
2) Konflik non-realistis konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan
saingan yang antagonistik,tetapi dari kebutuhan untuk meredakan
ketegangan, paling tidak dari satu pihak.
Pemahaman konflik dengan menggunakan kerangka teori
hakikat konflik dan tipologi konflik dapat menjadi dasar dalam
memberikan kerangka penyelesaian konflik.
Menurut pandangan Burton dalam Kolopaking, menyebutkan
bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan dalam tiga bentuk sebagai
berikut:
17 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2007) , hlm. 75-76.
15
1) By Alternative Dispute Resolution
Melalui manajemen untuk menemukan alternative jalan keluar
sebuah perselisihan agar dapat menampung atau membatasi
konflik. Keberadaan konflik dalam masyarakat perlu dimanajemen
dengan baik, sehingga tidak melebar kepada konflik yang lainnya.
Salah satu strategi dalam pemecahannya adalah mencari alternatif
solusi terhadap keberadaan konflik.
2) Settlement
Penyelesaian konflik dengan menggunakan proses yang bersandar
pada wewenang dan hukum yang dapat dipaksakan oleh kelompok
elit. Pertikaian dalam masyarakat sebagai sekelompok orang yang
dikuasai dan menguasai menjadi bagian terpenting dari penguasa
untuk melerai terjadinya konflik. Penguasa sebagai yang
menguasai mempunyai peran penting dalam penyelesaian konflik
yang berada didaearah kekuasaannya. Penyelesaian konflik seperti
ini membutuhkan konsep pemikiran dari para elit penguasa dalam
pemecahannya, sehingga keberadaan penguasa menjadi sentralistik
dengan memberikan solusi-solusi alternatif terhadap konflik yang
ada.
3) Resolusi Konflik
Sumber konflik menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam
penyelesaian dengan analisis rasioanl empiris dalam
pengelolaannya, pertimbangan pertimbangan itu melihat dari
16
individu dan kelompok masyarakat yang berkonflik, misalnya
indentitas, kelompok, pengakuan, dan berbagai perubahan untuk
memenuhi kebutuhannya. Resolusi konflik menjadi bagian
terpenting dalam penyelesaian konflik, baik konflik yang skala
besar maupun konflik antar individu sekalipun.18
Konflik merupakan sebuah dogma masyarakat terhadap
struktural fungsional yang semakin luas dengan pelbagai perbedaan
secara substantif dari perubahan dan perkembagan masyarakat.
Keberadaan konflik memberikan ruang kepada seluruh lapisan
masyarakat untuk sadar dan mengerti makna dari bermasyarakat,
terutama dalam konsep masyarakat modern saat ini, situasi konflik
bisa saja terjadi dimana saja, tanpa mengenal ruang dan waktu
sesuai dengan keberadaan perbedaan itu sendiri, baik terhadap
individu dengan individu, atau individu dengan kelompok atau
kelompok dengan kelompok.19
Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin
configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius,konflik
adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat
menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana
18 Lala Mulyowibowo Kolopaking, dkk, ―Jejaring Sosial dan Resolusi Konflik
Masyarakat di Pedesaan (Kasus di Pulau Saparua Provinsi Maluku)‖, Jurnal Pertanian Indonesia, Vol. 12, No. 03, Desember 2007, hlm. 188-203.
19 Andik Wahyun Muqoyyiidin. ―Potret Konflik Bernuansa Agama diIndonesia; Signifikansi Model Resolusi Berbasis Teologi Transformatif‖. Analisis, Volume XII, Nomor 2, Desember Tahun 2012. h. 322.
17
hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam
hubungan antar pribadi.20
Kelahirannya ditimbulkan oleh suatu paradigma yang
melekat dalam masyarakat bahwa eksistensi individu atau
kelompok mempunyai peran lahirnya konflik, terutama dalam
mempertahankan keberadaan kelompok tertentu untuk menguasai
dan menjadikan kelompok lain untuk dikuasai.
Pandangan dalam menyikapai konflik yang berkaitan dengan
perbedaan indentitas menurut sudut pandang kelompok ahli yaitu:
Pertama, pandangan primordialis. Perbedaan-perbedaan genetika
seperti suku, ras, dan agama menjadi sumber utama dari sebuah
gesekan-gesekan antar kelompok genetik yang mempunyai tujuan-
tujuan yang diharapkan dengan kepentingan-kepentingan yang ada
didalamnya, sehingga pada akhirnya terjadi sebuah benturan-
benturan yang tidak dapat dihindarkan dengan keinginan untuk
tetap eksis dalam diri kelompok itu sendiri. Perspektifnya adalah
ketika suatu kelompok merasa dirugikan oleh kelompok lain, maka
hal itu menjadi penentu terjadinya sebuah konflik, beberap kasus
yang terjadi diberbagai daerah yang sampai hari ini masih menjadi
pergulatan antar kelompok yang berkonflik, yang terakhir adalah
kasus syiah di sampang yang menjadi sorotan nasional, bahkan
hingga internasional. Konflik memang tidak melihat secara
20 Antonius, dkk. Empowerment; Stress dan Konflik.2002.Jakarta: Ghalian Indonesia.
Hal. 175.
18
realistis, bahwa setiap sesuatu yang bertentangan dengan keberadan
lingkungannya yang sudah menjadi nilai-nilai kehidupan.
Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Suku, agama dan
identitas lainnya merupakan sebuah media untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, secara material maupun non-material, sehingga
segala bentuk keinginan dan tujuan baik individu atau kelompok
dalam hal ini merupakan sebuah keharusan untuk menjadikan
diskursus yang terus dikembangkan dan ditingkatkan sebagai
pemenuhan terhadap capaian yang diharapakan. Oleh karena itu,
ketika kelompok dengan tujuan yang diinginkan, maka gesekan
dari setiap keinginan kelompok itu menjadi sebuah kewajiban yang
harus terus dilakukan. Persinggungannya adalah jika beberapa
kelompok dengan tujuan yang berbeda sesuai dengan capaiannya,
maka konflik tidak dapat terhindarkan jika capaian itu tidak sesuai
dengan harapan, dan menyalahkan kelompok lain sebagai
penghambat dari tujuan kelompoknya.
Ketiga, kaum konstruktivis, yang beranggapan bahwa
identitas kelompok tidak bersifat kaku, etnisitas bagi kelompok ini
dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial.
Kelompok ini berpandangan bahwa semua kelompok etnis dalalm
suatu masyarakat adalah sebagai konektivitas untuk mencapai
tujuan secara bersama dengan konsep jaringan yang dibangun
dengan system kerjasama yang saling menguntungkan satu sama
19
lain, serta saling membutuhkan dalam berbagai kegiatan. Sehingga
capaian tujuan dari suatu kelompok akan membantu tujuan dari
kelompok yang lainnya.21
Konflik antara individu menjadi bagian terpenting dalam
ketentraman sosial kemasyarkatan yang rentan terjadi dipelbagai
kalangan masyarakat, terutama dalam strata sosialnya, antar kelas
atas dan kelas bawah. Hal itu dipicu oleh paradigma yang ada,
sehingga perbandingan terhadap status sosial tidak terhindarkan
yakni generalized cultural berupa otoritas dan pengetahuan kelas
atas yang lebih tinggi dan particularized cultural.
Sedangkan konflik peran timbul apabila seseorang harus
memilih peranan dari dua atau lebih status yang dimilikinya.
Konflik peranan timbul, ketika seseorang merasa tertekan dengan
peran yang dimiliknya, dengan persepsi bahwa peran yang
disandangnya tidak sesuai dengan status yang dimilikinya,
sehingga dalam perjalan peran itu menjadi bagian dari konflik yang
menyertainya sebagai konskuensi hirarki dari paradigma yang ada.
Akibatnya, ia tidak melaksanakan peranannya dengan ideal.
Konflik dalam satu peran, yaitu suatu konflik yang terjadi karena
seorang individu dalam waktu yang sama harus melakukan peranan
yang berbeda.
21 Ramadhanita Mustika Sari, ―Jaring Pengaman Pencegah Konflik: Kasus
Masyarakat OKU Timur‖, Tesis, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri, 2011), h. 21.
20
Rahayuningiyas dan Sudrajat, dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa pendekatan konflik terhadap stratifikasi
dapat diturunkan menjadi tiga prinsip. Pertama, bahwa orang hidup
dalam dunia subjektif yang dibangun sendiri. Prinsip ini
menunjukkan bahwa kehidupan manusia dalam menentukan arah
hidupnya ditentukan oleh subyektifitas tujuan hidup yang dibangun
melalui perilaku dan tingkah lau serta kebiasaan-kebiasaan yang
memberikan eksistensi untuk melegitimasi bahwa kehidupannya
dibentuk oleh dirinya sendiri, sehingga penguasaan terhadap
kepemilikan yang dimilikinya menjadi keharusan untuk
dipertahankan dengan segala macam konflik yang menghantui
disekitarnya.
Artinya bahwa, stratifikasi sosial dalam prinsip ini
membangun sebuah pola internalisasi sosial kemasyarakatan yang
berkaitan langsung dengan individualisme diri manusia itu sendiri,
orang lain tidak mempunyai hak untuk mengganggunya dengan
cara apapun. Kekuasaan misalnya yang melekat terhadap
pembangunan individu ini, cenderung tidak mengindahkan konsep
interaksi hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ketika ada
ketidaknyamanan dengan kepemilikan dirinya, baik yang
diakibatkan oleh diri sendiri atau oleh orang lain, maka konflik
individu tidak dapat dihindari, sehingga penyelesaiannya perlu
21
diselesaikan secara individu untuk memastikan positif dan
negatifnya suatu konflik.
Kedua, orang lain mempunyai kekuasaan untuk
mempengaruhi atau mengontrol pengalaman subjektif seorang
individu. Kontrol terhadap masyarakat yang lain berpotensi adanya
konflik dari persfektif stratifikasi sosial, dengan paradigma yang
dibangun terhadap urusan orang lain yang mengakibatkan kepada
hal yang negatif ketika seseorang membicarakan orang lain,
dengan latar belakang fitnah yang biasa berkembang di masyarakat
terhadap pembicaraan yang dilakukan membuat orang lain tidak
nyaman, karena fakor yang mempengaruhinya. Hal ini berdampak
adanya konflik diantara individu yang mengontrol kehidupan orang
lain dalam persfektif apapun dan dengan cara apapun.
Ketiga, orang lain sering mencoba mengontrol orang yang
menentang mereka, akibatnya adalah kemungkinan terjadinya
konflik individu. Kebiasaan-kebiasaan sebagai kodrat manusia
yang mempunyai nilai buruk dan baik dalam kehidupannya
menjadi sebuah pertentangan dalam penilaian terhadap orang yang
melakukan pertentangan terhadap kekuasaan yang dibangun oleh
individu. Membicarakan dan mengkritisi penguasa dalam konsep
pemahaman untuk memperbaiki sistemnya, menjadikan sebagai
indikator konflik antara idividu. Hal itu akan kembali kepada niat
dan tatacara bagaimana individu mengelola pola ketidaksepahaman
22
dalam penerapan interaksinya, sehingga jika konspirasi yang
dibangun adalah untuk mematahkan dan melemahkan individu
yang lain, maka konflik akan berada ditengah-tengahnya sebagai
konskuensi dalam pertentangannya.22
Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif
bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat
kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama
juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama.
Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat
hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari
agama.23 Dengan menggunakan kerangka teori Hendropuspito,
penulis ingin menyoroti konflik antar kelompok di Kalimantan,
dibagi dalam empat hal, yaitu:
a) Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam
bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan
doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu. Perlu
disadari bahwa setiap pihak mempunyai gambaran tentang
ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan,
memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya.
Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi
22 Defi Arini Rahayuningtias dan Arief Sudrajat, ―Konflik dan Pola Defiance Warga
Perwira di Komplek Militer”, Jurnal Paradigma, Volume 01,Nomor 03, Tahun 2013, hal. 5-6. 23 Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta; Kanisius. 1993). Hal 151-168.
23
selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri
selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai
menurut patokan itu.
b) Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama
memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku
dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab
lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok
dalam masyarakat.
c) Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan
membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak
sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya
dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya
modern.
d) Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi
dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah
masalah mayoritas dan minoritas golongan agama. Di berbagai
tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk cenderung
merupakan kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang
ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah
golongan minoritas. Dalam contoh beberapa kasus, golongan
24
minoritas melakukan konsolidasi kekuatan massa untuk
melawan dominasi golongan mayoritas.
b. Resolusi Konflik
Resolusi konflik memiliki makna yang berbeda- beda menurut
para ahli yang fokus meneliti tentang konflik. Menurut Mindes resolusi
konflik merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan
dengan yang lainnya dan merupakan aspek penting dalam
pembangunan sosial dan moral yang memerlukan keterampilan dan
penilaian untuk bernegoisasi, kompromi serta mengembangkan rasa
keadilan.
Resolusi konflik yang dalam bahasa Inggris adalah conflict
resolution memiliki makna yang berbeda-beda menurut para ahli yang
fokus meneliti tentang konflik. Resolusi dalam Webster Dictionary
menurut Levine adalah (1) tindakan mengurai suatu permasalahan, (2)
pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan permasalahan.
Sedangkan Weitzman & Weitzman mendefinisikan resolusi
konflik sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve a
problem together).24 Lain halnya dengan Fisher et al yang menjelaskan
bahwa resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik
24 Morton, Deuch dan Peter T. Coleman. 2001. The Handbook of Conflic
Resolution; Theory and Practice. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher. Hal 197.
25
dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama
diantara kelompok-kelompok yang berseteru.25
Resolusi konflik adalah istilah komprehensif yang
mengimplikasikan bahwa sumber konflik yang telah berakar sekalipun
akan diselesaikan.26 Gagasan utama dari konsep ini adalah terciptanya
suatu konsensus di antara pihak-pihak yang berkonflik di mana di
dalamnya terdapat upaya untuk menyeimbangkan kepentingan di
antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga tercapai suatu
kesepakatan bersama atau konsensus yang sifatnya saling
menguntungkan. Atau dapat juga dikatakan jika resolusi konflik
merupakan suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berperang masuk
ke dalam suatu perjanjian politik yang dapat membantu untuk
menyelesaikan konflik mereka, dan menghentikan segala perilaku
kekerasan satu sama lain.
Di dalam kecenderungan kehidupan sosial yang sulit lepas dari
konflik, resolusi konflik hadir untuk mengarahkan konflik ke arah
kerja sama dan konsensus.. Konsep resolusi konflik tidak mengklaim
bahwa manusia bisa hidup tanpa mengalami persaingan dan konflik,
namun lebih mengajak untuk bersama-sama menuju masa depan di
25 Fisher, Simon et al. 2001. Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi untuk
Bertindak. Jakarta: The British Council. Hal. 07. 26 Hugh Miall, dkk. Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan,
Mencegah, Mengelola, dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras. Edisi terjemahan. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2001), hal. 31.
26
mana konflik dikelola secara produktif, bukan dengan cara destruktif,
dan melalui kerja sama di manapun itu dimungkinkan.
Dalam konsep resolusi konflik dikenal konsep negosiasi yang
menjadi alat bagi masing-masing individu atau kelompok
menghasilkan suatu kerjasama atau konsensus. Negosiasi didefinisikan
sebagai suatu proses di mana induvidu atau kelompok yang bertikai
mencari cara untuk mengakhiri atau menyelesaikan konflik mereka.
Proses ini biasanya melalui mediasi yang melibatkan intervensi pihak
ketiga.27
Resolusi dihasilkan sebagai strategi untuk menangani konflik
terbuka yang terjadi dengan harapan tidak hanya mencapai suatu
kesepakatan untuk mengakhiri kekerasan tetapi juga diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan yang menjadi penyebab konflik itu.28
Konflik yang hadir di dalam kehidupan sosial tidak lantas
didasari oleh penyebab yang sama. Karakteristik konflik yang timbul
karena adanya perbedaan pandangan dalam memahami suatu
persoalan, perbedaan kepentingan dan penyebabnya yang beraneka
ragam juga menyebabkan keanekaragaman sifat konflik itu sendiri.
Sering kali perbedaan dari sifat-sifat konflik yang terjadi juga
mengahasilkan resolusi yang berbeda, misalnya poin-poin dalam
27 Morgan Brigg. The New Politics of Conflict Resolution - Responding to
Difference, (New York: Palgrave Macmillan, 2008), hal. 1. 28 Hugh Miall, dkk. Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan,
Mencegah, Mengelola, dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama dan Ras. Edisi terjemahan. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 31-32.
27
kesepakatan pihak yang berkonflik yang disebabkan oleh ketidakadilan
ekonomi dan politik tentu akan memiliki perbedaan substansial dengan
pihak yang berkonflik karena dilatari oleh kebebasan berpendapan atau
akses informasi. Ketika kita kembali mengelaborasi mengenai konsep
dari resolusi konflik, maka dapat dipahami jika konsep itu mengajak
pihak-pihak yang berkonflik masuk ke dalam suatu perjanjian politik
untuk mengejar suatu konsensus dan dapat membantu menyelesaikan
sumber-sumber konflik yang ada.29
Perjanjian politik atau kesepakatan yang berusaha dihasilkan
dibuat melalui suatu forum bersama yang serius dan ditandatangani
oleh masing-masing pihak secara formal. Kesepakatan yang bersifat
politik sangat diperlukan, karena jika mengacu pada pandangan
Clausewitz, konflik atau peperangan adalah juga merupakan suatu
instrumen politik.Ia berpendapat jika politik dan aksi-aksi militer
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.30
Pandangan ini seolah relevan dengan kondisi konflik
kontemporer, di mana konflik di dalam lingkup negara yang terjadi
sebagian besar terjadi karena dikendalikan oleh motif politik. Sepertin
misalnya gerakan-gerakan separatisme yang muncul di Indonesia
setelah runtuhnya orde Baru.
29 M. Goulding. The United Nations and Conflict in Africa since the Cold War,
(African Affairs, Vol. 98, No. 391, 1999), hal. 155-166. 30 C. Clausewitz. On War, (Princeton: Princeton University Press,1976), hal. 255.
28
Selain itu, konflik yang terjadi di banyak wilayah Indonesia
sangat termotivasi oleh tujuan-tujuan politik, namun ada suatu
keunikan dari sifatnya di mana konflik yang ada cenderung bersifat
‗politik identitas‘. Yaitu situasi kondisi di mana adanya klaim
kekuasaan oleh kelompok identitas tententu yang menghasilkan
ketidakadilan bagi identitas lainnya. Maka, setelah konflik yang ada
berhasil diidentifikasi sebagai tujuan politik, konsensus menjadi wadah
interaksi aktor-aktor yang berkonflik.
Sejak konflik adalah politik yang miliki tujuan yang hendak
dicapai, maka penyelesaian dengan cara politik pun diperlukan untuk
menjadi bahan resolusi konflik. Asumsinya jika motif politik yang
menjadi dasar masing-masing pihak yang bertikai dapat terpenuhi,
maka konflik yang terjadi dapat terselesaikan.31
Dari pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan resolusi konflik
adalah suatu cara individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi dengan individu lain secara sukarela. Resolusi konflik juga
menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan
konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan
kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan
masalah mereka oleh mereka sendiri atau dengan melibatkan pihak
31 Anthony Demetriou. 2013. Institutions and Conflict Resolution in Africa, E-
International Relation (online), <h ttp://www.e-ir.info/2013/06/21/institutions-and-conflict-resolution-in-africa/> diakses pada 4 Juli 2016.
29
ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu pihak-pihak yang
berkonflik memecahkan masalahnya.
Pada proses resolusi konflik diperlukan beberapa kemampuan
tertentu guna menemukan solusi konflik yang konstruktif . Beberapa
macam kemampuan yang sangat penting dalam menumbuhkan inisiatif
resolusi konflik diantaranya:
1) Kemampuan orientasi
Kemampuan orientasi dalam resolusi konflik meliputi pemahaman
individu tentang konflik dan sikap yang menunjukkan anti
kekerasan, kejujuran, keadilan, toleransi, harga diri.
2) Kemampuan persepsi
Kemampuan persepsi adalah suatu kemampuan seseorang untuk
dapat memahami bahwa tiap individu dengan individu yang
lainnya berbeda, mampu melihat situasi seperti orang lain
melihatnya (empati), dan menunda untuk menyalahkan atau
memberi penilaian sepihak.
3) Kemampuan emosi
Kemampuan emosi dalam resolusi konflik mencakup kemampuan
untuk mengelola berbagai macam emosi, termasuk di dalamnya
rasa marah, takut, frustasi, dan emosi negatif lainnya.
4) Kemampuan komunikasi
Kemampuan komunikasi dalam resolusi konflik meliputi
kemampuan mendengarkan orang lain: memahami lawan bicara;
30
berbicara dengan 19 bahasa yang mudah dipahami; dan meresume
atau menyusun ulang pernyataan yang bermuatan emosional ke
dalam pernyatan yang netral atau kurang emosional.
5) Kemampuan berfikir kreatif
Kemampuan berfikir kreatif dalam resolusi konflik meliputi
kemampuan memahami masalah untuk memecahkan masalah
dengan berbagi macam alternatif jalan keluar.
6) Kemampuan berfikir kritis
Kemampuan berfikir kritis dalam resolusi konflik, yaitu suatu
kemampuan untuk memprediksi dan menganalisis situasi konflik
yang sedang dialami.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak
wawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran,
atau persepsinya. Pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai
keterkaitan dari partisipan.32
Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian lapangan (field
research), karena data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara dan
32 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset, 2009), hlm. 94-95.
31
pengamatan langsung. Pendekatan ini digunakan untuk memahami secara
mendalam bagaimana proses partisipasi dan tindakan sosial subjek /
informan sebagai mahasiswa Kalimantan yang terlibat langsung dalam
kegiatan Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Yogyakarta. Serta faktor
apa saja yang mendorong dan mempengaruhi terbentuknya tindakan sosial
subjek. Dengan demikian, peneliti mengharapkan dapat melihat dan
memahami proses terbentuknya tindakan sosial subjek tersebut.
2. Sumber Data
a. Sumber data primer, data primer adalah data yang diperoleh peneliti
melalui wawancara. Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah
hasil wawancara penulis dengan mahasiswa muslim asal kalimantan
yang menjadi partisipan aktif dalam kegiatan Pesta Seni Budaya
Kalimantan di Yogyakarta.
b. Sumber data sekunder, data sekunder adalah data yang bukan
diusahakan sendiri oleh peneliti. Dalam penelitian ini, sumber data
sekunder adalah skripsi, artikel berita, serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan
3. Teknik pengumpulan data
Dalam mendapatkan data yang akurat, bernilai validitas tinggi,
perlu memperhatikan sumber data yang akan diperoleh dan metode
pengumpulan data yang tepat. Sumber data dalam penelitian kualitatif
32
menurut Lofland terdiri dari sumber data yang berupa kata-kata dan
tindakan yang di peroleh secara langsung.33
a. Teknik Observasi
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek
pengamatan.34
Metode ini dilakukan sebagai bentuk usaha pengumpulan data di
lapangan secara langsung yang dimulai dengan mengidentifikasi
tempat yang hendak diteliti dilanjutkan melakukan proses interaksi
dengan lingkungan sekitar yang diteliti.35
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan observasi partisipan
pasif, yakni peneliti datang, melihat, dan memperhatikan kegiatan yang
dilakukan dan apa yang terjadi pada informan dalam waktu tertentu,
tetapi tidak turut serta sebagai partisipan dalam kegiatan tersebut.
Objek yang diobservasi berupa partisipan serta bentuk kegiatan Pesta
Seni Budaya Dayak Kalimantan di Yogyakarta.
b. Teknik Wawancara
Wawancara adalah proses komunikasi atau interaksi untuk
mengumpulkan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan
33 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Ramaja Kosda Karya,
1989), hlm. 112. 34 Djali dan Pudji Muljono, Pengukuran Bidang Pendidikan, (Jakarta: Grasindo,
2008), hlm 16. 35 J.R. Faco, Metode Penelitian Kualitatif : Jenis Karakteristik dan Keunggulannya,
(Jakarta: Grasindo, 2010), hlm 112.
33
informan atau subjek penelitian. Wawancara didefinisikan sebagai
percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua pihak
yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju pertanyaan dan
terwawancara (narasumber) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk
memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema
yang diangkat dalam penelitian atau merupakan proses pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik
yang lain sebelumnya. Dalam melakukan wawancara dilakukan dengan
santai namun serius yang berarti wawancara dilakukan tidak kaku, hal
ini agar peneliti menjaga suasana santai dan responden dapat
menjawab sesuai dengan apa yang diharapkan.36
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara semi
terstruktur, dimana jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori
in-dept interview atau wawancara mendalam, yang pelaksanaannya
lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan
dari wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka. Dalam melakukan wawancara,
peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang
dikemukakan oleh informan.
36 Masri Singarimbuan dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 145.
34
Wawancara dilakukan dengan menggukana tiga cara, yaitu
pencatatan langsung, pencatatan dari ingatan, dan merekam
(recording). Adapun alat bantu yang digunakan untuk merekam
wawancara adalah daftar pertanyaan, voice recorder, buku catatan, dan
kamera yang berfungsi untuk merekam wawancara sehingga
mempermudah peneliti dalam menyusun transkrip wawancara serta
mempermudah dalam menganalisis data.
c. Dokumentasi
Metode ini merupakan metode pengumpulan bukti dan keterangan,
seperti: gambar, koran, dan referensi lainnya. 37
d. Teknik Pengolahan Data
Teknik Pengolahan data ini menggunakan Teknik data analisis
deskriptif. Analisis deskriptif merupakan Teknik analisis data yang
dilakukan dalam rangka mencapai pemahaman terhadap sebuah kajian
yang kompleks, dengan cara memisahkan tiap-tiap bagian dari
keseluruhan fokus yang dikaji.
e. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat bagaimana manusia
berinteraksi dengan dunia sosialnya. Dalam penelitian ini fokus
peneliti adalah dampak kegiatan Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan
di Yogyakarta terhadap tindakan sosial partisipan, dan sumbangannya
terhadap proses resolusi konflik keagamaan daerah asal.
37 Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, offline versi 1.1. freeware 2010.
35
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperjelas skripsi ini, maka diperlukan suatu cara penulisan
dan pembahasan yang baik. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar penulisan
dari hasil penelitian sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Sistematika
pembahasan dari penelitian ini terdiri dalam empat bab yang tersusun secara
sistematis, yaitu:\
Bab I adalah pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika pembahasan serta
daftar pustaka sementara. Uraian dalam bab ini ditujukan agar dapat
memberikan gambaran awal tentang peristiwa yang di teliti dan untuk
memberikan kemudahan dalam mempelajari bab-bab selanjutnya.
Bab II adalah mengurai tentang konflik keagamaan yang pernah
terjadi di Kalimantan. Penulis memaparkan beberapa konflik kegamaan yang
pernah terjadi di Kalimantan serta dampak dari konflik tersebut terhadap
masyarakat Kalimantan pada umumnya.
Bab III berkenaan dengan Gambaran Umum, Pesta Seni Budaya
Dayak Kalimantan di Yogyakarta. Meliputi penjelasan terkait latar belakang
kegiatan, sejarah penyelenggaraan acara, bentuk kegiatan, serta prestasi yang
pernah ditorehkan oleh Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan Yogyakarta.
Bab IV merupakan inti dari penelitian ini yaitu pembahasan tentang
Partisipasi Mahasiswa Muslim dalam Pesta Seni Budaya Dayak Kalimantan
Yoyakarta sebagai proses resolusi konflik yang terjadi di daerah asal. Dalam
36
bab ini juga dijelaskan terkait dampak positive dan negatif serta factor
pendukung dan tantangan bagi Pesta Seni Budaya Dayak sebagai media
resolusi konflik.
Bab V, merupakan bab terakhir atau penutup yang berisi kesimpulan,
saran-saran yang di harapkan dapat menarik dari uraian pada bab sebelumnya
sehingga menjadi hasil penelitian yang penuh makna.
76
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Sebagai bagian dari generasi muda yang merantau, pelajar dan
mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia telah berhasil menghimpun diri
dalam bentuk organisasi berlatar belakang kedaerahan, atau suku dan etnik
tertentu. Tujuannya tidak lain sebagai wadah untuk mengakrabkan diri antar
sesama perantau se-daerah asal, tempat bersosialisasi sekaligus mendalami
nilai-nilai ataupun pengetahuan bersumber dari kebudayaan asal dan
memperkenalkan budaya asal ke tanah rantau melalui ragam media.
Saat ini, percampuran berbagai keberagaman budaya Dayak tidak
dapat dibendung lagi, salah satu penyebab utamanya adalah perkembangan
arus globalisasi. Pelan tapi pasti identitas suku Dayak semakin terdegradasi.
Sering terjadi konflik antar Suku, Agama, Ras, serta Aliran (SARA) tertentu
di bumi yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa tersebut.
Menanggapi fenomena ini, kami kalangan intelektual muda
Kalimantan yang sedang menimba ilmu di Yogyakarta merasa terpanggil
untuk memperjuangkan identitas suku Dayak yang semakin luntur. Di
Yogyakarta sendiri terdapat banyak komunitas mahasiswa dan pelajar dari
seluruh provinsi di Kalimantan yang sangat peduli akan identitas budaya
Dayak.
77
Kegiatan pelestarian kebudayaan lokal, sebagaimana PSBDK,
merupakan bagian penting dari solidaritas sosial, dan membantu memberikan
rasa identitas kepada mahasiswa Kalimantan. Maka dari itu, mahasiswa
diharuskan berada dalam kesadaran penuh akan pentingnya hal tersebut, dan
berusaha untuk mengidentifikasi elemen-elemen penting dari kebudayaan
lokal.
Bila ini tercapai, tradisi kebudayaan lokal dapat menjadi titik fokus
untuk interaksi sosial, pelibatan masyarakat, partisipasi dengan ruang lingkup
yang luas, dan dapat menjadi proses penting di dalam aspek-aspek lain dari
pembangunan daerah asal, seperti pembangunan sosial, ekonomi, dan politik.
Pola-pola pengembangan partisipasi dalam kegiatan kebudayaan
seperti yang terdapat dalam prinsip keanekaragaman (diversity) mengajarkan
kepada mahasiswa sebagai generasi muda bahwa keindahan yang terdapat
dalam sebuah perbedaan adalah sesuatu yang layak dipertahankan. Cara yang
telah ditempuh oleh PSDBK, seperti pengkolaborasian antara budaya
tradisional dayak dengan kebudayaan dari luar dayak, diharapkan mampu
mengantisipasi munculnya konflik akibat pertentangan antar kebudayaan.
Selain itu, pengalaman traumatik yang pernah dialami oleh sebagian
besar generasi muda Kalimantan sebagai potensi lahirnya konflik di masa
yang akan datang bisa terkikis. Terutama ketika mereka terlibat sebagai
partisipan aktif dan berkompetisi secara sehat dalam PSBDK tersebut.
Penggunaan stereotype terhadap orang lain sudah seharusnya dihapus dari
kebiasaan pergaulan. Sehingga potensi interaksi sosial tersebut semakin
78
berkembang. Titik tekan interaksi sosial-budaya inilah yang menjadi dasar
dari Resolusi konflik berbasis Partisipasi Sosial.
Dengan keharmonisan antara partisipan golongan mahasiswa dayak
dan muslim asal Kalimantan dalam kegiatan PSBDK tersebut, telah menjadi
contoh proses resolusi konflik antar-etnik maupun agama di daerah asalnya.
Selain itu, adanya PSDBK sebagai wadah dialog antar mahasiswa Kalimantan
semakin berpengaruh bagi para partisipannya, baik dalam tindakan sosial
keagamaan ataupun kebudayaan, maupun sebagai wadah pembentuk resolusi
konflik yang terjadi di daerah asal.
79
DAFTAR PUSTAKA
Oentoro, Jimmy, Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa; Membangun
Bhineka Tunggal Ika di Bumi Nusantara, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
Salam, Syamsir , Agama Kaharingan:Akar-akar Budaya Dayak Kalimantan
Tengah,Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2009.
T. King, Victor, Kalimantan Tempo Doeloe, terj. The Best of Borneo Travel, Depok: Komunitas Bambu, 2013.
Giddens, Anthony. Bell, Daniel. Force, Michael. etc, Sosiologi; Sejarah dan
Berbagai Pemikirannya, terj. La Sociologie; Histoire et Idees, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2009.
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah: Panduan Berbasis
Penelitian Kualitatif, Lapangan dan Perpustakaan, Ciputat: Gaung Persada Press, 2007.
Moleong , Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Ramaja Kosda Karya, 1989.
Djali. Muljono, Pudji,. Pengukuran Bidang Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2008.
Faco, J.R., Metode Penelitian Kualitatif : Jenis Karakteristik dan Keunggulannya, Jakarta: Grasindo, 2010.
Singarimbuan, Masri. Effendi, Sofian., Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1985.
Lala Mulyowibowo Kolopaking, dkk, Jejaring Sosial dan Resolusi Konflik
Masyarakat di
Pedesaan (Kasus di Pulau Saparua Provinsi Maluku), Jurnal Pertanian Indonesia, Vol. 12, No. 03, Desember 2007
Muqoyyiidin, Andik Wahyun. Potret Konflik Bernuansa Agama diIndonesia;
Signifikansi Model Resolusi Berbasis Teologi Transformatif. Analisis, Volume XII, Nomor 2, Desember Tahun 2012
80
Antonius, dkk. Empowerment; Stress dan Konflik..Jakarta: Ghalian Indonesia. 2002
Sari, Ramadhanita Mustika. Jaring Pengaman Pencegah Konflik: Kasus
Masyarakat OKU Timur, Tesis, Jakarta: Sekolah Pascasarjana, Universitas Islam Negeri. 2011
Defi Arini Rahayuningtias dan Arief Sudrajat, Konflik dan Pola Defiance Warga
Perwira di Komplek Militer, Jurnal Paradigma, Volume 01,Nomor 03, Tahun 2013
Hendropuspito, Sosiologi Agama Yogyakarta; Kanisius. 1993
Dhurorudin Mashad, dkk.. Konflik Antarelit Politik Lokal Dalam Pemilihan
Kepala Daerah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Penelitian Politik LIPI. 2001
Morton, Deuch dan Peter T. Coleman. The Handbook of Conflic Resolution; Theory and Practice. San Fransisco: Jossey-Bass Publisher. 2001.
Fisher, Simon et al. Mengelola Konflik, Keterampilan dan Strategi untuk
Bertindak. Jakarta: The British Council. 2001
Hugh Miall, dkk.. Resolusi Damai Konflik Kontemporer: Menyelesaikan,
Mencegah, Mengelola, dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial,
Agama dan Ras. Edisi terjemahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2002.
Morgan Brigg. The New Politics of Conflict Resolution - Responding to Difference, New York: Palgrave Macmillan. 2008.
Samsul Ode, Budaya Lokal Sebagai Media Resolusi dan Pengendalian Konflik di
Maluku (Kajian, Tantangan, dan Revitalisasi Budaya Pela). Jurnal Politika. Vol. 06. No. 02, Oktober 2015.
Ismail, Nawari. 2011. Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal. Bandung: Lubuk Agung.
Pustaka Dalam Jaringan (On-Line)
Shoddiq Ramadhan, Sultan Pontianak Pimpin Ummat Islam berhadapan dengan
Dayak Kafir diKalbar. (http://www.suara-islam.com/read/index/4328/Sultan-Pontianak-Pimpin-Umat-Islam-Berhadapan-dengan-Dayak-Kafir-di-Kalbar), diakses pada tanggal 10/02/2016. Pukul 14:46 WIB.
81
Siraaj Mujahid, Kafir Dayak Menolak FPI, Ummat Muslim Kalbar Mengepung
Asrama Dayak, (http://www.arrahmah.com/read/2012/03/15/18793-kafir-dayak-menolak-fpi-umat-muslim-kalbar-mengepung-asrama-dayak.html) diakses pada tanggal 10/02/2016. Pukul 14:46 WIB
Adi Prasetio, Mencermati Kasus Konflik Etnis di Kalimantan Barat Tantangan
untuk Mempertahankan Perdamaian berkesinambungan.
(https://etnobudaya.net/2007/12/09/mencermati-kasus-konflik-etnis-di-kalimantan-barat-tantangan-untuk-mempertahankan-perdamaian-berkesinambungan/) diakses pada tanggal 22 juli 2016.
Moyang Kasih Dwimerdeka, Konflik yang Dipicu Keberagaman Budaya di
Indonesia. Lih. (https://m.tempo.co/read/news/2015/05/21/078668047/konflik-yang-dipicu-keberagaman-budaya-indonesia) Di akses pada tanggal 22 juli 2016.
Ismoko Widjaya, Diserbu dari Pantai, Korban di Kedua Pihak.lih. (http://nasional.news.viva.co.id/news/read/180128-korban-tewas-bentrok-tarakan-simpang-siur) Di akses pada tanggal 22 juli 2016
82
LAMPIRAN-LAMPIRAN
83
84
SINOPSIS TARIAN
( IKPM GUMAS )
Judul tarian : PENYANG PANGARASANG BATU PANGIRIK LINGU Penata Tari : IAN K. HERMANSYAH Penata Musik : WAWA APRIYANTO Penata Busana : WAWA APRIYANTO Penari Pemusik
IVANA PERMADANI WAWA APRIYANTO
MAYANG SUSANTI AGUSTRIYANTO
RICO EDI SUSANTO
YULINDA SUDARYANTO
MARYUDI SANDRO OKTHA NITA RAHAYU THERESIA FERA
SINOPSIS TARIAN : Tarian ini menggambarkan kekompakan dalam suatu perjuang bersama demi mencapai tujuan atau meraih suatu keberhasilan di mana penyang pangasang mengandung arti "iman dan imu" yang dilandasi oleh batu pangirik lingu yaitu semanagt atau kegigihan yang kuat, iklas dan pantang mundur.
85
(IKPM BAR-TIM)
Judul Tarian : DADAS MIAM PAMAI Penata Tari : INEH ANJAI Penata Musik : Utuh Patek S.Ag Penata Busana : DIAN DANGKANG
Penari Pemusik
ELSA KRISTIANI EDI YAKUB KRISMARYAN
RISDA FARIDAH EKA ANUGRAH NO
THERESIA JULIANTI ARIEL RAKHMADAN
PUTRI WUNGE NGINDRA DAVID YOUHANES
YAVESA KARWEHANY RENDY SAWAKO
MARK APRIAN NGINDRA Sinopsis Tarian : Ngasamatan jaya here ine payun gunting esur tutu rume wulau, apen kuruansa langit diang dara sangkuai ulo. Ini aku, ini tugasku yang telah kau turunkan sejak dulu. Akulah keturunanmu yang mampu meneruskan kejayaan mu.
86
( IPMKS )
Judul Tarian : PULAI NGETAI Penata Tari : FLORENTINA ANGGIKA Penata Musik : AGUNG GREGORIUS SAPUTRA Penata Busana : BASTIAN MOSES
Penari Pemusik
AGUSTINA DALIANTI AGUNG GREGORIUS SAPUTRA
DWI PRANATALIA GREGORIUS HELKIOR WINDI
FLORENTINA ANGGIKA PETRINA SINAR FITASSO
LUSIA BERADA MEGAWATI SEBASTIAN FERRO LYBRATHA
MAILISA IVO VIGIL KRISTOLOGUS
MARIA HILARI YORIS HARYANTO APRIADI
VICTORIA TARA GANSURE TEOFILUS RICKY SINOPSIS TARIAN : Paras cantik nan indah gadis-gadis desa semakin terlihat gembira saat pulang sehabis melakukan kegiatan mengetam di ladang. Merekapun pulang dengan segala canda, tawa, dan hati yang riang serta rasa syukur yang begitu besar. Lelah seharianpun terbayar dengan hasil yang berlimpah hari ini. mereka berkata bahwa selalu menunggu musim ini, mereka bisa berkumpul untuk menikmati arti kebersamaan dan menghargai rezeki musim panen yang mereka terima. bagi mereka panen padi tidak hanya sebuah ritual semata tetapi tersirat sebuah kebahagiaan yang sangat besar yang terbagi disetiap jiwa raga mereka dan setiap jejak langkah mereka.
87
( IKPMP )
Judul Tarian : MENALAMPAS TALUH JE PAPA' Penata Tari : RINI Penata Musik :DANIEL NUHAN Penata Busana : RINALDY CASTILLA E. NAYAN
Penari Pemusik
FRISKA KLAUDIA ELVAS RINI EDY YULIANTANTO NOVIARA SUPRIANTO EMILIANI DEA YONGGI KAWOCO NOVI INDRIANTI YOHANES GLOW MARCELUS HAJANG BELAWAN
SINOPSIS TARIAN : oooooooooo..................... lololololo...................kiwww Pahayak Asi Raying Hatalla Langit, tau mengejau ikei taluh je papa mangat ikei tau belum sanang salamat bara dahiyang baya kamilah bawin dayak, utus mamut menteng ( gagah berani ) melalui penyang hinje simpei serta kuasa ranying hatalla langit lindungi dan berkati kami untuk melawan dahiang baya taluh je papa.
88
( FOKUS MAPAWI )
Judul Tarian : TANGGUI Penata Tari : WILLA ROSA OKTAVIANI J.S Penata Musik : FLORENTINUS JONI YANTO Penata Busana : RINA YUNITA
Penari Pemusik
PARIDA RUDIWAN S RINA YUNITA FLORENTINUS JONI YANTO WILLA ROSA OKTAVIANI J.S ERIK SUGANDA HERMANUS KIONG RICKY DAVID SETIAWAN DICKY PUTRA KELANA WIZELLA OKTANTI
SINOPSIS TARIAN :
Tari ini menceritakan tentangmasyarakat dayak kuno yang selalu memakai
tanggui (topi) setiap mereka ber aktivitas, baik berladang, kehutan kepasar,
dan dalam kehidupan sehari-hari yang keras. gerakan penarinya
menggambarkan karakter tanggui dengan agresif, kuat, keras .
89
CURICULUM VITAE
1. Nama : Muhammad Eddy Prasetyono
2. Tempat & Tanggal Lahir : Pembuang Hulu, 21 Juli 1992
3. Nama Ayah : Sutarno. S.pd.SD
4. Nama Ibu : Mutiara
5. Riwayat Pendidikan Formal :
TK Habaring Hurung Pembuang Hulu 1996-1998
SD N 2 Pembuang hulu 1 Tahun 1998-2004
SMP N 1 Hanau Tahun 2004-2007
SMA N 1 Hanau Tahun 2007-2010
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2011- Sekarang
6. Riwayat Pendidikan non Formal :
7. Pengalaman Organisasi :
Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (2011-2016)
Anggota Ikatan Pelajar Mahasiswa Seruyan (2011-2014)
Top Related