Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
KONSERVASI TANAH DAN AIR LAHAN MIRING DENGAN METODE MEKANIK
(COUNTOUR FARMING)
IMAN MUHARDIONO 95014002
Magister Pengelolaan Sumber Daya Air
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
Abstrak
Pengelolaan DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi tata air,
oleh karena itu perencanaan DAS hulu menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS,
bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Alimuddin, 2012).
Terdapat tiga aspek utama yang menjadi perhatian dalam pengelolaan DAS, yaitu jumlah air
(water yield), waktu penyediaan (water regime), dan sedimen. Sedimen merupakan hasil proses
erosi baik erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Erosi dapat terjadi dari
proses alamiah maupun intervensi manusia akibat aktivitasnya pada suatu lahan.
Dampak yang terjadi akibat intervensi pada suatu lahan mengganggu sabilitas tata air dan
tanah. Akibat dampak tersebut usaha yang dilakukan dalam konservasi lahan akibat kerusakan
tersebut yakni dengan mengoptimalkan metode pengolahan lahan sesuai dengan kemampuannya
dengan metode mekanik. Metode mekanik (contour farming) adalah metode pengolahan tanah
diikuti dengan penanaman menurut kontur yang bertujuan untuk mengurangi erosi permukaan
dan erosi alur serta mengurangi transport sedimen dan residu yang berasal dari air.
Dari kajian mengenai konservasi tanah dan air lahan miring bahwa kombinasi contour
farming atau strip cropping dan terasering memberikan proteksi yang paling baik pada budidaya
di lahan miring dan akan lebih efektif dan efisien apabila dikombinasikan dengan teknik
konservasi tanah vegetatif seperti penggunaan rumput atau legume sebagai tanaman penguat
teras, penggunaan mulsa.
Kata Kunci : Contour farming, Erosi, Konservasi, Sedimen
1. Pendahuluan
Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah ilmu terapan untuk perlindungan,
perbaikan, dan pengelolaan, dan objek dasarnya yakni meningkatkan suplai air, mengurangi
kisaran aliran maksimum dan minimum, mengurangi hasil sedimen dan meningkatkan kualitas
air untuk berbagai penggunaan (Copeland, 1961 dalam Sudaryono, 2002). Lahan sebagai bagian
dari lingkungan fisik DAS digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga
potensi keberadaanya akan terpengaruhi. Penggunaan lahan sangat mempengaruhi aliran
permukaan, erosi, dan sedimentasi terutama dalam hal kemampuan penggunaan lahan memberi
sanggaan (buffer) terhadap masukan (input) curah hujan sehingga tidak menimbulkan erosi dan
banjir akibat limpasan aliran permukaan (Saribun, 2007)
Metode konservasi tanah dan air pada umumnya dilakukan dengan maksud melindungi
tanah dari curahan langsung air hujan, meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi run off, dan
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
meningkatkan stabilitas agregat tanah. Metode konservasi tanah dengan metode mekanik
mempunyai fungsi untuk memperlambat aliran permukaan, menyalurkan dan menampung aliran
permujkaan dengan kekuatan yang tidak merusak (Hardjowigeno, 2007).
2. Kajian Literatur
2.1 Erosi
Erosi merupakan proses penghanyutan atau terkikisnya tanah atau bagian dari suatu tempat dan
terangkut ke tempat lain disebabkan oleh desakan dan kekuatan air dan angin, baik yang
berlangsung secara alamiah ataupun akibat tindakan/perbuatan manusia. Erosi terjadi secara
alamiah maupun akibat intervensi manusia maka secara umum penyebab dan yang
mempengaruhi besarnya laju erosi dapat dibagi menjadi lima faktor : 1. Faktor iklim
Hujan merupakan faktor iklim yang sangat besar mempengaruhi proses hujan. Faktor
iklim yang lainnya adalah temperatur, angin, kelembapan udara, dan penyinaran
matahari. Faktor iklim tersebut sangat berpengaruh terhadap penguapan, baik penguapan
yang langsung dari permukaan air ataupun yang tidak langsung yaitu lewat tanaman.
Iklim menentukan nilai indeks erosivitas hujan. 2. Faktor Tanah
Tanah dengan sifatnya dapat menentukan besar kecilnya laju pengikisan erosi 3. Faktor Topografi
Faktor bentuk wilayah menentukan tentang kecepatan lajunya air di permukaan yang
mampu mengangkut dan menghanyutkan partikel tanah. Faktor yang mempengaruhi
erosi adalah kemiringan dari lahan serta panjang kemiringan serta luas dan bentuk dari
daerah aliran tersebut. 4. Faktor Tanaman Penutup (Vegetasi)
Faktor vegetasi memiliki sifat melindungi tanah dari timpaan keras titik hujan ke
permukaan, selain itu dapat memperbaiki susunan tanah dengan bantuan akar yang
menyebar dan menjerap tanah. 5. Faktor Kegiatan Manusia
Faktor kegiatan manusia dapat mempercepat terjadinya erosi karena tindakan negatif,
tetapi dapat pula mempunyai peranan penting dalam usaha pencegahan erosi yakni
dengan kegiatan positif
Proses erosi oleh air dimulai dari jatuhnya air hujan ke tanah yang memberikan energi
dan menghancurkan ikatan butiran-butiran tanah, proses berikutnya adalah membawa butiran
tersebut oleh aliran air permukaan lahan. Hasil erosi oleh adanya pengaliran di atas lahan
tergantung dari tingkat konsentrasi aliran tersebut, akibatnya akan memberikan bentuk-bentuk
erosi yang berlainan, yaitu meliputi : Erosi Percikan (Splash erosion), Sheet Erosion, Rill
Erosion, Gully Erosion. Air hujan tersebut akan mengalir ke sungai-sungai dan di sungaipun
terjadi proses erosi yang disebut erosi saluran. Erosi saluran ini bisa terjadi pada dasar saluran
ataupun pada tebing saluran
2.2 Sedimen dan Sedimentasi
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi
tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian bawah kaki bukit, daerah genangan
banjir, saluran air, sungai, bendung, dan waduk. Hasil (sediment yield) adalah besarnya sedimen
yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan
tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran langsung dalam sungai
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
(suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam bendungan / waduk. Menurut
Asdak (2007), sedimen merupakan pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan
dari berbagi sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan serta termasuk
didalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau bentuk larutan
kimia.
Sedimentasi merupakan suatu proses pengendapan material yang ditranspor oleh media
air, angin, es, atau glester di suatu cekungan. Delta yang terdapat di hilir sungai adalah hasil dan
proses pengendapan material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes)
yang terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material yang diangkut oleh
angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan hasil pelapukan secara berangsur
diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser.
Air mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa batuan halus baik terapung, melayang,
atau digeser di dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Pengendapan material batuan
yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi membuat terjadinya sedimentasi.
2.3 Metode Konservasi Mekanik
Konservasi tanah mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap
tanah dan pembuatan bangunan yang ditunjukan untuk mengurani aliran permukaan dan erosi
serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Teknik konservasi tanah ini dikenal pula dengan
sebutan metode sipil teknis (Dariah .dkk,
Perlakuan fisik mekanis tehadap tanah tetap diperlukan meskipun metode sipil teknis
bukan menjadi pilihan utama. Misalnya meskipun tindakan konservasi vegetatif menjadi pilihan
utama, namun perlakuan fisik mekanis seperti pembuatan saluran pembuangan air (SPA) atau
bangunan terjunan masih tetap diperlukan untuk mengalirkan sisa aliran permukaan yang tidak
terserap oleh tanah.
Selain teras bangku dan berbagai bentuk teras lainnya misalnya teras gulud, teras kebun,
teras kredit, dan teras individu, metode konservasi tanah lainnya tergolong sebagai tindakan sipil
teknis (mekanis) adalah roral, mulsa vertikal, barisan batu, saluran drainase (saluran pengelak,
saluran pembuangan air dan bangunan terjunan), pembuatan bedengan searah kontur. Olah tanah
konservasi (olah tanah minimum, tanpa olah tanah, pengolahan tanah menurut kontur) juga
merupakan konservasi mekanik.
3. Pembahasan
3.1 Contour Farming di Illnois Amerika Serikat
Guna mengurangi dan menghentikan besarnya kehilangan tanah akibat erosi lahan seluas
18 juta acre di Illnois, Amerika Serikat, petani mengembalikan kepada peningkatan kondisi tanah
dan kegiatan mengontrol erosi (Lehman dan Hay, 1941). Petani pada tahun tersebut
mengaplikasikan pengapuran dan pemupukan phospate kembali untuk menumbuhkan legume
(kacang-kacangan) yang memiliki perakaran dalam. Mereka menanam kembali tanaman penutup
lahan, dan mengembalikan lahan pertaniannya untuk kembali menjadi lahan rerumputan,
menanam pepohonan, dan mengadopsi contour farming (penanaman sesuai kontur) dan
mengkontruksi teras. Kegiatan tersebut dilakukan secara bersaaman dan simultan untuk
melindungi tanah dan kesuburannya dari daya rusak air akibat aliran permukaan.
Banyak petani yang ragu untuk memulai contour farming (penanaman kontur) dan
membuat teras dikarenakan mereka percaya bahwa dengan membuat contour farming dengan
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
atau tanpa teras akan sangat sulit. Meskipun perhatian lebih sangat diperlukan dalam mengelola
teras dan menggabungkannya dengan mekanisasi pertanian bagi petani di Illnois bukan masalah
yang besar untuk bercocok tanam secara kontur dibandingkan harus memotong alur parit (gully)
atau bercocok tanam lahan kecil yang dipotong oleh selokan yang terlalu dalam untuk
memotong. Rata-rata ketidaknyamanan tersebut terbayar oleh lebih baiknya hasil pertanian yang
merupakan hasil dari terjaganya kesuburan tanah.
3.2 Keuntungan Contour Farming dan Pembuatan Teras
Bervariasinya metode yang dapat digunakan untuk mengurangi efek kehilangan tanah
akibat erosi sangat bergantung kepada karakteristik dan kesuburan dari tanah, jenis pertanian
yang diikuti, panjang dari kemiringan lerengnya, kecuramannya, dan tingkat dimana erosi telah
terjadi. Apabila suatu lereng dengan kondisi tanah lunak maka erosi pasti terjadi, maka dari itu
diperlukan penanganan tanah yang baik secara tersendiri dimana dapat menjaga kehilangan tanah
tetap terpantau. Bahkan pada kondisi kemiringan lereng sedang dan tanah yang subur akan
mustahil dalam mejaganya dari pengikisan kecuali dilakukan penanganan seperti penanaman,
pembajakan, menanaman searah kontur dan membuat teras.
Contour farming merupakan kegiatan pembajakan, penanaman dan budidaya pertanian
yang memotong kesamping lahan bukan ke arah atas ataupun ke bawah dari miring suatu lereng
pada lahan budidaya yang memiliki kemiringan lebih dari 2 atau 3 % (elevasi lebih dari 2 atau 3
feet dalam 100 feet). Contour farming merupakan metode proteksi dasar yang digunakan untuk
mendukung pengelolaan tanah. Keuntungan dalam membudidayakan lahan dengan contour
farming dan terasering lebih baik dibandingkan keuntungan hanya metode terasering saja.
Tanah yang sudah mengalami erosi sebaiknya diistirahatkan menjadi padang rumput.
Apanila suau tanah tidak mampu ditanam rumput dapat dimanfaatkan menjadi teras kecil atau
alur larikan (berjarak 15-25 feet tergantung dari kemiringan) disusun dengan interval rapat untuk
menahan runoff. Alur berumput tidak hanya dapat mengontrol erosi lembar dan alur namun
dapat menjaga kelembapan tanah dimana juga hasil tidak langsung dari menjaga kesuburan
tanah. Strip Cropping (Tanaman berlajur) memberikan efek yang lebih baik satu langkah dalam
menjaga kehilangan tanah dari erosi. Kombinasi dari contour farming atau strip cropping dan
terasering memberikan proteksi yang paling baik pada budidaya di lahan miring.
3.3 Sistem Pembajakan dan Penanaman Kontur
Lahan berteras sebaiknya dijadikan sistem penanaman berkontur. Pada budidaya lahan
dengan kemiringan 3 % maka kegiatan contour farming diperlukan sebagai pendukung
kesuksesan terasering. Pada lahan dengan kemiringan kurang dari 3%, lahan berteras dapat
dibudidayakan secara baris lurus apabila teras dikelola secara hati-hati (Lehman dan Hay, 1941)
Meskipun demikian contour farming tetap direkomendasikan bahkan pada kondisi tersebut
karena setiap baris dapat menjadi teras-teras kecil yang berfungsi untuk menjaga kelembapan
dan pengecekan erosi antar teras.
Budidaya lahan berkontur baik yang berteras ataupun tidak akan menimbulkan beberapa
permasalahan dalam menentukan ketidakumuman panjang suatu baris dan bentuk suatu lahan.
Terdapat empat prinsip dalam sistem pembajakan dan penanaman yang dimana sistem ini
diadaptasi untuk meyangga strips didalam strips cropping and terasering.
System A. Ketika keseluruhan lahan dalam budidaya sejenis atau ketika strips penyangga
sebagai pembatas atau penanda hilang, pembajakan secara umum sering dilakukan pada sekitar
strips penyangga atau jalur petunjuk. Baris panjang dilarikan secara paralel kearah garis petunjuk
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
baik atas dan bawahnya hingga mereka bertemu. Titik pusat baris kemudian bertemu di tengah.
Metode ini sangat dianjurkan ketika jagung dipanen dengan menggunakan pemanen mekanis
atau corn binder.
Sistem B. Penanaman dilakukan hanya akhir setiap garis kontur atau strips peyangga atau
bubungan teras dan dibuat kebawah searah kemiringan menuju garis selanjutnya. Pembentukan,
penanaman dan budidaya baru dilakukan di saluran teras dengan strips peyangg.
Sistem C. Ketika titik baris tidak dibudiayakan, strips rumput penyangga dengan lebar
beraneka ragam digunakan. Daerah diantara koreksi strips ini dibajak sebagai lahan. Koreksi
strip lebih ditujukan akan tergantung oleh ukuran daerah yang dihilangkan menjadi baris
tanaman dimana jumlah titik baris diabaikan.
Sistem D. Diadaptasi untuk kemiringan lunak. Seluruh baris ditanami secara paralel
menjadi satu jalur yang dimana pada umumnya yang terpanjang atau terjauh. Sistem ini
biasanya tidak cocok untu strip cropping namun diadaptasikan untuk contour farming pada lahan
tidak berteras tanpa strips peyangga
Gambar 1. Metode Penanaman Kontur dengan Terasering pada Strips Penyangga
(Sumber : University of Illinois, College of Agriculture , 1941)
3.4 Perencanaan Kontur dan Sistem Teras
Salah satu alasan dalam memulai pembuatan contour farming and terasering pada
budidaya miring yakni kegiatann ini akan lebih jauh lebih murah dan penting sekali dalam
mencegah hilangnya kesuburan tanah (top soil) dibandingkan mencoba untuk memperkaya
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
subsoil. Alasan lainnya adalah biaya terasering lebih murah dan kegiatan pertanian jauh lebih
sederhana jika teras dibangun sebelum dibandingkan erosi alur terjadi. Jalur yang dibanung
untuk contour farming sebaiknya ditempatkan bukan hanya secara langsung sebagai praktik
untuk contour farming namun pada saat bersamaan mengizinkan teras ditambahkan setelah
saluran air sebagai outlet dengan baik dirumputi. Saluran berumput yang lebar dibutuhkan
dimanapun lahan yang diolah pada kontur, namun secara khusus dibutuhkan pada lahan yang
diterasering sejak setiap teras membutuhkan satu atau lebih outlet air.
Ketika buffer strips peyangga sudah digunakan dalam contour farming proses pembuatan
terasering sangat sederhana. Teras dapat dibangun diatas rumput strips tanpa mengganggu
pertumbuhan tanaman diantara mereka. Ketika suatu lahan akan diterasering, perencanaan harus
dilakukan dimana pertimbangan keseluruhan area dimasukan, termasuk DAS (Daerah Aliran
Sungai) yang mengalirkan air ke lahan dimana diantara lainnya
- Keseluruhan perencanaan DAS : Sistem teras sebaiknya dilokasikan secara bersamaan
dari puncak kemiringan. Jarak vertikal dari puncak teras dengan puncak kemiringan
sebaiknya tidak lebih jauh dari jarak vertikal diantara teras lainnya. Terkadang air dari
lahan yang diatas mengalir memotong lahan yang diterasering atau dikonturkan. Apabila
lahan diatasnya kecil, puncak teras dapat diletakan dimana tidak mengalirkan air lebih
dari 4 acre. Jika lahan diatasnya lebih luas, solusi terbaik adalah men-terasering paling
atas terlebih dahulu. Jika lahan tersebut tidak diterasering maka parit pengelak harus
dibangun pada tanah nonerosive di bagian lebih atas dari lahan paling rendah untuk
membawa air dari lahan paling atas ke sisi dari lahan, yang dimana dapat dibiarkan
mengalir kebawah arah outlet yang juga bisa digunakan sebagai outlet teras.
- Kesesuaian peletakan outlet : salah satu hal yang paling penting dalam
mempertimbangkan pekerjaan terasering adalah menentukan lokasi paling tepat dari
outlet. Saluran rumput yang sudah permanen dapat dijadikan outlet alamiah yang baik.
Ketika outlet alami tidak dapat ditemukan, maka saluran lebar teras dapat dikeruk lebih
dalam dan dirumputi dan jika perlu diberikan perlindungan dengan waduk permanen.
Ketika saluran outlet dikeruk, seluruh subsoil yang tidak produktif sebaiknya ditutupi
dengan top soil sebelum pemberian benih/ dirumputi. Outlet sebaiknya dipersiapkan satu
tahun atau lebih sebelum teras dibangun.
- Penggabungan Lahan : Petani yang memiliki lahan berdekatan dapat mengatur untuk
memanfaatkan outlet terbaik sepanjang jalur pembatas dengan mengaliri teras dari sisi
satu ke sisi lainnya. Perencaaan untuk pembuatan teras dimasa yang akan datang harus
diperhitungkan pula. Sangat tidak dianjurkan untuk mebangunj outlet sepanjang pagar
pembatas atau pembagian lahan yang sedang dirubah.
- Menganalisa kemiringan : Lahan tanpa perubahan tiba-tiba atau alur yang dalam sangat
baik diadaptasikan untuk terasering. Memetakan seluruh kemiringan dalam suatu lahan
akan membuat terasering dan contour farming lebih mudah dikerjakan.
- Apakah tanah tererosi secara buruk : Beberapa tanah lebih mudah tererosi dibandingkan
yang lainnya. Erosi pada tanah abu kuning memiliki kemiringan yang lunak yang cukup
baik untuk dijadikan terasering, dimana coklat lempung di kemiringan yang sama dapat
membuktikan tidak ada erosi. Pada tanah yang paling mudah tererosi, teras biasanya
diberikan jarak dengan interval yang pendek dan lebih baik bertingkat lebih dibandingkan
pada teras dengan tanah yang lebih baik.
- Memperkirakan panjang teras : Perkiraan panjang teras akan memberikan pertolongan
dalam menentukan tingkatan yang akan dipakai ketika teras dibentuk. Jika teras lebih
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
panjang dari 1600 sampai 1800 feet maka outlet harus diletakan di posisi tengah atau
setiap sisi lahan.
- Perencaaan tanaman yang berkaitan : jika memungkikan, lahan sebaiknya diterasering
sebelum ditanami alfaalfa supaya teras dapat tahan dan siap sebelum tanaman budidaya
ditanam
- Membuat perencanaa jalan lahan : Jalan lahan sebaiknya dipertimbangkan ketika
merencanakan pembuatan teras dan kontur. Terkadang jalan kontur dapat dibangun di
teras yang luas. Ketika jalan sudah dibuat di ujung teras, lokasinya harus berada diatas
daripada outletnya. Jika jalan tersebut harus dibuat pada otlet maka harus dibuat paralel
diluarnya sehingga tidak memotong teras
3.5 Menentukan lokasi dan menandai jalur
Peralatan yang diperlukan untuk mengukur teras dan lajur kontur ialah drainage level
atau teodolite. Jumlah patok yang dibutuhkan akan tergantung dari panjang lajur dan kondisi
lahan. Patok pada umumnya dipasang setiap jarak 50 feet, namun untuk kemiringan yang
seragam dapat dipasang setiap jarak 100 feet. Pada kegiatan ini dibutuhkan dua orang dimana
yang satu memegang alatnya dan yang satunya memegang patok.
Gambar 2. Drainage level direkomendasikan untuk mematok teras
Dalam membuat contour farming yang sederhana, pertunjuk lajur dapat diletakan dengan
memulainya pada beberapa titik kemiringan (umumnya bagian yang tercuram) kegiatan
pengukuran jarak (umumnya jumlah baris tanaman budidaya) dari bawah hingga titik tertinggi.
Menempatkan lajur untuk teras membutuhkan kehati-hatian yang lebih dan ketepatan
dibandingkan menentukan lajur kontur sederhana. Sebelum pematokan dimulai, titik tertingi
dari lahan harus diketahui terlebih dahulu, perkiraan panjang teras harus ditentukan dan
kemiringan dihitung dibeberapa lokasi.
Gambar 3. Perhitungan kemiringan
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Untuk menghitung kemiringan tentukan ketinggian dan bidik patok pada titik tetinggi
kemiringan kemudian hitung jarak 100 feet kebawah dan ambil pembacaan patok selanjutnya.
Perbedaan dianytara dua pembacaan memberikan persentase kemiringan (titik jatuh dalam 100
feet). Pada umumnya untuk lajur teras paling tinggi dipatok terlebih dahulu. Kerap kali teras
paling atas harus dipatok ulang untuk mencegah hulu alur kecil atau area yang dapat
menimbulkan erosi lembar.
Gambar 4. Penentuan patok (kemiringan 4%)
Pada (Gambar 4) menjelaskan jika pembaca pada tinggi patok awal 2 feet 6 inches dan
kemiringan 4%, maka spasi vertikal yang tepat yakni (3 feet 6 inches)(Tabel 2) yang dimana
akan memberikan tinggi patok pada outlet senilai 6 feet.
Gambar 5. Penetuan patok
Apabila tingkatan 3 inches dalam 100 feet ditentukan pada teras, target patok dipasang
kebawah senilai 1½ menjadi 5 feet 1½ inches agar dapat menentuka lokasi 50 feet dari outlet
dimana kemudian patok kedua dipasang pada titik 1½ inches lebih tinggi dari outletnya (Gambar
5). Untuk mematok teras selanjutnya hampir sama seperti awalnya yakni dengan menentukan
tinggi sebelumnya sepanjang kemiringan 200-400 feet dari outletnya yang dihitung dari lajur
batas teras sebelumnya. Apabila penglihatan pembacaan patok terlalu jauh maka patok dapat
diarahkan hingga pembaca dapat melihat ketepatan pada 200-400 feet. Ketelitian dan akurasi
pada saat pengukuran patok sangat dibutuhkan. Pembaca patok harus menahan alat pada lokasi
terakhir pengukuran patok dimana orang kedua membawa patok keposisi lainnya (Gambar 6)
Gambar 6. Posisi Pembacaan dan Pemasangan Patok
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Di Illnois, tingkat teras sepanjang saluran tidak boleh lebih dari 4 inches dalam 100 feet.
Teras pendek biasanya dibuat dengan tingkatan yang seragam, namun teras yang lebih dari 400
feet lebih dianjurkan dan memiliki kapasitas yang lebih baik ketika dibuat dengan tingkatan yang
beragam dimana tingkatan dikurangi pada setiap interval 400 kaki dari outlet kearah ujung atas
(Tabel.1)
Tabel 1. Tingkatan Teras setiap 100 feet
(Sumber : University of Illinois, College of Agriculture , 1941)
Teras pada jenis tanah yang mudah menyerap air dapat dibuat sedikit tingkatannya
dibandingkan dengan tanah yang keras. Teras yang memiliki panjang lebi dari 1800 feet harus
memiliki outlet yang terletak di ujung beberapa titik tertentu dan jika memungkinkan teras
tersebut hanya memiliki satu arah saluran. Jarak yang terbaik diijinkan antar teras atau kontur
tergantung dari jenis tanah, besarnya erosi dan curah hujan (Tabel. 2)
Tabel 2. Jarak Antar Teras
(Sumber : University of Illinois, College of Agriculture , 1941)
Ketika teras dibuat memotong alur parit (gully) maka patok harus diletakan dengan
bentuk yang halus membelok dari kemiringan alur parit (gully) tersebut. Pada prakteknya akan
lebih baik membuat teras lurus memtong dibandingkan dengan mengikuti lajur tingkatan
(Gambar 7) serta tidak disarankan mengikuti lajur alur parit sama seperti bentuknya (V).
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Gambar 7. Teknik memotong arah alur parit (gully)
Pada saat teras sudah selesai dipatok maka kegiatan pembelokan halus harus dikerjakan
secara cermat. Meskipun mesin terasering sudah siap setiap lajur teras harus ditandai kembali
dengan bajak searah alur untuk mencegah kehilangan tanda patok secara tidak sengaja.
Gambar 8. Teras berdasarkan kemiringan
Dalam membuat teras yang baik dibutuhkan sarana yang kuat. Terkadang petani hanya
membuat teras terlalu kecil dan menggunakan alat yang kecil sehingga tidak teras tidak tahan
lama dan berubah bentuk. Pada kemiringan curam (C) (Gambar 8) teras harus dibentuk lebih
tinggi dibandingkan kemiringan yang landai (A). Umumnya petani mengunakan teknologi
mesin guna membantu dalam membangun konstruksi teras, namun tidak jarang ditemukan
beberapa kelompok petani yang menggunakan peralatan sederhananya untuk membuat teras
(Gambar 9)
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Gambar 9. Traktor pada saat pembuatan terasering
Diperlukan ketelitian dan pemeriksaan setelah teras selesai dibuat untuk memastikan
tidak adanya kegagalan konstruksi. Umumnya dilakukan pengukuran setiap 50 feet untuk
memastikan tinggi atau rendahnya suatu teras (Gambar 10)
Gambar 10. Proses pemeriksaan ulang terasering
Koreksi diperlukan ketika pemeriksaan kondisi terasering. (Gambar 11) menunjukan
dimana bubungan A (ridge) terlalu rendah dan harus dinaikan senilai 6 inches. Saluran pada
bubungan B (ridge) sudah tepat. Saluran C terlalu tinggi dan harus diturunkan senilai 3 inches.
bubungan C (ridge) dalam kondisi 6 inches dari yang diperlukan yang dimana dapat dipindahkan
untuk mengisi di bubungan A (ridge)
Gambar 11. Proses Koreksi Pembacaan Tinggi Teras
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
3.6 Saluran Air Berumput dan Outlet Teras
Outlet teras merupakan bagian tersulit dalam membuat suatu sistem terasering. Apabila
outlet tidak diletakan secara tepat dan terlindungi maka akan terjadi erosi alur yang buruk dan
melebihi kapasitas petani untuk menanggulanginya. Pada umumnya kegagalan outlet teras yakni
mengalirkan air ke saluran dari kemiringan yang tinggi atau area yang tidak terlindungi dari
rerumputan dan mengalirkannya ke parit kecil atau bak vertikal atau head pada outletnya.
Gambar 12. Saluran alami berumput yang dapat membawa debit curah hujan tinggi
dari teras tanpa erosi.
Sebaiknya posisi outlet dibangun pada sisi dari suatu kemiringan terakhir di suatu lahan
atau saluran drainase dapat pula dibuat dilokasi ini. Teras alami berumput yang diintegrasikan
dengan lahan yang diterasering akan mendukung outlet teras dimana teras dapat pula dialiri
melalui saluran tersebut (Gambar 8)
Gambar 13. Desain terasering contour farming
Puncak teras sebaiknya dibuat paling jauh dan kemiringan sebaiknya dibangun paling
sekurang-kurangnya 25 feet dari teras sebelumnya. Air mengalir keluar teras yang dibangun dan
tidak akan terkonsentrasi pada satu strip parit saja (Gambar 9). Outlet parit dipersiapkan dan
ditanami rumput untuk mencegah erosi dan dibangun sebelum air mengalir melalui outlet.
Adapun ukuran dimensi saluran parit dan kemiringan saliran (elevasi dalam 100 feet) dapat
ditentukan dengan menggunakan (Tabel 3)
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Tabel 3. Dimensi Outlet Parit Teras
Pada umumnya kemiringan yang cocok sebagai outlet teras dapat distabilkan dengan
rerumputan dimana outlet teknis tidak diperlukan. Beberapa outlet yang lebih rendah dapat tiba-
tiba terjadi kegagalan (overfall) yang dapat merusak puncak lereng lahan pada kondisi ini maka
diperlukan lokasi outlet yang tepat dimana dapat mengalirkan aliran permukaan dan mencegah
kegagalan dengan mebuat oulet teknis (Gambar 10).
Gambar 14. Perkuatan Outlet (Check Dam)
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
3.7 Pemeliharaan Sistem Terasering
Meskipun teras sudah direncanakan dan dibuat dengan baik, namun akan lebih baik
memberikan pemeliharaan yang berkala setiap tahunnya dibandingan harus memperbaiki
dibandingkan terjadi kerusakan. Ketelitian dan kehati-hatian dalam memperhatikan kerusakan
yang timbul sangat diperlukan dan memudahkan untuk menyelesaikan permasalahannya. Outlet
parit harus diperhatikan dan harus ditangani secara cepat untuk mengehentikan proses erosi yang
terjadi. Apabila erosi alur terjadi pada suatu outlet, hasil erosi tersebut harus dikembalikan pada
lokasi asal dan ditanami rumput. Kebocoran dan kerusakan pada outlet teknis (check dam) harus
ditangani secara serius karena dapat menyebabkan kegagalan dan merusak outlet tersebut.
Setiap terasering yang sudah dibentuk dengan baik dalam pemeliharaannya diperlukan
ketelitian termasuk dalam pembuatan lajur kembali pada teknis pembajakan. Saat pembajakan
lahan pada kontur pada prosesnya traktor tidak boleh berbalik arah dan harus sejajar searah
kontur guna mengrangi resiko kerusakan teras (Gambar 15)
Gambar 15. Teknik pembuatan lajur kembali
4. Kesimpulan
Kombinasi dari contour farming atau strip cropping dan terasering memberikan proteksi
yang paling baik pada budidaya di lahan miring. Diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam
merencanakan pembangunan terasering suatu lahan dengan membaca sifat fisik tanah, curah
hujan, dan jenis erosi yang terjadi pada lahan tersebut. Konservasi tanah dan air lahan miring ini
lebih ekonomis dalam penerapannya apabila dibandingkan tingkat kerusakan yang terjadi akibat
erosi dan sedimentasi karena kuranngya penanganan secara teknis.
5. Referensi
Alimuddin. 2012. Pendugaan Sedimentasi pada DAS Mamasa di Kab. Mamasa. Sulewesi Barat.
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press: Yogyakarta
Dariah, Ai. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Indonesia
Lehman, E.W dan R.C.Hay. 1941. Save The Soil With Contour Farming and Teracing.
University of Illnois College of Agriculture and the United States Departement of
Agriculture. Urbana, Illnois
Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo : Jakarta
Mata Kuliah Rekayasa dan Pengelolaan Sungai (2015)
Saribun, Daud S. 2007. Pengaruh Jenis Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan Lereng
Terhadap Bobot Isi, Porositas Total, dan Kadar Air Tanah pada Sub-Das Cikapundung
Hulu. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran : Jatinangor
Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu, Konsep Pembangunan
Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.3 No.2 Hal. 153-158.
Top Related