PANDUAN TRANSFER
RUMAH SAKIT RAWAMANGUN
PANDUAN TRANSFER PASIEN
I. Latar Belakang
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di
transfer.Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan
keselamatan dab keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan
transfer pasien dapat dilakukan intra rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien di mulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra
transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien,
menyiapkan peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien
selama transfer. Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan
staf keperawatan yang kompeten serta petugas professional lainnya yang
sudah terlatih.
II. Pengertian Transfer
Tranfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang
perawatan/ ruang tindakan lain didalam rumah sakit ( intra rumah sakit ) atau
memindahkan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah
sakit ).
III. Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah
- Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara professional dan
berdedikasi tinggi
- Agar proses transfer / pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan
lancer serta pelaksanaanya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
IV. Ruang Lingkup
Transfer pasien didalam rumah sakit terdiri dari :
- Transfer pasien dari IGD ke IRNA, HCU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari IRJ ke IRNA, HCU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari IRNA ke HCU, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari HCU ke IRNA, Kamar Operasi
- Transfer pasien dari Kamar Operasi ke IRNA, HCU
- Transfer pasien dari IGD , IRNA, HCU, ke Ruang Radiologi, Endoscopi
Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari :
- Transfer pasien dari RSR ke RS lain atau sebaliknya
- Transfer pasien dari RSR ke rumah pasien atau sebaliknya
-
V. Pengaturan Transfer
1. RSR memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter senior (dr HCU ),
DPJP, dr.IGD/ dr. ruangan, PPJP, Perawat yang berkompeten dalam
merawat pasien kritis (perawat HCU ), petugas medis, dan petugas
ambulans. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan metode transfer
mana yang yang akan dipilih.
2. Berikut adalah metode transfer yang ada di RSR.
a. Layanan Antar-Jemput Pasien : merupakan layanan/jasa umum
khusus untuk pasien RSR dengan tim transfer dari petugas IGD, dimana
tim tersebut akan mengambil/menjemput pasien dari rumah/rumah sakit
jejaring untuk dibawa ke RSR.
b. Tim transfer local : RSR memiliki tim transfernya sendiri dan
mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain, tetapi bila tim
transfernya dan fasilitas transfer di RSR sedang tidak siap, maka
transfer dilakukan dengan menggunakan jasa tim transfer dari ambulan
gawat darurat 118/ 119.
3. Dokter senior/ spesialis (DPJP/ dr HCU) yang bertanggungjawab dalam
tim transfer pasien harus siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan transfer pasien sakit berat/ kritis antar – rumah sakit.
VI. Keputusan Melakukan Transfer
1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam prosses transfer pasien
2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer,
kemudian lakukan stabilisasi pre-transfer dan menajemen transfer.
3. Hal ini mencakup tahapan : evaluasi, komunikasi,
dokumentasi/pencatatan, pemantuan, penatalaksanaan, penyerahan pasien
antar ruangan dalam rumah sakit maupun ke rumah sakit rujukan /
penerima, dan kembali ke RSR.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan prosese transfer yang aman :
eduukasi dan persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan
dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel
rumah sakit akan resiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan
keluarga dan kerabat pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika
risikonya lebih besar sebaiknya jangan melakukan transfer.
7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten,
peralatan dan kendaraan khusus.
8. Pengambil keputusan dalam melibatkan DPJP/ dokter senior (biasanya
seorang konsultan )dan dokter ruangan.
9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter
yang mengambil keputusan, tanggal dan waktu diambilnya keputusan serta
alas an yang mendasar.
10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RSR, yaitu :
a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih
lanjut
i. Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan transfer
yang efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat
disediakan RSR.
ii. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer.
iii. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan
sebagai tipe transfer “gawat darurat “, misalnya rupture aneurisma
aorta. Juga dapat dikategorikan sebagai tipe transfer “gawat “,
misalnya pasien dengan kebutuhan hemodialisa.
b. Transfer antar rumah sakit untuk alas an non-medis ( misalnya
karena ruangan penuh , fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas
rumah sakit tidak adekuat)
i. Idealnya pasien sebaiknya tidak di transfer jika bukan untuk
kepentingan mereka
ii. Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan/ kebutuhan akan
tempat tidur/ ruang rawat inap melebihi suplai sehingga
diputuskanlah tindakan untuk mentransfer pasien ke unit/ rumah
sakit lain.
iii. Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika,
apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada/dirawat di
unit itensif rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang
membutuhkan perawatanintensif tetapi kondisinya tidak stabil.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan
sebagai tipe transfer “gwat”.
c. Repatriasi/ Pemulangan Kembali
i. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan
kondisinya dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/
Dokter senior / konsultan yang merawatnya.
ii. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer
harus dipikirkan dengan matang dan catat.
iii. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien
ini haruslah menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan
biasanya lebih diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif
ke unit ruang rawat. Hal ini juga membantu menjaga hubungan
baik antar rumah sakit.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya dikategorikan
sebagai tipe transfer ‘elektif’.
11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/
dokter ruangan akan menghubungi unit/ rumah sakit yang di tuju.
12. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit, tim transfer RSR
(DPJP/PPJP/dr.Ruangan ) akan menghubungi rumah sakit yang dituju
dean melakukan negoisasi dengan unit yang dituju. Jika unit tersebut
setuju untuk menerima pasien rujukan, tim transfer RSR harus memastikan
tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah sakit yang dituju.
13. Keputusan final untuk melakukan transfer keluar RSR dipegang oleh
dokter senior/DPJP/Konsultan rumah sakit yang dituju.
14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan mintalah
persetujuan tindakan transfer.
15. Proses pengaturan transferini harus di catat dalam status rekam medis
pasien yang meliputi : nama, jabatan, dan detail kontak personel yang
membuat kesepakatan baik dari rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit
penerima: tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar rumah sakit.
serta saran – saran /hasil negoisasi kedua belah pihak.
16. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer , memiliki
kompetensi yang sesuai, berpengalaman, mempunyai peralatan yang
memadai , dapat berkerjasama dengan jasa pelayanan ambulan, protocol
dan panduan rumah sakit, serta pihak-pihak lainnya yang terkait dan juga
memastikan proses transfer berlangsung denan aman dan lancer tanpa
mengganggu pekerjaan lain di rumah sakit yang merujuk.
17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan
untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum
diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan
pengerahan petugas dengan lebih efisien,
VII.Stabilisasi sebelum transfer
1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien,
transfer yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit
berat/kritis (extremely ill).
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat
adanya akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga
hipovolemia harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan
keputusan dibuat hingga pasien ditransfer ke unit / rumah sakit lain.
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer :
a. Amankan patensi jalan nafas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi
dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat
b. Analisa gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan
ventilator portable selama minimal 15 menit
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer
atau sentral)
d. Pengukuran tekanan darah invasive yang kontinu/ terus menerus
merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien
selama proses transfer berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water Sealed
Drainage-WSD) harus terpasang dan tidak boleh di klem\
f. Pasang kateter urindan nasogastric tube NGT), jika diperlukan
g. Pemberian terapi / tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer.
7. Unit / rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai
penanganan segera/ resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada
situasi –situasi khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara
independen menilai kondisi pasien
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk
memastkan bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan
tidak ada yang terlewat.
VIII. Pendampingan Pasien Selama Transfer
1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang
tenaga medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis/petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi/ situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat
beratnya penyakit/kondisi pasien )
3. Dokter senior bertugas untuk membuat keputusan dalam menetukan siapa
saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan
dengan proses transfer.
5. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dokter
selama proses transfer antar rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan
baik dan tidak membutuhkan bantuan ventilator/ oksigenasi
b. Pasien dengan perintah ‘Do Not Resuscitate’(DNR)
c. Pasien yang di transfer untuk tindakan manajemen definitive akut
dimana intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.
6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan
tingkat /derajat kebutuhan perawatan pasien kritis.(keputusan harus dibuat
oleh dokter Hcu/DPJP).
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa
di unit/rumah sakit yang dituju, biasanya tidak perlu didampingi oleh
dokter.hanya oleh perawat
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi atau pasien yang sebelumya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU), dimana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan
dari tim perawatan kritis , dapat di damping oleh perawat, petugas
ambulan atau dokter selama transfer.
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi/ intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca operasi,
dan pasien yang sebelumnya dirawat di HCU, harus didampingi oleh
petugas yang kompeten, terlatih dan berpengalaman ( dokter/paerawat)
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced
respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar ( basic respiratory
support) dengan dukungan/ bantuan minimal 2 sistem organ, termasuk
pasien yang mebutuhkan penanganan kegagalan multi organ, harus
didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (
dokter, perawat ruang intensif/ IGD )
7. Saat dr HCU/DPJP di RSR tidak dapat menjamin terlaksananya
bantuan/dukungan anestesiologi yang aman selama proses transfer,
pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko
terkait transfer.
8. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan
sakit berat/kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.
9. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama
transfer berlangsung yan berisi nomor tlp RSR dan rumah sakit tujuan.
10. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.
XI. Kompetensi pendamping pasien dan peralatan yang harus dibawa
selama transfer
1. Kompetensi SDM untuk transfer intra RSR
Pasien Petugas
pendamping
(minimal)
Keterampilan yang
dibutuhkan
Peralatan Utama
Derajat 0 TPK/ Petugas
Keamanan
Bantuan hidup dasar
Derajat 0,5
(orang
tua/delirium)
TPK/ Petugas
Keamanan
Bantuan hidup dasar
Derajat 1 Perawat / petugas
yang
berpengalaman
(sesuai dengan
kebutuhan pasien)
- Bantuan
hidup dasar\
- Pelatihan
tabung gas.
- Pemberian
obat-obatan
- Kenal akan
tanda
deteriosasi
- Keterampila
n trakeotomi
dan suction.
- Oksigen
- Suction
- Tiang
infuse
portable
- Pompa
infuse dengan
baterai
- Oksimetr
i denyut
Derajat 2 Perawat dan
petugas keamanan/
TPK
- Semua
keterampilan
diatas ditambah
- Dua tahun
pengalaman
dalam perawat
intensif
(oksigenasi,
sungkup
pernapasan,
debfibrillator,
monitor)
- Semua
peralatan
diatas
ditambah:
- Monitor
EKG dan
tekana darah
- Defibrilla
tor
Derajat 3 Dokter, perawat,
dan TPK/Petugas
keamanan
Standar
kompetensi
dokter harus di
atas standar
minimal
Monitor portebel
Dokter :
- Minimal 6
bulan
pengalaman
mengenai
perawatan
pasien intensif
dan bekerja di
ICU
- Keterampila
n bantuan hidup
dasar dan lanjut
- Keterampila
n menangani
permasalahan
jalan napas dan
pernapasan,
minimal level
ST 3 atau
sederajat
- Harus
mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
dengan sakit
berat /kritis
- Perawat
- Minimal 2
tahun
- Keterampila
n bantuan hidup
dasar dan lanjut
- Harus
mengikuti
pelatihan untuk
transfer pasien
sakit berat/kritis
TRANSFER INTRA – RUMAH SAKIT
1. Standar pemantauan minimal , pelatihan, dan petugas yang
berpengalaman diaplikasikan pada transfer intra- dan antar umah sakit
2. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai resiku dan keuntungannya.
3. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk
untuk mengantisipasi kejadian emergensi.
4. Peralatan listrikharus terpasang kesumber daya ( stop kontak ) dan oksigen
sentral yang digunakan selama perawatan di unit tujuan
5. Petugas yang mentransfer pasien keruang pemeriksaan radiologi harus
paham akan bahaya potensial yang ada.
6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level
pasien.
X. PEMANTAUAN , OBAT-OBATAN, dan PERALATAN SELAMA
TRANSFER PASIEN KRITIS.
1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan
selama proses transfer.
2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya
harus sebaik pelayanan di RSR/ RS tujuan.
3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum
transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain :
a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
b. EKG kontinu
c. Pemantauan tekanan darah ( non –invasif)
d. Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
e. Terpasang jalur intervena
f. Terkadang memerlukan akses vena sentral
g. Peralatan untuk memantau cardiac output
h. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
i. Mempertahankan dan mengamankan jalan nafas
j. Pemantauan temperature pasien secara terus menerus (mencegah
terjadinya hipotermia/hipertermia)1.
4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten , sensitive terhadap
gerakan dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu
juga cukup menghabiskan baterai monitor.
5. Pengukuran tekanan darah invasive yang kontinu (melalui kanula
arteri)disarankan.
6. Idealnya semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasive selama transfer (wajib pada pasien dengan cidera otak
akut, pasien dengan tekanan darah yang tidak stabil atau berpotensi
menjadi tidak stabil, atau pada pasien dengan inotropik).
7. Katerisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling
status (status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses
vena sentral diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien
tertentu.
9. Pada pasien pemasangan ventilator lakukan pemantauan suplai oksigen,
tekana peranapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator2.
10. Tim transfer yang terlibat arus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di
dalam jarum suntik)
a. Obat resusitasi
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans
e. Obat inotropik
11. Hndari penggunaan tiang dengan selang infuse yang terlalu banyak agar
akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan
baik.1
12. Infus harus di berikan melaui infuse pump
13. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan
baik
14. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di
ambulans2
15. Pertahankan temperature pasien , lindungi telinga dan mata pasien selama
tranasfer
16. Seluruh peralatn harus kokoh, tahan lama,dan ringan
17. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat
tidak disambungkan dengan stop kontak)
18. Baterai tambahan harus dibawa
19. Monitor yang portabelharus mempunyai layar yang jernih dan terang dan
dapat meperlihatkan elektroradiogram (EKG), saturasi oksigen arteri,
pengukuran tekan darah ( non-invasif), kapnografi, dan temperature
20. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portable dapat dengan
cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat
pergerakan ekternal/ vibrasi(getaran)
21. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar cukup keras
22. Ventilator mekanik yang portable harus mempunyai (minimal) :
a. Alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat
dari tubuh
b. Mampu menyediakan tekana akhir ekspirasi positif (positive end
aexpiratory pressure) dan berbagai macam konsentasi oksigen
inspirasi .
c. Pengukuran rasio inspirasi : ekspresi , frekuensi pernapasan per-menit
dan volume tidal
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled
ventilation) dan pemberian tekana positif berkelanjutan (continuous
positive airway pressure)
23. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses
transfer yang lancer dan tidak adanya penundaan dalam pemberian
terapi/obat-obatan.1
24. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana
yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini
harus dilengkapi selama transfer.
25. Pasien harus dipantau secara terus menerus selama transfer dan dicatat di
lembar pemantauan
26. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh
petugas dan harus dalam posisi aman dibawah level pasien.
XI. Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis
1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen
penting sebagai berikut :
a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan/availabilitas
g. Jarak tempuh
2. Pemilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain :
a. Jasa Ambulan Gawat Darurat
- Siap sedia dalam 24 jam\
- Perjalanan darat
- Durabilitas : dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang
dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan.
- Kontak : pusat Ambulan AGD 118, Ambulan 119
XII. Alat transportasi untuk transfer pasien antar rumah sakit
1. Gunakan mobil ambulan RSR/AGD 118, mobil dilengkapi soket listrik 12
V, suplai oksigen, monitor, dan peralatan lainnya.
2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan –kebutuhan untuk
menstransfer pasien terpenuhi
3. Standar peralatan di ambulan
- Suplai oksigen\
- Jarum suntik
- Box emergency
- Suction
- Baterei cadangan
- Syringe/infusion pumps
- Alat penghangat ruangan
4. Tim transfer/SDM pendamping dapat member saran mengenai kecepatan
yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir
ambulans.tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancer dan
segera dengan akselerasi dan deselerasi minimal.
6. Pendamping polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat padat
penduduknya
7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk
pengaman
8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi
segera berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan
yang diperlukan.
9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan/ambulan, gunakan
pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.
XIII. Dokumentasi dan Penyerahan Pasien transfer antar rumah sakit
1. Lakukan pencatatan yang elas dan lengkap dalam semua tahapan transfer,
dan harus mencakup :
a. Detail kondisi pasien
b. Alasan melakukan transfer
c. Nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. Status klinis pre-transfer
e. Detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama
transfer berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan
untuk transfer intra dan anatar rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung :
a. Resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan
setelah transfer termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan
dan terapi yang diberikan
b. Data untuk proses audit, Tim transfer harus mempunyai salinan
datanya
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi
selama proses transfer, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi
rumah sakit yang dituju sebelum mentrasfer pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan harus ada proses serah terima pasien antar
tim transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima ( paramedic dan
perawat) yang akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien
selanjutnya.
7. Proses serah terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik
secara verbal maupun tertulis)mengenai riwayat penyakit pasien, tanda
vital, hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan
kondisi klinis selama transfer berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus
dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban
merawata pasien.
10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa,dan
sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim
transfer.
XIV. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit
1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai
alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon
rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima
pasien sebelum dilakukan transfer.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab
di kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis
pasien.
4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya ( perawat senior).
Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk,
berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan
dilakukan penyerahan tanggungjawab kepada perawat yang
menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk
diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebuthan perawatan
pasien kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya.
XV. Audit dan Jaminan Mutu
1. Buatlah catatn yang jelas dan lengkap selama transfer
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana audit
3. RSR bertangggungjawab untuk menjaga berlangsugnya proses pelaporan
insidens yang terjadi dalam transfer dengan menggunakan protocol standar
RSR
4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RSR.
LAMPIRAN 1.
KOMPETENSI UNTUK TRANSFER PASIEN DENGAN SAKIT BERAT/
KRITIS DERAJAT 3 INTRA-DAN ANTAR-RUMAH SAKIT
Semua pasien sakit berat/ kriti derajat 3 didampini oleh 2 orang selama transfer.
Satu orang adalah dokter, biasanya spesialis anastesi yang sudah terlatih dalam
penanganan jalan napas. Satu orang lagi adalah perawat atau dokter umum.
Terdapat standar keterampilan minimal untuk melakukan transfer pasien. Berikut
adalah kompetensi yang diperlukan.
Dokter
Harus memiliki :
1. Minimal 6 bulan pengalaman mengenai perawatan pasien intensif dan
bekerja di ICU
2. Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut
3. Keterampilan menagani permasalahan jalan napas dan pernapasan,
minimal level ST 3 atau sederajat
4. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat/ kritis
Perawat
Harus memiliki :
1. Miimal 2 tahu bekerja di ICU
2. Keterampilan bantuan hdup dasar dan lanjut
3. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis
Peralatan
1. Ventilator
Dokter harus :
a. Memeiliki pengetahuan yang cukup terhadap fungsi dan jenis
ventilator yang digunakan
b. Mampu mengganti baterai
c. Mampu menggantikan oksigen dan menghitung kebutuhan oksigen
pasien
Perawat harus :
a. Mampu mengganti tabung oksigen
b. Mampu mengganti baterai
2. Pompa
Dokter dan perawat harus
a. Mampu mengganti baterai
b. Mampu mengoperasikan syringe pump
c. Mampu mengatur kecepatan infuse dan memberikan bolus cairan /
obat
3. Monitor
Dokter dan perawat harus :
a. Mendeteksi adanya gelombang yang invasive
b. Melakukan pemantauan invasive
c. Mengoperasikan EKG
d. Mengoperasikan kapnografi
e. Mengoperasikan oksimetri denyut
4. Kantong peralatan medis untuk transfer ( transfer bag )
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai
isi kantong peralatan medis
5. Troli transfer
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai
cara mengoperasikan sistem ini.
Pengakutan Pasien
Dokter dan perawat harus dapat mendemonstrasikan cara mengangkut pasien
dengan aman.
Komunikasi dan Panduan
Dokter dan perawat harus dapat :
1. Mendemonstrasikan cara berkomunikasi dengan rumah sakit tujuan dan
pusat layanan ambulans
2. Membaca dan memahami kebijakan transfer setempat dan nasional
3. Memiliki pengetahuan mengenai sturuktur kendali dan pemberian perintah
untuk transfer.
Transfer
Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan risiko yang
dapat terjadi selama melakukan transfer pasda pasien dengan sakit berat/kritis via
menggunakan kendaraan yang bergerak dan waspada akan bahaya yang mungkin
terjadi kepada petugas dan pasien
Penyerahan pasien
Dokter dan perawat harus mengetahui prosedur serah terima pasien dirumah sakit
tujuan
Orientasi
Dokter dan perawat telah mengetahui kondisi di dalam kendaraan transportasi
yang akan digunakan sebelum melakukan transfer.
Panduan Pemantauan Minimal
Dokter harus memiliki pengetahuan mengenai panduan pemantauan minimal.
LAMPIRAN 2
PERALATAN TRANSFER MINIMAL UNTUK ANTAR RUMAH SAKIT
1. Manajemen jalan napas / oksigenasi dewasa dan anak
a. Sistem bag-valve dewasa dan anak dengan reservoir oksigen
b. Sungkup dewasa dan anak
c. Penghubung sistem bag-valve dengan endotracheal (ETT)/
tracheostomy tube
d. Monitor end tidal carbon dioxide (dewasa dan anak )
e. Laringoskop Miller
f. Selang ETT (5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0 )
g. Pegangan laringoskop ( dewasa dan anak )
h. Baterai cadangan dan bola lampu laringoskop
i. NPA (Nasopharyngeal airways)/ OPA (Oropharyngeal airways)
j. Pelumas / gel
k. Nasal kanul, Simple mask, NRM, RM
2. Lem perekat
3. Nebulizer
4. Kapas Alkohol
5. Brankar
6. Jarum untuk bone marrow
7. Pengukuran tekana darah
8. Winged needle
9. Telepon genggam
10. Gel
11. Alat pemeriksa gula (GDS)
12. Monitor
13. Elektroda dan alat EKG
14. Senter dengan baterai cadangan
15. Pompa infusec( infuse pump )
16. Selang infuse
17. Three way
18. Kateter intravena
19. Cairan infuse (normal saline NS , ringer laktat RL, Dekstrose 5 % )
20. Spuit
21. Klem Kelley
22. Oksimetri denyut
23. NGT
24. Tali panahan untuk ektermitas
25. Stetoskop
26. Suction
27. Kassa
28. Tourniquet
29. Gunting
LAMPIRAN 3
OBAT – OBATAN TRANSFER MINIMAL ANTAR RUMAH SAKIT
1. Kalmethason 1 ml
2. Epinephirine 1mg/ml
3. Aminiphylline 24mg/ml
4. Tramal 100mg/2 ml
5. Atropine 0,25mg/ml
6. Lidocain 20mg/ml
7. Novalgin 500mg/ml
8. Calcii Gluconas 100mg/ml
9. Dextrose 40%/ 25 ml
10. Furosemide 10 mg/ml
11. Propyretic supp 160 mg
12. Stesolid rectal tube 10 mg
13. Stesolide rectal tube 5 mg
DAFTAR PUSTAKA
Assosiation of Anaesthetists of Great Britain and Ireland (2009). AAGBI safety
guideline : interhospital transfer. London
Welsh Assembly Goverment (2009). Designed for life : Welsh guidelines for the
transfer of critically ill adult: 2009
North West London Cardiac and Stroke Network (2010). Web based interhospital
transfer : user guid. London: NHS
Top Related