Download - OMSK Refrat

Transcript
Page 1: OMSK Refrat

1

PEMBIMBING :

Dr. Susilaningrum, Sp.THT

Penyusun :

Arvin Nathaniel H, S.ked – 071.2003.0034 (FK UPH)

Shofiah Sari, S.ked – 07.315.134 (FK UPN)

Dewa.N.N. Rama, S.ked – 11.2006.089 (FK UKRIDA)

Muhammad Asim, S.ked

KEPANITRAAN KLINIK DEPARTEMEN THT

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

PERIODE 23 JUNI 2008 – 2 AGUSTUS 2008

JAKARTA

Page 2: OMSK Refrat

2

BAB I

PENDAHULUAN

Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang

biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi)

pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga

(otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous,

mukous atau purulen. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut Otitis Media Supuratif

Subakut.3

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK

dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada

orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di

Afrika Selatan.5 Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul

oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah

minoritas di Pasifik.6

Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi

yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada

negara yang sedang berkembang.5

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi

penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK

melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta)

menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum, prevalensi OMSK di

Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di

poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.3

Page 3: OMSK Refrat

3

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat dan puji syukur kepada Tuhan yang maha esa atas karunia dan rahmatNya

sehingga penyusunan referat dengan judul “ Penatalaksanaan Abses Leher Dalam “ dapat

terselesaikan. Penyusunan referat ini ditujukan sebagai tugas dari Kepaniteraan di Departemen

Telinga, Hidung dan Tenggorokan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Terima kasih kami

ucapkan kepada Dr. Susilaningrum Sp. THT selaku pembimbing referat ini, dan kepada dokter-dokter

yang telah membantu sehingga tugas referat ini dapat terselesaikan :

1. Dr. A. Budi Sulistya Sp.THT

2. Dr. Risman Rais Sp.THT

3. Dr. Amir Santoso Sp.THT

4. Dr. Sabri Syamsu Sp.THT

5. Dr. Risman Santoso Sp.THT

6. Dr. Hj. Nurmawati Sp.THT

7. Dr. Moerseto Sp.THT

8. Dr. Wahyono Sp.THT

9. Dr. A. M. Sembayang Sp.THT

10. Dr. Djoko Waspodo Sp.THT

11. Dr. Hj.Siti Faisa. A. MSc. Sp.THT

12. Dr. Soekirman Soekin Sp.THT

Selaku penulis referat ini, kami berharaf semoga referat ini dapat bermanfaat bagi rekan-

rekan sejawat. Dan kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari

kesempurnaan oleh karena itu segala saran dan masukan kami terima agar referat ini dan

pengetahuan kami dapat bertambah baik.

Akhir kata, selamat membaca, dan semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, July 2008

Penyusun

Page 4: OMSK Refrat

4

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan

adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya

cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.

Sekret mungkin serous, mukous atau purulen. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut

Otitis Media Supuratif Subakut.3

2.2 ANATOMI

2.2.1 Telinga Luar1

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.

Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,

dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam

rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi

kelenjar keringat) dan rambut. Kelanjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.

Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

2.2.2 Telinga Tengah1

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

Page 5: OMSK Refrat

5

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran

shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya

berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan dari epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai

satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin

yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo.

Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada pukul 7

untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah

cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Pada membran timpani terdapat 2

macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks

cahaya yang berupa kerucut. Secara klinis refleks cahaya dinilai, misalnya bila letak refleks

cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus

longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian

atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, dan bawah-belakang, untuk menyatakan letak

perforasi membran timpani.

Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang

membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat

tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran tersusun

dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes.

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus

melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes.

Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar

tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.

Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad

antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.

Page 6: OMSK Refrat

6

Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring

dengan telinga tengah. Bagian lateral tuba eustakius adalah yang bertulang sementara dua

pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak disebelah atas

bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang

rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor

superior. Bagian ini biasanya tertutup tetapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator

palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf

mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua

sisi membran timpani.2

2.2.3 Telinga Dalam2

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat

vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe,

satu-satunyacairan ektraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin

membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat

dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan

bagian koklear. Bagian vestibularis (pras superior) berhubungan dengan keseimbangan,

sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran.

Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran. Aksis dari

spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri

vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina

spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ korti. Rongga koklea bertulang dibagi

menjadi 3 bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35mm dan berisi endolimfe. Bagian

atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisah dari duktus koklearis oleh membran

reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan

dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe

pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus

koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempis

pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).

Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti, yang

mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ

Page 7: OMSK Refrat

7

korti terdiri dari 1 baris sel rambut dalam (3000) dan 3 baris sel rambut luar (12000). Sel-sel

ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jungkit yang

dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah

sel rambut. Pada rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya

yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aseluler, dikenal sebagai membrana tektoria.

Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak dimedial

disebut sebagai limbus.

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis

semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.

Sel-sel rambut ini ditutupi oleh suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada

lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih

besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan

membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.

Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan

saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus

terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-

masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung

sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan

endolimfe pada kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan

membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.

2.3 FISIOLOGI PENDENGARAN1

Page 8: OMSK Refrat

8

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang mengerakkan tingkap lonjong, sehingga

perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan

membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut. Sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,

sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial

aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

2.4 FAKTOR RESIKO

Resiko tinggi OMSK berhubugan dengan higien buruk, nutrisi buruk, perokok pasif, daya

tahan tubuh buruk, infeksi nasofaring kemiskinan adalah faktor resiko utama pada Negara

berkembang. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang

terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuan tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah

(gizi kurang) atau hygiene buruk. Anak-anak memiliki tuba eustachii yang lebih pendek,

lebar dan horizontal dibandingkan orang dewasa merupakan predesposisi OMA pada anak-

anak yang biasanya didahului ISPA. Beberapa suku seperti Aborigin dan Indian mempunyai

resiko tinggi OMK, mungkin dikarenakan tuba eustachii pada suku ini diameternya lebih

besar atau memiliki resistensi yag rendah. Individu dengan palatoskisis atau down sindrom

memiliki tuba eustachii yang lebih pendek yang menyebabkan individu ini mempunyai resiko

OMK.1,6

2.5 PATOGENESIS

Page 9: OMSK Refrat

9

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa

adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di

belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab

utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).6

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan

membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan

udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang

belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang

datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah

menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.5,7

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui

tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.

Pada orang dengan infeksi saluran nafas atas terjadi oklusi ostium tuba eustachii karena

proses peradangan sehingga fungsi tuba sebagai penyeimbang tekanan udara didalam dan di

luar telinga tengah terganggu. Akibatnya terbentuk ruang vakum di telinga tengah, karena

mukosa telinga tengah memerlukan oksigen untuk metabolisme sel sehingga terjadi

penyerapan udara di dalam cavum timpani yang menimbulkan tekanan negatif. Akibat dari

adanya tekanan negatif sehingga membran timpani mengalami retraksi. Lalu membran

timpani berusaha mengembang dengan mengkompensasi dengan cara menyedot sekret di

nasofaring dan sekitarnya.

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga

tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta

sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah

permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah

(transudasi).8

Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa

telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan

pada telinga tengah (supurasi).9

Sekret yang menumpuk di cavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol ke

arah telinga luar. Apabila tekanan akibat sekret di cavum timpani tidak berkurang maka

terjadi iskemik akibat tekana pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vene-

Page 10: OMSK Refrat

10

vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat

sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi

ruptur.

Apabila pemberian antibiotik terlambat dan virulensi kuman tinggi maka dapat terjadi

ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari cavum timpani ke liang telinga luar.

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,

epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak

lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel

yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM

ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel

sederhana.10

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau

tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius

yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.

2.6 KLASIFIKASI

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe sekunder,

OMSK tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe maligna).

OMSK tipe maligna ini dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke

intrakranial yang dapat berakibat fatal.4

Perbedaan tipe klinik penyakit ini dibuat berdasarkan apakah penyakit melibatkan pars

tensa atau pars flaksida membran timpani sehingga perbedaan anatomi inilah yang

selanjutnya menimbulkan istilah “tubotimpanal” dan “atikoantral”.5

Radang telinga tengah menahun ini dibagi atas 2 tipe, yaitu:

1. Tipe tubotimpanal (benigna).

Page 11: OMSK Refrat

11

Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang

letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan

kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses

peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman

karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.1,4

2. Tipe atikoantral (maligna).

Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit

menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya (maligna) ataupun sering disebut sebagai chronic

supurative otitis media with cholesteatoma.3 Perforasi membran timpani yang terjadi pada

tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan

muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir

membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga

luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini

disebut ‘penyakit atikoantral’.1,11,12

Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kista epitelial yang dibatasi oleh

epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang

berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat

tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa pembesaran

kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi, kolesteatom ini akan menekan

dan mendesak organ disekitarnyasertmenimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya

proses nikosis terhadap tulang diperhebat oleh adanya pembentukan reaksi asam oleh

pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti

labirintis, meningitis dan abses otak. Sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma

sering dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan

penatalaksanaan bedah.1,12.

Klasifikasi Kolesteatom:

Page 12: OMSK Refrat

12

1. Kolesteatom kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada tlinga

dengan membrana impani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di

kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatom di

cerbellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.

2. Kolesteatom akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis terbagi atas :

a. Kolesteatm akuisital primer

kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi memran timpani.

Kolesteatom timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars

flasida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (teori

invaginasi).

b. Kolesteatom akuisital sekunder

Kolesteatom terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom

terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir

perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat

metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori

metaplasi). Pada teori implantasi dikatakan kolesteatom terjadi akibat adanya

implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi,

setelah Burst injury, pemasangan ventilasi tube atau seteleh miringotomi.1

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara:11,12, 13

1. Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang

dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai

adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal (benigna)

sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan

intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral (maligna), sekretnya lebih sedikit, berbau

busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang

keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang

pendengaran atau telinga keluar darah.

Page 13: OMSK Refrat

13

Pada kasus OMSK maligna yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retroaurikuer

(belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari

dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah, (sering terlihat di

epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatom) atau terlihat

bayangan kolesteatom pada foto rontgen mastoid. fkui

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat

dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan

udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan

gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception

threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus

kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi

tulang temporal dan kolesteatoma.

2.8 EFEK PADA KEKURANGAN PENDENGARAN (HEARING IMPAIRMENT)

Kekurangan pendengaran sering menyertai OMSK. Kekurangan yang terjadi biasanya

bersifat tuli konduksi (conductive hearing loss) derajat ringan hingga menengah (sekitar 30–

60 dB). Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membrana timpani dan

putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis sehingga

suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval (foramen ovale).

Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses infeksi

melibatkan koklea atau saraf pendengaran.6

Penelitian di beberapa negara oleh WHO, 2004, menunjukkan kekurangan pendengaran

terjadi pada ± 50% penderita OMSK dan secara keseluruhan tidak kurang dari 164 juta kasus

Page 14: OMSK Refrat

14

dengan kekurangan pendengaran merupakan akibat dari OMSK dan sekitar 90% kejadian ini

terjadi pada negara yang sedang berkembang.6

2.9 EFEK PADA BAHASA, PERKEMBANGAN SOSIAL DAN PEMBELAJARAN

Sebagian besar peneliti setuju OMK yang muncul pada usia 2 atau 3 mempengaruhi

stimulasi mendengar dan berbicara pada anak-anak yang mempunyai efek jangka panjang

pada komunikasi, bahasa, proses mendengar, psikososial dan perkembangan kognitif dan

proses belajar. Anak-anak suku Eskimo dengan otorea dibawah usia tahun memiliki

kemampuan komunikasi verbal perkembangan intelegensi yang rendah. Suku aborigin

memiliki resiko tinggi oitis media, banyak batita mengalai perforasi membaran timpani di

bawah usia 1 tahun menyebabkan kesulitan pada masa anak-anak dan kesultian pekerjaan

pada saat dewasa. 6

Page 15: OMSK Refrat

15

Page 16: OMSK Refrat

16

Page 17: OMSK Refrat

17

2.11 KOMPLIKASI

Page 18: OMSK Refrat

18

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk menjadi

serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan

kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patoligik yang menyebabkan

otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe

benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen.

Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang,

pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK

menjadi kabur. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang

berhubungan dengan komplikasi ini.

2.11.1 Penyebaran Penyakit

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang

normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.

Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran

napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu

dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di

sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses

subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke

dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke

arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis

dan abses otak.

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi

akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran

biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus, yang kronis,

penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada,

misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan

duktus endolimfatik.

Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi

telinga tengah ke intrakranial.

2.11.2 Penyebaran hematogen

Page 19: OMSK Refrat

19

Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya (1) komplikasi

terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau

kedua sampai hari kesepuluh (2) gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala

meningitis lokal. (3) pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang

serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga

mastoiditis hemoragika.

2.11.3 Penyebaran melalui erosi tulang

Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila (1) komplikasi terjadi beberapa

minggu atau lebih setelah awal penyakit, (2) gejala prodromal infeksi lokal biasanya

mendahului gejala infeksi yang lebih luas, misalnya paresis n.fasialis ringan yang hilang

timbul mendahului paresis n.fasialis yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului

meningitis purulen, (3) pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara

fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya

dilapisi oleh jaringan granulasi.

2.11.4 Penyebaran melalui jalan yang sudah ada

Penyebaran cara ini dapat diketahui bila (1) komplikasi terjadi pada awal penyakit, (2) ada

serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur tengkorak,

riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intrakranial

mengikuti komplikasi labirinitis supuratif. (3) pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran

melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.

2.11.5 Diagnosis komplikasi yang mengancam

Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan prasyarat

untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak

berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea dan pada pemeriksaan

otoskopik tidak menunjukan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan, maka

harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu

Page 20: OMSK Refrat

20

tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk

(drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.

Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah

yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi yang diberikan

merupakan tanda komplikasi intrakranial.

Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar,

hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.

Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan rusaknya dinding

mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT Scan. Terdapatnya erosi

tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT Scan

berfaedah untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini

bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan

efektif.

2.11.6 Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronis

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan, tetapi

dasarnya tetap sama.

Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut :

A. Komplikasi di telinga tengah :

1. Perforasi membrane timpani persisten

2. Erosi tulang pendengaran

3. Paralisi nervus fasialis

B. Komplikasi di telinga dalam :

1. Fistula labirin

2. Labirintis supuratif

3. Tuli saraf

C. Komplikasi di ekstradural :

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat :

Page 21: OMSK Refrat

21

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hidrosefalus otitis

Paparella dan Shumrick (1980) membaginya dalam :

A. Komplikasi otologik :

1. Mastoiditis koalesen

2. Petrositis

3. Paresis fasialis

4. Labirinitis

B. Komplikasi intrakranial :

1. Abses ekstradural

2. Trombosis sinus lateralis

3. Abses subdural

4. meningitis

5. Abses otak

6. Hidrosefalus otitis

Shambough (1980) membaginya atas komplikasi meningeal dan non-meningeal :

A. Komplikasi meningeal :

1. Abses ekstradural dan abses perisinus

2. Meningitis

3. Tromboflebitis sinus lateral

4. Hidrosefalus otitis

5. Otore likuor serebrospinal

B. Komplikasi non-meningeal :

1. Abses otak

2. Labirinitis

3. Petrositis

4. Paresis n.fasialis

Page 22: OMSK Refrat

22

2.11.7 Komplikasi di telinga tengah

Akibat infeksi di telinga tengah hamper selalu berupa tuli konduktif. Pada membrane

timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulangpendengaran terputus, akan menyebabkan

tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan

penyakitnya, sebab jaringan patologis yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar

suara ke telinga dalam.

Paresis fasialis

Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada

otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh

kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis itu.

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu

diberikan antibiotika dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan

di dalam kavum timpani dengan drenase. Bila dalam jangka waktu tertentu ternyata tidak ada

perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik (misalnya elektromiografi), barulah

dipikirkan untuk melakukan dekompresi.

Pada otitis media supuratif kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa

harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.

Page 23: OMSK Refrat

23

2.11.8 Komplikasi di telinga dalam

Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada

kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat

(fenestra rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak

menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea

akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan miringotomi

segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam empat puluh delapan jam

dengan pengobatan medikamentosa saja.

Penyebaran oleh proses destruksi, seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke labirin

akan menyebabkan vertigo, mual, dan muntah, serta tuli saraf.

Fistula labirin dan labirinitis

Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatom, dapat menyebakan

terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan

ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitisdan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli

total atau meningitis.

Adanya fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula, yaitu dengan memberikan

tekanan udara positif ataupun negative ke liang telinga melalui otoskop Siegel dengan corong

telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukan ke

dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya akan menyebabkan

perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan

terjadi kompresi dan ekspansi labirin membrane. Tes fistula positif akan menimbulkan

nistagmus atau vertigo, tes fistula negative bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan

granulasi atau bila labirin sudah mati.

Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT scan yang baik kadang-kadang dapat

memperlihatkan adanya fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis.

Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk mneghilangkan

infeksi dan menuutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tidanakan

bedah harus adekuat, untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan

granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup

dengan jaringan ikat atau sekeping tulang / tulang rawan.

Page 24: OMSK Refrat

24

Labirinitis

Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin, disebut labirinitis umum (general),

dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas (labirinitis

sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk

labirinitis, yaitu labirinitis serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentuk

labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam

bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.

Pada labirinitis serosa toksin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel radang,

sedangkan pada labirinitis supuratif, sel radang menginvasi labirin, sehingga terjadi

kerusakan yang ireversibel, seperti fibrosis dan osifikasi.

Pada kedua bentuk labirinitis itu operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan

infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin untuk

mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika yang adekuat terutama ditujukan

kepada pengobatan otitis media kronik dengan/ tanpa kolesteatoma.

Labirinitis serosa difus

Labirinitis serosa difus seringkali terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta atau dapat

terjadi primer pada otitis media akut. Masuknya toksin atau bakteri melalui tingkap bulat,

tingkap lonjong, atau melalui erosi tulang labirin. Infeksi tersebut mencapai end osteum

melalui saluran darah. Diperkirakan penyebab labirinitis serosa yang paling sering adalah

absorbsi produk bakteri di telinga dan mastoid ke dalam labirin.

Bentuk ringan labirinitis serosa selalu terjadi pada operasi telinga dalam, misalnya pada

operasi fenestrasi, terjadi singkat, dan biasanya tidak menyebabkan gangguan pendengaran.

Kelainan patologiknya seperti inflamasi non purulen labirin. Pemeriksaan histologik pada

potongan labirin menunjukkan infiltrasi seluler awal dengan eksudat serosa atau serofibrin.

Gejala dan tanda serangan akut labirinitis serosa difus adalah vertigo spontan dan

nistagmus rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadang-kadang disertai mual dan

muntah, atasia dan tuli saraf.

Page 25: OMSK Refrat

25

Labirinitis serosa difusa yang terjadi sekunder dari labirinitis sirkumskripta mempunyai

gejala yang serupa tetapi lebih ringan, akibat telah terjadi kompensasi. Tes fistula akan positif

kecuali bila fistulanya tertutup jaringan. Ada riwayat gejala labirinitis sebelumnya, suhu

badan normal atau mendekati normal.

Pada labirinitis serosa ketulian bersifat temporer, biasanya tidak berat, sedangkan pada

labirinitis supuratif terjadi tuli saraf total yang permanent. Bila pada labirinitis serosa ketulian

menjadi berat atau total, maka mungkin telah terjadi perubahan menjadi labirinitis supuratif.

Bila pendengaran masih tersisa sedikit di sisi yang sakit, berarti tidak terjadi labirinitis

supuratif difus. Ketulian pada labirinitis serosa difus harus dibedakan dengan ketulian pada

penyakit noninflamasi labirin dan saraf ke VIII.

Prognosis labirinitis serosa baik, dalam arti menyangkut kehidupan dan kembalinya fungsi

labirin secara lengkap. Tetapi tuli saraf temporer yang berat dapat menjadi tuli saraf yang

permanent bila tidak diobati dengan baik.

Pengobatan pada stadium akut yaitu pasien harus tirah banting (bed rest) total, diberikan

sedatif ringan. Pemberian antibiotika yang tepat dan dosis yang adekuat. Drenase telinga

tengah harus dipertahankan. Pembedahan merupakan indikasi kontra. Pada stadium lanjut

dari OMA, mungkin diperlukan mastoidektomi sederhana (simpel) untuk mencegah

labirinitis serosa. Timpanomastoidektomi diperlukan bila terdapat kolesteatom dengan fistula.

Labirinitis supuratif akut difus

Labirinitis supuratif akut difus, ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti

dengan vertigo berat, mual, muntah, ataksia dan nistagmus spontan ke arah telinga yang

sehat.

Labirinitis supuratif akut difus dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang

infeksinya masuk melalui tingkap lonjong atau tingkap bulat. Pada banyak kejadian,

labirinitis ini terjadi sekunder dari otitis media akut maupun kronik dan mastoiditis. Pada

beberapa kasus abses subdural atau meningitis, infeksi dapat menyebar ke dalam labirin

dengan atau tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga terjadi labirinitis supuratif.

Kelainan patologik terdiri dari infiltrasi labirin oleh sel-sel leukosit polimorfonuklear dan

destruksi struktur jaringan lunak. Sebagian dari tulang labirin nekrosis, dan terbentuk

Page 26: OMSK Refrat

26

jaringan granulasi yang dapat menutup bagian tulang yang nekrotik tersebut. Keadaan ini

akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum, paresis fasialis, dan penyebaran infeksi ke

intrakranial.

Mual, muntah, vertigo dan ataksia dapat berat sekali bila awal dari perjalanan labirinitis

supuratif tersebut cepat. Pada bentuk yang perkembangannya lebih lambat, gejala akan lebih

ringan oleh karena kompensasi labirin yang sehat. Terdapat nistagmus horizontal rotatoar

yang komponen cepatnya mengarah ke telinga yang sehat. Dalam beberapa jam pertama

penyakit, sebelum seluruh fungsi labirin rusak, nistagmus dapat mengarah ke telinga yang

sakit. Jika fungsi koklea hancur, akan mengakibatkan tuli saraf total permanent. Suhu badan

normal atau mendekati normal, bila terdapat kenaikan, mungkin disebabkan oleh otitis media

atau mastoiditis. Tidak terdapat rasa nyeri. Bila terdapat, mungkin disebabkan oleh lesi lain,

bukan oleh labirinitis.

Selama fase akut, posisi pasien sangat khas. Pasien akan berbaring pada sisi yang sehat

dan matanya mengarh ke sisi yang sakit, jadi ke arah komponen lambat nistagmus. Posisi ini

akan mengurangi perasaan vertigo.

Tes kalori maupun tes rotasi tidak boleh dilakukan selama fase akut, sebab vertigo akan

diperhebat.

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit, tanda dan gejala labirinitis dengan hilangnya

secara total dan permanent fungsi labirin. Pemeriksaan Rontgen telinga tengah, os mastoid

dan os petrosus mungkin menggambarkan sejumlah kelainan yang tidak berhubungan dengan

labirin. Bila dicurigai terdapat iritasi meningeal, maka harus dilakukan pemeriksaan cairan

spinal.

Labirinitis supuratif akut difus tanpa komplikasi, prognosis ad vitam baik. Dengan

antibiotika mutakhir komplikasi meningitis dapat sukses diobati, sehingga harus dicoba terapi

medikamentosa dahulu sebelum tindakan operasi. Bila terjadi gejala dan tanda komplikasi

intrakranial yang menetap, walaupun telah diberikan terapi adekuat dengan antibiotika,

drenase labirin akan memberi pronogsis lebih baik daripada bila dilakukan tindakan operasi

radikal.

Diperlukan tirah baring total selama fase akut, yang dapat berlangsung sampai 6 minggu.

Perbaikan terjadi bertahap, mulai dari hari pertama. Sedatif ringan mungkin diperlukan pada

Page 27: OMSK Refrat

27

periode awal. Fenobarbital 32 mg (1/2 grain) yang diberikan 3x sehari, biasanya cukup

memuaskan.

Dosis antibiotika yang adekuat harus diberikan selama suatu periode baik untuk mencegah

komplikasi intracranial, maupun untuk mengobati labirinitisnya. Harus dilakukan kultur

untuk identifikasi kuman dan untuk tes sensitivitas kuman. Antibiotika penisilin harus segera

diberikan sebelum hasil tes resistensi didapat, jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan

tetrasiklin, dengan dosis tinggi secara parenteral. Respon klinik lebih utama daripada hasil tes

sensitivitas kuman dalam menentukan jenis antibiotika. Dengan adanya sisa pendengaran

walaupun sedikit, menandakan masih berfungsinya labirin, dan menjadi indikasi kontra

operasi. Drenase atau membuang sebagian labirin yang rusak, dilakukan bila terdapat

komplikasi intracranial dan tidak memberi respon terhadap pengobatan dengan antibiotika.

Labirinitis kronik (laten) difus

Labirinitis supuratif stadium kronik atau laten dimulai, segera sesudah gejala vestibuler

akut berkurang. Hal ini mulai dari 2-6 minggu sesudah awal periode akut.

Patologi. Kira-kira akhir minggu ke X setelah serangan akut telinga dalam hamper

seluruhnya terisi oleh jaringan granulasi. Beberapa area infeksi tetap ada. Jaringan granulasi

secara bertahap berubah menjadi jaringan ikat dengan permulaan klasifikasi. Pembentukan

tulang baru dapat mengisi penuh ruangan-ruangan labirin dalam 6 bulan sampai beberapa

tahun pada 50% kasus.

Gejala. Terjadi tuli total di sisi yang sakit. Vertigo ringan dan nistagmus spontan

biasanya ke arah telinga yang sehat dapat menetap sampai beberapa bulan atau sampai sisa

labirin yang berfungsi dapat mengkompensasinya. Tes kalori tidak menimbulkan respon di

sisi yang sakit dan tes fistula pun negatif, walaupun terdapat fistula.

Pengobatan. Terapi lokal harus ditujukan ke setiap infeksi yang mungkin ada.

Drenase bedah atau eksenterasi labirin tidak diindikasikan, kecuali suatu fokus di

labirin atau daerah perilabirin telah menjalar atau dicurigai menyebar ke struktur intracranial

dan tidak memberi respon terhadap terapi antibiotika.

Page 28: OMSK Refrat

28

Bila ada indikasi dapat dilakukan mastoidektomi. Bila dicurigai ada fokus infeksi di

labirin atau di os petrosus, dapat dilakukan drenase labirin dengan salah satu operasi labirin.

Setiap skuestrum yang lepas harus dibuang, harus dihindari terjadinya trauma N VII. Bila

saraf fasial lumpuh, maka harus dilakukan dekompresi saraf tersebut.

Bila di lakukan operasi tulang temporal, maka harus diberikan antibiotika sebelum

dan sesudah operasi.

Skuestrum labirin

Etiologi. Setiap tahap skuestrasi tulang labirin dapat berhubungan dengan atau mengikuti :

(1) labirinitis supuratif akut atau kronik, (2) trauma pada labirin tulang, terutama pada operasi

tulang temporal, (3) setiap penyakit granulomatosa yang mengenai telinga, seperti

tuberkolosis, sifilis, (4) petrositis dengan penyebaran nekrosis ke labirin tulang dengan

skuestrasi labirin, (5) infeksi yang “tidur” di sel petrosis yang tiba-tiba aktif dan

menyebabkan nekrosis tulang labirin.

Skuestrasi lebih sering terjadi pada anak-anak, tetapi dapat terjadi pada setiap umur.

Tuberkolosis tulang temporal pada bayi dan anak lebih cenderung untuk menyebabkan

nekrosis dengan skuestra pada labirin. Labirinitis sirkumskrip dengan fistula akibat

kolestestom atau granuloma dapat menimbulkan skuester di labirin dengan ukuran yang

berbeda-beda.

Patologi. Sediktnya vaskularisasi pada lapisan tengah atau endokondral pada kapsul tulang

labirin menyebabkan sangat berkurangnya tendensi menyembuh setelah mengalami trauma

atau infeksi. Hal ini tidak terjadi pada lapisan endosteum yang tipis dan kompak pada lapisan

luar atau periosteum yang mempunyai lamela Haversian dengan banyak pembuluh darah.

Bila infeksi mencapai lapisan endokondral melalui erosi atau trauma, baik melalui lapisan

periosteum atau pun endosteum, memungkinkan timbulnya fistula labirin atau terbentuknya

skuestrum endokondral. Sembuhnya kerusakan endosteal atau endokondral berlangsung dari

lapisan periosteal dengan pembentukan tulang lamera.

Tendensi penyebaran ke arah pneumatisasi prosesus piramidalis petrosa (petrous pyramid)

yang relatif lebih besar di sebelah atas belakang labirin dan di medial eminensia arkuata,

dibarengi dengan sempitnya lubang ke luar dari sel-sel udara di situ, merupakan predisposisi

Page 29: OMSK Refrat

29

terjadinya nekrosis, dengan skuestrasi sebagian atau seluruh bagian labirin. Dengan demikian

kemungkinan untuk penyebaran ke intracranial meningkat.

Diagnosis. Suatu skuestrum di labirin, walaupun yang sulit di diagnosis pre-operasi, dapat

diduga bila otalgia yang persisten, otore yang deras, granulasi yang subur, dan hilangnya

sebagian besar atau seluruh fungsi labirin, di sisi yang sakit timbul mengikuti labirinitis atau

peri-labirinitis.

Meraba telinga yang nekrotik secara hati-hati sekali dengan sonde, walaupun tidak selalu

dianjurkan, dapat mendeteksi skuestrum.

Pemeriksaan roentgen dapat menduga adanya erosi, bahkan dapat menunjukkan skuester

labirin tulang.

Prognosis. Skustrum pada sejumlah kasus mungkin di absorsi atau dapat dikeluarkan

secara spotan dengan atau tanpa perubahan pada labirin tulang. Drenase dan tindakan operasi,

serta pengangkatan skuester dan seluruh daerah infeksi, akan memberi prognosis yang baik.

Bila drenase atau pengangkatan daerah yang terkena tidak efektif, akan mengancam

kemungkinan perluasan ke intracranial atau ke arteri karotis.

Paresis fasial terjadi pada kasus demikian, tetapi penyembuhan yang lengkap akan terjadi

sesudah surutnya infeksi, terutama bila paralysis hanya sebagian. Bila saraf tersebut rusak,

mungkin diperlukan transplantasi saraf.

Pengobatan. Bila dicurigai terjadinya skuestrasi labirin, harus diberikan antibiotika dosis

tinggi dan adekuat sampai didapat tanda-tanda bahwa pemberian obat ini kelihatan sia-sia

sebelum dilakukan pembedahan.

Tidak ada ketetapan yang memberi indikasi kuat dan cepat bagi dilakukannya drenase

bedah dan pengangkatan skuestrum. Harus nilai tiap kasus. Tetapi dapat dikatakan bahwa bila

telah ada dugaan kuat terjadinya skuester, serta telah terdapat hilangnya fungsi labirin secara

total, harus dilakukan beberapa macam bedah drenase, dan pengangkatan bagian yang

nekrosis. Bila skuester melekat erat, maka pengobatannya dapat ditunda sampai

pemisahannya menjadi lebih lengkap.

Page 30: OMSK Refrat

30

Terapi bedah pada labirinitis supuratif

Kemajuan dan efektivitas terapi antibiiotika, ditambah dengan diagnosis dini dan

pengobatan bedah terhadap penyakit penyebab, telah membuat drenase labirin menjadi

tindakan yang jarang dilakukan. Tetapi labirinitis supuratif diikuti oleh tanda-tanda

rangsangan meningel memerlukan tindakan drenase labirin dengan segera. Banyak penulis

telah mengemukakan berbagai teknik membuka bagian labirin dari berbagai segmen

(Hinsberg, Jasen, Neumonn, Bourget, Richard), tetapi variasi-variasi pada operasi-operasi itu

tidak bermakna.

Teknik sebelum membuka labirin harus dilakukan lebih dulu mastoidektomi radikal,

perhatian harus ditujukan untuk membuang seluruh bagian yang terinfeksi untuk

mencegahnya menjadi infeksi fokal.

2.11.9 Komplikasi ke ekstradural

Petrositis

Kira-kira sepertiga dari populasi manusia, tulang temporalnya mempunyai sel-sel udara

sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah

ke os petrosum. Yang sering ialah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut.

Adanya petrositis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien di dapatkan 3 gejala klasik

seperti terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI. Sering kali disertai dengan rasa

nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital, oleh terkenanya n.V, ditambah dengan

terdapatnya otore yang persisten, terbentuklah suatu sindrom yang disebut sindrom

Gradenigo.

Infeksi dapat disebabkan oleh kuman S. Pneumoniae, H. Influenzae, S. Aureus atau

Pseudomonas, sp ataupun Tuberkulosis juga dapat menyebabkan infeksi

Kecurigaan terhadap petrositis terutama bila terdapat nanah yang keluar terus menerus dan

rasa nyeri yang menetap pasca mastoidektomi.

Page 31: OMSK Refrat

31

Komplikasi

Cranial nerve palsies including sensorineural ± conductive deafness Bony destruction and erosion Dural venous sinus thrombosis Carotid artery spasm, occlusion, rupture or septic emboli to the brain Meningitis or a variety of intracranial abscesses Brain damage and death

Pengobatan petrositis ialah operasi. Pada waktu malakukan operasi telinga tengah

dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum serta mengeluarkan jaringan

pathogen.

Tromboflebitis sinus lateralis

Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan

terjadinya trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-

antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.

Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi

pembuluh darah. Pada mulanya suhu tubuh naik, tetapi setelah penyakit menjadi berat

didapatkan kurve suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil.

Kurve suhu demikian menandakan adanya sepsis.

Rasa nyeri biasanya tidak jelas, kecuali bila sudah terdapat abses perisinus. Kultur darah

biasanya positif, terutama bila darah diambil ketika demam.

Pengobatan haruslah dengan jalan bedah, membuang sumber infeksi di sel-sel mastoid,

membuang tulang yang berbatasan dengan sinus (sinus plate) yang nekrotik, atau membuang

dinding sinus yang terinfeksi atau nekrotik. Jika sudah terbentuk trombus harus juga

dilakukan drainase sinus dan mengeluarkan trombus. Sebelum itu, dilakukan dulu ligasi vena

jugulare interna untuk mencegah trombus terlepas ke paru dan ke dalam tubuh lain.

Page 32: OMSK Refrat

32

Abses ekstradural

Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah di antara durameter dan tulang. Pada otitis

media supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatom

yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid.

Gejalanya terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Dengan foto Rontgen

mastoid yang baik, terutama posisi Schuller, dapat dilihat kerusakan di lempeng tegmen

(tegmen plate) yang menendakan tertembusnya tegmen. Pada umumnya abses ini baru

diketahui pada waktu operasi mastoidektomi.

Abses subdural

Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ekstradural

biasanya sebagai perluasan trombofelbitis melalui pembuluh vena.

Gejalanya dapat berupa demam, nyeri kepala dan penurunan kesadaran sampai koma pada

pasien OMSK. Gejal kelainan susunan saraf pusat bisa berupa kejang, hemiplegia dan pada

pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.

Fungsi lumbal perlu untuk membedakan abses subdural dengan meningitis. Pada abses

subdural pada pemeriksaan likuor serebrospinal kadar protein biasanya normal dan tidak

ditemukan bakteri. Kalau pada abses ekstradural nanah keluar pada waktu operasi

mastoidektomi, pada abses subdural nanh harus dikeluarkan secara bedah saraf

(neurosurgical), sebelum dilakukan operasi mastoidektomi.

2.11.10 Komplikasi ke susunan saraf pusat

Meningitis

Komplikasi otitis media ke SSP yang paling sering ialah meningitis. Keadaan ini dapat

terjadi oleh otitis media akut, maupun kronis, serta dapat terlokalisasi, atau umum (general).

Walau secara klinis kedua bentuk ini mirip, pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat

bakteri pada bentuk yang umum, sedangkan pada bentuk yang terlokalisasi tidak ditemukan

bakteri.

Page 33: OMSK Refrat

33

Gambaran klinis meningitis biasanya berupa kaku kuduk, kenaikan suhu tubuh, mual,

muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat (proyektif), serta nyeri kepala hebat. Pada

kasus yang berat biasanya kesadaran menurun (delir sampai koma). Pada pemeriksaan klinis

terdapat kaku kuduk waktu difleksikan dan terdapat tanda kernig positif. Biasanya kadar gula

menurun dan kadar protein meninggi di likuor serebrospinal.

Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati meningitisnya dahulu dengan

antibiotik yang sesuai, kemudian infeksi ditelinganya dengan operasi mastoidektomi.

Abses otak

Abses otak otogenik adalah komplikasi intrakranial dari otitis media supurativa kronik

(OMSK), yang merupakan salah satu penyakit kegawatdaruratan di bidang THT.

Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan adekuat sangat diperlukan dalam usaha menekan

angka kematian penyakit ini. Angka kematian abses otak otogenik di Indonesia masih cukup

tinggi, jelas dr.Zainul A. Djaafar dari bagian THT FKUI / RS Cipto Mangunkusumo. Hal

tersebut dapat terlihat dari laporan angka kematian dari beberapa sentra di Indonesia, seperti

RS Karyadi Semarang melaporkan angka kematian 83% dari 6 kasus yang ditanganinya

antara tahun 1990-1995. Sedangkan RS Hasan Sadikin Bandung memberi angka 83% dari 6

kasus yang ditangani antara 1990-1992, dan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka

kematian bervariasi dari 18%-75% pada 46 kasus yang diobati antara 1980-2001. Angka

kematian terendah yaitu 18% didapat dari periode 1990-1995 pada 17 kasus yang diobati.

Rendahnya angka kematian tersebut, berkat kerjasama yang erat antara bagian THT, bagian

rontgen, bagian saraf / saraf anak, serta bagian bedah saraf. Kerjasama ini tidak dapat

berlangsung lama mengingat tingginya biaya yang diperlukan sedangkan umumnya pasien

berasal dari keluarga yang tidak mampu, tambah Zainul. Mary Kurien dari India pada tahun

1998 melaporkan angka kematian 0% dari 36 kasus abses otak otogenik dengan

penatalalaksanaan bedah yang dilakukan masteidektomi dan operasi bedah saraf dalam 24

jam pertama pasien datang. Metode penatalaksanaan ini rasanya amat sulit dilakukan pada

saat ini di Indonesia, oleh karena beberapa faktor antara lain tidak mungkin dilaksanakannya

pembuatan CT Scan segera sebab pasien umumnya dari keluarga tidak mampu dan masih

terbatasnya dokter spesialis bedah saraf. Sennaroglu dari Turki (2000), melaporkan angka

kematian 10% dari 41 kasus abses otak yang ditanganinya dengan cara melakukan drainase

abses otak langsung dari rongga mastoid pada saat mastoidektomi. Dengan cara ini kita dapat

mengurangi ketergantungan kita dari ahli bedah saraf dalam melakukan pengobatan abses

Page 34: OMSK Refrat

34

otak tersebut, namun memerlukan CT Scan otak. Keberhasilan cara ini akan banyak

tergantung pada ketelitian operator dalam melakukan aspirasi terhadap abses otak tersebut.

Inti dari protokol tatalaksana abses otak otogenik ini, menurut Zainul, adalah merawat segera

semua pasien OMSK yang dicurigai telah mengalami komplikasi intrakranial dan langsung

memberikan pengobatan antibiotika Ampicillin dan Kloramfenikol dosis tinggi secara

intravena bersamaan dengan pengambilan bahan sekret telinga untuk pemeriksaan resistensi.

Dengan cara ini kita sudah melakukan pencegahan terhadap terjadinya komplikasi

intrakranial apabila pada saat tersebut gejala klinis yang terdapat baru merupakan gejala

klinis rangsang meningeal atau merupakan gejala klinis komplikasi ekstrakranial seperti

misalnya labirintitis. Pemberian antibiotika ini juga merupakan pengobatan dini terhadap

abses otak otogenik bila seandainya pada saat tersebut sudah terbentuk abses otak atau baru

permulaan proses awal pembentukan abses otak. Dipilihnya penggunaan Ampicillin dan

Kloramfenikol pada protokol ini disebabkan kedua golongan antibiotika tersebut termasuk

dalam golongan antibiotika yang dapat dengan mudah menembus sawar otak. Kedua

antibiotika tersebut juga merupakan fasilitas rumah sakit yang tersedia untuk pasien yang

tidak mampu.

Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan di serebelum,

fosa kranial posterior atau di lobus temporal, di fosa kranial media. Keadaan ini sering

berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis, atau meningitis. Abses otak

biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis.

Umumnya didahului oleh suatu abses ekstradural.

Gejala abses serebelum biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal. Abses

serebelum dapat ditandai dengan ataksia, disdiadoko-kinetis, tremor intensif dan tidak tepat

menunjuk suatu objek. Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang

menunjukan adanya toksisitas, berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan latargik.

Selain itu sebagai tanda yang nyata suatu abses otak ialah nadi yang lambat serta serangan

kejang. Pemeriksaan likuor serebrospinal memperlihatkan kadar protein yang meninggi serta

kenaikan tekanan likuor,mungkin terdapat juga edema papil. Lokasi abses dapat ditentukan

dengan pemeriksaan angiografi, ventrikulografi, atau dengan tomografi komputer.

Pengobatan abses otak ialah dengan jalan operasi, dengan melakukan drainase dari lesi.

Selain itu, pengobatan dengan antibiotika harus intensif. Mastoidektomi dilakukan untuk

membuang sumber infeksi, pada waktu keadaan umum lebih baik.

Page 35: OMSK Refrat

35

Hidrosefalus otitis

Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan likuor serebrospinal yang hebat

tanpa adanya kelainan kimiawi dari likuor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema papil,

keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.

Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia, pandangan yang kabur, mual, dan

muntah. Keadaan ini diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis yang

mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor serebrospinal oleh lapisan araknoid.

Page 36: OMSK Refrat

36

Daftar Pustaka

1. Arsyad, Prof.Dr.Efiaty.Sp THT (K), Iskandar, Prof.Dr.Nurbaiti.Sp THT (K). TELINGA, HIDUNG,

TENGGOROK KEPALA DAN LEHER. Jakarta. Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI.2007.

2. Adams LG, Boies RL, Paparella MM. in fundamental of otolaryngology. A textbook of Ear, Nose

and Throat. Philadelphia, London, Toronto. W.B. Saunders Co, 1989: 113-119

3. Kelompok studi otologi PERHATI–KL. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis

Media Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. Jakarta, Mei, 2002.

4. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otitis Media Supuratif

Kronis. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2005; 55 – 7.

5. Browning G.G. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and

Middle Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-

Heinemann, 1997; 3/3/15.

6. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness

and Management Options. Geneva, Switzerland, 2004.

7. Adenan A. Kumpulan Kuliah Telinga. Bagian THT Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

8. Ryan A.F., Juhn S.K., Andalibi A., et al. Biochemistry. In: Lim DJ, ed. Recent

Advances in Otitis Media Report of The Eighth Research Conference, The

Annals of Otology, Rhinology and Laryngology; Jan 2005; 114, 1; 50-4.

9. Sato K., Nonomura N., Kawana M., Nakano Y. Course of IL-1ß, IL-6, IL-8, and

TNF-α in the Middle Ear Fluid of the Guinea Pig Otitis Media Model Induced by

Nonviable Haemophilus Influenzae. The Annals of Otology, Rhinology &

Laryngology; Jun 1999; 108, 6; 559-63.

10. Barenkamp S.J., Ogra P.L., Bakaletz L.O., et al. Microbiology and Immunology.

In: Lim DJ, ed. Recent Advances in Otitis Media Report of The Eighth Research

Page 37: OMSK Refrat

37

Conference, The Annals of Otology, Rhinology and Laryngology; Jan 2005;

114, 1; 60-7).

11. Telian S.A., Schmalbach C.E. Chronic Otitis Media. In: Ballenger’s

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th edition. BC. Decker,

Hamilton, Ontario, 2003; 261–7.

12. Mills R.P. Management of Chronic Suppurative Otitis Media. In: Scott-Brown’s

Otolaryngology. 6th edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/10/1-6.

13. Ballenger J.J. Penyakit Telinga Kronis. Dalam: Ballenger J.J. Penyakit Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid dua. Binarupa Aksara,

Jakarta, 1997; 392.

14.Ballenger J and Groves (eds). Scott-Brown’s Disease of the Ear, Nose and

Throat, fifth edition. London. Butterworths, 1991: 1139-1158

15.Glasscock ME, Shambough GE. Aural Complication of otitis media. In surgery

of the Ear fourth edition. W.B.Saunders Co. Philadelphia 1990: 248-292

16.Zainul A Djaafar. Diagnosis dan pengobatan OMSK. Pengobatan Non-Operatif

Otitis Media Supuratif. FKUI 1990, 47-56

17.Fisher K. Surgical managemen of otogenic intracranial complications. In

Jahrsdoeferfer and Helms (eds) Head and neck surgery, volume one, second

edition. Thieme Medical Publisher, Inc. New York 1996, 263-276

18.Margut F and Olteanu-Nerbe F. Basic aspect of neurosurgical procedures in

the head region. In Jahrsdoeferfer and Helms (eds) Head and Neck Surgery,

volume one, second edition. Thieme Medical Publisher, Inc. New York 1996,

341-370

19.Sethi A, Sabherwal A, Gulati A, et al ; Primary tuberculous petrositis.; Acta

Otolaryngol. 2005 Nov;125(11):1236-9. [abstract]

20.Yeung A, Lustig L ; eMedicine, Skull Base, Petrous Apex, Infection, 2006;

Overview of the condition

Page 38: OMSK Refrat

38

21.Luntz M, Brodsky A, Nusem S, et al ; Acute mastoiditis--the antibiotic era: a

multicenter study.; Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2001 Jan;57(1):1-9.

[abstract]

22.Burston BJ, Pretorius PM, Ramsden JD ; Gradenigo's syndrome: successful

conservative treatment in adult and paediatric patients.; J Laryngol Otol. 2005

Apr;119(4):325-9. [abstract]

23.Hoffman R, Vrabec J ; University of Texas Medical Branch. Grand Rounds,

Petrous Apex Lesions, 1995.; Good overview of anatomy and pathological

aspects of petrous apex disease.

24.Lee YH, Lee NJ, Kim JH, et al ; CT, MRI and gallium SPECT in the diagnosis and

treatment of petrous apicitis presenting as multiple cranial neuropathies.; Br J

Radiol. 2005 Oct;78(934):948-51. [abstract]