1
PENDAHULUAN
Transformasi Sosio-Kultural
merupakan perubahan yang terjadi pada
masyarakat yang berkaitan dengan
kehidupan sosial dan kebudayaan
manusia, yang mana kehidupan sosial di
sini diartikan sebagai segala kegiatan
atau aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa
bantuan orang lain yang saling
berhubungan satu sama lain sedangkan
budaya adalah hasil cipta rasa karsa
manusia yang bisa mempengaruhi pola
kebiasaan masyarakat. Inilah yang akan
mendorong terjadinya perubahan dalam
suatu masyarakat.
Perubahan dalam kehidupan
masyarakat biasanya terjadi hanya
sebagian namun ada pula yang berubah
secara holistik. Sejak manusia mengenal
kebudayaan dan peradaban, masyarakat
sebagai proses pergaulan hidup telah
menarik perhatian untuk dikaji. Banyak
pendekatan yang digunakan dalam
menelaahnya seperti pendekatan model
konseptual atau semantik (wawasan)
sistem sosial budaya merupakan salah
satu pilihannya untuk mengkaji
permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat karena masyarakat pada
umumnya memiliki ruang lingkup sosial
budaya yang saling berhubungan satu
sama lain, seperti halnya pada
masyarakat tani yang ada di pedesaan.
Narwoko (2010) menyatakan bahwa hidup manusia selalu tergantung dengan manusia lainnya dalam memenuhi ketiga hajat hidupnya. Hal ini yang menyebabkan timbulnya kelompok-kelompok sosial (social group) di dalam kehidupan manusia, karena manusia tidak bisa hidup secara mandiri. Kelompok-kelompok sosial merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari kumpulan individu-individu yang bersama dengan mengadakan hubungan timbal balik baik yang cukup intensif dan teratur, sehingga daripadanya diharapkan adanya pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu yang berlaku bagi mereka. Setiap kumpulan individu belum dikatakan kelompok sosial jika belum memenuhi syarat-syarat seperti : (1) setiap individu harus merupakan bagian dari kesatuan, (2) terdapat hubungan timbal balik di antara individu- individu yang tergabung dalam kelompok, (3) berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku dan, (4) bersistem dan berproses (Narwoko, 2010: 23).
Kegiatan masyarakat desa yang
dilakukan oleh setiap individu atau
kelompok serta organisasi pasti akan
2
mengalami dinamika yang menimbulkan
banyak perubahan, baik perubahan yang
kecil atau besar sehingga dapat
mempengaruhi lingkungan Sosio-
Kultural setiap masyarakat. Perubahan
yang terjadi dalam suatu komunitas
harus diselesaikan dengan pendekatan
kelompok karena sangat sulit jika
dilakukan oleh satu orang atau individu
sebagai anggota kelompok.
Maraknya pergeseran yang terjadi
pada komunitas tani disebabkan karena
keingina mereka mencapai tujuan
mereka dengan mudah, sehingga setiap
komunitas tani akan melakukan cara
untuk memecahkan masalah yang
dihadapi oleh komunitastersebut sama
halnya yang dilakukan oleh komunitas
tani di desa Curio yaitu membentuk
suatu kelompok dalam mempermudah
dalam melaksanakan kegiatan
bertaninya.
Dilihat dari sejarah yang ada
dalam masyarakat Kabupaten Enrekang
memiliki kekhasan tersendiri. Hal
tersebut disebabkan karena kebudayaan
Enrekang (Massenrempulu') berada di
antara kebudayaan Bugis, Mandar dan
Tana Toraja, yang memiliki solidaritas
tinggi. Dari hal tersebut mempengaruhi
kehidupan masyarakat Enrekang yang
diaktualisasikan dengan membentuk
kelompok-kelompok sosial. Kabupaten
Enrekang sebagian besar wilayahnya
adalah lahan pertanian dan
masyarakatnya bekerja di bidang
pertanian sehingga sangat menunjang
Kabupaten Enrekang memiliki kelompok
tani di masing-masing desa dalam
memperkukuh rasa solidaritas.
Desa Curio merupakan salah satu
daerah yang berada di Kabupaten
Enrekang yang memiliki komunitas tani,
namun permasalahan yang dirasakan
oleh komunitas tani mendorong mereka
bertransformasi dalam suatu kelompok.
Keberadaan kelompok inilah yang
mempermudah kegiatan meraka dalam
melakukan aktivitas bertaninya. Di
dalam komunitas ini terdapat kelompok
tani yang memiliki karakter yang
berbeda. Ada kelompok tani yang
diidentikkan dari bercocok tanam dan
ada pula dari beternak. Dari hasil
observasi awal peneliti melihat bahwa
komunitas tani di Desa Curio mengalami
perubahan.
3
Bentuk dari perubahan tersebut
sangat banyak bersumber dari dua hal
yang selama ini menjadi sumber awal
lahirnya pola pemikiran dari para petani
dalam melakukan bentuk transformasi
secara sosio-kultural dalam struktur
masyarakat tani di desa Curio kabupaten
Enrekang. Sumber yang dimaksud
sebagai tonggak awal yang melahirkan
perubahan dalam masyarakat tani di desa
Curio ialah terkait dengan kebijakan-
kebijakan yang di keluarkan oleh
pemerintah, terkait dengan proses
pemerataan dalam hal pemberian dan
pembagian pupuk, bibit, penguasaan
teknologi pertanian, alat-alat pertanian
sampai pada proses penyuluhan oleh
para petugas pendamping petani yang
ditunjuk/ dibentuk oleh pemerintah.
Selain itu, hal yang menjadi penyebab
awal lahirnya perubahan tersebut ialah
bersumber dari dalam individu itu
sendiri. Hal yang dimaksudialah pada
proses pemenuhan kebutuhan sosial
dalam hidup pada masyarakat tani di
desa Curio kabupaten Enrekang. Proses
pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat
yang dimaksud ialah pola pikir
masyarakat yang masih begitu saling
tergantung dalam berinteraksi untuk
pemenuhan kebutuhan sosialnya. Dari
hal-hal inilah yang kemudian
membentuk pola-pola perubahan
masyarakat dalam bentuk transformasi
secara sosio-kultural pada komunitas
tani di desa Curio kabupaten Enrekang.
Penelitian ini tefokus pada
komunitas tani di desa Curio terutama
dalam hal bagaimana bentuk dinamika
yang terjadi dalam kelompok tani di desa
Curio sehingga melakukan kegiatan tani
dalam bentuk komunitas kelompok tani.
Sebagaimana masalah komunitas
merupakan perhatian bagi kajian
sosiologi yang sangat menarik karena
komunitas tidak memiliki batas-batas
objektif, yaitu batas-batas yang dijaga
oleh kekuatan koersif. Menurut Supardan
(2013: 73) komunitas adalah cair, begitu
pula kekuatan anggota dalam komunitas
memiliki intensitas dari identifikasi
emosional para aktor dengan apa yang
mereka rasakan atau bayangkan sebagai
suatu komunitas.
Lebih jauh lagi, dalam penelitian
ini akan mencoba menguraikanhal yang
menjadi faktor penyebab sehingga
terjadinya proses transformasi secara
4
sosial-kultural pada komunitas tani
didesa Curio kabupaten Enrekang.
Karena dalam prakteknya tidak jarang
kemudian dijumpai bentuk-bentuk dari
proses transformasi atau perubahan yang
terjadi dalam proses tersebut, dapat
menimbulkan suatu bentuk perubahan
dalam masyarakat setempat yang pada
muara akhirnya akan memberikan
dampak yang beragam dalam kehidupan
secara sosial ekonomi masyarakatdi desa
Curio kabupaten Enrekang.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Transformasi
Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan, baik itu secara besar-besaran maupun dalam skala kecil serta yang terjadi secara lambat. Secara etimologi transformasi berasal dari dua kata yaitu trans dan form. Kata trans berarti melintasi dari suatu sisi ke sisi lain (across), melampaui (beyond), perpindahan atau perubahan sedangkan kata form berari bentuk. Jadi Transformasi merupakan suatu perubahan dari kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir) dan dapat terjadi terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak hanya berhubungan dengan perubahan fisik tetapi juga menyangkut
perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat karena tidak dapat terlepas dari proses perubahan lingkungan (fisik) maupun manusia (non fisik) (Zaeny : 2010) .
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, transformasi memiliki makna
perubahan (bentuk, sifat, fungsi, macam,
keadaan dan sebagainya). Sedangkan
Etzioni (Poloma, 2010 : 356) bahwa
transformasi merupakan penjelajahan
suatu masyarakat yang mengenal dirinya
sendiri, dengan maksud untuk
mewujudkan segera nilai-nilai yang
lebih sempurna; yang merasa pentingnya
transformasi dilakukan, dan mampu
mengukur kemampuan-kemampuannya
demi terlaksananya perubahan tersebut
bila tidak demikian masyarakat dengan
sendirinya akan mengalami kehancuran.
Masyarakat seperti inilah yang akan
menjadi masyarakat aktif.
Transformasi merupakan sebuah
proses perubahan berangsur-angsur
sehingga sampai pada tahap ultimate,
perubahan dilakukan dengan cara
memberi respon terhadap pengaruh
unsur eksternal dan internal yang akan
mengarahkan perubahan bentuk yang
sudah dikenal sebelumnya melalui
5
proses menggandakan secara berulang-
ulang atau meliputi gandakan, sedangkan
pada prosesnya transformasi
mengandung dimensi waktu dan
perubahan sosial budaya masyarakat
yang menempatinya yang muncul
melalui proses panjang yang selalu
terkait dengan aktifitas-aktifitas yang
terjadi pada suatu keadaan. Adapun
proses-proses transformasi menurut
Alexander (Zaeny: 2010) sebagai
berikut:
a. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit.
b. Tidak dapat di duga kapan mulainya dan sampai kapan proses tersebut akan berakhir, tergantung dari faktor yang mempengaruhinya.
c. Komprehensip dan berkesinambungan.
d. Perubahan yang terjadi memiliki keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat.
2. Konsep Sosio-Kultural
Dalam memahami konsep Sosio-
Kultural banyak pendapat yang
menjelaskan tentang pengertian sosial-
kultural. Hal ini kita bisa lihat dari
beberapa pendapat para ahli seperti
Soekanto, Ranjabar dan Koentjaranigrat.
Soekanto (2004: 3) menyatakan bahwa
Sosio-Kultural adalah suatu wadah atau
proses yang menyangkut hubungan
antara manusia dankebudayaan. Dimana
proses tersebut menyangkut tingkah laku
manusia dan diatur olehnya, terjadi
proses yang saling mengikat antara
unsur-unsur kebendaan dan spiritual.
Ranjabar (2006 : 9) menyatakan bahwa Sosio-Kultural mengandung makna sosial dan budaya. Disini sosial diartikan sebagai masyarakat atau kemasyarakatan, dimana masyarakat adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara menghadapinya. Budaya, kultur atau kebudayaan adalah cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidup yang di dalamnya sudah tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa dan karya, baik yang fisik materil maupun yang psikologis, idiil dan spritual.
Dalam hal ini kebudayaan
merupakan perilaku yang berulang-ulang
yang diperoleh dengan menggunakan
panca indera melalui proses belajar,
memiliki nilai dan norma yang bersifat
mengatur tingkah laku individu dalam
kehidupan kesehariannya sehingga
6
menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan
dari pribadi masing-masing. Adapun
pengertian lain tentang kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dari belajar
(Koentjaraningrat, 2009: 144).
3. Konsep Komunitas Tania. Konsep Komunitas
Soekanto (2009:132) menyatakan bahwa komunitas adalah masyarakat setempat, yang memiliki rasa kebersamaan yang merujuk pada warga sebuah bangsa, kota, desa serta suku yang hidup bersama dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Dasar-dasar komunitas adalah lokalitas (wilayah) dan perasaan semasyarakat setempat.
Menurut Roland L (Ndraha, 1987 :
57) menyatakan bahwa konsep
komunitas yang baik mengandung
sembilan nilai yaitu:
1) Anggota masyarakat berhubungan satu dengan yang lainnya dengan cara berinteraksi atas dasar hubungan pribadi. Kelompok ini disebut dengan kelompok primer (primary group)
2) Komunitas memiliki otonomi, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban komunitas untuk mengatur dan mengurus kebutuhannya sendiri secara tepat.
3) Komunitas memiliki viabilitas, yaitu komunitas memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri dalam bertahan hidup.
4) Distribusi kekuasaan yang merata. Setiap anggota komunitas secara bebas dan memiliki hak yang sama dalam mengungkapkan pendapat dan kehendaknya. Disini tidak ada perbedaan antara individu satu dengan yang lainnya.
5) Setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kepentingan bersama.
6) Komunitas memberi makna kepada anggotanya. Artinya bahwa seberapa penting anggota masuk dalam komunitas.
7) Di dalam komunitas menerima tentang adanya keanekarangaman, baik itu dari segi perbedaan pendapat dan perbedaan tingkatan upah.
8) Di dalam komunitas, pelayanan masyarakat ditempatkan (dilancarkan) sedekat dan secepat mungkin pada yang berkepentingan.
9) Komunitas harus memiliki kemampuan untuk mengolah konflik (managing conflict) karena dalam komunitas biasa
7
terjadi pertentangan atau konflik.
Menurut Soekanto (2009 : 134)
komunitas memiliki unsur-unsur
perasaan (community sentiment) yang
mengikat antar anggota komunitas,
antara lain sebagai berikut:
1) SeperasaanSeperasaan timbul akibat individu berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kesemuanya dapat menyebut dirinya sebagai “kelompok kami”. Perasaan demikian timbul karena mereka mempunyai kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan inidividu diselaraskan dengan kelompok sehingga dia merasakan kelompoknya sebagai struktur sosial masyarakat.
2) SepenanggunganIndividu sadar akan peranannya dalam kelompok, sehingga menjadi bagian yang melekat dalam diri individu.
c. Saling memerlukanSetiap individu saling ketergantungan antara satu sama lain sebagai anggota komuniti dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan-kebutuhan psikologis.
Dari pemaparan diatas dapat
dijelaskan bahwa komunitas tani
terbentuk karena adanya unsur
seperasaan dan saling memerlukan
karena komunitas tani berada dalam
suatu masyarakat yaitu berada di desa
Curio dan memiliki kesamaan mata
pencaharian yaitu dalam bidang
pertanian.
b. Konsep Petani
Pengertian petani memiliki banyak
definisi, seperti yang diungkapkan oleh
beberapa ahli seperti Rodjak, Susanto
dan pengertian petani dari media online.
Pengertian yang lebih jelasnya dapat di
lihat berikut ini;
Menurut Rodjak (2002: 36) petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanamhasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usaha tani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga.
Kata petani umumnya merujuk
kepada orang yang mengelola kebun
atau ladang dan menjalankan peternakan
hewan (di negara maju). Biasanya hasil
pertanian digunakan sendiri atau dijual
8
kepada orang lain atau pihak lain
misalnya melalui pemborong sebagai
perantara untuk disalurkan ke pasar.
Petani secara tradisional didefinisikan
dalam sosiologi sebagai anggota
komunitas dalam masyarakat agraris
pedesaan. Definisi petani seakan
memiliki pengertian terbatas dalam
orang yang melakukan produksi
pertanian menanam komuditas tani
menjual ke pasar disisi lain presfektif
petani ternyata mengandung pengertian
yang berbeda dan tingkah laku baik
sosiologi dan ekonomi yang berbeda.
4. Teori Sosiologi Yang Berkaitan Dengan Transformasi Sosio-Kultural
Pada penelitian ini penulis
menggunakan beberapa teori-teori besar
(grand teory) sosial yang relevan dengan
kajian transformasi Sosio-Kultural untuk
melandasi studi pustaka, yakni:
Teori Strukturasi (Antoni Giddens)
Dalam mengkaji masalah ini,
perspektif teori strukturasi karya
Giddens yang paling relevan dengan
studi ini. Menurut Giddens (Wirawan,
2012: 292) menyatakan bahwa manusia
selalu memiliki ide tentang dunia sosial,
tentang dirinya sendiri, tentang masa
depannya, dan tentang kondisi
kehidupannya. Melalui idenya itu
manusia masuk ke dalam dunia sambil
mempunyai niat untuk memengaruhi dan
mengubahnya. Teori ini menekankan
hubungan antara “struktur” (structure)
dan “pelaku”(agency) sehingga teori ini
dikenal dengan teori “strukturasi,” yang
banyak diartikan sebagai proses
terbentuknya suatu struktur. Giddens
mendefinisikan struktur sebagai aturan
dan sumber daya yang digunakan oleh
agent dalam interaksi. Aturan (rules)
adalah prosedur yang diintegrasikan dan
metodologi yang dimiliki oleh agent
reflektif dalam”stocks of knowledge”
yang implisit dan digunakan sebagai
formula bagi tindakan dalam sistem
sosial. Struktur melibatkan penggunaan
sumber daya yang terdiri dari peralatan
materialis kapasitas organisasional.
Konsep struktur yang diajukkan Giddens
mirip dengan pandangan kubu yang
meletakkan struktur di atas aktor
individu yang disebut dualisme, namun
ada sedikit perbedaan. Giddens lebih
menekankan pada dualitas,
perbedaannya terletak pada pemahaman
9
mengenai dualitas struktur. Dualitas
berbeda dengan dualisme yang
mengendalikan bahwa aktor terpisah dari
struktur. Dalam dualitas struktur
Giddens mengaggap bahwa struktur
bukan hanya medium, tetapi juga hasil
dari tingkah laku yang diorganisasikan
secara berulang. Dengan kata lain,
struktur bukan hanya memandu tindakan
tetapi juga merupakan akibat dari
tindakan agent di dalam proses produksi
dan reproduksi sistem sosial. Proses
produksi dan reproduksi institusi dan
hubungan-hubungan sosial terjadi
interaksi antara struktur dan agent.
Artinya, aktor merupakan hasil
(outcome) dan struktur, tetapi aktor juga
menjadi mediasi bagi pembentukan
struktur baru. Senada dengan hal di atas
menurut Giddens (2015: 473)
menyatakan bahwa teori strukturasi
meliputi praksi sosial, yaitu produksi dan
reproduksi sosial. Artinya bahwa antara
agent dan struktur memiliki hubungan
yang saling mempengaruhi satu sama
lain.
Dari uraian penjelasan tentang
teori strukturasi bahwa terjadinya
transformasi Sosio-Kultural pada
komunitas tani di desa Curio Kabupaten
Enrekang karena adanya tindakan yang
dilakukan oleh komunitas tani sebagai
pelaku (agent) sedangkan terbentuknya
struktur (kelompok tani) memiliki pola-
pola serta aturan-aturan yang berlaku
dalam komunitas tersebut. Dari struktur
itu kembali mempengaruhi perilaku
agent dalam menjalani aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh komunitas tani.
Dengan kata lain bahwa agent dan
struktur merupakan dua sisi mata uang
yang saling berhubungan satu sama lain.
Agent membenuk struktur dan
terbentuknya struktur itu mempengaruhi
agent dalam menjalankan aktivitas-
aktivitas bertani para komunitas tani.
Teori Perubahan Sosial
Menurut Syarbaini dan
Rusdiayanta (2009:135) bahwa setiap
masyarakat mengalami perubahan
sepanjang masa. Perubahan itu ada yang
samar, ada yang menonjol, ada yang
lambat, ada yang cepat, ada yang
sebagian atau terbatas, ada yang
menyeluruh.
Pengertian tentang perubahan
sosial juga di kemukakan oleh Hawley
Macionis dan Persel yang di kutip oleh
10
Sztompka (1993:3-5). Menurut Hawley
menyatakan bahwa “perubahan sosial
adalah setiap perubahan yang tak
terulang dari sistem sosial sebagai satu
kesatuan”, sedangkan menurut Macionis
menyatakan bahwa “perubahan sosial
adalah transformasi dalam organisasi
masyarakat, dalam pola berpikir dan
dalam perilaku pada waktu tertentu”,
sedangkan Persel menyatakan bahwa
“perubahan sosial adalah modifikasi atau
transformasi dalam pengorganisasian
masyarakat”.
Setiadi dan Usman (2011) menyatakan bahwa perubahan sosial sama dengan transformasi sosial. Perubahan sosial adalah pergeseran nilai-nilai, norma-norma, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, pelapisan sosial, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan sosial mengarah pada pergeseran yang bersifat dari pola-pola tradisional kearah modern tetapi ada juga yang justru bergeser dari pola-pola peradaban yang maju ke pola-pola tradisional atau bahkan mengalami kehancuran (Setiadi dan Usman (2011: 50).
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa perubahan sosial
adalah perubahan-perubahan yang terjadi
dalam suatu masyarakat yang di tandai
oleh tingginya pola pikir masyarakat di
suatu tempat pada waktu tertentu,
misalnya terjadi perubahan cara kerja
individu menjadi kelompok dalam
melakukan aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Evolusi Sosio-kultural
Menurut Sanderson (2003: 63)
menyatakan bahwa evolusi sosio-
kultural adalah proses perubahan di
mana satu bentuk sosio-kultural beralih
ke bentuk yang lain. Dengan
mengkonseptualisasikan bahwa evolusi
sosio-kultural adalah sebuah proses
perubahan yang bersifat kualitatif
daripada kuantitatif. Perubahan
kuantitatif adalah perubahan dari jumlah
yang kurang menjadi jumlah yang lebih
atau sebaliknya. Sebaliknya perubahan
kualitatif adalah perubahan di mana satu
jenis atau bentuk baru menggantikan
jenis atau bentuk yang lama. Tentu saja,
perubahan kualitatif itu sendiri adalah
hasil dari serangkaian perubahan
kuantitatif yang terjadi sebelumnya.
Ketika perubahan-perubahan kuantitatif
terakumulasi dalam waktu tertentu, maka
ia akhirnya akan menghasilkan suatu
11
transformasi yang kita istilakan dengan
perubahan kualitatif.
Evolusi sosio-kultural meliputi baik seluruh sistem sosio-kultural maupun komponen-komponen terpisah dari sistem tersebut. Yang biasanya terjadi adalah bahwa perubahan berawal dari dari satu komponen (atau sub-komponen) dan perubahan ini menimbulkan perubahan-perubahan pada komponen yang lain. Seluruh mata rantai sebab dan akibat bergerak sehingga akhirnya menghasilkan transformasi pada seluruh sistem sosio-kultural. (Sanderson, 2003:65)
Dari uraian penjelasan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa
perubahan komunitas tani dari kerja
individu masuk dalam kelompok
merupakan perubahan kuantitatif dan
akhirnya menjadi perubahan kualitatif
karena dari perubahan kerja individu
masuk ke dalam kelompok
mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan dalam komunitas itu sendiri
sehingga terjadilah proses dinamika
transformasi.
Pandangan TransformasiTokoh
Pelopor
a. Transformasi Sosial Emile Durkheim
Menurut Durkheim dalam
memandang masyarakat bagaikan
sebuah tatanan moral, yakni seperangkat
tuntunan normatif lebih ideal dari pada
kenyataan material, yang terdapat dalam
kesadaran individu walaupun secara
tertentu berada di luar individu untuk
membentuk solidaritas dalam
menjalankan kehidupannya. Durkheim
menguraikan dari solidaritas tersebut
dalam masyarakat tradisonal dengan
sebutan solidaritas mekanik, mengalami
perkembangan menjadi bentuk
solidaritas organik dalam masyarakat
modern yang telah mengalami
pembagian kerja. Bahwa proses
transformasi sosial menurut Emile
Durkheim terjadi karena inspirasi
semangat moral, nilai-nilai atau
keyakinan yang sama dalam masyarakat.
Kesadaran kolektif (collective
consciousness) yang terbentuk dari
consensus akan menciptakan gambaran
kolektif yang mempengaruhi pola
kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, baik yang tercermin dalam
bentuk hukum ataupun peraturan.
(Suwito, Tansformasi Sosial).
Proses transformasi sosial terjadi
menurutnya berubahnya kesadaran
kolektif dari solidaritas mekanik
12
kesolidaritas organik, dimana munculnya
perbedaan dan deferesiansi. Proses
transformasi sosial dalam masyarakat
tradisional secara langsung atapun tidak
langsung mengakibatkan disintegratif
solidaritas mekanis. Ini artinya makin
modern suatu masyarkat akan hilang
suatu solidaritas mekanis, dan sifat
organisasi yang semakin nampak. Suatu
masyarakat modern makin jelas
diferensiasi, sehingga rasionalitas
diperlukan guna terciptanya suatu
consensus. Dalam rangka menjaga
solidaritas tersebut menurut Durkheim
maka diperlukan hukum repressive
(menekan) atas tindaka kejahatan dan
restitutive hukuman yang bersifat
akomodatif, kedunya ditunjukan untuk
memperbaharui solidaritas.
Proses perubahan dalam
perkembangan solidaritas menurut
Durkheim akan menimbulkan anomi-
anomi dan krisis makna, maka dalam
masyarakat terjadinya kontradiksi sistem
sosial, yakni dengan munculnya
deferensiasi fungsional karena
terciptanya lembaga-lembaga ekonomi.
Hal ini memberikan arti bahwa
perubahan dalam sruktur budaya atau
perubahan dalam nilai sosial, akan
mempengaruhi perubahan pada struktur
sosial; dan karena struktur sosial
merupakan matrik dari lembaga-lembaga
sosial, termasuk lembaga-lembaga
kepemimpinan dalam masyarakat.
Perubahan struktur budaya pada
akhirnya akan mempengaruhi struktur
teknik.
Teori transformasi sosial yang
dikembangkan oleh Durkheim
dipengaruhi oleh konsep kemajuan
manusia Auguste Comte yang
menyatakan bahwa sebuah masyarakat
melewati tiga tahap yakni teologis atau
khayal, metafisis atau abstrak, ilmiah
atau positifis. Namun Durkheim hanya
terpengaruh oleh corak positivistik pada
Comte.
b. Transformasi Sosial Max Weber
Transformasi sosial Max Weber
dimulai dari pandangan tentang dunia
ide pencapaian tipe idea. Pencapaian
idea ini dapat digerakan oleh dominasi
dan otoritas suatu masyarakat. Otoritas
dalam masyarakat dalam pandangan
Weber terbagi menjadi tiga macam
pertama tradisional (kepercayaan yang
mapan terhadap kesenian tradisi),
13
kharismatik (daya tarik pribadi seorang
pemimpin), dan legal-rasional
(komitmen terhadap seperangkat
peraturan yang telah diundangkan secara
resmi). Ketiganya mengontrol terhadap
seluruh kekuatan masyarakat, bahkan
memunculkan birokrasi dan menjadi
sumber penting munculnya cita-cita dan
nilai. Hukum baru dimunculkan secara
sadar oleh pemegang ortoritas, kesadaran
kaum elit pemegang otoritas dapat
mengendalikan masyarakat dan sejarah.
Peran mereka mendorong masyarakat
untuk melakukan transformasi. Teori
sosial ini secara implisit juga dapat
terlihat penjelasannya tentang transisi
menuju kaptalisme.
Proses transformasi sosial menurut
Weber dikarenakan ada beberapa faktor
yang menggerakkan, pertama,
pencapaian “tipe ideal” yang dimaksud
dapat terinspirasi dari ajaran agama
atapun moral. Tipe ideal adalah contoh
dari kegiatan modal sosial yang dipakai
dalam memahami dan menafsirkan
tingkah laku manusia atau dikatakan
dapat dikatan entitas mental dan gagasan
tentang tindakan (sebagai contoh Weber
menggunakan tipe ideal kapitalis).
Kedua, organisasi otoritas, diantara
kepentingan sesuai dengan tipe idealnya
maupun kepentingan materinya, peranan
organisasi-organisasi otoritas adalah
yang dipandang menentukan. Fungsi dan
peran organisasi otoritas akan
memberikan jaminan dan legitimasi (tipe
ideal) yang diinginkan. Hukum-
hukum rasional yang mereka ciptakan,
kemudian dijadikan sandaran dalam
kreatifitas. Dengan pernyataan itu, bagi
Weber faktor organisasi otoritas sebagai
awal dari transformasi, walaupun tipe
ideal itu terdapat dalam sebuah
masyarakat, namun tipe ideal tersebut
tidak diperjuangkan dengan bantuan
organisasi otoritas (terutama otoritas
rasional), maka upaya penyampaian itu
tidak akan berhasil seratus persen.
Bahwa hubungan kausal dari terjadinya
perubahan sosial sebagai akibat
perubahan dari tingkat struktur teknik.
Otoritas kaum elit didalam masyarakat
menciptakan legitimasi untuk
mempertahankan melalui sistem simbol
sebagai justifikasi kultur atas posisinya
yang dominan secara ekonomis atapun
politis. Dominasi kaum elit pada struktur
teknik, menjadi agen perubahan budaya
14
yang akhirnya akan mempengaruhi
struktur sosial.
(Kuntowijoyo, Paradigma Islam).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Penentuan
informan dilakukan dengan purvosive
sampling yaitu menentukan calon
informan yang memenuhi keriteria
sebagai berikut : (1) Individu yang sudah
masuk dalam kelompok tani, (2)
Kelompok yang aktif dalam melakukan
perubahan dalam struktur masyarakat,
(3) Anggota yang memiliki peran
sebagai pengurus dalam kelompok tani.
Tehnik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : Observasi, Wawancara
dan Dokumentasi. Sedangkan tehnik
analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Reduksi Data,
Penyajian Data, Verivication (penarikan
kesimpulan). Dengan melalui beberapa
teknik keabsahan data yang digunakan
yakni berupa validitas internal
(perpanjangan pengamatan,
meningkatkan ketekunan), validitas
eksternal, kebergantungan dan kepastian.
HASIL PENELITIAN
1. Temuan Kasus Pada Komunitas Tani di desa Curio Kabupaten Enrekang
Kasus 1 :Masalah Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang
dimaksud sebagai masalah (kasus) dalam
penelitian ini ialah segala sesuatu yang
terkait dengan segala bentuk campur
tangan dari pemerintah terhadap
masyarakat. Dalam hal ini yang
dimaksudkan dengan kebijakan
pemerintah ialah dalam hal pemberian
bantuan kepada para petani.
Penerapan dari kebijakan
pemerintah terkadang dan sangat sering
dijumpai perlakuan yang tidak sama
kepada para petani di desa Curio
kabupaten Enrekang. Hal yang dimaksud
dengan adanya perlakuan tidak sama,
yang menunjukkan keadaan yang tidak
adil/ proses pemerataan dalam bidang
penerapan kebijakan yang diberikan oleh
pemerintah tidak merata di rasakan oleh
para petani di desa Curio kabupaten
Enrekang. Dalam prakteknya kemudian
yang diberikan bantuan/ perlakuan
khusus berupa pemberian bantuan dalam
bentuk pemberian bantuan pupuk, bibit,
15
alat pertanian, teknik penguasaan dan
penyuluhan dalam program pertanian
hanya diberikan kepada mereka yang
tergabung dalam komunitas kelompok
tani.
Dengan asumsi yang ada dalam
masyarakat tani di desa Curio kabupaten
Enrekang bahwa mereka akan
mendapatkan perlakuan yang layak
menurut kebijakan dari pemerintah itu
sendiri, manakala mereka tergabung
dalam bentuk komunitas kelompok tani.
Hal tersebut tidak lepas dari adanya
keinginan dari para petani itu sendiri
untuk dapat merasakan segala bentuk
kebijakan dari pemerintah itu sendiri.
Maka mau tidak mau manakala mereka
ingin mendapatkan bentuk perlakuan
yang sama dari kebijakan pemerintah
tersebut yang kemudian memaksa para
petani di desa Curio kabupaten Enrekang
kemudian lebih memilih bergabung
dalam komunitas tani.
Kasus 2 :Masalah Kebutuhan Sosial
Pemenuhan kebutuhan sosial yang
dimaksud ialah usaha dari anggota
masyarakat di desa Curio dalam proses
berinteraksi untuk pemenuhan
kebutuhan. Kebutuhan untuk
berhubungan dengan individu lainnya
karena tidak bisa melalukan
pekerjaannya secara sendiri sehingga
mereka masuk dalam komunitas
kelompok tani. Dengan masuk kelompok
tani pekerjaan terasa mudah dan cepat
terselesaikan. Kebutuhan sosial disini
adalah kebutuhan akan bantuan orang
lain dalam melaksanakan segala aktivitas
dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup.
Masyarakat tani di desa Curio memilih
masuk dalam komitas kelompok tani
karena dapat memberikan kemudahan
baik itu dari segi pengelolahan lahan dan
pembelian alat pertanian.
Kasus 3 :Diri sendiri
Keinginan diri sendiri untuk masuk
kedalam komunitas kelompok tani
merupakan keinginan yang muncul dari
hati nurani. Tidak ada paksaan dari
orang lain. Kesulitan dalam menjalankan
pekerjaan secara sendiri-sendiri/ mandiri
sehingga muncul keinginan dari diri
sendiri masuk dalam kelompok tani.
Masuk dalam komitas kelompok tani
memberi semangat bagi diri kita sendiri
karena tidak menggunakan waktu yang
lama dalam penyelesaian pekerjaan.
Kemudahan dalam pengelolaan lahan
16
memberi motivasi untuk melalukan
suatu perubahan.
2. Transformasi Sosio-Kultural pada
komunitas tani di desa Curio
Transformasi pada komunitas tani
sesuai dengan hasil penelitian adalah
adanya struktur, cara kerja/ pola kerja,
ilmu pengetahuan, dan alat pertanian.
Perkembangan yang terjadi di Desa
Curio tidak dapat dihindari seiring
dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan. Kemudahan yang
dirasakan oleh setiap komunitas dalam
memenuhi kehidupannya sehingga
melakukan suatu perubahan dari kerja
individu menjadi kerja kelompok, sesuai
dengan Sjafari (2014) bahwa perubahan
kelompok merupakan kondisi yang
menggambarkan tentang keadaan
kelompok, perkembangan kelompok,
hubungan individu dalam kelompok
tersebut seta hubungan dengan
kelompok lain dalam konteks yang lebih
luas. Artinya, bahwa dalam perubahan/
transformasi kelompok mengkaji semua
aspek yang berkaitan dengan kelompok
tersebut, baik aspek yang bersifat
internal dalam kelompok maupun aspek
eksternal dalam kelompok tersebut,
aspek individu dalam kelompok maupun
aspek dari kelompok itu sendiri.
Dari pernyataan Sjafari di artikan
bahwa dalam transformasi Sosio-Kultura
lyang terjadi pada komunitas tani
mengalami transformasi atau
perkembangan, yang dulunya tidak
memiliki struktur kerja setelah masuk
kelompok tani sudah ada struktur yang
terlihat seperti peran ketua dan anggota-
anggota kelompok tani, sehingga bisa
terjadi keseimbangan atau kedamaian
hidup dalam menjalankan aktivitasnya.
Jadwal saling membantu yang telah
ditetapkan pada rapat memberikan
indikasi bahwa betapa bermanfaatnya
komunitas masuk dalam kelompok tani.
Sehubungan dengan ilmu pengetahuan,
maka setelah masuk ke kelompok tani
memberi tambahan ilmu kepada anggota
kelompok yang mereka dapatkan dari
penyuluhan. Penyuluhan tidak bisa
mereka dapatkan pada saat tidak
memiliki kelompok.
Dalam teori strukturasi yang
dikemukakan oleh Giddens menyatakan
bahwa terjadinya suatu perubahan
karena adanya praktik sosial baik dalam
aksi yang dilakukan oleh aktor maupun
17
struktur kehidupan masyarakat. Dari
kalimat itu dapat diambil makna bahwa
dalam praktik sosial yang dilakukan oleh
aktor dan struktur memiliki hubungan
yang sangat erat antar satu sama lain,
sehingga dapat menimbulkan dinamika
yang terjadi pada masyarakat yang
melalukan praktik sosial itu.Sama halnya
dengan yang dilakukan oleh komunitas
tani yang melakukan transformasi dari
kerja individu masuk dalam kelompok
tani. Dalam kelompok tani memiliki
struktur,dimana didalamnya terdapat
aturan-aturan dan tata nilai yang ada
pada struktur itu. Dilain pihak aktor yang
membentuk struktur dan aktor pula yang
merasakan kehadiran struktur itu.
3. Dampak Sosial Ekonomi yang Muncul dari Transformasi Sosio-Kultural pada Komunitas Tani.
Dampak sosial ekonomi yang
muncul dari transformasi Sosio-Kultural
pada komunitas tani di Desa Curio
Kabupaten Enrekang adalah dapat dilihat
dari segi pendapatan dan pekerjaan yang
semakin mudah. Transformasi yang
dilakukan oleh komunitas tani di Desa
Curio memberi dampak pada kemudahan
dalam menjalankan aktivitasnya
sehingga mereka tidak merasakan beban
yang sangat berat. Dengan adanya kerja
sama yang dilakukan oleh para
komunitas menjadikan interaksi antar
sesama semakin kuat. Walaupun
pendapatan yang didapatkan setelah
terjadi perubahan tidak dirasakan secara
merata namun bisa memberi kemudahan
bagi para komunitas tani dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
KESIMPULAN
Penelitian ini telah berhasil
menghimpun sejumlah informasi
mengenai transformasi Sosio-Kultural
pada komunitas tani di Desa Curio
Kabupaten Enrekang.
Hasil yang diperoleh dapat
disimpulkan sebagai berikut;
1. Faktor yang mendorong munculnya
Transformasi Sosio-Kultural pada
komunitas tani itu terbagi atas dua
faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal
yaitu dorongan diri sendiri dan
kebutuhan sosial, kebutuhan akan
bantuan orang lain dalam
mengerjakan aktifitas bertani untuk
memenuhi kebutuhan hidup
18
sedangkan faktor eksternal adalah
kebijakan pemerintah.
2. Transformasi Sosio-Kultural pada
komunitas tani di Desa Curio
Kabupaten Enrekang yaitu; (1)
adanya struktur dalam kelompok
seperti ketua, sekertaris, bendahara
dan anggota, (2) pola kerja sama/
cara kerja, ada kerja sama yang
terjalin secara kontiniu antar
anggota kelompok,(3) ilmu
pengetahuan, bertambahnya ilmu
pengetahuan yang didapatkan
sehingga anggota kelompok dapat
melakukan yang yang paling tepat
dalam kegiatan bertani, dan (4)
Alat-alat pertanian, mulai modern
walaupun masih ada satu dua yang
masih tradisional.
3. Dampak sosial ekonomi yang
muncul dari transformasi Sosio-
Kultural pada komunitas tani adalah
a) pendapatan, masuknya komunitas
tani dalam kelompok tani memberi
dampak yang beragam tentang
pendapatan, ada yang
pendapatannya meningkat ada pula
yang sama saja. Dalam artian bahwa
masuk dalam kelompok tani tidak
menjamin para anggota memiliki
pendapatan yang sama.b) pekerjaan
yang semakain mudah. Hal ini
terjadi karena adanya gotong
royong dan saling membantu antar
sesama anggota kelompok dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas
dapat diberikan saran- saran sebagai
berikut:
1. Bagi kelompok tani, harus tetap
menjaga rasa solidaritas yang ada
dalam kelompok sehingga jika ada
konflik dalam kelompok bisa
diselesaikan dengan mudah.
2. Bagi pemerintah, sekiranya
memberikan bantuan kepada
kelompok tani sesuai dengan
kebutuhan mereka sehingga dapat
meningkatkan pendapatan di daerah.
3. Bagi para penyuluh, pemberian
materi yang berkaitan dengan
kebutuha para kelompok sehingga
anggota kelompok mendapat ilmu
pengetahuan yang semakin banyak
serta pemahaman yang lebih
sehingga meningkatkan pendapatan
para anggota kelompok.
19
DAFTAR PUSTAKA
Giddens dan Turner. 2015. Social Theory Today Panduan Sistematis Tradisi dan Tren Terdapat Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Narwoko, Bagong. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Bina Aksara.
Poloma, Margarert M. 2010. Sosiologi Kontemporer, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Nusantara Indonesia.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia ( Suatu Pengantar). Bogor : Ghalia Indonesia.
Rodjak, Abdul. 2002. Manajemen usaha tani. Bandung : Pustaka Giratuna.
Rusdiyanta dan Syarbaini. 2009. Dasar- Dasar Sosiologi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sanderson. 2003. Macrososiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Relitas Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Setiadi,dkk. 2011. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial :Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana.
Sjafari, Agus. 2014. Kemiskinandan Pemberdayaan Kelompok. Yogyakarta : GrahaIlmu
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja. dan Anak. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
----------------------. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.
Supardan. 2013. Pengantar Ilmu Sosial, Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta : Bumi Aksara.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada Media.
Wirawan. 2012. Teori-Teori Dalam Tiga Paradigma ( Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta : Kencan Prenda Media Group.
Zaeny.A. 2010. Transformasi Sosial dan Gerakan Islam Di Indonesia. Jurnal Pengembagan Masyarakat Islam. Jakarta.
Top Related