B A B I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan merupakan suatu konsep yang universal dalam bidang biologi
dan merupakan hasil dari integrasi berbagai reaksi biokimia, peristiwa biofisik, dan
proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama faktor luar. Semua
organisme hidup pada berbagai fase dalam perjalanan hidupnya mempunyai
kemampuan melakukan perubahan ukuran, bentuk, dan jumlah dalam kondisi-
kondisi tertentu.
Pertumbuhan sebagai perubahan karakteristik organisme atau bagian
organisme secara periodik. Selain dipengaruhi struktur garis dan jenis kelamin,
perubahan karakteristik organism atau bagian organisme yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan seperti suhu, pola makan, dan penyakit.
Suatu kenyataan bahwa suatu system pertumbuhan seperti tanaman dan
hewan dengan proses pertumbuhannya hampir tidak dapat digambarkan atau
dipelajari dengan cara yang sederhana. Proses pertumbuhan pada hewan dan tanaman
dapat dipelajari juga dengan penyederhanaan yang berakhir pada model
pertumbuhan. Model pertumbuhan diharapkan dapat memberikan ringkasan
matematik mengenai perilaku tanaman dan hewan dalam menghasilkan produknya.
Model matematika dari kurva pertumbuhan bermanfaat dalam
menggambarkan bentuk pertumbuhan setiap saat dan persamaannya dapat digunakan
untuk memprediksi berat yang diharapkan dari sekelompok hewan pada usia tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pertumbuhan tinggi tanaman Yute varietas Cc dan Varietas
Roxa?
2. Bagaimana cara menduga parameter awal pada model pertumbuhan tersebut
dengan menggunakan metode Gauss-Newton dan Levenberg-Marquardt?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui model pertumbuhan tinggi tanaman Yute Varietas Cc dan
Varietas Roxa.
B A B I I
D A S A R T E O R I
2.1 Model Non-Linier
Menurut Sreel dan Torrie (1989), masalah model regresi yang paling cocok
untuk menunjukkan hubungan antar peubah-peubah bukan masalah yang mudah dan
sederhana. Hampir tidak ada batas jenis-jenis model yang dapat dinyatakan secara
matematis.Diantara model-model yang mungkin, dipilih model yang parameternya
meminimumkan JKS. Berdasarkan kelinieran parameter, suatu model
diklasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu linier dalam parameter dan non-linier dalam
parameter. Model yang non-linier dalam parameter dikatakan linier intrinsic jika
suatu pendekatan transformasi dapat melinierkan parameter model tersebut. Model
logaritma dan Eksponensial termasuk golongan ini. Sebaliknya model non-linier
dikatakan non-linier intrinsic jika suatu pendekatan transformasi tidak dapat
melinierkan parameter model tersebut (Draper dan Smith, 1981). Jika model yang
bersifat non-linier dalam parameter diturunkan sebagian terhadap salah satu
parameter akan menghasilkan fungsi parameter itu sendiri atau parameter lain dalam
model tersebut,maka model tersebut dikatakan linier intrinsic (Hunt, 1982).
2.2 Pendugaan Parameter Model Non Linier
Pendugaan parameter model non linier, terutama model yang secara
intrinsik non linier tidak dapat menggunakan metode kemungkinan maksimum atau
metode kuadrat terkecil biasa secara langsung seperti model linier, kerena
memerlukan perhitungan yang sangat rumit. Oleh karena itu untuk menduga
parameter model non linier digunakan metode iteratif yaitu suatu proses perhitungan
yang diulang-ulang sampai ditemukan penduga yang konvergen (Yitnosumarto,
1988).
2.3 Model Pertumbuhan Otokatalitik
Model-model pertumbuhan telah banyak diterapkan di berbagai bidang.
Dalam bidang biologi, botani dan zoology, model-model pertumbuhan di gunakan
untuk menggambarkan pola pertumbuhan suatu organism. Dalam ilmu kimia,
h(t)
h
t
pertumbuhan bakteri suatu reaksi sering digambarkan dalam model logistic. Tipe
model digunakan dalam masalah tertentu bergantung pada jenis pertumbuhan yang
terjadi ( Draper dan Smith, 1981).
Model otokatalitik merupakan sebuah fungsi sigmoid (berbentuk huruf S)
seperti terlihat pada gambar 2.1. Hamilton (1992), menyatakan bahwa model
otokatalitik berbentuk:
h(t) = α
{1+β e−kt } (2.1)
di mana h(t) = tinggi h pada saat t
α = nilai h maksimum
β = eKM , dimana M adalah t saat h(t) = 0.5α
k = rata-rata pertumbuhan relative saat t=0
Gambar 2.1 Kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid
Model otokatalitik merupakan model yang bersifat linier intrinsic
berdasarkan kenyataan bahwa turunan sebagian h(t) terhadap salah satu
parameter menghasilakan fungsi yang terdiri dari α, β atau k (Hunt, 1982)
seperti ilustrasi berikut:
∂h∂ α
= 1
{1+β e−k t } = f{β , k }
∂h∂ β
= −αe−k t
{1+β e−k t }2 = f{α ,β , k }
∂h∂ β
= −αβte−k t
{1+β e−k t }2 = f{α ,β , k }
Pertumbuhan awal terjadi saat t=0, sehinggga persamaan (2.1) menjadi:
h = α
(1+β ) (2.2)
Pada saat t=∞, maka h=α yang merupakan batas maksimum pertumbuhan.
Asimtot didefinisikan sebagai garis lurus sejajar dengan sumbu x yang dituju oleh
kurva. Pada model otokatalitik terdapat dua asimtot yaitu pada h=0 dan h=α, dimana
α merupakan tinggi maksimum tanaman yang diharapkan (Hunt,1982). Titik belok
didefinisikan sebagai tempat lengkungan kurva berubah, yaitu dari lengkung kekanan
menjadi lengkung kekiri atau senaliknya. Ditempat terjadinya titik belok berlaku d2hdt2
=0.
Pada model otokatalitik, d2hdt2 didapatkan melalui:
d2hdt2 =αβk e−kt (−k ) ¿¿
=−k2 αβk e−k t (1+β e−k t)+2 k2 β2α e−2kt (1+β e−kt)¿¿
¿−k2 αβ e−k t(1+β e−k t)+2 k2 β2 α e−2 k t
¿¿
¿−k2 αβ e−k t−k2 (1+ β e−k t )+2 k2 β2 α e−2 k t
¿¿
¿−k2 αβ e−k t+k 2 β2 α e−2 k t
¿¿
¿−αβ k2 e−k t(β−kt−1)
¿¿
Jika d2hdt2 =0, maka β e−k t=1atau β=
1
e−kt , dengan mensubstitusikan β=1
e−kt ke
persamaan (2.1) didapatkan:
h(t) = α
1+(1
e−kt )e−kt=α
2 , separuh dari tinggi maksimum tanaman.
2.4 Pendugaan Parameter
Pendugaan parameter digunakan karena mustahil untuk mrndapatkan
parameter populais jika ukuran populasi besar atau tidak terbatas. Untuk menduga
parameter-parameter populasi diambil contoh acak dari populasi tersebut kemudian
dicari fungsi-fungsi dari data contoh yang disebut statistik. Proses ini disebut
pendugaan parameter. Dengan demikian, dari contoh akan didapatkan statistik yang
akan digunakan sebagai penduga parameter. Penduga (estimator) adalah besaran
yang merupakan hasil pendugaan parameter yang berdasarkan pada pengukuran-
pengukuran yang dilakukan terhadap contoh ( Mendenhall,Scheaffer and
Wackerly,1981). Besaran hasil-gasil penerapan penduga terhadap data dari suatu
contoh disebut nilai duga(estimate) (Yitnosumaarto,1990).
2.4 Metode Kuadrat Terkecil (MKT) Model Non Linier
Misalkan model yang dipostulatkan berbentuk:
Y=f(X,θ)+ε (2.3)
Dengan X t=¿,X2 , X3 …… Xk) merupakan vector peubah penjelas dari model
dan θ'=¿,θ2 , θ3 ….θ p) adalah vector parameter model, maka E(Y)=f(X,θ).
Diasumsikan bahwa E(ε u)=0, V(ε u¿=σ2, ε u∽N ¿,σ 2¿ dan galat saling
bebas satu sama lain (cov(ε u εut)=0). Bila struktur data berbentuk:
Y u , Y 1u , Y 2 u ……Y ku (u=1,2,………..n)
Maka:
Y u=f ¿,X2u , X3u …… Xku; θ1,θ2 , θ3 ….θ p)+ε u
Y u=f (Xu , θ )+εu (2.4)
dimana ε u adalah galat ke-u.
JKS untuk model non-linier diatas didefinisikan sebagai:
JKS= ∑u=1
n
¿Y u−f ( Xu , θ ) }2 ¿
Penduga kuadrat terkecil (a last square estimate) bagi θ dilambangkan dengan
θ yang tidak lain adalah θ yang meminimumkan JKS. Untuk mendapatkan θ
persamaan (2.4) harus diturunkan sebagian terhadap θ. Ini akan menghasilkan p
persamaan normal yang harus dipecahkan untuk memperoleh nilai θ .
Persamaan normal tersebut berbentuk:
∑u=1
n
¿Y u−f ( Xu ,θ )}{∂ f (Xu , θ )∂ θu
}θ=θ
¿=0 (2.6)
Dengan i=1,2,…………,p. jika sebagian dari model terhadap θ menghasilkan
fungsi yang tidak linier dalam θ, maka persamaan normal yang akan dihasilkan tidak
bersifat linier dalam θ. Jika f ( Xu ,θ ) adalah model linier,
Ekspansi model otokatalitik ke persamaan (2.7) menjadi:
α{1+β e−ktu }
=α 0
{1+ β e−kt u−kt }+(α−α 0 ) ⌊
11+β e−ktu
⌋(α−α 0)
+(β−β0 ) ⌊−α e−kt u
(1+β e−kt u )2⌋
(β−β0 )
+(k−k0 ) ⌊α βte−kt u
(1+β e−ktu )2⌋
(k−k0 )
Matriks Z0 , Z0' Z0 , b0dan Y 0 adalah
Z0=⌊
1
1+β0 e−k0 t1
– α 0e−k0 t 1
(1+β0 e−k0 t1 )2α 0 β0 t1 e−k0 t1
(1+β0 e−k0 t1 )2
11+β0 e−k0 t2
−α 0 e−k0 t2
(1+β0 e−k0 t2 )2α 0 β0 t2 e−k0 t2
(1+β0 e−k0 t2 )2
⋮ ⋮ ⋮
11+β0 e−k0 tn
−α 0 e−k0t n
(1+β0 e−k0 tn )2
α 0 β0 tn e−k0 tn
(1+β0 e−k0 tn )2
⌋
Z0' Z0=⌊
∑u=1
n1
(1+β0e−k0 t u )2∑u=1
n – α 0e−k0 t u
(1+β0 e−k0 tu )3∑u=1
n α 0 β0 tu e−k0 tu
(1+β0 e−k0 tu )3
∑u=1
n (– α 0 e−k0t u)2
(1+ β0e−k0 t u )3∑u=1
n (– α0 e−k0 tu)2
(1+β0e−k0 t u )4∑u=1
n – α02 β0t u e−2 k0 t u
(1+β0 e−k0 tu )4
∑u=1
n α0 β0t u e−k0t u
(1+ β0e−k0 t u )3
∑u=1
n – α 02 β0 tu e−2k0 tu
(1+β0e−k0 t u )4
∑u=1
n (α0 β0t u e−k0 tu)2
(1+β0 e−k0 tu )4
⌋
b0=⌊α0
β0
k0
⌋
Y 0=[α
1+ β e−kt 1−
α0
1+β0 e−kt u
α1+ β e−kt 2
−α0
1+β0 e−kt 2
⋮α
1+β e−kt n−
α0
1+β0 e−kt n
]Selanjutnya β0 diduga dengan b0=(Z0
' Z0)−1 Z0
' Y 0
Maka hasil turunan sebagian f (Xu,θ) terhadap menghasilkan fungsi Xu dan
tidak mengandung parameter θ sama sekali. Misalkan f (Xu,θ)= θ1 X1u+ θ2 X2u + θp
Xpu , maka:
∂ f (Xu ,θ)∂ θi
=X iu , yang tidak tergantung pada θ. Berbeda halnya jika f (xu,θ) adalah
model non-linier. Hasil turunan sebagian f (xu,θ) terhadap θi akan mengandung
parameter θi.
Misalkan ingin didapatkan persamaan normal untuk mendapatkan penduga
kuadrat terkecil bagi parameter θ dalam model f (xu,θ)=eks (-θ xu) .melalui turunan
sebagian f (xu,θ) terhadap θ dihasilkan turunan yang berbentuk :
∂ f (Xu ,θ)∂ θi
=−X ueks(−θ Xu)
Penyelesaian persamaan (2.6) menghasilkan persamaan normal yang
berbentuk:
∑u=1
n
(Y u−e−θ X u ) (−Xu−e−θ X u )=0
Dari persamaan normal di atas dapat dilihat bahwa hanya dengan satu
parameter dan model non-linier yang sederhana,pendugaan θ melalui persamaan
normal tidaklah mudah. Bila model mengandung banyak parameter dan model
berbentuk lebih rumit,penyelesaian persamaan normal harus menggunakan metode
numerik secara iteratif(Draper dan Smith,1981).
Misalkan akan di dapatkan penduga kuadrat terkecil β bagi parameter β
dalam model. Ditetapkan Y = β0+β1X. Ditetapkan Y sebagai matriks peubah terikat,
X sebagai matriks peubah penjelas dan β sebagai matriks parameter model yang
berbentuk :
Y=[Y 1
Y 2
⋮Y n
] X=[11⋮1X1
X2
⋮Xn
] β=[ β0
β1]
Model Y = β0+β1X dapat ditulis menjadi Y=X β sehingga b=¿ dengan syarat
(X ' X ) non-singular.
2.6 Nilai Duga Awal bagi Parameter
Draper dan Smith (1981) mengatakan bahwa dugaan awal θ0 bagi parameter θ
dalam model non-linier didapatkan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Analitik
Dengan cara analitik Yu diselidiki untuk nilai Xu mendekati nol atau tak
hingga untuk mencari nilai duga awal parameter yang mengggambarkan
keadaan Yu saat Xu mendekati nol atau tak hingga .Selanjutnya
disubstitusikan Xu sebanyak parameter-parameter yang lain dalam model ke
dalam Yu sehingga terbentuk sistem persamaan yang kemudian di selesaikan.
2. Substitusi
Jika terdapat p buah parameter,disubstitusikan p amatan (Yu,Xu) ke dalam
model yang di postulatkan ,selanjutnya p buah persamaan tersebut
diselesaikan untuk mendapatkan nilai parameter-parameter model.Nilai-nilai
Xu yang terpisah jauh sering memberika hasil yang lebih baik
2.6.1 Metode gauss-Newton
Cara yang seringkali ditempuh untuk menduga parameter-parameter model
non-linear adalah menuliskan persamaan normal(2.6) secara terinci dan
mengembangkan suatu teknik iterative untuk memecahkannya.
Metode gauss-Newton menggunakan nilai duga awal 0 bagi parameter
dalam iterasi. Pandang model (2.4) sebagai model yang dipostulatkan. Misalkan
1,2,…,p0 adalah nilai-nilai duga awal bagi parameter-parameter 1,2,…,p. untuk
mendapatkan nilai yang meminimumkan JKS, pertama-tama model no-linier
tersebut diekspansikan kebentuk deret Taylor di sekitar =0 menjadi :
f (xu , )=f (xu ,❑0 )+∑i=1
p [ ∂ f (xu , )∂ θi
]θ=θ0
(θ i−θi 0 )(2.7)
Bila ditetapkan : f uo=f (xu ,❑0 )
β io=(θi−θi 0 )
Ziuo=[ ∂ f (xu , )
∂θ i]θ=θ0
Maka persamaan (2.7) akan berbentuk :
Y u=f uo+∑
i=1
p
β io Ziu
o +ε u
Y u−f uo=∑
i=1
p
β io Z iu
o +εu(2.8)
Selanjutnya dengan MKT, β io dapat diduga. Jika ditetapkan :
Z0=[Z11
o Z21o ⋯ Z p1
o
Z12o Z22
o ⋯ Z p2o
⋮Z1u
o
⋮Z1n
o
⋮Z2 u
o
⋮Z2 n
o
⋮Z pu
o
⋮Z pn
o]={Ziu
o }nxp b0=[ b1o
b2o
⋮b p
o ] Y 0=[Y 1−f 1
o
Y 2−f 2o
⋮Y u−f u
o
⋮Y n−f n
o]
Maka Y 0=Z0 . b0, sehingga penduga bagi β0' =( β1
o, β2o , …, β p
o ) adalah
b0=(Z0 ' Z0)−1 Z0
' Y 0. Dengan demikian vector b0 , akan meminimumkan JKS yang
terbentuk
JKS=∑u=1
n
{Y u−Y u }2
¿∑u=1
n {Y u−f (xu ,❑0 )−∑i=1
p
β io Z iu
o }2
Pandang b io=θi 1+θi 0, maka θi 1 dapat dianggap sebagai penduga yang telah
diperbaiki bagi . Selanjutnya nilai-nilai θi 1 dijadikan penduga yang akan diperbaiki
pada iterasi-1, kemudian ditempuh langkah yang sama sampai (2.8) diselesaikan,
namun dengan mengganti subskrip nol dengan subskrip satu. Proses ini akan
menghasilkan penduga yang telah diperbaiki yaitu θi 2 dan begitu seterusnya sampai
pendugaan konvergen. Dengan kata lain sampai langkah iterasi ke-j dan iterasi ke-
(j+1) berlaku :
|{θi ( j+1)−θ ij }/ θij|<δ , dimana adalah bilangan positif yang sangat kecil yang
telah ditetapkan sebelumnya (0,0001) (Draper dan Smith, 1981). Dengan
mengembangkan notasi sebelumnya, θ j+1 dapat ditulis
θ j+1=θ j+b j
θ j+1=θ j+(Z j' Z j )
−1Z j
' (Y −f j ) (2.9 )
2.6.1.1 Modifikasi Metode Gauss-Newton
Meskipun secara teoritis pendugaan parameter dengan menggunakan
metode Gauss-Newton selalu konvergen, permasalahan dapat saja terjadi missal
berfluktuasinya JKS walaupun pada akhirnya pendugaan mencapai kekonvergenan.
Modifikasi Gauss-Newton dengan membagi dua bj dalam persamaan (2.9)
dapat diterapkan jika permasalahan di atas terjadi. Secara ringkas modifikasi ini
mengikuti proses berikut (Myers, 1990):
1. Hitung koreksi b j=(Z j' Z j )
−1Z j
' (Y−f j )
2. Hitung penduga pada iterasi ke-(j+1), θ j+1
3. Jika JKS(j+1)>JKS(j), maka ulangi langkah 2; gunakan koreksi bj/2
2.6.1.2 Algoritma Gauss-Newton pada Model Otokatalitik
Dengan cara analitik, nilai duga awal α0 didapatkan melalui limt →∞
h (t )=α
sehingga α0 = hmaks. Disubstitusikan α0 ke persamaan (2.2) untuk mendapatkan nilai
duga awal β0. selanjutnya k0 didapatkan melalui sustitusi α0 dan β0 ke persamaan
(2.1).
2.6.2 Metode grafis
Sisaan didefinisikan sebagai selisih antara Yu dengan Y u ditulis ε u=Y u−Y u .
Sisaan kaya akan informasi ,oleh karena itu sisaan merupakan bagian yang amat
penting dalam setiap analisis data (Walpole dan Myers.1995).Diagram pencar sisaan
yang menggambarkan kesesuaian model dengan data akan berbentuk
acak ,sebaliknya jika diagram pencar sisaan mempunyai bentuk tertentu,maka
dikatakan model belum sesuai dengan data.
Gambar 2.2 Plot antara sisaan dan nilai duga yang berbentuk acak.
Gambar 2.3 Plot antara sisaan dan nilai duga yang membentuk pola.
Gambar 2.3 merupakan diagram pencar yang menunjukkan bahwa model
sesuai dengan data ,karena bentuk diagram pencar tersebut .Lain halnya dengan
Gambar 2.2,plot antara sisaan pada Gambar 2.3 berbentuk kuadratik sehingga dapat
dikatakan model belumsesuai dengan data (yitnosumarto,1993).
2.10 Selang kepercayaan bagi parameter model
Dalam berbagia keadaan, penduga titik belum memberikan informasi yang
cukup tenten parameter populasi karena nilainya tergantung pada contoh yang di
ambil. Penduga selang berbentuk :
P (θ−( titik kritis ) S (θ )≤θ ≤ θ+( titik kritis)S (θ ))=(1−α)
dimana S (θ )=√∑u=1
n
(Y u−Y u )2
n−p−1
Lebih informatif karena selang ini dapat ditentukan sebagai fungsi
contoh.Selanjutnya selan ini disebut selan kepercayaan 100(1-α)% untuk parameter
θ.Batas kepercayaan bawah(lower confidence limit) adalah θ−( titik kritis ) S (θ ) dan
Batas kepercayaan atas (upper confidence limit) adalah θ+(titik kritis)S (θ ).
Sedangkan (1-α) disebut koefisien kepercayaan (confidence coefficient).
Lebar selang kepercayaan adalah sebuah ukuran penting kualitas informasi
yang di peroleh dari contoh.Makin lebar selang kepercayaan , maka semakin diyakini
bahwa selang tersebut mengandung nilai θ sebenarnya.Pada suatu kejadian yang
ideal dibutuhkan sebuah selang kepercayaan yang pendek dengan keyakinan yang
tinggi.
Selang kepercayaan (1-α) bagi parameter-parameter model adalah :
P(θ−t α2
, n−p−1w i≤ θ ≤θ+ t α
2,n−p−1)=(1−α )
Dimana :
w i=scu1/2
cu adalahdiagonal utama matriks (Z0 ' Z0)−1 .
2.6.3 Metode Levenberg-Marquardt
Salah satu metode pendugaan parameter adalah metode Levenberg-
Marquardt, bentuk ilustrasi metode ini adalah:
θi+1=θi−(J ' J+ τi2 I )−1 J
i '' f i
Dimana : J i=J (θi ) dan f i=f (θi )
τ merupakan nilai positif terkecil yang dihitung dari akar ciri dan vector ciri
matriks J`J. matriks J adalah matrik jacobian menyatakan banyaknya parameter.
Unsur-unsur matriks jacobian merupakan turunan parsial masing-masing galat
pengamatan.
I merupakan matriks identitas θ = θ0 ,θ1 ,θ2 adalah parameter-parameter
yang diduga f (θ)merupakan vector galat dari masing-masing pengamatan. Nilai r
yang relative kecil akan mendekati hasil iterasi Newton-Rapson dan Gauss-Newton.
2.7 Uji Keakuratan Model
Setelah didapatkan penduga bagi parameter model, langkah selanjutnya
adalah menguji keakuratan model. Pengujian keakuratan model menggunakan
kriteria sebagai berikut:
2.7.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dilambangkan dengan R2, dipergunakan untuk
mengukur proporsi atau presentase total keragaman peubah respon yang dapat
dijelaskan dengan model regresi. Koefisien determinasi didefinisikan sebagai
berikut:
R2 = JKS/JKT
Dimana JKS=Jumlah Kuadrat Sisa
JKT=Jumlah Kuadrat Total
Untuk membandingkan dua model harus memperhitungkan banyaknya
variable X (peubah bebas) yang ada dalam model. Ini dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan koedisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:
Radjusted2
=1-
JKS /(n−p )JKT /(n−1)
Dimana Radjusted2
= Koefisien determinasi disesuaikan
p= Banyaknya parameter model
n= Banyaknya pengamatan
Koefisien determinasi R2 terletak antara 0 dan 1 kemudian model dikatakan
“lebih baik” kalau R2 semakin dekat dengan 1.
B A B I I I
P E R M A S A L A H A N D A N P E M B A H A S A N
Tinggi tanaman Yute varietas Cc dan varietas Roxa yang merupakan hasil
penelitian Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (BALLITAS) tahun 1989.
Pengukuran dilakukan terhadap 100 tanaman varietas Cc dan 90 tanaman varietas
Roxa. Tinggi tanaman Cc diukur selama 17 minggu sedangkan varietas Roxa diukur
selama 20 minggu.
Rata-rata tinggi tanaman Yute varietas Cc dan Varietas Roxa (cm)
Mingg
u
Varietas Mingg
u
Varietas
Cc Roxa Cc Roxa
1 13.23 10.005 11 206.47 199.85
2 25.55 18.57 12 214.86 213.44
3 44.84 36.04 13 220.35 219.37
4 72.31 60.17 14 225.22 224.2
5 107.49 90.91 15 229.65 226.4
6 142.02 123.29 16 232.81 228.63
7 164.81 146.88 17 233.99 227.53
8 175.64 168.53 18 233.92
9 190.1 179.52 19 236.54
10 199.95 192.89 20 237.98
Pendugaan parameter :
Untuk mengetahui seberapa baik data didekati dengan model otokatalitik, kita dapat
melihat pada diagram pencar.
Diagram Pencar :
Minggu20.0015.0010.005.000.00
Ro
xa
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
Minggu20.0015.0010.005.000.00
Cc
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
Cc Roxa
Berdasarkan diagram pencar tersebut dapat dikatakan bahwa data membentuk
kurva otokatalitiksehinga model yang di postulatkan adalah model otokatalitik. Nilai
duga awal parameter-parameter model yang didapatkan dengan cara analitik untuk
masing-masing varietas adalah :
1. Varietas Cc
a. α 0=h(17 )=233 . 990
b.t→0⇒h=
α0
1+β0
13 . 230=233 . 9901+β0
β0=16 . 680
c.t=9⇒190 .100=233 . 990
1+16 . 680e−9k 0
k0=0. 476
2. Varietas Roxa
a. α 0=h(20 )=237 . 980
b.t→0⇒h=
α0
1+β0
10 . 005=237 . 9801+β0
β0=22 . 786
c.t=11⇒199 . 850=237. 980
1+22 .786 e−11 k0
k0=0. 435
Sofware SPSS dan Metode Levenberg-Marquardt diterapkan untuk menduga
nilai, α , β , dan k. Pendugaan parameter dan hasilnya dapat dilihat pada output
SPSS berikut :
OUTPUT :
1. Varietas Cc
2. Varietas Roxa
UJI KELAYAKAN MODEL
Model-model pendugaan parameter dengan menggunakan metode Levenberg-
Marquardt sebagai berikut :
1. Varietas Cc
Tinggi=225 .819
1+17 .577 e−0. 534 t
2. Varietas Roxa
Tinggi=229.756
1+19 .089 e−0. 487 t
Varietas R2
Cc 0,993
Roxa 0,994
Berdasarkan R2 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa model yang
didapatkan dengan menggunakan metode Levenberg-Marquardt layak digunakan.
Lebih dari 99% total keragaman untuk tinggi tanaman varietas Cc dan varietas Roxa
dapat dijelaskan oleh model otokatalitik.
Tabel Tinggi tanaman, prediksi, dan sisaan :
Umur
Tanama
n (mst)
Cc Roxa
Data Prediksi Sisa Data Prediksi Sisa
1 13.23 19.97 -6.74 10.005 18.05 -8.04
2 25.55 32.05 -6.5 18.57 27.99 -9.42
3 44.84 49.68 -4.84 36.04 42.31 -6.27
4 72.31 73.34 -1.03 60.17 61.72 -1.55
5 107.49 101.75 5.74 90.91 85.95 4.96
6 142.02 131.67 10.35 123.29 113.28 10.01
7 164.81 159.1 5.71 146.88 140.8 6.08
8 175.64 181.24 -5.6 168.53 165.5 3.03
9 190.1 197.35 -7.25 179.52 185.5 -5.98
10 199.95 208.21 -8.26 192.89 200.37 -7.48
11 206.47 215.15 -8.68 199.85 210.76
-
10.91
12 214.86 219.44 -4.58 213.44 217.7 -4.26
13 220.35 222.03 -1.68 219.37 222.2 -2.83
14 225.22 223.58 1.64 224.2 225.05 -0.85
15 229.65 224.5 5.15 226.4 226.84 -0.44
16 232.81 225.04 7.77 228.63 227.96 0.67
17 233.99 225.36 8.63 227.53 228.65 -1.12
18 233.92 229.07 4.85
19 236.54 229.34 7.2
20 237.98 229.5 8.48
Model OtokatalitikVarietas Cc
0
50
100
150
200
250
1 3 5 7 9 11 13 15 17
Umur Tanaman
Tin
gg
i (c
m)
Data
Prediksi
Model OtokatalitikVarietas Roxa
0
50
100
150
200
250
1 3 5 7 9 11 13 15 17
Umur Tanaman
Tin
gg
i (c
m)
Data
Prediksi
B A B I V
K E S I M P U L A N
Model otokatalitik merupakan sebuah fungsi sigmoid (berbentuk huruf S).
Karena pada diagram pencar CC dan Roxa berbentuk sigmoid maka dalam kasus ini,
model pertumbuhan yang digunakan adalah model pertumbuhan otokatalitik. Dengan
menggunakan SPSS, model-model pendugaan parameter dengan menggunakan
metode Levenberg-Marquardt sebagai berikut :
1. Varietas Cc
Tinggi=225 .819
1+17 .577 e−0. 534 t
2. Varietas Roxa
Tinggi=229.756
1+19 .089 e−0. 487 t
Melalui uji kelayakan model (R2), lebih dari 99% total keragaman untuk tinggi
tanaman varietas Cc dan varietas Roxa dapat dijelaskan oleh model otokatalitik.
A N A L I S I S R E G R A S I L A N J U T A N
Disusun oleh:
NINI SURYANI : 0610950042 SUAIBATUL ISLAMIYAH : 06109500TITIS KUSUMA L : 06109500PRIWANTO ARIFINSITI CHOIRUN NISAJEFRY DAMAI SSAKIB
::::
06109500071095004207109500460710953026
PRODI STATISTIKAJURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2009
Top Related