NILAI NILAI AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM
KITAB SIMTUD DUROR KARANGAN AL-HABIB ALI BIN
MUHAMMAD BIN HUSEIN AL-HABSYI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Sayyidina Luthfir Rahman
NIM 1112011000119
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017M/1438H
i
ABSTRAK
Sayyidina Luthfir Rahman (NIM: 1112011000119). Nilai-Nilai Akhlak
Yang Terkandung Dalam Kitab Simtud Duror Karangan Al-Habib Ali
bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi. Skripsi. Pendidikan Agama Islam,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai akhlak dan bait-bait
yang berisi tentang biografi Nabi Muhammad SAW dalam kitab Simtud Duror
karangan Al Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsyi
(1259H/1843M). Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Adapun kajian teorinya adalah kajian pustaka (library research) dengan
menjadikan kitab Simtud Durar Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma
Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar sebagai data primer. Sedangkan proses
pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu cara
pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya kemudian
data tersebut dianalisa dengan teknik conten analysis yaitu menelaah dan
mengungkapkan catatan-catatan atau dokumentasi sebagai sumber data untuk
dianalisa sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga dapat diambil sebuah
kesimpulan. Nilai-nilai akhlak yang terkandung di dalam kitab Simtud Duror:
pertama, akhlak kepada Allah SWT di antaranya memuji nama-Nya,
mengharap ridho, bersyukur. Kedua, akhlak kepada makhluk baik manusia
maupun selain manusia (hewan, tumbuh-tumbuhan dan sumber daya alam) di
antara akhlak kepada manusia adalah akhlak kepada Nabi Muhammad SAW,
akhlak kepada orang tua dan akhlak terhadap diri sendiri. Penulis
mendapatkan hasil penelitiannya berupa, pertama akhlak kepada Allah SWT
yaitu menyucikan dan memuji asma-Nya, memohonkan ridho, dan bersyukur,
kedua akhlak kepada Rasulullah SAW yaitu membacakan shalawat ketika
disebutkan namanya, ketiga akhlak kepada diri sendiri yaitu malu, jujur,
zuhud, tekad kuat, lemah lembut, dan dermawan, keempat berkeluarga yaitu
memilih pasangan hidup yang baik, adil, dan kasih sayang, kelima akhlak
bermasyarakat yaitu memenuhi undangan tanpa membeda-bedakan dan
berkata jujur walaupun dalam bergurau.
ii
ABSTRACT
Sayyidina Luthfir Rahman (NIM: 1112011000119). The Morals Values
Contained in the Book of Simtud Duror Al Habib Ali Bin Muhammad Ibn
Husain Al Habsyi. Islamic Religious Education, Syarif Hidayatullah State
Islamic University Jakarta.
This study aims to determine the values of morals and verses that
contain the biography of the Prophet Muhammad SAW in the book of Simtud
Duror Al Habib Ali Ibn Muhammad Ibn Husain Al Habsyi (1259H / 1843M).
This research uses a qualitative approach so that the results of research in the form
of interpretation and words, seen from the type of place the writer uses library
research by making the book Simtud Durur Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa
ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar as a primary data. To collect the data
writer uses the method of documentation, the method of documentation is a way
of searching data about things or variables in the forms of notes, transcripts,
books, newspapers, magazines, inscriptions, meetings notes, agenda, etc., then the
data is analyzed by content analysis techniques that reviewing and disclosing
records or documentation as a source of data for analysis as required so that a
conclusion can be drawn. Related to the moral values contained in the book
Simtud Duror in which according to the study of theory obtained the writer
mentions that viewed from the scope of akhlaq education include: First, morals to
Allah SWT among them praised his name, hoping ridho, grateful. Second, morals
to human beings both humans and other than humans (animals, plants, and natural
resources). The morals to humans is morals to the Prophet Muhammad SAW,
morals to parents, and morals to yourself. The writer gets the results of his
research in the form of, First morals to Allah SWT is to purify and praise his
names, pleading ridho, and grateful. The second, morals to the Prophet
Muhammad SAW is to recite the shalawat when mentioned his name. The third,
the morals to self is shame, honest, zuhud, strong, gentle and generous. The
fourth, having families are choosing a partner, living a good, fair, and
affectionate. The fifth, social morality is to meet invitations without discrimination
and tell the truth even in jest.
iii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحن الرحيم
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan nikmat kepada hambanya hingga tidak terhitung jumlah dan
kadarnya, memberikan kami waktu sampai detik ini sehingga kami masih dapat
menjalankan kewajiban yaitu menuntu ilmu. Shalawat serta salam tak lupa kami
hanturkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW yang
menuntun kita kepada jalan kebenaran yang diridhai Allah Swt.
Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis yang telah menyelesaikan
penulisan karya ilmiah ini, terselesaikannya karya ilmiah ini merupakan hasil
yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung berupa doa, semangat, sumbangan pemikiran,
maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan karya ilmiah. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa
pihak yang membantu dalam karya ilmiah ini. Rasa terima kasih tersebut
penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Majid Khon, MA dan Hj. Marhamah Saleh, L.c, MA, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Hj. Marhamah Saleh, L.c, MA selaku dosen pembimbing akademik yang
memberikan arahan serta motivasi untuk selalu semangat dan segera
menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Dr. Dimyati, MA selaku dosen pembimbing yang telah sabar membserikan
saran dan arahan serta meluangkan waktu dalam proses bimbingan hingga
penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
iv
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai materi
perkuliahan.
7. Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (PT) dan
Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan skripsi
ini.
8. Kedua orang tua yaitu Babah Habib Abdurahman Umar bin Yahya dan
Umi Yurnida serta Ami Makhdor Umar bin Yahya yang selalu
mendoakan, mendidik, membimbing, mengasihi, serta mendukung dengan
penuh keihklasan, keridhaan, kesabaran serta pengorbanan yang tidak
mampu untuk membalasnya demi anaknya agar selamat dan bahagia dunia
maupun akhirat. Semoga Allah Swt selalu memberikan rahmat,
perlindungan dan surga kepada mereka.
9. Adik-adikku tersayang dan yang aku banggakan Nur Fatimah Hakimah,
Muhammad Umar, Al Imam Akbar dan Halimah. Terima kasih atas
motivasi yang selalu kalian berikan semoga Allah selalu memberikan
semangat khususnya untuk Umar yang sedang menimba ilmu ditanah para
Auliya (Hadramaut) dan semoga Allah mensukseskan kalian semua di
masa yang akan datang.
10. Keluarga PAI angkatan 2012 baik kelas A, B, maupun C yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala motivasi dan
arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga
Allah membukakan pintu kesuksesan untuk kita semua.
11. Kancawan Muhammad Ahsan Habibi, Muhammad Irfan S.pd, Wawan,
Afham, Sultan, Husain, Robi, Luthfi Mukhlis dan Karta serta Kancawati
Solihati S.pd, Mala, Jannah S.pd, Zuya, Firda S.pd, Een S.pd, Syifa S.pd,
Ranti S.pd, Rini S.pd, Amel, Ayu S.pd, Febi, dan Susi.
12. Para pejuang dan pecinta Burdah Farouq S.pd, Akbar, Hermawan, Yazid,
Habibi Nur, Amir, Iyan, Fikri, Fattah, Igfirli, Ray, Afrijal, Rizka Sofian,
Agus, Dhiya Habibi S.pd dan Reza semoga kita selalu istiqomah dalam
v
menghadiri majlis burdah, semangat menyelesaikan skripsinya, sukses
untuk kita semua.
13. Nurul Zairina Luthfia, Intan Rabiatul Adawiyah S.pd, Fuji Islami S.pd,
Vionia Gemifanny tim pejuang skripsi yang selalu saling memberikan
motivasi serta hiburan di saat penat singgah dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini. Semoga Allah menjadikan segala kebaikan mereka sebagai
pemberat amal kebajikan bagi kita semua, Jazakumullah ahsana wa
khairal jaza.
14. Para penghuni kosan Hj. Dewi, Fikri S.s, Erwin, Asad, Anto dan Kahfi
S.pd dan kepada Syeikh Taher, Fadlil, Bang Obi, Tarmizi, bang Haitami,
bang ridho dan semua para Gymers Syahida Inn yang selalu memberikan
hiburan, semangat dan kebahagiaan tersendiri di setiap momennya,
semoga ikatan silaturahim kita tetap terjalin hingga akhir hayat nanti.
Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini
dapat memberikan kontribusi wawasan bagi dunia ilmu pengetahuan dan
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Ciputat, 28 April 2017
Penulis,
Sayyidina Lutfir Rahman
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAKSI .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Nilai ............................................................................................. 8
B. Akhlak .......................................................................................................... 9
1. Pengertian Akhlak ................................................................................... 9
2. Macam-Macam Akhlak ........................................................................ 11
a. Akhlak Mahmudah ......................................................................... 12
b. Akhlak Madzmumah ...................................................................... 12
3. Ruang Lingkup Akhlak .......................................................................... 12
a. Akhlak Terhadap Allah SWT .......................................................... 13
b. Akhlak Terhadap Makhluk ............................................................ 15
4. Tujuan dan Manfaat Akhlak ................................................................. 18
C. Kitab Simtud Duror ..................................................................................... 19
D. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 23
B. Metode Penelitiann ...................................................................................... 23
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................. 24
D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 25
E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 25
F. Teknik Penulisan ........................................................................................ 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ............................................................................................. 28
1. Profil dan Biografi Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi
28
2. Karya-Karya Al-Habib Ali Al-Habsyi ................................................. 37
B. Pembahasan ................................................................................................. 38
1. Akhlak Terhadap Allah SWT .............................................................. 38
a. Menyucikan dan Memuji-Nya ....................................................... 38
b. Memohon Ridho ............................................................................ 40
c. Bersyukur Kepada-Nya ................................................................. 43
2. Akhlak Terhadap Makhluk .................................................................. 46
a. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW ............................................... 47
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ....................................................... 47
1) Malu ........................................................................................ 47
2) Berperangai Lemah Lembut ................................................... 50
3) Tekad Kuat .............................................................................. 55
4) Zuhud ...................................................................................... 59
5) Dermawan ............................................................................... 61
6) Wibawa ................................................................................... 64
c. Akhlak Dalam Berkeluarga ........................................................... 66
1) Memilih Pasangan Hidup Yang Baik ..................................... 66
2) Adil ......................................................................................... 68
3) Kasih Sayang .......................................................................... 73
d. Akhlak Bermasyarakat .................................................................. 76
1) Memenuhi Undangan atau Janji dengan Tidak Membeda-
bedakan yang Mengundang .................................................... 76
2) Berkata Jujur ........................................................................... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sangat mengedepankan nilai-nilai akhlak.
Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW:
ا بعثت لتم مكارم الخلق إن“Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan kebaikan budi
pekerti”.1
Dalam diri Rasulullah SAW terdapat suri tauladan yang baik. Beliau
mempunyai perilaku yang santun dalam kehidupan sehari-harinya. Beliau
selalu mencontohkan kepada para sahabatnya akhlak yang mulia, akhlak Al-
Qur’an sekaligus Sebagai panutan umat. Hal tersebut telah dinyatakan Allah
SWT:
سوة حسنة لمن كان ي رجو الله والي وم الخر وذكر الله لقد كان لكم ف رسول الله أ ﴾۲۱﴿كثيرا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
Al-Ahzab: 21)2
Akhlak merupakan dasar dan landasan yang kokoh untuk kehidupan
manusia, karena dengan akhlak hidup manusia menjadi bermanfaat, baik
dirumah, sekolah ataupun di masyarakat.
Ada dua jenis akhlak dalam islam, yaitu akhlaq al-karimah (akhlak
mulia) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq
al-mazmumah (akhlak tercela) ialah akhlak yang tidak baik dan tidak benar
1 Malik ibn Anas, Al-Muwaththa’, (Beirut: Darul Hadits 2010 t.t), Juz 2, h. 690
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an
Departemen Agama 2009), Jilid VII, h. 638.
2
menurut Islam.3 Dan dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut dengan
akhlak baik dan akhlak buruk.
Dengan akhlaq al-karimah seseorang akan menjadi aman, tenang, dan
cenderung tidak akan melakukan perbuatan yang tercela. Seseorang yang
berakhlak mulia selalu akan berusaha menjalankan kewajiban-kewajibannya,
baik itu kewajiban terhadap diri sendiri yang menjadi hak diirinya, dan
terhadap Tuhan yang menjadi hak Tuhannya, juga terhadap makhluk lain.4
Sedangkan bagi orang yang mempunyai akhlaq al mazmumah, berkebalikan
dengan orang yang berakhlak baik, ia malah akan menyebabkan kerusakan
susunan sistem lingkungan, sama halnya dengan anggota tubuh yang terkena
penyakit yang semakin lama semakin akut.
Berbicara nilai-nilai akhlak, pada saat ini telah terjadi kemerosotan
akhlak khususnya pada generasi muda, menjamurnya perilaku merusak
diberbagai pelosok negeri ini seperti narkoba, tawuran, free sex, kekerasan
seksual terhadap remaja serta pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku
kekerasan seksual sungguh memprihatinkan. Moral anak-anak bangsa kita
yang konon menjunjung tinggi nilai-nilai norma dengan adat ketimurannya
yang sangatlah sopan dan santun sekarang seakan hanya sekedar cerita. Oleh
karena itu akhlak para generasi muda sangatlah perlu untuk dibenahi dan
diperbaiki serta menjadi PR untuk kita semua sebagai generasi muda
Indonesia untuk mengembalikan moral bangsa Indonesia yang beradab.5
Penyebab lain yang besar peranannya terhadap kemerosotan akhlak
generasi muda adalah hilangnya sosok public figure bagi generasi muda. Al-
Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi mengatakan dalam
syairnya:
ولقد اتصف صلى الله عليه وسلم من محاسن الخلق * بما تضيق عن كتابته بطون الوراق * كان صلى الله عليه وسلم احسن الناس خلقا و خلقا * و اولهم الى مكارم
3 Barmawi Umary, Materi Akhlak (Solo: Ramadhani, 1993), hal. 196
4 M.Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007),
hal. 1
5 https://dialektika-nusantara.blogspot.co.id/2016/05/krisis-moral-generasi-muda-
indonesia.html diakses pada tanggal 20 Oktober 2016, pukul 13.23
3
الا الاخلق سبقا * و اوسعهم بالمؤمنين حلما ورفقا ب را رؤف ا * لا يقول و لا يفعل * معروفا
Demikian luhur Akhlak Rasulullah SAW * Sehingga terasa sempit
kitab-kitab besar untuk merangkumnya * Sebab Beliau sebaik-baik
manusia * Dalam keindahan akhlak ataupun bentuk tubuhnya *
Selalu terdepan dalam berbuat kebajikan * lembut hatinya, luas kasih
sayangnya * Terutama bagi kaum beriman semuanya * Teramat baik,
teramat penyantun * Tiada berucap sesuatu melainkan berisi
kebaikan*6
Dari syair diatas bisa kita simpulkan bagaimana sosok atau public
figure idaman dan yang sebenarnya, berbeda jauh dengan realita keadaan
yang terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah seorang public figure
yang telah menghina Pancasila, seorang siswi yang membentak polisi dan
mengaku kerabat pejabat bukannya mereka berdua mendapatkan teguran
atau hukuman yang tegas justru mereka dijadikan sebagai seorang “Duta”.
Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi sudah melembaga bahkan
ditetapkan sebagai hari libur nasional. Setiap memasuki bulan Rabi’ul
Awwal, berbagai ormas Islam, masjid, musholla, institusi pendidikan,
majelis ta’lim dan majelis dzikir bersiap memperingatinya dengan beragam
cara, dari sekadar pembacaan maulid Nabi, menggelar pengajian kecil-
kecilan hingga seremonial akbar dan bakti sosial, dari sekedar diskusi
hingga ritual-ritual yang sarat tradisi (lokal). Bahkan bukan hanya setiap
menjelang bulan Rabi’ul Awwal saja, pada setiap kamis malam atau malam
jumat masyarakat Indonesia pun membaca maulid Nabi sebagai bentuk
kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
6 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia
Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya (Kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW), Terj.
Simtud Durar Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar oleh
Alwi bin Ali Al-Habsyi, (Solo: Sekretariat Masjid Riyadh, 1992), Cet. II, h. 36
4
Di antara beberapa kitab maulid yang sudah masyhur, terdapat kitab
Simtud Durar yang berartikan untaian-untaian mutiara. Simtud durar
merupakan sebuah karya tulis berupa prosa, sajak serta menggunakan
bahasa yang indah berisikan tentang biografi Nabi Muhammad SAW,
mencakup nasabnya (silsilah), Kehidupannya dari masa kanak-kanak hingga
menjadi rasul. Selain itu, juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang
dimilikinya, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan manusia.
Nama pengarangnya adalah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-
Habsyi beliau seorang sufi yang lahir di Qasam sebuah kota di Hadramaut
pada 1259H/1843M dan meningal pada 1333H/1915M.7
Faktanya saat ini tidak sedikit masyarakat yang tidak mengetahui
kitab Simtud Durar, memang benar pembacaan maulid Nabi bukanlah hal
yang asing bagi masyarakat Indonesia akan tetapi Kitab maulid yang
digunakan/dibaca hanya beberapa saja seperti maulid al-Barzanzi dan
maulid karya Imam Wajih ad-din Abdurahman bin Muhammad bin Umar
bin Ali Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar Ad Diba’i, padahal
masih ada beberapa lagi kitab Maulid selain kitab tersebut. Diantaranya
adalah kitab maulid Adhiya Ulami’ karangan Al-Habib Umar Bin
Muhammad Bin Hafidz Bin Syekh Abu Bakar bin Salim dan Maulid Simtud
Durar Karangan Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-Habsyi.
Dikarenakan berbahasa Arab Masyarakat berasumsi bahwa kitab
Simtud Durar hanya sekedar di baca, enak dan merdu di dengar saja, hingga
mereka tidak mengetahui apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam kitab
tersebut, begitu juga masyarakat di sekitar penulis yang tidak bisa membaca
huruf Arab alias hanya membaca Arab latin itu juga menjadi faktor
penyebab tidak tahunya masyarakat tentang kandungan Simtud Durar,
penulis pernah menjumpai vokal grup hadroh yang biasa melantunkan
Simtud Durar dengan merdu ketika disuruh baca dengan melihat teks tidak
7Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, ibid., h 5
5
bisa, hal itu dikarenakan mereka bisa melantunkan bait-bait Simtud Durar
dengan merdu melalui hafalan saja.
Kebanyakan halaqah/kajian baik di masjid, mushola, majlis atau
tempat keagamaan masyarakat Indonesia disekitar penulis memang tentang
akhlak atau akhlak tasawuf, akan tetapi kitab yang digunakan bukanlah
Simtud Durar melainkan seperti Ihya Ulumuddin, Nasaih Ad diniyah dll,
sementara kitab Simtud Durar hanya dinukil sebagian kecilnya ketika
penyampain ceramah atau majlis taklim saja. Oleh karena itu tidak sedikit
masyarakat yang tidak mengetahui benar kandungan apa saja yang terdapat
dalam kitab Simtud Durar.
Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti karya fenomenal mengenai
nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam kitab Simtud Durar. Berdasarkan
pemaparan di atas penulis termotivasi untuk menyusun sebuah skripsi yang
berjudul NILAI NILAI AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM
KITAB SIMTUD DURAR KARANGAN AL-HABIB ALI BIN
MUHAMMAD BIN HUSEIN AL-HABSYI.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Dikarenakan berbahasa Arab banyak kalangan masyarakat yang
belum faham, sebagaimana di tempat penulis mereka memahami
bahwa Simtud Durar yang mengkisahkan sejarah Nabi Muhammad
SAW yang penuh dengan nilai-nilai akhlak hanya sebatas bacaan
sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah dalam acara ritual
keagamaan.
2. Masyakarat belum mengenal kitab Simtud Duror.
3. Belum adanya halaqah, majlis, dan kajian yang membedah kitab
Simtud Durar.
6
C. Pembatasan Masalah
Atas dasar latar belakang serta identifikasi masalah tersebut peneliti
memfokuskan dan membatasi masalah penelitian ini dengan upaya
menemukan dan meneliti lebih rinci mengenai Nilai-nilai Akhlak yang
terkandung dalam Kitab Simtud Durar karangan Al-Habib Ali bin Husein
bin Muhammad Al-Habsyi.
D. Perumusan Masalah
Nilai-nilai akhlak apa saja yang terkandung dalam kitab Simtud Durar
karangan Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi?
E. Tujuan Dan Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Menyebutkan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab Simtud
Durar Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi.
2. Menjelaskan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab Simtud
Durar Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi.
Adapun manfaat hasil penelitian ini ialah:
1. Kegunaan bagi penulis adalah untuk memperkaya wawasan keilmuan,
khususnya dalam bidang pendidikan akhlak.
2. Menambah khazanah pendidikan Islam tentang nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung dalam kitab Simtud Durar karangan Al-Habib
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi.
3. Bagi para pembaca, penelitian ini bisa menambah motivasi untuk
mengamalkan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
kitab Simtud Durar Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-
Habsyi.
7
4. Bagi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan Islam.
5. Membantu pemangku kebijakan pendidikan dalam upaya memperbaiki
dan mengembangkan pendidikan akhlak di Indonesia.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Nilai
Nilai adalah “harga” atau “sifat-sifat” hal yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan.8
Istilah nilai (value) menurut kamus Poerwodarminto diartikan
sebagai berikut:
1. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.
2. Harga sesuatu, misalnya orang.
3. Angka, skor.
4. Kadar, mutu.
5. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.9
Menurut Bambang Daroeso ciri-ciri nilai adalah:
1. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan
manusia.
2. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung
harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki
sifat ideal.
3. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia
adalah pendukung nilai.10
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa nilai adalah
sifat-sifat yang bermanfaat bagi daerah sekitarnya yang keluar dari
suatu benda dalam hal ini adalah manusia.
8 Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 615.
9 http://keajaibanikhlas.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-nilai.html diakses pada tanggal 28
November 2016, pukul: 11.55.
10
http://uzey.blogspot.co.id/2009/09/pengertian-nilai.html diakses pada tanggal 28 November
2016 pukul: 12.02.
9
B. Akhlak
1. Pengertian akhlak
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak
(bahasa arab) adalah bentuk jamak dari kata Khuluq. Khuluq di
dalam Kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat.11
Menurut Quraish Shihab walaupun kata akhlak
terambil dari bahasa Arab tetapi kata tersebut tidak ditemukan di
dalam Al-Qur’an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal yaitu
Khuluq yang tercantung dalam surat al-Qalam ayat 4:
( ٤و إنك لعلى خلق عظيم ) “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang
luhur.” (Q.S Al-Qalam: 4)12
Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah
kebiasaan kehendak.13
Ini berarti bahwa kehendak itu bisa
dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.
Contohnya, bila dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah
akhlak dermawan. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan
bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik
dan moral) yaitu kelakukan baik yang merupakan akibat dari sikap
jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama
manusia.14
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), pengertian akhlak
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Ibn Miskawaih dalam bukunya Tahdzib Al-Akhlaq, beliau
mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
11 Luis Ma’luf, Kamus Al-Munjid,(Beirut: Al-Maktabah Al-Katulikiyah), hlm. 194.
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an
Departemen Agama 2009), Jilid X, h. 451.
13
Ahmad Amin, Kitab Akhlak, (Cairo: Dar Al-Kutubiyah t.t), hlm. 15.
14
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hlm. 9.
10
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih
dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan.15
b. Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang
keutamaan yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya
sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan dan tentang
keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong
(bersih) dari segala bentuk keburukan.16
c. Ibrahim Anis mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia, dapat disifatkan dengan baik dan buruknya.17
d. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa
manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih
dahulu.18
Dikutip oleh Asmaran, di dalam kitab Al-Mu’jam al-Wasit
disebutkan definisi akhlak sebagai berikut:
الخلق عبارة حال للنفس راسخة تصدر عنها العمال من خير أو شر من غير حاجة إلى فكر و رؤية
“Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan”.19
Imam Ghazali mengemukakan dalam kitab Ihya Ulumuddin
sebagai berikut:
15 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.
151.
16
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 3.
17
Ibid.,
18
Ibid., h. 4.
19
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet ke II, h.
5
11
الخلق عبارة عن هيئة النفس راسخة عنها تصدرالافعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر وروية
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak memerlukan pertimbangan dan fikiran
terlebih dahulu”.20
Jadi pada hakikatnya Khulq (budi pekerti) atau akhlak ialah
suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan
dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran.
2. Macam Macam Akhlak
Secara teoritik, akhlak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah. Akhlak Mahmudah
adalah akhlak yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan
Akhlak Madznumah adalah perbuatan yang melanggar aturan yang
ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.21
Akhlak mahmudah terdiri dari dua kata yakni akhlak dan
mahmudah. Pengertian akhlak sebagaimana telah dikemukakan pada
pembahasan sebelumnya. Adapun Mahmudah dari kata hamida yang
berarti dipuji22
. Kemudian secara bahasa digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan yang
disukai oleh Allah.23
20 Ibid.,
21
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h. 30
22
Ibid., h. 87.
23
Arti kata kata al-mahmudah dikutip oleh Abuddin Nata dari Mu’jam Al-Fadz Al-Qur’an
karangan Al-Raghib Al-Alsfahani lihat Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009), h. 121
12
a. Akhlak Mahmudah
Berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang
pengertian Akhlak Mahmudah:
1) Menurut Al-Ghazali, akhlak mahmudah merupakan sumber
ketaatan dan kedekatan kepada Allah SWT.
2) Menurut Al-Quzwaini, akhlak mahmudah ialah ketepatan
jiwa dengan perilaku yang baik dan terpuji.
3) Menurut Al-Mawardi, akhlak mahmudah adalah perangai
yang baik dan ucapan yang baik.
4) Menurut Abu Dawud As-Sijistani, akhlak mahmudah adalah
perbuatan-perbuatan yang disenangi.24
b. Akhlak Madzmumah
Kata Madzmumah berasal dari bahasa Arab yang artinya
tercela.25
Moh. Ardani menyatakan bahwa akhlak madzmumah
ialah apa-apa yang sesuai dengan larangan Allah dan Rasul-Nya,
serta melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk.26
Dengan
demikian akhlak madzmumah itu adalah sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari akhlak mahmudah, dan tidak disukai
kehadirannya oleh manusia.
3. Ruang Lingkup Akhlak
Menurut Muhammad Daud Ali secara garis besar akhlak
terbagi menjadi dua bagian. Pertama adalah akhlak terhadap Allah
SWT, kedua adalah akhlak terhadap makhluk (semua ciptaan Allah).27
24 Rosihon Anwar, op.cit, h. 88
25
Ibid, h. 121
26
Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), Ed II, h. 61
27
Ali Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998), h. 352
13
a. Akhlak terhadap Allah SWT
Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap
Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa tidak
ada tuhan selain Allah SWT yang memiliki segala sifat terpuji dan
sempurna. Dari pengakuan dan kesadaran itu akan lahir tingkah laku dan
sikap sebagai berikut:
1. Menyucikan Allah SWT dan memuji-Nya. Ini terlihat antara lain
dalam firman Allah:
دحم ل ٱوقل ﴾٩٣﴿ملونتع عماف ل ب غ ربكومار فونها فتع ۦت ه ءاي سير يكم لل Dan katakanlah (Muhammad): "Segala puji bagi Allah, Dia akan
memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka
kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa
yang kamu kerjakan". (Q.S. An-Naml : 93)28
Di dalam ayat lainnya Allah berfirman:
فونعمالل ٱنح سب ﴾۱٥٩﴿يص
“Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. Ash-
Shaffat : 159)29
2. Bertawakkal kepada Allah SWT setelah berusaha terlebih dahulu.
Dalam Al-Qur’an perintah bertawakal kepada Allah SWT terulang
dalam bentuk tunggal (Tawakkal) sebanyak sembilan kali dan dalam
bentuk jamak (Tawakkalu) sebanyak dua kali. Semuanya didahului
oleh perintah melakukan sesuatu seperti dalam firman Allah:
ن زق وير ب ثليح حي هم إ نٱلل ۥ بهعلىٱلل فهوحس ومنيتوكل تس
ل غأم شي قد ۦر ه ب ﴾٩٣﴿ار قد ء جعلٱللل كل“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
28 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an
Departemen Agama 2009), Jilid VII, h. 255.
29 Ibid, Jilid VIII, h. 325.
14
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S.
Ath-Thalaq : 93)
Ayat lainnya:
ن خلوا تد لن يبي وقال د و باب م ن خلوا د ٱوح ب و أب م قة تفر ن يأغ وما م
نعنكم نلل ٱم إ لمحك ل ٱإ ن ء شي م توكل ه علي لل يتوكل فل ه وعلي ت
لونل ٱ ﴾٦٧﴿متوك
Dan Ya´qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu
(bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari
pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada
dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir)
Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah;
kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja
orang-orang yang bertawakkal berserah diri". (Q.S. Yusuf : 67)30
3. Berbaik sangka kepada Allah SWT, bahwa yang ditentukan Allah
SWT kepada makhluk-Nya hanyalah kebaikan, sesuai dengan firman-
Nya:31
وس إ لسانف للٱيكلفل ﴾۲۸٦﴿ عها
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 286)32
Ayat lainnya adalah (Q.S. 4:79)
ن أصابكما نحسنة م نأصابكا وملل ٱفم نسيئة م ك نف فم س
ل لناس كن سل وأر ﴾٧٩﴿اشه يد لل ٱب وكفى رسول
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa
saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
30 Ibid, Jilid V, h. 18.
31
Hafizh Dasuki (eds). Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2008), Jilid I, h. 75
32 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid I, h. 439.
15
sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (Q.S. An-Nisa: 79)33
Sementara menurut Muhammad Daud Ali akhlak terhadap Allah
SWT yakni sebagai berikut:
1) Melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-
Nya.34
2) Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhaan Allah SWT.
3) Mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT.
4) Menerima dengan ikhlas semua qada dan qadar Allah setelah
berikhtiar semaksimal mungkin.
5) Memohon ampun atau bertaubat hanya kepada Allah SWT.35
b. Akhlak Terhadap Makhluk
Akhlak terhadap makhluk ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
pertama, akhlak terhadap manusia. Kedua, akhlak terhadap selain
manusia. Adapun akhlak terhadap manusia yaitu:
1) Akhlak terhadap Nabi Muhammad SAW seperti mencintai
Rasulullah, menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola
sekaligus menjadi suri tauladan bagi dirinya, ikhlas beriman kepada
Rasulullah SAW, mengucapkan Shalawat serta salam,
menghidupkan Sunnah Nabi Muhammad SAW dan menghormati
para pewaris Nabi Muhammad SAW.36
2) Akhlak terhadap orang tua seperti mencintai mereka melebihi
kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanaya, berkata
lemah lembut, menaati segala perintah keduanya dan mendoakan
keselamatan serta ampunan bagi keduanya.
33 Ibid, Jilid II, h. 217.
34
Ali Muhammad Daud, op.cit, h. 356
35
Ibid., 356-357.
36
Moh. Ardani, op.cit, h. 74.
16
3) Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain memelihara kesucian diri,
jujur, rendah hati dan malu melakukan perbuatan jahat.
4) Akhlak terhadap keluarga, seperti saling membina rasa cinta dan
kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan
kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada kedua orang
tua, mendidik anak dengan kasih sayang dan saling mengunjungi
atau silaturahim.
5) Akhlak terhadap masyakarat, seperti memuliakan tamu,
menghormati nilai dan norma yang berlaku, saling tolong
menolong dalam kebajikan, memberi makan fakir miskin serta
berusaha melapangkan kehidupannya.37
Sedangkan akhlak terhadap selain manusia yaitu bisa disebut juga
akhlak terhadap lingkungan hidup, “yang dimaksud dengan lingkungan
hidup di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia,
seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, bebatuan dan benda-benda yang
tidak bernyawa. Akhlak yang dianjurkan Al-Qur’an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.38
Ada beberapa ayat yang berhubungan dengan lingkungan hidup,
pertama Allah SWT menciptakan alam ini dengan tujuan bertafakur,
sebagaimana firman-Nya:
ٱوت و لسم ٱق خل ف يإ ن ٱوض ر ل ر يتج لت يٱك فل ل ٱولنهار ٱول لي ٱف ت ل خ
نللٱأنزلوما لناسٱينفعب مار بح ل ٱف ي نء لسما ٱم ب ه يافأح ء ما م
ٱ نف يهاوبثت هامو دبع ضر ل ي ٱر يف وتص بة دا كل م لسحاب ٱوح لر
ٱوء لسما ٱنبي مسخر ل ٱ ض ر ل ﴾۱٦٤﴿ق لونيع م لقو ت ي ل
37 Ali Muhammad Daud, op.cit, h. 357-358.
38
Abuddin Nata, Akhlak Tassawuf, (Jakarta: Rajawali Persi, 2012), Cet ke 11, h. 152.
17
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” (Q.S. Al-Baqarah: 164)39
Kedua, Allah SWT menundukkannya untuk kemaslahatan
manusia.40
Sesuai firman-Nya:
ٱلكمجعللذ يٱهو ضر ل نوكلوا مناك ب هاف يشوا م ٱفذلول ز م ه وإ لي ۦق ه ر
﴾۱٥﴿لنشورٱ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan.” (Q.S.Al-Mulk:15)41
Ayat lainnya:
يرو ف يهاناوجعل خ ش س ﴾۲٧﴿افرات ء ما كمن قي وأس ت م
“Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan
Kami beri minum kamu dengan air tawar.” (Q.S.Al-
Mursalaat:27)42
Menurut Muhammad Daud Ali akhlak terhadap lingkungan antara lain:
1) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan.
2) Menjaga dan memanfatkan alam.
3) Berkasih sayang terhadap sesama makhluk.43
39 Departemen Agama RI, op,cit, Jilid I, h. 239.
40
Hafizh Dasuki (eds), op.cit Jilid I, h. 76
41
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid X, h. 237.
42
Ibid, Jilid X, h. 492.
43
Ali Muhammad Daud, op.cit, h. 359.
18
4. Tujuan dan Manfaat Akhlak
Secara umum tujuan akhlak adalah tercapainya kebaikan dan
keutamaan. Adapun kebaikan manusia menurut Al-Ghazali sebagaimana
yang dikutip Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi bersumber pada empat
hal:
a. Kebaikan Jiwa (Al-Nafs) ini berasal dari ilmu, kebijaksanaan,
kesucian diri dan keadilan.
b. Kebaikan dan keutamaan badan (Jasmaniah). Bisa diperoleh
melalui sehat, kuat, tampan dan panjang usia.
c. Kebaikan yang datang dari luar (Exsternal/Al-Kharijiyah). Berasal
dari harta, keluarga, pangkat, nama baik dan kehormatan.
d. Kebaikan bimbingan (Taufiq Hidayah). Ini diperoleh dengan
petunjuk, bimbingan, pelurusan dan penguatan dari Allah.44
Menurut Ahmad Amin seperti yang dikutip Abuddin Nata manfaat
akhlak yaitu: menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan
lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang
buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangankan berbuat zalim termasuk
perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk
perbuatan baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan
buruk.45
Akhlak mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai
berbagai aktivitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang
memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju disertai dengan
akhlak mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia
milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup
manusia. Sebaliknya orang yang memiliki ilmu pengetahuan teknologi dan
44 Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 8
45
Abuddin Nata, op.cit, h. 13
19
sebagainya namun disertai dengan akhlak tercela, maka semuanya itu akan
disalahgunakan yang berakibat akan timbulnya bencana di muka bumi.46
Ibnu Miskawaih pengarang Kitab Tahdzib al-Akhlaq seperti yang
dikutip Muhammad Fauqi Hajjaj menyebutkan tujuan ilmu ini ketika
menyinggung tujuannya menulis kitab tersebut. Ia mengatakan: “Tujuan
kami menyusun kitab ini adalah agar diri kita memperoleh moralitas
(khuluq) yang membuat seluruh perbuatan kita terpuji sehingga
menjadikan diri kita pribadi yang mudah, tanpa beban dan kesulitan.47
Dengan demikian secara ringkas penulis menyimpulkan bahwa
tujuan akhlak adalah tercapainya kebahagiaan manusia di dunia dan
akhirat berdasarkan pentunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan manfaat
akhlak ialah untuk memberikan pedoman atau petunjuk bagi manusia
dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap
perbuatan yang baik ia akan berusaha untuk melakukannya dan terhadap
perbuatan yang buruk pasti ia akan berusaha untuk menghindarinya,
sehingga segala tindakannya tersebut tetap berada dalam jalur yang benar
agar mendapat keridhaan Allah SWT.
C. Kitab Simtud Duror
Kitab Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khair Al-Basyar Wa Ma
Lahu Min Akhlaq Wa Ausaf Wa Siyar adalah sebuah kitab yang berisikan
maulid Nabi Muhammad SAW. Kitab yang menerangkan riwayat hidup
Nabi Muhammad SAW dari kelahiran beliau hingga diangkat menjadi
salah seorang Rasulullah. Kitab tersebut ditulis setelah kitab-kitab maulid
yang telah masyhur sebelumnya seperti kitab Al-Barzanzi, Ad-Diba’i,
Burdah Al-Madih dan kitab-kitab maulid yang lainnya.
46 Ibid, h. 16
47
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tassawuf Islam dan Akhlak, Terj dari Tashawwuf Al-Islami wa
Al-Akhlaq, oleh Kamran As’at Irsyady dan Fakhri Ghazali, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2013),
Cet. II, h. 224.
20
Kitab Simtud Duror ada sebagai aktualisasi kecintaan Al-Habib Ali
kepada Rasulullah SAW. Beliau menulis Simtud Duror ketika usia beliau
menginjak 68 tahun. 48
Al-Habib Ali mendiktekan paragraf awal dari
maulid Simtud Duror pada hari kamis 26 Syafar 1327 H. Simtud Duror
dalam penulisannya selalu mendapatkan penyempurnaan dari Al-Habib
Ali dan pada hari kamis 10 Rabi’ul Awwal beliau telah menyempurnakan
semuanya.49
Maulid Simtud Duror dibacakan pertama kali di rumah Al-Habib
Ali sendiri. Kemudian pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal beliau
membacakan kitab maulid Simtud Duror di rumah Al-Habib Umar bin
Hamid murid Al-Habib Ali. Semenjak itulah Al-Habib Ali selalu
membaca kitab maulid karangan beliau sendiri. Kemudian pada tanggal 27
Sya’ban 1327 H Al-Habib Umar membawakan naskah Simtud Duror
untuk dibacakan dihadapan Nabi Muhammad SAW di Madinah. 50
Dengan gaya bahasanya yang indah kitab Simtud Duror dengan
cepat tersebar di seluruh dunia. Bahkan Indonesia pun menjadi salah satu
tempat yang subur akan perkembangan Simtud Duror. Setiap majelis
keagamaan seperti ulang tahun, pernikahan, kelahiran seorang anak dan
ritual keagamaan lainnya Simtud Duror selalu dibacakan dalam acara
tersebut. Banyak yang merasakan dengan membaca kitab Simtud Duror
hati mereka terasa tenang dan tentram. Serasa merasakan kehadiran Nabi
Muhammad SAW. Hal ini menunjukkan bahwa kitab Simtud Duror
karangan Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi diterima
oleh masyarakat.
48 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia
Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya (Kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW), Terj.
Simtud Durar Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar oleh
Alwi bin Ali Al-Habsyi, (Solo: Sekretariat Masjid Riyadh, 1992), Cet. II, h. 60 49
Ibid , h. 61 50
Ibid
21
Kitab Simtud Duror terbagi dalam beberapa pasal yang semuanya
terdiri dari 13 pasal. Setiap pasal menerangkan tentang Nabi Muhammad
SAW secara berurutan.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini peneliti sajikan beberapa penelitian terdahulu yang
menyangkut tentang nilai-nilai akhlak. Penelitian-penelitian tersebut
digunakan sebagai acuan dan referensi untuk memahami nilai-nilai akhlak
yang akan menjadi objek dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya
adalah:
1. Irma Nurfauziah dengan skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak yang Terkandung dalam Novel Hafalan Sholat
Delisa Karya Darwis Tere-Liye” (Skripsi UIN 2014). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terkandung dalam novel Hapalan Shalat Delisa. Penelitian deskriptif
kualitatif dengan menggunakan metode content analysis. Dari
penelitian ditemukan beberapa nilai yang terkandung meliputi: akhlak
kepada Allah dan Rasul-Nya, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak
terhadap sesame, dan akhlak terhadap lingkungan.
2. Ahmad Haitami dengan skripsinya yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak yang Terkandung Dalam Kitab Ad-Diba’i”
(Skripsi UIN 2015). Penelitian ini mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Ad-Diba’i dengan
menggunakan metode library research.
3. Neneng Silma Julianti dengan skripsinya yang berjudul “Unsur-unsur
Sastra Dalam Sya’ir Madah Nabi Al-Habib Ali bin Muhammad Al-
Habsyi” (Skripsi UIN 2007). Penelitian ini mengkaji tentang Unsur-
unsur Sastra Dalam Sya’ir Madah Nabi Al-Habib Ali bin Muhammad
Al-Habsyi dengan menggunakan metode library research.
22
Setelah penulis melihat dari skripsi yang sudah ada, skripsi ini
memiliki perbedaan dari skripsi-skripsi yang sudah ada dan ditulis oleh
penulis-penulis sebelumnya, dan yang membedakannya adalah objek
penelitiannya, dalam skripsi ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung
dalam kitab Simtud Durar Fi Akhbar Maulid Khair Al-Basyar Wa Ma
Lahu Min Akhlaq Wa Atsar Wa Siyar.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun waktu
penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016 - Maret 2017.
B. Metode Penelitian
Metode adalah prosedur/cara mengetahui sesuatu dengan langkah-
langkah sistematis.51
Metode penelitian merupakan suatu rancangan cara
atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi
dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-
isu yang dihadapi.52
Penelitian pada hakikatnya adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh kebenaran mengenai sesuai masalah dengan menggunakan
metode ilmiah.53
Dorongan utama untuk mengadakan penelitian adalah
insting rasa ingin tahu yang ada pada setiap manusia.
Skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang ditujukan
untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
atau kelompok.54
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah
Library Research yaitu lebih menitikberatkan pada pengumpulan data dari
berbagai sumber yang relevan (seperti buku, jurnal dan internet) yang
51 Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: Mandar Maju,
2011), Cet II, h. 25.
52
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), Cet. II, h. 52.
53
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian, (Malang: UIN-Malang, 2008), Cet. I, h. 26.
54
Ibid, h. 60
24
terkait dengan judul. Guna menjawab permasalahan Nilai nilai akhlak
yang terkandung dalam kitab Simtud Duror karangan Al-Habib Ali Bin
Muhammad Bin Hiusain Al-Habsyi.
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan untuk menunjang penelitian,
karena data yang digunakan adalah berbagai informasi, misalnya buku-
buku yang berkaitan dengan penelitian, ensiklopedi dan internet.
Untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan
tujuan penelitian, maka sumber data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder.
1. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data.55
Sedangkan yang dimaksud sumber
primer dalam penelitian ini merupakan literatur yang membahas
secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini, yaitu kitab
Simtu Ad-Duror Fi Akhbar Maulid Khair Al-Basyar Wa Ma Lahu Min
Akhlaq Wa Ausaf Wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran
Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya {Kisah maulid
Nabi besar Muhammad SAW}) Karya Al-Habib Al Allamah Ali Bin
Muhammad Bin Husain Al-Habsyi yang diterbitkan oleh H. Anis Bin
Alwi Bin Ali Al-habsyi tahun 1992 di Solo.
2. Sumber Sekunder
Sumber sekunder merupakan sumber penunjang yang
dijadikan alat untuk membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku
maupun tulisan-tulisan yang relevan dengan pembahasan yang terkait.
Diantaranya adalah: Buku Biografi Habib Ali Al-Habsyi: Muallif
Simtud Duror karya Al-Habib Husein Anis Al-Habsyi terbitan Pustaka
Zawiyah Solo tahun 2006.
55 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2013), cet. ke-11, h. 193
25
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu
suatu cara pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya.56
Pemeriksaan dokumentasi (studi dokumentasi) dilakukan
dengan meneliti bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai relevansi
dengan tujuan penelitian.57
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan atau data-data yang diperoleh, agar data-data
tersebut dapat dipahami tidak hanya oleh penulis akan tetapi dapat
dipahami juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian ini.58
Analisis dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat penelitian
berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam waktu tertentu. Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model analisis
mengalir yang memiliki tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.59
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
untuk itu maka perlu dicatat secara rinci dan teliti. Untuk itu perlu
segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting dicari tema dan polanya serta membuang yang
tidak perlu. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan
56 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), Cet XII, h. 206.
57
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 30
58
Ibid, h. 336.
59
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
op.cit, h. 246-253.
26
dihasilkan gambar yang jelas, dan mempermudah peneliti
mengumpulkan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
Pada langkah ini data yang diperoleh dicatat dalam uraian yang
terperinci. Dari data-data yang sudah dicatat tersebut, kemudian
dilakukan penyederhanaan data. Data-data yang dipilih hanya data
yang berkaitan dengan masalah yang dianalisis, dalam hal ini tentang
nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab Simtud Duror karya
Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husain Al-Habsyi. Informasi-
informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data
dalam penelitian ini.60
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori, dan sejenisnya,
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, yang paling
sering digunakan untuk penyajian data penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Pada langkah ini, data-data yang
sudah ditetapkan kemudian disusun secara teratur dan terperinci agar
mudah dipahami. Data-data tersebut kemudian dianalisis sehingga
diperoleh deskripsi tentang nilai-nilai pendidikan akhlak.61
3. Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir proses pengumpulan data adalah penarikan
kesimpulan, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah
ditampilkan. Peneliti membuat kesimpulan berdasarkan data yang
telah diproses melalui reduksi dan penyajian data. Dengan cara
induktif yang mengubah kesimpulan umum menjadi khusus.
60 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ,
Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: 2015), h. 70
61
Ibid
27
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi
jelas.62
D. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015.
62 Ibid, h. 71
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Demikianlah pada bab dua penulis menjelaskan beberapa penjelasan
tentang akhlak, menurut kajian teori penulis menguraikan tentang definisi akhlak
menurut beberapa ahli beserta ruang lingkupnya. Secara garis besarnya akhlak itu
sendiri dibagi dua macam, pertama, akhlak kepada Sang Khalik, dan kedua,
akhlak kepada makhluk, akhlak kepada makhluk dibagi menjadi dua macam
pertama, akhlak kepada manusia dan kedua, akhlak kepada yang bukan manusia
dalam hal ini adalah lingkungan hidup seperti binatang, tumbuh-tumbuhan,
bebatuan dan benda-benda yang tidak bernyawa. Dalam penelitian kitab Simtud
Duror ini penulis hanya menemukan nilai-nilai akhlak kepada Sang Khalik dan
nilai-nilai akhlak terhadap manusia, penulis tidak menemukan akhlak terhadap
lingkungan hidup.
A. Deskripsi Data
1. Profil dan Biografi Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi
Al-Habib Muhammad bin Husein lahir di Seiwun pada tanggal 18
Jumadil Akhir 1213 H. Beliau adalah seorang ulama yang sangat terkenal di
kotanya. Beliau merupakan orang yang tak mengenal lelah dalam
memperjuangkan dan menyebarkan Islam. Beliau membaktikan seluruh
hidupnya untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada masyarakat,
beribadah dan berdakwah ke berbagai kota dan pelosok desa.63
Dengan
tujuan memberikan petunjuk kepada masyarakat agar berpegang teguh pada
ilmu, amal dan adat istiadat yang dianjurkan dalam syari’at dengan cara
meneladani manusia yang paling mulia Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi
wa sallam.64
63 Husein Anis Al-Habsyi, Biografi Al-Habib ‘Ali Habsyi Muallif Simtud Durar, (Solo:
Pustaka Zawiyah, 2000), h. 18.
64
Ibid, h. 19.
29
Sebagai seorang yang gemar berdakwah dengan berkeliling,
terkadang beliau singgah dan bermalam beberapa hari di dusun atau kota
tempat beliau berdakwah. Hal ini tidak memungkinkan beliau untuk tidak
mendengar atau mengetahui tentang keadaan daerah sekitar. Dan pada suatu
ketika beliau berdakwah di Taribah65
. Ia mendengar tentang seorang
Sayyidah shalihah ‘arifah billah wa da’iyah ilallah, ‘Alawiyah binti Husein
bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri yang berasal dari Syibam. Beliau juga
merupakan seorang wanita yang gemar berdakwah untuk
masyarakatnya.Setelah mendengar berita tentang Hababah ‘Alawiyah binti
Husein bin Ahmad Al-hadi Al-Jufri, Al-Habib Muhammad bin Husein Al-
Habsyi meminta tolong kepada dua orang yang dipercaya yaitu ‘Umar bin
Muhammad bin Smith dan Ahmad bin ‘Umar bin Zain bin Smith menemui
Al-Habib Husein bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri untuk meminang puterinya,
Hababah ‘Alawiyah binti Husein Al-Hadi Al-Jufri.66
Dan akhirnya Al-
Habib Husein bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri menerima pinangan dari Al-
Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi. Tidak lama dari itu, pada malam
harinya diadakan pernikahan.67
Keesokan hari setelah diadakan pernikahan Al-Habib Muhammad
bin Husein Al-Habsyi memboyong Hababah ‘Alawiyah binti Husein bin
Ahmad Al-Hadi Al-Jufri ke kota Taribah. Sebelumnya Hababah ‘Alawiyah
belum mengenal sosok Al-Habib Muhammd. Namun dikarenakan
kepatuhannya kepada orang tua beliau menerima dengan ikhlas.68
Dari pernikahan dengan Hababah ‘Alawiyah, Al-Habib Muhammad
dikaruniai dengan seorang putra yaitu ‘Ali bin Muhammad bin Husein Al-
Habsyi. Namun dari istri yang lain, Al-Habib Muhammad mendapat 4 putra
dan seorang putri, mereka adalah ‘Abdullah, Ahmad, Husein, Syeikh dan
Aminah.69
65 Ibid.
66
Ibid, h. 15.
67
Ibid, h. 16.
68
Ibid, h. 16
69
Ibid, h. 23
30
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi lahir di Qasam pada hari
rabu, 24 Syawwal 1259 H. Beliau dianugerahi nama Ali oleh Al-‘Allamah
Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir. Dinisbatkan kepada Sayyidina ‘Ali
Khali Qasam, untuk mengambil berkah darinya.70
Nasab Al-Habib Ali
bersambung hingga kepada Nabi Muhammad SAW, yaikni Ali bin
Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syeikh bin Abdullah bin
Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Asy-Syi’ib bin Muhammad
Asgar Bin Alwi bin Abu Bakar Al-Habsyi bin Ali bin Ahmad bin
Muhammad ‘Asadullah bin Hasan At-Turabi bin Ali bin Al-Faqih Al-
Muqaddam Muhammd bin Ali bin Muhammad Shahib MirbAth bin Ali
Khali Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-
Muhajir Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad Nagib bin Ali Al-Uraidhi nin
Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein
bin FAthimah Az-Zahra binti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.71
Masa kecil Al-Habib Ali dilalui dengan berkumpul bersama kedua
orang tuanya. Mereka mencurahkan segala kasih sayangnya untuk Al-Habib
Ali, mendidiknya dengan penuh perhatian dan teladan yang baik.72
Namun
ketika Al-Habib Ali berumur 7 tahun, beliau ditinggal ayahnya Al-Habib
Muhammad hijrah ke Mekkah. Demi memenuhi Anjuran Al-Allamah
Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir. Dan Al-Habib Ali diserahkan
pengasuhannya kepada ibunda tercintanya yang tetap tinggal di Qasam.73
Al-Habib Muhammad mendapat anjuran dari guru Al-Habib Ali,
yaitu Al-allamah Sayyid Umar bin Hasan bin Abdullah Al-Haddad untuk
memerintahkan Al-Habib Ali pindah ke Seiwun. Ketika itu usia beliau
sebelas tahun. Dengan tujuan agar Al-Habib Ali memperdalam ilmu fiqh
dan ilmu-ilmu lainnya. Al-Habib ali pergi bersama ibundanya ke kampung
halaman ayahnya. Pada kesempatan itu, Al-Habib Ali singgah di kediaman
Al-Allamah Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir di Masileh. Dan Al-
70 Ibid, h. 24
71
Ibid, h. 23
72
Ibid, h. 24
73
Ibid.
31
Habib Ali tidak menyia-nyiakan perjumpaan dengan beliau untuk menelaah
kitab, mengambil ijazah dan ilbas. Ketika itu beliau sudah hafal kitab Al-
Irsyad, Alfiyah dan beberapa kitab lainnya.74
Namun ketika Al-Habib Ali berusia tujuh belas tahun, ditengah
keasikan dan ketekunan Al-Habib Ali menekuni pelajarannya di kota
Seiwun, ayahandanya meminta Al-Habib Ali untuk pergi ke Hijaz.
Kemudian beliau tinggal di Hijaz bersama ayahandanya selama dua
setengah tahun. Kemudian setelah itu, Al-Habib Ali kembali ke Seiwun
dengan membawa ilmu dan sudah menjadi seorang alim serta ahli dalam
ilmu pendidikan.75
Dalam masa belajar dengan ayahnya di Mekkah, Al-Habib Ali
mendapatkan didikan yang ekstra ketat. Ia tidak di izinkan oleh Al-Habib
Muhammad untuk kembali lagi ke Seiwun. Bahkan beliaupun dilarang
untuk bertemu dengan siapa saja yang berasal dari Hadramaut. Bahkan jika
Al-Habib Ali mendapat surat dari ibundanya Al-Habib Muhammad
langsung merobeknya. Selama dua setengah tahun Al-Habib Ali tinggal
bersama ayahandanya, selama itu pula beliau tidak mengetahui kabar dan
rindu akan hal ibunya.76
Al-Habib Ali merasa beliau tidak memiliki harapan untuk kembali
lagi ke Hadramaut. Naum kehendak Allah memang diluar kehendak
manusia. Allah memberikan jalan kepada Al-Habib Ali untuk kembali ke
Hadramaut. Kesempatan itu datang ketika Al-Habib Muhammad
memanggail Al-Habib Alwi Assegaf untuk dinikahkan dengan putrinya,
Aminah binti Muhammad Al-Habsyi. Al-Habib Alwi Assegaf pun
memberikan syarat agar ada seseorang yang menemaninya pergi ke
Hadramaut, ia menunjuk Al-Habib Ali untuk menemaninya. Al-Habib
Muhammad memerintahkan Al-Habib Ali pergi ke Hadramaut untuk
merayakan pernikahan Al-Habib Alwi Assegaf dengan adiknya, Aminah.
74 Ibid, h. 25.
75
Ibid, h. 26.
76
Ibid, h. 27.
32
Kemudian setelah itu diboyong ke Mekkah. Rindu yang mendalam terhadap
kampung halamannya terutama kepada ibundanya akhirnya terobati. Beliau
tinggal di Hadramaut beberapa bulan.77
Aminah bersama suaminya tidak lama tinggal di Hadramaut. Mereka
tinggal selama dua sampai tiga bulan lamanya. Sepeninggal Aminah, Al-
Habib Ali diminta untuk segera menikah oleh ibunya. Beliau diminta
menikah dengan seorang wanita yang berasal dari Qasam. Dari
pernikahannya dengan wanita Qasam, beliau dikaruniai seorang anak yang
bernama Abdullah.78
Setelah pernikahannya, Al-Habib Ali disuruh oleh ibundanya untuk
menunaikan haji dengan cara menghajikan orang. Adapun biayanya
ditanggung oleh keluarga yang dihajikan tersebut. Al-Habib Ali berkunjung
ke rumah ayahnya di Mekkah sebelum melaksanakan ibadah haji.
Kemudian setelah ibadah haji selesai, belkiau meminta izin kepada ayahnya
untuk kembali ke Hadramaut.79
Pada tahun berikutnya Al-Habib Ali menunaikan ibadah haji untuk
kedua kalinya. Kali inipun dilaksanakan atas kehendak dan permintaan
ibundanya. Berbeda dengan ibadah haji yang pertama, untuk ibadah haji kali
ini semua biayanya ditanggung oleh Al-Habib Hasan bin Ahmad Alaydrus,
beliau adalah temannya Al-Habib Ali.80
Di tengah perjalanan inilah Al-
Habib Ali bertemu dengan Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al Attas yang
nantinya akan menjadi guru ruhaninya. Pada pertemuan pertamanya dengan
Al-Habib Abu Bakar Al Attas, beliau merasa kagum kepada Al-Habib Abu
Bakar hingga rasanya beliau tidak ingin berpisah dengan Al-Habib yang
satu ini.81
Keesokan harinya, Al-Habib Ali bersama masyarakat berjamaah
dengan Al-Habib Abu Bakar Al Attas di Masjid Amr. Selama tiga belas hari
77 Ibid, h. 28.
78
Ibid, h. 29.
79
Ibid, h. 30.
80
Ibid.
81
Ibid, h. 31.
33
Al-Habib Ali tinggal bersama Al-Habib Abu Bakar Al Attas. Selama itu
pula Al-Habib ali membacakan kepadanya kitab Ar-Rasyafat,82
dan Al-
Habib Abu Bakar pun menerangkan serta melimpahkan ilmunya kepada
yang hadir, khususnya Al-Habib Ali.83
Setelah mengkhatamkan kitab Ar-Rasyafat, Al-Habib Ali beserta
rombongan mengikuti Al-Habib Abu Bakar pergi ke Mukalla. Di tempat ini
para rombongan menginginkan ijazah dari Al-Habib Abu Bakar, beliau pun
memerikan ijazah dan berwasiat untuk berziarah ke makam baginda Nabi
Muhammad SAW.84
Sepulang dari menunaikan ibadah haji pada tahun 1278 H. Al-Habib
ali bertemu kembali dengan gurunya, Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al
Attas. Al-Habib Abu Bakar berkunjung ke Seiwun dalam rangka bertamu ke
rumah Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf. Disinilah Al-Habib Abu
Bakar menguji kesabaran seorang Al-Habib Ali Al-Habsyi dengan tidak
membukakan pintu untuknya. Setelah sekian lama menunggu, Al-Habib
Abu Bakar memerintah Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf untuk
mengatakan kepada Al-Habib Ali agar menemui beliau di rumah Al-Habib
Abdul Qadir bin Hasan bin Umar Assegaf.85
Al-Habib Ali menganggap Al-
Habib Abu Bakar Al Attas sebagai guru ruhaniyahnya, sedangkan ayahanda
beliau yaitu Al-Habib Muhammad Al-Habsyi sebagai guru jasmaninya.86
Al-Habib Ali selanjutnya tinggal di Seiwun untuk belajar dan
mengajar. Masyarakat pun banyak yang mengambil manfaat kepadanya.
Murid beliau bukan hanya dari golongan awam saja, bahkan banyak ahli
ilmu dari kota Seiwun yang menuntut ilmu kepadanya.87
Walaupun telah menjadi seorang alim, hal itu tidak menyurutkan
niat Al-Habib Ali untuk menuntut ilmu. Banyak ulama yang dituju oleh Al-
82 Ibid
83
Ibid, h. 31
84
Ibid.
85
Ibid, h. 37.
86
Ibid, h. 49.
87
Ibid, h. 39.
34
Habib Ali, kebanyakan guru beliau berasal dari Hadramaut yang sezaman
dan sesama habaib.88
Oleh karena itu beliau menguasai berbagai bidang
keilmuan, salah satunya adalah ilmu Nahwu. Bahkan guru Nahwu beliau
Syeikh Muhammad Khatib pernah belajar Nahwu kepada Al-Habib Ali. Hal
ini karena Syeikh Muhammad Khatib menganggap Nahwu yang diajarkan
oleh Al-Habib Ali berbeda dengan apa yang diajarkan oleh beliau dahulu.
Al-Habib Ali menyebut bahwa ilmu yang dia dapatkan adalah ilmu Allah.89
Nama Al-Habib Ali begitu terkenal, hingga beliau menjadi imam di
Masjid Hambal. Beliau menjadi imam disana hingga tiga puluh tahun
lamanya. Selama itu pula beliau mengajarkan ilmu-ilmu Zahir dan tidak
menyibukkan dengan ilmu BAthin. Hal ini sesuai dengan pesan gurunya Al-
Habib Abu Bakar bin Abdullah Al Attas. Masjid ini begitu ramai dengan
orang yang beribadah dan menuntut ilmu. Banyak orang yang mendapatkan
kebaikan di Masjid Hambal.90
Hingga akhirnya beliau mempunyai Ribat
(pondok pesantren).91
Dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmunya Al-Habib Ali
membangun Ribat (pondok pesantren) di Seiwun. Hal itu merupakan ribat
pertama yang dibangun di kota Hadramaut. Saat itu beliau berumur tiga
puluh tujuh tahun. Ribat ini dibangun dikhususkan untuk para penuntut ilmu
baik dari dalam maupun luar kota. Ribat itu terdiri dari beberapa kamar dan
fasilitas lainnya guna tempat tinggal mereka. Bahkan sampai keperluan
makan pun Al-Habib Ali menanggung biaya mereka sendiri.92
Al-Habib Ali
berkata:
“Para penghuni Ribat adalah orang-orang baik yang kebanyakan
dari luar kota. Siang dan malam mereka lewatkan dalam ketaatan.
Ada yang membaca Al-Qur’an, mengajar, menghafal dan ada yang
mengulang pelajarannya. Kita wajib melayani mereka siang dan
malam”.93
88 Ibid, h. 40.
89
Ibid.
90
Ibid, h. 50.
91
Ibid, h. 51.
92
Ibid.
93
Ibid.
35
Ribat ini begitu sering dikunjungi orang untuk menuntut ilmu.
Ketika seseorang maupun golongan yang lain telah menyelesaikan
pelajarannya, maka setiap kali itu pula datang golongan yang lainnya. Ribat
ini begitu ramai, hingga Al-Habib Ali pun seakan-akan mendengar gemuruh
yang datangnya dari orang-orang membaca Al-Qur’an, berdzikir, belajar
dan berceramah.94
Tampaknya Girah (semangat) Al-Habib Ali mengabdi kepada
masyarakat tidak hanya sampai kepada membangun Ribat saja. Ketika Al-
Habib Ali berusia empat puluh tahun, beliau membangun sebuah masjid di
dekat Ribat. Masjid ini beliau namakan masjid Riyad.95
Tidak berbeda dengan Ribat-nya, masjid Riyad pun oleh Al-Habib
Ali digunakan khusus kegiatan belajar mengajar. Bahkan ada satu hari yang
khusus digunakan untuk mengkaji kitab para perawi hadits yang sangat
terkenal. Seperti kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah
dan perawi hadits lainnya yang berjumlah enam buah kitab. Pengajian ini
dilaksanakan setiap hari senin, sehingga dinamakan Majelis Senin.96
Dalam majelis ini Al-Habib Ali yang membacakan sendiri hadits-
haditsnya. Namun ketika penglihatan beliau melemah, salah seorang anak
ataupun kerabat Al-Habib Ali lah yang menggantikan beliau. Setelah
pembacaan hadits selesai bukan berarti pengajian tersebut telah usai.
Biasanya ada seorang Qari yang akan membacakan satu muqra’ Al-Qur’an
dengan baik dan tartil. Kemudian seorang munsyid membacakan Qasidah
beliau dengan indah. Dan yang terakhir Al-Habib Ali memberikan
pengajian agung yang mampu menggerakkan hati dan membuat para hadirin
meneteskan air mata. Beliau kemudian menutup majelisnya dengan Al-
Fatihah.97
94 Ibid.
95
Ibid, h. 53.
96
Ibid, h. 55.
97
Ibid, h. 55.
36
Al Allamah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi
Radhiallahu ‘anhu merupakan seorang alim dan dermawan. Walaupun
beliau seorang habaib, kekayaan beliau sangat melimpah. Tempat
tinggalnya pun megah. Dihiasi dengan perabotan mewah dimasanya. Tidak
ada seorangpun dari petinggi negara, hartawan, ulama, menteri maupun
amir yang bisa memperoleh kenikmatan sebagaimana beliau mendapatkan
kenikmatan lahir dan batin serta kenikmatan dunia dan akhirat yang Allah
anugerahkan kepadanya.98
Dengan keadaan seperti itu, Al-Habib Ali begitu
memuliakan setiap tamu yang datang kepadanya. Beliau melengkapi segala
kebutuhan tamunya. Tiap hari kurang lebih sebanyak 150 orang yang
ditanggung oleh Al-Habib Ali.99
Selain menikah dengan wanit yang berasal dari Qasam, Al-Habib
Ali juga menikah dengan Hababah Fatimah bin Muhammad bin Sagaf
Maulakhela. Beliau merupakan saudari dari Al-Habib Umar bin Muhammad
bin Sagaf Maulakhela yang semasa hidupnya dengan setia menemani dan
belajar kepada Al-Habib Ali. Beliau dikaruniai empat orang anak dari hasil
pernikahannya dengan Hababah Fatimah Maulakhela. Mereka adalah
Muhammad, Ahmad, Alwi dan Khadijah. Kelak Alwi bin Ali bin
Muhammad bin Husein Al-Habsyi menjadi ulama yang terkenal di
Indonesia. Beliau juga lah yang mendirikan masjid dengan nama Masjid
Riyad di Solo Jawa Tengah.100
Mula-mula yang berpulang ke Rahmatullah dari kedua orang tua Al-
Habib Ali adalah ayahnya. Al-Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi
wafat ketika Al-Habib Ali berusia 22 tahun.101
Beliau mewariskan ilmu
kepada Al-Habib Ali. Sedangkan ibunda yang sangat amat dicintainya
Hababah Alawiyah bin Husein bin Ahmad Al hadi Al Jufri wafat pada
tanggal 6 Rabi’ Ats Tsani 1309 H.102
Ketika ibunda Al-Habib Ali masih
98 Ibid, h. 59.
99
Ibid.
100
Ibid, h. 49.
101
Ibid, h. 41.
102
Ibid, h. 54.
37
hidup, beliau selalu mematuhi segala perintahnya. Apa yang menjadi
kehendak ibunya selalu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Kedudukan Al-Habib Ali yang terpandang dan tinggi di masyarakat pun
tidak terlepas dari pengaruh ibundanya Hababah Alwiyah binti Husein bin
Ahmad Al Hadi Al Jufri.
Al-Habib Ali tidaklah berbeda dengan halnya manusia biasa. Beliau
juga bisa merasakan sakit. Dikarenakan usia beliau yang sudah semakin
bertambah, penglihatan beliau semakin kabur, dan dua tahun sebelum wafat
beliau kehilangan penglihatannya. Al-Habib Ali Radhiallahu ‘anhu
berpulanh ke Rahmatullah pada tanggal 20 Rabi’ Ats Tsani 1333 H dalam
usia 74 tahun.103
Umat Islam berduka kehilang seorang ulama yang penuh
dengan keberkahan dan karamah serta kehilang sosok ulama yang penuh
dengan kasih sayang dan sifat kedermawanan. Jenazah Al-Habib Ali
diantarkan ke pemakaman pada waktu ashar dengan di iringi iringan pelayat
yang tiada akhir. Beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Riyad.
Berkata Al-Habib Ahmad bin Hasan Al Attas:
Apakah Ali banyak melakukan Shalat sunnah? Apakah dia tidak
tidur di malam hari? Apakah ia mengerjakan sekian ribu dzikir
secara tetap? Tidak! Namun beliau sangat mencintai Allah, Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Mereka menarik Ali, hingga tanpa disadarinya ia elah bersama
dengan mereka dan mereka berkata kepadanya “Berbicaralah
dengan lisan kami”.104
2. Karya-karya Al-Habib Ali Al-Habsyi
Sebagai ulama, Al-Habib Ali merupakan salah seorang ulama yang
produktif dalam menulis. Beliau banyak mengeluarkan ide-idenya dalam
tulisan. Diantara karyanya adalah kitab Al-Jauharul Maknun Wa As-Sirrul
Mashun, Al-Futuhatu Al-Illahiyah dan Simtud Durar Fi Akhbar Maulid
Khair Al-Basyar Wa Ma Lahu Min Akhlaq Wa Atsar Wa Siyar.
103 Ibid, h. 77.
104
Ibid, h. 78.
38
B. Pembahasan
Berikut beberapa temuan tentang nilai akhlak yang penulis temukan di
dalam kitab Simthud Duror karya Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-
habsyi.
1. Akhlak Terhadap Allah SWT
a. Menyucikan dan Memuji-Nya
المدلله القوي سلطانه # الواضح ب رهانه المبسوط ف الوجود كرمه واحسانه # ت عالى مده وعظم شانه
Segala puji bagi Allah, yang amat teguk kekuasaan-Nya
Amat jelas bukti-bukti kebenaran-Nya
Terbentang luas kedermawanan dan kemurahan-Nya
Maha tinggi kemuliaan-Nya, Maha agung kedudukan-Nya. 105
Syair di atas adalah pembukaan yang ada di dalam kitab
Simtud duror, Al-Habib Ali memulai tulisannya dengan menyebut dan
memuji asma Allah SWT yang Mahasuci dengan harapan selalu
mendapatkan kucuran rahmat dan berkah dari apa yang telah beliau
dapatkan.
Mengenai penyebutan dan pemujian asma Allah SWT, di
dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 Allah SWT berfirman:
ٱخلق ﴾١﴿خلقلذ يٱربكم س ٱب رأ ق ٱ ن ننس ل رأ ق ٱ ﴾٢﴿علق م
ٱوربك ٱب علملذ يٱ ﴾٣﴿رمك ل ٱعلم ﴾٤﴿قلم ل لم يع لم ماننس ل
﴿٥﴾
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
105 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia
Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya (Kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW), Terj.
Simthud Durar Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar
oleh Alwi bin Ali Al-Habsyi, (Solo: Sekretariat Masjid Riyadh, 1992), Cet. II, h. 1
39
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S
Al-Alaq : 1-5)106
Kata iqra diambil dari akar kata yang berarti menghimpun
kemudian lahirlah beraneka ragam makna seperti menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu baik teks
maupun tidak.107
Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, dan
sebagainya dikaitkan dengan “bi ismi Rabbika” (dengan nama
Tuhanmu). Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari
si pembaca bukan saja melakukan bacaan dengan ikhlas tetapi juga
antara lain memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarnya
kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu.108
Demikianlah penjelasan mengenai kata “Iqra” yang mempunyai
banyak makna kemudian diteruskan dengan kata “bi ismi Rabbika”
yang berarti menyebut nama Tuhanmu yaitu Allah SWT dengan
tujuan agar para pembaca, peneliti, penelaah, dan penghimpun
memilih dan memilah sehingga tidak melanggar dan bertentangan
dengan perintah Allah SWT.
Setelah dijelaskan alasan dan tujuan penggunaan nama
Allah dalam setiap pekerjaan agar tidak bertentangan dengan
perintah Allah, penggunaan nama Allah pun dianjurkan dalam
setiap pekerjaan yang mempunyai nilai manfaat sebagaimana
disebutkan dalam hadist:
بسم الله ف هو أقطع )رواه ابو داود(” كل أمر ذي بال لا ي بدأ فيه ب
106 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-
Qur’an Departemen Agama 2009), Jilid X, h. 506
107 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 433.
108
M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. XV, h. 168.
40
Setiap perkara yang mempunyai kemuliaan menurut agama
tidak dimulai dengan Bismillah ar-Rahman ar-Rahim maka
akan mengurangi keberkahan. (H.R Abu Daud)109
Berdasarkan permulaan bait yang ditulis oleh Al Al-Habib
Ali di atas beliau mengawalinya dengan menyebut asma Allah, dan
perintah Allah yang tertuang dalam surat Al-Alaq ayat satu yang
memberikan sinyal kepada seluruh manusia untuk senantiasa
membaca, menelaah, dan meneliti segala sesuatu yang terjadi
disekitarnya serta agar hasil daripada pekerjaan manusia tersebut
tidak melanggar peraturan Allah maka diharuskan untuk
mengawalinya dengan menyebut nama Allah SWT disamping
supaya hasilnya pun tidak mengurangi keberkahan. Demikianlah
apa yang telah dikerjakan oleh sang Muallif kitab Simtud Duror
beliau mengawalinya dengan menyebut asma Allah karena agar
penulisan karangannya itu tidak melanggar perintah Allah SWT
dan agar bermanfaat pula apa yang telah dikarangnya tersebut.
Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa nilai-nilai akhlak
yang bisa diambil dari bait di atas adalah menyebut asma Allah
sebelum memulai menulis dan mengerjakan sesuatu agar apa yang
nanti dihasilkannya tidak melanggar perintah Allah SWT. Salah
satu keutamaan memulai sesuatu dengan membaca asma Allah
juga adalah sebagai penguat hafalan sebagaimana syekh Az-
Zarnujy menerangkannya dalam kitab Ta’lim Muta’allim.110
b. Memohon Ridho
ن وب والخطايا ف العمل بطاعتك والص دق ف وادمنا ۩وف الرزالمكين من الذ خدمتك قائمين
109 Syekh Ahmad Al-Miyhi as-Syibayniy, Syarah Sittin Al-Mas’alah, (jakarta: Daar Ihya Al-
Kitab Al-A’rabiyah, t.t), h. 6.
110 Syaikh Az-Zarnujy, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu, Terj. Dari Ta’limul Mutaa’llim
Thariq Al-Taa’llum oleh. Tholhah Manshur, (Kudus: Menara Kudus, t.t.t), h. 79
41
“Dan tetapkanlah diri kami dalam kepatuhan kepadaMu Dan
ketulusan hati dalam beramal demi keridhaanMu”111
Setelah Al-Habib Ali menyebut dan memuji asma Allah
SWT di permulaan kitabnya selanjutnya beliau memohon
keridhaan kepada Allah SWT. Demikianlah sang Muallif
melakukannya karena banyak orang yang tidak bisa menerima apa
yang telah Allah SWT taqdirkan kepadanya, mereka selalu
mengeluh apa yang terjadi padanya, padahal kalau saja mereka bisa
menerima apa yang telah digariskan oleh-Nya maka secara
otomatis hati dan hidup ini akan terasa tenteram dan damai yaitu
dengan cara ridha kepada Allah SWT. Menurut Syekh Abu Ali
Ad-Daqqaq, ridha bukanlah bahwa engkau tidak mengalami
cobaaan, ridha hanyalah bahwa engkau tidak keberatan
terhadap hukum dan qadha Allah SWT.112
Oleh karena itu
hendaklah kita sebagai hamba Allah SWT tidak mengeluh dan
merasa berat dalam menjalani hidup ini.
Menurut Abdul Qadir Isa ridha merupakan kondisi hati,
apabila seorang Mukmin dapat melaksanakannya maka secara
otomatis dia akan bisa menerima apa yang telah ditaqdirkan
kepadanya walaupun pahit adanya. Karena ridha adalah sebuah
kepasrahan jiwa yang akan membawa seseorang kepada makrifat
untuk mencintai segala yang diridhai oleh-Nya sekalipun itu adalah
musibah maka ridha merupakan maqam yang lebih mulia dan lebih
tinggi daripada sabar.113
Orang yang telah ridha akan apa yang
telah Allah SWT tetapkan dan pasrah kepada-Nya maka itulah
111 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 44
112
Imâm Al-Qusyairy An-Naisâbury, Risâlatul Qusyairiyah Induk Ilmu Tasawuf, Terj. Dari
Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘Ilmi at-Tasawwufi oleh Mohammad Luqman Hakiem, (Surabaya:
RisalahGusti, 2010), Cet. II , h. 223
113 Syaikh Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawwuf, Terj. Dari Haqâ'iq at-Tashawwuf, oleh
Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis, (Jakarta: Qishti Press, 2011), Cet. XIII, h. 251.
42
mereka orang-orang yang beruntung. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam (Q.S. 5:119).
ق ينلص ٱينفعميو ذاه للٱقال د د نر يتج ت جن لهم قهم ص ت هاتح م
ٱ ينخ ره ن ل يا أبد ف يها ل د زفو ل ٱل كذ ه عن ورضوا هم عن للٱرض
يمل ٱ ﴾۱۱٩﴿ عظ "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang
paling besar". 114
(Q.S. Al-Maidah: 119)
Menurut Ath-Thabari ayat di atas adalah firman Allah SWT
kepada nabi Isa, inilah perkataan baik yang bermanfaat untuk orang
yang melakukannya di dunia, manfaat itu akan didapatkannya pada
hari akhir di sisi Allah SWT dan Allah ridha terhadap mereka yang
berlaku baik yakni yang mewujudkan janji yang telah mereka
nyatakan kepada Allah SWT berupa ketaatan dan menjauhi
kemaksiatan kepada-Nya.115
Dengan demikian orang yang dapat
menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi segala
larangan-Nya maka orang tersebut akan mendapatkan keridhaan
daripada-Nya. Maka tidak heranlah Al-Habib Ali memohonkan
keridhaan kepada Allah SWT di dalam syairnya tidak lain hanya ingin
menjadi orang-orang yang beruntung sebagaimana Allah SWT telah
janjikan. Dengan demikian nilai akhlak yang dapat penulis ambil
adalah memohon keridhaan kepada Allah SWT sehingga pada
gilirannya semoga kita termasuk kepada golongan orang-orang yang
beruntung.
c. Bersyukur kepada-Nya
114 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid III, h. 5
115
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al-bayan Ta’wil Ayi Al-Qur’an, terj.
Misbah Anshari Taslim, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jilid. IX, h. 733-734.
43
ذاالفضل الذى ب رز من ومااعظم ه ۩فمااجل هذاالمن الذى تكرم به المنان حضرةالاحسان
“Aduhai betapa agung anugerah ini, dilimpahkan oleh Dia yang
Maha Pemurah, Maha Pemberi, betapa tinggi nilai keutamaan ini
datang dari Tuhan Sumber segala ihsan”.116
Banyak ulama mendifinisikan arti syukur, di antaranya menurut
Ibnu Qayyim sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Isa ia mengatakan
syukur adalah kesinambungan hati untuk mencintai sang Pemberi
nikmat, kesinambungan angota badan untuk menaati-Nya dan
kesinambungan lisan untuk mengingat dan memuji-Nya.117
تم شكر لئ نربكم تأذنوإ ذ يد عذاب يإ نتم كفر ولئ نلز يدنكم لشد
﴿٧﴾
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.118
(Q.S. Ibrahim: 7)
Kalimat تم شكر لئ ن لز يدنكم berarti jika kamu mensyukuri
nikmatnya niscaya akan aku tambah. Menurut al-Qurthubi hakikat
Syukur adalah pengakuan terhadap nikmat Allah SWT dan
menggunakannya di jalan yang diridhai-Nya. Dan kalimat تم ولئ نكفر
يد عذاب يلشد yaitu Allah SWT berjanji akan memberikan azab yang إ ن
pedih sebagaimana Dia tambahkan nikmat jika kita bersyukur.119
Dengan demikian Allah SWT berjanji apabila menusia mengakui
pemberian Allah SWT dengan menggunakannya di jalan yang telah
116 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 1
117
Syaikh Abdul Qadir Isa, Haqa'iq at-Tashawwuf, Terj. Dari Hakekat Tasawuf oleh.
Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis, (Jakarta: Qishti Press, 2011), Cet. XIII, h. 267 118
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid V, h. 122
119 Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. Dari Al-Jami' li Ahkaam Al-Qur'an oleh. Muhyiddin
Masridha, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Jilid. IX, h. 812-813.
44
diridhai-Nya maka Dia akan tambahkan namun apabila menusia
melakukan sebaliknya maka Dia akan memberikan azab yang telah
dijanjikan-Nya.
Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya
yang sejati dengan sikap kepasrahan, menurut Abu Usman syukur
adalah mengenal kelemahan dari syukurnya itu sendiri.120
Ada tiga macam bentuk syukur; Pertama, dengan lisan, yaitu
dengan membicarakan nikmat Allah. Sebagaimana firman Allah
SWT:
﴾١١﴿فحدث ربكمة ب ن ع وأما
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
siarkan”.121
(Q.S Adh-Dhuha:11)
Ulama mengartikan nikmat yang ada pada ayat di atas adalah
aneka anugerah yang dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
yang bersifat Jasmani dan Ruhani. Dan menyebut-nyebut nikmat
Tuhan adalah merupakan ungkapan atas rasa syukur kepada Allah
SWT yang apabila disertai rasa puas dan menjauhkan dari sifat riya'.
Sebagian ulama juga mengatakan “barangsiapa menyembunyikan
nikmat, maka dia telah kufur terhadapnya, dan barangsiapa
memperlihatkan dan menyebarkannya, maka dia telah
mensyukurinya”.122
Dari beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa
kita dianjurkan untuk menyebut nikmat-nikmat yang telah
dikaruniakan-Nya dengan membaca Alhamdulillah. Kedua, bersyukur
dengan perbuatan, yaitu bekerja hanya untuk Allah SWT. Allah SWT
mengisyaratkan bahwa bersyukur berarti beramal dalam firman-Nya:
120 Imâm Al-Qusyairy An-Naisâbury, op.cit, h. 196
121
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid X, h. 267
122
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat: Lentera Hati, 2007), Cet. IX, Jilid. XV, h.
344-345.
45
نءيشا ماۥلهملونيع فان ث يلوتم ر يبمح م ي وقدور جواب ل ٱكوج ت راس
ن وقل يل ا ر شك دۥداوءالا ملو ع ٱ باد يم ﴾١٣﴿لشكورٱع
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya
dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-
piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap
(berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-
Ku yang berterima kasih”.123
(Q.S. As-Saba’: 13)
Kata شكر dalam firman (kutipan ayat diatas) yaitu
bersyukurlah kepada Tuhan kalian dengan berbuat taat kepada-Nya
dan melakukan hal yang diridhai-Nya berarti bersyukur kepada Allah
SWT.124
Dengan demikian melakukan perbuatan taat kepada-Nya
adalah bentuk rasa syukur kita kepada Sang Pencipta.
Ketiga, bersyukur dengan hati, yaitu engkau mengakui bahwa
semua nikmat yang ada padamu dan pada manusia lainnya adalah dari
Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, (Q.S. 16:53).125
نب كموما نمة نع م رٱمسكمإ ذاثملل ٱفم ئرته فإ لي لض نو ج
﴿٥٣﴾
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka
hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan”.126
(Q.S. An-
Nahl: 53)
Apa pun yang ada pada tubuh kita berupa kesehatan dan
keselamatan serta bertambahnya harta kita maka semua itu adalah
milik Allah SWT yang Maha Pemberi nikmat dan semuanya akan
123 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid VIII, h. 74
124
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al-bayan Ta’wil Ayi Al-Qur’an, terj.
Misbah Anshari Taslim, dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Jilid. 21, h. 337.
125 Syaikh Abdul Qadir Isa, Haqa'iq at-Tashawwuf, op. cit., h. 269-270
126 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid V, h. 332
46
kembali kepada-Nya.127
Harta dan segala apa yang ada dalam diri
manusia adalah merupakan milik-Nya terutama kesehatan dan
keselamatan, kesemuanya itu adalah kearunia-Nya dan kita harus
mengakuinya.
Dari beberapa penjelasan tentang syukur di atas penulis
menyimpulkan bahwa syukur adalah pengakuan seluruh anggota
baik jasmani maupun rohani bahwa apa yang ada pada dirinya
merupakan nikmat yang telah Allah SWT karuniakan kepadanya
dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya dan Al-
Habib Ali melakukan itu semua sebagaimana yang termaktub dalam
baitnya di atas. Dengan demikian nilai-nilai akhlak yang terkandung
dalam bait di atas adalah bersyukur kepada nikmat-nikmat Allah SWT.
2. Akhlak Terhadap Makhluk
a. Akhlak Terhadap Rasulullah SAW
۩على سي د الانام ۩واق رأالسلم السلم عليك اي هاالنب ورحةالله وب ركاته
ات الكاملة ۩وحفيظ سر ك ۩مست ودع امانتك ۩ان تصل ي وتسل م على تلك الذالشاملة وحامل راية دعوتك
على هذاالعبد ۩اللهم صل وسل م باجل الصلوات واجعها وازكى التحيات واوسعها الذى وف بق العبدية
“Dan sepatutnya kubacakan salam atas Nabi ini pemimpin
penghuni alam: Asalamu’alayka ayyuhan-nabiyyu wa
rahmatullahi wa barakatuhu”
“Semoga Engkau berkenan melimpahkan shalawat dan salam atas
dzat sempurn itu tempat penyimpananan amanah-Mu pemegang
rahasia-Mu Pengibar panji dakwah-Mu.”
“Ya Allah, ya Tuhan kami. Limpahkan shalawat dan salam. Yang
terbesar dan mencakup segalanya. Teramat suci, luas
jangkauannya. Atas diri insan ini”.128
127 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op.cit, Jilid. XVI, h. 152.
128
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 38
47
Al-Habib Ali dalam bait di atas mengajarkan kepada kita
semua sebagai umat Nabi Muhammad SAW untuk selalu
mengagungkan beliau dengan cara mambaca shalawat kepadanya,
sebagaimana dalam salah satu firman-Nya sesungguhnya Allah SWT
dan malaikat-Nya membaca shalawat kepada Nabi SAW. Dengan
melihat penggalan bait di atas Al-Habib Ali mengajarkan bagaimana
tata cara kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW menghormati
beliau bukan berarti mengkultuskannya129
.
Atas dasar itu nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam bait di
atas adalah membacakan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW
apabila disebutkan namanya.
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1) Malu
ووقاروعصمة وحياء
“Keanggunan, kesucian, serta rasa malu”.130
Berdasarkan potongan bait di atas yang menyebutkan
bahwa Nabi SAW adalah seorang yang sangat pemalu, adapun Al-
haya’ atau malu walaupun menurut syara’ hukumnya mubah dan
tidak dipersoalkan orang tetapi malu adalah perasaan tidak enak
terhadap sesuatu yang dapat menimbulkan cela atau aib, berupa
perbuatan atau perkataan oleh karena itu sebisa mungkin seseorang
harus memiliki rasa malu, dan derajat yang paling tinggi
daripada al-Haya’ atau malu adalah perasaan selalu diawasi oleh
Allah SWT.131
Malu adalah perbuatan yang hukumnya mubah
129 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berartikan suatu penghormatan secara berlebih-
lebihan
130 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit., h. 34
131
Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi SAW, Keluhuran dan Kemulyaannya, Terj. Dari
Min Akhlaqin An-Nabiy oleh Masdar Helmy dan Abd. Khalik Anwar, (Jakarta: Bulan Bintang,
t.t.), h. 379
48
tapi malu adalah perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Nabi
SAW, sebagaimana sabdanya “Malulah kalian terhadap Allah
SWT dengan sungguh-sungguh, para sahabat berkata
Alhamdulillah sungguh kami malu terhadap Allah SWT ya
Rasulullah, beliau berkata bukan demikian, tetapi orang malu
benar-benar terhadap Allah SWT ialah orang yang selalu
memelihara akal pikirannya dan perutnya dengan segala isinya,
selalu mengingat mati dan hancurnya badan. Barang siapa
menghendaki akhirat maka hendaklah ia meninggalkan perhiasan
kehidupan dunia dan mengutamakan akhirat daripada dunia.132
Dari hadist di atas malu bukan berarti berupa ucapan bahwa
saya malu kepada Allah SWT tetapi malu adalah orang yang
memelihara akal pikirannya dan selalu ingat akan kematian. Allah
SWT berfirman:
﴾١٤﴿يرى للٱب أنلميع ألم
“Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya”.133
(Q.S. Al-‘Alaq: 14)
Maksud daripada ayat di atas adalah apakah manusia benar-
benar mengetahui sehingga ia melakukan perbuatan-perbuatan
yang diketahuinya. Dan apabila manusia apa yang dimaksud dari
ayat di atas tadi maka sungguhlah ia akan merasakan malu
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya karena ia
mengetahui bahwa Allah SWT mengetahui segala apa yang
dilihat-Nya.
Oleh karena manusia merasakan malu kepada Allah SWT
sehingga ia tidak akan melakukan hal-hal buruk kepada semua
ciptaan-Nya dan orang lain tidak akan sibuk melihat
132 Ibid., h. 380.
133
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid X, h. 357
49
kekurangannya, menurut Mahmud al-Mishri rasa malu adalah
perangai yang dapat mendorong seseorang untuk meninggalkan
hal-hal yang buruk dan mencegah seseorang dari kelengahan
dalam memenuhi hak siapa pun yang memiliki hak.134
Dengan
seseorang memiliki rasa malu maka ia akan memberikan hak
orang lain, namun sebaliknya orang yang tidak memiliki rasa
malu maka ia akan mengambil hak-hak orang lain.
Sifat pemalu merupakan akhlak mulia yang harus
dimiliki oleh setiap Muslim. Rasa malu merupakan salah satu ciri
utama yang menjadi ciri khas Islam, sebagaimana hadits Nabi
SAW yang diriwayatkan oleh Zaid bin Abi Thalhah “Setiap
agama memiliki etika dan (etika utama agama) Islam adalah
malu” (HR. Ibnu Majah). Ibnu Qayyim membagi rasa malu kepada
beberapa bagian:
1. Malu bertindak kriminal.
2. Malu karena rasa lemah.
3. Malu karena penghormatan.
4. Malu karena kemuliaan.
5. Malu karena malu-malu.
6. Malu karena merasa rendah dan hina.
7. Malu sebagai hamba.
8. Malu mendapatkan kelebihan.
9. Malu kepada diri sendiri.135
Tidak semua rasa malu termasuk akhlak yang terpuji. Ada
sebagian orang merasa malu menuntut ilmu karena ia merasa
pintar ataupun merasa sudah tidak pantas lagi karena sudah tua
dan perbuatan ini membuatnya bodoh, rasa malu ini dicela
dalam Islam. Seiring dengan perkembangan zaman ada dari
kebanyakan orang pun sudah tidak merasakan malu karena
terbukanya aurat itulah yang terjadi pada masa sekarang
terutama kaum wanita padahal Nabi SAW memerintahkan
134 Mahmud Al-Mishri, Mausua’h Nin Akhlaqil Rasul, Terj. Dari Ensiklopedi Akhlak
Muhammad oleh. Abdul Amin, dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), h. 502.
135
Ibid., h. 503-507
50
menutup aurat “Allah lebih berhak untuk dimalui daripada
manusia.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).136
Oleh orang yang
sering bergaul dengan Nabi SAW berkata “Sesungguhnya
Nabi adalah seorang yang sangat pemalu, bahkan beliau
diberi sifat lebih pemalu daripada gadis yang dipingit.
Diceritakan bahwa beliau tidak pernah menatap wajah seseorang,
beliau memalingkan wajahnya apabila ada orang yang
membicarakan hal-hal buruk dan beliau pura-pura tidak
memperhatikannya.137
Atas dasar penggalan bait di atas kesimpulan dari penulis
adalah bahwa malu adalah perbuatan ataupun ucapan yang
menimbulkan aib ataupun cela sehingga orang lain
membencinya, dan walaupun malu itu dianjurkan tetapi
dianjurkan pula kita untuk tidak merasakan malu karena menuntut
ilmu sehingga nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam bait ini
adalah merasa malu baik kepada Allah SWT ataupun kepada
makhluk-Nya.
2) Berperangai Lemah Lembut
ما سوى خلقه النسيم
“Perilakunya lembut selembut angin sepoi nan sejuk”.138
Sifat Lemah Lembut Perhiasan Seorang Muslim. Lemah
lembut adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak
serta memilih untuk melakukan cara yang paling mudah.139
Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias
dengan sifat yang sangat mulia tersebut, karena ia merupakan
bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa
136
Ibid.
137 Ahmad Muhammad Al-Hufy, , op. cit., h. 380-381
138
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 34 139
Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘asqalani, FAthul Al-Baari, (Mesir: Daar
Al-Hadits t.t), h. 506
51
ta’ala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat meraih
berbagai kunci kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang
tidak memiliki sifat lemah lembut, maka ia tidak akan bisa meraih
berbagai kebaikan dan keutamaan.
Dari Aisyah ra., ia berkata: "Rasulullah saw. bersabda:
إن الله رفيق يب الرفق ف المر كله "Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelemah-
lembutan dalam segala hal." Muttafaq alaih (HR. Bukhari:
6927 dan Muslim: 2165)140
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits:
ر من يرم الرفق يرم الخي “Orang yang dijauhkan dari sifat lemah lembut, maka ia
dijauhkan dari kebaikan.” (HR.Muslim)141
Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa sifat lemah
lembut merupakan sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu wa
ta’ala, dan juga dengannya akan bisa meraih segala kebaikan dan
keutamaan. Dengannya pula akan melahirkan sikap hikmah, yang
juga merupakan sikap yang dicintai oleh Allah subhanahu wa
ta’ala di dalam berkata dan bertindak.
Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk
bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid.
Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke
dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta
merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid,
menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang
keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang
mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk
membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya.
Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
140 Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 353
141
Ibid, h. 357
52
meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air
kencing tersebut. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah
ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
menasehatinya dengan lemah lembut: “Sesungguhnya masjid ini
tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing) atau
kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir
kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an”. Melihat sikap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut
dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati
‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad,
dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami
berdua”. Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tertawa dan berkata kepadanya: “Kamu telah
mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah)”.142
Hati seorang manusia itu pada asalnya cenderung kepada
sikap yang lembut dan tidak kasar. Betapa indah dan lembutnya
cara pengajaran dari tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam
terhadap seorang yang belum mengerti. Dengan sikap hikmah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akhirnya melahirkan rasa
simpati dan membuka mata hati Arab badui tersebut dalam
menerima nasehat. Berbeda halnya tatkala perbuatannya tersebut
disikapi dengan kemarahan yang akhirnya melahirkan sikap
ketidaksukaan. Hal ini bisa dilihat dari perkataannya: “Ya Allah,
rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati
seorangpun bersama kami berdua”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatakan:
ن الله رفيق يب الرفق وي عطي على الرفق ما لا ي عطي على العنف وما إ
142 http://buletin-alilmu.net/2010/03/01/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasAn-seorang-muslim/
di akses pada tanggal 29 Desember 2016 pukul 23:17
53
لا ي عطي على ما سواه “Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi mencintai
kelembutan. Dia memberikan pada sifat kelembutan yang
tidak diberikan kepada sifat kekerasan, dan tidak pula
diberikan kepada sifat-sifat yang lainnya”. (HR. Muslim)
Hadits ini mengandung makna keutamaan sifat lemah
lembut, anjuran untuk berakhlak dengannya, serta tercelanya sifat
kasar dan keras. Sesungguhnya sifat lemah lembut merupakan
sebab untuk meraih segala kebaikan.
Makna lafazh hadits, “Dia (Allah subhanahu wa ta’ala)
memberikan sesuatu pada sifat lemah lembut yang tidak diberikan
kepada sifat kekerasan”, yakni bahwa dengan sifat lemah lembut
tersebut, seseorang dapat melakukan perkara-perkara yang tidak
akan bisa dilakukan dengan sifat yang menjadi lawannya yaitu
sifat keras dan kasar. Ada yang mengatakan bahwa Allah
subhanahu wa ta’ala akan memberikan pahala pada sifat lemah
lembut, yang tidak diberikan pada sifat yang lainnya.143
Dengan sifat lemah lembut yang ada pada diri seseorang,
dapat menyelamatkannya dari api neraka. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan:
سهل ألا أخبكم بمن يرم على النار أو بمن ترم عليه النار على كل قريب هين“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang orang yang
diharamkan dari neraka atau neraka diharamkan atasnya?
Yaitu atas setiap orang yang dekat (dengan manusia),
lemah lembut, lagi memudahkan”. (HR. Tirmidzi)144
Islam juga memerintahkan kepada pemeluknya untuk
bermuamalah dengan sifat lemah lembut kepada sesama manusia,
dan bahkan terhadap binatang ternak sekalipun. Sebagaimana
dalam hadits:
لة وإذا ذبتم إن الله كتب الإحسان على كل شيء فإذا ق ت لتم فأحسنوا القت
143 Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 353
144
Ibid h. 359
54
بح وليحد أحدكم شفرته ف ليرح ذبيحته فأحسنوا الذ“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan
untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh,
maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian
menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan
hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya
(ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan
sembelihannya”. (HR. Muslim)
Ketika seorang mukmin telah berhias dengan kelemah
lembutan, maka akan membuahkan pada dirinya sikap kasih sayang
kepada orang lain, dan akan melahirkan pada diri orang lain sikap
kecintaan dan keridhaan, serta menumbuhkan sikap segan dari pihak
lawan kepada dirinya. Sebaliknya, dengan sikap keras, kaku dan
kasar akan membuat lari dan menjauhnya manusia, dan semakin
mengobarkan api kebencian dari orang-orang yang menanam benih
kebencian kepada dirinya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyatakan:
إن الرفق لا يكون ف شيء إلا زانه ولا ي ن زع من شيء إلا شانه “Sesungguhnya sifat lemah lembut tidaklah berada pada sesuatu
kecuali akan membuat indah sesuatu tersebut dan tidaklah sifat
lemah lembut dicabut dari sesuatu kecuali akan membuat
sesuatu tersebut menjadi buruk.” (HR. Muslim)145
Demikianlah penjelasan tentang lemah lembut di atas penulis
menyimpulkan bahwa sudah sepantasnya bagi seseorang untuk
menghiasi dirinya dengan sifat lemah lembut didalam kehidupannya.
Namun, yang perlu diperhatikan bahwa sifat lemah lembut tidaklah
menunjukkan kelemahan atau ketidaktegasan seseorang dalam
berkata dan bertindak. Maka hendaknya kita bersikap lemah lembut
dan tenang tidak tergesa-gesa dalam segala urusan dan janganlah
menjadi orang yang mudah marah. Janganlah kita menjadi orang
yang tidak mempunyai sifat lemah lembut, karena dengan sifat lemah
lembut tidak akan membuat seseorang itu menyesal, baik dalam
kehidupan dunia maupun akhirat. Tidaklah sifat lemah lembut berada
145 Ibid h. 357
55
dalam suatu perkara kecuali akan memperindahnya. Dengan
demikian nilai-nilai akhlak yang terkandung bait di atas adalah sifat
lemah lembutnya Rasulullah SAW dalam kehidupannya dan dapat
diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
3) Tekad Kuat
ين وقد أكمل الله بمة هذا البيب واصحابه هذا الد محياه الروضة الغناء
“Dan dengan tekad kuat nabi tercinta ini, demikian pula para
sahabatnya, Allah berkenan menyempurnakan agama ini.
Tegas dalam sikap, kuat dalam tekadnya”.146
Tekad adalah keteguhan seseorang dalam memegang prinsip
untuk mencapai maksud dan tujuan yang sudah ditetapkannya. Di
dalam Al-Qur’an, tekad disebut dengan istliah ‘azam. Allah SWT
berfirman:
كل كم و أم ف ي لونلتب ۞ نمعنولتس م وأنفس ينٱم نبك ت ل ٱأوتوا لذ م
نل كم قب ينٱوم ن ل كذ فإ نوتتقوا ب روا تص وإ نا كث ير ىأذ ا ركو أش لذ م
ٱم عز ﴾ ١٨٦﴿مور ل
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan
dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari
orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-
orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang
menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan”.147
(Q.S. Ali Imran: 186)
Ada beberapa bentuk firman Allah, terkait dengan tekad
(‘azam). Pertama, orang yang memiliki tekad tidak akan mudah
146 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 27
147 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid II, h. 89
56
tergoda, sebesar apapun godaan yang datang kepadanya. Allah
berfirman:
لوا صبركماب ر ص ٱف نم عز ل ٱأو سل ٱم لتع تس وللر ميو كأنهم لهم ج
نساعة إ لا بثو يل لم يوعدونمانيرو بل نهار ممقو ل ٱإ للكيه فهل غ
قونف ل ٱ ﴾٣٥﴿س
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai
keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah
kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka
melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-
olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan
melainkan kaum yang fasik”.148
(Q.S. Al Ahqaf: 35)
Ayat di atas menceritakan nabi-nabi terdahulu begitu sabar
dalam menghadapi kaumnya. Selain itu mereka juga memiliki tekad
yang kuat dalam menegakkan agama Allah. Mereka berjuang
menyebarkan Islam dengan tidak kenal lelah. Banyak ancaman dan
gangguan yang diberikan kepada mereka dari kaumnya, namun
mereka tidak goyah sedikitpun. Mereka tetap teguh dalam menyeru
kepada kaumnya.
Kedua, tekad kuat tidak cukup mengantarkan seseorang
kepada tujuannya, jika tidak dibarengi oleh amal shalih. Seperti dalam
firmannya:
ٱب مر وأ ةلصلو ٱأق م بنيي
ما على ب ر ص ٱومنكر ل ٱعن هن ٱوروف مع ل
ن ل كذ إ نأصابك ٱم عز م ﴾١٧﴿مور ل
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
148 Ibid, Jilid IX, h. 296
57
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).149
(Q.S. Luqman: 17)
Ibadah kepada Allah merupakan sarana kita mendekatkan diri
kepada-Nya. Jika kita sering beribadah, maka kita akan merasa dekat
dengan Allah. Tekad keluar dari dalam hati seseorang, dan sesuatu
yang ada di dalam hati dapat berubah-ubah. Begitupula dengan tekad.
Namun jika tekad yang kuat diiringi dengan ibadah kepada Allah,
maka insya Allah tekad tersebut tidak akan goyah.
Ketiga, tekad yang kuat dan disertai amal, haruslah diakhiri
dengan tawakkal. Sebab tawakkal akan menjadikan seseorang
bersyukur jika sukses mencapai tujuan, dan menjadikan seseorang
bersabar dan tetap berbaik sangka kepada Allah, jika dia mengalami
kegagalan. Sebagaimana Allah berfirman:
نمة رح فب ما ل نتلل ٱم وا لب قل ل ٱغل يظفظ اكنتولو لهم ن نفض م
ٱف يهم وشاو ر لهم ف ر تغ س ٱوهم عن فع ٱفل ك حو تعزم فإ ذار م ل
بللٱإ نلل ٱعلىفتوكل ﴾١٥٩﴿ل ينمتوكل ٱيح
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.150
(Q.S Ali Imran:
159)
Segala sesuatu berawal dari berakhir kepada Allah. Begitupun
segala urusan kita, pada akhirnya Allah lah yang menentukan. Namun
tidak ada salahnya kita untuk berikhtiar. Ikhtiar merupakan kerja keras
149
Ibid, Jilid VII, h. 300
150 Ibid, Jilid II, h. 67
58
dan usaha maksimal yang kita lakukan. Setelah itu kita baru
bertawakkal, menyerahkan semuanya kepada Allah. Namun tidak
dinamai tawakkal jika kita hanya pasrah saja tidak melakukan sesuatu
terlebih dahulu.
Keempat, bagi yang tidak bertekad dia akan sengsara dan
mendapatkan kesusahan dalam hidupnya. Sebab, orang yang tidak
memiliki tekad, akan mudah tergoda dengan hal-hal yang rendah dan
akhirnya menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan dan
kesengsaraan. Begitulah yang di isyaratkan Allah dalam kisab Nabi
Adam AS:
نا عه د ولقد نءادمإ لى يلقب م د ولم فنس ﴾١١٥﴿ام عز ۥلهنج
“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,
maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya
kemauan yang kuat”.151
(Q.S Thaha: 115)
Ketika Nabi Adam AS masih disurga, beliau telah
mendapatkan perintahkan Allah Agar tidak mendekati dan mengambil
buah khuldi. Namun iblis dengan bujuk rayunya menggoda nabi
Adam dengan berbagai cara. Akhirnya nabi adam pun luluh dan ia
diturunkan ke bumi karena melanggar pantangan Allah. Hal ini terjadi
karena pada waktu itu Nabi Adam tidak memiliki tekad yang kuat. Ia
mudah tergoda oleh rayuan iblis, dan akhirnya sengsara di bumi
karena perbautan itu.152
Demikian penjelasan tentang tekad kuat di atas penulis
menyimpulkan bahwa tekad kuat adalah suatu kemauan untuk bekerja
keras, berusaha semaksimal mungkin beserta keteguhan hati yang tak
goyah dengan segala godaan yang ada. Rasulullah SAW adalah sosok
yang sangat konsisten dalam memperjuangkan kebenaran. Beliau
mempunyai tekad yang kuat dalam menyebarkan cahaya islam,
151
Ibid, Jilid VI, h. 202
152 http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/18/m5stp1-tuntunAn-islam-
tekad-kuat-seorang-muslim-1 di akses pada tanggal 5 Januari 2017 pukul: 22.05
59
sekalipun nyawa sebagai taruhannya. Ada ungkapan beliau yang
sangat terkenal, “walaupun matahari ditangan kananku, dan bulan
ditangan kiriku, aku tak akan mundur dari jalan dakwah ini”. Nabi
Muhammad SAW mengucapkannya ketika orang-orang Kafir Quraisy
meminta agar beliau menghentikan dakwahnya. Mustahil Islam bisa
sampai kepada kita jikalau tanpa tekad kuat yang dimiliki oleh
Rasulullah SAW. Dengan demikian nilai-nilai akhlak yang terkandung
dalam bait di atas adalah sifat tekad kuatnya Nabi Muhammad SAW
yang dapat kita aplikasikan dan dapat menjadi bahan renungan dalam
kehidupan sehari-hari.
4) Zuhud
له الخلق السهل “Sederhana perangainya”.
153
Az-Zuhdu adalah sikap melatih diri untuk tidak berhasrat kepada
sesuatu yang mubah padahal ada kesanggupan untuk
memperolehnya.154
Tidak melakukan hal-hal yang mubah walaupun
ia sanggup melakukannya adalah sebuah pelatihan untuk menahan
nafsu agar tidak terjerumus kepada keindahan duniawi sehingga
lupa akan akhirat. Allah SWT berfirman dalam (Q.S. 7:31).
ندز ينتكم خذوا ءادمبن ي ي ۞ د مس كلع ر فو تس ولربوا ش ٱووكلوا ج ا
بلهۥإ ن ﴾ ٣١﴿ر ف ينمس ل ٱيح
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-A’raf: 31)155
Dari ayat di atas Allah SWT tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan, sehingga dengan orang yang berlebih-
lebihan maka ia akan lupa akan akherat maka dengan cara menahan
153 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 37
154
Ahmad Muhammad Al-Hufy, op. cit., h. 354. 155
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid III, h. 323
60
hawa nafsulah orang tidak akan terjerumus ke jurang duniawi.
Az-Zuhdu ini mempunyai sifat-sifat keutamaan dengan sifat
yang lain seperti al-qanaah (merasa cukup dengan apa yang ada), al-
iffah (menjaga diri dari sifat keburukan), as-sabru (sabar), at-
tawadhu’ (rendah hati), yang semua itu adalah kemampuan
mencegah nafsu untuk mendapatkan kesenangan dunia.156
Karena
Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang suka duniawi secara
berlebihan maka dengan kita menerapkan sifat-sifat di atas tadi maka
kita akan terhindar dari nafsu yang menginginkan kesenangan
duniawi. Allah SWT berfirman:
نء ب شي لونكمولنب نص ونق جوع ل ٱوف خو ل ٱم ٱم ٱول و م ل نف ل
ر ت لثمر ٱو ﴾١٥٥﴿ب ر ينلص ٱوبش
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-
buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar”.157
(Q.S. Al-Baqarah: 155)
Banyak kisah yang menceritakan tentang kezuhudan Nabi
Muhamad SAW, di antaranya Rasulullah tidak mengumpulkan dua
macam makanan dalam perutnya, jika beliau makan daging maka
tidak ditambah dengan yang lain, jika beliau makan kurma maka,
demikian halnya dengan makan daging, jika makan roti cukuplah
dengan roti itu saja dan apabila menemukan susu tanpa roti
maka cukuplah susu baginya.158
Di sini Nabi SAW makan
seadanya dan tidak makan sesuatu kecuali hanya satu macam
makanan saja dan itu terasa cukup bagi beliau.
Dikisahkan pula dari Anas bin malik menuturkan bahwa
ketika FAthimah memberikan sepotong roti kepada Nabi SAW,
beliau menjawab ini adalah sepotong makanan pertama yang masuk
156
Ibid., h.355. 157
Ibid, Jilid I, h. 231
158
Ibid., h. 362.
61
ke mulut ayah sejak tiga hari ini. Menurut Ibnu Salim ketika berlapar
adalah bahwa seseorang terus menerus mengurangi porsi
makanannya.159
Begitu sederhananya Nabi SAW sehingga beliau
hanya makan sekali dalam satu hari.
Demikianlah beberapa keterangan tentang kesederhanaan
junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW yang diambil dari
penggalan bait di atas maka dengan demikian penulis menyimpulkan
bahwa nilai-nilai akhlak yang dapat dipetik dari bait di atas adalah
sifat zuhud (kesederhanaan) Nabi SAW yang dapat kita aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
5) Dermawan
الخلق مقسط معطاء “Demikian pula akhlak yang disandangnya adil dan dermawan
bila dan dimana pun ia berada”.160
Sifat dermawan adalah sifat yang harus ditanamkan dalam diri
setiap muslim. Menurut kamus bahasa Indonesia, dermawan dapat
diartikan sebagai pemurah hati atau orang yang suka memberi
(beramal dan bersedekah).161
Menurut istilah dermawan bisa diartikan
memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepentingan orang
lain yang membutuhkan dengan senang hati tanpa keterpaksaan.
Orang yang dermawan adalah orang yang senang jika bisa membantu
orang lain yang sedang ditimpa kesusahan. Dengan memiliki sifat
yang dermawan maka hidupnya akan lebih bahagia karena dengan
kedermawanannya maka akan melapangkan dadanya. Secara sosial
orang yang dermawan akan disenangi banyak orang, sehingga orang
pun tidak enggan untuk bergaul dengannya. Sedangkan kebalikannya
adalah sifat tamak. Orang yang tamak hidupnya selalu tidak tenang.162
159 Imâm Al-Qusyairy An-Naisâbury, op. cit., h. 146-147.
160
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 35
161 Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit
h. 314.
162 http://www.alislam-safa.com/prinsip-kedermawanan/ 17 Maret 2017 pukul 23.14
62
الله عليه وسلم ما من ي وم عن اب هري رة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى يصبح العباد فيه الا ملكان ي نزلان ف ي قول احدها : اللهم اعط منفقا خلفا وي قول
الخر اللهم اعت مسكات لفا )متفق عليه(“Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata. Rasulullah SAW
bersabda: Tidak ada suatu hari pun yang dilewati oleh hamba-
hamba Allah pada setiap paginya melainkan dua Malaikat turun,
lalu salah satu dari keduanya berdo’a: Ya Allah berikanlah kepada
orang yang suka berinfaq pengganti hartanya itu. Dan yang satu
lagi berdo’a: Ya Allah berikanlah kepada orang yang suka
menahan hartanya (orang kikir) itu kemusnahan. (Mutaffaq
‘alaih)”.163
Orang-orang yang menginfakkan hartanya baik dalam keadaan
senang ataupun susah senantiasa memperoleh perhatian Allah SWT.
Para malaikat berdo’a memohon tambahan rezeki bagi mereka yang
mau menafkahkan hartanya. Sedangkan orang yang menimbun
kekayaan selalu membayang-bayangkan kehilangan hartanya. Padahal
harta benda kelak tidak akan dibawa mati. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila para malaikat berdo’a seperti itu.164
Allah pun juga
sudah berjanji apabila seseorang berdermawan, maka Allah SWT akan
menggantinya, seperti firman Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an :
نتمأنفق وما ﴾٣٩﴿ز ق ينلر ٱرخي وهو ۥل فهيخ فهوء شي م
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.
(Q.S. Saba’: 39)165
Jadi, barang siapa yang mau memberi, maka Allah akan
menggantinya. Dalam ayat lain juga dijelaskan bahwa perumpamaan
orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah seperti sebuah biji
163 Muhammad Abubakar, Hadits Tarbiyah. (Surabaya:Al-Ikhlas 1995), h. 280.
164
Laila Abu, Akhlak Seorang Muslim. (Bandung: PT Al-Ma’arif 1995), h. 235.
165 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid VIII, h. 102
63
yang tumbuh menjadi pohon yang bercabang tujuh dan pada masing-
masing cabang atau tangkainya itu tumbuh seratus biji. Dengan kata
lain harta yang dibelanjakan di jalan Allah akan dilipatgandakan
sampai tujuh ratus kali, bahkan sampai tak terhingga jika Allah
menghendaki.
Hadits lain yang menerangkan bahwa Allah SWT akan
mengganti apa yang dia berikan kepada seorang muslim adalah
sebagai berikut:
هما قال : قال رسول الله ص.م. : المسلم عن عبد الله ابن عمر رضى الله عن ج الله أخوالمسلم لايظلمه ولايسلمه ومن كان ف حاجته ومن ف رج عن مسلم كربة ف ر
عنه كربة من كرب ي وم القيامة ومن ست ر مسلما ست ره الله ي وم القيامة.) رواه البخارى ومسلم وأبوداود والنسائ والترمذى )وقال : حسن صحيح(
“Abdullah Ibn Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Seorang muslim adalah saudaranya muslim (yang
lain), dia tidak menganiaya dan menyerahkan saudaranya. Barang
siapa memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah memenuhi
kebutuhannya. Barang siapa melepaskan dari seorang muslim satu
kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia niscaya Allah
melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan
barang siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah menutup
aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah selamanya menolong
hamba-Nya, selama hamba-Nya menolong saudaranya.”
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i,
dan Tirmidzi)166
Sabda Nabi di atas secara mudah dapat di pahami bahwa orang
yang memberikan suatu manfaat bagi orang lain lebih utama daripada
orang yang menerima manfaat dari orang lain. Di dalam kaidah
ushuliah dikatakan bahwa kebajikan yang bersifat sosial itu lebih
utama daripada kebajikan yang bersifat individual. Sangatlah jelas
orang yang dermawan merupakan kebajikan yang bersifat sosial,
166 Syafe’i Rachmat, Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum. (Bandung: CV Pustaka
Setia 2003), h. 260.
64
sehingga dalam kehidupan bermasyarakat akan damai, bahagia, dan
harta yang disedekahkan akan mendapat ganti yang berlipat ganda
dari-Nya.167
Dari beberapa penjelasan tentang dermawan di atas penulis
menyimpulkan bahwa dermawan adalah merupakan salah satu sifat
terpuji yang harus dimiliki oleh seorang mukmin, karena dermawan
adalah perbuatan yang mencerminkan hubungan antar manusia
yang baik (Hablumminannas), tetapi tidak mengesampingkan
hubungannya dengan Allah (Hablumminallah). Kedermawanan
mengajarkan seseorang akan arti sebuah keikhlasan dan kepedulian
terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan dan Al-Habib Ali
menyebutkan sifat mulia itu dalam salah satu baitnya di atas. Dengan
demikian nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam bait di atas adalah
sifat dermawan Nabi Muhammad SAW yang dapat kita aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
6) Wibawa
وله مع سهولة أخلقه الهيبة القوية
“Rendah hatinya namun cukup kuat wibawanya”.168
Rasulullah SAW mempunyai pengaruh yang sangat besar di
dunia ini. Baik itu dikalangan bangsa Arab maupun non Arab. Bahkan
pengaruhnya dirasakan bukan hanya oleh para sahabat dan orang-
orang yang hidup ribuan tahun setelah wafatnya beliau. Hal ini
menunjukkan bahwa begitu berpengaruhnya Rasulullah SAW.
Hal yang menyebabkan Rasulullah SAW memiliki pengaruh
adalah karena beliau sangat efektif dalam berdakwah. Efektifitas ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya wibawa yang beliau miliki.
167 Juwariyah, Hadis Tarbawi. (Yogyakarta: Teras 2010), h. 86.
168 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 37
65
Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat berwibawa. Kata-katanya
didengar, perilakunya diteladani, dan perintahnya diikuti.
Dengan wibawanya, beliau bisa mengubah orang tanpa
kekerasan. Ada lima penyebab Rasulullah berwibawa di hadapan
ummatnya.169
Pertama Rasulullah berbuat sesuai dengan yang
diucapkan. Rasulullah SAW adalah sosok yang memiliki integritas
tinggi. Tidak ada satupun riwayat shahih yang menyebutkan bahwa
beliau pernah berdusta, ingkar janji, atau menyia-nyiakan amanah.
Saat Rasulullah memerintahkan sesuatu kepada para sahabat,
maka beliaulah orang pertama yang melakukan perbuatan tersebut.
Sesuai dengan apa yang Al-Habib Ali tulis dalam Simtud Duror:
و اولهم الى مكارم الاخلق سبقا
“Selalu terdepan dalam berbuat kebajikan”.170
Kedua, beliau tidak melakukan banyak kesalahan. Rasulullah
SAW adalah pemimpin yang sempurna sehingga jarang sekali
melakukan kesalahan. Orangpun menjadi kagum dan percaya kepada
beliau. Walaupun demikian, tatkala melakukan kekeliruan, Nabi
Muhammad SAW berbesar hati mengakuinya. Beliau tidak segan-
segan menuruti nasihat para sahabatnya bila memang pendapatnya
dianggap lebih baik.
Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Namun,
sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah mereka yang meminta
maaf, segera mengevaluasi diri, segera memperbaiki diri dan
bertanggung jawab serta rela menanggung semua akibat yang
ditimbulkan, yang tidak kalah pentingnya adalah supaya tidak
mengulangi kesalahan tersebut berulang-ulang.
169 http://hamsmars.blogspot.co.id/2008/07/aa-gym-membangun-kewibawaAn-cara.html di
akses pada tanggal 28 Maret 2017 pukul: 15.36
170
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit., h. 37
66
Ketiga, tidak emosional. Nabi Muhammad SAW adalah sosok
yang terkenal sangat tenang, santun dan tegas. Dalam kondisi apapun
beliau tetap tenang, sehingga setiap keputusannya selalu tepat.
Walaupun harus marah, maka marah beliau proporsional, tepat sasaran
dan tidak merugikan.
Sebenarnya marah dan tegas adalah sesuatu yang berbeda.
Marah berdasarkan hawa nafsu, sedangkan tegas berdasarkan adil.
Seorang pemimpin yang emosional dan pemarah akan jatuh
wibawanya dihadapan orang yang dipimpinnya. Ia tidak akan dicintai,
tapi ditakuti. Kata-katanya mungkin didengar, tapi tidak akan diikuti.
Sikap seperti ini jauh dari pribadi Rasulullah SAW.
Keempat, tidak banyak bicara dan humor. Ucapan Nabi
Muhammad SAW bagaikan butiran intan permata. Sebagaimana yang
tertera dalam Simtud Duror:
لا ي قول و لا ي فعل الا معروفا
“Tiada berucap sesuatu melainkan berisi kebaikan”.171
Tidak ada yang sia-sia. Semua ucapannya berkualitas tinggi
hingga diabadikan dalam kitab-kitab hadits. Kalaupun harus humor
atau bercanda, maka humornya tersebut berkualitas dan tidak
dibumbui dusta. Beliau mengajarkan bahwa setiap yang diucapkan
harus dipertanggung jawabkan.
c. Akhlak Dalam Berkeluarga
1) Memilih Pasangan Hidup yang Baik
عبدالله بن عبدالمطلب ذى القدرالعظيم ۩ وامه ال ت هي ف المخاوف
آمنة ۩ السي دة الكرية آمنة ۩
“Abdullah bin Abdul Muthalib yang bijak dan berwibawa
171 Ibid., h. 37
67
Serta ibundanya Aminah yang mulia, yang selalu merasa
tentram aman dan tentram meski ditengah apa saja yang
menggelisahkan”.172
Untuk membentuk keluarga yang baik sebagaimana apa yang
dicita-citakan oleh kebanyakan orang, bait syair di atas
menggambarkan sedikit tentang kriteria calon mempelai pendamping
hidup, antara abdullah dan aminah. Yang mana hal itu dapat dijadikan
renungan bagi remaja-remaja yang menginginkan terbentuknya
keluarga sakinah. Yaitu ketika Abdullah seorang pemuda yang
mempunyai berbagai sifat mulia pada dirinya serta terlahir dari
keluarga yang terhormat berumur dua puluh empat tahun. Pada saat
itu sudah tiba masanya untuk dinikahkan. Abdullah menjatuhkan
pilihan kepada Aminah binti Wahab dikarenakan Aminah adalah
seorang perempuan yang mempunyai status sosial paling baik di kaum
Quraisy baik dari segi nasab, kedudukan dan perangainya.173
Sepenggal kisah yang ada di atas dapat diambil pelajaran,
bahwasannya seorang laki-laki, janganlah menikahi seorang wanita
sembarangan yang belum jelas asalnya, ada beberapa tuntunan yang
dianjurkan ketika hendak melamar seorang wanita yang ingin
dinikahinya. Bagi laki-laki yang ingin menikah ada beberapa hal yang
harus diperhatikan. yaitu carilah wanita yang kuat agamanya,
kecantikannya dan hartanya jika ingin berkehendak, kemudian harus
diperhatikan juga adab jika ingin meminang. Pertama, jangan
meminang seorang wanita yang telah dipinang orang lain. Kedua,
jangan pula mengizinkan istri yang terdahulu untuk menghadiri
perkawinannya. Ketiga, hendaknya si peminang menanyakan ketaatan
si wanita terhadap ibadahnya. Begitupun dengan si wanita jangan
begitu saja menerima pinangan seorang laki-laki. Ada beberapa hal
172
Ibid h. 12
173 Syekh Muhammad Al-Khudhori, Nur Al-Yakin Fi Siirati Sayyidi Al-Mursalin, (Mesir:
Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyah), h.11.
68
yang patut diperhatikan bagi wanita yang akan dipinang. Pertama,
hendaklah si wanita menyuruh kerabatnya yang dapat dipercaya untuk
menanyakan pelamar perihal agama, aqidah, kejantanannya,
shalatnya, usahanya, dan tanyakan pula kesediaanya meminang bukan
karena harta.174
Demikian tuntunan bagi seorang laki-laki maupun
wanita yang hendak menikah dan yang hendak dinikahi.
Berdasarkan Penggalan bait di atas yang menggambarkan
sedikit tentang kriteria calon mempelai pendamping hidup, antara
abdullah dan aminah dan diperkuat dengan beberapa tuntunan bagi
siapa saja yang hendak melangsungkan pernikahannya dapat diambil
nilai-nilai akhlaknya yaitu pertama, bagi seorang pria yang ingin
menikah harus melihat keutamaannya seperti kecantikannya,
kebangsawanannya dan ketaqwaannya dan kedua, bagi seorang wanita
yang ingin menikah hendaknya ia melihat dari sisi ketaqwaan dan
kejujuran pria yang akan menikahinya sebagaimana Abdullah lakukan
itu semua ketika menikah dengan Aminah.
2) Adil
الخلق مقسط معطاء “Demikian pula akhlak yang disandangnya adil dan dermawan
bila dan dimana pun ia berada”.175
Dalam tata bahasa arab, adil (al-‘adil) adalah bentuk mashdar
dari ‘adala-ya’dilu. Makna dari kata itu adalah lawan dari kata zalim.
Adil adalah memberikan putusan hukum dengan benar. Allah Swt
berfirman:
174 Imam Ghazali, Adab dalam Agama, Terj. Dari Adab Fi Din oleh. AM. Basalamah (Jakarta:
Gema Insani, 1992), Cet. III, h. 52-54. 175
Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 35
69
كوهنفأم أجلهننبلغ فإ ذا ه دوا وأش روف ب مع فار قوهنأو روف ب مع س
نكم ل عد ذوي دةلشه ٱوأق يموا م لل نيؤ كانمنۦب ه يوعظل كم ذ لل ٱب م
ٱم يو ل ٱو ر ل ﴾٢﴿ارج مخ ۥلهعليج للٱيتق ومنخ
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S.
Ath Thalaq: 2)176
Sa’id bin musayyab menafsirkan saksi yang dimaksud dalam
ayat tersebut adalah orang yang memiliki akal. Selain itu, adil juga
bermakna persamaan (al-musawah).177
Menurut istilah, adil adalah pertengahan dari dua sisi yang
berlawanan. Jahizh mengatakan, “adil adalah bagian yang tetap dari
pertengahan. Ia memperlakukan perkara ukurannya tanpa berlebihan,
kurang, maju, atau mundur (memperlakukan sesuatu secara
proporsional)”.178
Fairuz abadi mengatakan, “adil adalah keseimbangan segala
sesuatu. Hal itu sesuai dengan hadits.”
باالعدل قامت السماوات والرض
“Dengan keadilan, langit dan bumi terwujud”.179
Ibnu Maskawih mengatakan, “Keadilan adalah keutamaan jiwa
yang terkumpul dari tiga keutamaan: kebijaksanaan, terjaganya
kehormatan, dan keberanian. Ketika tiga keutamaan diatas menyatu,
176 Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 673.
177
Ibid h. 674.
178 Ibid.
179
Ibid.,
70
maka akan terbentuk suatu kekuatan istimewa yang tidak terkalahkan
dan tidak mengarah kepada hal-hal yang tidak luhur. Kekuatan itu
menciptakan identitas seseorang yang menjadikannya untuk selalu
memilih sikap proporsional kepada dirinya sendiri dan kepada orang
lain”. 180
Begitu pula bersikap adil dalam keluarga. Adil merupakan
salah satu sikap orang tua yang sangat penting untuk selalu diterapkan
adalah selalu berlaku adil sebatas kemampuan kepada anak-anaknya.
Hal ini dikarenakan ketidakadilan sangat besar pengaruh buruknya
terhadap pertumbuhan anak-anak.
Anak-anak diharapkan akan patuh kepada orang tuanya yang
selalu adil dan tidak pilih kasih, orang tua lebih mudah mengatur
mereka karena mereka semua merasa diperhatikan dan disayang oleh
orang tuanya. Berbeda dengan sikap tidak adil dan pilih kasih, maka
akan menimbulkan kecurigaan pada hati sebagian anak-anak terhadap
orang tuanya yang selalu memperhatikan salah satu anak
kesayangannya dan mengabaikan yang lain. Apalagi sebagai anak
manusia, kadang dihinggapi rasa iri dan dengki, sehingga membuat
problem rumah tangga dan sedikit kesalahan orang tua yang terjadi
akan menjadi kesalahan yang besar di mata sang anak yang merasa
dirinya tidak diperhatikan oleh orang tuanya, kemudian dampak
buruknya cepat atau lambat akan dirasakan oleh orang tua itu sendiri.
Di antara dampaknya, anak menjadi sulit diatur, wibawa orang
tua hilang di mata anaknya, dan pada akhirnya orang tua tidak bisa
mendidik dan menyampaikan nasehatnya kepada anaknya,
dikarenakan mereka telah curiga dan berburuk sangka kepada orang
tuanya.
Perlu kiranya sebagai orang tua mengoreksi kembali apakah
dirinya telah berbuat adil kepada anak-anaknya, atau malah berat
sebelah kepada salah satu anak dan mengabaikan yang lainnya.
180 Ibid.,
71
Sebagai orang tua harus sangat hati-hati agar tidak pilih kasih
walaupun dia tidak menyengaja, karena mau tidak mau dia harus
menanggung akibat dari semua perilakunya terhadap anaknya. Oleh
karena itu, saudara-saudara Nabi Yusuf ‘alaihis salam tatkala mulai
merasakan bahwa bapak mereka lebih condong hatinya kepada Nabi
Yusuf alaihis salam, segera mereka menuduh bahwa bapaknya telah
berbuat kesalahan yang besar menurut mereka, sebagaimana dalam
firman-Nya:
إ لىأب ي قالوا ليوسفوأخوهأحب بةإ نأبانالف يإذ نعص ناونح نام
ب ين م ﴾۸﴿ضلال
“Ingatlah tatkala mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan
saudara kandungnya lebih dicintai oleh ayah kita, padahal kita ini
adalah satu golongan. Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan
yang nyata”. (QS.Yusuf: 12:8)181
Dan akhirnya dengan prasangka yang buruk dan disertai rasa
iri dan dengki kepada sesamanya, mereka bersepakat untuk
mencelakakan Yusuf ‘alaihis salam demi mengalihkan perhatian
ayahnya kepada mereka dengan berbagai cara yang ditempuh dalam
mengenyahkan Yusuf ‘alaihis salam dari pandangan ayahnya:
ه د نبع وتكونوا م هأب يكم وج للكم ضايخ اق تلوا يوسفأو اط رحوهأر
ين ماصال ح –قو لتق تلوا يوسفوأل قوهف يغيابة ال جب قالقآئ لمن هم
ل فاع ضالسيارة إ نكنتم ينيل تق ط هبع
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah supaya
perhatian ayah kalian tertumpah kepada kalian saja, dan setelah
itu hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik (bertaubat
kepada Alloh).” Salah seorang di antara mereka mengatakan:
“Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkan dia ke dasar
sumur supaya dia dipungut oleh orang-orang yang sedang safar,
181 Departemen Agama RI, op.cit, Jilid IV, h. 503
72
jika kamu benar-benar hendak melakukannya”. (QS. Yusuf 12: 9-
10)182
Begitulah akibatnya, Yusuf ‘alaihis salam yang masih belia
dan tidak bersalah, harus menerima akibat ungkapan kasih sayang
yang tampak berlebihan dari ayahnya terhadap dirinya, dan begitulah
akibatnya, orang tua tidak dapat menyampaikan nasehat dan
bimbingannya, pada akhirnya perkataan yang baik, nasehat, dan
petuah tidak akan didengar apabila disertai sikap yang tidak adil
terhadap salah satu anaknya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi
petunjuk untuk para pendidik anak-anaknya dalam mewujudkan sikap
adil kepada anak didiknya, sebagaimana sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari jalan an-Nu’man
bin Basyir bahwasanya ayahnya datang membawa beliau kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Sungguh aku telah
memberi pemberian berupa seorang budak milikku kepada anakku
ini.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apakah semua anakmu kau beri seperti (anakmu) ini?” Dia
menjawab: “Tidak”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apakah engkau senang apabila mereka (anak-anakmu)
semuanya berbakti kepadamu dengan sama?” Dia menjawab: “Aku
mau (wahai Rasulullah)”. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Kalau begitu, jangan kau lakukan (pilih kasih)”. (HR.
Bukhari kitab al-Hibah 12, Muslim kitab al-Hibah (9, 10, 17)183
Dan dalam riwayat Muslim ditambahkan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya: “Apakah kau
lakukan (pemberian itu) kepada semua anakmu?” Dia menjawab:
“Tidak wahai Rasulullah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
182
Ibid, Jilid IV, h. 504
183 Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 679.
73
bersabda: “Takutlah kamu kepada Allah dan berbuatlah adil terhadap
anak-anakmu!” (HR. Muslim kitab al-Hibah 13) 184
Karena sangat pentingnya sikap adil kepada anak-anak,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat dan mengulangnya
hingga tiga kali, beliau bersabda: Adillah kepada anakmu, adillah
kepada anakmu, adillah kepada anakmu!
Imam Nawawi mengatakan: “Dalam hadits ini ditunjukkan
bahwa sudah selayaknya untuk disamakan pemberian itu kepada anak-
anaknya, dengan cara memberi masing-masing anak sama seperti apa
yang diberikan kepada yang lainnya dan tidak boleh dilebihkan, serta
disamakan (pemberian) baik anak laki-laki atau perempuan”.185
Demikianlah, agama kita yang mulia dan sempurna telah
menunjukkan kepada kita hak dan kewajiban masing-masing baik
dalam ruang lingkup sesama manusia termasuk juga ruang lingkup
orang tua dan anaknya, menjelaskan yang halal dan haram serta yang
mubah, menjelaskan apa saja yang perlu dipenuhi dan apa yang tidak
boleh dipenuhi dari kebutuhan anak-anak. Sebagaimana Al-Habib Ali
menulis itu semua dalam baitnya di atas. Dengan demikian nilai-nilai
akhlak yang terkandung dalam bait di atas adalah sifat adil Nabi
Muhammad SAW yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Kasih Sayang
الل هم صل وسلم اشرف الصلة والتسليم على سيدناونبي نامحمدالرؤوف الرحيم
رحة كله وحزم وعزم
184 Syekh Ahmad Al-Miyhi as-Syibayniy, Syarah Sittin Al-Mas’alah, (Jakarta: Daar Ihya Al-
Kitab Al-A’rabiyah, t.t), h. 6.
185
Syekh Abi Al-Muslim bin Al-Hajjab Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:
Daar Al-Fikr), t.t, h. 62
74
وهوالاب الشفيق الرحيم باليتيم والارملة “Limpahkanlah, ya Allah semulia-mulia shalawat dan salam atas
junjungan dan Nabi kami Nabi Muhammad SAW yang amat
penyantun dan penyayang.”
“Kasih sayang namun tegas dalam sikap”
“Dirinya bagai ayah penuh kasih sayang Untuk si yatim-piatu atau
janda yang lemah”.186
Salah satu sifat Allah SWT adalah kasih sayang atau dalam
bahasa arab disebut dengan ar-Rahmah. Kata ar-Rahmah sendiri
diambil dari kata Ar-Ruhmi atau Ar-Rahmi yang berarti kerabat dan
asal dari semua itu adalah Ar-rahim yaitu kandungan. Sebagaimana
dalam al-Qur’an disebutkan: 187
دوا تف ول ٱف يس إ ص دبع ض ر ل هال مترح إ نوطمعا اف خو عوهد ٱوح
نقر يب لل ٱ ن ينمح ل ٱم ﴾٥٦﴿س
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik. (Q.S. Al-A’raf: 56)
Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan Nabi SAW
disifati dengan sifat rahmat yang berarti kasih sayang, di antaranya
surat Al-Anbiya: 107.
ينع لل مة رح إ لكن سل أر وما ﴾١٠٧﴿لم
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”. (Q.S. Al-Anbiya: 107)188
186 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, , h. 3-34-36
187
Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi SAW, op. cit., h. 271. 188
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid VI, h. 334
75
Terkait dengan sifat kasih sayang Allah SWT berfirman:
ينٱ ينك ل ٱوء لضرا ٱوء لسرا ٱف يينف قونلذ م عن عاف ينل ٱوظغي ل ٱظ
بللٱولناس ٱ ن ينمح ل ٱيح ﴾١٣٤﴿س
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan”.189
(Q.S. Al-‘Imran: 134)
Kalimat والكظمين الغيظ menurut Ath-Thabari adalah orang-
orang yang menahan amarahnya ketika jiwanya dipenuhi amarah,
seperti dalam ungkapan bahasa arab “si fulan menahan amarahnya
padahal ia sanggup melampiaskannya. Dan kalimat كظم فلن غيظا
adalah orang yang tidak membalas kesalahan orang lain kepadanya
padahal ia sanggup melaksanakannya.190
Ayat di atas sangat
berhubungan sekali dengan kisah yang terdapat dalam salah satu bait
di atas. Bahwa Allah SWT sangat menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan yaitu dengan memaafkan orang lain tanpa harus
membalasnya dan menahan amarahnya yang berarti bukan tidak
sanggup untuk membalasnya.
Orang yang selalu memberikan kasih sayang kepada semua
orang walaupun musuh sekalipun ia akan mendapatkan balasannya,
ini sejalan dengan sabda Nabi SAW “sayangilah, niscaya kalian akan
disayangi, dan maafkanlah, niscaya kalian akan dimaafkan.” (HR.
ahmad, abdun bin hamid dalam al- muntakhab dan bukhari dalam al-
adab al-mufrad). Nabi SAW adalah orang yang paling baik budi
pekertinya, ketika Abi Abdullah menanyakan tentang budi pekerti
kepada Fatimah, maka ia menjawab “dia tidak keji, tidak berkata
189
Ibid, Jilid II, h. 41
190 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op.cit, Jilid. V, h. 872
76
kotor, tidak berteriak keras di pasar-pasar, tidak membalas kejelekan.
Dia adalah orang yang memaafkan dan toleran”. (HR. Tirmidzi)
191
Anas berkata, “Rasulullah adalah orang yang memiliki
perangai mulia. Aku memiliki adik kecil yang biasa dipanggil Abu
Umair yang ketika itu baru disapih. Jika Rasul datang dan
melihatnya, beliau akan bertanya, ر burung itu يا أبا عمير ما ف عل الن غي
merupakan teman bermain Abu Umair. Mungkin ketika shalat di
rumah kami, beliau pernah melihatnya. Ketika akan shalat, Nabi
Muhammad SAW meminta karpet di bawah untuk disapu dan diciprati
air. Beliau kemudian bangun dan kami mengikuti langkah beliau.
Beliau menjadi imam shalat kami”. (HR bukhori Hadits Shahih)192
Anas menambahkan, “aku tidak pernah mengetahui ada orang
yang lebih mementingkan keluarga dibanding Rasulullah SAW”. (HR
Muslim Hadits shahih) 193
Dengan mengkaitkan beberapa firman Allah SWT dan hadits
Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan agar berlaku kasih
sayang, berbuat kebajikan dengan memaafkan kesalahan orang lain
dan cerita yang terdapat dalam penggalan bait Simtud Duror di atas
menyebutkan bahwa berbuat kasih sayanglah kepada orang lain dan
kepada keluarga khususnya serta maafkan semua kesalahannya
niscaya kita akan mendapatkan balasannya berupa kebaikan pula,
dengan demikian nilai-nilai akhlak yang dapat diambil adalah sifat ar-
rahmah atau mengasihi orang lain tanpa harus membalasnya.
d. Akhlak Bermasyarakat
1) Memenuhi Undangan/Janji Dengan Tidak Membeda-Bedakan yang
Mengundang
191 Syaikh Musthafa Al-Adawy, Fikih Akhlak, op. cit., h. 57-58.
192
Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 182
193 Ibid
77
إذا دعاه المسكين اجابه اجابة معجلة
“Bila si miskin memanggilnya, ia selalu tanggap memenuhinya
segera”.194
Memenuhi janji (al-wafa’) dalam bahasa Arab merupakan
bentuk mashdar (kata yang menunjukkan pekerjaan) dari kata wafa-
yafi-wafaan.195
Jauhari mengungkapkan bahwa kata al-wafa’
(memenuhi janji) merupakan antonim kata al-gadr (khianat).196
Adapun menurut al-Jurjani, secara terminologi definisi al-wafa’
adalah memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan
dan berusaha menepati janji.197
Sifat memenuhi janji merupakan salah satu nikmat di antara
nikmat-nikmat Allah Swt yang dikaruniakan kepada hamba-Nya yang
Dia kehendaki. Barang siapa yang memenuhi janji antara dirinya dan
Tuhannya dengan tidak menyekutukan-Nya dan mengikhlaskan segala
ibadah hanya untuk-Nya maka Allah akan memenuhi janji-Nya hamba
tersebut dengan memberinya taufik dalam menjalankan rutinitas
ketaatan kepada-Nya. Karena itu, Allah Swt. Berfirman:
ٱتنقضوا ولهدتم ع إ ذالل ٱد ب عه فوا وأو هاتو دبع نم ي ل تمجعل وقد ك يد
﴾٩١﴿علونتف مالميع للٱإ نكف يلا كم علي للٱ
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”.198
(Q.S. An-Nahl: 91)
194 Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 37
195
Mahmud Al-Mishri, op.cit h. 194.
196 Ibid.,
197
Ibid., 198
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid V, h. 372
78
Seorang muslim harus bisa berbuat baik kepada semua
manusia. Dari semua golongan, baik agama maupun usia. Hubungan
baik sangat diperlukan dalam sebuah masyarakat. Karena tidak ada
seorang yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain, dalam
kehidupan bermasyarakat ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
antar masing-masing individu. Rasulullah SAW bersabda:
“Kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: menjawab
salam, mengunjungi orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi
undangan dan menjawab orang bersin”. (H.R. Khamsah) 199
Hadits diatas menjelaskan bahwa salah satu dari kewajiban
seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah memenuhi undangan,
dalam bermasyarakat undang-mengundang sudah menjadi tradisi.
Seseorang akan kecewa apabila suatu ketika ia mengundang teman
atau kerabatnya namun mereka tidak hadir. Lebih kecewa lagi jika
yang berhalangan hadir tidak memberi kabar akan ketidakhadirannya.
Maka dari itu Rasulullah SAW tidak ingin membuat kecewa hati para
sahabatnya. Nabi Muhammad SAW tidak berlaku mementingkan
undangan sahabat yang kaya dan mengacuhkan undangan dari sahabat
yang miskin. Beliau tidak membeda-bedakan siapa yang
mengundangnya.
2) Berkata Jujur
داالعبدالصادق ف ق وله وفعله واشهد ان سي دنامحم“Dan aku bersaksi bahwasanya Sayyidina Muhammad SAW
adalah hamba Allah yang benar dalam ucapan dan
perbuatannya”.200
Berdasarkan potongan Bait di atas menerangkan bahwa sifat
jujur telah melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Sekaligus
199 Ibid h. 196
200
Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-Habsyi, op.cit, h. 5
79
menerangkan pula bagaimana Nabi Muhammad SAW bermasyarakat
dan tentang bagaimana akhlak beliau ketika bergurau. Ada dua point
penting dalam kaitannya dengan pergaulan, yaitu:
- Pertama beliau suka bergaul dengan orang-orang terhormat
dan suka bergurau tetapi gurauan tersebut tidak sampai
dengan perkataan bohong atau menyakiti perasaan orang
lain. Mengenai gurauan atau lelucon, bangsa Arab adalah
bangsa yang suka ketawa dan suka kepada orang yang
tertawa, lelucon atau dalam bahasa arab disebut fakaahah,
Nabi SAW adalah orang yang lemah lembut dan jujur maka
tidak heran apabila beliau kadang-kadang melucu. Pernah ada
seorang nenek dari kaum Anshar yang meminta kepada
beliau agar berdoa kepada Allah SWT memohonkan ampun
kepada-Nya dan memasukkan ia ke surga dan beliau
menjawab seorang nenek tidak akan masuk surga maka
nenek itu menjerit maka beliau tersenyum dan membacakan
firman Allah SWT:
﴾٣٥﴿ء إ نشا هنن أنشأ إ نا “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-
bidadari) dengan langsung”.201
(Q.S. Al-Waqi’ah: 35)
-
- Kedua, beliau tidak banyak omong, selalu berkata-kata yang
berguna dan bermanfaat, beliau juga selalu mengucapkan
salam apabila bertemu dengan seseorang. Berkenaan dengan
hal-hal yang tidak berguna adalah orang yang menjauhkan
dirinya dari perkataan yang tidak berguna maka dia adalah
termasuk orang-orang yang beruntung sebagaimana Allah
SWT berfirman:
نونمؤ ل ٱلحأف قد ينٱ ﴾١﴿م عونخ صلات ه م ف يهم لذ ﴾٢﴿ش
201 Ibid, Jilid IX, h. 637
80
ينٱو ﴾٣﴿ر ضونمع و للغ ٱعن هم لذ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman
(yaitu) orang-orang yang khusyu´ dalam sembahyangnya
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tiada berguna”.202
(Q.S. Al-
Mukminun: 1-3)
Kalimat ينٱو ر ضونمع و للغ ٱعن هم لذ yaitu adalah selain
orang-orang beriman, khusu' dalam shalat, maka beruntung
pulalah orang-orang yang berpaling dari kebAthilan yang
dibenci Allah SWT.203
Ayat di atas mengidentifikasikan
bahwa keberuntungan orang yang menjauhkan diri dari hal-
hal yang tidak berguna sama keberuntungannya dengan
orang yang khusu’ dalam shalatnya.
Apabila kita menemui orang-orang yang berbuat
kebAthilan, kalau memang perbuatan itu bisa kita rubah
maka rubahlah, Allah SWT berfirman:
ينٱو ورٱهدونيش للذ وا وإ ذالز وا و للغ ٱب مر اك رام مر
﴿٧٢﴾
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu,
dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
(Q.S. Al-Furqan: 72)
Kalimat وا وإ ذا وا و للغ ٱب مر اك رام مر jika mereka melihat
kebAthilan, kemungkaran yang dapat dirubah dengan
ucapan mereka akan mengubahnya dengan ucapan, dan
apabila mereka disakiti dengan kata-kata mereka
memberikan maaf.204
Jadi apabila kita menemui seseorang
yang berbuat kemungkaran maka rubahlah dengan ucapan
sedangkan apabila kita dihina dengan kata-kata maka
202 Ibid, Jilid VI, h. 470
203
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op. cit., Jilid. XVIII, h. 672. 142 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op. cit., Jilid. XIX, h. 507-508.
81
berikanlah maaf kepada mereka.
Nabi SAW membenci orang yang suka mengumbar
kata-kata dan di hari kiamat nanti tempat duduknya akan
jauh dari beliau.sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling
dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat
adalah orang yang akhlaknya paling baik. Sesungguhnya
orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat
duduknya dariku pada hari kiamat nanti adalah orang
yang banyak mengumbar kata, orang yang besar mulut
dan orang yang sombong”. (H.R. Tirmidzi) 205
Pergaulan memiliki pengaruh yang sangat signifikan
dalam membentuk sebuah kepribadian, akhlak dan tingkah
laku manusia. Seseorang akan mengambil sifat-sifat
sahabatnya itu. Menusia merupakan makhluk social yang
harus bergaul dengan orang lain dan menjadikan sebagian di
antara mereka sebagai sahabat. Apabila dia memilih bergaul
dengan orang-orang yang bersifat jahat, fasik, dan jahat
akhlaknya, maka sifat-sifatnya akan melenceng secara
keseluruhan tanpa disadarinya.
Bagaimana seseorang dapat diketahui yaitu dengan
mengetahui teman-teman terdekatnya. Para sahabat Nabi
Muhammad SAW. Tidak akan mencapai derajat yang tinggi
melainkan karena mereka bergaul dengan Nabi SAW. Dalam
kaitannya dengan pergaulan Allah SWT berfirman:
ينٱأيهاي ق ينلص ٱمعوكونوا للٱتقوا ٱءامنوا لذ ﴾١١٩﴿د
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.” (Q.S. At-Taubah: 119)
205 Syaikh Musthafa Al-Adawy, op. cit., h. 134
82
Allah SWT menerangkan kepada orang yang hendak
menuju jalan kebahagiaan dan cara terhindar dari siksa-Nya
yang pedih yaitu dengan cara bertaqwa kepada Allah dan
selalu merasa diawasi oleh-Nya dengan melaksanakan
perintahnya mejauhi segala larangannya, jadilah orang yang
disukai Allah di dunia niscaya kamu akan bersama orang-
orang yang benar di dalam surgs. Para ahli tafsir mengatkan
makna ayat ini adalah jadilah seperti Abu Bakar, Umar, para
Muhajirin, dan bahkan seperti Nabi SAW.206
Dengan
demikian, ayat di atas memerintahkan kepada kita selain untuk
bertaqwa juga agar bergaul dengan orang-orang yang shalih.
Ajaran Islam mengatur tentang pergaulan dan siapa saja orang
yang harus kita ikuti. Berikut pendapat beberapa ulama tentang
pergaulan.
Mengenai siapa orang yang harus menjadi teman kita,
dari Abu Sa’id Al- Khudry ra. dari Nabi SAW beliau bersabda:
“Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang yang
beriman dan janganlah ada yang makan makananmu kecuali
orang yang bertaqwa”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirnidzy) 207
Sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Isa dari Ibnu
Qayyim al-Jauziah ia mengatakaan apabila seseorang hendak
mengikuti orang lain maka sebaiknya lihatlah dia apakah dia
orang yang termasuk ahli dzikir atau orang lalai, dan apakah ia
orang yang memutuskan sesuatu berdasarkan wahyu atau
dengan hawa nafsunya, apabila dia adalah orang yang ahli
dzikir dan memutuskan sesuatu berdasarkan wahtu maka
ikutilah dia.208
Untuk itu ikutilah orang-orang yang selalu
206 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op. cit., Jilid XIII, h. 366-377.
207
Muslich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin I, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
2004), h. 204.
208 Syaikh Abdul Qadir Isa, op. cit., h. 33.
83
ingat kepada Allah SWT. Untuk itu ikutilah orang-orang yang
selalu ingat kepada Allah SWT.
Jangan mendengarkan perkataan-perkataan kotor dan
melupakannya kalaupun bisa jauhilah orang-orang tersebut
kecuali dalam keadaan terpaksa ada keperluan mendesak,
ketika berkomunikasi janganlah meremehkan siapa pun dan
apa pun posisinya, karena kita tidak mengetahui mungkin
orang tersebut lebih mulia di sisi Allah SWT dibandingkan
dengan kita.209
Apabila bertemu dengan mereka awalilah dengan
mengucapkan salam, tengoklah mereka apabila sakit, bertutur
kata yang baik kepada mereka, maafkan kesalahan dan
kekhilafan dan jangan cerca atau memarahi mereka.210
Mengingatkan akan Allah SWT maka Allah SWT akan
ridha dan cinta kepadanya, sebagaimana firman-Nya:
ر ك ٱفإ نوذك ن ينمؤ ل ٱتنفعرى لذ ﴾٥٥﴿م
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang
beriman”.211
(Q.S. Adh-Dhariyat: 55)
Mengingatkan orang yang akan berbauat jahat,
sebagaimana ucapan musa kepada para tukang sihir:
وسى لهمقال ب لل ٱعلىتروا تف للكم وي م تكميس فاكذ ب عذاب ح
﴾٦١﴿ترى ف ٱمن خابوقد
Berkata Musa kepada mereka: "Celakalah kamu, janganlah
kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka
209 Ibid., h. 61.
210
Ibid., h. 61. 211
Departemen Agama RI, op.cit, Jilid IX, h. 485
84
Dia membinasakan kamu dengan siksa. Dan sesungguhnya
telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan”. 212
(Q.S. Thaha: 61)
Ketika Musa berkata kepada tukang sihir yang dibawa
Fir'aun "celakalah kalian janganlah kalian membuat-buat
kedustaan kepada Allah karena Dia akan membinasakan
kalian dengan siksa untuk selamanya. Dan tidak akan
beruntung orang yang membuat-buat kedustaan dan
menyatakan kedustaan tersebut.213
Ketika terjadi konflik maka ingatkanlah. Sebagaimana
hadits dari Ummu Salamah ra. “jika terjadi konflk di antara
kalian dan kalian melaporkannya kepadaku, mungkin
sebagian kalian lebih baik dalam beralasan dan
berbicara. Dan aku akan memutuskan sesuai dengan apa
yang aku dengar darinya. Jika dengan pengakuannya itu aku
memutuskan suatu hak untuknya dari saudaranya, maka
janganlah dia mengambil hak itu (jika dia ternyata
berbohong dengan ucapannya itu). Sesungguhnya (itu
berarti) aku memutuskan untuknya potongan api neraka”.
(HR. Bukhari dan Muslim).214
Demikianlah penulis paparkan tentang beberapa adab
pergaulan, semoga dengan pengetahuan kita tentang adab
pergaulan, Allah SWT dapat memberikan kepada kita semua
petunjuk.
212
Ibid, Jilid VI, h. 155
213 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, op. cit., Jilid XVII, h. 860-862.
214
Syaikh Musthafa Al-Adawy, op. cit., h. 128.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, Nilai-Nilai Akhlak
yang Terkandung dalam Kitab Simtud Duror karangan Al Habib Ali bin
Muhammad bin Husein Al Habsyi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Akhlak kepada Allah SWT yaitu menyucikan dan memuji asma-Nya,
memohonkan ridho, dan bersyukur.
2. Akhlak kepada Rasulullah SAW yaitu membacakan shalawat.
3. Akhlak kepada diri sendiri yaitu malu, berperangai lemah lembut,
tekad kuat, zuhud atau perangai sederhana, dermawan dan wibawa.
4. Akhlak berkeluarga yaitu memilih pasangan hidup yang baik, adil dan
kasih sayang.
5. Akhlak bermasyarakat yaitu memenuhi undangan tanpa membeda-
bedakan yang mengundang dan berkata jujur walaupun dalam kondisi
bergurau.
Proses bagaimana mempraktikkan nilai-nilai akhlak dalam
kesehariannya adalah pertama dengan menyakini adanya Allah SWT dan
mentaati ajaran-Nya yaitu dengan sikap dan perilaku yang mencerminkan
keyakinan dan kepercayaan terhadap Allah SWT. Kedua, menumbuhkan
kejujuran yaitu sikap dan perilaku untuk bertindak dengan sesungguhnya
dan apa adanya, tidak sombong, tidak dibuat-buat, tidak ditambah atau
pun tidak dikurangi. Ketiga, memiliki rasa malu yaitu dengan sikap dan
perilaku yang menunjukan tidak enak hati, hina, rendah karena berbuat
sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nurani, norma dan aturan yang
berlaku. Keempat, menumbuhkan cinta kasih sayang yaitu dengan sikap
dan perilaku yang mencerminkan adanya unsur memberi perhatian,
perlindungan dan penghormatan, tanggung jawab dan pengorbanan
terhadap orang yang dicintai dan dikasihi. Kelima, saling menghormati
86
yaitu dengan sikap dan perilaku untuk menghargai dalam hubungan antar
individu dan kelompok berdasarkan norma dan tatacara yang berlaku.
Selanjutnya bagaimana mengaplikasikannya di sekolah yaitu
dengan pendekatan-pendekatan yang bersifat mendidik. Pertama
pendekatan nilai dengan keteladan seperti seorang guru bertutur kata yang
baik, mengucapkan salam, tidak menyebut siswanya dengan panggilan-
panggilan yang menyakiti perasaannya. Kedua, pendekatan pembelajaran
tindakan yaitu dengan himbauan dan pembiasaan seperti membiasakan
murid memberi agar timbul rasa kedermawanannya, bergaul dengan semua murid
tanpa membeda-bedakan status sosial, mengagungkan nama Nabi
Muhammad SAW dengan bershalawat. Ketiga, pendekatan moral
kognitif yaitu dengan mengajak para siswa untuk berdiskusi
mengeluarkan pendapatnya dengan cara-cara yang santun.
87
B. Saran
Dengan kerendahan hati, disertai rasa hormat yang mendalam
penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi salah
satu upaya konstruktif dalam mengembangkan konsep pendidikan akhlak
di Indonesia diantaranya adalah:
1. Hendaknya nilai-nilai akhlak dalam kitab Simtud Duror dapat
diaplikasikan dengan cara-cara sebagaimana yang telah dipaparkan di
atas baik dalam lingkup diri sendiri maupun lingkup sosial
masyarakat.
2. Para pendidik guru, ustadz, kiai maupun habaib yang selalu mengajak
masyarakatnya untuk membaca Simtud Duror agar hendaknya
menjelaskan makna daripada syair-syair yang terdapat di dalam kitab
Simtud Duror.
3. Masyarakat awam yang selalu mengadakan ritual keagamaan dengan
membaca Simtud Duror tentunya agar memahami teks Simtud Duror
itu sendiri, dikarenakan teks kitab Simtud Duror berbahasa Arab maka
untuk memahaminya adalah dengan membaca kitab yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah,
2007.
Abubakar, Muhammad. Hadits Tarbiyah. Surabaya:Al-Ikhlas 1995.
Al-Habsyi, Ali bin Muhammad bin Husein. Untaian Mutiara Kisah Kelahiran
Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya (Kisah Maulid Nabi
Besar Muhammad SAW), Terj. Simtud Durar Fi Akhbar Maulid Khairil
Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar oleh Alwi bin Ali Al-
Habsyi. Solo: Sekretariat Masjid Riyadh, Cet. II, 1992.
Al-‘Asqalani, Al-Imam Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar. Fathul al-Baari.
Mesir: Daar al-Hadits t.t
Al-Adawy, Syaikh Musthafa. Fikih Akhlak. Jakarta: Qisthi Press, Cet XV, 2010
Al-Habsyi, Husein Anis.Biografi Al-habib ‘Ali Habsyi Muallif Simtud Durar.
Solo: Pustaka Zawiyah, 2000.
Al-Huffy, Ahmad Muhammad. Akhlak Nabi Muhammad SAW; Keluhuran dan
Kemulyaanya. Jakarta: Bulan Bintang, ttt.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2006.
Al-Khudhori, Syekh Muhammad Nur Al-Yakin Fi Siirati Sayyidi Al-Mursalin.
Mesir: Maktabah As-Syuruq Al-Dauliyah, t.t
Al-Mishri, Mahmud. Mausua’h Nin Akhlaqil Rasul. Jakarta: Pena Pundi Aksara,
2009.
Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam, Jilid. IX, 2008.
Amin, Ahmad. Kitab Akhlak. Cairo: Dar Al-Kutubiyah, t.t.
An-Naisaburi, Syekh Abi al-Muslim bin al-hajjab al-qusyairi. Shahih Muslim.
Beirut: Daar al-Fikr, t.t,
An-Naisabury, Imam al-Qusyairy. Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘Ilmi at-
Tasawwufi Surabaya: Risalah Gusti, Cet. II, 2010.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
89
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf. Jakarta: CV. Karya Mulia, Ed II, 2005.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, Cet XII, 2002.
Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet ke II,
1994.
As-Syibayniy, Syekh Ahmad al-Miyhi. Syarah Sittin al-Mas’alah. jakarta: Daar
Ihya al-Kitab al-A’rabiyah, t.t
Ath-Thabari Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Jami’ Al-Bayan Ayi Al-Qur’an.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
. Terj. Dari Jami’ Al-Bayan Ta’wil Ayi Al-Qur’an oleh. Ahsan
Askan. Jakarta: Pustaka Azzam, Jilid. II, V, VI, IX, X, XII, XIII, XVII, XIX,
2007.
az-Zarnujy, Syaikh. Ta’limul Mutaa’llim Thariq al-Taa’llum. Kudus: Menara
Kudus, t.t.
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Dasuki, Hafizh (Eds). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, Jilid I, Cet. III, 2008.
Daud, Ali Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lembaga Percetakan
Al-Qur’an Departemen Agama, Jilid VII, 2009.
. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lembaga Percetakan
Al-Qur’an Departemen Agama, Jilid I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X,
2009.
Faisal, Sanapiah. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional,
1982.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tashawwuf Al-Islami wa Al-Akhlaq. Jakarta: Sinar
Grafika Offset, Cet. II, 2013.
90
http://buletin-alilmu.net/2010/03/01/ar-rifq-sifat-lemah-lembut-perhiasan-
seorang-muslim/ 29 Desember 2016.
http://hamsmars.blogspot.co.id/2008/07/aa-gym-membangun-kewibawaan-
cara.html 28 Maret 2017.
http://keajaibanikhlas.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-nilai.html 28 November
2016.
http://uzey.blogspot.co.id/2009/09/pengertian-nilai.html 28 November 2016.
http://www.alislam-safa.com/prinsip-kedermawanan/ 17 Maret 2017
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/18/m5stp1-
tuntunan-islam-tekad-kuat-seorang-muslim-1 5 Januari 2017.
https://dialektika-nusantara.blogspot.co.id/2016/05/krisis-moral-generasi-muda-
indonesia.html 20 Oktober 2016.
Imam Ghazali. Adab Fi Din. Jakarta: Gema Insani, Cet. III, 1992.
Isa, Syaikh Abdul Qadir. Haqaiq at-Tashawwuf. Jakarta: Qishti Press, Cet. XIII,
2011.
Juwariyah. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras 2010.
Kaptein, Nico. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW: Asal Usul dan
Penyebaran Awalnya: Sejarah di Maghrib dan Spanyol Muslim Sampai Abad
ke-10/16. Jakarta: INIS, Cet. XXII, 1994.
Kasiram,Moh. Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Malang, Cet. I, 2008.
Kasmuri, Selamat dan Ihsan Sanusi. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia, 2012.
Laila , Abu. Akhlak Seorang Muslim. Bandung: PT Al-Ma’arif 1995.
Ma’luf, Luis. Kamus Al-Munjid. Beirut: Al-Maktabah Al-Katulikiyah, t.t
Malik ibn Anas. Al-Muwaththa’. Beirut: Darul Hadits, Juz 2, 2010 t.t
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosydakarya, 2000.
Nata, Abuddin. Akhlak Tassawuf. Jakarta: Rajawali Persi, Cet. XI 2012.
Poerbakawatja, Soegarda. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1981.
91
Rachmat, Syafe’i. Al-Hadis Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum. Bandung: CV
Pustaka Setia 2003.
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar
Maju, Cet II, 2011.
Shabir,Muslich. Terjemah Riyadhus Shalihin I. Semarang: PT. Karya Toha Putra,
2004.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996.
. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, Cet. XV, 1997.
. Tafsir al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati, Jilid. XV, Cet. IX,
2007.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta, 2013.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. II, 2006.
Tim Penyusun dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I,
1998.
Umary, Barmawi. Materi Akhlak. Solo: Ramadhani, 1993.
Vad’aq, Muhammad. Dalil Syar’i Maulid Nabi. Bekasi:Pustaka Al-Khairat 2013.
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
Top Related