Download - NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

Transcript
Page 1: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 0

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

BOGOR

2012

NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS HARIMAU SUMATERA

(Panthera tigris sumatrae)

ETIKA DAN MORAL LINGKUNGAN

Page 2: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 1

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

NILAI DAN ETIKA KONSERVASI HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae)

I. PENDAHULUAN

Konflik antara manusia dan harimau hingga awal tahun 2012 masih terus

terjadi. Prediksi konflik antara harimau dan manusia pada 2012 ini akan terus terjadi

karena perambahan kawasan hutan hingga kini masih saja berlangsung. Dalam tiga

bulan terakhir BKSDA telah menyelamatkan dua ekor harimau sumatera, satu di

antaranya terperangkap oleh jeratan yang dipasang warga. Data dari Dinas

Kehutanan setempat bahwa sekitar 30 persen dari luas total 920 ha areal hutan

produksi terbatas (HPT) telah mengalami rusak parah akibat perambahan dan telah

berganti kebun kopi dan kelapa sawit. Sedangkan untuk kawasan konservasi yang

luasnya sekitar 44.000 ha, sekitar 30 persen juga telah mengalami kerusakan

(Antara News, 2012).

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari enam

sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam

klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar

merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Jumlah

populasinya di alam bebas hanya diperkirakan sekitar 400 ekor (WWF Indonesia,

2008). Harimau sumatera saat ini menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan

hidup, mereka kehilangan habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam

oleh perdagangan illegal bagian-bagian tubuhnya dengan harga tinggi di pasar

gelap.

Makalah ini bertujuan untuk memaparkan beberapa kondisi eksisting

spesies harimau sumatera yang terancam kepunahan, tinjauan aspek hukum dan

kebijakan serta nilai-nilai etika dan moral lingkungan dalam rangka upaya

konservasinya.

Page 3: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 2

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

II. KONDISI HARIMAU SUMATERA SAAT INI

Harimau sumatera hanya ditemukan di Pulau Sumatera. Kucing besar ini

mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan,

dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Wilayah penyebarannya pada

ketinggian 0- 2.000 m dpl (O’Brien et al., 2003), tetapi kadang-kadang juga sampai

ketinggian lebih dari 2.400 m dpl (Linkie et al., 2003).

Pada pertemuan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) tahun

1992 di kota Padang, dinyatakan bahwa hanya tersisa 400 ekor harimau sumatra

yang bertahan hidup di lima kawasan konservasi besar di Sumatera. Seratus individu

lainnya diperkirakan hidup di hutan-hutan di luar kawasan konservasi (Faust and

Tilson 1994; Seal et al., 1994). Sumber lain menyebutkan data sekitar 400 ekor

harimau sumatera tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya tersebar di

daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250

ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia.

Departemen Kehutanan (2007) menjelaskan bahwa hasil analisa terkini

mengenai status harimau secara global menetapkan 12 bentang alam konservasi

harimau (Tiger Conservation Landscape) di Sumatera dan hanya dua di antaranya

yang dikategorikan sebagai prioritas global, yaitu bentang alam Kerinci Seblat dan

Bukit Tigapuluh, serta dua bentang alam prioritas regional, yaitu Bukit Balai Rejang

Selatan dan Kuala Kampar – Kerumutan (Gambar 1). Jika dipadukan dengan

beberapa hasil kajian terkini, saat ini populasi harimau sumatera terdapat

setidaknya di 18 kawasan konservasi dan kawasan hutan lain yang berstatus sebagai

hutan lindung dan hutan produksi, yang terpisah satu sama lain. Berdasarkan data

perkiraan antar waktu, populasi harimau sumatera cenderung menurun dari tahun

ke tahun (Gambar 2). Apabila tidak dilakukan intervensi pengelolaan yang tepat,

satu-satunya sub spesies harimau yang tersisa di Indonesia ini diyakini akan punah

dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Page 4: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 3

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Gambar 1. Bentang alam konservasi harimau yang dianggap perlu mendapat prioritas (Dinerstein et al. 2006)

Gambar 2. Kecenderungan populasi harimau sumatera antara tahun 1978 – 2007

Harimau sumatera mengalami ancaman akan kehilangan habitat karena

daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan

hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan

perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan

pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka

harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dimana

seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah

Page 5: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 4

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia (Dinata dan

Sugardjito, 2008). Adanya aktivitas manusia pada suatu kawasan menyebabkan

hidupan liar cenderung menghindar (Griffiths, 1994). Harimau cenderung

menghindari suara gergaji mesin (chainsaw) para pembalak dan menghindari area

di mana dilakukannya aktivitas perburuan oleh pemburu liar.

Hutan dataran rendah merupakan habitat utama harimau sumatera dengan

kepadatan 1-3 ekor per 100 km2, sedangkan daerah pegunungan 1 ekor per 100

km2. Namun, tingginya kerusakan hutan dataran rendah di Sumatera (65-80%)

menyebabkan harimau bergerak ke atas menuju hutan perbukitan dan pegunungan

(Dinata dan Sugardjito, 2008).

Daerah jelajah harimau sumatra jantan telah diketahui sekitar 110 km2 dan

betinanya mempunyai kisaran daerah jelajah antara 50-70 km2 (Franklin et al.,

1999). Daerah-daerah jelajah ini keberadaannya tumpang tindih antara individu

harimau.

Kajian yang dilakukan oleh Franklin et al. (1999) menunjukkan bahwa daerah

jelajah harimau sumatera betina dewasa berkisar antara 40 – 70 km2, sedangkan

Griffith (1994) dalam Tilson et al. (1994) memperkirakan bahwa daerah jelajah

harimau sumatera jantan dewasa sangat bervariasi, yaitu antara 180 km2 pada

kisaran ketinggian antara 100 – 600 meter di atas permukaan laut (mdpl.), 274 km2

pada kisaran ketinggian antara 600 – 1.700 mdpl., dan 380 km2 pada ketinggian di

atas 1.700 mdpl. Daerah jelajah satu harimau jantan dewasa dapat mencakup

daerah jelajah dua betina dewasa (Franklin et al., 1999).

Pada prinsipnya untuk mempertahankan hidup, harimau sumatra

memerlukan tiga kebutuhan dasar yaitu ketersediaan hewan mangsa yang cukup,

sumber air (Sunquist and Sunquist, 1989), dan tutupan vegetasi yang rapat untuk

tempat menyergap mangsa (Lynam et al., 2000).

Satwa predator ini setiap hari harus mengkonsumsi 5-6 kg daging yang

sebagian besar (75%) terdiri atas hewan-hewan mangsa dari golongan rusa

(Sunquist et al., 1999). Sebagai hewan pemangsa utama (top predator), harimau

memerlukan wilayah habitat yang luas supaya dapat hidup dan berkembang biak.

Page 6: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 5

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Oleh karena itu, kepadatan hewan mangsa sebagai sumber pakan merupakan faktor

yang sangat penting dalam mendukung keberlanjutan populasi harimau.

Ketersediaan hewan mangsa ini juga memainkan peran penting dalam menentukan

daerah jelajah individu harimau (Ahearns et al., 2001).

Luas daerah jelajah harimau sumatera memang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan satwa mangsa. Sebagai contoh, Santiapillai dan Ramono (1985)

memperkirakan kepadatan rata-rata harimau sumatera dewasa berkisar antara 1

individu/100km2 pada hutan dataran tinggi dan meningkat hingga 1 – 3

individu/100 km2 pada hutan dataran rendah. Kajian lain memperkirakan

kepadatan harimau sumatera adalah 1,1 individu/100 km2 pada hutan dataran

tinggi dan meningkat tajam hingga 2,3 – 3 individu/100 km2 pada hutan dataran

rendah (Borner, 1978).

Habitat hutan dataran tinggi yang tersisa saat ini tidak dapat mendukung

biomassa jenis-jenis ungulata besar sebagai hewan mangsa (Seidensticker, 1976).

Sebaliknya, keberadaan hutan dataran rendah sangat penting karena dapat

mendukung biomassa hewan ungulata besar seperti babi hutan (Sus scrofa), rusa

(Cervus unicolor), dan kijang (Muntiacus muntjak) sebagai hewan mangsa. Namun,

luasan hutan dataran rendah yang tersisa secara cepat menyusut akibat alih fungsi

menjadi lahan pertanian.

Harimau menyukai habitat pinggir sungai (riverine habitat). Sungai

merupakan tempat berkumpul satwa dan keberadaan harimau dekat dengan sungai

kemungkinan berhubungan dengan pemangsaan. Dinata dan Sugardjito (2008) juga

menyebutkan bahwa harimau lebih memilih kawasan yang dekat dengan sungai

agar lebih mudah melakukan penyergapan terhadap hewan mangsa. Tempat-

tempat di sekitar alur sungai mempunyai tutupan vegetasi yang rapat, sehingga

sangat menguntungkan harimau yang memburu mangsanya dengan cara serangan

mendadak atau penyergapan.

Page 7: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 6

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Departemen Kehutanan (2007) mengemukakan empat faktor yang

mengancam kelestarian harimau sumatera, yaitu :

1. Deforestasi dan Degradasi

Deforestasi yang terjadi akibat penebangan pohon menyebabkan

menurunnya biomassa vegetasi yang berarti juga menurunnya kualitas habitat.

Penurunan kualitas habitat ini sangat mempengaruhi populasi hewan-hewan

mangsa karena berkurangnya sumber pakan dan naungan vegetasi sebagai

tempat berlindung (Dinata dan Sugardjito, 2008).

Hilangnya hutan yang cukup luas dan cepat pada dasawarsa terakhir

menyebabkan luas habitat harimau sumatera berkurang dan terpecah menjadi

bagian-bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lain. Sekitar 6.700.000 hektar

tutupan hutan telah menghilang dari pulau ini antara 1985 – 1997. Sedangkan

antara tahun 2000 – 2005 Departemen Kehutanan memperkirakan deforestasi di

Pulau Sumatera mencapai 1.345.500 ha, dengan rata-rata per tahun sebesar

269.100 ha.

2. Perburuan dan Perdagangan

Perburuan ilegal ini terjadi mulai awal dasawarsa 1990. Ancaman ini tidak

hanya berasal dari perburuan langsung terhadap harimau, tetapi juga karena

perburuan terhadap mangsanya. Hasil dari kegiatan ilegal ini merupakan sumber

potensial untuk mensuplai produk asli harimau yang beredar di pasar gelap,

terutama kulit dan tulang.

Tulang Harimau memiliki harga rata-rata tertinggi, yaitu Rp. 1.050.000/kg

(Ng and Nemora, 2007). Harga tulang harimau pada tahun 2002 hanya berkisar

Rp. 106.800-605.200/kg (Shepherd dan Magnus, 2004).

Harga satu gigi taring adalah Rp. 800.000 di Dumai. Harga rata-rata gigi

taring adalah Rp. 453.333, sementara harga rata-rata untuk cakar Harimau

adalah Rp. 130.000. Kedua harga tersebut pada tahun 2002, harga rata-rata

untuk gigi taring adalah Rp. 676.400 dan harga cakar adalah Rp. 249.000

(Shepherd dan Magnus, 2004).

Page 8: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 7

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

3. Konflik

Pesatnya pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan ekonomi di

dalam dan sekitar habitat harimau sumatera menyebabkan meningkatnya

kebutuhan akan konversi lahan untuk perkebunan dan pertanian, yang kemudian

berujung pada meningkatnya potensi konflik antara harimau dan manusia. Dalam

kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, konflik antara harimau – manusia

bahkan dipercaya menjadi salah satu ancaman utama bagi kelestarian harimau

sumatera. Mereka mencatat berturut-turut 48, 36 dan 34 konflik terjadi di

Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Aceh antara tahun 1978 – 1997. Dalam kurun

waktu tersebut, tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 luka-luka dan

870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera

(Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak 40 orang

meninggal dunia antara tahun 2000 – 2004. Hasil kajian lain yang dilakukan

TRAFFIC pada tahun 2002 mengungkapkan setidaknya 35 ekor harimau sumatera

telah terbunuh akibat konflik antara harimau dan manusia selama kurun waktu

1998 – 2002 (TRAFFIC Southeast Asia, 2007).

4. Kemiskinan

Beberapa jenis satwa mangsa harimau sumatera juga merupakan sumber

protein hewani bagi kebanyakan masyarakat yang menggantungkan hidup pada

sumberdaya hutan. Secara tradisionil, masyarakat Sumatera memburu satwa

mangsa harimau untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (subsistence).

Namun demikian, faktor kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja mendorong

masyarakat untuk memburu satwa liar, tidak hanya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan dasar, tetapi juga dalam rangka meningkatkan taraf ekonomi mereka

dengan menjual hasil buruannya ke pasar-pasar lokal. Catatan Badan Pusat

Statistik (2006) mengindikasikan pendapatan masyarakat sekitar hutan di

Sumatera sekitar Rp 300.000,- – Rp 400.000,- per kepala keluarga per bulan.

Angka ini jauh di bawah upah minimum buruh di setiap provinsi di Indonesia.

Perburuan satwa mangsa harimau oleh masyarakat tersebut sangat

berpengaruh pada kelestarian harimau sumatera, karena sebagai pemangsa

Page 9: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 8

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

keberadaan mereka sangat tergantung pada kelimpahan satwa mangsanya.

Ironisnya, perburuan satwa mangsa harimau di Sumatera dapat dilakukan secara

terbuka dan aman karena belum mendapatkan perhatian serius dari pihak yang

berwenang dan kalangan penggiat konservasi harimau sumatera. Keadaan ini

diperburuk dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat sekitar

hutan terhadap pentingnya melestarikan sumberdaya alam bagi kehidupan.

Banyak masyarakat sekitar hutan yang melakukan penebangan liar dan

pembukaan hutan untuk perkebunan dan perladangan, yang pada akhirnya

mengakibatkan kerusakan dan fragmentasi habitat harimau sumatera serta

menurunnya kualitas ekosistem hutan (Departemen Kehutanan, 2007).

Di dalam struktur piramida makanan, harimau terletak paling atas dengan

peran sebagai top predator, menjadikan harimau menjadi salah satu satwa yang

berperan penting dalam keseimbangan ekosistem. Keberadaannya sangat rawan

terhadap kepunahan dibandingkan dengan jenis satwa lain apabila kawasan hutan

terpisah-pisah menjadi blok-blok hutan kecil yang tidak mampu mendukung

populasi hewan mangsa. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau

mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya,

sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat

terjaga.

Page 10: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 9

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

III. TINJAUAN ASPEK HUKUM DAN KEBIJAKAN KONSERVASI HARIMAU SUMATERA

Harimau sumatera terdaftar pada status Kritis oleh IUCN 2006 Red List of

Threatened Animals dan juga dalam Apendiks I pada Convention on International

Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), serta dilindungi oleh

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

UU Nomor 5 Tahun 1990 pasal 21 ayat 2 menegaskan :

”Setiap orang dilarang untuk : a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,

memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi”.

Menindaklanjuti peraturan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan UU

yang menetapkan bahwa Perdagangan Tubuh Harimau adalah perbuatan kriminal.

Pelanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman

penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimum 100 juta.

UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 poin m menegaskan

“…dilarang mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang”.

Page 11: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 10

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Beberapa peraturan lainnya yang jelas mengatur tentang satwa adalah :

1. Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.

2. Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam

di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan di Taman Hutan

Raya.

3. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam.

Pada tahun 2007, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan

No. P.42/Menhut-II/2007 tentang Strategi Rencana aksi Harimau Sumatera

(Panthera tigris sumatrae) 2007 – 2017. Peraturan ini menetapkan Dokumen

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017 yang di

dalamnya memuat strategi dan rencana aksi yang akan dievaluasi setiap 5 (lima)

tahun.

Meskipun telah diberikan status perlindungan penuh, baik di Indonesia

maupun di dunia internasional, namun bagian-bagian tubuh Harimau masih dapat

ditemui diperdagangkan secara terbuka di Sumatera. Bahasan tentang kebijakan

dan peraturan perundang-undangan tentang konservasi harimau sumatera ini pada

akhirnya juga akan sangat ditentukan oleh komitmen penegakan hukum yang ada.

Medan dan Pancur Batu adalah pusat utama dari perdagangan utama di Sumatera

Utara, namun tidak ada satu pun kasus yang dibawa ke pengadilan di kedua kota

tersebut selama kurun waktu 2004 dan 2006. Hal tersebut menunjukkan bahwa

upaya-upaya penegakan hukum masih kurang dilaksanakan di dua pusat penting

perdagangan bagian-bagian tubuh Harimau tersebut (Ng and Nemora, 2007).

Data mengenai jumlah perburuan dan kasus kepemilikan ilegal yang dibawa

ke pengadilan Indonesia dari tahun 2004 hingga saat ini didapatkan dari PHKA.

Terdapat 12 kasus pidana terkait Harimau dari tahun 2004 hingga akhir Desember

2006 di enam provinsi. Provinsi Jambi memiliki kasus paling banyak yang dibawa ke

pengadilan, yang kemungkinan besar terkait dengan peran aktif dari Taman

Page 12: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 11

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Nasional Kerinci Seblat/FFI Tiger Team melawan para pemburu Harimau (Ng and

Nemora, 2007).

Hukuman tertinggi yang pernah diberikan adalah di Provinsi Sumatera Barat

pada tahun 2006, ketika tersangka diwajibkan membayar denda sebesar

Rp.1.000.000 dan hukuman kurungan penjara selama satu tahun dua bulan.

Penuntutan lainnya berbeda-beda dari mulai hanya hukuman penjara hingga

hukuman penjara dan denda yang mencapai Rp. 500.000. sebuah lokakarya

berjudul “Memberantas perdagangan dan perburuan liar terhadap Harimau

Sumatra“ (“Combating the trade and poaching of the Sumatran Tiger”) di Medan,

pada tanggal 28 Februari 2007 untuk mempresentasikan hasil-hasil survei dan untuk

memprioritaskan aksi-aksi penegakan hukum guna menghentikan tempat penjualan

dan para pedagang produk-produk Harimau di kota di Sumatera bagian Utara.

TRAFFIC menyajikan data rahasia dari seluruh tempat penjualan yang memiliki

bagian-bagian tubuh Harimau kepada Otoritas Pengelola CITES di Sumatera dan

Jakarta pada bulan April 2007. Walaupun telah diselenggarakan lokakarya dan

disampaikan informasi rahasia, sayangnya belum ada tindakan penegakan hukum

yang dilakukan terhadap pedagang yang menjual bagian-bagian tubuh Harimau di

Medan dan Pancur Batu (Ng and Nemora, 2007).

Page 13: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 12

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

IV. TINJAUAN ASPEK ETIKA DAN MORAL TERHADAP KONSERVASI HARIMAU SUMATERA

Harimau sumatera dalam pandangan masyarakat adat tradisional

Minangkabau dianggap tetap memiliki etika ketika merasa terancam bahkan saat

disakiti. Orang Minangkabau menyebutnya “ampek langkah saat sang harimau

sumatera menahan sabar menunggu empat langkah menahan sakit sebelum

akhirnya bergerak melawan”. Bagi masyarakat Riau, sosok harimau dianggap hewan

agung. Masyarakat Desa Jumroh, desa yang terletak di kawasan blok Hutan adat

Senepis, suaka marga satwa harimau sumatera, biasanya memanggilnya dengan tok

belang, seperti memberi gelar kebangsawanan Datok atau Tok.

Menurut Keraf (2002) munculnya masalah lingkungan hidup adalah masalah

moral, persoalan perilaku manusia. Lingkungan hidup bukan semata-mata

persoalan teknis. Demikian pula, krisis ekologi hingga level global yang kita alami

saat ini adalah persoalan moral atau krisis moral secara global. Oleh karena itu perlu

etika dan moralitas untuk mengatasinya.

Dalam praktek kehidupan para profesional, konsep etika tersebut

dirumuskan sebagai aturan (kode etik) yang mengikat dan menetapkan perilaku

atau perbuatan para profesional tertentu. Dalam perspektif makna etika seperti

inilah, konsep etika konservasi mengandung makna sebagai aturan, ketentuan,

pedoman yang menetapkan suatu perbuatan manusia atau kelompok manusia itu

sesuai dengan asas dan prinsip-prinsip konservasi ataukah tidak.

Meskipun etika dan moral sama-sama membahas obyek yang sama yakni

perbuatan manusia, namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Nata (1996)

mencatat, ada beberapa perbedaan antara etika dan moral.

Pertama, etika lebih menekankan penentuan nilai perbuatan manusia baik

atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan tolok

ukur moral adalah norma-norma, adat istiadat dan kebiasaan yang tumbuh

dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Page 14: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 13

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Kedua, etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran

konsep-konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul

dalam tingkah laku yang berkembang di dalam dan diterima masyakarat.

Ketiga, moral lebih dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan

etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.

Dalam perspektif konservasi biodiversitas, makna moral ini menempatkan

seseorang untuk selalu bertindak sesuai dengan asas-asas konservasi sekaligus

perwujudan penunaian kewajiban dasarnya sebagai makhluk Tuhan yang harus

senantiasa memelihara dan menjaga bumi beserta isinya. Adalah sungguh tidak

bermoral, jika manusia sebagai sebaik-baik ciptaan Tuhan yang mengemban

amanah mulia sebagai wakil Tuhan (khalifa-Nya) dan tergolong sebagai makhluk

berbudaya, beradab dan berakal budi, namun bertindak merusak dan menyebabkan

kepunahan biodiversitas di muka bumi ini.

Beberapa prinsip etika konservasi biodiversitas yang dapat dikaji dari pesan-

pesan ayat Al-Qur’an perlu dipahami dan dikembangkan dalam rangka mendukung

upaya konservasi. Beberapa prinsip etika konservasi biodiversitas yang dapat

diuraikan berdasarkan perspektif Al Quran sebagai berikut :

Prinsip Pertama : Tuhan sebagai Pencipta dan Pemilik hakiki segala sesuatu di bumi, dan adanya Keragaman Ciptaan-Nya

Al-Qur’an menggariskan bahwa pencipta dan pemilik hakiki bumi beserta segala

isi yang terkandung didalamnya adalah Tuhan. Tuhan pulalah yang menjadi Maha

Pemberi segenap keperluan hidup manusia. Banyak ayat Al-Qur’an menggariskan

tentang prinsip ini diantaranya tertuang dalam QS Thaha (20): 6, QS Al-Hijr (15): 20;

QS Al-Furqan (25): 59; QS Al-Baqarah (2): 29; QS Qaaf (50): 38; An-Nur (24): 45.

“Kepunyaan Allah-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi,

semua yang ada diantara keduanya dan semua yang ada di bawah bumi" (QS Thaha

: 6). "Dan Kami (Allah) telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan

hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu bukan pemberi

rezekinya" (QS Al-Hijr (15) : 20). "Dialah (Allah) yang menciptakan langit dan bumi

Page 15: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 14

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa" (QS Al-Furqan 25): 59).

"Dialah yang menciptakan bagimu segala yang ada di bumi semuanya ....(QS Al-

Baqarah (2): 29). "Dan sesungguhnya telah Kami (Allah) ciptakan langit dan bumi

dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa ....." (QS Qaaf (50): 38).

Prinsip ini menegaskan batasan kepada manusia untuk tidak boleh bertindak

melampaui kewenangan sebagai bukan pemilik sebenarnya (hakiki) dari bumi

beserta segenap isinya termasuk biodiversitas. Jangan bertindak mengingkari

(dzalim) atas prinsip ini. "Dan Dia (Tuhan) telah memberikan padamu

(keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu

menghitung-hitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghitungnya.

Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim (mengingkari)" (QS Ibrahim (14): 34).

Al-Qur’an bahkan juga menunjukkan secara jelas konsep biodiversitas

(keanekaragaman hayati) ciptaan-Nya baik jenis flora, fauna dan ekosistem (QS An-

Nahl (16):11; Lukman (31) : 10; Fathir (35) : 27-28; Yaasin (36): 34, 71, 80; Al-An'am

(6) : 99, 141; Fathir (35): 12).

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian

dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya, dan sebagian berjalan dengan

dua kaki, dan sebagian yang lain berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan

apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”

(QS An-Nuur (24): 45).

Prinsip Kedua: Manusia sebagai wakil Tuhan (Khalifah) yang bertugas sebagai

pengelola dan pemakmur bumi.

Prinsip ini menggariskan bahwa manusia hanya berstatus sebagai wakil

Tuhan dengan tugas utama mengelola dan memakmurkan bumi, sehingga tidak

dibenarkan bertindak melampaui batas kewenangan tersebut. Upaya

pengembangan pemanfaatan semua sumberdaya ciptaan Tuhan sebagai Pemilik

hakiki harus dikhidmatkan bagi kepentingan dan kemaslahatan kemakmuran bumi;

menyimpang dari prinsip ini berarti menyalahi dan berdampak negatif terhadap

Page 16: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 15

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

kehidupan di bumi. Al-Qur’an menggariskannya dalam banyak ayat, diantaranya

tertuang dalam QS Al-Baqarah (2): 30; QS Huud (11): 61 sebagai berikut:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah (wakil) di muka bumi" (QS

Al-Baqarah (2): 30)."Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan

menjadikan kamu sebagai pemakmurnya" (QS Huud (11) : 61).

Prinsip Ketiga: Keseimbangan dan Keterukuran Alam Ciptaan

Al-Qur’an menggariskan prinsip tentang sifat keseimbangan dan keterukuran

alam sebagai ciptaan Tuhan. Karakter sumberdaya alam yang seimbang dan terukur

mengharuskan manusia sebagai wakil Tuhan dengan tugas utama pemakmur dan

penjaga bumi untuk senantiasa bertindak dalam koridor karakter dasar sumberdaya

yang seimbang dan terukur tersebut. Menyimpang dari prinsip ini pasti akan

menimbulkan ketidakseimbangan dan gangguan pada sistem alam yang seimbang

dan terukur tersebut. Diantara ayat Al-Qur’an yang menggariskan prinsip ini adalah

QS Al-Mulk (67): 3; QS Al-Hijr (15): 19 dan 21; Al-Qamar (54): 49 dan Al-Furqan

(25): 2.

"Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya

(sumbernya), dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang

tertentu" (QS Al-Hijr (15): 21). "Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan

Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,

adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang" (QS Al-Mulk (67): 3). ”…dan Dia

telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan

serapi-rapinya” (QS Al-Furqan (25): 2). "Dan Kami telah menghamparkan bumi dan

menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu

menurut ukuran" (QS Al-Hijr (15) : 19).

Prinsip Keempat: Prinsip larangan berbuat kerusakan di muka bumi dan dampak

kerusakan bumi.

Banyak ayat Al-Qur’an menegaskan tentang prinsip larangan membuat

kerusakan di muka bumi, diantaranya seperti digariskan pada QS Al-Baqarah (2): 11;

Al-A’raf (7): 56; An-Nahl (16): 34; Al-Qashash (28): 77; Asy-Syu’araa (26): 151-152).

Page 17: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 16

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah

memperbaikinya (Surah Al-A’raf (7) ayat 56). “Dan janganlah kamu membuat

kerusakan di muka bumi (QS Al-Baqarah (2): 11). Dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berbuat kerusakan" (QS Al-Qashash (28): 77).

Al-Qur’an juga menegaskan bahwa dengan sifat dasarnya yang seimbang dan

terukur, maka sebenarnya semua kerusakan yang terjadi di muka bumi adalah

akibat ulah perbuatan manusia. "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut

disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada

mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan

yang benar)" (QS Ar-Rum (30): 41). Al-Qur’an juga menegaskan larangan mengikuti

perintah pemimpin manapun yang menyebabkan kerusakan di atas bumi. “ …..dan

janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang

membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan" (QS Asy-

Syu'araa' (26) : 151-152).

Prinsip Kelima: Larangan memanfaatkan sumberdaya secara berlebih-lebihan (boros) dan melampaui batas.

Al-Qur’an juga menegaskan tentang prinsip larangan pemanfaatan

sumberdaya secara berlebih-lebihan (boros) dan melampaui batas, selain menyalahi

karakter dasar sumberdaya yang seimbang dan terukur, tetapi lebih dari itu juga

menyalahi prinsip hakekat keberadaan manusia dengan fungsi dan tugas utama

sebagai pemakmur dan pengelola bumi. Hal ini antara lain seperti digariskan dalam

QS Al-Baqarah (2): 190; Al-An’am (6): 141; Al-Isra’ (17): 27; QS Al-Furqan (25): 67;

QS Al'Alaq (96): 6-7.

"Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun

dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah

dari buahnya yang bermacam-macam itu bila dia berbuah dan tunaikan haknya di

hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah

Page 18: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 17

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berlebih-lebihan" (QS Al-An'am (6) : 141).

"Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara syetan" (QS Al-

Isra' (17): 27). "Janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS Al-Baqarah (2): 190).

Prinsip Keenam: Semua fauna (binatang) di bumi memiliki hak yang sama dengan manusia sebagai sesama umat Tuhan dan Larangan membunuh spesies apapun tanpa alasan syar’i.

Al-Qur’an menegaskan perihal kedudukan semua binatang (fauna) di muka

bumi sebagai sesama umat seperti halnya manusia. Artinya mereka juga memiliki

hak hidup dan hak untuk diperlakukan secara baik dan benar sesuai karaker

dasarnya. Tidak boleh meniadakan hak hidup mereka tanpa alasan yang dibenarkan

(syar’i). “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang

terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu

(manusia). Tiadalah Kami (Tuhan) alpakan sesuatupun di dalam penciptaannya (Al-

Kitab), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun” (QS Al-An’am (6): 38). “Dan

orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah, dan tidak membunuh

jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar.

(QS Al-Furqan (25): 68).

Prinsip Ketujuh: Perintah mempelajari (berpikir) tentang gejala alam (hewan & tumbuhan)

Al-Qur’an juga secara tegas menggariskan prinsip yang terkait dengan

keharusan mempelajari atau berpikir tentang fenomena alam dalam rangka

mengembangkan pola pengelolaan yang benar dan sejalan dengan karakter dasar

sumberdaya alam sebagai ciptaan Tuhan. Diantara ayat-ayat Al-qur’an yang

menggariskan prinsip ini adalah QS An-Nahl (16): 11, 66-67; Al-Mulk (67): 19, 30;

Qaaf (50): 7-8; Ar-Ra’du (13): 4; Al-Fathir (35): 27; Al-Ghaasyiyah (88): 17-20.

Page 19: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 18

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Prinsip Kedelapan: Setiap orang atau komunitas harus bertanggungjawab atas seluruh perbuatannya dan akan menerima akibatnya di dunia maupun di akhir, sebesar atau sekecil apapun juga.

Al-Qur’an menggariskan bahwa setiap perbuatan manusia di dunia ini

siapapun dia akan diminta pertanggungjawabannya di dunia ini maupun di akhirat

nanti, sebesar biji sawi sekalipun perbuatan itu. Setiap perbuatan manusia secara

individual maupun kelompok dipastikan akan memperoleh balasan (ganjaran),

apakah perbuatan baik ataupun jelek. Al-Qur’an menegaskannya didalam beberapa

ayat berikut : QS Al-Zalzalah (99); 7-8; An-Naazi’aat (79): 34-41; Al-An’am (6): 132;

Al-A’raf (7): 6-9; Yunus (10): 52.

Prinsip Kesembilan: Semua manusia memiliki kedudukan yang sama di muka bumi dan keharusan membangun kerjasama dalam kebaikan untuk kemasalahatan di bumi.

Al-Qur’an menetapkan bahwa semua manusia, tanpa membedakan suku

bangsa sesungguhnya memiliki kedudukan yang sama dan harus memperoleh

perlakuan yang sama. Yang membedakannya adalah kebajikan yang diperbuatnya

yang menghantarkannya menjadi mulia sebagai orang yang bertaqwa dalam

pandangan Tuhan. Untuk itulah maka setiap manusia atau komunitas

diperintahkan untuk saling kenal-mengenal dan saling membantu di dalam berbuat

kebajikan dan dilarang untuk saling tolong-menolong di dalam berbuat kerusakan;

setiap orang wajib bertindak adil terhadap siapapun dan dalam keadaan apapun.

Diantara ayat Al-Qur’an yang menggariskan tentang prinsip tersebut, yakni QS Al-

Hujuraat (49): 13; Al-Maidah (5): 2, 8; Al-An’am (6): 152.

Selain tinjauan dari perspektif Al Qur’an, banyak pula hadits yang telah

meriwayatkan sisi kasih sayang kepada hewan, di antaranya :

1. Larangan membuatnya lapar.

Abdullah bin Umar radhiyallhu ‘anhuma menceritakan bahwa Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang perempuan di azab disebabkan

seekor kucing yang dikurungnya sampai mati maka diapun masuk neraka

karenanya. Dia tidak memberinya makan tidak pula memberinya minum ketika

Page 20: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 19

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

dia mengurungnya dan tidak pula dia melepaskannya untuk mencari makan dari

binatang-binatang tanah.” Sahal bin Hanzhalah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seeekor unta yang

kurus maka beliau berkata : “Takutlah kalian kepada Allah dalam urusan

binatang-binatang ini. Kendarailah dia dalam keadaan baik dan makanlah dia

dalam keadaan baik pula.”

2. Larangan Mengejutkannya/Membuatnya Khawatir

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menceritakan : “Kami pernah

bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu perjalanan lalu beliau

pergi menunaikan hajatnya, maka kami melihat seekor burung dengan dua

anaknya lalu kami mengambil kedua anaknya itu kemudian datanglah induk

burung itu dan mulai meletakkan sayapnya, kemudian datanglah Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam dan berkata : “Siapa yang mengejutkan (membuat khawatir)

burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikanlah anaknya kepadanya.”

3. Larangan membebaninya dengan beban yang tidak mampu dipikulnya.

Abdullah bin Ja’far radhiyallahu ‘anhuma menceritakan : “Pada suatu hari

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam salah satu kebun kaum

Anshar, tiba-tiba seekor unta mendekati beliau dan bersuara serta air mata unta

itu mengalir, ketika unta itu melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

diapun mengeluarkan suaranya dan air matanya mengalir, maka Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap punggung dan telinganya maka diapun

tenang. Lalu Nabi berkata : “Siapa pemilik unta ini?” Maka datanglah seorang

pemuda Anshar dan berkata : “unta itu milikku wahai Rasulullah.” Maka beliau

berkata : “Tidakkah engkau takut kepada Allah terkait binatang yang telah Allah

jadikan sebagai milikmu ini, sesungguhnya dia telah mengadu kepadaku bahwa

engkau telah membuatnya lapar dan membuatnya kelelahan”

Tinjauan dari perspektif Al Qur’an dan hadits di atas hendaknya mampu

diinterpretasikan lebih nyata dalam sistem kehidupan kita sebagai makhluk Tuhan.

Berdasarkan perspektif, konflik yang terjadi terus menerus antara manusia dan

Page 21: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 20

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

harimau seharusnya tidak perlu terjadi, sebab manusia sebagai makhluk yang

dianugerahi kelebihan akal serta pikiran dibanding makhluk lainnya di muka bumi

ini sepatutnya menjadi kaum yang mampu menjaga serta memelihara kelestarian

dan kelangsungan hidup ekosistem di bumi ini secara seimbang.

Pada akhirnya, realisasi tujuan dari setiap tahapan Pembangunan

Berkelanjutan harus benar-benar mampu menyeimbangkan ketiga pilar yaitu

ekologi, sosial dan ekonomi. Permasalahan utama yang dihadapi oleh upaya

konservasi harimau sumatera saat ini adalah karena habitat serta home-range yang

makin terbatas. Pada konteks ini, kesadaran dari semua pihak pada tataran etika

dan moral lingkungan, pengaturan lanskap ekologi pada tataran teknis sangat

dibutuhkan di samping pentingnya penegakan hukum yang adil bagi para pelaku

kejahatan lingkungan.

Page 22: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 21

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

V. KESIMPULAN

Konflik manusia dan harimau yang telah banyak memakan korban terutama

disebabkan karena habitat harimau yang semakin terdesak.

Pola hidup harimau sumatera secara alami membutuhkan habitat dan home-

range, sumber air dan satwa mangsa yang cukup untuk tetap bertahan hidup.

Jumlah populasi yang makin sedikit serta posisi perannya dalam mendukung

keseimbangan ekosistem di alam menjadi alasan utama mengapa spesies ini

harus dilindungi.

Kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada masih kurang didukung

penegakan hukum yang adil untuk semua pihak.

Terdapat banyak nilai etika dan moral menurut perspektif Al Qur’an dan hadits

yang dapat dijadikan landasan berfikir dan bertindak untuk konservasi termasuk

satwa harimau sumatera.

Kesadaran dari semua pihak pada tataran etika dan moral lingkungan menjadi

hal penting sebagai solusi utama konservasi harimau sumatera.

Page 23: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 22

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

VI. REFERENSI

Ahearns SC, Smith JLD, Joshi AR, Ding J. 2001. TIGMOD: An individual-based spatially

explicit model for simulating tiger/human Interaction in multiple use forests. Ecological Modelling 140 : 81-97.

Al Quran dan Terjemahannya, Wakaf Khadim Al Haramain asy Syarifain, Kompleks

Percetakan Al karin Raja Fard. AntaraNews. 2012. Konflik Harimau dan Manusia Terus Terjadi.

http://m.antaranews.com/berita/301913/konflik-harimau-dan-manusia-terus-terjadi [download 29 Maret 2012]

Borner M. 1978. Status and Conservation of the Sumatran tiger. Carnivore 1:97-102.

Departemen Kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau

Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Dinata Y, Sugardjoto J. 2008. Keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris

sumatrae Pocock, 2929) dan Hewan Mangsanya di Berbagai Tipe Habitat Hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera. Biodiversitas 9 (3) : 222-226.

Dinerstein E, Loucks C, Heydlauff A, Wikramanayake E, Bryja G, Forrest J, Ginsberg J,

Klenzendorf S, Leimgruber P, O’Brien T, Sanderson E, Seidensticker J, Songer M. 2006. Setting Priorities for the Conservation and Recovery of Wild Tigers: 2005–2015. A User’s Guide. WWF, WCS, Smithsonian, and NFWF-STF, Washington, D.C. – New York.

Faust T, Tilson R. 1994. Estimating how many tigers are in Sumatra: a beginning.

Dalam: Tilson, R., K. Soemarna, W. Ramono, S. Luslie, K.H. Taylor, and U. Seal (eds.). Sumatran Tiger Population and Habitat Viability Analysis Report. Jakarta: Indonesian Directorate of Forest Protection and Nature Conservation and IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group. Apple Valley, Minnesota.

Franklin N, Bastoni, Sriyanto, Siswomartono D, Manansang J, Tilson R. 1999. Last of

the Indonesian tigers: a cause for optimism. Dalam : Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge, UK.: Cambridge University Press.

Page 24: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 23

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Griffith M. 1994. Population density of Sumatran tiger in Gunung leuser National Park. Dalam : Tilson R, Soemarna K, Ramono W, Luslie S, Taylor KH, Seal U (eds.). Sumatran Tiger Population and Habitat Viability Analysis Report. Jakarta: Indonesian Directorate of Forest Protection and Nature Conservation and IUCN/SSC Conservation Breeding Specialist Group. Apple Valley, Minnesota.

Nata A. 1996. Akhlak Tasauf. PT Raja Grafindi Persada. Jakarta.

Ng J and Nemora. 2007. Tiger Trade Revisited in Sumatra, Indonesia. TRAFFIC Southeast Asia, Petaling Jaya, Malaysia

Nyhus PJ, Tilson R. 2004. Characterizing human-tiger conflict in Sumatra, Indonesia:

implications for conservation. Oryx Vol 38(1):68 – 74.

Karanth KU, Stith BM. 1999. Prey Depletion as a Critical Determinant of Tiger Population Viability. Dalam : Siedensticker J, Christie S, Jackson P (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge, UK.: Cambridge University Press.

Keraf SA. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Linkie M, Martys DJ, Holden J, Yanuar A, Hartana AT, Sugardjito J, William NL. 2003.

Habitat destruction and poaching threaten the Sumatran tiger in Kerinci Seblat National Park, Sumatra. Oryx 37: 41-48.

O’Brien TG, Kinnaird MF, Wibisono HT. 2003. Crouching Tiger, Hidden Prey:

Sumatran tiger and prey populations in a tropical forest landscape. Animal Conservation 6: 131-139.

Santiapillai C, Ramono WS. 1985. On the status of the tiger (Panthera tigris sumatrae

Pocock, 1829) in Sumatra. Tiger paper 12(4):23- 29. Santiapilai C, Ramono WS. 1993. Conservation of Sumatran tiger (Panthera tigris

sumatrae) in Indonesia. Tiger Paper 20 : 44-48. Seal U, Soemarna K, Tilson R. 1994. Population biology and analysis for Sumatran

tiger. Dalam : Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge, UK.: Cambridge University Press.

Seidensticker J. 1976. On the ecological separation between tigers and leopards. Biotropica

8(4) : 225- 234.

Shepherd CR, Magnus N. 2004. Nowhere to hide: The trade in Sumatran Tiger.

TRAFFIC Southeast Asia.

Page 25: NILAI DAN ETIKA KONSERVASI BIODIVERSITAS ......870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus and Tilson, 2004). Sementara itu, PHKA mencatat sebanyak

E T I K A D A N M O R A L L I N G K U N G A N | 24

– DEWI (P062110091) – RITA (P062110121) ritabulan.wordpress.com 2012

Sunquist ME, Sunquist FC. 1989. Ecological constraints on predation by large felids.

Dalam : Gittleman JL (ed.). Carnivore Behavior, Ecology, and Evolution. Ithaca, NY.: Cornell University Press.

Sunquist ME, Karanth KU, Sunquist FC. 1999. Ecology, behavior and resilience of the

tiger and its conservation needs. Dalam : Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge, UK.: Cambridge University Press.

Tilson R, Sriyanto EL, Rustiati, Bastoni, Yunus M, Sumianto, Apriawan, Franklin N

(ed.). 1994. Proyek Penyelamatan Harimau Sumatra: Langkah-langkah konservasi dan Manajemen In-situ dalam Penyelamatan Harimau Sumatra. Jakarta: LIPI.

TRAFFIC Southeast Asia. 2007. Perdagangan harimau di Sumatera: fakta dan

gambaran dari hasil survei TRAFFIC 2002 & 2006. Presentasi dalam Lokakarya Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau dan Gajah. Padang 29 – 31 Agustus 2007 (Tidak dipublikasikan)