18
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Bab ini memuat hasil penelitian dan analisis data. Sebelum
menganalisis data, peneliti akan mengawali bab ini dengan pemaparan tentang
key informan yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dianggap perlu agar
pembaca memeroleh gambaran yang lebih jelas tentang latar belakang dari
data yang dibahas. Setelah itu disajikan berturut-turut budaya populer yang
digunakan sebagai persfektif dalam menyoroti key informan dalam penelitian
ini. Objek kajian selanjutnya yang diperlukan adalah perilaku imitasi para
mahasiswi dalam hal berpakaian.
4.1 Profil Narasumber
Sebelum mendapatkan key informan, peneliti membagi beberapa
mahasiswi kedalam 5 kategori yaitu berdasarkan usia, asal, universitas dan
intensitas penggunaan Instagram. Per kategori tersebut terdapat 7 narasumber
dari kategori usia, 6 narasumber dari kategori asal, 6 narasumber dari kategori
universitas, 6 narasumber dari kategori fakultas, dan 6 narasumber dari
kategori intensitas penggunaan Instagram. Untuk mendapatkan key infroman,
peneliti melakukan proses observasi dengan tanya jawab seputar Instagram
dan online shop serta melihat posting-an mereka di akun Instagramya. Dari 31
narasumber, peneliti mendapatkan 11 key informan dimana 2 narasumber dari
kategori usia, 3 narasumber dari kategori asal, 2 narasumber dari kategori
universitas, 2 narasumber dari kategori fakultas, dan 2 narasumber dari
kategori intensitas penggunaan Instagram. Setelah mendapatkan key informan,
peneliti lanjut ke tahap selanjutnya yaitu wawancara mendalam seputar social
media endorsement dan gaya berpakaian yang terbentuk karena social media
endorsement. Berikut adalah data diri dari key informan dari penelitian ini:
19
Tabel 4.1
Data diri key informan
Nama Usia Asal Universitas /
Fakultas
Intensitas
Penggunaan
Alya
Ariyanti
Prameswari
18 Jakarta
Universitas
Gunadarma /
Psikologi
Menghabiskan
waktu dengan
Atika
Mutiara 20 Depok
Universitas
Gunadarma /
Ekonomi
Intens saat ada
waktu kosong
Cantika
Adrienne
Adora
Kinanthi
21 Balikpapan Universitas Indonesia
/ Kedokteran Gigi
Intens saat ada
waktu kosong
Devita Sari
Putri 19 Jakarta
Universitas
Gunadarma /
Ekonomi
Intens saat ada
waktu kosong
Lidya Dwi
Pangesty 22 Depok
Politeknik Negeri
Jakarta / Administrasi
Bisnis
Menghabiskan
waktu dengan
Naomi Tisa
F 22 Depok
Universitas Pancasila
/ Ekonomi
Menghabiskan
waktu dengan
Safira Mutia
Pratiwi 18 Jakarta
Universitas Indonesia
/ Ilmu Pengetahuan
Budaya
Intens saat ada
waktu kosong
Saskia
Ramadhani
Hadi
20 Depok
Universitas
Gunadarma / Teknik
Sipil dan Arsitektur
Menghabiskan
waktu dengan
Sekar
Narwastu 22 Depok
UPN “Veteran” /
Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
Intens saat ada
waktu kosong
Viesya
Ananda Putri 21 Depok
Politeknik Negeri
Jakarta / Teknik
Elektro
Menghabiskan
waktu dengan
Yashinta
Rahayu
Wulandari
18 Jakarta
Universitas Indonesia
/ Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik
Menghabiskan
waktu dengan
Sumber: Diolah dari data primer, 2017
Setelah dilakukan wawancara mendalam dengan key informan, peneliti
menganalisa hasil penelitian tersebut untuk menggambarkan kegiatan
mahasiswi dengan Instagramnya dan gaya berpakaian mahasiswi yang
terbentuk dari social media endorser.
20
4.2 Gambaran Penggunaan Instagram di Kalangan Mahasiswi
Instagram tak bisa dipungkiri lagi telah menjadi salah satu media sosial
yang sering digunakan oleh masyarakat untuk berbagi kegiatan sehari-harinya
baik dalam bentuk foto maupun video. Instagram, berhasil menyita perhatian
masyarakat mulai dari dewasa hingga anak-anak tanpa mengenal batas.
Mahasiswi yang menjadi narasumber dari penelitian ini menyatakan bahwa
mereka sering menghabiskan waktunya untuk bermain Instagram. Ada
diantara mereka yang rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk
melihat Instagram bahkan ada pula yang menyatakan sering melihat Instagram
hingga tak terhitung berapa kali sehari melakukannya. Beberapa diantara
mereka ada juga yang menghabiskan waktu dengan Instagram hanya disaat
lengang saja. Berikut adalah ungkapan mahasiswi berkaitan intensitas dan
manfaat dari penggunaan Instagram:
“Lebih ke menghabiskan waktu sama Instagram sih karena apa ya
jaman sekarang juga apa apa taunya juga sari sosmed (sosial media)
gitu karena bisa ngeshare (berbagi) apapun yang kita senengi. Terus
bisa tau kegiatan artis-artis yang aku suka”1
“Tergantung, kalo situasinya lagi santai kadang bisa buka Instagram
terus. Aku jadi bisa tau dan berhubungan lagi sama temen-temen lama
yang udah lama banget gak ketemu, terus juga bisa jadi inspirasi pas
buka akun-akun yang ngepost fashion kaya outfit yg keren-keren atau
cara masak dan lain-lainnya. Terus kita juga bisa dapet info berita
terupdate dari Instagram”2
“Hampir setiap hari sih ya, keseringan kalau lagi gabut (tidak ada
kegiatan atau pekerjaan) gitu kak. Aku bisa tau tempat-tempat bagus
terus juga kalo lagi cari foto gak bagus di Google ada di Instagram” 3
“Biasanya ya kalo lagi gabut (tidak ada kegiatan atau pekerjaan)
sama iseng (sekedar main-main saja) aja. Yang pasti gue bisa ketemu
temen-temen lama gue terus bisa ketemu banyak hal yang gue suka”4
1 Hasil wawancara dengan Alya, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 21 Agustus 2017
2 Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017
3 Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017
21
“Lumayan intens sih, kayak misalnya sehari bisa lebih dari 4 kali buka
ig (Instagram). Soalnya semuanya jadi lebih mudah gitu cha. Kaya
misalnya info-info sama belanja-belanja hehe soalnya banyak
pilihannya”5
“Awal bikin ig bener-bener kalo mau aja karena kan temen-temen juga
belum banyak yang pake ig tapi 2 tahun ini lumayan intens hampir
setiap hari gua buka ig, saking nganggurnya deh kayanya.”6
“Bisa dibilang dua-duanya (menghabiskan waktu dengan Instagram
dan buka Instagram pas perlu saja). I have money from instagram
soalnya dulu gua pernah buka olshop”7
“Hampir setiap hari tapi waktunya gak tentu.Tetep komunikasi sama
temen, jadi aku tau kabar temen-temen aku lewat Instagram”8
“Aku termasuk yang kalo lagi mau aja buka Instagram. Aku banyak
tau informasi juga sih lewat Instagram ya namanya media sosial.”9
“Hampir intens sih kak soalnya aku setiap hari pasti buka dan cek
Instagram. Kalo hal menariknya itu kaya informasi kak, aku jadi tau
banyak informasi apa aja di Instagram. Terus menguntungkannya tuh
bisa jadi ladang jualan yang menguntungkan banget, sama kalo buat
aku sendiri sih aku jadi tau banyak hal yang lagi tren”10
“Aku termasuk org yg menghabiskan waktu buat IG (Instagram).
Keuntungannya buat aku, bisa ketemu sama temen-temen lama, cari
inspirasi buat foto, sama cari tau tentang fashion update”11
Pada ungkapan di atas, Alya, Lidya, Naomi, Saskia, Viesya dan
Yashinta menyatakan bahwa setiap hari bahkan tak terhitung lagi berapa kali
4 Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 21 Agustus 2017
5 Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017
6 Hasil wawancara dengan Naomi, Mahasiswi Universitas Pancasila pada tanggal 20 Agustus 2017
7 Hasil wawancara dengan Safira, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2017
8 Hasil wawancara dengan Saskia, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 18 Agustus 2017
9 Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017
10 Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017
11 Hasil wawancara dengan Yashinta, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017
22
mereka melihat Instagram. Sedangkan Atika, Devita, Cantika, Safira dan
Sekar hanya melihat Instagram pada waktu luang atau tidak ada pekerjaan.
Dari segi manfaat, media sosial memberikan kemudahan bagi
penggunanya untuk bersosialisasi dan mencari berbagai informasi. Mereka
merasakan manfaat dari Instagram dimana bisa menemukan kembali teman-
teman lamanya dan tetap berkomunikasi dengan teman-temanya tersebut.
Selain itu, Alya, Atika, Devita, Sekar, Viesya dan Yashinta merasakan
mendapatkan banyak sekali kemudahan untuk mengakses berbagai macam
informasi seperti berita terbaru, tempat nongkrong rekomendasi, tren fashion
terbaru, kegiatan artis kesukaannya dan masih banyak lagi. Sedangkan Lidya
dan Safira mengatakan bahwa mereka merasakan manfaat dari Instagram dari
maraknya online shop. Safira merasa dimudahkan dengan adanya Instagram
karena dari akunnya tersebut bisa mendapatkan uang tambahan karena
sebelumnya ia pernah memiliki online shop sendiri. Berbeda dari Safira yang
justru membuka online shop, Lidya menyatakan kalau ia merasakan
dimudahkan untuk berbelanja di online shop berbasis Instagram karena
banyaknya pilihan produk yang ditawarkan.
Semakin bertambahnya pengguna Instagram, membuat para pengusaha
mulai menggunakan Instagram sebagai media untuk menjual produk-
produknya. Semenjak maraknya online shop di Instagram, para pengguna pun
semakin betah berlama-lama melihat Instagram. Data yang didapat dari
penelitian mengatakan bahwa narasumber sering melihat Instagram untuk
sekedar mencari atau membeli barang di online shop berbasis Instagram.
Berikut adalah tanggapan mahasiswi mengenai keuntungan yang didapat dari
maraknya online shop di Instagram:
“Gak usah pergi pergi keluar kalo emang lagi gak bisa tinggal
pesen aja”12
“Banyak banget contohnya jadi gak usah repot-repot beli ke
tokonya yang jauh, aku cuma butuh transfer lewat M-Banking
(mobile banking) terus nunggu barangnya dateng deh. Terus
12
Hasil wawancara dengan Alya, Mahasiswa Universitas Gunadarma pada tanggal 21 Agustus 2017
23
juga bisa dengan mudah beli barang-barang yang gak ada di
Indonesia atau yang stock-nya limited (terbatas) gitu. Dan juga
yang pasti lebih banyak variasinya”13
“Yang pasti sih gak ribet soalnya online shop sekarang tuh
udah makin jelas dalam mendeskripsikan produknya jadi
konsumen juga mudah milih mana yang sesuai selereanya”14
“Bisa belanja sepuasnya yang kita butuh dan inginkan dengan
mudah dan cepat”15
“Bisa liat model baju-bajunya langsung, gak harus capek buat
pergi buat milih terus ya dari online shop jadi lebih mudah aja
buat belanja”16
“Bisa beli apa aja yang gak ada di outlet terus gak bikin
customer capek gitu buat milih barang”17
“Ya jelas jadi lebih gampang untuk beli barang yang aku mau
tanpa harus ke fisik store kalo lagi ribet”18
“Aku merasa sangat terbantu dengan adanya online shop. Kalo
belanja ke toko aku udah agak jarang sih, kalo emang lagi
keluar aja. Aku lebih sering belanja online, karena gampang
aja dimanapun bisa”19
“Bermanfaat banget kak, soalnya jadi serba praktis dan
ngebantu banget aja gitu terutama masalah waktu. Karena
sekarang aku juga jadi lebih belanja di online shop kak
ketimbang belanja di fisik store” 20
13
Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 14
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 15
Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 16
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 17
Hasil wawancara dengan Safira, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2017 18
Hasil wawancara dengan Saskia, Mahasiswi Universitas Gundarma pada tanggal 18 Agustus 2017 19
Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017 20
Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017
24
“Bisa cari barang atau produk yang kita mau dengan
mudah”21
Dari ungkapan di atas mahasiswi merasakan kemudahan dengan
menggunakan online shop di Instagram dimana mereka mereka tak perlu
bepergian ke suatu mall atau toko konvensional untuk membeli produk yang
diinginkan. Juga mereka bisa membeli produk yang diinginkan dimana pun
karena dipermudah dengan munculnya M-Banking atau mobile banking untuk
mengirim uang ke pedagang. Seperti yang ada dalam manfaat media sosial
dimana Instagram memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk
memenuhi kebutuhan dari banyaknya online shop sekarang. Selain itu
mahasiswi pun diberi kemudahan untuk melakukan proses pembelian produk
dimana pun mereka berada. Berdasarkan manfaatnya, Instagram juga
memudahkan bagi para pengusaha untuk mencari uang lewat akun mereka
dengan membuka online shop.
Dengan banyaknya online shop yang kini muncul di Instagram,
semakin banyak pula para artis yang ikut dalam kerja sama dengan online
shop atau disebut juga social media endorsement. Para artis tersebut
membantu online shop mempromosikan produknya lewat review produk
endorse yang mereka kenakan. Namun kini mahasiswi, tidak hanya sekedar
menjadi para social media endorser (sebutan bagi artis yang ikut dalam social
media endorsement) acuan untuk membeli produk tapi juga acuan dalam
memadupadankan pakaian. Terbentuknya gaya berpakaian mahasiswi dari
social media endorser akan dibahas menggunakan perfektif budaya populer.
4.3 Budaya Populer Dalam Menyoroti Gaya Berpakaian Mahasiswi
Dalam perspektif budaya populer, media berperan sebagai penyebar
informasi dan pembentuk opini publik sehingga muncullah opini dan selera
masyarakat yang seragam. Fiske (2008 : 44) berpendapat bahwa budaya
populer ditentukan oleh kekuatan dominasi dan membentuk reaksi terhadap
kekuatan tersebut. Heryanto (2012 : 6) menyatakan bahwa budaya populer
tidak segan bekerja sama dengan industri hiburan guna meraup laba. . Macker-
21
Hasil wawancara dengan Yashinta, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017
25
Kallis (Ilah dan Priest, 2015 : 226) budaya pop merupakan budaya komersial
yang diproduksi dan dikonsumsi secara massal oleh masyarakat. Kata “pop”
dari budaya populer memiliki makna kebutuhan manusia, dimana pada
umumnya mudah dipahami, dikagumi, dan disukai banyak orang. Selain itu
budaya populer juga erat hubungannya dengan masalah sehari-hari masyarakat
seperti mega bintang, fashion dan lain-lain. William (2008 : 44)
mengungkapkan pendapatnya mengenai definisi kata “populer” dalam budaya
populer yaitu banyak disukai orang, karya yang dilakukan untuk
menyenangkan orang, dan budaya yang memang dibuat oleh orang untuk
dirinya sendiri.
Media yang berperan dalam penelitian ini adalah Instagram dimana
media sosial ini menyampaikan bagaimana social media endorser
memadupadankan produk endorse berupa pakaian kepada mahasiswi. Hal
tersebut pun menimbulkan opini dan selera yang seragam ditengah mahasiswi
dimana gaya sehari-hari mereka merujuk pada gaya berpakaian social media
endorser. Kekuatan online shop berbasis Instagram dalam menyebarkan gaya
berpakaian social media endorser berhasil membentuk reaksi dimana
mahasiswi lebih memilih dan menjadikan artis social media endorsement
sebagai acuan dalam memilih dan membeli produk dagangan online shop
hingga acuan dalam berpenampilan. Dari penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Uma (2014 : 16) diketahui bahwa media sosial memiliki beberapa
pengaruh antara lain fashion life dan access to information. Dalam penelitian
ini, fashion life terlihat bagaimana para mahasiswi menjadi lebih
memerhatikan penampilan. Hal tersebut diungkapkan oleh Aya dan Sekar
dimana mereka mengikuti gaya berpakaian social media endorser karena ingin
terlihat penampilannya menarik. Sedangkan access to information terdapat
pada kemudahan dari Instagram yang membuat mahasiswi dapat mengakses
informasi tentang gaya berpakaian social media endorser.
Demi mendapatkan keuntungan berlebih, kini online shop mengajak
beberapa artis dari dunia hiburan untuk membantu mereka mempromosikan
produknya lewat sistem kerja sama yang disebut social media endorsement.
Artis hiburan yang menjadi social media endorser adalah Sivia Azizah,
Laudya Cynthia Bella, Febby Rastanty, Acha Sinaga dan Sabai Dieter dimana
26
mereka merupakan idola dari beberapa narasumber. Mahasiswi berpendapat
bahwa adanya social media endorsement dapat membantu para pedagang
untuk meraih keuntungan berlebih. Selain itu bagi mereka adanya social
media endorsement mempermudah mencari tahu online shop yang
direkomendasikan serta terpercaya, mencari online shop yang menjual barang
kebutuhan mereka, dan mengajak untuk membeli produk endorse yang
digunakan.
Mahasiswi sering membeli produk yang diiklankan oleh social media
endorser karena tertarik dengan review setelah sang artis menggunakan
produk endorse tersebut. Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Maulidar dan Irma (2017 : 10) menyatakan bahwa peran dari social media
endorser berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan membeli produk
terutama pakaian perempuan di Instagram. Peran yang dilakukan oleh social
media endorser dalam mempromosikan produk yaitu memberikan kesaksian
(testimonial), memberikan dorongan (endorsement), dan sebagai aktor dalam
iklan. Bagi mahasiswi, adanya social media endorsement menjadi pendorong
mereka untuk terus membeli produk-produk di online shop. Dari ungkapan
yang mahasiswi sampaikan, muncul perkataan dimana mereka ternyata bukan
hanya tertarik membeli produk endorse saja.
Berdasarkan data yang didapat di lapangan, mahasiswi mulai
menyukai, memahami dan mengagumi gaya berpakaian dari social media
endorser. Hal tersebut menyebabkan mahasiswi mulai mengikuti gaya
berpakaian dari social media endorser yang mereka sukai. Mahasiswi
mengatakan bahwa mereka senang saat melihat gaya berpakaian dari social
endorser dikarenakan gayanya terlihat simple, keren, feminine, dan boyish.
Ketika masyarakat mulai menyebarkan tren-tren tertentu maka terciptalah apa
yang disebut dengan budaya massa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ilah
dan Priest (2015 : 226) menyatakan bahwa saat itu kemeja denim menjadi
fenomena di kalangan fans girlband SNSD dan masyarakatlah yang
menciptakan sebuah realitas sosial sedemikian rupa sehingga kemeja denim
adalah busana yang sangat digemari serta membuat mereka menggunakan
terlihat “trendi”. Sedangkan dalam penelitian ini, gaya berpakaian dari social
media endorser menjadi sangat digandrungi oleh mahasiswi karena mahasiswi
27
yang menciptakan realitas sosial sehingga ketika mereka mengikuti gaya
berpakaian seperti social media endorser membuat terlihat “trendi”.
Uraian di atas dikaitkan dengan karakteristik budaya populer untuk
menyoroti gaya berpakaian dari mahasiswi. Mayendra (Aslamiyah, 2013:20-
27) menjelaskan beberapa karakteristik dari budaya populer, yaitu:
1. Budaya Ikon
Ikon disini adalah mereka seperti artis dan public figure yang menjadi
panutan atau acuan masyarakat. Para mahasiswi menyatakan bahwa mereka
memiliki beberapa social media endorser yang menjadi acuan dan panutan
dalam membeli, memilih bahkan memadupadankan produk endorse seperti
pakaian. Selain sang social media endorser adalah artis terkenal, mereka
berpendapat bahwa cara artis-artis tersebut memadupadankan pakaiannya
terlihat menarik. Dari penelitian yang telah dilakukan, Atika dan Yashinta
lebih memilih yang terlihat keren. Berbeda dengan Atika dan Yashinta,
Devita, Lidya, Naomi, Safira, Saskia, Sekar serta Viesya lebih tertarik dengan
gaya berpakaian social media endorser yang terlihat simple. Sedangkan Alya
memilih gaya berpakaian social media endorser yang terlihat feminin dan
Cantika lebih memilih gaya berpakaian boyish. Walaupun memiliki alasan
ketertarikan akan gaya berpakaian social media endorser yang sama, mereka
menyukai social media endorser yang berbeda. Berikut adalah nama social
media endorser yang menjadi acuan dan panutan mahasiswi:
28
Tabel 4.2
Nama Social Media Endorser yang menjadi acuan mahasiswi dalam
berpakaian
Nama Mahasiswi Nama Social Media Endorser
Alya Hanggini
Nabila Gardena
Atika Aghnia Punjabi
Hamidah Rachmayanti
Cantika Sivia Azizah
Devita Laudya Cynthia Bella
Naomi Gita Savitri Devi
Safira
Aghnia Punjabi
Joyagh
Mega Iskanti
Nisa Cookie
Saskia Acha Sinaga
Sabai Dieter
Sekar
Sivia Azizah
Febby Rastanty
Nazla Alifa
Viesya Jovi Adhiguna
Sumber: Diolah dari data primer, 2017
2. Budaya Gaya
Sekarang ini tidak bisa dipungkiri lagi bahwa masyarakat sangat
memerhatikan gaya berpakaiannya untuk kegiatan sehari-hari. Sehingga
muncullah pandangan dimana penampilan atau gaya lebih penting dari pada
kegunaan dari pakaian itu sendiri. Hendraningrum dan Susilo (2008 : 32)
menyatakan bahwa para penggemar akan mencoba mengimitasi penampilan
selebriti yang dikaguminya. Hal tersebut dilakukan oleh mahasiswi yang
menyukai dan mengidolakan social media endorser. Berikut adalah ungkapan
dari 4 dari 11 mahasiswi berkaitan dengan pentingnya sebuah penampilan:
“Aku orang yang bener-bener mentingin style (gaya) aku, jadi ya aku
bener-bener ngikutin banget sama style-style (gaya) mereka”22
“Di kalangan temen-temen gue tuh emang lagi trend gaya yang
boyish gitu”23
“Gara-gara mode gaya yang lagi tren gitu”24
22
Hasil wawancara dengan Alya, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal21 Agustus 2017 23
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 24
Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017
29
“Dulu aku termasuk yang cuek banget sama penampilan, setelah rasa
sebagai cewek (perempuan) itu perlu menjaga penampilannya, aku
coba coba cari role modelku”25
Berdasarkan ungkapan diatas, Sekar dan Alya menganggap bahwa
gaya berpakaian penting untuk diperhatikan, itulah mengapa ia menjadi social
media endorser sebagai acuannya dalam berpakaian. Sedangkan Cantika dan
Devita mengikuti gaya berpakaian dari social media endorser karena gaya-
gaya tersebut tengah menjadi tren di kalangan pertemanan mereka. Dari
pemaparan tersebut budaya gaya mulai terbentuk di kalangan mahasiswi
dimana kini gaya berpakaian menjadi hal peting bagi mereka. Hal tersebut
terlihat dari ungkapan mahasiswi yaitu memerhatikan gaya berpakaian sehari-
hari dan mengikuti tren pakaian terbaru dengan menjadikan social media
endorser sebagai acuan.
3. Budaya Instan
Dalam budaya populer, masyarakat lebih menginginkan hal yang cepat
atau instan. Semenjak maraknya online shop di Instagram, masyarakat
merasakan banyak kemudahan. Seperti yang diungkapkan mahasiswi bahwa
mereka merasakan efisiensi waktu dan tenaga. Beberapa mahasiswi lebih
memilih belanja di online shop karena mereka bisa melakukan membeli hal
yang diinginkan dimana pun dan kapanpun tanpa harus pergi ke toko
konvensional atau mall. Berikut ungkapan 3 dari 11 mahasiswi yang memilih
belanja di online shop serta alasannya:
“Keseringan online shop kak. Bisa belanja sepuasnya yang kita butuh
dan inginkan dengan mudah dan cepat”26
“Tetep ke online shop soalnya di online shop pilihannya banyak
banget. Bisa liat model baju-bajunya langsung, gak harus capek buat
pergi buat milih”27
“Aku lebih sering belanja online, karena gampang dimanapun bisa”28
25
Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017 26
Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 27
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 28
Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017
30
4. Budaya Konsumerisme
Budaya konsumerisme muncul karena masyarakat selalu merasa tidak
puas dan melakukan pembelian secara terus menerus hanya untuk memenuhi
keinginan bukan kebutuhannya. Dari penelitian yang dilakukan pun terbukti
dimana terdapat mahasiswi yang merasa menjadi lebih konsumtif dari
sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena mereka terus melakukan pembelian
setelah melihat produk endorse yang dikenakan social media endorser.
Beberapa mahasiswi mengatakan bahwa tak jarang mereka membeli produk
yang dikenakan oleh social media endorser karena terlihat menarik, lucu dan
unik. Salah satu narasumber yaitu Lidya mengungkapkan bahwa keluarga
sering memberi peringatan agar tidak terus membeli produk yang Vinna
Gracia (social media endorser kesukaannya) kenakan. Mereka bahkan
mengakui bahwa beberapa produk endorse tersebut bukan karena kebutuhan
melainkan karena keinginan saja. Bagi beberapa mahasiswi yang merasa
konsumtif tersebut sangat sulit untuk menahan diri untuk tidak membeli
produk-produk endorse tersebut walaupun mereka sudah mengeluh bahwa
ingin mengurangi perilaku konsumtifnya. Berikut adalah tanggapan 6 dari 11
mahasiswi tentang perilaku konsumtifnya:
“Ngerasa banget sih aku jadi konsumtif banget, aku jadi harus sering-
sering nabung dan sering cepet abis juga”29
“Iya bener gue jadi ngerasa konsumtif karena hampir setiap bulan
order”30
“Nah ini kalo boleh jujur gue itu lagi mencoba menjauhi kata
konsumtif karena jujur gue itu tertarik sama produk yang dipake Sivia
dan gak jarang gue beli. Jadi bisa dibilang gue itu konsumtif”31
“Yaaa jadi lebih konsumtif banget”32
“Ngerasa banget sih kak, soalnya kan tertarik sama barang endorse
nya dan aku sering beli barang tersebut”33
29
Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 30
Hasil wawancara dengan Naomi, Mahasiswi Universitas Pancasila pada tanggal 20 Agustus 2017 31
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 32
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017
31
“Berpengaruh banget, karena kalo liat yang lucu dikit pasti pengen
punya juga dan akhirnya beli”34
Dari ungkapan diatas, terlihat bahwa perilaku konsumtif menjadi
sebuah budaya populer karena mahasiswi melakukan tindakan membeli atau
berbelanja produk endorse dikarenakan pakaian atau aksesoris yang dikenakan
oleh social media endorser terlihat lucu dan menarik. Hal tersebut terkait
dengan yang diungkapkan oleh Storey (1996 : 132) bahwa berbelanja adalah
bentuk dari budaya populer dan perilaku konsumtif lebih dari sekedar aktivitas
ekonomi karena selalu berkaitan dengan hasrat atau keinginan.
5. Pragmatisme
Pragmatisme terjadi saat masyarakat cenderung menerima hal
bermanfaat baginya namun belum jelas apakah itu benar atau salah.
Mahasiswi mengaku menjadi konsumtif karena sering sekali mereka membeli
produk bukan karena kebutuhan melainkan keinginan. Sesuai dengan teori
uses and gratification dimana pengguna media memainkan peran aktif dalam
memilih dan menggunakan media serta mencari sumber media terbaik untuk
memenuhi kebutuhan. Dari penelitian ini, mahasiswi sebagai pengguna media
menjadikan Instagram sebagai sumber media untuk memenuhi kebutuhannya
dalam berpakaian. Lewat Instagram, mereka memenuhi keinginannya dalam
hal berpakaian.
Dalam hal ini terlihat bagaimana mahasiswi tidak melakukan
pertimbangan terlebih dahulu sebelum membeli produk endorse yang
dikenakan oleh social media endorser. Mahasiswi yang mengaku konsumtif
mengatakan bahwa mereka sering kali membeli produk endorse karena
baginya hal tersebut akan bermanfaat nantinya namun tidak tahu apakah hal
tersebut benar bermanfaat atau tidak.
33
Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017 34
Hasil wawancara dengan Yashinta, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017
32
4.4 Perilaku Imitasi Gaya Berpakaian Mahasiswi yang Terbentuk dari
Social Media Endorsement
Gaya berpakaian sekarang ini menjadi hal yang sangat diperhatikan
oleh masyarakat. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa mahasiswi
sekarang menjadi lebih memperhatikan penampilannya. Hal tersebut semakin
dipermudah semenjak maraknya social media endorser. Para social media
endorser tak jarang mempromosikan produk endorse terutama pakaian
dengan cara memadupadankan gaya sesuai selera mereka. Dari caranya
memadupadankan pakaian, membuat mahasiswi mengikuti beberapa social
media endorser ke yang mereka sukai. Menurut Tarde, imitasi adalah bentuk
dari contoh-mencontoh dan menyamai apa yang dilakukan oleh individu lain.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti dimana mahasiswi
sering mengimitasi gaya berpakaian dari social media endorser. Mahasiswi
mengakui bahwa mereka terkadang menjadikan sebagai acuan dalam
memadukanpadankan pakaian. Selain itu, mereka juga mengakui kalau mereka
tak jarang membeli produk (pakaian atau aksesoris) endorse yang dikenakan
oleh social media endorser dari online shop yang sama. Baldwin (Dewi, 2010
: 13) berpendapat bahwa imitasi terbagi menjadi dua dimana salah satu adalah
deliberated imitation yang berarti imitasi secara disengaja dan tau apa
tujuannya. Mahasiswi mengatakan mereka tertarik dengan gaya berpakaian
artis social media endorsement dikarenakan gayanya yang terlihat keren,
simple, boyish dan feminin. Dari data yang didapatkan di lapangan, Sekar dan
Aya mengatakan mereka tertarik mengikuti cara social media endorser
memadupadankan pakaian dengan tujuan agar terlihat memerhatikan
penampilannya. Sedangkan Atika menyatakan dengan mengikuti gaya
berpakaian dari
Sedangkan dalam prosesnya, Bandura dalam Rachmat (2007 : 240-
242) membagi proses imitasi menjadi 4, yaitu:
1. Proses perhatian (attention procces)
Sebelum mahasiswi melakukan proses imitasi, mereka akan
mengamati gaya berpakaian social media endorser terlebih dahulu. Seperti
yang beberapa mahasiswi katakan bahwa sebelumnya mereka melihat social
33
media endorser di explore atau online shop yang meng-endorse artis-artis
tersebut. Setelah itu mereka melihat akun Instagram milik social media
endorser dan memperhatikan serta mempelajari bagaimana social media
endorser memadupadankan pakaian lewat foto yang diposting. Mereka akan
melihat dan memilih gaya mana yang sesuai dengan seleranya dan terlihat
sesuai dengan tren yang ada sekarang. Bukan hanya pakaiannya, mahasiswi
pun akan mengamati online shop mana yang meng-endorse artis-artis tadi
dengan membuka akun online shop yang di-tag dalam beberapa foto
endorsement.
2. Proses Ingatan (rentention procces)
Dari proses perhatian, mahasiswi akan menyimpan gaya mana yang
menurut mereka sesuai dengan seleranya baik dalam ingatan atau berupa foto.
beberapa mahasiswi menyatakan bahwa mereka menyimpan foto dari social
media endorser. Beberapa mahasiswi menyatakan bahwa mereka menyimpan
foto para social media endorser kesukaan jika suatu saat mereka ingin
mengikuti gaya artis tersebut. Dari semua gaya berpakaian mahasiswi akan
memilih dan menyimpan yang terlihat modis, sesuai tren, simple dan elegan.
Seperti Lidya, ia mengungkapkan menyukai salah satu cara Vinna Gracia
(social media endorser kesukaannya) memadupadankan pakaian namun ia
belum memiliki salah satu produk yang dikenakan Vinna hingga ia pun
menyimpan foto gaya berpakaian tersebut agar ia bisa mengikutinya suatu saat
nanti. Bukan hanya pakaiannya, tetapi mereka juga mengingat nama online
shop yang menjual produk-produk endorse yang dikenakan social media
endorser.
34
Gambar 3
Lidya menyimpan foto-foto dari Vinna Gracia jika ia ingin meniru gaya
berpakaiannya
Sumber: Foto dari akun Instagram Vinna Gracia (@vinnagracia)
3. Proses reproduksi (reproduction procces)
Dalam proses ini, mahasiswi mencoba menerapkan apa yang telah
mereka amati, pelajar dan simpan. Setelah mendapatkan produk-produk
endorse yang dikenakan social media endorser, mahasiswi mulai mengikuti
sesuai dengan apa yang ada dalam foto sang artis. Mereka pun mencoba
memadupadankan dengan pakaian atau aksesoris yang dimilikinya. Bukan
hanya memadupadankan dengan pakaian atau aksesoris yang dimiliki, tetapi
mereka juga menyesuaikan dengan aktivitas sehari-hari seperti untuk ke
kampus atau sekedar nongkrong dengan teman-teman. Selain itu, beberapa
mahasiswi mengakui bahwa yang diikuti hanya pada bagian tertentu seperti
cara menggunakan hijab, memadukan pakaian dengan celana, celana dengan
sepatu, dan sebagainya. Sedangkan Lidya dan Sekar mengakui pernah
mengikuti cara memadupadankan pakaian sama persis dengan social media
endorser kesukaannya. Lidya mengakui mengikuti cara berpakaian Vinna
Gracia dengan ripped jeans dan kaos polos yang dimasukkan ke dalam
celananya walaupun dari online shop dan warna yang berbeda. Sedangkan
35
Sekar, pernah mengikuti gaya berpakaian dari Nazla Alifa dengan
menggunakan baju A-symmetry top produk Kinkami (@kinkami.id) dan
pallazo pants dan sandal walaupun dengan warna yang berbeda.
Gambar 4
Sekar (kanan) yang mengikuti mix and match dengan A-symmetry top,
pallazo pants dan sandal yang sama persis dengan social media endorser,
Nazla Alifa (kiri) saat mengenakan produk dari Kinkami.id
Sumber: Foto dari akun Instagram Nazla Alifa dan Foto Pribadi miliki Sekar
Narwastu
Gambar 5
Lidya (tengah&kanan) mengikuti model celana dan cara padupadan
yang dikenakan oleh Vinna Gracia (kiri)
Sumber: Foto dari Akun Instagram Vinna Gracia (@vinnagracia) dan Lidya
Dwi Pangesty (@lidyadwipangesty)
36
4. Proses Motivasi (motivation procces)
Proses motivasi sangatlah penting. Proses ini menjadi pendorong bagi
mahasiswi untuk terus mengikuti social media endorser dalam
memadupadankan penampilan. Hal tersebut terbukti dimana kini mahasiswi
mulai nyaman dan puas dengan penampilannya sekarang. Mereka merasa
menjadi lebih memerhatikan penampilan. Atika mengungkapkan bahwa
setelah mengikuti dan menjadikan social media endorser, ia merasa jadi lebih
percaya diri. Sedangkan Sekar, ia merasa lebih memerhatikan penampilannya
setelah mengikuti gaya berpakaian social media endorser.
Dari keempat proses imitasi di atas, sebelum mengikuti gaya
berpakaian dari social media endorser, mahasiswi melakukan pengamatan
dengan melihat akun Instagram dari sang artis di laman explore. Mahasiswi
pun mulai mempelajari dan memerhatikan social media endorser dan gaya
berpakaiannya, apakah sesuai dengan selera mereka atau tidak. Jika sudah
menemukan gaya yang sesuai, mereka akan menyimpan foto gaya berpakaian
social media endorser kesukaannya sebagai contoh jika suatu saat ingin
mencoba mengikutinya. Setelah itu, mahasiswi pun masuk dalam proses
penerapan gaya berpakaian yang disukai. Dalam proses ini mahasiswi akan
menyesuaikan gaya berpakaian dengan kegiatan mereka serta aksesoris yang
mereka miliki. Ada saatnya mereka mengikuti secara keseluruhan dan sama
persis seperti apa yang dilakukan Lidya dan Sekar. Ada juga mahasiswi yang
mengikuti hanya pada bagian tertentu dan tetap menonjolkan gaya berpakaian
ciri khas mereka. Selanjutnya, adalah proses dimana mahasiswi mulai nyaman
dan puas dnegan perubahan gayanya sekarang. Bahkan perubahan ini pun
membuat Atika menjadi lebih percaya diri dan Sekar terlihat lebih
memerhatikan penampilannya.
Roger dan Shoemaker (2008 : 141) pun mengungkapkan 4 proses
imitasi sebagai pengaruh idola terhadap fans nya sebagai berikut:
1) Interest Stage
Dalam proses ini, mahasiswi sebagai penggemar tertarik dengan gaya
berpakaian idolanya yaitu social media endorser. Mereka mengatakan bahwa
cara social media endorser dalam memadupadankan pakaian endorser terlihat
37
modis, sesuai tren, simple, dan elegan. Hal tersebut pun membuat mahasiswi
tertarik untuk mengikuti cara sang idola memadupadankan pakaiannya. Tak
jarang mereka membeli pakaian endorse yang dikenakan social media
endorser agar terlihat sama dengan idolanya.
2) Evaluation Stage
Mahasiswi mempertimbangkan model pakaian seperti apa yang cocok
dengan kegiatannya sehari-hari. Dari hasil wawancara, mahasiswi
mengutarakan bahwa mereka mencontoh gaya dari social media endorser
tidak secara keseluruhan tetapi tetap dipadukan dengan gayanya sendiri dan
kegiatannya sehari-hari. Mereka mencari apakah pakaian atau aksesoris yang
dikenakan artis dimilikinya atau tidak. Berikut adalah ungkapan dari
mahasiswi tentang bagaimana mereka memadukan pakaiannya:
“Gak keseluruhan kadang ada yang aku ganti kaya biasanya mereka
pake heels aku ganti pake flatshoes. Yang gampang buat ke kampus
aja”35
“Kalo hangout (bepergian ke luar rumah) doang sama beberapa
kegiatan kampus. Tapi gue tetep padupadanin sih sama gaya gue
sendiri, soalnya for some stuffs look weird (beberapa barang terlihat
aneh) gitu di gue”36
“Aku paling ngikutin sesuai yang aku punya dan emang kepengen
gitu”37
“Kalo aku sih sesuai diriku sendiri kalo nyontek-nyontek gaya artis
gitu sih ya sesekali dua kali aja gak melulu harus sama persis”38
“Gak jauh-jauh dari gaya keseharian gue walaupun lagi gak
ngikutin”39
“Dibilang ngikutin banget sih gak ya, soalnya gua masih punya style
sendiri. Jadi ya kalo mau kondangan atau acara resmi aja gua
ngikutin gaya hijabers nowadays (sekarang)”40
“Jarang banget kok ya itu balik lagi emang produknya unik atau mix
and match nya unik pasti aku ikutin”41
35
Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 36
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 37
Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 38
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 39
Hasil wawancara dengan Naomi, Mahasiswi Universitas Pancasila pada tanggal 20 Agustus 2017 40
Hasil wawancara dengan Safira, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2017
38
“Aku cuman di moment tertentu aja sih ngikutin gaya berpakaian
mereka, gak selalu”42
“Kadang-kadang doang soalnya pasti aku paduin sama gaya aku
sendiri”43
“Kadang-kadang sih kak terus aku tuh pasti masih paduin sama gaya
aku sendiri gak mau full ngikutinnya”44
Dari ungkapan di atas, mahasiswi menyatakan bahwa tidak secara
keseluruhan mengikuti gaya berpakaian dari social media endorser. Dalam
tahap ini, mahasiswi memilih pakaian dan aksesoris yang cocok mereka
kenakan. Mereka memadukan gaya dari social media endorser dengan gaya
berpakaian mereka sendiri agar tidak terlihat aneh dan tetap menjadi diri
sendiri. Selain itu, mahasiswi mengikuti gaya berpakaian yang sesuai dengan
kegiatannya sehari-hari seperti untuk kuliah, acara resmi atau sekedar
bepergian.
3) Trial Stage
Pada tahap ini, mahasiswi sudah mulai sering mengikuti cara
memadupadankan pakaian yang dikenakan oleh social media endorser
kesukaan mereka. Mereka mencoba memadukan dengan pakaian atau
aksesoris yang dimilikinya. Selain itu mereka mengikuti gaya berpakaian yang
sesuai dengan kegiatan sehari-hari seperti ke kampus atau nongkrong dengan
teman-teman. Dari proses ini, menunjukkan apa yang mereka rasakan selama
mengikuti gaya berpakaian social media endorser. Berikuti adalah ungkapan
yang dirasakan oleh mahasiswi selama mengikuti gyaa berpakaian social
media endorser:
“Sejauh ini sih aku nyaman banget bahkan buat aku jadi lebih percaya
diri hehehe”45
“Puas dan pastinya nyaman soalnya gue bisa nemuin gaya yang cocok
sama selera gue”46
“Nyaman dan enak kok karena enak dipakenya”47
41
Hasil wawancara dengan Saskia, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 18 Agustus 2017 42
Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017 43
Hasil wawancara dengan Yashinta, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 44
Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017 45
Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 46
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 47
Hasil wawancara dengan Devita, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017
39
“Pilih yang gayanya nyaman di aku, kaya di Vinna Gracia yang aku
ikutin itu yang simpel-simpel aja”48
“Lumayan sering dan nyaman di gue juga sih”49
“Produknya unik atau mix and match nya unik pasti aku ikutin. Aku
bakalan nyaman dan puas kalo emang gayanya enak dan sesuai sama
aku”50
“Puas sih kak, justru aku gak bingung soalnya aku dapet banyak
banget inspirasi buat gaya sehari-hari aku gitu. Oiya terus aku jadi
lebih percaya diri aja”51
Dari ungkapan di atas, 7 dari 11 mahasiswi menyatakan merasa puas
dengan perubahan gaya berpakaiannya sekarang. Dalam proses ini, mahasiswi
sudah merasa nyaman dengan gaya berpakaian yang dipilih karena dirasa
sesuai dengan seleranya masing-masing. 2 dari 7 ungkapan diatas menyatakan
bahwa kini mahasiswi menjadi lebih percaya diri dan mendapatkan banyak
sekali inspirasi dalam memadupadankan pakaian.
4) Adoption Stage
Setelah melewati tiga proses sebelumnya, mahasiswi mengambil
keputusan dimana tetap mengikuti gaya berpakaian yang dikenakan oleh artis
social media endorsement namun dipadukan dengan gaya berpakaian mereka
pribadi. Mereka pun menyatakan nyaman dan puas dengan gaya
berpakaiannya sekarang. Mahasiswi pun merasa lebih percaya diri,
memperhatikan penampilan dan terlihat keren setelah mencoba cara
memadukan pakaian seperti sang idola. Selain nyaman dan puas, tanggapan
orang sekitar yang cenderung ke hal positif pun membuat mereka semakin
tertarik untuk mengikuti gaya berpakaian dari social media endorser. Berikut
adalah tanggapan dari orang sekitar berkaitan perubahan gaya berpakaian dari
beberapa mahasiswi:
“Mereka lebih prefer (cenderung) buat aku jadi lebih ke style (gaya)
diri sendiri maksudnya jadi diri sendiri gitu tapi kalo emang buat
48
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 49
Hasil wawancara dengan Naomi, Mahasiswi Universitas Pancasila pada tanggal 20 Agustus 2017 50
Hasil wawancara dengan Saskia, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 18 Agustus 2017 51
Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017
40
menginspirasi gak papa jadi kadang aku suka campur style (gaya) aku
sama style (gaya) para endorsement” 52
“Alhamdulillah nya sih sejauh ini masih oke oke aja ya selama masih
sopan”53
“Ada, jujur gue itu dulu sempet feminine Cha tapi gue kaya gerah gitu
hingga akhirnya jadi cuek jadi ke kampus atau jalan Cuma kaos atau
kemeja sama jeans terus pake flatshoes, literally cuek da nasal-asalan.
Pas gue liat Sivia tuh jadi tau dan ngerti cara mix and match dan gue
jadi bisa mengekspresikan gaya boyish gue dengan beberapa baju gue
yang a lil bit girly gitu. Dan setelah liat perubahan itu temen-temen
gue kaya notice dan appreciate sih soalnya gue keliatan lebih keren
gitu katanya”54
“Kayanya tanggapannya dari keluarga sih, jangan terlalu boros buat
beli baju”55
“Jauh lebih dewasa si menurut keluarga gua”56
“Bersyukurnya sih tanggapan mereka positif ya karena mungkin
melihat jurusan aku kuliah dan kegiatan ku juga emang mengharuskan
untuk stylish (modis atau memperhatikan penampilan)”57
“Sejauh ini sih belom ada komentar yang gimana-gimana, selama aku
berpakaian yang sopan aja sih”58
Sebagai penggemar, mahasiswi melakukan proses imitasi sebagai
pengaruh dari social media endorser. Proses dimulai dengan ketertarikan
mahasiswi terhadap cara social media endorser memadupadankan pakaian
yang terlihat keren, simple, boyish, dan feminin. Dari cara memadupadankan
pakaian tersebut, diperlukan pertimbangan meengenai gaya seperti apa yang
sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari entah untuk kuliah atau sekedar
pergi bertemu teman-teman. Selain itu, mereka pun mempertimbangkan gaya
seperti apa yang sesuai dengan selera mereka. Barulah mahasiswi tersebut
masuk dalam proses mengikuti cara social media endorser memadupadankan
52
Hasil wawancara dengan Alya, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 21 Agustus 2017 53
Hasil wawancara dengan Atika, Mahasiswi Universitas Gunadarma pada tanggal 19 Agustus 2017 54
Hasil wawancara dengan Cantika, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2017 55
Hasil wawancara dengan Lidya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 20 Agustus 2017 56
Hasil wawancara dengan Safira, Mahasiswi Universitas Indonesia pada tanggal 18 Agustus 2017 57
Hasil wawancara dengan Sekar, Mahasiswi UPN “Veteran” pada tanggal 20 Agustus 2017 58
Hasil wawancara dengan Viesya, Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2017
41
pakaiannya. Selama mengikuti mahasiswi akan menerapkan hal yang sudah
dipertimbangkan seperti pemilihan gaya untuk kegiatan sehari-hari. Mahasiswi
pun nyaman dan puas dengan perubahan gaya berpakainnya sekarang.
Memasuki proses selanjutnya dimana mahasiswi memutuskan untuk tetap
mengikuti gaya berpakaian social media endorser karen cara tersebut
membuat beberapa diantara mereka lebih percaya diri. Perubahan gaya
berpkaian mahasiswi-mahasiswi tersebut pun mendapatkan respon positif dari
teman dan keluarganya seperti terlihat lebih keren, memerhatikan penampilan,
dan jauh lebih dewasa. Selama mengikuti gaya berpakaian yang sopan dan
tetap menjadi diri sendiri, mereka pun akan selalu mendapatkan respon positif
dari orang-orang sekitarnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, kehadiran Instagram telah memberikan
kemudahan bagi mahasiswi untuk tetap berkomunikasi dengan teman-teman
lamanya. Selain itu, mahasiswi juga mendapatkan kemudahan dalam mencari
informasi tentang berita terbaru, tempat-tempat bagus yang direkomendasikan,
dan perkembangan gaya berpakaian terbaru. Instagram pun semakin terus
memberikan kemudahan bagi penggunanya, dimana salah satunya lewat
kemunculan akun-akun online shop.
Mahasiswi merasakan bahwa kehadiran online shop di Instagram
memudahkan mereka dalam memenuhi keperluannya sehingga tidak perlu
pergi ke toko konvesional atau mall. Mereka hanya perlu menghubungi
penjual atau pemilik online shop untuk menanyakan mengenai produk yang
diinginkan lalu mengirim uangnya lewat fasilitas m-Banking. Mahasiswi
sebagai konsumen hanya tinggal menunggu barang yang dikirim ke tempat
tinggalnya.
Online shop mulai mengajak para artis atau public figure unutk
membantu mereka dalam mempromosikan produknya yang sering disebut
social media endorsement. Kehadiran social media endorsement,
memudahkan penjual untuk meraup laba dan menarik perhatian konsumen.
Selain itu, mahasiswi sebagai konsumen pun diberi kemudahan dengan adanya
social media endorser seperti mencari online shop dan produk yang
direkomendasikan serta terpercaya dan menjadi acuan untuk berpakaian.
Budaya populer erat hubungannya dengan masalah manusia sehari-hari
antara lain mega bintang dan fashion, dimana pada umumnya mudah
42
dipahami, dikagumi, dan disukai banyak orang. Dari penelitian yang telah
dilakukan, ditemukan bahwa social media endorser dan gaya berpakaian
adalah dua hal yang disukai, dikagumi dan dipahami oleh masyarakat.
Instagram menjadi media dalam penyampaian cara social media endorser
memadupadankan pakaiannya sehingga timbul opini dan selera yang
diseragam dimana gaya sehari-hari mahasiswi merujuk pada gaya berpakaian
yang ditampilkan oleh social media endorser. Budaya massa tercipta dari
masyrakat yang mulai menyebarkan tren-tren tertentu. Gaya berpakaian social
media endorser menjadi sangat disukai oleh mahasiswi karena mahasiswi
yang menciptakan realitas sosial sehingga mereka akan terlihat “trendi” saat
mengikuti gaya berpakaian tersebut.
Dalam budaya ikon, mahasiswi menyatakan bahwa mereka memiliki
beberapa acuan dalam membeli, memilih bahkan memadupadankan pakaian.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa mahasiswi lebih memilih gaya
berpakaian yang terlihat simple, keren, feminin, dan boyish. Budaya populer
telah membentuk budaya gaya di kalangan mahasiswi. Hal tersebut terlihat
dari pandangan mahasiswi yang menanggap pentingnya memerhatikan gaya
berpakaian dan mengikuti tren terbaru pakaian dengan menjadikan social
media endorser sebagai acuannya. Munculnya budaya populer di tengah
masyarakat, menimbulkan munculnya budaya instan dimana mereka lebih
menginginkan hal yang cepat dan mudah. Data yang didapat dari lapangan
mengungkapkan bahwa kini mahasiswi lebih sering belanja di online shop
dikarenakan lebih mudah dan cepat. Sesuai yang diungkapkan salah satu
mahasiswi bahwa ia tak harus capek keluar rumah untuk membeli apa yang
diinginkan.
Dalam budaya konsumerisme, perilaku konsumtif menjadi sebuah
budaya populer karena mahasiswi terus melakukan tindakan membeli atau
berbelanja produk endorse. Mereka membeli produk-produk tersebut bukan
berdasarkan kebutuhan melainkan kertertarikannya dengan produk yang
terlihat lucu. Budaya populer juga berikatan dengan pragmatisme dimana
masyarakat menerima apa saja yang menurutnya bermanfaat tapi tidak
mempertimbangkan lagi apa hal tersebut benar atau salah. Dalam penelitian
ini, terlihat bagaimana mahasiswi tidak mempertimbangkan ketika membeli
produk endorse yang dilihatnya dari social media endorser. Mereka berpikiran
43
bahwa produk yang dibelinya tersebut akan bermanfaat atau akan dikenakan
nantinya, tapi tidak tahu apakah benar bermanfaat atau tidak.
.
Top Related