BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai penyakit dapat mengenai nervus optikus. Diantara sekian banyak penyakit,
terdapat istilah neuritis optik. Neuritis optik dalah suatu peradangan dari saraf optikus.
Neuritis optik diklasifikasikan menjadi papilitis dan retrobulbar. Dimana pada papilitis
ditemukan kelainan fundus dan pada retrobulbar tidak ditemukan kelainan fundus 1,2
Penyeban terjadinya neuritis optic sangat beragam, Idiopatik, Neuritis optikus
herediter, Demyelinating disorders,Parainfeksius Neuritis optikusInfectious Neuritis optikus
dan lain-lain. neuritis optic dapat idiopatik, di mana lebih seringterjadi pada perempuan
berusia 20-40 tahun,bersifat unilateral. Pada golongan ini penyembuhan disertai tajam
pengelihatan berjalan sangat sempurna, walaupun terdapat edema saraf optic yang berat.
Pengelihatan warn akan terganggu. 2
Etiopatogenesis terjadinya papilitis adalah adanya peradangan pada serabut retina
saraf optik yang masuk pada papil saraf optik yang berada dalam bola mata. Neuritis
retrobulbar dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia
pernisiosa, diabetes melitus, dan intoksikasi yang nantinya menyebabkan peradangan saraf
optik dibelakang bola mata, biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata.2
Pada neuritis optik pasien mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang mendadak
dan disertai dengan nyeri pada mata. Pada papilitis pemeriksaan oftalmoskopi dapat
ditemukan tanda-tanda disfungsi nervus optikus seperti hiperemi papil saraf optik dengan
1
batas papil yang kabur, pelebaran vena retina sentral dan edema papil, sedangkan pada
neuritis retrobulbaris tidak ditemukan tanda-tanda kelainan tersebut.. 3
Penatalaksanaan pada neuritis optik yaitu kortikosteroid .Selain itu diberikan juga
terapi penyakit penyebabnya.2
Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai
definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan
pada neuritis optik.
1.2. Tujuan
- Mengetahui anatomi dan fungsi saraf optik.
- Mengetahui tentang gejala dari neuritis optik.
- Mengetahui jenis neuritis optik.
- Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk neuritis optik.
- Mengetahui penatalaksanaan awal neuritis optik.
1.3. Rumusan Masalah
- Apa saja gejala dari neuritis optik?
- Apa saja jenis dari neuritis optik?
- Bagaimana cara pemeriksaan neuritis optik?
- Bagaimana cara penatalaksanaan awal untu neuritis optik?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik
Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju otak. Saraf
optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang
memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata
40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular
dan intakranial yang berakhir sebagai kiasma optik.4
Gambar 1. Nervus Optik11
3
Bagian nervus optikus
Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan masuk ke mata
sebagai papil disk.
Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen optic. Lebih
ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari
ke empat otot rektus. Sebagian serat otot rektus superior berhubungan dengan
selubung saraf nervus optikus dan berhubungan dengan sensasi nyeri saat
menggerakkan mata pada neuritis retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan
dari otot mata oleh lemak orbital.
Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang berjalan
inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki mata dari sebelah
medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan neuritis retrobulbar.
Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian menyatu
membentuk kiasma optikum. 4,9
4
Gambar 2:Schematic representation of blood supply of: (A) the optic nerve head and (B) the
optic nerve. Abbreviations: A = arachnoid; C = choroid; CRA = central retinal artery; Col.
Br. = Collateral branches; CRV = central retinal vein; D = dura; LC = lamina cribrosa; NFL
= surface nerve fiber layer of the disc; OD = optic disc; ON = optic nerve; P = pia; PCA =
posterior ciliary artery; PR and PLR = prelaminar region; R = retina; RA = retinal arteriole;
S = sclera; SAS = subarachnoid space. 11
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun
demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis
optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan
dapat saja normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami
peradangan.4,9
2.2. Anatomi dan Fisiologi Jaras Visual 18
Syaraf Optik adalah Meliputi seluruh serabut syaraf optic mata
Chiasma Optikum Merupakan tempat penyilangan serabut syaraf dari dua nervus
optikus yang terdiri dari serat syaraf sentral dan perifer meliputi serabut-serabut
temporal retina yang tidak menyilang dari nervus optikus kontralateral untuk
membentuk traktus optikus.serabut nasal retina yang mengalami penyilangan dan
bersatu dengan serabut syaraf dari
Traktus Optikus meliputi seluruh serat syaraf optikus yang ipsilateral dan serat syaraf
yang mengalami penyilangan
Geniculatum Lateral merupakan traktus optikus bagian akhir.
5
Optic radiation (geniculocalcarine tracts). Serabut kuadran retina inferior yang
melewati lobus temporal kemuadian kuadran superior melewati lobus parietal untuk
menuju lobus oksipital
Primary visual area (Brodmann’s area):serabut syaraf divergen dengan area visual
primer
Nervus kranialis II merupakan indera khusus untuk penglihatan 18
Cahaya dideteksi oleh sel-sel batang dan sel kerucut diretina, ( dapat dianggap
sebagai end-organ sensoris khusus penglihatan). badan sel dari reseptor-reseptor ini
mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinap dengan sel bipolar (neuron kedua
dijaras penglihatan).sel – sel bipolar kemudian bersinap dengan sel-sel ganglion
retina.akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat syaraf pada retina dan
menyatu membentuk nervus optikus
Gambar 4. Lapisan pada Retina 15
6
Dalam tengkorak 2 nervus optikus menyatu membentuk kiasma optikus.dikiasma
lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina) mengalami dekusasi dan
menyatu dengan serabut-serabut temporal yang tidak menyilang dari nervus optikus
kontralateral untuk membentuk traktus optikus.
Gambar 3. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal) 3
Masing-masing traktus optikus berjalan mengelilingi Pedunkulus Cerebri menuju ke
Nukleus Genikulatus Lateralis, tempat traktus tersebut akan bersinaps.
Semua serabut yang menerima impuls dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap
mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri.
Demikian juga, separuh kiri lapangan pandang berproyeksi pada hemisfer serebrum
kanan.
20 % serabut ditraktus menjalankan fungsi pupil.serabut-serabut ini meninggalkan
traktus tepat disebelah anterior nucleus dan melewati brachium coliculli superioris
menuju kenukleus pretectalis otak tengah.
Serat-serat lainnya bersinaps dinukleus genikulatus lateralis. Badan-badan sel
struktur ini membentuk traktus genikulokalkarina.
7
Traktus genikulo kalkarina berjalan melalui crus posterius capsula interna dan
kemudian menyebar seperti kipas dalam radiation optica yang melintasi lobus
temporalis dan parietalis dalam perjalanan kekorteks oksipitalis (korteks kalkarina,
striata, atau korteks penglihatan primer)
Gambar 5. Radiatio Optika16
Gambar 6. Jaras Refleks Pupil 10
8
Lesi Jalur Penglihatan 12
1. Lesi saraf optik.
Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi yang
terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan
reflek tidak langsung pada sisi kontralateral. 12
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada saraf
optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.
2. Lesi melalui bagian proksimal saraf optik.
Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan
reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral. 12
3. Lesi kiasma sentral.
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.
Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus.
Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,tumor
kelenjar hipofise, craniopharyngioma, meningioma suprasellar, glioma
ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma
arachnoiditis kronis. 12
4. Lesi kiasma lateral.
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya
penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada
setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.
9
5. Lesi saluran optik.
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik
pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan
kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegic ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberculosis, dan aneurisma
dari cerebellar atas atau arteri serebral posterior.
6. Lesi badan genikulatam lateral.
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil minimal,
dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial. 12
7. Lesi radiasi optik.
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi optic
total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia quadrantic
inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat
unggul radiasi optik). Hemianopia quadratic superior (pie on the sky) dapat
terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik
inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah,
tumor primer dan sekunder, serta trauma. 12
8. Lesi korteks visual.
10
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks
cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi kortetk visual.
Gambar 7. Lesi jalur visual
2.3 NEURITIS OPTIK
11
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai
macam penyakit. 1 Neuritis optic dapat merupakan gejala permulaan penyakit multiple
sklerosis.2 Penyakit ini biasanya mengenai satu mata, dan sering pada orang muda. 3
2.3.1 Etiologi
Etiologi neuritis optikus termasuk: 1
Demielinatif
- Idiopatik
- Sklerosis multiple
- Neuromielitis optika
Diperantarai imun
- Neuritis optic pasca infeksi virus (morbili, cacar dll)
- Neuritis optic pasca imunisasi
- Sindrom Guillain Barre
- Lupus eritematus sistemik
Infeksi langsung
- Herpes Zoster, sifilis, TBC dll
Neuropati optik granulomatosa
- Sarkoidosis
- Idiopati
Penyakit peradangan sekitar
- Peradangan intraocular
- Penyakit orbita,sinus dll.
2.3.2 Faktor Resiko
12
Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 6
1. Usia
Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia
rata-rata terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena
juga tetapi frekuensinya lebih sedikit.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki.
3. Ras
Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang
lain
2.3.3 Patofisiologi
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi
pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular
cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin. 10
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi
dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat
melebihi hilangnya akson. 10
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai
oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui.
13
Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan
yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi
normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T
menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel
B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat
terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus
juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi
tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus. 10
2.3.4 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:
A. PAPILITIS
Papilitis adalah radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada
papil saraf optic yang berada dalam bola mata dan tidak menunjukkan
kelainan.2
Gambar 8. Gambaran Funduskopi pada Papilitis
Gejala dan Tanda
14
lapang pandangan menciut, bintik buta melebar, skotomasentral sekosentral
dan altitudinal. 2
Papil terdapat pendarahan, eksudat, kadang terlihat edema papil yang berat
yang menyebar ke retina sekitarnya, edema papil tidak melebihi 2-3
dioptri.2
Eksudat star figure yang menyebar dari papil ke makula. 2
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang
sampai buta. Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat
penekanan. Kadang-kadang disertai demam atau setelah demam biasanya
pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran napas bagian
atas.9
Papil saraf optik menjadi pucat sampai putih, tapi tajam pengelihatan masih
normal. 2
Sel radang di dalam kaca, di depan papil saraf optik. 2
Tanda Relative Afferent Papilaris Defect ( RAPD) bila mengenai satu
mata, tidak sama berat pada kedua mata. 2 Sering dijumpai dengan adanya
tanda pupil Marcus Gunn.3 Cara pemerikasaan, mata pasien secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi
malah membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi
tersebut.4
15
Gambar 9. Tanda pupil Marcus Gunn4
B. NEURITIS RETROBULBAR
Neuritis retrobulbarmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat
dibelakang bola mata sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.3
Gejala dan Tanda
Berjalan akut, bisa mengenai satu mata atau kedua mata. 2
mengeluhkan bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian
belakang bola mata. Rasa sakit akan bertambah bila bola mata ditekan
yang disertai dengan sakit kepala.2
Pada neuritis gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan
akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik
akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil
pucat dengan batas tegas.2
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi
sepanjang segmen intraorbita sampai segmen intracranial dan sesuai
16
dengan lokasinya. Gangguan tersebut dapat berupa skotoma sentral,
skotoma sentral unilateral, skotoma sentral bilateral, skotoma sentral pada
mata homolateral dan defek superior temporal pada kampus kontralateral
dan hemiopia bitemporal bila mengenai kiasma optika.4
2.3.5 Diagnosis Banding
Iskhemik optic neuropati
Disebabkan oleh thrombus, emboli atau peradangan pembuluh darah
yang menyubat pembuluh darah papil saraf optic. Gejalanya, pengelihatan
turun mendadak disertai dengan skrotoma atau defek lapang panadang sesuai
dengan gambaran serat retina. Tidak terdapat rasa sakit, tidak progresif,
disertai sakit kepala, sakit saat mengunyah, polimialgia, kadang ada demam. 2,5
Papil edema
Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya
nyeri kepala hebat, mual, muntah namun ketajaman penglihatan masih
normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas kabur, kapiler dan
vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan terdapat
penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada
lapang pandang. Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral. 2,5
Ciri khas Papilloedema Papilitis Ischemic Optic
Neuropathy
17
1.Lateral Biasanya bilateral Biasanya unilateral Bisa unilateral
2.Gejala
(i) Visual
(ii) Nyeri
-Serangan transient
atau penglihatan kabur
-visus nanti menurun
karena atropi optikus
-Tidak
-Kehilangan penglihatan
tiba-tiba dengan
refraktif error
-Bisa disertai
pergerakan bola mata
- Kehilangan penglihatan
tiba-tiba
-Tidak
3.Pemeriksaan
Fundus
(i) Media
(ii) Warna
diskus
Pinggir diskus
Edema diskus
(iii) Edema
Peripapillary
(iv) Venous
engorgement
(v) Pedarahan
Retina
(vi) Retinal
exudates
(vii) Makula
-Bening
-Merah
-Kabur
-2-6 diopter
-Ada
-Sangat jelas
-Jelas
-Sangat jelas
-Macular star bisa ada
-Keruh pada posterior
vitreous .
-Hiperemia
-Kabur
-Biasanya tidak lebih 3
diopter
-Ada
-Kurang jelas
-Biasanya tidak ada
-kurang jelas
-Macular Fan bisa ada
-Bening
-Pucat
-Kabur
-Bengkak
-Ada
-Tidak ada
-Jelas
-Jelas
-Tidak ada
4.Lapangan -Membesar
-Blind spot
-Central Scotoma -Central scotoma
5.Fluorescein
Angiography
-Vertical oval pool zat
kontras akibat
kebocoran
-kebocoran zat kontras
yang sedikit
-ada kebocoran
zat kontras di
peripapillary
Tabel.1 diagnosa banding 17
18
2.3.6 Diagnosis
Anamnesis
1. Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,
kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya
cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau
kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan
ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada
orang dewasa, neuritis optik seringkali unilateral. 7
2. Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan
mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis
multipel yang lebih besar.
3. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak. 2
Pemeriksaan Fisis
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 /
60), maupun berat (≤ 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat
berupa: skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral,
kerusakan gelendong saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong
saraf yang melibatkan fiksasi dan perifer saja.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yang menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
19
Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi
Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus disertai kelainan
pada bilik mata belakang, yaitu:
a. Perubahan awal
Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal
dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi
optik neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada
18% dari pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di
karakteristikkan dengan adanya batas diskus yang mengabur dan
sedikit hiperemis. 8
b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap
Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk
menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus
vena biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk
melihat adanya sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting. 8
c. Perubahan lanjut
Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai
selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang
berlanjut kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder.
Pada keadaan ini batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat
jaringan glial pada diskus, dan pucatnya diskus bagian stadium akhir
20
optik neuritis. Pada stadium ini, serabut saraf atropi dapat diamati pada
retina dengan perangkat lampu hijau merah. 8
Gambar 10. Edema nervus optikus pada neuritis optikus
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi
kerusakan myelin, yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya
sklerosis multipel. MRI juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai menderita neuritis optikus,
pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium
sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada
pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium
menunjukkan peningkatan dan pelebaran nervus optikus. Lebih penting lagi,
MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah terdapat lesi ke arah
sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah
21
terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area
periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.
Gambar 11. Lesi white matter pada MRI6
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu
sklerosis multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan
pemeriksaan MRI normal. 6
4. Test Visually Evoked Potentials
Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem
visual, auditorius dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test
Visually evoked potentials menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat
mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai hasil dari kerusakan
daerah nervus. 6
22
5. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis
optica. Pasien dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan
ini untuk mendeteksi apakah berkembang menjadi neuromyelitis optica.
Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte sedimentation rate (ESR))
dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat menentukan
apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis. 6
2.3.7 Penatalaksanaan
Terapi steroid : 1
- Methylprednison 1 g/hr iv selama 3 hari, bisa ditambah
prednisolone oral (tapering).
- Methylprednison 500 mg/hr oral selama 3-5 hari dengan atau
tanpa diikuti prednisolone.
- Prednisolone 1 mg/kg/hari oral, diturunkan perlahan dalam 10-
21 hari.
Obati penyebabnya, seperti infeksi dll
23
2.3.8 Prognosis
Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna
setelah 6-12 minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih
mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai
perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga
memungkinan. Derajat keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi
penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih
menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute
demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang
mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam
penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-
100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%),
reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked
potensial (63-100%).6
24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang menyebabkan
kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata (monokular). Neuritis
optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam penyakit/keadaan.
Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf
pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis optikus menjadi
manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada 50% perjalanan
penyakit multipel sklerosis
Pasien pada neuritis optik memiliki keluhan penurunan ketajaman penglihatan secara
mendadak, kadang-kadang bisa sampai buta. Selain itu keluhan disertai rasa sakit di mata
terutama pada saat penekanan. Pada papilitis pada funduskopi didapati papil merah, batasnya
tidak tegas dan terjadi papil edema. Namun, pada neuritis retrobulbar tidak didapat kelainan
pada funduskopi oleh karena kerusakkan yang cukup jauh di belakang diskus optik. Oleh
karenanya dilakukanlah pemeriksaan penunjang seperti MRI, analisis cairan serebrospinal
dan serologi.
Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman
penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan
sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang dewasa
neuritis optikus dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat direkomendasikan
terutama pada pasien neuritis optikus yang berat di kedua mata dan pasien yang memiliki
risiko tinggi. Penelitian terakhir menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang
25
dapat diturunkan dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid intravena
pada pasien berisiko tinggi.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92%
pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun
demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.
3.2 Saran
Perlunya pemahaman yang luas mengenai jalur visual, etiologi, serta lokasi lesi yang
terjadi pada neuritis optikus sehingga diharapkan dapat memudahkan penegakan
diagnosis penyakit. Dengan penegakan diagnosis yang tepat, tatalaksana penyakit bisa
dilakukan dengan tepat dan optimal.
.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.Hall 262-274.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. Ilyas Sidharta,Simarmata Monang Dkk, Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi-2, Sagung Seto, Jakarta 2002, Hal 195-197
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Bag/SMF Penyakit Mata Edisi ke-3,Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ,Surabaya 2006, Hal 56-57
6. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/neuritis-retrobulbar.html (diakses tanggal 5 Juli 2013).
7. http://www.docstoc.com/docs/29148976/Optic-Neuritis (diakses tanggal 5 Juli 2013)
8. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1217083 (diakses tanggal 5 juli 2013)
9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall 332-342.
10. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis: Pathophysiology, clinical features, and diagnosis. Disit. Dapat diperoleh dari URL: http://www.uptodate.com/opticneuritis.
11. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch (diakses tanggal 5 juni 2010).
12. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International 2007. P 288-96.
13. American academy of ophthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.
14. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat. Jakarta.2004. Hall 116-126.
15. http://astaqauliyah.com/2011/01/referat-kedokteran-oklusi-arteri-retina-sentral/#_ 16. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg. Diakses tanggal 6 Juli 2013.
17. A.K. Kurana. Comprehensip Ophthalmology 4th Edition dalam Chapter 12– New Age International 2007. P 288-96.
18. http://ana-sofyan.blogspot.com/2011_12_01_archive.html Diakses tanggal 10 juli 2013
27