PLOTINUS
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
”FILSAFAT BARAT KLASIK”
Oleh:
M. DESYANTO RIZKI SETIAWAN
(E81310036)
FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
Plotinus
A. Pendahuluan
Permulaan Abad pertengahan terdapat beberapa tokoh utama seperti
Plotinus (204-270), Augustinus (354-430), Anselmus (1033-1109), Thomas
Aquinas (1225-1274), dll. Barangkali Plotinus lah yang menjadi pemula pada
abad pertengahan ini dengan membawa paham NeoPaltonismenya. Dan pada
makalah ini, pembahasan akan dikhususkan pada filsafat NeoPaltonisme
sebagai bentuk lanjutan dari pembahasan sebelumnya (idealisme Plato)1
Secara ringkas, Plotinus adalah filsuf pertama yang mengajukan teori
penciptaan alam semesta. Ia yang mengajukan teori emanasi yang terkenal itu.
Teori tersebut merupakan jawaban terhadap pertanyaan thales kira-kira
delapan abad sebelumnya: apa bahan alam semesta ini. Plotinus menjawab:
bahannya adalah Tuhan. Teori Plotinus tersebut untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam pembahasan makalah ini.
B. Plotinus
1. Pengertian NeoPlatonisme
Kata NeoPaltonisme terdiri dari beberapa rangkaian kata yaitu,
neo, Plato dan isme. Kata neo memiliki arti baru, sedangkan Plato merujuk
pada seorang filosof yang mencetuskan konsep realitas idea dalam teori
filsafatnya, isme memiliki arti faham. Jadi apabila dirangkai memiliki
pengertian ide-ide baru yang muncul dari ide-ide filsafat yang telah
dimunculkan oleh Plato. Faham ini bertujuan menghidupkan kembali
filsafat yang dikemukakan oleh Plato. Meskipun begitu tidak berarti
bahwa pengikut-pengikutnya tidak terpengaruh dengan aliran yang dibawa
oleh para filsuf selain Plato. Dapat disimpulkan juga bahwa aliran
NeoPaltonisme merupakan sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat
itu, dimana Plato diberi tempat istimewa. Faham ini dicetuskan pertama
1 Bertens K, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2006), Hal.76
kali oleh Plotinus dari Mesir. Faham NeoPaltonisme memiliki ciri-ciri
umum, diantaranya :
a. Aliran ini menggabungkan filsafat Platonis dengan tren-tren utama lain
dari pemikiran kuno, kecuali epikuarisme. Bahkan sistem ini
mencakup unsur-unsur relegius dan mistik.
b. Menggunakan filsafat Plato dan menafsirkannya dengan cara khusus.
Cara interpretasi itu cenderung mengaitkan Allah dengan prinsip
kesatuan seperti yang tampak dalam proses emanasi.2
2. Biografi Plotinos ( 205 – 270 )
Plotinos dilahirkan pada tahun 204 M di Lykopolis di Mesir, yang
pada waktu itu dikuasai oleh Roma. Pada tahun 232 M ia pergi ke
Alexandria untuk belajar filsafat pada seorang guru yang bernama
Animonius Saccas selama 11 tahun. Pada tahun 243M ia mengikuti Raja
Gordianus III berperang melawan Persia. Pada usia 40 tahun ia pergi ke
Roma. Di sana ia menjadi pemikir terkenal pada zaman itu. Ia meninggal
di Minturnea pada 270 M di Minturnae, Campania, Italia. Ia bermula
mempelajari filosofi dari ajaran Yunani, terutama dari buah tangan Plato.
Plotinos mulai menulis karya-karyanya dalam usia 50 tahun. Pendapat-
pendapat yang dikemukakan dalam karya-karyanya itu adalah didasarkan
pada filsafat Plato, terutama ajarannya tentang idea tertinggi, baik atau
kebaikan. Oleh karena itu maka filsafat Plotinos disebut Platonisme.3
Muridnya yang bernama Porphyry mengumpulkan tulisannya yang
berjumlah 54 karangan. Karangan itu dikelompokkan menjadi 6 set yang
tiap set berisi 9 karangan. Masing-masing set itu disebut ennead,
diantaranya:
a. Ennead pertama berisi tentang masalah etika, kebajikan, kebahagiaan,
bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan, dan masalah penacabutan dari
kehidupan.
2 Teguh, Pengantar Filsafat Umum (Surabaya: eLKAF, 2005), Hal. 116-1183 Bertens K, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2006), Hal.79-80
b. Ennead kedua berisi tentang fisik alam semesta, bintang-bintang,
potensialitas dan aktualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentuk, dan
kritik terhadap gnostisisme.
c. Ennead ketiga berisi tentang implikasi filsafat tentang dunia, seperti
masalah iman, kuasa Tuhan, kekekalan, waktu, dan tatanan alam.
d. Ennead keempat berisi tentang sifat dan fungsi jiwa.
e. Ennead kelima berisi tentang roh Ketuhanan (alam idea).
f. Ennead keenam berisi tentang free will dan ada yang menjadi realitas.4
3. Ajaran Plotinos
a. Teori Metafisika Plotinus
Kesamaan antara Plato dan Plotinus terletak pada konsep
realitas idea. Meskipun begitu terdapat pula perbedaan diantara
keduanya. Pada Plato idea bersifat umum, sedangkan pada Plotinus
idea bersifat partikular sama dengan dunia yang partikular. Sistem
metafisika Plotinus ditandai oleh transendens. Menurut pendapatnya di
dalam fikiran terdapat tiga realitas, The one, The Mind dan The Soul.
The One (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo. Yaitu
realitas yang tidak mungkin difahami melalui metode sains, indera dan
logika. Ia berada di luar eksisitensi, di luar segala nilai. Keberadaannya
bersifat transenden dan hanya dapat dihayati. Ia dapat didekati dengan
tanda-tanda dalam alam. Realitas kedua adalah nous (the mind). Ini
adalah gambaran tentang yang Esa dan di dalamnya mengandung idea-
idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asli objek-objek.
Kandungan nous adalah benar-benar kesatuan. Untuk menghayatinya
mesti malalui perenungan. Sedangkan the soul yang merupakan bagian
ketiga dari filsafat Plotinus diartikan sebagai arsitek semua fenomena
yang ada di alam ini. Soul mengandung satu jiwa dunia dan banyak
dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi
4 Tafsir Ahmad, Filsafat Umum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Hal. 97-100
yang ada di belakang dunia dan pada waktu yang sama ia adalah
bentuk-bentuk alam semesta.5
Dalam ajaran Plotinus, jiwa tidak bergantung pada materi, atau
dengan kata lain jiwa aktif dan materi bersifat pasif. Oleh karena iru
jiwa merupakan esensi tubuh material. Tubuh dengan segala
keterbatasannya ini berisi prinsip-prinsip ketiadaan dan penuh
kejahatan. Ia mempunyai jarak yang jauh dari yang Maha Esa.
Meskipun Plotinus berpendapat demikian bukan lantas mengabaikan
jasad seperti orang-orang gnostik. Tentang penciptaan, Plotinus
berpendapat bahwa Yang Paling Awal merupakan Sebab yang
Pertama. Disini mulailah Plotinus memulai teori emanasinya yang
belum pernah diajukan oleh filosof lainnya. Tujuan dari teori ini untuk
meniadakan anggapan keberadaan Tuhan sebanyak makhlukNya.
Alam ini diciptakan melalui proses emanasi yang berlangsung
tidak dalam waktu. Sebab ruang dan waktu terletak pada tingkat
terbawah dari emanasi, ruang dan waktu adalah pengertian dalam
dunia yang lahir. Dalam emanasi The One (Yang Esa) tidak
mengalami perubahan. Yang Esa adalah semuanya, tetapi tidak
mengandung di dalamnya satu pun dari barang yang banyak
(makhluk). Dasar makhluk tidak mungkin kalau makhluk itu sendiri,
akan tetapi Yang Esalah yang menjadi dasar semua makhluk. Di dalam
filsafat klasik Yang Esa itu dikatakan sebagai penggerak yang pertama
(al-muharrik al-awwal), yang berakibat Yang Esa didiskripsikan
berada di luar alam nyata. Dalam emanasi Plotinus alam ini terjadi dari
Yang Melimpah, yang mengalir itu tetap menjadi bagian Yang
Melimpah. Sehingga dapat disimpulkan dari teori Plotinus bahwa alam
berada dalam Tuhan. Hubungannya sama dengan hubungan suatu
benda dengan bayangannya. Makin jauh yang mengalir dari Yang
5 Ibid. Hal. 111
Asal, maka makin tidak sempurna ia. Alam ini merupakan bayangan
yang asal akan tetapi tidak sempurna seperti halnya Yang Asal.6
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa corak
filsafat Plotinus berkisar pada konsep Yang Satu. Artinya, semua yang
ada bersumber dan akan kembali kepada Yang Satu. Oleh karenanya
dalam realitas seluruhnya terdapat dua gerakan, yaitu:
1) Dari atas ke bawah.
Teori yang pertama ini dapat digambarkan sebagaimana
dalam emanasi. Pancaran dari Yang Satu memancar menjadi budi
(nus). Akal Budi ini sama dengan ide-ide Plato yang dianggap
Plotinus sebagai intelek yang memikirkan dirinya. Jadi akal budi
sudah tidak satu lagi. Hal ini karena dalam akal budi terdapat
dualisme (pemikiran dan yang difikirkan). Dari akal budi itu
muncullah Jiwa Dunia (psykhe). Akhirnya dari jiwa dunia ini
mengeluarkan materi (hyle) yang bersama dengan jiwa dunia
merupakan jagat raya. Karena materi memiliki tingkatan paling
rendah, maka ia berupa makhluk yang paling kurang sempurna
dan sumber-sumber kejahatan.
2) Dari bawah ke atas
Terma kedua ini dapat pula dikatakan dengan kebersatuan
dengan Yang Satu. Inilah yang menjadi tujuan dari filsafat yang
dikonsep oleh Plotinus. Pada bagian kedua ini jiwa manusia
harus memusatkan diri kepada diri sendiri terlebih dahulu,
meninggalkan kesenangan obyek-obyek panca indera serta
menaikkan alam pemikirannya kepada alam pemikiran ke-
Tuhan-nan. Dengan demikian jiwa bisa mencapai alam jiwa-akal
Mutlak (spirit-Nous). Fase terakhir dari perjalanan menuju
ketuhanan hanya bisa dicapai dengan mistik atau semedi (estatic-
mystical experience) yang oleh Plotinus disebut dengan istilah
6 Ibid, Hal. 112
terbang dari pribadi ke Pribadi (the flight of the alone to Alone)
artinya menuju kepada Tuhan. Demikian corak mistik dan agama
pemikiran Plotinus. Pemikiran tersebut kemudian oleh St.
Agustinus dan Dyonisius ke dalam ajaran agama Masehi, dan
dengan demikian Plotinus dianggap sebagai bapak mistik barat.7
b. Ajaran tentang Jiwa
Menurutnya jiwa adalah suatu kekuatan ilahiyah dan
merupakan sumber kekekalan. Alam semesta berada dalam satu jiwa
dunia. Jiwa tidak dapat dibagi secara kuantitatif karena jiwa adalah
sesuatu yang satu. Satu disini dapat diartikan dalam setiap individu
terdapat jiwa, sehingga jiwa berjumlah sangat banyak. Dari jiwa
dengan jumlah yang sangat banyak tadi, antara jiwa yang satu dan
lainnya memiliki kesatuan.
Dalam filsafat Plotinus dikemukakan pula adanya reinkarnasi
sebagaimana dalam teori filsafat Plato. Selain itu jiwa telah ada
sebelum keberadaan jasmani, sehingga jiwa bersifat kekal. Reinkarnasi
ditentukan oleh perilaku manusia pada saat hidupnya dan hanya jiwa
yang kotor sajalah yang mengalami reinkarnasi. hal ini dikarenakan
jiwa yang bersih dan tidak ada ikatan dengan dunia ia akan bersatu
dengan Tuhan. Menurutnya jiwa yang tinggi adalah jiwa yang tidak
mengingat apa-apa kecuali Yang Tinggi.8
c. Ajaran tentang Etika dan Estitika
Dalam pembahasan etika, Plotinus mengawalinya dengan
membahas kebebasan berkehendak yang dimiliki manusia. Pada
dasarnya manusia memiliki kebebasan, akan tetapi kebebasan tidak
dapat diartikan secara lahiriyah. Kebebasan yang dimaksud disini
adalah manusia bebas memilih kepada kebaikan ataukah keburukan.
7 Ibid, Hal 1148 Teguh, Pengantar Filsafat Umum (Surabaya: eLKAF, 2005), Hal. 122-123
Menurutnya jiwa manusia berada dalam jiwa ilahi (cenderung untuk
baik) sehingga Plotinus menyimpulkan bahwa kebebasan yang dimiliki
oleh jiwa manusia dikarenakan jiwa manusia sebagian dari jiwa Ilahi.
Meskipun begitu manusiapun harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya karena ia telah diberi pikiran untuk memilih dan
kebebasan untuk menentukan piihan. Kemampuan dalam memilih hal
yang baik ini digerakkan oleh cinta yang disandarkan kepada Yang
Esa. Menurut Plotinus esensi keindahan tidak terletak dalam bentuk
yang kasat mata, akan tetapi esensinya terletak pada keintiman seorang
hamba dengan Tuhannya Yang Maha Sempurna.
Dari pernyataannya ini timbul semacam sekala menaik tentang
keindahan, mulai dari keindahan yang inderawi naik ke emosi
kemudian ke susunan alam semesta yang bersifat immaterial. Jadi
keindahan itu bertingkat mulai dari keindahan inderawi hingga
keindahan Ilahiah. Menurutnya pula, hal itu dikatakan indah apabila
mengikuti bentuk ideal. Penciptaan keindahan harus melalui
komunikasi pikiran yang mengair dari Tuhan. Selain membicarakan
keindahan Plotinus juga membicarakan tentang kejahatan. Pada intinya
kejahatan tidak memiliki realitas metafisis, merupakan perbuatan aku
yang rendah dan bukan realitas pada manusia. Sedangkan realitas
manusia merupakan realitas aku yang murni yang terdiri dari logos dan
nous. Logos menerima dari nous (akal) idea-idea yang kekal. Dengan
perantara logos (pikiran), jiwa hanya dapat melakukan tugas yang
mulia yang tujuannya bersatu dengan Tuhan. Kejahatan bukan realitas,
akan tetapi kejahatan ada sebagai pelengkap dalam kesempurnaan
alam.9
d. Ajaran tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada Plotinus, karena ia
menganggap sains berada di bawah metafisik dan metafisika lebih
rendah daripada keimanan. Surga lebih berarti daripada bumi sebab
9 Ibid. Hal. 125-126
surga itu merupakan tempat peristirahatan jiwa yang mulia. Dari
pendapatnya ini Plotinus mengekang kebebasan akal dengan doktrin-
doktrin agamanya ini. Tidak hanya Plotinus, pengikutnya Simplicius
bahkan tidak memberi ruang gerak kepada filsafat rasional.
Menurutnya orang yang mempelajari filsafat rasional sama halnya
melakukan kesia-siaan belaka bahkan mereka harus dimusuhi. Dari
doktrin inilah akhirnya kaisar Justianus melarang pengajaran filsafat
(apapun) di Athena dan menghukum berat orang-orang yang
mempelajarinya.
Begitu pula Agustinus yang mengganti akal dengan iman sehingga
potensi rasional yang diakui pada zaman Yunani digantikan dengan
kuasa Tuhan. Menurutnya tidak perlu dipimpin oleh pendapat yang
memiliki kebenaran relatif, karena agama memiliki kebenaran yang
mutlak. Dari kesemua isi filsafat neo-Platonisme berujung bahwa
kehidupan pertapa adalah kehidupan yang terbaik.10
4. Pengikut Plotinus
Sesudah Plotinus, NeoPaltonisme hanya menghasilkan sedikit saja
filosof yang berbobot, antara lain:
a. Parphyry (233-301). Dia adalah salah satu murid Plotinus yang
mengumpulkan karya Plotinus dan menyebarkannya dalam bentuk
ennead. Ia mengatakan bahwa setiap orang bijak tentu menghormati
Tuhan sekalipun dengan cara diam. Orang bijak selalu melatih diri
untuk mengenal Tuhan, berdoa dan bertaubat serta melakukan
kebaikan. Sedangkan orang yang bodoh akan menodai Tuhan
sekalipun sering berdoa dan bertaubat.
b. Lamblichus (w. 330). Ia berpendapat manusia tidak mungkin
memahami Tuhan dan ajaranNya.
c. Proclus, pendapatnya manusia tidak akan selamat tanpa iman.
Setidaknya dari ketiga pendapat murid Plotinus dapat diketahui bahwa
10 Ibid, Hal. 128
iman menang secara mutlak. Tidak ada lagi ruang bagi rasio untuk
berfilsafat. Mereka memandang rendah keberadaan filsafat bahkan
diakatakan bahwa filsafat tidak sesuai dengan penyelamatan. Tidak ada
perkembangan penting dalam pemikiran ini, karena semuanya
mengulang pemikiran Plotinus. Dengan lahirnya ajaran Plotinus ini,
dapat dikatakan berakhirnya alam pikiran Yunani. Sebab corak
pemikiran Yunani yang bercirikan intelektual dan rasional sudah
tertutup oleh corak pikiran Plotinus yang bersifat mistik, irasional dan
hanya dapat ditangkap oleh perasaan saja.11
C. Kesimpulan
1. NeoPaltonisme merupakan ide-ide baru yang muncul dari ide-ide filsafat
yang telah dimunculkan oleh Plato. Aliran NeoPaltonisme juga merupakan
sintesa dari semua aliran filsafat sampai saat itu, dimana Plato diberi
tempat istimewa. Faham ini dicetuskan pertama kali oleh Plotinus dari
mesir
2. Teori emanasi yang diajukan Plotinus merupakan teori tentang penciptaan
yang belum pernah diungkapkan oleh filsuf sebelumnya
3. Paham NeoPaltonisme ini mencakup dua gerakan, yaitu gerak kebawah
yang merupakan emanasi dari tuhan dan gerak ke atas yang merupakan
penyatuan hamba dengan tuhannya
Daftar Pustaka
Bertens K, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2006)
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005)
Teguh, Pengantar Filsafat Umum (Surabaya: eLKAF, 2005)
11 Bertens K, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2006), Hal. 95