Download - NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Transcript
Page 1: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

AMALIA ZATALINI14010411100036 / 035 NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONALHUBUNGAN INTERNASIONAL

1. Jenis konflik yang mudah diselesaikan:

Jenis konflik yang mudah diselesaikan adalah konflik internal atau intrastate

conflict karena selama berlangsungnya konflik tidak ada pihak luar yang terlibat

sehingga konflik dapat diselesaikan tanpa terlalu banyak campur tangan pihak asing dan

tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh kepentingan pihak-pihak luar yang

berkepentingan dengan konflik tersebut. Beberapa contoh inrastate conflict yang berhasil

diselesaikan antara lain:

Konflik Bosnia

Awal mula konflik

Peristiwa genosida terjadi di Bosnia semasa pemerintahan Slobodan Millosevic.

Konflik berawal dari perbedaan cara pandang antara etnis Serbia dengan etnis Bosnia

dalam memahami keyakinan dan kepentingan satu sama lain sehingga berujung pada

peristiwa pembantaian massal yang dilakukan oleh tentara Ultra nasionalis Serbia

terhadap etnis Bosnia yang mayoritas Islam.

Melalui referendum, pada tanggal 3 Maret 1992 rakyat Bosnia–Herzegovina

menyepakati pemisahan diri mereka dari Yugoslavia dan mendirikan negara Republik

Bosnia–Herzegovina. Hal ini menimbulkan kekecewaan etnis Serbia yang berada di

Bosnia dan menjadi titik awal dari perang etnis terbesar dalam sejarah Eropa

kontemporer. Di bawah komando Slobodan Millosevic dukungan terhadap etnis Serbia

yang bermukim di Bosnia pun datang dari tentara Ultra nasionalis Serbia dimana mereka

menjadikan kaum Muslim Bosnia sebagai sasarannya. Banyak dari tentara Ultra

1

Page 2: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

nasionalis yang melakukan kekejaman seperti pembunuhan terhadap penduduk sipil

(terutama warga Muslim), pemerkosaan massal, pemindahan penduduk secara paksa, dan

pengerusakan fasilitas umum saat peperangan berlangsung.

Perang tersebut berlangsung selama 3,5 tahun dan telah menyebabkan 250.000

lebih warga Muslim Bosnia tewas serta 1,5 juta lainnya terpaksa hidup dalam

pengungsian. Petinggi militer Serbia dan penguasa rezim fasis di Yugoslavia diduga

menjadi otak dari semua peristiwa berdarah tersebut dimana tokohnya seperti Radovan

Karadzic, Ratko Mladic, Milan Gvero dan Soblodan Millosevic adalah arsitek utama

genosida di Bosnia–Herzegovina.

Analisis konflik

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis konflik Bosnia yakni rational

actor. Hal ini berdasarkan fakta bahwa genosida yang dilakukan oleh pemerintah

disebabkan oleh keinginan pemerintah untuk mempertahankan wilayah kedaulatannya.

Seperti yang diketahui bahwa pada saat itu Yugoslavia pecah menjadi 6 negara yang

didasarkan oleh etnis. Berbeda dengan negara pecahan lainnya yang lebih mudah

mendapatkan kemerdekaan, Bosnia mengalami kesulitan untuk mencapai hal tersebut

meskipun referendum telah dilakukan. Sebaliknya, Bosnia justru harus menghadapi 2

pilihan sebagai akibat dari hasil referendum tersebut. Pertama, Bosnia tetap menjadi

bagian dari Yugoslavia dimana etnis Serbia Bosnia akan mendapatkan pekerjaan yang

lebih baik dibandingkan dengan etnis Muslim dan Kroasia yang berada di sana. Kedua,

memisahkan diri dari Yugoslavia namun etnis Muslim Bosnia tidak mendapatkan

perlindungan dan akses militer.

Dipersulitnya Bosnia untuk memisahkan diri dikarenakan sebagai bagian yang

memilki etnis yang kompleks, Bosnia terdiri dari tiga etnis yaitu Muslim, Serbia, dan

Kroasia dimana etnis Serbia yang bermukim di Bosnia menolak untuk memisahkan diri

2

Page 3: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

dari Yugoslavia. Alasan lainnya yakni wilayah Bosnia pada masa Yugoslavia masih

dipimpin oleh Broz Tito difokuskan untuk menjadi basis industri yang mana industri

militer termasuk di dalamnya sehingga apabila Bosnia melepaskan diri maka akan sangat

merugikan bagi Yugoslavia.

Resolusi konflik

Atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang telah dilakukan oleh tentara Ultra

nasionalis Serbia maka dibentuklah International Criminal Tribunal for the former

Yugoslavia (ICTY) demi mempertanggungjawabkan perbuatan keji tersebut. Keberadaan

pengadilan tersebut merupakan hasil dari Resolusi 827 yang dikeluarkan oleh Dewan

Keamanan PBB yang dibentuk dengan tujuan menyelidiki, mengadilkan para individu

yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan terhadap

kemanusiaan, genosida di wilayah Yugoslavia. Pada tanggal 25 Mei 1993 anggota

Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat memilih untuk mendirikan ICTY serta

menilai bahwa pembunuhan massal, pembersihan etnis, penyiksaan, perkosaan dan

kejahatan lain yang terjadi pada saat konflik di wilayah Yugoslavia merupakan ancaman

bagi perdamaian dan keamanan internasional.

ICTY mempekerjakan sekitar 1.200 staff serta mempunyai tiga komponen

organisasi yaitu Chambers, Registry, dan Office of The Prosecutor (OTP). Chambers

terdiri dari hakim-hakim yang bekerja di pengadilan tingkat pertama dan pengadilan

banding. Pengadilan banding dalam ICTY juga merangkap fungsi sebagai pengadilan

banding ICTR. Registry merupakan organisasi yang bertanggungjawab terhadap

keseluruhan administrasi dari ICTY seperti menyimpan catatan pengadilan,

mengalihbahasakan dokumen pengadilan. Registry juga bertanggungjawab atas unit

penahanan (Detention Unit) bagi tersangka yang sedang menjalani proses pengadilan dan

program Legal Aid bagi tersangka yang tidak mampu membayar untuk pembelaannya.

3

Page 4: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Sementara OTP bertanggungjawab untuk melaksanakan investigasi terhadap kejahatan,

mengumpulkan bukti, dan menuntut tersangka.

Tahun 2011, penangkapan terhadap Ratko Mladic yang merupakan komandan

senior militer Angkatan Darat Serbia-Bosnia baru dilakukan sejak ia didakwa tahun 1995

oleh ICTY. Ratko Mladic didakwa dengan 15 tuduhan genosida dan kejahatan perang

terhadap kemanusiaan, terutama terhadap warga sipil Muslim Bosnia, Kroasia Bosnia

dan non–Serbia di wilayah Bosnia-Herzegovina tahun 1992-1995 dengan kejahatan

meliputi:

a. Pembunuhan hampir 8.000 pria Muslim Bosnia dan anak laki-laki di Srebrenica pada

tahun 1995.

b. Pembunuhan, penganiayaan, pemindahan paksa, penahanan dan penganiayaan

terhadap kaum Muslim Bosnia dan Kroasia Bosnia selama kampanye dengan tujuan

menghapus permanen orang tersebut dari wilayahnya di bawah kendali kekuatan

Republika Srpska.

c. Kampanye teror dan penembakan dan mengecam warga sipil di Sarajevo oleh

pasukan Serbia Bosnia di bawah komandonya dan kontrol yang mengakibatkan

pembunuhan dan melukai ribuan warga sipil, termasuk banyak wanita dan anak.

d. Pengambilan pengamat militer PBB dan personil pemelihara perdamaian sebagai

sandera Mei dan Juni 1995.

Ratko Mladic diadili lebih lanjut oleh pengadilan di Den Haag Belanda dan

mendapatkan perhatian dunia internasional. Selain Mladic, ICTY juga menghukum

mantan Jenderal Serbia Bosnia Zdravko Tolimir dengan hukuman penjara seumur hidup

atas tuduhan genosida terhadap Muslim selama perang Bosnia.

Ada pula Stanko Kojic yang dijatuhi hukuman penjara selama 43 tahun karena

keterlibatannya dalam eksekusi massal ratusan Muslim Bosnia di Srebrenica. Selanjutnya

4

Page 5: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

tiga mantan tentara Serbia-Bosnia yang dieksekusi karena kasus yang sama yakni Kos

Franc dan Zoran Goronja dimana masing-masing dipenjara selama 40 tahun serta

Vlastimir Golijan selama 19 tahun karena dia berusia di bawah 21 tahun saat itu. Pun

begitu ketiganya dibebaskan dari tuduhan genosida karena kurangnya bukti tentang niat

mereka untuk melakukan genosida. Kojic mendapatkan hukuman terlama karena hakim

menilai ia telah melakukan pembantaian secara kejam dari yang lain dan kemudian

berbohong tentang jumlah orang-orang yang telah dibunuhnya. Keempatnya bertugas di

unit komando 10 tentara Serbia-Bosnia dan total hukuman 142 penjara yang dijatuhkan

pada mereka merupakan tuntutan terpanjang yang pernah dijatuhkan oleh pengadilan

kejahatan perang Bosnia.

Pengadilan bagi Millosevic sendiri baru dimulai di Den Haag pada 12 Februari

2002 dimana Millosevic bertindak sebagai pembela dirinya sendiri dan tidak mengakui

yurisdiksi ICTY. Jaksa penuntut membutuhkan dua tahun untuk menyampaikan

tuntutannya pada bagian pertama dari pengadilan itu yang mencakup perang di Kroasia,

Bosnia dan Kosovo. Selama masa itu sakit yang didera Millosevic semakin parah hingga

menyebabkan jeda dan pengadilan yang diperpanjang hingga sekurang-kurangnya enam

bulan. Awal 2004, ketika Millosevic muncul di pengadilan untuk mulai menyampaikan

pembelaanya dengan menyebutkan lebih dari 1.200 orang saksi, kedua hakim ICTY

memutuskan untuk menunjuk dua orang pengacara dimana tindakan ini ditentang oleh

Milošević sendiri serta kedua pengacara Britania yang ditunjuk mendampinginya. Ia pun

dijatuhi dakwaan atas kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan yang ia

lakukan di Kosovo. Kemudian pada tanggal 11 Maret 2006 Millosevic meninggal di sel

tahanannya di Den Haag sehingga vonis terhadapnya tidak pernah terjadi.

Dalam kasus Bosnia ini menurut pengamatan International Court Justice (ICJ)

Serbia tidak bertanggungjawab atas pemusnahan massal dimana ICJ hanya memutuskan

5

Page 6: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

bahwa Serbia melakukan kealalaian dengan membiarkan terjadinya genosida di daerah

negaranya sendiri. Tuntutan Bosnia agar Serbia bertanggungjawab menganti rugi kepada

para muslim korban di desa-desa Bosnia Timur pun tidak disetujui oleh pihak ICJ.

Namun ICJ telah menemukan beberapa bukti bahwa pembunuhan secara masif benar-

benar terjadi di kamp-kamp konsentrasi di wilayah yang terjadi konflik, terjadinya

pemerkosaan, serta pencacatan secara fisik dengan sengaja. Sayangnya ICJ belum

menemukan bukti kuat kejadian ini terjadi atas dasar keinginan Serbia untuk

menghilangkan etnis Muslim Bosnia. Hal ini menyebabkan munculnya spekulasi bahwa

keputusan Mahkamah Internasional membatalkan tuntutan Bosnia kepada Serbia agar

bertanggung jawab atas genosida terhadap warga Muslim Bosnia di kota Srebenica telah

diintervensi oleh beberapa pihak. Opini yang beredar juga beranggapan bahwa apabila

rakyat Bosnia mayoritas beragama Kristen mungkin negara-negara Barat tidak akan

tinggal diam menyaksikan pembantaian massal pada puluhan ribu warga Muslim Bosnia

dan lambat dalam menanganinya.

Konflik Sri Lanka

Awal mula konflik

Sebelum menjadi negara merdeka, sejak tahun 1658 Sri Lanka merupakan salah

satu wilayah jajahan Inggris. Penduduk Sri Lanka terdiri atas etnis Sinhala, Tamil, serta

kelompok lain yang jumlahnya tidak mencapai 10%. Etnis Sinhala yang menganut

agama Budha merupakan penduduk mayoritas sedangkan etnis Tamil yang menganut

agama Hindu merupakan penduduk minoritas dan mendiami wilayah utara serta timur

Sri Lanka. Kedua etnis tersebut memang berbeda baik secara agama maupun kultural

karena etnis Tamil sendiri bukanlah penduduk asli Sri Lanka melainkan penduduk

keturunan India.

6

Page 7: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Perselisihan tampak ketika Inggris berencana untuk mendirikan parlemen lokal

dimana jumlah anggota parlemen ditentukan atas dasar jumlah etnis. Dengan adanya

rencana tersebut dapat dipastikan bila etnis Sinhala akan mendominasi sementara etnis

Tamil sebagai penduduk minoritas akan dikesampingkan. Dari permasalahan inilah

kemudian keretakan hubungan natara etnis Sinhala dengan Tamil makin meluas.

Saat Sri Lanka memperoleh kemerdekaannya, pemerintah mengeluarkan

kebijakan bila Sri Lanka akan menggunakan bentuk negara kesatuan. Dengan keluarnya

kebijakan tersebut seolah menyiratkan bila pemerintah yang didominasi oleh Sinhala

berusaha untuk mempertahankan status quo mereka atas etnis minoritas di negeri

tersebut. Tentunya hal ini bertentangan dengan keinginan etnis Tamil yang menghendaki

pembentukan negara federal. Setelah kebijakan mengenai bentuk negara, pemerintah

kembali mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti penggunaan bahasa Sinhala sebagai

bahasa nasional serta dilarangnya media cetak maupun film berbahasa Tamil dari India

masuk ke Sri Lanka.

Pada tanggal 23 Juli 1983 terjadi pembantaian terhadap etnis Tamil yang mana

peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Balck July. Dalam peristiwa tersebut sekitar 200

hingga 3000 etnis Tamil tewas terbunuh sedangkan 25.000 penduduk lainnya menjadi

tunawisma. Black July inilah yang kemudian mengantarkan Sri Lanka pada perang sipil

antara pemerintah dengan kelompok separatis Tamil yang menginginkan pembentukan

Tamil Eelam (Negara Tamil).

Analisis konflik

Sama halnya dengan konflik yang terjadi di Rwanda, konflik Sri Lanka ini

disebabkan oleh ketidakadilan dan ketidaksetaraan baik dalam bidang sosial, budaya, dan

ekonomi yang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar meliputi kebutuhan

secara fisik, mental, dan sosial sehingga berujung pada timbulnya konflik.

7

Page 8: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Etnis Tamil yang menjadi penduduk minoritas merasa disisihkan oleh pemerintah

Sri Lanka melalui kebijakan-kebijakan yang diberlakukan. Kondisi ini kemudian menjadi

runyam ketika peristiwa Black July terjadi yang mana dengan adanya peristiwa ini

menjadi pemantik bagi berkobarnya perang di negara tersebut.

Resolusi konflik

1. Perjanjian Indo – Sri Lanka

India merupakan negara pertama yang bertindak terhadap konflik yang

menimpa Sri Lanka dengan memberikan bantuan kemanusiaan. Pada 29 Juli

1987, Presiden Sri Lanka Jayawardane dan Perdana Menteri India Rajiv

Gandhi menyepakati pengiriman pasukan perdamaian India ke Sri Lanka

dimana dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan mengenai pembentukan

dewan provinsi. Namun dalam pelaksanannya kesepakatan tidak berjalan

sesuai harapan. Banyak pihak merasa tidak puas terutama dari kubu Macan

Tamil yang kembali mengangkat senjata. Kekerasan terhadap pasukan

perdamaian India tidak dapat dihindari sehingga pada Maret 1990 Presiden

Ranasinghe Premadasa (presiden selanjutnya yang menggantikan

Jayawardane) meminta supaya dilakukan penarikan terhadap pasukan

perdamaian tersebut.

2. Mediasi oleh Norwegia

Pada tahun 2000 Norwegia ditunjuk untuk menjadi mediator bagi pemerintah

Sri Lanka dengan Macan Tamil. Tanggal 22 Februari 2002 baik pemerintah

Sri Lanka maupun Macan Tamil akhirnya bersedia untuk menandatangani

perjanjian gencatan senjata. Guna menjaga pelaksanaan MoU maka dibentuk

komite Sri Lanka Monitoring Mission (SLMM) yang beranggotakan

8

Page 9: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Norwegia, Islandia, Swedia, dan Denmark yang mana tugas dari SLMM ini

adalah untuk melakukan pemantauan terhadap kedua pihak yang bertikai.

Namun pelaksanaan MoU tidak dapat bertahan lama sebab rasa kepercayaan

diantara kedua pihak sulit dibangun sehingga pada tahun 2008 MoU ini resmi

berakhir.

3. Resolusi PBB

Konflik Sri Lanka baru berakhir setelah pemerintah berhasil mengalahkan

pemberontak Macan Tamil. Lalu, demi menindaklanjuti pelanggaran HAM

yang terjadi semasa perang pada tanggal 22 Juni 2010 Sekertaris Jendral PBB,

Ban Ki-Moon meresmikan pembentukan panel yang berisikan 3 anggota.

Panel tersebut diketuai oleh Marzuki Darusman yang merupakan mantan Jaksa

Agung Indonesia sementara 2 anggota lainnya yakni Yasmin Sooka, seorang

pakar HAM dari Afrika Selatan, dan Steven Ratner, seorang pengacara

berkebangsaan Amerika yang menjadi penasehat PBB dalam langkah memeja

hijaukan Khmer Merah di Kamboja. Dalam laporannya, panel menyebutkan

adanya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah Sri Lanka dan

Macan Tamil ketika konflik berlangsung. Terkait hal tersebut, pihak Amerika

Serikat kemudian mengajukan resolusi kepada PBB dimana resolusi tersebut

akhirnya disetujui oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dengan 24 negara

pendukung.

Konflik Rwanda

Awal mula konflik

Genosida yang terjadi di Rwanda merupakan sebuah gambaran nyata bagaimana

kecemburuan sosial dapat membawa dampak yang sangat mengerikan terhadap

9

Page 10: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

kehidupan manusia. Dimulai dengan kedatangan suku Tutsi yang kemudian

mendominasi suku Hutu dari segi perekonomian dimana Tutsi menjadi suku dari para

orang-orang ningrat sementara Hutu menjadi masyarakat kelas bawah di negerinya

sendiri. Kesenjangan sosial diantara kedua suku semakin parah saat masa penjajahan

Belgia yang tetap mempertahankan sistem sosial seperti itu.

Pemerintah kolonial menganggap bila suku Tutsi lebih menyerupai mereka dari

segi penampilan fisik dan menempatkan mereka pada posisi-posisi di pemerintahan.

Sedangkan Hutu semakin menjadi suku yang terpinggirkan di tanahnya dengan di

tempatkan pada pekerjaan-pekerjaan kerah biru. Diskriminasi yang terjadi tidak hanya

diterapkan pada sektor pemerintahan namun juga terhadap sektor pendidikan. Oleh

pemerintah, suku Hutu dilarang untuk memperoleh pendidikan tinggi dengan tujuan

menutup kesempatan mereka untuk meraih pekerjaan yang lebih baik sehingga pada

akhirnya mereka tetap akan menjadi warga negara kelas bawah di Rwanda. Tidak

berhenti di situ, pemerintah Belgia bahkan menerapkan kebijakan penerapan kartu

indentitas penduduk pada tahun 1993 dimana dalam kartu tersebut wajib dicantumkan

kesukuan pemiliknya. Secara nyata, pemerintah kolonial memang sengaja menggunakan

politik devide et impera untuk menyebar perpecahan diantara kedua suku. Diskriminasi

yang dilakukan oleh Belgia kemudian menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri. Suku

Hutu berusaha untuk melepaskan diri dari tekanan diskriminasi yang menghimpit mereka

sehingga muncullah perjuangan untuk meraih kemerdekaan.

Akhirnya di tahun 1959, demi meredakan kekacauan yang terjadi pemerintah

Belgia mengganti hampir setengah suku Tutsi yang duduk di pemerintahan dengan suku

Hutu. Partai politik Hutu pun terbentuk dengan nama Permehutu (Parti du Mouvement et

de I`emancipation des Bahutu) dimana pada tahun 1961 partai ini berhasil memenangi

pemilu. Gregoir Kayibanda menjabat sebagai presiden. Rezim yang baru terbentuk itu

10

Page 11: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

menggunakan sistem sentralisme dalam menjalankan pemerintahannya. Diskriminasi

yang dialami oleh Hutu semasa pemerintahan Tutsi menjadi justifikasi bagi mereka

dalam melakukan tindakan kekerasan terhadap suku Tutsi dan genosida kecil-kecilan

terhadap Tutsi pun mulai terjadi. Di samping itu, sistem sentralisasi yang digunakan

menjadikan pemerintahan Kayibanda bersifat otoriter. Ia melakukan pemaksaan dalam

menjalankan kebijakan-kebijakannya.

Pada tahun 1973 terjadi pemindahan kekuasaan kepada kelompok militer Hutu

dimana Juvenal Habyarimana berhasil melakukan kudeta terhadap Kayibanda. Rwanda

pun berubah menjadi negara dengan sistem monopartai di tahun 1975 dengan partai

MRND (Mouvement Revolutionnaire National Parle Development) sebagai partai

tunggal yang berkuasa. Namun di bawah kekuasaan Habyarimana nasib suku Tutsi tidak

jauh berbeda justru mereka semakin tersingkirkan di Rwanda sehingga membuat mereka

terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga. Dengan kondisi seperti itu, suku Tutsi di

bawah pimpinan Paul Kagame membentuk RPF (Rwanda Patriotic Front) di tahun 1990

dan menyerang Rwanda sehingga pecahlah konflik antara pemerintah Rwanda dengan

RPF. Tujuan dari serangan RPF adalah supaya pemerintah memberikan porsi kursi

pemerintahan bagi suku Tutsi juga. Tuntutan mereka terimplementasi dalam Arusha

Accords yang lalu ditolak oleh Hutu ekstrimis. Keadaan semakin terpuruk dengan

tewasnya Presiden Juvenal Habyarimana ketika pesawat yang ditumpangi olehnya

ditembak jatuh sehingga menewaskan sang presiden. Suku Hutu kemudian menuduh bila

suku Tutsi merupakan pelakunya sehingga memberikan celah bagi kelompok militan

Hutu untuk melaksanakan aksinya. Belakangan diketahui bahwasannya pelaku

penembakan tersebut tidak dilakukan oleh Tutsi melainkan oleh orang-orang Hutu

sendiri yang tidak menghendaki adanya perjanjian perdamaian.

11

Page 12: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Analisis konflik

Konflik yang terjadi di Rwanda merupakan konflik etnis yang dikategorikan ke

dalam konflik intrastate. Fredrick Barth mendefinisikan etnis sebagai himpunan manusia

yang terbentuk atas dasar persaman ras, agama, asal-usul, bangsa, maupun kombinasi

dari hal-hal tersebut yang mana mereka terikat pada sistem nilai dan budaya.

Konflik yang terjadi di Rwanda dapat dijelaskan menggunakan teori kebutuhan

manusia yang berhubungan dengan teori transformasi konflik. Berdasarkan teori

kebutuhan manusia (basic needs), konflik timbul ketika kebutuhan dasar manusia tidak

terpenuhi sehingga menimbulkan rasa ketidakamanan terhadap individu maupun

kelompok masyarakat tertentu. Kebutuhan dasar yang dimaksud meliputi kebutuhan

secara fisik, mental, dan sosial. Sedangkan teori transformasi konflik berasumsi bila

ketidakadilan dan ketidaksetaraan baik dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi

merupakan sebab timbulnya konflik.

Ketidakharmonisan antara pemerintah dengan kelompok identitas sudah terjadi

sejak masa kolonialisme yakni suku Tutsi terhadap Hutu. Demi menjaga supaya suku

Hutu tetap menjadi warga negara kelas bawah, pemerintah mencoba mengeliminasi

mereka. Eliminasi yang dilakukan oleh pemerintah menebarkan perasaan tidak aman

dikalangan suku tersebut. Mereka diperlakukan dengan diskriminatif dan disingkirkan

dengan pemberlakuan sistem stratifikasi sosial yang ekstrim sehingga menutup akses

mereka terhadap pendidikan. Padahal tanpa pendidikan yang baik mereka tidak dapat

memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik pula. Hal ini kemudian

berujung pada permasalahan ekonomi dan menjadi sebuah lingkaran yang menjebak

suku Hutu di dalamnya. Tekanan yang diterima oleh suku Hutu akibat ketidakadilan ini

lalu menjadi bom waktu yang menumbuhkan rasa dendam dan menimbulkan

perlawanan. Oleh sebab itu ketika suku Hutu berhasil meraih kursi kepemimpinan,

12

Page 13: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

situasi menjadi terbalik. Suku Tutsi mereka pandang sebagai sebuah ancaman yang harus

disingkirkan keberadaannya sehingga terjadilah genosida terhadap Tutsi.

Resolusi konflik

Dalam mencapai perdamaian, teori kebutuhan manusia dan teori transformasi

konflik memiliki fokus yang berbeda namun saling berkaitan. Pertama diawali dengan

teori kebutuhan manusia yang berfokus pada tindakan membantu pihak-pihak yang

berkonflik dalam menentukan pilihan-pilihan guna memenuhi kebutuhan mereka yang

tidak terpenuhi. Teori transformasi konflik lebih berfokus kepada perubahan struktur

yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, meningkatkan hubungan antara

pihak-pihak yang berkonflik, serta mengembangkan segala hal yang menunjang adanya

keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi.

Upaya rekonsiliasi secara demokratis antara suku Tutsi dan Hutu pun telah

dilakukan sejak masa Presiden Juvenal Habyarimana. Habyarimana berusaha untuk

menyatukan kedua pihak yang bertikai dimana rencana ini tertuang dalam Arusha

Accord pada 1993. Sayangnya proses demokrasi tersebut berlangsung saat dimana

lembaga yang mengatur kehidupan sipil belum cukup mapan dan diperburuk dengan

adanya elite politik yang justru merasa terancam dengan adanya demokratisasi dalam

bentuk pembagian kekuasaan dengan Tutsi. Upaya rekonsiliasi Habyarimana pun

semakin sulit ketika kondisi ekonomi Rwanda semakin menurun. Ekstrimis Hutu pun

menyatakan ketidaksetujuan mereka dengan langkah yang diambil Habyarimana untuk

menghapus sistem pemerintahan satu suku di Rwanda.

PBB juga membentuk pasukan United Nations Assistance Mission for Rwanda

atau UNAMIR. UNAMIR dibentuk berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 872

(1993) pada 5 Oktober 1993 dengan misi menjaga perdamaian di Rwanda yang terdiri

13

Page 14: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

dari lebih 2.500 personil militer. Adapun mandat yang diberikan kepada UNAMIR

berdasarkan resolusi:

1. No. 893 (1994): menyetujui pengiriman lebih awal batalyon infantri kedua ke zona

demiliterisasi.

2. No. 909 (1994): memperpanjang mandat UNAMIR sampai dengan 29 juli 1994

3. No. 912 (1994): memutuskan pengurangan jumlah pasukan UNAMIR dari 2.539

menjadi 270 tentara

4. No. 918 (1994): mengesahkan pembentukan UNAMIR II yang terdiri dari 5.500

pasukan militer.

Sayangnya misi UNAMIR dianggap gagal karena tidak dapat mencegah

terjadinya genosida. Namun kegagalan tersebut tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada

pihak pasukan perdamaian karena pasukan ini memiliki keterbatasan mandat yang

menyebabkan adanya keterbatasan personil serta persenjataan. Mereka bahkan turut

menjadi objek penyerangan militan Hutu.

Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. S/RES/955 tahun 1994

dibentuklah ICTR (International Criminal Tribunal for Rwanda) di Arusha, Tanzania.

Tujuan pembentukan ICTR adalah untuk menuntut serta mengadili orang-orang yang

bertanggung jawab atas genosida dan kejahatan berat lain yang melanggar hukum

humaniter internasional di Rwanda.

Konflik Kamboja

Awal mula konflik

Konflik terjadi pada masa Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot berkuasa di

Kamboja tahun 1975 hingga 1979. Pol Pot ingin membangun Kamboja dari awal maka

pada 17 April 1975 ia memplokamirkan Kamboja—yang dulunya bernama Kampuchea

14

Page 15: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

—sebagai negara baru serta menyebutnya sebagai ‘Year Zero’. Pada masa Year Zero

masyarakat Kamboja ‘dimurnikan’ dalam artian semua pengaruh asing seperti

kapitalisme, budaya Barat, dan bahkan agama harus disingkirkan dalam kehidupan

masyarakat, warga negara asing yang berada di Kamboja diusir, pemutusan hubungan

diplomatik, dan penolakan terhadap bantuan ekonomi maupun medis dari pihak asing.

Selain itu, Pol Pot juga memproklamirkan bahwa pada 17 April 1975 merupakan

Liberation Day yakni lepasnya Kamboja dari rezim Lon Nol yang dikenal buruk dan

korup. Di bawah pimpinan Pol Pot, Kamboja berubah menjadi negara komunis yang

tertutup dari dunia luar serta diasingkan oleh masyarakat internasional.

Rezim Pol Pot juga sangat memusuhi orang-orang yang berpendidikan, yang

memiliki kekuasaan dan pengaruh, serta yang dulunya bekerja di bawah pemerintahan

Lon Nol dan tidak segan-segan membunuh orang-orang tersebut. Kebanyakan dari

mereka dieksekusi di Choeung Ek.Selain Choeung Ek, ada sekitar 343 ladang

pembantaian (killing fileds) yang tersebar di seluruh penjuru wilayah Kamboja. Sikap

Pol Pot ini tidak terlepas dari pemikirannya dalam menerapkan paham komunisme.

Paham tersebut tidak mendukung adanya kelas-kelas dalam masyarakat dan sebaliknya

mendukung adanya kesetaraan.

Analisis konflik

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisa konflik Kamboja adalah

pendekatan rational actors. Pemerintahan komunis yang dijalankan oleh Pol Pot

sebenarnya terinspirasi dari Revolusi Kebudayaan yang berhasil dilakukan oleh Mao

Zedong di Cina. Selama 4 tahun masa kepemimpinannya, Pol Pot melalui Khmer Merah

mencoba untuk mengubah Kamboja yang tadinya merupakan negara republik menjadi

negara Maois dengan konsep agrarianisme. Dalam mendukung tujuannya tersebut, rezim

Pol Pot secara paksa memindahkan sekitar dua juta penduduk Pnom Penh ke desa

15

Page 16: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

dengan berjalan kaki untuk dipekerjakan sebagai petani. Namun dalam kasus Khmer

Merah, Pol Pot menerapkannya secara ektrim.

Resolusi konflik

Komunisme ekstrim yang Pol Pot terapkan selama masa pemerintahannya telah

mengakibatkan kematian sekitar 1,7 juta penduduk Kamboja yang merupakan 26% dari

populasi Kamboja saat itu. Khmer Merah pun bahkan tetap mengejar orang-orang yang

berhasil menyelamatkan diri ke Vietnam. Atas dasar pelanggaran yang terjadi di daerah

perbatasan Kamboja - Vietnam maka pada 25 Desember 1978 Vietnam melakukan

invansi terhadap Kamboja dan berhasil mengalahkan rezim Pol Pot.

Genosida yang dilakukan oleh rezim Pol Pot termasuk dalam kejahatan

kemanusiaan berat sekaligus merupakan tragedi kemanusiaan terburuk yang terjadi di

abad ke-20. Kejahatan genosida merupakan bagian dari norma jus cogens yakni prinsip

dasar yang diakui oleh komunitas internasional sebagai norma yang tidak boleh

dilanggar. Seperti yang tercantum dalam pasal 6 Statuta Roma, genosida diartikan

sebagai setiap tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan,

secara keseluruhan ataupun sebagian, kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama:

(a) Pembunuhan para anggota kelompok

(b) Menyebabkan kerusakan/luka-luka tubuh ataupun mental yang sangat serius terhadap

para anggota kelompok

(c) Dengan sengaja merugikan kondisi-kondisi kehidupan kelompok yang

diperhitungkan dapat berakibat pada kerusakan fisik secara keseluruhan ataupun

sebagian

(d) Tindakan-tindakan berat yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran kelompok itu

(e) Pemindahan paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lain

16

Page 17: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Terkait dengan kasus Khmer Merah, hampir semua dari poin-poin di atas telah

dilakukan terhadap rakyat Kamboja. Dari pembunuhan terhadap pengikut Lon Nol,

penyiksaan terhadap para tahanan, hingga pengambilan paksa anak-anak dari orang

tuanya. Atas perbuatan tersebut maka dibentuklah Pengadilan Khusus Khmer Merah

untuk mempertanggungjawabkan semua kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang telah

mereka lakukan. Pengadilan Khusus Khmer Merah mulai bekerja pada tahun 2006.

Namun hingga saat ini pengadilan tersebut baru berhasil memberikan satu putusan

terhadap Duch (Kaing Guek Eav) yang merupakan seorang Kepala Penjara. Sedangkan

Pol Pot yang merupakan pimpinan rezim tersebut sudah meninggal karena serangan

jantung sebelum dapat tersentuh oleh hukum.

2. Makalah yang paling baik dan alasannya:

Ada delapan makalah yang telah dipresentasikan di kelas meliputi konflik di

empat wilayah (Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika) baik yang resolusinya berhasil

maupun yang gagal. Dari kedelapan makalah tersebut, makalah berjudul “Konflik India

dan Pakistan dalam Perebutan Wilayah Kashmir” merupakan yang paling bagus menurut

pendapat saya.

Pertama, secara umum konflik antara India dan Pakistan dalam memperebutkan

wilayah Kashmir merupakan konflik politik. Dalam makalah tersebut dijelaskan

mengenai kondisi Kashmir dengan detail, baik secara geografis maupun demografis,

yang menjadi penyebab (latar belakang) dari timbulnya konflik tersebut pada tahun 1941.

Kedua, makalah tersebut menjelaskan mengenai elemen-elemen yang terdapat

dalam konflik India – Pakistan secara sistemastis meliputi:

Penjelasan mengenai aktor-aktor yang terlibat di dalamnya antara lain

pemerintah India, Pakistan, PBB, serta negara-negara luar seperti Cina,

17

Page 18: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Amerika Serikat, dan Rusia beserta kepentingan mereka terlibat dalam

konflik tersebut.

Tindakan-tindakan (actions) yang mereka lakukan untuk mengancam pihak

satu dan lainnya dimana dalam hal ini pihak India mengancam Pakistan

melalui ecological type of threats yang merupakan suatu aksi yang dilakukan

untuk mengancam lawan dengan hal-hal yang berhubungan dengan

lingkungan dan ekologis yakni dengan menutup saluran sumber air yang

telah lama digunakan masyarakat Pakistan untuk kehidupan pertaniannya

dengan cara membangun sejumlah kanal dan hidro-elektrik sehingga

mengurangi jumlah air yang dialirkan ke daerah pertanian Pakistan. Selain

itu India juga melakukan military type of threats yaitu dengan menggunakan

hal-hal yang berhubungan dengan militer, bahkan hingga terjadi perang

dimana dalam makalah secara berurutan disebutkan perang-perang yang

terjadi antara kedua negara tersebut yang terjadi sejak tahun 1947 hingga

tahun 1999.

Incompabilities yang menjadi penyebab timbulnya konflik.

Ketiga, dalam menjelaskan mengenai pendekatan (approach) menggunakan

grafik. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisa konflik India – Pakistan adalah

pendekatan dinamika. Dengan adanya grafik memudahkan saya untuk memahami

mengapa konflik tersebut dianalisis menggunakan pendekatan dinamikan dan bukan

menggunakan pendekatan yang lainnya. Serta disebutkan pula resolusi-resolusi yang

sesuai untuk mengatasi konflik yang mengalami dinamika seperti establishing dialogue,

confidence building measure, roles parties with non-violent methods (NGO) meskipun

pada kenyataannya konflik terus berlanjut disebabkan oleh dialog-dialog yang dibangun

tidak mencapai kesepakatan di antara kedua negara.

18

Page 19: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

Keempat, dalam mengkategorikan konflik tidak hanya menggunakan satu tipologi

saja berdasarkan aktor yang terlibat di dalamnya namun dilihat juga dari beberapa

indikator seperti jumlah korban serta penyebab konflik. Kelima, dalam usaha

menyelesaikan konflik India – Pakistan dalam makalah tidak hanya disebutkan resolusi-

resolusi apa saja yang telah dilakukan namun juga dijelaskan mengapa resolusi-resolusi

tersebut gagal dicapai.

Referensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Srebrenica

http://sejarahunj.blogspot.com/2010/05/genosida-di-bosnia.html

http://www.voa-islam.com/news/world-world/2012/06/16/19535/empat-tentara-

serbia-pembantai-800-muslim-bosnia-divonis-142-tahun-penjara/

http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/12/genosida-di-bosnia-herzegovina-

334157.html

http://dunia-islam.pelitaonline.com/news/2013/04/28/serbia-minta-maaf-atas-

pembantaian-muslim-bosnia#.UZ5AkWq2buQ

http://kelaspshamb2012.blogspot.com/2012/04/international-criminal-tribunal-

for_29.html

http://republik-tawon.blogspot.com/2012/02/macan-tamil-pasukan-pemberontak.html

http://guardian.co.uk/world/2007/oct/22/srilanka

http://diplomasisenin1245.blogspot.com/2010/06/usaha-negosiasi-damai-

pemerintah.html

http://hartantowae.blogspot.com/2012/02/konflik-rwanda.html

http://sejarah.kompasiana.com/2012/08/26/tentang-konflik-rwanda-488087.html

http://forum.detik.com/sejarah-kelam-kamboja-killing-fields-t80515.html

19

Page 20: NEGOSIASI DAN RESOLUSI KONFLIK INTERNASIONAL: BEBERAPA KASUS YANG TERSELESAIKAN DAN ANALISISNYA

http://www.asal-usul.com/2009/04/khmer-merah-lembar-sejarah-kelam.html

http://hiburan.kompasiana.com/film/2010/12/05/movie-the-killing-fields-323305.html

http://restsindo-berita.blogspot.com/2013/01/seputar-kisah-polpot-sejarah-kelam.html

http://www.elsam.or.id/?id=21&lang=in&act=view&cat=AskExpert/105

http://www.asiacalling.org/in/berita/cambodia/2936-court-to-try-khmer-rouge-

leaders-dying

20