Download - Near Drowning Case

Transcript
Page 1: Near Drowning Case

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 16 tahun yang mengalami drowning

dan pneumotoraks paska pemasangan ventilator mekanik

Ira Nurrasyidah

Winariani

I. PENDAHULUAN

Definisi drowning terbaru berdasarkan WHO tahun 2002 yaitu proses

terganggunya pernapasan dikarenakan perendaman atau pencelupan di air. Proses

drowning dimulai dengan adanya gangguan pernapasan karena saluran napas

terendam di permukaan air (submersion) atau adanya percikan air pada muka

(immersion). Jika orang tersebut berhasil diselamatkan maka proses drowning akan

terhenti maka disebut non fatal drowning. Sedangkan jika kematian terjadi akibat

drowning maka disebut fatal drowning. 1

Beberapa modifikasi definisi berdasarkan Modell, tahun 1981 yaitu

drowning didefinisikan sebagai kematian akibat asfiksia yang disebabkan proses

tenggelam dalam waktu 24 jam setelah kejadian, jika korban tetap bertahan hidup

setelah 24 jam dari kejadian dinamakan near drowning. Dibedakan lagi drowning

dengan aspirasi atau tanpa aspirasi, begitu pula dengan near drowning, berdasarkan

ada atau tidaknya proses aspirasi. Secondary drowning syndrome terjadi jika korban

dapat bertahan hidup lebih dari 24 jam setelah kejadian kemudian pasienmeninggal

karena komplikasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau pneumonia

berat.2,3 Istilah near drowning, secondary drowning mulai ditinggalkan agar adanya

keseragaman data dan pelaporan. 1,2,3

Menurut WHO tahun 2000 drowning merupakan penyebab kedua terbanyak

dari kematian tidak disengaja diseluruh dunia, setelah kecelakaan kendaraan

bermotor. Angka ini lebih besar jika kematian drowning akibat banjir, kecelakaan

transportasi air dan usaha pembunuhan atau bunuh diri dimasukkan. 4

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 1FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 2: Near Drowning Case

Berdasarkan WHO terjadi lebih dari 500.000 kematian pertahun karena

drowning di seluruh dunia, sekitar 10 orang meninggal karena drowning setiap hari,

anak laki-laki usia 5 - 14 tahun paling banyak terkena. Di Amerika drowning

merupakan penyebab kematian terbanyak pada kecelakaan di usia 1 - 4 tahun, di

Thailand rata-rata kematian anak usia 2 tahun karena drowning adalah 107 / 100.000.

Di negara Afrika dan Amerika Tengah insidensi drowning meningkat 10 - 20 kali

lipat. Dilaporkan 195 kematian di Inggris akibat drowning pada tahun 2008,

sedangkan 43% kematian akibat drowning di dunia disebutkan terjadi di India dan

China. Sayangnya angka kejadian drowning di Indonesia belum diketahui. 1,4,5

Berikut ini akan dilaporkan kasus anak laki-laki, usia 16 tahun yang mengalami

drowning, dan mengalami pneumotoraks paska pemasangan ventilator mekanik.

Pasien pulang dalam kondisi stabil dan lima bulan setelah rawat inap terjadi resolusi

pada foto toraks.

II. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki, An. A berusia 16 tahun, pekerjaan sebagai pelajar, suku

Jawa, beragama Islam, berdomisili di Gresik, dirujuk ke IRD dr Soetomo tanggal 27

Januari 2013 dari Rumah Sakit BDH dengan diagnosis near drowning.

Keluhan Utama: Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang: Sesak napas sejak 3 jam SMRS. Sesak napas setelah

pasien tenggelam di kolam air tawar. Pasien tenggelam kira-kira 15 menit. Ketika

dikeluarkan dari kolam pasien batuk disertai sedikit darah dan lumpur. Pasien

pingsan dan kebiruan. Pasien segera dibawa ke rumah sakit terdekat, setelah diberi

oksigen pasien sadar.

Kolam tempat pasien tenggelam tidak terlalu dalam namun mengandung lapisan

lumpur yang tebal. Sebelum tenggelam pasien loncat dari pinggir kolam, ketika tidak

timbul ke permukaan, pasien segera dicari dan saat ditemukan dan ditolong, posisi

kepala pasien ada dalam lapisan lumpur.

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada riwayat batuk darah sebelumnya. Riwayat

penyakit paru atau pengobatan 6 bulan disangkal. Riwayat kencing manis, darah

tinggi, asma dan penyakit jantung disangkal. Tidak ada riwayat penyakit sering

kejang. Tidak ada riwayat minum alkohol dan narkoba. Menurut ibunya pasien

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 2FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 3: Near Drowning Case

adalah anak penurut, tidak pernah mempunyai perilaku menyimpang. Pasien bisa

berenang dan sering berenang sebelumnya.

Pemeriksaan Fisis

Pasien datang dengan keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 100 / 60mmHg, frekuensi nafas 44x / menit, nadi 130x / menit, dan suhu

aksiler 36,0°C. Kepala dan leher didapatkan dispnea, tidak ada tanda-tanda anemis,

ikterus, dan sianosis. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening maupun

peningkatan tekanan vena jugularis. Pada regio toraks, inspeksi pergerakan dada

simetris. Pada palpasi didapatkan fremitus raba menurun pada kedua lapang paru.

Perkusi didapatkan keredupan pada kedua lapang paru. Auskultasi didapatkan suara

bronkovesikuler pada kedua lapang paru. Didapatkan ronki basah halus pada kedua

lapang paru. Pada pemeriksaan jantung, suara jantung S1 dan S2 tunggal, tidak

didapatkan bising jantung maupun irama galop. Pada pemeriksaan abdomen, hepar

dan lien tidak teraba, tidak didapatkan massa intra abdomen dan nyeri tekan, serta

bising usus dalam batas normal. Pemeriksaan anggota gerak tidak didapatkan edema,

tidak didapatkan jari tabuh, serta tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening

di ketiak maupun lipatan paha.

Pemeriksaan Laboratorium 27-01-2013

Hb 16,6 g/ dL SGOT 38 u/ L

Leukosit 3.300 / uL SGPT 15 u/ L

PLT 409.000 / uL Albumin 3,73 g/ dL

Granulosit 76,6 % BUN 7,3 mg/ dL

Hct 48,1 % SK 0,86 %

PTT 12,3 detik Natrium 133 mmol/ L

APTT 27,9 detik Kalium 3,3 mmol/ L

GDA 286 mg/ dL Klorida 98 mmol/L

Analisa gas darah ( Oksigen Jackson Rees 10 lpm)

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 3FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 4: Near Drowning Case

pH : 7,17

pCO2 : 51 mmHg

pO2 : 80 mmHg

HCO3 : 16,6 mmol/L

BE : - 9,9

SO2 : 92,2%

Foto Toraks 27-01-2013

Kesimpulan : Terdapat perselubungan pada kedua lapang paru

Kesan : edema paru

Konsul Jantung : Saat ini pada Ilmu Penyakit Jantung didapatkan edema paru non

cardiogenic yang bisa disebabkan penyakit dasarnya (drowning)

DAFTAR MASALAH SEMENTARA

1. Sesak napas

2. Batuk darah setelah tenggelam

3. Fremitus raba menurun pada kedua lapang paru

4. Redup pada kedua lapang paru

5. Bronkovesikuler dan ronki basah halus pada kedua lapang paru

6. Foto Toraks: infiltrat pada kedua lapang paru

7. Hipoksemia

8. Hiperglikemia

DAFTAR MASALAH TETAP

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 4FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 5: Near Drowning Case

Aspirasi cairan ke dalam saluran napas

Terisinya alveoli oleh cairan

Edema paru – bloody stained

Hemoptysis

ARDS

Sesak napas

Pneumonia aspirasi

Kerusakan membran alveoli-kapilerHilangnya surfaktan

Drowning

Inflamasi akut Stres Hiperglikemia

1. Sesak napas

2. Drowning

3. Perselubungan pada kedua lapang paru

4. Hiperglikemia

SEQUENCE OF EVENT

RENCANA AWAL

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 5FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 6: Near Drowning Case

No Masalah PDx PTx PMx

1 Sesak napas - ~ no 3 Vs, Kx

AGD

2 Drowning - ~ no 3 Vs, Kx

3 Perselubungan pada

kedua lapang paru

Ass.

a. Edema Paru

b. ARDS

c. Pneumonia

aspirasi

-

BGA

Sputum smear

gram dan

kultur aerob

Kultur darah

~ 3.b

Intubasi

Ventilasi Mekanik

Inj. Levofloxacin

1x750 mg iv

Inj. Metronidazole

3x1 gr iv

Vs, Kx

Foto Toraks

AGD

setiap hari

Cek DL 3

hari post AB

dan Foto

Toraks / hari

4 Stres Hiperglikemia Pemeriksaan

GDA ulang,

HBA1c

~ hasil Vs / Kx

PERKEMBANGAN PENDERITA

Tanggal 28 Januari 2013

S: masih sesak, tekanan darah tidak stabil

O: Ku : Lemah , Kesadaran : masih dalam pengaruh obat

TD : 90/60 N: 96x/m RR 24 (ventilator) Temp: 36.7 C

K/L : a (-) I (-) c(-) d (+)

Toraks : Cor S1 S2 tunggal murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris

Perkusi : Redup pada 2/3 bawah kedua paru

Palpasi : Fremitus raba menurun pada 2/3 bawah

kedua paru

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 6FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 7: Near Drowning Case

Auskultasi : ronki basah halus dan bronkovesikuler pada

2/3 bawah kedua paru

Abdomen : BU (+) normal, Hepar / lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat, kering dan merah. CRT < 2 detik

Darah Lengkap Darah Lengkap BGA 01.15 02.41

Hb 11.4 BUN 19.8 pH 7.33 7.25

Leukosit 9.400 SK 1.68 PCO2 31 35

Granulosit 90.6 Alb 2.37 PaO2 209 75

PLT 152.000 GDA 94 HCO3 16.3 15.3

Na 137 SGPT 20 BE 17.3 16.4

K 4.5 SGOT 35 SaO2 -9.6 -11.9

Cl 98 AaDO2 100 92

A : Drowning

Edema Paru

ARDS

Aspirasi Pneumonia

PDx: Pemeriksaan kultur sputum dan kultur darah (tunggu hasil )

Foto Toraks, AGD

PTx : O2 (ventilator)

Pasang CVC (central venous catheter)

Posisi Slight Head up

Diet sonde

Inf RD5 1500 cc / 24 jam

Drip Dobutamine 3 mcg/kgBB/menit

Drip Metronidazole 3x500 mg iv

Drip Levofloxacin 1x750 mg iv

PMx: Tanda vital, Kesadaran, balance cairan dan produksi urin

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 7FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 8: Near Drowning Case

Tanggal 30 Januari 2013

S: masih sesak, tekanan darah stabil

O: Ku : Lemah , Kesadaran : Sadar, GCS 4X6

TD : 100/60 N: 90x/m RR 24 (ventilator) Temp: 37.0 C

K/L : a (-) I (-) c(-) d (+)

Toraks : Cor S1 S2 tunggal murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris

Perkusi : Redup pada 1/3 bawah kedua paru

Palpasi : Fremitus raba menurun pada 1/3 bawah

kedua paru

Auskultasi : ronki basah halus dan bronkovesikuler pada

1/3 bawah kedua paru

Abdomen : BU (+) normal, Hepar / lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat, kering dan merah. CRT < 2 detik

Foto Toraks

29-01-13 30-01-13

Keterangan : Infiltrat berkurang jika dibandingkan foto toraks sebelumnya

Kesan : edema paru (perbaikan)

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 8FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 9: Near Drowning Case

Analisis Gas Darah

Tgl 29/01 29/01 30/01

Jam 02.41 10.40 05.23

Ph 7.33 7.47 7.44

pCO2 38 30.3 35.2

pO2 112 158 92.4

HCO3 20 22.3 24.4

TCO2 21 23.2 25.5

BE -59 -1.5 0.1

SaO2 98 99.6 97

AaDO2 -10 14

A : Drowning

Edema Paru (membaik)

ARDS (membaik)

Aspirasi Pneumonia

PDx: Pemerikasaan kultur sputum dan kultur darah (tunggu hasil )

Foto Toraks, AGD

PTx : O2 (ventilator)

Posisi Slight Head up

Diet sonde

Inf RD5 1500 cc / 24 jam

Drip Metronidazole 3x500 mg iv

Drip Levofloxacin 1x750 mg iv

Drip Dobutamine 3 mcg/kgBB/menit stop

PMx: Tanda vital, Kesadaran, balance cairan dan produksi urin

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 9FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 10: Near Drowning Case

Tanggal 1 Februari 2013

S: Sesak (+)

O: Ku : Lemah , Kesadaran : Sadar, baik

TD : 100/60 N: 100x/m RR 24(ventilator) Temp: 37.0 C

K/L : a (-) I (-) c(-) d (+)

Toraks : Cor S1 S2 tunggal murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : asimetris, kanan tertinggal

Perkusi : Hipersonor / Redup

Palpasi : Fremitus raba menurun di lapang paru kanan

Auskultasi : ronki basah halus dan bronkovesikuler pada

1/3 bawah paru kiri, vesikuler menurun pada paru kanan

Abdomen : BU (+) normal, Hepar / lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat, kering dan merah. CRT < 2 detik

Foto Toraks

01-02-13 01-02-13 01-02-13 post toraks drain

Keterangan : tampak jaringan avaskular dengan collapse line di paru kiri

Setelah pemasangan WSD tampak chest tube terproyeksi di ICS 2

Kesan : Pneumotoraks kiri

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 10FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 11: Near Drowning Case

Darah Lengkap

Tgl 31/01 Tgl 31/01 31/01 01/02

Hb 9.8 Jam 07.00 11.12 01.04

Leukosit 9.900 pH 7.39 7.48 7.44

Granulosit 86.2 pCO2 39.5 31 36.6

PLT 158.000 pO2 97 153.5 93.7

Alb 3.12 HCO3 24.6 23.7 25.1

Na 135 TCO2 25.8 24.7 26.2

K 4.3 BE -0.4 0.2 0.8

Cl 104 SaO2 97.5 99.5 97.6

AaDO2 4.2 10.9

Ventilasi Mekanik

Tanggal 27/01 28/01 29/01 30/01 31/01 01/02

Resp Mode PCV PCV PSIMV PSIMV PSIMV PSIMV –spont

PC 15 15 12 17 14 14

PS 14 17 15 15

TV 420 376-428 322-373 379-460 362-480 404

FiO2 80% 80% 60% 50% 45 45%

Freq 20/24 24-28 20/36 24/30 26 27

PEEP 12 10-12 12 12 12 12

A : Pneumotoraks dekstra paska pemasangan ventilator

Drowning

Edema paru (membaik)

ARDS (membaik)

Aspirasi Pneumonia

PDx: Konsul BTKV

Pemeriksaan sputum smear gram dan kultur aerob dan kultur darah ulang

Foto Toraks, AGD

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 11FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 12: Near Drowning Case

PTx : O2 (ventilator)

Posisi Slight Head up

Diet sonde

Inf RD5 1500 cc / 24 jam

Drip Metronidazole 3x500 mg iv

Drip Levofloxacin 1x750 mg iv

Pemasangan chest-tube+continues suction -30 cmH2O oleh sejawat BTKV

PMx: Tanda vital, Kesadaran, balance cairan dan produksi urin, pertahankan toraks

drain

Tanggal 2 Februari 2013 : Ekstubasi

Tanggal 4 Februari 2013 : Pelepasan toraks drain

Keterangan : Tidak tampak collapse line

Kesan : Pneumotoraks (perbaikan)

Hasil Kultur :

Sampel tanggal 28 Januari 2013 selesai tanggal 1 Februari 2013 :

Dahak : smear gram : Tidak ditemukan bentukan kuman

Kultur aerob : Tidak ada pertumbuhan bakteri

Sampel diambil tanggal 1 Februari 2013 selesai tanggal 6 Februari 2013:

Kultur darah : Staphylococcus Haemolyticus

Sensitif : Chloramphenicol

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 12FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 13: Near Drowning Case

Dahak :

Smear gram : ditemukan batang gram negatif

Kultur aerob : Klebsiella Pneumoniae

Sensitif : Amikacin, Piperacillin tazobactam, Cotrimoxazol, Tetracyclin,

Chloramphenicol, Imipenem, Meropenem, Ertapenem

Pemeriksaan tanggal 6 Februari 2013 :

S: Sesak (-) Batuk (-) demam (-)

KU baik, GCS 456

TD : 110/70 N: 84 x/m RR 18x/m Temp: 36.3

K/L : a (-) I (-) c(-) d (-)

Toraks : Cor S1 S2 tunggal murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris

Perkusi : sonor / sonor

Palpasi : Fremitus raba sama

Auskultasi : vesikuler +/+ ronki -/-

Abdomen : BU (+) normal, Hepar / lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat, kering dan merah. CRT < 2 detik

A : Drowning (perbaikan) + Pneumotoraks dekstra paska pemasangan ventilator

(perbaikan)

VAP

PTx : Injeksi antibiotik (Drip Metronidazole dan Levofloxacin) stop

Chloramphenicol 3x1

PMx: Tanda vital, klinis

Hasil laboratorium tanggal 7 Februari 2013:

Darah Rutin BGA tanpa Oksigen

Hb 11,6 g/ dL pH 7,5 BE 7,4

Leukosit 4.400 / uL PCO2 38,9 SaO2 97,2

Granulosit 67,9 % PaO2 84,2 AaDO2 17

PLT 546.000 HCO3 30,7

Tanggal 8 Februari 2013 : KRS

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 13FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 14: Near Drowning Case

Kontrol tanggal 12 Agustus 2013

S : keluhan (- ) beraktifitas seperti biasa

O : KU baik, GCS 456

TD : 100/70 mmHg N: 82 x/menit

RR : 18 x/ menit T : 36,4 C

K/L : a (-) i (-) c (-) d (-)

Toraks : Cor S1 S2 tunggal murmur (-) gallop (-)

Pulmo : I/P simetris

Perkusi : sonor / sonor

Auskultasi: vesikuler / vesikuler

Abdomen: BU (+) normal, Hepar / Lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, kering, merah

A : Post Drowning

Foto Toraks

12 Agustus 2013

Kesan : dalam batas normal

III. PEMBAHASAN

Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan bahwa drowning adalah proses

terganggunya pernapasan dikarenakan perendaman paru di air. Faktor risiko yang

utama dari drowning adalah jenis kelamin laki-laki (perbandingan 2:1), usia 1- 4

tahun, risiko berkurang pada usia 5 - 14 tahun dan meningkat lagi di atas 14 tahun

sampai usia dewasa muda. Pengguna alkohol, penghasilan rendah, pendidikan

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 14FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 15: Near Drowning Case

rendah, pedesaan, daerah yang dekat dengan akses air (dekat danau, laut atau

sungai), perilaku yang berbahaya, dan kurangnya pengawasan, pekerjaan nelayan,

atau adanya percobaan bunuh diri juga merupakan faktor risiko drowning. Untuk

pasienepilepsi kemungkinan drowning meningkat 15-19 kali dibanding orang yang

tidak memiliki riwayat epilepsi. 1,5,6 Di Guangdong Cina, faktor risiko yang paling

bermakna adalah berenang di sumber air alami tanpa pengawasan.7

Lokasi tenggelam berbeda berdasarkan usia, untuk anak usia 6 bulan – 1 tahun

bisa terjadi di bak mandi, toilet, ember besar, mesin cuci dan bathtubs. Kebanyakan

drowning pada usia dewasa muda 90% terjadi di air tawar (sungai, danau, kolam)

dan 10% di air laut.5 Pada kasus ini, sesuai dengan literatur, pasien laki-laki, usia 16

tahun dan tenggelam di kolam air tawar. Tenggelam saat berenang bersama teman-

teman tanpa pengawasan orang tua.

PATOFISIOLOGI

Ketika orang yang tenggelam tidak bisa lagi menahan napasnya, air masuk ke

dalam mulut, kemudian air akan diludahkan atau ditelan. Sebenarnya menahan napas

hanya berlangsung beberapa menit, kemudian dorongan untuk menarik napas tidak

dapat ditahan, akhirnya air masuk ke dalam saluran napas dan biasanya terjadi efek

batuk. Kadang terjadi laringospasme namun hal ini terhenti secara cepat karena

hipoksia otak. Jika korban tidak segera ditolong maka aspirasi cairan terus

berlangsung dan hipoksemia segera mengakibatkan kehilangan kesadaran dan apnea.

Urutan gangguan ritme jantung adalah sebagai berikut takikardi diikuti bradikardi,

pulseless electrical activity, akhirnya terjadi asistol.1,8

Jika korban berhasil diselamatkan hidup, maka gambaran klinis sangat

ditentukan oleh lamanya tenggelam, beratnya hipoksia dan banyaknya air yang

teraspirasi. Sulit ditentukan berapa jumlah air teraspirasi yang diperlukan untuk

menyebabkan kelainan. Pada beberapa penelitian, Modell et al menyebutkan pada

binatang percoban (anjing), aspirasi cairan sebanyak 2,2 ml/kgBB menurunkan PaO2

sampai 60 mmHg dalam waktu 3 menit. Sedangkan Pearn menyebutkan aspirasi 2,5

ml/kgBB meningkatkan shunt intrapulmonal sebanyak 10 - 75%. 9

Air yang terdapat di alveoli menyebabkan disfungsi dan hilangnya surfaktan.

Aspirasi air laut dan air tawar menyebabkan derajat kerusakan yang sama, walaupun

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 15FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 16: Near Drowning Case

terjadi perbedaan tekanan osmotik. Efek dari perbedaan tekanan osmotik pada

membran alveolar-kalpiler adalah terganggunya integritas membran, meningkatnya

permeabilitas, dan memperhebat terjadinya pergeseran cairan, plasma dan elektrolit.

Gambaran kerusakan membran alveolo-kapiler adalah berupa gambaran edema paru

masif dan sering disertai darah, yang menurunkan pertukaran oksigen dan

karbondioksida. Efek kombinasi terkumpulnya cairan di paru, hilangnya surfaktan

(akibat rusaknya sel pneumocyt tipe II), meningkatnya permeabilitas membrane

alveolo-kapiler menyebabkan menurunnya compliance, bertambahnya area dengan

rasio ventilasi – perfusi yang rendah, atelektasis, dan bronkospasme. 1,9 Air laut

bersifat hipertonik, bersifat menarik cairan dari sirkulasi, sehingga terjadi

penumpukan cairan pada alveoli, perfusi pada alveoli terganggu karena penuh cairan.

Air tawar bersifat hipotonik, air terserap dengan cepat dari alveoli ke sirkulasi, air

tawar bersifat merusak surfaktan paru, juga menyebabkan edema paru. 8

Aspirasi paru menyebabkan ventilasi-perfusi mismatch, shunt dan

mengurangi compliance paru. Secara klinis terjadi hipoksemia yang sesuai dengan

gambaran klinis ALI/ARDS karena cedera paru. Risiko infeksi paru merupakan

komplikasi akibat aspirasi dari cairan terkontaminasi atau cairan lambung.

Mikroorganisme yang dapat dijumpai adalah bakteri, jamur, alga atau protozoa.6

Oleh karena pneumonia jarang timbul pada saat awal, penggunaan antibiotik

profilaksis tidak terbukti bermanfaat.11

Patofisiologi drowning terkait erat dengan terjadinya hipoksemia dan

kelainan pada banyak organ seperti jantung, otak dan ginjal. Kerusakan SSP

mungkin terjadi karena hipoksemia yang berkelanjutan selama drowning atau akibat

dari kerusakan paru. Komplikasi rhabdomyolisis, hemolisis dan coagulopathy dapat

juga terjadi tetapi jarang. Morbiditas dan mortalitas pada korban drowning adalah

akibat hipoksemia dan menurunnya suplai oksigen ke organ vital. 2

Perbaikan akan cepat terjadi jika ventilasi membaik kembali sebelum terjadi

cedera sekunder. Korban yang mengalami aspirasi tetap mengalami hipoksemia pada

saat dikeluarkan dari tempat terjadinya drowning meskipun ventilasi diperbaiki.

Hipoksemia yang tetap berlangsung paling sering disebabkan cedera langsung pada

paru karena cairan aspirat yang mengakibatkan bertambahnya area dengan rasio

ventilasi-perfusi yang rendah, rasio ini menetap hingga kerusakan paru mengalami

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 16FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 17: Near Drowning Case

perbaikan atau terjadi perbaikan produksi surfaktan. Selama drowning korban sering

menelan sejumlah besar cairan yang lebih lanjut mengakibatkan menurunnya

ventilasi oleh karena elevasi diafragma akibat distensi lambung. Hipoksemia dan

ventilasi alveoli yang menurun menyebabkan peningkatan pCO2 dan penurunan PH

secara cepat. Asidosis metabolik dapat bertambah sangat ekstrim karena pada saat

korban drowning korban berusaha menyelamatkan diri. 10

Hipotermia (suhu tubuh < 35°C) sering terjadi pada korban drowning.

Patofisiologi terjadinya hipotermia masih belum jelas. Hipotermia dapat memberi

efek protektif sehingga korban bisa selamat dari drowning. Hipotermia menurunkan

konsumsi oksigen di otak, menunda anoksia sel, dan pengurangan ATP. Hipotermia

mengurangi aktifitas elektrik dan metabolik otak.1

Hipovolemi terjadi oleh karena hilangnya cairan akibat peningkatan

permeabilitas kapiler. Hipotensi yang berat mungkin terjadi setelah resusitasi awal.

Disfungsi miokard dapat disebabkan karena disritmia ventrikel, asistol akibat

hipoksemia, selain itu hipoksemia dapat merusak miokard, menurunkan curah

jantung. Asidosis yang terjadi dapat juga menurunkan curah jantung.2

Cedera SSP menjadi penentu utama morbiditas dan mortalitas jangka panjang

pada kasus drowning. Cedera SSP primer pada awalnya dikaitkan dengan hipoksia

jaringan dan iskemia. Jika periode hipoksia dan iskemia terjadi secara singkat atau

terjadi pada anak muda, kerusakannya mungkin terbatas dan pasien dapat sembuh

dengan sequelae neurologis minimal. Namun jika terjadi dalam waktu yang lama

(secondary injury) mengakibatkan kerusakan neuron yang luas, jika berat akan

mempengaruhi fungsi sawar darah otak yang mengakibatkan terjadinya edema

serebri. Edema serebri meningkatkan tekanan intrakranial yang lebih lanjut

menyebabkan penurunan perfusi ke otak dan dapat memperberat hipoksia pada

neuron. Peningkatan tekanan intrakranial jarang terjadi dan tekanan intrakranial lebih

dari 20 mmHg mempunyai prognosis yang buruk. 2

Infeksi pada SSP merupakan komplikasi yang jarang tetapi serius pada kasus

drowning, mungkin berasal dari tanah dan ditularkan melalui air dan jamur termasuk

Psudallescheria boydii dan Apiospermum scedosporium. Infeksi ini biasanya

berbahaya di awal dan biasanya terjadi 30 hari setelah cedera awal.2

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 17FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 18: Near Drowning Case

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari korban drowning tergantung banyak faktor antara lain :

volume, jenis cairan yang teraspirasi, lamanya proses tenggelam dan ketepatan

tindakan ditempat kejadian. Pada umumnya didapatkan gambaran kelainan paru dan

neurologi yang menonjol.2,12

Pada paru keluhan berupa batuk ringan, takipneu atau edema paru yang

fulminant, sesak dengan frekuensi napas kemungkinan 30 - 40x/mnt pada 24 jam

pertama dan sangat berat, ronki basah halus dan kadang juga didapatkan wheezing.

Beberapa terjadi ARDS yang berhubungan dengan gagal napas dan penurunan

compliance paru. Komplikasi lain pada paru meliputi atelektasis oleh karena

aspirasi, pneumonia bakterial sekunder dan cedera misalnya pneumotoraks atau

pneumomediastinum akibat resusitasi atau pemasangan ventilator. 2,12 Pada kasus ini

pasien mengeluh sesak napas, batuk disertai darah, terjadi edema paru masif dengan

gejala haemoptisis, frekuensi napas 44x /menit, ronki basah halus di kedua lapang

paru. Hasil analisis gas darah mengungkapkan adanya gangguan ventilasi perfusi

dengan gambaran foto toraks infiltrat luas bilateral mendukung diagnosis ARDS.

Gambaran klinis pada kardiovaskuler sering terjadi cardiac arrest yang

sering memberikan respons terhadap tindakan resusitasi. Pada korban yang respons

terhadap resusitasi atau korban tanpa cardiac arrest sering didapatkan takikardi

supraventrikuler (SVT) karena hipoksemia dan asidosis dan umumnya mengalami

perbaikan jika hipoksemia dan asidosis dapat teratasi. 10, 12 Pada kasus ini pasien

datang dengan tanda vital yang stabil, tekanan darah normal, dan nadi teratur.

Gambaran neurologi awal meliputi kejang dan gangguan status mental seperti

agitasi dan koma. Pada koban mungkin didapatkan gangguan bicara, motorik, visual

atau sindroma otak organik yang difus. Beberapa dari defisit neurologik ini akan

bertambah secara gradual dan mengalami perbaikan setelah beberapa bulan.10 Pada

kasus ini, saat pasien datang ke IRD dalam kondisi sadar dan tidak didapatkan defisit

neurologik. Keadaan kardiovaskuler dan neurologi yang stabil dapat dikarenakan

proses tenggelam tidak terlalu lama dan pertolongan segera.

Febris (suhu lebih dari 38°C) sering didapatkan pada korban dengan aspirasi

yang terjadi secara signifikan, biasanya menunjukkan adanya suatu infeksi. Muntah

umumnya didapatkan selama atau setelah resusitasi oleh karena distensi lambung

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 18FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 19: Near Drowning Case

akibat tertelannya sejumlah cairan dan udara selama drowning dan mungkin

menyebabkan aspirasi cairan lambung. Manifestasi yang jarang namun dapat terjadi

yaitu gagal ginjal akut.12 Pada kasus ini tidak ada febris, tidak ada muntah dan

laboratorium hasil fungsi ginjal dalam batas normal.

GAMBARAN RADIOLOGIS

Kelainan yang sering didapatkan pada gambaran radiologis adalah edema

paru. Pada kasus yang berat didapatkan gambaran opasitas yang menyeluruh pada

kedua lapang paru. Pada beberapa korban gambaran edema paru mungkin belum

nampak, kadang-kadang baru tampak 24 - 48 jam setelah kejadian. Pada beberapa

pasiengambaran radiologis yang persisten atau memburuk kemungkinan

menunjukkan adanya aspirasi benda asing atau pneumonia bakterial sekunder

dengan atau tanpa ARDS. Pada korban yang selamat pada gambaran radiologis

didapatkan fibrosis yang persisten dan opasitas linier setelah perbaikan.13 Pada kasus

ini gambaran radiologis memperlihatkan perselubungan menyeluruh di kedua lapang

paru yang mengesankan edema paru.

PEMERIKSAAN LABORATORIS

Hasil analisa gas darah menunjukkan hasil yang bervariasi tingkat hipoksia

dan asidosisnya. Gangguan natrium dan kalium umumnya ringan dan tidak

memerlukan koreksi yang berarti. Leukositosis juga didapatkan pada 24 - 48 jam

pertama dan perubahan yang signifikan dari hematokrit dan hemoglobin jarang

terjadi.12 Hasil analisis gas darah pada pasien ini menunjukkan hipoksemia berat

dengan perbandingan PaO2 dan FiO2 kurang dari 200 mendukung diagnosis ARDS.

Definisi ARDS menurut American European Consensus Conference (AECC)

adalah sindrom akut, infiltrat difus pada kedua paru konsisten dengan edema paru,

dan oksigenasi sistemik yang buruk, tanpa disertai adanya hipertensi arterial kiri.

Sindrom ini disebur ALI jika rasio PaO2 dan FiO2 kurang dari 300, sedangkan jika

kurang dari 200 disebut ARDS. Insidens ARDS diperkirakan 58,7 per 100.000 orang

per tahun, kira-kira ada 141.500 kasus ARDS di Amerika Serikat setiap tahun.

Mortalitas ARDS pada suatu studi disebutkan 41,1%.14

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 19FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 20: Near Drowning Case

Inflamasi paru yang berat pada ARDS merupakan hasil dari cedera paru

langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung misalnya aspirasi cairan lambung,

pneumonia dan drowning. Sedangkan penyebab tidak langsung misalnya keracunan

obat, pankreatitis akut atau setelah transfusi.14 ARDS terjadi pada 40% pasien

drowning dan terutama disebabkan efek toksik langsung air tawar pada epitel paru.8

Diagnosis klinis dengan adanya foto toraks yang khas, infiltrat pada kedua paru

dengan edema paru, analisis gas darah memperlihatkan perbandingan PaO2 dan FiO2

kurang dari 200 dan juga dengan menggali faktor pencetus ARDS. Terapi pada

ARDS terutama mengidentifikasi faktor pencetus dan mengobati faktor pencetus,

dan keadaan yang mengancam jiwa.1

TATA LAKSANA

A. Perawatan Pra Rumah Sakit

Hipoksia adalah penyebab kematian utama pada korban drowning dan tujuan

pertolongan segera adalah untuk memulihkan oksigenasi ke jaringan. Pada pasien

yang tidak sadar, jalan napas harus dibersihkan dan nadi diperiksa. Deteksi nadi

sering kali sulit dikarenakan vasokonstriksi. Jika ragu harus segera lakukan resusitasi

jantung paru (CPR). Pada korban drowning urutan CPR lebih disukai ABC (airway-

breathing-circulation) dibanding CAB (circulation-airway-breathing) pemberian

napas buatan awal sebanyak 5x dilanjutkan kompresi jantung 30x, selanjutnya 2x

napas dan 30 kali kompresi jantung. Lima kali napas buatan pada awal CPR

dikarenakan ventilasi awal pada korban drowning lebih sulit dicapai karena

banyaknya cairan pada saluran napas mempengaruhi ekspansi alveolar. Pada pasien

apnea namun masih teraba nadi hanya perlu diberikan bantuan napas. Basic life

support memegang kunci yang penting pada pertolongan korban drowning, resusitasi

lebih banyak memberikan hasil yang baik pada usia muda dibanding usia tua.1,6

Pada kasus ini pasien segera ditolong dan setelah dikeluarkan dari kolam

pasien batuk ada sedikit darah dan lumpur. Tidak sempat dilakukan CPR, pasien

segera dibawa ke rumah sakit terdekat, pasien kembali sadar setelah diberi oksigen di

rumah sakit.

B. Perawatan di Rumah Sakit

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 20FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 21: Near Drowning Case

B.1. Perawatan di IRD

Ketika korban tiba di ruang gawat darurat dilakukan evaluasi ulang jalan

napas, tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), denyut nadi, perfusi,

tekanan darah dan berikan oksigenasi. Berikan cairan secara intra vena jika korban

hipotermia berat. Dicari faktor predisposisi terjadinya drowning yang meliputi

riwayat seizure, pemakaian alkohol atau obat-obatan, adanya kemungkinan

pembunuhan atau bunuh diri. Observasi yang cermat kemungkinan adanya cedera

tulang belakang dan monitoring secara terus-menerus fungsi kardiorespirasi, analisis

gas darah serial, darah lengkap, fungsi ginjal, serum elektrolit, foto toraks dan

pengukuran produksi urin.12,15

Pemasangan nasogastric tube untuk mengurangi distensi lambung dan

mencegah aspirasi. Penggunaan beta agonis inhalasi jika terjadi bronkospasme dan

pemberian diuretik membantu untuk edema paru karena drowning di air tawar. Pada

korban yang tidak sadar dengan kecurigaan diving injury jika kondisinya sudah stabil

segera dilakukan foto leher atau CT scan kepala.16

Terdapat sistem klasifikasi dan pedoman intervensi untuk pasien drowning,

dapat dilihat pada gambar 1. Pasien diklasifikasikan derajat 1 sampai 6. Pasien

dengan oksigenasi arteri yang baik tanpa pemberian terapi dan tidak mempunyai

komorbid dapat dipulangkan. Perawatan rumah sakit direkomendasikan pada pasien

dengan derajat 2 sampai 6. Pada hampir semua pasien derajat 2 perlu pemberian

oksigen non invasif dan pemulihan kondisi selama 6 - 8 jam, setelah itu dapat

dipulangkan. Pasien dengan keadaan bingung, atau gelisah perlu observasi di

Intermediate care unit (ICU), sedangkan pasien derajat 3 - 6 biasanya memerlukan

intubasi, ventilasi mekanik dan perawatan di ICU. 1

B.2. Perawatan di ICU

Perawatan pasien drowning di ICU menyerupai prinsip pengobatan ARDS.

Pedoman ventilasi pada pasien ARDS harus diikuti. Pada pasien drowning,

terjadinya lesi pulmonal diakibatkan injuri lokal dan sementara, pasien dengan

distress pernapasan pada drowning cenderung pulih lebih cepat dibanding pasien

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 21FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 22: Near Drowning Case

Gambar 1. Klasifikasi dan pedoman intervensi pasien drowning 1

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 22FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 23: Near Drowning Case

ARDS karena sebab lain. Sebaiknya penghentian ventilator tidak dilakukan sampai

24 jam, bahkan jika hasil analisis gas darah sudah membaik. Edema paru dan cedera

lokal biasanya masih belum tertangani, hal ini mencegah terjadinya reintubasi,

lamanya perawatan rumah sakit dan morbiditas lain. Memberikan oksigenasi arteri

yang adekuat adalah tujuan dari terapi ARDS. Untuk mengurangi shunt maka

diperlukan positive end expiratory pressure (PEEP) yang biasanya diberikan melalui

ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik dengan volume tidal yang terbatas dikombinasi

dengan end-inspiratory (plateu) pressure akan menurunkan mortalitas dan lamanya

pemakaian ventilator pada pasien ARDS.14

Pada kasus ini pasien datang dengan sesak napas akut, gambaran infiltrat luas

di kedua paru, PaO2/FiO2 kurang dari 200, didiagnosis ARDS. Pada penilaian

derajat drowning pasien masuk ke derajat 3, segera dilakukan intubasi dan pemberian

ventilasi mekanik. Setelah stabilisasi di IRD pasien dirawat di ICU.

Pada kedokteran klinis, barotrauma merupakan manifestasi dari udara di luar

alveoli selama pemakaian ventilator mekanik. Definisi lain barotrauma juga dikenal

sebagai rupturnya paru akibat ekshalasi paksa, contoh pada cedera paru setelah deep

sea dive.

Walaupun sering terjadi pada pasien tanpa penggunaan ventilasi mekanik, kasus

yang paling banyak pada barotrauma terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik.

Barotrauma hanya mewakili dari satu mekanisme yang mendasari terjadinya

ventilator induced lung injury. 17

Cedera paru pada barotrauma terkait dengan peningkatan tekanan alveolar.

Insiden barotrauma pada pasien ARDS sangat tinggi, sekitar 87%. Walaupun

dilaporkan angka ini menurun pada dekade terakhir dikarenakan perubahan

pendekatan pada pemakaian ventilasi mekanik. Sangat penting untuk memahami

keterlibatan paru pada pasien ARDS beragam dan beberapa bagian paru lebih berat

terkena dibanding bagian lain. Hal ini bisa mengakibatkan maldistribusi dari volume

tidal mekanik, sehingga ada alveoli yang menerima distensi lebih dari alveoli lain.

Distensi berlebih pada alveoli dapat menyebabkan rupture alveoli dan

mengakibatkan pulmonary interstitial emphysema, pneumotoraks ataupun

pneumomediastinum. Oleh karena itu seperti telah dijelaskan di atas penting untuk

mengatur ventilasi mekanik dengan menyesuaikan tidal volume dan juga plateu

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 23FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 24: Near Drowning Case

pressure. Tidal volume 6 – 8 kg/ IBW akan mengurangi kejadian pneumotorak

setelah pemasangan ventilator.14, 17

Pada kasus ini terjadi pneumotoraks pada hari ke lima setelah pemasangan

ventilasi mekanik, selain terkait dengan kondisi dasar ARDS, hal ini dapat juga

dikarenakan tidal volume yang terlalu tinggi. Pasien segera ditangani dengan

pemasangan chest tube+continuous suction, keadaan pasien membaik, 3 hari

kemudian chest tube dilepas, paru sudah mengembang sempurna.

Pneumonia sering sulit dan salah didiagnosis karena gambaran awal foto

toraks memperlihatkan gambar cairan pada paru dan tumpang tindih dengan

gambaran ARDS. Pada beberapa kasus, pneumonia terjadi pada 12% kasus drowning

dan memerlukan antibiotik. Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan karena

meningkatkan resistensi dan agresivitas kuman. Sebaiknya pasien dimonitoring

setiap hari, dilihat apakah ada demam, leukositosis yang menetap, penambahan

infiltrat dan pengambilan sampel kultur dahak.6,8

Onset dini pneumonia dapat dikarenakan aspirasi air yang kotor, flora

endogen atau isi lambung. Aspirasi air kolam renang jarang mengakibatkan

pneumonia. Risiko pneumonia meningkat selama pemasangan ventilator, dan bisa

dideteksi pada hari ke 3 - 4 perawatan, saat edema paru sudah hampir pulih.

Pneumonia sering dikarenakan patogen nosokomial. Saat diagnosis ditegakkan,

antibiotik empiris spektrum luas harus segera diberikan, sampai hasil kultur dan

sensitifitas obat didapatkan. Infeksi jamur dan kuman anaerob juga harus

dipertimbangkan. 1,10

Organisme penyebab pneumonia pada pasien drowning dapat berasal

endogen, seperti Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae dan eksogen,

misalnya Aeromonas. Burkholderia pseudomallei dilaporkan ditemukan di Filipina

dan kadang ditemukan jamur, Pseudoallescheria boydii. 8 Organisme lain penyebab

pneumonia pada pasien drowning dapat dilihat pada tabel 1.

Pemberian terapi antibiotik pada pneumonia terkait drowning bisa diberikan

penisilin spektrum luas dengan kombinasi anti beta laktamase atau cefalosporin, pada

kasus yang sedang bisa ditambahkan aminoglikosida. Pemberian fluorokuinolon dan

klindamisin juga rasional pada pasien alergi penisilin. Pemilihan antibiotik sangat

tergantung dengan pengalaman lokal. 8,11

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 24FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 25: Near Drowning Case

Tabel 1. Tipe environmental exposure terkait organisme penyebab pneumonia pada pasien drowning.9

Pada kasus ini pasien diberikan antibiotik sejak awal, dikarenakan

kemungkinan terjadi aspirasi pneumonia. Terapi yang diberikan adalah levofloxacin

dan metronidazole. Pertimbangan pemberian metronidazole berdasarkan

kemungkinan penyebab kuman anaerob yang sering menjadi penyebab pada

pneumonia aspirasi, namun kuman anaerob ini sulit dilakukan dan didapatkan hasil

kulturnya. Sedangkan pertimbangan pemberian levofloxacin dikarenakan lokasi

drowning adalah di kolam ikan air tawar yang mungkin banyak kontaminasi.

Walaupun pada hasil kultur pertama tidak didapatkan kuman patogen, pada kultur

kedua didapatkan kuman Klebisiella pneumonia, kuman ini bisa merupakan patogen

nosokomial dari pemasangan ventilator. Namun karena secara klinis dan radiologis

tidak menunjukkan pneumonia yang berat maka pasien diberikan terapi antibiotik

oral sesuai hasil kultur.

Gangguan hemodinamik pada korban drowning mudah dikembalikan pada

kondisi stabil dengan pemberian oksigen yang adekuat, infus kristaloid, dan

tercapainya suhu tubuh normal.1,10 Jika penggantian volume dengan cairan kristaloid

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 25FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 26: Near Drowning Case

gagal maka dapat dilakukan ekokardiografi sebagai pertimbangan pemberian obat

inotropik atau vasopresor atau keduanya. 1

Hasil studi pada kelompok ARDS, Fluid and catheter treatment trial

merekomendasikan pemasangan CVC pada pasien ARDS.12 Pasien ini juga

dipasang CVC untuk monitoring keadaan hemodinamik. Pada hari ke dua perawatan

tedapat tekanan darah yang cenderung turun, kemudian diberikan dopamin selama

tiga hari. Selama perawatan tidak didapatkan gangguan hemodinamik yang berat.

Pada korban drowning dapat terjadi hipotermia dan dapat ditangani dengan

rewarming yang meliputi penghangatan, menghindari obat-obat yang dapat

mencetuskan fibrilasi ventrikel, humidified oksigen dengan tabung endotrakeal dan

cairan yang dihangatkan melalui intra vena sentral. Kelainan neurologi yang

permanen paling ditakutkan dari pasien yang selamat dari drowning. 1 Kejang pada

korban drowning paling baik dengan terapi suportif. Pemberian diazepam intra vena

atau lorazepam efektif untuk kejang tetapi menekan level kesadaran dan respiratory

drive. Kebanyakan korban mengalami perbaikan status neurologis dengan resusitasi.

Namun jika status mental memburuk meskipun telah dilakukan resusistasi harus

dicurigai adanya cedera kepala. 16 Pada kasus ini tidak ada kejang dan tidak

didapatkan defisit neurologik.

Pada kejadian stres akut atau trauma akut bisa terjadi peningkatan hormon-

hormon counterregulatory, seperti glukagon, kortisol, katekolamin dan hormon

pertumbuhan. Peningkatan hormon-hormon tersebut dapat mengakibatkan

peningkatan lipolisis dan pemecahan protein, dan gangguan pemakaian glukosa oleh

organ perifer. Maka terjadilah hiperglikemia. Stres hiperglikemia ditandai

peningkatan glukosa darah sewaktu > 140 mg/dl tanpa riwayat diabetes melitus.

Stres hiperglikemia akan teratasi ketika keadaan akut pada pasien teratasi. Pada

kasus ini saat dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan glukosa darah 286

mg/dl. Saat dilakukan pemeriksaan ulang ketika keadaan akut sudah ditangani hasil

glukosa darah kembali normal (94 mg/dl). 18

PROGNOSIS

Prognosis secara langsung berkaitan dengan durasi dan besarnya hipoksia.

Dampak paling signifikan pada morbiditas dan mortalitas terjadi sebelum korban tiba

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 26FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 27: Near Drowning Case

dirumah sakit. Berdasarkan derajat, pasien dengan derajat 6 hanya memiliki

kemungkinan kecil untuk selamat, sedangkan derajat 5 56 - 69% bisa selamat dan

derajat 4 ke bawah mempunyai kemungkinan selamat yang makin besar. 1 Lebih dari

80% pasien dengan non fatal drowning sembuh sempuna dan pulang ke rumah.

Kurang lebih 10% menderita kelainan neurologi yang permanen dan 10% meninggal

setelah rawat inap. 2 Pada umumnya korban dengan foto toraks normal atau status

mental normal mempunyai harapan untuk tetap bertahan hidup tanpa sequelae.

Pasien ARDS mempunyai hasil keluaran yang baik pada tahun-tahun terakhir.

Median penggunaan ventilator sekitar 9 hari, dan pasien dapat pulih. Derajat

hipoksemia pada 24 - 48 jam pertama dari terjadinya ARDS mempengaruhi keluaran.

Morbiditas dan mortalitas pada barotrauma tergantung beratnya penyakit yang

mendasari. Pneumotoraks memang dapat mengancam jiwa terutama jika tidak

terdiagnosis dan tidak ditangani. Namun pneumotoraks tidak teridentifikasi sebagai

penyebab menigkatnya angka mortalitas pada pasien ARDS. Prognosis dari

pemulihan setelah barotrauma mempunyai hasil yang baik. 8, 17

Pada kasus ini pasien selamat dari drowning, dengan derajat 3, secara klinis

dan radiologis didiagnosis ARDS, pemberian segera oksigen yang adekuat dengan

pemasangan ventilator memberi efek yang baik. Dari serial foto toraks tampak

perbaikan. Walaupun pasien mengalami pneumotoraks setelah pemasangan

ventilator, namun dengan penanganan yang tepat dan cepat, efek yang merugikan

dapat dihindari. Pasien menggunakan ventilator selama 7 hari, kemudian

menggunakan chest tube+continues suction 3 hari, pasien dirawat di rumah sakit

selama 12 hari. Saat keluar rumah sakit kondisi pasien stabil tidak didapatkan defisit

neurologik.

Pneumonia nosokomial khususnya ventilator-associated pneumonia (VAP)

merupakan penyebab utama infeksi dan kematian di tempat perawatan. Pengobatan

yang terlambat akan memberikan prognosis yang buruk. VAP sering disebabkan oleh

kuman-kuman berikut, yaitu Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus spp, Klebsiella

spp atau Staphylococcus aureus. Pemberian terapi antibiotik harus sesuai dengan

hasil kultur, sebelum hasil kultur didapatkan terapi berdasarkan terapi empirik. Pada

VAP onset lambat, yaitu VAP terjadi lebih dari 5 hari setelah pemasangan

endotracheal tube harus dipertimbangkan pemberian antibiotik untuk kuman

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 27FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 28: Near Drowning Case

multidrug resistance. 19 Pada kasus ini, ditemukan kuman Klebsiella spp dari kultur

sputum dan terapi diberikan sesuai hasil tes kepekaan obat.

IV. RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus laki-laki usia 16 tahun yang mengalami drowning.

Dari pemeriksaan fisis, laboratoris dan radiologis didapatkan edema paru, ARDS,

dan pneumonia aspirasi. Pasien segera diberikan ventilasi mekanik, antibiotik dan

dirawat di ICU. Pada hari ke lima setelah pemasangan ventilator mekanik pasien

mengalami pneumotoraks kiri, dilakukan pemasangan chest tube selama tiga hari dan

paru mengembang sempurna. Tidak ada defisit neurologik dan cedera pada organ

lain. Berdasarkan klasifikasi drowning pasien sesuai dengan derajat 3 dan

mempunyai prognosis yang baik. Pasien dirawat selama 12 hari dan pulang dalam

keaadaan baik. Lima bulan setelah rawat inap dilakukan kembali foto toraks dan

didapatkan hasil yang baik, gambaran paru mengalami resolusi. Pasien sudah

beraktifitas seperti biasa dan tidak mempunyai hambatan.

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 28FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 29: Near Drowning Case

Daftar Pustaka

1. Szpilman D, Bierens Joost JLM, Handley Anthony J, Orlowski James P. Review article: Current concept Drowning. The New England Journal of Medicine. 2012; 366:2101-10.

2. Plantadosi CA. Diving Medicine and Near Drowning. In : Crapo JD, Glassroth J, Karlinsky J, King TE eds, Baum’s Text Book of Pulmonary Disease 7th ed. Philadelphia Lippincort William & wilkins. 2004; 1025-40

3. Beeck EF. Van, Branche CM, Szpilman D, Modell JH, Bierens JJLM. A new definition of drowning: towards documentation and prevention of a global public health problem. Bulletin of the World Health Organization. 2005; 83: 853-856.

4. WHO fact about injuries. Drowning. Available at : www.who.int/violence_injury_prevention/ accessed on March 2013.

5. Morbidity and Mortality Weekly Report. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2012;61(19):344-347. 

6. Carter Eleanor, Siclair Ray. Drowning. Continuing education in anaesthesia, critical care &pain. 2011; vol 1;6.

7. Bierens JJLM. Handbook on Drowning. Springer. Jerman. 2006. 8. Ma We Jun, Nie Shao Ping, Xu Hao Feng, Xu Yan Jun et al. An analysis of

risk factors on non fatal drowning among children in rural areas of Guangdong Province Chine: a case control study. BMC Public Health. 2010; 10:156.

9. Sogoloff Helen, Ginsberg Robert. Unusual freshwater near drowning syndrome in a hospitalized postlobectomy patient. CHEST. 2001; 120:3.

10. Bove AA, Neuman T . Diving Medicine. In : Murray JF, Nadel JA eds. Text Book of Respiratory Medicine, 3rd ed. WB Saunders Company, Philadelphia. 2000; 1964-67.

11. Ender PT, Dolan MJ . Pneumonia Associated with Near Drowning. Clin Infect Dis. 1997 ; 25 : 896-907.

12. Wallace JF. Drowning and Near Drowning. In : Wilson JD, Braunwald E, Isselbacher KJ et al. Harisons Principle of Internal Medicine. 12 th ed. Newyork, Mc graw-Hill. Inc. 1991; 2200-2.

13. Fraser RS, Pare JAP et al. Synopsis Disease of the Chest. 3rd ed, WB Saunders Co, Philadelphia. 1988; 739-51.

14. Christie Jason D, Lanken Paul N. Acute lung injury and the acute respiratory distress syndrome: Clinical features, management, and outcomes. In : Fishman Alfred P, Elias Jack A, Fishman Jay A, Grippi Michael A, et al. Fishman’s Pulmonary disease and disorders. 4th ed. Mc Graw Hill. Philadelphia. 2008; 2535-60.

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 29FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013

Page 30: Near Drowning Case

15. Cohen R. Disorder due to Physical Agent. In : Tiennay LM, Mc Phee SJ, Papadakis MA eds. Current Medical Diagnosis and Treatment. The Mc Grow hill. Newyork. 2001; 1536-54.

16. Thanel F. Near Drowning. Post Graduate Medicine. 1998 ; 103 : 6.17. Hoo Guy W Soo et al. Barotrauma and Mechanical Ventilation. Available at :

www.medscape.com accessed on July 2013. 18. Farrokhi F, Smiley D, Umpierrez GE. Glycemic control in non-diabetic

critically ill patients. Best practice & research clinically endocrinology & metabolism. 2011; 813-24.

19. Aya B.HD, Rello J. Aetiopathogenesis of VAP revisited. Eur Respir Mon 2011; 53, 1–10.

Laporan Kasus Departemen/ SMF Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi 30FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya 2013